tugas jurnal uas analisis praktek pembiayaan bagi hasil dan pada perbankan syariah

21
 Tugas Jurnal UAS “Analisis Praktek Sistem Pembiayaan Bagi Hasil pada Perbankan Syariah”  H. Agus Santhuso, SE  AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH ANALISIS PRAKTEK SISTEM PEMBIAYAAN BAGI HASIL PADA PERBANKAN SYARIAH Dosen: Median Wilestari, SE. AK, MM, M.Si  Disusun Oleh: H. Agus Santhuso, SE [ 7320130004 ]  Program Studi Pasca Sarjana Magister Manajemen Universitas Islam Assafiiyah 2014 

Upload: h-agus-santhuso-se-mm

Post on 08-Oct-2015

223 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Akutansi Keuangan Syariah

TRANSCRIPT

  • Tugas Jurnal UAS Analisis Praktek Sistem Pembiayaan Bagi Hasil pada Perbankan Syariah H . A g u s S a n t h u s o , S E

    AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH

    ANALISIS PRAKTEK SISTEM PEMBIAYAAN BAGI HASIL PADA

    PERBANKAN SYARIAH

    Dosen: Median Wilestari, SE. AK, MM, M.Si

    Disusun Oleh:

    H. Agus Santhuso, SE [ 7320130004 ]

    Program Studi Pasca Sarjana Magister Manajemen

    Universitas Islam Assafiiyah

    2014

  • Tugas Jurnal UAS Analisis Praktek Sistem Pembiayaan Bagi Hasil pada Perbankan Syariah H . A g u s S a n t h u s o , S E

    Daftar Isi

    Halaman

    Abstrak...... 1

    BAB 1 : Latar Belakang

    1.1. Tinjauan Pustaka.... 3

    BAB 2 : Praktek Sistem Pembiayaan Bagi Hasil pada Perbankan Syariah

    2.0. Praktek Sistem Pembiayaan Bagi Hasil Pada Perbankan Syariah .... 7

    2.1. Pembiayaan Mudharabah . 8

    2.2. Pembiayaan Musyarakah . 13

    BAB 3 : Kesimpulan

    Kesimpulan .... 18

    Daftar Pustaka/ Referensi . 19

  • P a g e | 1 Akuntansi Perbankan Syariah

    ABSTRAK

    Perbankan syariah muncul karena praktek perbankan konvensional, yang

    didasarkan pada tingkat suku bunga yang dianggap sebagai riba yang tidak memberikan

    keadilan kepada rakyat dan hanya memberikan manfaat bagi bank sendiri. Oleh karena

    itu, perbankan syariah muncul untuk menawarkan profit and loss sharing. Dalam

    pelaksanaan keuntungan sistem pembiayaan berbagi dalam bank syariah menggunakan

    mudharabah dan musyarakah. Mudharabah diartikan sebagai kerjasama antara bank dan

    nasabah di mana modal (100%) dimiliki bank, sementara kontrak musyarakah

    didefinisikan sebagai suatu kemitraan antara dua pihak di mana masing-masing pihak

    memberikan kontribusi dana.

    Dalam prakteknya bank dan pelanggan sama akan mendapatkan keuntungan dari

    usahanya. Dalam rangka untuk memperoleh pembiayaan bagi hasil di bank syariah, maka

    pelanggan harus memenuhi prosedur yang ditentukan oleh bank

  • P a g e | 2 Akuntansi Perbankan Syariah

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    Bank syariah atau bank islam merupakan sistem perbankan yang berbeda

    dengan bank konvensional yang telah lama beroperasi menggunakan konsep bunga.

    Konsep bunga tersebut merupakan unsur riba yang telah dilarang oleh Islam dalam

    melakukan transaksi bisnis. Riba mengandung unsur eksplotasi juga menimbulkan

    ketidakadilan dalam masyarakat terutama bagi perbankan yang pasti menerima

    keuntungan tanpa tahu apakah debitor menerima keuntungan atau tidak. Dengan adanya

    larangan riba tersebut maka munculah perbankan syariah, keberadaannya yang

    mengutamakan sistem bagi hasil dan tidak mengandalkan bunga sebagai prinsip dasar

    perbankan syariah, diharapkan dapat memicu kesejahteraan masyarakat.

    Operasional perbankan syariah merupakan perpaduan antara aspek moral dan

    aspek bisnis yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari setiap usahanya serta

    menghindari bunga, hal ini bertujuan agar para nasabah tidak dirugikan dan adanya

    unsur keadilan antara pihak perbankan dan nasabah ketika usahanya mengalami

    kerugian.

    Pola bagi hasil terdiri dari dua model yaitu akad mudharabah dan akad

    musyarakah. Mudharabah merupakan kerja sama antara dua pihak atau lebih dimana

    salah satu pihak menyediakan 100% dana / modal sementara pihak lain mengelola

    modal dan hasil usaha dibagi menurut rasio kesepakatan diawal. Dan musyarakah

    merupakan kerjasama antara dua orang atau lebih yang sepakat untuk sama-sama

    mengeluarkan modal dalam suatu usaha serta ikut andil dalam manajerial usaha

    bersama, risiko dan keuntungan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Pola

    ini merupakan akad bank syariah yang paling penting yang disepakati oleh ulama islam.

    Masih terkait dengan sistem pembiayaan bagi hasil, tentunya tidak terlepas dengan

    keterkaitannya dengan masyarakat baik sebagai nasabah maupun non-nasabah. Salah

    satu keterkaitan tersebut adalah bagaimana sebetulnya masyarakat memahami sistem

    pembiayaan bagi hasil di bank syariah sehingga masyarakat mau menjadi mitra. Dalam

    sistem pembiayaan bagi hasil akan banyak ditemukan risiko yang akan berakibat pada

    kerugian bank syariah apabila bank syariah kurang selektif dalam memberikan

    pembiayaan dengan sistem bagi hasil.

    Alasan penulisan jurnal ilmiah ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana bank

    syariah dalam melakukan nisbah (%) bagi hasil apakah masih mengikuti perkembangan

  • P a g e | 3 Akuntansi Perbankan Syariah

    bunga. Jurnal ilmiah ini akan diarahkan pada permasalahan yang berkaitan dengan

    analisis praktek pembiayaan bagi hasil pada perbankan syariah. Dengan melihat

    bagaimana bank syariah menerapkan pembiayaan bagi hasil.

    1.1. Tinjauan Pustaka

    Sistem adalah suatu kesatuan tatanan yang mempunyai beberapa unsur yang

    saling berkaitan satu sama lain atau merupakan mata rantai yang tak terpisahkan satu

    dengan yang lainnya. Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah menurut Undang-

    Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan adalah penyediaan uang atau tagihan

    yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank

    dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang

    atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Arti

    pembiayaan menurut Keputusan Presiden Nomor 61 tahun 1988 tentang Lembaga

    Pembiayaan pasal 1 butir 2 yaitu kegiatan yang berbentuk penyediaan dana atau barang

    modal dengan tidak menarik dana secara langsung. Perbedaan kedua istilah tersebut ada

    pada objek perjanjian yaitu menurut UU Nomor 10 Tahun 1998 yang menjadi objek

    adalah uang, sedangkan menurut Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 Pasal 1

    butir 2 yang menjadi objeknya adalah uang dan barang modal.

    Bank berdasarkan prinsip syariah atau bank syariah adalah bank yang

    melaksanakan seluruh kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip syariah, juga berfungsi

    sebagai suatu lembaga intermediasi (intermediary institution), yaitu mengerahkan dana

    dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang

    membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Bedanya dengan bank

    konvensional hanyalah bahwa bank syariah melakukan kegiatan usahanya tidak

    berdasarkan bunga (interest free), tetapi berdasarkan prinsip syariah, yaitu prinsip

    pembagian keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing principle atau PLS

    principle). Tujuan perbankan syariah menurut Handbook of Islamic Banking, ialah

    menyediakan fasilitas keuangan dengan cara mengupayakan instrument-instrumen

    keuangan (financial instruments) yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan norma-

    norma syariah, perbankan syariah bukan ditujukan terutama untuk memaksimumkan

    keuntungannya sebagaimana halnya system perbankan yang berdasarkan bunga,

    melainkan untuk memberikan keuntungan-keuntungan sosio-ekonomis bagi orang-

    orang muslim. Sedangkan para bankir muslim beranggapan bahwa peranan perbankan

    islam semata-mata komersial dengan mendasarkan pada instrument-instrumen

  • P a g e | 4 Akuntansi Perbankan Syariah

    keuangan yang bebas bunga dan ditujukan untuk menghasilkan keuangan. Dengan kata

    lain, para bankir muslim tidak beranggapan bahwa suatu bank islam adalah suatu

    lembaga social.

    Bank syari'ah berdasarkan pada prinsip profit and loss sharing (bagi untung dan

    bagi rugi). Bank syari'ah tidak membebankan bunga, melainkan mengajak partisipasi

    dalam bidang usaha yang didanai. Para deposan juga sama-sama mendapat bagian dari

    keuntungan bank sesuai dengan rasio yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan

    demikian ada kemitraan antara bank syari'ah dengan para deposan di satu pihak dan

    antara bank dan para nasabah investasi sebagai pengelola sumber dana para deposan

    dalam berbagai usaha produktif di pihak lain. Sistem ini berbeda dengan bank

    konvensional yang pada intinya meminjam dana dengan membayar bunga pada satu sisi

    neraca dan member pinjaman dana dengan menarik bunga pada sisi lain. Kompleksitas

    perbankan Islam tampak dari keragaman dan penamaan instrumen-instrumen yang

    digunakan serta pemahaman dalil-dalil hukum Islamnya. Perbankan Syari'ah

    memberikan layanan bebas bunga kepada para nasabahnya, pembayaran dan penarikan

    bunga dilarang dalam semua bentuk transaksi. Islam melarang kaum muslimin menarik

    atau membayar bunga (riba).

    Sumber utama ajaran Islam adalah Al-Qur'an dan As Sunnah. Kedua sumber ini

    menyatakan bahwa penarikan bunga adalah tindakan pemerasan dan tidak adil sehingga

    tidak sesuai dengan gagasan Islam tentang keadilan dan hak-hak milik. Pembayaran dan

    penarikan bunga sebagaimana terjadi dalam sistem perbankan konvensional secara

    terang-terangan dilarang oleh Al-Quran, sehingga para investor harus diberi konpensasi

    dengan cara lain. Perbedaan yang mendasar antara sistem keuangan konvensional

    dengan Syari'ah terletak pada mekanisme memperoleh pendapatan, yakni bunga dan

    bagi hasil. Dalam hukum Islam lama (fiqh), bagi-hasil terdapat dalam mudharabah dan

    musyarakah. Kedua bentuk perjanjian keuangan itu dianggap dapat menggantikan riba,

    yang mengambil bentuk "bunga" antara bunga dan bagi hasil, keduanya sama-sama

    memberikan keuntungan bagi pemilik dana. Namun keduanya mempunyai perbedaan

    yang sangat nyata.

  • P a g e | 5 Akuntansi Perbankan Syariah

    Perbedaan itu dapat dilihat dari tabel berikut ini:

    Tabel 1. Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil

    BUNGA BAGI HASIL

    Penentuan bunga dibuat pada waktu akad

    dengan asumsi harus selalu untung.

    Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi

    hasil dibuat pada waktu akad dengan

    berpedoman pada kemungkinan untung

    rugi.

    Besarnya prosentase berdasarkan pada

    jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.

    Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan

    pada jumlah keuntungan yang diperoleh

    Pembayaran bunga tetap seperti yang

    dijanjikan tanpa pertimbangan apakah

    proyek yang dijalankan oleh pihak

    nasabah untung atau rugi.

    Bagi hasil bergantung pada keuntungan

    proyek yang dijalankan Bila usaha

    merugi, kerugian akan ditanggung

    bersama oleh kedua belah pihak.

    Jumlah pembayaran bunga tidak

    meningkat sekalipun jumlah keuntungan

    berlipat atau keadaan ekonomi sedang

    booming.

    Jumlah pembagian laba meningkat sesuai

    dengan peningkatan jumlah pendapatan

    Eksistensi bunga diragukan ( kalau tidak

    dikecam) oleh semua agama, termasuk

    islam.

    Tidak ada yang meragukan keabsahan

    bagi hasil

    Dilihat dalam pandangan sejarah, sistem bagi-hasil yang diterapkan dalam

    perbankan Islam dalam bentuk mudharabah sesungguhnya merupakan suatu ciptaan

    yang baru sekarang ini. Bahkan bank Islam dalam pengertian sekarang sesungguhnya

    tidak ada dalam sejarah peradaban Islam lama ataupun pertengahan. Sebab cara kerja

    bank Islam sama saja dengan cara kerja bank konvensional. Karena itu, bagi hasil yang

    digunakannya berbeda dari bagi-hasil pada masa Rasulullah ataupun masa kehidupan

    para pakar hukum Islam lama. Bagi hasil pada masa Islam pertama dan abad

    pertengahan terjadi secara perseorangan atau antar individu sedangkan bagihasil dalam

    bank Islam terjadi pada dua tingkat, yakni bagi-hasil investor dengan bank dan bagi hasil

    bank dengan pengusaha. Perbedan itu lebih dipengaruhi segi kelembagaan bank itu

    sendiri.

    Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi

    hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi

    masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi

    yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam

    berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan

    menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan

    skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem

  • P a g e | 6 Akuntansi Perbankan Syariah

    perbankan yang kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat

    Indonesia tanpa terkecuali. Tujuan dari perbankan syariah ini adalah menyediakan

    fasilitas keuangan dengan cara mengupayakan instrument-instrumen keuangan yang

    sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan norma-norma syariah, juga bukan ditunjukan

    terutama untuk memaksimumkan keuntungan sebagaimana halnya sistem perbankan

    yang berdasarkan bunga, melainkan untuk memberikan keuntungan-keuntungan sosio-

    ekonomis bagi orang-orang muslim.

    Praktek pembiayaan di perbankan syariah bahwa yang menjadi objek pembiayaan

    selain uang dan barang modal yakni menentukan besarnya jumlah uang untuk pembelian

    barang modal. Pengertian pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah kegiatan yang

    berupa penyediaan uang dan barang dari pihak bank kepada nasabah sesuai kesepakatan

    yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang setelah jangka waktu

    tertentu dengan imbalan atau bagi hasil yang didasari prinsip bagi hasil.

  • P a g e | 7 Akuntansi Perbankan Syariah

    BAB 2

    GAMBARAN UMUM

    Praktek Sistem Pembiayaan Bagi Hasil Pada Perbankan Syariah

    Bagi hasil juga merupakan akad kerjasama antara bank sebagai pemilik modal

    dengan nasabah sebagai pengelola modal untuk memperoleh keuntungan dan membagi

    keuntungan yang diperoleh berdasarkan nisbah yang disepakati. Bagi hasil sering orang

    menyebut pengganti namanya bunga untuk menjawab ini kita mencoba menganalisa

    perhitungan bagi hasil melalui ilustrasi pada pembahasan berikut ini akan memberikan

    gambaran riil letak perbedaan antara sistem bagi hasil dan bunga. Berikut ini akan

    diberikan contoh kecil tentang perhitungan bagi hasil dari dana pihak ketiga berupa

    tabungan atau deposito masyarakat, antara pola bagi hasil dengan pola bunga sebagai

    berikut :

    Ahmad mempunyai tabungan deposito Rp. 10 juta, jangka waktu satu bulan (1

    Desember 2007 s/d 1 Januari 2008) dan keuntungan bagi hasil antara nasabah dan bank

    57%:43% jika keuntungan bank yang diperoleh untuk deposito satu bulan per 31

    Desember 2007 adalah Rp. 20 juta dan rata-rata deposito jangka waktu satu bulan adalah

    Rp. 950 juta, berapa keuntungan yang diperoleh Ahmad ?

    Jawab :

    Keuntungan yang diperoleh Ahmad adalah (Rp. 10 juta x Rp. 950) x Rp.20 juta

    x 57% = Rp.120.000,-

    Contoh bunga bank konvensional :

    Pada tanggal 1 Desember 2007 Ahmad membuka deposito sebesar Rp. 10 juta,

    jangka waktu 1 bulan dengan tingkat bunga 9% per tahun, berapa bunga yang diperoleh

    pada saat jatuh tempo?

    Jawab :

    Bunga yang diperoleh Ahmad adalah :

    (Rp. 10 juta x 31 hari x 9%/365 hari = Rp. 76.438,-

    Dari contoh-contoh tersebut diatas memberi pengertian bahwa bank syariah

    dalam memberikan hasil kepada deposan mempertimbangkan rasio antara dana pihak

    ketiga dan pembiayaan yang diberikan, serta pendapatan yang dihasilkan dari perpaduan

    dua factor tersebut, sedangkan bank konvensional langsung menganggap semua bunga

    yang diberikan adalah biaya, tanpa memperhitungkan berapa pendapatan yang dapat

    dihasilkan dari dana yang dihimpun tersebut.

  • P a g e | 8 Akuntansi Perbankan Syariah

    Secara umum, prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam

    empat akad utama, yaitu al-musyarakah, al-mudharabah, al-muzaraah, dan al-musaqah.

    Walaupun demikian, prinsip yang paling banyak dipakai adalah al-mudharabah dan al-

    musyarakah, sedangkan al-muzaraah dan al-musaqah dipergunakan khusus untuk

    plantation financing atau pembiayaan pertanian oleh beberapa bank Islam. Maka,

    produk pembiayaan syariah yang disarankan atas prinsip bagi hasil adalah sebagai

    berikut:

    2.1. Pembiayaan Mudharabah

    Mudharabah merupakan wahana utama bagi lembaga keuangan Islam untuk

    memobilisasi dana masyarakat dan untuk menyediakan berbagai fasilitas, antara lain

    fasilitas pembiayaan, bagi para pengusaha. Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara

    dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahib al-maal) mempercayakan sejumlah

    modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.

    Bentuk ini menegaskan kerjasama dalam pandual kontribusi 100% modal kas dari

    shahib al-maal dan keahlian mudharib. Mudharabah juga merupakan suatu transaksi

    pembiayaan berdasarkan syariah, yang juga digunakan sebagai transaksi pembiayaan

    perbankan Islam, yang dilakukan oleh para pihak berdasarkan kepercayaan.

    Kepercayaan merupakan unsur terpenting dalam transaksi pembiayaan mudharabah,

    yaitu kepercayaan dari shahib al-maal kepada mudharib. Kepercayaan merupakan unsur

    terpenting, karena dalam transaksi mudharabah, shahib Al-mal tidak boleh meminta

    jaminan atau agunan dari mudharib dan tidak boleh ikut campur di dalam pengelolaan

    proyek atau usaha yang notabene dibiayai dengan dana shahib al-mal tersebut. Tanpa

    adanya unsur kepercayaan dari shahib al-mal kepada mudharib, maka perjanjian

    transaksi mudharabah tidak akan terjadi. Karena unsur kepercayaan merupakan unsur

    penentu, maka dalam perjanjian mudharabah, shahib al-mal dapat mengakhiri perjanjian

    mudharabah secara sepihak apabila shahib al-mal tidak lagi memiliki kepercayaan

    terhadap mudharib.

    Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

    a. Mudharabah Muthlaqah, adalah bentuk kerja sama antara shahib Al-mal dan

    mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha,

    waktu, dan daerah bisnis

    b. Mudharabah Muqayyadah, adalah kebalikan dari mudharabah muthalaqah. Mudharib

    dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha.

  • P a g e | 9 Akuntansi Perbankan Syariah

    Faktor-faktor yang harus ada dalam akad mudharabah yaitu:

    a. Pelaku (pemilik modal atau pelaksana usaha)

    Dalam akad mudharabah, harus ada dua pelaku. Pihak pertama sebagai

    pemilik modal (shahib al-mal), sedangkan pihak kedua (mudharib atau amil)

    bertindak sebagai pelaksana usaha.

    b. Objek, objek mudharabah merupakan konsekuensi logis dari tindakan yang

    dilakukan oleh para pelaku.

    c. Persetujuan faktor ketiga yakni persetujuan kedua belah pihak, merupakan

    konsekuensi dari prinsip an-taraddin minkum (sama-sama rela).

    d. Nisbah keuntungan, adalah rukun yang khas dalam akad mudharabah, yang tidak

    ada dalam akad jual beli. Nisbah mencerminkan imbalan yang berhak diterima

    oleh kedua belah pihak yang bermudharabah.

    Kontrak mudharabah adalah suatu kontrak yang dilakukan oleh minimal dua

    pihak. Tujuan utama kontrak ini adalah memperoleh hasil investasi. Besar kecilnya

    investasi di pengaruhi banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi bagi hasil di

    bank syariah ada yang berdampak langsungdan ada yang tidak langsung.

    A. Faktor langsung

    Diantara faktor-faktor langsung (direct factors) yang mempengaruhi perhitungan

    bagi hasil adalah investment rate, jumlah dana yang tersedia, dan nisbah bagi hasil

    (profit sharing ratio)

    Investmen rate merupakan prosentase aktual dana yang dapat diinvestasikan dari

    total dana yang terhimpun. Jika 80 % dana yang terhimpun diinvestasikan, berarti

    20 % nya dicadangkan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas.

    Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana dari

    berbagai sumber yang dapat diinvestasikan. Dana tcrsebut dapat dihitung dengan

    menggunakan salah satu metode : Rata-rata saldo minimum bulanan;

    Investment rate dikalikan dengan jumlah dana yang tersedia untuk investasi akan

    menghasilkan jumlah dana aktual yang digunakan.

    Nisbah (profit sharing ratio)

    a) Salah satu ciri al mudharafah adalah nisbah yang harus ditentukan sesuai

    persetujuan di awal perjanjian.

    b) Nisbah antara satu bank dengan bank lain dapat berbeda.

    c) Nisbah antara satu bank dengan bank yang lainnya dapat berbeda.

  • P a g e | 10 Akuntansi Perbankan Syariah

    d) Nisbah dapat berbeda dari waktu kewaktu dalam satu bank, misalnya deposito 1

    bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan

    B. Faktor Tidak Langsung

    Faktor tidak langsung yang mempengaruhi bagi hasil adalah:

    1. Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya muddharabah

    Bank dan nasabah melakukan share pendapatan yang dibagi hasilkan

    adalah pendapatan yang diterima dikurangi biaya-biaya.

    Jika semua biaya ditanggung bank, maka hal ini disebut revenue sharing.

    2. Kebijakan akunting (prinsip dan metode akutansi)

    Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh jalannya aktivitas yang

    diterapkan,terutama dengan pengakuan pendapatan dan biaya.

    Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan

    pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana mudharabah diterapkan pada :

    a. Tabungan berjangka, tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus,

    seperti tabungan haji, tabungan kurban, deposito biasa;

    b. Deposito spesial (special investment), dimana dana yang dititipkan

    nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya mudharabah saja atau

    ijarah saja.

    Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk :

    a. Pembiayaan modal kerja, seperti pembiayaan modal kerja perdagangan dan

    jasa.

    b. Investasi khusus, disebut juga dengan mudharabah muqayyadah, dimana

    sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat

    yang telah ditetapkan oleh shahib al-mal (bank).

    Ketentuan umum skema pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut:

    Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal

    harus diserahkan tunai, dan dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan

    nilainya dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan secara bertahap,

    harus jelas tahapannya dan disepakti bersama.

    Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan

    dengan cara, yakni:

    Perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing)

    Perhitungan dari keuntungan proyek (profit sharing)

  • P a g e | 11 Akuntansi Perbankan Syariah

    Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan

    atau waktu yang disepakati

    Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak

    berhak mencampuri urusan pekerjaan atau usaha nasabah.

    Dana Mudharabah

    Bagi hasil usaha

    Gambar 1. Skema Pembiayaan Mudharabah

    Penerapan mudharabah dalam perbankan syariah, yang terjadi adalah investasi

    langsung (direct financing) antara shahib al-mal (sebagai surplus unit) dengan mudharib

    (sebagai deficit unit). Dalam direct financing, peran bank sebagai lembaga perantara

    (intermediary) tidak ada. Mudharabah klasik ini memiliki ciri-ciri khusus, yakni bahwa

    biasanya huungan antara shahib al-mal dengan mudharib merupakan hubungan personal

    dan langsung serta dilandasi oleh rasa saling percaya. Modus mudharabah seperti itu

    tidak efisien lagi dan kecil kemungkinannya untuk dapat diterapkan oleh bank, karena

    beberapa hal:

    1) Sistem kerja bank adalah investasi berkelompok, di mana mereka tidak saling

    mengenal.

    2) Banyak investasi sekarang ini membutuhkan dana dalam jumlah besar, sehingga

    diperlukan puluhan bahkan ratusan ribu shahib al-mal untuk sama-sama menjadi

    penyandang dana untuk satu proyek tertentu.

    3) Lemahnya disiplin terhadap ajaran Islam menyebabkan sulitnya bank memperoleh

    jaminan keamanan atas modal yang disalurkan.

    Untuk mengatasi masalah tersebut, maka ulama kontemporer melakukan inovasi

    baru atas skema mudharabah, yakni mudharabah yang melibatkan tiga pihak. Tambahan

    satu pihak ini diperankan oleh bank syariah sebagai lembaga perantara yang

    mempertemukan shahib al-mal dengan mudharib. Jadi, terjadi evolusi dari konsep direct

    financing menjadi indirect financing.

    Dalam skema indirect financing dibawah, bank menerima dana dari shahib al-mal

    dalam bentuk dana pihak ketiga sebagai sumber dananya. Dana-dana ini dapat berbentuk

    NASABAH

    (Pengelola modal)

    BANK

    (Pemilik dana)

  • P a g e | 12 Akuntansi Perbankan Syariah

    tabungan atau simpanan deposito mudharabah dengan jangka waktu yang bervariasi.

    Selanjutnya dana-dana yang sudah terkumpul ini disalurkan kembali oleh bank ke dalam

    bentuk pembiayaan-pembiayaan yang menghasilkan (earning assets).

    Gambar 2. Evolusi Mudharabah, Direct Financing > Indirect Financing

    Keuntungan dari penyaluran pembiayaan inilah yang akan dibagi hasilkan antara bank

    dengan pihak ketiga. Proses inilah yang tercatat dalam neraca bank syariah, sehingga

    neraca suatu bank syariah pada dasarnya sebagai berikut:

    Tabel 2. Neraca Bank Syariah

    Aktiva

    Penyaluran Dana (Financing &

    Investment)

    Pasiva

    Sumber Dana (Funding)

    Non-Earning Assets

    - Kas - Giro pada BI

    Current Liabilities

    Earning Assets:

    - Surat Berharga

    Dana pihak ketiga:

    - Giro Wadiah

    $$

    Bagi hasil

    $$ $$

    Bag Bagi hasil

    Mudharib

    (Pelaksana

    Usaha)

    Shahib Al-

    Maal

    (Pemilik

    Dana)

    +

    Mudharib

    (Pelaksana

    Usaha)

    Bank Syariah

    (Intermediasi

    Keuangan)

    Shahib Al-

    Maal

    (Pemilik Dana)

    Deficit unit Surplus unit

  • P a g e | 13 Akuntansi Perbankan Syariah

    - Pembiayaan: 1. Murabahah 2. Ijarah 3. IMBT 4. Mudharabah 5. Musyarakah

    - Tabungan Mudharabah - Deposito Mudharabah

    Fixed Assets Stockholders Equity

    2.2. Pembiayaan Musyarakah

    Berbeda dengan akad Mudharabah dimana pemilik dana menyerahkan modal

    sebesar 100% dan pengelola dana berkontribusi dalam kerja, dalam akad musyarakah,

    para mitra berkontribusi dalam modal maupun kerja. Keuntungan dari usaha syariah

    akan dibagikan kepada para mitra sesuai dengan nisbah yang disepakati para mitra

    ketika akad, sedangkan kerugian akan ditanggung para mitra sesuai dengan proporsi

    modal.

    Menurutt Afzalur Rahman, seorang deputi Secretary General in The Muslim

    School Trust, Musyarakah secara bahasa adalah al-syirkah berarti al-ikhtilath

    (percampuran) atau persekutuan dua orang atau lebih, sehingga antara masing-masing

    sulit dibedakan atau tidak dapat dipisahkan.

    Menurut Dewan Syariah Nasional MUI dan PSAK No. 106 mendefinisikan

    Musyarakah sebagai akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha

    tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dengan ketentuan bahwa

    keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi

    kontribusi dana.

    Al-Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu

    usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau

    amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung

    bersama sesuai dengan kesepakatan.

    Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama

    untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama. Semua bentuk

    usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih di mana mereka secara bersama-sama

    memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak bewujud.

    Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerja sama dapat berupa dana,

    barang perdagangan (trading asset), kewiraswastaan (entrepreneurship), kepandaian

  • P a g e | 14 Akuntansi Perbankan Syariah

    (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment), atau intangible asset (seperti hak

    paten atau goodwill), kepercayaan/reputasi (credit worthiness) dan barang-barang

    lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Ketentuan umum pembiayaan musyarakah

    adalah sebagai berikut :

    Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyrk musyarakah dan dikelola

    bersama-sama. Pemilik modal percaya untuk menjalankan proyek musyarakah dan

    tidak boleh melakukan tindakan seperti:

    a. Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi

    b. Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa izin pemilik modal

    lainnya.

    c. Memberi pinjaman kepada pihak lain.

    d. Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau digantikan oleh pihak

    lain.

    e. Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerja sama apabila:

    Menarik diri dari perserikatan

    Meninggal dunia

    Menjadi tidak cakap hukum

    Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka aktu proyek harus

    diketahui bersama.

    Proyek yang dijalankan harus disebutkan dalam akad.

    Dana

    Bagi hasil Musyarakah

    usaha

    Bagi hasil usaha

    Gambar 3. Skema Pembiayaan Musyarakah

    NASABAH

    (Pemilik dana dan

    pelaksana usaha)

    USAHA

    BANK

    (Pemilik dana)

  • P a g e | 15 Akuntansi Perbankan Syariah

    Berdasarkan Eksistensi, musyarakah ada dua jenis yaitu musyarakah pemilikan

    (Syirkah Al Milk) dan Musyarakah akad (Syirkah Aluqud). Musyarakah pemilikan

    (syirkah Al Milk) mengandung arti kepemilikan bersama yang keberadaannya muncul

    apabila dua orang tau lebih memperoleh kepemilikan bersama atas suatu kekayaan

    (aset). Syirkah Al Milk tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang

    mengakibatkan pemilikan satu asset oleh dua orang atau lebih.

    Musyarakah akad (Syirkah Al-uqud) yaitu kemitraan yang tercipta dengan

    kesepakatan dua orang atau lebih untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu.

    Syirkah Aluqud tercipta dengan cara kesepakatan di mana dua orang atau lebih setuju

    bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah. Mereka pun sepakat

    berbagi keuntungan dan kerugian. . Syirkah jenis ini dapat dianggap sebagai kemitraan

    yang sesungguhnya, karena para pihak yang bersangkutan secara sukarela berkeinginan

    untuk membuat suatu kerja sama investasi dan berbagi untung dan risiko. Syirkah

    Aluluq dapat dibagi menjadi empat: yaitu, syirkah Abdan, syirkah Wujuh, syirkah

    Inan, dan syirkah Mufawwadhah

    Berdasarkan pernyataan PSAK, jenis musyarakah ada dua yaitu:

    a. Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap

    mitra ditentukan saat akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad (PSAK

    No. 106 par 04)

    b. Musyarakah menurun/mutanaqisah adalah musyarakah dengan ketentuan bagian

    dana salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya

    sehingga bagian dananya akan menurunn dan pada akhir masa akad mitra lain

    tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha musyarakah tersebut.

    Unsur yang harus ada dalam akad Musyarakah atau rukun musyarakah ada empat yaitu:

    a. Pelaku terdiri atas para mitra

    b. Objek musyarakah berupa modal dan kerja

    1) Modal

    a. Modal yang diberikan harus tunai

    b. Modal yang diserahkan dapat berupa uang tunai, emas, perak, aset

    perdagangan, atau aset tidak berwujud seperti lisensi, hak paten, dsb

  • P a g e | 16 Akuntansi Perbankan Syariah

    c. Apabila modal yang diserahkan dalam bentuk nonkas, maka harus

    ditentukan nilai tunainya terlebih dahulu dan harus disepakati bersama.

    d. Modal yang diserahkan oleh setiap mitra harus dicampur.

    e. Dalam kondisi normal, setiap mitra memiliki hak untuk mengelola aset

    kemitraan.

    2) Kerja

    a. Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan

    musyarakah

    b. Tidak dibenarkan bila salah seorang di antara mitra menyatakan tidak ikut

    serta menangani pekerjaan dalam kemitraan tersebut

    c. Meskipun porsi kerja antara satu mitra dengan mitra lainnya tidak harus

    sama

    d. Setiap mitra bekerja atas nama pribadi atau mewakili mitranya

    e. Para mitra harus menjalankan usaha sesuai dengan syariah

    c. Ijab qabul/ serah terima adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela diantara

    pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui

    korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.

    d. Nisbah keuntungan

    1. Nisbah diperlukan untuk pembagian keuntungan dan harus disepakati oleh para

    mitra di awal akad sehingga risiko perselisihan diantara para mitra dapat

    dihilangkan

    2. Perubahan nisbah harus berdasrkan kesepakatan kedua belah pihak

    3. Keuntungan harus dapat dikuantifikasi dan ditentukan dasar perhitungan

    keuntungan tersebut misalnya bagi hasil atau bagi laba

    4. Keuntungan yang dibagikan tidak boleh menggunakan nilai proyeksi akan tetapi

    harus menggunakan nilai realisasi keuntungan

    5. Mitra tidak dapat menentukan bagian keuntungannya sendiri dengan

    menyatakan nilai nominal tertentu karena hal sama dengan riba dan dapat

    melanggar prinsip keadilan dan prinsip untung muncul bersama risiko (al

    ghunmu ni al ghurmi).

    Aplikasi musyarakah dalam perbankan syariah dapat dijumpai pada pembiayaan-

    pembiayaan seperti:

  • P a g e | 17 Akuntansi Perbankan Syariah

    a. Pembiayaan Proyek

    Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah

    dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut, dan setelah

    proyek itu selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah

    disepakati untuk bank.

    b. Modal Ventura

    Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam

    kepemilikan perusahaan, musyarakah diaplikasikan dalam skema modal ventura.

    Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank

    melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara singkat maupun

    bertahap.

    Pengumpulan dana yang dilakukan oleh Bank Syariah yang berasal dari para

    Nasabah, para pemilik modal atau dana titipan dari pihak ketiga perlu dikelola dengan

    penuh amanah dan istiqomah, dengan harapan dana tersebut mendatangkan keuntungan

    yang besar, baik untuk nasabah maupun syariah. Prinsip utama yang harus

    dikembangkan bank syariah dalam kaitan dengan manajemen dana adalah bahwa Bank

    Syariah harus mampu memberikan bagi hasil kepada penyimpan dana, minimal sama

    dengan atau lebih besar dari suku bunga yang berlaku di bank-bank konvensional dan

    mampu menarik bagi hasil dari debitur lebih rendah daripada bunga yang berlaku di

    bank konvensional. Oleh karena itu upaya manajemen dana bank syariah perlu

    dilakukan secara baik. Semakin baik manajemen dana bank syariah akan menunjukkan

    kredibilitas kepercayaan masyarakat untuk menyimpan dananya, sehingga arah untuk

    mencapai likuiditas bank syariah akan dapat tercapai.

  • P a g e | 18 Akuntansi Perbankan Syariah

    BAB 3

    KESIMPULAN

    Bagi hasil pada dasarnya adalah suatu sistem pengelolaan dana atas pembagian

    hasil usaha antara pihak Bank dan penyimpan dana ataupun pihak pengelola dana, baik

    berupa keuntungan ataupun kerugian, dengan ketentuan yang berdasarkan kesepakatan

    / perjanjian dimana pihak pengelola mendapat bagian lebih besar atau lebih kecil dari

    pada pemilik modal, tergantung pada kesepakatan dalam akad / perjanjian. Kedudukan

    pemilik modal dengan pengelola modal adalah sejajar, karena pemilik modal dan

    pengelola saling berkepentingan dan saling membutuhkan. Inti daripada sistem bagi

    hasil terletak pada kesepakatan dalam akad / perjanjian yang harus ditaati oleh kedua

    belah pihak karena dalam syariah Islam bahwa janji harus ditaati (Al- Hadist).

    Secara umum, prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam

    empat akad utama, yaitu al-musyarakah, al-mudharabah, al-muzaraah, dan al-musaqah.

    Walaupun demikian, prinsip yang paling banyak dipakai adalah al-mudharabah dan al-

    musyarakah, sedangkan al-muzaraah dan al-musaqah dipergunakan khusus untuk

    plantation financing atau pembiayaan pertanian oleh beberapa bank Islam.

    Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak dimana

    pemilik modal (shahib al-maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola

    (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan

    kerjasama dalam pandual kontribusi 100% modal kas dari shahib al-maal dan keahlian

    mudharib. Sedangkan musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih

    untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana

    (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan

    ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

  • P a g e | 19 Akuntansi Perbankan Syariah

    Daftar Pustaka

    Antonio, M. S., 2001, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, Jilid 1, Gema Insani, Jakarta.

    Karim, Adiwarman, 2006, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, Ed. 3, Cet. 3, PT

    Raja Grafindo Persada, Jakarta.

    Sjahdeini, Sutan Remy, 1999, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum

    Perbankan Indonesia, Cetakan 1, PT. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta.

    Margono, Slamet (2008), Pelaksaan Sistem Bagi Hasil Pada Bank Syariah (Tinjauan Umum Pada BTN Syariah Cabang Semarang), Tesis Program Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang.