tugas metabolisme obat interaksi obat … · 1.4 dosis obat dosis pada anak dengan usia kurang dari...

14
TUGAS METABOLISME OBAT INTERAKSI OBAT CARBAMAZEPINE TERHADAP INDUKSI ENZIM OLEH : I PUTU SUARDITA PUTRA (0708505033) TEGUH KURNIA (0708505074) ANGGY ANGGRAENI WAHYUDHIE (0808505002) NI MADE WIRYATINI (0808505003) MADE ADI WIRA DARMA (0808505033) I GUSTI KETUT KUSUMA (0808505038) JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA 2011 Comment [gw1]: Nilai 75

Upload: danghuong

Post on 02-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

TUGAS METABOLISME OBAT

INTERAKSI OBAT CARBAMAZEPINE TERHADAP INDUKSI ENZIM

OLEH :

I PUTU SUARDITA PUTRA (0708505033)

TEGUH KURNIA (0708505074)

ANGGY ANGGRAENI WAHYUDHIE (0808505002)

NI MADE WIRYATINI (0808505003)

MADE ADI WIRA DARMA (0808505033)

I GUSTI KETUT KUSUMA (0808505038)

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

2011

Comment [gw1]: Nilai 75

INTERAKSI OBAT CARBAMAZEPINE TERHADAP INDUKSI ENZIM

I. Data Farmakodinamika Carbamazepine

1.1 Efek Farmakologis

Carbamazepine digunakan untuk terapi epilepsi semua jenis baik kejang parsial

maupun menyeluruh. Ketika obat ini digunakan, fungsi ginjal dan hati serta parameter

hematologi harus dipantau. Meskipun efek carbamazepine pada hewan dan manusia dalam

banyak mirip dengan efek fenitoin, kedua obat ini berbeda dalam sejumlah hal yang

kemungkinan penting. Carbamazepine diketahui menghasilkan respons terapeutik pada

pasien mania-depresif, termasuk pada beberapa pasien yang tidak sembuh dengan litium

karbonat, selain itu, carbamazepine mempunyai efek antidiuretik yang kadang-kadang

dikaitkan dengan berkurangnya konsentrasi hormon antidiuretik (ADH) dalam plasma.

Yang menjadi perhatian adalah gangguan hati atau gangguan ginjal, hamil, menyusui,

hindari pemutusan obat mendadak, riwayat penyakit jantung, glaucoma, riwayat reaksi

hematologik terhadap obat lain (Sweetman, 2009).

Intoksitasi akut akibat carbamazepine menyebabkan stupor atau koma,

hiperiritabilitas, konvulsi dan depresi pernapasan. Selama terapi jangka panjang, efek obat

yang tidak diinginkan yang lebih sering terjadi meliputi rasa kantuk, vertigo, ataksia,

diplopia, dan pandangan kabur. Frekuensi kejang dapat meningkat, terutama jika

overdosis. Efek merugikan lainnya meliputi mual, muntah, toksisitas hematologis parah

(anemia aplastik, agranulositosis), dan reaksi hipersensivitas (dermatitis, eosinofilia,

limfadenopati, splenomegali). Komplikasi terapi carbamazepine yang muncul lambat

adalah retensi air, disertai dengan penurunan osmolalitas dan konsentrasi Na+ dalam

plasma, terutama pada pasien lanjut usia yang menderita penyakit jantung (Sweetman,

2009).

Toleransi berkembang terhadap efek-efek neurotoksik carbamazepine, dan dapat

diminimalkan dengan meningkatkan dosis secara bertahap atau dengan pengaturan dosis

pemeliharaan. Berbagai abnormalitas hati atau pankreas telah dilaporkan selama terapi

dengan carbamazepine, yang paling sering terjadi adalah peningkatan sementara enzim-

enzim hati dalam plasma pada 5% sampai 10% pasien. Leukopenia ringan dan sementara

terjadi pada sekitar 10% pasien selama awal-awal terapi dan biasanya menghilang dalam 4

bulan pertama pada penanganan, berkelanjutan, trombositopenia sementara juga telah

teramati. Pada sekitar 2% pasien, leukopenia yang menetap dapat berkembang yang

mengharuskan dihentikannya pemberian obat ini. Kekhawatiran awal bahwa anemia

aplastis dapat merupakan komplikasi yang sering terjadi pada terapi jangka panjang

dengan carbamazepine tidak terbukti. Pada kebanyakan kasus, pemberian beberapa obat

atau adanya penyakit lain yang mendasari mennyulitkan penetapan suatu hubungan sebab-

akibat. Pada umumnya, prevalensi anemia aplastik muncul sekitar 1 dari 200.000 pasien

yang ditangani dengan obat ini. Tidak jelas apakah pemantauan fungsi hematologis dapat

mencegah berkembangnya anemia aplastis ireversibel. (Sweetman, 2009).

1.2 Mekanisme Kerja

Seperti fenitoin, carbamazepine membatasi perangsangan berulang potensial aksi

yang dipicu oleh depolarisasi terus menerus pada neuron-neuron spinalis kordata atau

korteks mencit yang dipertahankan secara in vitro. Ini tampaknya diperantarai oleh

melambatnya laju pemulihan saluran Na+ yang diaktivasi tegangan dari keadaan

terinaktivasi. Efek carbamazepine ini tampak jelas pada konsentrasi dalam rentang

terapeutik di dalam CSS manusia. Efek carbamazepine bersifat selektif pada konsentrasi

ini, karena tidak ada efek pada aktivitas spontan atau pada respons terhadap GABA atau

glutamat yang diberikan secara iontoforetik. Metabolit carbamazepine, yaitu 10,11-epoksi

carbamazepine juga membatasi perangsangan berulang secara terus menerus pada

konsentrasi yang sesuai secara terapeutik, yang menunjukkan bahwa metabolit ini dapat

berkontribusi terhadap efikasi carbamazepine sebagai antikejang (Sweetman, 2009).

1.3 Efek Samping

Efek samping penggunaan carbamazepine adalah pusing, vertigo, ataksia, diplopia

dan penglihatan kabur. Efek samping lainnya berupa mual, muntah, anemia aplastik,

agranulositosis, dan reaksi alergi berupa dermatitis, eosinofilia, limfadenopati, dan

splenomegali. Gejala intoksikasi akut dapat berupa stupor/koma, iritabel, kejang dan

depresi napas (Sweetman, 2009).

1.4 Dosis Obat

Dosis pada anak dengan usia kurang dari 6 tahun 100 mg sehari, anak usia 6-12 tahun, 2

kali 100 mg sehari. Dosis awal 200 mg 2 kali sehari.

Dosis dewasa : dosis awal 2 kali 200 mg sehari pertama. Dosis pemeliharaan berkisar

antara 800-1200 mg sehari untuk dewasa atau 20-30 mg/kgBB untuk anak.

(Sweetman, 2009)

II. Data Farmakokinetika Carbamazepine

2.1 Absorbsi

Carbamazepine diabsorpsi dengan lambat dan secara teratur dari saluran percernaan

dan memiliki bioavailabilitas 85 sampai 100%. Konsentrasi terapetik dilaporkan sebesar 6

sampai 12 µg/ml, walaupun terjadi keragaman yang cukup besar. Efek samping terhadap

SSP sering terjasi pada konsentrasi diatas 9 µg/ml. Konsentrasi minimal dalam plasma

(Cp min) sebesar 4 µg/ml dan konsentrasi maksimal dalam plasma (Cp max) sebesar 14

µg/ml (Sukandar, 2008).

2.2 Distribusi

Carbamazepine cepat terdistribusi dalam tubuh dalam bentuk metabolit aktifnya

yaitu 10,11-epoksikarbamazepin yang konsentrasi nya dalam plasma dan otak dapat

mencapai 50%. Sekitar 70-80% dari carbamazepine terikat pada protein plasma. Hal ini

dapat menyebabkan carbamazepine menginduksi metabolismenya sendiri, sehingga waktu

paruh plasma menjadi lebih singkat dan berpengaruh pada pengulangan dosis. Waktu

paruh rata – rata carbamazepine pada pengulangan dosis sekitar 12-24 jam, dimana

waktunya lebih singkat pada anak – anak dari pada orang dewasa (Sweetman, 2009).

2.3 Metabolisme

Carbamazepine dimetabolisme di hati, khususnya oleh enzim sitokrom P450 dengan

isoenzimnya adalah CYP3A4 dan CYP2C8. Carbamazepine dimetabolisme oleh CYP3A4

dan CYP2C8 menghasilkan metabolit aktif 10,11-epoksikarbamazepin, disini yang paling

banyak berperan adalah CYP3A4, CYP2C8 hanya berfungsi untuk mempercepat kerja

dari CYP3A4 untuk mengubah carbamazepine menjadi 10,11-epoksikarbamazepin

(Pearce et al. 2008). Selanjutnya diubah menjadi 10,11-dihidroksikarbamazepin yang

tidak aktif oleh enzim epoksihidrolase untuk selanjutnya diekskresikan ke dalam urin

dalam bentuk bebas dan konjugatnya (Mulyadi dkk., 2010). Jumlah carbamazepine yang

dikonversi menjadi 10,11-epoksikarbamazepin sebagai jalur metabolisme utama adalah

sebesar 30-50% dari jumlah dosis yang diberikan kepada pasien selama pengobatan

dengan antiepilepsi (Fagiolino et al., 2006). 10,11-epoksikarbamazepin adalah bentuk

aktif dari carbamazepine sedangkan 10,11-dihidroksikarbamazepin adalah bentuk inaktif

dari carbamazepine (Tatyana, 1992).

Gambar 1. Jalur metabolisme Carbamazepine (Pearce et al. 2008)

a) Induksi Enzim dan Sifat Autoinduksi Carbamazepine

Beberapa obat (misalnya fenobarbital, carbamazepine, etanol, dan khususnya rifampisin)

dan polutan (misalnya hidrokarbon aromatic polisiklik dalam asap tembakau) meningkatkan

aktivitas enzim-enzim yang memetabolisme obat. Mekanisme yang terlibat tidak jelas, tetapi

zat-zat kimia yang mempengaruhi sekuens DNA spesifik membangkitkan produksi dari

enzim yang sesuai, biasanya adalah suatu subtype sitokrom P-450. Akan tetapi, tidak semua

enzim yang berperan pada induksi adalah enzim mikrosomal. Sebagai contoh, dehidrogenase

alcohol hepatik terjadi dalam sitoplasma (Neal, 2005).

Carbamazepine memiliki sifat autoinduksi yang artinya carbamazepine secara otomatis

atau dengan sendirinya akan menginduksi enzim yang digunakan untuk memetabolisme

dirinya. Enzim yang diinduksi oleh carbamazepine adalah sitokrom P450 CYP3A4. Induksi

enzim akan meningkatkan kecepatan biotransformasi dari obat yang dimetabolisme yang

berpengaruh pada laju eliminasi obat yang semakin meningkat sehingga untuk

mempertahankan agar obat berada dalam rentang konsentrasi terapi, dilakukan penambahan

dosis pada pemakaian berikutnya, akibatnya akan terjadi toleransi obat (Istianty, 2010).

Carbamazepin menginduksi ekspresi sistem enzim hati mikrosomal CYP3A4, yang

memetabolisme carbamazepine sehingga dikatakan autoinduksi. Setelah inisiasi terapi

carbamazepine, konsentrasi dapat diprediksi dan mengikuti dasar masing-masing clearance /

waktu paruh yang telah ditetapkan untuk pasien tertentu. Namun, setelah cukup

carbamazepine telah disajikan untuk jaringan hati, peningkatan aktivitas CYP3A4,

mempercepat klirens obat dan memperpendek waktu paruh. Autoinduksi akan terus terjadi

dengan peningkatan berikutnya dalam dosis tetapi biasanya akan mencapai puncak dalam

waktu 5-7 hari dengan dosis pemeliharaan. Peningkatan dosis pada laju 200 mg setiap 1-2

minggu mungkin diperlukan untuk mencapai ambang kejang stabil. Konsentrasi

carbamazepin stabil terjadi biasanya dalam waktu 2-3 minggu setelah mulai terapi (Tatyana,

1992).

Gambar 2. Grafik hubungan antara dosis dengan klirens steady-state rata-rata

carbamazepine

Dari gambar di atas merupakan grafik hubungan antara dosis dengan klirens steady-state

rata – rata dari carbamazepine (simbol kotak merupakan nilai klirens dan simbol batang

merupakan standar deviasi). Grafik ini menunjukkan bahwa dosis dari carbamazepine harus

terus ditingkatkan agar tetap berada dalam rentang steady state, karena setiap pemberian

berulang dari carbamazepine akan meningkatkan produksi dari enzim CYP3A4 yang

berpengaruh pada peningkatan laju klirens dari carbamazepine. Dapat dilihat pada grafik,

pada pemberian dosis tunggal carbamazepine sebanyak 100 mg/hari dan telah mencapai

steady-state, klirens obat tercatat sebesar 30 ml/menit, saat pemberian berulang dengan

peningkatan dosis tunggal menjadi 200 mg/hari, klirens carbamazepine terus meningkat

menjadi 35 ml/menit tetapi tidak mencapai konsentrasi steady-state. Oleh sebab itu dosis

kembali ditingkatkan menjadi 300 mg/hari agar tetap berada dalam konsentrasi steasy-state

walaupun klirens obat terus meningkat (Tatyana, 1992).

Berdasarkan suatu penelitian yang dilakukan oleh Connell et al (1984) untuk mengetahui

perubahan jumlah dari carbamazepine yang dimetabolisme dalam tubuh selama pemakaian

jangka pendek dengan sampel darah yang berasal dari 6 subjek pria sehat, maka didapatkan

data di bawah ini:

First Day 21 Days

Elimination half-life (h) 10,4 ± 1,7 6,8 ± 1,2

Systematic clearance (mL/h) 0,79 ± 0,17 1,1 ± 0,3

Volume of distribution (l) 48,4 ± 9,3 45,6 ± 8, 4

Tabel 1. Parameter farmakokinetik dari terapi carbamazepine dosis tunggal 400

mg/hari terhadap 6 pasien pria sehat selama 21 hari

dari table diatas diketahui bahwa klirens total dari carbamazepine pada saat awal pemberian

(hari pertama) adalah sebesar 0,79 mL/jam dan setelah hari ke-21 setelah terapi

menggunakan carbamazepine, klirens total carbamazepine meningkat menjadi 1,1 mL/jam,

sehingga dapat dihitung persen kenaikan klirens total selama pemberian adalah sebesar

71,81%.

2.4 Eliminasi

Sekitar 25% dari dosis yang diabsorpsi, dieksresikan dalam urin sebagai metabolit

10,11-dihidroksi karbamazepin, 2% sebagai 10,11-epoksikarbamazepin dan kurang dari

10% dalam bentuk obat yang tidak berubah atau tidak termetabolisme (unchanged drug),

sehingga total obat yang diekskresikan ke dalam urine sebesar 37% dari keseluruhan obat

yang diabsorpsi. Selain diekskresi melalui urin, carbamazepine dikeluarkan melalui feses

sebesar 30% yaitu dalam bentuk metabolit 10,11-epoksikarbamazepin. Waktu paruh

eliminasi 10 – 20 jam. Hal ini dipersingkat dengan kehadiran obat antipilepsi lain dan

induktor hati enzim (phenitoin, phenobarbitone). Carbamazepin mengurangi konsentrasi

plasma lamotrigin, oxcarbamazepame, topiramate, phelbamate (Moffat et al., 2004).

2.5 Klirens

Klirens obat adalah suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa mempermasalahkan

mekanisme prosesnya. Ada beberapa takrif dari klirens yang secara farmakokinetik sama

artinya. Umumnya, jaringan tubuh atau organ dianggap sebagai suatu kompartemen cairan

dengan volume terbatas (volume distribusi) dimana obat terlarut di dalamnya. Dari konsep

ini, klirens ditakrifkan sebagai volume cairan (yang mengandung obat) yang dibersihkan

dari obat per satuan waktu. Kemungkinan lain, klirens dapat ditakrifkan sebagai laju

eliminasi obat dibagi konsentrasi obat dalam plasma pada waktu tersebut (Shargel, 2005).

a) Klirens total, klirens renal, dan klirens nonrenal carbamazepine

Klirens obat secara umum dihitung sebagai kliren obat total atau klirens tubuh total.

Klirens tubuh total adalah jumlah obat dari seluruh jalur klirens dalam tubuh, termasuk

klirens obat lewat ginjal (klirens renal), klirens hepar (klirens hepatik) dan klirens paru-

paru (klirens lung) dan didasarkan atas konsep bahwa seluruh tubuh bertindak sebagai

suatu sistem eliminasi obat (Shargel, 2005).

CLT = CLr + CLh + CLl

atau

CLT = CLrenalis + CLnonrenalis

Klirens total dari carbamazepine dengan pemberian dosis tunggal 400 mg rata-rata

berkisar antara 0,71 sampai 0,82 mL/jam (Mulyadi 2010).

Klirens hepatis dapat diartikan sebagai volume darah yang mengaliri (perfusi) hati

yang terbersihkan dari obat per satuan waktu. Klirens hepatis (CLh) juga sama dengan

CL tubuh total dikurangi CL ginjal. Dengan kata lain, CLh dapat dihitung dengan rumus :

CLh = CLT × (1 – % obat utuh yang ditemukan dalam urin)

(Shargel, 2005)

Dengan menggunakan rumus di atas, CLh dapat ditentukan, dimana CL total

carbamazepine yang diberikan dengan dosis 400 mg pada hari pertama berdasarkan data

pada Tabel 1. adalah 0,79 mL/jam (Connell et al., 1984). Persentase obat utuh yang

ditemukan dalam urin adalah sekitar 10 % (0,1) (Moffat et al., 2004). Jadi, CLh

carbamazepine pada hari pertama adalah:

CLh = CLT x (1- % obat utuh yang ditemukan dalam urin)

CLh = CLT x (1- 10%)

CLh = 0,79 mL/jam x (1- 0,1)

CLh = 0,79 mL/jam x 0,9

CLh = 0,711 mL/jam

Sedangkan klirens renalis dari carbamazepine pada hari pertama adalah :

CLrenalis = CLT - CLh

CLrenalis = 0,79 mL/jam - 0,711 mL/jam

CLrenalis = 0,079 mL/jam

b) Rasio ekstraksi hepatik carbamazepine

Ekstraksi hepatik adalah istilah yang berguna untuk mengukur seberapa mudah hati

dapat memproses, atau memetabolisme, memberikan obat atau racun. Istilah “ekstraksi

hepatik” berarti perbedaan jumlah obat dalam darah yang dimasukkan ke dalam hati (100

persen) dan jumlah obat utuh yang keluar atau tidak termetabolisme (berarti 100 persen

dikurangi fraksi termetabolisme). Ekstraksi biasanya dituliskan dengan E yang berarti

rasio ekstraksi, dirumuskan

(Coleman, 2005)

Carbamazepine termasuk obat yang dieliminasi oleh metabolism hepatik dengan

rasio ekstraksi hepatis yang rendah yaitu 0,03 (Shargel, 2005).

IV. Profil Kadar Carbamazepine Intravena Dosis Tunggal Dalam Plasma

Penelitian yang telah dilakukan Mulyadi dkk, (2010) mengenai profil farmakokinetika

carbamazepin dan metabolitnya pada sukarelawan sehat etnik Jawa dan Cina di Indonesia

menunjukkan tidak terdapat perbedaan profil farmakokinetika carbamazepin antara etnik

Jawa dan etnik Cina. Namun demikian terdapat variasi profil farmakokinetika antar individu

yang bermakna pada kedua etnik ini. Hasil penelitian mengenai profil kadar carbamazepin

dalam serum setelah pemberian dosis tunggal carbamazepin dosis tunggal 400 mg dan

parameter farmakokinetika carbamazepin dapat dijabarkan sebagai berikut :

Gambar 3. Profil kadar karbamazepin (KBZ), 10,11-epoksi karbamazepin (KBZ-E)

dan trans-10,11-dihidroksi karbamazepin (KBZ-D) dalam serum setelah pemberian

dosis tunggal karbamazepin 400 mg pada sukarelawan dewasa sehat etnik Jawa.

Gambar 4. Profil kadar karbamazepin (KBZ), 10,11-epoksi karbamazepin (KBZ-E) dan trans 10,11-dihidroksi karbamazepin (KBZ-D) dalam serum setelah pemberian

dosis tunggal karbamazepin 400 mg pada sukarelawan dewasa sehat etnik Cina.

Tabel 2. Nilai parameter farmakokinetika karbamazepin, 10,11-epoksi karbamazepin

dan trans-10,11-dihidroksi karbamazepin (rerata ± SD) pada sukarelawan sehat etnik

Jawa (N= 26) dan Cina (N=24) di Indonesia setelah pemberian karbamazepin dosis

tunggal 400 mg.

Rasio metabolit (AUC metabolit/AUC carbamazepin) Etnik Jawa Etnik Cina

10,11-epoksi carbamazepin/carbamazepin 0,07 ± 0,03 0,35 ± 0,99

trans-10,11-dihidroksi epoksi carbamazepin/carbamazepin 0,13 ± 0,14 0,14 ± 0,11

Tabel 3. Rasio metabolit (AUC metabolit/AUC karbamazepin) ± SEM setelah

pemberian karbamazepin 400 mg secara oral dosis tunggal pada sukarelawat sehat

etnik Jawa dan Cina di Indonesia.

Penelitian terhadap profil farmakokinetika carbamazepin telah dilakukan pada beberapa

ras di dunia. Hasil penelitian pada umumnya menunjukkan kadar carbamazepin pada ras

Kaukasoid lebih rendah dibandingkan dengan ras Mongoloid seperti yang ditunjukkan dalam

hasil penelitian pada etnik Jawa dan Cina di atas. Homsek et al. (2007) mengkaji

ketersediaan hayati 2 produk carbamazepin pada subjek sehat Serbia dan melaporkan pada

pemberian carbamazepin pada pemberian carbamazepin dosis tunggal 400 mg nilai Cmaks,

Tmaks, AUC0-~ dan T1/2 berturut-turut sekitar 4,34 µg/mL, 9,7 jam, 220,42 µg/mL.jam dan

37,08 jam. Penelitian lain yang dilakukan oleh Tothfalusi et al. (2007) terhadap 4 formulasi

carbamazepin pada orang Kanada melalui pemberian dosis tunggal 400 mg diperoleh nilai

Cmaks rata-rata di bawah 6 µg/mL. Nilai Cmaks yang diperoleh dari hasil penelitian ini tidak

jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Singapura terhadap etnik Cina dan Melayu

yaitu rata-rata sebesar juga menunjukkan rata-rata carbamazepin yang lebih tinggi dengan

nilai rata-rata 7,8 µg/mL dengan nilai tertinggi mencapai 20,5 µg/mL (Chan et al., 2001).

DAFTAR PUSTAKA

Chan, E., Lee, H. S., and Hue, S. S. 2001. Population pharmacokinetics of carbamazepine in

Singapore epileptic patients. Br J Clin Pharmacol, 51, 567-576.

Coleman, Michael B. 2005. Human Drug Metabolism an Introduction. London : Wiley.

Connell, J.M.C., W.G. Rapeport, G.H. Beastall and M.J. Brodie. 1984. Changes in circulating

androgens during short term carbamazepine therapy. Br. J. clin. Pharmac. (1984), 17, 347-

351

Homsek, I., Parojcic, J., Cvetkovic, N., Popadic, D., and Djuric, Z. 2007. Biopharmaceutical

characterization of carbamazepine immediate release tablets. Drug Res, 57 8, 511-516.

Istianty, 2010. Antiepilepsi (Power Point Presentation). Departemen Farmakologi dan Terapetik

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.

Moffat, C Anthony, David Osselton, dan Brian Widdop. 2004. Clarke’s Analysis of Drugs and Poisons in Pharmaceutical, Body Fluids, and Post-Mortem Material. 3rd Edition. London: The Pharmaceutical Pres.

Mulyadi, Sugiyanto, A.Aziz Hubeis dan M. Ismadi.2010. Pharmacokinetic Profile of

Carbamazepine and It’s Metabolites on Javanese and Chinese Etnics in Indonesia.

Majalah Farmasi Indonesia, 21(1), 1 – 7, 2010

Neal, Mike.J. 2005. At a Glance Farmakologi Medis. Jakarta : Penerbit Erlangga

Shargel, Leon dan Andrew B.C. Yu. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Surabaya : Airlangga University Press.

Sukandar, Elin Y., R. Andrajati, J. I. Sigit, I.K. Adnyana, A.A.P. Setiadi, Kusnandar. 2008. ISO

Farmakoterapi. PT. ISFI Penerbitan: Jakarta.

Sweetman, Sean C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference Thirty-sixth Edition.

Pharmaceutical Press: London.

Tatyana, B., Kudriakova, Lev.A. Sirota, Galina I. Rozova and Vladimir A.Gorkov. 1992.

Autoinduction and Steady-State Pharmacokinetics of Carbamazepine and It’s Major

Metabolites. Br.J. Clin. Pharmac. (1992), 33, 611-615.

Tothfalusi, L., Speidl, S., and Endrenyi, L. 2007. Exposure-response analysis reveals that

clinically important toxicity difference can exist between bioequivalent carbamazepine

tablets. Br. J. Clin. Pharmacol, 65, 1, 110-122.