tugas hukum penanggulangan bencana ii

55
PERLINDUNGAN TERHADAP KELOMPOK RENTAN DALAM PENANGGULANGAN BENCANA GEMPA BUMI DI SUMATERA BARAT Tugas II HUKUM PENANGGULANGAN BENCANA Disusun oleh: 1. Nicholas Chandra ( 10.20.0012 ) 2. Bernadete Sonia Surya Santika D ( 10.20.0014 ) 3. Arina Permatasari I.P ( 10.20.0016 ) FAKULTAS HUKUM 0

Upload: nicholas-chandra

Post on 28-Dec-2015

40 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

lzaw

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

PERLINDUNGAN TERHADAP KELOMPOK RENTAN DALAM

PENANGGULANGAN BENCANA GEMPA BUMI DI SUMATERA

BARAT

Tugas II

HUKUM PENANGGULANGAN BENCANA

Disusun oleh:

1. Nicholas Chandra ( 10.20.0012 )

2. Bernadete Sonia Surya Santika D ( 10.20.0014 )

3. Arina Permatasari I.P ( 10.20.0016 )

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2012

0

Page 2: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan terbesar di dunia yang

mempunyai 17.508 pulau, dimana wilayah Indonesia sendiri terbentang antara 6

derajat garis lintang utara sampai 11 derajat garis lintang selatan, dan dari 97

derajat sampai 141 derajat garis bujur timur serta terletak antara dua benua dan

dua samudra yaitu Benua Asia dan Australia/Oceania serta Samudra Hindia dan

Samudra Pasifik.

Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa Indonesia merupakan

sebuah Negara yang memilki letak yang sangat potensial dan strategis. Hal

tersebut dapat dibuktikan dengan berbagai hal, salah satunya adalah Indonesia

masuk dalam wilayah Negara cincin api (Ring of Fire). Dimana ketika sebuah

Negara atau wilayah masuk kedalam wilayah cincin api ini maka daerah tersebut

akan sering mengalami gempa bumi dan letusan gunung berapi yang mengelilingi

cekungan Samudra Pasifik.

Hal inilah yang mengakibatkan di Indonesia sering sekali terjadi bencana

gempa bumi dan letusan gunung berapi, terutama bencana gempa bumi. Selain

karena disebabkan oleh hal tersebut diatas, gempa bumi yang sering melanda

sejumlah wilayah di Indonesia ini juga disebabkan oleh adanya zona tumbukan

lempeng, dimana secara tektonik posisi Indonesia berada pada jalur zona

tumbukan lempeng (tiga lempeng besar yang bertemu di kepulauan Indonesia).

Ketiga lempeng tersebut adalah Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan

Lempeng Pasifik. Lempeng Indo-Australia bergerak relatip ke arah utara dan

menyusup kedalam lempeng Eurasia, sementara lempeng Pasifik bergerak relatip

ke arah barat, ketiga lempeng tersebut selalu bergerak aktif, akibatnya jika suatu

hari ketiga lempeng tersebut bertemu maka gempa bumi yang terjadi di Indonesia

tidak akan terelakkan lagi.

Di Indonesia sendiri telah banyak terjadi peristiwa bencana gempa bumi

yang melanda sejumlah wilayah di negeri ini, baik dalam skala kecil hingga skala

besar. Beberapa perisitwa bencana gempa bumi dalam skala besar yang terjadi di

1

Page 3: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

Indonesia adalah gempa bumi di Aceh dalam skala 9,1 Skala Richter pada tanggal

26 Desember 2004, gempa bumi di Sumatera Utara dalam skala 8,7 Skala Richter

pada tanggal 25 Maret 2005, gempa bumi di Yogyakarta dalam skala 5,6 Skala

Richter pada tanggal 27 Mei 2006, dan gempa bumi di Sumatera Barat dalam

skala 7,6 Skala Richter pada tanggal 30 September 2009,dll.

Diantara ketiga perisitiwa besar tersebut, gempa bumi yang terjadi di

Sumatera Barat termasuk salah satu peristiwa gempa bumi yang menghentakkan

Indonesia karena peristiwa tersebut terjadi pada sore hari disaat sejumlah warga

Kota Padang dan sekitarnya sedang melakukan perjalanan kembali ke rumah

setelah bekerja, selain itu banyak gedung-gedung penting di Sumatera Barat yang

roboh seketika setelah bertahun-tahun berdiri, termasuk Hotel terbesar di Kota

Padang yaitu Hotel Andalas dan gedung pemerintahan Kota Padang, serta sempat

munculnya peringatan dini Tsunami yang sempat membuat panik masyarakat dan

tak lupa jumlah korban yang meninggal menembus angka ratusan.1

Selain itu peristiwa gempa bumi ini juga turut menghenyakkan Sumatera

Barat, terutama Kota Padang dan sekitarnya yang semula merupakan kota yang

tenang, nyaman, seketika itu berubah menjadi kota yang menyeramkan, penuh

dengan kepanikan dan banyak jatuh korban disemua tempat, dimana mayoritas

dari korban-korban tersebut berasal dari kelompok rentan. Disini Negara dan

pemerintah daerah sendiri langsung melakukan sebuah tindakan penanggulangan

bencana. Ditengah kepanikan tersebut akan terjadi satu hal yang menjadi sorotan

mengenai perlindungan bagi kelompok rentan yang mayoritas adalah korban dari

bencana gempa bumi di Sumatera Barat tersebut.

Berangkat dari hal-hal tersebut, penulis melakukan sebuah penyusunan

paper yang berjudul, ”PERLINDUNGAN TERHADAP KELOMPOK

RENTAN DALAM PENANGGULANGAN BENCANA GEMPA BUMI DI

SUMATERA BARAT.”

1http://asahannews.com/gempa-sumatera-barat-30-september-2009-evakuasi-korban-gempa-dilakukan-manual.html, diunduh Tanggal 20 November 2012, Pukul 18.10 WIB.

2

Page 4: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

B. PERUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana peran pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam

penanggulangan bencana gempa bumi di Sumatera Barat?

2. Bagaimana perlindungan bagi kelompok rentan secara normative di

Indonesia?

3. Bagaimana perlindungan bagi kelompok rentan dalam penanggulangan

bencana gempa bumi di Sumatera Barat?

C. TINJAUAN PUSTAKA

a. TEORI-TEORI (DOKTRIN)

1. Teori Pengertian:

3

Page 5: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

1.1 Teori Pengertian Bencana Menurut Eko Teguh Paripurno

(Pakar Bencana Alam):

Bencana alam adalah konsekwensi dari kombinasi aktivitas

alami (suatu peristiwa fisik, seperti letusan gunung, gempa bumi,

tanah longsor) dan aktivitas manusia. Karena ketidakberdayaan

manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat,

sehingga menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan

struktural, bahkan sampai kematian.2

1.2 Teori Pengertian Gempa Bumi Menurut DR. Dani Hilman

(Pakar Gempa):

Gempa bumi adalah getaran yang terjadi permukaan bumi.

Gempa bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak bumi

(lempeng bumi). Kata gempa bumi juga digunakan untuk

menunjukkan daerah asal terjadinya kejadian gempa bumi tersebut.

Bumi kita walaupun padat, selalu bergerak, dan gempa bumi terjadi

apabila tekanan yang terjadi karena pergerakan itu sudah terlalu

besar untuk dapat ditahan.3

1.3 Teori Pengertian Penanggulangan Bencana Menurut Pasal

1 ayat 5 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang

Penanggulangan Bencana:

Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah

serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan

pembangunan yang beresiko timbulnya bencana, kegiatan

pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.4

1.4 Teori Pengertian Kelompok Rentan Menurut Pasal 55 ayat

(2) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang

Penanggulangan Bencana:

2 Sema Gul, 2007, Bencana Alam, Jakarta:Yudhistira,hal.18.

3 Bambang Ruwanto, 2008, Mengenal Bencana Alam: Gempa Bumi, Jakarta:Kanisius, hal. 37.

4 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana.

4

Page 6: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

Kelompok rentan adalah kelompok yang terdiri atas bayi,

balita, dan anak-anak,ibu yang sedang mengandung atau menyusui,

penyandang cacat, dan orang lanjut usia.5

2. Teori Tahap-Tahap Penanggulangan Bencana Menurut

Pusat Pendidikan dan Mitigasi Bencana Universitas

Pendidikan Indonesia:

Penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas 3

(tiga) tahap meliputi:

a. Prabencana, yang meliputi:

1. Perencanaan penanggulangan bencana

2. Pengurangan risiko bencana

3. Pencegahan

4. Pemaduan dalam perencanaan pembangunan yang

dilakukan dengan cara mencantumkan unsur-unsur rencana 

penanggulangan bencana ke dalam rencana pembangunan

pusat dan daerah

5. Analisis resiko bencana

6. Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang dilakukan

untuk mengurangi resiko bencana yang mencakup

pemberlakuan peraturan tentang penataan ruang, standar

keselamatan, dan penerapan sanksi terhadap pelanggar. 

7. Pendidikan dan pelatihan; dan

8. Persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.

b. Saat tanggap darurat, yang meliputi:

1. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi,

kerusakan, dan sumber daya

2. Penentuan status keadaan darurat bencana

5 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana.

5

Page 7: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

3. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana

melalui upaya: pencarian dan penyelamatan korban;

pertolongan darurat

4. Pemenuhan kebutuhan dasar yang meliputi :  kebutuhan

air bersih dan sanitasi, pangan, sandang, pelayanan

kesehatan, pelayanan psikososial, dan  penampungan

dan tempat hunian.

5. Perlindungan terhadap kelompok rentan yaitu dengan

memberikan prioritas kepada kelompok rentan (bayi,

balita,dan anak-anak; ibu yang sedang mengandung

atau menyusui; penyandang cacat; dan orang lanjut

usia) berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan,

pelayanan kesehatan, dan psikososial.

6. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital,

dilakukan dengan memperbaiki dan/atau mengganti

kerusakan.

c. Pascabencana, yang meliputi:

1. Rehabilitasi

2. Rekonstruksi6

3. Teori Kemajemukan Dalam Ruang Publik Menurut Lucinda

M. Finley:

Ruang public harus menerima kemajemukan, yaitu antara

lain dengan menerima perempuan yang harus dirumuskan di luar

gagasan hubungan public-privat yang bersohat hirarkis.7

6 http://www.p2mb.geografi.upi.edu/Tentang_Bencana.html, diunduh tanggal 20 November 2012, Pukul 18.30 WIB

7 Lucinda M.Finley, 2000, “Transcending Equality Theory: A Way Out of The Maternity and The Workplace Debate”, Philadelphia: Temple University Press, hal. 190.

6

Page 8: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

4. Teori Feminisme Liberal Menurut Rosemarie Putnam Tong:

Feminisme Liberal menyatakan bahwa setiap orang

memiliki otonomi, termasuk perempuan. Lebih lanjut, karena aliran

ini sangat menekankan pada adanya kesetaraan maka aliran ini

berpendapat bahwa perempuan dan laki-laki secara rasional setara,

jadi mereka harus mendapat perlakuan dan kesempatan yang sama.8

5. Teori Feminis Post-Modern Menurut Jacques Lacan:

Aturan simbolis yang sarat dengan aturan laki-laki telah

menyulitkan perempuan, karena aturan-aturan ini diekspresikan

dalam bahasa dan cara berpikir yang maskulin sehingga

menyebabkan penindasan terhadap perempuan secara berulang.9

6. Teori Peraturan Hukum Menurut Sunaryati Hartono:

Hukum tidak saja peraturan-peraturan yang tertulis, hukum terdiri

dari:

1. Peraturan perundang-undangan

2. Peraturan yurisprudensi

3. Konvensi-konvensi/ Hukum kebiasaan

4. Perjanjian internasional

5. Lembaga internasional

6. Proses dan prosedur

7. Pendidikan hukum

8. Para pelaku hukum

8 Rosemarie Putnam Tong, 2004, “Feminist Thought”, Princenton: Princenton University Press, hal. 255.

9 Gadis Arivia,2003, Filsafat Berprespektif Feminis, Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, hal.128.

7

Page 9: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

9. Sarana dan prasarana hukum10

7. Teori Kesejahteraan Anak Menurut Darwan Prinst:

Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan anak yang

dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan

wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial.11

8. Teori Usaha Kesejahteraan Anak Menurut Darwan Prinst:

Usaha kesejahteraan sosial yang dilakukan untuk menjamin

terwujudnya kesejahteraan anak, terutama terpenuhinya

kebutuhan anak, usaha tersebut meliputi pembinaan,

pencegahan, dan rehabiltasi. Pelaksananya adalah pemerintah

yang memberikan pengarahan, bimbingan, bantuan, dan

pengawasan terhadap usaha kesejahteraan anak yang dilakukan

oleh masyarakat.12

9. Teori Penanganan Anak Menurut Sunaryati Hartono:

Untuk menjamin anak-anak akan ditangani dengan cara

yang layak bagi kehidupan anak, seimbang dengan keadaan

maupun dengan pelanggaran yang dilakukan, perlu diadakan

pengaturan tentang:

a. Pemeliharaan

b. Bimbingan dan pengawasan

c. Pemberian nasihat

d. Masa percobaan

e. Pemeliharaan anak angkat

f. Program pendidikan dan pelatihan kejuruan

10 Sunaryati Hartono, 2002, “Dampak Terorisme Terhadap Hukum Transnasional”, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipana,hal. 58.

11 Darwan Prinst, 1997, “Hukum Anak Indonesia”, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hal. 79.

12 Ibid. hal 83.

8

Page 10: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

g. Alternatif lain untuk lembaga pemeliharaan anak

angkat.13

10. Teori Pembangunan Sosial Menurut Roscue Pound:

Law is a tool of social engineer, hukum sebagai alat

pembaharuan dalam masyarakat, dalam istilah ini hukum

diharapkan dapat berperan merubah nilai-nilai sosial dalam

masyarakat.14

11. Teori Perlakuan Lanjut Usia Menurut Sasmitro A.W:

Lansia di Indonesia berpotensi mengalami diskriminasi

dikarenakan dari segi umur, mereka sering dianggap sebagai

sampah masyarakat dikarenakan dengan usia yang sudah tidak

produktif mereka tidak dapat menghidupi dirinya sendiri dan

cenderung bergantung pada orang lain, selain itu dari segi fisik,

lansia ini sering dianggap sebagai manusia lamban, akibatnya

ketika terjadi sesuatu hal sering kali keberadaan lansia

didiskriminasikan.15

b. ASAS-ASAS

Asas-asas yang digunakan dalam penanggulangan sebuah bencana

adalah:16

1. Asas Kemanusiaan:

Termanifestasi dalam penanggulangan bencana sehingga

undang-undang ini memberikan perlindungan dan

13 Op cit, hal. 89.

14 I Made Arya Utama, 2005, Sistem Hukum Perijinan Berwawasan Lingkungan, Jakarta:Sinar Grafika, hal. 17.

15 Ibid. hal. 86.

16 Erica Harper, 2009,Hukum dan Standar Internasional yang Berlaku Dalam Situasi Bencana Alam,Jakarta:Grasindo, hal. 23.

9

Page 11: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

penghormatan hak-hak asasi manusia, harkat dan martabat

setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara

proporsional.

2. Asas Keadilan:

Setiap materi muatan ketentuan dalam penanggulangan

bencana harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi

setiap warga negara tanpa kecuali.

3. Asas Kesamaan Kedudukan Dalam Hukum dan

Pemerintahan:

Materi muatan ketentuan dalam penanggulangan bencana

tidak boleh berisi hal-hal yang membedakan latar belakang,

antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status

sosial.

4. Asas Keseimbangan:

Materi muatan ketentuan dalam penanggulangan bencana

mencerminkan keseimbangan kehidupan sosial dan lingkungan.

5. Asas Keselarasan:

Materi muatan ketentuan dalam penanggulangan bencana

mencerminkan keselarasan tata kehidupan dan lingkungan.

6. Asas Keserasian:

Materi muatan ketentuan dalam penanggulangan bencana

mencerminkan keserasian lingkungan dan kehidupan sosial

masyarakat.

7. Asas Kebersamaan:

Penanggulangan bencana pada dasarnya menjadi tugas dan

tanggung jawab bersama Pemerintah dan masyarakat yang

dilakukan secara gotong royong.

c. PERUNDANG-UNDANGAN

10

Page 12: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

a. Penanggulangan Bencana17:

1. Pasal 3 ayat (2) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007

Tentang Penanggulangan Bencana:

Pasal ini berisi mengenai prinsip-prinsip dalam

penanggulangan bencana, yaitu cepat dan tepat, prioritas,

koordinasi dan keterpaduan, berdaya guna dan berhasil guna,

transparansi dan akuntabilitas, kemitraan, pemberdayaan,

nondiskriminatif; dan, nonproletisi.

2. Pasal 5 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang

Penanggulangan Bencana:

Berisi mengenai peraturan bahwa tanggung jawab

penyelenggaraan penanggulangan bencana ada di tangan

pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

3. Pasal 6 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang

Penanggulangan Bencana:

Berisi mengenai ketentuan-ketentuan tanggung jawab dari

pemerintah pusat terhadap penanggulangan bencana, yaitu:

a. Pengurangan risiko bencana dan pemaduan

pengurangan risiko bencana dengan program

pembangunan

b. perlindungan masyarakat dari dampak bencana;

c. penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi

yang terkena bencana secara adil dan sesuai dengan

standar pelayanan minimum;

d. pemulihan kondisi dari dampak bencana;

17 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana.

11

Page 13: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

e. pengalokasian anggaran penanggulangan bencana

dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang

memadai

f. pengalokasian anggaran penanggulangan bencana

dalam bentuk dana siap pakai; dan

g. pemeliharaan arsip/dokumen otentik dan kredibel dari

ancaman dan dampak bencana.

4. Pasal 8 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang

Penanggulangan Bencana:

Pasal ini berisi mengenai tanggung jawab pemerintah daerah

dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi:

a. penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang

terkena bencana sesuai dengan standar pelayanan minimum;

b. perlindungan masyarakat dari dampak bencana

c. pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan

risiko bencana dengan program pembangunan; dan

d. pengalokasian dana penanggulangan bencana dalam

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang memadai.

5. Pasal 10 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang

Penanggulangan Bencana:

Pasal ini berisi mengenai Pemerintah pusat membentuk

Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

6. Pasal 18 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang

Penanggulangan Bencana:

12

Page 14: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

. Pasal ini berisi mengenai Pemerintah daerah membentuk

Badan Penanggulangan Bencana Daerah.

7. Pasal 26 ayat (1) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007

Tentang Penanggulangan Bencana:

Pasal ini mengatur mengenai hak-hak yang diterima oleh

masyarakat terutama bagi korban bencana alam.

8. Pasal 33 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang

Penanggulangan Bencana:

Pasal ini mengatur mengenai 3 tahapan dalam proses

penanggulangan bencana.

9. Pasal 71 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang

Penanggulangan Bencana:

Pasal ini mengatur mengenai fungsi pengawasan yang

dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah.

b. Perlindungan Wanita

1. Undang-undang No 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan

Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk

Diskriminasi Terhadap Wanita.18

a. Pasal 12 ayat (1) Konvensi CEDAW (Convention on the

Elimination of All Forms of Discrimination Agains

Women):

Pasal ini mengatur mengenai kewajiban negara untuk

menjamin pemeliharaan kesehatan termasuk hak untuk

memperoleh pelayanan kesehatan bagi perempuan.

18 Sulistyowati Irianto, 2008,Perempuan dan Hukum Menuju Hukum yang Berprespektif Kesetaraan dan Keadilan, Jakarta: Yayasan Obor, hal. 99-104.

13

Page 15: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

b. Pasal 12 ayat (2) Konvensi CEDAW (Convention on the

Elimination of All Forms of Discrimination Agains

Women):

Pasal ini mengatur mengenai kewajiban negara

untuk menjamin bahwa perempuan mendapat pelayanan

yang layak berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan

masa sesudah persalinan dengan biaya Cuma-Cuma.

c. Pasal 2 Konvensi CEDAW (Convention on the

Elimination of All Forms of Discrimination Agains

Women):

Pasal ini mengatur mengenai larangan bagi negara

terutama peserta konvensi untuk tidak melakukan

diskriminasi terhadap perempuan dalam bentuk apapun.

c.Perlindungan Anak

1. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan

Anak19:

a. Pasal 2- pasal 9 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang

Kesejahteraan Anak:

Mengatur mengenai hak-hak anak, yaitu:

a. Hak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan.

b. Hak atas pelayanan

c. Hak atas pemeliharaan dan perlindungan

d. Hak atas perlindungan lingkungan hidup

e. Hak mendapatb pertolongan pertama

19 Ibid.

14

Page 16: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

f. Hak memperoleh asupan

g. Hak memperoleh bantuan

h. Hak diberi pelayanan dan asuhan

i. Hak memperoleh pelayanan khusus

j. Hak mendapat bantuan dan pelayanan

2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan

Anak20:

a. Pasal 8 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak:

Pasal ini mengatur mengenai hak anak untuk memperoleh

pelayanan kesehatan dan jaminan sosial dengan kebutuhan fisik,

mental, spiritual, dan sosial.

a. Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak:

Pasal ini mengatur mengenai hak anak untuk memperoleh

pendidikan dan pengajaran.

b. Pasal 11 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak:

Pasal ini mengatur mengenai hak anak untuk berisitrahat dan

memanfaatkan waktu luang dengan teman sebaya, bermain, dan berkreasi.

c. Pasal 23 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak:

Negara dan pemerintah wajib mengawasi penyelenggaraan

perlindungan anak.

3. Konvensi Jenewa 1924 Tentang Hak-hak Asasi Anak21:

a. Hak mendapat perlindungan anak oleh negara (Pasal 3 ayat (2)).

b. Hak anak untuk hidup (Pasal 6 ayat (1)).

c. Perlindungan bagi anak yang kehilangan orang tua (Pasal 20).

20 Darwan Prinst, 1997,Hukum Anak Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hal. 112-124.

21 Ibid, hal 132.

15

Page 17: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

d. Mengambil langkah-langkahyang layak untuk menjamin status anak

pengungsi (Pasal 22).

e. Melindungi anak dari eksploitasi (Pasal 32).

f. Melindungi anak dari penyalahgunaan seksual (Pasal 34).

g. Meningkatkan pemulihan rohani,jasmani, dan penyatuan kembali (Pasal

39).

d. Perlindungan Lanjut Usia

1. Pasal 5 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang

Kesejahteraan Lanjut Usia:

Dalam pasal ini dijelaskan mengenai hak-hak yang diterima oleh

kelompok lanjut usia, diantaranya hak mendapat pelayanan kesehatan,

hak diperlakukan sama, hak mendapat kemudahan dalam

menggunakan fasilitas umum, hak untuk mendapat bantuan sosial.

2. Pasal 14 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang

Kesejahteraan Lanjut Usia:

Dalam pasal ini berisi mengenai ketentuan maksud adanya

pelayanan kesehatan yaitu untuk memelihara dan meningkatkan derajat

kesehatan dan kemampuan lanjut usia, agar kondisi fisik, mental, dan

sosialnya dapat berfungsi secara wajar.

3. Pasal 20 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang

Kesejahteraan Lanjut Usia:

Dalam pasal ini berisi mengenai ketentuan bahwa bantuan sosial

dimaksudkan agar lanjut usia potensial yang tidak mampu dapat

meningkatkan taraf kesejahteraannya.

D. PEMBAHASAN (ANALISIS)

16

Page 18: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

1. Peran Pemerintah Pusat Maupun Pemerintah Daerah Dalam

Penanggulangan Bencana Gempa Bumi di Sumatera Barat:

Pada tanggal 30 September 2009, pada pukul 17.16.10 WIB,

terjadi sebuah gempa bumi dengan kekuatan 7,6 Skala Richter di lepas

pantai Sumatera Barat. Gempa ini terjadi di lepas pantai Sumatera,

sekitar 50 km barat laut Kota Padang. Gempa menyebabkan kerusakan

parah di beberapa wilayah di Sumatera Barat seperti Kabupaten

Padang Pariaman, Kota Padang, Kabupaten Pesisir Selatan, Kota

Pariaman, Kota Bukittinggi, Kota Padangpanjang, Kabupaten Agam,

Kota Solok, dan Kabupaten Pasaman Barat. Menurut data Satkorlak

Penanggulangan Bencana, korban tewas adalah sebanyak 6.234 akibat

gempa ini yang tersebar di 3 kota & 4 kabupaten di Sumatera Barat,

korban luka berat mencapai 1.214 orang, luka ringan 1.688 orang,

korban hilang 1 orang. Sedangkan 135.448 rumah rusak berat, 65.380

rumah rusak sedang, & 78.604 rumah rusak ringan Peringatan tsunami

sempat dikeluarkan namun segera dicabut dan terdapat laporan

kerusakan rumah maupun kebakaran. Selain itu sejumlah hotel di

Padang rusak salah satunya adalah Hotel Andalas yang merupakan

hotel terbesar di Kota Padang, dan upaya untuk mencapai Padang

cukup susah akibat terputusnya komunikasi22

Kejadian gempa bumi di Sumatera ini cukup menggemparkan

seluruh Indonesia bahkan dunia, dikarenakan jumlah korban yang

berjatuhan tidak sedikit jumlahnya, bahkan korban tewas sendiri

mencapai 6.234 jiwa, sungguh angka yang fantastis.

Perlu diketahui bahwa, yang mengakibatkan adanya korban-korban

ini baik korban tewas hingga luka ringan adalah bukan karena gempa

bumi secara langsung, tetapi hal ini berasal dari dampak yang

diakibatkan dengan adanya gempa bumi (gempa bumi secara tidak

22 http://asahannews.com/gempa-sumatera-barat-30-september-2009-evakuasi-korban-gempa-dilakukan-manual.html, diunduh Tanggal 20 November 2012, Pukul 18.10 WIB

17

Page 19: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

langsung). Mereka para korban ini mengalami luka-luka hingga tewas

hampir 90% karena mereka terjebak di dalam gedung dan akhirnya

gedung itu roboh dan mereka tertimbun dibawah reruntuhan gedung-

gedung tersebut. Seperti pada gempa bumi di Sumatera Barat ini,

beberapa korban tewas ditemukan di bawah reruntuhan Hotel Andalas

di Kota Padang, mereka terjepit tembok-tembok yang berkilo-kilo

beratnya, mereka tertimbun bahkan sampai hitungan hari.

Sebelum kita membahas lebih jauh, akan jauh lebih baik jika kita

mengingat bahwa Indonesia merupakan sebuah negara yang masuk ke

dalam wilayah “cincin api”, yaitu sebuah kawasan yang dikelilingi

oleh proses gerak bumi yang selalu aktif, akibatnya Indonesia

merupakan negara yang rawan bencana terlebih gempa bumi. Jadi, apa

yang dialami oleh Sumatera Barat sebenarnya bukan barang baru

untuk Indonesia. Terlebih bencana gempa bumi seperti ini sebelumnya

telah banyak terjadi di Indonesia, bahkan jauh lebih dahsyat dari

gempa bumi di Sumatera Barat ini.

Untuk itu diperlukan peran serta masyarakat dan pemerintah dalam

proses penanggulangan sebuah bencana,baik oleh pemerintah pusat

maupun daerah. Seperti halnya peristiwa gempa bumi di Sumatera

Barat ini, ketika bencana ini terjadi dan menimbulkan korban-korban

terlebih korban jiwa dan kerugian lainnya, diperlukan sebuah peranan

dari pemerintah terutama, dalam hal ini pemerintah pusat karena

kejadian ini terjadi dalam wilayah Indonesia terlebih termasuk bencana

nasional dan juga oleh pemerintah daerah Sumatera Barat, karena

kejadian ini terjadi di daerah Sumatera Barat, hal ini tercantum jelas

dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 dimana

disebutkan bahwa tanggung jawab penyelenggaraan penanggulangan

bencana ada di tangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

18

Page 20: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

Pertama, akan dibahas mengenai peran pemerintah pusat. Dalam

Pasal 6 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang

Penanggulangan Bencana diatur mengenai apa saja yang menjadi

tanggung jawab Pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan

bencana, yakni meliputi:

a. pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko

bencana dengan program pembangunan;

b. perlindungan masyarakat dari dampak bencana;

c. penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang

terkena bencana secara adil dan sesuai dengan standar

pelayanan minimum;

d. pemulihan kondisi dari dampak bencana;

e. pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang memadai;

f. pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk

dana siap pakai; dan pemeliharaan arsip/dokumen otentik dan

kredibel dari ancaman dan dampak bencana.

Dalam pasal tersebut jelas disebutkan bahwa pemerintah

pusat juga memiliki tanghung jawab bagi keberlangsungan

hidup masyarakat korban bencana, dalam hal ini korban bencana

gempa bumi Sumatera Selatan. Untuk mewuhudkan hal tersebut

pemerintah pusat membentuk suatu badan yang berfungsi untuk

menanggulangi bencana sebagai penggerak pemerintah pusat di

lapangan, menurut Pasal 10 Undang-undang Nomor 24 Tahun

2007 Tentang Penanggulangan Bencana, Pemerintah pusat

membentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

Melalui badan tersebut, pemerintah pusat melakukan

perannya, salah satunya dalam gempa bumi di Sumatera Barat,

pemerintah pusat mengucurkan dana untuk penanggulangan

bencana di daerah tersebut, yang kemudian diaplikaiskan dalma

19

Page 21: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

bentuk bantuan logistik, tenda-tenda darurat, kantung

jenazah,bahkan hingga proses rekonstruksi. Untuk selanjutnya

sebagai eksekutor di lapangan adalah BNPB tersebut.

Selain pemerintah pusat pemerintah daerah pun turut serta

dalam peran penaggulangan bencana di Sumatera Barat tersebut.

Dalam Pasal 8 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang

Penanggulangan Bencana tanggung jawab pemerintah daerah

dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi:

a. penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi

yang terkena bencana sesuai dengan standar pelayanan

minimum;

b. perlindungan masyarakat dari dampak bencana

c. pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan

risiko bencana dengan program pembangunan; dan

d. pengalokasian dana penanggulangan bencana dalam

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang

memadai.

Selain itu, kurang lebihnya apa yang dilakukan oleh

pemerintah pusat sama dengan pemerintah daerah, namun disini

peran pemerintah daerah lebih diintensifkan, karena yang

mengetahui keadaan daerah tersebut hanya pemetintah daerah

itu sendiri, dalam hal ini Sumatera Barat. Dalam bencana gempa

bumi di Sumatera Barat ini pemerintah daerah turut membentuk

Badan Penanggulangan Bencana tetapi setingkat daerah.

Namun perlu disadari bahwa memang secara normatif

diatur mengenai peran pemerintah pusat dan daerah, namun

menurut kenyataannya peristiwa gempa bumi di Sumatera Barat

ini masih dirasakan kurangnya tanggapan dari pemerintah pusat

20

Page 22: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

dan daerah ini, mereka dinilai masih lamban, bahkan saat

bencana ini terjadi, pemerintah pusat justru sedang merapatkan

apa tindakan-tindakan yang akan dilakukan, padahal di luar sana

banyak korban berjatuhan yang harus segera ditolong.

Pemerintah terkesan tidak siap, padahal perisitiwa semacam ini

sudah terjadi di masa sebelumnya dan pasti akan terjadi

kembali. Per;u diketahui bahwa tahap penanggulangan bencana

sebenarnya adalah tahap prabencana, tanggap darurat dan pasca

bencana.

Tetapi saat ini telah terjaid pergeseran makna, bahkan peran

pemerintah itu sendiri baik pusat maupun daerah justru hanya

terasa pada saat tanggap darurat dna sedikit terasa pada saat

pasca bencana, untuk pra bencana sendiri hampir di Indonesia

tidak eprnah dilakukan tahap ini guna mempersiapkan diri dan

bahkan dapat untuk menekan jumlah korban dan kerugian-

kerugian terutama kerugian materiil. Padahal sudah bukan

rahasia lagi bahwa Indonesia merupakan negara rawan gempa

bumi yang dapat disamakan dengan Jepang, namun

dibandingkan dengan negara Indonesia, Jepang jauh lebih siap

dalam menghadapi bencana, dikarenakan mereka sudah matang

pad atahan prabencana ini. Pemerintah juga harus belajar dari

hal ini.

Namun lepas dari itu semua, peran pemerintah baik pusat

maupun daerah pada saat gempa bumi di Suamtera Barat sudah

dirasakan. Hal ini terbukti dari dikeluarkannya perintah tanggap

darurat oleh pemerintah pusat yang kemudian disertai dengan

turunnya sejumlah bantuan yang juga diselenggarakan oleh

pemerintah daerah, baik bantuan logistik hingga bantuan tenaga.

Akibatnya laju jatuhnya korban dapat ditekan dan masyarakat

lainnya sudah tertangani dengan baik. Hal ini merupakan

21

Page 23: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

pemenuhan tanggung jawab oleh pemerintah seperti yang

tercantum dalam undang-undang diatas, selain itu pemerintah

juga terus memfollow-up perisitiwa ini dalam bentuk

pengawasan, agar tujuannya dapat tercapai secara tepat. Fungsi

pengawasan ini tercantum dalam Pasal 71 Undang-undang

Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana.

2. Perlindungan Bagi Kelompok Rentan Secara Normative di

Indonesia:

Menurut Pasal 55 ayat (2) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007

Tentang Penanggulangan Bencana, yang dimaksud dengan kelompok

rentan adalah kelompok yang terdiri atas bayi, balita, dan anak-

anak,ibu yang sedang mengandung atau menyusui, penyandang cacat,

dan orang lanjut usia. Namun, dalam paper ini, penulis lebih

memfokuskan diri untuk menyoroti permasalahan perempuan (ibu),

anak, dan lanjut usia.

Untuk kelompok rentan dalam hal ini perempuan, secara normatif,

perempuan-perempuan di Indonesia sudah mendapatkan perlindungan

hukumnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya Undang-undang No 7

Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan

Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita. Undang-undang ini

bersumber dari adanya Konvensi Cedaw (Convention on the

Elimination of All Forms of Discrimination Agains Women) yang telah

ditandatangani oleh sejumlah negara-negara di dunia. Melihat hal ini,

didorong dengan keresahan Bangsa Indonesia akan kekerasan-

kekerasan yang terjadi perempuan-perempuan di Indonesia, maka

Indonesia akhirnya meratifikasi konvensi ini, yang artinya apa yang

tercantum dalam konvensi itu akan berlaku pula di Indonesia.

Konvensi tersebut mengatur mengenai hak-hak yang harus dimiliki

oleh perempuan-perempuan, seperti pada Pasal 12 ayat (1) Konvensi

CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of

22

Page 24: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

Discrimination Agains Women) yang mengatur mengenai kewajiban

negara untuk menjamin pemeliharaan kesehatan termasuk hak untuk

memperoleh pelayanan kesehatan bagi perempuan. Ada pula Pasal 12

ayat (2) Konvensi CEDAW (Convention on the Elimination of All

Forms of Discrimination Agains Women) dimana mengatur mengenai

kewajiban negara untuk menjamin bahwa perempuan mendapat

pelayanan yang layak berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan

masa sesudah persalinan dengan biaya Cuma-Cuma, serta Pasal 2

Konvensi CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of

Discrimination Agains Women) mengatur mengenai larangan bagi

negara terutama peserta konvensi untuk tidak melakukan diskriminasi

terhadap perempuan dalam bentuk apapun.

Dalam pasal-pasal tersebut jelas bahwa secara normatif inilah

bentuk perlindungan bagi perempuan-perempuan terutama di

Indonesia, dan negara harus menjamin pemenuhan hak-hak perempuan

tersebut.

Untuk kelompok rentan dari kelompok anak, anak merupakan

anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa untuk selalu dijaga dan

dilindungi, karena anak dianggap belum mampu untuk menentukan

apa yang dia inginkan dengan baik atau sesuai dengan kaidah-kaidah

yang berlaku selain itu agar anak dapat tumbuh dan berkembang

dengan baik sesuai dengan keinginannya dengan jalan yang benar.

Menyadari hal itu, Indonesia lalu mengundangkan secara normatif

peraturan perundang-undangan guna melindungi anak-anak ini secara

hukum. Undang-undang tersebut adalah Undang-undang Nomor 4

Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, Undang-undang Nomor 23

Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Selain itu ada pula konvensi

yang dilakukan negara-negara di dunia yang mengatur mengenai hak-

hak anak, yaitu Konvensi Jenewa 1924 Tentang Hak-hak Asasi Anak

hal ini juga turut dilakukan di Indonesia, ingat bahwa konvensi dapat

23

Page 25: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

menjadi peraturan seperti undang-undang seperti yang dikatakan

Sunaryati Hartono.

Intinya kesemua peraturan tersebut mengatur mengenai apa saja

hak-hak dari anak, dan apa yang harus dilakukan oleh negara untuk

menjamin terlaksanannya hak anak tersebut.

Untuk yang terakhir adalah kelompok lanjut usia, kelompok lanjut

usia juga perlu diberikan perlindungan,dikarenakan kelompok ini

merupakan kelompok yang sudah berusia lanjut dan masuk masa

kurang produktif, sehingga terkadang posisi mereka dalam masyarakat

sering dilecehkan bahkan dianggap sebagai benalu yang sudah tidak

bisa berdiri sendiri dan pergerakannya pun lambat, sehingga mereka

sering didikriminasi. Melihat hal tersebut negara pun turut

mengundangkan peraturan guna melindungi kelompok lanjut usia ini,

yaitu dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998

Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. Itulah merupakan bentuk

perlindungan bai kelompok rentan secara normatif.

3. Perlindungan Bagi Kelompok Rentan dalam Penanggulangan

Bencana Gempa Bumi di Sumatera Barat:

Gempa bumi yang terjadi di Sumatera Barat merupakan sebuah

perisitwa yang mengguncang Indonesia. Banyak korban-korban yang

berjatuhan, bahkan ada pula korban jiwa yang tak sedikit jumlahnya.

Dibalik hal itu semua, perlu disoroti pula mengenai korban-korban

yang selamat dari kesemua korban-korban tersebut, pasti seluruh mata

masyrakat Indonesia bahkan dunia akan langsung tertuju pada

kelompok rentan, yaitu perempuan, anak, dan lanjut usia.

Kelompok rentan ini adalah kelompok yang menjadi prioritas harus

dilindungi, hal ini sesuai dengan apa yang tercantum dalam Pasal 48

Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan

24

Page 26: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

Bencana. Dimana dalam pasal tersebut disebutkan bahwa

penyelenggaraan penanggulangan bencana teridiri dari beberapa aspek

salah satunya adalah perlindungan kelompok rentan.

Perlindungan bagi kelopok rentan di lokasi gempa bumi di

Sumatera Barat terdiri dari perlindungan secara normatif, perlindungan

secara sosiologis, dan perlindungan dari pemerintah baik pusat

maupun daerah.

1. Perlindungan Normatif:

a. Untuk kelompok perempuan,

Perlindungan secara hukum bagi perempuan-perempuan ini dengan

tegas disebutkan dalam Undang-undang No 7 Tahun 1984 Tentang

Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk

Diskriminasi Terhadap Wanita. Dimana jika dikaitkan antara sisi

normatif dalam undang-undang tersebut dengan realita yang ada di

lokasi gempa, maka peraturan-peraturan tersebut yang tepat adalah

yang tercantum dalam Pasal 12 ayat (1) Konvensi CEDAW

(Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Agains

Women) yang mengatur mengenai kewajiban negara untuk menjamin

pemeliharaan kesehatan termasuk hak untuk memperoleh pelayanan

kesehatan bagi perempuan, ada pula Pasal 12 ayat (2) Konvensi

CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of

Discrimination Agains Women) dimana mengatur mengenai kewajiban

negara untuk menjamin bahwa perempuan mendapat pelayanan yang

layak berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan masa sesudah

persalinan dengan biaya Cuma-Cuma, serta Pasal 2 Konvensi CEDAW

(Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Agains

Women) mengatur mengenai larangan bagi negara terutama peserta

konvensi untuk tidak melakukan diskriminasi terhadap perempuan

dalam bentuk apapun.

b. Untuk kelompok anak,

25

Page 27: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

Perlindungan untuk anak ini secara tegas disebutkan dalam 2

undang-undang dan 1 konvensi Internasional tentang hak anak. Yaitu :

1. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan

Anak. Dalam undang-undang tersebut hanya ada beberapa pasal yang

sesuai jika dicocokkan dengan apa yang terjadi dalam peristiwa

gempa bumi ini, seperti Pasal 2- pasal 9 Undang-undang Nomor 4

Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, yang mengatur mengenai

hak-hak anak, yaitu:

a. Hak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan.

b. Hak atas pelayanan

c. Hak atas pemeliharaan dan perlindungan

d. Hak atas perlindungan lingkungan hidup

e. Hak mendapatb pertolongan pertama

f. Hak memperoleh asupan

g. Hak memperoleh bantuan

h. Hak diberi pelayanan dan asuhan

i. Hak memperoleh pelayanan khusus

j. Hak mendapat bantuan dan pelayanan

2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan

Anak, Dalam undang-undang tersebut hanya ada beberapa pasal yang

sesuai jika dicocokkan dengan apa yang terjadi dalam peristiwa

gempa bumi ini, seperti Pasal 8 Undang-undang Nomor 23 Tahun

2002 Tentang Perlindungan Anak mengatur mengenai hak anak

untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial dengan

kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial, Pasal 9 ayat (1)

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

yang mengatur mengenai hak anak untuk memperoleh pendidikan

dan pengajaran, Pasal 11 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002

Tentang Perlindungan Anak yang mengatur mengenai hak anak untuk

berisitrahat dan memanfaatkan waktu luang dengan teman sebaya,

bermain, dan berkreasi, serta Pasal 23 ayat (2) Undang-undang

26

Page 28: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang berisi

mengenai Negara dan pemerintah wajib mengawasi penyelenggaraan

perlindungan anak.

3. Konvensi Jenewa 1924 Tentang Hak-hak Asasi Anak:

DImana Indonesia merupakan salah satu negara yang turut serta

dalam konvensi tersebut, yang artinya konvensi ini juga berlaku di

Indonesia. Konvensi ini mengatur mengenai hak anak untuk:

a. Hak mendapat perlindungan anak oleh negara (Pasal 3 ayat (2)).

b. Hak anak untuk hidup (Pasal 6 ayat (1)).

c. Perlindungan bagi anak yang kehilangan orang tua (Pasal 20).

d. Mengambil langkah-langkahyang layak untuk menjamin status

anak pengungsi (Pasal 22).

e. Melindungi anak dari eksploitasi (Pasal 32).

f. Melindungi anak dari penyalahgunaan seksual (Pasal 34).

g. Meningkatkan pemulihan rohani,jasmani, dan penyatuan kembali

(Pasal 39).

c. Kelompok Lanjut Usia

4. Dalam kelompok lanjut usia ini kembali ditegaskan dari point

nimor 2 di pembahasan sebelumnya bahwa Indonesia punturut peduli

untuk melindungi lanjut usia karena dianggapsebagai kelompok rentan

hal ini dibuktikan dengan adanya Undang-undang Nomor 13 Tahun

1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. Dimana pasal-pasal yang

terkait dengan perisitwa penanggulangan bencana gempa bumi di

Suamtera Barat adalah Pasal 5 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998

Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia mengatur mengenai hak-hak yang

diterima oleh kelompok lanjut usia, diantaranya hak mendapat

pelayanan kesehatan, hak diperlakukan sama, hak mendapat

kemudahan dalam menggunakan fasilitas umum, hak untuk mendapat

bantuan sosial, Pasal 14 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998

Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia mengenai ketentuan maksud

27

Page 29: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

adanya pelayanan kesehatan yaitu untuk memelihara dan

meningkatkan derajat kesehatan dan kemampuan lanjut usia, agar

kondisi fisik, mental, dan sosialnya dapat berfungsi secara wajar, Pasal

20 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang

Kesejahteraan Lanjut Usia mengenai ketentuan bahwa bantuan sosial

dimaksudkan agar lanjut usia potensial yang tidak mampu dapat

meningkatkan taraf kesejahteraannya.

2. Perlindungan Sosiologis:

Untuk perlindungan secara sosiologis ini akan

dikemukakan beberapa teori-teori dan asas yang sesuai dengan

kondisi proses penanggulangan bencana di perisitiwa gempa bumi

di Sumatera Barat serta perlindungan bagi kelompok rentan. Ada

teori :

1. Kemajemukan Dalam Ruang Publik Menurut Lucinda M.

Finley.

2. Teori Feminisme Liberal Menurut Rosemarie Putnam Tong

3. Teori Feminis Post-Modern Menurut Jacques Lacan

4. Teori Kesejahteraan Anak Menurut Darwan Prinst

5. Teori Usaha Kesejahteraan Anak Menurut Darwan Prinst

6. Teori Penanganan Anak Menurut Sunaryati Hartono

7. Teori Pembangunan Sosial Menurut Roscue Pound

8. Teori Perlakuan Lanjut Usia Menurut Sasmitro A.W

9. Asas Kemanusiaan

10. Asas Keadilan

11. Asas Kesamaan Kedudukan Dalam Hukum dan Pemerintahan

28

Page 30: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

12. Asas Keseimbangan

13. Asas Keselarasan

14. Asas Keserasian

15. Asas Kebersamaan

3. Perlindungan dari Pemerintah baik Pusat Maupun Daerah:

Bentuk perlindungan yang dilakukan oleh pemerintah salah

satunya dengan melakukan 3 tahap penanggulangan bencana tadi

yang sudah dibahas pada pembahasan pertama, yaitu meliputi

tahap prabencana, tanggap darurat hingga pasca bencana.

Walaupun ada perlindungan lain yaitu dalam bentuk pemeberian

bantuan seperti logistik, tenda darurat, pakaian, dsb, itu semua

merupakan bagian dari tahap tanggap darurat.

Diatas sudah dibahas mengenai perlindungan-perlindungan

dari tiga aspek, itu tadi secara Das Solen, secara Das Sein, dalam

perisitwa gempa di Sumatera Barat tersebut, banyak terjadi kasus-

kasus lain yang melingkupinya, seperti permasalahan kesehatan,

pasca gempa bumi tentu banyak sekali masalah-masalah kesehatan

yang melingkupinya mulai dari mereka yang terluka hingga

gangguan kesehatan lainnya. Namun dalam praktiknya perihal

kesehatan ini sangat minim sekali, ada seorang Ibu hamil yang

pada akhirnya melahirkan namun dia melahirkan di tenda darurat,

dengan alasan dari rumah sakit jauh serta harus membayar terlebih

dahulu, hal ini tentu sangat janggal. Padahal dalam peraturan

perundang-undangan yang telah disebut diatas sangat jelas

disebutkan bahwa perempuan berhak atas hak

melahirkan,kesehatan, bahkan secara Cuma-Cuma, apalagi ini

merupakan peristiwa darurat.

29

Page 31: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

Ada pula permasalahan pendidikan, sekolah-sekolah roboh,

segala arsip sekolah hilang, padahal sebentar lagi akan diadakan

ujian mid semester. Disini terjadi sebuah problem dimana anak-

anak korban bencana ini masih dihantui rasa trauma secara

psikologis, namun masih dibebani mid semester yang harus tetap

diadakan, padahal buku-buku mereka juga hilang.

Permasalahan muncul kembali yaitu pada tenda-tenda

darurat yang dibangun di alam terbuka dengan fasilitas yang sangat

minim, di tenda-tenda darurat ini tinggal beberapa kepala keluarga

sekaligus, dan dicampur pula antara laki-laki dan perempuan. Hal

ini sungguh tidak sehat dan tidak ideal, padahal manusia tetap

membutuhkan ruang privat. Seperti contoh bagi ibu yang hendak

menyusui, pasti dibutuhkan tempat yang nyaman dan privat, tetapi

di lokasi pengungsian hampir tidak ditemukan ruangan khusus ibu

menyusui. Ada pula bagi bayi, di tenda itu terkadang ada sejumlah

orang yang sembarangan melakukan hal-hal yang dapat

menganggu kesehatan, merokok misalnya, padahal disana ada bayi

yang sangat rentan terhadap penyakit,persoalan iklim juga turut

serta, tenda darurat dibangun di alam terbuka dengan konsep tenda

yang tidak terlalu tertutup, padahal disitu terdapat pua kelompok-

kelompok lanjut usia yang kesehatannya sudah sangat menurun,

ditambah dengan keadaan iklim seperti itu pasti akan lebih parah

lagi, buktinya adalah ada 2 orang kakek dan nenek meninggal di

tempat pengungsian karena sakit yang diakibatkan oleh cuaca yang

buruk ditengah penempatan tenda yang minim.

Maih banyak lagi hal-hal lainnya, disini dapat kita lihat

betapa mirisnya antara das solen dan das sein sungguh sangat

bertolak belakang, padahal menurut teori Roscou Poun hukum

diciptakan untuk merekayasa kehidupan sosial tentunya untuk ke

arah yang lebih baik. Selain itu teori-teori feminisme juga

30

Page 32: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

menegaskan bahwa budaya patriakhi masih sangat terasa di dunia

ini, ini juga dibuktikan dengan masih adanya isteri-isteri ditengah

keadaan darurat seperti itu masih harus melayani suaminya untuk

sekedar membuatkan kopi dan juga mengurus anak-anaknya,

padahal istri tersebut juga tengah sakit dan terguncang jiwanya.

Disini perlindungan untuk perempuan harus hadir.

Penanggulangan bencana memiliki asas-asas seperti yang

tersebut diatas dan prinsipnya yang cepat, tepat, dan prioritas.

Prioritas disini yang dimaksud adalah bagi kelompok rentan.

Sebenarnya permasalahan perlindungan ini bukan semata-mata

tugas pemerintah saja, sebagai masyarakat juga turut membantu,

namun ternyata masyarakat sendiri juga terkesan acuh tak acuh

dengan kelompok rentan. Seperti adanya kasus pemerkosaan dan

eksploitasi anak-anak korban bencana alam gempa bumi di

Sumatera Barat ini. Orang-orang tertentu justru memanfaatkan

moment ini untuk berbuat sesuai dengan keuntungan bagi dirinya.

Disini juga dibutuhkan peran serta dari aparat kepolisian. Akhirnya

jika ada konflik seperti ini konsep keadilan akan muncul, karena

hal ini sungguh tidak adil bagi kelompok rentan karena terus-

menerus dirugikan.

Disini terlihat peran pemerintah dalam hal melindungi

kelompok rentan yang memang menjadi prioritas dalam

penanggulangan bencana gempa bumi di Sumatera Barat terkesan

mendadak, tidak siap, dsb, namun jika dilihat dari satu sisi saja

sungguh tidak adil, peran serta masyarakat untuk turut melindungi

pun masih kurang. Tetapi kembali lagi, lepas dari itu semua

pemerintah beserta instrumen-instrumennya sudah mengupayakan

sebaik mungkin utnuk melindungi kelompok rentan ini dalam

proses penanggulangan bencana, karena walau bagaimanapun juga

hal ini scara normatif sudah diatur dan memang secara sosiologis

31

Page 33: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

mereka harus dilindungi dan melindungi mereka memang sudah

menjadi tugas dan kewajiban pemerintah. Untuk itu pemerintah

tetap harus dihargai untuk usaha dan upayanya.

E. PENUTUP

1. Kesimpulan

a. Peran Pemerintah Pusat Maupun Pemerintah Daerah dalam

Penanggulangan Bencana Gempa Bumi di Sumatera Barat:

Peran pemerintah pusat maupun daerah dalam penanggulangan

bencana gempa bumi ini kurang lebih sama, hanya saja lebih menjadi

prioritas bagi pemerintah daerah. Keduanya sudah melakukan berbagai

upaya untuk menanggulangi bencana ini, hal ini terlihat dengan

dibentuknya Badan Nasional Penanggulangan Bencana baik tingkat

Nasional maupun daerah. Peran mereka terlihat ketika mereka

mengupayakan segala macam pengiriman bantuan termasuk

penangguhan tanggap darurat sebagai realisasi atas eraturan

perundang-undangan mengenai tanggung jawab mereka.

b. Perlindungan bagi Kelompok Rentan Secara Normative di

Indonesia:

1. Kelompok Perempuan:

a. Undang-undang No 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan

Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi

Terhadap Wanita.

b. Konvensi CEDAW (Convention on the Elimination of All

Forms of Discrimination Agains Women)

2. Kelompok Anak:

32

Page 34: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

a. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan

Anak.

b. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan

Anak

c. Konvensi Jenewa 1924 Tentang Hak-hak Asasi Anak

3. Kelompok Lanjut Usia:

a. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan

Lanjut Usia.

c. Perlindungan bagi Kelompok Rentan dalam Penanggulangan

Bencana Gempa Bumi di Sumatera Barat:

Perlindungan bagi kelompok rentan diabgi menjadi 3 yaitu

perlindungan normatif, perlindungan sosiologis, dan dari pemerintah.

Secara normatif perlindungan untuk kelompok rentan sudah baik dan

emang melindungi, begitu pula dari segi sosiologis. Namun dari

pemerintah sebagai prakteknya masih terjadi kekurangan disana-sini

pemerintah terkesan lamban dan belum 100 persen melindungi

kelompok rentan, begitu pula dengan masyarakatnya. Hal ini

merupakan puncak dari ketidaksiapan segala aspek terutama

pemerintah dalam mempersiapkan diri menghadapi bencana,

seharusnya penangulangan bencana tidak hanya tanggap darurat tapi

juga harus ada prabencana mengingat Indonesia pasti akan sering

terjadi peristiwa gempa bumi. Akibatnya kelompok rentan akan selalu

dirugikan dan terksesan tidak dilindungi. Namun disini pemerintan

dan aspek-aspek lainnya tetap berupaya untuk melindungi kelompok

rentan ditengah upaya penanggulangan bencana, namun belum 100

persen dan terkesan lamban, harus diliaht dari aspek lainnya agar adil.

33

Page 35: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU ATAU REFERENSI

1. Arivia,Gadis,2003,Filsafat Berprespektif Feminis, Jakarta: Yayasan Jurnal

Perempuan.

2. Finley,Lucinda M., 2000, “Transcending Equality Theory: A Way Out of

The Maternity and The Workplace Debate”, Philadelphia: Temple

University Press.

3. Gul, Sema, 2007, Bencana Alam, Jakarta:Yudhistira.

4. Harper, Erica, 2009,Hukum dan Standar Internasional yang Berlaku

Dalam Situasi Bencana Alam,Jakarta:Grasindo.

5. Hartono,Sunaryati,2002,“Dampak Terorisme Terhadap Hukum

Transnasional”, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas

Krisnadwipana.Irianto,Sulistyowati, 2008, “Perempuan dan Hukum

34

Page 36: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

Menuju Hukum yang Berprespektif Kesetaraan dan Keadilan“, Jakarta:

Yayasan Obor.

6. Prinst,Darwan,1997,“Hukum Anak Indonesia”, Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti.

7. Ruwanto, Bambang, 2008, Mengenal Bencana Alam: Gempa Bumi,

Jakarta:Kanisius

8. Tong,Rosemarie Putnam,2004,“Feminist Thought”,Princenton: Princenton

University Press.

9. Utama, I Made Arya, 2005, Sistem Hukum Perijinan Berwawasan

Lingkungan, Jakarta:Sinar Grafika.

B. PERUNDANG-UNDANGAN

1. RI,Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan

Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi

Terhadap Wanita.

2. RI,Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan

Anak.

3. RI,Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan

Anak.

4. RI, Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan

Bencana.

5. Konvensi CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of

Discrimination Agains Women).

6. Konvensi Jenewa 1924 Tentang Hak-hak Asasi Anak.

C. INTERNET

1. http://asahannews.com/gempa-sumatera-barat-30-september-2009-

evakuasi-korban-gempa-dilakukan-manual.html.

2. http://www.p2mb.geografi.upi.edu/Tentang_Bencana.html.

35

Page 37: Tugas Hukum Penanggulangan Bencana II

36