tugas individu perbankan syariah
DESCRIPTION
MujahidTRANSCRIPT
TUGAS INDIVIDU
DOSEN PEMBIMBING: RAHMAYATI, S.E.I
MAKALAH
PERBANKAN SYARIAH
“ SISTEM PEMBIAYAAN BANK SYARIAH ”
D
I
S
U
S
U
N
Oleh:
MUHAMMAD MUJAHID
NIM : 25.12.3.143
SEMESTER III (TIGA) D
JURUSAN D-III (DIPLOMA TIGA) PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
( I A I N – S U )
M E D A N
2013
i
KATA PENGANTAR
Penulis mengucap puji syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan kita
kesehatan pada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini berjudul “Sistem Pembiayaan Bank Syariah” sebagai syarat untuk memenuhi
tugas mata kuliah Perbankan Syariah sebelum menempuh Ujian Akhir Semester (UAS). Dalam
pembuatan makalah ini, penulis banyak memperoleh bantuan, bimbingan dan arahan, baik secara
langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima
kasih terutama kepada:
1. Orang tua, yang telah mendukung dan membimbing pembuatan makalah ini.
2. Ibu Rahmayati, S.E.I, selaku dosen pembimbing atas kesediaan beliau disela kesibukannya
masih berkesempatan memberi petunjuk dan bimbingannya.
3. Staf IAIN-SU, yang telah memberikan bantuan pelayanan yang memuaskan untuk
kelancaran dan penyelesaian makalah ini.
4. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada pihak IAIN-SU dengan penuh
rasa sabar, memberikan dukungan dan pengertian yang tidak henti-hentinya selama
penyelesaian makalah ini.
5. Teman sejawat, yang telah memberikan dorongan moril dan bantuannya hingga makalah ini
selesai.
Semoga Allah SWT memberikan ganjaran serta bimbingan dan petunjuk-Nya. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Penulis yakin makalah ini sudah cukup baik. Namun, kritik dan saran tetap penulis
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Medan, 7 Desember 2013
Muhammad Mujahid
NIM: 25.12.3.143
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. ii
BAB
I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang Pembahasan ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Pembahasan .......................................................................................... 1
1.3 Pembatasan Pembahasan ...................................................................................... 1
II SISTEM PEMBIAYAAN BANK SYARIAH ............................................................ 3
2.1 Sistem Pembiayaan Bank Syariah ........................................................................ 3
2.2 Jenis-Jenis Pembiayaan ........................................................................................ 4
2.2.1 Pembiayaan Modal Kerja ......................................................................... 4
2.2.1.1 Pengertian Pembiayaan Modal Kerja ....................................... 4
2.2.1.2 Manfaat, Fitur & Jenis Pembiayaan Modal Kerja ................... 5
2.2.1.3 Unsur Pembiayaan Modal Kerja .............................................. 6
A. Pembiayaan Likuiditas ...................................................... 7
B. Pembiayaan Piutang .......................................................... 7
C. Pembiayaan Persediaan (Inventory Financing) ................ 8
D. Pembiayaan Modal Kerja untuk Perdagangan .................. 9
2.2.1.4 Persyaratan Pengajuan Pembiayaan Modal Kerja ................... 10
2.2.2 Pembiayaan Investasi ............................................................................... 10
2.2.2.1 Pengertian Pembiayaan Investasi ............................................. 10
2.2.2.2 Manfaat, Fitur & Jenis Pembiayaan Investasi .......................... 12
2.2.2.3 Persyaratan Pengajuan Pembiayaan Investasi ......................... 13
2.2.3 Pembiayaan Konsumtif ............................................................................ 14
2.2.3.1 Pengertian Pembiayaan Konsumtif .......................................... 14
2.2.3.2 Jenis & Macam-Macam Pembiayaan Konsumtif .................... 15
III PENUTUP .................................................................................................................... 17
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 17
3.2 Saran ..................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 18
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pembahasan
Perbankan syariah merupakan salah satu bagian dari sistem perbankan yang diyakini
dapat memiliki peranan yang penting dalam Perekonomian Nasional. Sistem Perbankan Syariah
menawarkan pola kerjasama kemitraaan dengan sistem bagi hasil keuntungan dan risiko usaha.
Meskipun demikian, pesatnya pertumbuhan Bank Syariah di Indonesia belum dibarengi oleh
pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang sistem operasional perbankan syariah. Meski
Bank Syariah terus berkembang setiap tahunnya, namun dikalangan masyarakat Indonesia masih
belum mengenal apa dan bagaimana Bank Syariah menjalankan kegiatan bisnisnya. Umumnya
masyarakat masih beranggapan bahwa Bank Syariah tak ubahnya seperti bank konvensional
yang hanya diberi label syariah saja (Muchtasib, 2007).
Dalam hal penyaluran dana, pembiayaan yang diberikan didominasi oleh skema
murabahah atau jual beli, dimana keuntungan diperoleh berdasarkan margin. Secara praktek
pengambilan margin yang dilakukan oleh perbankan syariah seperti pengambilan bunga yang
dilakukan perbankan konvensional. Cara seperti ini yang menyebabkan melekatnya anggapan
masyarakat bahwa Bank Syariah tidak berbeda dengan bank konvensional pada umumnya.
Sementara itu, pembiayaan dengan sistem bagi hasil seperti akad mudharabah dan
musyarakah, memiliki porsi yang cukup kecil jika dibandingkan dengan pembiayaan dengan
pendapatan tetap. Dengan kata lain, pembiayaan perbankan syari’ah dengan pola tersebut belum
menjadi barometer Bank Syari’ah.
Berdasarkan pemaparan di atas, pendapatan bank merupakan variabel yang cukup
dipertimbangkan dalam pemberian pembiayaan. Meskipun demikian, terdapat variabel-variabel
lain dalam suatu pembiayaan yang juga perlu dipertimbangkan, termasuk pendapatan yang
diterima nasabah pembiayaan. Hubungan antar variabel tersebut perlu diketahui sehingga Bank
Syari’ah dapat lebih bijak dalam memberikan pembiayaan.
1.2 Rumusan Pembahasan
Pada makalah ini, penulis merumuskan pembahasan pada pembiayaan yang ada pada
Bank Syariah, khususnya pada modal kerja, pembiayaan investasi dan pembiayaan konsumtif.
1.3 Tujuan Pembahasan
Penulisan makalah ini bertujuan:
a) Sebagai suatu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Perbankan Syariah yang diberikan
kepada penulis sebelum menempuh Ujian Akhir Semester (UAS).
b) Sebagai latihan dalam menulis suatu karya ilmiah.
2
c) Untuk mengetahui bagaimana sistem pembiayaan pada Bank Syariah, khususnya
pembiayaan modal kerja, pembiayaan investasi dan pembiayaan konsumtif.
d) Untuk mengetahui akad & persyaratan pada pembiayaan modal kerja, pembiayaan investasi
dan pembiayaan konsumtif.
e) Untuk mengetahui jenis-jenis/macam-macam pada pembiayaan modal kerja, pembiayaan
investasi dan pembiayaan konsumtif.
3
BAB II
SISTEM PEMBIAYAAN BANK SYARIAH
2.1 Sistem Pembiayaan Bank Syariah
Peranan perbankan syariah dalam aktivitas ekonomi Indonesia tidak jauh berbeda dengan
perbankan konvensional. Perbedaan mendasar antara keduanya adalah prinsip-prinsip dalam
transaksi keuangan/operasional. Salah satu prinsip dalam operasional perbankan syariah adalah
penerapan bagi hasil keuntungan dan risiko (profit and loss sharing). Prinsip ini tidak berlaku di
perbankan konvensional yang menerapkan sistem bunga atau adanya fungsi time value of money,
artinya nilai uang saat ini belum tentu sama dengan nilai uang di masa mendatang.
Perbedaan antara prinsip Bank Syariah dengan bank umum (konvensional) adalah
terletak pada pola pembiayaan dan pemberian balas jasa, baik yang diterima oleh bank maupun
investor. Jika dilihat pada bank umum, pembiayaan disebut loan atau pinjaman, sementara di
Bank Syariah disebut financing atau pembiayaan. Artinya pada bank umum pemberian
pembiayaan lebih didasarkan pada kerjasama transaksi (untung-rugi), sedangkan pada Bank
Syariah lebih didasarkan pada kerjasama kemitraan. Sedangkan balas jasa yang diberikan atau
diterima pada bank umum berupa bunga (interest loan atau deposit) dalam presentase pasti.
Sementara pada Bank Syariah dengan sistem syariah, hanya memberi dan menerima balas jasa
berdasarkan perjanjian (akad) bagi hasil.
Dalam perbankan syariah dikenal istilah mudharabah, murabahah dan musyarakah untuk
program pembiayaan. Mudharabah yaitu jenis pembiayaan dimana bank dapat menyediakan
pembiayaan modal investasi atau modal kerja hingga 100%, sedangkan nasabah menyediakan
usaha manajemennya, keuntungan dibagi sesuai kesepakatan bersama dalam bentuk nisbah
(presentase) dari keuntungan. Murabahah yaitu produk perbankan Islam dalam pembiayaan
pembelian barang lokal ataupun internasional, keuntungan diperoleh dari harga barang yang
dinaikkan (bank melakukan suatu mark-up sebelum menjual barang tersebut kepada nasabahnya
atas dasar cost plus profit). Musyarakah adalah pembiayaan sebagian (50%) dari modal usaha
keseluruhan, dalam jenis pembiayaan ini bank dapat dilibatkan dalam proses manajemen.
Pembagian keuntungan berdasarkan perjanjian yang disepakati bersama. (Shomad, dkk., 2000)
Dalam pendanaan kepada nasabah dalam bentuk pemberian pembiayaan, ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan penilaian pembiayaan. Oleh karena itu, layak
tidaknya pembiayaan yang diberikan akan sangat mempengaruhi stabilitas keuangan bank.
Penilaian pembiayaan harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut (Rahardja, 1997):
1. Keamanan pembiayaan (safety). Harus benar-benar diyakini bahwa pembiayaan tersebut
dapat dilunasi kembali.
2. Terarahnya tujuan penggunaan pembiayaan (suitability). Pembiayaan akan digunakan untuk
tujuan yang sejalan dengan kepentingan masyarakat atau setidaknya tidak bertentangan
dengan peraturan yang berlaku.
4
3. Menguntungkan (profitable). Pembiayaan yang diberikan menguntungkan bagi bank
maupun bagi nasabah.
Permasalahan yang biasanya dialami oleh lembaga keuangan syariah diantaranya modal,
kegiatan operasional, sistem manajemen operasional, sistem manajemen keuangan, dan loyalitas
pembiayaan.
2.2 Jenis-Jenis Pembiayaan
Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua hal, yaitu:
a. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan,
maupun investasi. Sebagai contohnya, pembiayaan untuk membangun pabrik yang nantinya
akan menghasilkan barang, pembiayaan pertanian akan menghasilkan produk pertanian atau
pembiayaan pertambangan akan menghasilkan bahan tambang atau industri lainnya.
Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua hal, yaitu:
1) Pembiayaan modal kerja adalah pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan:
Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun
secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi.
Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.
Misalnya: untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lainnya
yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan.
2) Pembiayaan investasi adalah pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
barang-barang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan
itu.
b. Pembiayaan konsumtif yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Dalam pembiayaan ini
tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena memang untuk digunakan
atau dipakai oleh seseorang atau badan usaha. Sebagai contoh, pembiayaan perumahan,
pembiayaan mobil pribadi, pembiayaan perabotan rumah tangga dan pembiayaan konsumsi
lainnya.
2.2.1 Pembiayaan Modal Kerja
2.2.1.1 Pengertian Pembiayaan Modal Kerja
Pembiayaan Modal Kerja (PMK) syariah adalah suatu pembiayaan jangka pendek yang
diberikan kepada perusahaan untuk membiayai kebutuhan modal kerja usahanya berdasarkan
prinsip-prinsip syariah. Fasilitas dari PMK itu sendiri dapat diberikan kepada seluruh
sektor/subsektor ekonomi yang dinilai prospek, tidak bertentangan dengan syariat Islam dan
tidak dilarang oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta yang dilakukan jenuh oleh
5
Bank Indonesia. Pemberian fasilitas pembiayaan modal kerja kepada debitur/calon debitur
dengan tujuan untuk mengeliminasi risiko dan mengoptimalkan keuntungan bank.
Adiwarman A. Karim mendefinisikan pembiayaan modal kerja syariah adalah
pembiayaan jangka pendek yang diberikan kepada perusahaan untuk membiayai kebutuhan
modal kerja usahanya berdasakan prinsip-prinsip syariah.1 Jangka waktu pembiayaan modal
kerja syariah maksimal 1 tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan. Perpanjangan
fasilitas PMK dilakukan atas dasar hasil analisis terhadap debitur dan fasilitas pembiayaan secara
kesuluruhan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan analisis pemberian pembiayaan antara
lain adalah jenis usaha, skala usaha, tingkat kesulitan usaha yang dijalankan dan karakter
transaksi dalam sektor usaha yang akan dibiayai. Dalam hal pemberian pembiayaan modal kerja,
bank juga harus mempunyai daya analisis yang kuat tentang sumber pembiayaan kembali, yakni
sumber pendapatan (income) proyek yang akan dibiayai.
2.2.1.2 Manfaat, Fitur & Jenis Pembiayaan Modal Kerja
Adapun manfaat dari pembiayaan modal kerja adalah:
a) Membiayai kebutuhan nasabah dalam hal kebutuhan modal kerja, baik untuk modal kerja
pembiayaan jangka berulang, tetap langsung dan tetap angsuran.
b) Digunakan antara lain untuk pembelian inventaris, baik berupa bahan baku (raw material)
maupun barang dagangan (trading goods).
c) Kebutuhan modal kerja operasional serta untuk aktififitas produktif lainnya.2
Adapun fitur yang diberikan oleh Bank Syariah adalah:
a) Berdasarkan prinsip syariah dengan pilihan akad musyarakah, mudharabah, atau
murabahah sesuai dengan spesifikasi kebutuhan modal kerja.
b) Dapat digunakan untuk meningkatkan atau memenuhi tambahan omset penjualan dan
membiayai kebutuhan bahan baku atau biaya-biaya overhead.
c) Jangka waktu pembiayaan disesuaikan dengan spesifikasi modal kerja.
d) Plafond mulai Rp 100 juta.
e) Untuk nasabah perorangan akan dilindungi oleh asuransi jiwa sehingga pembiayaan akan
dilunasi oleh perusahaan asuransi apabila meninggal dunia.
f) Pelunasan sebelum jatuh tempo tidak dikenakan denda.
g) Dapat menggunakan skema revolving maupun non-revolving (bergantung karakteristik
nasabah).
h) Dapat memanfaatkan pembiayaan rekening koran syariah sehingga lebih memudahkan
dalam mencairkan pembiayaan.
Berdasarkan akad yang digunakan dalam produk pembiayaan syariah, jenis PMK dapat
dibagi menjadi lima macam, yakni:
1 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006),
h. 234. 2 http://www.paninbanksyariah.co.id/index.php/mproduk?id=31
6
a. PMK Mudharabah
Pembiayaan mudharabah adalah perjanjian antara peranan dana dan pengelola dana untuk
melakukan kegiatan usaha teartentu, dengan pembiayaan keuntungan antara kedua belah
pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.3
b. PMK Isthisna
Istishna adalah perjanjian jual-beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan
kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan dan penjual.4
c. PMK Salam
Salam adalah perjanjian jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat
tertentu dan pembayaran harga terlebih dahulu.5
d. PMK Murabahah
Murabahah adalah perjanjian jual-beli antara bank dan nasabah dimana Bank Syariah
membeli barang yang diperlukan oleh nasabah dan kemudian menjualnya kepada nasabah
yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin/keuntungan yang
disepakati antara Bank Syariah dan nasabah.6
e. PMK Ijarah
Ijarah adalah perjanjian sewa-menyewa suatu barang dalam waktu tertentu melalui
pembayaran sewa.7
Bank Syariah dapat memenuhi seluruh kebutuhan modal kerja dengan menjalin
hubungan partnership dengan nasabah, dimana bank bertindak sebagai penyandang dana
(shahibul maal), sedangkan nasabah sebagai pengusaha (mudharib). Skema pembiayaan seperti
ini disebut dengan mudharabah (trust finanshing). Fasilitas ini dapat didirikan untuk jangka
waktu tertentu, sedangkan bagi hasil dibagi secara periodik dengan nisbah yang telah disepakati.
Setelah jatuh tempo, nasabah mengembalikan jumlah dana tersebut beserta porsi bagi hasil (yang
belum dibagikan) yang menjadi bagian bank.
2.2.1.3 Unsur Pembiayaan Modal Kerja
Unsur-unsur modal kerja syariah dapat dibagi menjadi beberapa komponen yaitu: sebagai
alat likuid (cash), piutang dagang (receivable), dan persediaan (inventory) yang umumnya terdiri
atas persediaan bahan baku (raw material), persediaan barang dalam proses (work in process),
dan persediaan barang jadi (finished goods). Oleh karena itu, pembiayaan modal kerja
merupakan salah satu atau kombinasi dari pembiayaan likuiditas (cash financing), pembiayaan
piutang (receivable financing), dan pembiayaan persediaan (inventory financing).8
3 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia, 2004), h. 188.
4 Ibid., h. 189.
5 Ibid., h. 188.
6 Ibid.
7 Ibid., h. 189.
8 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah: Bagi Bankir dan Praktisi Keuangan (Jakarta: Bank Indonesia
dan Tazkia Institute, 1999).
7
A. Pembiayaan Likuiditas
Pembiayaan likuiditas pada umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang
timbul akibat terjadinya ketidaksesuaian (mismatched) antara cash inflow dan cash outflow pada
perusahaan nasabah. Fasilitas yang biasanya diberikan oleh bank konvensional adalah fasilitas
cerukan (overdraft facilities) atau yang biasa disebut kredit rekening koran. Atas pemberian
fasilitas ini bank memperoleh imbalan manfaat berupa bunga atas jumlah rata-rata pemakaian
dana yang disediakan dalam fasilitas tersebut.
Sedangkan Bank Syariah dapat menyediakan fasilitas semacam itu dalam bentuk qardh
timbal balik atau yang disebut compensating balance. Melalui fasilitas ini nasabah harus
membuka rekening giro, dan bank tidak memberikan bonus atas giro tersebut. Bila nasabah
mengalami situasi mismatched, nasabah dapat menarik dana melebihi saldo yang tersedia
sehingga menjadi negatif sampai maksimum jumlah yang disepakati dalam akad. Atas fasilitas
ini, bank tidak dibenarkan meminta imbalan apa pun, kecuali sebatas biaya administrasi
pengelolaan fasilitas tersebut.9
B. Pembiayaan Piutang
Kebutuhan pembiayaan ini timbul pada perusahaan yang menjual barangnya dengan
kredit, tetapi baik jumlah maupun jangka waktunya melebihi kapasitas modal kerja yang
dimilikinya. Bank biasanya memberikan fasilitas berupa:
1. Pembiayaan Piutang (Receivable Financing)
Bank memberikan pinjaman dana kepada nasabah untuk mengatasi kekurangan dana
karena masih tertanam dalam piutang. Atas pinjaman itu bank meminta cessie atas tagihan
nasabah tersebut. Pada dasarnya nasabah berkewajiban untuk menagih sendiri piutangnya.
Tetapi, jika bank merasa perlu, dengan menggunakan cessie tersebut bank berhak untuk menagih
langsung kepada pihak yang berhutang. Hasil penagihan tersebut pertama-tama digunakan untuk
membayar pinjaman nasabah berikut bunganya, dan selebihnya dikreditkan ke rekening nasabah.
Bila ternyata piutang tersebut tidak tertagih, maka nasabah wajib membayar kembali pinjaman
tersebut berikut bunganya kepada bank.
2. Anjak Piutang (Factoring)
Pada fasilitas ini, Bank Syariah memberikan pembiayaan piutang dalam bentuk al-qardh
di mana bank tidak boleh meminta imbalan, kecuali biaya administrasi. Untuk kasus anjak
piutang, bank dapat memberikan fasilitas pengambil alihan piutang, yaitu yang disebut hiwalah.
Tetapi untuk fasilitas ini pun bank tidak dibenarkan meminta imbalan, kecuali biaya layanan atau
biaya administrasi dan biaya penagihan. Dengan demikian, Bank Syariah meminjamkan uang
(qardh) sebesar piutang yang tertera dalam dokumen piutang (wesel tagih atau promes) yang
diserahkan kepada bank tanpa potongan. Akan tetapi, jika ternyata pada saat jatuh tempo hasil
tagihan itu digunakan untuk melunasi hutang nasabah kepada bank. Tetapi bila ternyata piutang
9 Zainul Arifin, “Pasar Uang dan Valuta Asing Berbasis Syariah”, paper dipresentasi di Bank Indonesia,
Jakarta, 21 Desember 1998.
8
tersebut tidak ditagih, maka nasabah harus membayar kembali hutangnya itu kepada bank. Selain
itu, sebagian ulama memberikan jalan keluar berupa pembelian surat hutang (bai’ al-dayn),
tetapi sebagian ulama melarangnya.10
C. Pembiayaan Persediaan (Inventory Financing)
Bank Syariah mempunyai mekanisme tersendiri untuk memenuhi kebutuhan pendanaan
persediaan tersebut, yaitu antara lain dengan menggunakan prinsip jual-beli (al-bai’) dalam dua
tahap. Tahap pertama, bank mengadakan (membeli dari suplier secara tunai) barang-barang
yang dibutuhkan oleh nasabah. Tahap kedua, bank menjual kepada nasabah pembeli dengan
pembayaran tangguh dan dengan mengambil keuntungan yang disepakati bersama, antara bank
dengan nasabah. Ada beberapa skema jual-beli yang dipergunakan untuk meng-approach
kebutuhan tersebut yaitu:
1. Bai’ al-Murabahah
Pembiayaan persediaan dalam usaha produksi terdiri dari biaya pengadaan bahan baku
dan penolong. Melalui proses produksi, bahan baku tersebut akan menjadi barang setengah jadi,
kemudian menjadi barang jadi yang siap untuk dijual. Apabila barang jadi tersebut dijual dengan
kredit, maka akan berubah menjadi piutang, dan melalui proses collection akan berubah menjadi
kas kembali.
Pembiayaan ini juga dapat diberikan kepada nasabah yang hanya membutuhkan dana
untuk pengadaan bahan baku dan bahan penolong. Sementara itu, biaya proses produksi dan
penjualan, seperti upah tenaga kerja, biaya pengepakan, biaya distribusi, serta biaya-biaya
lainnya dapat ditutup dalam jangka waktu sesuai dengan lamanya perputaran modal kerja
tersebut, yaitu dari pengadaan persediaan bahan baku, sampai terjualnya hasil produksi, dan hasil
penjualan diterima dalam bentuk tunai (cash).
2. Bai’ al Istishna’
Melalui fasilitas ini bank melakukan pemesanan barang dengan harga yang disepakati
kedua belah pihak (biasanya sebesar biaya produksi ditambah keuntungan bagi produsen, tetapi
lebih rendah dari harga jual) dan dengan pembayaran di muka secara bertahap, sesuai dengan
tahap-tahap proses produksi. Setiap selesai satu tahap, bank meneliti spesifikasi dan kualitas
work in process tersebut, kemudian melakukan pembayaran untuk proses tahap berikutnya,
sampai tahap akhir dari proses produksi tersebut hingga berupa bahan jadi. Dengan demikian,
kewajiban dan tanggung jawab pengusaha adalah keberhasilan proses produksi tersebut sampai
menghasilkan barang jadi sesuai dengan kuantitas dan kualitas yang telah diperjanjikan. Bila
produksi gagal, pengusaha berkewajiban menggantinya, apakah dengan cara memproduksi lagi
ataupun dengan cara membeli dari pihak lain.
Setelah barang selesai, produk tersebut statusnya menjadi milik bank. Tentu saja bank
tidak bermaksud untuk membeli barang itu untuk dimiliki, melainkan untuk segera dijual
kembali dengan mengambil keuntungan. Pada saat yang kurang lebih bersamaan dengan proses
10
Bank Islam Malaysia Berhad, Islamic Banking Practice From The Practitioner’s Perspective, (Kuala
Lumpur: BIMB, 1994).
9
pemberian fasilitas ba’i al-istishna’ tersebut, bank juga telah mencari potential purchaser dari
produk yang dipesan oleh bank tersebut. Dalam praktiknya, potential buyer tersebut telah
diperoleh nasabah. Dengan adanya pembelian dari nasabah produsen dan penjualan kepada pihak
pembeli itu menghasilkan skema pembiayaan berupa istishna’ paralel atau istishna’wal
murabahah, dan bila hasil produksi tersebut disewakan, skemanya menjadi istishna’ wal ijarah.
Bank memperoleh keuntungan dari selisih harga beli (istishna’) dengan harga jual (murabahah)
atau dari hasil sewa (ijarah).11
3. Bai’ as Salam
Melalui fasilitas ini bank melakukan pemesanan barang kepada nasabah dengan pembayaran
di muka secara sekaligus, dan nasabah berkewajiban men-deliver barang tersebut pada tanggal
yang disepakati dalam kontrak. Pada waktu yang bersamaan bank dapat mencari pembeli atas
produk tersebut. Kombinasi ini disebut salam paralel.12
D. Pembiayaan Modal Kerja untuk Perdagangan
1. Perdagangan Umum
Perdagangan umum adalah perdagangan yang dilakukan dengan target pembeli siapa saja
yang datang membeli barang-barang yang telah disediakan di tempat penjual, baik pedagang
eceran (retailer) maupun pedagang besar (whole seller). Pada umumnya perputaran modal kerja
(working capital turnover) perdagangan semacam ini sangat tinggi, tetapi pedagang harus
mempertahankan sejumlah persediaan yang cukup, karena barang-barang yang dijual itu sebatas
jumlah persediaan yang ada atau telah dikuasai penjual. Untuk pembiayaan modal kerja
perdagangan jenis ini skema yang paling tepat adalah skema mudharabah.13
2. Perdagangan Berdasarkan Pesanan
Perdagangan ini biasanya tidak dilakukan atau diselesaikan di tempat penjual, yaitu
seperti perdagangan antarkota, perdagangan antarpulau, atau perdagangan antarnegara. Pembeli
terlebih dulu memesan barang-barang yang dibutuhkan kepada penjual berdasarkan contoh
barang atau daftar barang serta harga yang ditawarkan. Biasanya pembeli hanya akan membayar
apabila barang-barang yang dipesan telah diterimanya. Hal ini untuk menghindari kemungkinan
risiko akibat ketidakmampuan penjual memenuhi pesanan, atau ketidaksesuaian jumlah dan
kualitas barang yang dikirimkan dengan spesifikasi yang dimaksud dalam surat penawaran atau
pemesanan.
Berdasarkan pesanan itu penjual lalu mengumpulkan barang-barang yang diminta,
dengan cara membeli atau memesan, baik dari produsen maupun dari pedagang lainnya. Setelah
terkumpul, barulah dikirimkan kepada pembeli sesuai pesanan. Apabila barang telah dikirim,
maka penjual juga menghadapi kemungkinan risiko tidak dibayarnya barang yang dikirimnya
itu. Untuk mengatasi masalah tersebut Bank Syariah telah dapat mengadopsi mekanisme L/C
11
AAOIFI, Accounting and Auditing and Governance Standards for Islamic Financial Institution (Bahrain:
Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution (AAOIFI), Manama, 1999). 12
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah: Suatu Pengenalan Umum (Jakarta: Bank Indonesia dan
Tazkia Institute, 1999). 13
Sami Hasan Ahmad Hamoud, Tathwiir Al-A’mal Al-Mash-rafiyyah bima Yattafiqu wasy-Syariah Al-
Islamiyah (Amman: Matbaatu Asy-Syarq wa Maktabatuha, 1982).
10
dengan menggunakan skema al-wakalah, al-musyarakah, al-mudharabah, ataupun al-
murabahah. Dalam hal al-wakalah, Bank Syariah hanya memperoleh pendapatan berupa fee atas
jasa yang diberikannya.
2.2.1.4 Persyaratan Pengajuan Pembiayaan Modal Kerja
Adapun persyaratan administratif dalam pengajuan pembiayaan modal kerja adalah
sebagai berikut:
A. Individu
Formulir permohonan pembiayaan untuk individu
Photocopy KTP dan Kartu Keluarga
Photocopy Surat Nikah (bila sudah menikah)
Photocopy NPWP
Slip gaji & surat keterangan kerja (untuk pegawai/karyawan) yang asli
Laporan keuangan/laporan usaha 2 tahun terakhir
Photocopy mutasi rekening buku tabungan/statement giro 6 bulan terakhir
Photocopy rekening telepon dan listrik 3 bulan terakhir
Bukti legalitas jaminan (SHM/SHGB/BPKB/bilyet deposito/dan lain-lain)
Bukti-bukti purchase order atau Surat Perintah Kerja (SPK) jika ada
B. Institusi/Perusahaan
Surat permohonan pembiayaan dari manajemen/pengurus
NPWP institusi yang masih berlaku
Legalitas pendirian dan perubahannya (jika ada) dan pengesahannya
Izin-izin usaha: SIUP, TDP, SKD, SITU, dan lainnya (jika dibutuhkan) yang masih
berlaku
Data-data pengurus perusahaan
Laporan keuangan 2 tahun terakhir
Photocopy mutasi rekening buku tabungan/statement giro 6 bulan terakhir
Bukti legalitas jaminan (SHM/SHGB/BPKB/ bilyet deposito/dan lain-lain)
Bukti-bukti purchase order atau Surat Perintah Kerja (SPK) jika ada
2.2.2 Pembiayaan Investasi
2.2.2.1 Pengertian Pembiayaan Investasi
Yang dimaksud dengan investasi adalah penanaman dana dengan maksud untuk
memperoleh imbalan/manfaat/keuntungan dikemudian hari, mencakup hal-hal berikut antara
lain:14
a. Imbalan yang diharapkan dari investasi adalah berupa kentungan dalam bentuk uang.
(financial benefit).
14
Adiwarman Karim, Op. Cit., h. 236-237.
11
b. Bahan usaha umumnya bertujuan untuk memperoleh keuntungan berupa uang, sedangkan
badan sosial dan badan-badan pemerintah lainnya lebih bertujuan memberikan manfaat
sosial (social benefit) dibandingkan dengan keuntungan.
c. Bahan-bahan usaha yang mendapat pembiyaan investasi dari bank harus mampu
memperoleh keuntungan finansial (financial benefit) agar dapat hidup dan berkembang serta
memenuhi kewajiban kepada bank.
Dana yang ditanam dalam aktiva seperti halnya dana yang diinvestasikan ke dalam aktiva
lancar juga mengalami proses perputaran, walaupun secara konsepsional sebenarnya tidak ada
perbedaan antara investasi dalam aktiva tetap dengan investasi dalam aktiva lancar.
Baik investasi dalam aktiva lancar maupun investasi dalam aktiva tetap dilakukan dengan
harapan bahwa perusahaan akan dapat memperoleh kembali dana yang diinvestasikan tersebut.
Masalahnya adalah perputaran dana yang tertanam dalam kedua jenis aktiva tersebut berbeda,
yaitu investasi ke dalam aktiva lancar diharapkan akan dapat diterima kembali dalam waktu
dekat secara sekaligus (paling lama dalam 1 tahun), sebaliknya dalam investasi pada aktiva tetap
dana yang tertanam tersebut baru akan kembali secara keseluruhan dalam waktu beberapa tahun
dan kembalinya itu secara berangsur-angsur melalui penyusutan (depresiasi).15
Jadi, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pembiayaan investasi adalah
pembiayaan jangka menengah atau jangka panjang untuk pembelian barang-barang modal yang
diperlukan untuk:16
1. Pendirian proyek baru, yakni pendirian atau pembangunan proyek/pabrik dalam rangka
usaha baru.
2. Rehabilitasi, yakni penggantian mesin/peralatan lama yang sudah rusak dengan
mesin/peralatan baru yang lebih baik,
3. Modernisasi, yakni penggantian menyeluruh mesin/peralatan lama dengan mesin/peralatan
baru yang tingkat teknologinya lebih baik/tinggi.
4. Ekspansi, yakni penambahan mesin/peralatan yang telah ada dengan mesin/peralatan baru
dengan teknologi sama atau lebih baik/tinggi.
5. Relokasi proyek yang sudah ada, yakni pemindahan lokasi proyek/pabrik secara keseluruhan
(termasuk sarana penunjang kegiatan pabrik, seperti laboratorium, atau gudang) dari suatu
tempat ke tempat lain lokasinya lebih tepat/baik.
Pembiayaan investasi dipergunakan untuk proyek-proyek yang dapat mendorong
peningkatan ekspor, menyerap banyak tenaga kerja, mempunyai dampak ganda pada sektor-
sektor lain (multiplier effect), meningkatkan kegiatan koperasi dan golongan ekonomi lemah
termasuk sektor informal, serta memberikan social benefit.
Pembiayaan investasi adalah produk pembiayaan yang akan membantu kebutuhan
investasi usaha sehingga mendukung rencana ekspansi yang telah tersusun.17
Pembiayaan
investasi diberikan kepada nasabah untuk keperluan penambahan modal guna mengadakan
15
http://rahmikhoziah.blogspot.com/2012/06/pembiayaan-investasi-syariah.html 16
Adiwarman A.Karim, op. cit.,h. 237. 17
http://www.muamalatbank.com/home/produk/pembiayaan_invest
12
rehabilitasi, perluasan usaha ataupun pendirian proyek baru. Ciri-ciri pembiayaan investasi
adalah:
a) Untuk pengadaan barang-barang modal
b) Mempunyai perencanaan yang matang dan terarah
c) Berjangka waktu menengah dan panjang
Melihat luas aspek yang dikelola dan dipantau, maka untuk pembiayaan investasi di Bank
Syariah menggunakan skema musyarakah mutanaqishah. Dalam hal ini, bank memberikan
pembiayaan dengan prinsip penyertaan, dan secara bertahap bank melepaskan penyertaannya dan
pemilik perusahaan akan mengambil alih kembali, baik dengan menggunakan surplus cash flow
yang tercipta maupun dengan menambah modal, baik yang berasal dari setoran pemegang saham
yang ada maupun dengan mengundang pemegang saham baru. Skema lain yang dapat digunakan
adalah ijarah muntahia bi tamlik, yaitu menyewakan barang modal dengan opsi kepemilikan
setelah masa sewa berakhir.18
2.2.2.2 Manfaat, Fitur & Jenis Pembiayaan Investasi
Manfaat dari pembiayaan investasi syariah ini adalah sebagai berikut:
1. Membiayai kebutuhan nasabah dalam hal kebutuhan investasi baik untuk investasi
pembiayaan jangka menengah maupun investasi pembiayaan jangka panjang.
2. Digunakan antara lain untuk pembelian inventaris, baik berupa bahan baku (raw material)
maupun barang dagangan (trading goods).
3. Kebutuhan investasi operasional serta untuk aktifitas produktif lainnya.
Fitur dari pembiayaan investasi syariah adalah:
1. Berdasarkan prinsip syariah dengan akad murabahah atau ijarah sesuai dengan spesifikasi
kebutuhan investasi.
2. Dapat digunakan untuk pembelian atau penyewaan tempat usaha, peralatan investasi (mesin,
kendaraan, alat berat, dan lain-lain), dan pembangunan.
3. Jangka waktu pembiayaan hingga 5 tahun.
4. Plafond mulai Rp 100 juta.
5. Untuk nasabah perorangan akan dilindungi oleh asuransi jiwa sehingga pembiayaan akan
dilunasi oleh perusahaan asuransi apabila meninggal dunia.
6. Pelunasan sebelum jatuh tempo tidak dikenakan denda.
Berdasarkan akad yang digunakan dalam produk pembiayaan syariah, jenis Pembiayaan
Investasi (PI) dapat dibagi menjadi empat macam, yakni:
1. PI Murabahah, adalah pembiayaan investasi untuk keperluan jasa konstruksi atau pengadaan
pesanan, berdasarkan SPK (Surat Perintah Kerja), dimana bank memberikan modal sesuai
porsinya, setelah dikurangi self financing (modal sendiri). Contoh pembiayaan ini adalah:
pembangunan gedung, jembatan pemasangan instalasi mesin, pembelian gedung/ruko,
pemasangan dan pengadaan Air Condition (AC), dan lain-lain. Tujuan/keuntungan: turut
18
Jihad Abdullah Husain Abu Uwaimir, Attarsyid Asy-Syari lil-Bunuk Al-Qaimah (Kairo: Al-Ittihad Ad-
Dauli lil-Bunuk Al-Islamiah, 1986).
13
membantu badan usaha dalam hal investasi untuk pelaksanaan proyek jasa konstruksi atau
pengadaan barang.
2. PI IMBT (Ijarah Muntahiyya Bi Tamlik), adalah pembiayaan investasi untuk keperluan
menyewa, membangun gedung, memiliki kendaraan, dan lain-lain dengan mengangsur
dimana diakhir periode angsuran nasabah dapat memiliki aktiva tersebut atau hanya sewa
saja. Tujuan/keuntungan: turut membantu badan usaha jasa umum untuk memenuhi
kebutuhan aktiva tetap.
3. PI Salam, adalah pembiayaan investasi untuk pembelian barang yang masih dipesan dahulu
dengan pembayaran tunai di awal. Nasabah memesan barang ke bank, kemudian bank
membayar tunai kepada produsen. Barang tersebut kemudian dibayar oleh nasabah ke bank
secara cicilan. Contoh pembiayaan ini adalah: pembangunan gedung, membuat furniture,
dan lain-lain. Tujuan/keuntungan: turut membantu badan usaha jasa umum untuk memenuhi
kebutuhan aktiva tetap.
4. PI Istishna’, adalah pembiayaan investasi untuk keperluan jasa konstruksi atau pengadaan
pesanan, berdasarkan SPK (Surat Perintah Kerja). Contoh pembiayaan ini adalah:
pembangunan gedung, jembatan, pemasangan instalasi mesin, pemasangan dan pengadaan
Air Condition (AC), dan lain-lain. Tujuan/keuntungan: turut membantu badan usaha jasa
umum untuk memenuhi kebutuhan aktiva tetap.19
2.2.1.4 Persyaratan Pengajuan Pembiayaan Investasi
Adapun persyaratan administratif dalam pengajuan pembiayaan investasi adalah sebagai
berikut:
A. Individu
Formulir permohonan pembiayaan untuk individu
Photocopy KTP dan Kartu Keluarga
Photocopy Surat Nikah (bila sudah menikah)
Photocopy NPWP
Slip gaji & surat keterangan kerja (untuk pegawai/karyawan) yang asli
Laporan keuangan/laporan usaha 2 tahun terakhir
Photocopy mutasi rekening buku tabungan/statement giro 6 bulan terakhir
Photocopy rekening telepon dan listrik 3 bulan terakhir
Bukti legalitas jaminan (SHM/SHGB/BPKB/bilyet deposito/dan lain-lain)
Daftar kebutuhan dan bukti penawaran atas pengadaan rencana investasi yang diajukan
B. Institusi/Perusahaan
Surat permohonan pembiayaan dari manajemen/pengurus
NPWP institusi yang masih berlaku
Legalitas pendirian dan perubahannya (jika ada) dan pengesahannya
19
http://bankdkisyariah.co.id/?page=investasi
14
Izin-izin usaha: SIUP, TDP, SKD, SITU, dan lainnya (jika dibutuhkan) yang masih
berlaku
Data-data pengurus perusahaan
Laporan keuangan 2 tahun terakhir
Photocopy mutasi rekening buku tabungan/statement giro 6 bulan terakhir
Bukti legalitas jaminan (SHM/SHGB/BPKB/ bilyet deposito/dan lain-lain)
Daftar kebutuhan dan bukti penawaran atas pengadaan rencana investasi yang diajukan
Selain itu, Bank dapat memberikan pembiayaan investasi, dengan ketentuan sebagai
berikut:
a) Melakukan penilaian atas proyek yang akan dibiayai dengan mendasarkan prinsip-prinsip
pemberian pembiayaan yang sehat.
b) Memperhatikan peraturan pemerintah tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL)
c) Jangka waktu pembiayaan maksimal 12 (dua belas tahun)
d) Memenuhi ketentuan-ketentuan bankable yang berlaku (seperti persyaratan penerima
pembiayaan, dan jaminan).
2.2.3 Pembiayaan Konsumtif
2.2.3.1 Pengertian Pembiayaan Konsumtif
Secara defenitif, konsumsi adalah kebutuhan individual meliputi kebutuhan baik barang
ataupun jasa yang tidak dipergunakan untuk tujuan usaha. Dengan demikian yang dimaksud
pembiayaan konsumtif adalah jenis pembiayaan yang diberikan untuk tujuan di luar usaha dan
umumnya bersifat perorangan.20
Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi dan akan habis dipakai untuk memenuhi kebutuhan tersebut yang pada umumnya
bersifat uang. Kebutuhan konsumsi dapat dibedakan atas kebutuhan primer (pokok atau dasar)
dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer adalah kebutuhan pokok, baik berupa barang, seperti
makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal, maupun berupa jasa, seperti pendidikan dasar
dan pengobatan. Sedangkan kebutuhan sekunder adalah kebutuhan tambahan, yang secara
kuantitatif maupun kualitatif lebih tinggi atau lebih mewah dari kebutuhan primer, baik berupa
barang, seperti makanan dan minuman, pakaian/perhiasan, bangunan rumah, kendaraan, dan
sebagainya, maupun berupa jasa seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, pariwisata, hiburan,
dan sebagainya.21
Dalam menetapkan akad pembiyaan konsumtif, langkah-langkah yang perlu dilakukan
bank adalah sebagai berikut:22
20
http://khotneeda.blogspot.com/2011/12/pembiayaan-modal-kerja-syariah.html 21
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), h. 168. 22
Adiwarman Karim, op. cit., h. 244.
15
a) Apabila kegunaan pembiayaan yang dibutuhkan nasabah adalah untuk kebutuhan konsumtif
semata, harus dilihat dari sisi apakah pembiyaan tersebut berbentuk pembiayaan barang atau
jasa.
b) Jika untuk pembelian barang, faktor selanjutnya yang harus dilihat adalah apakah barang
tersebut berbentuk ready stock atau good in process. Jika ready stock pembiayaan yang
diberikan adalah pembiayaan murabahah. Namun, jika berbentuk good in process, yang
harus dilihat berikutnya adalah dari sisi apakah proses barang tersebut memerlukan waktu
dibawah enam bulan atau lebih. Jika dibawah enam bulan, pembiayaan yang diberikan
adalah pembiayaan salam. Jika proses barang tersebut memerlukan waktu lebih dari enam
bulan, pembiayaan yang diberikan adalah istishna’.
c) Jika pembiyaan tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan nasabah dibidang jasa,
pembiyaan yang diberikan adalah ijarah.
2.2.3.2 Jenis & Macam-Macam Pembiayaan Konsumtif
Menurut jenis akadnya dalam produk pembiayaan syariah, Pembiayaan Konsumtif (PK)
dapat dibagi menjadi 5 (lima) bagian, yaitu:
a) PK Akad Murabahah
b) PK Akad IMBT
c) PK Akad Ijarah
d) PK Akad Istishna
e) PK Akad Qard + Ijarah
Menurut Abdul Gafoor, pembiayaan konsumsi terdiri dari mark-up, leasing, hire
purchase, sell and buy back, dan letters of credit.
1. Disebut mark-up apabila pihak bank membeli barang yang diinginkan client dengan
kesepakatan bahwa client setuju untuk membayar barang itu beserta keuntungannya kepada
bank.
2. Leasing; dimana bank membeli barang yang diinginkan client dan menyewakannya kepada
client dengan periode yang disepakati bersama. Di akhir periode, client membayar selisih
harga yang disepakati di awal periode kepada bank untuk menjadi pemilik barang tersebut.
3. Skema hire purchase hampir sama dengan leasing. Bedanya client hanya membayar sewa
dengan periode tertentu yang telah disepakati dan pada akhir periode, client secara otomatis
menjadi pemilik barang tersebut.
4. Jika client menjual salah satu barang miliknya kepada bank dengan harga yang disepakati
bersama dengan syarat ia akan membeli kembali barang itu setelah periode tertentu dengan
harga yang telah disepakati. Skema ini dinamakan sell and buy back.
5. Letters of credit adalah skema dimana bank menggaransi atau menjamin impor suatu barang
dengan dananya sendiri untuk pihak client, lalu kedua pihak berbagi keuntungan dari hasil
penjualan barang tersebut. (Abdul Gafoor, 1995: 43-44).
Pada umumnya, bank membatasi pemberian kredit untuk pemenuhan barang tertentu
yang dapat disertai dengan bukti kepemilikan yang sah, seperti rumah dan kendaraan bermotor,
16
yang kemudian menjadi barang jaminan utama (main collateral). Sedangkan untuk pemenuhan
kebutuhan jasa, bank meminta jaminan berupa barang lain yang dapat diikat sebagai collateral.
Sumber pembayaran kembali atas pembiayaan tersebut berasal dari sumber pendapatan lain, dan
bukan dari eksploitasi barang yang dibiayai dari fasilitas ini.
Bank Syariah dapat menyediakan pembiayaan komersil untuk pemenuhan kebutuhan
barang konsumsi dengan menggunakan skema:23
a) Al-bai’ bi tsaman ajil (salah satu bentuk murabahah) atau jual-beli dengan angsuran
b) Al-ijarah al muntahia bit tamlik atau sewa beli.
c) Al-musyarakah mutanaqhishah atau descreasing participation, di mana secara bertahap
bank menurunkan jumlah partisipasinya
d) Ar-Rahn untuk memenuhi kebutuhan jasa.
Pembiayaan konsumsi tersebut di atas lazim digunakan untuk pemenuhan kebutuhan
sekunder. Sedangkan kebutuhan primer pada umumnya tidak dapat dipenuhi dengan pembiayaan
komersil. Seseorang yang belum mampu memenuhi kebutuhan pokoknya tergolong fakir atau
miskin, dan oleh karena itu ia wajib diberikan zakat atau shadaqah, atau maksimal diberikan
pinjaman kebajikan (al-qardh al-hasan), yaitu pinjaman dengan kewajiban pengembalian
pinjaman pokoknya saja, tanpa imbalan apa pun.
Pembiayaan konsumsi di atas digunakan untuk pemenuhan kebutuhan sekunder. Pada
umumnya kebutuhan primer tidak dapat dipenuhi dengan pembiayaan ini. Seseorang yang belum
mampu mencukupi kebutuhan primernya dikategorikan fakir atau miskin. Maka ia wajib diberi
zakat atau sedekah, atau maksimal diberikan pinjaman kebajikan (al-qardh al-hasan), yaitu
pinjaman dengan kewajiban pengembalian pinjaman pokoknya saja, tanpa imbalan apapun.24
23
Sami Hasan Ahmad Hamoud, Loc. Cit. 24
Muhammad Syafi’I Antonio, Loc. Cit.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perjanjian pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang terdiri dari prinsip mudharabah,
prinsip musyarakah, prinsip murabahah, prinsip istishna’, prinsip salam dan prinsip al-ijarah al-
muntahia bit-tamlik mempunyai sistem serta bentuk dan struktur hukum, yaitu sistem bagi hasil,
sistem jual beli dan sistem ijarah. Perjanjian pembiayaan dengan sistem bagi hasil berdasarkan
prinsip mudharabah dan musyarakah menggunakan struktur hukum persekutuan atau
partnership, sedangkan sistem jual beli berdasarkan prinsip murabahah, al-istishna’ dan as-
salam menggunakan struktur hukum jual beli. Perjanjian yang menggunakan struktur hukum
persekutuan dan jual beli sifatnya konsensuil obligatoir karena perjanjiannya terbentuk dengan
kata sepakat. Kedua struktur itu adalah termasuk perjanjian bernama karena telah diatur dalam
KUHP, termasuk juga perjanjian timbal-balik karena menimbul hak dan kewajiban secara
timbal-balik, termasuk juga perjanjian riil apabila obyek perjanjiannya barang bergerak atau
perjanjian formil apabila obyek perjanjiannya barang tak bergerak. Perjanjian pembiayaan
dengan sistem ijarah berdasarkan prinsip ijarah al-muntahia bit-tamlik menggunakan struktur
hukum sewa beli yang belum diatur dalam KUHP yang disebut perjanjian tidak bernama. Ketiga
sistem perjanjian pembiayaan yakni sistem bagi hasil, sistem jual-beli dan sistem ijarah dibuat
secara tertulis dalam bentuk perjanjian standar.
3.2 Saran
Penulis memberikan saran kepada pembaca untuk menggunakan produk pembiayaan
yang telah disedikan oleh Bank Syariah untuk mendirikan usaha maupun pengembangan usaha
dengan baik dan benar.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Karim, Adiwarman A., Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2006.
2. http://www.paninbanksyariah.co.id/index.php/mproduk?id=31
3. Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, Yogyakarta: Ekonisia, 2004.
4. Antonio, Muhammad Syafii, Bank Syariah: Bagi Bankir dan Praktisi Keuangan, Jakarta:
Bank Indonesia dan Tazkia Institute, 1999.
5. Arifin, Zainul, “Pasar Uang dan Valuta Asing Berbasis Syariah”, paper dipresentasi di
Bank Indonesia, Jakarta, 21 Desember 1998.
6. Berhad, Bank Islam Malaysia, Islamic Banking Practice From The Practitioner’s
Perspective, Kuala Lumpur: BIMB, 1994.
7. AAOIFI, Accounting and Auditing and Governance Standards for Islamic Financial
Institution, Bahrain: Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution
(AAOIFI), Manama, 1999.
8. Antonio, Muhammad Syafii, Bank Syariah: Suatu Pengenalan Umum, Jakarta: Bank
Indonesia dan Tazkia Institute, 1999.
9. Hamoud, Sami Hasan Ahmad, Tathwiir Al-A’mal Al-Mash-rafiyyah bima Yattafiqu wasy-
Syariah Al-Islamiyah, Amman: Matbaatu Asy-Syarq wa Maktabatuha, 1982.
10. http://rahmikhoziah.blogspot.com/2012/06/pembiayaan-investasi-syariah.html
11. http://www.muamalatbank.com/home/produk/pembiayaan_invest
12. Uwaimir, Jihad Abdullah Husain Abu, Attarsyid Asy-Syari lil-Bunuk Al-Qaimah, Kairo: Al-
Ittihad Ad-Dauli lil-Bunuk Al-Islamiah, 1986.
13. http://bankdkisyariah.co.id/?page=investasi
14. http://khotneeda.blogspot.com/2011/12/pembiayaan-modal-kerja-syariah.html
15. Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Jakarta: Gema Insani,
2001.