tugas makalah seminar biologi
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia
dalam hal ini, Departemen Pendidikan Nasional untuk meningkatkan kualitas
pendidikan. Namun hasilnya belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan
masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari hasil ujian semester dan hasil ujian akhir
yang dicapai siswa yang umumnya relatif masih rendah. Berdasarkan
kenyataan ini, tampaknya masih diperlukan berbagai upaya inovatif untuk
meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, baik yang menyangkut
sumber daya manusianya, sarana prasarana, kurikulum, maupun proses
pendidikan itu sendiri.
Pendidikan sampai tahun 2006 telah menghendaki terjadinya
perubahan, yaitu dari pendidikan “teacher centered” (guru dominan) menuju
“student centered” (siswa dominan). “Teacher Centered” mengandung arti
bahwa peran guru lebih dominan dalam proses pembelajaran di kelas,
sehingga terkesan guru lebih aktif dibandingkan dengan siswa, sedangkan
“student centered “ me-ngandung arti bahwa peran guru menjadi lebih
berkurang dan keaktifan belajar di dalam kelas lebih didominasi oleh siswa
(Nurhadi dkk, 2004).
Pada umumnya ketika melakukan proses belajar biologi, siswa
memiliki pengetahuan awal, namun siswa cenderung pasif dan belum
menampakkan pengetahuan awalnya. Hal ini karena guru cenderung sebagai
informator sehingga siswa sering menerima materi yang dijelaskan oleh guru
tanpa adanya konflik konsep. Selama ini strategi pembelajaran di kelas
didominasi oleh paham strukturalisme/objektivisme/behaviorisme yang
bertujuan agar siswa mengingat informasi yang faktual. Buku teks dirancang
untuk siswa, kemudian siswa membaca atau diberi informasi, lalu terjadi
proses memorisasi. Tujuan-tujuan pembelajaran dirumuskan sejelas mungkin
untuk keperluan merekam informasi. Seseorang dikatakan telah belajar
apabila orang tersebut mampu mengungkapkan kembali sesuatu yang telah
dipelajarinya (Nurhadi dkk, 2004).
1
Salah satu pendekatan teori belajar biologi adalah dengan
menggunakan konstruktivisme. Pembelajaran dalam konstruktivisme
merupakan pembelajaran yang memberikan penyaluran terhadap kemajuan
siswa. Pembelajaran berbasis konstruktivisme menganggap bahwa siswa
pada awal pembelajaran telah memiliki pengetahuan awal dan disebut
konsepsi awal siswa. Belajar dari sesuatu yang telah dimiliki siswa inilah,
diharapkan siswa membangun sendiri pengetahuannya, sehingga diperoleh
pengetahuan baru. Dalam proses pembelajaran siswa dibantu untuk
menginternalisasikan, membentuk atau mentransformasikan pengetahuan
yang baru. Transformasi terjadi melalui pemahaman baru sebagai hasil
munculnya struktur kognitif yang baru. Pelibatan siswa secara aktif
diharapkan juga dapat mencapai berbagai kompetensi yang diharapkan.
Di dalam pendekatan ini siswa mengkonstruksi pengetahuan awalnya
yang diperoleh dari lingkungan sekitarnya dan dapat juga diperoleh dari
jenjang pendidikan sebelumnya yang sesuai dengan pengalaman belajar
yang telah dimilikinya. Jadi mereka masuk ke dalam kelas tidak dengan
pikiran kosong, tetapi sudah dengan pikiran-pikiran yang diperolehnya secara
tidak formal itu (Susanto, 2004).
Salah satu prinsip pelaksanaan kurikulum dari satuan pendidikan
adalah kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan
multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai,
dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar dengan prinsip
alam takambang jadi guru (Permen no.22, 2006). Pengembangan media ajar
berupa modul adalah salah satu penggunaan multimedia dan sumber belajar
yang sesuai dengan prinsip pelaksanaan kurikulum dari satuan pendidikan.
Modul adalah salah satu media belajar yang mampu memberikan
kesempatan bagi siswa untuk membangun konsep sesuai dengan kecepatan
belajarnya masing-masing. Dengan demikian, maka penggunaan modul
adalah sesuai untuk prinsip pelaksanaan kurikulum dari satuan pendidikan
dan standar kompetensi lulusan SMA. Strategi pembelajaran yang dapat
digunakan untuk menerapkan model pembelajaran yang demikian adalah
modul berorientasi siklus belajar (learning cycle). Penggunaan model siklus
belajar dapat mempermudah pola pikir siswa dalam memahami konsep
2
biologi dan siswa mampu mengaitkan konsep biologi tersebut dalam
kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan atas permasalahan yang telah diuraikan di atas, perlu
dilakukan pengembangan pembelajaran yang dapat mengubah miskonsepsi
siswa menjadi konsep ilmiah, dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa
SMA. Untuk maksud tersebut akan dikembangkan suatu pembelajaran
dengan pendekatan konstruktivistik menggunakan modul berorientasi siklus
belajar untuk mata pelajaran biologi di SMA.
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimanakah konsepsi awal siswa mengenai konsep-konsep biologi di
kelas II SMA Laboratorium IKIP Negeri Singaraja?
2. Apakah terjadi miskonsepsi pada siswa yang berkaitan dengan konsep-
konsep biologi di kelas II SMA Laboratorium IKIP Negeri Singaraja?
3. Apakah terjadi perubahan miskonsepsi siswa dengan pendekatan
konstruktivistik menggunakan modul berorientasi siklus belajar pada mata
pelajaran Biologi di kelas II SMA Laboratorium IKIP Negeri Singaraja?
4. Bagaimanakah hasil belajar siswa dengan pendekatan konstruktivistik
menggunakan modul berorientasi siklus belajar pada mata pelajaran
Biologi di kelas II SMA Laboratorium IKIP Negeri Singaraja?
5. Bagaimanakah respon siswa dan guru mengenai pembelajaran dengan
pendekatan konstruktivistik menggunakan modul berorientasi siklus
belajar?
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak terlalu luas ruang lingkupnya,
maka penelitian ini dibatasi pada permasalahan sebagai berikut:
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas II SMA Laboratorium IKIP Negeri
Singaraja. Kelas yang digunakan sebagai sampel ditentukan secara
random yaitu kelas II-3 sebagai kelas kontrol dengan jumlah siswa 42
orang dan II-1 sebagai kelas eksperimen dengan jumlah siswa 42 orang.
3
2. Objek Penelitian
Hasil akhir dari suatu proses belajar mengajar yang ditunjukan dengan
dua bentuk aspek yaitu aspek kognitif dan aspek afektif setelah siswa
diberi materi Biologi pokok bahasan Sistem Koordinasi dengan
pendekatan konstruktivistik menggunakan modul berorintasi siklus belajar.
3. Parameter
Parameter yang digunakan adalah hasil belajar biologi siswa SMA kelas II,
dan respon siswa serta guru terhadap pembelajaran biologi menggunakan
pendekatan konstruktivistik dengan modul berorientasi siklus belajar.
4. Materi Pokok
Materi pokok yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi Sistem
Koordinasi, yang terdiri dari tiga sub pokok bahasan yaitu sistem endokrin
(sistem hormon), sistem saraf, dan indera.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan
masalah, sebagai berikut.
1. Bagaimanakah konsepsi awal siswa mengenai konsep-konsep biologi di
kelas II SMA Laboratorium IKIP Negeri Singaraja?
2. Apakah modul pembelajaran yang dikembangkan telah sesuai atau layak
berdasarkan hasil validasi untuk digunakan dalam pembelajaran biologi di
SMA?
3. Bagaimanakah prestasi belajar siswa yang menggunakan pendekatan
konstruktivistik dengan modul berorientasi siklus belajar dibandingkan
dengan cara konvensional (tidak menggunakan modul berorientasi siklus
belajar)?
4. Bagaimanakah respon siswa dan guru terhadap pembelajaran biologi
menggunakan pendekatan konstruktivistik dengan modul berorientasi
siklus belajar?
4
E. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat dirumuskan tujuan
pengembangan, yaitu untuk:
1. Mengetahui pengaruh pembelajaran biologi dengan menggunakan modul
berorientasi siklus belajar terhadap hasil belajar siswa di SMA khususnya
materi Sistem Koordinasi.
2. Mengetahui respon siswa dan guru terhadap pembelajaran biologi
menggunakan pendekatan konstruktivistik dengan modul berorientasi
siklus belajar
F. Manfaat Penulisan
Manfaat yang diharapkan dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Menjadi referensi bagi guru dalam pengembangan pembelajaran di
sekolah dengan menggunakan modul berorientasi siklus belajar.
2. Bagi peneliti dan pengembang yaitu dapat digunakan untuk
pengembangan selanjutnya yaitu penerapan modul atau sebagai
pertimbangan untuk mengembangkan modul dengan materi dan
pendekatan yang lain.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN
A. Tinjauan Pustaka
1. Pembelajaran Biologi
Menurut Departemen Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan
Pengembangan Pusat Kurikulum (2001), Biologi merupakan wahana untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai serta
tanggungjawab sebagai seorang warga negara yang bertanggungjawab
kepada lingkungan, masyarakat, bangsa, negara yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Biologi berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami tentang
alam secara sistematis, sehingga biologi bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-
prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan
Biologi diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari
dirinya sendiri dan alam sekitarnya.
Pendidikan Biologi menekankan pada pemberian pengalaman secara
langsung. Karena itu, siswa perlu dibantu untuk mengembangkan sejumlah
keterampilan proses supaya mereka mampu menjelajahi dan memahami
alam sekitar. Keterampilan proses ini meliputi keterampilan mengamati
dengan seluruh indera, mengajukan hipotesis, menggunakan alat dan bahan
secara benar dengan selalu mempertimbangkan keselamatan kerja,
mengajukan pertanyaan, menggolongkan, menafsirkan data dan
mengkomunikasikan hasil temuan secara beragam, menggali dan memilah
informasi faktual yang relevan untuk menguji gagasan-gagasan atau
memecahkan masalah sehari-hari.
Pada dasarnya, pelajaran Biologi berupaya untuk membekali siswa
dengan berbagai kemampuan tentang cara “mengetahui” dan cara
“mengerjakan” yang dapat membantu siswa untuk memahami alam sekitar
secara mendalam.
6
Pada dasarnya, salah satu sasaran belajar biologi adalah membangun
gagasan saintifik setelah peserta didik berinteraksi dengan lingkungan,
peristiwa, dan informasi dari sekitarnya. Pandangan konstruktivisme sebagai
filosofi pendidikan sains mutakhir menganggap semua peserta didik mulai
dari usia TK sampai dengan perguruan tinggi memiliki gagasan/pengetahuan
tentang lingkungan dan peristiwa/gejala alam di sekitarnya, meskipun
gagasan/pengetahuan ini seringkali naif dan miskonsepsi. Mereka senantiasa
mempertahankan gagasan/pengetahuan naif ini secara kokoh. Ini
dipertahankannya karena gagasan/pengetahuan ini mengkait dengan
gagasan/pengetahuan awal lainnya yang sudah dibangun dalam wujud
"Schemata" (struktur kognitif).
Para ahli pendidikan berpendapat bahwa inti kegiatan pendidikan
adalah memulai pelajaran dari "apa yang diketahui siswa". Guru tidak dapat
mengindoktrinasi gagasan saintifik supaya peserta didik mau mengganti dan
memodifikasi gagasannya yang non-saintifik menjadi gagasan/pengetahuan
saintifik. Dengan demikian, arsitek perubah gagasan peserta didik adalah
peserta didik sendiri dan guru hanya berperan sebagai fasilitator penyedia
"kondisi" supaya proses belajar dapat berlangsung. Beberapa bentuk kondisi
belajar yang sesuai dengan filosofi "constructivism" antara lain: diskusi yang
menyediakan kesempatan agar semua peserta didik mau mengungkapkan
gagasan, pengujian dan penelitian sederhana, demonstrasi dan peragaan
prosedur ilmiah, dan kegiatan praktis lain yang memberi peluang peserta didik
untuk mempertajam gagasannya.
2. Pembelajaran Biologi Menurut Pandangan Konstruktivisme
Pendekatan konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan tidak
dapat berada di luar pikiran, melainkan merupakan sesuatu yang ada di
dalam pikiran manusia. Manusia belajar dengan cara mengkonstruksi
pengertian atau pemahaman baru tentang fenomena-fenomena dari
pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya. Secara sederhana
konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan siswa merupakan
konstruksi (bentukan) dari siswa yang mengetahui sesuatu. Menurut Resnick,
seseorang yang belajar itu membentuk pengertian. Orang yang belajar itu 7
tidak hanya meniru atau mencerminkan sesuatu yang diajarkan atau yang
dibaca, melainkan menciptakan pengertian. Selanjutnya para ahli pendidikan
yang menggunakan konstruktivisme sebagai suatu pendekatan, menekankan
pentingnya keaktifan tiap siswa untuk membangun pengertian melalui saling
keterkaitan antara belajar lama dan belajar baru (Susanto, 1999).
Ahli konstruktivisme berpandangan bahwa konsep pengetahuan ilmiah
dibangun: 1) secara bertahap dari waktu ke waktu, 2) oleh siswa di dalam
suatu konteks sosial, 3) melalui serangkaian interaksi dengan konten, 4) jika
informasi baru berintegrasi dengan informasi lama, dan 5) sedemikian
sehingga hasilnya merupakan suatu kesadaran tentang sesuatu yang sedang
dipelajari (Susanto, 1999). Shapiro dalam Suparno (1997) menambahkan
bahwa, paling sedikit ada tiga kecenderungan pokok cara orang menjelaskan
dan cara pengetahuan itu terbentuk, yaitu (1) pengetahuan itu adalah fakta,
(2) pengetahuan itu merupakan suatu proses pembentukan, dan (3) perlunya
skema yang lebih menyeluruh.
Nurhadi (2004) menyatakan bahwa esensi dari teori konstruktivisme
adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu
informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu
menjadi milik siswa sendiri. Siswa lahir dengan pengetahuan yang masih
kosong, dengan menjalani kehidupan dan berinteraksi dengan lingkungannya,
siswa mendapatkan pengetahuan awal yang diproses melalui pengalaman-
pengalaman belajar untuk memperoleh pengetahuan baru.
Penerapan pembelajaran konstruktivisme di kelas meliputi lima
langkah pembelajaran berikut (Nurhadi dkk, 2004).
a. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge)
Guru perlu mengetahui prior knowledge (pengetahuan awal)
siswanya karena struktur-struktur pengetahuan awal yang sudah
dimiliki siswa akan menjadi dasar sentuhan untuk mempelajari
informasi baru. Struktur-struktur pengetahuan awal perlu dibangkitkan
atau dibangun sebelum informasi yang baru diberikan oleh guru.
b. Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge)
8
Pemerolehan pengetahuan perlu dilakukan secara keseluruhan,
tidak dalam paket-paket yang terpisah. Pemerolehan pengetahuan
baru dengan cara mempelajari sesuatu secara keseluruhan dulu,
kemudian memperhatikan detilnya.
c. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge)
Dalam memahami pengetahuan, siswa perlu menyelidiki dan
menguji semua hal yang memungkinkan dari pengetahuan baru. Siswa
harus membagi struktur prior knowledge-nya kepada siswa-siswa yang
untuk dikritik agar strukturnya semakin jelas dan benar. Tahap
pemahaman pengetahuan: (1) konsep disusun sementara (hipotesis),
(2) sharing dilakukan kepada orang lain agar mendapat tanggapan
(validasi), dan atas dasar tanggapan itu, (3) konsep tersebut direvisi
dan dikembangkan.
d. Penerapan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh (applying
knowledge)
Siswa memerlukan waktu untuk memperluas dan memperhalus
struktur pengetahuannya dengan cara menggunakan secara otentik
melalui problem solving.
e. Perefleksian (reflecting on knowledge)
Jika pengetahuan harus sepenuhnya dipahami dan diterapkan
secara luas, maka pengetahuan itu harus dikontekstualkan dan
memerlukan refleksi.
3. Modul Model Siklus Belajar (Learning Cycle)
Secara umum, siklus belajar dideskripsikan sebagai suatu model
pembelajaran yang berpusat pada kegiatan penyelidikan sebelum
pengenalan konsep ilmiah tertentu. Siklus belajar memiliki tiga tahapan,
yaitu eksplorasi, pengenalan istilah, dan penerapan atau aplikasi konsep
(Lawson, 1988 dalam Citrawathi, 2006).
Pada tahap eksplorasi, siswa belajar suatu situasi baru melalui aksi
dan reaksi. Umumnya mereka mengeksplorasi gejala baru dengan
bimbingan minimal. Dalam tahap eksplorasi, siswa mempunyai
kesempatan untuk membahas ide-ide yang bertentangan atau yang
9
kurang tepat, mengidentifikasi dan menemukan pola-pola yang ada pada
gejala yang diselidiki. Tahap kedua, pengenalan istilah (konsep) baru,
dapat dilakukan oleh pengajar secara langsung atau melalui buku teks,
film, dan sumber belajar yang lain. Siklus ketiga siklus belajar, adalah
penerapan atau aplikasi konsep. Pada tahapan ini siswa menerapkan
istilah baru dan atau pola berpikir barunya ke contoh-contoh atau masalah
lainnya (Citrawathi, 2006).
B. Pembahasan
Dalam suatu referensi mengenai modul, diperoleh komponen modul
yang adalah sebagai berikut:
1. Bagian Prapendahuluan, terdiri dari:
a. halaman sampul (cover),
b. kata pengantar,
c. pengantar bagi pengguna modul,
d. cara mempelajari modul,
e. petunjuk untuk siswa,
f. daftar isi.
2. Bagian Pendahuluan, terdiri dari:
a. kompetensi dasar,
b. indikator kompetensi,
c. uraian pendahuluan materi.
3. Bagian Isi, terdiri dari dua kegiatan belajar siswa,
a. Kegiatan Siswa,
b. Kunci Jawaban
c. Umpan Balik
4. Pengayaan.
5. Glosarium.
6. Daftar Pustaka.
Pada jurnal penelitian ini tidak dipaparkan secara rinci mengenai
urutan dalam modul yang dibuat, tetapi hanya bagian inti dari modul yang
berdasarkan kepada prinsip siklus belajar yang terdiri dari 3 bagian pokok,
yaitu:
10
1. Ekslporasi
Bagian ini terdiri dari pendahuluan dan pertanyaan-pertanyaan yang
mengeksplorasi konsep-konsep atau pengetahuan yang telah dimiliki
oleh siswa berkaitan dengan konsep biologi khususnya sistem
koordinasi yang akan dibahas, ataupun cara kerja (jika ada
praktikum/eksperimen), dan pertanyaan-pertanyaan yang mengacu
pada konsep yang dibahas atau data yang didapatkan pada
eksperimen.
2. Pengenalan konsep
Bagian ini berisi ringkasan materi yang merupakan konsep-konsep
penting pada sistem koordinasi yang dilengkapi dengan gambar-
gambar untuk mempermudah pemahaman konsep yang diuraikan.
3. Aplikasi konsep
Bagian ini terdiri dari sejumlah permasalahan di mana siswa dapat
menerapkan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru atau pada
permasalahan yang ada di masyarakat.
Jika dilihat dari deskripsi tiap bagian modul dalam jurnal ini, susunan
bagian modul sangat baik karena menuntun siswa untuk mengeksplorasi
pengetahuan awal siswa terlebih dahulu dengan melakukan praktikum
ataupun dengan pertanyaan-pertanyaan, kemudian barulah masuk ke bagian
yang membahas konsep materi dengan benar. Dalam bagian ini diharapkan
pengetahuan atau konsepsi awal siswa yang masih keliru dapat diluruskan,
oleh sebab itu sebaiknya pada bagian ini siswa tidak hanya membaca
ringkasan materi dalam modul saja tetapi guru juga harus menjelaskan materi
tersebut agar penyampaian konsep yang ada sama dan benar. Karena jika
hanya membaca ringkasan materi yang ada dalam modul saja maka
pemahaman konsep pada diri siswa dapat berbeda-beda dan tidak semua
konsep dalam materi itu dapat dipahami secara benar oleh seluruh siswa.
Penelitian mengenai pengembangan pembelajaran biologi dengan
menggunakan modul berorientasi siklus belajar ini dilakukan dalam tiga
tahap, yaitu:
1. Tahap Pengembangan
11
Tahapan pengembangan pembelajaran biologi dengan pendekatan
konstruktivistik menggunakan modul berorientasi siklus belajar meliputi enam
tahapan, yaitu:
(a) penetapan mata pelajaran (pokok bahasan),
(b) mengidentifikasi kurikulum,
(c) menganalisis tujuan pembelajaran,
(d) mengembangkan butir tes,
(e) mengembangkan strategi pembelajaran, dan
(f) menulis modul model siklus belajar.
2. Tahap Uji Coba/Riview
Uji coba dilakukan untuk mengetahui apakah prototipe model
pembelajaran dapat digunakan oleh siswa maupun guru. Hasil uju coba ini
akan dipakai untuk merevisi prototipe model pembelajaran. Pelaksanaan uji
coba prototipe dilakukan dengan kegiatan pengembangan dan uji coba di
kelas. Subjek uji coba adalah dosen Jurusan Pendidika Biologi, guru, dan
siswa biologi kelas II SMA Laboratorium IKIP Negeri Singaraja. Data hasil uji
coba dapat merupakan data kualitatif yang berupa tanggapan dan saran
perbaikan, data kuantitatif berupa hasil penilaian dari subjek uji coba. Alat
yang digunakan untuk mengumpulkan data berupa angket taggapan guru dan
siswa, serta angket penilaian modul berorientasi siklus belajar. Data yang
telah dikumpulkan dianalisis secara deskriptif.
Hasil penilaian dari data subjek uji coba diterapkan analisis dengan
menggunakan skala berikut ini:
Nilai 1 adalah kurang membantu/kurang
Nilai 2 adalah cukup membantu/sedang
Nilai 3 adalah membantu/baik
Nilai 4 adalah sangat membantu/ baik sekali
Hasil pengembangan yang dilaporkan dalam penelitian ini yaitu dosen
dan guru serta siswa memberikan penilaian untuk modul yang digunakan
dengan kategori baik dan baik sekali, dengan rerata nilai 3,29-3,62. Akan
tetapi, komponen tertentu seperti alokasi waktu perlu mendapatkan perhatian
untuk diperbaiki. Ketiga penilaian ahli memberikan nilai 3,00. Yang artinya
12
belum baik sekali sehingga saat implementasi perlu diperhatikan strategi yang
ditempuh agar pemanfaatan waktu benar-benar optimal.
Hasil dari tahap pengembangan dan uji coba ini merupakan hal yang
paling berharga dalam penelitian ini sehingga sangat perlu untuk dilakukan
revisi modul sesuai dengan saran yang ada sehingga menjadikan modul ini
menjadi layak untuk digunakan dalam proses belajar biologi di SMA.
Dalam jurnal penelitian ini dikatakan bahwa modul dalam kategori baik
dan baik sekali, namun jika dilihat dari hasil rerata nilai maka modul ini hanya
dapat dikatakan dalam kategori baik saja tidak dalam kategori baik sekali
karena kategori tersebut bernilai 4. Namun, dengan nilai baik pun modul ini
dpat dikatakan layak untuk dgunakan.
3. Tahap Implementasi
Tahap ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan odel
pembelajaran yang dikembangkan, yaitu dilakukan eksperimen. Dalam
eksperimen ini, ada dua macam variabel yaitu variabel aksperimen berupa
pemberian strategi pembelajaran biologi menggunakan pendekatan
konstruktivistik dengan modul berorientasi siklus belajar pada kelompok kelas
eksperimen dan variabel non eksperimen merupakan variabel pembanding
berupa strategi pembelajaran biologi secara konvensional yang diberikan
pada kelompok kelas kontrol.
Tabel 1. Sintaks Pembelajaran dengan modul siklus belajar
Tahap Tingkah Laku Guru dan SiswaTahap 1
Eksplorasi
Guru: mengeksplorasi gagasan siswa tentang konsep biologi
Siswa: aktif dan memanipulasi materiTahap 2
Pengenalan
Konsep
Guru: memperkenalkan suatu konsep dengan demonstrasi dan
diskusi informasi
Siswa: berpartisipasi secara mental dan sosialTahap 3
Aplikasi
Konsep
Guru: memberikan situasi baru atau masalah
Siswa: mencari solusi atau jawaban dari masalah yang
diberikan sesuai dengan konsep atau prinsip biologi.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
(1) Pengetahuan awal siswa dengan menggunakan tes yang diberikan pada
awal pembelajaran atau pada tahapan eksplorasi. (2) prestasi belajar siswa 13
dikumpulkan dengan menggunakan tes prestasi belajar. (3) respon guru dan
siswa tentang pembelajaran biologi dengan menggunakan modul berorientasi
siklus belajar dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Data kemudian
akan dianalisis secara statistik ataupun secara deskriptif naratif.
Untuk mengkategorikan hasil belajar siswa dibuat skala sebagai
berikut:
Nilai 85-100 sangat baik
Nilai 70-84,9 baik
Nilai 55-69,9 sedang
Nilai 40-54,9 kurang
Nilai 00-39,9 sangat kurang (Depdikbud, 1996).
Hasil implementasi yang dilaporkan antara lain, (1) profil pengetahuan
awal siswa, (2) perubahan miskonsepsi yang dialami siswa, (3) deskripsi
proses pembelajaran dan aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran, (4)
respon siswa terhadap model pembelajaran yang diimplementasikan, dan (5)
hasil belajar siswa.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pengetahuan awal siswa bervariasi
dan masih tergolong dalam kategori sedang dengan rata-rata 62,10
(simpangan baku 7,36) untuk kelas kontrol dan 63,79 (simpangan baku 6,89)
untuk kelas eksperimen. Hal ini menunjukkan bahwa sejumlah siswa
mengalami kesalahan konsep pada konsep tertentu pada sistem koordinasi.
Pada tahap Eksplorasi, siswa menggali konsep baru atau gejala
dengan bimbingan minimal. Tujuan utama tahap ini adalah untuk memacu
motivasi, menumbuhkan informasi verbal dan juga pengalaman yang akan
menjadi dasar bagi perkembangan konsep dan perbendaharaan kata yang
berhubungan dengan konsep baru. Dengan demikian, guru dapat
memaksimalkan proses belajar siswa karena pada tahapan eksplorasi guru
dapat mengetahui profil pengetahuan siswa dan dapat menentukan strategi
yang paling tepat untuk membantu siswa mengkonstruksi pengetahuannya
pada tahap pengenalan konsep dan berlanjut ke aplikasi konsep.
Tahapan-tahapan ini membangun konsep siswa melalui pengumpulan
fakta lebih banyak, menjelaskan, memproses dan mengorganisasikan
informasi baru, mengkoordinasi informasi baru dan lama, serta merumuskan
14
konsep dengan kegiatan belajar yang berupa pemantapan, pengembangan,
penerapan konsep dengan menghubungkan konsep pada pengalaman
konkret, dan menemukan masalah baru untuk memperluas konsep.
Dalam proses pembelajaran, guru biologi umumnya belum optimal
memanfaatkan konsepsi awal siswa dan lebih banyak memberi tahu daripada
memberikan bagaimana cara mencari tahu atau menemukan konsep dan
prinsip biologi dalam rancangan pembelajaran maupun implementasinya di
kelas. Hal ini mungkin merupakan salah satu penyebab mengapa siswa yang
telah belajar tentang biologi masih mengalami miskonsepsi, yang pada
akhirnya akan mempengaruhi hasil belajar mereka. Penggunaan bahan ajar
yang disusun dengan modul berorientasi siklus belajar ini diharapkan dapat
meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang pada akhirnya akan
bermuara pada hasil belajar yang menjadi lebih baik.
Penilaian terhadap proses pembelajaran menunjukkan bahwa kegiatan
guru pada tahap ekslporasi tergolong baik-baik sekali (3,00-4,00), dan
kegiatan siswa tergolong baik dengan nilai 3,00. Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan siswa secara umum dalam berdiskusi dan menyampaikan
gagasan perlu dilatih secara terus menerus.
Pada tahapan pengenalan konsep, kegiatan guru dinilai baik-baik
sekali (3,30-4,00), dan kegiatan siswa dinilai baik sekali-baik sekali (3,3-3,7).
Tetapi berdasarkan kategori seharusnya kegiatan siswa tergolong baik bukan
baik sekali karena tidak bernilai 4,00. Sedangkan pada tahap aplikasi konsep,
kegiatan guru dan siswa tergolong sangat baik dengan nilai 4,0 dan 3,7. Ii
berarti secara keseluruhan proses pembelajaran biologi dengan pendekatan
konstruktivistik menggunakan modul berorientasi siklus belajar dinilai baik.
Proses pembelajaran yang baik tentu akan diikkuti oleh peningkatan
hasil belajar. Dengan pengetahuan awal yang berkategori sedang, melalui
model pembelajaran ini hasil belajar siswa dapat ditingkatkan dengan nilai
rata-rata 77,58 (simpangan baku 5,99) yang tergolong baikberdasarkan
Depdikbud (1996) dalam Citrawathi (2006). Artinya kesalahan konseo yang
terjadi pada siswa dapat diperbaiki.
Sedangkan hasil uji komparatif pascauji anatara kelas kontrol dan
kelas eksperimen menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,05). Prestasi
15
hasil belajar siswa pada kelas eksperimen lebih baik yaitu rerata 77,58
dibandingkan kelas kontrol yaitu rerata 70,20.
Kekurangan dalam jurnal penelitian ini adalah konsistensi dalam
menggolongkan hasil penelitian dengan kategori yang dibuat karena terdapat
beberapa hasil yang dikatakan termasuk kategori baik sekali padahal bernilai
kurang dari 4,00. Selebihnya dari jurnal ini sudah sangat cukup baik dalam
mendeskripsikan pembahasan hasil penelitian dan penelitian ini sangat
menarik terlebih lagi dengan hasilnya yang menunjukkan terdapat pengaruh
terhadap penggunaan modul berorientasi siklus belajar terhadap prestasi
hasil belajar siswa yang reratanya lebih baik dibandingakan pembelajaran
konvensional.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
16
Berdasarkan atas hasil penelitian oleh Desak Made Citrawathi (2006),
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Siswa telah memiliki pengetahuan awal yang bervariasi terkait dengan
materi sistem koordinasi (sistem hormon, sistem saraf, dan sistem indera).
2. Modul berorientasi siklus belajar yang dikembangkan dinilai layak sebagai
media edukatif dalam pembelajaran biologi di SMA, khususnya untuk
materi sistem koordinasi.
3. Prestasi belajar siswa yang menggunakan pendekatan konstruktivistik
dengan modul berorientasi siklus belajar lebih baik dibandingkan dengan
cara konvensional (tidak menggunakan modul berorientasi siklus belajar).
4. Secara umum respon siswa dan guru terhadap pembelajaran biologi
menggunakan pendekatan konstruktivistik dengan modul berorientasi
siklus belajar adalah positif atau baik.
B. Saran
1. Para guru biologi di SMA disarankan agar mencoba
mengilmplementasikan model pembelajaran yang menggunakan modul
berorientasi siklus belajar sebagai inovasi dalam pembelajaran di sekolah.
2. Sebelum mengajarkan materi pelajaran yang baru, disarankan guru untuk
melakukan inventarisasi pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa
berkaitan dengan materi yang akan dibahas. Hal itu akan memudahkan
untuk memilih atau menentukan strategi pembelajaran yang tepat agar
pengetahuan baru yang akan diberikan mudah dikonstruksi oleh siswa
dan kesalahan konsep pada siswa dapat dideteksi secara dini sehingga
dapat dilakukan upaya klarifikasi.
3. Akan sangat baik sekali jika selanjutnya dibuat modul berorientasi siklus
belajar untuk materi pokok bahasan lainnya terlebih untuk bahasan yang
sangat diperlukan pemantapan konsep yang tidak boleh keliru.
17