tugas makalah biologi konservasi

Upload: adriani-sunuddin

Post on 07-Jul-2015

305 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Tugas Makalah Biologi Konservasi (susulan)

PENETAPAN AREA KONSERVASI LAUT BERDASARKAN ASOSIASI TOPPREDATOR DENGAN LINGKUNGANNYA: STUDI KASUS PERAIRAN CALIFORNIA CURRENT SYSTEMPengayaan dan sari makalah Marine bird and cetacean associations with bathymetric habitats and shallow water topographies: implications for trophic transfer and conservation oleh Peggy P.W. Yen, W.J. Sydeman, dan K.D. Hyrenbach. Journal of Marine Systems 50 (2004): 79-99

disusun oleh:

ADRIANI C651040091

Program Studi Ilmu Kelautan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

RINGKASAN Yen et al. (2004) telah melakukan survei batimetri dan mengaitkannya dengan fenomena terpusatnya sebaran komunitas top-predator di bagian tengah perairan California Current System (CCS), pada tahun 1996-1997 dan 2001-2002. Dari total luas kajian 1.700 km2, habitat pelagis perairan CCS dibagi menjadi tujuh kelompok untuk perairan laut dalam dan tiga kelompok untuk Page | 1 perairan laut dangkal. Komunitas top-predator terdiri atas lima spesies burung dan empat spesies cetacea, yang menunjukkan kecenderungan pola musiman dalam pemanfaatan habitat pelagis, baik dalam kelimpahan maupun bentang wilayah yang dikunjungi komuntas tersebut. Pada akhirnya, sebagai fitur yang bersifat permanen, profil batimetri memiliki asosiasi terhadap komunitas top-predator, terutama dalam mekanisme penyediaan makanan melalui peningkatan produktivitas primer dan biomassa mangsa yang tinggi. Pemahaman mendetail akan produktivitas dan pola pengelompokkan predator di laut dapat menjadi landasan dalam merancang rencana konservasi di tingkat ekosistem, terutama untuk melindungi habitat kritis dan spesies yang rentan terhadap bahaya kepunahan.

DAFTAR ISI Ringkasan ------------------------------------------------------------------------------------------Pendahuluan --------------------------------------------------------------------------------------Membedakan sistem terestrial dan lautan untuk keperluan daerah konservasi ------------Gambaran umum wilayah kajian: Perairan California Current System ---------------------Komunitas top-predator di perairan California Current System -----------------------------Analisis asosiasi habitat dengan top-predator di perairan California Current System ----Implikasi kajian Yen et al. 2004 terhadap skema konservasi yang saat ini berlaku di perairan California Current System -------------------------------------------------------------Kesimpulan ----------------------------------------------------------------------------------------Pustaka rujukan -----------------------------------------------------------------------------------1 2 4 4 5 6 7 8 9

PENDAHULUANBiologi konservasi merupakan disiplin ilmu terapan yang memberikan pendekatan teoritis umum demi tujuan perlindungan keanekaragaman hayati, serta aspek-aspek lingkungan yang dapat memastikan pemeliharaan jangka panjang komunitas biologi dan keberlanjutan ekonomi yang terkait di dalamnya. Dalam penerapannya bagi spesies maupun ekosistem laut, perkembangan cabang ilmu dasar yang dapat mendukung biologi konservasi masih sangat terbatas . Keterbatasan ini ditinjau dari (1) luas dan dalamnya lingkungan laut dibandingkan daratan, serta area yang telah ditetapkan sebagai kawasan perlindungan; (2) kajian dan dokumentasi keanekaragaman hayati laut masih jauh tertinggal dibandingkan spesies dan ekosistem terrestrial; (3) keterbatasan teknologi dan ekonomi dalam melakukan eksplorasi komprehensif di lingkungan laut; serta masih ada lagi sejumlah keterbatasan lain (Agardy 1994). Sebagai perbandingan, tidak sampai 1% dari lingkungan laut yang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi dan hampir 6% wilayah darat telah dilindungi di seluruh dunia (Carr et al. 2003). Di sisi lain, pemusnahan keanekaragaman hayati dan kerusakan ekosistem laut akibat kegiatan manusia semakin meningkat. Hal tersebut masih diperparah oleh ancaman sinergis yang berangkat dari pendekatan berbeda, misalnya: pemanasan global, namun memberikan dampak potensial yang dikhawatirkan berlipat ganda. Pengamatan dan pengendalian terhadap kerusakan lingkungan laut maupun eksploitasi keanekaragaman hayati di wilayah pesisir lebih mudah diterapkan dibandingkan di perairan terbuka, terutama laut pelagis. Kontras terhadap peluang tersebut, adalah bentang wilayah pesisir yang jauh lebih sedikit dibandingkan laut pelagis, baik permukaan (epipelagis), dekat permukaan (mesopelagis), maupun laut dalam (hadapelagis batipelagis dan abisapelagis), namun ancaman kerusakan ekosistem laut pelagis tidak lebih sedikit dibandingkan wilayah pesisir (Dahuri et al. 1999). Untuk mengatasi dan melindungi wilayah pesisir dari kerusakan, serta memastikan keberlanjutan penyediaan jasa lingkungan dan sumberdaya alam dari padanya, maka mekanisme kawasan perlindungan telah banyak diterapkan di ekosistem laut dengan mengadopsi sejumlah parameter yang awalnya didesain untuk sistem dan spesies terrestrial. Saat ini kita ketahui ada Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, yang mekanisme pengelolaannya serupa dengan kawasan Taman Nasional lain di daratan (misalnya. Taman Nasional Bukit Barisan di Sumatera).Page | 2

Selain penerapan mekanisme kawasan perlindungan, ada juga mekanisme perlindungan spesies yang umumnya diberlakukan pada biota yang mengalami penurunan jumlah populasi secara drastis dalam kurun waktu singkat sehingga menuju pada ancaman kepunahan. Hal ini bisa dilihatPage | 3

MEMBEDAKAN SISTEM TERESTRIAL DAN LAUTAN UNTUK KEPERLUAN DAERAH KONSERVASIPage | 4

Carr et al. (2003) telah menyarikan dengan lugas sejumlah fitur lingkungan dan ekologi yang menjadi ciri khas masing-masing ekosistem, yaitu ekosistem maritim dan ekosistem terrestrial, serta menjadi faktor kunci (bahkan kendala) dalam rancangan dan/atau penetapan kawasan perlindungan. Kunci utama yang membedakan dua sistem tersebut adalah sinergisme, yaitu (1) sinergisme antara area satu terhadap area lain, baik yang dekat maupun jauh jaraknya, dan (2) pengaruh simultan dari satu spesies terhadap spesies ataupun komunitas lain. Perbedaanperbedaan tersebut nantinya akan memberikan implikasi tersendiri terhadap desain, skala luasan, dan penetapan mekanisme pengelolaan atas kawasan konservasi tersebut. The springtime marine bird and mammal distribution and abundance patterns in this region have been previously described in relation to hydrographic conditions (Allen, 1994; Keiper, 2001; Oedekoven et al., 2001). However, the predictability of wildlifehabitat associations, particularly over temporal scales (e.g., weekly) comparable to the periodicity of upwellingfavorable wind events (Huyer, 1983; Strub et al., 1991; Wing et al., 1995), has yet to be fully investigated.

GAMBARAN UMUM WILAYAH KAJIAN: PERAIRAN CALIFORNIA CURRENT SYSTEMPage | 5

Di lingkungan laut, parameter fisik dapat berlaku untuk komponen fluida, atau massa air laut yang mengisi permukaan, kolom tengah perairan, dan dekat dasar, serta komponen padat yang berupa kerak bumi atau permukaan dasar laut. Komponen padat tersebut sangat umum disebut sebagai profil batimetri, yang oleh Yen dibagi menjadi tujuh kategori, yaitu (1) median depth, atau kedalaman rata-rata; (2) depth coefficient of variation; (3) contour index, merupakan indeks yang dihitung berdasarkan kemiringan dari dasar laut terhadap daratan utama; (4) mainland atau daratan utama; (5) the continental shelf break, yang merupakan daerah perbatasan paparan continental yang ditandai oleh garis isobath 200 m; (6) the continental slope, bisa juga disebut sebagai jurang benua karena merupakan wilayah terjal dari kedalaman 200 m hingga 1000 m; dan (7) pelagic waters, yang merupakan wilayah perairan dengan kedalaman mencapai 3000 m.

Gambar 1.

Sebaran dan pola kelimpahan burung dan cetacea di perairan California Current System telah dikaji berdasarkan profil oseanografi, seperti berdasarkan sebaran suhu permukaan laut,

kandungan klorofil-a permukaan, dan parameter fisik lainnya, namun kondisi tersebut tidak dapat digunakan secara permanen karena sifatnya yang berubah berdasarkan pergantian musim maupun pergantian arah dan kecepatan angin secara harian. Dengan demikian, pendugaan asosiasi habitat pelagis dengan kehidupan satwa di dalamnya menjadi sulit dikaji, baik untuk jangka pendek atau jangka panjang. Berbeda halnya jika asosiasi tersebut dikaitkan dengan profil batimetri, yang relatif merupakan parameter fisik yang sifatnya permanen (fixed) dan hanya akan berubah jika terjadi bencana alam dahsyat seperti gempa bumi.Page | 6

Gambar 2. Wilayah kajian menjadi acuan penelitian Yen et al. (2004), yaitu (a) sebaran wilayah dengan kedalaman berbeda (peta batimetri) di perairan California Current System (b) beberapa fitur habitat pelagis berdasarkan profil batimetri, yaitu Cordell Bank, Farallon Archipelago, Point Reyes Peninsula dan Monterey Canyon.

KOMUNITAS TOP-PREDATOR DI PERAIRAN CALIFORNIA CURRENT SYSTEMPage | 7

Dalam kajiannya, dari 30 spesies cetacea dan 50 spesies burung laut yang secara berkala tercatat di kawasan perairan California Current System (CCS), Yen et al. (2004) hanya mempertimbangkan sembilan spesies sebagai perwakilan komunitas top-predator. Kedelapan spesies tersebut terdiri atas lima spesies, dari empat genera, burung laut, yaitu Cassins auklet (Ptychoramphus aleuticus), common murre (Uria aalge), sooty shearwater (Puffinus grieus), dan phalarope (red, and red-necked: Phalaropus fulicaria, Phalaropus lobatus), dan empat spesies cetacea. Keempat spesies cetacea ini terdiri atas satu spesies pesut, Dalls porpoise (Phocoenoides dalli), dua spesies lumba-lumba, yaitu Pacific whitesided dolphin

(Lagenorhynchus obliquidens) dan Rissos dolphin (Grampus griseus), serta satu spesies paus yaitu paus bungkuk atau humpback whale (Megaptera novaeangliae).

Gambar 2. Lima spesies burung yang menjadi obyek kajian (dari pojok kiri atas, searah jarum jam: Ptychoramphus aleuticus, Uria aalge, Phalaropus lobatus, Phalaropus fulicaria, dan Puffinus grieus)

Page | 8

Gambar 3. Empat spesies cetacea yang menjadi obyek kajian (dari pojok kiri atas, searah jarum jam: Phocoenoides dalli, Lagenorhynchus obliquidens, Megaptera novaeangliae, dan Grampus griseus)

Kelima spesies burung (Gambar 2) memiliki diet utama berupa krill (zooplankton), cumicumi, ubur-ubur, dan ikan pelagis kecil. Kemampuan renang dan menyelam burung laut tergolong luar biasa, terutama untuk Phalaropus lobatus dan Puffinus grieus yang mampu mencapai dasar untuk memangsa biota bentik, seperti udang, dan memanfaatkan secara oportunistik serpihan makanan dari gerombolan cetacea (www.birdlife.org). Gambar 3 menunjukkan empat spesies cetacea, yang satu di antaranya tergolong paus berukuran besar dengan bobot mencapai 30 ton. Diet utama Phocoenoides dalli dan Lagenorhynchus obliquidens adalah ikan pelagis dan cephalopoda (cumi-cumi, sotong, dan gurita), dengan habitat makan umumnya di kolom perairan pelagis yang dekat permukaan dengan kedalaman tidak lebih dari 200 m atau di perairan paparan benua. Berbeda dengan Grampus griseus yang habitat makannya di bagian luar tebing paparan benua (shelf break and outer continental slope). Terakhir adalah paus bungkuk yang memiliki tingkah laku makan unik dan berbeda untuk tiap mangsa yang diincarnya, karena spesies ini tergolong omnivora yang mampu memangsa biota renik, seperti plankton dan krill, hingga gerombolan ikan pelagis (www.wildwhales.org).

Page | 9

Gambar 4. Histogram proporsi kelimpahan relatif dari komunitas burung (a) dan cetacea (b) yang teramati selama 4 tahun survei.

Pengamatan komunitas top predator selama 4 tahuyn yang dilakukan oleh Yen et al. (2004) di perairan CCS mencatat keanekaragaman spesies yang tinggi, baik untuk burung maupun cetacea. Ditemukan 57 spesies burung dan 20 spesies mammalia laut, serta khusus untuk kelompok cetacea ditemukan 14 spesies. Proporsi kelimpahan relatif dari masing-masing kelompok top predator menunjukkan bahwa kelima spesies burung yang menjadi fokus kajian memiliki kontribusi kelimpahan total sebesar 89% (Gambar 4a), sedangkan empat spesies cetacea mengampu 77% dari total kelimpahan mammalia laut yang ada di perairan CCS.

ANALISIS ASOSIASI HABITAT DENGAN TOP-PREDATOR DI PERAIRAN CALIFORNIA CURRENT SYSTEMPage | 10

We explored habitat associations using the Arc-View 3.2 (ESRI, 1996) geographic information system (GIS), by overlaying the predator spatial distributions (seabird densities and cetacean encounter rates) over bathymetry. We considered three bathymetric indices and seven distance metrics to specific habitat features: (1) median depth, (2) depth coefficient of variation (CV: S.D./mean), (3) contour index [CI: (max depthmin depth)/max depth] within each 3 km by 1-km bin. Using the midpoint of each 3-km survey bin, we measured the shortest distance to (4) the mainland, (5) the continental shelf-break (200-m isobath), (6) the continental slope (1000-m isobath), (7) pelagic waters (3000-m isobath), (8) the centroid of Cordell Bank (38.02jN 123.44jW), (9) the centroid of the Farallon Archipelago (37.70jN 123.00jW), and (10) the centroid of Monterey Canyon (36.70jN 122.11jW) (Table 1). The Cassins auklet and common murre, displayed significant spatial autocorrelation at spatial scales between 3 and 9 km. A synopsis of marine bird (Table 3) habitat associations is as follows: (1) common murres were observed at greater densities closer to land, near the Farallons, and at shallower depths (Table 3, Fig. 4a); (2) Cassins auklets were found in greater densities near Cordell Bank and the Farallones, over less variable bathymetry, and closer to the shelfbreak (200 m). While auklets displayed spatial autocorrelation, their habitat model is significant (overall likelihood ratio statistic = 264.1, p < 0.0001), as were each of the individual terms within the model (all p < 0.0001). Thus, in spite of the weak autocorrelation for auklets, we believe our final habitat model is robust; (3) sooty shearwaters were most numerous away from the Farallones and over steep and variable bathymetry, suggestive of slope waters off the shelf; (4) phalaropes were found in higher densities closer to land, near the 200-m isobath and Monterey Canyon, and away from the Farallones (Fig. 4a). Both the sooty shearwater and phalaropes appeared to concentrate on the northeast side of MB, near the Davenport upwelling center

a.

b.

Page | 11

Gambar .

Cetaceans revealed fewer significant bathymetric associations (Table 3, Fig. 4b): (5) Dalls porpoises were more numerous farther from land and over regions of steep and heterogeneous bathymetry (shelfslope); (6) pacific white-sided dolphins were found in highest densities away from the coastline and close to the 200-m isobath; (7) Rissos dolphins were more abundant away from the Farallons and in the vicinity of the 1000-m isobath; and (8) humpback whales were most numerous near the 1000-m isobath (Fig. 4b). Yet, cetaceans demonstrated greater persistence in their habitat associations than did the seabirds. The common murre interaction with year and median depth reflected a shift in distribution towards deeper waters through time. The Cassins auklet interaction between Cordell Bank and year suggested an increasing aggregation at this seamount through time (19962002).We interpret all other significant interactions as interannual variability between years in bathymetric associations, with no clear longer-term trends This study has demonstrated that marine top predators are associated with a variety of bathymetric features and shallow water topographies. However, habitat associations varied by species and taxonomic group, with resident seabirds showing greater temporal variability in habitat associations. For instance, common murres were consistently found at higher densities over shallower water close to land, although multi-year analyses also showed a tendency for this species to favor deeper waters in the latter years, 20012002. Cassins auklets persistently favored the shelf-break (200-m isobath) region, but they displayed interannual variations in their association with Cordell Bank, the Farallon Archipelago, and other bathymetrically complex habitats. The migrant seabirds, sooty shearwater and the phalaropes, were not associated with the Farallon Archipelago, where 11 seabird species (including murres and auklets) were breeding during the study period (MayJune). In contrast to the auklets, shearwaters were most numerous over steep bathymetry (a high bathymetric Contour Index) in two of the four study years, indicating a preference for escarpments such as the shelf-break/slope region and submarine canyons. In contrast, cetaceans displayed relatively persistent bathymetric associations through time. All species were found offshore, over deep water, with the Dalls porpoise and white-sidedPage | 12

dolphin at greater abundances further from the mainland, and Rissos dolphins and humpback whales being associated with the 1000-m isobath In this study we have shown how bathymetric characteristics may be useful in understanding the distribution and abundance of marine predators at sea. In theory, bathymetric features, such as shallowwater topographies, may provide a means of predicting important foraging habitats for upper trophic-level marine predators. While we have yet to investigate the mechanisms of predator aggregation, these habitats are likely associated with elevated ocean productivity and prey retention, thereby making dense prey patches available to predators. In this study, we found evidence of persistent seabird and cetacean associations with the northwestern rim of Monterey Canyon (all seabirds and Rissos dolphins), over Cordell Bank (auklets, shearwaters and Dalls porpoise), and in the proximity to the Farallon Archipelago (murres and auklets). Notably, the Monterey. Canyon is located downstream from the Davenport upwelling center, which may explain, in part, why seabirds and cetaceans regularly used this region. While these static bathymetric characteristics do not change temporally, the distribution of marine predators and their prey does vary seasonally and interannually, due to the influence of hydrographic processes linked or unlinked to bathymetry. Nonetheless, the wildlifehabitat associations documented in this study have important implications for conserving and managing the GOF/MB ecosystem. From a conservation perspective, static bathymetric habitats defined by the extent and location of specific isobaths (e.g., Cordell Bank, Monterey Canyon) may be particularly conducive to the design of wildlife reserves similar to those established in terrestrial systems. While effective Marine Protected Area designs may ultimately require dynamic boundaries (Hyrenbach et al., 2000), static bathymetric features provide an initial basis for identifying potentially important habitats for protection in coastal (e.g., shelf-slope regions, shallow banks) and pelagic (e.g., seamounts) systems.Page | 13

IMPLIKASI KAJIAN YEN et al. 2004 TERHADAP SKEMA KONSERVASI YANG SAAT INI BERLAKU DI PERAIRAN CALIFORNIA CURRENT SYSTEMPage | 14

Gambar.

Cakupan wilayah perairan California Current System dan skema konservasi laut yang saat ini berlaku (insert-merah: letak perairan California Current System terhadap Benua Amerika; insert-hijau: beberapa lokasi yang ditetapkan sebagai kawasan perlindungan di Kepulauan Channel).

Page | 15

PUSTAKA RUJUKANAgardy, T. 1994. Advances in marine conservation: The role of marine protected areas. Trends in Ecology & Evolution Vol. 9, No. 7: 267-270. Cox, GW. 1996. Conservation biology: concepts and applications. McGraw-Hill Sciences, 2nd edition. 384 pp. Dahuri, R, 1999. National Academy of Sciences [NAS]. 2001. Marine Protected Areas: Tools for Sustaining Ocean Ecosystems. National Academy Press. Available online at http://www.nap.edu Yen, PPW, WJ Sydeman, and KD Hyrenbach. 2004. Marine bird and cetacean associations with bathymetric habitats and shallow water topographies: implications for trophic transfer and conservation. Journal of Marine Systems 50: 79-99.Page | 16