tugas intoksikasi pada anak
DESCRIPTION
intoksikasi pada anakTRANSCRIPT
TUGAS
INTOKSIKASI PADA ANAK
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT BHAKTI YUDHA
Pembimbing :
dr. Sonny Kusuma Yuliarso SpA
Oleh :
Nur Afiqah binti Mohd Mataridi 11.2013.328
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 25 MEI 2015 – 1 AGUSTUS 2015
PENDAHULUAN
Keracunan adalah masuknya zat ke dalam tubuh yang dapat mengakibatkan gangguan
kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian. Sehingga keracunan termasuk salah satu
keadaan darurat medis yang paling umum terjadi.
Pada bayi dan anak, keracunan adalah keadaan gawat darurat medik yang dapat membawa
akibat fatal. Di indonesia sendiri untuk prevalensinya belum bisa diketahui. Namun
diperkirakan kelompok usia terbanyak mengalami keracunan adalah usia 4-9 tahun.
Keracunan dapat disebabkan oleh beberapa hal, berdasarkan wujudnya zat dapat
menyebabkan keracunan antara lain : zat padat (obat-obatan dan makanan), zat gas (CO2)
dan zat cair (alcohol, bensin, minyak tanah, zat kimia, peptisida, biasa atau racun hewan).
Racun-racun tersebut masuk kedalam tubuh manusia melalui beberapa cara, yaitu melalui
kuli, jalan nafas (inhalasi) saluran pencernaan, suntikan mata (kontaminasi mata. Racun ini
dapat menmbulkan reaksi berbahaya terhadap tubuh yang mengancam jiwa seperti depresi
sistem pernafasan, kerusakan otak dll. Oleh karena itu diperlukan tindakan yang cepat,
tepat dan mantap dalam penanganannya.
Keracunan merupakan salah satu keadaan darurat medis yang paling umum terjadi.
Keracunan adalah masuknya zat ke dalam tubuh yang dapat mengakibatkan gangguan
kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian.
Semua zat dapat menjadi racun bila diberikan dalam dosis yang tidak seharusnya. Berbeda
dengan alergi, keracunan memiliki gejala yang bervariasi dan harus ditindaki dengan cepat
dan tepat karena penanganan yang kurang tepat tidak menutup kemungkinan hanya akan
memperparah keracunan yang dialami penderita.1
Keracunan dapat disebabkan oleh beberapa hal, berdasarkan wujudnya zat dapat
menyebabkan keracunan antara lain: zat padat (obat-obatan dan makanan), zat gas (CO2)
dan zat cair (alcohol, bensin, minyak tanah, zat kimia, peptisida, biasa atau racun hewan).1.2
Racun-racun tersebut masuk kedalam tubuh manusia melalui beberapa cara, diantaranya:
1. Melalui kulit
2. Melalui jalan nafas (inhalasi)
3. Melalui saluran pencernaan (mulut)
4. Melalui suntikan
5. Melalui mata (kontaminasi mata)
Untuk menegakkan diagnosis maka diperlukan autoanamnesis dan aloanamnesis yang
cukup cermat serta diperlukan bukti-bukti yang diperoleh ditempat kejadian. Adapun
penyebab keracunan dapat dikenali melalui bau racn tersebut atau warna urin setelah
terkontaminasi dengan racun tersebut antara lain
Periksalah tanda terbakar didalam atau sekitar mulut, atau apakah ada stridor (kerusakan
laring) yang menunjukkan racun bersifat korosif. Rawat inap semua anak yang keracunan
zat besi, peptisisda, paracetamol atau aspirin, narkotik dll.
Anak yang kemasukan bahan korosif atau bahan hidrokarbon jangan dipulangkan
sebelum observasi selama 6 jam. Bahan korosif dapat menyebabkan edema paru yang
mungkin membutuhkan waktu beberapa jam sebelum timbul gejala.
A. INTOKSIKASI OBAT-OBATAN
1) Analgetik
Karakteristik bau racun
Bau Penyebab
Aseton Isopropyl alcohol,aseton
Almond Sianida
Bawang putih Arsenic, selenium, talium
Telur busuk Hydrogen sulfide, merkaptan
Karakteristik warna urin
Warna urine Penyebab
Hijau/biru Metilin biru
Kuning-merah Rifampisin. Besi (Fe)
Coklat tua Fenol, kresol
Butiran keputihan Primidon
Coklat Haemoglobinuria
Salisilat (aspirin)
Definisi. Asam salisilat dan derivatnya yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin
adalah analgesik antipretik dan antiinflamasi yang luas digunakan dan digolongkan dalam
obat bebas. 1,2,4
Dosis. Konsumsi salisilat pada dosis lebih dari 150mg aspirin / kg berat badan dapat
menyebabkan keracunan . Pada anak dengan dosis 2,7 gram /hari mungkin sudah bersifat
fatal. Keracunan salisilat juga dapat terjadi pada konsumsi minyak wintergreen atau ketika
salep salisilat (misalnya untuk menghilangkan verruca) diterapkan secara luas pada kulit. 1,2,4
Mekanisme keracunan. Salisilat mengganggu metabolism glukosa dan asam lemak, juga
menyebabkan terjadinya uncoupling fosforilasi oksidatif, sehingga ATP yang diproduksi tidak
efisien, akumulasi asam laktat dan melepaskan panas. 1,2,4
Manifestasi klinik. Overdosis aspirin umumnya menimbulkan gejala mual, muntah, tinnitus
dan tuli. Kadang-kadang salsilat menimbulkan hipertermia berat yang berakhir dengan
kematian. Umumnya pemberian dosis tinggi salisilat pada anak menimbulkan demam dan
kejang. 1,2,4
Stimulasi langsung dari pusat pernapasan menghasilkan hiperventilasi. Vasodilatasi perifer
dan berkeringat banyak terjadi pada keracunan cukup parah. Petechiae dan perdarahan
subconjunctival dapat terjadi karena berkurangnya agregasi platelet.
Tanda-tanda keracunan salisilat serius termasuk asidosis metabolik, gagal ginjal dan sistem
saraf pusat (SSP) efek seperti agitasi, kebingungan, dan koma. Jarang terjadi edema paru
dan edema serebral. 1,2,4
Kematian dapat terjadi sebagai akibat dari depresi SSP (susunan saraf pusat) dan kolaps
kardiovaskular. Adanya asidosis metabolik adalah tanda prognosis buruk, karena hasil
asidosis peningkatan mebolisme salisilat melintasi sawar darah-otak. Hal ini penting untuk
mengukur konsentrasi salisilat plasma . Hal ini sebaiknya dilakukan pada 6 jam atau lebih
setelah konsumsi karena penyerapan lanjutan dari obat. 1,2,4
Pengobatan. Lakukan tindakan cuci lambung dengan air atau larutan natrium bikarbonat 3-5
%. Tindakan ini masih efektif 4 sampai 6 jam sesudah menelan obat. Pengobatan lainnya
adalah pengobatan asimptomatik.
Pasien seringkali sangat dehidrasi, dan kehilangan cairan dari muntah dan berkeringat harus
diganti dengan memberikan cairan intravena glukosa dan NaCl, meskipun penggunaan
cairan intravena dapat menimbulkan edema paru. Apabila terdapat asidosis, atasi dengan
Alkalinisasi urin
Hemodialisis sangat efektif menghilangkan salisilat dan mengoreksi asam-basa dan kelainan
keseimbangan cairan dan harus dipertimbangkan ketika konsentrasi serum diatas 700 mg /L.
Indikasi lain untuk hemodialisis pada keracunan salisilat adalah jika timbul efek SSP yang
berat seperti koma atau kejang-kejang, edema paru dan gagal ginjal akut. 1,2,4
Pemberian vitamin K dan vitamin C dapat diberikan bila ada perdarahan. 3
Paracetamol
Paracetamol menyebabkan gangguan hepatik dalam dosis yang berlebihan. Sangat
jarang, tapi dapat juga menyebabkan kerusakan ginjal. Penatalaksanaan pada pasien dengan
overdosis paracetamol terangkum dalam gambar 1.1.
Jika pasien datang sekitar 1 jam setelah overdosis paracetamol, pengaktifan charcoal
dapat diberikan sebagai tambahan. Antidote pilihan adalah N-acetylcysteine, yang
memberikan perlindungan lengkap terhadap toksisitas jika diberikan dalam waktu 10 jam
dari overdosis , kemanjurannya menurun setelahnya. Untuk alasan ini, jika pasien lebih dari
8 jam setelah konsumsi, pemberian N - acetylcysteine tidak harus ditunda untuk menunggu
hasil konsentrasi parasetamol dalam darah, tetapi harus dihentikan jika hal ini kemudian
terbukti di bawah garis pengobatan . 1,2,4
Gambar 1.1 penatalaksanaan overdosis paracetamol
Metionin 12 gram oral 4 jam-an, dengan total empat dosis, merupakan obat
alternatif yang cocok untuk keracunan parasetamol ketika N - acetylcysteine tidak tersedia.
Jika seorang pasien menyajikan lebih dari 15 jam setelah konsumsi, tes fungsi hati, rasio
protrombin (atau rasio normalisasi internasional - INR ) dan tes fungsi ginjal harus dilakukan,
obat penawar dimulai, dan pusat informasi racun atau unit hati lokal dihubungi untuk
dimintai nasihat. Dalam beberapa kasus sampel gas darah arteri akan perlu diambil.
Transplantasi hati harus dipertimbangkan pada individu yang mengalami gagal hati akut
karena keracunan parasetamol. 1,2,4
Jika beberapa ingesti parasetamol telah terjadi selama beberapa jam atau hari, tidak
ada manfaat dalam mengukur konsentrasi plasma parasetamol karena akan
uninterpretable. Pasien tersebut harus diberikan N-acetylcysteine jika dosis parasetamol
melebihi 150 mg / kg berat badan dalam satu periode 24-jam atau 75 mg / kg berat badan
dalam 'kelompok berisiko tinggi' (Gambar 1). 1,2,4
Keracunan juga dapat terjadi dengan konsumsi minyak wintergreen atau ketika salep
salisilat (misalnya verruca remover) diterapkan secara luas pada kulit. Aspirin overdosis
umumnya menghasilkan mual, muntah, tinnitus dan tuli. Stimulasi langsung dari pusat
pernapasan menghasilkan hiperventilasi. Vasodilatasi perifer dengan pulsa berlari dan
berkeringat banyak terjadi pada keracunan cukup parah. 1,2,4
Petechiae dan perdarahan subconjunctival dapat terjadi karena berkurangnya
agregasi platelet tapi ini membatasi diri. Tanda-tanda keracunan salisilat serius termasuk
asidosis metabolik, gagal ginjal dan sistem saraf pusat (SSP) efek seperti agitasi,
kebingungan, koma dan cocok. Jarang, paru dan edema serebral terjadi. Kematian dapat
terjadi sebagai akibat dari depresi SSP dan kolaps kardiovaskular. Pengembangan asidosis
metabolik adalah tanda prognosis buruk, karena hasil asidosis peningkatan pengalihan
salisilat melintasi penghalang darah-otak. 1,2,4
B. INTOKSIKASI MAKANAN
1. Keracunan botulisme
Toksin botulinum adalah neurotoksin (eksotoksin) yang dikeluarkan oleh Clostridium
botulinum. Kuman anaerob ini tumbuh dalam media minyak, daging, ikan yang tidak
sempurna diproses atau diawetkan dan dijual dalam kaleng.6
Toksin botulinum menyebabkan hambatan impuls saraf pada motor endplate dan
mengakibatkan kelumpuhan. Selain itu juga dapat menyebabkan terjadinya perdarahan
pada saraf pusat dan proses degeneratif pada hati dan ginjal. 6
Tanda dan gejala klinis. Gejala klinik antara lain kelainan pada mata, kelumpuhan
otot mata, kelumpuhan nervi kranialis secara simetris, disfagia/disatria, kelumpuhan
menyeluruh termasuk kelumpuhan otot pernafasan, muntah terjadi pada saat permulaan
penyakit dan seringkali hebat. 6
Gejala akut dapat muncul 2 jam-8 hari setelah menelan makanan yang
terkontaminasi. Semakin pendek waktu antara menelan makanan yang terkontaminasi
dengan timbulnya gejala makin berat derajat keracunannya. Gejala awal dapat berupa suara
parau, mulut kering dan tidak enak di epigastrium. Gejala pada bayi meliputi hipotoni,
konstipasi, sukar minum atau makan, kepala sukar ditegakkan dan refleks muntah hilang. 6
Tatalaksana.
Adapun tatalaksana dari keracunan botulisme adalah:
Eliminasi racun dengan bilas lambung atau obat pencahar
Bila depresi nafas memberat, perlu dilakukan pernafasan mekanik buatan sampai
tanda vital membaik kembali
Antidotum yang dianjurkan adalah antitoksin botulisme secara intravena 10-50 ml
setelah dilakukan tes kulit.
Sering diberikan Quanidin hidroklorid untuk melawan blokade neuromuskular
dengan dosis 15-35 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis.
2. Keracunan makanan tercemar bakteri
Secara epidemiologi, bakteri –bakteri yang seringkali menyebabkan keracunan
adalah salmonella dan stafilokokkus. Bakteri ini menghasilkan enterotoksin yaitu toksin yang
mempuyai efek toksik yang bekerja di saluran pencernaan. Bakteri dan toksin ini tidak tahan
dengan panas. Oleh karena itu makanan- makanan yang dimasak secara matang merupakan
sumber keracunan antara lain sosis, ikan, susu, gado-gado, salad dll. 6
Tanda dan gejala. Gejala klinis utama adalah muntah dan diare yang timbul 3-6 jam
setelah makanan ditelan, berlanjut sampai 12-24 jam, dan kemudian mereda. Kadang-
kadang timbul nyeri perut hebat, demam, dehidrasi, dan kekakuan otot. 6
Tatalaksana. Tatalaksana terutama bersifat suportif dan simptomatis dengan cara
pemberian cairan secara intravena, memberikan obat untuk meredam gerakann usus. 6
3. Keracunan jengkol
Definisi. Biji jengkol pada beberapa daerah tertentu di Indonesia biasa dimakan.
Jengkol sering menimbulkan gejala keracunan. Hal ini diketahui bahwa yang menyebabkan
keracunan adalah asam jengkol yang merupakan asam amino yang mengandung belerang
yang dapat isolasi dari biji jengkol (Pithecolobiumlobatum) oleh Van veen dan Hyman pada
tahun 1933. 2,4
Epidemiologi. Angka kejadian keracunan jengkol menurut penyelidikan sadatun dan
suharyono adalah umur 4-7 tahun, perbandingan antara penderita anak laki-laki dan
perempsuan adalah 9:1. 2,4
Mekanisme keracunan. Mekanisme keracunan jengkol adalah efek dari hablur
(kristal) dari sam jengkol yang menyebabkan penyumbatan pada traktus urinarius. 2,4
Gejala klinik. Keluhan pada umunmnya timbul 5-12 jam setelah memakan
jengkol.awalnya timbul gejala nyeri perut, kadang-kadang disertai muntah dan kadang-
kadang hematuri. 2,4 Gejala keracunan: kolik, oliguria atau anuria, hematuria, gagal ginjal
akut. Gejala tersebut timbul sebagai akibat sumbatan saluran kemih oleh kristal asam
jengkol
Pada anak gejala yang sering didapat ialah infiltrate urin pada penis, skrotum, yang
dapat meluas sampai didaerah suprapubic dan region inguinal. 2,4
Diagnosis. Pada pemeriksaan mikroskopik urin dapat ditemukan hablur asam jengkol
berupa jarum runcing yang kadang-kadang bergumpal menjadi ikatan atau berupa roset. 2,4
Terapi.
Penatalaksanaannya ditujukan untuk mencegah terbentuknya kristal dengan memberikan
natrium bikarbonat 0.5– 2 gram 4 kali perhari secara oral. Bila terjadi gagal ginjal akut maka
penatalaksanaan sesuai dengan gagal ginjal akut. Tidak ada antidotum spesifik.
Jika gejala penyakit ringan (muntah, sakit perut) penderita tidak usah dirawat,cukp
dinasehanti agar banyak minum serta memberikan natrium bikarbonat. Bila gejala berat
(oliogouria, hematuri, anuria dan tidak dapat minum) penderita perlu dirawat dan diberi
infuse natrium bikarbonat dalam larutan glukosa 5 %.
4. Keracunan singkong
Penyebab keracuanan singong adalah asam sianida yang terkandung dalamnya. Bergantung
pada jenis singkong kadar asam sianidanya berbeda-beda. Namun tidak semua orang yang
memakan singkong akan menderita keracunan. Hal ini disebabkan selain kadar asam sianida
yang terdapat dalam singkong sendiri, juga dipengaruhi oleh cara pengolahannya sampai
dimakan. 2,4
HCN adalah suatu racun kuat yang menyebabkan asfiksia. Asam ini akan mengganggu
oksidasi (pengangkutan O2) ke jaringan dengan jalan mengikat enzim sitokrom oksidase.
Akibatnya oksigen tidak dapat dipergunakan oleh jaringan dan tetap tinggal dalam
pembuluh darah vena yang berwarna merah cerah oleh adanya oksihemoglobin. 2,4
Ikatan antara sitokrom dan HCN bersifat reversible. Ikaan ini menyebabkan oksigen tidak
dapat ke jaringan sehingga organ yang sensitive terhadap kekurangan oksigen akan
menderita terutama jarigan otak. 2,4
Gejala klinik yang mulai muncul adalah kejang dan kematian oleh karena kegagalan
pernafasan. Kerja dari racun ini sangat cepat, hanya dalam hitungan menit. Apabila HCN
murni ditelan dala keadaan lambung kosong dalam kadar asam yang tinggi, maka kerja dari
racun ini akan sangat cepat sekali. 2,4
Dosis lethal dari HCN adalah 60-90 mg. tubh sebenarnya mempunyai kemampuan
mendetoksikasi HCN tetapi sistem enzim rodanase ini bekerja sangat lambat sehingga
keracunan masih dapat timbul. Kerja enzim ini dapat dipercepat dengan memasukkan sulfur
kedalam tubuh. Secara klinis hal inilah yang dipakai sebagai dasar menyuntikkan natrum
tiosulfat pada pengobatan keracunan oleh singkong, HCN pada umumnya. 2,4
C. INTOKSIKASI GAS DAN ZAT KIMIA
a) Karbon monoxide dan rokok
Definisi. Karbon monoksida (CO) adalah penyebab utama kematian karena
keracunan, dan sangat berbahaya karena tidak berwarna, non-iritan dan tidak berbau. Hal
ini dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna dari bahan organik terutama di rumah-
rumah dengan kompor gas dan beberapa jenis sistem pemanas yang membakar gas alam,
kayu, batu bara atau parafin, dan asap knalpot kendaraan. 1,2,4
Mekanisme keracunan. Risiko keracunan paling besar di mana kurangnya ventilasi.
CO mengikat hemoglobin untuk membentuk carboxyhaemoglobin (COHb), mengurangi
kapasitas pembawa oksigen darah. Hal ini juga bertindak sebagai menyebabkan keadaan
sesak nafas kimia karena merusak fungsi oksidase sitokrom dan dengan demikian
pemanfaatan oksigen oleh jaringan. 1,2,4
Gambaran klinik. Gambaran klinis awal keracunan karbon monoksida yang parah
akut adalah sakit kepala, mual dan muntah, ataksia dan nistagmus, mengantuk,
hiperventilasi, hiper-refleksia dan menggigil. Kemudian lesu, koma, kejang, hipotensi,
depresi pernapasan, kolaps kardiovaskular dan kematian. Beberapa pasien mengalami
gelisah atau agresif dari pada mengantuk. 1,2,4
Diagnosis. Kelainan EKG (ST segmen depresi, kelainan gelombang T, takikardia
ventrikel atau fibrilasi ventrikel) sering terlihat. Edema serebral umum dan tanda-tanda
cerebellar, hiper-refleksia atau ekstensor plantar dapat hadir. CO-diinduksi rhabdomyolysis
menyebabkan mioglobinuria dan gagal ginjal telah dilaporkan. 1,2,4,5
Keracunan CO tingkat rendah dapat memperburuk angina dan menghasilkan defisit
neurobehavioural halus, dengan kemampuan untuk mempertahankan perhatian atau
kinerja yang paling sensitif terhadap gangguan. 1,2,4
Pasien pulih dari keracunan CO mungkin menderita gejala sisa neurologis termasuk
tremor, perubahan kepribadian, gangguan memori, hilangnya ketajaman visual,
ketidakmampuan untuk berkonsentrasi dan fitur Parkinsonian. 'Tingkat rendah' keracunan
CO kronis menyebabkan gejala sulit untuk membedakan dari influenza, seperti mual,
muntah, sakit kepala, lesu, dan sakit dan nyeri. 1,2,4.5
Konsentrasi COHb adalah nilai dalam mengkonfirmasikan paparan CO, meskipun
mungkin tidak akan meningkat cukup untuk diagnostik dalam kasus-kasus kronis. Nilai
normal yang sampai 3-5% dan bisa setinggi 6-10% pada perokok. Namun, konsentrasi COHb
diukur di rumah sakit tidak berkorelasi dengan baik dengan tingkat keparahan keracunan,
bahkan pada keadaan akut, karena konsentrasi COHb darah jatuh dengan cepat pada
penghentian eksposur dan terapi oksigen berikut selama transfer ambulans ke rumah sakit. 1,2,4
EKG harus dilakukan pada semua orang dengan keracunan akut, terutama pada
pasien dengan penyakit jantung yang sudah ada sebelumnya. Analisa gas darah arteri harus
dilakukan pada semua orang dengan keracunan serius. Bacaan saturasi oksigen oleh pulse
oximetry menyesatkan, karena hal ini mengukur baik COHb dan oksihemoglobin. 1,2,4
Pengobatan. Langkah pertama dalam mengobati keracunan CO adalah untuk
menghapus pasien dari sumber paparan. Jalan napas, pernapasan dan sirkulasi harus cukup
dipelihara dan oksigen diberikan sesegera mungkin. Waktu paruh COHb sementara
menghirup udara berkisar antara 4 sampai 6 jam. 1,2,4.5
Pada oksigen 100% pada tekanan ambien, waktu paruh dari COHb berkurang
menjadi sekitar 40 menit. Dengan demikian, oksigen aliran tinggi harus diberikan, misalnya 8
liter per menit, idealnya melalui sungkup ketat seperti yang digunakan untuk CPAP. Ini harus
dilanjutkan sampai COHb kurang dari 5 % dan setidaknya 6 jam setelah paparan. 1,2,4
Kadang-kadang ini memakan waktu 12-20 jam. Intravenous NaHCO3 harus dihindari,
karena mengganggu pelepasan oksigen ke jaringan. Pemberian cairan intravena berlebihan
juga harus dihindari, terutama pada orang tua, karena risiko edema paru. Kejang
dikendalikan dengan diazepam. Sebagian besar kematian terjadi pada mereka yang telah
ditemukan di tempat kejadian atau yang tidak sadar pada saat kedatangan di rumah sakit.
Penggunaan oksigen hiperbarik adalah kontroversial. 1,2,4
b) Organophoidesphorus insectide
Organofosfat (OP) senyawa yang banyak digunakan sebagai pestisida di bidang
pertanian, untuk pemberantasan vektor malaria dan filariasis, dan sebagai agen perang
kimia (gambar 3). 1,2,4
Intoksikasi pestisida OP diperkirakan mencapai 3 juta per tahun di seluruh dunia
dengan sekitar 300 000 kematian. Tingkat kematian setelah proses pencernaan sengaja OP
pestisida di negara berkembang di Asia adalah sekitar 20% dan dapat mencapai 70% selama
musim-musim tertentu dan pada rumah sakit pedesaan. 1,2,4
Gambar 3. Komponen organophoidesphorus
Agen OP saraf yang digunakan dalam perang kimia. Agen G diserap oleh inhalasi atau
perkutan, mereka menguap dan menghilang dengan cepat setelah digunakan. Agen V
adalah racun kontak kecuali aerosol, dan mencemari tanah selama beberapa minggu atau
bulan. Mereka terkait dengan OP pestisida tetapi jauh lebih tinggi akut toksisitas, terutama
percutaneously. Toksikologi dan manajemen agen saraf dan keracunan pestisida serupa. 1,2,4.5
Mekanisme toksisitas. Ops menonaktifkan acetylcholinesterase (AChE) oleh
fosforilasi menyebabkan akumulasi asetilkolin (ACh) pada sinaps kolinergik (Gambar 4).
Pemulihan mengikuti munculnya kembali AChE aktif mengikuti sintesis atau hidrolisis
spontan AChE terfosforilasi.
AChE terfosforilasi mungkin kehilangan kelompok kimia sehingga inaktivasi yang
menjadi ireversibel, ini dikenal sebagai 'penuaan'. Tingkat penuaan berbeda dan lebih cepat
dengan senyawa dimetil (3,7 jam) dibandingkan senyawa dietil (31 jam). Agen saraf
(terutama soman) menyebabkan penuaan dalam beberapa menit. 1,2,4
Beberapa gangguan dilaporkan setelah keracunan OP tidak dapat dikaitkan dengan
penghambatan AChE saja. Konsekuensi penghambatan sistem enzim lain dengan Ops yang
belum pasti.
Gambar 4. Mekanisme toksisitas organophosforus
Gambaran klinis. onset, keparahan dan durasi keracunan tergantung pada rute eksposur
dan agen yang terlibat.
Sindrom kolinergik akut. Sindrom kolinergik akut dapat terjadi dalam beberapa menit
pemaparan, biasanya dalam waktu satu jam. Sulphurated Ops memiliki karakteristik pedas
bawang putih seperti bau yang dapat dideteksi dalam napas, muntah dan atau pakaian. 1,2,4
Gambaran patognomonik adalah miosis dan fasikulasi otot, tetapi ini mungkin tidak
jelas pada anak-anak. Fitur muscarinic dan nikotinat lainnya ditunjukkan pada Gambar 5.
Bradikardia akan diprediksi dari mekanisme kerja, tapi takikardia terjadi pada 20% kasus.
Disfungsi saraf pusat sering memiliki gambaran paralysis anggota badan, pernapasan dan
otot kadang-kadang ekstra-okular dapat mengikuti. 1,2,4
Depresi pusat pusat pernapasan, sekresi berlebihan, bronkokonstriksi dan
kelumpuhan otot berkontribusi terhadap kegagalan pernapasan. Ketidaksadaran dan kejang
dapat terjadi lebih awal. Tahap kolinergik akut biasanya berlangsung 48-72 jam, dengan
sebagian besar pasien yang memerlukan dukungan kardiorespirasi intensif dan
pemantauan. 1,2,4
Gambaran parkinsonian, pankreatitis, disfungsi hati sementara, kelumpuhan pita
suara dan demam dapat terjadi sebelum onset atau selama pengobatan. Kematian dini dari
OP keracunan pestisida diri hasil dari kegagalan pernafasan dan kolaps kardiovaskular.
Gambar 5. Acute cholinergic syndrome
Pengobatan. Cholinesterase (ChE) estimasi (butiril plasma cholinesterase dan sel
darah merah AChE) adalah satu-satunya alat biokimia berguna untuk mengkonfirmasikan
paparan Ops. 1,2,4
Jalan napas dibersihkan dan oksigen aliran tinggi diberikan. Resusitasi mouth-to-
mouth/nose langsung harus dihindari. Pakaian yang terkontaminasi dan lensa kontak harus
dua kantong, kulit dicuci dengan sabun dan air, dan mata irigasi. Setelah menelan, lavage
lambung dapat dilakukan dalam waktu satu jam asupan, diikuti oleh selang nasogastrik,
setelah membangun akses intravena dan perlindungan jalan nafas. Kejang dikendalikan
dengan diazepam intravena . 1,2,4
Pemantauan EKG, analisis gas darah, suhu, urea dan elektrolit, amilase dan glukosa
adalah wajib . Kasus yang parah harus dikelola dalam unit perawatan intensif, dan mungkin
membutuhkan ventilasi yang mendukung. 1,2,4
c) Iksektisida karbamat
Insektisida karbamat (misalnya aldicarb, karbofuran, methomyl) menghambat sejumlah
esterases jaringan, terutama AChE. Mekanisme kerja, gambaran klinis dan manajemen yang
mirip dengan senyawa OP. Namun, gambaran klinis kurang parah dan durasi toksisitas yang
lebih pendek, sebagai kompleks karbamat /ChE memisahkan cepat dengan waktu paruh 30-
40 menit dan tidak mengalami penuaan. 1,2,4
Atropin dapat diberikan secara intravena dalam dosis kecil sering (0,5-1,0 mg iv
untuk orang dewasa) sampai tanda-tanda atropinisation berkembang. Diazepam dapat
digunakan untuk mengurangi kecemasan. Penggunaan oximes tidak perlu dan dapat
merugikan. 1,2,4
d) Senyawa korosif
Contoh : sodium hydroxide (NaOH), pottassium hydroxide (KOH), larutan asam (misalnya
pemutih, desinfektan)
Jangan rangsang anak untuk muntah atau memberikan arang
aktif ketika zat korosif telah masuk dalam tubuh karena bisa
menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada mulut,
kerongkongan, jalan nafas, esofagus dan lambung.
Berikan air atau susu sesegera mungkin untuk mengencerkan
bahan korosif
Jika keracunan dengan gejala klinis berat, jangan berikan
apapun melalui mulut dan siiapkan evaluasi bedah untuk
memeriksa kerusakan esofagus.
e) Senyawa hidrokarbon
Contoh :minyak tanah, terpentin, premium
Jangan rangsang anak untuk muntah atau memberikan arang
aktif. Tindakan perangsangan muntah dapat menyebabkan
pneumonia aspirasi yang dapat mengakibatkan sesak nafas
dan hipoksia. Gejala klinis lain adalah ensefalopati.
f) Aluminium dan zink fosforus
Racun tikus ini baru-baru ini menjadi sarana umum keracunan diri di India utara, dengan
tingkat kematian 60 %. Bila tertelan, kedua senyawa bereaksi dengan air di perut untuk
menghasilkan fosfin yaitu racun paru ampuh yang menyebabkan parah nyeri terbakar
retrosternal dan muntah diikuti dengan hipotensi berat. 1,2,4
Subjek menjadi gelisah, takipneu, hipotensi dan oliguri atau anuria. Bahkan beberapa tablet
bisa berakibat fatal. Kedua hypomagnesaemia dan hipermagnesamia telah dilaporkan,
karena memiliki toksisitas hati dan miokarditis. Terapi suportif tetap satu-satunya bentuk
yang tersedia dari manajemen karena tidak ada obat penawar khusus . Banyak dokter
melakukan lavage lambung dengan minyak sayur untuk mengurangi pelepasan fosfin
beracun. Jika hypomagnesaemia hadir, magnesium sulfat ( 10 mmol iv bolus ) telah
dilaporkan untuk mengurangi kejadian aritmia jantung. Kebanyakan pasien meninggal
meskipun perawatan suportif optimal1,2,4
D. PRINSIP PENATALAKSANAAN TERHADAP RACUN SECARA UMUM
Secara umum, tindakan yang perlu dilakukan pada keracunan adalah :
1. Memberikan pertolongan pertama
Perhatikan adanya tanda kegawatdaruratan dengan konsep ABCD:
Airway . apakah jalan nafas bebas?
Breathing. Apakah ada kesulitan bernafas ?
Circulation. Tanda syok (akral dingin, CRT > 3 detik, nadi cepat dan lemah)
Dehydration. Tanda dehidrasi berta pada anak dengan diare.
2. Identifikasi racun semaksimal mungkin
3. Menghambat penyerapan dan eliminasi racun (tergantung dari cara racun
masuk kedalam tubuh )
Prinsip penatalaksanaan terhadap racun yang tertelan
Dekontaminasi lambung (cuci lambung) efektif bila dilakukan sebelum masa pengosongan
lambung terlewati (1-2 jam).
Kontraindikasi untuk dekontaminasi lambung adalah :
A. Keracunan bahan korosif atau senyawa hidrokarbon (minyak tanah dll) karena
mmepunyai resiko terjadinya gejala keracunan yang lebih serius
B. Penurunan kesadaran.
Prinsip penatalaksanaan keracunan melalui kontak kulit atau
mata
Untuk kontaminasi melalui kulit, lepaskan semua pakaian dan barang pribadi dan cuci
menyeluruh seluruh daerah yang terkontaminasi dengan air hangat yang banyak.
Prinsip penatalaksanaan terhadap racun yang terhirup
C. Keluarkan anak dari sumber pajanan
D. Berikan oksigen, jika diperlukan.
E. Terhirupnya gas iritan dapat menyebabkan pembengkakakan dan sumbatan jalan
nafas bagian atas, bronkospasme dan delayed pneumonitis. Intubasi endotracheal,
bronkodilator dan bantuan ventilator mungkin diperlukan.
4. Memberikan antidotum bersamaan dengan eliminasi racun
5. Pengobatan suportif yang rasional dan efektif.
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu
Keracunan adalah masuknya zat ke dalam tubuh yang dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian.
Kelompok usia terbanyak mengalami keracunan adalah usia 4-9 tahun.
Berdasarkan wujudnya zat dapat menyebabkan keracunan antara lain : zat padat
(obat-obatan dan makanan), zat gas (CO2) dan zat cair (alcohol, bensin, minyak
tanah, zat kimia, peptisida, biasa atau racun hewan).
Racun-racun tersebut masuk kedalam tubuh manusia melalui beberapa cara, yaitu
melalui kuli, jalan nafas (inhalasi)saluran pencernaan, suntikan mata (kontaminasi
mata.
Penatalaksanaan keracunan sesuai dengan cara masuk racun tersebut kedalam
tubuh
Racun ini dapat menmbulkan reaksi berbahaya terhadap tubuh yang mengancam
jiwa seperti depresi sistem pernafasan, kerusakan otak dll.
DAFTAR PUSTAKA
1. Davidson’s. Poisoning . Principles of medicine(E-book). 20th edition.
Newyork;2010
2. FKUI. Toksikologi. Ilmu Kesehatan Anak Jilid III. Cetakan ke-11. Jakarta: FKUI;
2007.
3. FKUI. Intoksikasi. Farmakologi dan terapi. Ed5. Jakarta;2009
4. Wahab AS dkk. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume I. Edisi 15. Jakarta; Penerbit
Buku Kedokteran EGC: 2000.
5. Tschudy MM, Arcara KM. Poisoning. The Harriet Lane Handbook A Manual for
Pediatric House Officers. 19th Ed. Elservier;2012.