tugas mandiri pbl skenario 1

39
Harvien Bhayangkara 1102013124 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Sistem Pernapasan Atas 1.1. Makroskopik Pembagian makro anatomi system pernafasan dibagi atas saluran pernafasa atas dan bawah. Saluran pernafasan atas dimulai dari nasal, cavum nasal, sinus paranasal sampai ke Faring (tenggorok). Lorong-lorong tersebut menyaring, menghangatkan, melembabkan udara yang masuk serta melindungi permukaan halus saluran pernafasan bawah.

Upload: harvienbhayangkara

Post on 23-Dec-2015

47 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pbl

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Mandiri PBL Skenario 1

Harvien Bhayangkara 1102013124

1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Sistem Pernapasan Atas

1.1. Makroskopik

Pembagian makro anatomi system pernafasan dibagi atas saluran pernafasa atas dan bawah.

Saluran pernafasan atas dimulai dari nasal, cavum nasal, sinus paranasal sampai ke Faring

(tenggorok). Lorong-lorong tersebut menyaring, menghangatkan, melembabkan udara yang

masuk serta melindungi permukaan halus saluran pernafasan bawah.

A. Hidung

Organ pertama yang berfungsi dalam saluran napas. Terdapat vestibulum nasi yang

terdapat cilia kasar yang berfungsi sebagai saringan udara. Bagian dalam rongga

hidung ada terbentuk terowongan yang disebut cavum nasi mulai dari nares anterior

sampai ke nares posterior lalu ke nasofaring.

Sekat antara kedua rongga hidung dibatasi dinding yang berasal dari tulang dan

mucusa yaitu septum nasi yang dibentuk oleh :

a. Cartilago septi naso

b. Os vomer

c. Lamina perpendicularis os ethmoidalis

Page 2: Tugas Mandiri PBL Skenario 1

Harvien Bhayangkara 1102013124

Merupakan organ

berongga yang terdiri

atas tulang, tulang

rawan hyalin otot

bercorak dan jaringan

ikat. Fungsi :

- Menyalurkan

udara

- Menyaring udara dari benda asing

- Menghangatkan udara pernafasan

- Melembabkan udara pernafasan

- Alat pembau

Cavum nasi dipisahkan oleh septum nasi, yang berhubungan dengan nasofaring

melalui choana (nares posterior)

Fossa Nasalis

Page 3: Tugas Mandiri PBL Skenario 1

Harvien Bhayangkara 1102013124

Dinding superior rongga hidung sempit, dibentuk lamina cribroformis ethmoidalis yang

memisahkan rongga tengkorak dengan rongga hidung. Dinding inferior dibentuk os

maxilla dan os palatinum.

Ada 2 cara pemeriksaan hidung yaitu rhinoscopy anterior dan posterior. Kalau yang

anterior, di cavum nasi di sisi lateral ada concha nasalis yang terbentuk dari tulang tipis

dan ditutupi mukusa yang mengeluarkan lendir dan di medial terlihat dinding septum

nasi. Kalau pada posterior, dapat terlihat nasofaring, choanae, bagian ujung belakang

conchae nasalis media dan inferior, juga terlihat OPTA yang berhubungan dengan

telinga.

Ada 3 buah concha nasalis, yaitu :

a. Concha nasalis superior

b. Concha nasalis inferior

c. Concha nasalis media

Di antara concha nasalis superior dan media terdapat meatus nasalis superior. Antara

concha media dan inferior terdapat meatus nasalis media. Antara concha nasalis

inferior dan dinding atas maxilla terdapat meatus nasalis inferior.

Fungsi chonca :

- Meningkatkan luas permukaan epitel respirasi

- Turbulensi udara dimana udara lebih banyak kontak dengan permukaan

mukosa

Sinus-sinus yang berhubungan dengan

cavum nasi disebut sinus paranasalis :

- Sinus sphenoidalis mengeluarkan

sekresinya melalui meatus

superior

- Sinus frontalis ke meatus media

- Sinus maxillaris ke meatus media

- Sinus ethmoidalis ke meatus

superior dan media.

Page 4: Tugas Mandiri PBL Skenario 1

Harvien Bhayangkara 1102013124

Di sudut mata terdapat hubungan antara hidung dan mata melalui ductus

nasolacrimalis tempat keluarnya air mata ke hidung melalui meatus inferior. Di

nasofaring terdapat hubungan antara hidung dan rongga telinga melalui OPTA

(Osteum Pharyngeum Tuba Auditiva) eustachii. Alurnya bernama torus tobarius.

Persarafan hidung

Persarafan sensorik dan sekremotorik hidung :

- Depan dan atas cavum nasi mendapat persarafan sensoris dari cabang nervus

opthalmicus

- Bagian lainnya termasuk mucusa hidung cavum nasi dipersarafi ganglion

sfenopalatinum.

- Nasofaring dan concha nasalis mendapat persarafan sensorik dari cabang

ganglion pterygopalatinum.

Nervus olfactorius memberikan sel-sel reseptor untuk penciuman.

Proses penciuman : pusat penciuman pada gyrus frontalis, menembus lamina cribrosa

ethmoidalis ke traktus olfactorius, bulbus olfactorius, serabut n. olfactorius pda

mucusa atas depan cavum nasi.

Vaskularisasi hidung

Berasal dari cabang a. Opthalmica dan a. Maxillaris interna

- Arteri ethmoidalis dengan cabang-cabang : arteri nasalis externa dan lateralis,

arteri septalis anterior

- Arteri ethmoidalis posterior dengan cabang-cabang : arteri nasalis posterior,

lateralis dan septal, arteri palatinus majus

- Arteri sphenopalatinum cabang arteri maxillaris interna. Ketiga pembuluh

tersebut membentuk anyaman kapiler pembuluh darah yang dinamakan

Plexus Kisselbach. Plexus ini mudah pecah oleh trauma/infeksi sehingga sering

menjadi sumber epistaxis pada anak.

B. Faring

Page 5: Tugas Mandiri PBL Skenario 1

Harvien Bhayangkara 1102013124

Faring merupakan suatu saluran yang bermula dari dasar tenggorokan dan berakhir

dibelakang laring di ruas vertebra servikal keenam. Saluran ini merupakan milik

bersama dari saluran pernapasan dan saluran pencernaan. Faring berbentuk seperti

corong, bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Panjang faring sekitar 13cm

pada orang dewasa. Dinding faring tersusun oleh otot lurik yang bertindak secara

otomatis. Otot yang penting dibagian faring adalah otot sfingter yang bertanggung

jawab dalam proses menelan. Sfingter akan menutup kerongkongan ketika kita

inspirasi dan akan menutup tenggorokan ketika kita menelan makanan.

Faring dapat terbagi menjadi tiga bagian :

a. Nasofaring

Nasofaring merupakan faring yang terletak dibelakang hidung mulai dari dasar

tenggorokan hingga dasar anak tekak atau uvula. Bagian depan menyambung

terus dengan dengan lubang hidung belakang. Dibagian belakang terdapat suat

kumpulan jaringan limfa yang dikenal dengan jaringan adenoid. Pada dinding

samping faring terdapat dua lubang untuk saluran eustachius yang

menghubungkan nasofaring dengan telinga bagian tengah.

b. Orofaring

Orofaring merupakan faring yang terletak dibelakang rongga mulut, yaitu dari

uvula hingga epiglotis. Meskipun orofaring memungkinkan udara beredar di

dalamnya, struktur ini sebenarnya merupakan bagian dari sistem pencernaan.

Pada dinding sampingnya terdapat tonsil; setiap tonsil terletak diantara

selaput mulut depan dan belakang.

c. Laringo faring

Laringo faring terletak dibagian belakang orofaring diruas vertebra servikal

keenam. Laringo faring merupakan saluran terakhir dari saluran pernapasan

atas.

C. Laring

Daerah yang dimulai dari aditus laryngis sampai batas bawah cartilago cricoid. Rangka

laring terbentuk dari tulang rawan dan tulang.

1. Berbentuk tulang adalah os hyoid

Page 6: Tugas Mandiri PBL Skenario 1

Harvien Bhayangkara 1102013124

2. Berbentuk tulang rawan adalah : tyroid 1 buah, arytenoid 2 buah, cricoid 1 buah.

Pada arytenoid bagian ujung ada tulang rawan kecil cartilago cornuculata dan

cuneiforme.

Laring adalah bagian terbawah dari saluran napas atas.

Os hyoid

Mempunyai 2 buah cornu, cornu majus dan minus. Berfungsi untuk perlekatan otot

mulut dan cartilago thyroid

Cartilago thyroid

Terletak di bagian depan dan dapat diraba tonjolan yang disebut promines’s laryngis

atau lebih disebut jakun pada laki-laki. Jaringan ikatnya adalah membrana thyrohyoid.

Mempunyai cornu superior dan inferior. Pendarahan dari a. Thyroidea superior dan

inferior.

Cartilago arytenoid

Mempunyai bentuk seperti burung penguin. Ada cartilago corniculata dan cuneiforme.

Kedua arytenoid dihubungkan m.arytenoideus transversus.

Epiglotis

Tulang rawan berbentuk sendok. Melekat di antara cartilago arytenoid. Berfungsi

untuk membuka dan menutup aditus laryngis. Saat menelan epiglotis menutup aditus

laryngis supaya makanan tidak masuk ke laring.

Cartilago cricoid

Batas bawah adalah cincin pertama trakea. Berhubungan dengan thyroid dengan

ligamentum cricothyroid dan m.cricothyroid medial lateral.

Otot-otot laring :

a. Otot extrinsik laring

1. M.cricothyroid

2. M. thyroepigloticus

b. Otot intrinsik laring

Page 7: Tugas Mandiri PBL Skenario 1

Harvien Bhayangkara 1102013124

1. M.cricoarytenoid posterior yang membuka plica vocalis. Jika terdapat

gangguan pada otot ini maka bisa menyebabkan orang tercekik dan

meninggal karena rima glottidis tertutup. Otot ini disebut juga safety muscle

of larynx.

2. M. cricoarytenoid lateralis yang menutup plica vocalis dan menutup rima

glottdis

3. M. arytenoid transversus dan obliq

4. M.vocalis

5. M. aryepiglotica

6. M. thyroarytenoid

Dalam cavum laryngis terdapat :

Plica vocalis, yaitu pita suara asli sedangkan plica vestibularis adalah pita suara palsu.

Antara plica vocalis kiri dan kanan terdapat rima glottidis sedangkan antara plica

vestibularis terdapat rima vestibuli. Persyarafan daerah laring adalah serabut nervus

vagus dengan cabang ke laring sebagai n.laryngis superior dan n. recurrent.

1.2. Mikroskopik

A. Rongga hidung

Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares

terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum

Page 8: Tugas Mandiri PBL Skenario 1

Harvien Bhayangkara 1102013124

merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis. Pada fosa nasalis (cavum nasi)

yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior, media,

inferior) pada masing-masing dinding lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh

epitel respirasi, sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus

untuk fungsi menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel

penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang

melebar di permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan

memiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak), sel basal (berbentuk

piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman menghasilkan

sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga memudahkan akses neuron untuk

membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga hidung

membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan

penghangatan sebelum masuk lebih jauh.

Silia berfungsi untuk mendorong lendir ke arah nasofaring untuk tertelan atau

dikeluarkan (batuk) .Sel goblet dan kelenjar campur di lamina propria menghasilkan

sekret, untuk menjaga kelembaban hidung dan menangkap partikel debu halus . Di

bawah epitel chonca inferior terdapat swell bodies , merupakan fleksus vonosus untuk

menghangatkan udara inspirasi

Page 9: Tugas Mandiri PBL Skenario 1

Harvien Bhayangkara 1102013124

Sinus paranasalis

Terdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus sphenoid,

semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut dilapisi

oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta

lamina propria yang mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu

dengan periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung.

B. Faring

Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum

mole, sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng .

Terdiri dari :

Nasofaring (epitel bertingkat torak bersilia,

dengan sel goblet)

Orofaring (epitel berlapis gepeng dengan lapisan

tanduk)

Laringofaring (epitel bervariasi)

C. Laring

Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina

propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang

mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi.. Di

bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa.

Epiglottis

- Memiliki permukaan lingual dan laringeal

- Seluruh permukaan laringeal ditutupi oleh epitel berlapis gepeng, mendekati basis

epiglottis pada sisi laringeal, epitel ini mengalami peralihan menjadi epitel

bertingkat silindris bersilia

Page 10: Tugas Mandiri PBL Skenario 1

Harvien Bhayangkara 1102013124

2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Sistem Pernapasan Atas

2.1. Fungsi

RESPIRASI merupakan dua proses terintegrasi : internal dan eksternal respirasi.

Eksternal respirasi, merupakan proses yang mencangkup pertukaran O2 dan CO2 pada cairan

intestinal tubuh dengan lingkungan luar. Tujuan dari eksternal respirasi dan fungsi primer dari

system respirasi adalah memenuhi kebutuhan respirasi sel. Respirasi internal merupakan

proses absorpsi O2 dan pelepasan CO2 oleh sel tersebut. Yang diatur oleh mitokondria pada

sel. (sellular respirasi).

Tahap respirasi eksternal:

1. Ventilasi pulmonal atau bernafas, dimana secara fisih udara keluar-masuk paru.

2. Diffusi gas , proses pernafasan membrane antara ruang alveolar dengan kapiler alveolar,

dan dinding kapiler antara sel darah dengan jaringan lainya.

3. Perfusi : pengangkutan O2 dan CO2 oleh sistem pembuluh darah dari paru ke

jaringan,sebaliknya

4. Transport O2 dan CO2 antara kapiler alveolar dan ruang kapiler dalam jaringan.

Kelainan pada salah satu tahap respirasi eksternal dapat mempengaruhi kadar gas cairan

intestinal dan juga aktivitas sel. Contohnya Hipoksia (kurangnya level oksigen pada tingkat sel)

yang mempengaruhi aktivitas sel sekitarnya. Jika suplai oksigen benar-benar terhalang

( anoxia). Dapat mengakibatkan mati.

Page 11: Tugas Mandiri PBL Skenario 1

Harvien Bhayangkara 1102013124

Ventilasi pulmonal, merupakan proses pergerakan aliran udara keluar masuk saluran

pernafasan. Yang tujuan utamanya mengatur kecukupan pergerakan ventikular alveolar udara

keluar-masuk aveoli.

Pada saat mulai bernafas, tekanan dalam dan luar cavum toraks adalah sama, (tidak ada

pergerakan udara keluar-masuk paru).

Pada saat cavum toraks membesar, paru melebar untuk mengisi udara tambahan, yang

menjadikan peningkatan volume dan penurunan tekanan di dalam paru.

Aliran udara masuk kedalam paru pada saat tersebut, dikarenakan tekanan di dalam paru

lebbih kecil daripada tekanan luar paru.

Udara terus masuk kedalam paru sampai volume berhenti meningkat dan pekanan

internalsama dengan tekanan eksternal.

Ketika volum cavum toraks menurun, tekanan dalam paru akan meningkat, dan udara

terhembus keluar system pernafasan.

Page 12: Tugas Mandiri PBL Skenario 1

Harvien Bhayangkara 1102013124

A. Mekanisme pernapasan berdasarkan antomi

Pada waktu inspirasi udara masuk melalui kedua nares anterior → vestibulum nasi

→cavum nasi lalu udara akan keluar dari cavum nasi menuju → nares posterior

(choanae) → masuk ke nasopharynx,masuk ke oropharynx (epiglottis membuka aditus

laryngis) → daerah larynx → trakea.masuk ke bronchus primer → bronchus sekunder →

bronchiolus segmentalis (tersier) → bronchiolus terminalis → melalui bronchiolus

respiratorius → masuk ke organ paru → ductus alveolaris → alveoli.pada saat di alveoli

terjadi pertukaran CO2 (yang dibawa A.pulmonalis)lalu keluar paru dan O2 masuk

kedalam vena pulmonalis.lalu masuk ke atrium sinistra → ventrikel sinistra →

Page 13: Tugas Mandiri PBL Skenario 1

Harvien Bhayangkara 1102013124

dipompakan melalui aorta ascendens → masuk sirkulasi sistemik → oksigen (O2) di

distribusikan keseluruh sel dan jaringan seluruh tubuh melalui respirasi

internal,selanjutnya CO2 kembali ke jantung kanan melalui kapiler / vena → dipompakan

ke paru dan dengan ekspirasi CO2 keluar bebas.

2.2. Mekanisme Pertahanan

Page 14: Tugas Mandiri PBL Skenario 1

Harvien Bhayangkara 1102013124

Debu atau pathogen yang terhirup bersama udara dapat mencederai permukaan pertukaran

saluran nafas. Beberapa mekanisme fltrasi dapat mencegah kontaminasi saluran nafas.

Sepanjang saluran nafas, sel mukosa dan kelenjar mukosa pada lamina propia dapat

memproduksi mucus kental yang dapat melapisi permukaan sel.

Pada cavum nasal, silia menyapu mucus yang mengikat debu atau mikrorganisme yang menuju

faring. Dan membawanya ke asam atau enim pencernaan. Pada saluran pernafasan bawah, silia

mendorong mucus berlawanan dengan arah faring dan membersihkan permukaan saluran

nafas. Proses ini seringdi sebut mucus escalator.

Filtrasi pada cavum nasal pada hakikatnya akan membuang semua partikel yang lebih besar

dari 10 µm yang terhirup bersama udara. Partikel yang lebih kecil akan terjebak di dalam

mucus yang si sekresikan di nasofaring atau faring. Jumlah produksi mucus pada cavum nasal

dan sinus paranasal akan meningkat apabila mendapat pajaan stimuli yang tak di inginkan,

contohnya uap berhaya, banyak debu, allergen dan pathogen.

3. Memahami dan Menjelaskan Rhinitis Alergi

3.1. Definisi

Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, Rhinitis alergi

adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat

setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.

Page 15: Tugas Mandiri PBL Skenario 1

Harvien Bhayangkara 1102013124

3.2. Etiologi

Penyebab tersering adalah allergen inhalan (dewasa) dan allergen ingestan (anak-anak). Pada

anak-anak sering disertai gejala alergi lain, seperti urtikaria dan gangguan pencernaan.

Dipeberat oleh faktor non-spesifik, seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca

dan kelembapan yang tinggi. Berdasarkan cara masuknya, allergen dibagi atas :

Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan dengan udara pernafasan, misalnya

tungau debu rumah, serpihan epitel kulit binatang, rerumputan serta jamur.

Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu sapi,

telur, coklat, ikan laut, udang, kepiting, dan kacang-kacangan.

Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin dan

sengatan lebah.

Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa, misalnya

bahan kosmetika, perhiasan dan lain-lain.

3.3. Klasifikasi

Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative ARIA (Allergic Rhinitis and

its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu

I. Berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi :

Intermiten (kadang-kadang): bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4

minggu.

Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu.

II. Berdasarkan tingkat berat ringannya penyakit, dibagi menjadi:

Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian, bersantai,

berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.

Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas

3.4. Patofisiologi

I. Sensitisasi

Rinitis alergi merupakan penyakit inflamasi yang diawali oleh adanya proses sensitisasi

terhadap alergen sebelumnya. Melalui inhalasi, partikel alergen akan tertumpuk di

mukosa hidung yang kemudian berdifusi pada jaringan hidung. Hal ini menyebabkan sel

Page 16: Tugas Mandiri PBL Skenario 1

Harvien Bhayangkara 1102013124

Antigen Presenting Cell (APC) akan menangkap alergen yang menempel tersebut.

Kemudian antigen tersebut akan bergabung dengan HLA kelas II membentuk suatu

kompleks molekul MHC (Major Histocompability Complex) kelas II. Kompleks molekul

ini akan dipresentasikan terhadap sel T helper (Th 0). Th 0 ini akan diaktifkan oleh

sitokin yang dilepaskan oleh APC menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan

berbagai sitokin seperti IL3, IL4, IL5, IL9,IL10, IL13 dan lainnya. IL4 dan IL13 dapat diikat

reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel B menjadi aktif dan memproduksi

IgE. IgE yang bersirkulasi dalam darah ini akan terikat dengan sel mast dan basofil yang

mana kedua sel ini merupakan sel mediator. Adanya IgE yang terikat ini menyebabkan

teraktifasinya kedua sel tersebut.

II. Reaksi Alergi Fase Cepat

Reaksi cepat terjadi dalam beberapa menit, dapat berlangsung sejak kontak dengan

alergen sampai 1 jam setelahnya. Mediator yang berperan pada fase ini yaitu histamin,

tiptase dan mediator lain seperti leukotrien, prostaglandin (PGD2) dan bradikinin.

Mediator-mediator tersebut menyebabkan keluarnya plasma dari pembuluh darah dan

dilatasi dari anastomosis arteriovenula hidung yang menyebabkan terjadinya edema,

berkumpulnya darah pada kavernosus sinusoid dengan gejala klinis berupa hidung

tersumbat dan oklusi dari saluran hidung. Rangsangan terhadap kelenjar mukosa dan

sel goblet menyebabkan hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga

terjadi rinore. Rangsangan pada ujung saraf sensoris (vidianus) menyebabkan rasa gatal

pada hidung dan bersin-bersin.

III. Reaksi Alergi Fase Lambat

Reaksi alergi fase cepat terjadi setelah 4 – 8 jam setelah fase cepat. Reaksi ini

disebabkan oleh mediator yang dihasilkan oleh fase cepat beraksi terhadap sel endotel

postkapiler yang akan menghasilkan suatu Vascular Cell Adhesion Mollecule (VCAM)

dimana molekul ini menyebabkan sel leukosit seperti eosinofil menempel pada sel

endotel. Faktor kemotaktik seperti IL5 menyebabkan infiltrasi sel-sel eosinofil, sel mast,

limfosit, basofil, neutrofil dan makrofag ke dalam mukosa hidung. Sel-sel ini kemudian

menjadi teraktivasi dan menghasilkan mediator lain seperti Eosinophilic Cationic

Protein (ECP), Eosinophilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP) dan

Eosinophilic Peroxidase (EPO) yang menyebabkan gejala hiperreaktivitas dan

Page 17: Tugas Mandiri PBL Skenario 1

Harvien Bhayangkara 1102013124

hiperresponsif hidung. Gejala klinis yang ditimbulkan pada fase ini lebih didominasi

oleh sumbatan hidung.

3.5. Manifestasi Klinik

Gejala klinik rinitis alergi, yaitu :

Bersin patologis. Bersin yang berulang lebih 5 kali setiap serangan bersin.

Rinore. Ingus yang keluar.

Gangguan hidung. Hidung gatal dan rasa tersumbat. Hidung rasa tersumbat merupakan

gejala rinitis alergi yang paling sering kita temukan pada pasien anak-anak.

Gangguan mata. Mata gatal dan mengeluarkan air mata (lakrimasi).

Gejala spesifik lain pada anak adalah:

Allergic shiner. Perasaan anak bahwa ada bayangan gelap di daerah bawah mata akibat

stasis vena sekunder. Stasis vena ini disebabkan obstruksi hidung.

Allergic salute. Perilaku anak yang suka menggosok-gosok hidungnya akibat rasa gatal.

Allergic crease. Tanda garis melintang di dorsum nasi pada 1/3 bagian bawah akibat

kebiasaan menggosok hidung.

3.6. Diagnosis dan Diagnosis Banding

A. Diagnosis

1. Anamnesis

Gejala rhinitis alergi yang khas adalah terdapatnya serangan bersin berulang, rinore

yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal yang kadang

disertai dengan banyaknya air mata kelur (lakrimasi).

2. Pemeriksaan Fisik

Page 18: Tugas Mandiri PBL Skenario 1

Harvien Bhayangkara 1102013124

Rhinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid

disertai adanya sekret encer yang banyak. Bila gejala persisten, mukosa

inferior tampak hipertrofi.

Gejala spesifik lain pada anak adalah allergic shiner, allergic salute, dan

allergic crease, serta facies adenoid.

Dinding posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone

appearance), serta dinding lateral faring menebal.

Lidah tampak seperti gambaran peta (geographic tongue).

3. Pemeriksaan Penunjang

A. Hitung eosinofil dalam secret

Peningkatan jumlah eosinofil dalam apusan secret hidung merupakan indikator

yang lebih sensitive dibandingkan eosinofilia darah tepi, dan dapat membedakan

rinitis alergi dari rinitis akibat penyebab lain. Meskipun demikian tidak dapat

menentukan alergen penyebab yang spesifik. Eosinofilia nasal pada anak apabila

ditemukan eosinofil lebih dari 4% dalam apusan sekret hidung, sedangkan pada

remaja dan dewasa bila lebih dari 10%. Eosinofilia sekret hidung juga dapat

memperkirakan respons terapi dengan kortikosteroid hidung topikal. Hitung

eosinofil juga dapat dilakukan pada sekret bronkus dan konjungtiva

B. Kadar IgE spesifik

Pemeriksaan kadar IgE spesifik untuk suatu alergen tertentu dapat dilakukan

secara in vivo dengan uji kulit atau secara in vitro dengan metode RAST (Radio

Allergosorbent Test), ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent Assay), atau RAST

enzim.2,5 Kelebihan metode RAST dibanding uji kulit adalah keamanan dan

hasilnya tidak dipengaruhi oleh obat maupun kelainan kulit. Hasil RAST

berkorelasi cukup baik dengan uji kulit dan uji provokasi, namun sensitivitas

RAST lebih rendah.

C. Uji kulit

Histamin merupakan mediator utama dalam timbulnya reaksi wheal, gatal, dan

kemerahan pada kulit (hasil uji kulit positif ). Reaksi kemerahan kulit ini terjadi

segera, mencapai puncak dalam waktu 20 menit dan mereda setelah 20-30

menit. Beberapa pasien menunjukkan edema yang lebih lugas dengan batas

Page 19: Tugas Mandiri PBL Skenario 1

Harvien Bhayangkara 1102013124

yang tidak terlalu jelas dan dasar kemerahan selama 6-12 jam dan berakhir

setelah 24 jam (fase lambat).

Terdapat 3 cara untuk melakukan uji kulit, yaitu cara intradermal, uji tusuk (skin

prick test/SPT), dan uji gores (scratch test).

Uji kulit intradermal

0,01-0,02 ml ekstrak allergen disuntikkan ke dalam lapisan dermis

sehingga timbul gelembung berdiameter 3 mm. Dimulai dengan

konsentrasi terendah yang menimbulkan reaksi, lalu ditingkatkan

berangsur dengan konsentrasi 10 kali lipat hingga berindurasi 5-15 mm.

Teknik uji kulit intradermal lebih sensitif dibanding skin prick test (SPT),

namun tidak direkomendasikan untuk alergen makanan karena dapat

mencetuskan reaksi anafilaksis.

Uji gores (scratch test)

sudah banyak ditinggalkan karena kurang akurat

Uji tusuk (skin prick test/SPT):

Uji tusuk dapat dilakukan pada alergen hirup, alergen di tempat kerja,

dan alergen makanan. Lokasi terbaik adalah daerah volar lengan bawah

dengan jarak minimal 2 cm dari lipat siku dan pergelangan tangan.

Setetes ekstrak alergen dalam gliserin diletakkan pada permukaan kulit.

Lapisan superfisial kulit ditusuk dan dicungkit ke atas dengan jarum

khusus untuk uji tusuk.6 Hasil positif bila wheal yang terbentuk >2 mm.

Preparat antihistamin, efedrin/epinefrin, kortikosteroid dan β-agonis

dapat mengurangi reaktivitas kulit, sehingga harus dihentikan sebelum

uji kulit. Uji kulit paling baik dilakukan setelah pasien berusia tiga tahun.6

Sensitivitas SPT terhadap alergen makanan lebih rendah dibanding

alergen hirup. Dibanding uji intradermal, SPT memiliki sensitivitas yang

lebih rendah namun spesifisitasnya lebih tinggi dan memiliki korelasi

yang lebih baik dengan gejala yang timbul.

B. Diagnosis Banding

Rinitis alergi harus dibedakan dari rinosinusitis akibat infeksi. Benda asing pada hidung

dan kelainan anatomi seperti atresia koana, deviasi septum nasi, polip nasal, dan

Page 20: Tugas Mandiri PBL Skenario 1

Harvien Bhayangkara 1102013124

hipertropi adenoid dapat menyebabkan gejala kronis yang mirip rinitis alergi. Penggunaan

nasal dekongestan yang berlebihan dapat mengakibatkan rinitis medikamentosa akibat

rebound congestion, sedangkan obat-obatan seperti propranolol, klonidin dan beberapa

agen psikoaktif dapat menyebabkan hidung tersumbat. Makanan pedas dan panas dapat

merangsang terjadinya gustatory rhinitis.

3.7. Tatalaksana

A. AntiHistamin

Suatu zat atau obat untuk menekan reaksi histamin sebagai faktor alergen bagi tubuh.

Mekanisme :

Menahan aktifitas sel mast untuk tidak mengalami degranulasi

Terdapat 2 blocker : AH1 dan AH2

Antihistamin 1

o Farmakodinamik :

Antagonis kompetitif pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot

polos. Selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau

keadaan lain yang disertai pengelepasan histamin endogen berlebihan.

o Farmakokinetik :

Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Kadar tertinggi

terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit

kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 adalah hati.

o Penggolongan AH1

AH generasi 1

Contoh : etanolamin

Etilenedamin

Piperazin

Alkilamin

Derivat fenotiazin

Keterangan : AH1 = - sedasi ringan-berat

Page 21: Tugas Mandiri PBL Skenario 1

Harvien Bhayangkara 1102013124

- antimietik dan komposisi obat flu

- antimotion sickness

o Indikasi AH1 berguna untuk penyakit :

1. Alergi

2. Mabuk perjalanan

3. Anastesi lokal

4. Untuk asma berbagai profilaksis

o Efek samping

Vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, insomnia, tremor, mulut kering,

disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat, lemah pada tangan.

Antihistamin golongan 1 – lini pertama

- Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan

secara peroral.

- Bersifat lipofilik, dapat menembus sawar darah otak, mempunyai efek pada SSP dan

plasenta.

- Kolinergik

- Sedatif :

Oral : difenhidramin, klorfeniramin, prometasin, siproheptadin

Topikal : Azelastin

Antihistamin 2

Contoh : simetidin dan ranitidin

o Farmakodinamik

Menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2

akan merangsang sekresi asam lambung, sehingga pada pemberian simetidin atau

ranitidin sekresi asam lambung dihambat.

o Farmakokinetik

Page 22: Tugas Mandiri PBL Skenario 1

Harvien Bhayangkara 1102013124

1. Bioavibilitas oral simetidin sekitar 70%, sama dengan setelah pemberian

intravena atau intramuskular. Ikatan absorpsi simetidin diperlambat oleh

makanan, sehingga simetidin diberikan segera setelah makan.

2. Bioavibilitas ranitidin yang diberikan secara oral sekitar 50% dan meningkat

pada pasien penyakit hati.

o Indikasi

efektif untuk mengatasi gejala tukak duodenum.

o Efek samping

pusing, mual, malaise, libido turun, disfungsi seksual.

B. Dekongestan

Dekongestan nasal adalah alfa agonis yang banyak digunakan pada pasien rinitis

alergika atau rinitis vasomotor dan pada pasien ISPA dengan rinitis akut. Obat ini

menyebabkan venokonstriksi dalam mukosa hidung melalui reseptor alfa 1 sehingga

mengurangi volume mukosa dan dengan demikian mengurangi penyumbatan hidung.

Obat golongan ini disebut obat adrenergik atau obat simptomimetik, karena obat ini

merangsang saraf simpatis. Kerja obat ini digolongkan 7 jenis :

1. Perangsangan organ perifer : otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa, misal :

vasokontriksi mukosa hidung sehingga menghilangkan pembengkakan mukosa pada

konka.

2. Penghambatan organ perifer : otot polos usus dan bronkus, misal : bronkodilatasi.

3. Perangsangan jantung : peningkatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi.

4. Perangsangan Sistem Saraf Pusat : perangsangan pernapasan dan aktivitas

psikomotor.

5. Efek metabolik : peningkatan glikogenolisis dan lipolisis.

6. Efek endokrin : modulasi sekresi insulin, renin, dan hormon hipofisis.

7. Efek prasipnatik : peningkatan pelepasan neurotransmiter.

Obat Dekongestan Oral

1. Efedrin

Page 23: Tugas Mandiri PBL Skenario 1

Harvien Bhayangkara 1102013124

Adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan efedra. Efektif pada pemberian

oral, masa kerja panjang, efek sentralnya kuat. Bekerja pada reseptor alfa, beta

1 dan beta 2.

Efek kardiovaskular : tekanan sistolik dan diastolik meningkat, tekanan nadi

membesar. Terjadi peningkatan tekanan darah karena vasokontriksi dan

stimulasi jantung. Terjadi bronkorelaksasi yang relatif lama.

Efek sentral : insomnia, sering terjadi pada pengobatan kronik yanf dapat diatasi

dengan pemberian sedatif.

Dosis. Dewasa : 60 mg/4-6 jam

Anak-anak 6-12 tahun : 30 mg/4-6 jam

Anak-anak 2-5 tahun : 15 mg/4-6 jam

2. Fenilpropanolamin

Dekongestan nasal yang efektif pada pemberian oral. Selain menimbulkan

konstriksi pembuluh darah mukosa hidung, juga menimbulkan konstriksi

pembuluh darah lain sehingga dapat meningkatkan tekanan darah dan

menimbulkan stimulasi jantung.

Efek farmakodinamiknya menyerupai efedrin tapi kurang menimbulkan efek SSP.

Harus digunakan sangat hati-hati pada pasien hipertensi dan pada pria dengan

hipertrofi prostat.

Kombinasi obat ini dengan penghambat MAO adalah kontraindikasi. Obat ini jika

digunakan dalam dosis besar (>75 mg/hari) pada orang yang obesitas akan

meningkatkan kejadian stroke, sehingga hanya boleh digunakan dalam dosis

maksimal 75 mg/hari sebagai dekongestan.

Dosis.

Dewasa : 25 mg/4 jam

Anak-anak 6-12 tahun : 12,5 mg/4 jam

Anak-anak 2-5 tahun : 6,25 mg/4 jam

3. Fenilefrin

Page 24: Tugas Mandiri PBL Skenario 1

Harvien Bhayangkara 1102013124

Adalah agonis selektif reseptor alfa 1 dan hanya sedikit mempengaruhi reseptor

beta. Hanya sedikit mempengaruhi jantung secara langsung dan tidak

merelaksasi bronkus. Menyebabkan konstriksi pembuluh darah kulit dan daerah

splanknikus sehingga menaikkan tekanan darah.

Obat Dekongestan Topikal

Derivat imidazolin (nafazolin, tetrahidrozolin, oksimetazolin, dan xilometazolin).

Dalam bentuk spray atau inhalan. Terutama untuk rinitis akut, karena tempat kerjanya

lebih selektif. Tapi jika digunakan secara berlebihan akan menimbulkan penyumbatan

berlebihan disebut rebound congestion. Bila terlalu banyak terabsorpsi dapat

menimbulkan depresi Sistem Saraf Pusat dengan akibat koma dan penurunan suhu

tubuh yang hebat, terutama pada bayi. Maka tidak boleh diberikan pada bayi dan anak

kecil.

C. Kortikosteroid

Kortikosteroid terdapat dalam beberapa bentuk sediaan antara lain oral, parenteral,

dan inhalasi. Ditemukannya kortikosteroid yang larut lemak (lipid-soluble) seperti

beclomethasone, budesonide, flunisolide, fluticasone, and triamcinolone,

memungkinkan untuk mengantarkan kortikosteroid ini ke saluran pernafasan dengan

absorbsi sistemik yang minim. Pemberian kortikosteroid secara inhalasi memiliki

keuntungan yaitu diberikan dalam dosis kecil secara langsung ke saluran pernafasan

(efek lokal), sehingga tidak menimbulkan efek samping sistemik yang serius. Biasanya,

jika penggunaan secara inhalasi tidak mencukupi barulah kortikosteroid diberikan

secara oral, atau diberikan bersama dengan obat lain (kombinasi, misalnya dengan

bronkodilator). Kortikosteroid inhalasi tidak dapat menyembuhkan asma. Pada

kebanyakan pasien, asma akan kembali kambuh beberapa minggu setelah berhenti

menggunakan kortikosteroid inhalasi, walaupun pasien telah menggunakan

kortikosteroid inhalasi dengan dosis tinggi selama 2 tahun atau lebih. Kortikosteroid

inhalasi tunggal juga tidak efektif untuk pertolongan pertama pada serangan akut yang

parah.

Berikut ini contoh kortikosteroid inhalasi yang tersedia di Indonesia antara lain:

Page 25: Tugas Mandiri PBL Skenario 1

Harvien Bhayangkara 1102013124

Dosis untuk masing-masing individu pasien dapat berbeda, sehingga harus

dikonsultasikan lebih lanjut dengan dokter, dan jangan menghentikan penggunaan

kortikosteroid secara langsung, harus secara bertahap dengan pengurangan dosis.

MEKANISME AKSI

Kortikosteroid bekerja dengan memblok enzim fosfolipase-A 2, sehingga menghambat

pembentukan mediator peradangan seperti prostaglandin dan leukotrien. Selain itu

berfungsi mengurangi sekresi mukus dan menghambat proses peradangan.

Kortikosteroid tidak dapat merelaksasi otot polos jalan nafas secara langsung tetapi

dengan jalan mengurangi reaktifitas otot polos disekitar saluran nafas, meningkatkan

sirkulasi jalan nafas, dan mengurangi frekuensi keparahan asma jika digunakan secara

teratur.

Nama generik Nama dagang di

Indonesia

Bentuk Sediaan Dosis dan Aturan

pakai

Beclomethasone

dipropionate

Becloment

(beclomethasone

dipropionate 200μg/

dosis)

Inhalasi aerosol Inhalasi aerosol:

200μg , 2 kali

seharianak: 50-100

μg 2 kali sehari

Budesonide Pulmicort (budesonide

100 μg, 200 μg, 400 μg

/ dosis)

Inhalasi

aerosolSerbuk

inhalasi

Inhalasi aerosol: 200

μg, 2 kali

sehariSerbuk

inhalasi: 200-1600

μg / hari dalam

dosis terbagianak:

200-800 μg/ hari

dalam dosis terbagi

Fluticasone Flixotide (flutikason

propionate50 μg , 125

μg /dosis)

Inhalasi aerosol Dewasa dan anak >

16 tahun: 100-250

μg, 2 kali sehariAnak

4-16 tahun; 50-100

μg, 2 kali sehari

Page 26: Tugas Mandiri PBL Skenario 1

Harvien Bhayangkara 1102013124

INDIKASI

Kortikosteroid inhalasi secara teratur digunakan untuk mengontrol dan mencegah

gejala asma.

KONTRAINDIKASI

Kontraindikasi bagi pasien yang hipersensitifitas terhadap kortikosteroid.

EFEK SAMPING

Efek samping kortikosteroid berkisar dari rendah, parah, sampai mematikan. Hal ini

tergantung dari rute, dosis, dan frekuensi pemberiannya. Efek samping pada pemberian

kortikosteroid oral lebih besar daripada pemberian inhalasi. Pada pemberian secara

oral dapat menimbulkan katarak, osteoporosis, menghambat pertumbuhan, berefek

pada susunan saraf pusat dan gangguan mental, serta meningkatkan resiko terkena

infeksi. Kortikosteroid inhalasi secara umum lebih aman, karena efek samping yang

timbul seringkali bersifat lokal seperti candidiasis (infeksi karena jamur candida) di

sekitar mulut, dysphonia (kesulitan berbicara), sakit tenggorokan, iritasi tenggorokan,

dan batuk. Efek samping ini dapat dihindari dengan berkumur setelah menggunakan

sediaan inhalasi. Efek samping sistemik dapat terjadi pada penggunaan kortikosteroid

inhalasi dosis tinggi yaitu pertumbuhan yang terhambat pada anak-anak, osteoporosis,

dan karatak.

RESIKO KHUSUS

Pada anak-anak, penggunaan kortikosteroid inhalasi dosis tinggi menunjukkan

pertumbuhan anak yang sedikit lambat, namun asma sendiri juga dapat menunda

pubertas, dan tidak ada bukti bahwa kortikosteriod inhalasi dapat mempengaruhi tinggi

badan orang dewasa.

Hindari penggunaan kortikosteroid pada ibu hamil, karena bersifat teratogenik.

D. Operatif

Konkotomi parsial ( pemotongan sebagian konka inferior), konkoplasti atau multiple

outfractured, inferior turbinoplasty bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak

berhasil dikecilkan dgn kauterisasi menggunakan AgNO3 25% atau triklor asetat.

E. Imunoterapi

Page 27: Tugas Mandiri PBL Skenario 1

Harvien Bhayangkara 1102013124

Dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala berat dan sudah berlangsung lama serta

dengan pengobatan lain tidak memberikan hasil yang memuaskan. Bertujuan untuk

membentuk IgG Blocking antibody dan penurunan IgE.

3.8. Komplikasi

A. Polip hidung

Beberapa peneliti mendapatkan, bahwa alergi hidung merupakan salah satu faktor

penyebab terbentuknya polip hidung dan kekambuhan polip hidung. Polip hidung

biasanya tumbuh di meatus medius dan merupakan manifestasi utama akibat proses

inflamasi kronis yang menimbulkan sumbatan sekitar ostia sinus di meatus medius. Polip

memiliki tanda patognomonis : inspisited mucous glands, akumulasi sel-sel inflamasi yang

luar biasa banyaknya (lebih-lebih eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel,

hiperplasia goblet, dan metaplasia skuamosa. Ditemukan juga mRNA untuk GM-CSF, TNF-

alfa, IL-4 dan IL-5 yang berperan meningkatkan reaksi alergis.

B. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak

C. Sinusitis paranasal

Merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal. Terjadi akibat edema ostia

sinus oleh proses alergis dalam mukosa. Edema mukosa ostia menyebabkan sumbatan

ostia. Penyumbatan tersebut akan menyebabkan penimbunan mukus sehingga terjadi

penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut akan menyuburkan

Page 28: Tugas Mandiri PBL Skenario 1

Harvien Bhayangkara 1102013124

pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob. Selain dari itu, proses alergi akan

menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat dekstruksi mukosa oleh

mediator-mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis

akan semakin parah.

3.9. Prognosis

Ad Vitam : bonam, karena bila menghindari allergen, gejala alergi tdk tampak.

Ad Functionam : dubia ad bonam, bila terpapar allergen terus maka dapat rhinitis alergi

dapat berkembang menjadi rhinitis infeksiosa, polip, sinusitis, otitis media, tapi bila

allergen dihindari maka tidak akan terjadi.

Ad Sanationam : dubia ad bonam, karena alergi merupakan kondisi yang dipengaruhi

genetic maka tidak dapat sembuh selama ada allergen, jadi agar tidak ada serangan,

menghindari allergen.

3.10. Pencegahan

Ada 3 tipe pencegahan yaitu primer, sekunder dan tersier.Pencegahan primer ditujukan untuk

mencegah terjadinya tahap sensitisasi. Halyang dapat dilakukan adalah menghindari paparan

terhadap alergen inhalanmaupun ingestan selama hamil, menunda pemberian susu formula

dan makanan padat sehingga pemberian ASI lebih lama. Pencegahan sekunder adalah

mencegahgejala timbul dengan cara menghindari alergen dan terapi

medikamentosa.Sedangkan pencegahan tersier bertujuan untuk mencegah terjadinya

komplikasi atau berlanjutnya penyakit.

4. Memahami dan Menjelaskan Etika Bersin dalam Islam

Hadits riwayat Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:“Jika salah seorang dari

kalian bersin, hendaklah ia mengucapkan ‘Alhamdulillah (Segala puji bagi ALLOH)’ dan saudaranya

atau orang yang bersamanya mengatakan kepadanya ‘Yarhamukallah (Semoga ALLOH memberikan

rahmat-Nya kepadamu)’. Jika salah seorang mengucapkan ‘Yarhamukallah’, maka orang yang bersin

tersebut hendaklah menjawab ‘Yahdiikumullah wayushlih baalakum (Semoga ALLOH SWT

memberikanmu petunjuk dan memperbaiki keadaanmu).”

Page 29: Tugas Mandiri PBL Skenario 1

Harvien Bhayangkara 1102013124

Daftar Pustaka

Sherwood lauralee.2001. “Fisiologi Manusia dari sel ke system”.Jakarta.EGC

Sulistia Gan Gunawan al. 2009. “Farmakologi Dan Terapi Edisi V”. Jakarta : FKUI