tugas mata kuliah ekologi dan ilmu lingkungan

23
1 1. Pendahuluan Teluk Jakarta merupakan perairan semi tertutup yang masih mendapat pengaruh sifat laut dari Laut Jawa dan menerima limpasan air sungai yang bermuara ke dalam teluk. Di perairan ini bermuara 13 sungai besar mulai dari muara sungai Cisadane di bagian barat sampai muara sungai Citarum di bagian timur. Proses pendangkalan merupakan fenomena dominan di area muara sungai karena air sungai yang masuk ke dalam teluk membawa sedimen dalam bentuk padatan tersuspensi dengan konsentrasi yang tinggi. Kedalaman laut di Teluk Jakarta sangat landai, pada kedalaman 5 m berada pada jarak 1-2 km dari garis pantai, kedalaman 10 m terdapat pada jarak 4-5 km dari garis pantai (Dinas LH DKI Jakarta, 2008). Peta Kawasan Pantai Utara Jakarta (olahan penulis, 2010) Arus di perairan terbuka Laut Jawa dan sepanjang pantai Jawa Barat domain merupakan hasil dari pembangkitan angin. Arus bergerak ke barat mulai bulan Mei-Oktober. Sebaliknya arus bergerak ke timur pada bulan Januari dan Februari. Secara umum semakin ke utara atau menjauhi perairan Teluk Jakarta, salinitas air laut semakin bertambah tinggi, artinya pengaruh masukan air tawar yang mengalir ke dalam teluk sudah semakin berkurang. Di lapisan permukaan laut pada kedalaman 0-10 m nilai salinitas berkisar antara 30,75 – 31,8 ‰, sedangkan pada lapisan kedalaman air laut yang lebih dalam > 20 m variasi salinitas berkisar antara 31,8 – 33 ‰ (Dinas LH DKI Jakarta, 2008).

Upload: dewi-suryani

Post on 28-Jun-2015

674 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Mata Kuliah Ekologi dan Ilmu Lingkungan

1

1. Pendahuluan

Teluk Jakarta merupakan perairan semi tertutup yang masih mendapat pengaruh sifat laut

dari Laut Jawa dan menerima limpasan air sungai yang bermuara ke dalam teluk. Di perairan ini

bermuara 13 sungai besar mulai dari muara sungai Cisadane di bagian barat sampai muara sungai

Citarum di bagian timur. Proses pendangkalan merupakan fenomena dominan di area muara

sungai karena air sungai yang masuk ke dalam teluk membawa sedimen dalam bentuk padatan

tersuspensi dengan konsentrasi yang tinggi. Kedalaman laut di Teluk Jakarta sangat landai, pada

kedalaman 5 m berada pada jarak 1-2 km dari garis pantai, kedalaman 10 m terdapat pada jarak

4-5 km dari garis pantai (Dinas LH DKI Jakarta, 2008).

Peta Kawasan Pantai Utara Jakarta (olahan penulis, 2010)

Arus di perairan terbuka Laut Jawa dan sepanjang pantai Jawa Barat domain merupakan

hasil dari pembangkitan angin. Arus bergerak ke barat mulai bulan Mei-Oktober. Sebaliknya

arus bergerak ke timur pada bulan Januari dan Februari. Secara umum semakin ke utara atau

menjauhi perairan Teluk Jakarta, salinitas air laut semakin bertambah tinggi, artinya pengaruh

masukan air tawar yang mengalir ke dalam teluk sudah semakin berkurang. Di lapisan

permukaan laut pada kedalaman 0-10 m nilai salinitas berkisar antara 30,75 – 31,8 ‰, sedangkan

pada lapisan kedalaman air laut yang lebih dalam > 20 m variasi salinitas berkisar antara 31,8 –

33 ‰ (Dinas LH DKI Jakarta, 2008).

Page 2: Tugas Mata Kuliah Ekologi dan Ilmu Lingkungan

2

2. Arti Penting Wilayah Pesisir Teluk Jakarta

Wilayah pesisir merupakan bagian tak terpisahkan antara komponen hayati dan nir-

hayati, mutlak dibutuhkan oleh manusia untuk hidup dan meningkatkan mutu kehidupan.

Apabila terjadi suatu perubahan pada salah satu dari kedua komponen tersebut, maka

keseimbangan ekosistem akan dapat terganggu. Kelangsungan fungsi wilayah pesisir sangat

menentukan kelestarian dari sumberdaya hayati sebagai komponen utama dalam sistem di

wilayah pesisir. Oleh karena itu pengelolaan pesisir baik secara langsung maupun tidak langsung

harus memperhatikan keterkaitan ekologis antar ekosistem pesisir dan ekosistem daratan.

Salah satu bentuk keterkaitan antara ekosistem daratan dan laut di wilayah pesisir dapat

dilihat dari pergerakan air sungai, aliran air limpasan (run-off), aliran air tanah (ground water)

yang mengandung beragam materi di dalamnya dimana pada akhirnya akan bermuara di perairan

pesisir. Pola sedimentasi dan abrasi juga ditentukan dari pergerakan massa air baik dari daratan

maupun laut, selain berperan dalam perpindahan biota perairan dan bahan pencemar dari satu

lokasi ke lokasi lainnya. Keterkaitan berbagai ekosistem di wilayah pesisir Teluk Jakarta seperti

ekosistem mangrove, padang lamun dan terumbu karang, menjadikan wilayah pesisir Teluk

Jakarta memiliki produktivitas hayati tinggi yang berperan penting dalam memelihara

kebernlanjutan lingkungan sekitarnya. Keterkaitan wilayah pesisir Teluk Jakarta dengan wilayah

daratan 13 DAS yang bermuara di Teluk Jakarta, menjadikan wilayah pesisir ini berperan

sebagai perangkap sedimen, nutrient dan bahan-bahan pencemar yang berasal dari hulu, yang

sangat berpengaruh pada produktivitas hayati dan kualitas lingkungan perairan Teluk Jakarta.

a. Mangrove

Komponen biota dari ekosistem mangrove adalah komunitas mangrove yang

terdiri dari populasi tumbuhan (hutan) dan fauna mangrove yang berinteraksi dengan

komponen abiotik mangrove seperti tanah, oksigen, nutrisi, angin, arus, air, cahaya, suhu,

kelembaban, gelombang dan salinitas. Secara fisik, vegetasi mangrove berperan besar

dalam menjaga pantai dari gempuran ombak dan tebing sungai dari abrasi, menahan

angin, mengendapkan lumpur, mencegah intrusi air laut dan sebagai perangkap zat

pencemar dan limbah. Secara biologis, vegetasi mangrove berfungsi sebagai daerah

asuhan post larva (yuwana), tempat bertelur, tempat memijah dan tempat mencari makan

bagi ikan dan udang. Selain itu, berfungsi juga sebagai habitat burung air, kelelawar,

primata, reptil dan jenis-jenis insekta; serta sebagai penghasil bahan organik yang

Page 3: Tugas Mata Kuliah Ekologi dan Ilmu Lingkungan

3

merupakan sumber makanan biota; oleh karenanya manjadi penting dalam rantai

makanan pada ekosistem perairan.

Ekosistem mangrove di pesisir Teluk Jakarta terdapat di daerah hutan wisata

Kamal, suaka margasatwa Muara Angke, hutan lindung Angke Kapuk, Kemayoran dan

sekitar Cilincing – Marunda (Dinas Kehutanan DKI Jakarta, 1996). Adapun di Kepulauan

Seribu, ekosistem ini terbentuk di P. Rambut, P. Bokor, P. Untung Jawa, P. Lancang, P.

Lancang Besar, P. Peteloran Barat, P. Penjaliran Barat dan P. Penjaliran Timur. Vegetasi

yang tumbuh di kawasan hutan lindung Angke Kapuk, suaka margasatwa Muara Angke

dan hutan wisata Kamal relatif homogen, didominasi oleh api-api (Avicennia sp),

sedangkan bakau (Rhizopora sp) hanya tumbuh di beberapa area yang sempit sehingga

tumbuhan tersebut tamak sporadis. Jenis vegetasi yang ada adalah Avicennia marina

(kondisi kerapatan tinggi), A. officinalis (kondisi kerapatan sedang), A.alba (kondisi

kerapatan tinggi), Delonix regia (kondisi kerapatan tinggi), Sonneratia caseolaris

(kondisi kerapatan sedang), dan Thespesia polpulne (kondisi kerapatan sedang) pada

tingkat pohon; sedangkan Avicennia marina (kondisi kerapatan tinggi), A. officinalis

(kondisi kerapatan sedang), A.alba (kondisi kerapatan tinggi), Rhizopora mucronata

(kondisi kerapatan tinggi), dan Excoecaria agallocha (kondisi kerapatan tinggi) pada

tingkat tiang. Pada tingkat sapihan yang menonjol adalah Avicennia marina, A. officinals,

A. alba, Rhizopora mucronata, Acasia auriculiformis dan Delonix regia dimana

semuanya pada kondisi kerapatan tinggi. Maksud dari kerapatan rendah ialah < 5

individu; kerapatan sedang ialah 5 – 10 individu; dan kerapatan tinggi > 10 individu (PT.

Mandara Permai, 1999).

Fauna yang terdapat pada ekosistem mangrove di pesisir Teluk Jakarta didominasi

oleh burung pantai yang jenisnya hampir sama dengan yang terdapat di cagar alam P.

Rambut dimana kawasan tersebut merupakan habitat berbagai jenis burung, khususnya

sebagai tempat berlindung, berbiak dan mencari makan. Jenis burung yang terdapat pada

ekosistem mangrove mangrove adalah pecuk ular (Anhinga melanogaster), kowak maling

(Nycticorax nycticorak), kuntul putih (Egretta sp), kuntul kerbau (Bubulcus ibis), cangak

abu (Ardea cinerca), blekok (Ardeola speciosa), belibis (Anas gibberrifrons), cekakak

(Halycon chloris), pecuk (Phalacrocorax sp) dan luwak (Mycteria cineria). Satwa lain

burung adalah biawak (Varanus salvator), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)

Page 4: Tugas Mata Kuliah Ekologi dan Ilmu Lingkungan

4

dan beberapa jenis ular. Vegetasi mangrove di Kepulauan Seribu ditemui di P. Rambut,

P. Bokor, P. Lancang Besar, P. Peteloran Barat, P. Penjaliran Barat dan P. Penjaliran

Timur. Kondisi vegetasi mangrove saat ini telah mengalami kerusakan akibat abrasi,

pencemaran dan sampah padat.

Tabel 1. Vegetasi Mangrove di Kawasan Lindung Kepulauan Seribu

No Lokasi Luas

(ha)

Jumlah

Jenis

Jenis

1 Suaka margasatwa P. Rambut 27 9 R. stylosa, R. mucronata, S. alba, B. gymnorhiza, A. marina, I. recemosa, C. tagal, E. agallocha, A. granatum

2 Cagar Alam P. Bokor 25,23 2 R. mucronata, S. alba

3 P. Untung Jawa 31 2 R. mucronata, A. alba

4 P. Lancang Besar 16,5 3 R. mucronata, S. alba, A. alba

5 Cagar Alam P. Peteloran Barat 11,3 3 R. mucronata, C. tagal, A. marina

6 Cagar Alam P. Penjaliran Barat 8,30 4 R. stylosa, C. tagal, S. alba, A. marina

7 Cagar Alam P. Penjaliran Timur 6,80 4 R. stylosa, C. tagal, S. alba, A. marina

Jumlah 126,13 27

Sumber: Lembaga Pengkajian Pengembangan Mangrove dalam DLH DKI Jakarta, 2008

b. Padang Lamun

Sebagai penyangga ekosistem terumbu karang, padang lamun berfungsi meredam

gelombang dan arus, perangkap sedimen, tempat asuhan, tempat mencari makan dan

tempat pemijahan beberapa jenis ikan, udang dan biota laut lainnya. Ekosistem padang

lamun berada di rataan terumbu karang, didominasi oleh tumbuhan rumput laut (sea

grass) dengan struktur perakaran di dasar perairan. Di Kepulauan Seribu terdapat 4

(empat) famili rumput laut yang hidup pada ekosistem padang lamun, didominasi oleh

Hydrocharitaceae dan Potamogetonaceae. Selain flora tingkat tinggi, padang lamun juga

dihuni oleh berbagai macam algae tingkat rendah seperti Halimeda, Sargassum dan

Turbinaria (TNKS, 1999 dalam DLH DKI Jakarta, 2008). Kawasan Kepulauan Seribu

umumnya ditumbuhi oleh Thallasia, Syrongodium, Thalosodendrum dan Chimodecea,

sedang P. Panggang, P. Karya dan P. Pramuka didominasi oleh Thallasia, selain berbagai

algae seperti Halimeda, Sargassum, Caulerpa, Padina, Turbinaria dan Euchema. Selain

berbagai jenis flora laut, padang lamun di Kepulauan Seribu juga dihuni oleh berbagai

organisme benthik (makrozoobenthos) dan fitoplankton. Permasalahan utama ekosistem

padang lamun di Kepulauan Seribu adalah kerusakan akibat kegiatan pengerukan dan

Page 5: Tugas Mata Kuliah Ekologi dan Ilmu Lingkungan

5

penimbunan yang semakin meluas serta pencemaran perairan laut, sebagaimana

diindikasikan oleh hilangnya biota laut (DLH DKI Jakarta, 2008).

c. Terumbu Karang

Terumbu karang terdiri dari endapan kalsium karbonat (CaCO3) hewan karang,

alga berkapur dan beberapa organisme lain. Sebagai suatu ekosistem, terumbu karang

memiliki produktivitas yang tinggi dan merupakan habitat dengan biota yang beraneka

ragam. Terumbu karang berfungsi sebagai tempat tinggal, penyedia makanan, tempat

berlindung dan sebagai tempat asuhan biota laut. Di samping itu secara fisik berfungsi

melindungi pantai dari abrasi, gelombang dan sebagai stabilisator perubahan morfologi

garis pantai. Suatu jenis karang dari genus yang sama dapat mengalami bentuk

pertumbuhan yang berbeda dalam suatu lokasi tertentu. Demikian pula kondisi fisik yang

sama dapat memberikan bentuk pertumbuhan yang serupa walaupun secara taksonomi

berbeda (DLH DKI Jakarta, 2008).

Kondisi terumbu karang di Kepulauan Seribu pada umumnya dapat dikategorikan

dalam kondisi rusak hingga sedang. Persentase penutupan karang hidup hanya berkisar

antara 0 – 24,9% dan 25 – 49,9%. Hal ini menunjukkan dominasi tutupan unsur-unsur

abiotik seperti pasir, pecahan karang, serta karang mati telah melampaui 50 persen.

Kerusakan terumbu karang sebagian diakibatkan oleh penambangan karang batu untuk

bahan bangunan serta penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak dan bahan

kimia. Pengamatan yang dilakukan selama kurun waktu 22 tahun mencatat jenis terumbu

karang yang terdapat di Taman Nasional Kepulauan Seribu dan Teluk Jakarta mencakup

68 genera dan subgenera dengan 134 spesies. Spesies terumbu karang di beberapa pulau

di Kepulauan Seribu. Pengamatan yang dilakukan terakhir dapat memperjelas kondisi

terumbu karang di kawasan Kepulauan Seribu. Terumbu karang yang teramati berada

dalam kondisi buruk hingga sedang (13,0% – 36,03%). Kondisi kehidupan karang yang

berada dalam kategori baik hanya terdapat di beberapa lokasi seperti P. Kayu Angin Bira

dan P. Melintang (DLH DKI Jakarta, 2008).

Page 6: Tugas Mata Kuliah Ekologi dan Ilmu Lingkungan

6

Tabel 2. Kondisi Terumbu Karang di Kepulauan Seribu Tahun 1985-2001

Sumber: UNESCO, 1995, LP-ITB, TNKS, 1999/2000

Page 7: Tugas Mata Kuliah Ekologi dan Ilmu Lingkungan

7

Hasil studi distribusi dan kelimpahan ikan karang di 22 pulau di Kepulauan

Seribu dan Teluk Jakarta yang dilakukan pada tahun 1995 (Suharsono dkk, 1995)

menyebutkan bahwa terdapat 166 spesies ikan dalam 36 famili, dari 22 pulau wilayah

studi penelitian ini. Famili ikan karang yang mendominasi dari mayor spesies didominasi

oleh Pomacentridae dan Labridae yang ditemukan di seluruh lokasi penelitian. Spesies

indikator (Chaetodontidae) yang mendominasi dan tersebar luas adalah Chaetodon

octafasciatus, diikuti oleh Chaetodon trifasciatus dan Heniochus accuminatus. Spesies

target yang ditemukan sebanyak 36 jenis dalam 8 famili, dimana 13 jenis tergolong

sebagai komoditi penting, yaitu satu spesies dari Kyposidae, 4 spesies dari Caesionidae, 2

spesies dari Lutjanidae, satu spesies dari Siganidae dan 5 spesies dari Serranidae.

Kesimpulan yang bisa didapatkan adalah adanya hubungan positif antara kelimpahan

ikan karang dengan jarak dari daratan utama, dimana semakin jauh jarak dari daratan

utama, semakin tinggi kelimpahan jenis ikan karang.

Kawasan lindung di wilayah perairan DKI Jakarta meliputi hutan lindung, cagar alam,

suaka margasatwa dan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Penyebarannya meliputi pesisir

Teluk Jakarta, seperti di Muara Angke, Angke Kapuk dan Kamal Muara dan yang berada di

Kepulauan Seribu, seperti P. Rambut, P. Penjaliran Barat dan P. Penjaliran Timur.

a. Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu

Menteri Kehutanan melalui Keputusan Nomor 162/Kpts-II/1995 telah

menetapkan wilayah Kepulauan Seribu menjadi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu

dengan luas 108.000 Ha yang dikelola oleh Balai Taman Nasional Laut Kepulauan

Seribu, Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Zonasi Taman Nasional Kepulauan

Seribu terdiri dari: 1. Zona Inti yang diperuntukkan bagi upaya pelestarian sumber

genetik dan perlindungan proses ekologis. Zona ini merupakan daerah tertutup bagi

segala bentuk eksploitasi, kegiatan pariwisata dan kegiatan lain, kecuali penelitian. Zona

ini terdiri dari: Zona Inti I diperuntukkan bagi perlindungan penyu sisik (Eretmochelys

imbricata); Zona Inti II; dan Zona Inti III yang merupakan perlindungan ekosistem

terumbu karang. 2. Zona Perlindungan, merupakan kesatuan dengan Zona Inti I dan II

yang merupakan tempat mencari makan dan berkembang biak bagi penyu sisik. Di zona

ini tidak diperkenankan segala bentuk eksploitasi dan kegiatan yang dapat mengganggu

Page 8: Tugas Mata Kuliah Ekologi dan Ilmu Lingkungan

8

keseimbangan ekosistem, kecuali kegiatan observasi, penelitian dan pendidikan. 3. Zona

Pemanfaatan Intensif, merupakan wilayah yang diperkenankan untuk kegiatan rekreasi

alam. Sebagian besar pulau-pulau di kawasan ini telah dibangun sebagai kawasan

permukiman dan pariwisata bahari. 4. Zona Penyangga, diperuntukkan mendukung

aktifitas sosial ekonomi dan budaya masyarakat setempat serta perikanan tangkap

tradisional. Zona ini berfungsi menyaring dampak negatif kegiatan budidaya di dalam

maupun luar kawasan. Sebagian besar penduduk Kepulauan Seribu bermukim di zona ini.

Aktifitas penangkapan ikan diperkenankan dengan alat tradisional, seperti pancing bubu.

b. Suaka Margasawa Muara Angke

Berbatasan dengan tanggul kawasan Pantai Indah Kapuk ke arah suaka

margasatwa sebagian besar digenangi air, sehingga tumbuhan di kawasan ini merupakan

vegetasi rawa yang langsung terkena pengaruh pasang surut air laut. Pohon pidada atau

bidara (Sonneratia alba) merupakan jenis yang sering dijumpai selain api-api (Avicenia

marina), jangkar (Bruguiera sp), api-api (Rhizopora sp), waru laut (Thespesia populnea),

buta-buta (Ezcoecaria agallocha), nipah (Nypa fruticans) dan ketapang (Terminalia

catapa). Suaka margasatwa Muara Angke ditetapkan sebagai kawasan hutan mangrove

yang seharusnya didominasi oleh pohon, namun kondisinya saat ini merupakan lahan

rawa terbuka yang didominasi oleh herba seperti warakas (Acrostichum aureum) dan

seruni (Wedelia biflora). Masih banyak jenis-jenis flora dan fauna yang terdapat di

kawasan ini.

Salah satu keunikan ekosistem khas mangrove di kawasan Muara Angke adalah

adanya tumbuhan rotan (Calamus sp) yang spesifik. Keberadaan pohon relatif sporadis.

Pada lahan rawa terbuka tumbuh vegetasi bukan spesifik penghuni hutan mangrove

seperti gelagah (Saccharum spontaneum), putri malu (Mimosa pudica), talas lompong

(Colocasia sp), dan kangkungan (Ipomoea sp). Tumbuhan di atas merupakan tumbuhan

yang hidup pada kondisi bukan payau.

Suaka margasatwa Muara Angke dihuni oleh burung dengan jenis yang sama

dengan penghuni suaka margasatwa P. Rambut, oleh karena sebagian besar burung-

burung tersebut mencari makan di pesisir Teluk Jakarta. Macaca fascicularis yang

dikenal sebagai monyet Ancol juga menghuni kawasan ini, yang diperkirakan jumlahnya

Page 9: Tugas Mata Kuliah Ekologi dan Ilmu Lingkungan

9

tinggal 40 ekor. Fauna liar lainnya yang dijumpai adalah kelompok reptilia, seperti

biawak (Varanus salvator), kadal (Mabula multifasciata), ular hijau (Dryophis prasinus)

dan ular cincin (Boiga dendrophila). Untuk mempertahankan kondisi suaka margasatwa

Muara Angke sebagai ekosistem mangrove, telah diusahakan penanaman bakau

(Rhizopora mucronata) dan api-api (Avicenia sp) yang telah berlangsung sejak bulan

Agustus 1999 melalui kerjasama antara Lembaga Pengkajian Mangrove, Yayasan Kehati,

Kanwil Kehutanan DKI Jakarta dan Dinas Kehutanan DKI Jakarta.

c. Hutan Lindung Angke Kapuk

Kawasan hutan lindung Angke Kapuk letaknya memanjang sejajar pantai

sepanjang ± 5 km dengan lebar 100 meter dari garis pasang surut yang terbentang mulai

dari batasan hutan wisata Kamal ke arah Timur hingga suaka margasatwa Muara Angke.

Di dalamnya terdapat arela permukiman Pantai Indah Kapuk dengan batas sebelah

Selatan adalah jalan tol Prof. Sedyatmo dan jalan Kapuk Muara. Keberadaan flora

ditampilkan oleh flora khas pesisir, bakau atau mangrove, hingga keberadaannya menjadi

spesifik jika dibandingkan dengan kawasan pemukiman.

Jenis vegetasi yang tumbuh di hutan lindung relatif terbatas, sedang tumbuhan

bawah jarang terlihat karena dipengaruhi pasang-surut. Tumbuhan bawah hanya terdapat

pada area yang cenderung lebih ke darat. Ketebalan hutan lindung sekitar 40 meter.

Vegetasi yang tumbuh di kawasan lindung relatif homogen, didominasi api-api

(Avicennia sp), sedangkan bakau (Rhizoposa sp) hanya tumbuh di beberapa area yang

sempit sehingga tumbuhan tersebut tampak sporadis. Jenis vegetasi yang ada pada tingkat

pohon adalah Avicennia marina, A. officinalis, A. alba, Delonix regia, Sonneratia

caseolaris, Thespesia popoulne; sedangkan Rhizopora mucronata dan Excoecaria

agallocha pada tingkat tiang. Pada tingkat sapihan yang menonjol adalah Avicennia

marina, A. officinalis, A. alba, Rhizopora mucronata, Acasia auliculiformis dan Delonix

regia. Beberapa bagian hutan lindung Angke Kapuk mengalami abrasi yang cukup kuat

oleh gempuran ombak. Dalam upaya mempertahankan keberadaan hutan lindung, di

beberapa bagian pantai di lakukan penanaman vegetasi bakau. Keberhasilan tumbuh

vegetasi tersebut mengalami hambatan oleh gelombang laut yang cukup besar.

Page 10: Tugas Mata Kuliah Ekologi dan Ilmu Lingkungan

10

Fauna yang terdapat di hutan lindung Angke Kapuk antara lain didominasi oleh

burung pantai yang berjenis sama dengan yang terdapat di suaka margasatwa P. Rambut,

yaitu pecuk ular (Anhinga melanogaster), kowak maling (Nycticorax nycticorax), kuntul

putih (Egretta sp), kuntul kerbau (Bubulcus ibis), cangak abu (Ardea cinerea), blekok

(Ardeola speciosa), belibis (Anas gibberrfrons), cekakak (Halycon chloris), pecuk

(Phalacrocorax sp) dan bluwak (Mycteria cineria). Satwa lain selain jenis burung adalah

biawak (Varanus salvator), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan beberapa

jenis ular.

d. Hutan Wisata Kamal

Hutan wisata Kamal merupakan kawasan dengan vegetasi mangrove paling luas,

yaitu sekitar 110,00 Ha. Di dalam kawasan ini terdapat areal kebun bibit mangrove seluas

10,47 Ha. Jenis vegetasi yang dominan adalah api-api (Avicennia spp) yang tumbuh

mulai tingkat semai hingga tingkat pohon. Keadaan ini mengindikasikan bahwa

kelanjutan pertumbuhan jenis tumbuhan tersebut relatif baik. Adapun jenis bakau

(Rhizopora sp) hanya tumbuh secara sporadis. Rhizopora sp yang termasuk dalam

klasifikasi pohon banyak dijumpai di kawasan perbatasan dengan hutan lindung Angke

Kapuk di sekitar pantai. Perannya terhadap keseluruhan area adalah sangat penting.

Adanya vegetasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan fungsi lindung terhadap

serangan abrasi, apalagi kawasan ini memiliki pasang laut cukup tinggi dan pengaruh

angin musim cukup besar. Dengan akar tunjang yang dimiliki, maka jenis bakau

merupakan tanaman yang diharapkan dapat bertahan terhadap pengaruh laut.

Tumbuhan lain yang dijumpai adalah jenis akasia (Acasia auriculiformis), kihujan

(Samanea saman), mahoni (Swietenia macrophyla), flamboyan (Delonix regia), dan

kedondong (Spondias pinnata). Jenis-jenis tersebut tumbuh di tepi areal tambak. Jenis

tumbuhan bawah yang tumbuh antara lain kitower (Derris heterophylla), bluntas (Plucea

sp), nenasia (Breynia sp) dan beberapa jenis rumput yang biasa tumbuh pada ekosistem

darat. Hutan wisata Kamal masih berfungsi sebagai habitat burung air sebagaimana

diindikasikan oleh keberadaan vegetasi mangrove seperti api-api (Avicennia sp) yang

menyebar di seluruh hutan wisata. Peranan kawasan ini adalah sebagai tempat mencari

makan bagi burung air pada pagi hingga sore hari, serta sebagai tempat beristirahat pada

Page 11: Tugas Mata Kuliah Ekologi dan Ilmu Lingkungan

11

malam hari, serta tempat berlindung dari tiupan angin. Keberadaan empang bekas tambak

maupun tambak yang masih diusahakan di sekitar kawasan wisata ini telah menjadi daya

tarik bagi burung untuk tetap memanfaatkan hutan wisata sebagai habitatnya. Hal

tersebut diindikasikan oleh kehadiran burung-burung pecuk (Phalacrocorax sp), kuntul

(Egretta sp) dan cangak (Ardea sp) yang terbang di area hutan wisata Kamal (DLH DKI

Jakarta, 2008).

3. Gambaran Ancaman Terhadap Wilayah Pesisir Teluk Jakarta

Akibat maraknya aktivitas pemanfaatan di wilayah pesisir Teluk Jakarta maupun di hulu

dan laut lepas, wilayah ini tengah mengalami situasi yang tak menguntungkan dan

memprihatinkan. Kawasan tersebut berada dalam tekanan yang besar, dimana ekosistemnya

menghadapi ancaman kerusakan dan penurunan kualitas yang pada akhirnya akan berpengaruh

terhadap kelangsungan fungsional ekosistem pesisir Teluk Jakarta. Menurut catatan Dinas

Kebersihan DKI Jakarta, rata-rata volume sampah yang memasuki Teluk Jakarta mencapai 300

hingga 600 m3/hari dengan titik terjauh sekitar 35 km dari Pantai Marina, Jakarta Utara (Tim

Ekspedisi Ciliwung Kompas, 2009) sehingga berdampak amat buruk bagi ekosistem laut dan

pulau serta terhadap aktivitas ekonomi warga di sekitar Kepulauan Seribu maupun Pantai Jakarta

Utara.Ancaman-ancaman ini ada yang berdiri sendiri dan adapula yang saling berkaitan dalam

setiap pemanfatan sumberdaya atau kegiatan pembangunan yang memberikan dampak terhadap

ekosistem pesisir Teluk Jakarta. Beberapa ancaman potensial terhadap ekosistem pesisir Teluk

Jakarta antara lain:

a. Sedimentasi dan Pencemaran

Kegiatan pembukaan lahan atas (hulu) dan pesisir untuk pertanian,

pertambakan, permukiman, industri, dan pengembangan kota merupakan sumber

beban sedimen dan pencemaran perairan pesisir. Adanya penebangan hutan dan

pembukaan lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS) telah menimbulkan sedimen serius

di beberapa daerah muara dan perairan pesisir Teluk Jakarta. Di samping itu sampah-

sampah padat yang berasal dari rumah tangga dan kota merupakan sumber pencemar

perairan pesisir yang sulit dikontrol, sebagai akibat perkembangan pemukiman dan

pusat-pusat perdagangan yang pesat. Demikian pula pembukaan lahan pesisir untuk

pertambakan dan industri berkontribusi penating dalam peningkatan pencemaran baik

Page 12: Tugas Mata Kuliah Ekologi dan Ilmu Lingkungan

12

organik maupun anorganik di perairan Teluk Jakarta. Sumber pencemar lain di pesisir

Teluk Jakarta berasal dari kegiatan reklamasi pantai. Kegiatan reklamasi pantai dapat

mengakibatkan perubahan pada lingkungan pesisir, berupa peningkatan kekeruhan air

dan pengendapan sedimen.

b. Degradasi Habitat

Kebanyakan erosi pantai yang diakibatkan oleh aktivitas manusia adalah

pembukaan hutan pesisir dan reklamasi pantai untuk kepeantingan pemukiman,

industry dan pembangunan infrastruktur, sehingga sangat mengurangi fungsi

perlindungan terhadap pantai. Ancaman lain terhadap habitat adalah degradasi

terumbu karang di pesisir Teluk Jakarta yang disebabkan oleh berbagai aktivitas

manusia, diantaranya pemanfaatan ekosistem terumbu karang sebagai sumber pangan,

komoditas perdagangan (ikan hias) dan obyek wisata (keindahan dan

keanekaragaman hayati).

c. Degradasi Sumberdaya Alam dan Keanekaragaman Hayati

Sejalan dengan meningkatnya kegiatan pembangunan dan perkembangan

permukiman serta perkotaan ke arah pesisir, semakin terlihat jelas adanya degradasi

sumberdaya alam pesisir. Salah satu degradasi sumberdaya alam pesisir Teluk Jakarta

yang cukup menonjol adalah degradasi hutan mangrove sebagai akibat pembukaan

lahan/ konversi hutan atau reklamasi pantai menjadi kawasan pemukiman,

pertambakan, dan industri. Ancaman lain terhadap keanekaragaman hayati di

peraiaran pesisir Teluk Jakarta diduga antara lain berasal dari pembangunan

infrastruktur (pelabuhan, industri, dll) di pinggir pantai dan juga reklamasi pantai.

Kegiatan reklamasi pantai sebagaimana terjadi di pesisir Jakarta, diperkirakan dapat

merubah struktur ekologi pesisir bahkan dapat menurunkan keanekaragaman hayati

perairan.

Adapun kondisi dari dua kawasan di Teluk Jakarta dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Perairan Teluk

Perairan Teluk Jakarta dikategorikan sebagai perairan pantai (Coastal Water) dan

mempunyai peranan yang sangat besar dimana berbagai sektor telah memanfaatkan

wilayah ini, baik wilayah laut maupun pantai, antara lain sektor industri, pertambangan,

Page 13: Tugas Mata Kuliah Ekologi dan Ilmu Lingkungan

13

perhubungan, perdagangan, pertanian, dan pariwisata. Kegiatan berbagai sektor yang

sedemikian banyak dan tidak terkendali tentunya akan menurunkan tingkat kualitas

perairannya. Disamping itu, Teluk Jakarta juga merupakan tempat bermuaranya beberapa

sungai yang melewati kota Jakarta, diperkirakan ada 9 muara sungai yang membawa

limbahnya baik dari pembuangan sampah, industri maupun rumah tangga serta kegiatan

lainnya dan menyebabkan perairan Teluk Jakarta mempunyai karakteristik yang khusus

dimana perairan ini menerima beban pencemaran yang cukup berat.

Di lain pihak Teluk Jakarta juga merupakan tempat bagi nelayan melakukan

kegiatan penangkapan ikan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Provinsi DKI

Jakarta. Berdasarkan hal tersebut maka perlu diambil suatu kebijakan oleh Pemda

Provinsi DKI Jakarta yang menyangkut peningkatan kualitas perairan teluk. Berbagai

upaya telah dilaksanakan untuk memperbaiki mutu perairan Teluk Jakarta antara lain

dengan program Kali Bersih yang bertujuan untuk mengendalikan beban pencemaran dari

kegiatan di sepanjang DPS Ciliwung, Cipinang, Mookervart, Cakung dan Grogol.

Pemerintah pusat melalui Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD)

Provinsi DKI Jakarta, juga telah merencanakan Program Pantai Lestari yang bertujuan

untuk meningkatkan kualitas lingkungan pantai dan laut agar pemanfaatannya dapat

ditingkatkan serta memperbaiki kondisi Mangrove dan Terumbu Karang di Kepulauan

Seribu.

Untuk mencapai tujuan tersebut maka pihak BPLHD Provinsi DKI Jakarta setiap

tahunnya melaksanakan kegiatan pemantauan kualitas perairan Teluk Jakarta dan

sekitarnya dengan harapan dapat diperoleh informasi yang dapat dipakai sebagai bahan

pengendalian lingkungan. Pemantauan Teluk Jakarta meliputi perairan dan muara Teluk

Jakarta. Jumlah titik pemantauan sebanyak 41 titik terdiri dari 23 titik lokasi pemantauan

di perairan Teluk Jakarta dan 9 lokasi pemantauan di muara Teluk Jakarta dimana untuk

muara dilakukan dua kali pengukuran yaitu pada kondisi pasang dan surut. Parameter

yang dipantau adalah kimia, biologi, dan fisik. Kualitas pemantauan perairan dan muara

Teluk Jakarta tahun 2007 dan 2008 terdiri dari beberapa kriteria berikut: a. Fisik, yaitu

Suhu, Salinitas, Kedalaman, arah arus, kecepatan arus, pH, dan Kecerahan; b. Kimia,

yaitu Parameter Zat Padat Tersuspensi, Kekeruhan, Ammonia, Nitrit, Nitrat, Phospat,

COD, BOD, Oksigen terlarut, Organik, Phenol, Detergen dan Logam (Chromium,

Page 14: Tugas Mata Kuliah Ekologi dan Ilmu Lingkungan

14

Cadmium, Tembaga, Timah Hitam, Nikel dan Seng); c. Biologi, yaitu Plankton

(Zooplankton dan Phytoplankton), Benthos, Coliform, dan Fecal Coli.

Gambar 2. Lokasi Pemantauan Kualitas Air Perairan Dan Muara Teluk Jakarta

Sumber: DLH DKI Jakarta, 2008

Kadar DO di muara Teluk Jakarta sangat rendah sehingga tidak dapat menunjang

kehidupan biota laut. Tingginya tingkat pencemaran di muara dapat berpengaruh pada

kadar DO, karena oksigen banyak digunakan untuk dekomposisi bahan organik yang

terkandung dalam zat pencemar sehingga oksigen yang terkandung di air menjadi

berkurang. Perairan Teluk Jakarta telah mengalami pencemaran yang cukup tinggi yang

menjadikan tingginya tingkat kesuburan di perairan Teluk Jakarta, sehingga Teluk

Jakarta termasuk pada perairan eurotrofik. Pada semua titik pemantauan konsentrasinya

telah melebihi baku mutu. Kadar fenol tinggi, kemungkinan terjadi karena adanya

pengaruh aktifitas manusia dan kondisi lingkungan di sekitar, seperti adanya aktifitas

industri kimia, minyak, tekstil, dan plastik. Selain itu sumber pencemar fenol berasal dari

limbah domestik berupa pemutih pakaian dan limbah pewarna.

Page 15: Tugas Mata Kuliah Ekologi dan Ilmu Lingkungan

15

Adapun sumber utama pencemar phospat berasal dari daratan yaitu limbah

detergen. Tingginya konsentrasi phospat di zona C2 disebabkan pada zona masih

mendapat pengaruh yang mungkin timbul akibat arah arus yang mengakibatkan

pencampuran air laut dari muara ke perairan. konsentrasi BOD pada bulan Juli 2007

sebagian besar telah melebihi baku mutu. Tingginya kadar BOD mengindikasikan bahwa

pada zona perairan tersebut kebutuhan akan oksigen untuk menguraikan bahan organik

semakin tinggi, sehingga kebutuhan oksigen juga akan tinggi.

Nilai indeks diversitas plankton (fitooplankton dan Zooplankton) dan

makrozoobenthos adalah sebagian dari parameter biologi perairan yang dapat digunakan

untuk menentukan tingkat pencemaran di Teluk Jakarta. Indeks keragaman

Phytoplankton dan zooplankton di Perairan Teluk Jakarta pada tahun 2007 dan 2008

berada pada kisaran tercemar ringan sampai tercemar berat, dan makrozoobenthos berada

pada kisaran tercemar sangat ringan sampai berat

b. Muara Teluk Jakarta

Kawasan ini merupakan tempat bermuaranya 13 sungai yang melalui wilayah

DKI Jakarta. Terdapat 9 muara yang masuk ke Teluk Jakarta, yang menjadikan kualitas

air di muara Teluk Jakarta menjadi sangat tercemar. Kualitas air di muara Teluk Jakarta

baik pada saat kondisi pasang maupun surut, lebih tercemar bila dibandingkan dengan di

perairan. Konsentrasi Amonia telah melebihi baku mutu, sumber pencemarnya berasal

dari limbah domestik yang mengalir ke sungai dan bermuara ke laut. Tingginya Amonia

hampir terjadi di semua lokasi ini setidaknya menunjukkan indikasi adanya pencemaran

bahan organik yang berasal dari limbah domestik maupun industri. Sumber lain yang

dapat berperan dalam meningkatkan kandungan Amonia adalah tinja yang berasal dari

biota akuatik yang merupakan limbah dari aktifitas metabolisme. Konsentrasi fenol pada

saat pasang telah memenuhi baku mutu di semua titik (DLH DKI Jakarta, 2008).

Konsentrasi phospat di muara pada semua titik baik kondisi pasang maupun surut

telah melebihi baku mutu. Hal ini disebabkan karena tingginya konsentrasi phospat yang

terkandung dalam air sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta, sehingga dapat

disimpulkan bahwa tingginya konsentrasi phospat di muara Teluk Jakarta berasal dari

limbah domestik yang dialirkan oleh sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta. Hal ini akan

Page 16: Tugas Mata Kuliah Ekologi dan Ilmu Lingkungan

16

berpengaruh pada kondisi perairan Teluk Jakarta dimana akan mudah mengalami

eutrofikasi dan mudah terjadi blooming. Pada saat surut dan pasang konsentrasi BOD

sudah cukup tinggi dan telah melebihi baku mutu di semua muara. Dengan konsentrasi

yang tinggi ini maka akan akan mengurangi kandungan oksigen terlarut. Hal ini

menunjukkan pada muara tersebut kaya akan bahan organik yang mudah di urai

(biodegradable organic matter). Tingginya bahan organik pada daerah muara dapat

berasal dari aktifitas di sekitar muara atau sepanjang aliran sungai (DLH DKI Jakarta,

2008).

Parameter biologi perairan yang diamati meliputi kelimpahan plankton dan

benthos (makrozoobenthos). Berdasarkan hasil analisis terhadap kelimpahan Fitoplankton

dan makroozoobenthos, diperoleh nilai indeks diversitas/keanekaragaman untuk masing-

masing wilayah pemantauan. Nilai Indeks keragaman Phytoplankton di Muara Teluk

Jakarta pada saat pasang maupun surut berada pada kisaran tercemarsedang sampai berat,

Zooplankton berada pada kisaran tercemar ringan sampai berat, dan makrozoobenthos di

muara Teluk Jakarta pada saat pasang maupun surut menunjukkan kondisi interval

tercemar ringan sampai berat (DLH DKI Jakarta, 2008).

Kondisi kritis tersebut menunjukkan bahwa kawasan pesisir Teluk Jakarta perlu

dilakukan penanganan yang lebih serius, karena di kawasan pesisir Utara Jakarta juga banyak

ditemui beberapa kluster permukiman kumuh, seperti Muara Angke, Kampung Luar Batang,

Kalibaru dan sebagainya. Selain itu terdapat permukiman nelayan Kamal Muara, Muara Angke

dan Kalibaru yang juga berfungsi sebagai tempat perdagangan dan pengolahan ikan.

4. Konversi Lahan Pantai Indah Kapuk

Wilayah Jakarta Utara yang di dalamnya terdapat daerah Pantai Indah Kapuk

menghadirkan permasalahan baru di balik permukiman yang mencirikan eksklusivitas dan

kehidupan kaum urban. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan arus urbanisasi yang

cukup besar di Jakarta, diperlukan juga tempat permukiman. Hal ini dimanfaatkan oleh PT

Mandara Permai untuk mengembangkan kawasan permukiman. Tidak hanya sebagai tempat

tinggal tetapi juga sebagai kawasan bisnis yang strategis dengan memanfaatkan kawasan

peresapan air di utara Jakarta yang sekarang menjadi Pondok Indah Kapuk. Rawa dan hutan

Page 17: Tugas Mata Kuliah Ekologi dan Ilmu Lingkungan

17

mangrove yang sebelumnya berfungsi sebagai daerah resapan air dikonversi menjadi lahan

permanen mengakibatkan air yang semula terhimpun di wilayah ini kemudian menjadi

genangan-genangan di sekitarnya dan meluap apabila musim penghujan tiba. Selain itu di sekitar

Jakarta terutama kawasan Jakarta Utara kondisi air tanah sudah mengalami penyusutan dan

kerusakan baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

Kawasan ini dijadikan aset ekonomi yang menghasikan profit bagi pihak-pihak tertentu

yang mencari keuntungan dari proyek tersebut. Padahal dengan mengambil keuntungan dari

profit yang justru merusak ekosistem, ekologi dan keanekaragaman hayati justru mendatangkan

permasalahan dan kerugian yang lebih besar. Contohnya adalah masalah banjir yang setiap

tahunnya melanda Jakarta. Daerah Pantai Indah Kapuk dengan permukiman yang bernama

Pondok Indah Kapuk dibangun di wilayah di bawah permukaan air laut. Akibatnya alih fungsi

lahan yang bersifat permanen ini membuat tidak adanya resapan air, sehingga banjir akan terjadi

di sekitar wilayah Pantai Indah Kapuk. Namun kawasan perumahan elite tersebut tidak

merasakan masalah ini karena air pada lahan basah ini dialirkan ke wilayah-wilayah sekitarnya.

Lahan ini juga mengalami penurunan, dapat dilihat dari jalan tol menuju bandara

Seokarno-Hatta, lahan daerah tersebut semakin rendah bahkan menjadi lebih rendah dari

kawasan Pantai Indah Kapuk. Hal ini disebabkan, karena jalan tol yang terletak di dekat kawasan

ini harus menampung beban mobil setiap waktu. Pola pemanfaatan lahan masih dianggap

permasalahan sektoral sehingga masalah ini menjadi agenda subwilayah yang kadang terabaikan

bahkan menjadi suatu masalah yang dibayar dengan sejumlah uang tertentu, padahal kriteria

setiap kawasan berbeda. Keadaan tanah dan kondisi lahan harus sesuai dengan pola

pemanfaatannya, sehingga tidak terjadi kesalahan persepsi dalam pemanfaatan lahan yang dapat

berakibat fatal.

Untuk mencegah permasalahan yang semakin kronis maka yang harus dilakukan adalah

evaluasi sumberdaya lahan, perencanaan pembangunan lahan, penegakan hukum bagi pihak yang

melanggar, menjaga dan memperbaiki ekosistem di wilayah Pantai Indah Kapuk, menyusun

langkah strategis guna memperbaiki tata guna lahan dan tata ruang wilayah sehingga ada

alternatif daerah resapan air di Pantai Indah Kapuk dan pencegahan serta langkah alternatif

dalam mengantisipasi debit air permukaan yang semakin besar ke wilayah sekitar Pondok Indah

Kapuk serta sulitnya pasokan air tanah pada saat musim kemarau.

Page 18: Tugas Mata Kuliah Ekologi dan Ilmu Lingkungan

18

Lahan basah berperan menjadi penyangga sumber kehidupan, siklus air tanah dan air

sungai, dan siklus tanah dalam kesuburan kesuburan keanekaragaman hayati flora, fauna, dan

manusia. Lahan untuk fungsi lindung banyak menjadi tempat pemukiman manusia berkaitan

dengan tata ruang yang semakin sempit. Pada daerah-daerah yang kritis, maka kebijakan yang

ada harus dapat memberikan arahan pada tindakan-tindakan nyata untuk rehabilitasi (Muhajir

dkk, 1992 dalam Esanawati, dkk., 2007).

Keadaan hutan konservasi saat ini sangat memprihatinkan dengan adanya sampah-

sampah yang berserakan, semak belukar dan warna tanahnya hitam pekat akibat pencemaran

minyak. Kawasan Pantai Indah Kapuk juga merupakan Suaka Margasatwa Muara Angke tempat

kawasan hutan mangrove. Suaka Margasatwa Muara Angke merupakan bagian dari hutan Angke

Kapuk yang total luasnya 1.154,88 hektar. Sebagian besar hutan Angke Kapuk sudah dikuasai

PT Mandara Permai, pengembang yang membangun kawasan permukiman Pantai Indah Kapuk.

Dari 1.154,88 hektar hutan yang ada di kawasan hutan Angke Kapuk, seluas 827,18 hektar

diambil alih untuk permukiman, lapangan golf, tempat rekreasi dan olahraga, bangunan umum,

olahraga air, cottage, hotel, dan kondominium (Esanawati, dkk., 2007).

Menurut data Dinas Kehutanan Provinsi DKI, luas kawasan hutan yang dipertahankan

tinggal 327,7 hektar, terdiri atas hutan lindung (44,76 hektar), hutan wisata (99,82 hektar), suaka

margasatwa (25,02 hektar), kebun pembibitan (10,5 hektar), transmisi PLN (23,70 hektar),

Cengkareng Drain (28,39 hektar), serta untuk keperluan jalan tol dan jalur hijau (95,50 hektar).

Sebelum dikembangkan menjadi kawasan permukiman, Suaka Margasatwa Muara Angke juga

merupakan habitat satwa-satwa liar. Daerah ini mempunyai fungsi sebagai pengendali banjir.

Sebagai upaya melindungi kawasan penyerapan dan perlindungan terhadap abrasi pantai,

pemerintah Hindia Belanda saat itu menetapkan kawasan hutan bakau Muara Angke sebagai

kawasan konservasi (Esanawati, dkk., 2007).

Kontroversi pembangunan permukiman di Pantai Indah Kapuk berpangkal dari izin

perubahan fungsi kawasan. Hutan Angke Kapuk yang sejak 10 Juni 1977 ditetapkan Menteri

Pertanian sebagai hutan lindung dan sisanya untuk hutan wisata dan pembibitan, diubah menjadi

permukiman, kondominium, pusat bisnis, rekreasi, dan lapangan golf, dengan syarat tetap

menyediakan hutan lindung. Persetujuan perubahan fungsi tertulis dalam SK Dirjen Kehutanan

31 Juli 1982. Gubernur DKI setuju karena peningkatan nilai ekonomi kawasan itu lebih

menggiurkan. Dalam bentuk rawa-rawa dan tambak nelayan, saat itu Ipeda (Iuran Pembangunan

Page 19: Tugas Mata Kuliah Ekologi dan Ilmu Lingkungan

19

Daerah) yang bisa ditarik hanya Rp 2.000/ha/tahun. Begitu menjadi perumahan, DKI bisa

mendapat Rp 2.000.000/ha/tahun. Sehingga apabila luasan kawasan yang berubah fungsi adalah

831,63 ha, maka dana yang dihimpun mendekati Rp 2 miliar setiap tahun. Tidak heran bila

Gubernur segera mengeluarkan keputusan tanggal 15 Agustus 1984. Isinya menetapkan areal

pengembangan hutan Angke-Kapuk dan Gubernur tidak merasa melanggar RUTR (Rencana

Umum Tata Ruang) dan RBWK (Rencana Bagian Wilayah Kota). Padahal, dalam master plan

itu, jelas disebutkan kawasan itu hanyalah untuk hutan lindung dan hutan wisata, sekaligus

mencegah banjir di bandara Soekarno-Hatta (Esanawati, dkk., 2007). Atas dasar pertimbangan

seperti itulah, proyek pengembangan Pantai Indah Kapuk diharapkan dapat meningkatkan

pendapatan daerah propinsi DKI Jakarta.

Menurut Esanawati, dkk. (2007), degradasi lingkungan dapat disebabkan oleh dua faktor,

yaitu meningkatnya kebutuhan ekonomi (economic requirement) dan gagalnya kebijakan (policy

failure). Namun, daya dukung lingkungan (carrying capasity) sangat perlu diperhatikan, sebab

justru dengan mengeksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan akan berdampak lebih buruk

dari apa yang dihasilkan.

5. Respon Pemerintah DKI Jakarta

Urgensi tindakan pemerintah dalam menangani permasalahan ini ialah melakukan

perencanaan ulang terhadap pengembangan lahan di kota dengan mempergunakan model-model

dan teknik yang sesuai. Selain itu pengembang di Pantai Indah Kapuk dihentikan izin perluasan

pembangunan pemukiman guna mengurangi kerusakan terhadap sistem parkir air. Pengendalian

dan pengawasan pengembangan lahan harus semakin diintesifkan mencakup kebijaksanaan

umum pertanahan (land policy), rencana tata ruang yang pengembangannya melalui kesepakatan

bersama rakyat, adanya komitmen rasional mengenai pemanfaatan dan penggunaan lahan untuk

perkembangan sosial dan ekonomi, dan adanya kriteria pengakomodasian dinamika

perkembangan masyarakat (Esanawati, dkk., 2007).

Adapun upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam rangka meminimalkan kerusakan

ekosistem, antara lain (DLH DKI Jakarta, 2008):

1) Kegiatan Bersih Pantai, yakni program aksi bersih-bersih pantai dari sampah secara

terpadu yang dapat didukung oleh kegiatan usaha yang berada di pantai Utara Jakarta

Page 20: Tugas Mata Kuliah Ekologi dan Ilmu Lingkungan

20

melalui program CSR, dimana langkah yang dilakukan adalah membagi garis pantai utara

Jakarta menjadi 5 zona berdasarkan lokasi kegiatan.

2) Kegiatan Super perusahaan meliputi: pelaksanaan Peraturan Pengelolaan Limbah pada

perusahaan yang berada di wilayah pesisir Utara yang antara lain: Limbah Proses,

Limbah Domestik, Emisi Proses dan Utilitas, Emisi Kendaraan Bermotor, Limbah Padat,

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

3) Green and Clean, yakni program untuk menggerakkan kominitas menjadi agen

”perubahan perilaku”, dimana target program Jakarta Green and Clean pada tahun 2008

adalah tercapainya program tersebut di 150 Kelurahan, 300 RW, 3.000 RT dan

melakukan penggalangan kader sebanyak 35.000 orang.

4) Pengembangan insfrastruktur, polder dan relokasi permukiman nelayan.

Secara umum wilayah Pantura Jakarta dibagi menjadi 3 (tiga) wilayah pengembangan

yaitu Wilayah Pengembangan Barat untuk pemukiman dan campuran; Wilayah Pengembangan

Tengah untuk kepariwisataan; dan Wilayah Pengembangan Timur untuk industri dan

pergudangan. Untuk itu, perlu dilakukan upaya pengendalian dan pemulihan lingkungan Pantura

Jakarta yang dituangkan melalui Program Reklamasi dan Revitalisasi Pantura Jakarta (pedoman

Keppres No. 52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta, Ruang Kawasan Pantura

Jakarta). Tetapi program ini belum dapat berjalan secara maksimal karena masih adanya

perbedaan pendapat dan dukungan di tingkat pemerintah, masyarakat dan dunia usaha. Adapun

upaya-upaya yang sedang diusahakan untuk dilakukan oleh pemerintah adalah (DLH DKI

Jakarta, 2008):

1) Melakukan koordinasi dengan seluruh stakeholder terkait untuk dapat merumuskan

konsep/langkah-langkah reklamasi dan revitalisasi yang berwawasan lingkungan agar

dapat menghasilkan satu pemikiran yang sama dalam pengelolaan lingkungan kawasan

Pantura yang berwawasan lingkungan antara diantara stakeholders terkait.

2) Pengelolaan pesisir Teluk Jakarta berbasis zonasi, untuk saat ini kegiatan yang telah

dilakukan dalam upaya bersih pantai melalui Program CSR (Corporate Social

Responsibility) yang membagi garis pantai Utara Jakarta menjadi 5 zona berdasarkan

lokasi kegiatan usaha seperti terlihat pada denah berikut:

Page 21: Tugas Mata Kuliah Ekologi dan Ilmu Lingkungan

21

Gambar 3. Denah Zona Aksi Bersih-Bersih Sampah di Pantai Utara Jakarta

Sumber: DLH DKI Jakarta, 2008

Keterangan mengenai zonasi aksi bersih-bersih oleh pemerintah dan seluruh

elemen masyarakat sekitar yakni:

a. Zona A meliputi wilayah seluas 5,75 km dengan koordinator PT Mandara Permai

serta anggota 20 institusi yakni: PT. Kapuk Naga Indah, Hutan Lindung Kapuk,

Hutan Lindung Cagar Alam Muara Angke, PT. Jasamarga (Pengelola Tol

Sedyatmo), PT. Multi Artha Pratama, Damai Indah Pantai Indah Kapuk, Rumah

Sakit Pantai Indah Kapuk, PT. Berkat Plywood, PT. Wirasakti Surya Persada, PT.

Wahana Indonesia, PT. Murinda (Pengelola Taman Wisata Alam Angke Kapuk),

Pengelola Perumahan Grisenda, Audi Pantai Indah Kapuk, Nissan Pantai Indah

Kapuk, Suzuki Pantai Indah Kapuk, Volvo Pantai Indah Kapuk, Sekolah

St.Nickolas Pantai Indah Kapuk, Sekolah Bina Bangsa School, Sekolah Singapore

Internasional School, STIP Marunda

b. Zona B meliputi wilayah seluas 16,25 km, dengan koordinator PT Batavia Sunda

Kelapa Marina (Marina Batavia), serta anggota sebanyak 73 institusi. Dimana ada

TPI Muara Angke, PLTGU Muara Karang, UPT Pelelangan Ikan Muara Karang,

Dept. Kelautan dan Perikanan, Perumahan Pantai Mutiara, dan yang lainnya adalah

perusahaan perseroan terbatas.

Page 22: Tugas Mata Kuliah Ekologi dan Ilmu Lingkungan

22

c. Zona C meliputi wilayah seluas 11,50 km dengan koordinator PT Taman Impian

Jaya Ancol dengan anggota sebanyak 21 institusi diantaranya: PT. Indonesia

Power, Mabes POLRI, AIRUD, dan yang lainnya adalah perusahaan perseroan

terbatas.

d. Zona D meliputi wilayah seluas 3,75 km dengan koordinator PT. Bogasari Flour

Mills, dengan anggota: PT. Adiguna Shipbuilding, PT. Sarfindo Soybean

Industries, PT. Dharma Karya Perdana, dan PT. Eastern Polimer.

e. Zona E meliputi wilayah seluas 3,25 km dengan koordinator PT. Kawasan Berikat

Nusantara dengan anggota sebanyak 34 institusi dan hampir seluruhnya merupakan

pabrik/ perusahaan.

3) Pengendalian Krisis Ekologi di Hulu, Tengah, Hilir, Pesisir dan Laut di Wilayah

Jabodetabekjur yang bertujuan mencari terobosan pemikiran, prinsip-prinsip dan

pendekatan untuk mengendalikan krisis ekologi di kawasan hulu, tengah, hilir, pesisir dan

laut di wilayah Jabodetabekjur.

4) Pengelolaan Jabodetabekjur Berbasis Ekosistem DAS Ciliwung-Cisadane, sehingga

pengelolaan Jabodetabekjur sebagai satu kesatuan ekosistem DAS Ciliwung-Cisadane

tidak terlepas dari Kebijakan, Rencana dan Program yang terpadu dalam pengelolaan

lingkungan hidup di wilayah Jabodetabekjur, baik di tingkat Pemerintah Pusat, Provinsi,

Kabupaten/Kota dan stakeholders yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan

pengelolalaan Jabodetabekjur.

5) Kegiatan Super oleh perusahaan di pesisir, “Green and Clean”, dan pengembangan

insfrastruktur polder dan relokasi permukiman nelayan.

6) Pemasangan ajir untuk menanam bakau rhizopora di kawasan Restorasi Ekologis Hutan

Lindung Angke Kapuk-Pantai Indah Kapuk; pemasangan ajir untuk persiapan penanaman

bibit pohon bakau rhizopora pada areal Restorasi Ekologis di Hutan Lindung Angke

Kapuk-Pantai Indah Kapuk Jakarta Utara (Nopember 2007); restorasi ekologis di

kawasan reklamasi Hutan Lindung Angke Kapuk yang ditandai dengan penanaman 1.000

tegakan pohon bakau rhizopora pada Desember 2007.

Page 23: Tugas Mata Kuliah Ekologi dan Ilmu Lingkungan

23

6. Kesimpulan dan Saran

Perairan Teluk Jakarta mempunyai peranan sangat besar dimana berbagai sektor telah

memanfaatkan wilayah ini, yang meliputi sektor industri, pertambangan, perhubungan,

perdagangan, pertanian, dan pariwisata. Kegiatan yang sedemikian banyak dan tidak terkendali

telah menurunkan tingkat kualitas perairannya. Teluk Jakarta juga merupakan tempat

bermuaranya beberapa sungai yang melewati kota Jakarta, dan diperkirakan ada 9 muara sungai

yang membawa limbahnya baik dari pembuangan sampah, industri maupun rumah tangga serta

kegiatan lainnya yang menyebabkan perairan Teluk Jakarta menerima beban pencemaran yang

cukup berat.

Urgensi tindakan pemerintah dalam menangani permasalahan ini ialah melakukan

perencanaan ulang terhadap pengembangan lahan di kota dengan mempergunakan model-model

dan teknik yang sesuai. Semua pengembang di kawasan Teluk Jakarta diminta untuk

memperbaiki sistem parkir air. Pengendalian dan pengawasan pengembangan lahan harus

semakin diintesifkan mencakup kebijaksanaan umum pertanahan (land policy), rencana tata

ruang yang pengembangannya melalui kesepakatan bersama rakyat, adanya komitmen rasional

mengenai pemanfaatan dan penggunaan lahan untuk perkembangan sosial dan ekonomi, dan

adanya kriteria pengakomodasian dinamika perkembangan masyarakat. Selain itu,

mengintensifkan lagi Program Reklamasi dan Revitalisasi Pantura Jakarta yang telah digagas

secara baik oleh pemerintah.

7. Daftar Pustaka

Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta. 2008. Laporan Status Lingkungan Hidup DKI Jakarta 2008.

Esanawati, R., dkk. 2007. Permasalahan Konversi Lahan di Pantai Indah Kapuk. Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB.

Tim Ekspedisi Ciliwung Kompas. 2009. Ekspedisi Ciliwung. Kompas: Jakarta.