tugas imun spesifik

68
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerusakan jaringan, tubuh manusia dibekali sistem pertahanan untuk melindungi dirinya. Sistem pertahanan tubuh yang dikenal sebagai mekanisme imunitas alamiah ini, merupakan tipe pertahanan yang mempunyai spektrum luas, yang artinya tidak hanya ditujukan kepada antigen yang spesifik. Selain itu, di dalam tubuh manusia juga ditemukan mekanisme imunitas yang didapat yang hanya diekspresikan dan dibangkitkan karena paparan antigen yang spesifik. Tipe yang terakhir ini, dapat, dapat dikelompokkan manjadi imunitas yang didapat secara aktif dan didapat secara pasif (Roeslan, 2 0 0 0 ) . Berbagai organik dan anorganik, baik yang hidup maupun yang mati, asal hewan, tumbuhan, jamur bakteri, virus, parasit, berbagai debu dalam polusi, uap, asap dan lain-lain iritan, ditemukan dalam lingkungan hidupdan kerja kita sehingga setiap saat bahan-bahan tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan 1

Upload: deborapaninsaridepari

Post on 11-Jan-2016

86 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

imunologi

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas imun spesifik

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kerusakan jaringan, tubuh manusia dibekali sistem pertahanan untuk

melindungi dirinya. Sistem pertahanan tubuh yang dikenal sebagai mekanisme

imunitas alamiah ini, merupakan tipe pertahanan yang mempunyai spektrum luas,

yang artinya tidak hanya ditujukan kepada antigen yang spesifik. Selain itu, di

dalam tubuh manusia juga ditemukan mekanisme imunitas yang didapat yang

hanya diekspresikan dan dibangkitkan karena paparan antigen yang spesifik. Tipe

yang terakhir ini, dapat, dapat dikelompokkan manjadi imunitas yang didapat

secara aktif dan didapat secara pasif (Roeslan, 2 0 0 0 ) .

Berbagai organik dan anorganik, baik yang hidup maupun yang mati, asal

hewan, tumbuhan, jamur bakteri, virus, parasit, berbagai debu dalam polusi, uap, asap

dan lain-lain iritan, ditemukan dalam lingkungan hidupdan kerja kita sehingga

setiap saat bahan-bahan tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan

menimbulkan berbagai penyakit bahkan kerusakan jaringan. Selain itu, sel badan

yang menjadi tua dan sel yang bermutasi menjadi ganas, merupakan bahan yang

tidak diingini dan perlu disingkirkan (Baratawidjaja, 2010).

Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur pathogen,

misalnya bakteri, virus, fungus, protozoa dan parasityang dapat menyebabkan infeksi

pada manusia. Infeksi yang terjadi pada manusia normal umumnya singkat dan

jarang meninggalkan kerusakan permanen. Hal ini disebabkan tubuh manusia

memiliki suatu sistem yaitu sistem imun yang melindungi tubuh terhadap unsur-unsur

patogen (Roitt IM, et al, 1993).

1

Page 2: Tugas imun spesifik

Respon imun seseorang terhadap terhadap unsur-unsur patogen sangat bergantung

pada kemampuan system imun untuk mengenal molekul-molekul asing atau antigen

yang terdapat pada permukaan unsur patogen dan kemampuan untuk melakukan

reaksi yang tepat untuk menyingkirkan antigen ((Roitt IM, et al, 1993).

Dalam pandangan sekarang, respon imun diperlukan untuk tiga hal,

yaitu pertahanan, homeostatis dan pengawasan. Yang pertama ditujukan untuk infeksi

mikroorganisme, yang kedua terhadap eliminasi kompone-komponen tubuh yang

sudah tua dan yang ketiga dibutuhkan untuk menghancurkan sel-sel yang

bermutasi terutama yang menjadi ganas. Dengan perkataan lain, respon imun

dapat diartikan sebagai suatu sistem agar tubuh dapat mempertahankan

keseimbangan antara lingkungan di luar dan di dalam badan (Baratawidjaja, 2010).

Sistem imun dapat dibagi menjadi menjadi dua yaitu sistem imun non-

spe s i f i k dan s i s t em imun spe s i f i k . Mekan i sme imu n i t a s spe s i f i k

t im bu l a t au bekerja lebih lambat di bandingkan imunitas spesifik. Pembagian sistem

imun dalam sistem imun nonspesifik dan non-spesifik hanya dimaksudkan unutk

mempermudah pengertian saja. Sebenarnya antara kedua sistem imun

tersebut terjadi kerja sama yang erat, yang satu tidak dapat dipisahkan dari yang lain.

Pada makalah ini akan dijelaskan tentang sistem imun non- spesifik dan sistem

imun spesifik, pembagian serta mekanisme kerja masing-masing.

B. Tujuan

Untuk mengetahui sistem imun pada tubuh, yaitu sistem imun

nonspesifik maupun sistem imun spesifik, mekanisme kerja masing-masing sistem

imun serta interaksi antar kedua sistem imun tersebut.

2

Page 3: Tugas imun spesifik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistem Imun

Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan badan untuk

mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat

ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup (Baratawidjaja, 2010).

Menurut Baratawidjaja (2010) sistem imun dapat dibagi menjadi sistim imun

alamiah atau nonspesifik / natural / innate /native / nonadaptif. Mekanisme imunitas

spesifik timbul atau bekerja lebih lambat dibanding imunitas nonspesifik.

3

Gambar 1. Gambaran Umum Sistem Imun

Page 4: Tugas imun spesifik

Rangsangan terhadap sel-sel tersebut terjadi apabila ke dalam tubuh

masuk suatu zat yang oleh sel atau jaringan dianggap asing, yaitu yang disebut

antigen. Sistem imun dapat membedakan zat asing (non-self) dari zat yang berasal

dari tubuh sendiri (self). Dari beberapa keadaan patologik, sistem imun ini tidak

dapat membedakan self dan non-self sehingga sel-sel dalam sistem imun

membentuk zat anti terhadap jaringan tubuhnya sendiri yang disebut autoantibodi

(Male, et al, 1991).

4

Gambar 2. Mekanisme Sistem Imun

Page 5: Tugas imun spesifik

Respon imun nonspesifik umumnya merupakan imunitas bawaan (innate

immunity) dalam arti bahwa respon zat asing dapat terjadi walaupun tubuh sebelumnya

tidak pernah terpapar pada zat tersebut, sedangkan respon imun spesifik merupakan

respon didapat (acquired) yang timbul terhadap antigen tertentu, terhadap bagian

tubuh mana yang terpapar sebelumnya. Perbedaan utama terhadap kedua jenis respon

imun itu adalah dalam hal spesifisitas dan pembentukan memory terhadap antigen

tertentu pada respon imun spesifik yang tidak terdapat pada respon imun

nonspesifik. Namun telah dibuktikan pula bahwa kedua jenis respon di atas saling

meningkatkan efektifitas dan bahwa respon imun yang terjadi sebenarnya merupakan

interaksi antara satu komponen dengan komponen lain yang dapat terdapat di dalam

sistem imun. Interaksi tersebut berlangsung bersama-sama sedemikian rupa sehingga

menghasilkan suatu aktifasi biologik yang seirama dan serasi (Roitt IM, 1988).

Sistem imun nonspesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam

menghadapi mikroorganisme, oleh karena itu dapat memberikan respon langsung

terhadap antigen, sedangkan sistem imun spesifik membutuhkan waktu untuk

mengenal antigen terlebih dahulu sebelum dapat memberikan responnya

(Baratawidjaja, 2010).

Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang

dianggap asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama kali terpajan dengan

tubuh segera dikenal oleh sistem imun spesifik. Pajanan tersebut menimbulkan

sensitifitatasi, sehingga antigen yang sama dan masuk tubuh untuk kedua kali

akan dikenal lebih cepat dan kemudian dihancurkan. Oleh karena itu, sistem

tersebut disebut spesifik. Untuk menghancurkan benda asing yang berbahaya bagi

tubuh yang bekerja tanpa bantuan sistem imun nonspesifik (Baratawidjaja, 2010).

5

Page 6: Tugas imun spesifik

6

Gambar 3. Mekanisme utama imunitas sistem imun nonspesifik dan

Tabel 1. Perbedaan sifat-sifat sistem imun nonspesifik dan spesifik

Page 7: Tugas imun spesifik

B. Sistem Imun Nonspesifik

Menurut Baratawidjaja (2010) Imunitas nonspesifik fisiologik berupa komponen

normal tubuh, selalu ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah mikroba masuk

tubuh dan dengan cepat menyingkirkannya. Jumlahnya dapat ditingkatkan oleh infeksi.

Mekanismenya tidak menunjukkan spesifitas terhadap bahan asing dan mampu

melindungi tubuh terhadap banyak pathogen potensial. Sistim tersebut merupakan

tahanan terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroba dan dapat memberikan

respon langsung.

1. Defenisi Imun Nonspesifik

Imunitas nonspesifik merupakan respon yang cepat dan identik dengan jumlah yang

banyak tetapi stimulasinya terbatas berupa barrier fisik, kimia dan biologi, sel – sel khusus

dan molekul larut, terdapat disetiap individu tanpa adanya kontak dengan agen infeksius

sebelumnya dan tidak berubah setelah adanya kontak dengan agen infeksius tersebut. Sel

efektor utama imunitas bawaan adalah makrofag, netrofil dan sel netrofil (Cruvinel, et al ,

2010).

Respon imun bawaan (innate immunity) adalah garis pertahanan pertama yang

melindungi host dari infasi patogen termasuk bakteri yang bisa mengancam kelangsungan

hidup. Respon imun bawaan melalui fagositosis dari leukosit, misalnya netrofil dan

magrofag yang berfungsi menginaktifkan dan membersihkan bakteri serta toksinnya.

Pertahanan lini pertama dalam melawan agen infeksius melibatkan pengerahan dan aktifasi

leukosit ke fokus infeksi, dimana leukosit ini akan melokalisasi, membunuh dan

membersihkan patogen. Bukti menunjukan bahwa pengerahan sel leukosit ke fokus infeksi

di rangsang oleh kemoatraktan spesifik di sebut kemokinase (Matsukawa, et al, 2000).

7

Page 8: Tugas imun spesifik

2. Mekanisme Pertahanan Pada Sistem Imun Nonspesifik

a. Pertahanan Lini I terdiri dari :

1) Barier Fisik / Mekanik

Sistem pertahanan fisik atau mekanik ini, kulit, selaput lendir, silia saluran

napas, batuk dan bersin akan mencegah masuknya berbagai kuman patogen

ke dalam tubuh. Kulit yang rusak misalnya oleh luka bakar dan selaput lendir yang

rusak oleh asap rokok akan meninggikan risiko infeksi (Baratawidjaja 2010).

Menurut Baratawidjaja (2010), mekanisme imunitas non-spesifik terhadap

bakteri pada tingkat sawar fisik seperti kulit atau permukaan mukosa:

a. Bakteri yang bersifat simbiotik atau komensal yang ditemukan pada kulit

menempati daerah terbatas pada kulit dan menggunakan hanya sedikit

nutrient, sehingga kolonisasi kolonisasi oleh mikroorganisme patogen sulit

terjadi.

b. Kulit merupakan sawar fisik efektif dan pertumbuhan bakteri dihambat

sehingga agen patogen yang menempel akan dihambat oleh pH rendah dari

asam laktat yang terkandung dalam sebum yang dilepas kelenjar keringat.

c. Sekret dipermukaan mukosa mengandung enzim destruktif seperti lisozim

yang menghancurkan dinding sel bakteri.

d. Saluran napas dilindungi oleh gerakan mukosiliar sehingga lapisan

mukosa secara terus menerus digerakkan menuju arah nasofaring.

e. Bakteri ditangkap oleh mukus sehingga dapat disingkirkan dari saluran

napas.

f. Sekresi mukosa saluran napas dan saluran cerna mengandung peptida

8

Page 9: Tugas imun spesifik

antimikrobial yang dapat memusnahkan mikroba pathogen.

g. Mikroba patogen yang berhasil menembus sawar fisik dan masuk ke

jaringan dibawahnya dapat simusnahkan dengan bantuan komplemen dan

dicerna oleh fagosit.

2) Barier Biokimia

Pertahanan biokimiawi adalah seperti asam hidroklorida dalam lambung,

enzim proteolitik dalam usus, serta lisozim dalam keringat, air mata, dan air susu.

Lisozim dalam keringat, ludah, air mata dan air susu ibu, melindungi tubuh

terhadap berbagai kuman postif-Gram oleh karena dapat menghancurkan lapisan

peptidoglikan dinding bakteri. Air susu ibu juga mengandung laktooksidase dan

asam neuraminik yang mempunyai sifat antibakterial terhafap E.koli dan

stafilokokus (Baratawidjaja , 2010).

9

Gambar 4. Mekanisme pertahanan oleh sel epitel

Page 10: Tugas imun spesifik

b. Pertahanan Lini II terdiri dari:

1) Respon Inflamasi

Garis pertahanan pertama organisme untuk kerusakan jaringan adalah respons

inflamasi (peradangan), proses biologis yang kompleks yang melibatkan vaskular

dan komponen selular dan berbagai zat yang larut, selain memiliki karakteristik

tanda klinis, seperti kemerahan, kehangatan, pembengkakan, nyeri, dan gangguan

fungsional. Tujuan dari proses ini adalah untuk menghapus stimulus merangsang

respon dan mulai jaringan lokal recovery. Ketika peradangan berlangsung,

beberapa sistem biokimia, seperti CS dan koagulasi cascades, diaktifkan untuk

membantu pendirian, pengembangan, dan resolusi dari proses. Selain itu, paruh

pendek larut zat yang dilepaskan, yang mengerahkan tindakan mereka dan yang

terdegradasi. Biasanya, penghapusan berhasil memicu rangsangan mengarah pada

resolusi respon akut dan perbaikan jaringan lengkap (Abbas AK, and Lichtman

AH, 2003).

Respons inflamasi akut berkembang dari sebuah tahap yang dimulai oleh

vaskular sel dalam jaringan segera setelah cedera. Pada dasar, hanya sebagian

kecil dari kapiler terdiri dari jaringan permeabel, tetapi setelah cedera, vasodilatasi

lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler terjadi ditengahi oleh vasoaktif amina,

histamin dan serotonin yang dilepaskan dari sel mast dan monosit menit setelah

cedera. Pada awalnya, elektrolit dan molekul kecil meninggalkan tempat tidur

kapiler, membentuk transudate. Selanjutnya, molekul yang lebih besar, seperti

albumin dan fibrinogen, juga meninggalkan tempat tidur kapiler, membentuk

eksudat. Protein keluar ke ruang disertai dengan kehilangan air dan marginalisasi

10

Page 11: Tugas imun spesifik

leukosit, yang mulai beredar oleh endotelium. Endotelium lokal menjadi

diaktifkan, mengungkapkan permukaan molekul yang mempromosikan kepatuhan

leukosit dan migrasi akhirnya mereka ke jaringan. Beberapa komponen CS, kinins

menghasilkan sistem, dan sistem koagulasi juga meninggalkan ruang ke dan

diaktifkan. Makrofag di jaringan terluka rilis sitokin inflamasi, seperti IL-1, TNF-

α, dan chemokines (Fujiwara and Kobayashi, 2005).

11

SelectinLigandSelectin

1. BEARING

ReceptorChemokineProteoglyc

2. INTEGRINACTIVATION

PECAM-1

4. MIGRATION

LFA-IICAM-I

3. STABLE ADHESION

Endothelium

Inflammatorysite

Mast cellMacrophage

TNFIL-1

Gambar 5. Mekanisme leukosit dari migrasi ke situs inflamasi

Chemokines

Page 12: Tugas imun spesifik

2) Interferon

Interferon adalah sitokin berupa glikoprotein yang diproduksi makrofag yang

diaktifkan, sel NK dan berbagai sel tubuh yang mengandung nukleus dan

dilepas sebagai respons terhadap infeksi virus. IFN mempunya sifat antivirus dan

dapat menginduksi sel-sel sekitar sel yang terinfeksi virus menjadi resisten

terhadap virus. Di samping itu, IFN juga adapat mengaktifkan sel NK. Sel yang

diinfeksi virus atau menjadi ganas akan menunjukkan perubahan pada

permukaannya yang akan dikenal dan dihancurkan sel NK. Dengan demikian

penyebaran virus dapat dicegah (Baratawidjaja, 2010).

3) Fagositosis

Fagosit di mulai dengan adesi antara reseptor permukaan fagosit ke patogen,

kemudian di dalam tubuh fagosit ini akan terbentuk vesikel yang disebut fagosom,

fagosom berubah menjadi lisosom yang di keluarkan secara interniten untuk

mencerna dan mengeliminasi patogen (Heyworth PG, 2003).

Fagositosis, pelapasan mediator inflamasi, aktifasi protein sistem komplemen,

sitokin dan kemokinase merupakan mekanisme utama dari imunitas nonspesifik.

Mekanisme ini di aktifasi oleh stimulasi spesifik berupa struktur molekuler yang

ada pada mikro organisme. Molekul tersebut umumnya di temukan pada

permukaan mikroorganisme seperti lipopolisakarida manose dan asam tekoik

disebut juga pathogen-associatet molecular partterns (PAMPs) dan mengaktifasi

respon imun bawaan melalui interaksi dengan reseptor lain yang dikenal dengan

pattrens recognition receptors (PRR). Interaksi ini mirip dengan interaksi antigen

antibodi atau antigen dan reseptor sel T tetapi dalam imunitas bawaan ini tidak ada

12

Page 13: Tugas imun spesifik

keragaman atau kapasitas adaptive untuk membentuk reseptor baru atau mengenali

pola molekul yang baru (Abbas, and Lichtman, 2003).

Tidak seperti imun respon imun bawaan pada aktifasi sel-sel spesifik (limfosit)

dan molekul terlarul yang dihasilkan limfosit tersebut. Proses respon imun yang di

dapat adalah pengenalan secara spesifik dari keragaman, memori, respon spesifik,

self-restraint, dan toleransi terhadap komponen organismenya. Walaupun sel utama

yang terlibat dalam imun yang di dapat adalah limfosit, APC memainkan peran

penting dalam aktifasinya dengan membawa antigen yang berhubungan dengan

molekul major histo Compatibility Compleks ke sel T (Delves PJ, and Roitt D,

2000).

13

Mannosereceptor

Scavengerreceptor

TLRPeptide receptor forN-methyl-formylated

Gambar 6. Konsep patogen terkait molekul pola (PAMPs) dan pola pengakuan reseptor (PRR). Representasi skematis dari berbagai pola pengakuan reseptor berlabuh di membran sel dan ligan mereka masing -masing (PAMPs).

Page 14: Tugas imun spesifik

Sel – sel fagositik terbagi 2 yaitu:

1. Sel Granulosit

a. Eosinofil

Granulosit dan eosinofil yang penting sel-sel yang melawan infeksi, dan

tindakan mereka antiparasitic (helminths) adalah salah satu yang paling kuat

dan efektif. Mereka juga penting dalam reaksi alergi dan asma. Eosinofil

mengembangkan dalam sumsum tulang, menghasilkan dan menyimpan

berbagai proteolitik sekunder butiran sebelum meninggalkan sumsum. Setelah

14

Gambar 7. Tahap Fagositosis

Page 15: Tugas imun spesifik

pematangan, mereka beredar melalui aliran darah dalam jumlah kecil dan dapat

ditemukan dalam jumlah besar di daerah mucosal, seperti, pencernaan,

pernapasan dan genitourinari tracts (Abbas AK and Lichtman AH 2003).

Mereka melawan infeksi parasit oleh antibodi tergantung diperantarai sel

cytotoxicity, dengan FcεRI reseptor partisipasi. Selama proses ini, mereka

mematuhi patogen yang dilapisi dengan IgE (atau IgA) dan melepaskan isinya

granular setelah FcεRI reseptor mengikat IgE terikat target antigen. Setelah

diaktifkan, eosinofil menyebabkan peradangan melalui produksi dan pelepasan

eosinophilic kationik konten granul. Komponen utama dari butiran ini: protein

dasar utama, eosinophil protein kationik, eosinophil berasal membuat manusia,

dan eosinophil peroksidase, yang memiliki cytotoxicity besar potensi parasit,

tetapi juga dapat menyebabkan cedera jaringan. Eosinophil kationik protein dan

membuat manusia adalah ribonucleases dengan sifat antivirus. Dasar protein

utama menyajikan toksisitas parasit, menginduksi proses degranulasi sel mast

dan basofil, dan mengaktifkan sintesis renovasi faktor oleh sel-sel epitel.

Eosinophil protein kationik menciptakan pori-pori di membran sel target,

memungkinkan masuknya molekul-molekul lain sitotoksik; menghambat

proliferasi TL; menekan produksi antibodi oleh LB; menginduksi proses

degranulasi dari sel mast; dan merangsang sekresi glucosaminoglycans oleh

fibroblast (Parkin J and Cohen B, 2001).

Eosinophil peroksidase membentuk ROS dan tidak, mempromosikan stres

oksidatif dalam sel target dan menyebabkan kematian sel oleh apoptosis dan

necrosis. mekanisme efektor lain yang berkontribusi terhadap proses inflamasi

15

Page 16: Tugas imun spesifik

termasuk produksi berbagai sitokin, seperti IL-1, IL-2, IL-4, IL-5, IL-6, IL-8,

IL-13, dan TNF- α,dan pelepasan proinflamasi lipid mediator, seperti

leukotrien (LTC4, LTD4, LTE4), dan prostaglandin (PGE2). Elastase enzim

dan faktor pertumbuhan TGF-β,faktor pertumbuhan yang berasal dari trombosit

(PDGF), dan faktor pertumbuhan endotel pembuluh (VEGF) memberikan

kontribusi untuk renovasi jaringan (Hogan SP, et al, 2008).

b. Neutrofil

Neutrofil yang leukosit terbanyak dalam darah perifer, dengan peran penting

dalam tahap awal dari reaksi inflamasi dan sensitif terhadap chemotactic agen,

seperti produk-produk pembelahan pecahan pelengkap (C3a dan C5a) dan zat

yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil. Mereka antara sel-sel pertama untuk

bermigrasi dari kapal ke jaringan tertarik oleh chemokines, seperti IL-8, dan

diaktifkan oleh berbagai rangsangan, seperti produk-produk bakteri,

melengkapi protein (C5a), kompleks imun (IC), chemokines, dan sitokin

(Brinkmann V, 2004).

Kapasitas fagositik neutrofil dirangsang dengan mengikat reseptor yang

opsonins, IgG-Fc, C3b dan TLRs. Sel-sel ini juga mengalami proses

degranulasi, merilis tiga kelas butiran dalam lingkungan ekstraseluler:

1. Primer dari azurophilic butiran yang mengandung penting mediator,

seperti myeloperoxidase, defensins, neutrofil elastase, permeability-

increasing protein, dan bakteri cathepsin G.

2. Butiran sekunder dengan komponen khusus disekresikan oleh neutrofil,

dengan lactoferrin adalah contoh utama.

16

Page 17: Tugas imun spesifik

3. Butiran tersier dengan cathepsins dan gelatinases sebagai protein utama.

Studi terbaru menunjukkan bahwa neutrofil juga dapat menghasilkan apa

yang disebut neutrofil ekstraseluler perangkap (NETs) dibentuk oleh zat-zat

granul dan nuklir komponen mampu memanggil off faktor virulensi dan

menghancurkan ekstraseluler bakteri. Jaring hadir dalam jumlah besar di situs

peradangan, bertindak secara langsung pada mikroorganisme dan juga

melayani sebagai penghalang fisik yang mencegah penyebaran (Brinkman ,

2004).

Dalam kondisi normal, neutrofil ada akan dihapus dari sirkulasi dan

meradang jaringan oleh apoptosis. Gangguan di apoptosis sel-sel ini telah

dikaitkan dengan beberapa kondisi autoimun, terutama SLE, karena beredar

apoptosis puing-puing yang mengandung bahan nuklir bisa menyebabkan

induksi berbagai macam autoantibodi (Brinkmann, 2004).

c. Basofil

Basofil adalah granulosit berasal dari leluhur di sumsum tulang, mana

mereka berumur dan membuat kurang dari 1% leukosit darah perifer.

Meskipun tidak biasanya hadir di jaringan, mereka bisa direkrut untuk situs

peradangan, bersama dengan eosinofil. Butiran ditemukan di basofil memiliki

mediator mirip dengan sel mast. Basofil juga Check FcεRI, mengikat IgE, dan

diaktifkan oleh IgE antigen kompleks dan dapat berkontribusi untuk segera

hipersensitivitas reactions (Parkin and Cohen, 2001).

17

Page 18: Tugas imun spesifik

d. Sel Dendritik

Sel dendritik, khusus dalam menangkap dan menyajikan antigen ke limfosit,

dianggap sebagai jembatan antara imunitas bawaan dan adaptif karena mereka

ditarik dan diaktifkan oleh unsur-unsur respon bawaan dan izin TL

sensibilization respon imun adaptif. Sel dendritik berada pada jaringan perifer,

seperti kulit, hati, dan usus, di mana mereka menangkap antigen dan menjadi

aktif dan bermigrasi ke kelenjar getah bening regional, di mana mereka

memproses dan menyajikan antigen protein atau lipid ke TLS. sel denritik

belum matang sangat efisien dalam menangkap antigen, sedangkan sel denritik

matang sangat efisien dalam menyajikan antigen. Antigen yang diambil akan

diproses dalam sel dan disajikan pada permukaannya, terikat pada molekul

MHC. Umumnya, antigen protein disajikan oleh molekul klasik MHCs (kelas I

dan II) yang merangsang LTαβ. Antigen lipid disajikan oleh molekul non-

klasik MHCs sebagai CD1 dan merangsang terutama LTγδ dan NK /T

(Banchereau, et al, 2000).

18

Self-renewable stem cell

Pluripotent stem cell

Colony forming units

Erythrocytes Erythrocytesrenew

Basophilsrenewabl

Eosinophilsrenewable

Neutrophilsrenewabl

Monocytesrenewable

Macrophagese

Myeloidprogenitor

Lymphoidprogenitor

T lymphocyte

Dendritic cell

B lymphocyte

NK cell

Gambar 8. beberapa sumber sel dari sistem kekebalan tubuh

Page 19: Tugas imun spesifik

Selama masa hidup mereka, dewasa DCS bermigrasi dari sumsum tulang ke

dalam aliran darah, mencapai perifer, jaringan seperti kulit di mana mereka

menjadi warga ( langerhans sel ). Penasaran aspek adalah bahwa dcs adalah

yang pertama sel dapat tiba di suatu situs infeksi, sebelum neutrofil. Setelah

kontak dengan antigen, dcs menjadi diaktifkan dan bermigrasi melalui

pembuluh getah bening sampai sekunder limfoid organ. Mereka bisa menerima

sinyal dari dewasa NK, NK / T, dan TL sel, dan proinflammatory molekul

seperti sitokin, prostaglandin, interferons, dan pamps. Antigen di DCS

mempertahankan organ limfoid untuk waktu yang, yang dapat berkontribusi ke

memory. (Banchereau J, et al, 2000).

19

iDCs activation by proinflammatory cytokines and bacterial products. Pathogen recognition via pattern

recognition receptors (RPRs)

Immature DC A↑ Phagocytosis / Endocytosis, ↑ Inflammatory chemokines sensitivity↓ Antigen processing, ↓ MHC II and co-stimulatory molecules↓ TL stimulation CCR1, CCR5, CCR6 and RPRs

C↓ Phagocytosis / Endocytosis↓ Inflammatory chemokines sensitivity↑ Antigen processing↑ MHC II and co-stimulatory molecules↑ TL stimulation CCR7

AfferentLymphatic

Vein

Artery

Efferent lymphatic Cytokines

Gambar 9. sel dendritik dan generasi TLs antigen spesifik. (A) karakteristik sel dendritik belum matang (iDCs). (B) aktivasi dan penyerapan patogen melalui sitokin mikro dan interaksi dengan pola pengakuan reseptor, dengan konsekuen migrasi DCs ke kelenjar getah bening. (C) pematangan sel dendritik. (D) migrasi sel naif T ke wilayah paracortical kelenjar getah bening. Entri melalui tinggi endotel terjadi pada venula (HEV) dan Kemokin-driven migrasi jaringan limfoid. (E) presentasi dari olahan antigen untuk limfosit T, menghasilkan diaktifkan efektor sel.

Page 20: Tugas imun spesifik

Ada dua jalur DCs diferensiasi dari jalur myeloid menghasilkan myeloid

DCs (mDCs), di antara yang ada sel Langerhans, DCs utama di kulit dan DCs

interstisial yang ditemukan di jaringan lain. Jalur lain diferensiasi

menghasilkan DCs plasmacytoid (pDCs), yang mendominasi di darah perifer

dan mengeluarkan sejumlah besar tipe I interferon (IFN--α/β) di hadapan infeksi

virus. PDCs memiliki reseptor mampu menanggapi RNA (TLRs 7 dan 8) dan

DNA (TLR9), sedangkan mDCs preferentially Check reseptor permukaan

untuk PAMPs, seperti peptidoglikan (TLR2) dan lipopolysaccharide (TLR4)

(Shortman, and Liu, 2002).

DCs sangat penting untuk menentukan aktivasi dan jenis imunitas

diperantarai oleh TLs. Secara umum, belum matang DCs adalah tolerogenic,

sementara matang DCs immunostimulatory. Namun, dalam beberapa konteks,

DCs matang dapat memperluas populasi TLs regulator. Induksi toleransi atau

respon imun tergantung pada serangkaian sinyal yang diterima oleh DCs,

seperti aktivasi TLRs dan sitokin hadir dalam environment.10 DCs dapat

mengkoordinasikan LBs respon melalui aktivasi TL atau langsung oleh zat-zat

yang larut air seperti INF –α (Banchereau, et al, 2000).

e. Natural Killer Cells (NK)

Natural Killer Cells (NK) berasal dari sumsum tulang, umum untuk TLs,

merupakan 5% sampai 20% perlengketan sel darah. Mereka adalah baris

pertahanan spesifik, mengenali dan ekstrasi sel-sel yang terinfeksi oleh virus,

bakteri dan protozoa, serta sel-sel tumor yang penting. Selain itu, mereka

20

Page 21: Tugas imun spesifik

merekrut neutrofil dan makrofag, sehingga di aktifkan DCs dan limfosit T dan

B (Cerwenka and Lanier, 2001).

Perluasan dan aktivasi Sudarsono dirangsang oleh IL-15, diproduksi oleh

makrofag, dan IL-12, ampuh inducer IFN-γ dan cytolytic tindakan. Setelah

diaktifkan, Sudarsono melisiskan sel-sel yang terinfeksi dan tumoral dan

mengeluarkan sitokin pro-inflamasi (IL-1, IL-2, dan terutama IFN-γ)

(Cerwenka and Lanier, 2001).

Sitolisis yang dimediasi oleh Sudarsono terjadi melalui tindakan perforins

enzim, yang membuat pori-pori di membran sel target, dan granzymes, yang

menembus ke dalam sel dan memicu kematian sel oleh apoptosis. Sel NK

memiliki reseptor aktivasi dan inhibisi, dan keseimbangan antara sinyal yang

dihasilkan oleh reseptor ini menentukan NK aktivasi. Satu kelas reseptor milik

antibodi superfamili (KIR), sementara yang lain milik keluarga sel Normal

tipe-C dengan MHC kelas saya ekspresi B Non-diaktifkan NK sel aktivasi

reseptor lectins. Pada manusia, ada 14 KIRs, delapan aktivator dan enam

inhibitor. Reseptor penghambatan mengenali diri MHC kelas I molekul,

mengungkapkan pada permukaan semua sel yang berinti. Secara umum, ada

dominasi penghambatan reseptor, inhibisi reseptor ligan mencegah lysis dari

host sel normal yang mengungkapkan MHC kelas I. terinfeksi sel, terutama

oleh virus, dan sel-sel tumor sering memiliki ekspresi rendah MHC kelas saya

protein, menjadi angka 4 Cell tanpa MHC kelas saya ekspresi (sel terinfeksi

Virus) sel NK aktivasi produk mematikan rilis dan target Lisis sel rentan

terhadap tindakan NK (Gambar 4) (Yokoyama, 2004).

21

Page 22: Tugas imun spesifik

Kapasitas tumoricidal NK meningkat oleh sitokin, seperti interferon dan

interleukins (IL-2 dan IL-12). Tindakan efektor lain dari NK adalah

penghancuran sel-sel yang dilapisi dengan IgG, melalui reseptor Fc (FcγRIII or

CD16) dengan mekanisme antibodi (Cerwenka and Lanier, 2001).

Gambar 10. fungsi reseptor aktivasi (ITAM) dan inhibisi (ITIM) dalam

Fisiologi sel NK. (A) interaksi sel NK dengan sel tubuh normal

mengungkapkan MHC kelas I, dengan konsekuen inhibisi NK sitolisis

tergantung induksi. (B) interaksi NK sel dengan sel terinfeksi virus, dengan

konsekuen MHC kelas saya kehilangan ekspresi, yang mengakibatkan

pengaktifan sel NK dengan seiring rilis produk mematikan.

f. Sel Mast

Sel Mast berasal dari leluhur hematopoietik CD34+ di sumsum tulang dan,

secara umum, tidak ditemukan dalam sirkulasi. Dari sumsum tulang, kemudian

bermigrasi ke jaringan tepi sebagai sel belum matang dan membedakan di situ

22

Inhibition receptor

MHC I

Activation receptor

Ligand I

Non-activatedNK cell

Non-activatedNK cellActivation receptor

LigandInhibition receptor

Cell without MHC class I expression(Virus infected cell)NK cell activation

Lethal products releaseand target cell lysis

Normal cell with MHC class I expression

Page 23: Tugas imun spesifik

sesuai dengan karakteristik tertentu microenvironment (Kitamura,et al, 1987,

and Kanakura, 1987).

Sel dewasa yang didistribusikan secara strategis sepanjang pembuluh darah,

saraf, dan di bawah epitel kulit dan selaput lendir; mereka sangat berlimpah di

bidang lingkungan kontak dan bermain peran kunci dalam sel Mast reactions.

Sel Mast memiliki reseptor permukaan afinitas tinggi, FcεRI, terikat untuk IgE

molekul dan diaktifkan oleh multivalent antigen pengakuan oleh IgE.

Rangsangan seperti produk-produk pelengkap aktivasi, bahan dasar, termasuk

beberapa hewan, neuropeptides tertentu dan beberapa agen fisik (trauma

mekanis, panas dan dingin) dapat mengaktifkan sel mast independen IgE

mengikat. Pengikatan bakteri komponen TLRs 1, 2, 4 dan 6, dan lain khusus

reseptor seperti CD48, juga mengaktifkan sel mast, mengarah ke rilis mediator

(Soter and NA, 1983).

Contoh klasik sel mast keterlibatan dalam proses inflamasi adalah reaksi di

mana mereka, bersama dengan basophil setara, yang beredar, kontak dengan

alergen memicu sejenis saya reaksi hipersensitivitas melalui FcRI aktivasi.

Setelah rangsangan, proses degranulasi dan pelepasan preformed mediator

terjadi, diikuti oleh pelepasan mediator baru dibentuk. Mediator preformed

termasuk vasoaktif amina, protease, heparin, IL-4, TNF-α, dan GMCSF

(Granulocyte-Macrophage Colony-Stimulating Factor). Pengaktifan berikut

dibentuk mediator termasuk trombosit mengaktifkan faktor (PAF), arachidonic

acid derivatif, dan serangkaian cytokines (Abbas, and Lichtman, 2003).

23

Page 24: Tugas imun spesifik

Pelepasan mediator ini mendorong migrasi sel inflamasi (neutrofil dan

makrofag), peningkatan permeabilitas vaskuler, sekresi mucus, peningkatan

motilitas, dan bronkokonstriksi, yang merupakan tanda dan gejala alergi dan

anaphylaxis (Metcalfe, and DD, 2008).

Urtikaria idiopatik kronis terutama disebabkan oleh proses degranulasi dari

sel mast, dan dalam 25% sampai 50% kasus autoantibodi diarahkan terhadap

FcεRIα reseptor ditemukan dan, kurang sering, melawan IgE itu sendiri.

Autoantibodi menyebabkan pelepasan histamin dan ciri urtikaria autoimun

kronis, dengan fitur klinis dan histologis yang mirip dengan yang ditemukan

dalam tahap akhir reaction (Abbas, and Lichtman, 2003).

Ada bukti eksperimental sel mast keterlibatan dalam penyakit

kardiovaskular, neoplastic penyakit, infeksi bakteri dan parasit, penyakit

fibrosis, dan autoimun diseases (Kalesnikoff, and Galli, 2008). Beberapa kajian

histologis telah melaporkan kehadiran sel mast dalam synovium manusia

normal dan perluasan populasi ini dalam rheumatoid arthritis, asam urat,

Osteoartritis, antara others (Nigrovic, and Lee, 2007).

Efektor fungsi sel mast dalam synovia menyarankan keterlibatan mereka

dalam leukosit perekrutan, pengaktifan fibroblas dan hiperplasia, angiogenesis,

dan kerusakan tulang rawan dan bone (Nigrovic, and Lee, 2005). Mereka juga

berpartisipasi dalam kehancuran bersama dengan merangsang fibroblas dan

kondrosit untuk mengeluarkan membentuk matriks logamprotein dan

mempromosikan diferensiasi osteoclast. Pada kenyataannya, keterlibatan sel

mast dengan aktivitas chemotactic telah dilaporkan di berbagai kondisi klinis

24

Page 25: Tugas imun spesifik

autoimun, termasuk rheumatoid arthritis, Sindrom, sklerosis sistemik, penyakit

autoimun tiroid, kronis urtikaria, pemphigus, dan aterosklerosis (Sayed, 2008).

2. Sel Agranulosit

Monosit dan Makrofag

Monosit merupakan 3-8% leukosit yang beredar dan, dalam parenchyma organ

atau jaringan ikat, menimbulkan myeloid sel dendritik dan makrofag. Monosit dan

makrofag yang phagocytes efisien, ravished patogen dan puing-puing selular. Tidak

seperti neutrofil, makrofag dapat tetap dalam jaringan selama berbulan-bulan ke

tahun, bertindak sebagai benar tinggi. Selain memiliki peran dalam kekebalan

bawaan, proses makrofag dan hadir antigen melalui MHC molekul, dengan

demikian merangsang respon dimediasi oleh TL (Abbas, and Lichtman, 2003).

Baru-baru ini, keberadaan dari tiga subpopulasi dari makrofaga adalah yang

diusulkan: diaktifkan, perbaikan, jaringan dan regulator yang makrofag. Yang

pertama akan menjadi korban makrofaga klasik dengan tumoricidal dan

microbicidal aktivitas, yang mensek jumlah besar dari proinflammatory mediator

dan sitokin, hadir antigen untuk tls, dan yang terlibat dalam respon imun selular.

Kedua jenis, diaktifkan oleh IL-4, akan menjadi terutama yang terlibat dalam

jaringan memperbaiki oleh fibroblasts merangsang dan mempromosikan matriks

ekstraseluler deposisi.Ketiga jenis akan mengerahkan aktivitas regulasi melalui

melepaskan dari IL-10, sebuah cytokine anti-inflamasi (Mosser, and Edwards,

2008).

Peradangan pada makrofag bertindak sebagai APC, potentiating aktivasi TL dan

LB oleh ekspresi coestimulatory molekul, dan melepaskan Sitokin Proinflamasi,

25

Page 26: Tugas imun spesifik

seperti IL-1, IL-6, IL-12, TNF-α, dan chemokines. Mereka juga menghasilkan

spesies oksigen reaktif (ROS), seperti anion superoksida, hidroksil radikal,

hidrogen peroksida (H2O2), dan nitrogen reaktif intermediat oksida nitrat (NO)

adalah perwakilan yang utama dimana tidak diproduksi oleh diinduksi sintase

nitrogen monoksida, iNOS, absen beristirahat makrofag, tetapi disebabkan oleh

TLRs aktivasi dalam menanggapi PAMPs, terutama bila bersama INF-γ (Abbas,

and Lichtman, 2003).

4) Komplemen

Sistem komplemen tersusun lebih dari 20 protein plasma. Sistem ini

mempunyai fungsi antimikroba non-spesifik dan merupakan sistem aplikasi yang

efektif untuk memperkuat mekanisme pertahanan non-spesifik dan spesifik

(Wahab dan Julia, 2002). Berbagai bahan seperti antigen dan kompleks

imun dapat mengaktivsi komplemen sehingga menghasilkan berbagai mediator

yang mempunyai sifat biologi yang aktif, yang menyebabkan lisis bakteri atau

sel, memproduksi mediator pro-inflamasi yang dapat memperkuat proses dan

solubilisasi kompleks antigen-antibodi. Komplemen memiliki 3 jalur, yaitu jalur

klasik, alternatif dan membrane attack pathway (Abbas and Lichtman, 2003).

26

Gambar 11. Jalur Aktivasi Komplemen

Page 27: Tugas imun spesifik

C. Sistem Imun Spesifik

1. Defenisi Imun Spesifik

Walaupun pada hakekatnya respon imun spesifik merupakan interaksi

antara berbagai komponen dalam sistem imun secara bersama-sama, respon imun

spesifik dibagi dalam tiga golongan, yaitu respon imun seluler, respon imun humoral dan

interaksi antara respon imun seluler dan humoral (Kresno, 1996).

Imunitas spesifik hanya ditujukan terhadap antigen tertentu yaitu antigen

yangmerupakan ligannya. Di samping itu, respons imun spesifik juga menimbulkan

memoriimunologis yang akan cepat bereaksi bila host terpajan lagi dengan antigen yang

sama dikemudian hari. Pada imunitas didapat, akan terbentuk antibodi dan limfosit

efektor yang spesifik terhadap antigen yang merangsangnya, sehingga terjadi eliminasi

antigen. Sel yang berperandalam imunitas didapat ini adalah sel yang mempresentasikan

antigen (APC = antigen presentingcell = makrofag) sel limfosit T dan sel limfosit B. Sel

limfosit T dan limfosit B masing-masing berperan pada imunitas selular dan imunitas

humoral. Sel limfosit T akan meregulasi respons imun dan melisis sel target yang dihuni

antigen. Sel limfosit B akan berdiferensiasi menjadi selplasma dan memproduksi antibodi

yang akan menetralkan atau meningkatkan fagositosis antigendan lisis antigen oleh

komplemen, serta meningkatkan sitotoksisitas sel yang mengandungantigen yang

dinamakan proses antibody dependent cell mediated cytotoxicy (ADCC).

Sel-sel leukosit lain yang memegang peran penting dalam respon imun

spesifik adalah limfosit, bahkan limfosit merupakan inti dalam proses respon imun

spesifik karena sel-sel ini dapat mengenal setiap jenis antigen, baik antigen yang

terdapat dalam intraseluler maupun ekstraseluler misalnya dalam cairan tubuh atau

27

Page 28: Tugas imun spesifik

dalam darah. Antigen dapat berupa molekul yang berada pada permukaan unsure

patogen atau dapat juga merupakan toksin yang diproduksi oleh pathogen

bersangkutan. Sebenarnya ada beberapa subpopulasi limfosit tetapi secara garis

besar limfosit digolongkan dalam dua populasi yaitu limfosit T yang berfungsi

dalam respon imun seluler dan limfosit B yang berfungsi dalam respon imun humoral

(Male, et al, 1991).

2. Mekanisme Pertahanan Pada Sistem Imun Nonspesifik

a. Pertahanan Lini III terdiri dari :

1) Limfosit T → Respon Imun Seluler

Banyak mikroorganisme yang hidup dan berkembang biak secara intra

seluler, antara lain dalam makrofag sehingga sulit dijangkau oleh

antibody. Untuk melawan mikroorganisme intraseluler itu diperlukan

respon imun seluler yang merupakan fungsi limfosit T. Sub populasi sel T

yang disebut sel T penolong (T-helper) akan mengenali mikroorganisme

atau antigen bersangkutan melalui MHC (major histocompatibility

complex) kelas II yang terdapat pada permukaan sel makrofag. Sinyal ini

menginduksi limfosit untuk memproduksi berbagai jenis limfokin, termasuk

diantaranya interferon, yang dapat membantu makrofag menghancurkan

mikroorganisme tersebut. Subpopulasi limfosit T lain yang disebit T-

sitotoksis juga berfungsi menghancurkan mikroorganisme intrasel yang

disajikan melalui MHC kelas I secara langsung (cell to cell). Selain itu

menghancurkan mikroorganisme secara langsung melalui “ciuman maut”,

sel T- sitotoksik (T-cytotoxic) juga menghasilkan gamma-interferon

28

Page 29: Tugas imun spesifik

yang mencegah penyebaran mikroorganisme ke dalam sel lain (Kresno,

1996).

Terdapat 3 jenis Limfosit T yaitu:

1. Limfosit T pembantu (Helper T Cells), berfungsi mengantur sistem imun

dan mengontrolkualitas sistem imun.

2. Limfosit T pembunuh(Killer T Cells) atau Limfosit T Sitotoksik,

menyerang sel tubuhyang terinfeksi oleh patogen.

3. Limfosit T surpressor (Surpressor T Cells), berfungsi menurunkan dan

menghentikan respon imun jika infeksi berhasil diatasi munitas selular

(Hazlansyah, 2012).

29

Gambar 12. Aktivasi helper T-cell.

Page 30: Tugas imun spesifik

Gambar 13. Aktivasi cytotoxic T-cells.

2) Limfosit B → Respon Imun Humoral

Respon imun humoral dilaksanakan oleh sel B dan produknya yaitu antibodi,

dan berfungsi dalam pertahanan terhadap mikroba ekstraseluler. Respon ini

diawali dengan diferensiasi limfosit B menjadi satu populasi (klon) sel

plasma yang memproduksi dan melepaskan antibodi spesifik ke dalam darah.

Pada respon humoral juga berlaku repon primer yangyang membentuk klon B

memory. Setiap klon limfosit diprogramkan untuk memproduksi satu jenis

antibodi spesifik terhadap antigen tertentu (clonal selection). Atibodi ini

berikatan dengan antigen membentuk kompleks antigen –antibodi yang dapat

30

Page 31: Tugas imun spesifik

mengaktivasi komplemen dan mengakibatkan hancurnya antigen tersebut.

Supaya limfosit B berdiferesiasi dan membentuk antibodi diperlukan bantuan

limfosit TH yang atas sinyal yang diberikan oleh magrofag, merangsang sel B

untuk memproduksi antibodi. Selalu oleh sel Th, produksi antibodi juga di

ataur oleh sel T-supresor, demikian rupa sehingga produksi antibodi

seimbang dan sesuai dengan yang dibutuhkan (Kresno, 1996).

Terdapat 3 jenis sel Limfosit B yaitu :

1. Limfosit B plasma, memproduksi antibodi.

2. Limfosit B pembelah, menghasilkan Limfosit B dalam jumlah banyak

dan cepat.

3. Limfosit B memori, menyimpan mengingat antigen yang pernah masuk

ke dalam tubuh.

Tugas sel B akan dilaksanakan oleh imunoglobulin yang disekresi oleh sel

plasma. Terdapat lima kelas imunoglobulin yang kita kenal, yaitu IgM,

IgG,IgA, IgD, dan IgE. Limfosit B juga berasal dari sel pluripotensial yang

perkembangannya pada mamaliadipengaruhi oleh lingkungan bursa fabricius

dan pada manusia oleh lingkungan hati, sumsumtulang dan lingkungan yang

dinamakan gut-associated lymphoid tissue (GALT). Dalamperkembangan ini

terjadi penataan kembali gen yang produknya merupakan reseptor antigenpada

permukaan membran. Pada sel B ini reseptor antigen merupakan

imunoglobulin permukaan (surface immunoglobulin) (Hazlansyah, 2012).

Pada mulanya imunoglobulin permukaan ini adalah kelas IgM, dan pada

perkembangan selanjutnya sel B juga memperlihatkan IgG, IgA dan IgD pada

31

Page 32: Tugas imun spesifik

membrannya dengan bagian F (ab) yang serupa. Perkembangan ini tidak perlu

rangsangan antigen hinggasemua sel B matur mempunyai reseptor antigen

tertentu.Antigen akan berikatan dengan imunoglobulin permukaan sel B dan

dengan bantuan sel Th (bagi antigen TD) akan terjadi aktivasi enzim dalam sel

B sedemikian rupa hingga terjadilahtransformasi blast, proliferasi, dan

diferensiasi menjadi sel plasma yang mensekresi antibodi dan membentuk sel B

memori (Hazlansyah, 2012).

Selain itu, antigen TI dapat secara langsung mengaktivasi sel B tanpabantuan

sel Th. Antibodi yang disekresi dapat menetralkan antigen sehingga

infektivitasnya hilang, atau berikatan dengan antigen sehingga lebih mudah

difagosit oleh makrofag dalam proses yang dinamakan opsonisasi. Kadang

fagositosis dapat pula dibantu dengan melibatkan komplemenyang akan

berikatan dengan bagian Fc antibodi sehingga adhesi kompleks antigen-

antibodi padasel makrofag lebih erat, dan terjadi endositosis serta

penghancuran antigen oleh makrofag (Hazlansyah, 2012).

Adhesi kompleks antigen-antibodi komplemen dapat lebih erat karena

makrofag selainmempunyai reseptor Fc juga mempunyai reseptor C3B yang

merupakan hasil aktivasi komplemen (Hazlansyah, 2012).

Selain itu, ikatan antibodi dengan antigen juga mempermudah lisis oleh sel Tc

yang mempunyai reseptor Fc pada permukaannya. Peristiwa ini disebut

antibody-dependent cellularmediated cytotoxicity (ADCC). Lisis antigen dapat

pula terjadi karena aktivasi komplemen.Komplemen berikatan dengan bagian

32

Page 33: Tugas imun spesifik

Fc antibodi sehingga terjadi aktivasi komplemen yangmenyebabkan terjadinya

lisis antigen (Hazlansyah, 2012).

Hasil akhir aktivasi sel B adalah eliminasi antigen dan pembentukan sel

memori yangkelak bila terpapar lagi dengan antigen serupa akan cepat

berproliferasi dan berdiferensiasi. Halinilah yang diharapkan pada imunisasi.

Walaupun sel plasma yang terbentuk tidak berumurpanjang, kadar antibodi

spesifik yang cukup tinggi mencapai kadar protektif dan berlangsungdalam

waktu cukup lama dapat diperoleh dengan vaksinasi tertentu atau infeksi

alamiah. Hal inidisebabkan karena adanya antigen yang tersimpan dalam sel

dendrit dalam kelenjar limfe yangakan dipresentasikan pada sel memori

sewaktu-waktu di kemudian hari (Hazlansyah, 2012).

D. Respon Imunologik Terhadap Bakteri Anaerob Dan Jalur Komplemen Yang

Berperan

Komplemen merupakan salah satu enzim serum yang berfungsi dalam inflamasi,

opsonisasi partikel antigen dan menimbulkan kerusakan membrane pathogen.

Komplemen juga molekul dari sistem nonspesifik larut dalam keadaan tidak aktif,

tetapi setiap waktu dapat diaktifkan oleh berbagai bahan seperti antigen, komplek

imun dan sebagainya. Hasil aktivasi akan menghasilkan berbagai mediator

yang mempunyai sifat biologik aktif dan beberapa diantaranya merupakan enzim

untuk reaksi berikutnya. Beberapa diantaranya berupa enzim, lainnya berupa protein

pengontrol dan beberapa lagi tidak mempunyai aktivasi enzim. Hal itu sebagai usaha

tubuh untuk menghancurkan antigen asing. Jalur aktivasi komplemen tersebut sering

pula disertai kerusakan jaringan sehingga merugikan tubuh sendiri (Baratawidjaja,

33

Page 34: Tugas imun spesifik

2010).

34

Page 35: Tugas imun spesifik

Gambar 14. Sistem Komplemen.

1. Aktivasi Komplemen Secara Umum

Sistem komplemen dapat diaktifkan melalui dua jalur, yaitu jalur klasik

dan jalur alternatif. Aktivasi tersebut terjadi secara beruntun, berarti bahwa produk

yang timbul pada satu reaksi akan merupakan enzim untuk reaksi berikutnya.

a. Aktivasi jalur klasik dimulai dengan C1, sedangkan aktivasi jalur alternative

dimulai dengan C3.

b. Aktivasi jalur klasik diaktifkan oleh kompleks imun/antigen/antibody sedang

jalur alternatif tidak (Baratawidjaja, 2010).

35

Page 36: Tugas imun spesifik

2. Aktivasi Komplemen Melalui Jalur Alternatif

Jalur alternative terjadi tanpa melalui tiga reaksi pertama yang terdapat pada

jalur klasik (C1, C4 dan C2). Jalur alternatif sebenarnyaterjadi terus menerus dalam

derajat klinis yang tidak berarti.

Kompleks imun (IgG dan IgM), agregat antibodi (IgG1, IgG2, IgG3),

lipid A dari endotoxin, protease, Kristal urat, polinukleotida, membrane virus

tertentu dan CRP dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik. Bakteri

(endotoksin), jamur, virus, parasit, kontras (pada pemeriksaan radiologis), zimosan,

agregat IgA (IgA1, IgA2) dan IgG4, dan faktor nefritik dapat mengaktifkan

komplemen melalui jalur alternatif. Protein tertentu dan lipopolisakarida dapat

mengaktifkan komplemen melalui kedua jalur.

Gambar 15. Hubungan antara aktivasi komplemen melalui jalur klasik dan alternatif.

36

Page 37: Tugas imun spesifik

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan badan untuk

mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat

ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup.

Bila sistem imun terpapar pada zat yang dianggap asing, maka ada dua jenis respon

imun yang mungkin terjadi, yaitu respon imun nonspesifik dan respon imun spesifik.

Respon imun nonspesifik umumnya merupakan imunitas bawaan (innate immunity)

dalam arti bahwa respon zat asing dapat terjadi walaupun tubuh sebelumnya tidak pernah

terpapar pada zat tersebut, sedangkan respon imun spesifik merupakan respon didapat

(acquired) yang timbul terhadap antigen tertentu, terhadap bagian tubuh mana

yang terpapar sebelumnya. Perbedaan utama terhadap kedua jenis respon imun itu

adalah dalam hal spesifisitas dan pembentukan memory terhadap antigen tertentu

pada respon imun spesifik yang tidak terdapat pada respon imun nonspesifik.

Namun telah dibuktikan pula bahwa kedua jenis respon di atas saling

meningkatkan efektifitas dan bahwa respon imun yang terjadi sebenarnya merupakan

interaksi antara satu komponen dengan komponen lain yang dapat terdapat di dalam

sistem imun. Interaksi tersebut berlangsung bersama-sama sedemikian rupa sehingga

menghasilkan suatu aktifasi biologik yang seirama dan serasi. Fungsi utama sistem

imun spesifik seluler ialah untuk pertahanan terhadap bakteri yang hidup intraseluler,

virus, jamur, parasit dan keganasan.

Jalur komplemen merupakan jalur yang berperan dalam respon imunologik

37

Page 38: Tugas imun spesifik

terhadap bakteri anaerob. Aktivasi jalur alternatif ini dimulai dari C3 tanpa melalui C1,

C4 dan C2. Kompleks imun (IgG dan IgM), agregat antibodi (IgG1, IgG2, IgG3),

lipid A dari endotoxin, protease, Kristal urat, polinukleotida, membrane virus

tertentu dan CRP dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik.

B. Saran

Diharapkan dapat lebih mengetahui sistem imun pada tubuh, yaitu sistem imun

non-spesifik maupun sistem imun spesifik, mekanisme kerja masing-masing sistem imun

serta interaksi antar kedua sistem imun tersebut.

38

Page 39: Tugas imun spesifik

DAFTAR PUSTAKA

Abbas AK, Lichtman AH. 2003. Cellular and Molecular Immunology. 6th ed. Saunders

Banchereau J, Briere F, Caux C, Davoust J, Lebecque S, Liu Y et al. 2000. Immunobiology of dendritic cells. Annu Rev Immunol.

Banchereau J, Briere F, Caux C, Davoust J, Lebecque S, Liu Y et al. 2000. Immunobiology of dendritic cells. Annu Rev Immunol.

Baratawidjaja, Karnen Garna. 2010. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Brinkmann V, Reichard U, Goosmann C, Fauler B, Uhlemann Y, Weiss DS et al. 2004. Neutrophil extracellular traps kill bacteria. Science.

Cerwenka A, Lanier LL. 2001. Natural Killer Cells, Viruses And Cancer. Nat Rev Immunol.

Delves PJ, Roitt D. 2000. The Immune System. First of two parts. N Engl J Med.

Fujiwara N, Kobayashi K. 2005. Macrophages in inflammation. Curr Drug Targets Inflamm Allergy.

Hazlansyah, M, 2012. Sistem Imun Spesifik. http://www.scribd.com/doc/92203513/SISTEM-IMUN-SPESIFIK. Diakses tanggal 19 juni 2014.

Heyworth PG, Cross AR, 2003. Curnutte JT. Chronic granulomatous disease. Curr Opin Immunol

Hogan SP, Rosenberg HF, Moqbel R, Phipps S, Foster PS, Lacy P et al. 2008. Eosinophils: biological properties and role in health and disease. Clin Exp Allergy.

Kalesnikoff J, Galli SJ. 2003. New developments in mast cell biology. Nat Immunol.

Kitamura Y, Kanakura Y, Fujita J, Nakano T. 1987. Differenciation and transdifferenciation of mast cells: a unique member of the hemapoietic cell family. Int J Cell Cloning.

Kitamura Y, Kanakura Y, Sonoda S, Asai H, Nakano T. 1987. Mutual phenotypic changes between connective tissue type and mucosal mast cell. Int Arch Allergy Appl Immunol.

39

Page 40: Tugas imun spesifik

Kresno, Siti Boedina. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Male D, Champion B, Cooke A, Owen M. 1991. The Immune System. In Advanced

Immunology. 2nd ed. New York; Gover Med Publ.

Matsukawa A, Cory M. Hogaboam, Nickolas W. Lukacs, Pamela M. Lincoln, Holly L. et al, 2000. Pivotal Role of the CC Chemokine, Macrophage-Derived Chemokine, in the Innate Immune Response.

Metcalfe DD. 2008. Mast cells and mastocytosis Blood.

Mosser DM, Edwards JP. 2008. Exploring the full spectrum of macrophage activation. Nat Rev Immunol.

Nigrovic PA, Lee DM. 2005. Review: mast cells in inflamatory arthritis. Arthritis Res There

Nigrovic PA, Lee DM. 2007. Synovial mast cells: role in acute and chronic arthritis. Immunol Rev

Parkin J, Cohen B. 2001. An overview of the immune system. Lancet

Roitt IM. The Basis of Immunology II. 1988. Specific acquired immunity. In:

Essential Immunology 6th ed. Oxford, Blackwell Scientific Publication.

Roitt IM, Brostoff J, Male J. 1993. Immunology. 3rd ed. St Louis Mosby Co.

Roeslan, 2 0 0 0 . Imunologi Oral. http://www.scribd.com/doc/92203513/SISTEM-IMUN-SPESIFIK. Diakses tanggal 19 juni 2014.

Sayed BA, Christy A, Quirion MR, Brown MA. 2008. The Master Switch: the role of mast cells in autoimmunity and tolerance. Annu Rev Immunol

Shortman K, Liu YJ. 2002. Mouse and human dendritic cells subtypes. Nat Rev Immunol.

Soter NA. 1983. Mast cell in cutaneous inflammatory disorders. J Invest. Dermatol; 80: Suppl.

Wilson de Melo Cruvinel, Danilo Mesquita Júnior, Júlio Antônio Pereira Araújo, Tânia Tieko Takao Catelan, Alexandre Wagner Silva de Souza, et al. 2010. Immune system: Fundamentals of innate immunity with emphasis on molecular and cellular mechanisms of inflammatory response.

40

Page 41: Tugas imun spesifik

NON SPESIFIK DAN IMUN SPESIFIK

OLEH :

JUNAIDA RAHMI

BP. 1320332016

Dosen Pembimbing :

Prof. Dr. dr. Eryati Darwin, PA (K)

PROGRAM PASCASARJANA ILMU KEBIDANAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2014

41

Page 42: Tugas imun spesifik

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji penulis panjtkan kepada Allah SWT, atas limpahan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah konsep kebidanan dengan judul “Imun Nonspesifik

dan spesifik”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada makalah Imunologi Dasar yang

diampu oleh ibu Prof. Dr. dr. Eryati Darwin, PA (K) , program pascasarjana ilmu kebidanan

Universitas Andalas Padang.

Dalam makalah ini dibahas tentang sistem imun pada tubuh, yaitu sistem imun

non-spesifik maupun sistem imun spesifik, mekanisme kerja masing-masing sistem imun

serta interaksi antar kedua sistem imun tersebut. Kami berharap makalah ini dapat

dijadikan sumber informasi lebih lanjut oleh tenaga kesehatan khususnya Bidan.

Penulis meyakini di dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan

sehinggga kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan isi dan kualitas

makalah ini.

Padang, Juni 2014

Penulis

42i

Page 43: Tugas imun spesifik

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………............ ........ . i

DAFTAR ISI……………………………………………………………….............. ii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………….......... 1

A. Latar Belakang…………………………………………………….................. 1

B. Tujuan………………………………………………………………………… 2

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………............. 3

A. Sistem Imun....................................................................................................... 3

B. Sistem Imun NonSpesifik................................................................................... 7

C. Sistem Imun Spesifik.......................................................................................... 27

D. Respon Imunologik Terhadap Bakteri Anaerob Dan Jalur Komplemen

Yang Berperan.................................................................................................... 33

BAB III PENUTUP………………………………………………………....... .......... 36

1. Kesimpulan …………………………………………………………………… 36

2. Saran…………………………………………………………………………... 37

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................... 38

43ii

Page 44: Tugas imun spesifik

44