tugas kr 2 (aileen m t-125090700111009)

Upload: aileen-tjung

Post on 09-Oct-2015

185 views

Category:

Documents


27 download

DESCRIPTION

Tugas Karakteristik Reservoar

TRANSCRIPT

  • ` OLEH:

    Aileen M. Tapatfeto

    125090700111009

    Geofisika 2012/2013

  • BAB II

    Konsep Dasar Interpretasi Seismik Refleksi

    2.1. Tujuan dan Ruang Lingkup

    Tujuan dan ruang lingkup pekerjaan interpretasi seismik refleksi sangat

    bervariasi - dari interpretasi untuk studi regional sampai untuk studi resevoar

    detail - sehingga sangat sulit untuk merumuskan tujuan dan prosedur yang baku.

    Kwalitas interpretasi itu sendiri akan dipengaruhi oleh banyak faktor, antara

    lain yang terpenting adalah factor pengalaman dan pengetahuan geologi daerah

    penelitian.

    Tujuan interpretasi sendiri secara umum adalah untuk menyediakan

    jawaban yang paling dapat dipertanggung- jawabkan berdasarkan hasil analisa

    seluruh data yang ada. Oleh karenanya, interpreter harus mampu untuk menganalisa

    seluruh informasi yang tersedia; misalnya arsitektur cekungan, evolusi cekungan,

    proses sedimentasi, prinsip pemrosesan data seismik, sampai dengan inferensinya

    dengan data biostratigrafi dan lubang bor.

    2.2.Terjadinya Gelombang Refleksi

    Skema sederhana mengenai konsep dasar metoda seismik refleksi

    ditunjukkan pada Gambar 2.1. Pulsa seismik merambat melewati batuan dalam

    bentuk gelombang elastis yang mentransfer energi menjadi pergerakan partikel

    batuan. Dimensi dari gelombang elastik atau gelombang seismik jauh sangat besar

    dibandingkan dengan dimensi pergerakan partikel batuan tersebut. Meskipun

    begitu, penjalaran gelombang seismik dapat diterjemahkan dalam bentuk

    kecepatan dan tekanan partikel yang disebabkan oleh vibrasi selama penjalaran

    gelombang tersebut.

    Kecepatan gelombang dalam batuan (umumnya bemilai ribuan feet per

    meter), dimana pergerakan partikel mengalirkan energy yang teijadi, menentukan

    kecepatan gelombang seismik dalam batuan tersebut.

    Salah satu sifat akustik yang khas pada batuan adalah Impedansi Akustik (IA)

    yang merupakan hasil perkalian antara densitas (p) dan kecepatan (V)

    IA=pV (2.1)

    Dalam mengontrol harga IA, kecepatan mempunyai arti lebih penting

    daripada densitas. Sebagai contoh, porositas atau material pengisi pori batuan (air,

    minyak, gas) lebih mempengaruhi harga kecepatan daripada densitas. Anstey (1977)

    menganalogikan IA dengan acoustic hardness. Batuan yang keras ("hard rock") dan

  • sukar dimampatkan, seperti batugamping, granit mempunyai IA yang tinggi,

    sedangkan batuan yang lunak seperti lempung yang lebih mudah dimampatkan

    mempunyai IA rendah.

    Perbandingan antara energi yang dipantulkan dengan energi datang pada

    keadaan normal adalah :

    E (pantul) / E (datang) = KR x KR (2.2)

    KR=(IA2-IA1)/(IA1 +IA2) (2.3)

    dimana

    E = Energi

    KR = Koefisisen refleksi

    IA 1 = impedansi akustik lapisan atas

    IA 2 = impedansi akustik lapisan bawah

    Harga kontras IA dapat diperkirakan dari amplitudo refleksinya, semakin besar

    amplitudonya semakin besar refleksi dan kontras IA-nya. Sesuai dengan persamaan

    (2.1), maka hanya sebagian kecil energi yang direfleksikan, sedangkan sebagian besar

    lainnya akan terus dipancarkan pada lapisan yang lebih dalam sehingga

    memungkinkan terjadinya refleksi berikutnya.

    Gambar 2.1. Unsur dasarmetoda seismik refleksi. (a) Skema wavelet sumber. (b)

    Refleksi dan refraksi pada batas IA, (c) Geometri refleksi pada reflektor horizontal.

  • 2.3. Polaritas dan Fasa

    Untuk memudahkan diskusi mengenai rekaman seismik, maka digunakan istilah

    polaritas. SEG mendefinisikan polaritas normal sebagai:

    Sinyal seismik positif akan menghasilkan tekanan akustik positif pada hidropon di

    air atau pergerakan awal keatas pada geopon didarat.

    Sinyal seismik yang positif akan terekam sebagai nilai negative pada tape, defleksi

    negatif pada monitor dan trough pada penampang seismik.

    Oleh karenanya dengan menggunakan konvensi ini, maka pada penampang seismik

    yang menggunakan konvensi SEG akan didapatkan :

    Pada bidang batas refleksi dimana IA2 > IAI akan berupa trough.

    Pada bidang batas refleksi dimana IA2 < IAI akan berupa peak.

    Sebagai contoh pada Gambar 2.2 diperlihatkan polaritas normal dan terbalik untuk

    pulsa berfasa minimum dan nol (zero and minimum phase).

    Gambar 2.2. Contoh konversi polaritas menurut SEG, (a) Fasa minimum, (b) Zero

    phase (Badley, 1985).

    Adalah penting pula untuk mengetahui bentuk dasar pulsa atau fasa yang dipakai

    dalam pemrosesan data. Pada kasus ekstrim, pulsa seismik yang ditampilkan dalam

    rekaman seismik dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis fasa : fasa minimum dan fasa

    nol (Gambar.2.3). Pada pulsa fasa minimum, energy yang berhubungan dengan batas

  • IA terkonsentrasi pada omset dibagian muka pulsa tersebut, sedangkan pada fasa

    nolbatas IA akan terdapat pada peak bagian tengah.

    Dibandingkan dengan fasa mmunum, fasa nol mempunyai beberapa kelebihan :

    Untuk spektrum amplituda yang sama, sinyal fasa nol akan selalu lebih pendek dan

    beramplitudo lebih besar daripada fasa minimum, sehingga rasio sinyal-noise-nya

    juga akan lebih besar.

    Amplituda maksimum sinyal fasa nolumumnya akan selalu berimpit dengan spike

    refleksi, sedangkan pada kasus fasa minimum amplituda maksimum tersebut teljadi

    setelah spike refleksi terkait.

    Bentuk wavelet fasa nol simetris sehingga memudahkan piking horison terkait.

    Gambar 2.3. Skema wavelet fasa minimum dan fasa nol

    Pemahaman mengenai jenis polaritas dan fasa yang dipakai dalam penampang

    seismik sangatlah penting. Kekurangpahaman masalah polaritas dan fasa ini bisa

    mengakibatkan kesalahan fatal interpretasi.

    Apabila tidak ada catatan mengenai hal ini maka bisa digunakan horison

    acuan. Misalnya dasar laut akan dan batuan dasar umumnya mempunyai IA yang

    lebih besar dari lapisan air atau batuan diatasnya. Sebaliknya reservoar gas

    mempunyai IA lebih kecil dibandingkan batuan sekitamya. Dengan menganalisis

    bentuk wavelet pada horison-horison acuan tersebut maka dapat diketahui jenis

    polaritas dan fasa yang dipakai.

  • Gambar 2.4. Contoh penentuan polaritas refleksi dari rekaman seismic (Badley,

    1985).

    Gambar 2.5. Contoh penentuan polaritas refleksi dari rekaman seismik (Badley,

    1985).

  • Gambar 2.6. Contoh refleksi pada dasar laut.

    Gambar 2.7. Contoh refleksi pada bright-spot. Display ini menggunakan polaritas

    terbalik dan fnsa nol.

    2.4. Efek Interferensi

    Refleksi gelombang seismik akan timbul setiap terjadi perubahan

    harga IA. Meskipun begitu apakah perubahan tersebut cukup signifikan untuk

    dapat menghasilkan refleksi akan tergantung pada sensitivitas alat perekam

    dan pemrosesan datanya.

    Salah satu masalah utama metoda seismik refleksi adalah timbulnya

    interferensi respon seismik dari batas IA yang sangat rapat. Interferensi bisa

    bersifat negatif atau positif (Gambar.2.8) dan peran panjang gelombang serta jenis

    fasa pulsa seismik sangat kritis dalam hal ini.

  • Gambar 2.8. Interferensi destruktif dan konsouktif pada gelombang fasa minimum

    dan polaritas normal (Badley, 1984).

    Gambar 2.9 dan 2.10 menunjukkan perbedaan tersebut di atas dan

    pengaruhnya pada interferensi : wavelet dengan fasa nol akan terpusat pada batas

    IA, sehingga interferensi te:rjadi dengan wavelet yang terletak didekat batas tersebut,

    sedangkan pada wavelet dengan fasa minimum interferensi te:rjadi dengan

    wavelet yang terletak dibawah batas IA.

    Gambar 2.9a. Contoh intetferensi pada gelombang berfasa minimum dan polaritas

    nonnal untuk beberapa kasus lapisan batuan (Badley, 1984)

  • Gambar 2.9b. Contoh interferensi pada gelombang berfasa nol dan polaritas nonnal

    untuk kasus yang sama seperti Gambar 2.9a (Badley, 1984)

    Gambar 2.10a Contoh interferensi pada gelombang berfasa minimum dan polaritas

    nonnal untuk beberapa kasus lapisan batuan (Badley, 1984)

  • Gambar 2.10b. Contoh interferensi pada gelombang berfasa nol dan polaritas normal

    untuk kasus yang sama seperti Gambar2.10a.

    2.5. Resolusi Vertikal

    Resolusi didefinisikan sebagai jarak minimum antara dua obyek yang dapat

    dipisahkan oleh gelombang seismik dan berhubungan erat dengan fenomena

    interferensi (Gambar 2.11)- Sebagai contoh pada Gambar 2.12 ditunjukkan model

    tubuh batugamping berkecepatan tinggi yang membaji kedalam tubuh batulempung

    yang berkecepatan lebih rendah. Displai model seismik menggunakan polaritas

    normal dan fasa minum. Pada batas atas gamping refleksi akan berupa palung sedang

    pada bagian bawah akan berupa puncak.

    Gambar 2.11. Faktor-faktor yang mempengaruhi resolusi seismik horizontal dan

    vertical

  • Gambar 2.12. Efek interferensi dari wajik batugamping ber-JA tinggi yang terletak

    diantara batu serpih ber-JA rendah (Badley, 1984).

    Dua buah wavelet yang mempunyai polaritas berlawanan tersebut akan

    terpisahkan selama tebal waktu dari batugamping tersebut sama atau lebih besar dari

    separuh panjang gelombang seismik. Bila tebal waktu batugamping tersebut kurang

    dari setengah panjang gelombang, kedua buah polaritas yang berlawanan tersebut

    akan mulai overlap dan teijadi interferensi. Saat TWT (two way travel time) dari

    batugamping mencapai setengah panjang gelombang atau saat tebal waktu

    batugamping sama dengan seperempat panjang gelombang, maka akan teijadi

    interferensi konstruktif maksimum, dan ketebalan ini dikenal dengan tuning thickness.

    Bila tebal batugamping kurang dari tuning thickness, maka gabungan antara

    refleksi bidang bawah dan atas akan nampak seperti bidang reflektor tunggal.

    Ketebalan minimum tubuh batuan untuk dapat memberikan refleksi sendiri bervariasi

    dari 1/8- 1130 panjang gelombang (Gambar.2.12-13).

    Hubungan antara frekuensi (f), kecepatan (v) dan panjang gelombang (A.)

    dirumuskan sebagai :

    = v / f (2.4)

    Sebagai contoh,jika frekuensi gelombang seismik 50 Hz atau periodanya 20

    ms, maka pada kedalaman dimana kecepatan batugamping adalah 5000 mls, maka

    tebal batugamping paling tidak adalah 50 m agar refleksi bidang batas atas dan bawah

    dapat dibedakan.

    Dengan bertambalmya kedalaman, dimana kecepatan bertambah tinggi dan

    frekuensi bertambah kecil, maka tuning thickness dan detectable limit juga akan

    bertambah besar.

  • Gambar 2.13.Resolusi refleksi tergantung pada interaksi gelombang (Brown, 1991).

    Pada situasi dimana diperlukan perkiraan tebal lapisan yang lebih tipis dari

    1/4 panjang gelombang, maka dapat digunakan teknik pemodelan, karena secara

    teoritis tebal tersebut dapat diperkirakan dari variasi amplitudo refleksi

    (Gambar.2.12).

    Persyaratan utama teknik ini adalah tersedianya amplitudo referensi (biasanya

    dari data sumur) dan kontrol detail dari amplitudo (lihat pembahasan terkait di Bab 3).

    2.6. Resolusi Horisontal

    Meskipun penyederhanaan sering dilakukan dengan mengasumsikan bahwa

    gelombang seismik pantul berasal dari satu titik (Gambar.2.1), tapi sebenamya

    refleksi tersebut berasal dari daerah dimana terjadi interaksi antara muka

    gelombang dan bidang reflektor. Daerah yang menghasilkan refleksi tersebut sebagai

    zona Fresnel yaitu bagian dari reflektor dimana energi dipantulkan ke geopon atau

    hidropon setelah separoh siklus atau seperempat panjang gelombang setelah

    terjadinya refleksi pertama (Gambar.2.14).

  • Gambar 2,14 (a) Zona fresnel (b) Perbandingan untuk frekuensi tinggi dan rendah

    (Sheriff, 1977)

    Gambar 2.15. Skema efek zona Fresnel (a) Model. (b) Rekaman seismic (Neidell

    dan Poggiagliolmi, 1977)

    Gambar 2.15 menunjukkan model dari efek Fresnel dan daripadanya dapat

    disimpulkan hal-hal berikut :

    Pada setiap ujung lapisan teijadi difraksi yang amplitudonya berkurang secara cepat

    dengan semakin jauhnya terhadap ujung lapisan

    Polaritas difraksi pada kedua ujung lapisan adalah saling berlawanan

    Gap antara lapisan sebagian besar tertutup oleh difraksi

    Lapisan dengan dimensi lateral 1/2 zona Fresnel menimbulkan respon seismik

    yang tidak dapat dibedakan dengan sumber titik. Bahkan dengan dimensi sama

    dengan satu zona Fresnel-pun respon seismiknya sangat sulit dibedakan dengan yang

    berasal dari difraksi sederhana

  • Magnitudo zona Fresnel dapat diperkirakan dari

    (2.5)

    dimana rf =radius zona Fresnel dalam meter

    V = kecepatan rata-rata

    t = TWT dalam detik

    f = frekuensi dominan dalam hertz.

    Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa resolusi horisontal akan

    berkurang dengan bertambahnya kedalaman, bertambahnya kecepatan dan

    berkurangnya frekuensi. Contoh lain dari efek zona Fresnel juga diperlihatkan pada

    Gambar 2.16-2.17.

    Gambar 2.16 Contoh efek zona Fresnel (a) Model, (b) Penampang seismik

  • Gambar 2.17. Efek zona Fresnel pada amplituda refleksi dekat sesar. (a) Jurus sesar

    tegak lums terhadap lintasan seismik.. (b) Jurus sesar miring terhadap lintasan seismik

    (Anstey, 1980).

    2.7. Efek Kedalaman

    Kecepatan akan meningkat dengan bertambahnya kedalaman karena efek

    kompaksi dan diagenesa, sedangkan frekuensi akan berkurang akibat efek atenuasi

    (Gambar 2.18). Oleh karena itu dengan bertambahnya kedalaman, resolusi

    vertical dan horisontal akan berkurang sedangkan efek interferensi akan semakin

    besar akibat meningkatnya panjang pulsa sehubungan dengan berkurangnya

    frekuensi. Gambar 2.19 mengilustrasikan bagaimana respon seismik akan bervariasi

    terhadap kedalaman, meskipun untuk pasangan batuan yang sama : batugamping

    yang ditutupi oleh batulempung.

  • Gambar 2.18. Hubungan antara panjang gelombang, frekuensi dan kecepatan seismik

    Pada kedalaman rendah, frekuensi gelombang seismik akan sangat tinggi

    sehingga menghasilkan refleksi yang juga beramplitudo tinggi. Dengan bertambahnya

    kedalaman, lempung akan mengalami kompaksi dan batugamping berkurang

    porositasnya. Ini akan mengakibatkan berkurangnya kontras IA dengan bertambahnya

    kedalaman. Bumi juga cenderung melakukan atenuasi terhadap bagian frekuensi

    tinggi dari sinyal seismik dengan meningkatnya waktu penjalaran. Hal ini kemudian

    akan mengakibatkan peningkatan panjang gelombang terhadap kedalaman, perubahan

    bentuk gelombang dan berkurangnya frekuensi serta resolusi (Gambar 2.20).

  • Gambar 2.19. Skema menunjukkan efek bertambahnya kedalaman yang merubah IA

    frekuensi gelombang, dan akibatnya respon seismik. secara keseluruhan (Badley,

    1984).

    Gambar 2.20. Efek frekuensi gelombang pada respon seismik (Anstey, 1980)

    2.8. Efek Porositas

    Gambar 2.21 menunjukkan pengaruh berbagai faktor pada kecepatan. Dari

    berbagai faktor tersebut, efek porositas adalah paling penting. Pada batuan klastik,

    porositas tergantung pada tekanan diferensial yaitu perbedaan antara tekanan

    overburden dan tekanan interstitial . Porositas menurun dengan peningkatan

    tekanan diferensial dalam proses yang iirreversible; oleh karena itu porositas

    batuan klastik umumnya tergantung pada tekanan diferensial maksimum yang

    pemah terjadi.

  • Gambar 2.21. Pengaruh sebagai faktor pada kecepatan gelombang seismic

    (Hiltermann, 1977).

    Apabila spektrum kecepatan digambarkan terhadap jenis batuan yang

    berbeda (Gambar 2.22) maka terlihat banyaknya overlap. Oleh karena itu, kecuali

    hanya pada kasus umum seperti misalnya mengasosiasikan kecepatan rendah dengan

    batuan klastik dan kecepatan tinggi dengan karbonat atau evaporit, maka data

    kecepatan sendiri tidak dapat digunakan untuk menyimpulkan jenis batuan. Spektrum

    yang Iebar dari kecepatan tersebut berkaitan erat dengan kisaran porositas

    (Gambar.2.23). Nilai porositas tinggi umumnya berkaitan dengan kecepatan rendah

    dan sebaliknya. Porositas batuan klastik umumnya berkurang terhadap kedalaman

    pemendaman akibat kompaksi (Gambar.2.23), berkurangnya pemilahan dan

    meningkatnya sementasi.

  • Gambar 2.22. hubungan kecepatan-densitas pada beberapa jenis batuan (Sheriff,

    1980)

    Gambar 2.23. (a) Data kecepatan-porositas dari hasil laboratorium (b) Efek berbagai

    factor pada porositas (Sheriff, 1980).

  • 2.9. Pengikatan Data Seismik dan Sumur (Well-Seismic Tie)

    Untuk meletakkan horison seismik (skala waktu) pada posisi kedalaman

    sebenamya dan agar data seismik dapat dikorelasikan dengan data geologi

    lainnya yang umumnya diplot pada skala kedalaman, maka perlu dilakukan well -

    seismic tipe. Terdapat banyak teknik pengikatan ini, tapi yang umum dipakai adalah

    dengan memanfaatkan seismogram sintetik dari hasil survei kecepatan (well velocity

    survey).

    Seismogram Sintetik

    Seismogram sintetik dibuat dengan cara mengkonvolusikan wavelet dengan

    data KR (Gambar 2.24). Sebaiknya wavelet yang digunakan mempunyai frekuensi

    dan band width yang sama dengan penampang seismik. Data KR didapatkan dari

    data log sonik dan densitas (KR = kecepatan x densitas). Gelombang seismik

    akan dipantulkan pada setiap reflektor dan besar gelombang yang dipantulkan akan

    proporsional dengan besar KR. Seismogram sintetik fmal merupakan superposisi dari

    refleksi- refleksi semua reflektor. Sintetik biasanya ditampilkan dengan format

    (polaritas, bentuk gelombang) yang sama dengan rekaman seismik.

    Gambar 2.24. Prinsip pembuatan seismogram sintetik (Badley, 1984)

    Korelasi sintetik dengan horison geologi beserta kedalamannya dapat dilihat

    dari log geologi terkait. Sintetik juga sangat berguna untuk mendianogsa karakter

    refleksi dari setiap horison (Gambar 2.25).

    Salah satu kelemahan dari seismogram sintetik adalah mereka umumnya

    dibuat dengan menggunakan frekuensi yang sama untuk seluruh penampang,

    padahal frekuensi yang dipakai tersebut umumnya diambil dari zona target (misal

  • daerah reservoir). Hal ini sering mengakibatkan terjadinya mis tie pada daerah diluar

    zona target tersebut. Selain itu perlu juga diperhatikan bahwa akibat dari efek

    bandlimiting pada saat konvolusi antara wavelet dan KR, maka resolusi sintetik lebih

    rendah dibandingkan dengan resolusi sumur (Gambar 2.26).

    Gambar 2.25. Conloh well-seismic tie dengan menggunakan seismogram sintetik.

    Ditunjukkan juga nilai kros-korelasi dan jenis wavelet yang dipakai.

    Gamhar 2.26. Diagram menunjukkan perbedaan resolusi antara log sonik dan

    penampang seismik (Badley, 1984)

    Check-Shot Survey

    Pada check-shot survey kecepatan diukur dalam lubang bor dengan sumber

    gelombang di atas permukaan (Gambar.2.27). Sebaiknya sumber gelombang yang

    digunakan sama dengan yang dipakai pada survei seismik. Dari data log geologi dapat

    ditentukan posisi horison yang akan dipetakan dan lakukan beberapa pengukuran pada

    horizon tersebut (downgoing dan upgoing). Waktu first break rata-rata untuk tiap

    horison dilihat dari basil pengukuran tersebut. Sebaiknya betul-betul dipastikan bahwa

    geopon betul-betul menempel sempuma pada dinding lubang bor pada saat dilakukan

    pengukuran.

  • Kegunaan utama dari check-shot adalah untuk mendapatkan Time-Depth

    Curve yang kemudian dimanfaatkan lebih Ianjut untuk pengikatan data seismik dan

    sumur, penghitungan kecepatan interval, kecepatan rata-rata dan koreksi data sonik

    pada pembuatan seismogram sintetik.

    Vertical Seismic Profile CVS

    VSP hampir identik dengan check shot survey, hanya disini dipakai stasion

    geopon yang lebih banyak dan interval pengamatan tidak lebih dari 30 m

    (Gambar.2.28). Kalau pada check shot yang didapatkan hanya first break, maka pada

    VSP didapatkan rekaman penuh selama beberapa detik. Jadi sebenamya VSP

    sama dengan penampang seismik biasa kecuali bahwa pada VSP geopon diletakkan

    pada lubang bor dan merekam gelombang kabawah dan keatas. Gelombang

    kebawah berasal dari refleksi frist break atau multipelnya dan pada rekamannya akan

    memmjukkan waktu tempuh yang meningkat terhadap kedalaman, sedangkan

    gelombang keatas kebalikannya.

    Gambar 2.28 menunjukkan bagaimana VSP dapat diikat dengan data sumur dan

    seismik. Selain relative lebih mudahnya pengikatan data seismik dan sumur, VSP

    mempunyai beberapa kelebihan lainnya :

    Refleksi dapat diikat langsung dari rekaman seismik ke data sumur

    Multipel dapat dengan mudah diidentifikasi

    Refleksi dari reflektor dibawah ID masih dapat dievaluasi

    Kecepatan interval dan KR dapat dihitung secara akurat

  • Gambar 2.27. Prinsip Chek Shot Survey

    Gambar 2.28. Prinsip Vertical Seismic Profiling

    Gambar 2.29. Pengikatan data sumur dan seismic dengan menggunakan VSP

    (Badley, 1984)

    2.10. Bising Pada Interpretasi Seismik Refleksi

    Dalam melakukan interpretasi data seismik refleksi mutlak diingat bahwa data

    ini mengandung bising (noise) yaitu seluruh fenomena refleksi yang tidak

    berkaitan dengan aspek geologi sehingga perlu dikenali dan dinetralisir efeknya.

    Sumber umum dari bising adalah multipel, difraksi, dll dan adalah bagian dari sinyal

    seismik yang tidak berkaitan dengan refleksi primer. Meskipun data seismiknya

    telah diproses secara intensif, efek dari bising sering masih "tertinggal" dalam

    rekaman seismik dan dapat menjadi "jebakan" (pitfall) dalam interpretasi.

  • 2.10.1. Multipel

    Multipel teijadi akibat muka gelombang terpantulkan lebih dari satu kali; contoh

    sederhananya ditunjukkan pada Gambar 2.30 sedang macam-macamnya

    ditunjukkan pada Gambar 2.31. Parameter pengambilan data dapat didesain

    sedemikian rupa untuk menghilangkan multiple tapi umumnya efek ini dihilangkan

    pada saat pemrosesan data yaitu terutama dengan menggunakan teknik stacking dan

    dekonvolusi (Gambar 2.32-33).Meskipun begitu, sering masih dijumpai efek

    multipel ini meskipun data seismiknya telah diproses secara intensif (Gambar 2.33b,

    2.34). Gambar 2.35-37 menunjukkan berbagai contoh multipel ini.

    Gambar 2.30. llustrasi multipel sederhana: refleksi terpantulkan kembali ke

    permukaan batas udara/air tanah kemudian kembali ke reflektor dan geopon

    sehingga menghasilkan refleksi multipel (Badley, 1985).

    Gambar 2.3 Jenis um um multipel (Badley, 1985)

  • Gambar 2.32. Penghilangkan multipel dengan teknik CDP stacking (Badley, 1985)

    Gambar 2.33. (a) llustrasi efek multiple lintasan panjang sebelum dikoreksi (Badley,

    1985)

  • Gambar 2.33 (b) Ilustrasi efek koreksi multiple dengan penataan konfigurasi sumber

    (Badley, 1995). Perhatikan bahwa multipel di bagian bawah rekaman tetap tidak bisa

    dihilangkan.

    Gambar 2.34. Contoh multiple : WB -water bottom multiple, JBM-interbed multiple

    dan sideswide

  • Gambar 2.35. Diagram menunjukkan bagaimana multiple reflector miring akan

    menggandakan besar kemiringan (Badley, 1985)

    Gambar 2.36. Ilustrasi multiple sederhana miring dari reflektor a. Tiga multiple b,c

    dan dapat dikenali (Badley, 1985)

  • Gambar 2.37. Ilustrasi efek multiple (1) dan pull-up anomaly (2) akibat endapan

    channel berkecepatan tinggi (3).

    2.10.2. Difraksi

    Difraksi merupakan sumber umum dari bising dan dapat timbul akibat

    perubahan tajam dari bidang reflektor (Gambar.2.38), misalnya akibat sesar, intrusi,

    permukaan tidak teratur daerah karst, dll. Bidang kontak yang tajam, seperti misalnya

    akibat suatu bidang perlapisan tersesarkan, akan membiaskan energi keseluruh arah

    dan terekam dalam bentuk tras hiperbolik dengan sumber difraksi sebagai pusat

    puncaknya (apex). Bidang sesar tersebut dapat diperkirakan dengan cara

    menggabungkan apex tersebut (Gambar.2.39). Efek difraksi ini bisanya dihilangkan

    dengan teknik migrasi, meskipun begitu sering masih muncul dalam rekaman seismik

    sehingga mengganggu interpretasi.

    Gambar 2.38. llustrasi teljadinya difraksi akibat bidang sesar (Badley, 1985).

  • Gambar 2.39. Rekaman seismik menunjukkan difraksi dari suatu bidang sesar hampir

    vertikal (A) dan sesar-sesar minor B (Bidley, 1985).

    2.10.3. Efek Distorsi Kecepatan

    Perubahan sifat batuan, misalnya perubahan ketebalan formasi, perubahan

    fasies dapat menyebabkan perubahan kecepatan. Perubahan ini dapat menyebabkan

    distorsi pada stacked time section bila dibandingkan dengan hubungan ketebalan

    dan kedalaman sebenamya.

    Penipisan Semu Downdip teijadi bila suatu lapisan yang sebenamya

    mempunyai ketebalan konstan, tapi akibat proses diagenesa maka bagian yang

    terletak lebih kearah cekungan akan mempunyai kecepatan yang lebih tinggi

    sehingga pada rekaman seismik tampak seolah-olah seperti lebih tipis

    (Gambar.2.40).

  • Gambar 2.40. 11ustrasi penipisan semu lapisan akibat efek peningkatan kecepatan

    dengan kedalaman (Badley, 1985).

    Penipisan semu juga dapat teijadi sepanjang bidang sesar. Penipisan semu

    ini terjadi karena peningkatan kecepatan interval antara X dan Y pada bagian

    hanging wall. Refleksi pada blok yang tersesarkan (Gambar.2.41) keposisi lebih atas

    (upthrown block) juga sering menunjukkan fenomena pelengkungan semu (apparent

    rollover) akibat pengaruh kecepatan lebih rendah dari bagian downthrown.

    Gambar 2.41. llustrasi efek pelengkungan semu reflektor di bawah bidang sesar

    (Badley, 1985)

    Anomali kecepatan juga sering dijumpai dibawah sesar dengan kemiringan

    kecil seperti pada sesar anjak atau sesar normal listrik (Gambar.2.42-2.43) dan

    terutama disebabkan oleh perubahan kecepatan kearah lateral akibat pensesaran

    tersebut.

    Anomali kecepatan pull-up akan terjadi akibat struktur garam, karbonat atau

    channel yang mempunyai kecepatan jauh lebih tinggi dari sekitamya

    (Gambar.2.44-46). Sebaliknya anomali pull- down juga terjadi akibat diapir serpih

  • atau karbonat yang mempunyai kecepatan lebih rendah dari sekitamya

    (Gambar.2.47-48).

    Gambar 2.42. Ilustrasi teljadinya anomali kecepatan dibawah detached listric normal

    fault (Badley, 1985).

    Gambar 2.43. Contoh velocity pull-up anomaly dibawah sesar anjak (Badley, 1985)

  • Gambar 2.44. Contoh rekaman seismik sepanjang diapir garam (Badley, 1985)

    Gam bar 2.45. Anomali kecepatan dibawah diapir garam. (a) Model geologi. (b)

    Kenampakan rekaman seismik menunjukk:an pull-up anomaly sebesar 222 ms

    dibawah reflektor garam (Badley, 1985).

  • Gambar 2.46. Contoh rekaman seismik SW Afrika menunjukkan velocity pull-up

    dibawah in-filled submarine canyon A (Badley, 1985).

    Gambar 2.47. Contoh pull-up velocity anomaly dibawah reef. (a) dan (b) Pull-up. (c)

    dan (d) pull-down (Badley, 1985).

  • Gambar 2.48. Rekaman seismik menunjukkan aliran serpih (zona refleksi kaotik)

    dan push-down velocity anomaly yang mempengaruhi refleksi A dan B (Badley,

    1985).

    Suatu overlying wedge berkecepatan tinggi dapat berfungsi sebagai lensa

    pendistorsi dan menghentikan kontinyuitas refleksi dibawahnya (Gambar.2.46).

    Meskipun bukan efek langsung kecepatan batuan, perubahan kedalaman air secara

    tajam juga dapat menyebabkan distorsi pada penampang waktu rekaman seismik

    seperti diperlihatkan pada Gambar 2.49.

    Gambar 2.49a Rekaman seismik menunjukkan distorsi kecepatan akibat

    varias kedalaman air. (a) Penampang waktu: perhatikan kemiringan kearah laut dari

    refle sebelah barat laut reff (Badley, 1985).

  • Gambar 2.49b. Penampang kedalaman: efek push-down ak.ibat kedalaman air telah

    dihilangkan, menyingkap kemiringan kearah darat dan jebakan potensial pada reef

    (Badley, 1985)

    2.11. Interpretasi Data Seismik 3-D

    Obyek geologi bawah permukaan adalah benda tiga dimensi. Penampang

    seismik 2-D merupakan penampang melintang dari benda 3-D tersebut. Meskipun

    seismik 2-D mengandung sinyal dari dari semua arah, termasuk yang diluar bidang

    penampang, tapi migrasi 2-D biasanya mengasumsikan bahwa sinyal yang terekam

    berasal dari bidang penampang itu sendiri (Gambar 2.50). Sinyal dari luar bidang

    penampang sering mengakibatkan kesalahan pengikatan pada rekaman seismik 2-D

    termigrasi. Karena kelemahan-kelemahan tersebut maka pada 1970 mulai

    dikemukakan konsep survei seismik 3-D dipelopori oleh Walton (1972), Bone dkk.

    (1976).

  • Gambar 2.50. Pengaruh struktur bawah permukaan yang menyebabkan refleksi

    terletak pada daerah diluar bidang vertikal melalui titik tembak dan penerima (Brown,

    1991).

    Pada intinya metoda 3-D ini adalah masalah pengumpulan data areal diik:uti

    oleh pemrosesan dan interpretasi volum data yang sangat rapat (Gambar 2.51).

    Karena metoda ini menghasilkan pemahaman yang lebih baik mengenai gambaran

    geologi bawah permukaan, maka popularitasnya meningkat pesat baik dibidang

    eksplorasi, pengembangan maupun produksi. Sehubungan dengan volum data yang

    begitu besar pada metoda 3-D ini, maka interpretasinya umumnya memerlukan

    workstation yang interaktif.

    Gambar 2.51. Cakupan areal survei 3-D dibandingkan dengan 2-D (Brown, 1991).

    2.11.1. Resolusi : 3D vs 2D

    Obyektif utama dari metoda seismik 3-D adalah peningkatan resolusi baik

    resolusi vertikal maupun horisontal. Migrasi adalah teknik utama untuk

    meningkatkan resolusi horisontal, dan terdiri atas tiga fungsi utama, yaitu (1)

    memposisikan refleksi pada posisi sebenamya, (2) memusatkan energi yang tersebar

    disekitar zona Fresnedan (3) menghilangkan efek difraksi.

    Gelombang seismik menjalar secara 3 dimensi, sehingga bila diperlakukan

    secara 2-D maka hanya sebagian potensinya saja yang dimanfaatkan. Gambar 2.52

    menunjukkan efek fokusing dari migrasi dalam dua dan tiga dimensi.

  • Gambar 2.52. Efek ukuran zona Fresnel pada migrasi 2-D dan 3-D (Brown, 1991).

    Zona Fresnel akan turun menjadi sebuah elipsoid tegak lurus terhadap lintasan

    pada migrasi 2-D dan menjadi sebuah lingkaran kecil pada 3-D. Diameter dari 1/4

    panjang gelombang yang ditunjukkan pada Gambar 2.52 merupakan target migrasi

    ideal

    Gambar 2.50 menunjukkan bahwa pada kasus dimana kompleksitas

    struktumya moderat, titik-titik pada kedalaman darimana refleksi normal didapatkan

    akan terletak pada jalur zig-zag tidak teratur. Hanya dengan melakukan migrasi

    sepanjang dan tegak lurus terhadap arah lintasan maka dimungkinkan untuk

    menempatkan posisi refleksi sebenamya dibawah permukaan.

    Gambar 2.53 menunjukkan hasil model eksperimen dimana kelebihan 3-D

    dibandingkan dengan 2-D jelas terlihat. Hasil migrasi 2-D pada lintasan 6 berhasil

    menghilangkan bising secara signifikan dan antiklin 1, telah tercitrakan dengan

    betul. Meskipun begitu, antiklin nomor 2 seharusnya tidak muncul pada lintasan 6

    tersebut dan bidang sesamya mempunyai kemiringan salah. Migrasi 3-D berhasil

    mengoreksi citra sebenamya dari bidang sesar tersebut dan mengoreksi

    ketidakhadiran antiklin 2 pada lintasan ini.

  • Gam bar 2.53. Model menunjukkan perbedaan basil migrasi 2-D dan 3-D (Brown,

    1991 ).

    Gambar 2.54 menunjukkan efek migrasi 3-D yang memperjelas efek kontak

    fluida Gambar 2.55 menunjukkan bagaimana posisi refleksi dekat diapir garam

    terkoreksi ke posisi sebenamya setelah migrasi 3-D. Gambar 2.56 menunjukkan

    penampang horisontal pada waktu 224 ms dari survei 3-D resolusi tinggi untuk

    memonitor proses injeksi uap. Terlihat bagaimana setelah migrasi (gambar sebelah

    kanan), posisi channel berubah secara signifikan. Fakta bahwa satu sumur menembus

    channel tersebut sedang satunya lagi tidak adalah signifikan karena keduanya

    hanya terpisah 10 m.

    Gambar 2.54. Peningkatan kenampakanjlar spot setelab migrasi 3-D (Brown, 1991).

  • Gambar 2.55. Ilustrasi menunjukkan peningkatan kwalitas rekaman sebelum (kiri)

    dan sesudah migrasi (Brown, 1991).

    2.11.2. Konsep Volum

    Kumpulan data seismik dengan spasi rapat memungkinkan pcngolahan tiga

    dimensional dari data 3-D. Oleh karenanya konsep volum sangat penting dalam

    interpretasi seismik Gambar 2.57 menunjukkan kenampakan volum 3-D sebuah

    kubah garam. Gambar tersebut mendemonstrasikan konsep volum dengan baik

    dan interpreter dapat menggunakan cara penampilan data scperti ini untuk lebih

    memahami aspek tiga dimensional obyek bawah permukaan.

    Gambar 2.56. Contoh ilustrasi peningkatan sistem channel setelahlah migrasi 3-0

    (Brown, 1991).

  • Gambar 2.57. Ilustrasi kenampakan volum data 3D dari struktur kubah garam

    (Brown, 1991).

    Gambar 2.58. (a). Tiga macam potongan ortogonal melalui volum data 3D, (b)

    Contoh display komposit potongan (Brown 1991).

    Mayoritas interpretasi 3-D dilakukan melalui potongan- potongan melalui volum data

    tersebut. Tiga arah utama potongan ortogonal dapat dibuat melalui volum data terkait

    (Gambar.2.58). Potongan vertikal pada arah pergerakan kapal atau lintasan kabel

    disebut sebagai inline, sedangkan potongan vertikal tegak lurus terhadap lintasan ini

    disebut sebagai crossline. Potongan horisontal disebut sebagai penampang horisontal,

    atau potongan waktu. Arbitrary line adalah potongan vertikal pada arah sembarang

    sesuai kebutuhan Potongan sepanjang horison yang telah diinterpretasi disebut

    sebagai horizon slice, sedangkan yang melalui bidang sesar disebut sebagaifault slice

    (Gambar 2.59).

  • Gambar 2.59. Macam-macam istilab bentuk penampilan data 3-D (Brown, 1991).

    2.11.3. Interpretasi Struktur

    Gambar 2.60 menunjukkan hubungan konseptual antara volum batuan bawah

    permukaan dan volum data. Perpotongan bidang perlapisan dengan ketiga sisi

    ortogonal kotak segiempat menunjukkan dua komponen kemiringan dan jurus

    bidang perlapisan target. Oleh karenanya arah refleksi pada potongan horisontal

    secara langsung mengindikasikan jurus dari permukaan refleksi tersebut. Apabila

    interpreter mempik refleksi pada penampang horisontal, maka secara langsung

    dapat dibuat kontur pada beberapa horison pada waktu atau kedalaman dimana

    penampang horisontal tersebut dipotongkan pada volum data terkait.

    Gambar 2.60. Hubungan antara kemiringan dan jurus sebuah reflector seismik dalam

    satu sistem volum data (Brown, 1991 ).

    Gambar 2.61 menunjukkan tiga potongan horisontal dengan spasi waktu 4 ms.

    Dengan mengik:uti refleksi puncak dari satu level potongan ke level lainnya

    maka peta kontur struktur lapisan terkait dapat dibuat. Terlihat bagaimana

    konsistensi antara jurus lapisan baik pada potongan horisontal seismik maupun

  • pada peta yang dihasilkan (bandingkan daerah sisi kiri dan kanan dari sesar).

    Gambar 2.62 dan 2.63 menunjukkanpotongan-potongan vertical dan horisontal.

    Terlihat bagaimana dengan mengik:uti retleksi pada potongan horisontal dapat

    dibuat pcta kontur horison target sccara cepat.

    Gam bar 2.61. llustrasi pembuatan peta kontur struktur dengan menggunakan

    penampang horisontal (Brown, 1991).

    Gam bar 2.62. Penampang vertikal menunjukkan built-up karbonat tetapi tidak terlalu

    menyakinkan (Brown, 1991).

  • Gambar 2.63. Peta struktur waktu dan penampang horisontal terkait dari Gambar 7.19

    (Brown, 1991).

    Bila dibandingkan antara hasil pemetaan struktur 2-D dan 3-D akan terlihat bahwa

    pada kasus 3-D struktur sesar dapat dipetakan lebih rinci (Gambar 2.64-65). Pada

    potongan horisontal seismik 3-D kelurusan terminasi refleksi mengindikasikan

    jurus da..-r:i sesar, sehingga piking sebuah sesar pada suatu urutan potongan

    horisontal dapat menghasilkan peta bidang sesar. Pada prakteknya, tahapan

    identiflkasi awal struktur sesar mayor sebaiknya dilakukan pada penampang

    vertikal dengan spasi cukup lebar. Bagaimana sesar-sesar tersebut saling berhubungan

    kemudian ditentukan dengan menggunakan penampang horisontal.

    Gambar 2.64. Penampang horisontal menunjukkan tenninasi refleksi akibat sesar

    (Brown, 1991).

    2.11.4. Interpretasi Stratigrafi

    Pada saat penampang vertikal seismik memotong sebuah obyek stratigrafi biasanya

    akan ditemukan suatu anomaly kecil dari karakter atau amplituda. Ekspresi dari yang

  • terisi oleh pasir, misalnya, biasanya tidak terlalu jelas sehingga membutuhkan

    ketrampilan interpretasi tersendiri untuk mengetahuinya. Sebaliknya, penampang

    horisontal menggambarkan penyebaran spasial dari anomali tersebut sehingga bentuk

    karakteristiknya bisa dikaitkan dengan lebih mudah pada obyek geologi terkait.

    Gambar 2.65 dan 2.66 masing-masing menunjukkan contoh sayatan horisontal di

    Teluk Thailand dan Sumatra Tengah. Contoh-contoh tersebut menunjukkan

    keunggulan seismik 3-D khususnya penampilan penampang horisontal untuk analisa

    seismik stratigrafi.

    Gambar 2.65. Sayatan horisontal menunjukkan sistem sensor daerah studi

    Gambar 2.65. Penampang horisontal di Teluk Thailand menunjukkan channels, point

    bars & cressave (Brown. 1991)

  • Gambar 2.66. penampang horizontal di Sumatera Tengah menunjukkan system fluvio

    deltaic sampai dengan laut dalam.

    2.12. Arti Geologi Rekaman Seismik

    Secara sepintas, hubungan antara kondisi geologi dan rekaman seismik terkait

    terlihat seperti sederhana dan tidak komplck. Meskipun begitu patut diingat bahwa

    terdapat perbedaan mendasar antara fakta yang terekam oleh seismik dengan fakta

    geologi sebenamya. Seismik hanya mampu mendeteksi batas litologi bila

    terdapat pcrubahan impedansi akustik sepanjang batas tersebut yang besamya

    lebib dari detectable limit dari gelombang seismik yang dipakai.

    Jadi, gelombang seismik hanya mampu mendeteksi sebagian dari batas-batas tersebut,

    dan apabila batas tersebut cukup rapat, interferensi juga akan mempengaruhi respon

    seismik sehingga menggangu interpretasi. Kenyataan bahwa dalam penampang

    seismik kondisi geologi bawah permukaan terekam dalam skala waktu menimbulkan

    kelemahan lainnya karena distorsi kecepatan vertikal maupun lateral akan

    menghasilkan rekaman seismik yang berbeda dengan kondisi geologi yang

    sebenamya. Dalam hal ini, tugas interpreter-lab untuk mengisi gap antara rekaman

    seismik dan kondisi geologi sebenamya.

    2.12.1. Parameter Refleksi Individual

    Refleksi individual mengandung beberapa sifat deskriptif dan terukur yang dapat

    memberikan arti geologi. Parameter yang paling dekat hubungannya dengan litologi

    adalah amplitudo, polaritas, kontinyuitas, spacing atau frequensi refleksi.

    Amplitudo adalah ketinggian puncak (peak) atau palung (trough) refleksi yang

    sebenamya tergantung pada koefisien refleksi. Ukuran kwalitatif seperti tinggi,

    sedang dan rendah sering dipakai untuk mendeskripsi besar amplitudo ini (Gambar.

    2.67)

    Perubahan vertikal amplituda dapat digunakan untuk membantu identiflkasi

    ketidakselarasan, sedangakn perubahan fasies seimik. Jebakan (pitfall) dapat berasal

  • dari pola interprensi tuning, multiple, dan noise lainnya yang merubah besar

    amplitude

    Kontinyuitas refleksi mencerminkan konsistensi kemenerusan lateral refleksi.

    Refleksi yang kontinyu adalah hila terdapat kelurusan yang menerus sepanjang jarak

    yang signiflkan (km). Derajat kontinyuitas dideskripsikan sebagai sangat kontinyu

    sampai diskontinyu (Gambar. 2.67)

    Gambar 2.67 Atribut refleksi : kontinyuitas, amplitudo, frekuensi (Badley, 1985).

    Gambar 2.68 Contoh korelasi sepanjang sistem sesar dengan menggunakan pentunjuk

    karakter refleksi (Badley, 1985).

    Frekuensi refleksi adalah jumlah refleksi per unit waktu dan dipengaruhi oleh

    kombinasi efek interferensi dan dimensi sinyal seismik Gambar 2.68 menunjukkan

    contoh bagaimana karakter frekuensi refleksi digunakan untuk memandu korelasi.

    Perubahan vertikal frekuensi refleksi dapat digunakan untuk mendeteksi batas antar

    sekuen pengendapan sedangkan perubahan lateral digunakan untuk menduga

  • perubahan fasies. Perlu diingat bahwa perubahan lateral frekuensi sangat rentan

    terhadap efek bising dan struktur. Misalnya multipel dapat menimbulkan kesan

    bertambahnya frekuensi refleksi; sebaliknya berkurangnya secara berangsur frekuensi

    terhadap kedalaman menimbulkan kesan bertambah renggangnya reflektor.

    2.12.2. Intemretasi Jenis Litologi

    Kecuali refleksi akibat kontak fluida, hampir semua refleksi berasal dari batas

    impedansi akustik akibat perubahan litologi. Akibatnya arti perubahan litologi

    merupakan kunci untuk memahami hubungan antara rekaman seismik dan kondisi

    geologi terkait. Pada sekuen berlapis, perubahan litologi umumnya terjadi pada batas

    antar lapisan. Perubahan jenis lapisan disebabkan banyak hal; perubahan kondisi

    pengendapan, litiflkasi, variasi suplai sedimen, variasi musim, dll.

    Bidang perlapisan mengontrol bentuk ekstemal lapisan yang besar bentuknya

    sangat bervariasi dan pada skala besar merefleksikan jenis litologi pembentuk

    lapisan, proses pengendapan dan lingkungan pengendapan.

    Jenis litologi dapat dibagi menjadi dua kelompok besar:

    1. Sedimen yang terendapkan secara mekanis- yaitu tertransportasikan oleh dan

    terendapkan dari fluida.

    2. Sedimen yang terbentuk secara kimiawi (misal garam dan evaporit) atau proses

    biologis (reef).

    Meskipun masih berambiguitas, tapi adalah mungkin untuk menduga jenis litologi

    dari rekaman seismik. Berikut ini dibahas kriteria untuk mengenali batuan

    lempung, klastik kasar, karbonat, garam, batuan dasar dan batuan beku.

    2.12.3. Lempung dan Lanau

    Lempung dan lanau terendapkan oleh mekanisme suspensi, apapun

    lingkungan pengendapannya. Sedimen seperti ini cenderung untuk berlapis tipis

    dengan spasi reflektor yang rapat dibandingkan dengan reflektor lainnya pada

    rekaman seismik. Bila daerah pengendapannya ekstensif, refleksinya biasanya

    berkontinyuitas sedang sampai baik.

    Amplitude cenderung sedang sampai buruk, tapl juga sangat tergantung

    pada jarak perlapisan (efek interferensi) dan litologi. Pola refleksi divergen juga

    merupakan indikasi dari endapan butir haJus, karena ia mengindikasikan

    pengendapan pada kondisi dimana teljadi penurunan cekungan dan kecepatan

    pengendapan mempunyai magnitude sama. Tidak jarang, kontras impendansi akustik

    sangat rendah sehingga menunjukkan gejala reflection free (Gambar 2.69). Pola

  • reflection kaotik dapat terjadi akibat slumping atau aktivitas air laut dalam, akibat

    pembebanan, naiknya tekanan pon (likuifaksi) atau ketidakstabilan lereng

    (Gambar.2.69).

    2.12.4. Batuan Klasik Kasar

    Batuan klastik kasar merupakan target utama untuk diidentiflkasi pada

    interpretasi seismik. Kesulitannya adalah batupasir ini terendapkan hampir disemua

    jenis lingkungan pengendapan sehingga mempunyai variasi yang sangat besar pada

    ketebalan, bentuk dan penyebaran lateral. Kecepatan interval bukan merupakan

    indikator yang baik karena nilainya yang overlap dengan litologi lainnya. Sebaliknya

    posisi lingkungan pengendapan merupakan petunjuk terbaik; dan dalam hal ini

    sangat tergantung pada kemampuan identiflkasi konflgurasi, struktur intemal dan

    asosiasi fasies.

    Gambar 2.69. Contoh rekaman seismik klastik kasar dan halus

  • Gambar 2.70. Contoh rekaman seismik klastik kasar dan halus

    Dengan asumsi bahwa endapannya cukup tebal, fasies air dalam dapat

    dicirikan oleh konfigurasi mounded dan/atau bentuk sheet. Karena kecepatan

    pengendapannya yang begitu tinggi, sedimen klastik mempunyai kemampuan

    untuk memodiflkasi topografi dasar cekungan dan akibatnya juga mempengaruhi

    pengendapan sedimen selanjutnya. Pada lingkungan air dangkal satuan klastik

    individual cenderung untuk tipis, sering dibawah ketebalan minimum resolusi

    seismik, dan kehadirannya harus dideteksi dari posiSI lingkunganpengendapannya

    dan variasi amplitudonya.

    2.12.5. Batuan Karbonat

    Pada batuan karbonat, refleksi pada batas atasnya umumnya menghasilkan

    koefisien refleksi positif yang besar karena karbonat biasanya mempunyai kecepatan

    dan densitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan batuan sedimen lainnya.

    Hanya pada kasus dimana batuan karbonat tersebut sangat berpori atau sangat

    terkekarkan maka batas atasnya menghasilkan koefisien refleksi negatif.

    Dari segi seismik, batuan karbonat terbagi menjadi tiga kelompok:

    1. Endapan berbentuk sheet : umumnya penyebaran Jateralnya sangat ekstensif dan

    terdiri atas partikel karbonat berbutir halus atau fosil mikro karbonatan yang

    terendapkan dari suspensi (contoh : batugamping mikritik, kapur, batulempung

    karbonatan, dll). Endapan ini menunjukkan karakter yang sama dengan endapan

    butir halus lainnya, tapi biasanya dapat dibedakan dari ciri amplitude tingginya,

    kontinyuitas baik, dan bila cukup tebal akan mempunyai kecepatan interval yang

    tinggi (jarang dibawah 3500 m/s). Debu volkanik atau lapisan tufa mempunyai ciri

    yang sama dengan endapan ini dan dapat menimbulkan 'jebakan interpretasi.

    2. Endapan bioklastik : terdiri atas butiran karbonalberukuran pasir yang tertransport

    dan terendapkan oleh arus energi tinggi sehingga mempunyai bentuk dan

    lingkungan pengendapan yang sama dengan batuan klastik non karbonat. Dapat

    diidentiflkasi dari kecepatan intervalnya dan amplitude refleksinya yang tinggi.

    Aspek lainnya, seperti paleogeografi dan aspek litologi khas lainnya dapat membantu

    identifikasi. Meskipun begitu dalam banyak kasus adalah cukup sulit untuk

    membedakan antara endapan karbonat bioklastik ini dengan endapan klastik non

    karbonat Jainnya.

    3. Buildups. reefs. biotherms. banks. mounds. dll : endapan ini mengandung elemen

    biologis yang besar terdiri atas sisa-sisa cangkang organisme hidup. Dicirikan oleh

  • bentuknya yang khas dan kecepatan intervalnya yang tinggi. Gambar 2.71

    menunjukkan kriteria konfigurasi refleksi untuk mengenali endapan ini. Bubb dan

    Hatlelid (1977) membagi build up karbonat menjadi empat jenis (Gambar.2.72):

    barrier, pinnacle, she[( margin, patch. Barrier buildups cenderung linier dibatasi

    oleh air relatif dalam pada dua sisinya selama pengendapannya.

    Pinnacle cenderung ekuidimensional dan dikelilingi air dalam selama

    pengendapanya. Shelf margin berbentuk linier dengan air dalam pada satu sisi dan

    dangkal pada sisi lainn ya, sedangkan patch cenderung terbentuk pada air

    dangkal, apakah dekat pada shelf margin atau pada paparan laut dangkal.

    Gambar 2.71. Contoh konfigurasi refleksi khas endapan karbonat (Badley. 1985)

    Gam bar 2.72. Jenis build up yang dapat dikenali dari seismik (Badley, 1985)

    Gambar 2.73 menunjukkan contoh buildup paparao karbonat di Louisiaoa.

    Sisi belakaog shelf margin ke arab utara terdiri atas perselingan lapisan

    batugamping dao serpih, dengao respon seismik pararel frekuensi tinggi dan

    amplituda rendab. Shelf margin buildup terdiri atas endapan energi tinggi, porositas

    tinggi dan menimbulkao refleksi interval yang buruk. Kearah cekungan di selatao

    terdiri atas endapan kalkareous butir halus dengan downlap dao variasi amplituda

  • lateral. Gambar 2.74 menunjukkan ekspresi seismik dari buildup karbonat yang

    berasosiasi dengan dim spot.

    Gambar 2.73a Ekspresi seismik dari model paparan karbonat di Gam bar 2.73 b

    (Badley, 1985).

    Gambar 2.73b Model geologi paparan karbonaldi Gambar 2.73a (Badley. 1985)

  • Gam bar 2.74. Ekspresi seismik reefPeutu, serpih Baong dan pola sigmoid eli daerah

    Arun-Sumatra Utara (penampang seismik dari Wirjodirhardjo, 1992).

    Gambar 2.75. Profil seismik carbonate build up di cekungan Sumatra Selatan

    (Brown, 1994).

  • Gambar 2.76. Profil seismik shelf-margin reef di Jawa Barat Utara.

    2.12.6. Diapir Garam

    Garam mepumyai densitas sekitar 2.2 gr/cc, sangat rendah dibandingkan jenis

    sedimen lainnya. Bila diendapkan dengan ketebalan yang cukup, maka

    cenderung tidak stabil bila tertutupi oleh batuan lainnya yang mempunyai densitas

    lebih tinggi. Akibatnya akan terjadi aliran garam yang terdiri atas tiga tahapan umum :

    pillowing, diapirism, postdiapirism. Apapun mekanismenya, aliran garam kedalam

    sebuah struktur yang sedang tumbuh mengakibatkan terbentuknya cekungan yang

    rendah tapi mempunyai isopach yang tebal. Gambar 2.77 menunjukkan skema

    perkembangan tiga tahapan tersebut dan dapat digunakan sebagai dasar interpretasi

    konfigurasi reflektor.

    Gambarar 2.77. Tahapan pertumbuhan diapir garam (Badley, 1985)

  • Pada tahap pillowing, penipisan sedimen sindeposisional di atas sayap dan

    punggung pillow, terbentuk sebagai respon dari pertumbuhan pillow, merupakan alat

    diagnostik utama untuk identifikasi tahapan ini. Pada tahapan diapir, mengalimya

    garam kedalam diapir yang sedang tumbuh tersebut akan mengakibatkan runtuhnya

    sekuen di bagian sayap yang menipis kearah original pillow. Lingkaran sinklin

    sekunder, sumbunya tepat dipinggir diapir, tumbuh diatas daerah runtuhan tersebut

    Lingkaran sinklin sekunder ini umumnya lebih ekstensif daripada lingkaran

    sinklin primer dan juga merupakan tempat akumulasi sekuen yang lebih sekuen yang

    lebih tebaL Pada tahapan postdiapir maka diapir akan terletak pada atau dekat

    permukaan sedimen, meskipun penurunan terus berlangsung. Sebuah lingkaran

    sinklin tersier berukuran kecil, sering kurang jelas, akan mengelilingi diapir tersebut.

    Konfigurasi refleksi akibat diapir serpih dapat sangat mirip dengan yang

    dihasilkan oleh diapir garam. Bi1a terjadi refleksi dibawah diapir, kedua litologi

    tersebut dapat dibedakan dari efek kecepatannya. Garam umumnya akan

    mengakibatkan pull-up sedangkan garam mengakibatkan pull down dari dari

    reflektor yang lebih dalam (Gambar.2.78). Bila tidak terjadi refleksi dibawah diapir,

    maka akan sulit membedakan kedua buah litologi tersebut. Sering diapir garam

    berasosiasi dengan fenomena collapse akibat pelarutan garampostdiapiric

    (Gambar.2.79). Akibat densitasnya yang sangat rendah, garam juga mempunyai

    impedansi akustik yang rendah, meskipun kecepatannya tinggi.

    Gambar 2.78. Rekaman seismik menunjukkan a1iran serpih dan efek push-down

    velocity anomaly yang mempengaruhi refleksi A dan B (Badley, 1985)

  • Gambar 2.79. Contoh ekspresi seismik dari diapir garam (Badley, 1985).

    Gambar 2.80. Contoh fenomena runtuhan pada diapir garam (Badley, 1985).

    2.12.7. Batuan Dasar

    Terdapat dua definisi batuan dasar : batuan beku atau batuan metamorf

    kristalin; dan batuan dasar ekonomik yaitu batuan sedimen berporositas kecil yang

    tidak mempunyai potensi reservoir. Tidak ada satu karakter seismik unik yang

    membedakan dua jenis basemen tersebut. Gambar 2.8la menunjukkan contoh

    batuan dasar kristalin dangkal. Dibawah refleksi kuat dari batas atas batuan dasar

  • tersebut (koefisien retleksi positif), rekaman seismik menunjukkan pola reflection

    free.

    Gambar 2.8lb menunjukkan batuan dasar kristalin yang tersingkap di lantai

    samudra dan dicirikan oleh banyaknya multipel. Umumnya batuan dasar kristalin

    mengakibatkan terbentuknya pola reflection free. Oleh karena itu karaktemya bisa

    mirip dengan diapir garam, serpih, aliran basalt, intrusi batuan beku, dll. Batas atas

    batuan dasar kristalin umumnya akan mempunyai koefisien refleksi positif bila

    tertutupi oleh batuan sedimen tapi efek pelapukan dapat juga mengakibatkan

    pengurangan nilai koefisien refleksi tersebut. Zonasi struktur atau pelapisan intemal

    dapat mengakibatnya terbentuknya refleksi intemal, sehingga "mengaburkan" makna

    reflection-free untuk identifikasi batuan dasar (Gambar.2.8lc).

    Gambar 2.81. Contoh ekspresi seismik batuan dasar (Badley, 1985)

    2.12.8. Refleksi Akibat Hidrokabon

    Kehadiran gas dalam reservoir akan mengakibatkan perubahan impedansi

    akustik, kecepatan, frekuensi, dll. Perilaku bagaimana reservoar merespon kehadiran

    gas tergantung pada impedansi akustik bagian reservoar yang terisi gas tersebut,

    batuan penutup dan ketebalan kolom gas. Bila kolom gas cukup tebal dan terdapat

    kontras impedansi akustik antara reservoir yang terisi gas-/minyak atau gas-/air, maka

    akan terjadi flat spot. Sebagai acuan umum, flat spot umumnya ditemui pada

    batupasir dan karbonat dengan kedalaman kurang dari 2.5 km. Flat spot ini selalu

    mempunyai koefisien refleksi positif, tampil sebagai palung pada polaritas normal

    SEG atau puncak pada polaritas terbalik (Gambar.2.82). meskipun kontak gas ini

    selalu berbentuk datar pada penampang kedalaman, tapi pada penampang waktu bisa

    menunjukan efek push-down akibat kecepatan rendah dari gas ini. Efek kebadiran gas

  • terbadap impedansi akustik reservoar juga akan mengakibatkan terjadinya anomali

    amplitudo:

    1. Anomali amplitudo sangat tinggi atau disebut sebagai daerab refleksi terang

    (bright spot)

    2. Anomali amplitudo sangat rendab atau disebut sebagai daerah refleksi uram (dim

    spot)

    Gambar 2.82. Ilustrasi efek gas pada AI dan polaritas seismik (Badley, 1985)

    Anomali refleksi terang berasosiasi dengan batupasir berpori yang terisi gas

    dimana porositas besar dan gas tersebut akan mengakibatkan koefisien refleksi

    negatif yang sangat kuat sehingga membentuk daerah "terang" (Gambar. 2.83).

    Apabila reservoamya adalah batupasir atau batugamping yang porositasnya relatif

    kecil dan lebih terkompaksi, maka kehadiran gas akan menurunkan koefisien refleksi

    sehingga mengurangi besar amplitudo dan menimbulkan kesan "buram"

    (Gambar.2.85). Efek awan (gas cloud) atau cerobong gas (gas chimney) - yaitu

    daerah data buruk diatas struktur yang mengandung gas juga sering dapat dijadikan

    karakter kehadiran gas (Gambar.2.84) yang "bocor" dan menembus batuan penutup

    diatas reservoar. Bocomya gas kedalam batuan penutup dapat terjadi dalam beberapa

    mekanisme (misal bocor lewat bidang sesar, kekar atau overpressure yang melebihi

    kekuatan batuan penutup). Umumnya kualitas data seismik dibawah daerah

    cerobong gas ini akan sangat berkurang sehingga menyulitkan pemetaan puncak

    reservoar. Anomali amplitude terkadang juga akan disertai oleh efek perubahan

    polaritas seperti diperlihatkan pada Gambar 2.86. Kehadiran minyak lebih sulit

    dideteksi pada rekaman seismik, karena antara minyak dan air mempunyai densitas

    dan kecepatan yang hampir sama. Efek yang dapat diharapkan terkadang adalah

    penurunan kecil dari impedansi akustik dan anomali refleksi datar.

  • Gambar 2.83. Contoh Bright-Spot pada penampang reflektivitas normal

    Gambar 2.84. Contoh efek cerobong gas pada penampang reflektivitas normal

    Gambar 2.85. Contoh Dim-Spot pada penampang reflektivi tas normal

  • Gambar 2.86. Pembalikan polaritas dan flat spot pada reservoar gas (Sheriff, 1980).

    Jebakan dalam identiflkasi gas ini adalah :

    1. Saturasi gas : saturasi gas sebesar 5% saja masib sudah akan mengakibatkan

    terjadinya anomali amplitudo pada pasir berpori sehingga dapat mengakibatkan

    kesalahan interpretasi zona ekonomis. Penurunan maksimum dan kecepatan akan

    terjadi pada saturasi gas sekitar 20%.

    2. Anomali amplitudo : tidak semua anomali daerah terang berasosiasi dengan gas.

    Karbonat, intrusi, batuan beku, penipisan lapisan pada ketebalan tuning dapat juga

    disebabkan timbulnya anomali tinggi koeflsien refleksi.

    2.13. Interpretasi Struktur Geologi

    Kemampuan penafsiran struktur geologi dari rekaman seismik mempunyai

    nilai penting karena peranan struktur tersebut dalam pembentukan perangkap

    hidrokarbon. Dalarri penafsiran struktur ini perlu diperhatikan kelemahan metoda

    seismik dalam menangkap parameter struktur bawah permukaan tersebut. Bila

    rekaman tak termigrasi yang akan dipakai dalam analisa struktur, maka akan terjadi

    distorsi akibat asumsi yang digunakan dalam metoda CMP, kemiringan terlalu

    rendah; refleksi terletak pada posisi yang tidak betul; antiklin terlalu Iebar dan sinklin

    terlau sempit, dll.

    Migrasi umumnya akan mampu mengeliminasi efek-efek diatas. Meskipun

    begitu didaerah dengan struktur komplek, proses migrasi mungkin tidak dapat secara

    sempuma menghilangkan efek tersebut karena sulitnya pemilihan kecepatan bawah

    permukaan dan pembelokan tajam dari gelombang seismik. Dalam menafsirkan

    rekaman yang termigrasi, perlu juga diingat bahwa sering terjadi distorsi kecepatan,

    seperti ditunjukan pada Gambar 2.87 untuk kasus sesar normal planar. Pada daerah

    perlipatan intensif, distorsi kecepatan ini juga dapat mengakibatkan pemanjangan

    semu lapisan atas dibandingkan pada lapisan bawahnya pada sayap lipatan dan

  • penebalan semu didaerah punggungan (Gambar.2.88) antiklin dibandingkan dengan

    daerah sinklin. Selain distorsi kecepatan yang mempengaruhi struktur skala besar,

    efek resolusi juga sangat berpengaruh dalam analisa struktur skala lebih kecil,

    terutama struktur sesar. Gambar 2.89 menunjukan reflektor yang terpengaruhi oleh

    sebuah urutan sesar dengan peningkatan besar throw. Throw dari sesar tersebut

    diindikasikan oleh panjang gelombang seismik dominan. Besar throw yang lebih kecil

    dari Y. panjang gelombang akan sulit terdeteksi pada rekaman seismik.

    Gambar 2.87. Efek peningkatan kecepatan terhadap kedalaman dapat

    menyebabkan melengkungnya bidang sesar yang mestinya planar (Badley, 1985).

    Gambar 2.88. Efek peningkatan kecepataan terhadap kedalaman pada struktur

    Jipatan besar (a) Ekspresi geologi. (b) Ekspresi seismik.

  • Gambar 2.89. Urutan sesar dengan peningk.atan besar throw yangditunjukkan

    dalam besaran panjang gelombang (Badley, 1985).

    2.13.1. Struktur Lipatan

    Secara garis besar struktur lipatan dapat dikelompokkan menjadi 5 kelompok :

    1. Lipatan yang beasosiasi dengan kompresi skala regional akibat proses

    deformasi kerak regional (Gambar.2.90).

    2. Lipatan berskala lebih kecil yang berasosiasi dengan kompresi skala lokal,

    misalnya lipatan akibat pensesaran geser, dll (Gambar.5.21).

    Gambar 2.90. Contoh rekaman seismik yang menunjukkan struktur lipatan skala besar

    dengan panjang gelombang lebih dari 5 km dan efek multipel (Badley, 1985).

    3. Lipatan, pelengkungan, seretan yang berhubungan langsung dengan proses

    pensesaran (contoh antiklin rollover yang berkembang akibat pergeseran sesar

  • normallistrik seperti pada Gambar. 5.9; lipatan seretan normal dan terbalik yang

    berasosiasi dengan gaya geser pada bidang sesar seperti diilustrasikan pada

    Gambar.5.15, dll).

    4. Pelipatan atau pelengkungan monoklinal dari lapisan sedimen akibat proses

    reaktivasi sesar kompaksi diferensial dari benda yang (Gambar.5.l5). atau lebih

    proses dalam

    5. Pelipatan atau pelengkungan akibat intrusi benda yang terletak lebih dalam (contoh

    Gambar.2.79 dan 2.80).

    Lipatan dapat dideskripsikan dari besar amplitudonya, panjang gelombang,

    plunge, jejak sumbu, dll. Bentuk lipatan tergantung pada sifat dan ketebalan lapisan

    material yang terlipat. Kontras duktilitas antara material yang berbeda dapat

    menyebabkan terbentuknya pola lipatan yang berbeda untuk sekuen lapisan sama.

    Lipatan yang terjadi pada sekuen multilapisan umumnya akan dikontrol distribusi

    dan panjang gelombangnya oleh lapisan yang lebih kompeten dalam sekuen

    tersebut.

    2.13.2. Struktur Sesar

    Refleksi langsung dari bidang sesar umumnya sangat jarang dapat diobservasi

    pada penampang seismik. Lokasi dan geometri sesar tersebut lebih banyak

    diidentifikasi dan terminasi refleksi, difraks perubahan kemiringan, dll. Terminologi

    umum jenis sesar diperlihatkan pada Gambar 2.91. Berdasarkan geometrinya dan

    kinematikanya, sesar dapat dibagi menjadi tiga kategori :

    1. Sesar normal

    2. Sesar naik dan anjak

    3. Sesar geser atau wrench

  • Gambar 2.91. Terminologi dasar sesar (Badley, 1985).

    Sesar Normal

    Sesar normal ialah sesar dimana pergeseran kearah dip adalah dominan dan

    bagian hanging wall bergerak relatif turun dibandingkan bagianfoot wall. Sesar

    normal planar (Gambar.2.92) merupakan jenis sesar yang paling sering dijumpai

    pada kebanyakan cekungan dan dapat dikenali dari parameter berikut:

    1. Bidang sesar yang hampir planar: kemiringan bidang sesar relatif konstan terhadap

    kedalaman.

    2. Seretan normal pada hanging wall mengindikasikan pergerakan turun blok

    hanging wall relatif terhadap blok foot wall. Perlu diperhatikan bahwa seretan

    normal ini tidak selalu harus berasosiasi dengan sesar normal planar.

    3. Tidak ada perubahan kemiringan reflektor dari blok hanging wall kefoot wall.

    4. Terbentuknya sesar antitetik

    Sesar tumbuh atau fault sedimentation sering berasosiasi dengan sesar normal

    planar ini. Bila pensesaran normal planar ini melibatkan atau mempengaruhi

    lapisan miring, maka sedimen pengisi terkait akan terbentuk wajik (wedge,

    Gambar.2.92).

  • Gambar 2.93. Sesar normallistrik (Badley, 1985).

    Gambar 2.92. Sesar normal planar (Badley, 1985).

    Sesar normallistrik mempunyai bidang sesar melengkung yang memungkinkan block

    hanging-wall berotasi (Gambar.2.93). Sesar listrik ini dapat dikenali dari :

    1. Perbedaan tilting dari blok hanging-wall dan foot-wall.

    2. Terbentuknya lipatan seretan terbalik (reserve drag fold).

    3. Terbentuknya sesar antitetik dibagian atas lipatan seretan terbalik tersebut.

    4. Umumnya merupakan sesar tumbuh.

    Karena seringnya sesar ini berupa sesar tumbuh maka istilah sesar normal

    listrik dan sesar tumbuh sering merupakan sinonim. Meskipun begitu patut diingat

    bahwa sesar jenis lainnya juga dapat berupa sesar tumbuh. Sesar normal listrik ini bisa

    mengikutsertakan batuan dasar atau tidak.

    Sesar normal listrik yang mengikutsertakan batuan dasar dipercaya

    merupakan mekanisme utama ekstensi kerak bagian atas selama rifting dan sering

    dijumpai pada cekungan rifting dan passive margin. Kombinasi komplek antara sesar

    tumbuh, sesar antitetik, sesar naik, dapat terjadi dalam satu sistem sesar normal listrik

    yang mempunyai kemiringan berbeda-beda (Gambar.2.94).

    Sesar normal Iistrik yang tidak melibatkan batuan dasar umumnya mempunyai

    kelengkungan bidang sesar Jebih besar sehingga Iipatan seretan terbalik sering

    berkembang dan membentuk antiklin rollover (Gambar.2.95).

  • Gambar 2.94. Sketsa menunjukkan rotasi progresifsepanjang sesar normallistrik dan

    struktur sekunder yang dihasilkan oleh kombinasi sesar sinsedimentasi dan antitetik

    (Badley, 1985).

    Gambar 2.95. Contoh sesar normallistrik yang tidak melibatkan batuan dasar

    (Badley. 1985).

    Reaktivasi Sesar

    Banyak sesar menunjukan gejala pergeseran berulang yang sering dipisahkan

    oleh interval waktu yang signifikan dan dapat melibatkan perubaban jenis

    pensesaran. Gambar 2.96 menunjukkan bagaimana sesar normal teraktivasi

    menjadi sesar naik. Bila reaktivasi sesar terjadi selama sedimentasi, maka sesar

    akan berpropagasi keatas melalui sedimen yang menutupinya dengan menjaga

    kemiringannya. Bila reaktivasi terjadi secara episodik dan batuan sedimen yang cukup

    tebal menutupi sesar "tua" tersebut sebelum tereaktifkan, maka dapat dihasilkan

  • perubaban geometri sesar. Gambar 2.97 menunjukan hipotesis perilaku sesar normal

    planar vertikal pada batuan dasar yang tereaktifkan.

    Pensesaran pada batuan dasar menghasilkan tegasan ekstensional pada sekuen

    diatasnya dengan arab maksimum vertikal. Sesar yang berkembang pada batuan diatas

    batuan dasar tersebut akan membentuk sudut terhadap arab tegasan maksimum

    vertikal tersebut. Pergeseran awal kemungkinan besar akan terjadi diatas hanging-wall

    menghasilkan sesar naik sudut tinggi. Karena tidak ada ekstensi atau kontraksi mumi

    pada batuan penutup tersebut akibat pensesaran, maka pergeseran keatas harus

    diimbangi oleh pensesaran normal atau sebaliknya. Bila kemiringan sesar yang

    teraktivasi tersebut lebih dari beberapa derajat, maka sesar antitetik sering

    berkembang untuk memberikan ekstensi yang diperlukan batuan penutup tersebut

    (Gambar.2.98).

    Gambar 2.96. Contoh rekaman seismik menunjukkan dua sesar normal A dan B yang

    teraktifkan kembali menjadi sesar naik (Badley, 1985).

  • Gambar 2.97. Efek reaktivasi sesar normal (Badley, 1985).

    Gambar 2.98. Contoh reaktivasi sesar yang menunjukkan beberapa episode

    pergeseran (Badley, 1985).

    Sesar Naik dan Anjak

    Sesar naik mempunyai pergeseran dominan searah kemiringan dimana blok

    hanging-wall relatif bergeser ke arah atas dibandingkan dengan blok foot-wall.

    Sesar naik sudut rendah sering disebut sebagai sesar anjak untuk membedakan

    dengan sesar naik sudut tinggi.

    Sesar anjak dapat melibatkan batuan dasar atau tidak. Sesar anjak yang

    melibatkan batuan dasar dapat menyebabkan tersesarkannya batuan dasar diatas

    sedimen yang Jebih muda (Gambar.2.99-2.100). Anomali tarikan keatas kecepatan

    dapat diharapkan akan teJjadi dibawah sesar anjak ini.

    Kalau sesar anjak selalu mencerminkan kompresi, tidak demikian halnya dengan sesar

    naik sudut tinggi. Mayoritas sesar naik memang merupakan respon terhadap

    kompresi, tapi dapat juga berkembang akibat reaktivasi sesar vertikal yang lebih

    dalam (Gambar.2.98), asosiasi pergerakan sesar normal listrik dan akibat rotasi sesar

    normal (Gambar.2.94).

  • Gam bar 2.99. Interpretasi rekaman seismik menunjukkan fenomena komplek sesar

    anjak (Badley, 1985).

    Gambar 2.100. Ekspresi seismik sesar anjak di daerah Wyoming (Badley. 1985).

    Sesar Geser atau Wrench

    Sesar geser mempunyai pergeseran dominan searah jurus sesar. Sesar ini

    umumnya mempunyai kemiringan vertikal; dan bila panjangnya lebih dari satu

    kilometer maka sering melibatkan batuan dasar. Sesar geser skala besar sering

    disebut sebagai wrench atau sesar transkuren. Struktur yang berasosiasi dengan

    sesar geser ini jauh lebih bervariasi daripada yang berasosiasi dengan jenis sesar

    alainnya. Sering terjadi lipatan, sesar normal, naik dan anjak berasosiasi dengan

    sesar geser ini (Gambar.2.101).

    Kepastian mengenai keberadaan sesar geser ini sulit diidentifikasi dari

    rekaman seismik saja, tapi lebih dicerminkan oleh keberadaan struktur asosiasinya

  • seperti en-echelon graben, sesar anjak, lipatan yang sumbu-sumbunya miring terhadap

    arab pergeseran sesar geser seperti ditunjukan pada Gambar 2.101-102. Struktur

    bunga sering diasosiasikan dengan sesar geser ini (Gambar.2.102-104) tapi tidak

    selalu merupakan keharusan karena struktur ini juga berkembang pada sesar normal

    listrik.

    Gambar 2.101. Pola struktur yang berasosiasi dengan sesar geser (Badley, 1985)

    Gambar 2.102. Contoh sistem sesar wrench yang membentuk struktur bunga positif

    (Lokasi : Sumatra Tengah)

  • Gambar 2. 103. Contoh sesar anjak yang teraktifkan oleh sistem sesar Wrench dan

    membentuk struktur bunga negative (Lokasi :Sumatra Tengah).

    Gambar 2.104. Penampang waktu (time slice) dari Gambar 2.103 menunjukkan

    geometri sesar wrench

    2.13.3. Analisa Struktur

    Salah satu aspek yang penting dalam intcrpretasi struktur adalah

    pemahaman penyebabnya struktur tersebut. Pada dasamya, struktur dapat

    dikelompokkan menjadi tiga kategori umum:

    1. Struktur pruner yang disebabkan oleh pergerakan lempeng, seperti sesar

    pmggrr cekungan, sesar geser San Andreas, dll. Secara definisi semua

    struktur primer ini melibatkan batuan dasar.

    2. Struktur sekunder yang secara langsung berhubungan dan merupakan

    konsekuensi langsung dari struktur primer. Contohnya adalah lipatan yang

    terbentuk akibat pensesaran lapisan yang lebih dalam dan lain-lain.

    3. Struktur pasif yang berkembang sebagai konsekuensi atau efek sisa dari efek

    struktur primer dan sekunder. Misalnya pensesaran lokal pada punggung antiklin dari

    lapisan kompeten, diapir garam yang dirangsang oleh penurunan cekungan, pelipatan

    akibat sesar geser, dll.

    Pengelompokan struktur kedalam skema diatas memungkinkan pemabaman

    mengenai penyebab dan efeknya sehingga dapat digunakan untuk keperluan prediktif.

    Sebagai ilustrasi berikut ini didiskusikan kasus daerab Laut Utara (Badley, 1985).

    Pendekatan yang dipakai disini merupakan pendekatan umum yang dapat dipakai

    untuk interpretasi seismik pada passive margin, thrust belts, dll.

  • Pemekaran cekungan (basin rifling) umumnya terdiri atas dua tahapan

    pengembangan :

    1. Fasa pemekaran dengan penipisan kerak dan litosfer akibat proses ekstensi yang

    diikuti oleh penurunan dan sedimentasi. Dalam hal ini geometri cekungan sangat

    dikontrol oleh pola pensesaran hasil rejim tegasan ekstensional reginal. Sesar normal

    listrik yang melibatkan batuan dasar, disertai tilting, akan menghasilkan blok sesar

    tilted. Variasi tajam tebal sedimen terjadi sepanjang tilted blocks terutama sepanjang

    sesar normal listrik dan menghasilkan pola sedimentasi yang komplek.

    2. Fasa postrift dengan subsiden termal yang berkurang terhadap waktu seiring

    dengan mendinginnya astenosfer. Penurunan termal ini disertai oleh pelengkungan

    litosfer akibat pembebanan sedimen, suatu efek yang juga berkurang seiring waktu

    dan pendinginan litosfer sehingga meningkatkan juga rigiditas pelengkungannya.

    Proses ini akan menghasilkan pola sedimentasi yang relative simpel dimana

    lapisan-lapisan menunjukan penebalan kearah cekungan.

    Proses-proses diatas mengikutsertakan batuan dasar, meskipun begitu target

    utama analisa struktur umumnya adalab batuan sedimen yang terletak diatas batuan

    dasar tersebut. Faktor-faktor berikut ini perlu diperhitungkan dalam pemahaman

    proses-proses diatas berdasarkan analisa seismik refleksi :

    Identifikasi Fasa Pemekaran : pemekaran terjadi pada suatu perioda dimana cekungan

    mengalami ekstensi dan sekuen syn- rift akan mengandung sedimen koeval (berumur

    sama). Karena sesar normal listrik merupakan mekanisme utama penyebab ekstensi

    selama fasa pemekaran, maka fasa pemekaran ini dapat dikatakan telah terjadi

    apabila dapat diidentifikasi adanya sesar normallistrik yang melibatkan cekungan.

    Sesar normal listrik itu sendiri dapat dikenali dari kriteria berikut ini :

    a. Tilting diferensial dari reflektor pre-rift antara blok hanging dan footwall

    mengindikasikan komponen rotasi dari pensesaran dan dapat digunakan sebagai salah

    satu criteria untuk mengenali sesar normallistrik.

    b. Seretan terbalik sering dimiliki oleh refleksi pre-rift dan syn-rift yang lebih tua

    pada sisi sesar yang turun dan merupakan diagnostik dari pergerakan rotasi dari

    bidang sesar yang melengkung.

    c. Bentuk wajik dari paket reflektor syn-rift mengindikasikan tilting aktif selama

    sedimental, seperti juga downlap dari reflektor pre-rift didekat sisi turun sesar oleh

    reflektor yn- rift. Meskipun begitu kriteria ini masih perlu diuji kembali dengan

    kriteria lainnya karena bentuk wajik ini dapat juga terjadi akibat pengisian dari

  • topografi yang terbentuk sebelumnya akibat sesar normal planar pada tahapan

    postrift.

    Identifikasi Tahapan Postrift: batas sekuen bisanya berkembang pada tahapan

    ini, dengan batas erosi diatas dan baselap dibawah, memisahkan sekuen sin dan

    postrift di semua tempat. Ini disebut sebagai ketidakselarasan postrift.

    Hubungan reflektor pada ketidakselarasan postrift ini sering tidak terlihat jelas

    dan bersudut rendah. Subsiden termal merupakan proses utama selama tahapan

    postrift ini dan dapat terjadi melalui kombinasi beberapa proses :

    a. Regional downwarp yang biasanya tetap "menyimpan" hubungan kemiringan

    asli, non rotasional dan mempengaruhi seluruh bagian cekungan.

    b. Pelengkungan (flexure), dimana hinge-lines terdefinisikan secara jelas dan

    melibatkan proses rotasi. Proses ini bersifat lebih lokal.

    c. Pensesaran normal planar yang mengakomodasi tegasan lokal baik akibat

    subsiden maupun proses pelengkungan.

    Blok sesar yang terjungkit (tilted fault blocks) merupakan hasil khas dari proses

    pemekaran dan dapat menyebabkan terbentuknya perangkap yang istimewa.

    Ekspresi seismik tipikal dari blok sesar terjungkit ini dan asosiasi gawir

    sesamya ditunjukan pada Gambar 2.105 dan ciri pentingnya adalah:

    1. Ketidakselarasan membatasi gawir sesar.

    2. Batas yang jelas antara lapisan yang teljungkit didalam blok sesar yang

    terasosiasikan dan sedimen diatasnya.

    Pada kasus di Gambar 2.105-107, terjadinya sesar listrik terbatas pada tahapan

    pemekaran saja, dapat dikenali dari differential tilting, seretan terbalik lokal dan

    pensesaran antitetik, serta paket reflektor berbentuk wajik padasesar- sesar utama.

    Sesar normal planar juga aktif se1ama tahapan pemekaran ini. Kedua jenis sesar

    tersebut merupakan sesar tumbuh. Subsiden diferensial sepanjang sesar tersebut

    selama tahapan postrift, yang berkombinasi dengan hasil tilting selama tahapan

    syn-rift menghasilkan struktur dan perangkap Oseberg (Gambar. 2.105-107).

  • Gambar 2.105. Rekaman seismik melintasi struktur tilted fault blocks Oseberg

    (Badley, 1985)

    Gambar 2.106. Interpretasi geologi rekaman seismik melintasi struktur tilted fault

    blocks Oseberg (Badley, 1985).

  • Gambar 2.1 07. Diagram menunjukkan perkembangan postrift dari struktur

    Obseberg (Badley, 1985)

    Gambar 2.107 (lanjutan). Diagram menunjukkan perkembangan postrift dari strukur

    Obseberg (Badley, 1985)