tugas pancasila

61
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagaisuatu proses perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukanoleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-orang yang terlibat sejak dari perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantara dua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya. Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keaneka ragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, negara tercinta kita ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang miskin. Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi. Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi social (penyakit social) yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasan keuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggota legislatif dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan lain sebagainya di luar batas kewajaran. Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air. Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung. Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban lain kalau kita ingin maju, adalah korupsi harus diberantas. Jika kita tidak berhasil memberantas korupsi, atau paling tidak mengurangi sampai pada titik nadir yang paling rendah maka jangan harap Negara ini akan mampu mengejar ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang maju. Karena

Upload: eka-tagor-harahap

Post on 05-Dec-2014

113 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Tugas Pancasila

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Pancasila

BAB IPENDAHULUAN

A.    Latar BelakangKemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya

dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagaisuatu proses perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukanoleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-orang yang terlibat sejak dari perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantara dua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya. Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keaneka ragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, negara tercinta kita ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang miskin. Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi. Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi social (penyakit social) yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasan keuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggota legislatif dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan lain sebagainya di luar batas kewajaran. Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air. Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung. Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban lain kalau kita ingin maju, adalah korupsi harus diberantas. Jika kita tidak berhasil memberantas korupsi, atau paling tidak mengurangi sampai pada titik nadir yang paling rendah maka jangan harap Negara ini akan mampu mengejar ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang maju. Karena korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran.

Page 2: Tugas Pancasila

BAB IIPEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi

Korupsi (bahasa latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) atau rasuah adalah tindakan pejabat publik, baik politisi, maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal, menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.

Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan), penggelapan dalam jabatan, pemerasan dalam jabatan, ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah klepptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan dipegang oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas/kejahatan.

Menurut Prof. Subekti, korupsi adalah suatu tindak perdana yangmemperkaya diri yang secara langsung merugikan negara atau perekonomiannegara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yangmemperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaanuang negara untuk kepentingannya.Sementara itu, Syed Hussen Alatas memberi batasan bahwa korupsimerupakan suatu transaksi yang tidak jujur yang dapat menimbulkan kerugianuang, waktu, dan tenaga dari pihak lain. Korupsi dapatberupa penyuapan(bribery), pemerasan (extortion) dan nepotisme. Disitu ada istilah penyuapan,yaitu suatu tindakan melanggar hukum, melalui tindakan tersebut si penyuapberharap mendapat perlakuan khusus dari pihak yang disuap.

Seseorang yang menyuap izin agar lebih mudah menyuap pejabat pembuat perizinan. Agarmudah mengurus KTP menyuap bagian tata pemerintahan. Menyuap dosenagar memperoleh nilai baik.Pemerasan, suatu tindakan yang menguntungkan diri sendiri yangdilakukan dengan menggunakan sarana tertentu serta pihak lain denganterpaksa

Page 3: Tugas Pancasila

memberikan apa yang diinginkan. Sarana pemerasan bisa berupakekuasaan. Pejabat tinggi yang memeras bawahannya.

Sedangkan nepotisme adalah bentuk kerjasama yang dilakukan atasdasar kekerabatan, yang bertujuan untuk kepentingan keluarga dalam bentuk kolaborasi dalam merugikan keuangan negara.Adapun ciri-ciri korupsi, antara lain:

1.      Melibatkan lebih dari satu orang. Setiap perbuatan korupsi tidak mungkin dilakukan sendiri, pasti melibatkan lebih dari satu orang.Bahkan, pada perkembangannya acapkali dilakukan secara bersama-sama untuk menyulitkan pengusutan

2.      Serba kerahasiaan. Meski dilakukan bersama-sama, korupsi dilakukandalam koridor kerahasiaan yang sangat ketat. Masing-masing pihak yangterlibat akan berusaha semaksimal mungkin menutupi apa yang telahdilakukan.

3.      Melibat elemen perizinan dan keuntungan timbal balik. Yang dimaksudelemen perizinan adalah bidang strategis yang dikuasai oleh negaramenyangkut pengembangan usaha tertentu. Misalnya izin mendirikanbangunan, izin perusahaan,dan lain-lain.

4.      Selalu berusaha menyembunyikan perbuatan/maksud tertentu dibalik kebenaran.5.      Koruptor menginginkan keputusan-keputusan yang tegas dan memilikipengaruh.

Senantiasa berusaha mempengaruhi pengambil kebijakan agarberpihak padanya. Mengutamakan kepentingannya dan melindungisegala apa yang diinginkan.

6.      Tindakan korupsi mengundang penipuan yang dilakukan oleh badanhukum publik dan masyarakat umum. Badan hukum yang dimaksudsuatu lembaga yang bergerak dalam pelayanan publik atau penyediabarang dan jasa kepentingan publik.

7.      Setiap tindak korupsi adalah pengkhianatan kepercayaan. Ketikaseseorang berjuang meraih kedudukan tertentu, dia pasti berjanji akanmelakukan hal yang terbaik untuk kepentingan semua pihak. Tetapisetelah mendapat kepercayaanm kedudukan tidak pernah melakukan apayang telah dijanjikan.

8.      Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif darikoruptor sendiri. Sikap dermawan dari koruptor yang acap ditampilkandi hadapan publik adalah bentuk fungsi ganda yang kontradiktif. Di satupihak sang koruptor menunjukkan perilaku menyembunyikan tujuanuntuk menyeret semua pihak untuk ikut bertanggung jawab, di pihak laindia menggunakan perilaku tadi untuk meningkatkan posisi tawarannya.

B.     Sebab-Sebab Yang Melatar belakangi Terjadinya KorupsiKorupsi dapat terjadi karena beberapa factor yang mempengaruhipelaku korupsi itu sendiri atau yang biasa kita sebutkoruptor Adapun sebab-sebabnya, antara lain:

1.      Klasik a)      Ketiadaan dan kelemahan pemimpin. Ketidakmampuan pemimpinuntuk menjalankan tugas

dan tanggung jawabnya, merupakan peluangbawahan melakukan korupsi. Pemimpin yang bodoh tidak mungkinmampu melakukan kontrol manajemen lembaganya.kelemahanpemimpin ini juga termasuk ke leadershipan, artinya, seorangpemimpin yang tidak memiliki karisma, akan mudah dipermainkananak buahnya. Leadership dibutuhkan untuk menumbuhkan rasa takut,ewuh poakewuhdi kalangan staf untuk melakukan penyimpangan.

b)      Kelemahan pengajaran dan etika. Hal ini terkait dengan sistempendidikan dan substansi pengajaran yang diberikan. Pola pengajaranetika dan moral lebih ditekankan pada pemahaman teoritis, tanpadisertai dengan bentuk-bentuk pengimplementasiannya.

c)      Kolonialisme dan penjajahan. Penjajah telah menjadikan bangsa inimenjadi bangsa yang tergantung, lebih memilih pasrah daripadaberusaha dan senantiasa menempatkan diri sebagai bawahan.Sementara, dalam pengembangan usaha, mereka lebih cenderungberlindung di balik

Page 4: Tugas Pancasila

kekuasaan (penjajah) dengan melakukan kolusidan nepotisme. Sifat dan kepribadian inilah yang menyebabkanmunculnya kecenderungan sebagian orang melakukan korupsi.

d)     Rendahnya pendidikan. Masalah ini sering pula sebagai penyebabtimbulnya korupsi. Minimnya ketrampilan, skill, dan kemampuanmembuka peluang usaha adalah wujud rendahnya pendidikan. Denganberbagai keterbatasan itulah mereka berupaya mencsri peluang denganmenggunakan kedudukannya untuk memperoleh keuntungan yangbesar. Yang dimaksud rendahnya pendidikan di sini adalah komitmenterhadap pendidikan yang dimiliki. Karena pada kenyataannya  koruptor rata-rata memiliki tingkat pendidikan yang memadai,kemampuan, dan skill.

e)      Kemiskinan. Keinginan yang berlebihan tanpa disertai instropeksi diriatas kemampuan dan modal yang dimiliki mengantarkan seseorangcenderung melakukan apa saja yang dapat mengangkat derajatnya.Atas keinginannya yang berlebihan ini, orang akan menggunakankesempatan untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya.

f)       Tidak adanya hukuman yang keras, seperti hukuman mati, seumurhidup atau di buang ke Pulau Nusakambangan. Hukuman sepertiitulah yang diperlukan untuk menuntaskan tindak korupsi.

g)      Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi.2.      Modernaa)      Rendahnya Sumber Daya Manusia.Penyebab korupsi yang tergolong modern itu sebagai

akibatrendahnya sumber daya manusia. Kelemahan SDM ada empatkomponen, sebagai berikut:

1)      Bagian kepala, yakni menyangkut kemampuan seseorangmenguasai permasalahan yang berkaitan dengan sains dan knowledge.

2)      Bagian hati, menyangkut komitmen moral masing-masingkomponen bangsa, baik dirinya maupun untuk kepentinganbangsa dan negara, kepentingan dunia usaha, dan kepentinganseluruh umat manusia.komitmen mengandung tanggung jawabuntuk melakukan sesuatu hanya yang terbaik dan menguntungkansemua pihak.

3)      Aspek skill atau keterampilan, yakni kemampuan seseorangdalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.

4)      Fisik atau kesehatan. Ini menyangkut kemanpuan seseorangmengemban tanggung jawab yang diberikan. Betapa punmemiliki kemampuan dan komitmen tinggi, tetapi bila tidak ditunjang dengan kesehatan yang prima, tidak mungkin standardalam mencapai tujuann

b)      Struktur Ekonomi Pada masa lalu struktur ekonomi yang terkait dengankebijakan ekonomi dan pengembangannya dilakukan secara bertahap.Sekarang tidak ada konsep itu lagi. Dihapus tanpa ada penggantinya,sehingga semuanya tidak karuan, tidak dijamin. Jadi, kita terlalumemporak-perandakan produk lama yang bagus

C.Kondisi yang mendukung munculnya korupsi Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab

langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.

Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari

pendanaan politik yang normal. Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar. Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama". Lemahnya ketertiban hukum. Lemahnya profesi hukum. Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa. Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.

Page 5: Tugas Pancasila

mengenai kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibanding dengan kebutuhan hidup yang makin hari makin meningkat pernah di kupas oleh B Soedarsono yang menyatakan antara lain " pada umumnya orang menghubung-hubungkan tumbuh suburnya korupsi sebab yang paling gampang dihubungkan adalah kurangnya gaji pejabat-pejabat....." namun B Soedarsono juga sadar bahwa hal tersebut tidaklah mutlak karena banyaknya faktor yang bekerja dan saling memengaruhi satu sama lain. Kurangnya gaji bukanlah faktor yang paling menentukan, orang-orang yang berkecukupan banyak yang melakukan korupsi. Namun demikian kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang faktor yang paling menonjol dalam arti merata dan meluasnya korupsi di Indonesia, hal ini dikemukakan oleh Guy J Parker dalam tulisannya berjudul "Indonesia 1979: The Record of three decades (Asia Survey Vol. XX No. 2, 1980 : 123). Begitu pula J.W Schoorl mengatakan bahwa " di Indonesia di bagian pertama tahun 1960 situasi begitu merosot sehingga untuk sebagian besar golongan dari pegawai, gaji sebulan hanya sekadar cukup untuk makan selama dua minggu. Dapat dipahami bahwa dalam situasi demikian memaksa para pegawai mencari tambahan dan banyak diantaranya mereka mendapatkan dengan meminta uang ekstra untuk pelayanan yang diberikan". ( Sumber buku "Pemberantasan Korupsi karya Andi Hamzah, 2007)

Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum.

Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau "sumbangan kampanye".

D.Dampak Korupsi terhadap Perekonomian Indonesia

Korupsi tampaknya telah menjadi budaya yang mendarah daging di negeri kita tercinta ini, Indonesia. Sebagai negara yang menggunakan adat dan budaya ketimuran yang sangat menjunjung tinggi nilai - nilai moralitas dan kejujuran, sangat miris rasanya bila mengetahui bahwa negara ini menempati posisi 2 sebagai negara terkorup di Asia pasifik menurut survei dari The World Justice Project.

Mengapa korupsi dapat tumbuh subur di Indonesia? Ada banyak penyebabnya. Salah satunya ialah kesejahteraan masyarakat yang kurang, hal ini disebabkan oleh gaji dan pendapatan yang rendah dan mental orang Indonesia yang ingin cepat kaya tanpa mau berusaha dan bekerja keras. Budaya di Indonesia sendiri yang masih mengorentasikan kepada uang menyebabkan banyak orang berlomba-lomba untuk mendapatkan uang tanpa memikirkan halal dan haramnya. Ditambah lagi sistem birokrasi Indonesia yang merupakan warisan budaya kolonial Belanda yang rumit membuka celah-celah bagi orang-orang yang ingin melaksanakan praktik korupsi. Apalagi kini nilai - nilai agama yang semakin luntur membuat banyak orang mudah tergiur dengan praktik korupsi.

Dari segi ekonomi sendiri, korupsi akan berdampak banyak terhadap perekonomian negara kita. Yang paling utama pada pembangunan terhadap sektor - sektor publik menjadi tersendat. Dana APBN maupun APBD dari pemerintah yang hampir semua dialokasikan untuk kepentingan rakyat seperti fasilitas-fasilitas publik hampir tidak terlihat realisasinya, kalaupun ada realisasinya tentunya tidak sebanding dengan biaya anggaran yang diajukan. Walaupun belum banyak buktinya, jelas ini merupakan indikasi terhadap korupsi. Tidak jelasnya pembangunan fasilitas - fasilitas publik ini nantinya akan memberi efek domino yang berdampak sistemik bagi publik, yang dalam ini adalah masyarakat. Contoh kecilnya saja, jalan - jalan yang rusak dan tidak pernah diperbaiki akan mengakibatkan susahnya masyarakat dalam melaksanakan mobilitas mereka termasuk juga dalam melakukan kegiatan ekonomi mereka. Jadi akibat dari korupsi ini tidak hanya mengganggu perekonomian dalam skala makro

Page 6: Tugas Pancasila

saja, tetapi juga mengganggu secara mikro dengan terhambatnya suplai barang dan jasa sebagai salah satu contohnya.

Karena terhambatnya segala macam pembangunan dalam sektor-sektor publik, Kebijakan- kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah tidak akan optimal lagi. Segala macam kebijakan-kebijakan yang pro rakyat dibuat pemerintah akan menjadi sia - sia hanya karena masalah korupsi. Hal ini akan menambah tingkat kemiskinan, pengangguran dan juga kesenjangan sosial karena dana pemerintah yang harusnya untuk rakyat justru masuk ke kantong para pejabat dan orang - orang yang tidak bertanggung jawab lainnya. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak optimal ini akan menurunkan kualitas pelayanan pemerintah di berbagai bidang. Menurunnya kualitas pelayanan pemerintah akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Kepercayaan masyarakat yang semakin berkurang dapat membuat masyarakat menjadi marah. Kita bisa lihat contoh di Tunisia, Mesir dan Libya di mana kemarahan masyarakat dapat menggulingkan pemerintah, mereka melakukan hal - hal tersebut utamanya karena masalah ekonomi. Pada tahun 1998 pun kerusuhan yang ada di dipicu oleh masalah ekonomi, yakni krisis moneter yang jika dikaji penyebabnya ialah karena masalah korupsi. Bukan hal tersebut akan terulang jika korupsi masih merajalela dan pemerintah tidak menanggapi masalah ini dengan serius.

Dari segi investor sendiri, dengan adanya korupsi di dalam tubuh pemerintah membuat produsen harus mengeluarkan cost tambahan untuk menyelesaikan masalah birokrasi. Bertambahnya cost ini tentunya akan merugikan mereka. Sementara bagi para investor asing, mereka akan tidak tertarik untuk berinvestasi di Indonesia karena masalah birokrasi yang menjadi ladang korupsi ini dan beralih untuk berinvestasi di negara lain. Hal ini akan merugikan negara karena dengan adanya investasi asing negara kita akan mendapatkan penghasilan yang besar melalui pajak, begitu juga dengan masyarakat, mereka akan mendapatkan lapangan kerja dan penghasilan. Akan tetapi gara - gara korupsi, semuanya menghilang begitu saja. Masalah tingginya tingkat pengangguran dan rendahnya tingkat kesejahteraan pun menjadi tak teratasi. Dari UKM sendiri yang merupakan tonggak perekonomian Indonesia, adanya korupsi membuat mereka menjadi tidak berkembang. Pemerintah menjadi tidak peduli terhadap mereka lagi karena dalam sektor UKM sendiri tidak banyak “menguntungkan” bagi pemerintah. Padahal, lagi - lagi UKM sendiri merupakan usaha yang sifatnya massal dan banyak menyedot lapangan kerja. Tidak berkembangnya UKM ini juga akan menyebabkan tingginya tingkat pengangguran dan rendahnya tingkat kesejahteraan. Apalagi dengan adanya China ASEAN Free Trade Agreement tentunya akan semakin menyulitkan bagi sektor UKM untuk berkembang.

Kalau dari pemerintah yang merupakan tempatnya koruptor, mereka pasti akan memindahkan uang-uang hasil korupsi yang mereka dapatkan ke rekening di bank - bank negara asing. Padahal uang tersebut seharusnya merupakan uang negara yang akan diinvestasikan di negara ini dan mereka malah membawa uang tersebut ke luar negeri. Hal ini akan membuat pembangunan ekonomi menjadi tersendat tentunya. Dengan korupsi juga, pemerintah tidak akan lagi pro kepada masyarakat. Mereka akan pro kepada para pengusaha kotor yang memberi suap. Kebijakan - kebijakan yang mereka lakukan akan menguntungkan para pengusaha licik ini. Bahkan mungkin saja mereka akan tega menjual sektor-sektor vital negara, juga membuat kebijakan - kebijakan yang tidak pro rakyat hanya untuk kepentingan pribadi.

Page 7: Tugas Pancasila

Kesejahteraan umum negara

Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil. Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.

Bentuk-bentuk penyalahgunaan

Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sektor swasta dan pemerintahan seperti penyogokan, pemerasan, campuran tangan, dan penipuan.

Penyogokan: penyogok dan penerima sogokan

Korupsi memerlukan dua pihak yang korup: pemberi sogokan (penyogok) dan penerima sogokan. Di beberapa negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek hidup sehari-hari, meniadakan kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan.Negara-negara yang paling sering memberikan sogokan pada umumnya tidak sama dengan negara-negara yang paling sering menerima sogokan.Duabelas negara yang paling minim korupsinya, menurut survey persepsi (anggapan tentang korupsi oleh rakyat) oleh Transparansi Internasional di tahun 2001 adalah sebagai berikut:Namun demikian, nilai dari survei tersebut masih diperdebatkan karena ini dilakukan berdasarkan persepsi subyektif dari para peserta survei tersebut, bukan dari penghitungan langsung korupsi yg terjadi (karena survey semacam itu juga tidak ada)

Sumbangan kampanye dan "uang haram"

Di arena politik, sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi, namun lebih sulit lagi untuk membuktikan ketidakadaannya. Maka dari itu, sering banyak ada gosip menyangkut politisi. Politisi terjebak di posisi lemah karena keperluan mereka untuk meminta sumbangan keuangan untuk kampanye mereka. Sering mereka terlihat untuk bertindak hanya demi keuntungan mereka yang telah menyumbangkan uang, yang akhirnya menyebabkan munculnya tuduhan korupsi politis.

Tuduhan korupsi sebagai alat politik

Sering terjadi dimana politisi mencari cara untuk mencoreng lawan mereka dengan tuduhan korupsi. Di Republik Rakyat China, fenomena ini digunakan oleh Zhu Rongji, dan yang terakhir, oleh Hu Jiantao untuk melemahkan lawan-lawan politik mereka.

Mengukur korupsi

Mengukur korupsi - dalam artian statistik, untuk membandingkan beberapa negara, secara alami adalah tidak sederhana, karena para pelakunya pada umumnya ingin bersembunyi. Transparansi Internasional, LSM terkemuka di bidang anti korupsi, menyediakan tiga tolok ukur, yang diterbitkan setiap tahun: Indeks Persepsi Korupsi (berdasarkan dari pendapat para ahli tentang seberapa korup negara-negara ini); Barometer

Page 8: Tugas Pancasila

Korupsi Global (berdasarkan survei pandangan rakyat terhadap persepsi dan pengalaman mereka dengan korupsi); dan Survei Pemberi Sogok, yang melihat seberapa rela perusahaan-perusahaan asing memberikan sogok. Transparansi Internasional juga menerbitkan Laporan Korupsi Global; edisi tahun 2004 berfokus kepada korupsi politis. Bank Dunia mengumpulkan sejumlah data tentang korupsi, termasuk sejumlah Indikator Kepemerintahan

E.DAMPAK KORUPSI TERHADAP EKSISTENSI NEGARA

1. Lesunya PerekonomianLesunya Perekonomian Korupsi memperlemah investasi dan pertumbuhan ekonomi Korupsi merintangi akses masyarakat terhadap pendidikan dan kesehatan yang berkualitas Korupsi memperlemah aktivitas ekonomi, memunculkan inefisiensi, dan nepotisme Korupsi menyebabkan lumpuhnya keuangan atau ekonomi suatu negara Meluasnya praktek korupsi di suatu negara mengakibatkan berkurangnya dukungan negara donor, karena korupsi menggoyahkan sendi-sendi kepercayaan pemilik modal asing

2. Meningkatnya KemiskinanMeningkatnya Kemiskinan Efek penghancuran yang hebat terhadap orang miskin: Dampak langsung yang dirasakan oleh orang miskin Dampak tidak langsung terhadap orang miskin Dua kategori penduduk miskin di Indonesia: Kemiskinan kronis (chronic poverty) Kemiskinan sementara (transient poverty) Empat risiko tinggi korupsi: Ongkos finansial (financial costs) Modal manusia (human capital) Kehancuran moral(moral decay) Hancurnya modal sosial (loss of capital social)

3. Tingginya angka kriminalitasTingginya angka kriminalitas Korupsi menyuburkan berbagai jenis kejahatan yang lain dalam masyarakat. Semakin tinggi tingkat korupsi, semakin besar pula kejahatan.

4. DemoralisasiDemoralisasi Korupsi yang merajalela di lingkungan pemerintah dalam penglihatan masyarakat umum akan menurunkan kredibilitas pemerintah yang berkuasa. Jika pemerintah justru memakmurkan praktik korupsi, maka lenyap pula unsur hormat dan trust (kepercayaan) masyarakat kepada pemerintah. Praktik korupsi yang kronis menimbulkan demoralisasi di kalangan warga masyarakat. Menurut Bank Dunia, korupsi merupakan ancaman dan duri bagi pembangunan. Korupsi mengabaikan aturan hukum dan juga menghancurkan pertumbuhan ekonomi. Lembaga internasional menolak mebantu negara-negara korup. Sun Yan Said: korupsi menimbulkan demoralisasi, keresahan sosial, dan keterasingan politik.

5. Kehancuran birokrasiKehancuranbirokrasi Birokrasi pemerintah merupakan garda depan yang behubungan dengan pelayanan umum kepada masyarakat. Korupsi melemahkan birokrasi sebagai tulang punggung negara. Korupsi menumbuhkan ketidakefisienan yang menyeluruh de dalam birokrasi. Korupsi dalam birokrasi dapat dikategorikan dalam dua kecenderungan umum: yang menjangkiti masyarakat dan yang dilakukan di kalangan mereka sendiri.

5. Terganggunya Sistem Politik dan Fungsi PemerintahanTerganggunya Sistem Politik dan Fungsi Pemerintahan Dampak negatif terhadap suatu sistem politik : Korupsi Mengganggu kinerja sistem politik yang berlaku. Publik cenderung meragukan citra dan kredibilitas suatu lembaga yang diduga terkait dengan tindakan korupsi. Contohnya : lembaga tinggi DPR yang sudah mulai kehilangan kepercayaan dari Masyarakat

Page 9: Tugas Pancasila

Lembaga Politik diperalat untuk menopang terwujudnya berbagai kepentingan pribadi dan kelompok.Korupsi menghambat peran negara dalam pengaturan alokasi, seperti penganak-emasan pembayar pajak tertentu, penentuan tidak berdasar fit and proper test dan promosi yang tidak berdasar kepada prestasi. Korupsi menghambat negara melakukan pemerataan akses dan aset. Korupsi memperlemah peran pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi dan politik.

6. Buyarnya Masa Depan DemokrasiBuyarnya Masa Depan Demokrasi Faktor Penopang Korupsi ditengah Negara Demokrasi : Tersebarnya kekuasaan ditangan banyak orang telah meretas peluang bagi merajalelanya penyuapan. Reformasi neoliberal telah melibatkan pembukaan sejumlah lokus ekonomi bagi penyuapan, khususnya yang melibatkan para broker perusaaan publik. Pertambahan sejumlah pemimpin neopopulis yang memenangkan pemilu berdasar pada kharisma personal malalui media, terutama televisi, yang banyak mempraktekan korupsi dalam menggalang dana.

F.Dampak Korupsi Lebih Kejam dari Dampak Perang

Di sini sering ditayangkan dokumentasi tentang perang dunia kedua di televisi, video hitam putih namun cukup jelas, belum lagi reporternya memang benar-benar ada di medan laga, ledakan sana sini, gedung-gedung yang hancur dan orang-orang yang berlarian.

Kekejaman Hitler telah menjadi sejarah yang patut kita ingat sepanjang kehidupan manusia. Bermula dari sebuah ide atau pemikiran yang jahat, ekstrim, yang berubah menjadi praktek keji dan tak berprikemanusiaan.

Awalnya orang-orang yahudi diberi tanda di lengannya, dengan logo bintang david. Kemudian orang-orang itu dikumpulkan di sebuah kamp. Lalu kamp itu makin lama makin penuh. Dalam video terlihat anak-anak dan orang-orang yang mengemis ataupun tergeletak, mati kelaparan. Kaki-kaki dan tangan yang kurus, muka yang yang dilapisi kulit yang menutupi tengkorak. Jutaan orang kehilangan nyawanya dalam perang itu, baik di pihak sekutu maupun di pihak jerman dan aliansinya.

Tatkala serdadu merah memasuki kota Berlin untuk menumpas Nazi dan membebaskan orang-orang sipil dari berbagai negara jajahan Jerman, pasukan rusia-pun sama halnya dengan apa yang telah dilakukan oleh pasukan jerman, mereka memanfaatkan kemenangannya dengan memperkosa wanita-wanita jerman, bahkan wanita-wanita dari negaranya sendiri yang berada di sana.

Seorang petinggi militer Rusia bersumpah bahwa di front depan pasukannya terkontrol rapih, tidak ada penindasan terhadap sipil, tapi ada ribuan wanita yang menjadi saksi akan kekejaman serdadu merah. Perang meminta banyak nyawa, militer maupun sipil. Perang menghancurkan infrastruktur, ekonomi, kedamaian dan kestabilan suatu negara. Dalam perang tidak ada kebaikan, hanya ada dendam, anak-anak yatim, piatu, janda, orang tua yang kehilangan anaknya, orang-orang yang kehilangan organ-organ tubuhnya maupun rumahnya.

Perang-perang manusia tertulis dalam sejarah yang dipelajari di sekolah-sekolah, mengingatkan kebodohan manusia, mengingatkan kita bahwa perang tidak membawa keberuntungan. Walaupun begitu, masih ada negara-negara yang dilanda perang. Tentu

Page 10: Tugas Pancasila

sebuah negara yang mampu secara ekonomi, militer dan teknologi, menyerang sebuah negara yang sumber daya alamnya kaya - maupun perang pemberantasan etnis.

Kadang aku berpikir, setelah peperangan reda, kondisi sedikit demi sedikit kembali pulih, anak-anak kembali sekolah, pasar-pasar kembali dibuka, orang-orang kembali lahir dengan semangat untuk membangun negrinya - dengan ide-ide yang baru, pikiran yang terbuka, jiwa dan raga yang didedikasikan untuk membangun negaranya. Yang lebih patetik dan menyedihkan, di Indonesia perang telah selesai setengah abad yang lalu, tapi ada rakyat yang mati kelaparan. Anak-anak yang tak bisa bersekolah karena tak ada biaya, negara penghasil beras yang mengimpor beras, negara yang bersumber daya alam kaya namun berhutang sampai tujuh turunan.

Tentu ada banyak ide dan solusi untuk mengangkat negara kita dari lubang kubur. Pertama tentu menegakkan keadilan. Menghukum koruptor. Yang belum aku lihat mungkin pemotongan drastis gaji para petinggi negara. Seharusnya tidak boleh ada petinggi yang naik mobil atau fasilitas lainnya, kalau rakyatnya tak bisa makan, tidak bisa bersekolah dan harus mencuri demi mengisi perut lapar. Belum ada aktuasi drastis dari para pemimpin. Mereka lebih takut menjadi miskin daripada takut dibenci rakyat. “Dibenci rakyat adalah hal yang harus dihindar dari seorang pemimpin”, menurut Maquiavelo. Belum aku lihat seorang pemimpin yang kuat, padahal di tangan pemimpinlah negara kita bisa berubah.

Perang mungkin memang alat yang amat jahat.Namun ribuan orang yang menyalahgunakan autoritas dalam suatu negara yang berkonotasi damai, lebih jahat lagi daripada perang. Orang yang beride rakus dan pendek sampai pada tampuk pemerintahan, mereka hanyalah pencuri. Sampai tahun 1945, rakyat Indonesia dengan bangga menulis sejarahnya dengan gemilang. Tahun 1945 ke depan, hanya ada sejarah yang gelap, yang tak bisa tertulis. Karena siapa penjajahnya? bangsa Indonesia sendiri!

Perang bisa selesai karena satu pihak menang dan yang lainnya kalah, intervensi luar (PBB), persetujuan damai antara kedua belah pihak, dll. Perang terhadap kronis moral yang diidap sebagian besar bangsa kita, mungkin lebih sulit? Ya karena itu, yang menjajah saudara kita sendiri, tidak mudah membuktikan korupsi, kolusi dan nepotisme yang sudah menjadi “budaya” bangsa.

G.Contoh Kasus Yang Terjadi di Indonesia

Kasus dugaan korupsi Soeharto menyangkut penggunaan uang negara oleh 7 buah yayasan yang diketuainya, yaitu Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Supersemar, Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais), Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti (Dakab), Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, Yayasan Trikora. Pada 1995, Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 1995. Kepres ini menghimbau para pengusaha untuk menyumbang 2% dari keuntungannya untuk Yayasan Dana Mandiri.

Hasil penyidikan kasus tujuh yayasan Soeharto menghasilkan berkas setebal 2.000-an halaman. Berkas ini berisi hasil pemeriksaan 134 saksi fakta dan 9 saksi ahli, berikut ratusan dokumen otentik hasil penyitaan dua tim yang pernah dibentuk Kejaksaan Agung, sejak tahun 1999.

Page 11: Tugas Pancasila

Uang negara 400 miliar mengalir ke Yayasan Dana Mandiri antara tahun 1996 dan 1998. Asalnya dari pos Dana Reboisasi Departemen Kehutanan dan pos bantuan presiden. Dalam berkas kasus Soeharto, terungkap bahwa Haryono Suyono, yang saat itu Menteri Negara Kependudukan dan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, mengalihkan dana itu untuk yayasan. Ketika itu, dia masih menjadi wakil ketua di Dana Mandiri. Bambang Trihatmodjo, yang menjadi bendahara yayasan ini, bersama Haryono, ternyata mengalirkan lagi dana Rp 400 miliar yang telah masuk ke yayasan itu ke dua bank miliknya, Bank Alfa dan Bank Andromeda, pada 1996-1997, dalam bentuk deposito.

Dari data dalam berkas Soeharto, Bob Hasan paling besar merugikan keuangan negara, diduga mencapai Rp 3,3 triliun. Hal ini juga terungkap dari pengakuan Ali Affandi, Sekretaris Yayasan Supersemar, ketika diperiksa sebagai saksi kasus Soeharto. Dia membeberkan, Yayasan Supersemar, Dakab, dan Dharmais memiliki saham di 27 perusahaan Grup Nusamba milik Bob Hasan. Sebagian saham itu masih atas nama Bob Hasan pribadi, bukan yayasan.

Hutomo Mandala Putra, putra bungsu Soeharto bersama bersama Tinton Suprapto, pernah memanfaatkan nama Yayasan Supersemar untuk mendapatkan lahan 144 hektare di Citeureup, Bogor, guna pembangunan Sirkuit Sentul. Sebelumnya, Tommy dan Tinton berusaha menguasai tanah itu lewat Pemerintah Provinsi Jawa Barat, tapi gagal.

Surat Keputusan Penghentian Penuntutan

Pada 12 Mei 2006, bertepatan dengan peringatan sewindu Tragedi Trisakti, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengeluarkan pernyataan bahwa pihaknya telah mengeluarkan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan Perkara (SKP3) perkara mantan Presiden Soeharto, yang isinya menghentikan penuntutan dugaan korupsi mantan Presiden Soeharto pada tujuh yayasan yang dipimpinnya dengan alasan kondisi fisik dan mental terdakwa yang tidak layak diajukan ke persidangan. SKPP itu dikeluarkan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan pada 11 Mei 2006.

12 Juni 2006, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) mengabulkan permohonan praperadilan Soeharto yang diajukan oleh berbagai organisasi. Dalam sidang putusan praperadilan, hakim Andi Samsan Nganro menyatakan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara (SKP3) atas nama terdakwa HM Soeharto tanggal 11 Mei 2006 adalah tidak sah menurut hukum, dan menyatakan tuntutan terhadap HM Soeharto tersebut dibuka dan dilanjutkan.

Garis waktu kasus dugaan korupsi Soeharto

1998

1 September 1998 o Tim Kejaksaan Agung menemukan indikasi penyimpangan penggunaan dana

yayasan-yayasan yang dikelola Soeharto, dari anggaran dasar lembaga tersebut. 6 September 1998

o Soeharto mengumumkan kekayaannya melalui Televisi Pendidikan Indonesia (TPI). "Saya tidak punya uang satu sen pun...," kata Soeharto. Dalam wawancara dengan

Page 12: Tugas Pancasila

TPI, Soeharto menyatakan tak memiliki kekayaan seperti pernah dilansir media massa.

9 September 1998 o Tim Konsultan Cendana meminta kepada Presiden Habibie serta Menteri

Pertahanan dan Keamanan agar memberikan perhatian ekstra ketat dan melindungi Soeharto dari penghinaan, cercaan, dan hujatan.

11 September 1998 o Pemerintah Swiss menyatakan bersedia membantu pemerintah RI melacak

rekening-rekening Soeharto di luar negeri. 15 September 1998

o Jaksa Agung Andi M. Ghalib ditunjuk sebagai Ketua Tim Investigasi Kekayaan Soeharto.

21 September 1998 o Jaksa Agung Andi M. Ghalib berkunjung ke rumah Soeharto di Jalan Cendana untuk

mengklarifikasi kekayaan Soeharto. 25 September 1998

o Soeharto datang ke Kantor Kejaksaan Agung untuk menyerahkan dua konsep surat kuasa untuk mengusut harta kekayaannya, baik di dalam maupun di luar negeri.

29 September 1998 o Kejagung membentuk Tim Penyelidik, Peneliti dan Klarifikasi Harta Kekayaan

Soeharto dipimpin Jampidsus Antonius Sujata. 13 Oktober 1998

o Badan Pertanahan Nasional mengumumkan tanah Keluarga Cendana tersebar di 10 provinsi di Indonesia.

22 Oktober 1998 o Andi M Ghalib menyatakan, keputusan presiden yang diterbitkan mantan presiden

Soeharto, sudah sah secara hukum. Kesalahan terletak pada pelaksanaannya. 28 Oktober 1998: Tim Pusat Intelijen Kejaksaan Agung memeriksa data tanah peternakan

Tapos milik Soeharto. 21 November 1998

o Presiden Habibie mengusulkan pembentukan komisi independen mengusut harta Soeharto. Tapi, usulan ini kandas.

22 November 1998 o Soeharto menulis surat kepada Presiden Habibie, isinya tentang penyerahan tujuh

yayasan yang dipimpinnya kepada pemerintah. 2 Desember 1998

o Presiden Habibie mengeluarkan Inpres No. 30/1998 tentang pengusutan kekayaan Soeharto.

5 Desember 1998 o Jaksa Agung mengirimkan surat panggilan kepada Soeharto.

7 Desember 1998 o Di depan Komisi I DPR, Jaksa Agung mengungkapkan hasil pemeriksaan atas tujuh

yayasan: Yayasan Dharmais,Yayasan Dakab, Yayasan Supersemar,Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Mandiri, Yayasan Gotong Royong, dan Yayasan Trikora. Sejumlah yayasan memiliki kekayaan senilai Rp 4,014 triliun.

o Jaksa Agung juga menemukan rekening atas nama Soeharto di 72 bank di dalam negeri dengan nilai deposito Rp 24 miliar, Rp 23 miliar tersimpan di rekening BCA, dan tanah seluas 400 ribu hektare atas nama Keluarga Cendana.

9 Desember 1998

Page 13: Tugas Pancasila

o Soeharto diperiksa Tim Kejaksaan Agung menyangkut dugaan penyalahgunaan dana sejumlah yayasan, program Mobil Nasional (mobnas), kekayaan di luar negeri, perkebunan dan peternakan Tapos.

o Soeharto diperiksa oleh Tim 13 Kejaksaan Agung diketuai JAM. Pidsus Antonius Sujata selama 4 jam di Gedung Kejaksaan Tinggi Jakarta. Dengan alasan keamanan Soeharto, tempat pemeriksaan tidak jadi dilakukan di Gedung Kejaksaan Agung.

28 Desember 1998 o Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Hasan Basri Durin

mengungkapkan, keluarga Cendana atas nama pribadi dan badan hukum atau perusahaan menguasai 204.983 hektare tanah bersertifikat hak guna bangunan (HGB) dan hak milik (HM).

30 Desember 1998 o Mantan Wakil Sekretaris Kabinet Bambang Kesowo, seusai dimintai keterangan di

Kejaksaan Agung, menyatakan pembuatan Keppres dan Inpres tentang proyek mobil nasional Timor adalah perintah langsung dari mantan presiden Soeharto.

1999

12 Januari 1999 o Tim 13 Kejaksaan Agung mengungkapkan, mereka menemukan indikasi unsur

perbuatan melawan hukum yang dilakukan Soeharto. 4 Februari 1999

o Kejaksaan Agung memeriksa Siti Hardiyanti Rukmana, putri sulung Soeharto, sebagai bendahara Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan yang dipimpin Soeharto.

9 Februari 1999 o Soeharto melalui tujuh yayasan yang dipimpinnya mengembalikan uang negara

sebesar Rp 5,7 triliun.o Jaksa Agung Andi M. Ghalib melaporkan hasil investigasi 15 kedutaan besar RI yang

menyimpulkan tidak ditemukan harta kekayaan Soeharto di luar negeri. Laporan dari Belanda menyebutkan ada sebuah masjid di daerah Reswijk, Belanda yang dibangun atas sumbangan Probosutedjo, adik tiri Soeharto. Kastorius Sinaga, anggota Gerakan Masyarakat Peduli Harta Negara (Gempita), meragukan laporan Jaksa Agung itu.

11 Maret 1999 o Soeharto, melalui kuasa hukumnya, Juan Felix Tampubolon, meminta Jaksa Agung

menghentikan penyelidikan terhadapnya atas dugaan KKN. 13 Maret 1999

o Soeharto menjalani pemeriksaan tim dokter yang dibentuk Kejaksaan Agung di RSCM.

16 Maret 1999 o Koran The Independent, London, memberitakan Keluarga Cendana menjual properti

di London senilai 11 juta poundsterling (setara Rp 165 miliar). 26 Mei 1999

o JAM Pidsus Antonius Sujata, Ketua Tim Pemeriksaan Soeharto dimutasikan. 27 Mei 1999

o Soeharto menyerahkan surat kuasa kepada Kejagung untuk mencari fakta dan data berkaitan dengan simpanan kekayaan di bank-bank luar negeri (Swiss dan Austria) .

28 Mei 1999 o Soeharto mengulangi pernyataannya, bahwa dia tidak punya uang sesen pun.

30 Mei 1999 o Andi Ghalib dan Menteri Kehutanan Muladi berangkat ke Swiss untuk menyelidiki

dugaan transfer uang sebesar US$ 9 miliar dan melacak harta Soeharto lainnya.

Page 14: Tugas Pancasila

11 Juni 1999 o Muladi menyampaikan hasil penyelidikannya bahwa pihaknya tidak menemukan

simpanan uang Soeharto di bank-bank Swiss dan Austria. 9 Juli 1999

o Tiga kroni Soeharto yaitu Bob Hasan, Kim Yohannes Mulia dan Deddy Darwis diperiksa Kejagung dalam kasus yayasan yang dikelola Soeharto.

19 Juli 1999 o Soeharto terserang stroke dan dirawat di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta

Selatan. 11 Oktober 1999

o Pemerintah menyatakan tuduhan korupsi Soeharto tak terbukti karena minimnya bukti. Kejagung mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap kasus Soeharto. Aset yang ditemukan diserahkan kepada pemerintah.

6 Desember 1999 o Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid membuka kembali pemeriksaan

kekayaan Soeharto. 6 Desember 1999

o Jaksa Agung baru, Marzuki Darusman mencabut SP3 Soeharto. 29 Desember 1999

o Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan Soeharto atas pencabutan SP3.

2000

14 Februari 2000 o Kejagung memanggil Soeharto guna menjalani pemeriksaan sebagai tersangka tapi

tidak hadir dengan alasan sakit. 16 Februari 2000

o Jaksa Agung Marzuki Darusman membentuk Tim Medis untuk memeriksa kesehatan Soeharto.

31 Maret 2000 o Soeharto dinyatakan sebagai tersangka penyalahgunaan uang dana yayasan sosial

yang dipimpinnya. 3 April 2000

o Tim Pemeriksa Kejagung mendatangi kediaman Soeharto di Jalan Cendana. Baru diajukan dua pertanyaan, tiba-tiba tekanan darah Soeharto naik.

13 April 2000 o Soeharto dinyatakan sebagai tahanan kota.

29 Mei 2000 o Soeharto dikenakan tahanan rumah.

7 Juli 2000 o Kejagung mengeluarkan surat perpanjangan kedua masa tahanan rumah Soeharto.

14 Juli 2000 o Pemeriksaan Soeharto dinyatakan cukup dengan meminta keterangan 140 saksi dan

siap diberkas Tim Kejagung. 15 Juli 2000

o Kejagung menyita aset dan rekening yayasan-yayasan Soeharto. 3 Agustus 2000

o Soeharto resmi sebagai tersangka penyalahgunaan dana yayasan sosial yang didirikannya dan dinyatakan sebagai terdakwa berbarengan dengan pelimpahan berkas perkara ke Kejaksaan Tinggi Jakarta.

Page 15: Tugas Pancasila

8 Agustus 2000 o Kejaksaan Agung menyerahkan berkas perkara ke PN Jakarta Selatan.

22 Agustus 2000 o Menkumdang Yusril Ihza Mahendra menyatakan proses peradilan Soeharto

dilakukan di Departemen Pertanian, Jakarta Selatan. 23 Agustus 2000

o PN Jakarta Selatan memutuskan sidang pengadilan HM Soeharto digelar pada 31 Agustus 2000 dan Soeharto diperintahkan hadir.

31 Agustus 2000 o Soeharto tidak hadir dalam sidang pengadilan pertamanya. Tim Dokter menyatakan

Soeharto tidak mungkin mengikuti persidangan dan Hakim Ketua Lalu Mariyun memutuskan memanggil tim dokter pribadi Soeharto dan tim dokter RSCM untuk menjelaskan perihal kesehatan Soeharto.

14 September 2000 o Soeharto kembali tidak hadir di persidangan dengan alasan sakit.

23 September 2000 o Soeharto menjalani pemeriksaan di RS Pertamina selama sembilan jam oleh 24

dokter yang diketuai Prof dr M Djakaria. Hasil pemeriksaan menunjukkan, Soeharto sehat secara fisik, namun mengalami berbagai gangguan syaraf dan mental sehingga sulit diajak komunikasi. Berdasar hasil tes kesehatan ini, pengacara Soeharto menolak menghadirkan kliennya di persidangan.

28 September 2000 o Majelis Hakim menetapkan penuntutan perkara pidana HM Soeharto tidak dapat

diterima dan sidang dihentikan. Tidak ada jaminan Soeharto dapat dihadapkan ke persidangan karena alasan kesehatan. Majelis juga membebaskan Soeharto dari tahanan kota.

2006

11 Mei 2006, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Soeharto melalui Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

5 Juni 2006, Gerakan Masyarakat Adili Soeharto (Gemas), Asosiasi Penasihat Hukum dan HAM (APHI) dan Komite Tanpa Nama, mengajukan gugatan pra-peradilan atas dikeluarkannya Surat Keputusan Penghentian Penuntutan Perkara (SKP3) Soeharto.

12 Juni 2006, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membatalkan SKP3 Soeharto dan menyatakan bahwa tuntutan dugaan korupsi atas Soeharto harus dilanjutkan

1 Agustus 2006, Pengadilan Tinggi Jakarta menyatakan SKP3 Soeharto adalah sah menurut hukum.

2007

9 Agustus 2007, sidang perdata kasus Soeharto kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kejagung melakukan gugatan perdata terhadap Soeharto dan Yayasan Supersemar atas dugaan perbuatan melawan hukum. Kejagung menuntut ganti rugi materiil sebesar 420 juta US$ dan Rp 185 miliar serta immateriil sebesar Rp 10 triliun.

30 Agustus 2007, majelis hakim kasasi Mahkamah Agung memenangkan gugatan Soeharto terhadap majalah Time Asia. Pihak Time diharuskan membayar ganti rugi sebesar Rp 1 triliun dan meminta maaf kepada publik.

Page 16: Tugas Pancasila

2008

4 Januari 2008 Soeharto kembali dirawat di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta. 27 Januari 2008, Soeharto wafat pada pukul 13.10 WIB Minggu, [5] dalam usia 87 setelah

dirawat selama 24 hari (sejak 4 sampai 27 Januari 2008) di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta.

H.Penanggulangan KorupsiKORUPSI di Indonesia merupakan sisi kehidupan bangsa Indonesia bagaikan lautan tanpa tepi. Sampai saat ini tampaknya belum ada konsepsi untuk mengantisipasi trend korupsi. Korupsi semakin mendapat posisi dan menguasai berbagai sisi kehidupan bangsa Indonesia saat ini. Banyak sudah dilakukan upaya, tetapi belum punya daya yang kuat membaja hingga bisa untuk menanggulangi berbagai gaya, upaya dan perilaku korupsi. Memberantas korupsi membutuhkan waktu beberapa generasi. Itu pun kalau ada program yang dilakukan secara konsisten. Menghentikan kebiasaan merokok saja tidak gampang, apalagi korupsi. Meskipun kita berbuat kecil-kecilan tetapi ia bisa bagaikan kerikil yang dapat menggelincirkan perilaku korupsi. Tetapi semua semut memiliki persepsi, visi dan misi yang sama membunuh gajah. Gajah pun mati oleh semut yang kecil tetapi mereka searah dan kompak.

Demikianlah kiranya kita menghadapi tradisi korupsi itu. Marilah kita berbuat meskipun masih kecil-kecilan, yang penting memang itulah yang baru mampu kita lakukan. Menunggu langkah yang besar tidak akan datang, karena yang besar muncul dari yang kecil. Salah satu langkah yang mungkin kelihatan kecil tetapi nantinya akan berdampak besar adalah dengan menangani korupsi melalui sistem pendidikan. Bangunlah sistem pendidikan sebagai proses beryadnya. Pendidikan hendaknya sebagai media beryadnya dari negara dan masyarakat yang memiliki kemampuan lebih. Munculkan peserta didik dari proses beryadnya itu. Janganlah proses pendidikan itu sebagai media investasi dari peserta didik, apa lagi para penyelenggara pendidikan mendapatkan keuntungan finansial dari investasi peserta didik.

Kalau SDM yang muncul dari proses pendidikan berdasarkan yadnya negara danmasyarakat mampu akan berbeda hasilnya. Peserta didik itu tidak banyak mengeluarkan dana dalam proses pendidikan itu. Mungkin hanya untuk biaya hidup sehari-hari saja. Sedangkan berbagai fasilitas yang ia dapatkan dalam proses pendidikan merupakan yadnya negara dan masyarakat yang mampu. Peserta didik yang dilahirkan dari proses beryadnya akan merasa bahwa ia menjadi ”orang” karena yadnya negara dan masyarakat. Secara umum dapat kita yakini bahwa SDM tersebut akan bersemangat untuk beryadnya pada negara dan masyarakat. Kalaupeserta didik itu manusia normal dan wajar-wajar saja pasti akan muncul rasa kepiutangan pada negara dan masyarakat. Dari rasa berutang pada negara dan masyarakat itulah akan dapat menekan nafsu untuk korupsi.

Hal yang juga ikut serta mendorong orang untuk korupsi adalah adanya rasa takut atau Abhiniwesa. Saya pernah ketemu dengan sepasang turis bersaudara berumur di atas delapan puluh tahun. Ia berkeliling dunia untuk menghabiskan tabungannya. Saya tanya, mengapa tidak diwariskan saja pada anak cucunya. Ia menjawab, bahwa anaknya sudah terjamin hidupnya oleh perusahaan di mana ia pernah bekerja. Anaknya bekerja di perusahaan di mana ia pernah kerja. Sepasang turis itu tidak merasa takut meninggalkan anak cucunya pindah ke alam niskala. Di Indonesia hal seperti itu tidak ada. Siapa yang tidak takut meninggalkan

Page 17: Tugas Pancasila

anak cucu hidup dengan ketidakpastian masa depannya? Bagi mereka yang tidak kuat mentalnya, korupsi pun akan dilakukan untuk menghilangkan rasa takutnya, dengan mewariskan jaminan hidup pada anak cucunya setelah ia meninggalkan dunia ini. Negara dan berbagai pihak harus mencarikan jalan keluar yang benar dan tepat agar dapat menghilangkan rasa takut ini. Memberantas tradisi korupsi di Indonesia sebaiknya jangan dulu berharap yang muluk-muluk. Lakukanlah hal-hal kecil terlebih dulu, suatu saat pasti akan ketemu langkah yang besar bagaikan semut tetapi mematikan gajah

Upaya Penanggulangan KorupsiPerbuatan Korupsi tidak bisa dibiarkan berjalan begitu saja dan seakan menjadi sebuah Fenomena di negeri ini, kalau suatu negara ingin mencapai tujuannya, karena kalau dibiarkan secara terus menerus, maka akan terbiasa dan menjadi subur dan seakan-akan perbuatan korupsi itu sah-sah saja dan akan menimbulkan sikap mental pejabat yang selalu mencari jalan pintas yang mudah dan menghalalkan segala cara (the end justifies the means). Untuk itu, korupsi perlu ditanggulangi secara tuntas dan bertanggung jawab.

Disini ada beberapa upaya atau jalan untuk Penanggulangan Korupsi yang ditawarkan para ahli yang masing-masing memandang dari berbagai segi dan pandangan.Caiden (dalam Soerjono, 1980) memberikan langkah-langkah dalam menanggulangi korupsi adalah sebagai berikut :a. Membenarkan transaksi yang dulunya dilarang dengan menentukan sejumlah pembayaran

tertentu.b. Membuat struktur yang baru yang mendasarkan bagaimana keputusan itu dibuat.c. Melakukan perubahan atau perombakan organisasi yang dapat mempermudah masalah

pengawasan atau monitoring dan pencegahan kekuasaan yang terpusat, rotasi (perputaran) penugasan, wewenang yang saling tindih organisasi yang sama, birokrasi yang saling bersaing, dan penunjukan instansi pengawas adalah saran-saran yang secara jelas diketemukan untuk mengurangi kesempatan korupsi.

d. Bagaimana dorongan untuk korupsi dapat dikurangi ? dengan jalan meningkatkan ancaman dengan sanksi yang berat.

e. Korupsi adalah masalah nilai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan korupsi dibatasi, tetapi memang harus ditekan sekecil mungkin, agar beban korupsi organisasional maupun korupsi sestimik tidak terlalu besar sekiranya ada sesuatu pembaharuan struktural, barangkali mungkin untuk mengurangi kesempatan dan dorongan untuk korupsi dengan adanya perubahan organisasi.

Cara yang diperkenalkan oleh Caiden di atas membenarkan (legalized) tindakan yang semula dikategorikan kedalam korupsi menjadi tindakan yang legal dengan adanya pungutan resmi. Di lain pihak, celah-celah yang membuka jalan untuk kesempatan korupsi harus segera ditutup, begitu halnya dengan struktur atau susunan organisasi haruslah membantu kearah pencegahan korupsi, misalnya tanggung jawab pimpinan dalam pelaksanaan pengawasan melekat, dengan tidak lupa meningkatkan ancaman hukuman kepada pelaku pelakunya dengan sanksi yang berat sehingga timbul efek jera bagi pelaku.

Selanjutnya, Myrdal (dalam Lubis, 1987) memberi saran penanggulangan korupsi yaitu agar pengaturan dan prosedur untuk keputusan-keputusan administratif yang menyangkut orang perorangan dan perusahaan lebih disederhanakan dan dipertegas, pengadaan pengawasan yang lebih keras, kebijaksanaan pribadi dalam menjalankan kekuasaan hendaknya dikurangi sejauh mungkin, gaji pegawai yang rendah harus ditingkatkan dan kedudukan sosial

Page 18: Tugas Pancasila

ekonominya diperbaiki, lebih terjamin, satuan-satuan pengamanan termasuk polisi harus diperkuat, hukum pidana dan hukum atas pejabat-pejabat yang korupsi dapat lebih cepat diambil. Orang-orang yang menyogok pejabat-pejabat harus ditindak pula jangan sampai ada istilah dinegeri ini Humum seperti mata pisau, tajam kebawah tumpul keatas, artinya bila yang berbuat rakyat kecil maka seakan-akan hukum  berdirik dengan tegak dan sebaliknya yang berbuat pejabat tinggi hukum seakan tidak berdaya. Persoalan korupsi beraneka ragam cara melihatnya, oleh karena itu cara pengkajiannya pun bermacam-macam pula. Korupsi tidak cukup ditinjau dari segi deduktif saja, melainkan perlu ditinaju dari segi induktifnya yaitu mulai melihat masalah praktisnya (practical problems), juga harus dilihat apa yang menyebabkan timbulnya perbuatan korupsi.

Kartono (1983) menyarankan penanggulangan perbuatan korupsi adalah sebagai berikut :1. Adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab guna melakukan

partisipasi politik dan kontrol sosial, dengan tidak bersifat acuh tak acuh.2. Menanamkan aspirasi nasional yang positif, yaitu mengutamakan kepentingan

nasional diatas kepentingan pribadi atau golongan.3. Para pemimpin dan pejabat memberikan teladan memulai dari diri kita sendiri,

memberantas dan menindak korupsi.4. Adanya sanksi yang tegas dan kekuatan untuk menindak, memberantas dan

menghukum tindakan  korupsi.5. Reorganisasi dan rasionalisasi dari organisasi pemerintah, melalui penyederhanaan

jumlah departemen, beserta jawatan dibawahnya.6. Adanya sistem penerimaan pegawai yang berdasarkan “achievement” dan bukan

berdasarkan sistem “ascription”. 7. Adanya kebutuhan pegawai negeri yang non-politik demi kelancaran

administrasi pemerintah tidak seperti sekarang yang pegawai negeri seringkali ikut menjadi Tim sukses bagi pasangan tertentu sehingga suatu saat jika pasangan yang diusungnya terpilih makai pegawai negeri tersebut mendapat tempat yang diinginkannya, kasus semacam ini tidak boleh dinegeri ini karena pegawai negeri sebagai aparatur pemerintah harus netral.

8. Menciptakan aparatur pemerintah yang jujur dan berwibawa.9. Sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung jawab etis

tinggi, dibarengi sistem kontrol yang efisien.10. Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan perorangan yang mencolok

dengan pengenaan pajak yang tinggi.

Marmosudjono (Kompas, 1989) mengatakan bahwa dalam menanggulangi korupsi, perlu sanksi malu bagi para Koruptor yaitu dengan menayangkan wajah para koruptor di televisi seperti yang pernah disiarkan oleh Statsiun Tv bebrapa bulan yang lalu karena menurutnya masuk penjara tidak dianggap sebagai hal yang memalukan lagi malah banyak penjara yang seperti Hotel dengan fasilitas yang serba lengkap.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa upaya penanggulangan perbuatan korupsi adalah sebagai berikut :

a) Preventif.1. Membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai baik di instansi pemerintah maupun swasta tentang pemisahan yang jelas dan tajam antara milik pribadi atau golongan dan milik perusahaan atau milik negara.

2. Mengusahakan perbaikan penghasilan (pendapatan/gaji)  bagi pejabat dan pegawai

Page 19: Tugas Pancasila

negeri sesuai dengan kemajuan ekonomi dan kemajuan swasta, agar pejabat dan pegawai saling menegakan wibawa dan integritas jabatannya dan tidak terbawa oleh godaan dan kesempatan yang diberikan oleh wewenangnya.

3. Menumbuh kembangakan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan. Kebijakan pejabat dan pegawai bukanlah bahwa mereka kaya raya dan melimpah, akan tetapi mereka terhormat karena jasa pelayanannya kepada masyarakat dan bangsa.

4. Bahwa teladan atau contoh dan pelaku pimpinan dan atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan.

5. Menumbuh kembangkan  pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka untuk kontrol, koreksi dan peringatan, sebab wewenang dan kekuasaan itu cenderung disalahgunakan apabila mental para pejabat tidak kuat dan apabila didukung oleh kesempatan melakukan tindakan korupsi.

6. Hal yang tidak kalah pentingnya yaitu bagaimana menumbuh kembangankan “sense of belongingness” dikalangan pejabat dan pegawai, sehingga mereka merasa perusahaan tersebut adalah milik sendiri dan tidak perlu korupsi, dan selalu berusaha berbuat yang terbaik.

b) Represif.1. Perlu penayangan wajah koruptor di televisi.2. Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan pejabat.

Penanggulangan Korupsi Sejak DiniMemang sangat menyedihkan kalo melihat kondisi di negara Indonesia saat ini. Hampir disetiap bidang ada aja yang terlibat kasus korupsi. Bahkan di bidang yang menyangkut masalah rohani juga sudah dikorupsi. Jadi muncul pertanyaan apakah moral anak bangsa ini sudah rusak semua?

Berdasarkan hasil survey salah satu lembaga internasional, Indonesia masuk dalam 5 besar negara terkorup didunia. Itu sangat memalukan, dan itupun tidak membuat mata para pejabat dan pemimpin di negara ini terbuka lebar dan merasa malu. Bahkan tetap aja muncul kasus-kasus baru yg menambah deretan kasus korupsi yg sedang diproses.

Setengah hati.Para pemimpin dinegara ini cenderung tidak serius atau kurang berani dalam menangani kasus-kasus korupsi di Indonesia. Bahkan ada yang seolah-olah menutup nutupi dan mempersulit proses penyidikian dan penyelidikan. Saling tuding menuding menjadi hal yang biasa diperbincangkan. Sampai semua orang dibuat bingung dengan pernyataan-pernyataan dimedia.

Tidak ada budaya malu.Kalau kita melihat sebentar kenegara lain, jikalau ada salah satu anggota disuatu instansi/departemen yg berbuat korupsi, maka tak jarang para peminpin di negara itu mengundurkan diri, bahkan pemimpin pemerintahan pun mundur dari jabatannya. Di Indonesia sangatlah bertolak belakang, para pemimpin tidak merasa malu jika ada salah satu

Page 20: Tugas Pancasila

anggotanya terlibat dengan kasus, bahkan malah mencari pembelaan diri dan menjerumuskan orang-orang tertentu yg hanya sebagai pelaku kecil aja.

Tua atau Muda sama aja.Kasus korupsi bukan hanya dilakukan golongan usia yg bisa dikatakan sudah tua. Namun belakangan ini banyak kasus yang pelakunya dari orang-orang yg berumur masih muda. Jadi jelaslah sudah, bahwa masalah korupsi di Indonesia ini sudah kronis dan sudah berakar dan mendarah daging. Sehingga saya sangat kuatir kalo masalah korupsi sangat sulit diselesaikan. Tidak heran kalau KPK sangat kewalahan dalam menangani korupsi di Indonesia.

Pendidikan moral anak-anak dan usia muda,Sudah saatnya setiap warga negara menyadari akan bahayanya korupsi bagi kita semua, dan kemajuan negara ini akan terhambat dari negara-negara lainnya di dunia. Kebodohan dan kemiskinan dimana-mana akan melanda negara ini. Saya berpendapat bahwa ini adalah tugas bersama yang harus dikerjakan. Dimulai dari pendidikan anak di keluarga, sekolah dan lingkungan. Contoh kecil aja, berbohong, ini adalah salah satu benih korupsi. Budaya meminta, tidak mau berusaha, malas, manja.

Benih yang baik menghasilkan hasil yang baik,Jika kita bekali para anak-anak dan generasi muda dengan pendidikan moral dan budaya yang baik, saya sangat yakin hal ini akan berdampak baik kedepan. Karena mereka inilah yang akan menjadi pemimpin di masa yang akan datang “STUDENT TODAY, LEADER TOMMOROW”. Jadi marilah kita membrantas korupsi dengan memulainya dari sejak dini.

I.Korupsi Menurut Undang-undang

Apakah memberikan sesuatu kepada pegawai negeri dapat digolongkan kepada bentuk tindak pidana korupsi?

Menurut pasal 5 ayat (1) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:a) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

Apakah ada hukum yang mengatur atau menetapkan bahwa pegawai negeri yang menerima hadiah termasuk ke dalam tindak pidana korupsi?

Ada. Hal ini terdapat dalam pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan

Page 21: Tugas Pancasila

hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

Apakah memberikan sesuatu kepada pengacara yang notabene bukan merupakan pegawai negeri ataupun penyelenggara negara, juga termasuk ke dalam tindak pidana korupsi?

Ya, sebagaimana yang tercantum dalam pasal 6 ayat (1) huruf b UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No 20 Tahun 2001:(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang :

b) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.

Dan pasal 12 huruf d UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No.20 Tahun 2001:Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).Seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.

Apabila seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara tidak melakukan penggelapan, akan tetapi mengetahui tentang adanya suatu penggelapan dan tidak melaporkannya, apakah hal ini dapat digolongkan kedalam bentuk tindak pidana korupsi?

Ya. Sebagaimana yang tertulis didalam pasal 8 UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No.20 Tahun 2001:Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.

Apakah pemalsuan buku atau dokumen administrasi juga merupakan suatu bentuk tindak pidana korupsi?

Ya, menurut pasal 9 UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No.20 Tahun 2001:

Page 22: Tugas Pancasila

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.

Apakah merusak atau menghilangkan barang bukti yang dilakukan oleh pegawai negeri juga dapat dikategorikan kedalam tindak pidana korupsi? Lalu bagaimana dengan pegawai negeri yang membiarkan orang lain menghancurkan barang bukti?

Ya, tentu saja kedua hal tersebut diatas dapat dikategorikan kedalam tindak pidana korupsi Sebagaimana yang telah dicantumkan di dalam pasal 10 huruf a dan b UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No.20 Tahun 2001:Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja:

Menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; atau

Membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut.

Pasal berapakah di dalam UU No.31 Tahun 1999 yang mengatur tentang pemerasan yang dilakukan oleh pegawai negeri?

Dalam UU No 31 Tahun 1999, pemerasan oleh pegawai negeri yang merupakan suatu bentuk tindak pidana korupsi diatur dalam pasal 12 huruf e, f dan g:Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):

Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai hutang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan hutang

Page 23: Tugas Pancasila

kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang.

Apakah seorang pegawai negeri boleh ikut serta di dalam proyek pengadaan yang sedang ditanganinya?

Tidak boleh dan hal ini telah diatur di dalam pasal 12 huruf i UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:

Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.

Apakah seorang pegawai negeri yang menerima suatu pemberian wajib melaporkannya kepada KPK?

Ya, wajib. Sebagaimana yang telah dituangkan di pasal-pasal berikut:Pasal 12 B UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:

Yang nilainya Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwagratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi.Yang nilainya kurang dari Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktianbahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.

Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).Pasal 12 C UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No.20 Tahun 2001:

1. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

2. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.

3. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik negara.

4. Ketentuan mengenai tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan penentuan status gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)

Page 24: Tugas Pancasila

diatur dalam Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Apakah pihak bank wajib memberikan data yang diminta oleh KPK untuk kepentingan penyidikan? Jika ya, adakah ketetapan hukumnya?

Ya, pihak bank wajib memberikan data yang diminta oleh KPK untuk kepentingan penyidikan. Sebagaimana yang tertulis di dalam pasal berikut:Pasal 22 UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No.20 Tahun 2001:Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, pasal 29, pasal 35, atau pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).Pasal 29 UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No.20 Tahun 2001:

1. Untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang meminta kepada bank tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa.

2. Permintaan keterangan kepada bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada Gubernur Bank Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Gubernur Bank Indonesia berkewajiban untuk memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja, terhitung sejak dokumen permintaan diterima secara lengkap.

4. Penyidik, penuntut umum, atau hakim dapat meminta kepada bank untuk memblokir rekening simpanan milik tersangka atau terdakwa yang diduga hasil dari korupsi.

5. Dalam hal hasil pemeriksaan terhadap tersangka atau terdakwa tidak diperoleh bukti yang cukup, atas permintaan penyidik, penuntut umum, atau hakim, bank pada hari itu juga mencabut pemblokiran. 

Seperti apakah sanksi yang diberikan kepada saksi atau ahli yang memberikan keterangan palsu?

Sanksi yang diberikan kepada mereka adalah sanksi yang tertuang di dalam pasal berikut ini:Pasal 22 UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No.20 Tahun 2001:Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, pasal 29, pasal 35 atau pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).Pasal 35 UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No.20 Tahun 2001:

1. Setiap orang wajib memberikan keterangan sebagai saksi atau ahli,kecuali ayah,

Page 25: Tugas Pancasila

ibu, kakek,nenek, saudara kandung, istri atau suami, anak dan cucu dari terdakwa.2. Orang yang dibebaskan sebagai saksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat

diperiksa sebagai saksi apabila mereka menghendaki dan disetujui secara tegas oleh terdakwa.

3. Tanpa persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), mereka dapat memberikan keterangan sebagai saksi tanpa disumpah.

J.Perumusan Tindak Pidana Korupsi di Dalam Undang-Undang

1.Perumusan Tindak Pidana Korupsi di Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971

Sebagaimana dengan tindak pidana yang lain, untuk menjelaskan tentang kejahatan yaitu antara yang tercatat dan yang sebenarnya terjadi, kejahatan nyata yang terjadi dan tidak diketahui adalah besar sekali.

Demikian pula dalam hal korupsi berlaku juga model gunung es, sebagaimana dikemukakan oleh Soedjono D (juga Roger Hood dan Richard Sparks). Frekuensi dan sampai beberapa jauh korupsi yang terjadi menurut catatan statistik, baik yang diajukan ke pengadilan dan yang tercatat pada Kejaksaan (dalam proses pemeriksaan) akan tetap dalam tingkat konstan. Sedangkan pengetahuan masyarakat mengenai kejahatan serupa itu berbeda dari waktu ke waktu, atau secara alternatif pengetahuan tentang korupsi mengalami keterbatasan yang sedemikian besarnya, sehingga hanya nampak seolah tingkat korupsi tetap stabil, sedangkan pada hakikatnya meningkat yakni tidak tercatat.

Suatu perbuatan yang diduga tindak pidana korupsi apabila dituntut, diajukan ke muka pengadilan, terbukti tidaknya unsur-unsur perbuatan adalah sebagaimana rumusan tindak pidana korupsi dalam Pasal 1 ayat 1 a, b, c, d, e atau Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971.

Menurut Soedjono D dalam bukunya “Fungsi Perundang-undangan Pidana dalam penanggulangan korupsi di Indonesia”, 1984, perumusan tindak pidana korupsi dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 terdiri atas 6 jenis tindak pidana korupsi sebagai berikut :

1. pasal 1 (1) a dan b sebagai tindak pidana korupsi pokok;2. pasal 1 (1) c sebagai tindak pidana korupsi KUHP;3. pasal 1 (1) d sebagai tindak pidana korupsi umum bukan pegawai negeri;4. pasal 1 (1) e sebagai tindak pidana korupsi karena tidak melapor;5. pasal 1 (2) sebagai tindak pidana korupsi percobaan;6. pasal 1 (2) sebagai tindak pidana korupsi permufakatan.

Jadi keenam jenis tindak pidana korupsi tersebut terumuskan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971. Luasnya perumusan tindak pidana korupsi yang ditetapkan dalam berbagai jenis, menimbulkan kesukaran untuk menentukan ukuran apa yang dengan

Page 26: Tugas Pancasila

jelas dipegang sebagai pedoman untuk merangkum jenis-jenis perbuatan tersebut termasuk korupsi seperti tercermin dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 beserta penjelasannya.

Soedjono menulis :kriteria untuk menentukan jenis-jenis perbuatan yang termasuk korupsi adalah

terjadinya penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan yang secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap didahulukannya kepentingan pribadi di atas dan mengorbankan kepentingan umum. Maka setiap jenis korupsi yang ditentukan dalam Pasal 1 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tertampung dalam kriteria ini.Dalam bahasan terdahulu penulis menunjuk :Perbuatan-perbuatan yang memenuhi unsur-unsur sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 ayat 1 sub a, b, c, d, e dan ayat 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 adalah jenis korupsi materi yaitu korupsi yang menyangkut penyuapan, manipulasi di bidang keuangan/perekonomian negara.

1. Tindak pidana korupsi jenis pertama adalah Tindak Pidana Korupsi Pokok. Rumusan Pasal 1 ayat 1 a :

Barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara atau diketahui atau patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.

Unsur-unsur tindak pidananya :1. melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu badan;2. perbuatan itu bersifat melawan hukum;3. perbuatan itu secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan Negara atau

perekonomian Negara atau patut disangka oleh si pembuat bahwa merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.

-        Perbuatan memperkaya artinya berbuat apa saja misalnya : memindah bukukan, menandatangani kontrak dan sebagainya sehingga si pembuat bertambah kekayaannya.

-        Melawan hukum. Dalam Penjelasan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai pengertian melawan hukum mengandung pengertian formil maupun materiil dan harus dibuktikan karena dicantumkan secara tegas dalam rumusan delik.-        Dalam Penjelasan Pasal 1 ayat 1 tidak diterangkan mengenai pengertian keuangan Negara. Namun jelas yang dimaksud keuangan pemerintah pusat (departemental dan non departemen), keuangan  daerah, keuangan dari suatu badan hukum,  yang menggunakan modal dan diberi kelonggaran-kelonggaran dari negara atau masyarakat untuk kepentingan nasional, kemanusiaan dan lain-lain.

-        Perbuatan secara langsung atau tidak langsung harus dibuktikan adanya secara obyektif. Dalam hal ini Hakim kalau perlu dapat mendengar pendapat dari saksi ahli satu atau lebih dari satu orang untuk mengetahui kapan ada keadaan yang merugikan itu.

Tindak pidana korupsi pokok ke 2 sebagaimana Pasal 1 ayat 1 b :

Page 27: Tugas Pancasila

Barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan menyalahgunakan keuntungan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.Unsur-unsur tindak pidananya :

1. menyalahgunakan keuntungan, kesempatan atau sarana yang ada pada si pembuat karena jabatan atau kedudukan;

2. ada tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau suatu badan;3. perbuatan secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan Negara

atau perekonomian Negara.

Penjelasan dari unsur-unsur tindak pidana tersebut adalah sebagai berikut :-        penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada pada si pelaku karena jabatan atau kedudukannya; “Ini diartikan bahwa kewenangan tersebut tidak digunakan sesuai dengan jalannya ketatalaksanaan yang seharusnya”. Jika tindak pidana korupsi (a) pertama itu tidak dapat dilakukan oleh siapa saja, maka dapatlah disimpulkan bahwa yang dapat melakukan tindak pidana korupsi jenis (b) ini tidak hanya terbatas pada pejabat struktural, tetapi juga pejabat fungsional;

-        ada tujuan untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain atau suatu badan; tujuan untuk menguntungkan orang lain atau suatu badan ini merupakan unsur batin yang menentukan arah dari perbuatan penyalahgunaan kewenangan tersebut. Adanya unsur ini harus pula ditentukan secara obyektif dengan memperhatikan segala keadaan lahir yang menyertai perbuatan tersangka itu (ante factum dan post factum).

-        adanya suatu perbuatan yang secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara. “Dapat” merugikan keuangan Negara. Perkataan “dapat” menunjukkan bahwa kerugian itu tidak perlu dibuktikan adanya. Dalam hal ini tersangka dapat membuktikan sebaliknya bahwa, perbuatannya tidak mungkin dapat merugikan keuangan atau perekonomian Negara.

2. Tindak pidana korupsi jenis kedua.

Rumusan Pasal 1 ayat 1 c : Barang siapa melakukan kejahatan dalam Pasal 209, 210, 38, 388, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 423, 425 dan 435 KUHP. Unsur tindak pidananya sebagai berikut :Melakukan perbuatan yang diancam dengan Pasal-pasal KUHP sebagaimana tersebut dalam perumusan ayat 1 c ini yaitu melakukan kejahatan dalam Pasal 209, 210, 38, 388, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 423, 425, 435 KUHP.

-        Pasal-pasal tersebut memuat delik penyuapan aktif (Pasal 209 dan 210 KUHP), dan penyuapan pasif  (Pasal 418, 419 dan 420 KUHP).

-        Pasal 387 KUHP yaitu perbuatan penipuan dalam pelaksanaan pemborongan bangunan, penjual materi bangunan yang membahayakan keamanan manusia dan barang serta keamanan negara dalam keadaan perang.

-        Pasal 388 KUHP yaitu perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang, pada waktu menyerahkan perlengkapan untuk keperluan angkatan laut dan darat.

Page 28: Tugas Pancasila

-        Pasal 415 KUHP, seorang pejabat atau orang lain yang ditugasi menjalankan suatu jabatan umum dengan sengaja menggelapkan uang/surat berharga yang disimpan karena jabatannya atau membiarkan uang/surat berharga itu diambil atau digelapkan oleh orang lain atau menolong sebagai pembantu melakukan perbuatan tersebut.

-        Pasal 416 KUHP, seorang pejabat atau orang lain yang ditugasi menjalankan suatu jabatan umum terus menerus atau untuk sementara waktu yang sengaja secara palsu atau memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.

-        Pasal 417 KUHP, seorang pejabat atau orang lain yang ditugasi menjalankan suatu jabatan umum terus menerus atau untuk sementara waktu yang sengaja menggelapkan, menghancurkan, merusakkan atau membikin tak dapat dipakai barang-barang yang diperuntukkan guna meyakinkan atau membuktikan di muka penguasa yang wenang, akta-akta, surat-surat, atau daftar-daftar yang dikuasainya karena jabatannya, atau membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan atau membikin tak dapat dipakai barang-barang itu, atau menolong sebagai pembantu melakukan perbuatan itu.

-        Pasal 423 KUHP, pejabat yang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi diri sendiri.

-        Pasal 425 KUHPPejabat yang melakukan pemerasan :

ke-1. meminta, menerima atau memotong pembayaran, seolah-olah utang kepadanya, kepada pejabat lainnya atau kepada kas umum padahal diketahui tidak demikian adanya;ke-2    meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui tidak demikian halnya;ke-3  telah menggunakan tanah negara yang diatasnya ada hak-hak pakai Indonesia, dengan merugikan yang berhak, padahal diketahui bahwa itu bertentangan dengan ketentuan tersebut.

-        Pasal 435 KUHPPejabat yang dengan langsung maupun tidak langsung sengaja turut serta dalam pemborongan, penyerahan (leverantien) atau persewaan (verpachtingen) yang pada saat melakukan perbuatan, untuk seluruhnya atau sebagian, dia ditugasi mengurusi atau mengawasinya. Penerapan ketentuan Pasal 1 ayat 1 c tersebut tidak banyak menjumpai kesukaran. Sedang kualifikasi untuk menjadi tindak pidana korupsi, mengakibatkan penambahan ancaman pidananya, yaitu pidana penjara maksimum 20 tahun dan/atau denda maksimum 30 juta rupiah.

3. Tindak pidana korupsi jenis ketiga, tindak pidana korupsi umum bukan Pegawai Negeri.

Pasal 1 ayat 1 sebagai berikut :Barang siapa memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri seperti dimaksud dalam Pasal 2 dengan mengingat sesuatu kekuasaan dan wewenang yang melekat pada jabatannya atau

Page 29: Tugas Pancasila

kedudukannya atau oleh si pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu.

Unsur tindak pidananya :1. hadiah atau janji;2. pegawai negeri;3. dengan mengingat sesuatu kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau

kedudukan atau dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan.

Penjelasan rumusan pasal tersebut.-        Perbuatan yang dilarang disini ialah yang dinamakan “penyuapan aktif”.Lain dengan Pasal 209 KUHP dimana niat “(oogmerk) dari si pembuat adalah untuk menggerakkan seseorang pejabat agar ia di dalam jabatannya berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya. Dalam hal penyuapan aktif menurut Pasal 1 ayat 1 d, niat tersebut perlu ada pembuat, dan cukup apabila pemberian atau janji itu diberikan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan. Jadi praktis setiap pemberian seseorang kepada pegawai negeri bisa masuk di dalamnya, apabila dibuktikan ada unsur “pamrih” tersebut.Dalam praktek belum pernah dijumpai kasus yang dapat dikualifikasi sebagai apa yang dimaksudkan oleh peraturan ini.

4. Tindak pidana korupsi jenis keempat, tindak pidana korupsi karena tidak melapor.

Pasal 1 ayat 1 e sebagai berikut :Barang siapa tanpa alasan yang wajar dalam waktu sesingkat-singkatnya setelah menerima pemberian atau janji yang diberikan kepadanya seperti yang tersebut dalam Pasal-pasal 418, 419 dan 420 KUHP tidak melaporkan pemberian atau janji tersebut kepada yang berwajib.Unsur-unsur tindak pidana menurut pasal ini sebagai berikut :

Pembuat tidak menerima pemberian atau janji dari seorang yang diberikan kepadanya, seperti tersebut dalam Pasal-pasal 418, 419 dan 420 KUHP. Harus terbukti dahulu bahwa pemberian atau janji yang diberikan kepadanya antara lain :

1) Mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatannya (Pasal 418 KUHP);

2) Untuk menggerakkannya agar ia melakukan sesuatu yang bertentangan dengan jabatannya (Pasal 419 KUHP);

3) Apabila si penerima adalah seorang hakim untuk mempengaruhi sesuatu keputusan dari perkara yang sedang diperiksa olehnya (Pasal 420 KUHP).

1. Dalam waktu sesingkat-singkatnya setelah penerimaan itu, ia tidak melaporkan pemberian atau janji itu kepada yang berwajib. Mengenai penentuan waktu tersebut harus didasarkan kepada keadaan obyektif.

2. Tidak melaporkannya itu tiada alasan yang wajar. Hal ini pun harus ditinjau secara obyektif dan tidak ditentukan oleh pembuat sendiri.

Ketentuan dalam sub e ini dimaksudkan untuk memidanakan seseorang yang tidak melaporkan pemberian atau janji yang diperolehnya dengan melakukan tindak pidana yang dimaksud dalam Pasal 418, 419 dan 420 KUHP. Apabila laporan itu misalnya dilakukan dengan tujuan semata-mata agar supaya diketahui tentang peristiwa penyuapan, maka ada

Page 30: Tugas Pancasila

kemungkinan bahwa si penerima itu dapat dilepaskan penuntutan berdasarkan pasal-pasal tersebut di atas. Hal demikian tidak berarti bahwa tiap pelaporan tentang penerimaan, pemberian janji itu membebaskan terdakwa dari kemungkinan penuntutan apabila semua dari tindak pidana dalam Pasal 418, 419 dan 420 KUHP unsur-unsurnya terpenuhi.

5. Tindak pidana korupsi jenis kelima dan keenam ialah tindak pidana korupsi percobaan dan tindak pidana korupsi permufakatan.

Pasal 1 ayat 2 sebagai berikut :Barang siapa melakukan percobaan atau permufakatan untuk melakukan tindak pidana – tindak pidana tersebut dalam ayat 1 a, b, c, d, e pasal ini.Jika diperhatikan ketentuan seperti yang terdapat dalam Pasal 1 ayat 2 diketemukan 2 (dua) jenis tindak pidana korupsi yaitu berupa :

1. percobaan untuk tindak pidana korupsi Pasal 1 ayat 1 sub a, b, c, d, dan e;2. permufakatan untuk melakukan tindak pidana korupsi, Pasal 1 ayat 1 sub a, b, c, d,

dan e;

Penjelasan a.Karena di dalam naskah atau Penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tidak diterangkan mengenai apa yang dimaksudkan dengan percobaan dalam Pasal 1 ayat 2 ini, maka dengan mendasarkan pada Pasal 103 KUHP yang dimaksudkan dengan percobaan tersebut, perbuatan yang memenuhi syarat-syarat seperti yang dikehendaki oleh Pasal 53  ayat 1 KUHP. Mengenai ancaman pidana terhadap percobaan untuk melakukan tindak pidana korupsi Pasal 1 ayat 1 sub a, b, c, d, dan e adalah tidak sama dengan ancaman terhadap percobaan untuk melakukan tindak pidana biasa, sebab di dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 ditentukan kalau ancaman pidana terhadap percobaan untuk melakukan tindak pidana korupsi Pasal 1 ayat 1 sub a, b, c, d, dan e adalah sama dengan ancaman pidana untuk melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 1 ayat 1 sub a, b, c, d, dan e. Adapun yang menjadi sebabnya dapat diketahui dari Penjelasan Pasal 1 ayat 2 yang menyebutkan “karena tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan/perekonomian Negara maka percobaan untuk melakukan tindak pidana tersebut dijadikan delik tersendiri dan diancam dengan hukuman sama dengan ancaman bagi tindak pidana itu sendiri yang telah selesai dilakukan”.

Penjelasan b, dijelaskan sebagai berikut :Tindak pidana korupsi permufakatan yaitu permufakatan untuk melakukan tindak pidana korupsi dalam Pasal 1 ayat 1 sub a, b, c, d, dan e. Jika dibandingkan antara Pasal 1 ayat 2 dengan Penjelasan Pasal 1 ayat 2, ternyata terdapat perbedaan sedikit yaitu dalam Pasal 1 ayat 2 disebutkan dengan kata “permufakatan”. Sedangkan di dalam Penjelasan Pasal 1 ayat 2 disebutkan dengan kalimat “permufakatan jahat”. Karena perbuatan-perbuatan seperti yang ditentukan oleh Pasal 1 ayat 1 sub a, b, c, d, dan e adalah bersifat jahat, jadi sama seperti yang telah diterangkan dalam Penjelasan Pasal 1 ayat 2 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971. Yang dimaksud dengan “permufakatan” adalah “permufakatan jahat”, yang hal ini tidak dapat ditemukan di dalam naskah atau Penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tetapi ditemukan dalam ketentuan lain yaitu pada Pasal 88 KUHP yang menentukan ada permufakatan jahat, jika ada dua orang atau lebih telah mufakat/sepakat untuk melakukan kejahatan. Permufakatan jahat baru merupakan suatu perbuatan persiapan untuk melakukan/percobaan tindak pidana itu, belum sampai merupakan suatu tindak pidana.

Page 31: Tugas Pancasila

Ditentukan kalau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi tersebut Pasal 1 ayat 1 sub a, b, c, d, dan e sudah merupakan suatu tindak pidana, tentunya hal ini merupakan perkecualian, sebab sebagaimana Penjelasan Pasal 1 ayat 2 dijelaskan kembali : “… mengingat sifat dari tindak pidana korupsi itu, maka permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi meskipun masih merupakan tindakan atau perbuatan persiapan sudah dapat dipidana penuh sebagai suatu tindak pidana tersendiri”. Ketentuan sebagaimana dalam Pasal 1 ayat 2 ini sebelumnya tidak pernah ada dalam peraturan-peraturan mengenai korupsi yang berlaku di negara kita. Ketentuan ini merupakan perluasan atas pengertian tindak pidana korupsi Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 yang bagi percobaan dan permufakatan jahat, ancaman pidananya disamakan dengan tindak pidana korupsi lainnya, walaupun apa yang menjadi tujuan pembuat belum tercapai/terwujud.

2.PERUMUSAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001

Pasal 2 UU Nomor 20 Tahun 2001 :(1)         Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat  merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (duapuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000, 00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak      Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

(2)         Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Yang dimaksud dengan “secara melawan hukum” dalam Pasal ini mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana. Dalam ketentuan ini kata “dapat” sebelum frasa “merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara” menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat. Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam.

Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2001 :Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 50.000.000, 00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Kata “dapat” dalam ketentuan ini diartikan sama dengan Penjelasan Pasal 2.

Pasal 4 UU Nomor 20 Tahun 2001 :

Page 32: Tugas Pancasila

Pengembalian keuangan Negara atau perekonomian Negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.Dalam hal pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 telah memenuhi unsur-unsur pasal dimaksud, maka pengembalian kerugian keuangan Negara atau perekonomian Negara, tidak menghapuskan pidana terhadap tindak pidana tersebut. Pengembalian kerugian keuangan Negara atau perekonomian Negara hanya merupakan salah satu faktor yang meringankan.

Pasal 5 UU Nomor 20 Tahun 2001 :(1)         Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit                         Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak                   Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

1. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dengan jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau

2. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

(2)         Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Yang dimaksud “penyelenggara negara” dalam pasal ini adalah penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Pengertian “penyelenggara negara” tersebut berlaku pula untuk pasal-pasal berikutnya dalam Undang-undang ini.

Pasal 6 UU Nomor 20 Tahun 2001 :(1)   Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit  Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak   Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang :

1. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau

2. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri suatu pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.

3.(2)  Bagi Hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 7 UU Nomor 20 Tahun 2001 :

Page 33: Tugas Pancasila

(1)         Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah).

1. pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang;

2. setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang dimaksud dalam huruf a;

3. setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang; atau

4. setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana yang dimaksud dalam huruf c;

(2) Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf c, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 8 UU Nomor 20 Tahun 2001 :Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000, 00 (seratus limapuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.

Pasal 9 UU Nomor 20 Tahun 2001 :Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000, 00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.

Pasal 10 UU Nomor 20 Tahun 2001 :Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000, 00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja :

1. menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; atau

2. membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut; atau

Page 34: Tugas Pancasila

3. membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut.

4.Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 :Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungannya dengan jabatannya.

Pasal 12 UU Nomor 20 Tahun 2001 :Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)

1. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;

2. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;

3. hakim yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili;

4. seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili;

5. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;

6. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;

7. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima pekerjaan, atau penyerahan barang seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;

8. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; atau

Page 35: Tugas Pancasila

9. pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.

Yang dimaksud dengan “advokat” adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 12 A UU Nomor 20 Tahun 2001 :(1)   Ketentuan mengenai pidana penjara atau pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7,  Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12 tidak berlaku bagi tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).(2)   Bagi pelaku tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Pasal 12 B UU Nomor 20 Tahun 2001 :(1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan ketentuan atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut :

1. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;

2. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.

3.

(2) Dipidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000, 00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Yang dimaksud dengan “gratifikasi” dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Pasal 13 UU Nomor 20 Tahun 2001 :Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 15 UU Nomor 20 Tahun 2001 :Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.Ketentuan ini merupakan aturan khusus karena ancaman pidana pada percobaan dan pembantuan tindak pidana pada umumnya dikurangi 1/3 (satu pertiga) dari ancaman pidananya.

Page 36: Tugas Pancasila

Pasal 16 UU Nomor 20 Tahun 2001 :Setiap orang di luar wilayah Negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan, kesempatan, sarana atau keterangan untuk terjadi tindak pidana korupsi dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14. Ketentuan ini bertujuan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi yang bersifat trans nasional atau lintas batas teritorial sehingga segala bentuk transfer keuangan/harta kekayaan hasil tindak pidana korupsi antar negara dapat dicegah secara optimal dan efektif. Yang dimaksud dengan “bantuan, kesempatan, sarana atau keterangan” dalam ketentuan ini adalah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 17 UU Nomor 20 Tahun 2001 :Selain dapat dijatuhi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14, terdakwa dapat dijatuhi pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.

Pasal 20 UU Nomor 20 Tahun 2001 :(1) Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya.(2) Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.(3) Dalam hal tuntutan pidana terhadap suatu korporasi, maka korporasi tersebut diwakili oleh pengurus.(4) Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat diwakili oleh orang lain.(5) Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di pengadilan, dan dapat pula memerintahkan supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan.(6) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor.(7) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda dengan ketentuan maksimum pidana ditambah 1/3 (satu pertiga).Yang dimaksud dengan “pengurus” adalah organ korporasi yang menjalankan kepengurusan korporasi yang bersangkutan sesuai dengan anggaran dasar, termasuk mereka yang dalam kenyataannya memiliki kewenangan dan ikut memutuskan kebijakan korporasi yang dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi.

Tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi pasal-pasalnya sebagai berikut :Pasal 21 UU Nomor 20 Tahun 2001 :Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Page 37: Tugas Pancasila

Pasal 22 UU Nomor 20 Tahun 2001 :

Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35 atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Pasal 23 UU Nomor 20 Tahun 2001 :Dalam perkara korupsi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220, Pasal 231, Pasal 421 Pasal 422, Pasal 429 atau Pasal 430 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Pasal 24 UU Nomor 20 Tahun 2001 :Saksi yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

J.    Cara Memberantas Tindak Pidana Korupsi1.      Strategi Preventif Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-

halyang menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yangterindikasi harus dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkanpenyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat upaya yang dapatmeminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya inimelibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil danmampu mencegah adanya korupsi.

2.      Strategi Deduktif Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agarapabila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebutakan dapat diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya danseakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengandasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup tepatmemberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangatmembutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum,ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.

3.      Strategi Represif Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkanuntuk memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepatkepada pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiranini proses penanganan korupsi sejak dari tahap penyelidikan, penyidikandan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk dapatdisempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebutdapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun implementasinya harusdilakukan secara terintregasi.Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai denganstrategi yang hendak dilaksanakan. Bahkan dari masyarakat dan parapemerhati / pengamat masalah korupsi banyak memberikan sumbangan.

Page 38: Tugas Pancasila
Page 39: Tugas Pancasila

BAB IIIPENUTUP

A.    KesimpulanI.Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang negarauntuk kepentingannya. Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan pemimpin, kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya manusia, serta struktur ekonomi. Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu bentuk, sifat,dan tujuan. Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang diantaranya, bidang demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara.II. Kalau kita pelajari dari dua Undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi tersebut, maka tentang perumusan tindak pidana korupsi melihat jenisnya termasuk korupsi materil baik di dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1971 maupun dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2001. Adapun perbedaannya adalah sebagai berikut :

1. Dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1971 perumusan jenis tindak pidana korupsi diatur tersendiri, sedang masing-masing ancaman pidananya diatur dalam pasal-pasal tersendiri.Sedangkan dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2001 perumusan unsur-unsur tindak pidana korupsi disatukan dengan ancaman pidananya.

2. Ketentuan mengenai pembuktian terbalik dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1971 tidak diikuti pembuktian terbalik, sedang dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2001 diikuti pembuktian terbalik khususnya terhadap tindak pidana (korupsi) gratifikasi.

3. Dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1971 tidak diatur sebagaimana dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2001 yaitu mengenai maksimum pidana penjara dan pidana denda bagi tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

II.Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2001 diatur mengenai sumber perolehan alat bukti yang sah yang berupa petunjuk, dirumuskan bahwa mengenai petunjuk selain diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa juga diperoleh dari alat bukti yang lain yang berupa informasi (dengan segala jenisnya). Dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1971 ketentuan yang demikian tidak ada.

1. Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2001 diatur tentang hak negara untuk mengajukan gugatan perdata terhadap harta benda terpidana yang disembunyikan atau tersembunyi dan baru diketahui setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Aturan demikian dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1971 dulu belum ada.

2. Secara umum dapat dinyatakan bahwa ancaman pidana penjara yang sampai dengan pidana mati diatur dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2001. Demikian pula pidana perampasan kemerdekaan (sampai dengan seumur hidup) maupun pidana denda pada masing-masing tindak pidana korupsi dinaikkan/diperberat, juga ada maksimum dan minimum khusus masing-masing pada tiap jenis tindak pidana tersebut. Dalam

Page 40: Tugas Pancasila

Undang-undang No. 3 Tahun 1971 ancaman pidana mati tidak diatur serta minimum pidana penjara dan pidana denda tidak diatur.

B. Saran

1.Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini. Dan pencegahan korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil.

2.Kita harus bersatu untuk membuat Negara kita bersih dari korupsi. Bantu pemerintah untuk tegakan keadilan. Jangan berdemo mengatasnamakan rakyat bila pada akhirnya hanya merusak barang milik Negara yang justru akan membuat penambahan dana yang harus dikeluarkan. Kita harus saling bekerja sama antara rakyat dan pemerintah. Jangan hanya terhasut oleh berita yang belum tentu benar. Banyak orang Indonesia yang berpengaruh di dunia, namun di Indonesia dipojokan seperti ibu Sri Mulyani mantan menteri perekonomian kita. Beliau diakui oleh dunia karena dapat membebaskan Indonesia dari krisis global pada masa itu. Saya pikir beliau member pinjaman dana pada bank Century pada waktu itu di karena kan pada masa itu sedang terjadi krisis global dimana-mana. Sehingga beliau melakukan tintakan itu agar rakyat yang menabung di bank Century pada saat itu tidak kecewa. Karena bila terjadi kekecewaan bisa saja rakyat menjadi tidak percaya pada bank yang berada di Indonesia, dan beralih menabung pada bank asing. Bila menurut saya bila itu tidak dilakukan Indonesia bisa lebih merugi karena krisis global. Mungkin saja pada saat itu terjadi korupsi, namun saya pikir beliau tidak termasuk yang melakukan itu. Jadi intinya kita harus sadari apa yang sebenarnya di lakukan. Bukan hanya mendengar persepsi orang lain.

3.seharusnya pada kasus pak Soeharto itu harus dilanjutkan hingga mendapatkan sanksi. Jangan karena kondisi fisik pak Soeharto yang sangat buruk sehingga beliau dapat dilepaskan dari hukum. Seharusnya bagaimana pun juga salah tetaplah salah jadi harus diadili apa pun yang sedang terjadi pada pelaku itu. Dan siapa pun pelakunya keadilan haruslah sama rata.

Page 41: Tugas Pancasila

DAFTAR PUSTAKA

Muzadi, H. 2004. MENUJU INDONESIA BARU, Strategi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Malang : Bayumedia Publishing.

Lamintang, PAF dan Samosir, Djisman. 1985. Hukum Pidana Indonesia .Bandung : Penerbit Sinar Baru.

Saleh, Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia . Jakarta : GhaliaIndonesia