tugas ilmu sosial budaya.docx
TRANSCRIPT
TUGAS ILMU SOSIAL BUDAYA
LAPORAN HASIL PENELITIAN (OBSERVASI DAN INTERVIEW) DI DUSUN
SADE, DESA REMBITAN, KECAMATAN PUJUT, KABUPATEN LOMBOK
TENGAH, NTB
OLEH :
DIAH FITRIANI
A.1 / III
017 STYC 13
YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PRGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN
MATARAM
2014
A. HASIL OBSERVASI DAN INTERVIEW DENGAN SALAH SEORANG
WARGA ASLI DUSUN SADE
Dusun Sade Desa Rembitan Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah NTB adalah
dusun yang berdiri atau telah ada sejak tahun 1907-an dan mulai dikenal atau dikunjungi
sebagai dusun wisata Sade dari tahun 1979, di dusun Sade terdapat 155 rumah dan 700 orang
warga, dari zaman dulu hingga saat ini dusun Sade adalah dusun yang tetap mempertahankan
dan melestarikan keaslian suku sasak maupun budaya dan tradisi yang diyakini dari nenek
moyangnya.
Dalam proses observasi dan interview saya menggunakan pendekatan keperawatan
yaitu keluarga sebagai komponen sosial karena terdiri dari karakteristik sosial diantaranya
ada keluarga yang membutuhkan (pendidikan, ekonomi dan kesehatan) dan setiap unit
keluarga membentuk sistem yang lebih besar yaitu masyarakat kemudian keluarga itu sendiri
saling berinteraksi untuk bertukar, memberi maupun menerima layanan.
Setelah melakukan observasi dan interview kepada salah seorang warga asli dusun Sade
yang bernama ibu Aminah 32 tahun tanggal 7 Desember 2014, saya menemukan informasi
tentang kehidupan maupun kebudayaan yang ada di dusun Sade tersebut, diantaranya dilihat
dari beberapa sisi kehidupan yaitu :
a) Agama dan Kepercayaan
Mayoritas warga suku sasak dusun Sade adalah beragama Islam, tetapi zaman
dulu warga pernah mempercayai atau menganut Islam yang disebut “Wetu Telu”
yang hanya melaksanakan shalat tiga kali sehari, namun kepercayaan tersebut telah
ditinggalkan dan saat ini warga melaksanakan ajaran shalat lima waktu, dalam
menjalankan kegiatan ibadah shalat warga sering berjamaah bersama.
b) Bentuk Rumah
Dari hasil observasi, saya temukan bahwa bangunan rumah warga di dusun
Sade masih tradisional atau mencerminkan suku sasak asli tempo dulu, dimana
dinding rumahnya terbuat dari bambu dan atapnya dari ilalang kering, rumah tempat
tinggal mereka sebut dengan sebutan “bale”, menurut ibu Aminah pintu rumah (bale)
dibuat lebih rendah karena agar setiap orang atau tamu yang masuk harus menunduk
sebagai simbol menghormati pemilik rumah atau menunjukkan kesopanan, rumah di
dusun Sade diantaranya adalah bale (tempat tinggal), rumah lumbung (untuk
menyimpan hasil panen padi), berugak sekenem (tempat pertemuan antar warga).
Lantai rumah di dusun Sade terbuat dari tanah liat tetapi ada juga yang telah
menggunakan semen, dan mereka biasanya membersihkan atau mengepel lantainya
dengan kotoran sapi yang dirasakan warga bisa memberikan manfaat pada musim
panas lantai terasa sejuk atau dingin dan pada musim dingin maka lantai akan terasa
hangat, dan efeknya kadang warga mengeluh pusing tetapi mereka sudah terbiasa
dengan hal tersebut dikarenakan tradisi turun temurun.
Rumah lumbung (tempat menyimpan padi) hanya boleh dimasuki oleh wanita
karena dianggap wanita lebih pintar dalam urusan masak-memasak, warga sering
memasak bayam, kangkung, sayur asam, sayur bening, terong, tempe dan tahu
sebagai lauk makan, sedangkan untuk memasak daging biasanya pada hari tertentu
atau ketika perayaan islami saja seperti misalnya maulid dan lain-lain, untuk pakaian
sehari-hari warga adalah sarung untuk laki-laki dan baju lambung untuk wanita.
c) Tradisi Pernikahan
Seseorang yang akan menikah terlebih dahulu akan melakukan tradisi
penculikan yang dilakukan sebelum laki-laki melamar calon pengantinya, biasanya
laki-laki menculik pasangannya setelah melakukan kompromi terlebih dahulu,
selanjutnya beberapa hari kemudian sang wanita dibawa pulang ke rumahnya untuk
kemudian dilamar, jika wanita menolak lamaran laki-laki maka akan terjadi musibah
karena dikhawatirkan tidak akan ada lagi yang datang melamar wanita tersebut, maka
dari itu bagaimana pun wanita tidak boleh menolak lamaran laki-laki, menurut ibu
Aminah wanita yang belum bisa menenun belum diperbolehkan untuk menikah.
d) Mata Pencaharian
Mata pencaharian utama warga adalah bertani/bekerja di luar daerah (laki-
laki) dan pekerjaan sampingan menenun kain (bagi wanita) yang kemudian dijualnya
di halaman depan rumah, untuk wanita dilarang keras oleh orang tuanya bekerja di
luar dusun, wanita dusun sade harus bisa menenun kain baru boleh menikah karena itu
dari umur 9 tahun setiap wanita diajarkan menenun kain tetapi bagi wanita hamil
tidak diperbolehkan menenun kain, pemerintah sering memberikan sumbangan
kepada warga untuk meningkatkan ekonominya.
e) Tingkat Kesehatan dan Lingkungan
Menurut ibu Aminah penyakit yang sering dirasakan seperti sakit perut, batuk,
panas, diare dan pusing, jika ada yang sakit menurut kepercayaan pengobatan pertama
yang warga lakukan adalah membawanya ke dukun (ahli pengobatan tradisional),
contohnya seperti sakit panas maka dukun akan memberikan obat berupa air (aik mel-
mel) dan apabila 3-4 hari keadaan belum membaik maka tindakan selanjutnya adalah
dengan membawanya ke tenaga medis atau puskesmas terdekat di Rembitan, kecuali
ketika sakit parah mereka akan berobat ke RS Praya (RS terdekat dari dusun Sade).
Di dusun Sade sudah terdapat Polindes serta bidan siaga yang diperutukkan
bagi ibu-ibu hamil, dusun Sade juga pernah kedatangan mahasiswa kesehatan yang
sedang PPL, warga saat itu diberikan pemeriksaan kesehatan gratis salah satunya
pemeriksaan gigi dan diberikan penyuluhan tentang cara menyemprot nyamuk
(ungkap ibu Aminah), warga juga sering diberikan pengarahan tentang kebersihan
oleh Keliang (kepala dusun), dan kini warga mulai menyadari akan pentingnya
kebersihan terlihat dari lingkungan atau halaman yang bersih dari masing-masing
rumah, warga juga membiasakan membuang sampah pada tempatnya.
Keadaan lingkungan dari bentuk rumah di dusun sade ini walaupun masih
tradisional tetapi tetap terjaga kebersihannya, seperti yang telah disebutkan diatas
bahwa budaya atau tradisi warga dusun sade menggunakan kotoran sapi untuk
membersihkan rumahnya dan setiap pengunjung yang datang oleh warga selalu
merespon dengan terbuka dan ramah, adanya pengunjung tidak merubah sedikitpun
budaya yang telah lama ada di dusun ini, dengan kata lain walaupun zaman modern
semakin berkembang tetapi tidak berpengaruh pada budaya di dusun Sade.
Demikian juga dengan tingkat kesehatan di dusun ini termasuk dalam tingkat
kesehatan atau perilaku kesehatan menurut Becker (1979) yaitu Healthy Behavior
karena dilihat dari cara warga mempertahankan dan menjaga kesehatannya maupun
kepercayaannya dalam segi pengobatan.
f) Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan di dusun Sade tergolong meningkat karena rata-rata anak-
anak banyak yang sekolah, bahkan remaja atau dewasa (aki-laki) ada yang kuliah,
sekolah SD, SMP, SMA cukup dekat dengan dusun Sade, SMA tepatnya di Sengkol.
g) Cara Berkomunikasi dan Berinteraksi
Warga dusun Sade menggunakan bahasa sasak sebagai bahasa sehari-hari,
namun karena adanya interaksi dan sosialisasi dengan pengunjung atau wisatawan
perlahan mulai terjadi perubahan yaitu sebagian besar warga sudah bisa berbahasa
indonesia, warga dusun sade menerima dengan ramah dan terbuka setiap pengunjung
yang datang dan mengaku senang (berinteraksi/ngobrol) dengan pengunjung, warga
juga sering menawarkan pengunjung untuk diajarkan menenun kain.
Proses adaptasi perilaku warga dusun Sade termasuk dalam teori dari
(Notoatmodjo) yang terjadi secara berurutan yaitu Awarness (kesadaran) yang dimana
warga telah menyadari tempat tinggal mereka adalah memiliki daya tarik wisata yang
berpeluang besar untuk merubah kehidupan sosial dan ekonominya, tetapi yang
terjadi disini berbeda walaupun warga menyadari tempat tinggalnya adalah desa
wisata namun mereka tetap memegang teguh dan mempertahankan budaya, adat
istiadat dan tradisinya, dengan kata lain bagaimana pun modern-nya zaman mereka
tidak terpengaruh dan tetap berdiri untuk melestarikan budaya nenek moyangnya.
B. HASIL INTERVIEW DENGAN PENGUNJUNG DUSUN SADE
Metode Penelitian Etnografi (data deskriptif/dari apa yang dikatakan
orang) :
Setelah beberapa menit berkeliling di dusun Sade maka akhirnya saya pun
menghampiri salah satu pengunjung untuk diwawancarai, sebut saja namanya pak
Latif 41 tahun yang berasal dari Masbagik Lombok Timur, pak Latif datang dengan
istrinya Ibu Emy 37 tahun dan seorang anak perempuannya yang berusia sekitar 14
tahun dan mereka mengatakan untuk pertama kalinya bisa berkunjung ke wisata Sade
karena kesibukannya.
Pak Latif beserta istri mengaku penasaran dengan dusun Sade ini dan merasa
tertarik untuk mengunjunginya oleh karena itu pak Latif meluangkan waktu untuk
wisata bersama keluarganya dan benar kesan pertama yang mereka lihat adalah dusun
Sade sangat bersih dan tertata rapi serta bangunan-bangunan rumahnya bisa disebut
tradisional atau bangunan rumah suku sasak tempo dulu, menurut informasi dari guide
yang mengantar pak Latif berkeliling kekuatan adat dan tradisi dari dusun ini sangat
kental dan tetap dipertahankan, dusun Sade ini memang unik karena mempertahankan
budaya dan adat suku sasak asli Lombok (ujar pak Latif), pak Latif merasa kagum
ketika melihat kelihaian tangan-tangan ibu-ibu maupun orangtua saat menenun kain,
mereka terlihat sangat pandai dan teliti dalam menenun kainnya, pak Latif
mengatakan di dusun ini antar warga hidup rukun dan damai terlihat dari suasana
dusun yang cukup sejahtera karena di setiap rumah mampu membantu ekonomi
keluarga sendiri dari hasil tenunan yang dijajakkan, makanan favorit khas Lombok
pak Latif dan keluarga adalah pelecing kangkung tetapi sayangnya di dusun ini pak
Latif tidak menemukan makanan favorit mereka (pelecing kangkung).
Pak Latif mengatakan, seperti kebanyakan dusun yang masih tradisional,
masyarakat Sade walaupun mempertahankan kehidupan tradisionalnya tetapi
sepertinya tidak menolak kemajuan zaman, karena mereka sudah menggunakan listrik
sebagai lampu sehingga tidak perlu menggunakan lilin, selain sebagai dusun yang
kental dengan adat dan tradisi, dusun Sade adalah dusun dengan daya tarik wisata
yang masih jauh dari kesan modern.
Kelebihan-kelebihan yang pak Latif lihat dari dusun ini menurut info dari guide-
nya adalah adanya tempat khusus (halaman utama) di depan pintu gerbang masuk
untuk menyambut tamu lokal maupun non lokal melalui ajang seni sasak (seperti tari-
tarian, gendang beleq dan peresean) yang dilakukan oleh peran dari warga, warga juga
memiliki kelebihan dalam keahlian menenun kain yang juga sebagai ajang promosi
kain dan masyarakat sering mengundang pengunjung dari luar daerah untuk
menyaksikan pameran kain tenunnya, dan kelebihan yang pak Latif lihat adalah
fasilitas tempat ibadah yang sudah memadai, lingkungan yang bersih dan tertata rapi
serta warganya yang ramah, budaya atau tradisi tari-tarian, gendang beleq dan
peresean maupun lingkungan yang bersih dan rapi harus tetap dipertahankan dan
ditingkatkan (saran pak Latif).
Selain kelebihan, pak Latif juga merasa adanya kekurangan yang harus dibenahi
dari dusun Sade tersebut diantaranya belum memiliki satpam dan tukang parkir serta
bangunan-bangunan rumah yang rusak dan butuh renovasi, semoga hal itu dapat
diperhatikan dengan seksama.