tugas gadar paranoid

32
I. TINJAUAN TEORI A. Pengertian Paranoid Paranoid merupakan bagian dari gangguan proses pikir yang meliputi gangguan bentuk pikiran, gangguna arus pikiran, gangguan isi pikiran. Gangguan isi pikiran dapat terjadi baik pada isi non verbal maupun pada isi pikiran yang diceritakan misal : extansi, fantasi, hobi, curiga, waham, dsb (Maramis, 99 hal 131-118) Paranoid adalah gangguan berhubungan dengan orang lain/ lingkungan yang ditandai dengan perasaan tidak percaya, ragu dan perilaku tersebut jelas saat individu berinteraksi dengan orang lain/ lingkungan (Budi Anna Keliat, 1990). Menurut JP Chaplin, Phd. , Paranoid adalah Suatu ciri gangguan psikotic yang ditandai adanya delusi yang sistematis atau waham dengan sedikit deterioasi. Hal ini cenderung menetap dan cukup kuat pengaruhnya serta incapacity. Kepribadian paranoid adalah suatu gangguan kepribadian dengan sifat curiga yang menonjol. Orang seperti ini mungkin agresif dan setiap orang yang lain dilihat sebagai seorang agresor terhadapnya, dimana ia harus mempertahankan dirinya. Ia bersikap sebagai pemberontak dan angkuh untuk menahan harga diri, sering ia mengancam orang lain sebagai akibat proyeksi rasa bermusuhannya sendiri. Dengan demikian

Upload: anha-mulhieanha

Post on 23-Oct-2015

33 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

askep

TRANSCRIPT

I. TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Paranoid

Paranoid merupakan bagian dari gangguan proses pikir yang meliputi

gangguan bentuk pikiran, gangguna arus pikiran, gangguan isi pikiran.

Gangguan isi pikiran dapat terjadi baik pada isi non verbal maupun pada isi

pikiran yang diceritakan misal : extansi, fantasi, hobi, curiga, waham, dsb

(Maramis, 99 hal 131-118)

Paranoid adalah gangguan berhubungan dengan orang lain/ lingkungan yang

ditandai dengan perasaan tidak percaya, ragu dan perilaku tersebut jelas saat

individu berinteraksi dengan orang lain/ lingkungan (Budi Anna Keliat, 1990).

Menurut JP Chaplin, Phd. , Paranoid  adalah Suatu ciri gangguan psikotic

yang ditandai adanya delusi yang sistematis atau waham dengan sedikit

deterioasi. Hal ini cenderung menetap dan cukup kuat pengaruhnya serta

incapacity.

Kepribadian paranoid adalah suatu gangguan kepribadian dengan sifat curiga

yang menonjol. Orang seperti ini mungkin agresif dan setiap orang yang lain

dilihat sebagai seorang agresor terhadapnya, dimana ia harus mempertahankan

dirinya. Ia bersikap sebagai pemberontak dan angkuh untuk menahan harga

diri, sering ia mengancam orang lain sebagai akibat proyeksi rasa

bermusuhannya sendiri. Dengan demikian ia kehilangan teman-teman dan

mendapatkan banyak musuh. (3)

Orang dengan kepribadian paranoid memiliki kecenderungan umum yaitu

suka melemparkan tanggung jawab kepada orang lain, menolak sifat-sifat orang

lain yang tidak memenuhi ukuran yang telah dibuatnya sendiri. Untuk

mempertahankan rasa harga dirinya, ia membuat keterangan yang tidak masuk

akal tentang kesalahan-kesalahannya, tetapi yang memuaskan emosinya sendiri.

Sering diduga bahwa orang lainlah yang tidak adil, bermusuhan, dan agresif. 

Paranoid adalah kondisi yang ditandai oleh ketidakpercayaan dan kecurigaan

yang berlebihan dari orang lain. Gangguan ini hanya didiagnosis ketika

perilaku ini sangat kuat. Seseorang yang mengalami gangguan ini umumnya

sulit diajak bergaul dan sering mengalami masalah dengan pertemanan karena

kecurigaan yang berlebihan. Sifat agresif dan curiga yang dialami penderita

seringkali menimbulkan reaksi pada orang lai. Seseorang dengan gangguan ini

membutuhan pengendalian atas orang-orang di sekitar mereka. Mereka sering

kaku, kritis terhadap orang lain, dan tidak mampu bekerja sama, mdan

kesulitan menerima kritik.

Terdapat banyak jenis gangguan kepribadian yang dapat menyerang mental

seseorang, salah satunya adalah gangguan kepribadian paranoid, yang mana

berbentuk kesalahan dalam mengartikan perilaku orang lain sebagai suatu hal

yang bertujuan menyerang atau merendahkan dirinya. Gangguan biasa

muncul pada masa dewasa awal yang mana merupakan manifestasi dari rasa

tidak percaya dan kecurigaan yang tidak tepat terhadap orang lain sehingga

menghasilkan kesalahpahaman atas tindakan orang lain sebagai sesuatu yang

akan merugikan dirinya.

Para penderita gangguan kepribadian paranoid cenderung tidak memiliki

kemampuan untuk menyatakan perasaan negatif yang mereka miliki terhadap

orang lain, selain itu mereka pada umumnya juga tidak kehilangan hubungan

dengan dunia nyata, dengan kata lain berada dalam kesadaran saat mengalami

kecurigaan yang mereka alami walau secara berlebihan. Penderita akan

merasa sangat tidak nyaman untuk berada bersama orang lain, walaupun di

dalam lingkungan tersebut merupakan lingkungan yang hangat dan ramah.

Dimana dan bersama siapa saja mereka akan memiliki perasaan ketakutan

akan dikhianati dan dimanfaatkan oleh orang lain.

B. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi gangguan kepribadian Paranoid adalah 0,5 sampai 2,5 persen .Sanak

saudara pasien skizofrenik menunjukkan insidensi gangguan kepribadian paranoid yang

lebih tinggi dibandingkan kelompok kontro1 . Gangguan adalah lebih sering pada laki –

laki daripada wanita.

Prevalensi gangguan kepribadian paranoid adalah 0,5 -2,5 persen. Orang dengan

gangguan ini jarang mencari pengobatan sendiri. Jika dirujuk ke pengobatan oleh

pasangan atau perusahaannya, mereka seringkali menarik orang lain bersama-sama dan

tidak tampak menderita. Sanak saudara pasien skizofrenik menunjukkan insidensi

gangguan kepribadian paranoid yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol.

Gangguan ini lebih sering pada laki-laki dibandingkan wanita. Insidensi diantara

homoseksual tidak lebih tinggi daripada umumnya, seperti yang dulu diperkirakan, tetapi

dipercaya lebih tinggi pada kelompok minoritas, imigran, dan tunarungu dibandingkan

populasi umum. 

C. ETIOLOGI

Secara spesifik penyebab dari munculnya gangguan ini masih belum diketahui,

namun seringkali dalam suatu kasus  muncul pada individu yang memiliki anggota

keluarga dengan gangguan skizofrenia, dengan kata lain faktor genetik masih

mempengaruhi. Gangguan kepribadian paranoid juga dapat disebabkan oleh pengalaman

masa kecil yang buruk ditambah dengan keadaan lingkungan yang dirasa mengancam.

Pola asuh dari orang tua yang cenderung tidak menumbuhkan rasa percaya antara anak

dengan orang lain juga dapat menjadi penyebab dari berkembangnya gangguan ini.

Penelitian mengidentifikasikan ada 5 faktor yang dapat membuat orang Paranoid.

Bahkan terkadang kita mengalami salah satu atau beberapa faktornya. Seseorang yang

memiliki sifat paranoid dikarenakan oleh beberapa faktor tersebut atau bahkan kombinasi

dari semua faktor. Faktor-faktor tersebut adalah:

a. Stres dan perubahan hidup yang besar

b. Emosi negatif seperti kecemasan dan depresi

c. Perasaan yang tidak biasa di dalam dirinya

d. Penjelasan orang lain

e. Penyebab

Penyebab pasti terjadinya gangguan kepribadian paranoid belum sepenuhnya

diketahui namun ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi :

Genetik

Gangguan kepribadian kelompok A (paranoid, skizoid, dan skizotipal)

lebih sering ditemukan pada sanak saudara biologis dari pasien

skizofrenik. Secara bermakna gangguan kepribadian skizotipal lebih

banyak ditemukan dalam riwayat keluarga skizofrenia. Korelasi yang lebih

jarang ditemukan pada gangguan kepribadian paranoid atau skizoid

dengan skizofrenia. 

Tempramental

Gangguan kepribadian tertentu mengkin berasal dari kesesuaian parental

yang buruk misalnya kultur yang memaksakan agresi mungkin secara

tidak sengaja mendorong dan dengan demikian berperan dalam gangguan

kepribadian paranoid. 

Disfungsi kognitif

Pada penelitian yang dilakukan oleh Forsell & Henderson yang dilakukan

pada oarang lanjut usia menemukan bahwa disfungsi kognitif dapat

menjadi faktor resiko terjadinya gejala paranoid. Dengan melakukan

pengukuran aliran darah regional, pada pasien dengan gejala paranoid

menunjukkan peningkatan aktifitas fungsional terutama pada regio frontal

dan menunjukkan penurunan aliran darah pada regio temporal posterior. 

Isolasi social

Pada penelitian yang sama yang dilakukan oleh Forsell &

Handersonmengemukakan bahwa pasien yang mengalami isolasi sosial

termasuk di dalamnya akibat perceraian, tidak memiliki teman atau jarang

mendapat kunjungan memiliki hubungan dengan terjadinya gejala

paranoid. 

Selain itu ada yang mengatakan faktor penyebab paranoid adalah :

1. Kegagalan proses belajar 

Biasanya sejak masa kanak-kanak, paranoia suka menyendiri, pencuriga,

mengasingkan diri, keras kepala dan sangat sensitif. Saat diingatkan mereka cemberut

dan uring-uringan. Hanya sedikit dari mereka yang menunjukan kemampuan bermain

dengan anak lain yang normal atau bersosialisasi dengan baik.

Latarbelakang keluarga memegang peranan yang penting. Situasi lemahnya

penerimaan dalam keluarga dan penggiringan sikap inferioritas akan mengembangkan

sikap anak untuk berusaha menjadi superior. Ketidakmantapan latarbelakang keluarga

mempengaruhi perasaan anak terhadap orang lain dan membentuk perilaku negaif

anak terhadap orang lain.

Proses sosialisasi yang tidak tepat membentuk perilaku anak yang mudah

curiga kepada orang lain. Dengan demikian akan terbentuk sikap permusuhan dan

ingin mendominasi orang lain. Kondisi ini akan saling mempengaruhi, sikap

bermusuhannya direspon secara negatif olhe lingkungan dan iapun semakin curiga

dengan orang lain sehingga perlahan-perlahan terbentik kepribadian yang paranoia.

Selanjutnya terjadilah isolasi sosial dan ia semakin tidak percaya kepada orang lain.

Perkembangan kepribadian selanjutnya dimasa kanak-kanak ini

mengembangkan suatu sikap gabungan dari merasa diri penting, kaku, arogan, ingin

mendominasi dan membentuk gambaran diri yang tidak realistis dan menimpakan

kegagalan atau kesialannya kepada orang lain. Mereka menjadi sangat curiga dan

sangat peka menghadapi situasi ketidakadilan. Selanjut individu tidak memiliki selera

humor.

Mereka mulai mengkategorikan mana orang baik dan jahat. Harapan mereka

dan tujuan hidup mereka seringkali tidak realistik. Mereka menolak untuk menerima

permasalahan yang dengan cara-cara yang lebih realistik. Mereka cenderung menjadi

orang yang uring-uringan dan menolak kontak yang normal. Mereka tidak mampu

membina hubungan sosial yang hangat, bersikap agresif dan merasa superior.

2. Kegagalan dan Inferiority

Biasanya riwayat para paranoiac sarat dengan kegagalan dalam beradaptasi

dengan situasi kehidupan yang penting seperti lingkungan sosial, pekerjaan dan

perkawinan. Menghadapi ini mereka bersikap rigid, membuat goal yang tidak realistik

dan tidak mampu membina hubungan jangka panjang dengan orang lain. Kegagalan

ini diinterpretasikan olehnya sebagai penolakan, penghinaan dan peremehan oleh

orang lain.

Kegagalan ini menyebabkannya sukar untuk memahami sebab-sebab utama

sebenarnya dari permasalahan yang ia alami. Misalnya, mengapa mereka harus

meningkatkan kemampuannya dalam berhubungan sosial dalam rangka mencegah

reaksi negatif dari orang lain – mengapa mereka sampai tidak disukai dalam pekerjaan

misalnya karena mereka menyelidiki sesuatu secara sangat rinci. Ia tidak mampu

untuk memahami dirinya dan situasi secara objektif, tidak mampu memahami

mengapai ia sampai menarik diri dan mengapa orang lain menolaknya.

Meskipun demikian perasaan inferiority dari penderita paranoia bersifat

topeng saja, karena sesungguhnya mereka ingin superior dan menganggap dirinya

penting dan hal ini dimanifestasikan dalam banyak aspek dari perilakunya. Mereka

sangat ingin dihargai, hipersensitif terhadap kritik, sangat teliti dan rajin.

Para individu paranoid pada saat dihadapkan dengan kegagalan mereka

biasanya mengatakan “orang-orang tidak menyukai kamu,” barangkali ada sesuatu

yang salah pada diri kamu,” kamu inferior.” Mereka sering bersikap defensif, menjadi

sangat kaku dan cenderung menyalahkan orang lain. Pola-pola defensif ini akan

membantu melindungi dirinya dari perasaan inferiority dan perasaan tidak berharga.

3. Elaborasi mekanisme pertahanan diri dan “Pseudocommunity.”

Kaku, merasa diri penting, tidak humoris dan pencuriga membuat penderita

tidak populer dilingkungan sosialnya. Mereka saring salah menangkap maksud orang

lain. Sensitif terhadap ketidakadilan.

Reaksi paranoid biasanya berkembang secara bertahap. Kegagalan yang ia

alami membuat ia mengelaborasi defence mechanism. Untuk menghindari agar dinilai

tidak mampu mereka mengembangkan alasan logis dibalik kegagalannya.

Secara bertahap gambaran dimulai dengan kristalisasi proses yang lazim

disebut paranoid illumination. Kemudian hal tersebut berkembang sedemikian rupa

sehingga penyebab-penyebabnya semakin kabur. Penderita mulai melindungi dirinya

dan memiliki asumsi bahwa ada sesuatu yang salah dengan dirinya (ditahap awal).

Selanjutkan kegagalan tersebut ia timpakan kepada orang lain.

Kemudian terjadi proses apa yang disebut dengan pseudo community dimana

penderita mulai mengkategorisasikan orang-orang disekitarnya (faktual atau

bayangan) yang menentang atau tudak menyukai dirinya.

Kejadian-kejadian menjadi perhatian penderita. Ia selalui menyikapi hal-hal

disekitarnya dengan sikap curiga. Pseudo community ini bisa disebabkan karena

stress yang kuat, misalnya akibat kegagalan ditempat kerja. Ia akan menimpakan

kesalahan tersebut kepada orang lain dan mulai mengidentifikasikan orang-orang

yang dianggap menghambatnya atau menentang dirinya.

D. Tanda dan gejala

Penderita terkadang tidak realistis fantasi berlebihan, sering terbiasa dengan isu-

isu kekuasaan dan pangkat, dan cenderung menstereotipkan negatif orang lain, terutama

yang dari kelompok populasi berbeda dari mereka sendiri. Bagi orang lain, sikap

sipenderita dianggap fanatik.

Tanda :

Beberapa gejala yang ditunjukan dalam gangguan kepribadian paranoid antara lain

adalah:

1. Kecurigaan yang sangat berlebihan.

2. Meyakini akan adanya motif-motif tersembunyi dari orang lain.

3. Merasa akan dimanfaatkan atau dikhianati oleh orang lain.

4. Ketidakmampuan dalam melakukan kerjasama dengan orang lain.

5. Isolasi sosial.

6. Gambaran yang buruk mengenai diri sendiri.

7. Sikap tidak terpengaruh.

8. Rasa permusuhan.

9. Secara terus menerus menanggung dendam yaitu dengan tidak memaafkan

kerugian, cedera atau kelalaian.

10. Merasakan serangan terhadap karakter atau reputasinya yang tidak tampak

bagi orang lain dan dengan cepat bereaksi secara marah dan balas menyerang.

11. Enggan untuk menceritakan rahasia orang lain karena rasa takut yang tidak

perlu bahwa informasi akan digunakan secara jahat untuk melawan dirinya.

12. Kurang memiliki rasa humor.

13. Mereka yang memiliki gangguan ini menunjukan kebutuhan yang tinggi

terhadap mencukupi dirinya, terkesan kaku dan bahkan memberikan tuduhan

kepada orang lain. Dikarenakan perilaku menghindar mereka terhadap

kedekatan dengan orang lain menjadikan mereka terlihat sangat penuh

perhitungan dalam bertindak dan juga berkesan dingin. Dari hasil penelitian

ditemukan bahwa kebanyakan gangguan ini ditemukan pada pria

dibandingkan pada perempuan.

Gejala :

Beberapa tanda-tanda pada Gangguan Kepribadian Paranoid, antara lain :

1. Kepekaan berlebihan terhadap kegagalan dan penolakan.

2. Kecenderungan untuk tetap menyimpan dendam, meskipun pada masalah-

masalah kecil.

3. Kecurigaan dan kecenderungan pervasif untuk menyalah-artikan tindakan

orang lain yang netral atau bersahabat sebagai suatu sikap permusuhan atau

penghinaan.

4. Mempertahankan dengan gigih bila perlu dengan kekuatan fisik tentang hak

pribadinya yang sebenarnya tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya.

5. Kecurigaan yang berulang, tanpa dasar, tentang kesetiaan seksual dari

pasangannya.

6. Kecenderungan untuk merasa dirinya penting secara berlebihan yang

dinyatakan dalam sikap menyangkut harga diri yang menetap.

7. Dirundung oleh rasa persekongkolan dari suatu peristiwa terhadap baik diri

pasien maupun dunia luar pada umumnya tanpa bukti.

8. Selalu waspada dan hati-hati yang berlebihan bila berurusan dengan orang

lain.

9. Selalu menghindari hubungan interpersonal.

E. Patofisiologi

Individu yang mengalami paranoia merasa sendirian, diabaikan, dimata-matai, dan

persepsi salah lainnya tentang adanya ancaman dari ‘musuh.’ Delusi ini biasanya berpusat

pada satu hal misalnya menyangkut masalah keuangan, pekerja, pasangan yang tdk dapat

dipercaya atau masalah-masalah kehidupan lainnya. Orang yang mengalami kegagalan

dalam bekerja akan mengembangkan sikap curiga seperti ada orang lain yang cembutu

terhadap prestasi kerjanya sehingga ingin menjatuhkannya.

Seorang paranoia memiliki alasan tertentu mengapa mereka curiga dan tidak mau

menerima alasan lain yang sebenarnya lebih benar. Karena sikap curiga tersebut ia dapat

melakukan interogasi terhadap mereka yang dianggap musuh. Banyak dari paronoia ini

memiliki waham dimana ia seorang superior dan memiliki kemampuan yang unik.

Terkadang mereka merasa mendapat mandat atau wahyu untuk menjalankan suatu misi

suci, melakukan pembaharuan dan perubah sosial. Para paranoiac religius

mengembangkan keyakinan bahwa ia mendapat amanat dari Tuhan untuk menyelamatkan

manusia dan melakukan khotbah-khotbah bahkan mengajak dilakukannya perang suci.

Berkaitan dengan delusi yang dialami paranoiac dapat tampil dengan sangat

sempurna, berbicara fasih dan terkesan memiliki emosian yang matang. Halusinasi dan

ciri gangguan lain jarang ditemukan pada paranoiac ini. Mereka berupaya melakukan

pembenaran dengan cara-cara yang logis agar dapat dipercaya. Dalam kasus ini sangat

sukar dibedakan mana yang fakta atau hanya sekedar imaji. Mereka berupaya agar orang-

orang disekitarnya mempercayai apa yang dikatakannya. Mereka gagal untuk melihat

fakta lain diluar apa yang mereka yakini dan kurang dapat membuktikan keyakinannya,

kecurigaanya serta mereka menjadi tidak komunikatif saat ditanyakan mengenai

delusinya tersebut

1. Faktor Predisposisi

a. Faktor Perkembangan

Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal yang dapat

menaikkan stres, kecemasan dengan berakhir dengan gangguan persepsi.

Disamping itu karena pengurus proses tumbang yang tidak tuntas seperti BHSP

tidak baik, kegagalan dalam mengungkapkan perasaan, pikiran serta proses

kehilangan yang berkepanjangan.

b. Faktor Sosial Budaya

Pengalaman hidup yang patut, pengalaman tersebut menyebabkan individu

menjadi cemas, merasakan ada sesuatu yang tidak menyenangkan, individu

mencoba menggunakan koping dengan mengingkari ancaman/ dengan perilaku

proyeksi.

c. Faktor Fisik

Intoksikasi alkohol, kekurangan gisi, hygiene perorangan yang buruk, sulit tidur.

d. Status Emosi

Ketakutan menjadi berbahaya, isolasi, pikiran yang di kontrol rasa curiga yang

ekstrim, bermusuhan/ marah, perasaan rendah diri/ ketidak berdayaan, rasa

malu, rasa bisalah, perasaan mendatar, tumpul tidak sesuai dengan keadaan.

e. Status Intelektual

Perasaan yang terpecah, paranoid, sombong, gagguan seksual, ketidakmampuan

dalam mengambil keputusan

f. Status Sosial

Kegagalan dalam mengungkapkan pikiran, menarik diri, isolasi, cepat

menyalahkan orang lain, hgangguan melakukan peran sosial, curiga

F. Klasifikasi

Saat ini ada 2 jenis psikosis paranoid yang termasuk dalam kelompok gangguan

paranoid, yaitu :

1. Paranoid, dimana terjadinya delusi yang berkembang secara perlahan kemudian

menjadi rumit, logis dan sistematis serta hal tersebut berpusat pada delusi merasa

dikejar-kerjar atau waham kebesaran. Meski adanya delusi, kepribadian penderita

masih utuh, tidak ada disorganisasi yang serius dan tanpa halusinasi.

2. Paranoid state, terjadinya perubahan delusi yang paranoid dan cara berpikir

menjadi tidak ligis serta munculnya ciri-ciri paranoia, meskipun belum

menunjukkan perilaku yang aneh atau deteriorasi seperti yang ditemukan pada

kasus schizophrenia paranoid. Biasanya kondisi ini berhubungan dengan stress

yang kuat dan mungkin pula karena fenomena kefanaan. Paranoid states sering

mewarnai gambaran klinis dari jenis gangguan patologis lainnya.

Namun, perhatian utama kita saat ini tertuju pada paranoia. Paranoia relatif

sedikit ditemukan pada pasien yang dirawat di rumah sakit jiwa, namun hal ini

mungkin terjadi karena kekeliruan dalam mengidentifikasi gangguan mental. Banyak

para penemu/inventor, guru, eksekutif bisnis, reformer fanatik, pasangan pencemburu,

orang-orang nyentrik yang mendalami suatu ajaran tertentu termasuk dalam kategori

ini. Namun, uniknya mereka ini mampu mempertahankan eksistensinya di

masyarakat. Dalam beberapa kasus diantara mereka ada yang berkembang menjadi

seseorang yang sangat berbahaya.

G. Penanggulangan

Pada tahap awal paranoid, penanganan secara kelompok maupun individual masih

efektif, terutama apabila penderita memiliki kesadaran untuk memcari bantuan

profesiona.

Tehnik terapi tingkah laku menunjukkan hal-hal menjanjikan seperti, ide paranoid

muncul karena berbagai kombinasi hal-hal yang tidak menyenangkan, berbagai faktor

perubah dalam situasi kehidupan seseorang semakin memperkuat perilaku maladaptifnya

dan berkembang menjadi cara yang ampuh untuk mengatasi permasalahannya.

Sekali sistem delusi menetap, penanganan akan menjadi sangat sukar. Biasanya

sulit berkomunikasi dengan paranoiac untuk mengatasi masalahnya dengan cara-cara

yang rasional. Dalam situasi seperti ini penderita enggan berkonsultasi, tetapi mereka

berusaha mencari pembenaran dan pengertian dari orang lain terhadap kesalahan yang

mereka lakukan.

Hal yang tidak menguntungkan adalah kurang begitu bermanfaatnya

merumahsakitkan paranoiac. Kepada paranoiac biasanya lebih efektif memberikan

hukuman daripada penanganan. Mereka cenderung menunjukkan kesuperiorannya kepada

pasien lain apabila di rumah sakit dan mengeluh apabila keluarga dan petugas kesehatan

menempatkan mereka di rumah sakit tanpa alasan yang valid, sehingga mereka menolak

bekerjasama dan berpartisipasi dalam kegiatan treatment. Dengan demikian kegagalannya

untuk mengendalikan tindakan dan pikirannya dan sulitnya bekerjasama membuat mereka

tinggal dalam waktu lama di rumah sakit. Hal ini membuat mereka susah untuk recovery.

Meskipun demikian secara tradisional prognosa tentang paranoia kurang begitu

bermanfaat.

Pada saat awal mengidentifikasikan psikosis dengan schizophrenia dan paranoia,

telah disepakati bahwa manifestasi klinis dari kasus ini harus dibedakan dengan gangguan

neurosis atau psikosomatik. Ciri schizophrenia jelas adanya kegagalan pemahaman

/kontak dengan realitas dan terjadi disorganisasi kepribadian seperti gangguan dalam

fungsi berpikir, afek/perasaan maupun masalah perilaku.

Identifikasi sebagian besar jenis schizophrenia seperti acute, paranoid, katatonik,

hebephrenic dan simple memperlihatkan perbedaan klinis untuk setiap jenis. Berbagai

faktor penyebab masih sulit dipahami mengapa hal tersebut dapat berkembang. Meskipun

demikian para ahli melihat adanya peran faktor genetik yang signifikan yang

menyebabkan schizophrenia. Mungkin karena neuropshysiological atau perubahan

biochemical yang mengganggu otak berfungsi normal, termasuk disini adalah kegagalan

dalam menyeleksi mekanismenya. Penyebab yang tepat dari perubahan tersebut harus

dapat dipastikan untuk menetukan apakah karena faktor genetik atau karena gangguan

mental. Namun, harus pula diperhatikan penyebab psiikologis lainnya yang signifikan.

Disamping itu faktor psikososial memegang peranan penting pula.Penanganan inovatif

perlu dipertimbangkan seperti chemotherapy, terapi psikososial, program paska

perawatan akan membuat kondisi penderita lebih baik.

H. Pengobatan

Pengobatan paranoia sangat sulit. Metode utama pengobatan antara lain:

1. Metode psikoanalitik

Dibandingkan dengan penyakit mental lainnya, pada gangguan ini metode

tersebut kemungkinan sulit diterapkan karena pasien tidak mau bekerja sama

dengan dokter.

2. Suntikan Insulin

Beberapa pasien juga merespon pengobatan ini, tetapi tidak semua pasien bisa

menerima pengobatan ini karena perasaan curiga yang dimilikinya.

3. Medikasi

Medikasi atau pengobatan untuk gangguan kepribadian paranoid secara

umum tidaklah mendukung, kecenderungan yang timbul biasanya adalah

meningkatnya rasa curiga dari pasien yang pada akhirnya melakukan

penarikan diri dari terapi yang telah dijalani. Para ahli menunjuk pada bentuk

perawatan yang lebih berfokus kepada kondisi spesifik dari gangguan tersebut

seperti kecemasan dan juga delusi, dimana perasaan tersebut yang menjadi

masalah utama perusak fungsi normal mental penderita. namun untuk

penanggulangan secara cepat terhadap penderita yang membutuhkan

penanganan gawat darurat maka penggunaan obat sangatlah membantu,

seperti ketika penderita mulai kehilangan kendali dirinya seperti mengamuk

dan menyerang ornag lain.

Sama halnya dengan gangguan kepribadian lainnya, tidak ada obat medis

yang dapat menyembuhkan secara langsung PPD. Penggunaan obat-obatan

diberikan bila individu mengalami kecemasan berupa diazepam (dengan

batasan waktu tetentu saja), penggunaan thioridazine dan haloperidol (anti

psikotik) diberikan bila individu PPD untuk mengurangi agitasi dan delusi

pada pasien.

4. Psikoterapi

Psikoterapi merupakan perawatan yang paling menjanjikan bagi para

penderita gangguan kepribadian paranoid. Orang-orang yang menderita

penyakit ini memiliki masalah mendasar yang membutuhkan terapi intensif.

Hubungan yang baik antara terapis dengan klien kunci kesembuhan klien.

Walau masih sangat sulit untuk membangun suatu hubungan yang baik

dikarenakan suatu keragu-raguan yang timbul serta kecurigaan dari diri klien

terhadap terapis.

Kesulitan yang dihadapi oleh terapist pada gangguan ini adalah penderita

tidak menyadari adanya gangguan dalam dirinya dan merasa tidak

memerlukan bantuan dari terapist. Kesulitan lain yang dihadapi terapis bahwa

individu PDD sulit menerima terapis itu sendiri, kecurigaan dan tidak percaya

membuat terapi sulit dilakukan.

5. Farmakoterapi. 

Farmakoterapi berguna dalam menghadapi agitasi dan kecemasan. Pada

sebagian besar kasus, obat anti anxietas seperti diazepam dapat digunakan.

Pemberian obat anti anxietas di indikasikan atas dasar adanya kecemasan dan

kekhawatiran yang dipersepsi sebagai ancaman yang menyebabkan individu

tidak mampu beristirahat dengan tenang. Diazepam dapat diberikan secara oral

dengan dosis anjuran 10-30 mg/hari dengan 2-3 kali pemberian. Atau mungkin

perlu untuk menggunakan anti psikotik, seperti thioridazine  atau haloperidol,

dalam dosis kecil dan dalam periode singkat untuk menangani agitasi parah

atau pikiran yang sangat delusional. Obat anti psikotik pimozide bisa

digunakan untuk menurunkan gagasan paranoid. 

6. Hal-hal lain yang harus diperhatikan terapis adalah bagaimana terapis menjaga

sikap, perilaku, dan pembicaraanya, individu PDD akan meninggalkan terapi

bila ia curiga, tidak menyukai terapisnya. Terapis juga harus menjaga dirinya

untuk tidak melucu didepan individu PPD yang tidak memiliki sense of

humor. Menjaga tidaknya konfrontasi ide-ide atau pemikiran secara langsung

dengan pasien.

7. Terapi yang digunakan adalah Cognitive behavioral therapy (CBT), secara

umum CBT membantu individu mengenal sikap dan perilaku yang tidak sehat,

kepercayaan dan pikiran negatif dan mengembalikannya secara positif. Terapi

kelompok dalam CBT, individu akan dilatih agar mampu menyesuaikan

dirinya dengan orang lain, saling menghargai dan mengenal cara berpikir

orang lain secara positif dan mengontrol amarahnya sehingga individu dapat

menciptakan hubungan interpersonal yang baik.

Perawatan untuk gangguan kepribadian paranoid akan sangat efektif untuk

mengendalikan paranoia (perasaan curiga berlebih) penderita, namun hal itu

akan selalu menjadi sulit dikarenakan penderita akan selalu memiliki

kecurigaan kepada dokter atau terapis yang merawatnya. Jika dibiarkan saja

maka keadaan penderita akan menjadi lebih kronis. Perawatan yang dilakukan,

meliputi sistem perawatan utama dan juga perawatan yang berada di luar

perawatan utama (suplement), seperti program untuk mengembangkan diri,

dukungan dari keluarga, ceramah, perawatan di rumah, membangun sikap

jujur kepad diri sendiri, kesemuanya akan menyempurnakan dan membantu

proses penyembuhan penderita. Sehingga diharapkan konsekuensi sosial

terburuk yang biasa terjadi dari gangguan ini, seperti perpecahan keluarga,

kehilangan pekerjaan dan juga tempat tinggal dapat dihindari untuk dialami

oleh si penderita.

Walau penderita gangguan kepribadian paranoid biasanya memiliki inisiatif

sendiri untuk melakukan perawatan, namun sering kali juga mereka sendiri juga lah yang

menghentikan proses penyembuhan secara prematur ditengah jalan. Demikian juga

dengan pembangunan rasa saling percaya yang dilakukan oleh sang terapis terhadap

klien, dimana membutuhkan perhatian yang lebih, namun kemungkinan akan tetap rumit

untuk dapat mengarahkan klien walaupun tahap membangun rasa kepercayaan telah

terselesaikan.

Kemungkinan jangka panjang untuk penderita gangguan kepribadian paranoid

bersifat kurang baik, kebanyakan yang terjadi terhadap penderita dikemudian hari adalah

menetapnya sifat yang sudah ada sepanjang hidup mereka, namun dengan penanganan

yang efektif serta bersifat konsisten maka kesembuhan bagi penderita jelas masih terbuka.

Metode pengembangan diri secara berkelompok dapat dilakukan kepada penderita walau

memiliki kesulitan saat pelaksanaannya. Kecurigaan tingkat tinggi dan rasa tidak percaya

pada penderita akan membuat kehadiran kelompok pendukung menjadi tidak berguna

atau bahkan lebih parahnya dapat bersifat merusak bagi diri penderita.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Selama pengkajian perawat harus mengumpulkan data tentang sifat paranoid dan

pengaruhnya. Aspek – aspek yang perlu dikaji :

1. Faktor Predisposisi

a. Faktor Perkembangan

Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal yang

dapat menaikkan stres, kecemasan dengan berakhir dengan gangguan

persepsi. Disamping itu karena pengurus proses tumbang yang tidak tuntas

seperti BHSP tidak baik, kegagalan dalam mengungkapkan perasaan,

pikiran serta proses kehilangan yang berkepanjangan.

b. Faktor Sosial Budaya

Pengalaman hidup yang patut, pengalaman tersebut menyebabkan individu

menjadi cemas, merasakan ada sesuatu yang tidak menyenangkan,

individu mencoba menggunakan koping dengan mengingkari ancaman/

dengan perilaku proyeksi.

c. Faktor Fisik

Intoksikasi alkohol, kekurangan gisi, hygiene perorangan yang buruk, sulit

tidur.

d. Status Emosi

Ketakutan menjadi berbahaya, isolasi, pikiran yang di kontrol rasa curiga

yang ekstrim, bermusuhan/ marah, perasaan rendah diri/ ketidak

berdayaan, rasa malu, rasa bisalah, perasaan mendatar, tumpul tidak sesuai

dengan keadaan.

e. Status Intelektual

Perasaan yang terpecah, paranoid, sombong, gagguan seksual,

ketidakmampuan dalam mengambil keputusan

f. Status Sosial

Kegagalan dalam mengungkapkan pikiran, menarik diri, isolasi, cepat

menyalahkan orang lain, hgangguan melakukan peran sosial, curiga

2. Faktor Presipitasi

a. Mengindentifikasi factor pencetus, termasuk kebutuhan yang terancam,

misalnya :

Kehilangan orang yang dicintai, baik kematian maupun perpisahan

yang

Kehilangan biopsikososial, seperti kehilangan salah satu anggota

tubuh karena operasi, sakit, kehilangan pekerjaan, kehilangan peran

social, kehilangan kemampuan melihat dan sebagainya.

Kehilangan milik pribadi misalnya kehilagan harta benda,

kehilangan kewarganegaraan, rumah kena gusur, dan sebagainya.

Ancaman kehilangan misalnya anggota keluarga yang sakit,

perselisihan yang hebat dengan pasangan hidup

b. Mengidentifikasi persepsi klien terhadap kejadian.

Persepsi terhadap kejadian yang menimbulkan krisis,termasuk pokok

pikiran dan ingatan yang berkaitan dengan kejadian tersebut.

Apa arti / makna kejadian terhadap individu

Pengaruh kejadian terhadap masa depan

Apakah individu memandang kejadian tersebut secara realistic

c. Mengidentifikasi sifat dan kekuatan system pendukung

Meliputi keluarga, sahabat dan orang – orang penting bagi klien yang

mungkin dapat membantu :

Dengan siapa klien tinggal, tinggal sendiri, dengan keluarga,

dengan teman

Pakah punya teman tempat mengeluh

Apakah bisa menceritakan masalah yang dihadapi bersama

keluarga

Apakah ada orang atau lembaga yang memberikan bantuan

Apakah mempunyai keterampilan untuk mengganti fungsi orang

yang hilang

d. Perilaku

Berapa gejala yang sering ditunjukkan oleh individu:

Perasaan tidak berdaya, kebingungan, depresi, menarik diri.

Keinginan merusak diri sendiri atau orang lain

Perasaan di asingkan oleh lingkungan

Kadang – kadang menunjukkan gejala somatic

B. Diagnosa keperawatan

Kriteria Diagnostik Gangguan Paranoid berdasarkan DSM-IV :

1. Ketidakpercayaan dan kecurigaan yang pervasif kepada orang lain

sehingga motif mereka dianggap sebagai berhati dengki, dimulai pada

masa dewasa awal dan tampak dalam berbagai konteks, seperti yang

ditunjukkan oleh empat (atau lebih) berikut :

a. Menduga, tanpa dasar yang cukup, bahwa orang lain memanfaatkan,

membahayakan, atau menghianati dirinya.

b. Preokupasi dengan keraguan yang tidak pada tempatnya tentang loyalitas

atau kejujuran teman atau rekan kerja.

c. Enggan untuk menceritakan rahasianya kepada orang lain karena rasa

takut yang tidak perlu bahwa informasi akan digunakan secara jahat

melawan dirinya.

d. Membaca arti merendahkan atau mengancam yang tersembunyi dari

ucapan atau kejadian yang biasa.

e. Secara persisten menanggung dendam, yaitu tidak memaafkan kerugian,

cedera, atau kelalaian.

f. Merasakan serangan terhadap karakter atau reputasinya yang tidak

tampak bagi orang lain dan dengan cepat bereaksi secara marah atau

balas menyerang.

g. Memiliki kecurigaan yang berlulang, tanpa pertimbangan, tentang

kesetiaan pasangan atau mitra seksual.

2. Tidak terjadi semata-mata selama perjalanan skizofrenia, suatu gangguan

mood dengan ciri psikotik, atau gangguan psikotik lain dan bukan karena efek

fisiologis.

Sedangkan kriteria diagnostik gangguan kepribadian paranoid menurut PPGDJ III:

Gangguan kepribadian dengan ciri-ciri:

a. Kepekaan berlebihan terhadap kegagalan dan penolakan;

b. Kecenderungan untuk tetap menyimpan dendam, misalnya menolak untuk

memaafkan suatu penghinaan dan luka hati masalah kecil;

c. Kecurigaan dan kecenderungan yang mendalam untuk mendistorsikan

pengalaman dengan menyalah-artikan tindakan orang lain yang netral atau

bersahabat sebagai suatu tindak permusuhan atau penghinaan;

d. Perasaan bermusuhan dan ngotot tentang hak pribadi tanpa memperhatikan

situasi yang ada (actual situation);

e. Kecurigaan yang berulang, tanpa dasar (justification), tentang kesetiaan

seksual dari pasangannya;

f. Kecenderungan untuk merasa dirinya penting secara berlebihan, yang

bermanifestasi dalam sikap yang selalu merujuk ke diri sendiri (self-referential

attitude);

g. Preokupasi dengan penjelasan-penjelasan bersekongkol dan tidak substantif

dari suatu peristiwa, baik yang menyangkut diri pasien sendiri maupun dunia

pada umumnya.

C. Diagnosis banding

1. Gangguan delusional , waham yang terpaku tidak ditemukan pada gangguan

kepribadian paranoid

2. Skizofrenia paranoid, halusinasi dan pikiran formal tidak ditemukan pada

gangguan kepribadian paranoid.

3. Gangguan kepribadian ambang, pasien paranoid jarang mampu terlibat

secara berlebihan dan rusuh dalam persahabatan dengan orang lain seperti

pasien ambang. Pasien paranoid tidak memiliki karakter antisosial

sepanjang riwayat perilaku antisosial.

4. Gangguan schizoid adalah menarik dan menjauhkan diri tetapi tidak

memiliki gagasan paranoid.  

D.  Rencana tindakan keperawatan

1. Tujuan Umum

a. Klien dapat berfungsi kembali seperti sebelum terjadi krisis

b. Klien dapat meningkatkan perannya

c. Klien menampakkan perilaku yang adekuat ( dampak krisis tidak

terlihat )

d. Klien mampu meningkatkan system pendukung dalam menghadapi

krisis di kemudian hari

2. Tindakan keperawatan

a. Manipulasi Lingkungan

Intervensai yang secara langsung untuk merubah situasi yang bertujuan

memberikan dukungan situasional atau kehilangan stress

b. Dukungan umum

Memberikan rasa aman dan naman bahwa perawat dengan sikap hangat,

menerima, empati penuh perhatin berada di pihak klien untuk

memberikan dukungan

c. Pendekatan umum

Intervensi diberikan untuk individu atau masyarakat dengan resiko

tinggi sesegera mungkin, seperti krisis pada korban bencana. Membantu

mereka menghadapi proses berduka

d. Pendekatan individual

Pendekatan ini termasuk menegakkan diagnose dan terapi terhadap

masalah spesifik pada klien tertentu. Pendekatan individual ini efektif

untuk semua jenis krisis ketika terdapat peristiwa mencederai diri

sendiri dan orang lain. Teknis intervensi krisis bersifat aktif, local, dan

ekspolarif yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah sesegara

mungkin.

E. Implementasi

Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan kepada pasien.

F. Evaluasi

Beberapa hal yang perlu di evaluasi antara lain :

a. Klien dapat menjalankan fungsinya kembali

b. Perilaku maladaptif atau gejala yang ditunjukkan oleh klien berkurang

c. Klien dapat menggunakan mekanisme koping yang adaptif

d. Klien mempunyai sistem pendukung untuk membantu koping terhadap krisis

yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Budi, Anna Keliat. 2009. Model PraktikKeperawatanProfesionalJiwa. Jakarta : EGC \

Dirjen Pelayanan Medik, DEPKES RI. 1994. Pedoman Perawatan Psikiatrik. Jakarta

Forsell Y, Henderson AS. Epidemiology of paranoid symptoms in an elderly population.

BJPsych. 1998; 172.

Isaacs,Ann. 2004. Panduan Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik edisi 3.

Jakarta : EGC.)

Iyus, Yosep. 2007. KeperawatanJiwa. RefikaAditama : Bandung

Kaplan & Sadok, Sinopsis Psikiatri Jilid 2, 1997, Binarupa Aksara, Jakarta

Maramis, W.E. 1980. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya. Airlangga University Press.

Maslim R, editor. Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPGDJ-III

Jakarta: FK Unika Atmajaya; 2003.

Maslim R. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. 3rd ed. Jakarta: PT Nuh Jaya; 2007.

NANDA.2011. Diagnosis Keperawatan : Defenisi dan Klasifikasi. Jakarta : EGC

Niven, Neil. 2000. Psikologi Kesehatan. Jakarta. EGC.