tugas ginjal dr fajar.docx

43
Referat Fisiologi Ginjal Pembimbing : dr. Ramzi, Sp. An Penyusun: Elisia Atnil 2013-061-016 KEPANITERAAN ANESTESIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIKA ATMA JAYA JAKARTA

Upload: dinardeby

Post on 09-Sep-2015

251 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Referat

ReferatFisiologi Ginjal

Pembimbing : dr. Ramzi, Sp. An

Penyusun: Elisia Atnil2013-061-016

KEPANITERAAN ANESTESIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIKA ATMA JAYA JAKARTAPERIODE 17 FEBRUARI 23 MARET 2014

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan rahmat yang diberikan-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan Referat ini.Penulis menyadari Referat ini mendapatkan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Ramzi, Sp.An.Tiada gading yang tak retak. Penulis menyadari bahwa Referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki kekurangan Referat ini di kemudian hari. Penulis juga memohon maaf jika ada kata-kata penulis yang kurang berkenan.Akhir kata, penulis berharap agar Referat ini dapat bermanfaat. Atas perhatian yang diberikan, penulis mengucapkan terima kasih.

Jakarta, Februari 2014

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................DAFTAR ISI..............................................................................................................DAFTAR GAMBAR..................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang................................................................................................1.2. Rumusan Masalah...........................................................................................1.3. Tujuan Penulisan............................................................................................1.4. Manfaat Penulisan..........................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1. Anatomi Ginjal..............................................................................................2.2. Filtrasi Glomerolus.........................................................................................2.3. Reabsorbsi Tubulus........................................................................................2.3.1. Reabsorbsi Natrium..............................................................................2.3.2. Reabsorbsi Glukosa dan Asam Amino.................................................2.3.3. Reabsorbsi Cl-, H2O, dan Urea.............................................................2.4. Sekresi Tubulus..............................................................................................2.5. Mekanisme Counter Current..........................................................................2.6. Proses Mikturisi..............................................................................................

BAB III KESIMPULAN..........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................iiiiii

1222

34891314151720

22

23

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Transportasi Transepitel...........................................................................9Gambar 2. Sistem Renin Angiotensin Aldosteron....................................................12Gambar 3. Proses Mikturisi.......................................................................................21

BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar BelakangGinjal merupakan organ utama yang berfungsi untuk menjaga stabilitas dari volume cairan ekstraseluler, komposisi elektrolit, dan osmolaritas. Fungsi ini dijalankan dengan mengatur jumlah air dan berbagai konstituen plasma lain dalam tubuh sehingga keseimbangan air dan elektrolit dalam tubuh dapat terjaga. Cara ginjal dalam menjaga keseimbangan dalam tubuh adalah dengan melakukan kompensasi.1Dalam menjalankan fungsi kompensasi, ginjal lebih mampu untuk melakukan kompensasi terhadap kelebihan cairan tubuh dibandingkan dengan kekurangan. Apabila terdapat kelebihan jumlah cairan dan konstituen lain dalam tubuh, ginjal dapat mengeluarkan konstituen tersebut, sebaliknya apabila tubuh kekurangan cairan dalam jumlah yang banyak seperti dalam keadaan berkeringat hebat, muntah, diare, ataupun perdarahan, ginjal dapat menjalankan fungsinya dalam menjaga keseimbangan dengan cara menahan agar lebih sedikit jumlah bahan yang dikeluarkan dalam urin. Tetapi mekanisme ini tetap harus dibantu dengan adanya pemasukan cairan dari luar, karena ginjal tidak dapat menghasilkan cairan yang dapat digunakan oleh tubuh manusia.2,3Fungsi ginjal tersebut dilakukan oleh suatu bagian ginjal yang disebut nefron. Nefron merupakan satuan struktural dan fungsional yang terkecil pada ginjal. Terdapat dua jenis nefron pada tubuh manusia yaitu nefron korteks dan nefron jukstamedulla. Nefron sendiri terbagi menjadi beberapa bagian yaitu glomerolus, kapsul bowman, tubulus proksimal, lengkung henle, tubulus distal, dan tubulus pengumpul.1,2Pada saat adanya aliran darah yang masuk ke dalam ginjal, darah tersebut akan mengalami penyaringan di nefron sehingga setiap bahan yang masih diperlukan dalam tubuh dapat dipertahankan, dan apabila terdapat bahan yang tidak diperlukan oleh tubuh, bahan ini akan dikeluarkan melalui urin. Urin ini akan melalui berbagai struktur untuk sampai keluar tubuh, yaitu ureter, vesica urinaria, dan uretra.4 Melihat berbagai fungsi yang dapat dilakukan oleh ginjal, maka pentinglah untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai fisiologi ginjal. Oleh karena itu, pada referat ini akan dilakukan pembahasan mengenai bagaimana fungsi dan cara kerja ginjal dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh.

1.2. Perumusan MasalahBagaimanakah fungsi ginjal dalam mengatur keseimbangan dalam tubuh?

1.3. Tujuan Penulisan1.3.1. Tujuan UmumMengetahui bagaimanakah fungsi ginjal yang baik dalam mengatur keseimbangan dalam tubuh1.3.2. Tujuan Khusus1. Mengetahui fungsi filtrasi, reabsorbsi, dan sekresi dari ginjal2. Mengetahui fisiologi dari fungsi ginjal dalam melakukan penyaringan pada darah

1.4. Manfaat PenulisanAdapun manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut:1. Bidang akademik dan ilmiahMenambah pengetahuan akademis mengenai fisiologi ginjal2. Bagi penulisSebagai sarana pengembangan minat dan bakat serta meningkatkan kemampuan penulis dalam menyusun referat.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2. 2.1. Anatomi GinjalGinjal merupakan organ berpasangan yang terletak di rongga peritoneal dan tepat di bawah diafragma. Kedua organ ini terletak di sisi kanan dan kiri vertebra setinggi level T12-L3. Ginjal kanan biasanya terletak lebih rendah sedikit apabila dibandingkan dengan ginjal kiri karena hati yang terletak di kanan. Posisi ini akan berubah pada saat proses inspirasi dan ekspirasi.1 Ginjal berbentuk seperti kacang, konveks pada bagian lateral dan konkaf pada bagian medial. Pada bagian medial terdapat hilus, yang merupakan tempat masuk dari arteri dan vena renalis, kelenjar limfe, pelvis renalis, dan pleksus saraf. Pada bagian basal dari pelvis renalis ini, terdapat dua sampai tiga percabangan berbentuk pyramid yang dinamakan kaliks mayor. Pada tiap kaliks mayor juga terdapat percabangan lagi yang dinamakan kaliks minor. Kaliks minor ini akan mengeluarkan urin dari sistem piramid melalui papilla.1,3Apabila dilakukan pemotongan koronal, ginjal dibagi menjadi dua bagian yaitu korteks dan medulla. Pada medulla terdapat bagian seperti segitiga yang dinamakan konus yang akan membentuk sistem piramid. Basal dari konus ini menghadap ke korteks, sedangkan apeks dari konus ini menghadap ke pelvis renalis membentuk papilla.4Setiap ginjal terdiri dari banyak unit fungsional yang disebut nefron. Pada letaknya di ginjal, nefron dapat dibagi menjadi dua yaitu nefron yang terletak lebih luar dinamakan nefron kortikal, sedanngkan pada bagian dalam adalah nefron jukstamedulla. Setiap nefron terdiri dari dua komponen, yaitu komponen vaskular dan komponen tubulus.2Bagian utama dari komponen vaskular nefron adalah glomerolus, yang merupakan kumpulan kapiler yang berbentuk bulat. Pada saat memasuki ginjal, arteri renalis terbagi menjadi sejumlah arteri berukuran kecil yang dikenal dengan sebutan arteriol aferen, masing-masing arteriol ini akan memperdarahi satu nefron. Arteriol aferen ini akan mengantarkan darah menuju ke glomerolus. Apabila darah yang melewati glomerolus tidak difiltrasi, maka darah ini akan meninggalkan glomerolus menuju arteriol eferen. Arteriol eferen ini lalu akan terbagi menjadi kapiler peritubular, yang akan memperdarahi ginjal dan berperan penting dalam pertukaran antara sistem tubular dan darah selama perubahan dari darah menjadi urin. Kapiler peritubuler ini akan bergabung dan membentuk venula, yang akan mengalirkan darah menuju vena renalis yang meninggalkan ginjal. 2,3Komponen tubulus pada nefron terdiri dari kapsula Bowman, tubulus proksimal, ansa henle, tubulus distal, dan tubulus kolektivus. Kapsula bowman merupakan suatu struktur yang melingkari glomerolus yang berfungsi untuk mengumpulkan darah yang berasal dari glomerulus. Dari kapsula Bowman, darah akan berubah menjadi filtrat glomerolus yang akan mengalir menuju tubulus proksimal yang berada di korteks. Bagian berikutnya adalah ansa henle, yang berbentuk seperti huruf U dengan bagian bawahnya terdapat di medulla renalis. Ansa henle terdiri dari dua bagian yaitu pars asenden dan pars desenden. Ansa henle pars desenden berjalan dari korteks menuju medulla, sedangkan pars asenden sebaliknya. Pada saat berjalan dari medulla menuju korteks, pars asenden akan melalui bagian di antara arteriol aferen dan eferen. Pada bagian ini, baik sel tubulus maupun vaskular terspesialisasi membentuk apparatus jukstaglomerular, dimana sel tubulus mengalami modifikasi menjadi makula densa dan sel pada dinding arteriol eferen menjadi sel jukstaglomerular. Bagian ini memegang peranan penting dalam regulasi fungsi ginjal. Setelah melewat bagian ini, filtrat akan mengalir menuju tubulus distal yang terdapat pada korteks. Setelah itu tubulus distal akan mengalami pengosongan menuju tubulus kolektivus. Setiap tubulus kolektivus mendapatkan sumber dari delapan nefron, yang nantinya akan bergabung membentuk calix minor, beberapa calix minor akan bergabung membentuk calix mayor, dan gabungan calix mayor akan menjadi pelvis renalis yang akan mengalirkan urin keluar dari ginjal menuju ureter.4,5

2.2. Filtrasi GlomerolusPembentukan urin dimulai dengan proses filtrasi dari sejumlah besar cairan melalui kapiler glomerolus ke dalam kapsula Bowman. Seperti kapiler lain di dalam tubuh, kapiler glomerolus impermeable terhadap protein, sehingga darah yang melewati glomerulus (disebut filtrat glomerolus), merupakan cairan yang bebas protein dan eritrosit, sedangkan untuk konstituen lain dalam tubuh seperti elektrolit dan molekul organik, tidak terdapat banyak perbedaan antara darah dan filtrat glomerolus.2,5,6Cairan yang difiltrasi dari glomerolus menuju kapsula Bowman harus melewati tiga lapisan yang membentuk membran glomerolus, yaitu dinding kapiler glomerolus, membran basal, dan lapisan dalam kapsula Bowman yang di dalamnya terdapat sel podosit. Ketiga lapisan inilah yang berfungsi sebagai filtration barrier. Lapisan pertama yaitu dinding kapiler glomerolus terdiri dari selapis sel endotel gepeng yang memiliki lubang-lubang dengan banyak pori-pori besar (fenestra), yang membuatnya seratus kali lebih permeabel terhadap H2O dan zat terlarut dibandingkan kapiler di tempat lain.2,7Lapisan berikutnya adalah membran basal, yang terdiri dari glikoprotein dan kolagen. Kolagen menghasilkan kekuatan struktural, sedangkan glikoprotein berfungsi untuk menghambat filtrasi protein plasma kecil. Ukuran pori-pori sebenarnya dapat dilalui oleh albumin yang merupakan protein plasma dengan ukuran paling kecil, tetapi dengan adanya glikoprotein yang bermuatan sangat negatif, maka protein plasma yang juga bermuatan negatif tidak dapat melewati lapisan ini, sehingga tidak ada protein plasma yang dapat difiltrasi untuk masuk ke kapsula Bowman. 2,3,5Lapisan terakhir pada membran glomerolus yaitu bagian dalam dari kapsula Bowman. Sel-sel ini tidak tersusun rapat satu sama lain, tetapi mempunyai celah yang dinamakan celah podosit yang mengelilingi bagian luar dari kapiler. Podosit ini dipisahkan oleh celah yang dinamakan celah filtrasi (slit pores).5,8 Filtrasi glomerolus disebabkan oleh gaya fisik yang sama dengan gaya yang terdapat di kapiler bagian tubuh lainnya. Tiga gaya fisik yang terlibat adalah tekanan darah kapiler glomerolus, tekanan osmotik koloid plasma, dan tekanan hidrostatik kapsula Bowman. Tekanan darah kapiler glomerolus ( 55mmHg) merupakan tekanan cairan yang ditimbulkan oleh darah di dalam kapiler glomerolus, yang dipengaruhi oleh kontraksi jantung sebagai sumber energi yang menghasilkan filtrasi, dan resistensi terhadap aliran darah yang ditimbulkan oleh arteriol aferen dan arteriol eferen glomerolus. Tekanan darah kapiler glomerolus lebih tinggi dibandingkan tekanan darah arteriol lain di dalam tubuh karena garis tengah arteriol aferen lebih kecil daripada arteriol eferen, dan adanya resistensi yang tinggi pada arteriol eferen. Tekanan ini merupakan satu-nya tekanan yang mendorong filtrasi glomerolus.2,5,8Kedua tekanan lainnya merupakan tekanan yang melawan filtrasi glomerolus. Tekanan pertama adalah tekanan osmotik koloid plasma ( 30 mmHg). Tekanan ini terjadi karena adanya distribusi yang tidak seimbang protein plasma pada glomerulus dan kapsula bowman. Membran glomerulus tidak dapat memfiltrasi protein plasma sehingga kadar protein plasma di kapiler glomerulus lebih tinggi daripada kadar di kapsula Bowman. Oleh karena itu konsentrasi air di kapiler glomerulus lebih rendah daripada konsentrasi air di kapsula Bowman. Hal ini menimbulkan kecenderungan air di kapsula Bowman untuk berosmosis dari kapsula Bowman menuju glomerulus melawan filtrasi. Tekanan kedua adalah tekanan hidrostatik kapsula Bowman ( 15 mmHg). Gaya ini bersifat melawan filtrasi karena sifatnya cenderung mendorong cairan keluar dari kapsul Bowman. Resultan ketiga tekanan ini menimbulkan tekanan akhir filtrasi yang disebut sebagai tekanan filtrasi netto ( 10 mmHg).2,8Laju filtrasi sebenarnya yaitu glomerolus filtration rate (GFR), yang bergantung pada tekanan filtrasi netto dan luas permukaan glomerolus yang tersedia untuk penetrasi dan seberapa permeabelnya membran glomerolus. Nilai normal dari GFR untuk pria adalah 125 ml/menit, sedangkan untuk wanita adalah 115 ml/menit. Perubahan dari salah satu gaya fisik yang telah disebutkan tadi dapat mempengaruhi GFR. Gaya fisik yang paling berpengaruh adalah tekanan darah kapiler glomerolus. Dua tekanan lainnya tidak berada di bawah kontrol, dan pada keadaan normal pada dasarnya tidak berubah dan mempunyai nilai yang konstan. Tekanan darah kapiler glomerolus merupakan tekanan yang dapat dikontrol untuk menyesuaikan dengan kebutuhan tubuh. Tekanan ini sejalan dengan tekanan arteri dalam tubuh, bila tekanan darah arteri sebagai gaya utama yang mendorong darah masuk glomerulus naik, maka GFR pun akan meningkat pula. Oleh karena itu, ginjal pun perlu melakukan mekanisme autoregulasi untuk menjaga aliran darah tetap konstan dan GFR normal. Terdapat dua mekanisme yang dapat dilakukan oleh ginjal, yaitu mekanisme miogenik dan mekanisme umpan balik tubuloglomerulus.2,5,6 Mekanisme miogenik terjadi ketika peregangan memicu kontraksi otot polos pada arteriol aferen. Seiring meningkatnya tekanan darah, GFR juga meningkat. Dengan adanya peningkatan tekanan darah, otot polos akan terpicu dan berkontraksi sehingga lumen arteriol menyempit yang mengakibatkan berkurangnya GFR, dan begitu juga sebaliknya. Otot polos vaskular berkontraksi secara inheren sebagai respon terhadap peregangan yang menyertai peningkatan tekanan darah di dalam pembuluh. 2,7Mekanisme umpan balik tubuloglomelular melibatkan makula densa untuk menyediakan umpan balik ke glomerulus. Ketika GFR di atas normal, makula densa akan mendeteksi adanya peningkatan aliran dari Na+, Cl- serta air dan akan menghambat pelepasan NO (agen penyebab vasodilatasi). Pada saat terjadi peningkatan GFR, makula densa akan mengeluarkan zat kimia vasoaktif dari aparatus jukstaglomerular, yang menyebabkan konstriksi arteriol aferen dan menurukan alirah darah glomerolus sehingga memulihkan GFR, dan begitu pula sebaliknya. Perlu diingat, kedua mekanisme di atas hanya dapat bekerja selama tekanan darah berada dalam rentang 80 180 mmHg.2,5Selain mekanisme autoregulasi intrinsik yang berfungsi untuk menjaga agar GFR konstan walaupun terjadi fluktuasi tekanan darah, GFR juga dapat diubah secara sengaja oleh mekanisme konstrol ekstrinsik yang dapat mengalahkan respon autoregulasi. Kontrol ekstrinsik ini diperantai oleh saraf smpatik. Sebagai contoh, jika volume plasma berkurang karena pendarahan, maka penurunan tekanan darah arteri yang terjadi dideteksi oleh baroreseptor arkus aorta dan sinus karotis yang memicu refleks saraf untuk meningkatkan tekanan darah ke arah normal dengan meningkatkan aktivitas simpatis ke jantung dan pembuluh darah. Apabila tekanan darah di jantung meningkat, maka tekanan darah di kapiler glomerulus (GFR) juga akan meningkat, sedangkan jumlah volume plasma harus dipertahankan dalam keadaan normal. Ginjal merupakan salah satu organ yang dapat membantu melakukan kompensasi untuk menjaga volume darah dalam tubuh. Pada saat terjadi hal demikian, maka terdapat respon vasokonstriksi pada arteri di seluruh tubuh untuk meningkatkan resistensi vaskular, terutama pada arteriol aferen ginjal yang dipersarafi oleh serat vasokonstriktor simpatis yang jauh lebih banyak daripada arteriol eferen, sehingga jumlah darah yang masuk ke dalam glomerolus berkurang dan GFR pun akan mengalami penurunan, sehingga H2O dan garam yang seharusnya dikeluarkan dalam urin dipertahankan dalam tubuh untuk membantu memulihkan plasma kembali ke keadaan normal.Nilai GFR juga dapat disebabkan oleh perubahan koefisien filtrasi. Koefisien filtrasi ini dapat berubah di bawah pengaruh kontrol fisiologi tubuh. Dua faktor yang berpengaruh adalah luas permukaan untuk filtrasi yang dicerminkan oleh permukaan dalam kapiler glomerolus yang berkontak langsung dengan darah. Setiap berkas glomerolus dihubungkan oleh sel mesangium yang juga berfungsi sebagai fagosit dan mengandung elemen kontraktil. Apabila sel ini berkontraksi (bisa disebabkan karena stimulasi simpatis) maka akan mengurangi jumlah permukaan untuk filtrasi sehingga nilai GFR akan berkurang. Aktivitas sel mesangium ini juga dipengaruhi oleh beberapa hormon dan zat perantara kimiawi lokal yang berperan dalam mekanisme lokal lain di ginjal, seperti reabsorbsi tubulus dan umpan balik tubulo glomerolus. Selain sel mesangium, podosit juga memiliki filamen kontraktil mirip aktin yang dapat mengurangi atau meningkatkan jumlah celah filtrasi.2,5,6,7,8

2.3. Reabsorbsi TubulusSemua konstituen plasma, kecuali protein difiltrasi bersama-sama melintasi kapiler glomerolus. Selain produk-produk sisa dan bahan yang perlu dieliminasi dalam tubuh, cairan filtrasi juga mengandung nutrien, elektrolit, dan zat lain yang masih diperlukan oleh tubuh. Bahan-bahan yang masih diperlukan ini harus dikembalikan ke darah melalui proses reabsorbsi tubulus, yaitu perpindahan bahan dari lumen tubulus kedalam kapiler peritubulus.2,5,8 Proses reabsorbsi tubulus merupakan proses yang sangat selektif. Secara umum, tubulus memiliki kapasitas reabsorbsi yang besar untuk bahan yang masih diperlukan oleh tubuh seperti air, natrium, dan glukosa. Sedangkan untuk bahan yang tidak diperlukan oleh tubuh, tubulus memiliki kapasitas reabsorbsi yang kecil bahkan hampir tidak ada, sehingga bahan inilah yang nantinya akan dibuang dalam urin. Untuk konstituen plasma esensial yang diatur oleh ginjal, kapasitas absortif dapat berubah tergantung pada kebutuhan tubuh.3,6 Pada saat air dan konstituen lain yang bermanfaat telah direabsorbsi, zat sisa yang masih berada dalam cairan tubulus akan menjadi sangat pekat. Besarnya reabsorbsi tubulus adalah 99% untuk H2O yang difiltrasi (178 liter/hari), 100% gula yang difiltrasi (1,13 kg/hari), dan 99,5% garam yang difiltrasi (0,16 kg/hari).Bahan-bahan yang direabsorbsi di tubulus harus melewati lima sawar terpisah yaitu membran luminal sel tubulus, sitosol dari satu sisi sel tubulus ke sisi lainnya, membran basolateral sel tubulus untuk masuk ke cairan interstisium, melintasi cairan interstisium dengan cara difusi, dan sawar terakhir adalah dinding kapiler sehingga akhirnya bahan tersebut dapat masuk ke plasma darah. Keseluruhan rangkaian langkah tersebut dikenal dengan sebutan transportasi transepitel.

Gambar 1. Transportasi TransepitelTerdapat dua jenis reabsorbsi tubulus, yaitu reabsorbsi aktif dan pasif. Suatu bahan dikatakan mengalami proses reabsorbsi aktif apabila pada saat melewati kelima sawar tersebut, bahan ini melawan gradien elektrokimia atau osmotik sehingga membutuhkan energi. Suatu proses reabsorbsi tetap dikatakan aktif walaupun hanya pada satu sawar bahan tersebut membutuhkan energi untuk berpindah. Bahan yang direabsorbsi aktif merupakan bahan yang penting bagi tubuh misalnya glukosa, asam amino, dan nutrien organik lainnya serta Na+ dan elektrolit lain seperti PO43-. Pada reabsorbsi pasif, senua langkah dalam transportasi transepitel dari lumen tubulus ke plasma tidak menggunakan energi untuk memindahkan bahan tersebut, yang terjadi karena mengikuti penurunan gradien tekanan elektrokimia atau osmotik.

2.3.1. Reabsorbsi NatriumReabsorbsi natrium bersifat unik dan juga kompleks. Delapan puluh persen dari kebutuhan energi total ginjal digunakan untuk transportai Na+. Tidak seperti sebagian besar zat terlarut yang difiltrasi, Na+ direabsorbsi di seluruh bagian tubulus tetapi dengan tingkat yang berbeda di berbagai tingkatannya dengan rata-rata 67% direabsorbsi di tubulus proksimal, 25% di lengkung henle, dan 8% di tubulus distal dan tubulus pengumpul. Setiap bagian mempunyai fungsi khusus tersendiri. 2,5,8Reabsorbsi Na+ di tubulus proksimal berperan penting dalam reabsorbsi glukosa, asam amino, H2O, HCl dan urea. Reabsorbsi Na+ di lengkung henle, bersama dengan reabsorbsi Cl- berperan penting dalam kemampuan ginjal menghasilkan urin dengan konsentrasi dan volume yang berbeda, yang bergantung pada kebutuhan tubuh untuk menyimpan atau membuang H2O. Sedangkan untuk reabsorbsi Na+ di bagian distal besifal variabel dan berada di bawah kontrol hormon, yang penting dalam mengatur volume cairan ekstrasel. Proses reabsorbsi ini juga sebagian berkaitan dengan sekresi K+ dan H+.3,6Proses reabsorbsi aktif pada reabsorbsi Na+ melibatkan pompa Na+- K+ ATPase yang bergantung energi yang terletak pada membran basolateral tubulus. Pada saat pompa basolateral ini memindahkan Na+ ke luar dari sel tubulus menuju ke ruang lateral, konsentrasi Na+ intrasel dipertahankan tetap rendah sementara secara simultan terjadi peningkatan konsentrasi Na+ di ruang lateral, karena itu pada bagian ini dibutuhkan pompa tersebut yang berfungsi memindahkan Na+ melawan gradien konsentrasinya. Konsentrasi Na+ intrasel dipertahankan rendah oleh aktivitas pompa basolateral ini, sehingga tercipta gradien konsentrasi yang mendorong difusi Na+ dari tempat dengan konsentrasi tinggi di lumen tubulus menembus batas luminal melalui saluran Na+ ke dalam sel tubulus. Setelah berada di dalam sel, Na+ secara aktif akan dikeluarkan oleh pompa basolateral yang kemudian akan berdifusi mengikuti penurunan gradien konsentrasi dari ruang lateral ke cairan interstisium di sekitarnya yang konsentrasi Na+ nya lebih rendah dan akhirnya akan mencapai darah kapiler peritubulus. 2,5,8Di tubulus proksimal dan lengkung henle, persentase Na+ yang direabsorbsi bersifat konstan, tidak sepeti di tubulus distal yang dikontrol oleh hormon. Tingkat reabsorbsi terkontrol ini berbanding terbalik dengan besar beban Na+ di tubuh. Apabila terdapat terlalu banyak Na+ di dalam tubuh, maka hanya sedikit dari Na+ yang akan direabsorbsi di tubulus distal, dan begitu pula sebaliknya. Sistem hormon terpenting yang dikenal dalam menangani masalah ini adalah sistem renin angiotensin aldosteron.Beban Na+ di dalam tubuh tercermin oleh volume cairan ektraseluler. Na+ anion pendampingnya Cl- merupakan penentu lebih dari 90% aktivitas osmotik cairan ektraseluler, sehingga apabila kadar Na+ bertambah, maka secara tidak langsung volume cairan ektraselular juga akan bertambah. Plasma merupakan salah satu komponen dari cairan ektraseluler, sehingga konsekuensi terpenting dari perubahan volume cairan ekstra selular adalah perubahan tekanan darah.Sel-sel granular aparatus jukstaglomerular mensekresikan suatu hormon yaitu renin ke dalam darah sebagai respon terhadap penurunan NaCl, penurunan volume ektraseluler, ataupun penurunan tekanan darah. Fungsi ini merupakan fungsi tambahan dari peran aparatus jukstaglomerular dalam autoregulasi. Renin mempunyai perbedaan dengan zat kimia vasoaktif lokal yang mempengaruhi aliran darah glomerolus. Peningkatan sekresi renin ini akan mengakibatkan peningkatan reabsorbsi Na+ oleh tubulus distal. Klorida selalu secara pasif mengikuti Na+ sesuai penurunan gradien. Keuntungan utama dari retensi NaCl ini adalah retensi H2O yang mengikutinya secara osmosis, sehingga dapat membantu memulihkan volume plasma dan tekanan darah. 3,6Awal kerja renin dimulai saat renin yang dieksresikan dalam darah bertindak sebagian enzim untuk mengaktifkan angiotensinogen menjadi angiotensin I. Angiotensinogen merupakan protein plasma yang disintesis oleh hati dan selalu terdapat dalam plasma dengan konsentrasi tinggi. Pada saat melewati sirkulasi paru, angiotensin converting enzyme (ACE) yang banyak terdapat pada kapiler paru, akan mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II ini merupakan stimulus utama dari sekresi hormon aldosteron dari kelenjar adrenal. Kelenjar adrenal merupakan kelanjar endokrin yang menghasilkan beberapa hormon yang masing-masing disekresikan sebagai respon terhadap rangsangan yang berbeda. Dalam hal keseimbangan cairan oleh ginjal, hormon yang berperan dari korteks adrenal adalah aldosteron. 2,5,8Salah satu efek dari aldosteron adalah meningkatan reabsorbsi Na+ oleh tubulus distal dan tubulus pengumpul. Hormon ini merangsang sintesis protein baru dalam sel tubulus tersebut (aldosterone induced proteins), yang akhirnya akan meningkatkan reabsorbsi Na+ melalui dua cara. Cara pertama adalah terlibat dalam pembentukan saluran Na+ di membran luminal sel tubulus distal dan pengumpul, sehingga meningkatkan perpindahan pasif Na+ dari lumen ke dalam sel. Cara kedua adalah dengan menginduksi pembawa Na+- K+ ATPase basolateral. Selain merangsang sekresi aldosteron, angiotensin II juga mempunyai efek konstriktor kuat terhadap arteriol, yang nantinya menyebabkan peningkatan tekanan darah dengan meningkatkan resistensi perifer total. Selain itu angitoensin II juga merangsang rasa haus dan merangsang vasopressor, yaitu hormon yang meningkatkan retensi H2O oleh ginjal.2

Gambar 2. Sistem Renin-Agiotensin-AldosteronSelain sistem renin-angiotensin-aldosteron, diperkirakan bahwa terdapat suatu hormon yang dapat melawan sistem pembuang Na+ ini. Hormon yang dimaksud adalah hormon Atrium Peptide Natriuretic (ANP) dan mungkin faktor natriuretik. Peptida natriuretik atrium dikeluarkan dari atrium jantung sewaktu volume cairan ekstraseluler meningkat. Efek utama dari hormon ini adalah menghambat reabsorbsi Na+ di bagian distal nefron, sehingga eksresi Na+ meningkat. ANP juga meningkatkan eksresi Na+ di urin dengan menghambat dua langkah sistem renin-angiotensin-aldosteron. ANP menghambat sekresi renin oleh ginjal dan bekerja pada korteks adrenal untuk menghambat sekresi aldosteron. ANP juga mendorong terjadinya natriuresis dan diuresis dengan meningkatkan GFR melalui dilatasi arteriol aferen, yang menyebabkan peningkatan tekanan darah kapiler glomerolus serta relaksasi dari sel mesangium glomerolus, yang pada akhirnya akan meningkatkan GFR.Selain efek tidak langsung pada penurunan tekanan darah, ANP juga dapat mengurangi beban Na+ sehingga beban cairan tubuh juga akan berkurang. ANP juga secara langsung menurunkan tekanan darah dengan mengurangi curah jantung dan menurunkan resistensi perifer total melalui inhibisi aktivitas saraf simpatis ke jantung dan pembuluh darah. 3,6Hormon yang juga mempunyai peranan dalam reabsorbsi natrium adalah prostaglandin. Dengan adanya prostaglandin, akan terjadi peningkatan ekskresi natrium dan air melalui urin dengan cara merangsang terjadinya vasodilatasi. Prostaglandin merupakan hormon yang diproduksi di medula ginjal sebagai respon terhadap stimulasi saraf simpatis, hipotensi, dan peningkatan angiotensin II.8

2.3.2. Reabsorbsi Glukosa dan Asam AminoGlukosa dan asam amino merupakan nutrisi yang masih dibutuhkan oleh tubuh. Pada saat terjadinya proses filtrasi, glukosa dan asam amino ikut masuk ke dalam kapiler glomerolus sehingga kedua nutrien ini harus direabsorbsi di tubulus. Meskipun glukosa dan asam amino bergerak secara aktif melawan gradien konsentrasi mereka dari lumen tubulus ke dalam darah sampai konsentrasi kedua konstituen ini di lumen tubulus adalah nol, tidak ada energi yang secara langsung dipakai untuk menjalankan pembawa glukosa dan asam amino. Glukosa dan asam amino diangkut melalui proses transportasi aktif sekunder, yaitu suatu pembawa kotransportasi khusus yang secara simultan memindahkan Na+ dan molekul organik tertentu dari lumen ke dalam sel. Glukosa dan asam amino hanya dapat berpindah apabila terdapat Na+ di dalam lumen. Setelah menggunakan kotransport ini dan masuk ke dalam sel tubulus, glukosa dan asam amino hanya mengikuti penurunan gradien konsentrasi berdifusi menembus membran basolateral ke dalam plasma.Setiap bahan yang direabsorbsi secara aktif (kecuali Na+) berikatan dengan pembawa di membran yang memindahkan bahan tersebut melawan gradien konsentrasi. Setiap pembawa bersifat spesifik untuk jenis bahan yang dapat mereka angkut. Kecepatan reabsorbsi maksmum tercapai apabila suatu pembawa spesifik untuk suatu bahan sudah jenuh. Maksimum tubulus (Tm) adalah jumlah maksimum suatu bahan yang dapat diangkut secara aktif oleh sel tubulus dalam rentang waktu tertentu. Setiap bahan yang difiltrasi yang jumlahnya melebihi Tm tidak akan direabsorbsi dan akan keluar tubuh melalui urin. Berikut ini akan diberikan satu contoh konstituen, yaitu glukosa. 8Konsentrasi glukosa normal dalam plasma adalah 100mg/100ml plasma. Glukosa difiltrasi secara bebas di glomerolus, sehingga glukosa akan masuk ke dalam kapsula Bowman dengan konsentrasi yang sana. Dengan demikian, akan terdapat 100mg glukosa untuk setiap 100 ml plasma yang difiltrasi. Jumlah setiap bahan yang difiltrasi per menit, yang dikenal sebagai beban filtrasi dihitung dengan mengalikan konsentrasi bahan plasma dengan laju filtrasi glomerolus, sehingga untuk beban filtrasi glukosa adalah sebesar 125mg/menit.Tm untuk glukosa rata-rata adalah 375mg/menit, jadi mekanisme pembawa glukosa mampu secara aktif mereabsorbsi glukosa dengan jumlah sampai 375mg/menit, yaitu tiga kali lipat dari nilai glukosa normal dalam plasma (300 mg glukosa dalam 100 ml plasma). Apabila nilai glukosa dalam darah melewati 300 mg/100 ml, maka glukosa sisa akan dibuang melalui ekskresi ginjal, sehingga pada pemeriksaan dapat ditemukan adanya glukosuria (glukosa dalam urin). Keadaan seperti ini sering ditemukan pada penderita diabetes melitus yang mempunyai kadar glukosa darah yang tinggi.2

2.3.3. Reabsorbsi Cl-, H2O, dan UreaTidak hanya reabsorbsi aktif sekunder glukosa dan asam amino yang berkaitan dengan pompa Na+- K+, reabsorbsi Cl-, H2O, dan urea juga bergantung pada pompa ini. Reabsorbsi ion klorida dilakukan secara pasif mengikuti penurunan gradien listrik yang diciptakan oleh reabsorbsi aktif ion natrium yang bermuatan positif. Jumlah Cl- yang direabsorbsi ditentukan oleh kecepatan reabsorbsi Na+ dan tidak dikontrol secara langsung oleh ginjal.5Reabsorbsi air berlangsung secara pasif melalui proses osmosis di seluruh panjang tubulus. Dari semua H2O yang difiltrasi, 80% difiltrasi di tubulus proksimal dan lengkung henle, sedangkan sisa 20% direabsorbsi di tubulus distal yang bergantung pada hormon yang bergantung pada status hidrasi tubuh. Gaya yang mendorong reabsorbsi di tubulus proksimal adalah kompartemen hipertonisitas di ruang lateral antara sel tubulus yang diakibatkan oleh kerja pompa Na+. Akumulasi cairan di ruang lateral menyebabkan terbentuknya tekanan hidrostatik oleh cairan yang mendorong H2O ke luar dari ruang lateral menuju cairan interstisium dan akhirnya kembali ke dalam kapiler peritubulus. Selain itu, gaya osmotik yang diciptakan oleh koloid plasma juga menarik cairan dari dalam lumen tubulus. Tekanan ini ditimbulkan oleh adanya protein plasma yang tidak dapat melewati kapiler glomerolus sehingga protein plasma tetap tinggal di kapiler peritubulus.Reabsorbsi urea juga merupakan reabsorbsi pasif akibat kerja pompa Na+. Urea merupakan suatu produk sisa yang berasal dari penguraian protein. Reabsorbsi H2O di tubulus proksimal menimbulkan gradien konsentrasi terhadap urea yang akhirnya mendorong reabsorbsi pasif dari zat sisa ini. Pindahnya air dari lumen tubulus ke kapiler peritubulus menyebabkan zat-zat yang difiltrasi tapi tidak ikut direabsorbsi menjadi lebih terkonsentrasi. Salah satu dari zat ini adalah urea. Konsentrasi urea sewaktu difiltrasi di glomerolus adalah setara dengan konsentrasi urea di dalam plasma yang memasuki kapiler peritubulus, tetapi jumlah urea yang terdapat dalam cairan filtrasi telah mengalami pemekatan hampir tiga kali lipat sehingga konsentrasi urea dalam cairan tubulus menjadi jauh lebih besar daripada konsentrasi di dalam kapiler darah. Dengan demikian terjadilah perpindahan urea secara pasif dari lumen tubulus ke dalam plasma kapiler peritubulus.2,6

2.4. Sekresi Tubulus Sekresi tubulus merupakan penambahan zat-zat yang ingin dieliminasi dari dalam tubuh. Semua zat yang masuk ke cairan tubulus, baik melalui filtrasi glomerulus maupun sekresi tubulus dan tidak direabsorbsi akan dieliminasi di dalam urin. Sekresi tubulus juga melibatkan transportasi transepitel tetapi dengan arah yang berlawanan. Seperti halnya reabsorbsi, sekresi tubulus dapat berjalan secara aktif maupun pasif. Bahan sekresi yang terpenting adalah sekresi H+, K+, dan ion organik.1,2,5,8 Sekresi H+ ginjal sangat penting untuk menjaga keseimbangan asam basa dalam tubuh. Ion hidrogen dapat dapat ditambahkan ke dalam cairan filtrasi melalui proses sekresi di tubulus proksimal, distal, dan pengumpul. Tingkat sekresi ion hidrogen tergantung pada keasaman cairan tubuh. Keseimbangan asam basa dalam tubuh dilakukan oleh dua organ, yaitu paru-paru dan ginjal. Untuk menjaga keseimbangan asam basa dalam tubuh, setiap H+ yang masuk harus diimbangi dengan pengeluaran H+ yang sesuai. H+ akan terus bertambah dalam tubuh sebagai hasil dari metabolisme. Sebenarnya, tubuh mempunyai sistem buffer yang dapat mencegah perubahan pH darah, tetapi sistem ini belum cukup untuk dapat menjaga pH darah tetap konstan. Paru-paru hanya dapat mengeluarkan asam dalam bentuk CO2, maka asam dalam bentuk lain harus dieksresikan melalui ginjal. Ginjal mengatur keseimbangan asam basa melalui tiga mekanisme, yaitu eksresi H+, ekskresi HCO3-, dan sekresi amonia.1,2,5 Ion K+ merupakan contoh zat yang sangat bergantung pada proses sekresi. Ion ini secara aktif direabsorbsi di tubulus proksimal dan secara aktif disekresi di tubulus distal dan pengumpul. Biasanya, semua ion K+ yang masuk ke dalam filtrat glomerolus akan direabsorbsi (proses ini bersifat konstan dan tidak diatur), sehingga semua K+ yang muncul di urin biasanya merupakan hasil dari sekresi pada tubulus distal dan pengumpul, dimana proses sekresi di akhir tubulus bervariasi dan berada di bawah kontrol. Sekresi ion K+ juga berkaitan dengan reabsorbsi Na+ dengan menggunakan pompa.1,2Faktor terpenting yang mempengaruhi kecepatan sekresi K+ adalah hormon aldosteron. Peningkatan konsentrasi K+ plasma secara langsung merangsang korteks adreanal untuk meningkatkan pengeluaran aldosteron yang kemudian akan menyebabkan meningkatknya sekresi dan eksresi K+. Faktor lain yang dapat mengubah sekresi K+ adalah status asam basa tubuh. Pompa basolateral di bagian distal nefron dapat mensekresikan K+ atau H+ untuk ditukar dengan Na+. Dalam keadaan normal, ginjal terutama mensekresikan K+, tetapi apabila cairan tubuh terlalu asam maka sekresi H+ akan lebih dominan, sehingga dapat menyebabkan terjadinya retensi K+ dalam tubuh.1,8Tubulus proksimal mengandung dua jenis pembawa sekretorik yang terpisah, satu untuk sekresi anion organik dan satu lagi untuk sekresi kation organik. Sistem ini memiliki beberapa fungsi penting. Fungsi pertama adalah dengan menambahkan ion organik tertentu ke dalam cairan tubulus melalui proses sekresi akan memudahkan proses eliminasi bahan ini dari dalam tubuh. Fungsi kedua adalah beberapa ion organik berikatan dengan protein plasma, sehingga ion ini tidak dapat melewati filtrasi glomerolus. Dengan adanya sekresi tubulus, ion ini dapat dikeluarkan dari dalam tubuh. Fungsi terakhir merupakan fungsi yang terpenting, yaitu untuk mengeluarkan senyawa asing dari dalam tubuh. Sistem ion organik dapat mensekresikan ion organik yang berbeda, baik yang diproduksi secara endogen (di dalam tubuh) maupun ion organik asing yang masuk ke dalam tubuh. Dalam mekanisme ini hati memegang peranan penting karena hati yang mengubah bahan-bahan asing menjadi bentuk anion yang dapat disekresi oleh sistem anion organik sehingga proses eliminasi dapat ditingkatkan. Banyak obat yang dieliminasi dari tubuh melalui sistem ini, sehingga untuk mempertahankan konsentrasi yang diinginkan di dalam darah, dosis obat harus diulang scara teratur untuk mengimbangi kecepatan pengeluaran obat ini di dalam urin. 3,6

2.5. Mekanisme Counter Current Ansa henle terbagi menjadi dua bagian yaitu pars desenden dan pars asenden. Bagian tipis dari pars desenden merupakan lanjutan dari tubulus proksimal dan bagian ini berjalan dari korteks menuju medulla ginjal. Di medulla sendiri, pars asenden akan berbalik dan naik ke atas menuju korteks sebagai pars asendens. Nefron sendiri juga dapat dibagi dua berdasarkan letak, yaitu nefron korteks dan nefron jukstamedula.1,2Nefron korteks (30-40% dari jumlah total nefron) memiliki ansa henle yang pendek, sehingga mempunyai pars asenden yang pendek juga, sedangkan nefron jukstamedulla memiliki ansa henle yang panjang yang masuk jauh ke dalam medulla. Lengkung henle sendiri mempunya fungsi utama untuk mempertahankan hipertonisitas di interstisium medulla dan secara tidak langsung memperantai tubulus distal dalam mengkonsentrasikan urin.5,8Pars asendens dan desendens dari ansa henle mempunyai sifat yang berbeda. Pars desendens sangat permeabel terhadap H2O dan tidak aktif mengeluarkan Na+, sedangkan pars asendens sebaliknya. Perbedaan sifat inilah yang dapat membantu mekanisme dari pengaturan osmolaritas urin. Berikut akan sedikit dibahas mengenai mekanisme ini. 3,6Konsentrasi cairan interstisium plasma sama seperti konsentrasi cairan tubuh lainnya, yaitu 300 mosm/L. Cairan dengan konsentrasi inilah yang akan memasuki ansa henle. Pompa garam pada pars asendens mulai memompa NaCl keluar dari lumen sampai pada cairan interstisium sekitar 200 mosm/L lebih pekat. Hal ini membuat cairan interstisium medula menjadi hipertonik. Air tidak dapat mengikuti secara osmotis pada pars asendens karena pars asendens impermeabel terhadap H2O. Karena pars desendens sangat permeabel terhadap H2O, terjadi difusi netto H2O dari pars desendens ke dalam cairan interstisium. Cairan tubulus yang masuk ke pars desendens dari tubulus proksimal bersifat isotonik, sehingga terjadi osmosis keluar dari pars desendens menuju cairan interstisium medulla. Cairan pada pars desendens mulai menjadi pekat karena kehilangan H2O. Perpindahan H2O terus berlanjut hingga osmolaritas pars desendens dan cairan interstisium sama. Dalam keseimbangan, cairan interstisium dan pars desendens memiliki osmolaritas sebesar 400 mosm/L, sedangkan pars asendens 200 mosm/L. Osmolaritas cairan ini makin lama akan meningkat, sampai pada akhirnya mencapai konsentrasi maksimal 1200msm/L di dasar lengkung. Sebaliknya, pada pars asendens, cairannya menjadi hipotonik hingga mencapai konsentrasi 100 mosm/L. Dengan ini, terciptalah suatu gradien osmotik vertikal yang memungkinkan ginjal menghasilkan urin yang konsentrasinya bervariasi dari 100 mosm/L hingga 1200 mosm/L. Konsentrasi urin ini dapat berubah tergantung dari aktivitas hormon. Salah satu hormon yang berpengaruh adalah vasopresin.1,2Vasopresin merupakan suatu hormon yang dibentuk oleh hipotalamus. Hormon ini bekerja dengan meningkatkan permeabiltas dari tubulus distal. Apabila vasopresin dikeluarkan, akan meningkatkan reabsorbsi dari air sehingga jumlah cairan dalam tubuh akan meningkat. Mekanisme dimulai padaa saat konsentrasi urin yang masuk ke tubulus distal adalah 100 mosm/L, sedangkan konsentrasi pada cairan interstisium adalah 300 mosm/L. Pada keadaan tidak terdapatnya vasopresin, dinding tubulus distal bersifat impermeable terhadap air, sehingga konsentrasi cairan yang keluar akan tetap 100 mosm/L. Tetapi apabila vasopresin muncul, maka permeabilitas dari duktus akan meningkat, sehingga terjadi perpindahan H2O dari tubulus menuju ke cairan interstisium di sekitarnya yang lebih hipertonis, sehingga dengan cara ini tubuh dapat menahan lebih banyak H2O.1,2,5,8

2.6. Proses MikturisiMikturisi atau berkemih merupakan proses pengosongan kandung kemih. Proses ini terjadi setelah tahap pembentukan urin selesai, dan urin yang telah siap disalurkan melalui ureter ke vesika urinaria. Aliran urin di ureter tidak hanya bergantung pada gaya gravitasi bumi, tetapi juga dipengaruhi oleh kontraksi peristaltik dari otot polos di dalam dinding uretra yang mendorong urin bergerak maju dari ginjal ke kandung kemih. Ureter ini menembus vesika urinaria secara oblik, sehingga mencegah aliran balik urin dari vesika urinaria ke ginjal apabila vesika urinaria sudah terisi penuh. Ketika vesika urinaria terisi penuh, ujung ureter yang terdapat di dalam dinding vesika urinaria tertekan dan menutup, namun urin masih tetap dapat masuk karena kontraksi ureter menghasilkan tekanan yang cukup besar untuk mengatasi resistensi dan mendorong urin masuk ke vesika urinaria.2Dinding vesika urinaria sendiri terdiri dari otot polos yang berlapis sehingga memungkinkan vesika urinaria untuk sangat meregang tanpa menyebabkan peningkatan ketegangan dinding vesika urinaria. Selain itu, dinding vesika urinaria yang berlipat-lipat menjadi rata sewaktu terisi untuk meningkatkan kapasitas dari vesika urinaria.2,8 Otot polos vesika urinaria mendapat banyak persarafan dari parasimpatis yang apabila dirangsang akan menyebabkan kontraksi vesika urinaria. Apabila saluran keluar uretra melakukan kontraksi maka akan menyebabkan pengosongan urin dari vesika urinaria. Walaupun demikian, pintu keluar dari vesika urinaria dijaga oleh dua sfingter, yaitu sfingter uretra interna yang terdiri dari otot polos dan di bawah kontrol involunter, dan sfingter uretra eksterna yang diperkuat oleh seluruh diafragma pelvis dan merupakan suatu otot rangka, sehingga kontrol sfingter ini berada di bawah kontrol kesadaran. 2,6Proses mikturisi ini diatur oleh dua mekanisme, yaitu refleks berkemih dan kontrol volunter. Refleks berkemih terpacu ketika reseptor regang di dalam dinding kandung kemih terangsang. Serat-serat aferen dari reseptor membawa impuls ke medula spinalis, dan akhirnya merangsang saraf parasimpatis untuk kandung kemih. Serat ini juga menghambat neuron motorik ke sfingter eksternus. Akibat stimulasi parasimpatis ini, kandung kemih dapat berkontraksi. Sfingter internus secara mekanis terbuka ketika kandung kemih berkontrasksi.2,5Pengisian vesika urinaria selain memicu refleks berkemih, juga memicu timbulnya keinginan sadar untuk berkemih. Proses inilah yang diatur oleh kontrol volunter. Dengan adanya kontrol volunter ini, seseorang dapat mengatur kapan waktu untuk mengosongkan vesika urinaria. Apabila saat berkemih tidak tepat sementara refleks berkemih sudah dimulai, pengosongan vesika urinaria dapat secara sengaja dicegah dengan mengencangkan sfingter eksterna dan diafragma pelvis. Impus eksitatorik volunter yang berasal dari korteks serebrum mengalahkan masukan inhibitorik refleks dari reseptor regang ke neuro motrik yang terlibat sehingga otot-otot ini tetap berkontraksi dan urin tidak dikeluarkan. Tetapi proses berkemih tidak dapat ditunda selamanya. Apabila isi vesika urinaria terus bertambah, maka masukan reflek dari reseptor regang juga akan bertambah dan pada akhirnya masukan inhibitorik refleks ke neuron motorik sfingter eksternal menjadi sedemikian kuat sehingga tidak dapat dikalahkan oleh masukan eksitatorik volunter, yang mengakibatkan sfingter melemas dan vesika urinaria secara tidak terkontrol mengosongkan isinya.2

Sfingter uretra internus secara mekanis terbuka ketika kandung kemh berkontraksiKandung kemih terisiReseptor regangSaraf parasimpatisKorteks serebriNeuron motorik ke ssfingter eksternusSfingter uretra eksternus tertutup ketika neuron motorik terangsangKandung kemihSfingter uretra eksternus membuka ketika neuron motorik dihambatKontraksi kandung kemihTidak berkemihBerkemih

Gambar 3. Proses Mikturisi

BAB IIIKESIMPULANGinjal adalah organ yang berperan sangat besar dalam hemostasis. Ginjal mengatur komposisi elektrolit, volume, osmolaritas, dan pH lingkungan serta mengeluarkan semua produk sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh sekaligus menahan bahan yang masih bermanfaat bagi tubuh. Ginjal berjumlah sepasang, dimana ginjal kanan terletak lebih rendah dari ginjal kiri. Bila dilakukan pemotongan secara koronal, akan terlihat bagian-bagian ginjal yakni korteks yang terletak di sebelah luar dan medula ginjal terletak di sebelah dalam. Ginjal melakukan tiga proses dasar dalam melakukan fungsinya yakni filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus. Filtrasi glomerulus yang berada di glomerolus dan juga kapsula Bowman dipengaruhi oleh tekanan filtrasi netto yang memicu filtrasi dan luas permukaan glomerolus yang tersedia. Kedua variabel ini apabila dilakukan perkalian, maka akan didapatkan angka yang menunjukkan laju filtrasi glomerulus (GFR). GFR dapat berubah-ubah karena dipengaruhi oleh vasodilatasi dan vasokonstriksi pembuluh arteri sehingga memerlukan mekanisme autoregulasi yang disebut miogenik dan umpan balik tubuloglomerulus. Reabsorbsi tubulus melibatkan transpor transepitel dari lumen tubulus ke dalam plasma kapiler peritubulus, dimana bahan ini harus melewati lima sawar untuk mencapai kapiler peritubulus. Bahan-bahan yang aktif direabsorbsi adalah bahan yang masih diperlukan oleh tubuh misalnya ion Na+, Ca2+,PO43- glukosa, air, sedangkan untuk roduk lainnya yang tidak direabsorbsi akan tetap berada di urin dalam konsentrasi tinggi. Pada tahap sekresi tubulus, tubulus ginjal secara selektif menambahkan bahan-bahan tertentu ke cairan tubulus. Sistem sekresi penting untuk ion H+ yang memiliki peran penting untuk mengatur keseimbangan asam basa, ion K+ yang berfungsi mempertahankan eksitabilitas membran sel otot dan saraf, serta mengeliminasi lebih efisien senyawa organik asing dari tubuh. Kemudian ginjal mengeksresikan urin dengan volume dan konsentrasi yang bervariasi untuk menahan atau mengeluarkan air tergantung apakah tubuh kekurangan atau kelebihan cairan dengan bantuan hormon antidiuretik (ADH).DAFTAR PUSTAKA1. Soenarto, RF, Chandra S, editor. Buku Ajar Anestesiologi. Jakarta: Departemen Anestesiologi dan Intensice Care Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS Cipto Mangunkusumo. 20122. Sherwood L. Human Physiology: From Cells to Systems. 7th ed. Belmont: West Pusblishing Company,o2006.3. Tortora GJ, Derrickson BH. Principles of Anatomy and Physiology. 12th ed. New Jersey: Wiley,2009.4. Tanagho, EA, McAninch, editors. Smiths General Urology. 17th edition. United States: McGraw Hill Companies. 20085. Ganong WF. Review of Medical Physiology. 14th ed. Stamford: Appleton and Lange, 1989.6. Cunningham.J.G, 2002. Teksbook of Veterinary Physilogy. Philadelpia. WB Saunders7. Martini, Frederic H. 2001. Fundamentals of Anatomy and Physiology. 5th edition. New Jersey: Prentice-Hall, Icd Upper Saddke River. 8. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. 11th edition. Philadephia: Mansfield Stage College. 2006