tugas magma
TRANSCRIPT
BAB I PENDAHULUAN
A. Madsud Dan Tujuan
Materi Pelajran Magma merupakan mata pelajaran kuliah yang harus
dikuasai mahasiswa/siswa Pertambangan dalam memahami mata kuliah Tenknik
Eksplorasi Tambang. Oleh sebab itu makalah ini dibuat untuk memperdalam
pemahaman mahasiswa/siswa pertambangan tentang Magma. Dalam makalah ini
akan dibahas tentang Dasar Teori Magma, Genesa Magma, Klasifikasi Magma,
Erupsi Gunung Api, Contoh-Contoh Letusan Gunung Api di Indonesia, Kegunaan
dan Pemamfaatan Adanya Gunung api, Mitigasi Bencana Gunung Gunung Api.
Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat tugas untuk mengikuti
mata kuliah teknik eksplorasi tambang khususnya materi kuliah Magma.
B. Mamfaat
Makalah ini diharapkan berguna sebagai :
1. Sebagai sumber referensi bagi mahasiswa pertambangan untuk memperdalam
pemahaman tentang magma.
2. Sebagai sumber referensi bahan ajar bagi guru dan siswa sekolah
pertambangan dalam mempelajari konsep magma.
1
BAB II
DASAR TEORI
A. Pengertian Magma
Magma adalah cairan atau larutan silikat pejar yang terbentuk secara
alamiah, bersifat mudah bergerak (mobile), bersama antara 90°-110°C dan berasal
atau terbentuk pada kerak bumi bagian bawah hingga selubung bagian atas (F.F
Grounts,1947; Turner&Verhoogen,1960; H.Williams,1962). Secara fisika, magma
merupakan sistem berkomponen ganda (multi compoent system) dengan fase cair
dan sejumlah kristal yang mengapung di dalamnya sebagai komponen utama, dan
pada keadaan tertentu juga berfase gas.
Magma merupakan larutan silikat pijar yang panas mengandung sulfide,
oksida, dan volatile (gas), sumber magma terletak jauh di bawah bumi, pada
lapsan mantel, yaitu pada kedalaman 1200-2900 km, dari sumbernya itu kemudian
magma mengalir dan berkumpul pada suatu tempat yang dikenal sebagai dapu
magma, yang terletak pada kedalaman lebih dari 60 km. Suhu magma berkisar
antara 10300-11600C, sifatnya yang sangat panas dan cair menyebabkan magma
memiliki tekanan hidrostatis yang sangat kuat sehingga terus bergerak menerobos
untuk berusaha ke luar ke atas permukaan bumi.
Magmatisma adalah peristiwa penerobosan magma melalui rekahan dan
celah-celah pada litosfer yang tidak sampai ke permukaan bumi, peristiwa ini
menyebabkan magma membeku di dalam bumi membenutuk batuan plutonik,
proses tesebut disebut intrusi, dan batuan yang terbentuk disebut batuan intrusi.
Apabila penerobosan magma sampai ke luar permukaan bumi, maka prosesnya
dinamakan ekstrusi, sedangkan cara keluar magma seperti ini dinamakan erupsi
dan pristiwanya dinamakan vulkanisma.
Para ahli berpendapat bahwa panas bumi berasal dari proses
“pembusukan” material-material radioaktif yang kemudian meluruh atau
mengalami disintegration menjadi unsur radioaktif dengan komposisi yang lebih
stabil dan pada saat meluruh akan mengeluarkan sejumlah energi (panas) yang
2
kemudian akan melelehkan batuan-batuan disekitarnya. Dimungkinkan, dari
proses tersebut dan pengaruhnya terhadap geothermal gradient yang mencapai
193.600°C inilah magma dapat terbentuk.
B. Asal-usul dan Pembentukan Magma
Pembentukan magma sebenarnya adalah suatu proses yang sangat rumit.
Proses-proses ini berlangsung tahap demi tahap yang kemudian membentuk
sebuah rangkaian khusus yang meliputi proses pemisahan atau differentiation,
pencampuran atau assimilation, dan anateksis atau peleburan batuan pada
kedalaman yang sangat besar. Sementara itu, faktor atau hal-hal yang selanjutnya
akan menentukan komposisi suatu magma adalah bahan-bahan yang meleleh,
derajat fraksinasi, dan jumlah material-material pengotor dalam magma oleh
batuan samping (parent rock).
Dalam siklus batuan dicantumkan bahwa batuan beku bersumber dari
proses pendinginan dan penghabluran lelehan batuan didalam Bumi yang disebut
magma. Magma adalah suatu lelehan silikat bersuhu tinggi berada didalam
Litosfir, yang terdiri dari ion-ion yang bergerak bebas, hablur yang mengapung
didalamnya, serta mengandung sejumlah bahan berwujud gas. Lelehan tersebut
diperkirakan terbentuk pada kedalaman berkisar sekitar 200 kilometer dibawah
permukaan Bumi, terdiri terutama dari unsur-unsur yang kemudian membentuk
mineral-mineral silikat. Magma yang mempunyai berat-jenis lebih ringan dari
batuan sekelilingnya, akan berusaha untuk naik melalui rekahan-rekahan yang ada
dalam litosfir hingga akhirnya mampu mencapai permukaan Bumi. Apabila
magma keluar, melalui kegiatan gunung-berapi dan mengalir diatas permukaan
Bumi, ia akan dinamakan lava. Magma ketika dalam perjalanannya naik menuju
ke permukaan, dapat juga mulai kehilangan mobilitasnya ketika masih berada
didalam litosfir dan membentuk dapur-dapur magma sebelum mencapai
permukaan. Dalam keadaan seperti itu, magma akan membeku ditempat, dimana
ion-ion didalamnya akan mulai kehilangan gerak bebasnya kemudian menyusun
diri, menghablur dan membentuk batuan beku. Namun dalam proses pembekuan
tersebut, tidak seluruh bagian dari lelehan itu akan menghablur pada saat yang
3
sama. Ada beberapa jenis mineral yang terbentuk lebih awal pada suhu yang
tinggi dibanding dengan lainnya.
Dalam gambar berikut diperlihatkan urutan penghabluran (pembentukan
mineral) dalam proses pendinginan dan penghabluran lelehan silikat. Mineral-
mineral yang mempunyai berat-jenis tinggi karena kandungan Fe dan Mg seperti
olivine, piroksen, akan menghablur paling awal dalam keadaan suhu tinggi, dan
kemudian disusul oleh amphibole dan biotite. Disebelah kanannya kelompok
mineral felspar, akan diawali dengan jenis felspar calcium (Ca-Felspar) dan
diikuti oleh felspar kalium (K-Felspar). Akibatnya pada suatu keadaan tertentu,
kita akan mendapatkan suatu bentuk dimana hublur-hablur padat dikelilingi oleh
lelehan.
Bentuk-bentuk dan ukuran dari hablur yang terjadi, sangat ditentukan
oleh derajat kecepatan dari pendinginan magma. Pada proses pendinginan yang
lambat, hablur yang terbentuk akan mempunyai bentuk yang sempurna dengan
ukuran yang besar-besar. Sebaliknya, apabila pendinginan itu berlangsung cepat,
maka ion-ion didalamnya akan dengan segera menyusun diri dan membentuk
hablur-hablur yang berukuran kecil-kecil, kadang berukuran mikroskopis. Bentuk
pola susunan hablur-hablur mineral yang nampak pada batuan beku tersebut
dinamakan tekstur batuan. Disamping derajat kecepatan pendinginan, susunan
mineralogi dari magma serta kadar gas yang dikandungnya, juga turut
menentukan dalam proses penghablurannya. Mengingat magma dalam aspek-
aspek tersebut diatas sangat berbeda, maka batuan beku yang terbentuk juga
sangat beragam dalam susunan mineralogi dan kenampakan fisiknya. Meskipun
demikian, batuan beku tetap dapat dikelompokan berdasarkan cara-cara
pembentukan seta susunan mineraloginya.
4
Magma dalam kerak Bumi dapat terbentuk sebagai akibat dari
perbenturan antara 2(dua) lempeng litosfir, dimana salah satu dari lempeng yang
berinteraksi itu menunjamdan menyusup kedalam astenosfir. Sebagai akibat dari
gesekan yang berlangsungantara kedua lempeng litosfir tersebut, maka akan
terjadi peningkatan suhu dantekanan, ditambah dengan penambahan air berasal
dari sedimen-sedimen samudraakan disusul oleh proses peleburan sebagian dari
litosfir.
5
Sumber magma yang terjadi sebagai akibat dari peleburan tersebut akan
menghasilkanmagma yang bersusunan asam (kandungan unsur SiO2 lebih besar
dari 55%). Magmayang bersusunan basa, adalah magma yang terjadi dan
bersumber dari astenosfir.Magma seperti itu didapat di daerah-daerah yang
mengalami gejala regangan yangdilanjutkan dengan pemisahan litosfir.
Berdasakan sifat kimiawinya, batuan beku dapat dikelompokan menjadi
4 (empat) kelompok, yaitu:
(1) Kelompok batuan beku ultrabasa/ultramafic;
(2) Kelompok batuan beku basa;
(3) Kelompok batuan beku intermediate; dan
(4) Kelompok batuan beku asam.
Dengan demikian maka magma asal yang membentuk batuan batuan
tersebut diatas dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu magma basa, magma
intermediate, dan magma asam.
Diferensiasi Magma dan proses Asimilasi Magma.
Diferensiasi Magma adalah proses penurunan temperatur magma yang
terjadi secara perlahan yang diikuti dengan terbentuknya mineral-mineral seperti
yang ditunjukkan dalam deret reaksi Bowen. Pada penurunan temperatur magma
maka mineral yang pertama kali yang akan terbentuk adalah mineral Olivine,
kemudian dilanjutkan dengan Pyroxene, Hornblende, Biotite (Deret tidak
kontinu). Pada deret yang kontinu, pembentukan mineral dimulai dengan
terbentuknya mineral Ca-Plagioclase dan diakhiri dengan pembentukan Na-
Plagioclase. Pada penurunan temperatur selanjutnya akan terbentuk mineral K-
Feldspar(Orthoclase), kemudian dilanjutkan oleh Muscovite dan diakhiri dengan
terbentuknya mineral Kuarsa (Quartz). Proses pembentukan mineral akibat proses
diferensiasi magma dikenal juga sebagai Mineral Pembentuk Batuan (Rock
Forming Minerals).
Pembentukan batuan yang berkomposisi ultrabasa, basa, intermediate,
dan asam dapat terjadi melalui proses diferensiasi magma. Pada tahap awal
penurunan temperatur magma, maka mineral-mineral yang akan terbentuk untuk
pertama kalinya adalah Olivine, Pyroxene dan Ca-plagioklas dan sebagaimana
6
diketahui bahwa mineral-mineral tersebut adalah merupakan mineral penyusun
batuan ultra basa. Dengan terbentuknya mineral-mineral Olivine, pyroxene, dan
Ca-Plagioklas maka konsentrasi larutan magma akan semakin bersifat basa hingga
intermediate dan pada kondisi ini akan terbentuk mineral mineral Amphibol,
Biotite dan Plagioklas yang intermediate (Labradorite – Andesine) yang
merupakan mineral pembentuk batuan Gabro (basa) dan Diorite (intermediate).
Dengan terbentuknya mineral-mineral tersebut diatas, maka sekarang konsentrasi
magma menjadi semakin bersifat asam. Pada kondisi ini mulai terbentuk mineral-
mineral K-Feldspar (Orthoclase), Na-Plagioklas (Albit), Muscovite, dan Kuarsa
yang merupakan mineral-mineral penyusun batuan Granite dan Granodiorite
(Proses diferensiasi magma ini dikenal dengan seri reaksi Bowen).
Asimilasi Magma adalah proses meleburnya batuan samping (migling)
akibat naiknya magma ke arah permukaan dan proses ini dapat menyebabkan
magma yang tadinya bersifat basa berubah menjadi asam karena komposisi batuan
sampingnya lebih bersifat asam. Apabila magma asalnya bersifat asam sedangkan
batuan sampingnya bersifat basa, maka batuan yang terbentuk umumnya dicirikan
oleh adanya Xenolite (Xenolite adalah fragment batuan yang bersifat basa yang
terdapat dalam batuan asam). Pembentukan batuan yang berkomposisi ultrabasa,
basa, intermediate, dan asam dapat juga terjadi apabila magma asal (magma basa)
mengalami asimilasi dengan batuan sampingnya.
Sebagai contoh suatu magma basa yang menerobos batuan samping yang
berkomposisi asam maka akan terjadi asimilasi magma, dimana batuan samping
akan melebur dengan larutan magma dan hal ini akan membuat konsentrasi
magma menjadi bersifat intermediate hingga asam. Dengan demikian maka
batuan-batuan yang berkomposisi mineral intermediate maupun asam dapat
terbentuk dari magma basa yang mengalami asimilasi dengan batuan sampingnya.
Klasifikasi batuan beku dapat dilakukan berdasarkan kandungan mineralnya,
kejadian / genesanya (plutonik, hypabisal, dan volkanik), komposisi kimia
batuannya, dan indek warna batuannya. Untuk berbagai keperluan klasifikasi,
biasanya kandungan mineral dipakai untuk mengklasifikasi batuan dan merupakan
7
cara yang paling mudah dalam menjelaskan batuan beku. Berdasarkan
kejadiannya (genesanya), batuan beku dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1) Batuan Volcanic adalah batuan beku yang terbentuk dipermukaan atau
sangat dekat permukaan bumi dan umumnya berbutir sangat halus hingga
gelas.
2) Batuan Hypabysal adalah batuan beku intrusive yang terbentuk dekat
permukaan bumi dengan ciri umum bertekstur porphyritic.
3) Batuan Plutonic adalah batuan beku intrusive yang terbentuk jauh dibawah
permukaan bumi dan umumnya bertekstur sedang hingga kasar.
4) Batuan Extrusive adalah batuan beku, bersifat fragmental atau sebaliknya
dan terbentuk sebagai hasil erupsi ke permukaan bumi.
5) Batuan Intrusive adalah batuan beku yang terbentuk dibawah permukaan
bumi.
C. Seri Reaksi Bowen
Deret Bowen menggambarkan secara umum urutan kristalisasi suatu
mineral sesuai dengan penurunan suhu [bagian kiri] dan perbedaan kandungan
magma [bagian kanan], dengan asumsi dasar bahwa semua magma berasal dari
magma induk yang bersifat basa.
Bagan serial ini kemudian dibagi menjadi dua cabang; kontinyu dan
diskontinyu.
Continuous branch [deret kontinyu]
Deret ini dibangun dari mineral feldspar plagioklas. Dalam deret
kontinyu, mineral awal akan turut serta dalam pembentukan mineral
selanjutnya. Dari bagan, plagioklas kaya kalsium akan terbentuk lebih dahulu,
kemudian seiring penurunan suhu, plagioklas itu akan bereaksi dengan sisa
larutan magma yang pada akhirnya membentuk plagioklas kaya sodium.
Demikian seterusnya reaksi ini berlangsung hingga semua kalsium dan
sodium habis dipergunakan. Karena mineral awal terus ikut bereaksi dan
bereaksi, maka sangat sulit sekali ditemukan plagioklas kaya kalsium di alam
bebas.
8
Bila pendinginan terjadi terlalu cepat, akan terbentuk zooning pada
plagioklas [plagioklas kaya kalsium dikelilingi plagioklas kaya sodium].
Discontinuous branch [deret diskontinyu]
Deret ini dibangun dari mineral ferro-magnesian sillicates. Dalam
deret diskontinyu, satu mineral akan berubah menjadi mineral lain pada suhu
tertentu dengan melakukan melakukan reaksi terhadap sisa larutan magma.
Bowen menemukan bahwa pada suhu tertentu, akan terbentuk olivin, yang
jika diteruskan akan bereaksi kemudian dengan sisa magma, membentuk
pyroxene. Jika pendinginan dlanjutkan, akan dikonversi ke pyroxene,dan
kemudian biotite [sesuai skema]. Deret ini berakhir ketika biotite telah
mengkristal, yang berarti semua besi dan magnesium dalam larutan magma
telah habis dipergunakan untuk membentuk mineral.
Bila pendinginan terjadi terlalu cepat dan mineral yang telah ada tidak
sempat bereaksi seluruhnya dengan sisa magma, akan terbentuk rim
[selubung] yang tersusun oleh mineral yang terbentuk setelahnya.
Gambar Bagan Seri Reaksi Bowen
9
Seri Reaksi Bowen merupakan suatu skema yang menunjukan urutan
kristalisasi dari mineral pembentuk batuan beku yang terdiri dari dua bagian.
Mineral-mineral tersebut dapat digolongkan dalam dua golongan besar yaitu:
1. Golongan mineral berwarna gelap atau mafik mineral.
2. Golongan mineral berwarna terang atau felsik mineral.
Dalam proses pendinginan magma dimana magma itu tidak langsung
semuanya membeku, tetapi mengalami penurunan temperatur secara perlahan
bahkan mungkin cepat. Penurunan tamperatur ini disertai mulainya pembentukan
dan pengendapan mineral-mineral tertentu yang sesuai dengan temperaturnya
Pembentukan mineral dalam magma karena penurunan temperatur telah disusun
oleh Bowen.
Sebelah kiri mewakili mineral-mineral mafik, yang pertama kali
terbentuk dalam temperatur sangat tinggi adalah Olivin. Akan tetapi jika magma
tersebut jenuh oleh SiO2 maka Piroksenlah yang terbentuk pertama kali. Olivin
dan Piroksan merupakan pasangan ”Incongruent Melting”; dimana setelah
pembentukkannya Olivin akan bereaksi dengan larutan sisa membentuk Piroksen.
Temperatur menurun terus dan pembentukkan mineral berjalan sesuai dangan
10
temperaturnya. Mineral yang terakhir tarbentuk adalah Biotit, ia dibentuk dalam
temperatur yang rendah.
Mineral disebelah kanan diwakili oleh mineral kelompok Plagioklas,
karena mineral ini paling banyak terdapat dan tersebar luas. Anorthite adalah
mineral yang pertama kali terbentuk pada suhu yang tinggi dan banyak terdapat
pada batuan beku basa seperti Gabro atau Basalt. Andesin terbentuk peda suhu
menengah dan terdapat batuan beku Diorit atau Andesit. Sedangkan mineral yang
terbentuk pada suhu rendah adalah albit, mineral ini banyak tersebar pada batuan
asam seperti granit atau rhyolite. Reaksi berubahnya komposisiPlagioklas ini
merupakan deret : “Solid Solution” yang merupakan reaksi kontinue, artinya
kristalisasi Plagioklas Ca-Plagioklas Na, jika reaksi setimbang akan berjalan
menerus. Dalam hal ini Anorthite adalah jenis Plagioklas yang kaya Ca, sering
disebut Juga "Calcic Plagioklas", sedangkan Albit adalah Plagioklas kaya Na
( "Sodic Plagioklas / Alkali Plagioklas" ).
Mineral sebelah kanan dan sebelah kiri bertemu pada mineral Potasium
Feldspar ke mineral Muscovit dan yang terakhir mineral Kwarsa, maka mineral
Kwarsa merupakan mineral yang paling stabil diantara seluruh mineral Felsik atau
mineral Mafik, dan sebaliknya mineral yang terbentuk pertama kali adalah
mineral yang sangat tidak stabil dan mudah sekali terubah menjadi mineral lain.
D. Golongan Magma
Penggolongan Magma (Diferensiasi magma) adalah suatu tahapan
pemisahan atau pengelompokan magma dimana material-material yang memiliki
kesamaan sifat fisika maupun kimia akan mengelompok dan membentuk suatu
kumpulan mineral tersendiri yang nantinya akan mengubah komposisi magma
sesuai penggolongannya berdasarkan kandungan magma. Proses ini dipengaruhi
banyak hal. Tekanan, suhu, kandungan gas serta komposisi kimia magma itu
sendiri dan kehadiran pencampuran magma lain atau batuan lain juga
mempengaruhi proses diferensiasi magma ini. Secara umum, proses diferensiasi
magma terbagi menjadi :
11
a. Fraksinasi (Fractional Crystallization)
Proses ini merupakan suatu proses pemisahan kristal-kristal dari
larutan magma karena proses kristalisasi perjalan tidak seimbang atau kristal-
kristal tersebut pada saat pendinginan tidak dapat mengubah perkembangan.
Komposisi larutan magma yang baru ini terjadi sebagai akibat dari adanya
perubahan temperatur dan tekanan yang mencolok serta tiba-tiba.
b. Crystal Settling/gravitational settling
Proses ini meliputi pengendapan kristal oleh gravitasi dari kristal-
kristal berat yang mengandung unsur Ca, Mg, Fe yang akan memperluas
magma pada bagian dasar magma chamber. Disini, mineral-mineral silikat
berat akan berada di bawah. Dan akibat dari pengendapan ini, akan terbentuk
suatu lapisan magma yang nantinya akan menjadi tekstur kumulat atau tekstur
berlapis pada batuan beku.
c. Liquid Immisbility
Larutan magma yang memiliki suhu rendah akan pecah menjadi
larutan yang masing-masing akan membentuk suatu bahan yang heterogen.
12
d. Crystal Flotation
Pengembangan kristal ringan dari sodium dan potassium akan naik ke
bagian atas magma karena memiliki densitas yang lebih rendah dari larutan
kemudian akan mengambang dan membentuk lapisan pada bagian atas magma.
e. Vesiculation
Vesiculation merupakan suatu proses dimana magma yang
mengandung komponen seperti CO2, SO2, S2, Cl2, dan H2O sewaktu-waktu naik
ke permukaan sebagai gelembung-gelembung gas dan membawa komponen-
komponen sodium (Na) dan potassium (K).
f. Asimilasi magma
Proses ini dapat terjadi pada saat terdapat material asing dalam tubuh
magma seperti adanya batuan disekitar magma yang kemudian bercampur,
meleleh dan bereaksi dengan magma induk dan kemudian akan mengubah
komposisi magma.
Gambar Asimilasi Magma
Dalam proses asimilasi, terkadang batuan-batuan yang ada di sekitar
magma chamber yang kemudian masuk ke dalam magma membeku sebagai
satu bentuk inklusi batuan yang disebut dengan xenolith. Namun bentukan
13
inklusi ini juga dapt terbentuk sebagai suatu inklusi kristal yang disebut dengan
xenocrsyt.
Sebagai ringkasan, Jakcson (1970) memberikan gambaran skematis
mengenai proses-proses differensiasi magma dalam suatu magma chamber.
Kemudian dihasilkanlah skema seperti berikut ini:
Gambar Skema differensiasi magma menurut Jackson K.C.(1970)
Dr. Lucas Donni Setiadji, seorang petrologist yang juga merupakan
dosen Jurusan Teknik Geologi FT-UGM menyatakan bahwa Diferensiasi
(Differentiation) merupakan suatu proses yang menghasilkan magma turunan
(derivative magmas) yang berbeda komposisi kimia dan mineralogi dari
Primitive Parental Magma atau yang kita sebut sebagai magma induk. Secara
umum proses diferensiasi dianggap terjadi dalam reservoir magma di dalam
kerak (kedalaman < 10 km), dimana magma dalam kondisi yang stagnan,
mendingin secara perlahan dan memiliki waktu ysng cukup untuk mengkristal.
Proses diferensiasi yang paling penting adalah Kristalisasi Fraksinasi
14
(fractional crystallization), sedangkan proses lainnya antara lain asimilasi dan
magma mixing.
Magma mixing terjadi saat dua jenis magma yang berbeda bertemu
dan kemudian bercampur menjadi satu menghasilkan satu jenis magma lain
yang homogen yang disebut dengan magma turunan. Magma turunan ini
biasanya bersifat pertengahan dari kedua jenis magma yang bercampur.
Sebagai contoh, magma andesitic dan dacitic kemungkinan adalah magma
intermediet yang terbentuk dari hasil pencampuran magma asam dan magma
basa. Kedua jenis magma ini dpat bertemu apabila dalam suatu regional
terdapat 2 magma chamber yang memiliki potensi dan berjarak tidak jauh dan
kemudian terjadi intrusi magma berupa sill atau dike dari salah satu magma
chamber lalu intrusi ini mencapai magma chamber yang lain. Dari intrusi yang
menerobos dan bertemu dengan magma chamber inilah kemudian terjadi
proses pencampuran 2 jenis magma yang berbeda menghasilkan satu jenis
magma baru yang bersifat tengahan dari 2 jenis magma yang bercampur
tersebut.
E. Evolusi Magma
Dalam siklus batuan dicantumkan bahwa batuan beku bersumber
dariproses pendinginan dan penghabluran lelehan batuan didalam Bumi
yangdisebut magma. Magma adalah suatu lelehan silikat bersuhu tinggi
beradadidalam Litosfir, yang terdiri dari ion-ion yang bergerak bebas,
hablur yangmengapung didalamnya, serta mengandung sejumlah bahan
berwujud gas.Lelehan tersebut diperkirakan terbentuk pada kedalaman
berkisar sekitar 200 kilometer dibawah permukaan Bumi, terdiri
terutama dari unsur-unsur yang kemudian membentuk mineral-mineral silikat.
Magma yang mempunyaiberat-jenis lebih ringan dari batuan
sekelilingnya, akan berusaha untuk naikmelalui rekahan-rekahan yang ada
dalam litosfir hingga akhirnya mampum e n c a p a i p e r m u k a a n
B u m i . A p a b i l a m a g m a k e l u a r , m e l a l u i k e g i a t a n gunung-
berapi dan mengalir diatas permukaan Bumi, ia akan dinamakan lava.
15
Magma ketika dalam perjalanannya naik menuju ke permukaan,
dapat juga mulai kehilangan mobilitasnya ketika masih berada didalam litosfir
danmembentuk dapur-dapur magma sebelum mencapai permukaan.
Dalam k e a d a a n s e p e r t i i t u , m a g m a a k a n m e m b e k u
d i t e m p a t , d i m a n a i o n - i o n didalamnya akan mulai kehilangan gerak
bebasnya kemudian menyusun diri,menghablur dan membentuk batuan beku.
Namun dalam proses pembekuan tersebut, tidak seluruh bagian dari
lelehan itu akan menghablur pada saat yang sama. M a g m a d a l a m
k e r a k B u m i d a p a t t e r b e n t u k s e b a g a i a k i b a t d a r i perbenturan
antara 2 (dua) lempeng litosfir, dimana salah satu dari lempeng yang berinteraksi
itu menunjam dan menyusup kedalam astenosfir. Sebagai akibat dari gesekan
yang berlangsung antara kedua lempeng litosfir tersebut, m a k a a k a n t e r j a d i
p e n i n g k a t a n s u h u d a n t e k a n a n , d i t a m b a h d e n g a n
penambahan air berasal dari sedimen-sedimen samudra akan disusul
oleh proses peleburan sebagian dari litosfir (gambar berikut)
Sumber magma yang terjadi sebagai akibat dari peleburan
tersebut akanmenghasilkan magma yang bersusunan asam (kandungan unsur
SiO2 lebihbesar dari 55%). Magma yang bersusunan basa, adalah magma yang
terjadidan bersumber dari astenosfir. Magma seperti itu didapat di daerah-
daerahy a n g m e n g a l a m i g e j a l a r e g a n g a n y a n g d i l a n j u t k a n d e n g a n
16
p e m i s a h a n litosfir.Sekurang – kurangnya genesa batuan beku,vulkanik maupun
plutonikharus di tinjau dari tiga segi:
1. Faktor yang memberikan bagaimana dan dimana larutan
bergenerasidi dalam selubung atau pada kerak bumi bagian bawah.
2. Kondisi yang berpengaruh terhadap larutan ssewaktu naik
kepermukaan.
3. Proses – proses di dekat permukaan yang menyempurnakangenerasi.
Magma dapat berubah menjadi magma yang bersifat lain oleh proses-
proses sebagai berikut:
1. Hibridasi : Pembentukan magma baru karena pencampuran dua magma yang
berlainan jenisnya.
2. Sinteksis : Pembentukan magma baru karena proses asimilasi dengan bantuan
samping
3. Anteksis : Proses pembentukan magma dari peleburan batuan pada kedalaman
yang sangat besar.
Dari magma dengan kondisi tertentu ini selanjutnya mengalami
differensiasi magmatik. Differensiasi magmatik ini meli[uti semua proses
yangmengubah magma dari keadaan awal yang homogen dalam skala
besar menjadi massa batuan beku dengan komposisi yang bervariasi.Proses –
proses differensiasi magma meliputi :
• Fragsinasi
Pemisahan k r i s t a l da r i l a ru t an magma ,ka rena p rose s
k r i s t a l i s a s i berjalan tidak setimbang atau kristal – kristal pada waktu
pendinginantidak dapat mengikuti perkembangan.Komposisi larutan magma
yangbaru ini terjadi terutama karena adanya perubahan temperatur
dantekanan yang menyolok dan tiba- tiba
• Crystal settling / Gravitational
Adalah pengendapan kristal oleh gravitasi dari kristal – kristal berat
C a , M g , F e y a n g a k a n m e m p e r k a y a m a g m a p a d a b a g i a n
d a s a r waduk . D i s i sn i m ine ra l s i l i ka be r a t akan t e r l e t ak d i
bawah mine ra l silika ringan.
17
• Liquid Immisibility
Larutan magma yang mempunyai suhu rendah akan pecah
menjadilarutan yang masing – massing membeku membentuk bahan
yangheterogen.
• Crystal Flotation
Pengembangan kristal ringan dari sodium dan potassium yang
akanmemperkaya magma pada bagian atas dari waduk magma.
• Vesiculation
Proses dimana magma yang mengandung komponene seperti C0 ,SO , S , CL ,
dan H O sewaktu naik ke permukaan membentukgelembung – gelembung gas
dan membawa serta komponen volatilesodium ( Na ) dan Pottasium ( K ).
• Difussions
Bercampurnya batuan dinding dengan magma di dalam wadukmagma secara
lateral.
Evolusi magma Vulkanik
F. Sifat-sifat Magma
1. Sifat-sifat Fisik Jenis Magma
a) Viskositas dan Berat Jenis Magam
Viskositas dan densitas magma adalah sifat fisika magma dan sebagai
parameter yang signifikan untuk memahami proses aktivitas gunung api.
Viskositas magma mengontrol mobilitas magma, densitas mengontrol arah
18
gerakan relatif antara magma dan bmaterial padat (batuan fragmen dan kristal).
Magma yang mempunyai viskositas rendah, seperti magma basalti, dapat
membentuk lava yang sangat panjang dengan aliran yang cepat. Sebaliknya,
magma riolitis yang cukup kental sangat terbatas mengalir. Karena kentalnya
magma riolitis, maka gelembung gas di perangkap oleh magma, mengalami
ekspansi, dan dapat menyebabkan erupsi yang eksplosif.
Viskositas merupakan sifat suatu cairan atau gas yang berhubungan
dengan hambatan alir gas/cairan itu sendiri akibat adanya gaya-gaya antar
partikel yang mengalir. Viskositas magma didefinisikan sebagai
perbandingan antara shear stress dan strain rate. Lava akan mengalir pada saat
shear stress lebih besar dari yield strength. Viskositas bergantung pada
komposisi/kandungan kristal, gelembung, gas (H2O), serta temperatur dan
tekanan.
Densitas ukuran kepekatan atau kemampatan suatu zat merupakan
perbandingan antara massa dan volume zat itu sendiri. Magma terdiri atas
cairan si-lika, dan material lainnya, seperti kristal, gelembung gas, dan fragmen
batuan. Cairan silika mengandung rantai panjang dan cincin polimer Si-O
tetrahedra, bersama-sama kation (seperti Ca2+, Mg2+, Fe2+) dan anion (misal
OH-, F-, Cl-, S-) yang terletak secara acak, berada dalam tetrahedra (Gambar
3). Densitas rangkaian Si-O, yang merupakan fungsi komposisi, tekanan, dan
temperatur, mengontrol sifat-sifat fisika cairan, seperti densitas dan viskositas.
Densitas cair-an silika berbeda dengan densitas magma, karena cairan silika
tidak mengandung kristal, gelembung, dan fragmen. Batuan ini akan
memengaruhi densitas magma. Densitas cairan silika mempunyai rentang
antara 2850 kg/m3 untuk basaltik sampai 2350 kg/m3 untuk riolit.
b) Suhu Magma
Suhu magma secara umum (seperti yang ada di luar inti bumi atau
lapisan outer core) yang mencapai 5000 derajat celcius, meski jika berada di
udara terbuka, suhunya bisa turun hingga 1300 derajat celcius
Secara khusus suhu magma berdasarkan jenisnya sebagai berikut :
19
Suhu magma Basaltik atau gabbroic - 1000-1200oC,
Andesitik atau dioritik - 800-1000oC,
Rhyolitic atau granit - 650-800oC,
Magma Jenis Batu Vulkanik Pemadatan Batu Komposisi Kimia Konten
Suhu Gas Basaltik Basalt Gabbro 45-55% SiO2, tinggi Fe, Mg, Ca, rendah
K, Na 1000-1200oC,
RendahAndesit Diorit 55-65% SiO2, menengah di Fe, Mg, Ca, Na, K
800 - 1000 oC,
Menenga Rhyolite Granit 65-75% SiO2, rendah Fe, Mg, Ca, tinggi di K,
Na 650-800 oC.
2. Sifat Kimia Magma
a) Magma Asam
Magma asam, yaitu magma yang banyak mengandung silika (SiO2),
biasanya berwarna terang, seperti granit dan diorit.
Magma yang bersifat asam biasanya lebih kental dan sulit membeku,
mengakibatkan terbentuknya batuan dengan komposisi kristal yang perfect
atau sempurna. Hal ini disebabkan karena pada saat terjadinya pendinginan
yang lambat maka kristalnya memiliki cukup waktu untuk membentuk
dirinya.
b) Magma Basa
Magma basa, yaitu magma yang sedikit mengandung Silika (SiO2)
dan berwarna lebih gelap karena mengandung mineral yang berwarna lebih
tua, seperti gabro dan basalt.
Magma yang bersifat basa biasanya lebih encer dari pada magma asam, hal
ini disebabkan karena magma basa memiliki viskositas yang tinggi sehingga
proses pendinginannya atau pembekuannya lebih cepat dibandingkan
dengan magma asam. Dikarenakan proses pembekuannya yang begitu cepat
maka kristal yang terbentuk akan kecil – kecil bahkan ada juga yang tidak
memiliki kristal sama sekali.
20
BAB III
GENESA MAGMA
Asal magma merupakan topik yang sangat kontroversial,
pertanyaan yang selalu muncul adalah bagaimana magma yang mempunyai
komposisi berbeda terbentuk ? Mengapa gunung api yang berada di dasar
samudera mengeluarkan lava basaltik, sedang yang berhubungan dengan palung
laut menghasilkan lava andesitik ?.
Seperti yang telah diketahui bahwa magma terbentuk apabila batuan
dipanaskan hingga mencapai titik leburnya. Pada kondisi permukaan, batuan
dengan komposisi granitik mulai melebur pada temperatur sekitar 750°C,
sedangkan batuan basaltik mencapai temperatur 1000°C. Karena batuan
mempunyai komposisi mineral yang sangat bervariasi, maka batuan akan
melembur dengan sempurna dengan perbedaan temperatur sampai beberapa ratus
derajat dari pertama kali batuan mulai melebur.
Cairan yang pertama terbentuk pada waktu batuan mengalami pemanasan
yang tinggi adalah mineral yang mempunyai titik lebur terendah. Bila pemanasan
berlangsung terus, maka proses peleburan akan berlangsung terus mengikuti
masing-masing titik lebur mineral yang menyusun batuan tersebut, sampai
komposisi cairan mendekati komposisi batuan asalnya. Tetapi kadang-kadang
proses peleburan ini tidak berlangsung sempurna.
Proses peleburan yang bertahap ini disebut partial melting. Hasil yang
signifikan dari proses partial melting adalah dihasilkannya cairan magma dengan
kandungan silika yang lebih tinggi daripada batuan asalnya. Salah satu sumber
panas yang melebur batuan berasal dari peluruhan mineral radioaktif yang
terkonsentrasi pada mantel bumi bagian atas dan kerak bumi.
Pekerja-pekerja tambang bawah tanah juga sudah lama mengetahui
bahwa temperatur meningkat dengan bertambahnya kedalaman. Jika temperatur
merupakan satu-satunya yang menentukan apakah batuan akan meleleh atau tidak,
maka bumi merupakan suatu bola pijar yang dilapisi oleh lapisan padat yang tipis.
Tetapi ternyata tekanan juga bertambah besar sesuai dengan kedalaman. Karena
21
batuan mengembang pada waktu dipanaskan, maka diperlukan tambahan panas
untuk melelehkan batuan yang ditutupinya untuk mengatasi efek dari tekanan
disekitarnya. Titik lebur batuan akan meningkat dengan meningkatnya tekanan.
Di alam, batuan yang dalam akan melebur oleh salah satu sebab dari dua
faktor, yaitu pertama, batuan akan melebur karena temperatur naik melebihi titik
lebur batuan tersebut. Kedua tanpa kenaikan temperatur, pengurangan tekanan
disekitar batuan akan menyebabkan titik lebur batuan turun. Kedua proses tersebut
merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam proses pembentukan
magma.
A. Genesa Magma Asam
Magma asam adalah magma ysng memiliki kandungan silica (SiO2) yang
tinggi dan memiliki kekentalan yang tinggai. Contoh magma asam adalah magma
granitic.
Sebagian besar magma granitik atau rhyolitic muncul hasil dari pencairan
basah kerak benua. Bukti untuk ini adalah:Kebanyakan granit dan riolit ditemukan
di daerah dari kerak benua.Ketika magma granit dari gunung berapi meletus ia
melakukannya sangat eksplosif, menunjukkan kandungan gas yang tinggi.
Granit Pemadatan atau riolit mengandung kuarsa, felspar, hornblende, biotit, dan
muskovit. Mineral yang mengandung air yang terakhir, menunjukkan kandungan
air yang tinggi
Namun, suhu di kerak benua biasanya tidak cukup tinggi untuk
menyebabkan mencair, dan dengan demikian sumber lain panas diperlukan.
Dalam kebanyakan kasus tampak bahwa sumber panas magma basaltik. Magma
basaltik dihasilkan dalam mantel, kemudian naik ke dalam kerak benua. Tapi,
karena magma basaltik memiliki kepadatan tinggi mungkin berhenti di kerak dan
mengkristal, melepaskan panas ke kerak sekitarnya. Hal ini menimbulkan gradien
panas bumi dan dapat menyebabkan pencairan sebagian basah dari kerak untuk
menghasilkan magma rhyolitic.
22
B. Genesa Magma Basa
Magma basa, yaitu magma yang sedikit mengandung Silika (SiO2) dan
berwarna lebih gelap karena mengandung mineral yang berwarna lebih tua, seperti
gabro dan basalt.
Banyak bukti menunjukkan bahwa hasil magma basaltik dari pencairan
sebagian kering dari mantel.Basal membentuk sebagian besar dari kerak samudera
dan kerak mendasari mantel saja.
Basal mengandung mineral seperti olivin, piroksen dan plagioklas, tidak
ada yang mengandung air.
Basal meletus non-eksplosif, menunjukkan kandungan gas rendah dan
kadar air rendah karena itu.Mantle ini terbuat dari peridotit garnet (batu terdiri
dari olivin, piroksen, dan garnet) - bukti berasal dari potongan dibesarkan oleh
gunung berapi meletus. Di laboratorium kita dapat menentukan perilaku leleh dari
peridotit garnet.
Dalam kondisi normal suhu di bumi, yang ditunjukkan oleh gradien
geotermal, lebih rendah dari awal mencairnya mantel. Jadi agar mantel mencair
harus ada mekanisme untuk menaikkan gradien panas bumi. Setelah mekanisme
tersebut adalah konveksi, dimana bahan mantel panas naik ke tekanan yang lebih
rendah atau kedalaman, membawa panas dengan itu. Jika gradien geotermal
mengangkat menjadi lebih tinggi dari suhu leleh awal pada tekanan apapun, maka
senyawa parsial akan terbentuk. Cair dari senyawa parsial dapat dipisahkan dari
kristal yang tersisa karena pada umumnya, cairan memiliki kepadatan lebih
rendah dari padatan. Magma basaltik atau gabbroic tampaknya berasal dengan
cara ini.
23
BAB IV
KLASIFIKASI MAGMA
Magma secara umum dapat dibedakan menjadi tiga tipe magma, yaitu:
1. Magma Basa atau Magma Basaltik (Basaltic magma)
2. Magma Intermediet atau Magma Andesitik (Andesitic magma).
3. Magma Asam atau Magma Riolitik (Rhyolitic magma
Tiap-tiap magma memiliki karakteristik yang berbeda. Rangkuman dari sifat-sifat
mangma itu seperti terlihat di dalam Tabel.
Rangkuman Sifat-sifat Magma
Tipe Magma
Batuan Beku yang dihasilkan
Komposisi Kimia Temperatur ViskositasKandungan Gas
Basaltik Basalt
45-55 SiO2 %, kandungan Fe, Mg, dan Ca tinggi, kandungan K, dan Na rendah.
1000 – 1200oC Rendah Rendah
Andesitik Andesit
55-65 SiO2 %, kandungan Fe, Mg, Ca, Na, dan K menengah.
800 – 1000oC Menengah Menengah
Rhyolitik Rhyolit
65-75 SiO2 %, kandungan Fe, Mg, dan Ca rendah, kandungan K, dan Na tinggi.
650 – 800 oC Tinggi Tinggi
A. Berdasarkan Kandungan SiO2 atau derajat keasaman
Magma dapat dibedakan berdasarkan kandungan SiO2. Dikenal ada tiga
tipe magma, yaitu:
1. Magma Basaltik (Basaltic magma) – SiO2 45-55 %berat; kandungan
Fe dan Mg tinggi; kandungan K dan Na rendah.
2. Magma Andesitik (Andesitic magma) – SiO2 55-65 %berat, kandungan
Fe, Mg, Ca, Na dan K menengah (intermediate).
24
3. Magma Riolitik (Rhyolitic magma) – SiO2 65-75 %berat, kandungan
Fe, Mg dan Ca rendah; kandungan K dan Na tinggi.
B. Berdasarkan Kandungan Gas
Pada kedalaman di Bumi hampir semua magma mengandung gas. Gas
memberikan magma karakter eksplosif mereka, karena gas mengembang
menyebabkan tekanan berkurang, Kebanyakan H2O dengan beberapa CO2 , Kecil
jumlah Sulfur, Cl, dan F
Penggolongan magma berdasarkan kandungan gas adalah :
1. Magma dengan kandungan gas tinggi, yaitu magma Ryolitik atau
Granit
2. Magma dengan kandungan gas menengah, yaitu magma Andesitik
3. Magma dengan kandungan gas rendah, yaitu magma Basaltik..
C. Berdasarkan kimiawi dan mineralogi
Magma Jenis Batu Vulkanik Pemadatan Pemadatan Batu Komposisi
Kimia:
1. Basalt Gabbro
SiO2 45-55 % berat; kandungan Fe dan Mg tinggi; kandungan K dan Na
rendah.
2. Andesit Diorit
SiO2 55-65 % berat, kandungan Fe, Mg, Ca, Na dan K menengah
(intermediate).
3. Rhyolitic Rhyolite Granit
SiO2 65-75 % berat, kandungan Fe, Mg dan Ca rendah; kandungan K dan
Na tinggi.
D. Berdasarkan % berat perbandingan alkali
Unsur alkali adalah golongan IA contohnya Na. untuk pengelompokan
magma berdasarkan perbandingan unsur alkali adalah sebagai beriku :
1. Magma dengan kandungan Na tinggi, contohnya: Rhyolite Granit
2. Magma dengan kandungan Na menengah, contohnya: Andesit, Diorit
25
3. Magma dengan kandungan Na rendah, contohnya: Basalt, Gabbro
E. Berdasarkan % berat oksida
1. Berat oksida 45-55 % berat adalah magma Basalt, Gabbro
2. Berat oksida 55-65 % berat adalah magma Andesit, Diorit
3. Berat oksida 65-75 % berat adalah magma Rhyolitic, Rhyolite, Granit
F. Berdasarkan harga alkali kimia index (λ)
G. Berdasarkan Harga suite index
H. Berdasarkan harga index pembekuan
26
BAB V
ERUPSI GUNUNG API
A Tipe Pilian
Letusan Peléan adalah jenis letusan gunung berapi. Mereka dapat terjadi
ketika magma kental, biasanya tipe rhyolitic atau andesit, terlibat, dan berbagi
beberapa kesamaan dengan letusan Vulcanian. Karakteristik yang paling penting
dari sebuah letusan Peléan adalah adanya longsoran bersinar abu vulkanik panas,
aliran piroklastik. Pembentukan kubah lava adalah fitur lain yang khas. Arus
pendek abu atau penciptaan kerucut batu apung dapat diamati juga.dengan ejecta
volume > 10,000,000 m³ dan plume 3 – 15 km.
Contoh gunung dengan letusan level ini:
Gunung Nevado del Ruiz di Kolombia erupsi terakhir terjadi pada 1991
27
Gunung Soufrière Hills di Monsteratt kepulauan Karibia erupsi terakhir terjadi
pada februari 2010
B. Tipe Hawaian
Sebuah letusan Hawaiian adalah jenis letusan gunung berapi di mana
lava dari lubang dalam ledakan lembut relatif, tingkat rendah, disebut demikian
karena itu adalah karakteristik dari gunung berapi Hawaii. Biasanya mereka
adalah letusan efusif, magma basaltik dengan viskositas rendah, kandungan gas
rendah, dan suhu tinggi pada lubang angin. Dengan ejecta volume < 10,000 m³
dan plume < 100 m.
Contoh gunung yang pernah meletus dengan Level ini:
Erupsi gunung Kilauea berlangsung dari 3 januari 1983 hingga sekarang
membentuk tanah baru di pasifik.
28
Erupsi Gunung Piton de la Fournaise di Reunion
terakhir pada 9 desember 2010
C. Tipe Strato
Erupsi tipe strato adalah erupsi dari Gunung yang terbentuk oleh
muntahan material gunung api berupa piroklastik yang berselingan dengan lava.
Contoh gunung tipe strato adalah gunung Merapi.
Pada saat meletus, gas yang terbentuk dalam magma gunung strato ini
akan mendorong lava dan material lainnya menyebur ke udara. Materi ini akan
terpecah menjadi partikel-partikel dan gumpalan-gumpalan yang berpijar yang
dapat menghanguskan. Oleh karena itu, hal ini patut diwaspadai, terutama oleh
penduduk sekitar yang tinggal dilereng-lereng gunung berapi yang merupakn
daerah rawan bencana.
29
Erupsi Gunung Merapi
Erupsi Gunung Fuji
D. Tipe Islandia
Tipe Islandia ini mempunyai cirri erupi sangat lemah, magma sangat cair
yang mengalir ke permukaan bumi melalui satu saluran, kemudian menyebar di
permukaan bumi membentuk lapisan-lapisan lava. Erupsi biasanya berlangsung
berbulan-bulan dan pada erupsi berikutnya salurang seringkali bergeser tempat.
Contoh: di daerah laki, Islandia Selatan.
30
Erupsi Gunung Islandia
E. Tipe Stromboli
Letusan strombolian relatif rendah tingkat letusan gunung berapi,
dinamai setelah gunung berapi Stromboli Italia, di mana letusan tersebut terdiri
dari pengusiran cinder pijar, lapili dan bom lava ke ketinggian puluhan hingga
ratusan meter. Mereka kecil dan menengah dalam volume, dengan kekerasan
sporadis. Dengan ejecta volume > 10,000 m³ dan plume 100 – 1000 m.
Contoh gunung dengan letusan level ini:
Erupsi besar terakhir Gunung Stromboli di Italia terjadi pada april 2009
31
Erupsi besar terakhir Gunung Nyiragongo
di Republik kongo terjadi pada 1977 dan 2002
BAB VI
CONTOH-CONTOH LETUSAN GUNUNG API DI INDONESIA
Gunung Api Karakatau
Krakatau adalah kepulauan vulkanik yang masih aktif dan berada di Sela
Sunda antara pulau Jawa dan Sumatra. Nama ini pernah disematkan pada satu
puncak gunung berapi di sana (Gunung Krakatau) yang sirna karena letusannya
sendiri pada tanggal 26-27 Agustus 1883. Letusan itu sangat dahsyat; awan panas
dan tsunami yang diakibatkannya menewaskan sekitar 36.000 jiwa. Sampai
sebelum tanggal 26 Desember 2004, tsunami ini adalah yang terdahsyat di
kawasan Samudera Hindia. Suara letusan itu terdengar sampai di Alice Springs,
32
Australia dan Pulau Rodrigues dekat Afrika, 4.653 kilometer. Daya ledaknya
diperkirakan mencapai 30.000 kali bom atom yang diledakkan di Hiroshima dan
Nagasaki di akhir Perang Dunia II.
Letusan Krakatau menyebabkan perubahan iklim global. Dunia sempat
gelap selama dua setengah hari akibat debu vulkanis yang menutupi atmosfer.
Matahari bersinar redup sampai setahun berikutnya. Hamburan debu tampak di
langit Norwegia hingga New York.
Ledakan Krakatau ini sebenarnya masih kalah dibandingkan dengan
letusan Gunung Toba dan Gunung Tambora di Indonesia, Gunung Tanpo di
Selandia Baru dan Gunung Katmal di Alaska. Namun gunung-gunung tersebut
meletus jauh pada masa ketika populasi manusia masih sangat sedikit. Sementara
ketika Gunung Krakatau meletus, populasi manusia sudah cukup padat, sains dan
teknologi telah berkembang, telegraf sudah ditemukan, dan kabel bawah laut
sudah dipasang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa saat itu teknologi
informasi sedang tumbuh dan berkembang pesat.
Tercatat bahwa letusan Gunung Krakatau adalah bencana besar pertama
di dunia setelah penemuan telegraf bawah laut. Kemajuan tersebut, sayangnya
belum diimbangi dengan kemajuan di bidang geologi. Para ahli geologi saat itu
bahkan belum mampu memberikan penjelasan mengenai letusan tersebut
Letusan Gunung Krakatau Tahun 1883
Gunung Api Anak Krakatau (28 Juni 2010 – saat ini)
33
Gunungapi Anak Krakatau merupakan gunungapi aktif yang berada
di Selat Sunda terdapat di antara P. Panjang, P. Sertung dan P.Rakata
(G.Krakatau), terbentuk akibat terjadinya letusan paska pembentukan kaldera.
Letusan besar terakhir G. Krakatau terjadi pada 1883 adalah salah satu yang
paling dikenal dunia karena diikuti terjadinya tsunami yang mengakibatkan
korban jiwa mencapai puluhan ribu orang.
Gunungapi Anak Krakatau sejak muncul pada 11 Juni 1927 hingga
2010, telah mengalami erupsi lebih dari 100 kali baik bersifat eksplosif
maupun efusif. Dari sejumlah letusan tersebut, pada umumnya titik erupsi
selalu berpindah-pindah di sekitar tubuh kerucutnya. Waktu istirahat G.Anak
Krakatau berkisar antara 1 – 6 tahun dan umumnya terjadi 4 tahun sekali
berupa letusan abu dan leleran lava.
Erupsi G. Anak Krakatau yang sering terjadi 4 tahun terakhir
adalah letusan magmatik bertipe strombolian, yaitu letusan yang
menghasilkan material vulkanik berupa bom vulkanik, skoria berukuran
bongkah, kerikil, pasir dan abu, yang tersebar hanya di sekitar G. Anak
Krakatau pada radius kira-kira 500 – 1000 m.
Gunungapi Anak Krakatau hingga saat ini masih ‘tumbuh’ membangun
diri. Dalam 4 tahun terakhir ini Krakatau terlihat sangat aktif, dimana erupsi
terjadi setiap tahun. Erupsi tahun 2010 merupakan kelanjutan dari erupsi
sebelumnya yang dimulai pada 2007.
Kegempaan Krakatau pada umumnya didominasi oleh jenis gempa-
gempa Vulkanik (baik Vulkanik Dalam maupun Vulkanik Dangkal) serta gempa
Letusan/Hembusan. Pada 2010 ini peningkatan aktivitas mulai terjadi pada 28
Juni 2010, ditandai dengan munculnya gempa-gempa Vulkanik, Tremor, yang
diikuti Hembusan dan Letusan yang terus terjadi hingga akhir Desember 2010.
Pada periode Agustus hingga Desember 2010 tercatat jumlah rata-
rata gempa Vulkanik Dalam antara 20-30 kejadian per hari, Vulkanik Dangkal
tercatat antara 120-135 kejadian, dan gempa Letusan serta Hembusan dapat
mencapai ratusan kejadian per hari. Sementara secara visual terkadang terlihat
34
titik sinar api dan tinggi kolom asap letusan dapat mencapai ketinggian
1800 m
Letusan G. Anak Krakatau 2010 termasuk cukup besar, karena suara
gemuruh G. Anak Krakatau terdengar di pos PGA Anak Krakatau yang
berjarak ± 40 km. Selain itu jendela kaca ikut pula bergetar sesaat setelah
letusan terjadi. Hingga Desember 2010 letusan G. Anak Krakatau masih terus
berlangsung. Meski tidak ada penduduk yang bermukim di sekitarnya, namun
komplek Krakatau sering dikunjungi wisatawan, serta menjadi tempat
singgah para nelayan, maka dalam status WASPADA (Level II) Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi menetapkan daerah aman adalah di
luar radius 2 km dari kawah aktif G. Anak Krakatau.
Anak Krakatau tahun 1988
Gunung Anak Krakatau Tahun 2008
35
Gunungapi Karangetang (6 Agustus 2010 dan 22 September 2010)
Gunungapi Karangetang yang dikenal juga sebagai Gunungapi Siau
merupakan sebuah pulau gunungapi, berada di bagian utaraP. Siau dan termasuk
dalam kabupaten Kepulauan Sitaro (Siau Tagulandang Biaro) yang berjarak
sekitar 146 km dari Kota Manado.
Secara geografis G. Karangetang terletak pada posisi 02047’ Lintang
Utara dan 125029’ Bujur Timur, dengan tinggi puncak sekitar 1827 m di atas
permukaan laut. Gunungapi tersebut dipantau secara menerus dari Pos
Pengamatan Gunungapi di Desa Salili. Gunungapi Karangetang saat ini masih
berstatus Waspada merupakan gunungapi paling aktif di kawasan Sulawesi
Utara.
Pertumbuhan kubah lava yang terkadang diikuti guguran/leleran lava
pijar dan kejadian awan panas guguran menjadi salah satu karakteristiknya.
Dalam kegiatannya tercatat beberapa kali mengakibatkan korban jiwa. Korban
terbanyak berjumlah 6 orang diakibatkan oleh awan panas pada 18 Mei 1992
(Bronto, 1996).
Berdasarkan Peta KRB, hampir seluruh tubuh G. Karangetang
merupakan kawasan rawan bencana, kecuali di sebelah timur puncak, yaitu
di daerah Lanage sampai Tonggeng Moade sebagai daerah aman. Daerah ini
aman karena terhalang oleh Bukit Kalai.
Pada 6 Agustus 2010 G. Karangetang yang masih berstatus Waspada
kembali mengalami erupsi freatik, diawali dengan suara letusan dari kawah
utama yang kemudian diikuti letusan yang lebih kuat yang menghancurkan
kubah lava, hembusan awan panas guguran meluncur ke arah Kali Pangi
yang berada di Siau Barat-Utara hingga mencapai pantai, menghancurkan
jalan dan jembatan yang menghubungkan Desa Mini dan Kinali, 1 rumah
hilang, 5 rumah rusak berat -ringan, tercatat 4 orang hilang, 1 orang luka
berat dan 3 orang luka ringan.
Beberapa saat setelah erupsi freatik terjadi, dari kawah utama
guguran lava pijar meluncur ke arah Kali Batu Awang dan Kali Kahetang
sejauh 1000-1500 m, Kali Batang 800 m, Kali Beha 1500 m, dan ke Kali Nan
36
itu/Pangi sejauh 2000 m. Berdasarkan pengamatan seismik, aktivitas
G. Karangetang mengalami peningkatan sebelum terjadinya erupsi freatik 6
Agustus 2010. Letusan diawali dengan terjadinya gempa tektonik terasa pada
3 Agustus 2010, diikuti meningkatnya jumlah gempa Hembusan dan Fase
Banyak, kemudian disusul munculnya gempa-gempa Vulkanik. Namun
tingginya curah hujan di sekitar puncak G. Karangetang kemungkinan
merupakan pemicu utama terjadinya erupsi freatik.
Mengingat terjadinya gempa terasa biasanya memicu peningkatan
aktivitas G. Karangetang, bahkan terkadang memicu terjadinya erupsi, maka
erupsi freatik yang terjadi pada 6 Agustus 2010 dapat dikatakan mengikuti
pola yang sama, dimana gempa terasa yang terjadi pada 3 Agustus 2010
memicu terjadinya peningkatan aktivitas yang diikuti terjadinya erupsi freatik
3 hari kemudian.
Setelah kegiatan erupsi 6 Agustus 2010, secara visual aktivitas G.
Karangetang kembali tenang, tidak terlihat adanya guguran lava pijar. Pada
malam hari hanya terlihat sinar api di puncak G. Karangetang, namun hal
ini belum merupakan indikasi proses erupsi telah berakhir, mengingat pendeknya
interval erupsi G. Karangetang. Selain itu munculnya gempa-gempa Tremor
baik harmonik maupun nonharmonik yang diselingi dengan terjadinya gempa
Fase Banyak paska letusan freatik. Hal ini merupakan indikasi suplai magma
dari dalam tubuh G. Karangetang, yang akhirnya terlihat dalam bentuk kubah
lava baru di kawah utama pada 16 Agustus 2010. Guguran lava pijar terus
terjadi secara berfluktuatif dari 16 Agustus hingga pertengahan September
2010.
Pendeknya waktu pengisian material di kawah utama paska
terbongkarnya kubah lava, menunjukkan dangkalnya sumber magma.
Dangkalnya sumber magma, serta proses naiknya magma ke permukaan pun
terdeteksi oleh hasil ploting hiposenter gempa Vulkanik pada 11-15 Agustus
2010, yang terakumulasi di bawah kawah utama, dengan kedalaman sangat,
bahkan cenderung berada di permukaan menjelang terjadinya guguran lava
pijar pada 16 Agustus 2010 (Loeqman, 2010). Berdasarkan hasil pengukuran
37
Electronic Distance Measurement (EDM), proses inflasi khususnya di bagian
tengah tubuh G. Karangetang masih berlangsung, yang berarti akumulasi
tekanan pada bagian tengah lebih besar di bandingkan di bagian atas G.
Karangetang, (suplai magma dari bagian bawah masih terus berlanjut dan lebih
besar dibandingkan dengan material yang dikeluarkan).
Hingga pertengahan September 2010 aktivitas seismik sempat
mengalami penurunan, namun secara visual aktivitas guguran lava pijar terkadang
masih terjadi. Pada 18 September 2010 aktivitas G. Karangetang kembali
mengalami peningkatan, ditandai dengan munculnya Gempa Tremor dengan
amplituda maksimum 0.5 – 1 mm. Amplituda tremor terusmembesar hingga 10–
49 mm pada 22 September 2010. Munculnya gempa tremor ini diikuti
dengan guguran lava pijar secara terus menerus ke segala arah. Berdasarkan
pada peningkatan aktivitas kegempaan dan potensi ancaman yang tinggi dari
awan panas guguran terhadap masyarakatb di lereng G. Karangetang, maka
pada 22 September 2010 kegiatan G. Karangetang dinaikkan dari WASPADA
(Level II) menjadi SIAGA (Level III).
Setelah berstatus Siaga, aktivitas G. Karangetang yang sempat stabil
kembali meningkat, ditandai dengan munculnya Gempa Letusan pada 27
September 2010 pukul 08.39 WITA dengan amplituda maksimum 49 mm dan
diikuti dengan Gempa Tremor menerus dengan amplituda 49 mm (over scale),
disertai dengan hembusan asap putih tipis setinggi 50 meter dan suara
gemuruh. Pada sore harinya pukul 17.49 WITA teramati awan panas yang
diikuti guguran lava pijar ke segala arah. Gempa Tremor menerus dengan
amplituda overscale ini terus terjadi hingga 28 September 2010. Aktivitas G.
Karangetang kembali turun sejak 29 September 2010 dengan didominasi
Gempa Tremor menerus dengan amplituda rata-rata 2 mm dan terus menurun
hingga rata-rata 0.5-1 mm, sesekali disertai Gempa Guguran dan Gempa
Hembusan hingga Oktober 2010.
Aktifitas kegempaan G. Karangetang periode 1 November – 12
Desember 2010 secara berfluktuatif terus mengalami penurunan, baik gempa-
gempa Vulkanik, Hembusan, Guguran, Fase Banyak dan Tektonik, bahkan
38
getaran Tremor tidak terekam sama sekali. Dalam periode ini kejadian awan
panas guguran mengalami penurunan secara drastis. Saatgunung terlihat jelas,
dari Kawah Utama teramati asap kawah berwarna putih mencapai ketinggian
50 - 300 m, dan Kawah II asap putih tipis dengan ketinggian 25 - 100 m, pada
malam hari teramati sinar api dengan ketinggian berkisar antara 10 - 50 m.
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisa data kegempaan, visual,
dan potensi bahaya erupsi status kegiatan G. Karangetang diturunkan dari
SIAGA (Level III) menjadi WASPADA (Level II) sejak 13 Desember 2010.
Gunungapi Karangetang merupakan gunungapi paling aktif di Indonesia yang
sering mengalami erupsi hampir setiap tahun, dengan karakteristik berupa
erupsi eksplosif tipe strombolian dan vulkanian serta pertumbuhan kubah lava
yang sering diikuti oleh kejadian awan panas guguran. Oleh karena itu
masyarakat dituntut selalu waspada akan bahaya yang diakibatkan oleh awan
panas guguran, longsoran guguran lava pijar dari kubah lava dan bahaya
sekunder lahar. Resiko bahaya semakin tinggi karena pulau gunungapi ini
hanya memiliki jarak antara batas pantai pusat erupsi sekitar 4 km yang di
dalamnya terdapat banyak pemukiman
Gunung api karangetang
39
Gunung api karangetang
Gunungapi Sinabung (27 Agustus – 7 September 2010)
Gunungapi Sinabung merupakan gunungapi strato, secara administratif
terletak di kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara, dan secara geografis
terletak pada posisi 3o 10’ LU, 98o 23,5’ BT dengan ketinggian 2460 meter
dipermukaan laut. Karena tidak tercatatnya sejarah tentang aktivitasnya sejak
tahun 1600, maka G. Sinabung dimasukan kedalam gunungapi tipe B.
Peningkatan aktivitas vulkaniknya mulai tercatat sejak terjadinya erupsi
freatik pada 27 Agustus 2010, yang mengakibatkan status G. Sinabung
dinaikan dari gunungapi tipe B menjadi tipe A yang berstatus AWAS (Level)
pada 29 Agustus 2010. G. Sinabung tercatat mengalami 6 kali letusan, dan
mengakibatkan 28.587 warga mengungsi.
Pada 29 Agustus 2010 pukul 10:00 WIB, terekam 5 kejadian Gempa
Vulkanik Dalam (VA) dan 1 kali kejadian Gempa Vulkanik Dangkal (VB)
yang dikuti oleh kejadian erupsi eksplosif dengan ketinggian kolom letusan
mencapai 1500 m, dengan amplituda gempa letusan ’over scale’ dan lama gempa
420 detik. Setelah erupsi 29 Agustus 2010, gempa vulkanik masih terus
terekam dengan kecendrungan energi gempa vulkanik terus meningkat hingga
kembali terjadi erupsi 30 Agustus 2010 pukul 06:38 WIB, dengan tinggi
kolom abu vulkanik sekitar 2000 m dari puncak.
40
Keesokan harinya pada 2 September pukul 19:00 WIB mulai terekam
getaran tremor menerus dan dikuti oleh kejadian erupsi pada 3 September 2010
pukul 04:38 WIB, sementara amplituda Gempa Letusan kembali over scale
dengan lama gempa 890 detik. Paska letusan tersebut Gempa Tremor masih
terus berlangsung hingga terjadi erupsi eksplosif kedua pada pukul 17:59 WIB,
dengan amplituda Gempa Letusan over scale dan lama gempa 365 detik.
Erupsi terakhir terjadi pada 7 September 2010 dan merupakan erupsi
terbesar dari 5 kejadian erupsi sebelumnya, mempunyai amplituda Gempa
Letusan over scale dan lam gempa letusan 930 detik Krisis vulkanik kembali
berlangsung dengan munculnya tremor vulkanik pada 9 dan 14 September
2010 namun tanpa diikuti kejadian erupsi eksplosif.
Peningkatan kegiatan dikompensasikan dalam bentuk hembusan asap
tebal yang membawa abu vulkanik. Data tiltmeter dalam dua kali kejadian
erupsi pada tanggal 3 dan 7 September 2010, menunjukkan inflasi menjelang
terjadinya erupsi dengan laju rata – rata inflasi 20 micro radian per hari.
Kecendrungan inflasi terus berlangsung hingga tanggal 12 September dan
melambat hingga tanggal 15 September 2010.
Sejak tanggal 16 September 2010 data tiltmeter secara umum cenderung
menuju deflasi baik komponen radial dan komponen tangensial. Hasil
pengukuran EDM menunjukkan pola pemendekan jarak pada semua titik
pengukuran yang mengindikasikan terjadinya inflasi pada tubuh G. Sinabung
selama periode erupsi eksplosif 2 hingga 7 September 2010. Pola umum
deflasi tersebut mulai berlangsung sejak 12 September 2010. Hasil pemantauan
secara geokimia (pengukuran gas) dan pengukuran suhu air Danau Kawar dan
mata air panas Guru Kinayan, menunjukan tidak terdeteksinya gas-gas
vulkanik yang berbahaya bagi makhluk hidup pada radius lebih dari 3 km dari
kawah puncak.
Berdasarkan hasil evaluasi data pemantauan secara instrumental dan
visual, dapat disimpulkan bahwa aktivitas G. Sinabung terus menunjukkan
penurunan sehingga pada 23 September 2010 status G. Sinabung diturunkan dari
41
AWAS (Level IV) menjadi SIAGA (Level III), dan pada 7 Oktober 2010 status
G. Sinabung kembali diturunkan menjadi WASPADA (Level II).
Gunung sinabung
Gunungapi Merapi (26 Oktober 2010 – 5 November 2010)
Gunungapi Merapi merupakan gunungapi bertipe strato, dengan
ketinggian 2980 meter dari permukaan laut (sebelum erupsi 2010). Secara
geografis terletak pada posisi 7° 32.5 Lintang Selatan dan 110° 26.5’ Bujur
Timur, secara administratif terletak pada 4 wilayah kabupaten, yaitu
Kabupaten Sleman, Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten
Klaten.
Erupsi terakhir 2006 bersifat efusif dengan ciri khas pembentukan
kubah lava dan luncuran awan panas akibat runtuhnya kubah lava. Status
aktivitas G. Merapi ditingkatkan dari NORMAL (Level I) menjadi WASPADA
(Level II) pada 20 September 2010 menyusul meningkatnya aktivitas, baik
dari jumlah kegempaan yang terekam (seismik) maupun hasil pengukuran jarak
miring dengan menggunakan EDM (deformasi). Karena aktivitas yang terus
meningkat, status G. Merapi kembali ditingkatkan menjadi SIAGA (Level III)
pada 21 Oktober 2010, dan mengingat peningkatan aktivitas cenderung
42
menuju terjadinya erupsi, maka status kembali dinaikkan menjadi AWAS
(Level IV) pada 25 Oktober 2010 pukul 06:00 WIB.
Erupsi pertama terjadi pada 26 Oktober 2010 pukul 17:02 WIB
kemudian disusul dengan rangkaian erupsi lainnya dengan erupsi terbesar terjadi
pada 5 November 2010. Berbeda dengan erupsi 2006 yang bersifat efusif,
erupsi Merapi kali ini bersifat eksplosif sehingga menyebabkan kerusakan dan
kerugian yang cukup besar. Tercatat 386 korban meninggal dunia dan 230.326
penduduk harus mengungsi (BNPB).
Setelah 5 November 2010 aktivitas G.Merapi secara berfluktuatif
cenderung mengalami penurunan, hingga 2 Desember 2010. Berdasarkan data
kegempaan yang terekam di beberapa stasiun seismik di sekitar G. Merapi
penurunan terjadi baik dari jumlah dan energi gempa Vulkanik, Gempa
Multifase, Gempa Guguran, serta amplituda tremor yang berubah dari
menerus menjadi tidak menerus. Selain itu kejadian awan panas pun ikut
pula mengalami penurunan.
Deformasi tubuh G. Merapi yang dipantau dengan tiltmeter, data
komponen radial yang sebelumnya menunjukkan proses deflasi di bagian
puncak G. Merapi, menjadi relatif datar yang menunjukkan kecenderungan
stabil. Data komponen tangensial, yang sebelumnya menunjukkan adanya
inflasi (pengembungan) kemudian datar yang berarti tidak ada deformasi
signifikan pada kantung magma bagian dalam.
Pemantauan visual dari pos pengamatan darurat di Ketep dan
Manisrenggo serta pemantauan dengan Closed Circuit Television (CCTV) di
Kaliurang dan Deles, G. Merapi lebih sering tertutup kabut, namun pada
saat cuaca cerah terpantau asap letusan dengan ketinggian kurang dari 500
meter dari kawah G. Merapi dengan tekanan lemah hingga sedang. Pemantauan
emisi gas SO2 G. Merapi di udara dari Satelit OMI dan AIRS menunjukkan
tingkat emisi maksimum yang terjadi pada 6 November 2010 dengan massa
sebesar 250-300 Kiloton. Sejak saat itu emisi gas SO2 di udara berangsur
menurun dan saat ini emisi gas SO2 G. Merapi tidak lagi terdeteksi oleh
satelit.
43
Berdasarkan hasil evaluasi data pemantauan G. Merapi secara
instrumental dan visual, disimpulkan bahwa aktivitas G. Merapi menunjukkan
penurunan. Dengan menurunnya aktivitas tersebut, maka terhitung mulai tanggal
3 Desember 2010 pukul 09.00 WIB, status aktivitas G. Merapi diturunkan
dari AWAS (Level IV) menjadi SIAGA (Level III). Aktivitas G. Merapi terus
mengalami penurunan sehingga status aktivitasnya kembali diturunkan menjadi
WASPADA (Level II) pada 30 Desember 2010.
Paska erupsi G. Merapi 2010, yang perlu menjadi perhatian adalah
besarnya volume material yang dikeluarkan saat erupsi terjadi, diperkirakan
sekitar 150 juta m3 material hasil erupsi terendapkan pada sungai2 yang
berhulu disekitar G. Merapi (BPPTK) yang jika terjadi hujan dengan intensitas
tinggi berpotensi menyebabkan aliran lahar yang dapat mengancam
pemukiman penduduk serta masyarakat yang beraktivitas di bantaran sungai-
sungai yang berhulu di Puncak G.Merapi.
Secara umum, endapan lahar telah teramati di semua sungai yang
berhulu di puncak G. Merapi. Dari arah Tenggara, Selatan, Barat Daya, Barat,
hingga Barat Laut, sungai-sungai tersebut adalah K. Woro, K. Gendol, K.
Kuning, K. Boyong, K. Bedog, K. Krasak, K. Bebeng, K. Sat, K. Lamat,
K. Senowo, K. Trising, dan K. Apu. Telah tercatat beberapa kejadian aliran
lahar yang diantaranya menyebabkan kerusakan pada beberapa ruas jalan,
jembatan dan pemukiman penduduk, bahkan beberapa pemukiman tertimbun
oleh endapan lahar.
44
Gunung merapi
Gunung merapi
Gunung Api Bromo (26 November 2010 – saat ini)
Gunungapi Bromo merupakan salah satu gunung api aktif yang
berada di Pulau Jawa. Gunungapi ini muncul dalam Kaldera Tengger, dengan
ketinggian mencapai 2.329 m dpl. Atau 200 m dari ketinggian dasar kaldera.
Lokasi G.Bromo ini dikenal dengan Kompleks Bromo – Tengger yang secara
administratif termasuk dalam wilayah Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.
Gunungapi ini merupakan gunungapi berbentuk kerucut dengan diameter
kawah berkisar antara 600 – 800 meter.
45
Kegiatan G. Bromo umumnya dicirikan oleh hembusan asap kawah
berwarna putih tipis hingga tebal bertekanan lemah, dengan ketinggian berkisar
antara 50-150 dari puncak, dan terkadang bau belerang tercium tajam. Sejarah
letusan G. Bromo mulai tercatat pada September 1804. Karakteristik letusan
umumnya berupa letusan abu, lapili, dan bom gunungapi dari kawah pusat
dan tidak mengalirkan lava (Sjarifudin, 1990). Interval letusan G. Bromo
berkisar antara 1 tahun hingga 16 tahun. Tercatat 3 kali letusan G. Bromo
terjadi selama 20 tahun terakhir ini, yaitu tahun 1995, 2000, dan 2004
dengan interval letusan berkisar pada 4 – 5 tahun.
Pada awal November 2010, aktivitas G. Bromo kembali mengalami
peningkatan, ditandai dengan munculnya gempa-gempa vulkanik dan tremor
dan perubahan asap kawah, yang semula berwarna putih menjadi agak kelabu.
Peningkatan aktivitas ini terus berlangsung secara signifikan hingga akhirnya
status G. Bromo pada 23 November 2010 dinaikkan menjadi Siaga (Level
III) pukul 08.30 WIB. dan Awas (level IV) pukul 15.30 WIB. Pada 24
November hingga 26 November 2010 secara visual aktivitas G. Bromo
kembali seperti kesehariannya, menghembuskan asap putih tipis-tebal, tekanan
lemah-kuat dengan tinggi asap 75 – 150 m, condong ke arah barat-barat daya.
Namun meski secara visual G. Bromo terlihat tenang namun
aktivitas gempa-gempa dangkal yang terekam masih terus meningkat. Pada
26 November 2010 pukul 17.17 WIB erupsi G. Bromo mulai terjadi ditandai
dengan berubahnya pola tremor menerus yang biasanya low frekuensi
menjadi high frekuensi (amplituda tremor menerus menjadi lebih rapat). Secara
visual meski tidak disertai suara letusan, hembusan asap yang biasanya
berwarna putih karena mengandung uap air berubah menjadi kelabu
kehitaman (mengandung material vulkanik seperti pasir dan abu) bertekanan
kuat, mencapai ketinggian 700 m yang selanjutnya terbawa angin ke arah
baratdaya (ke arah Malang).
Erupsi G. Bromo yang terjadi kali ini merupakan erupsi menerus,
dan berlangsung berhari-hari, hingga 5 Desember 2010 kepulan asap yang
mengandung abu vulkanik terus menyembur tiada henti, bahkan tinggi asap
46
mencapai 900 meter dari Kawah Bromo. Mengingat pada Status Awas radius
aman berjarak 3 km dari kawah aktif, sementara pemukiman penduduk yang
terdekat berjarak 3,5 km dari Kawah Bromo, serta potensi bahaya letusan
(berupa lontaran/jatuhan material vulkanik) yang ternyata hanya terjadi di sekitar
kawah, maka hal tersebut menjadi dasar dilakukannya evaluasi terhadap
tingkat status aktivitas G. Bromo. Maka pada 6 Desember 2010 status G.
Bromo di turunkan dari AWAS (Level IV) ke SIAGA (Level III).
Dalam status SIAGA masyarakat di sekitar G. Bromo dan para
pengunjung (wisatawan/pendaki) tidak diperbolehkan memasuki kawasan
dalam radius 2 km dari kawah aktif G. Bromo. Sementara dampak hujan abu
vulkanik yang terus terjadi sejak erupsi 26 November 2010 telah
mengakibatkan gangguan terhadap aktifitas kehidupan terutama perekonomian,
dan kesehatan warga dan lingkungan sekitar G. Bromo. Selain itu, mengingat
hujan yang masih terjadi dan adanya endapan material abu serta pasir vulkanik
dapat berpotensi menimbulkan terjadinya lahar.
Aktivitas G. Bromo kembali mengalami peningkatan, baik dari
jumlah gempa Vulkanik Dangkal, amplituda tremor menerus maupun tinggi
kolom asap letusan. Hingga akhir Desember 2010 erupsi masih terus
berlangsung, letusan yang terjadi mengeluarkan asap kawah tebal kelabu
kecoklatan bertekanan sedang-kuat mencapai ketinggian 300-1200 m dengan
arah yang berubah-ubah (sesuai dengan arah dan kuatnya hembusan angin),
dan menyebabkan turunnya hujan abu di Kota Malang, Pasuruan, probolinggo,
dan Lumajang. Letusan juga melontarkan Lava pijar yang mencapai 400 m di
sekitar kawah.
Dari pemantauan deformasi, hasil pengukuran EDM dan data tiltmeter
memperlihatkan kecenderungan proses inflasi pada tubuh G. Bromo, meski
erupsi terus terjadi. Sehingga berdasarkan hasil evaluasi data pemantauan G.
Bromo secara instrumental dan visual, erupsi G. Bromo yang terjadi kali
ini merupakan erupsi menerus (intensif) dan berlangsung selama berhari-hari.
47
Gunung bromo
Gunung Tambora
Kaldera Tambora dapat dilihat pada semenanjung bagian utara. Gunung
Tambora (atau Tomboro) adalah sebuah stratovolcano aktif yang terletak di pulau
Sumbawa, Indonesia. Gunung ini terletak di dua kabupaten, yaitu Kabupaten
Dompu (sebagian kaki sisi selatan sampai barat laut, dan Kabupaten Bima (bagian
lereng sisi selatan hingga barat laut, dan kaki hingga puncak sisi timur hingga
utara), Provinsi Nusa Tenggara Barat, tepatnya pada 8°15' LS dan 118° BT.
Gunung ini terletak baik di sisi utara dan selatan kerak oseanik. Tambora
terbentuk oleh zona subduksi di bawahnya. Hal ini meningkatkan ketinggian
Tambora sampai 4.300 m[2] yang membuat gunung ini pernah menjadi salah satu
puncak tertinggi di Nusantara dan mengeringkan dapur magma besar di dalam
gunung ini. Perlu waktu seabad untuk mengisi kembali dapur magma tersebut.
Aktivitas vulkanik gunung berapi ini mencapai puncaknya pada bulan
April tahun 1815 ketika meletus dalam skala tujuh pada Volcanic Explosivity
Index. Letusan tersebut menjadi letusan tebesar sejak letusan danau Taupo pada
tahun 181. Letusan gunung ini terdengar hingga pulau Sumatra (lebih dari 2.000
km). Abu vulkanik jatuh di Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan Maluku. Letusan
gunung ini menyebabkan kematian hingga tidak kurang dari 71.000 orang dengan
11.000-12.000 di antaranya terbunuh secara langsung akibat dari letusan tersebut.
Bahkan beberapa peneliti memperkirakan sampai 92.000 orang terbunuh, tetapi
angka ini diragukan karena berdasarkan atas perkiraan yang terlalu tinggi. Lebih
48
dari itu, letusan gunung ini menyebabkan perubahan iklim dunia. Satu tahun
berikutnya (1816) sering disebut sebagai Tahun tanpa musim panas karena
perubahan drastis dari cuaca Amerika Utara dan Eropa karena debu yang
dihasilkan dari letusan Tambora ini.
Gunung Tambora
Gunung Api Yang Pernah Aktif Di Sumatera Barat
1. Gunung Marapi
Gunung Marapi adalah gunung berapi yang terletak di Sumatera Barat.
Gunung ini tergolong gunung yang paling aktif di Sumatera. Terletak di dekat
Bukittinggi dan memiliki ketinggian 2.891 m dpl. Pada tanggal 8 September 1830
dilaporkan Gunung Marapi mengeluarkan awan yang berbentuk kembang kol
abu-abu kehitaman dengan ketebalan 1.500 m di atas kawahnya, disertai dengan
suara gemuruh. Pada tanggal 30 April 1979, Terjadi letusan dahsyat yang
mengakibatkan 60 orang tewas dan 19 orang pekerja penyelamat terperangkap
oleh tanah longsor. Letusan tersebut juga mengeluarkan batu dan lumpur yang
menyebabkan kerusakan sedikitnya pada lima daerah kawasan pemukiman
penduduk setempat. Puncak tertinggi Marapi dinamakan 'Puncak Merpati', ini
merupakan puncak tertinggi dari gunung Marapi
49
Gunung Marapi
Danau Singkarak dilihat dari Puncak Merpati
Gunung Marapi Mulai Aktif Kembali Tahun 2011
50
2. Gunung Singgalang
Gunung Singgalang merupakan sebuah gunung yang terdapat di provinsi
Sumatera Barat dengan ketinggian 2,877 m dpl. Gunung Singgalang mempunyai
kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan
Hutan Ericaceous atau hutan gunung. Dari bentuknya, gunung ini sangat mirip
dengan Gunung Merbabu di Jawa Tengah. Gunung ini mempunyai telaga di
puncaknya yang merupakan bekas kawah, Telaga itu dinamai Telaga Dewi.
Singgalang sudah tidak aktif lagi dan tergolong kategori hutan basah karena
kandungan air yang banyak.
Sunrise singgalang dilihat dari Marapi
Singgalang dipagi hari
51
Talago Dewi dipuncak Singgalang
4. Gunung Talang
Gunung Talang (nama lainnya Salasi atau Sulasi) merupakan gunung
berapi yang terletak terletak di kabupaten Solok.Gunung Talang berlokasi sekitar
9 km dari kota Arosuka ibukota kabupaten Solok, dan sekitar 40 km sebelah timur
kota Padang. Gunung ini bertipe Stratovolcano dengan ketinggian 2.597 m dpl,
merupakan salah satu dari gunung api aktif di Sumatra Barat, dan salah satu
kawahnya menjadi sebuah danau yang disebut dengan Danau Talang. Gunung
Talang sudah pernah meletus sejak tahun 1833 sampai dengan tahun 2007.
Gunung ini bertipe stratovolcano dengan ketinggian 2.597 m, merupakan
salah satu dari gunung api aktif di Sumatera Barat, dan salah satu kawahnya
menjadi sebuah danau yang disebut dengan Danau Talang. Gunung Talang sudah
pernah meletus sejak tahun 1833 sampai dengan tahun 2007 [2] .
Ada empat kecamatan yang warganya bermukim di sekitar kaki gunung
ini, yakni kecamatan Lembah Gumanti, Danau Kembar, Gunung Talang, dan
Lembang Jaya. Jumlah penduduk di empat kecamatan itu mencapai 160.000 jiwa,
atau sepertiga dari jumlah penduduk kabupaten Solok.
Pada 11 April 2005, Gunung Talang kembali meletus. Gempa yang
diikuti bunyi gemuruh dan letusan yang mengeluarkan debu vulkanik sudah
52
berlangsung sedikitnya 42 kali. Di Aia Batumbuak, lokasi terdekat dengan sumber
letusan, hujan debu mencapai radius 5 km, sedangkan ketebalan debu di jalan
mencapai 10 cm. Di sisi selatan Gunung Talang terbentuk kawah baru yang
mengeluarkan asap belerang dan hujan berdebu vulkanik. Sebanyak 27.000
penduduk harus dievakuasi dari wilayah itu.
Gunung Talang Tahun 2005
Gunung Talang tahun 2005
53
BABVI
KEGUNAAN DAN PEMANFAAT ADANYA GUNUNG API
Berikut merupakan penjelasan dampak positif atau menfaat dari gunung
berapi :
1. Gunung api mengeluarkan abu vulkanis yang dapat menyuburkan tanah
2. Material gunung api berupa batu, kerikil, dan pasir dapat dimanfaatkan
untuk bahan bangunan
3. Magma yang telah membeku di permukaan bumi menyimpan bermacam
material logam atau bahan tambang, seperti emas dan perak
4. Kawasan gunung api bisa di manfaatkan untuk lahan hutan, perkebunan dan
pariwisata
Selain itu perlu kiranya kita melihat keberadaan gunung dari sisi
mamfaat fungsinya.
Fungsi Gunung antara lain :
1. Penahan Goncangan
Setelah peristiwa tsunami di Aceh yang demikian menghancurkan dan
ramai di pemberitaan serta seminar, terbukalah wawasan masyarakat
Indonesia tentang istilah lempeng tepatnya lempeng indo-australi dan eurasia.
Lempeng-lempeng tersebut ‘mengapung’ seperti perahu di atas cairan yang
kental (pada lapisan mantel) dan terus bergerak dan terjadi tabrakan atau
tumbukan antar mereka sehingga terjadi goncangan.
Struktur bumi dari yang paling dalam, Inti dalam, Inti Luar, Mantel
dan Kerak Bumi. Lapisan Inti dalam merupakan lapisan yang paling panas,
berurutan menurun suhunya sampai kerak bumi. Kita tengok struktur internal
bumi yang kita huni sekarang ini.
54
Pada lapisan mantel (mantle) berupa cairan kental, sedangkan kerak
bumi berupa lapisan yang keras yang “mengapung” diatas mantel adalah
kerak bumi dimana lempeng benua dan samudra berada. Lempeng-lempeng
tersebut dan batasnya dapat kita lihat pada gambar berikut :
Batas bergaris merah menunjukkan adanya tumbukan sedangkan garis
hijau lempeng terus menjauh. Dua lempeng yang mengalami tumbukan salah
satunya dapat digambarkan seperti pada gambar berikut :
Terlihat munculnya deretan gunung berapi pada daerah tumbukan
lempeng tersebut.
55
Dan di daerah tersebut akan sering mengalami goncangan-goncangan
atau gempa bumi. Dari peristiwa diatas lokasi-lokasi gunung berapi dan
gempa bumi di bumi sebagaimana gambar berikut:
Keberadaan gunung bertanda segitiga merah, sedangkan lokasi gempa
bumi pada lingkaran hitam. Pada peristiwa tumbukan diatas, bagian benua
yang lebih tebal seperti pada jajaran pegunungan, kerak bumi akan terbenam
lebih dalam ke dalam lapisan magma. Dengan perpanjangannya yang
menghujam jauh ke dalam maupun ke atas permukaan bumi, gunung-gunung
menggenggam lempengan-lempengan kerak bumi yang berbeda, layaknya
pasak.
2. Penyalur Pembuangan Tenaga Panas Bumi
Dengan adanya gunung pula ( gunung berapi), maka panas bumi yang
berlebihan dapat tersalurkan sehingga gunung berfungsi pula sebagai
penyalur pembuangan panas bumi.
56
3. Menjaga Keseimbangan Panas antara Kutub dan Katulistiwa
Perbedaan suhu antara daerah kutub dan khatulistiwa adalah sebesar
120oC. Andaikan perbedaan panas ini terjadi pada permukaan yang rata, akan
terjadi pergerakan atmosfer yang hebat. Badai hebat dengan kecepatan 1.000
km/jam akan menjungkirbalikkan dunia, menghancurkan keseimbangan
atmosfer dan atmosfer akan buyar.
Bumi memiliki permukaan yang tidak rata, dan permukaan ini
menghalangi timbulnya arus udara kuat ang bisa terjadi akibat perbedaan
panas. Ketidakrataan ini dimulai dengan Pegunungan Himalaya antara Cina
dan anak benua India, dilanjutkan dengan Pegunungan Taurus di Anatolia,
dan mencapai pegunungan Alpens di Eropa melalui rangkaian gunung
menghubungkan Laut Atlantik di barat dan Laut Pasifik di Timur. Di lautan,
kelebihan panas yang terbentuk di khatulistiwa akan diteruskan ke utara dan
selatan dengan emanfaatkan badan air ini, sehingga perbedaan panas ini
seimbang.
4. Penyubur tanah
Magma yang keluar dari dalam perut bumi mengandung mineral dan
unsur hara yang menyuburkan tanah. Disamping itu gunung juga mengatur
iklim lokal seperti suhu dan curah hujan. Tanpa adanya gunung berapi, maka
daerah tersebut akan menjadi kering dan tandus. Sebagai contoh adalah
gurun.
5. Berperan dalam siklus aliran air
Curah hujan tertinggi adalah di wilayah gunung karena gunung membuat
lembab disekitarnya. Sungai-sungai umumnya berhulu di gunung karena hal
ini. Karena gravitasi, air mengalir dari gunung sampai ke lebah dan akhirnya
ke laut. Penguapan di lautan terjadi untuk membentuk awan. Awan terbawa
ke areal gunung mengalami penurunan suhu disana kemudian menjadi titik-
titik air yang disebut hujan. Begitu seterusnya.
57
BAB VI
MITIGASI BENCANA GUNUNG API
Aktivitas Gunung Api yang sewaktu-waktu bisa menimbulkan erupsi dan
tentunya membahayakan bagi seluruh makhluk hidup yang berada disekitar
Gunung api. Terutama ancaman terhadap Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-
upaya yang dapat meminmalisir jika terjadi bencana akibat aktivitas dari gunung
merapi ang tinggal dilereng dan disekitar Gunung Api. tersebut. Oleh sebab itu
diperlukan upaya untuk meminimalisir jumlah korban jiwa dan kerugian-kerugian
akibat letusan gunung berapi.
Upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Melakukan pemantauan. Aktivitas gunung api dipantau selama 24 jam
menggunakan alat pencatatgempa (seismograf). Data harian hasil
pemantauan dilaporkan ke kantor Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi (DVMBG) serta pemerintah daerah setempat.
2. Tanggap Darurat, tindakan yang dilakukan oleh DVMBG ketika terjadi
peningkatan aktivitas gunung berapi, antara lain mengevaluasi laporan dan
data, membentuk tim Tanggap Darurat, mengirimkan tim ke
lokasi,melakukan pemeriksaan secara terpadu.
3. Melakukan pemetaan. Pemetaan ini berguna untuk menentukan arah
penyelamatan diri, tempat untuk mendirikan tempat pengunngsian,
membuat pos penanggulangan bencana. Pemetaan dibuat juga untuk
menjelaskan jenis dan sifat bahaya gunung berapi.
4. Melakukan penyelidikan gunung berapi menggunakan metoda Geologi,
Geofisika, dan Geokimia. Hasil penyelidikan ditampilkan dalam bentuk
buku, peta dan dokumen lainnya.
5. Melakukan sosialisasi kepada Pemerintah Daerah serta masyarakat terutama
yang tinggal di sekitar gunung berapi. Bentuk sosialisasi dapat berupa
pengiriman informasi kepada Pemda dan penyuluhan langsung kepada
masyarakat.
58
Mitigasi bencana gunung api :
a. Memantau kegiatan gunungapi secara menerus.
b. Menyediakan peta geologi, Peta rawasan kawan bencana (KRB), peta zona
resiko.
c. Sosialisiasi bahaya letusan gunungapi kepada masyarakat
d. Meningkatkan sumberdaya manusia dan pendukungnya
e. Membangun tanggul penahan lahar
f. Hindari tempat-tempat yang memiliki kecenderungan untuk dialiri lava dan
atau lahar
g. Perkenalkan struktur bangunan tahan api.
Jenis-jenis mitigasi :
Mitigasi Struktural Mitigasi struktural adalah upaya untuk mengurangi
kerentanan (vulnerability) terhadap bencana dengan cara rekayasa teknis
bangunan tahan bencana.
Mitigasi Non-Struktural Mitigasi non-struktural adalah upaya mengurangi
dampak bencana selain dari upaya tersebut di atas. Bisa dalam lingkup upaya
pembuatan kebijakan seperti pembuatan suatu peraturan.
59
DAFTAR PUSTAKA
Agoes Loeqman. 2010. Erupsi Lima Gunungapi (Berita Gunungapi Indonesia,
Berita Gunungapi Indonesia Agustus – Desember 2010 Badan
Pengamatan dan Penyelidikan Gunungapi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi
H. Humaida, K. S. Brotopu Spito, H. d. Pranowo, dan Narsito. 2011. Pemodelan
Perubahan Densitas dan Viskositas Magma serta Pengaruhnya terhadap
Sifat Erupsi Gunung Kelud. BPPTK, PVMBG, Badan Geologi Yogyakarta
http://shin-shanshan.blogspot.com/2011/07/diferensiasi-magma.html.
Diakses Sabtu 29 Desember 2012
http://rahmatkusnadi6.blogspot.com/2010/05/magma.html.
Diakses Sabtu 29 Desember 2012
http://geological-geologic.blogspot.com/2010/04/geosains-i-magma-evolusi.html.
Diakses Sabtu 29 Desember 2012
http://www.scribd.com/doc/29083172/Evolusi-Magma.
Diakses Sabtu 29 Desember 2012
http://ranggasetiawan-geophysics.blogspot.com/2012/04/magma.html.
Diakses Minggu 30 Desember 2012
http://ot-indo.blogspot.com/2010/03/video-dan-foto-erupsi-gunung-api-di.html.
Diakses Minggu 30 Desember 2012
http://www.anneahira.com/gunung-strato.htm.
Diakses Senin 31 Desember 2012
http://geografi-geografi.blogspot.com/2012/02/aktivitas-magma-gunung-api.html.
Diakses Senin 31 Desember 2012
http://ranggasetiawan-geophysics.blogspot.com/2012/04/magma.html.
Diakses Senin 31 Desember 2012
http://www.anneahira.com/gunung-strato.htm.
Diakses Senin 31 Desember 2012
http://udhnr.blogspot.com/2009/02/bentuk-dan-tipe-letusan-gunung-berapi.html.
Diakses Senin 31 Desember 2012
60
http://irrmablogspotcom.blogspot.com/2010/10/gunung-berapi.html
Diakses Senin 31 Desember 2012
http://angghajuner.blogspot.com/2009/12/magma.html.
Diakses Senin 31 Desember 2012
http://sherlymonalisa19.blogspot.com/2012/12/new-paper-magma-intermediet-di-
indonesia.html#!/2012/12/new-paper-magma-intermediet-di-
indonesia.html
Diakses Senin 31 Desember 2012
61