tugas kisah dalam kasih (edward)

Download Tugas Kisah Dalam Kasih (Edward)

If you can't read please download the document

Upload: joshua-febry-nugroho

Post on 16-Dec-2015

225 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

Hemeneutika

TRANSCRIPT

Nama: Edward H. PanggabeanProg/ semester: Teologi/ IVTugas: Kisah dalam kasih dan kisah dalam kasihPengarang: Martin SuhartonoMata kuliah: Hermeneutika Perjanjian Lama II

LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

Awal suatu kisah adalah akhir suatu kehidupan. Akhir suatu kisah adalah awal suatukehidupan. Di saat kisah mulai terjelma di dalam teks ketika itulah dunia nyata penulis berakhir dan dunia tekstual pengisah berawal. Di saat kisah berhenti ketika itulah duniatekstual pengisah berakhir dan dunia nyata pembaca berawal. Kalimat-kalimat di atasmencoba merumuskan dua pengalaman dasar yang berkaitan dengan teks, yaitu: kegiatan menulis dan membaca. Tentu dalam kenyataan tidaklah setegas itu titik tempat satu kegiatanmulai dan kegiatan yang lain berhenti. Perumusan tersebut hanyalah demi pembedaan danbukan pemisahan. Namun perumusan tadi membuka satu tabir kenyataan lain yang selama inidilalaikan, yaitu: dunia tekstual.Karena dua pengalaman dasar menulis dan membaca yang menjadi titik acuan, makakerap perhatian orang terpancang pada diri penulis dan pembaca, pada dunia penulis dandunia pembaca, dan akibatnya: dunia tekstual pun tidak diperhatikan. Teks yang diproduksi oleh penulis dan dikonsumsi oleh pembaca hanya dipandang sebagai perantara langsung antara kedua subyek tersebut beserta dengan dunianya masing-masing. Melalui teks,pembaca diandaikan dapat langsung memandang dunia penulis teks. Paham inilah yangkiranya mendasari penyelidikan historis kritis terhadap teks KS. Entah itu melalui kritik teksatau melalui kritik bentuk, entah itu lewat kritik tradisi atau lewat kritik redaksi, entah ituberkaitan dengan sejarah di dalam teks atau berhubungan dengan sejarah dari teks,pembaca diajak menggunakan teks sebagai jendela untuk memandang dunia penulis teks.

Pengandaian ini mulai dipertanyakan orang ketika orang menjadi semakin sadar akankesenjangan baik spasial maupun temporal antara dunia penulis teks dan dunia pembaca.Ketidak puasan dialami pula ketika orang berhadapan dengan teks yang tidak lagi merupakan kesatuan utuh karena telah direduksikan oleh metode historis kritis menjadi bagian-bagian yang berasal dari tempat dan waktu yang berbeda berdasarkan pengandaian bahwa teks dihasilkan oleh pengarang asli yang bertumpu pada suatu tradisi dan kemudian diolah kembali (ditambah maupun dikurangi) oleh (para) redaktor, editor, dan penyalin. Ketidakpuasan sejenis terjadi pula dalam penelitian sastra umum, bahkan jauhsebelum gejala itu muncul di kalangan para peneliti KS. Sebelum Perang Dunia II para peneliti mendekati karya sastra berdasarkan teori-teori Romantik. Karya sastra didekati darisudut pikiran pengarang dan kehidupannya. Sebagai reaksi terhadap perhatian yang dianggap merupakan indikasi peranan beberapa orang dalam peredaksian. Dari sudut analisa naratif, gejala peralihan berbagai kata gantiorang ini merupakan hal yang umum ditemui pada karya sastra Yunani kuno; Meir Sternberg menamakan konvensi literer atau tehnik narasi seperti ini the trick of doublereference.

Narator bergerak dari satu tingkatan narasi ke tingkatan yang lain, dari kedudukannya sebagai seorang narator saksi, diberitahukan kepada pembaca untuk pertamakalinya dalam kisah sebagai juga tokoh dalam cerita, ke kami editorial yang lebihmemperteguh keyakinan pembaca akan otoritas dan kesejatian narator daripada bila diungkapkan oleh orang ketiga tunggal, dan akhirnya ke peranannya sebagai pengarang-narator yang terbatas sebagaimana diungkapkan oleh kata ganti saya. Tehnik serupadipakai juga pada 19:35.Bila dilihat dari sudut tehnik narasi, maka 21:24-25 memiliki peranan khusus dalam narasi, dan bukan sekedar sebagai tiruan tak sempurna dari konklusi 20:30-31. Bila konklusi20:30-31 merujuk pada Fungsi narasi sebagai yang akan membawa pada iman dan karenanya pada hidup, maka 21:24-25 merujuk pada hakekat narasi sebagai suatu kesaksianKesaksian mengandaikan suatu mediasi antara yang disaksikan (yang dilakukan Yesus) dan yangdiberi kesaksian (pembaca). Kesaksian diperlukan karena yang disaksikan hadir dalam ketidakhadirannya (atau tak hadir dalam kehadirannya). Yang disaksikan hadir, sejauh sangsaksi menghadirkannya; namun yang disaksikan tak hadir, karena yang hadir itu hanyalahsang saksi, seandainya tidak demikian tentu kehadiran sang saksi tak diperlukan lagi. Agar kesaksiannya itu dapat dipercaya dan diterima, selain bertugas sebagai narator saksi, ia haruspula seorang tokoh dalam cerita (21:24). Namun untuk benar-benar menghadirkan yangdisaksikan, maka tak cukup bila sang saksi hanya hadir dalam bentuk orang ketiga (bilademikian maka diperlukan saksi lain, demikian seterusnyaad infinitum); perlulah sang saksi hadir secara langsung kepada pembaca dalam suatu dialog aku - kamu seperti diungkapkan melalui ayat terakhir Yoh.Setiap mediasi secara hakiki terarah pada peleburan mediasi itu sendiri sehingga duapihak yang dimediasikan akhirnya dapat bertemu tanpa mediasi, seandainya tidak demikian apakah hak hidup suatu mediasi? Karena itu, ambiguitas nasib sang saksi sebagaimana.Terjemahan Baru LAI menghilangkan kata saya dalam Yoh 21:25 dan hanya menggantikannya denganagaknya; sedangkan BIS mempertahankan kata saya. mendadak menjadi penuh arti. Entah ia masihhidup entah sudah mati ketika kalimat 21:23b ditulis tak dapat ditentukan hanya dari tekssaja; terbukti dari perdebatan di antara para ahli tentang hal ini. Narator yang biasanya mahatahu dan terkenal dengan tehnik double meaning kali ini pun hanya membatasi diri pada ungkapan harafiah yang dituturkan. Hidup saksi sekaligus abadi dan tidak abadi. Dengandemikian sang saksi mata sekaligus hadir dan tidak hadir; hadir untuk menjalankan tugasmediasinya, dan tak hadir agar kedua pihak yang dimediasikan dapat langsung bertemu.Apakah yang sebenarnya disaksikan, Sang saksi mata memberi kesaksian akan apa yang diperbuat oleh Yesus. Dalam konteks Yohanes, ini berarti cinta Yesus yang sehabis-habisnya (13:1) dan yang sebesar-besarnya (15:13). Maka mau tak mau, saksi yang dapat dipercaya untuk memberikan kesaksian tentang cinta Yesus hanyalah dia yang telah menerima cinta Yesus itu secaraistimewa. Tidak mengherankan bila tugas menjadi saksi par excellence dibebankan kepadaorang satu-satunya yang memiliki kompetensi untuk itu, yaitu murid yang dikasihi Tuhan(13:23; 19:26, 35; 20:2; 21:20). Ambiguitas kehadiran dan ketidakhadiran saksi dalam rangkaefektivitas mediasi sebagaimana terungkap dalam 21:23b ditunjukkan pula oleh fakta bahwanama pribadi murid yang dikasihi Tuhan itu tak pernah disebutkan dalam kisah. Dari satu sisiia hadir sebagai saksi, dari sisi lain ia tak hadir dalam kepribadiannya yang konkret melainkan dalam anonimitas predikatnya yang dikaitkan dengan apa yang disaksikan, yaitu cinta Yesus. Namun justru karena ambiguitas kehadiran dan ketidakhadiran saksi itulah makapembaca dapat dibawa melalui mediasi yang lebur dalam anonimitas itu langsung kepadacinta Yesus itu sendiri.Epilog Yoh diakhiri dengan suatu visi akan ketakterbatasan ruang (tak cukuplahdunia memuat ...) sedangkan Prolog Yoh diawali dengan ketakterbatasan waktu (padapermulaan ...). Yang pertama berhubungan dengan kehadiran sang Sabda ( ho logos) sedangkan yang terakhir berhubungan dengan kemungkinan kehadiran kitab-kitab (ta biblia), jadi secara tersirat dengan realitas sang Kitab (to biblion), yaitu teks Injil Yohanes sendiri.Pada akhirnya, sang Sabda yang ada pada permulaan, dan menjelma menjadi daging sertamenyerahkan dirinya demi cinta, hanya dapat ditemui dalam kata-kata murid yang dicintai, sang saksi cinta, yang tertulis dalam sebuah teks. Tak mengherankan bila prosentase kata-kata langsung Yesus dibandingkan keseluruhan teks Yohanes jauh lebih besar bila dibandingkan dengan yang terdapat dalam Sinoptik. Bagaimana pun juga, tehnik pengarang,yang menggunakan narator dalam mediasi yang menghilangkan mediasinya ini, dituntut olehtujuan penulisan yang dari kesaksian ingin menghasilkan iman dalam diri pembaca sehingga ia dapat memiliki hidup (20:30-31; 21:24-25). Bukankah tokoh utama cerita itusendiri berkata: Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberikesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidupitu (5:39-40)? Adakah cara lain yang lebih efektif untuk sampai kepada Sang Cinta kecualilewat cinta itu sendiri (bdk. 14:21)?Mengadaptasikan kategori Ricoeur tentang waktu dan narasi, dapat dikatakan bahwaproses penulisan dan pembacaan Injil Yohanes (juga teks KS lainnya) merupakan prosestransfigurasi dari prefigured love sebelum dan di luar teks, melalui configured love didalam teks, menuju ke refigured love yang diambil alih oleh pembaca sesudah dan di luarteks. Tepatlah bila Jalaluddin Rumi, sang mistikus Sufi, berkata: The tale of love must beheard from love itself.