tugas ikm tetanus dr maria
TRANSCRIPT
Usulan Program
RENCANA PROGRAM PENANGULANGAN
TETANUS NEONATORUM DI KECAMATAN
MELATI
Disusun oleh :
Ahmad Hifni (040531000117)Meike Anggreny (04053100008)
Siti Sarahdeaz Fazzaura Putri (04061001077)Mutiara (54061001001)
Sisi Artayasuinda (54061001030)
Pembimbing:
dr. Hj. Mariatul Fadilah, MARS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT/
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmatNya sehingga dapat menyelesaikan proposal dengan judul “Rencana
Program Penangulangan Tetanus Neonatorum di Kecamatan Melati” dengan
baik. Makalah ini berisi tentang ringkasan perencanaan program pelayanan
kesehatan untuk tetanus neonatorum.
Beberapa sumber yang dihimpun penulis dalam membuat makalah ini
berasal dari buku dan artikel kedokteran.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing makalah yakni dr.
Hj. Mariatul Fadilah, MARS yang telah membimbing penulis dalam
menyelesaikan proposal ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-
teman yang telah mendukung penulisan proposal ini.
Akhir kata, penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat menjadi sarana informasi dalam
kemajuan dan perkembangan ilmu di bidang kedokteran.
Palembang, September 2010
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 4
1.2 Deskripsi Masalah.....................................................................................5
1.3 Tujuan.......................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................6
BAB III PEMECAHAN MASALAH…………………………………………..12
3.1 Deskripsi Soisal. .………………………………………………………12
3.2 Pemecahan Masalah……………………………………………………14
BAB IV PENUTUP...............................................................................................17
4.1 Kesimpulan……………………………………………………………...17
4.2 Saran……………………………………………………………………..17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Tetanus neonatorum merupakan penyakit yang sering ditemukan, dimana
masih terjadi di masyarakat terutama masyarakat kelas menengah ke bawah.
Penyakit ini dapat dicegah dengan imunisasi, akan tetapi angka kejadiannya masih
tetap tinggi dengan angka kematian yang tinggi pula. Di negara maju, kasus
tetanus jarang ditemui. Karena penyakit ini terkait erat dengan masalah sanitasi
dan kebersihan selama proses kelahiran. Kasus tetanus memang banyak dijumpai
di sejumlah negara tropis dan negara yang masih memiliki kondisi kesehatan
rendah.
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin
yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang
periodik dan berat.. Berdasarkan teori Bloom, maka tetanus dapat disebakan oleh
empat faktor yaitu faktor perilaku, faktor biologis, faktor lingkungan dan faktor
pelayanan kesehatan.
Angka kematian bayi di Indonesia masih tergolong cukup tinggi bila di
bandingkan dengan negara-negara Asean. Sekitar 40 % kematian bayi terjadi pada
saat neonatal (bulan pertama kehidupan bayi). Tetanus neonatorum masih
merupakan salah satu penyebab tersering kematian neonatal di Indonesia. Dari
126.000 kematian neonatal, sekitar 50.000 diantaranya meninggal karena tetanus
neonatorum.
Besarnya angka kematian akibat tetanus neonatorum di Indonesia ini
mendesak kita untuk segera menentukan program yang dapat dilakukan untuk
menekan angka kematian tetanus neonatorum sehingga dapat menekan beban
terhadap kesejahteraan masyarakat.
4
I.2 Deskripsi Masalah
Menurut teori Blum, terdapat empat faktor yang mempengaruhi kejadian
suatu penyakit dalam masyarakat, perilaku, lingkungan, biologis, dan pelayanan
kesehatan.
Dalam kejadian tetanus neonatorum, faktor-faktor tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:
1. Faktor perilaku: perilaku dari dukun beranak dan bidan dalam penggunaan
alat penolong kelahiran yang tidak steril dan penggunaan bahan yang
mengandung tepung /abu untuk perawatan tali pusat.
2. Faktor lingkungan: letak puskesmas yang jauh dari daerah permukiman
dan sarana tranportasi yang tidak memadai.
3. Faktor biologis: infeksi oleh bakteri.
4. Faktor layanan kesehatan: kurangnya penyuluhan dari petugas kesehatan
mengenai bahaya tetanus neonatorum dan pentingnya imunisasi tetanus.
1.3 Tujuan
Tujuan umum
Untuk mengurangi angka kejadian tetanus neonatorum di masyarakat.
Tujuan khusus
1. Untuk mengurangi angka kejadian tetanus neonatorum melalui intervensi
pada faktor perilaku
2. Untuk mengurangi angka kejadian tetanus neonatorum melalui intervensi
pada faktor biologis
3. Untuk mengurangi angka kejadian tetanus neonatorum melalui intervensi
pada faktor lingkungan
4. Untuk mengurangi angka kejadian tetanus neonatorum melalui intervensi
pada faktor layanan kesehatan
5
BAB II
Tinjauan Pustaka
A. Definisi Tetanus
Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan
meningkatnya tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh
tetanospasmin, suatu protein yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium
tetani..
Tetanus merupakan penyakit infeksi akut dan sering fatal yang
disebabkan oleh basil Clostridium tetani, yang menghasilkan
tetanospasmin neurotoksin, biasanya masuk ke dalam tubuh melalui luka
tusuk yang terkontaminasi (seperti oleh jarum logam, splinter kayu, atau
gigitan serangga).
B. Etiologi Tetanus
Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif. Cloastridium tetani
Bakteri ini berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa
pada manusia dan juga pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja
binatang tersebut. Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang,
ramping, berukuran 2-5 x 0,4 – 0,5 milimikron yang berspora termasuk
golongan gram positif dan hidupnya anaerob. Dalam kondisi anaerobik
yang dijumpai pada jaringan nekrotik dan terinfeksi, basil tetanus
mensekresi dua macam toksin : tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin
mampu secara local merusak jaringan yang masih hidup yang mengelilingi
sumber infeksi dan mengoptimalkan kondisi yang memungkinkan
multiplikasi bakteri. Tetanospasmin akan menyebabkan kejang otot dan
saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu 650 C
akan hancur dalam lima menit.
6
C. Pathogenesis Tetanus
Tetanus dapat terjadi apabila tubuh terkena luka dan luka tersebut
kemudian terkontaminasi oleh spora dari Clostridium tetani. Luka dengan
potensi oksidasi reduksi rendah membantu perkembangan spora menjadi
bentuk vegetatif dan mampu memproduksi toksin. Toksin ini
menyebabkan jaringan mati, ditambah dengan adanya benda asing
menyebabkan infeksi aktif. Clostridium tetani tidak mencetuskan
peradangan (port de’entrée terabaikan). Toksin terikat terminal neuron
motorik perifer menyebabkan masuknya akson menuju sel body batang
otak sampai pada medulla spinalis. Toksin melintasi sinaps menuju
terminal presinaps, memblok pelepasan neurotransmitter inhibitor: Glisin
& Gama Aminobutyric Acid (GABA). Terhambatnya inhibisi
menyebabkan rigiditas sehingga refleksnya terhambat dan spasme
meningkat. Bila neuron preganglionik simpatik terkena dapat
menyebabkan hiperaktivitas simpatik.
D. Klasifikasi tetanus
1. Tetanus Generalisata
Tetanus Generalisata merupakan bentuk paling umum dari tetanus
yang ditandai dengan kontraksi otot tetanik dan hiperrefleksi, yang
mengakibatkan trismus (rahang terkunci), spasme glotis, spasme otot
umum, opistotonus, spasme respiratoris, serangan kejang dan paralisis.
(Dorland, 2002)
2. Tetanus Lokal
Tetanus lokal termasuk jenis tetanus yang ringan dengan kedutan
(twitching) otot lokal dan spasme kelompok otot didekat lokasi cidera,
atau dapat memburuk menjadi bentuk umum (generalisata). (Dorland,
2002)
3. Tetanus Sefalik
Tetanus sefalik merupakan bentuk yang jarang dari tetanus lokal,
yang terjadi setelah trauma kepala atau infeksi telinga. Masa
7
inkubasinya 1-2 hari. Dijumpai trismus dan disfungsi satu atau lebih
saraf kranial, yang tersering adalah saraf ke-7. Dysphagia dan paralisis
otot ekstraokular dapat terjadi. Mortalitasnya tinggi. (Aru W, 2004)
4. Tetanus Neonatorum
Tetanus neonatorum adalah suatu bentuk tetanus infeksius yang
berat dan terjadi selama beberapa hari pertama setelah lahir, disebabkan
oleh faktor-faktor seperti tindakan perawatan sisa tali pusat yang tidak
higienis atau pada sirkulasi bayi laki-laki dan kekurangan imunisasi
maternal.
E. Gejala dan Tanda Tetanus
Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih
lama 3 atau beberapa minggu). Karakteristik tetanus :
1. Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5
-7 hari.
2. Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekuensinya
3. Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.
4. Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari
leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut ( trismus,
lockjaw ) karena spasme otot masetter.
5. Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk ( opistotonus , nuchal rigidity ).
6. Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis
tertarik keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan
kuat .
7. Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus,
tungkai dengan eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya
kesadaran tetap baik.
8
F. Klasifikasi Tingkat Keparahan Tetanus
1. Derajat I (ringan)
Trismus ringan sampai sedang, spastisitas generalisata, tanpa
gangguan pernapasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa disfagia.
2. Derajat II (sedang)
Trismus sedang, rigiditas yang Nampak jelas, spasme singkat ringan
sampai sedang, gangguan pernafasan sedang dengan frekuensi
pernafasan lebih dari 30, disfagia ringan.
3. Derajat III (berat)
Trismus berat, spastisitas generalisata, spasme reflex berkepanjangan,
frekuensi pernapasan lebih dari 40, serangan apnea, disfagia berat dan
takikardia lebih dari 120.
4. Derajad (IV) sangat berat
Derajat 3 dengan gangguan otonomik berat melibatkan system
kadiovaskular. Hipertensi berat takikardia terjadi berselingan dengan
hipotensi dan bradikardia,salah satunya dapat menetap.
G. Pemeriksaan Penunjang Pada Tetanus
Pemeriksaan penunjang penyakit tetanus meliputi :
1. Lab darah : tidak spesifik, mungkin leukositosis ringan, serum CK
agak meningkat.
2. Pada pemeriksaaan bakteriologik ditemukan clostridium tetani.
3. Rekam EMG : hilangnya periode diam pada 50-100 ms setelah
kontraksi reflek.
H. Diagnosis Tetanus
Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien
sewaktu istirahat, berupa:
1. Gejala klinik : Kejang tetanik, trismus, dysphagia, risus sardonicus
( sardonic smile ).
9
2. Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah
dilupakan.
3. Kultur: C. tetani (+).
4. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.
I. Diagnosis Banding Tetanus
1. Spasme yang disebabkan oleh strikinin jarang menyebabkan spasme
otot rahang. Tetanus didiagnosis dengan pemeriksaan darah (kalsium
dan fosfat).
2. Kejang pada meningitis dapat dibedakan dengan kelainan cairan
cerebrospinalis.
3. Pada rabies terdapat anamnesis gigitan anjing atau kucing disertai
gejala spasme laring dan faring yang terus menerus dengan pleiositosis
tetapi tanpa trismus.
4. Trismus dapat pula terjadi pada angina yang berat, abses retrofaringeal,
abses pada gigi yang hebat, pembesaran kelenjar getah bening leher.
5. Kuduk kaku juga dapat terjadi pada meningitis (pada tetanus kesadaran
tidak menurun), mastoiditis pneumonia lobaris atas miositis leher,
spondilitis leher.
J. Prognosis Tetanus
Dipengaruhi oleh beberapa factor dan akan buruk pada masa tunas
yang pendek (kurang dari 7 hari), usia yang sangat mudah (neunatus) dan
usia lanjut, bila disertai frekuensi kejang yang tinggi, kenaikan suhu tubuh
yang tinggi, pengobatan yang terlambat, period of onsed yang pendek
(jarak antara trismus dan timbulnya kejang) dan adanya kompikasi
terutama spame otot pernafasan dan obstruksi saluran pernafasan.
K. Pengobatan Tetanus
a. Secara Umum
1. Merawat dan memebersihkan luka sebaik-baiknya.
10
2. Diet TKTP pemberian tergantung kemampuan menelan bila
trismus makanan diberi pada sonde parenteral.
3. Isolasi pada ruang yang tenang bebas dari rangsangan luar.
4. Oksigen pernafasan butan dan trakeotomi bila perlu.
5. Mengatur cairan dan elektrolit.
b. Obat-obatan
1. Antitoksin
Antitoksin 20.000 iu/1.m/5 hari. Pemberian baru dilaksanakan
setelah dipastikan tidak ada reaksi hipersensitivitas.
2. Anti kejang/Antikonvulsan
Fenobarbital (luminal) 3 x 100 mg/1.M. untuk anak diberikan
mula-mula 60-100 mg/1.M lalu dilanjutkan 6 x 30 mg hari
(max. 200 mg/hari).
Klorpromasin 3 x 25 mg/1.M/hari untuk anak-anak mula-mula
4-6 mg/kg BB.
Diazepam 0,5-1,0 mg/kg BB/1.M/4 jam, dll.
3. Antibiotik
Penisilin prokain 1, juta 1.u/hari atau tetrasiflin 1 gr/hari/1.V
Dapat memusnakan oleh tetani tetapi tidak mempengaruhi proses
neurologiknya.
L. Pencegahan
1. Imunisasi aktif toksoid tetanus, yang diberikan sebagai dapat pada
usia 3,4 dan 5 bulan. Booster diberikan 1 tahun kemudian selanjutnya
tiap 2-3 tahun.
2. Bila mendapat luka :
- Perawatan luka yang baik : luka tusuk harus di eksplorasi dan dicuci
dengan H2O2.
- Pemberian ATS 1500 iu secepatnya.
11
- Tetanus toksoid sebagai boster bagi yang telah mendapat imunisasi
dasar.
BAB III
PEMECAHAN MASALAH
III.1 Deskripsi Sosial
Wilayah Kecamatan Melati yang terdapat pada Kabupaten Bunga Provinsi
Sumatera Selatan meliputi areal seluas 5.000 km2. Secara administratif terdiri atas
4 desa yaitu: Desa Sukabangun seluas 2.000 km2, Desa Sukakerja dan Desa
Sukatani masing-masing seluas 750 km2 serta Desa Sukaria seluas 1.500 km2.
Jumlah penduduk mencapai 6.000 jiwa yang tersebar merata di 4 Desa.
Kecamatan Melati ini terletak di lereng bukit yang dikelilingi oleh hutan karet
yang merupakan sumber pendapatan masyarakat di kecamatan tersebut. Desa-desa
di kecamatan ini dikelilingi anak sungai yang tidak terpelihara dan menjadi
sumber penghidupan penduduknya. Penduduk desa ini rata-rata menggunakan
sumur sebagai sumber air rumah tangga.
Distribusi penduduk di Kecamatan Melati berdasarkan usia yang terbanyak
berada pada kelompok 20-40 tahun (40%), sedangkan kelompok usia <20 tahun
dan >40 tahun masing-masing 30%.
Gambar 1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Usia
Pekerjaan penduduk di Kecamatan Melati terbanyak adalah sebagai petani karet
(60%). Kemudian berturut-turut tidak bekerja (5%), pedagang dan buruh (15%),
12
Distribusi Penduduk Berdasarkan Usia
30%
40%
30%
<20 tahun
20-40 tahun
>40 tahun
PNS(10%), dan guru (10%). Hal ini berpengaruh pada pendapatan perkapita yang di
bawah rata-rata dan keadaan sosio ekonomi yang rendah.
Gambar 2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan
Kondisi perumahan penduduk kebanyakan berupa bedeng dengan sanitasi kurang
baik. Dalam keseharian warga menggunakan air sungai dan air sumur untuk memenuhi
kebutuhannya, baik untuk air minum, memasak, maupun kebutuhan MCK. Dalam bidang
penerangan daerah ini belum terdapat fasilitas listrik.
Untuk memenuhi kebutuhan kesehatan di daerah ini hanya terdapat sebuah
puskesmas, selain itu banyak terdapat praktek dukun beranak. Namun bidang kesehatan
masih memerlukan peningkatan pelayanan kesehatan, khususnya setelah diteliti
tingginya angka kejadian tetanus neonaotorum yakni 200 kasus pertahun. Sebagian
besar kejadian tetanus neonatorum terjadi pada ibu hamil di wilayah ini yang
melahirkan dengan dukun beranak. Terdapat juga kaitan antara tetanus neonatorum
dengan sterilitas dari alat kesehatan yang di gunakan. Kebiasaan masyarakat yang
memberikan tepung pada tali plasenta setelah melahirkan juga meningkatkan angka
kejadian tetanus neonaorum di kecamatan Melati.
Upaya untuk meningkatkan pendidikan dan kesehatan masyarakat daerah akan
dilanjutkan. Sejalan dengan itu peningkatan penyuluhan dan penyediaan berbagai
fasilitas pelayanan masyarakat, baik di bidang pendidikan, kesehatan maupun di bidang
13
sosial lainnya, diusahakan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Mutu
pendidikan dan keterampilan penduduk ditingkatkan melalui berbagai kegiatan pelatihan
dan peningkatan pendidikan formal yang diarahkan untuk meningkatkan tingkat
pengetahuan dan kesejahteraan di wilayah ini sehingga tingkat kesehatan meningkat.
III.2 PEMECAHAN MASALAH
Dalam rangka mencapai tujuan yang digariskan dalam program ini, tiga
program akan dijalankan. Program-program ini adalah edukasi bagi masyarakat,
pelatihan bagi para tenaga kesehatan, para kader dan dukun beranak, serta
penyediaan vaksin imunisasi.
III.2.1 Edukasi bagi masyarakat
Masalah-masalah yang ada pada masyarakat sebagian besar dapat diatasi
bila masalah yang ada pada faktor lingkungan dan perilaku dapat diatasi. Untuk
mencapai tujuan ini, maka masyarakat perlu mendapatkan pengetahuan mengenai
perilaku yang tepat untuk mencegah tetanus neonatorum.
Program edukasi bagi masyarakat akan diarahkan untuk menyampaikan hal-hal
berikut:
1. Pengetahuan masyarakat mengenai tetanus neonatorum
2. Imunisasi TT pada wanita usia subur.
3. Melakukan pemeriksaan berkala pada masa kehamilan.
4. Imunisasi TT pada wanita hamil.
5. Perawatan tali pusat.
6. Imunisasi DPT pada bayi.
Program ini akan dijalankan secara bertahap, yaitu dimulai dari
penggalangan kerja sama dengan pihak pemerintahan, yaitu camat setempat, dan
dengan para kader, yang diharapkan akan memicu untuk mengaktivasi posyandu.
Setelah camat dan para kader mendapat informasi mengenai program ini, jadwal
edukasi disusun dengan panduan sebagai berikut:
1. Sosialisasi program kepada masyarakat.
14
2. Survey awal untuk mengetahui baseline perilaku serta pengetahuan
masyarakat.
3. Edukasi tahap pertama yang melibatkan penyampaian hal-hal yang telah
digariskan di atas.
4. Survey pasca edukasi tahap pertama yang dilakukan setelah periode 3
bulan untuk menilai perubahan perilaku serta tingkat pengetahuan
masyarakat.
5. Edukasi tahap kedua jika survey pasca edukasi tahap pertama
mengungkapkan ketiadaan atau kurangnya perbaikan perilaku maupun
pengetahuan; edukasi dapat disesuaikan dengan pencapaian menurut hasil
survey pasca edukasi tahap pertama.
6. Survey pasca edukasi tahap kedua yang dilakukan 3 bulan setelah edukasi
tahap kedua.
7. Hasil survey tahap kedua dapat digunakan untuk menyusun program
lanjutan di masa depan.
Edukasi pada masyarakat dilakukan sebagai suatu edukasi berkelanjutan,
dengan penggunaan posyandu serta puskesmas untuk menyampaikan informasi.
Program ini dilakukan tanpa mengganggu program penyuluhan puskesmas.
III.2.2 Pelatihan kepada tenaga kesehatan dan dukun beranak
Tenaga kesehatan dan dukun beranak dapat membantu mengatasi masalah
yang timbul dari kejadian tetanus neonatorum, termasuk membantu dalam
pencegahan kematian dan kecacatan akibat tetanus neonatorum dalam edukasi
masyarakat. Maka, tenaga kesehatan dan dukun beranak perlu dibekali dengan
pengetahuan yang memadai untuk mengenali serta mengatasi tetanus neonatorum
Memberikan pengetahuan dan pelatihan kepada tenaga kesehatan
mengenai:
1. Sterilisasi peralatan dalam membantu persalinan
2. Penggunaan antiseptik pada tali pusat
3. Perawatan tali pusat
4. Pentingnya imunisasi bagi wanita usia subur, wanita hamil dan balita
15
Selain itu, harus juga diberikan pengetahuan dan pelatihan kepada dukun
beranak mengenai:
1. Penggunaan alat bantu persalinan
2. Sterilisasi peralatan persalinan
3. Pemotongan tali pusat
4. Penggunaan antiseptik pada tali pusat
5. Perawatan tali pusat
Pelatihan dilakukan secara berulang setiap 3 bulan untuk memastikan
bahwa para tenaga kesehatan dan para dukun beranak tetap memiliki pengetahuan
yang cukup untuk mengatasi tetanus neonatorum.
III.2.3 Penyediaan Imunisasi vaksin tetanus pada wanita usia subur, ibu
hamil dan balita
Tetanus neonatorum bisa dicegah sampai ditekan sekecilnya-kecilnya,
dengan melakukan persalinan yang bersih dan aman, juga dengan melakukan
imunisasi bagi wanita usia subur (WUS), bayi dan anak-anak. Oleh karena itu,
perlu dilakukan suatu program imunisasi vaksin tetanus untuk menekan angka
kejadian tetanus neonatorum yang meliputi suatu perencanaan untuk menentukan
jumlah sasaran, menentukan target cakupan, dan perencanaan kebutuhan vaksin.
Pada dasarnya perhitungan kebutuhan jumlah dosis vaksin berasal dari unit
pelayanan imunisasi (Puskesmas).Cara perhitungan berdasarkan:
a. Jumlah sasaran imunisasi.
b. Target cakupan yang diharapkan untuk setiap jenis imunisasi.
c. Index pemakaian vaksin tahun lalu.
Puskesmas mengirimkan rencana kebutuhan vaksin ke kabupaten/kota.
Kompilasi dilakukan oleh kabupaten ditambah dengan kebutuhan vaksin dari
RSU Pemerintah/RS swasta, RB dan lain-lain di tingkat kabupaten. Demikian
pula provinsi harus mengkompilasi kebutuhan vaksin kab/kota yang ada di
wilayahnya ditambah kebutuhan vaksin bagi RSU dan RS swasta tingkat provinsi.
Selanjutnya angka kebutuhan per kabupaten/kota ini dikirimkan oleh provinsi ke
pusat untuk proses penyediaan vaksin imunisasi
16
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
1. Tetanus neonatorum merupakan penyakit yang sering ditemukan,
dimana masih terjadi di masyarakat terutama masyarakat kelas
menengah ke bawah.
2. Kejadian tetanus neonatorum dipengaruhi oleh berbagai faktor, sesuai
teori Blum, faktor-faktor ini adalah faktor perilaku, lingkungan,
biologis, dan layanan kesehatan. Intervensi terhadap faktor-faktor ini
diharapkan dapat menekan angka kejadian tetanus neonatorum.
3. Intervensi yang direncanakan dalam tulisan ini melibatkan tiga
program, edukasi berkelanjutan bagi masyarakat, edukasi tenaga
kesehatan dan dukun beranak, serta penyediaan vaksin imunisasi pada
wanita usia subur, ibu hamil dan balita.
V. Saran
Pada makalah ini, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi angka
kejadian tetanus neonatorum, yaitu faktor prilaku dan faktor layanan kesehatan..
Oleh karena itu, untuk mengurangi angka kejadian tetanus neonatorum perlu
dilakukan edukasi pada masyarakat mengenai tetanus neonatorum, edukasi tenaga
kesehatan dan dukun beranak mengenai cara persalinan yang benar untuk
mencegah tetanus neonatorum serta dilakukan penyediaan vaksin TT bagi wanita
usia subur dan ibu hamil serta vaksin DPT bagi balita.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Ningsih, S., and Witarti, N., 2007. Asuhan Keperawatan Dengan Tetanus.
Available from : www.pediatrik.com/perawat_pediatrik/061031-joiq163.doc.
Accested : Oct 16, 2007.
2. Lubis, U. N., 2004. Tetanus Lokal pada Anak. Available from :
www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15. Accested : Oct 16, 2007.
3. Ismoedijanto, and Darmowandowo, W., 2006. Tetanus. Available from :
www.pediatrik.com. Accested : Oct 16, 2007.
4. Silalahi, L., 2004. Tetanus. Available from : www.tempointeraktif.com.
Accested : Oct 16, 2007.
5. Tami, 2005. Tetanus, Infeksi yang Mematikan. Available from :
www.jilbab.or.id/content/view/456/36/. Accested : Oct 16, 2007.
6. Suraatmaja, S., and Soetjiningsih, 2000. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu
Kesehatan Anak RSUP Sanglah. Fakultas Kedokteran Udayana. Denpasar.
18