tugas epidemiologi pada industri sasirangan di banjarmasin

98
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 TEKNIK LINGKUNGAN BANJARBARU KALIMANTAN SELATAN INDONESIA Jl. A. Yani Km.36 Banjarbaru Kalimantan Selatan 70714 Telepon (0511) 4773868. Fax (0511) 4781730

Upload: diah-octarinie

Post on 16-Jul-2015

485 views

Category:

Environment


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK LINGKUNGAN

BANJARBARU

KALIMANTAN SELATAN – INDONESIA

Jl. A. Yani Km.36 Banjarbaru Kalimantan Selatan 70714

Telepon (0511) 4773868. Fax (0511) 4781730

Page 2: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

Ucapan Terimakasih kepada :

Rektor

Prof Dr H Sutarto Hadi, M.Si., M.Sc. (di tengah)

Dekan

Dr-Ing. Yulian Firmana Arifin, S.T., M.T.

Ketua Program Studi Teknik Lingkungan

Rijali Noor, S.T., M.T.

Page 3: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

Dosen Pengasuh Mata Kuliah

Dr. Qomariyatus Sholihah, Dipl.hyp, ST., M.Kes

Tim Penyusun :

M. Ravie Azemy Hernarsi (H1E112031)

Indra Triyanto (H1E112046)

Page 4: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

Diah Octarinie (H1E112051)

Ahdi Noor Fajrin (H1E112202)

Wiwin Anggraini (H1E112208)

Page 5: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

MAKALAH EPIDEMIOLOGI

EPIDEMIOLOGI INDUSTRI RUMAHAN KAIN SASIRANGAN

Dosen Pembimbing:

Dr. Qomariyatus Sholihah,Dipl.hyp,ST.,M.Kes

19780420 200501 2 002

Disusun Oleh:

M. Ravie Azemy Hernarsi H1E112031

Indra Triyanto H1E112046

Diah Octarinie H1E112051

Ahdi Noor Fajrin H1E112202

Wiwin Anggraini H1E112208

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN

BANJARBARU

2014

Page 6: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

yang telah melimpahkan karunia nikmat, rahmat, dan hidayah bagi umat-Nya.

Atas ridho-Nya jualah kami dapat menyelesaikan makalah Epidemiologi ini tepat

pada waktunya. Adapun tujuan dari kami adalah untuk memenuhi tugas.

Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada orang-orang yang telah

ikut berpartisipasi dalam terlaksananya makalah ini.Terutama ucapan terimakasih

kepada ibu Dr. Qomariyatus Sholihah, Dipl.hyp, ST., M.Kes selaku dosen

pembimbing mata kuliah Epidemiologi. Tak lupa juga ucapan terimakasih kepada

teman-teman yang selalu memberikan dukungan dan semangat hingga

terselesainya makalah ini.

Kami menyadari bahwa maklah ini masih mempunyai kekurangan. Oleh

karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami mengharapkan kritik, saran,

bimbingan, serta nasihat yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Besar harapan kami semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dalam

meningkatkan prestasi belajar, serta membina mental seorang pelajar Indonesia

seutuhnya. Amin.

Banjarbaru, Desember 2014

Penyusun

Page 7: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3

BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 80

3.1 Pengelolaan Limbah Sasirangan beserta Tempat Pembuangan

Limbah Sasirangan ............................................................................... 81

3.2 Dampak yang Dihasilkan dalam Pembuatan Kain Sasirangan ............. 82

3.3 Bahaya Limbah yang Dibuang Langsung Tanpa Diolah Terlebih

Dahulu .................................................................................................. 83

BAB IV PENUTUP .......................................................................................... 84

4.1 Kesimpulan ............................................................................................ 84

4.2 Saran ...................................................................................................... 84

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 85

Page 8: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan

dari peristiwa kesehatan dan peristiwa lainnya yang berhubungan dengan

kesehatan yang menimpa sekelompok masyarakat dan menerapkan ilmu tersebut

untuk memecahkan masalah-masalah tersebut. Konsep penyebab dan proses

terjadinya penyakit dalam epidemiologi berkembang dari rantai sebab akibat

kesuatu proses kejadian penyakit yakni proses interaksi antara manusia (pejamu)

dengan berbagai sifatdengan penyebab serta dengan lingkungan. Tujuan dari

epidemiologi adalah memberikan gambaran mengenai penyebaran,

kecenderungan, dan riwayat alamiah penyakit, menjelaskan penyebab dari suatu

penyakit, meramalkan kejadian suatu penyakit, serta mengendalikan penyebaran

penyakit dan masalah kesehatan lainnya di masyarakat.

Kain sasirangan merupakan kain khas daerah Kalimantan Selatan yang

diproduksi oleh masyarakat Banjar dalam skala home industry. Menurut data dari

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalimantan Selatan, jumlah home indutry

ini sebanyak 103 unit. Bagian penting pembuatan kain sasirangan adalah

pembuatan motif dengan pewarnaan kain yang sudah jadi dengan menggunakan

pewarna sintetis yang relatif stabil melekat kuat pada kain. Dari hasil penelitian

kami di lapangan dalam kegiatan produksinya, selalu menghasilkan limbah cair

dalam konsentrasi yang banyak. Limbah cair tersebut langsung dibuang ke

lingkungan sekitar tanpa melalui proses pengolahan.Industri sasirangan tersebut

dalam proses pengolahan kain meliputi beberapa tahapan, yaitu : membuat motif

sasirangan pada kain, penyiapan zat warna, pewarnaan, pencucian, penjemuran

dan penyetrikaan.Tahap produksi yang menghasilkan limbah berasal dari proses

pewarnaan dan pencucian.Jenis bahan sasirangannya sendiri pun bermacam-

macam, mulai dari katun satin, polisima, sutra, dan semi sutra. Pembuatan

sasirangan dengan menggunakan katun satin paling banyak di minati masyarakat

Page 9: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

Kalimantan karena mempunyai kualitas kain yang tebal, sedangkan kain polisima

kurang diminati masyarakat karena mempunyai kualitas kain yang tipis.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara pengelolaan limbah sasirangan beserta tempat

pembuangan limbah sasirangan ?

2. Apakah dampak yang di hasilkan dalam pembuatan kain sasirangan ?

3. Apakah pekerja mengetahui bahaya limbah yang langsung dibuang tanpa

diolah terlebih dahulu ?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui cara pengelolaan limbah sasirangan beserta tempat

pembuangan limbah sasirangan.

2. Mengetahui dampak yang di hasilkan dalam pembuatan kain sasirangan.

3. Mengetahui bahaya limbah yang dibuang langsung tanpa diolah terlebih

dahulu.

Page 10: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Epidemiologi berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari 3 kata dasar yaitu

epi yang memiliki arti pada atau tenang, demos yang memiliki arti penduduk, dan

logos yang memiliki arti ilmu pengetahuan, jadi epidemiologi adalah ilmu yang

mempelajari tentang penduduk. Sedangkan pada saat ini, epidemiologi adalah

salah satu cabang dari ilmu kesehatan untuk menganalisa distribusi dan faktor-

faktor yang berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan yang bertujuan

untuk melakukan pencegahan dan penanggulangannya.

Pengertian epidemiologi menurut beberapa ahli :

1. Menurut Hirsch (1883) epidemiologi adalah suatu gambaran kejadian,

penyebaran dari jenis–jenis penyakit pada manusia pada saat tertentu di

berbagai tempat di bumi dan mengkaitkan dengan kondisi eksternal(Kristiani,

2012).

2. Menurut Greenwood (1970) mengatakan bahwa “epidemiologi mempelajari

tentang penyakit dan segala macam kejadian yang mengenai kelompok (herd)

penduduk”. Dalam kutipan ini adanya penekanan pada kelompok penduduk

yang mengarah kepada distribusi suatu penyakit (Kristiani, 2012).

3. Menurut Brian Mac Mahon (1970) epidemiologi adalah studi tentang

penyebaran dan penyebab frekuensi penyakit pada manusia dan penyebab

terjadi distribusi semacam itu. Dalam kutipan ini sudah mulai menentukan

distribusi penyakit dan mencari penyebab terjadinya distribusi dari suatu

penyakit (Kristiani, 2012).

4. Menurut ahli lainnya Wade Hampton Frost (1972) mendefinisikan

“Epidemiologi sebagai suatu pengetahuan tentang fenomena massal (mass

phenomen) penyakit infeksi atau sebagai riwayat alamiah (natural history)

penyakit menular”. Dalam kutipan ini bahwa pada waktu itu perhatian

epidemiologi hanya ditujukan kepada masalah penyakit infeksi yang

terjadi/mengenai masyarakat/massa (Kristiani, 2012).

Page 11: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

5. Menurut Abdel R. Omran (1974) epidemiologi adalah suatu ilmu mengenai

terjadinya dan distribusi keadaan kesehatan, penyakit dan perubahan pada

penduduk, begitu juga determinannya serta akibat–akibat yang terjadi pada

kelompok penduduk (Kristiani, 2012).

6. Menurut Abdel R. Omran (1974) epidemiologi adalah ilmu pengetahuan

mengenai terjadinya penyakit pada populasi manusia (Kristiani, 2012).

7. Menurut Robert H. Fletcher (1991) epidemiologi adalah disiplin riset yang

membahas tentang distribusi dan determinan penyakit dalam populasi

(Kristiani, 2012).

8. Menurut Lewis H. Rohf & Beatrice J. Selwyn(1991) epidemiologi adalah

deskripsi dan penjelasan tentang perbedaan terjadinya peristiwa yang menjadi

perhatian medis di subkelompok masyarakat, di mana populasi dibagi menurut

beberapa karakteristik yang diyakini terkena penyakit tersebut (Kristiani,

2012).

9. Menurut Lilienfeld(1977) epidemiologi adalah suatu metode pemikiran tentang

penyakit yang berkaitan dengan penilaian biologis dan berasal dari pengamatan

suatu tingkat kesehatan populasi (Kristiani, 2012).

10. Menurut Moris (1964) epidemiologi adalah suatu pengetahuan tentang sehat

dan sakit dari suatu penduduk (Kristiani, 2012).

11. Definisi epidemiologi menurut CDC 2002, Last 2001, Gordis 2000

menyatakan bahwa epidemiologi adalah : “studi yang mempelajari distribusi

dan determinan penyakit dan keadaan kesehatan pada populasi serta

penerapannya untuk pengendalian masalah–masalah kesehatan” (Kristiani,

2012).

12. Menurut WHO “Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan

determinan dari peristiwa kesehatan dan peristiwa lainnya yang berhubungan

dengan kesehatan yang menimpa sekelompok masyarakat dan menerapkan

ilmu tersebut untuk memecahkan masalah-masalah tersebut”.

Konsep penyebab dan proses terjadinya penyakit dalam epidemiologi

berkembang dari rantai sebab akibat kesuatu proses kejadian penyakit yakni

proses interaksi antara manusia (pejamu) dengan berbagai sifatnya (Biologis,

Fisiologis, Psikologis, Sosiologis dan Antropologis) dengan penyebab (Agent)

Page 12: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

serta dengan lingkungan (Enviroment) (Nur Nasry Noor, 2000).Menurut salah

seorang ahli John Bordon, Model segitiga epidemiologi menggambarkan interaksi

tiga komponen penyakit yaitu Manusia (Host), penyebab (Agent) dan lingkungan

(Enviromet). Untuk memprediksi penyakit, model ini menekankan perlunya analis

dan pemahaman masing-masing komponen. Penyakit dapat terjadi karena adanya

ketidak seimbangan antar ketiga komponen tersebut”. Model ini lebih di kenal

dengan model triangle epidemiologi atau triad epidemilogi dan cocok untuk

menerangkan penyebab penyakit infeksi sebab peran agent (yakni mikroba)

mudah di isolasikan dengan jelas dari lingkungan (Purnawinadi, 2014).

Pada saat ini dengan perkembangan teknologi seperti sekarang ini

memicu jangkauan epidemiolgi semakin meluas. Secara garis besarnya jangkauan

atau ruang lingkup epidemiologi antara lain :

1. Epidemiologi penyakit menular

Penyakit menular atau infeksi penyakit merupakan suatu penyakit yang

disebabkan oleh bakteri, virus, maupun parasit, tetapi tidak disebabkan oleh faktor

fisik. Penyakit menular termasuk penyakit yang menakutkan karena penyakit ini

masih sulit dalam pengobatannya dan bisa menyebabkan kematian jika tidak

segera ditangani. Hal ini yang telah banyak memberikan peluang dalam usaha

pencegahan dan penanggulangan penyakit menular tertentu. Berhasilnya manusia

mengatasi berbagai gangguan penyakit menular dewasa ini merupakan salah satu

hasil yang gemilang dari epidemiologi. Peranan epidemiologi surveilans pada

mulanya hanya ditujukan pada pengamatan penyakit menular secara seksama,

ternyata telah memberikan hasil yang cukup berarti dalam menangulangi berbagai

masalah penyakit menular dan juga penyakit tidak menular (Dinfania, 2010).

2. Epidemiologi penyakit tidak menular

Penyakit tidak menular adalah jenis penyakit yang tidak menular seperti

cacat fisik, gangguan mental, dan kelainan-kelainan lain pada organ tubuh

manusia. Penyakt tidak menular menjadi penyebab kematian terbesar di

Indonesia. Pada saat ini sedang berkembang pesat dalam usaha mencari berbagai

factor yang memegang peranan dalam timbulnya berbagai masalah penyakit tidak

menular seperti kanker, penyakit sistemik serta berbagai penyakit menahun

lainnya, termasuk masalah meningkatnya kecelakaan lalu lintas dan

Page 13: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

penyalahgunaan obat-obatan tertentu. Bidang ini banyak digunakan terutama

dengan meningkatnya masalah kesehatan yang bertalian erat dengan berbagai

gangguan kesehatan akibat kemajuan dalam berbagai bidang industri yang banyak

mempengaruhi keadaan lingkungan, termasuk lingkungan fisik, biologis, maupun

lingkungan sosial budaya (Dinfania, 2010).

3. Epidemiologi klinik

Hal ini merupakan salah satu bidang epidemiologi yang saat ini

dikembangkan oleh para klinisi yang bertujuan untuk membekali para

klinisi/dokter tentang cara pendekatan masalah melalui disiplin ilmu

epidemiologi. Dalam penggunaan epidemiologi klinik sehari-hari, para petugas

medis terutama para dokter sering menggunakan prinsip-prinsip epidemiologi

dalam menangani kasus secara individual. Mereka lebih berorientasi pada

penyebab dan cara mengatasinya terhadap kasus secara individu dan biasanya

tidak tertarik unutk mengetahui serta menganalisis sumber penyakit, cara

penularan dan sifat penyebarannya dalam masyarakat. Berbagai hasil yang

diperoleh dari para klinisi tersebut, merupakan data informasi yng sanat berguna

dalam analisis epidemiologi tetapi harus pula diingat bahwa epidemiologi

bukanlah terbatas pada data dan informasi saja tetapi merupakan suatu disiplin

ilmu yang memeliki metode pendekatan serta penerapannya secara khusus

(Dinfania, 2010).

4. Epidemiologi kependudukan

Epidemiologi kependudukan merupakan salah satu cabang ilmu

epidemiologi yang menggunakan sistem pendekatan epidemiolgi dalam

menganalisi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan bidang demografi serta

faktor-faktor yang mempengaruhi berbagai perubahan demografis yang terjadi

didalam masyarakat. Sistem pendekatan epidemiologi kependudukan tidak hanya

memberikan analisis tentang sifat karakteristik penduduk secara demografis dalam

hubungannya dengan masalah kesehatan dan penyakit dalam masyarakat tetapi

juga sangat berperan dalam berbagai aspek kependudukan serta keluarga

berencana. Pelayanan melalui jasa, yang erat hubungannya dengan masyarakat

seperti pendidikan, kesejahteraan rakyat, kesempatan kepegawaian, sangat

Page 14: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

berkaitan dengan keadaan serta sifat populasi yang dilayani. Dalam hal ini

peranan epidemiologi kependudukan sangat penting untuk digunakan sebagai

dasar dalam mengambil kebijakan dan dalam menyusun perencanaan yang baik.

Juga sedang dikembangkan epidemiologi sistem reproduksi yang erat kaitannya

dengan gerakan keluarga berencana dan kependudukan (Dinfania, 2010).

5. Epidemiologi pengolahan pelayanan kesehatan

Hal ini merupakan salah satu sistem pendekatan manajemen dalam

menganalis masalah, mencari faktor penyebab timbulnya suatu masalah serta

penyusunan pemecahan masalah tersebut secara menyeluruh dan terpadu. Sistem

pendekatan epidemiologi dalam perencanaan kesehatan cukup banyak digunakan

oleh para perencana kesehatan baik dalam bentuk analisis situasi, penentuan

prioritas maupun dalam bentuk penilaian hasil suatu kegiatan kesehatan yang

bersifat umum maupun dengan sasaran khusus (Dinfania, 2010).

6. Epidemiologi lingkungan dan kesehatan kerja

Hal ini merupakan salah satu bagian epidemiologi yang mempelajari

serta menganalisis keadaan kesehatan tenaga kerja akibat pengaruh keterpaparan

pada lingkungan kerja, baik yang bersifat fisik, kimia, biologis maupun sosial

budaya, serta kebiasaan hidup para pekerja. Bentuk ini sangat berguna dalam

analisis tingkat kesehatan pekerja serta untuk menilai keadaan dan lingkungan

kerja serta penyakit akibat kerja (Dinfania, 2010).

7. Epidemiologi kesehatan jiwa

Epidemiologi kesehatan jiwa merupakan salah satu dasar pendekatan dan

analisis masalah gangguan jiwa dalam masyarakat, baik mengenai keadan

kelainan jiwa kelompok penduduk tertentu, maupun analisis berbagai faktor yang

mempengaruhi timbulnya gangguan jiwa dalam masyarakat. Dengan

meningkatnya berbagai keluhan anggota masyarakat yang lebih banyak mengarah

ke masalah kejiwaan disertai dengan perubahan sosial masyarakat menuntut suatu

cara pendekatan melalui epidemiologi sosial yang berkaitan dengan epidemiologi

kesehatan jiwa, mengingat bahwa dewasa ini gangguan kesehatan jiwa tidak lagi

merupakan masalah kesehatan individu saja, tetapi telah merupakan masalah

sosial masyarakat (Dinfania, 2010).

Page 15: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

8. Epidemiologi gizi

Saat ini banyak digunakan dalam analisis masalah gizi masyarakat

dimana masalah ini erat hubungannya dengan berbagai faktor yang menyangkut

pola hidup masyarakat. Pendekatan masalah gizi masyarakat melaui epidemiologi

gizi bertujuan untuk menganalisis berbagai faktor yang berhubungan erat dengan

timbulnya masalah gizi masyarakat, baik yang bersifat biologis dan terutama yang

berkaitan dengan kehidupan social masyarakat. Penanggulangan maslah gizi

masyarakat yang disertai dengan surveilans gizi yang lebih mengarah kepada

penanggulangan berbagai faktor yang berkaitan erat dengan timbulnya masalah

tersebut dalam masyarakat dan tidak hanya terbatas pada sasaran individu atau

lingkungan kerja saja (Dinfania, 2010).

Perkembangan epidemiologi sedemikian pesatnya merupakan tantangan

bagi tenaga kesehatan yang harus lebih cermat dalam mengambil tindakan-

tindakan yang tidak melenceng dari jangkauan tersebut. Adapun yang menjadi

pemicu perkembangan pesat tersebut adalah perkembangan pengetahuan dan

teknologi yang semakin canggih yang menununtut peningkatan kebutuhan

masyarakat utamanya dalam bidang kesehatan sehingga kehidupan masyarakat

yang semakin kompleks. Selain itu, metode epidemiologi yang digunakan untuk

penyakit menular dapat juga digunakan untuk penyakit non-infeksi.Ruang lingkup

kajian epidemiologi mencakup penyakit menular wabah, penyakit menular bukan

wabah, penyakit tidak menular, dan masalah kesehatan lainnya. Secara praktis

ruang lingkup epidemiologi lapangan dan komunitas dibagi menjadi dua

kelompok, yaitu studi mengenai fenomena dan studi mengenai penduduk.

Epidemiologi memiliki beberapa keistimewaan diantaranya :

a. Epidemiologi yangmempelajari populasi (kelompok orang), tetapi tidak

mempelajari individu.

b. Epidemiologi yang mempelajari perbandingan antara satu kelompok

dengan kelompok lainnya dalam masyarakat.

c. Epidemiologi yang mempelajari apakah kelompok dengan kondisi tertentu

lebih sering memiliki suatu karakteristik tertentu daripada kelompok tanpa

kondisi tersebut. Kelompok yang lebih sering memiliki karakteristik

tertentu tersebut dinamakan kelompok beresiko tinggi sedangkan

Page 16: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

kelompok yang kurang memiliki karakteristik tertentu dinamakan

kelompok beresiko rendah.

(Sukmaardy, 2010).

Tujuan dari epidemiologi adalah memberikan gambaran mengenai

penyebaran, kecenderungan, dan riwayat alamiah penyakit, menjelaskan penyebab

dari suatu penyakit, meramalkan kejadian suatu penyakit, serta mengendalikan

penyebaran penyakit dan masalah kesehatan lainnya di masyarakat. Tujuan

epidemiologi menurut seorang ahli adalah untuk :

a. mengidentifikasi penyebab dan faktor risiko penyakit/masalah kesehatan;

b. menentukan tingkat, jangkauan atau luasnya penyakit/masalah

kesehatan;mempelajari perjalanan alamiah dan prognosis penyakit di

masyarakat;

c. mengevaluasi cara-cara pencegahan dan penatalaksanaan, baik yang sudah

ada sebelumnya maupun yang baru, dan

d. menyediakan dasar bagi pengembangan keputusan dan kebijakan

kesehatan.

(Gordis, 2004).

Kegunaan epidemiologi adalah untuk memperoleh informasi mengenai

riwayatalamiah penyakit, proses terjadinya suatu penyakit, serta informasi

mengenaipenyebaran penyakit pada berbagai kelompok masyarakat. Selain itu

jugaepidemiologi dapat digunakan untuk mengelompokkan penyakit, membuat

program pemeliharaan kesehatan, dan membuat cara-cara untuk mengevaluasi

program pemeliharaan kesehatan yang dilakukan.Kegunaan epidemiologi makin

meluas tidak hanya mengenai penyakit tetapi mengenai masalah-masalah

kesehatan lainnya. Epidemiologi tidak hanya digunakan untuk keadaan-keadaan

kesehatan yang bersifat populasi tetapi juga di klinik kedokteran yang umumnya

bersifat individual atau bersifat populasi maka populasinya terbatas dan berciri

khusus yaitu para penderita klinik tersebut. Epidemiologi juga banyak digunakan

untuk mengevaluasi program-program pelayanan kesehatan. Selain perannya yang

tradisional yaitu mencari dan atau menentukan etiologi penyakit(Budiarto, 2003).

Salah satu ahli menyatakan bahwa epidemiologi berguna dalam 9 hal,

yaitu;

Page 17: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

a. Penelitian sejarah- apakah kesehatan masyarakat membaik atau menjadi

lebih buruk ?

b. Diagnosis komunitas-masalah kesehatan yang aktual dan yang potensial ?

c. Kerjanya pelayanan kesehatan-Efficacy, Effectiveness, Efficiency

d. Resiko individual dan peluang-Actuarial risks, penilaian bahaya kesehatan

e. Melengkapi gambaran klinik-penampilan penyakit yang berbeda

f. Identifikasi sindroma- “Lumping and spitting”

g. Mencari penyebab- Case control and cohort studies

h. Mengevaluasi simptoms dan tanda-tanda

i. Analisis keputusan klinis

(Last, 1987).

Secara umum, dapat dikatakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam

mempelajari epidemiologi adalah memperoleh data frekuensi distribusi dan

determinan penyakit atau fenomena lain yang berkaitan dengan kesehatan

masyarakat. Data yang diperoleh dapat digunakan untuk memperoleh informasi

tentang penyebab penyakit, misalnya:

1. Penelitian epidemiologis yang dilakukan pada kejadian luar biasa akibat

keracunan makanan dapat digunakan untuk mengungkapkan makanan

yang tercemar dan menemukan penyebabnya

2. Penelitian epidemiologis yang dilakukan untuk mencari hubungan antara

karsinoma paru-paru dengan asbes

3. Menetukan apakah hipotesis yang dihasilkan dari percobaabn hewan

konsisten dengan data epidemiologis. Misalnya, percobaan tentang

terjadinya karsinoma kandung kemih pada hewan yang diolesi tir. Untuk

mengetahui apakah hasil percobaan hewan konsisten dengan kenyataan

pada manusia, dilakukan analisis terhadap semua penderita karsinoma

kandung kemih lebih banyak terpajan oleh rokok dibandingkan dengan

bukan penderita

4. Memperoleh informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan

dalam menyusun perencanaan, penanggulangan masalah kesehatan, serta

menentukan prioritas masalah kesehatan masyarakat; misalnya:

Page 18: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

a. Data frekuensi distribusi berbagai penyakit yang terdapat

dimasyarakat dapat digunakan untuk menyusun rencana kebutuhan

pelayanan kesehatan disuatu wilayah dan menentukan prioritas

masalah.

b. Bila dari hasil penelitian epidemiologis diperoleh bahwa insidensi

tetanus neonatorum disuatu wilayah cukup tinggi maka data tersebut

dapat digunakan untuk menyusun strategi yang efektif dan efisien

dalam menggulangi masalah tersebut, misalnya dengan mengirirm

petugas lapangan untuk memberikan penyuluhan pada ibu-ibu serta

mengadakan imunisasi pada ibu hamil.

(Budioro, 2007).

Metode penelitian Epidemiologi dapat di lakukan dengan berbagai

macam, beberapa di antaranya adalah :

a. Rancangan Kasus control

Rancangan penelitian kasus kontrol dilakukan untuk membantu

menentukan apakah sebuah paparan/ karakteristik tertentu berhubungan

dengan sebuah outcome. Selain untuk menentukan hubungan yang

bersifat causal (penyebab), penelitian kasus kontrol juga memiliki

potensi untuk mencari hubungan yang bersifat non-causal misalnya

karena adanya chance (kesempatan) atau pengaruh faktor lain yang

berhubungan dengan baik paparan maupun outcome penyakit(Meirik,

2012).Pada metode kasus kontrol ini dilakukan perbandingan antara

kasus (orang yang mengalami sakit) dengan kontrol (individu yang

tidak memiliki penyakit), dalam hal adanya paparan/karakteristik

tertentu di masa sebelumnya, yang memiliki potensi sebagai penyebab/

faktor risiko. Dengan demikian, dalam studi kasus kontrol, hasilnya

diukur sekarang dan eksposur diperkirakan dari masa lalu.Titik awalnya

dimulai dari subyek yang memiliki penyakit/ kondisi yang diteliti

(kasus). Adanya karakteristik atau adanya paparan pada riwayat kasus

inilah yang kemudian direkam atau dicatat. Demikian pula pada

kelompok pembanding atau kontrol, dilakukan pencatatan mengenai

Page 19: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

ada tidaknya paparan. Tujuan dari adanya kelompok kontrol ini adalah

untuk memberikan perkiraan mengenai frekuensi paparan pada populasi

yang tidak sakit(Meirik, 2012).

Keuntungan atau kelebihan rancangan kasus control yaitu,

memungkinkan meneliti penyakit-penyakit yang jarang terjadi,

memungkinkan meneliti penyakit yang memiliki masa laten yang lama

antara paparan dan manifestasi klinis, dapat dilaksanakan pada periode

waktu yang singkat, jika dibandingkan dengan penelitian kohort,

penelitian kasus control relative lebih murah, dan dapat meneliti

beberapa hal sekaligus yang memiliki potensi sebagai penyebab

penyakit.Akan tetapi, rancangan ini juga memiliki beberapa kekurangan

seperti, kemungkinan adanya bias recall karena informasi mengenai

paparan diperoleh dari riwayat dahulu berdasarkan wawancara, validasi

dari informasi mengenai adanya paparan bisa jadi sulit untuk dilakukan,

informasinya tidak legkap, atau bahkan tidak memungkinkan, hanya

memusatkan perhatian pada satu penyakit saja, biasanya tidak dapat

menyediakan informasi mengenai angka kejadian penyakit, secara

umum tidak lengkap Generally incomplete control of extraneous

variables, pemilihan kontrol yang tepat bisa jadi merupakan hal yang

sulit, metode penelitian bisa jadi sulit dipahami oleh orang yang bukan

ahli epidemiologi dan interpretasi hasil bisa jadi sulit(Meirik, 2012).

b. Cohort

Desain Cohort ini merupakan desain prospektif (melihat ke masa yang

akan datang). Dalam penelitian prospektif, paparan diukur sekarang dan

hasilnya (sakit atau tidak) diukur di masa yang akan datang. Dengan

demikian, pengambilan data dimulai dari individu yang terpapar dan

tidak terpapar, kemudian diikuti ke depan apakah ia menderita sakit

atau tidak(Meirik, 2012).

Beberapa keuntungan dari penelitian Cohort antara lain,

informasi mengenai paparan subyek bisa lengkap, termasuk

pengendalian mutu data dan pengalaman sebelumnya, memberikan

urutan waktu yang jelas antara paparan dan penyakit, terdapat

Page 20: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

kesempatan untuk meneliti beberapa outcome sekaligus yang terkait

dengan paparan tertentu, memungkinkan perhitungan angka insidensi

(absolute risk) dan RR (relative risk), metodologi dan hasil penelitian

mudah dipahami oleh kalangan non-ahli epidemiologi, memungkinkan

meneliti paparan-paparan yang relatif jarang didapatkan.Meskipun

demikian, rancangan kohort ini juga memiliki beberapa kekurangan

seperti, kurang sesuai untuk penyakit-penyakit yang jarang terjadi

karena dibutuhkan subyek dalam jumlah yang besar, tidak sesuai

apabila terdapat waktu yang cukup panjang antara paparan dan

manifestasi klinis penyakit. Tetapi, hal ini dapat diatasi dengan model

penelitian cohort retrospektif (historical cohort)yaitu sebagai berikut :

1. Pola paparan dapat mengalami perubahan selama penelitian

tersebut dilaksanakan. Sebagai contoh, seumpama ketika kita

meneliti mengenai paparan berupa kontrasepsi oral, dapat terjadi

perubahan komposisi selama pelaksaan penelitian yang

mempengaruhi hasilnya menjadi kurang relevan.

2. Upaya untuk mempertahankan tingkat follow up yang tinggi

(jumlah subyek yang bisa dilakukan follow up) bisa jadi merupakan

hal yang sulit.

3. Rancangan kohort cukup mahal untuk dilaksanakan karena

biasanya dibutuhkan jumlah subyek yang besar.

4. Data baseline selain dari faktor paparan mungkin hanya sedikit

karena banyaknya subyek menjadikan tidak mungkin untuk

dilakukan wawancara yang lama.

(Meirik, 2012).

c. Cross-sectional

Penelitian cross-sectional dapat digunakan untuk

mengidentifikasi hubungan antara penyakit dan penyebab yang

mungkin seperti halnya dalam penelitian kasus control maupun kohort.

Hanya saja, dalam penelitian cross-sectional, baik variable tergantung

maupun variabel independen (hasil dan paparan) keduanya diukur pada

saat yang bersamaan yaitu di masa sekarang. Jadi, penelitian ini lebih

Page 21: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

merupakan potret pada suatu waktu dari yang diamati. Bentuk paling

sederhana dari sebuah survey di populasi adalah pengukuran prevalensi

penyakit pada satu waktu. Penelitian cross-sectional memiliki beberapa

kegunaan seperti, survei nasional multi tujuan (Riskesdas atau riset

kesehatan dasar Indonesia), misalnya untuk mempelajari tren faktor

risiko atau gejala, identifikasi penyebab penyakit, dan evaluasi

kebutuhan kesehatan. Kegunaan berikutnya seperti, penelitian untuk

mengetahui prevalensi penyakit, dan kegunaan selajutnya yaitu

penelitian etiologi penyakit, khususnya yang tidak memiliki onset

(tanggal mulai gejala) yang jelas, misalnya pada penyakit bronkhitis

kronis.

Aktivitas Epidemiologi, antara lain:

1. Pengumpulan dan analisis pencatatan vital (kelahiran dan kematian)

2. Pengumpulan dan analisis data morbiditas dari rumah sakit, lembaga

kesehatan, klinik, dokter dan industri

3. Pemantauan penyakit dan masalah kesehatan komunitas yang lain

4. Investigasi kejadian luar biasa yang mengarahkan program

pemberantasan atau pencegahan epidemik dan masalah kesehatan

komunitas yang lain

5. Merancang dan melaksanakan penelitian kesehatan

6. Merancang dan melaksanakan registrasi kesehatan untuk masalah

yang menjadi perhatian seperti: cacat lahir, insidens kanker, atau

penggunaan napza

7. Skrining (penapisan) untuk penyakit

8. Penilaian efektivitas keberadaan pengobatan yang baru

9. Mendeskripsikan riwayat alamiah penyakit

10. Identifikasi individu atau kelompok pada populasi umum terhadap

peningkatan risiko perkembangan penyakit tertentu

11. Identifikasi keterkaitan etiologi penyakit

12. Identifikasi masalah kesehatan masyarakat dan pengukuran besar

distribusi, frekuensi, atau dampak pada kesehatan masyarakat

(Amiruddin, 2011).

Page 22: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

Jika kita berbicara tentang epidemiologi tentu saja berkaitan dengan

industri. Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,

alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian penyakit

akibat kerja merupakan penyakit yang artificial atau man mad disease. Faktor

penyebab Penyakit Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang

digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja. Pada

umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan antara lain:

golongan fisik (suara/bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat

tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik), golongan kimiawi (bahan

kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat dalam

lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut),

golongan biologis (bakteri, virus atau jamur), golongan fisiologis (biasanya

disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja), golongan psikososial

(lingkungan kerja yang mengakibatkan stress).Pemanfaatan epidemiologi K3

sangat dibutuhkan dalam rangka menganalisis status kesehatan seorang pekerja.

Setelah kita tahu makin banyaknya penyakit yang ditimbulkan karena penyakit

akibat kerja berdasarkan data yang diperoleh dari International Labor

Organization (ILO) bahwa setiap hari terjadi 1.1 juta kematian yang disebakan

oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Sesuai dengan

pengertiannya, epidemiologi K3 berguna untuk mnganalisis keadaan kesehatan

tenaga kerja akibat pengaruh keterpaparan pada lingkungan kerja, baik yang

bersifat fisik, kimiawi, biologis maupun sosial budaya, serta kebiasaan hidup para

pekerja. Bentuk ini sangat berguna dalam analisis tingkat kesehatan pekerja serta

untuk menilai keadaan dan lingkungan kerja serta penyakit akibat kerja. Dalam

beberapa situasi, epidemiologi K3 juga digunakan untuk menaksir kesehatan

seorang pekerja yang sudah terkena suatu paparan (Bonita, 2006).

Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau

barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah

untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga

reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang,

tetapi juga dalam bentuk jasa.

Adapun pengertian industri menurut beberapa ahli, yaitu :

Page 23: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

1. Bambang Utoyo, pengertian industri secara sempit dapat diartikan sebagai

semua kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia untuk mengolah

bahan mentah yang ada menjadi bahan setengah jadi atau mengolah bahan

yang setengah jadi tersebut menjadi bahanj yang benar-benar jadi sehinggan

berguna untuk lebih lagi untuk keperluan manusia. Sedangkan secara luas,

industri dalah kegiatan manusia yang bergerak dibidang ekonomi yang

memiliki sifat produktif dan komersial untuk memnuhi kebutuhan hidupnya

(Sasrawan, 2014).

2. Wirasti dan Dini Natalia, industri diartikan sebagai pengolahan barang

setengah jadi menjadi barang yang telah jadi dan dapat mendatangkan

keuntungan bagi pelaksananya (Sasrawan, 2014).

3. Teguh S. Pambudi, industri merupakan sekelompok perusahaan yang bisa

menghasilkan sebuah produk yang dapat menghasilkan sebuah produk yang

dapat saling menggantikan antara yang satu dengan yang lainnya (Sasrawan,

2014).

4. Hinsa Siahaan, industri adalah sebuah kumpulan dan beberapa perusahaan

firma yang menghasilkan barang atau jasa yang sejenis yang ada dalam

sebuah pasar (Sasrawan, 2014).

5. Badan Pusat Statistik (BPS), industri diartikan sebagai bagian dari sebuah

proses yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi sehingga menjadi

barang baru yang memiliki nilai lebih bagi kebutuhan masyarakat

(Sasrawan, 2014).

Pengertian industri menurut undang-undang tentang perindustrian adalah

kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah , bahan baku, bahan setengah

jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang nilai yang lebih tinggi untuk

penggunaannya, teremasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.

Industri umumnya dikenal sebagai mata rantai selanjutnya dari usaha-usaha

mencukupi kebutuhan (ekonomi) yang berhubungan dengan bumi, yaitu sesudah

pertanian, perkebunan dan pertambangan yang berhubungan erat dengan tanah.

Kedudukan industri semakin jauh dari tanah, yang merupakan basis ekonomi,

budaya dan politik.

Beberapa konsep beserta definisinya:

Page 24: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

1. Industri Pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan

kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan

tangan sehingga menjadi barang jadi, dan atau barang yang kurang

nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya menjadi

lebih dekat kepada pemakai akhir. Termasuk dalam kegiatan industri

adalah jasa industri dan pekerjaan perakitan (assembling) (Badan Pusat

Statistik, 2014).

2. Jasa industri adalah kegiatan industri yang melayani keperluan pihak lain.

Pada kegiataan ini bahan baku disediakan oleh pihak lain, sedangkan

pihak pengolah hanya melakukan pengolahannya dengan mendapatkan

imbalan sebagai balas jasa (upah maklon) (Badan Pusat Statistik, 2014).

Pengelompokan industri pengolahan biasanya didasarkan pada jumlah

tenaga kerja yaitu: Industri Besar, Industri Sedang, Industri Kecil, dan

Industri Mikro (Fathin, 2011).

1. Industri Besar adalah perusahaan industri yang mempunyai tenaga kerja

100 orang atau lebih (Fathin, 2011).

2. Industri Sedang adalah perusahaan industri yang mempunyai tenaga kerja

antara 20 sampai 99 orang (Fathin, 2011).

3. Industri Kecil adalah perusahaan industri yang mempunyai tenaga kerja

antara 5 sampai 19 orang (Fathin, 2011).

4. Industri Mikro adalah perusahaan industri yang mempunyai tenaga kerja

antara 1 sampai 4 orang (Fathin, 2011).

Jenis / macam-macam industri berdasarkan tempat bahan baku seperti

berikut ini :

1. Industri ekstraktif

Industri ekstraktif adalah industri yang bahan baku diambil langsung dari

alam sekitar.Contoh : pertanian, perkebunan, perhutanan, perikanan,

peternakan, pertambangan, dan lain lain (Fathin, 2011).

2. Industri nonekstaktif

Page 25: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

Industri nonekstaktif adalah industri yang bahan baku didapat dari tempat lain

selain alam sekitar (Fathin, 2011).

3. Industri fasilitatif

Industri fasilitatif adalah industri yang produk utamanya adalah berbentuk

jasa yang dijual kepada para konsumennya.Contoh : Asuransi, perbankan,

transportasi, ekspedisi, dan lain sebagainya (Fathin, 2011).

Jenis / Macam Industri Berdasarkan Besar Kecil Modal seperti berikut

ini :

1. Industri padat modal

adalah industri yang dibangun dengan modal yang jumlahnya besar untuk

kegiatan operasional maupun pembangunannya (Fathin, 2011).

2. Industri padat karya

adalah industri yang lebih dititik beratkan pada sejumlah besar tenaga kerja

atau pekerja dalam pembangunan serta pengoperasiannya (Fathin, 2011).

Jenis / Macam Industri Berdasarkan Klasifikasi atau Penjenisannya

(Berdasarkan SK Menteri Perindustrian No.19/M/I/1986)

1. Industri kimia dasar

contohnya seperti industri semen, obat-obatan, kertas, pupuk, dsb

2. Industri mesin dan logam dasar

misalnya seperti industri pesawat terbang, kendaraan bermotor, tekstil, dll

3. Industri kecil

Contoh seperti industri roti, kompor minyak, makanan ringan,es, minyak

goreng curah, dll

4. Aneka industri

misal seperti industri pakaian, industri makanan dan minuman, dan lain-lain.

Jenis / Macam Industri Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja

1. Industri rumah tangga

Adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 1-4

orang (Fathin, 2011).

2. Industri kecil

Page 26: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

Adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 5-19

orang (Fathin, 2011).

3. Industri sedang atau industri menengah

Adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 20-99

orang (Fathin, 2011).

4. Industri besar

Adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 100

orang atau lebih (Fathin, 2011).

Pembagian / Penggolongan Industri Berdasakan Pemilihan Lokasi

1. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada pasar (market

oriented industry) adalah industri yang didirikan sesuai dengan lokasi potensi

target konsumen. Industri jenis ini akan mendekati kantong-kantong di mana

konsumen potensial berada. Semakin dekat ke pasar akan semakin menjadi

lebih baik (Fathin, 2011).

2. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada tenaga kerja / labor

(man power oriented industry) adalah industri yang berada pada lokasi di

pusat pemukiman penduduk karena bisanya jenis industri tersebut

membutuhkan banyak pekerja / pegawai untuk lebih efektif dan efisien

(Fathin, 2011).

3. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada bahan baku (supply

oriented industry) adalah jenis industri yang mendekati lokasi di mana bahan

baku berada untuk memangkas atau memotong biaya transportasi yang besar

(Fathin, 2011).

Macam-Macam / Jenis Industri Berdasarkan Produktifitas Perorangan

1. Industri primer adalah industri yang barang-barang produksinya bukan

hasil olahan langsung atau tanpa diolah terlebih dahulu. Contohnya adalah

hasil produksi pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan, dan sebagainya.

2. Industri sekunder adalah industri yang bahan mentah diolah sehingga

menghasilkan barang-barang untuk diolah kembali.Misalnya adalah

pemintalan benang sutra, komponen elektronik, dan sebagainya.

Page 27: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

3. Industri tersier adalah industri yang produk atau barangnya berupa layanan

jasa.Contoh seperti telekomunikasi, transportasi, perawatan kesehatan, dan

masih banyak lagi yang lainnya.

Kriteria Industri Menurut Beberapa Lembaga:

1. Meneg Koperasi dan UKM

Usaha Kecil (Undang-Undang No.9/1995 tentang Usaha Kecil)

Aset lebih kecil dari Rp.200 Juta diluar tanah dan bangunan. Omzet tahunan

lebih kecil dari Rp.1 milyar. Dimiliki oleh orang Indonesia independen, tidak

terafiliasi dengan usaha menengah, besar. Boleh berbadan hukum, boleh tidak

Usaha Menengah (Inpres 10/1999) Aset Rp.200 Juta – Rp.10 milyar.

2. Badan Pusat Statistik (BPS)

Usaha Mikro Pekerja lebih kecil dari 4 orang, termasuk tenaga kerja yang

tidak dibayar.

Usaha Kecil jumlah Pekerja 5-19 orang

Usaha Menengah jumlah Pekerja 20-99 orang

3. Bank Indonesia

Usaha Mikro

(SK Dir BI No.31/24/KEP/DIR tgl 5 Mei 1998) Usaha yang dijalankan oleh

rakyat miskin atau mendekati miskin. Dimiliki keluarga. Sumberdaya lokal

dan teknologi sederhana. Lapangan usaha mudah untuk exit dan entry

Usaha Kecil

(Undang-Undang No.9/1995 tentang Usaha Kecil)

Aset lebih kecil dari Rp.200 Juta diluar tanah dan bangunan. Omzet tahunan

lebih kecil dari Rp.1 milyar. Dimiliki oleh orang Indonesia independen, tidak

terafiliasi dengan usaha menengah, besar.Boleh berbadan hukum, boleh tidak

Usaha Menengah

(SK Dir BI No.30/45/Dir/UK tgl 5 Jan 1997)

Aset lebih kecil dari Rp.5 milyar untuk sektor industri. Aset lebih kecil dari

Rp.600 juta diluar tanah dan bangunan untuk sektor non-industri

manufacturing. Omzet tahunan lebih kecil dari Rp.3 milyar

Page 28: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

4. Bank Dunia

Usaha Mikro jumlah Pekerja lebih kecil dari 20 orang

Kecil-Menengah jumlah Pekerja 20-150 orang Aset lebih kecil dari US$

500 ribu diluar tanah dan bangunan

5. Departemen Perindustrian

Industri Kecil

Aset lebih kecil dari Rp.200 Juta diluar tanah dan bangunan. Omzet

tahunan lebih kecil dari Rp.1 milyar. Dimiliki oleh orang Indonesia

independen, tidak terafiliasi dengan usaha menengah, besar. Boleh berbadan

hukum, boleh tidak.

Skala usaha (menurut BPS yang diujicobakan dilingkungan Depperind)

1. Industri dan Dagang Mikro : 1-4 orang Industri dan Dagang Kecil : 5 – 19

orang Industri dan Dagang Menengah : 20-99 org

2. Industri Menengah (Konsensus Depperindag-BPS)

Omzet penjualan antara Rp.1 milyar hingga Rp.50 milyar

Perekonomian di Indonesia tidak akan berkembang tanpa dukungan

dari peningkatan perindustrian sebagai salah satu sektor perekonomian yang

sangat dominan di zaman sekarang.

Karena sebegitu pentingnya sektor industri ini bagi perekonomian

Indonesia, maka sudah tentu harus dibentuk satu aturan hukum yang berguna

untuk mengatur regulasi di wilayah sektor Industri ini.

Cabang-cabang industri Indonesia

Berikut adalah berbagai industri yang ada di Indonesia:

1. Makanan dan minuman

2. Furniture dan industri pengolahan lainnya

3. Pakaian jadi

4. Kulit dan barang dari kulit

5. Kayu, barang dari kayu, dan anyaman

6. Kertas dan barang dari kertas

7. Penerbitan, percetakan, dan reproduksi

Page 29: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

8. Batu bara, minyak dan gas bumi, dan bahan bakar dari nuklir

9. Kimia dan barang-barang dari bahan kimia

10. Karet dan barang-barang dari plastik

11. Barang galian bukan logam

12. Logam dasar

13. Barang-barang dari logam dan peralatannya

14. Mesin dan perlengkapannya

15. Peralatan kantor, akuntansi, dan pengolahan data

16. Mesin listrik lainnya dan perlengkapannya

17. Radio, televisi, dan peralatan komunikasi

18. Peralatan kedokteran, alat ukur, navigasi, optik, dan jam

19. Kendaraan bermotor

20. Alat angkutan lainnya

21. Tekstil

(Muhammad Febriza, 2011).

Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau

barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah

untuk mendapatkan keuntungan (Anonim1, 2014). Sedangkan tekstil adalah bahan

yang berasal dari serat yang diolah menjadi benang atau kain sebagai bahan

untuk pembuatan busana dan berbagai produk kerajinan lainnya. Dari pengertian

tekstil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa bahan/produk tekstil meliputi

produk serat, benang, kain, pakaian dan berbagai jenis benda yang terbuat dari

serat. Industri tekstil adalah industri yang mengolah serat menjadi benang

kemudian menjadi busana, baik itu busana muslim atau lainnya, dan setiap

industri pasti menghasilkan limbah, baik itu limbah padat atau limbah cair (Ruthe,

2014).

Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada satu tempat tertentu

tidak dikehendaki lingkungan karena tidak mempunyai nialai ekonomis. Limbah

yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat racun dan berbahaya dikenal

sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah relatif

sedikit tetapi berpotensi untuk merusak lingkungan dan sumberdaya (Ginting,

2007).

Page 30: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

Berdasarkan nilai ekonomisnya limbah dibedakan menjadi limbah yang

mempunyai nilai ekonomis dan limbah yang tidak memiliki nilai ekonomis.

Limbah yang memiliki nilai ekonomis adalah limbah yang melalui suatu proses

lanjut akan memberikan suatu nilai tambah. Limbah yang tidak memiliki nilai

ekonomis adalah suatu limbah yang walaupun telah dilakukan proses lanjut

dengan cara apapun tidak akan memberikan nilai tambah kecuali sekedar untuk

mempermudah sistem pembuangan. Limbah jenis ini sering menimbulkan

masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan (Kristanto, 2002). Limbah cair

adalah buangan yang berasal dari rumah tangga dan industri serta tempat umum

lainnya dan mengandung bahan atau zat yang dapat membahayakan kesehatan

manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan hidup (Kusnoputranto, 1985).

Sebagaimana industri tekstil lainnya, pembuatan kain sasirangan

melibatkan proses pewarnaan dan pencelupan dengan menggunakan pewarna

sintetik seperti naphtol, indigosol, reaktif, dan indanthreen yang akan

menghasilkan limbah cair berwarna pekat dalam jumlah yang cukup besar

(Hardini, 2009). Pelepasan air limbah industri kain sasirangan ke lingkungan

tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu dapat merusak ekosistem badan

air, bahkan beberapa jenis pewarna diduga bersifat karsinogen (zat yang dapat

menyebabkan penyakit kanker) dan membahayakan kesehatan manusia (Mizwar,

2012).

Limbah tekstil jika tidak ditangani dengan baik dapat memberikan

dampak yang buruk bagi lingkungan alam sekitar kita. Hal ini karena limbah

tekstil memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut (Samsudin, 2012) :

1. Sulit menyatu kembali dengan lingkungan alam.

Limbah tekstil yang berupa sisa potongan kain akan sulit hancur meskipun

sudah bertahun-tahun lamanya tertimbun didalam tanah, terlebih lagi jika

kain itu terbuat dari bahan serat sintetis dan bukan serat alami.

2. Dapat merusak biota yang ada didalam tanah dalam jangka waktu tertentu.

Akibat dari tidak dapat terurainya limbah padat tekstil seiring berjalannya

waktu maka hal ini dapat membawa dampak berupa rusaknya biota tanah

dimana limbah itu dibuang.

3. Apabila dibakar asapnya dapat mencemari udara.

Page 31: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

Pembakaran limbah padat tekstildalam jumlah yang besar akan berdampak

pada lingkungan udara disekitarnya. Asap dan bau yang ditimbulkannya

bisa mengganggu pernafasan dan iritasi mata.

4. Bisa menjadi media berkembangnya bibit penyakit.

Gumpalan-gumpalan limbah padattekstil yang bercampur dengan jenis

sampah lainnya merupakan media yang baik bagi berkembangnya bibit-

bibit penyakit.

5. Bisa menyumbat saluran-saluran air yang pada akhirnya bisa

menimbulkan banjir.

Limbah padattekstil yang menggumpal bersama tanah dan sampah plastik

bisa menyumbat selokan-selokan dan saluran air lainnya, sehingga pada

akhirnya bisa menimbulkan banjir.

6. Membutuhkan lahan yang luas sebagai tempat pembuangannya.

Limbah padat dari industri tekstil ada dalam volume yang besar sehingga

penanganannya membutuhkan lahan yang luas pula. Hal ini akan menjadi

kesulitan tersendiri jika industri tekstil penghasil limbah itu berada pada

daerah yang padat penduduknya, dimana tidak tersedia lagi lahan yang

cukup untuk penimbunan limbah tersebut.

Karakteristik utama dari limbah industri tekstil adalah tingginya

kandungan zat warna sintetik, yang apabila dibuang ke lingkungan tentunya akan

membahayakan ekosistem perairan. Zat warna ini memiliki struktur kimia yang

berupa gugus kromofor dan terbuat dari beraneka bahan sintetis, yang

membuatnya resisten terhadap degradasi saat nantinya sudah memasuki perairan.

Meningkatnya kekeruhan air karena adanya polusi zat warna, nantinya akan

menghalangi masuknya cahaya matahari ke dasar perairan dan mengganggu

keseimbangan proses fotosintesis, ditambah lagi adanya efek mutagenik dan

karsinogen dari zat warna tersebut, membuatnya menjadi masalah yang serius

(Handy, 2007).

Limbah cair industri tekstil dapat diamati dengan mudah, karena limbah

cairnya memiliki warna yang pekat.Warna ini berasal dari sisa-sisa zat warna

yang merupakan suatu senyawa kompleks aromatik yang biasanya sukar untuk

diuraikan oleh mikroba.Beberapa penelitian mengenai perombakan zat warna dari

Page 32: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

limbah cair industri tekstil secara anerobik dilaporkan telah berhasil mengurangi

warna, khususnya zat warna azo ini umumnya resistan untuk dioksidasi oleh

mikoorganisme aerobik. Jenis yang paling banyak digunakan saat ini adalah zat

warna reaktif dan zat warna dispersi.Hal ini disebabkan produksi bahan tekstil

sekarang ini adalah serat sintetik seperti serat polamida, poliester dan

poliakrilat.Bahan tekstil sintetik ini, terutama serat poliester, kebanyakan hanya

dapat dicelup dengan zat warna dispersi.Demikian juga untuk zat warna reaktif

yang dapat mewarnai bahan kapas dengan baik (Iwan, 2014).

Menurut Kristanto (2002) beberapa kemungkinan yang akan terjadi

akibat masuknya limbah ke dalam lingkungan :

Lingkungan tidak mendapatkan pengaruh yang berarti. Hal ini disebabkan

karena volume limbah kecil, parameter pencemar yang terdapat dalam limbah

sedikit dengan konsentrasi yang kecil.

Ada pengaruh perubahan, tetapi tidak mengakibatkan pencemaran.

Memberikan perubahan dan menimbulkan pencemaran.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas limbah adalah (A.K. Haghi,

2010) :

a. Volume limbah

b. Kandungan bahan pencemar

c. Frekuensi pembuangan limbah

Melalui banyaknya proses yang dilakukan maka limbah yang dihasilkan

pun berbeda. Hasil dari proses pewarnaannya tergantung pada pewarna yang

digunakan misalnya zat warna indigo ( C12H10 N12 O12 ) dan sulfur. Limbah-

limbah itu dialirkan ke kolam-kolam pengendapan dan selanjutnya dialirkan ke

sungai. Agar air limbah tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap lingkungan

perairan maka diperlukan suatu teknik pengolahan yang diarahkan agar kriteria

yang ditetapkan dalam baku mutu air limbah industri dapat terpenuhi. Baku mutu

merupakan spesifikasi dari jumlah bahan pencemar yang perbolehkan dibuang ke

lingkungan dan ini merupakan langkah penting dalam usaha mengendalikan

pencemaran dan melestarikan lingkungan (Alekto, 2014).

Page 33: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

Salah satu pencemar organik yang bersifat non biodegradable adalah zat

warna tekstil. Zat warna tekstil umumnya dibuat dari senyawa azo dan turunannya

dari gugus benzen. Diketahui bahwa gugus benzen sangat sulit didegradasi,

kalaupun dimungkinkan dibutuhkan waktu yang lama. Senyawa azo bila terlalu

lama berada di lingkungan, akan menjadi sumber penyakit karena sifatnya

karsinogenik dan mutagenik. Karena itu perlu dicari alternatif efektif untuk

menguraikan limbah tersebut. Zat warna ini berasal dari sisa – sisa zat warna yang

tak larut dan juga dari kotoran yang berasal dari serat alam. Warna selain

mengganggu keindahan, beberapa juga dapat bersifat racun dan sukar dihilangkan.

Beberapa penelitian tentang biodegradasi zat warna khususnya zat warna

azo.Molekul zat warna merupakan gabungan dari zat organik tidak jenuh dengan

kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat warna dengan

serat. Zat organik tidak jenuh yang dijumpai dalam pembentukan zat warna adalah

senyawa aromatik antara lain senyawa hidrokarbon aromatik dan turunannya,

fenol dan turunannya serta senyawa-senyawa hidrokarbon yang mengandung

nitrogen (Alekto, 2014).

Penggolongan Zat Warna

Zat warna dapat digolongkan menurut sumber diperolehnya yaitu zat

warna alam dan zat warna sintetik.Van Croft menggolongkan zat warna

berdasarkan pemakaiannya, misalnya zat warna yang langsung dapat mewarnai

serat disebutnya sebagai zat warna substantif dan zat warna yang memerlukan zat-

zat pembantu supaya dapat mewarnai serat disebut zat reaktif.Kemudian Henneck

membagi zat warna menjadi dua bagian menurut warna yang ditimbulkannya,

yakni zat warna monogenetik apabila memberikan hanya satu warna dan zat

warna poligenatik apabila dapat memberikan beberapa warna. Penggolongan zat

warna yang lebih umum dikenal adalah berdasarkan konstitusi (struktur molekul)

dan berdasarkan aplikasi (cara pewarnaannya) pada bahan, misalnya didalam

pencelupan dan pencapan bahan tekstil, kulit, kertas dan bahan-bahan lain

(Alekto, 2014).

Penggolongan zat warna menurut “Colours Index” volume 3, yang

terutama menggolongkan atas dasar sistem kromofor yang berbeda misalnya zat

warna Azo, Antrakuinon, Ftalosia, Nitroso, Indigo, Benzodifuran, Okazin,

Page 34: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

Polimetil, Di- dan Tri-Aril Karbonium, Poliksilik, Aromatik Karbonil,

Quionftalen, Sulfer, Nitro, Nitrosol dan lain-lain.Zat warna Azo merupakan jenis

zat warna sistetis yang cukup penting. Lebih dari 50% zat warna dalam daftar

Color Index adalah jenis zat warna azo. Zat warna azo mempunyai sistem

kromofor dari gugus azo (-N=N-) yang berikatan dengan gugus aromatik.

Lingkungan zat warna azo sangat luas, dari warna kuning, merah, jingga, biru AL

(Navy Blue), violet dan hitam, hanya warna hijau yang sangat

terbatas.Penggolongan lain yang biasa digunakan terutama pada proses

pencelupan dan pencapan pada industri tekstil adalah penggolongan berdasarkan

aplikasi (cara pewarnaan). Zat warna tersebut dapat digolongkan sebagai zat

warna asam, basa, direk, dispersi, pigmen, reaktif, solven, belerang , bejana dan

lain-lain (Alekto, 2014).

Dari uraian di atas jelaslah bahwa tiap-tiap jenis zat warna mempunyai

kegunaan tertentu dan sifat-sifatnya tertentu pula. Pemilihan zat warna yang akan

dipakai bergantung pada bermacam faktor antara lain : jenis serat yang akan

diwarnai, macam wana yang dipilih dan warna-warna yang tersedia, tahan

lunturnya dan peralatan produksi yang tersedia.

Jenis yang paling banyak digunakan saat ini adalah zat warna reaktif dan

zat warna dispersi.Hal ini disebabkan produksi bahan tekstil dewasa ini adalah

serat sintetik seperti serat polamida, poliester dan poliakrilat.Bahan tekstil sintetik

ini, terutama serat poliester, kebanyakan hanya dapat dicelup dengan zat warna

dispersi.Demikian juga untuk zat warna reaktif yang dapat mewarnai bahan kapas

dengan baik (Alekto, 2014).

Zat Warna Reaktif

Kromofor zat warna reaktif biasanya merupakan sistem azo dan

antrakuinon dengan berat molekul relatif kecil.Daya serap terhadap serat tidak

besar.Sehingga zat warna yang tidak bereaksi dengan serat mudah

dihilangkan.Gugus-gugus penghubung dapat mempengaruhi daya serap dan

ketahanan lat wama terhadap asam atau basa.Gugus-gugus reaktif merupakan

bagian-bagian dari zat warna yang mudah lepas.Dengan lepasnya gugus reaktif

ini, zat warna menjadi mudah bereaksi dengan serat kain.Pada umumnya agar

reaksi dapat berjalan dengan baik maka diperlukan penambahan alkali atau asam

Page 35: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

sehingga mencapai pH tertentu.Disamping terjadinya reaksi antara zat warna

dengan serat membentuk ikatan primer kovalen yang merupakan ikatan pseudo

ester atau eter, molekul air pun dapat juga mengadakan reaksi hidrolisa dengan

molekul zat warna, dengan memberikan komponen zat warna yang tidak reaktif

lagi. Reaksi hidrolisa tersebut akan bertambah cepat dengan kenaikan temperatur.

Selulosa mempunyai gugus alkohol primer dan sekunder yang keduanya

mampu mengadakan reaksi dengan zat warna reaktif.Tetapi kecepatan reaktif

alkohol primer jauh lebih tinggi daripada alkohol sekunder.Mekanisme reaksi

pada umumnya dapat digambarkan sebagai penyerapan unsur positif pada zat

warna reaktif terhadap gugus hidroksil pada selulosa yang terionisasi.Agar dapat

bereaksi zat warna memerlukan penambahan alkali yang berguna untuk mengatur

suasana yang cocok untuk bereaksi, mendorong pembentukan ion selulosa dan

menetralkan asam-asam hasil reaksi(Alekto, 2014).

Karakteristik Air Limbah

Karakteristik air limbah dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Karakteristik Fisika

Karakteristik fisika ini terdiri dari beberapa parameter, di antaranya :

a. Total Solid (TS)

Merupakan padatan didalam air yangterdiri dari bahan organik maupunanorganik

yang larut, mengendap,atau tersuspensi dalam air.

b. Total Suspended Solid (TSS)

Merupakan jumlah berat dalam mg/lkering lumpur yang ada didalam air limbah

setelah mengalamipenyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron.

c. Warna

Pada dasarnya air bersih tidak berwarna, tetapi seiring dengan waktu dan

menigkatnya kondisi anaerob, warna limbah berubah dari yang abu–abu menjadi

kehitaman.

d. Kekeruhan

Kekeuhan disebabkan oleh zat padat tersuspensi, baik yang bersifat organik

maupun anorganik.

e. Temperatur

Page 36: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

Merupakan parameter yang sangat penting dikarenakan efeknya terhadap reaksi

kimia, laju reaksi, kehidupan organisme air dan penggunaan air untuk berbagai

aktivitas sehari – hari.

f. Bau

Disebabkan oleh udara yang dihasilkan pada proses dekomposisi materi atau

penambahan substansi pada limbah. Pengendalian bau sangat penting karena

terkait dengan masalah estetika.

2. Karateristik Kimia

a. Biological Oxygen Demand (BOD)

Menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup

untuk menguraikan atau mengoksidasi bahan–bahan buangan di dalam air

b. Chemical Oxygen Demand (COD)

Merupakan jumlah kebutuhan oksigen dalam air untuk proses reaksi secara kimia

guna menguraikan unsur pencemar yang ada. COD dinyatakan dalam ppm (part

per milion) atau ml O2/ liter.(Alaerts dan Santika, 1984).

c. Dissolved Oxygen (DO)

Adalah kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan untuk respirasi aerob

mikroorganisme. DO di dalam air sangat tergantung pada temperature dan

salinitas.

d. Ammonia (NH3)

Ammonia adalah penyebab iritasi dan korosi, meningkatkan pertumbuhan

mikroorganisme dan mengganggu proses desinfeksi dengan chlor (Soemirat,

1994). Ammonia terdapat dalam larutan dan dapat berupa senyawa ion

ammonium atau ammonia.tergantung pada pH larutan.

e.Sulfida

Sulfat direduksi menjadi sulfida dalam sludge digester dan dapat mengganggu

proses pengolahan limbah secara biologi jika konsentrasinya melebihi 200 mg/L.

Gas H2S bersifat korosif terhadap pipa dan dapat merusak mesin.

f. Fenol

Fenolmudah masuk lewat kulit.Keracunan kronis menimbulkan gejala gastero

intestinal, sulit menelan, dan hipersalivasi, kerusakan ginjal dan hati, serta dapat

menimbulkan kematian).

Page 37: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

g. Derajat keasaman (pH)

pH dapat mempengaruhi kehidupan biologi dalam air. Bila terlalu rendah atau

terlalu tinggi dapat mematikan kehidupan mikroorganisme.Ph normal untuk

kehidupan air adalah 6–8.

h. Logam Berat

Logam berat bila konsentrasinya berlebih dapat bersifat toksik sehingga

diperlukan pengukuran dan pengolahan limbah yang mengandung logam berat.

Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia yang dalam skala tertentu

membantu kinerja metabolisme tubuh dan mempunyai potensi racun jika memiliki

konsentrasi yang terlalu tinggi. Berdasarkan sifat racunnya logam berat dapat

dibagi menjadi 3 golongan :

Sangat beracun, dapat mengakibatkan kematian atau gangguan kesehatan

yang tidak pulih dalam jangka waktu singkat, logam tersebut antara lain :

Pb,Hg, Cd, Cr, As, Sb, Ti dan U.

Moderat, mengakibatkan gangguan kesehatan baik yang dapat pulih

maupun yang tidak dapat pulih dalam jangka waktu yang relatif lama,

logam tersebut antara lain : Ba, Be, Au, Li, Mn, Sc, Te, Va, Co dan Rb.

Kurang beracun, namun dalam jumlah yang besar logam ini dapat

menimbulkan gangguan kesehatan antara lain :Bi, Fe, Mg, Ni, Ag, Ti dan

Zn .

3. Karakteristik Biologi

Karakteristik biologi digunakan untuk mengukur kualitas air terutama air

yangdikonsumsi sebagai air minum dan air bersih.Parameter yang biasa

digunakan adalah banyaknya mikroorganisme yang terkandung dalam air limbah.

Penentuan kualitas biologi ditentukan oleh kehadiran mikroorganisme

terlarut dalam air seperti kandungan bakteri, algae, cacing, serta

plankton.penentuan kualitas mikroorganisme dilatarbelakangi dasar pemikiran

bahwa air tersebut tidak akan membahayakan kesehatan. Dalam konteks ini maka

penentuan kualitas biologi air didasarkan pada analisis kehadiran mikroorganisme

indikator pencemaran(Alekto, 2014).

Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme yang

terdapat di dalam air yaitu:

Page 38: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

1. Sumber air

Jumlah dan jenis mikroorganisme di dalam air dipengaruhi oleh sumber

seperti air hujan, air permukaan, air tanah, air laut dan sebagainya.

2. Komponen nutrien dalam air

Secara alamiah air mengandung mineral-mineral yang cukup untuk

kehidupan mikroorganisme yang dibutuhkan oleh spesies mikroorganisme

tertentu.

3. Komponen beracun

Terdapat di dalam air akan mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme

yang terdapat di dalam air. Sebagai contoh asam-asam organik dan anorganik,

khlorin dapat membunuh mikroorganisme dan kehidupan lainnya di dalam

air.

4. Organisme air

Adanya organisme di dalam air dapat mempengaruhi jumlah dan jenis

mikroorganisme air, seperti protozoa dan plankton dapat membunuh bakteri.

5. Faktor fisik

Faktor fisik seperti suhu, pH, tekanan osmotik, tekanan hidrostatik, aerasi,

dan penetrasi sinar matahari dapat mempengaruhi jumlah dan jenis

mikroorganisme yang terapat di dalam air.

Meningkatnya jumlah industri tekstil selain dapat meningkatkan

perekonomian akan tetapi juga memiliki dampak negatif dan membahayakan

lingkungan. Efek negative dari industri tekstil salah satu adalah air limbahnya

yang mengandung zat organic yang tinggi dari hasil pencelupan dan apabila

dibuang langsung ke lingkungan tanpa pengolahan terlebih dahulu dapat

memperburuk kualitas badan air, karena zat warna ini akan sulit didegradasi

secara alami di badan air.Kualitas air yang baik sangat mendukung kehidupan

organisme air(Alekto, 2014). Mikroorganisme air seperti plankton selain sebagai

indikator pencemaran suatu perairan juga mempunyai peranan penting dalam

lingkungan aquatik yaitu sebagai dasar piramida makanan bagi organisme lain

yang hidup di perairan. Plankton merupakan makanan alami bagi organisme

perairan seperti bentik dan ikan.Plankton dan ikan membentuk rantai penghubung

yang penting antara produsen dan konsumen. Ikan dan organisme air lainnya akan

Page 39: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

hidup dengan baik bila kondisi perairan mendukung. Sebagai bioindikator dari

limbah ini adalah adanya organisme biologi yaitu ikan lele, bawal, braskap,

tanaman air, cacing, algae, dan bakteri(Sachlan, 1982).

Di sekitar pabrik pada umumya sungai digunakan untuk tempat

pembuangan limbah, tanpa instalasi pengolahan limbah terlebih dahulu, selain itu

kadang para penduduk membuang sampahnya langsung ke sungai. Limbah dari

industri tekstil yang dibuang ke sungai sudah mengalami proses pengolahan

limbah terlebih dahulu. Dengan pengolahan tersebut limbah tekstil yang dibuang

ke sungai di duga dapat mengurangi bahan pencemar.Pengoperasian unit

pengolahan limbah memegang peranan yang penting. Pengoperasian yang kurang

benar akan menyebabkan limbah yang terproses masih memiliki nilai parameter

diatas ambang batas yang ditentukan.Pengoperasian yang tidak sistematis dan

tidak berpedoman, akan cenderung menyebabkan ketidakefisien yang pada

akhirnya akan menyebabkan biaya pengolahan yang tinggi (Oktavia, 2011).

Indikator bahwa air telah tercemar adalah adanya perubahan air yang

dapat diamati, yaitu adanya perubahan suhu air, adanya perubahan pH, adanya

perubahan warna, bau, rasa serta timbulnya endapan (Suriawiria, 1996). Menurut

Odum (1993), pencemaran air merupakan suatu peristiwa penambahan suatu zat

tertentu yang berasal dari limbah proses industri dan domestik yang dapat

mengolah kualitas alami dari air tersebut yang juga akan mengganggu kehidupan

hidrobiota sungai. Menurut Undang-Undang RI No.4 Tahun 1982 tentang

ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup Bab 1, pasal 1 pencemaran

lingkungan adalah masuknya makhluk hidup, zat, energi dan atau berubahnya

tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas

lingkungan turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan

menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.

Metode Pengolahan Limbah Industri Tekstil(Oktavia, 2011)

Sumber daya alam bagi makhluk hidup merupakan suatu sistem

rangkaian kehidupan dalam arti setiap kondisi alam akan mempengaruhi

petumbuhan atau perkembangan kehidupan. Apabila suatu ekosistem telah

tercemar oleh suatu limbah yang tidak ramah lingkungan, akan menurunkan

tingkat pertumbuhan. Begitupula pada suatu industri yang menghasilkan limbah

Page 40: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

dengan membuang ke lingkungan sekitar tanpa pengolahan khusus terlebih dahulu

dengan standart baku mutu yang aman bagi lingkungan.

Berdasarkan karakteristik limbah, proses pengolahan dapat digolongkan

menjadi tiga bagian, yaitu proses fisik, kimia, dan biologi. Proses ini tidak dapat

berjalan secara sendiri-sendiri, tetapi kadang-kadang harus dilaksanakan secara

kombinatif. Pemisahan proses menurut karakteristik limbah sebenarnya untuk

memudahkan pengidentifikasian peralatan (Oktavia, 2011).

a. Proses Fisik

Perlakuan terhadap air limbah dengan cara fisika, yaitu proses

pengolahan secara mekanis dengan atau tanpa penambahan bahan kimia. Proses-

proses tersebut di antaranya adalah : penyaringan, penghancuran, perataan air,

penggumpalan, sedimentasi, pengapungan dan filtrasi.

b. Proses Kimia

Proses secara kimia menggunakan bahan kimia untuk mengurangi

konsentrasi zat pencemar di dalam limbah. Kegiatan yang termasuk dalam proses

kimia di antaranya adalah pengendapan, klorinasi, oksidasi dan reduksi,

netralisasi, ion exchanger dan desinfektansia.

c. Proses Biologi

Proses pengolahan limbah secara biologi adalah memanfaatkan

mikroorganisme (ganggang, bakteri, protozoa) untuk mengurangi senyawa

organik dalam air limbah menjadi senyawa yang sederhana dan dengan demikian

mudah mengambilnya. Proses ini dilakukan jika proses fisika atau kimia atau

gabungan kedua proses tersebut tidak memuaskan. Proses biologi membutuhkan

zat organik sehingga kadar oksigen semakin lama semakin sedikit. Pada proses

kimia zat tersebut diendapkan dengan menambahkan bahan koagulan dan

kemudian endapannya diambil. Pengoperasian proses biologis dapat dilakukan

dengan dua cara, yaitu operasi tanpa udara dan operasi dengan udara.

Digunakannya mikroorganisme untuk menguraikan atau mengubah

senyawa organik, maka dibutuhkan suatu kondisi lingkungan yang baik.

Pertumbuhan dan perkembangan harus memenuhi persyaratan hidup, misalnya

penyebaran, suhu, pH air limbah dan sebagainya. Adanya perubahan dalam

lingkungan hidupnya akan mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan

Page 41: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

fisiologi. Ada golongan mikroorganisme tertentu yang rentan terhadap perubahan

komponen lingkungan, dan ada pula yang dapat dengan cepat melakukan adaptasi

dengan kondisi yang baru. Oleh karena itu kondisi lingkungan amat penting

artinya dalam pengendalian kegiatan mikroorganisme dalam air limbah.

Pada umumnya pengolahan limbah tekstil ini dilakukan dengan cara

koagulasi danfiltrasi. Adsorpsi memiliki pengertian sebagai peristiwa penyerapan

/ pengayaan (enrichment) suatu komponen di daerah antarfasa. Dengan adanya

penelitian sebelumnya mengenai penyerapan zat warna tekstil menggunakan

jerami padi maka diharapkan jerami padi yang dibuat menjadi adsorben juga

efektif untuk menurunkan kadar zat organik dalam limbah tekstil. Fenomena

adsorpsi sendiri merupakan pengaruh dari gaya kohesi seperti ikatan valensi dan

gaya tarik Van der Waals. Molekul-molekul tersebut saling mengikat kesemua

arah sehingga dicapai sutau titik keseimbangan (equilibrium). Akan tetapi

molekul lapisan terluar suatu zat padat mempunyai gaya tarik yang tidak

diimbangi oleh molekul lainnya seperti zat cair dan gas sehingga permukaan zat

padat dapat menangkap molekul fluida yang berdekatan. Fenomena ini dikenal

dengan istilah adsorpsi pada permukaan adsorben (Oktavia, 2011).

Terdapat dua metoda adsorpsi, yaitu adsorpsi secara fisik dan adsorpsi

secara kimia. Kedua metoda ini terjadi ketika molekul dalam fase cair melekat

pada permukaan padat sebagai gaya tarik menarik pada permukaan zat padat

(adsorben) untuk mengatasi energi kinetik molekul pencemar pada fase cair

(adsorbat). Adsorpsi secara fisik terjadi jika molekul adsorbat terikat secara fisik

pada molekul adsorben yang diakibatkan oleh perbedaan energi atau gaya Van der

Waals. Adsorpsi ini akan membentuk lapisan-lapisan. Jumlah lapisan sebanding

dengan konsentrasi pencemar. Hal ini berarti dengan semakin tinggi konsentrasi

pencemar dalam larutan menyebabkan meningkatnya lapisan molekul. Proses

adsorpsi fisik ini bersifat reversible dan reversibilitasnya tergantung pada

kekuatan tarik menarik anatara molekul adsorbat dengan molekul

adsorben.Adsorpsi secara kimia terjadi jika senyawa kimia dihasilkan dari reaksi

antar molekul adsorbat dan molekul adsorben. Proses ini membentuk lapisan

molekul yang tebal dan bersifat irreversible. Untuk membentuk senyawa kimia

Page 42: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

diperlukan energi dan energi juga diperlukan untuk membalikan proses ini,

sehingga proses adsorpsi kimia ini bersifat irreversible (Oktavia, 2011).

Terdapat beberapa parameter khusus yang mempengaruhi proses adsorpsi

dari senyawa organik, tergantung dari beberapa karakteristik senyawa organik

tersebut, diantaranya (Oktavia, 2011) :

Konsentrasi

Berat molekul

Struktur molekul

Tingkat kepolaran molekul

Temperatur

pH

Pengolahan limbah cair industri tekstil dapat dilakukan secara kimia,

fisika, biologi ataupun gabungan dari ketiganya. Pengolahan secara kimia

dilakukan dengan koagulasi, flokulasi dan netralisasi. Proses koagulasi dan

flokulasi dilakukan dengan penambahan koagulan dan flokulan untuk

menstabilkan partikel-partikel koloid dan padatan tersuspensi membentuk

gumpalan yang dapat mengendap oleh gaya gravitasi. Proses gabungan secara

kimia dan fisika seperti pengolahan limbah cair secara kimia (koagulasi) yang

diikuti pengendapan lumpur atau dengan cara oksidasi menggunakan

ozon(Oktavia, 2011).

Pengolahan limbah cair secara fisika dapat dilakukan dengan cara

adsorpsi, filtrasi dan sedimentasi. Adsorpsi dilakukan dengan penambahan

adsorban, karbon aktif atau sejenisnya. Filtrasi merupakan proses pemisahan

padat-cair melalui suatu alat penyaring (filter). Sedimentasi merupakan proses

pemisahan padat-cair dengan cara mengendapkan partikel tersuspensi dengan

adanya gaya gravitasi.Pengolahan limbah cair secara biologi adalah pemanfaatan

aktivitas mikroorganisme menguraikan bahan-bahan organik yang terkandung

dalam air limbah. Dari ketiga cara pengolahan diatas masing-masing mempunyai

kelebihan dan kekurangan. Pengolahan limbah cair secara kimia akan

menghasilkan lumpur dalam jumlah yang besar, sehingga menimbulkan masalah

baru untuk penanganan lumpurnya. Oksidasi menggunakan ozon selain biaya

tinggi juga tidak efektif untuk mereduksi sulfur yang ada di dalam limbah.

Page 43: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

Penggunaan karbon aktif dalam pengolahan limbah yang mengandung zat warna

menghasilkan persen penurunan zat warna tinggi, tetapi harga karbon aktif relatif

mahal dan juga akan menambah ongkos peralatan untuk regenerasi karbon aktif

tersebut (Oktavia, 2011).

Proses pengolahan limbah cair secara biologi adalah salah satu alternatif

pengolahan yang sederhana dan ekonomis. Pada proses ini tidak diperlukan bahan

kimia seperti pada proses koagulasi sehingga biaya operasinya relatif lebih

rendah. Pengolahan limbah cair secara biologi ini dapat dikategorikan pada

pengolahan limbah secara anaerobik dan aerobik atau kombinasi keduanya.

Namun sampai sekarang ini pengolahan dengan sistem lumpur aktif tidak efisien

untuk menghilangkan warna dari efluen industri tekstil. Bahwa penghilangan

warna dari antrakuinon dan azo pada sistem ini sangat kecil. Meskipun penelitian

yang lain menunjukkan bahwa mikroorganisme aerobik strain tertentu dapat

beradaptasi untuk mendegradasikan zat warna azo sederhana (Alekto, 2014).

Jamur juga dapat digunakan untuk mengolah limbah industri tekstil.

Jamur lapuk putih memproduksi enzim-enzim pendegradasi lignin yang non-

spesifik, yang dapat mendegradasi berbagai jenis zat pengotor organik, termasuk

zat warna tekstil. Enzim-enzim yang diproduksi oleh jamur lapuk putih

mengkatalis penguraian zat warna tekstili menggunakan mekanisme pembentukan

radikal bebas. Metode ini sangatlah murah apabila ditinjau dari kelayakan

ekonominya, dan yang paling penting, molekul zat warna dalam limbah dapat

direduksi secara efektif menjadi komponen yang tidak berbahaya, bukannya

malah turut memproduksi bahan kimia yang berbahaya atau zat padat yang

menimbulkan permasalahan pembuangan lebih lanjut. Karena seperti yang

diketahui enzim merupakan protein, yang di alam dapat dengan mudah diuraikan

menjadi asam amino (Handy, 2007).

Degradasi Zat Warna(Alekto, 2014)

Tekstil dengan Sistem Anaerobik Limbah cair industri tekstil dari proses

pewarnaan mengandung warna yang cukup pekat. Zat warna ini berasal dari sisa-

sisa zat warna yang tak larut dan juga dari kotoran yang berasal dari serat

alam.Warna selain mengganggu keindahan, mungkin juga bersifat racun dan

sukar dihilangkan.Perombakan zat warna ini berawal dari penemuan hasil

Page 44: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

metabolisme hewan mamalia yang diberi makanan campuran zat warna azo.Zat

warna azo yang masuk ke dalam pencernaan hewan ini direduksi oleh mikroflora

yang berada di dalam saluran pencernaan pada kandisi anaerobik.Ikatan azo yang

direduksi ini menghasilkan produk samping (intermediat) yaitu turunan amino azo

benzen yang dikhawatirkan karsinagen. Meyer (1981) menjelaskan bahwa reduksi

azo dikatalisa aleh enzim azo reduktase di dalam liver sama dengan reduksi aza

aleh mikroorganisme yang ada di dalam pencemaan pada kandisi anaerobik. Dari

hasil penelitian-penelitian inilah berkembang penelitian lanjutan perombakan zat

warna secara anaerobik.Selanjutnya biadegradasi zat warna dengan kandisi

anaerobik ini cukup patensial untuk merombak zat warna tekstil.

Perlakuan secara anaerobik pada dasarnya sebagai pengalahan

pendahuluan untuk limbah cair yang mengandung bahan organik tinggi dan sukar

untuk didegradasi. Pada proses anaerobik terjadi pemutusan molekul-molekul

yang sangat kompleks menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana, sehingga

mudah terbiadegradasi oleh proses aerobik menjadi CO2, H2O, NH3 dan

Biomassa.

Proses atau tahap dalam penanganan limbah meliputi (Oktavia, 2011) :

1. Langkah pertama untuk memperkecil beban pencemaran dari operasi tekstil

adalah program pengelolaan air yang efektif dalam pabrik, menggunakan :

Penggantian dan pengurangan pemakaian zat kimia dalam proses harus

diperiksa pula.

2. Zat pewarna yang sedang dipakai akan menentukan sifat dan kadar limbah

proses pewarnaan. Pewarna dengan dasar pelarut harus diganti pewarna

dengan dasar air untuk mengurangi banyaknya fenol dalam limbah. Bila

digunakan pewarna yang mengandung logam seperti krom, mungkin

diperlukan reduksi kimia dan pengendapan dalam pengolahan limbahnya.

Proses penghilangan logam menghasilkan lumpur yang sukar diolah dan

sukar dibuang. Pewarnaan dengan permukaan kain yang terbuka dapat

mengurangi jumlah kehilangan pewarna yang tidak berarti.

3. Pengolahan limbah cair dilakukan apabila limbah pabrik mengandung zat

warna, maka aliran limbah dari proses pencelupan harus dipisahkan dan

diolah tersendiri. Limbah operasi pencelupan dapat diolah dengan efektif

Page 45: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

untuk menghilangkan logam dan warna, jika menggunakan flokulasi kimia,

koagulasi dan penjernihan (dengan tawas, garam feri atau poli-elektrolit).

Limbah dari pengolahan kimia dapat dicampur dengan semua aliran limbah

yang lain untuk dilanjutkan ke pengolahan biologi.

Jika pabrik menggunakan pewarnaan secara terbatas dan menggunakan

pewarna tanpa krom atau logam lain, maka gabungan limbah sering diolah dengan

pengolahan biologi saja, sesudah penetralan dan ekualisasi. Cara-cara biologi

yang telah terbukti efektif ialah aerob, parit oksidasi dan lumpur aktif. Sistem

dengan laju alir rendah dan penggunaan energi yang rendah lebih disukai karena

biaya operasi dan pemeliharaan lebih rendah. Kolom percik adalah cara yang

murah akan tetapi efisiensi untuk menghilangkan BOD dan COD sangat rendah,

diperlukan lagi pengolahan kimia atau pengolahan fisik untuk memperbaiki daya

kerjanya (Anonim2, 2008).

Pemanfaatan limbah industri tekstil dapat berupa (Restiani, 2014) :

1. Industri tekstil tidak banyak menghasilkan banyak limbah padat. Lumpur

yang dihasilkan pengolahan limbah secara kimia adalah sumber utama

limbah pada pabrik tekstil. Limbah lain yang mungkin perlu ditangani

adalah sisa kain, sisa minyak dan lateks. Alternatif pemanfaatan sisa kain

adalah dapat digunakan sebagai bahan tas kain yang terdiri dari potongan

kain-kain yang tidak terpakai, dapat juga digunakan sebagai isi bantal dan

boneka sebagai pengganti dakron.

2. Lumpur dari pengolahan fisik atau kimia harus dihilangkan airnya dengan

saringan plat atau saringan sabuk (belt filter). Jika pewarna yang dipakai

tidak mengandung krom atau logam lain, lumpur dapat ditebarkan diatas

tanah.

Penyisihan Warna Pada Limbah Cair Sasirangan Dengan Adsorpsi Karbon

Aktif Dalam Fixed-Bed Column

Sasirangan adalah kain adat suku Banjar di Kalimantan Selatan yang

dibuat dengan teknik tusuk jelujur. Sebagaimana industri tekstil lainnya,

pembuatan kain sasirangan melibatkan proses pewarnaan dan pencelupan dengan

menggunakan pewarna sintetik seperti naphtol, indigosol, reaktif dan indanthreen

Page 46: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

yang akan menghasilkan limbah cair berwarna pekat dalam jumlah yang cukup

besar (Hardini dkk., 2009). Karena alasan estetika dan toksikologi, warna

merupakan hal yang paling tidak diinginkan dari semua kontaminan yang

terkandung dalam limbah cair industri tekstil, (O’Neill et al., 1999; Crini, 2006).

Bahkan beberapa jenis pewarna diduga bersifat karsinogen dan membahayakan

kesehatan manusia (Pinheiro et al., 2004; Erdem et al., 2005; Babu et al., 2007;

Hameed, 2009).

Berbagai proses pengolahan telah digunakan untuk menghilangkan warna

pada limbah cair industri tekstil, seperti; proses koagulasi-flokulasi (Butt et al.,

2005; Fang et al., 2010), membran tukar kation (Wu et al., 2008), degradasi

elektrokimia (Fan et al., 2008), advanced oxidative process (Banerjee et al., 2007;

Mahmoud et al., 2007; Fathima et al., 2008), fenton-biological treatment (Lodha

and Chaudhari, 2007; García-Montaño et al., 2008), dan adsorpsi (Allen et al.,

2004; Erdem et al., 2005; Hameed 2009; Rafatullah et al., 2010). Namun sampai

saat ini teknik adsorpsi dengan menggunakan berbagai macam adsorben masih

merupakan metode yang paling menguntungkan karena efektifitas dan kapasitas

adsorpsinya yang tinggi serta biaya operasionalnya yang rendah (Rafatullah et al.,

2010; Syafalni et al., 2012). Karbon aktif yang didefinisikan sebagai bahan

karbon yang telah mengalami proses karbonisasi untuk meningkatkan

porositasnya (Marsh, 1989) merupakan salah satu jenis adsorben yang umum

digunakan dalam pengolahan limbah cair dan dinilai sangat cocok untuk

mengurangi zat organik dan warna (Alvares et al., 2001; Kalderis et al., 2008;

Ahmad and Hameed, 2009). Oleh karena itu, berbagai jenis karbon aktif sebagai

adsorben telah banyak dikembangkan dan diterapkan secara luas (Zhang et al.,

2011).

Pada penelitian sebelumnya, penggunaan karbon aktif berbahan dasar

tempurung kelapa dalam sistem batch terbukti dapat menyisihkan 39,16%

konsentrasi warna pada air limbah sasirangan dengan kapasitas adsorpsi

maksimum sebesar 29,412 mg/g dan pola adsorpsi mengikuti model Isoterm

Langmuir (Mizwar dan Diena, 2012). Namun data yang diperoleh dari sistem

batch umumnya kurang cocok untuk langsung diterapkan pada desain dan

pengoperasian instalasi pengolahan air limbah karena waktu kontak yang

Page 47: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

diterapkan tidak cukup memadai untuk mencapai kesetimbangan (Zhang et al.,

2011; Patel and Vashi, 2012). Sebaliknya sistem kolom adsorpsi telah banyak

digunakan dalam proses pengolahan limbah cair dalam skala industri, seperti

untuk menghilangkan ion dengan ion-exchage bed dan senyawa organik beracun

dengan fixed-bed (Xu et al., 2009; Unuabonah et al., 2010). Oleh karena itu, pada

penelitian ini dilakukan percobaan adsorpsi warna pada limbah cair sasirangan

dengan menggunakan karbon aktif berbahan dasar tempurung kelapa dalam fixed-

bed column. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja dari pengaturan

tebal kolom karbon aktif dan laju aliran limbah cair pada kondisi pH dan suhu

konstan terhadap efektifitas penyisihan warna pada limbah cair sasirangan, serta

mempelajari kinetika sistem adsorpsi yang terjadi pada proses tersebut dengan

menggunakan Model Thomas, Yoon-Nelson dan Adam-Bohart (Mizwar, 2013).

Sampel limbah cair sasirangan diambil di Kampung Sasirangan, Desa

Seberang Masjid, Kecamatan Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin,

Kalimantan Selatan. Hasil analisis sampel limbah cair tersebut menunjukkan

konsentrasi warna 3200 mg PtCo/l, TSS 3382 mg/l, BOD5 277 mg/l, COD 536

mg/l, pH 12,38 dan suhu 26,9ºC (Mizwar, 2013). Adsorben yang digunakan

dalam penelitian ini adalah karbon aktif yang terbuat dari tempurung kelapa

berbentuk bubuk dengan spesifikasi; kadar air 4,15%, kadar abu 2,14%, kadar

karbon 80,24%, bulk density 0,48 kg/l, iodine number adsorption 1019,36 mg/g

dan ukuran partikel 44 - 117 μm (Mizwar, 2013). Pada penelitian ini, adsorpsi

warna pada limbah cair sasirangan dianalisis dengan mengalirkan air limbah

sasirangan secara kontinu ke dalam kolom adsorpsi yang terbuat dari pipa PVC

berdiameter 2,5 inch dan tinggi 20, 40 dan 70 cm. Pengambilan sampel air olahan

dilakukan setiap 10 menit sampai dengan karbon aktif jenuh (Mizwar, 2013).

Page 48: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

Gambar 1 menunjukkan skema alat penelitian.

Detail desain penelitian mengacu pada prosedur penelitian yang

dilakukan oleh Patel and Vashi (2012) dengan beberapa penyesuaian,

sebagaimana disajikan pada tabel 1. Kinerja kolom adsorpsi digambarkan dengan

kurva breakthrough. Waktu breakthrough dan bentuk kurva breakthrough yang

dihasilkan merupakan parameter untuk menentukan pola operasi dan respon

dinamis dari kolom adsorpsi. Jumlah total konsentrasi warna yang terserap dalam

kolom adsorpsi dan persentase penyisihan ditentukan dengan persamaan berikut

(Zhang et al., 2011) :

qt (mg) adalah jumlah total konsentrasi warna yang terserap dalam kolom

adsorpsi, R (%) adalah persentase penyisihan, v (ml/menit) adalah laju alir

Page 49: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

influent, C0 (mg/l) adalah konsentrasi warna awal, Ct (mg/l) adalah konsentrasi

warna pada waktu t (menit), dan ttotal (menit) adalah total waktu operasi kolom

adsorpsi yang nilainya setara dengan waktu jenuh.

Kinetika sistem adsorpsi yang terjadi pada fixed-bed column dianalisis

dengan Model Thomas, Yoon-Nelson, dan Adam and Bohart. Model Thomas

merupakan salah satu model teori kinerja kolom yang paling umum digunakan.

Asumsi yang digunakan dalam model ini adalah isoterm Langmuir, tidak ada

dispersi aksial, dan adsorpsi kinetik orde dua (Zhang et al., 2011). Bentuk linier

persamaan Model Thomas adalah sebagai berikut:

kTh (ml/mg/menit) adalah konstanta kinetik Thomas, qTh (mg/g) adalah kapasitas

adsorpsi pada model Thomas, m (g) adalah masa adsorben, dan Veff (ml) adalah

volume effluent. Konstanta kinetik Thomas (kTh) dan kapasitas adsorpsi kolom

(qTh) dapat ditentukan dari plot ln(C0/Ct–1) terhadap t pada laju alir tertentu,

masing-masing sebagai slope dan intercept (Sekhula et al., 2012).

Model Yoon-Nelson merupakan model yang relatif sederhana dengan

mengasumsikan bahwa tingkat penurunan pada penyerapan untuk setiap molekul

adsorbat adalah sebanding dengan probabilitas penyerapan dan breakthrough

adsorbat pada adsorben (Zhang et al., 2011).

Bentuk linier persamaan Model Yoon-Nelson adalah sebagai berikut:

kYN (ml/menit) adalah konstanta kinetik Yoon- Nelson, τ (menit) adalah waktu

yang diperlukan untuk mencapai 50% breakthrough adsorbat, dan t (menit) adalah

waktu pengambilan sampel. Plot nilai ln (Ct/(C0-Ct)) terhadap t membentuk garis

lurus dengan slope menunjukkan nilai kYN dan intercept menunukkan nilai –

τkYN. Berdasarkan nilai τ yang dihasilkan, maka kapasitas adsorpsi kolom pada

model Yoon-Nelson (qYN, mg/g) dapat ditentukan dengan persamaan berikut

(Patel and Vashi, 2012):

Page 50: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

Model Adam and Bohart mengasumsikan laju adsorpsi sebanding dengan

kapasitas sisa padat dan konsentrasi zat teradsorpsi. Model ini cocok untuk

menggambarkan bagian awal dari kurva breakthrough (Hoces et al., 2010).

Bentuk linier persamaan Model Adam and Bohart adalah sebagai berikut:

kAB (ml/mg/menit) adalah konstanta kinetik Adam-Bohart, N0 (mg/ml) adalah

kapasitas adsorpsi maksimum volumetrik, Z (cm) adalah tebal adsorben, dan F

(ml/menit) adalah laju alir. Konstanta kinetik (kAB) dan kapasitas adsorpsi kolom

(N0) dapat ditentukan dari plot ln Ct/C0 terhadap t, masing-masing sebagai slope

dan intercept (Sekhula et al., 2012). Berdasarkan nilai N0 yang dihasilkan, maka

kapasitas adsorpsi kolom pada model Adam and Bohart (qAB, mg/g) dapat

ditentukan dengan persamaan berikut (Trgo et al., 2011):

Vbed (ml) adalah volume karbon aktif, dan ρ (g/ml) adalah densitas karbon aktif.

Untuk mengetahui pengaruh laju aliran terhadap efektifitas penyisihan

warna pada limbah cair sasirangan dengan menggunakan karbon aktif berbahan

dasar tempurung kelapa dalam fixed-bed column, telah dilakukan percobaan

adsorpsi pada tiga laju aliran yang berbeda, yaitu; 20, 40 dan 80 ml/menit pada

tebal adsorben 30 cm, dengan konsentrasi awal zat warna pada limbah sasirangan

sebesar 3200 mg PtCo/l, pH 12,38 dan suhu 26,9ºC. Kurva breakthrough yang

dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2. Breakthrough paling cepat terjadi pada

laju aliran 80 ml/menit dengan waktu breakthrough 40 menit dan waktu jenuh 100

menit yang menandakan bahwa proses adsorpsi berlangsung singkat. Sedangkan

pada laju aliran 20 ml/menit breakthrough cenderung terjadi secara bertahap

dengan waktu breakthrough 140 menit dan waktu jenuh 260 menit yang

menandakan bahwa kolom sulit untuk benar-benar jenuh. Dari Gambar 2 juga

Page 51: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

dapat diketahui bahwa peningkatan laju aliran mengakibatkan penurunan

efektifitas penyisihan warna pada limbah cair sasirangan yang terlihat dari nilai

persentase penyisihan (R) yang dihitung dengan persamaan (2), sebesar 57,48%

pada laju aliran 20 ml/menit, 39,68% pada laju aliran 40 ml/menit dan 31,86%

pada laju aliran 80 ml/menit. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ozdemir et

al., (2009), Zhang et al., (2011) dan Patel and Vashi (2012) yang menunjukkan

bahwa waktu kontak yang singkat antara adsorben dan adsorbat akibat

peningkatan laju aliran akan mengakibatkan penurunan efektifitas penyisihan

warna pada limbah cair. Selain itu, pada laju aliran yang lebih cepat, pergerakan

zona adsorpsi disepanjang kolom terjadi lebih cepat dan mengakibatkan

penurunan waktu penyerapan zat warna pada limbah cair oleh karbon aktif (Patel

and Vashi, 2012).

Pengaruh tebal adsorben terhadap efektifitas penyisihan warna pada

limbah cair sasirangan dengan menggunakan karbon aktif berbahan dasar

tempurung kelapa dalam fixed-bed column dianalisis dengan mengalirkan limbah

cair sasirangan sebanyak 40 ml/menit ke dalam kolom adsorpsi setebal 10, 30 dan

60 cm. Konsentrasi awal zat warna pada limbah sasirangan sebesar 3200 mg

PtCo/l dengan pH 12,38 dan suhu 26,9ºC. Gambar 3 menunjukkan kurva

breakthrough pengaruh tebal adsorben yang dihasilkan (Mizwar, 2013).

Page 52: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

Waktu breakthrough dan waktu jenuh masing-masing pada tebal

adsorben 10 cm adalah 30 dan 80 menit, pada tebal adsorben 30 cm adalah 100

dan 180 menit, dan pada tebal 60 cm selama 160 dan 280 menit. Dari Gambar 3

juga dapat diketahui bahwa peningkatan tebal adsoben mengakibatkan

peningkatan efektifitas penyisihan warna pada limbah cair sasirangan yang terlihat

pada nilai persentase penyisihan (R) sebesar 30% pada tebal 10 cm, 39,68% pada

tebal 30 cm dan 50,88% pada tebal 60 cm. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian

Ozdemir et al., (2009), Zhang et al., (2011) dan Patel and Vashi (2012) yang

menunjukkan bahwa waktu kontak antara adsorben dan adsorbat akan meningkat

seiring dengan peningkatan tebal adsorben (Mizwar, 2013).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektifitas penyisihan warna

tertinggi (57,48%) terjadi pada tebal karbon aktif 30 cm dengan laju aliran 20

ml/menit, sedangkan yang terendah (30%) terjadi pada tebal karbon aktif 10 cm

dengan laju aliran 40 ml/menit. Hal ini menandakan bahwa efektifitas penyisihan

warna pada limbah cair industri sasirangan dengan adsorpsi karbon aktif pada

penelitian ini masih tergolong rendah. Kondisi ini dimungkinkan karena tingginya

kandungan bahan organik (BOD5 277 mg/l dan COD 536 mg/l) serta konsentrasi

TSS (3382 mg/l) pada sampel limbah cair sasirangan yang menyebabkan

terjadinya kompetisi penyerapan zat-zat adsorbat tersebut oleh karbon aktif,

sebagaimana dijelaskan oleh Allen and Koumanova (2005) bahwa kapasitas

Page 53: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

adsorpsi terhadap zat warna akan berkurang dengan adanya kehadiran adsorbat

lain dalam larutan yang diolah ( Mizwar, 2013).

Faktor lain yang menjadi penyebab rendahnya nilai efektifitas penyisihan

warna pada limbah cair industri sasirangan dengan adsorpsi karbon aktif pada

penelitian ini adalah pH sampel limbah cair yang bersifat basa (pH = 12,38).

Sebagaimana dijelaskan oleh Isa et al. (2007), bahwa pH larutan yang bersifat

basa mengakibatkan permukaan adsorben cenderung menjadi bermuatan negatif

sehingga tidak mendukung adsorpsi zat warna karena tolakan elektrostatik. Dalam

penelitiannya, Zhang et al., (2011) dan Patel and Vashi (2012) memperoleh

rentang nilai pH 7 – 9 sebagai kondisi optimum adsorpsi warna pada limbah cair

tekstil dengan menggunakan karbon aktif (Mizwar, 2013).

Konstanta kinetik (kTh) dan kapasitas adsorpsi kolom (qTh) model

Thomas pada berbagai kondisi percobaan adsorpsi warna limbah cair sasirangan

dengan karbon aktif dalam fixed-bed column disajikan pada Tabel 2. Seperti

terlihat pada Tabel 2, nilai kTh meningkat seiring dengan peningkatan laju aliran

(v) dan penurunan tebal adsorben (h). Hal ini menunjukkan bahwa resistensi

transportasi masa menurun karena adanya perbedaan konsentrasi warna pada

karbon aktif dan larutan sebagaimana hasil penelitian Zhang et al., (2011) dan

Patel and Vashi (2012). Kapasitas adsorpsi maksimum Model Thomas (qTH)

sebesar 72,339 mg/g pada v = 40 ml/menit dan h = 10 cm ( Mizwar, 2013).

Page 54: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

Dengan nilai koefisien determinasi (R²) yang diperoleh dari hasil

percobaan lebih besar dari 0,90 menunjukkan bahwa difusi eksternal dan internal

tidak mempengaruhi proses adsorpsi yang terjadi, sehingga Model Thomas cocok

digunakan untuk menggambarkan kinetika kolom adsorpsi yang terjadi. Hal ini

memperkuat hasil penelitian sebelumnya (Mizwar dan Diena, 2012), yang

menunjukkan bahwa penggunaan karbon aktif berbahan dasar tempurung kelapa

dalam sistem batch mengikuti model Isoterm Langmuir yang juga merupakan

salah satu dasar asumsi dari Model Thomas pada sistem fixed-bed column. Dari

sudut pandang mekanisme adsorpsi di tingkat molekuler, zat warna yang

teradsorpsi ke karbon aktif melalui interaksi elektrostatik antara gugus karboksil

anionik dan kationik molekul zat warna, sesuai dengan proses kimia adsorpsi

monolayer (Zhang et al., 2011).

Model Yoon-Nelson secara matematis analog dengan Model Thomas

(Zhang et al., 2011). Oleh karena itu, pemodelan data hasil percobaan

sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2 dapat dikatakan cukup sesuai dengan nilai

R² > 0,90. Analisis regresi linier digunakan pada setiap set data untuk menentukan

parameter model Yoon-Nelson, yaitu; kYN (ml/mg/menit) dan τ (menit), yang

hasilnya sebagaimana tertera pada Tabel 2. Hasil percobaan menunjukkan bahwa

nilai kYN meningkat seiring dengan peningkatan laju aliran (v) dan penurunan

tebal adsorben (h). Hal sebaliknya terjadi pada nilai τ yang meningkat seiring

dengan penurunan laju alir (v) dan peningkatan tebal adsorben (h). Hal ini

disebabkan oleh fakta bahwa laju aliran yang lebih tinggi akan mengakibatkan

pengurangan waktu untuk proses adsorpsi dan mempercepat tercapainya

kesetimbangan adsorpsi (Zhang et al., 2011). Konstanta kinetik (kAB) dan

kapasitas adsorpsi kolom (qAB) model Adam and Bohart pada berbagai kondisi

percobaan adsorpsi warna limbah cair sasirangan dengan karbon aktif dalam

fixed-bed column dapat dilihat pada Tabel 2. Dengan nilai R² < 0,90,

menunjukkan bahwa tingkat kesesuaian model ini dengan data hasil penelitian

tergolong rendah, sehingga hasil perhitungan nilai qAB tidak cocok dengan data

hasil penelitian dan model Adam and Bohart dianggap tidak tepat untuk

menggambarkan kinetika kolom adsorpsi yang terjadi (Mizwar, 2013).

Page 55: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kinerja dari

pengaturan laju aliran berbanding terbalik dengan efektifitas penyisihan warna,

dan sebaliknya pengaturan tebal adsorben berbanding lurus dengan efektifitas

penyisihan warna pada limbah cair sasirangan. Persentase penyisihan maksimum

(%Rmax) yang diperoleh adalah sebesar 57,48% pada laju aliran 20 ml/menit dan

tebal karbon aktif 30 cm. Pola adsorpsi warna oleh karbon aktif pada penelitian ini

mengikuti model Thomas dengan kapasitas adsorpsi maksimum sebesar 72,339

mg/g. Untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi dan efektifitas penyerapan warna

pada limbah cair industri sasirangan dengan karbon aktif dalam fixed-bed column

perlu diperhatikan kondisi pH operasi dan konsentrasi zat pencemar lain yang ada

dalam limbah cair industri sasirangan (Mizwar, 2013).

Pemanfaatan Rumput Alang-Alang (Imperata Cylindrica) Sebagai Biosorben

Cr(Vi) Pada Limbah Industri Sasirangan Dengan Metode Teh Celup

Sasirangan merupakan kain khasdaerah Kalimantan Selatan

dandiproduksi oleh masyarakat Banjardalam skala industri rumah tangga.Industri

kain sasirangan dalampembuatannya sebagaimana industritekstil lainnya banyak

melibatkan prosespewarnaan dan pencelupan. Dalampewarnaan, digunakan

bahan-bahanpewarna sintetik seperti pewarnaannaphtol dan senyawaan

garam.Pemakaian bahan pewarna sintetis initentu saja mengakibatkan limbah

cairyang dihasilkan sebagai buanganmengandung berbagai macampencemar,

seperti fenol; senyawaanorganik sintesis; dan logam berat. Sejumlah penelitian

telahdilakukan untuk mengolah limbah cairindustri sasirangan ini. Pada

umumnyametode yang sering digunakan untukpenyerapan logam berat adalah

metodekolom dan metode batch. Hanya sajaada beberapa kelemahan dari

keduametode yang sering digunakan tersebut.Salah satu metode yang relatif

mudahdan bahan yang digunakan relatif murahadalah menggunakan

biomassatumbuhan sebagai adsorben logamberat. Salah satu tumbuhan yang

dapatdigunakan sebagai biomassa adalahImperata cylindrica (rumput alang-

alang).Tumbuhan ini dapat hidup dalam kondisilingkungan yang ekstrim,

termasuklingkungan yang banyak terdapat logamberat toksik (Sastroutomo,

1990).

Page 56: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

Dalam rangka meningkatkan nilaiguna tumbuhan ini maka

Imperatacylindrica dimanfaatkan sebagaiadsorben logam berat. Hal inididasarkan

bahwa, setiap bagiantumbuhan mengandung biopolimer,diantaranya selulosa yang

merupakanpolisakaridaarsitektural yangmembentuk komponen serat dari

dindingsel tumbuhan dan protein yangmengandung gugus fungsional:karboksilat,

hidroksil, dan gugus aminoyang dapat berinteraksi dengan logam. Tumbuhan

Imperata cylindricadikumpulkan bagian daunnya kemudiandicuci dan

dikeringkan. Setelah itudihaluskan dan disaring denganmenggunakan saringan

120 meshdandisimpan dalam desikator. Preparasi biomassa dilakukandengan

mencuci biomassamenggunakan HCl 0,1 M sampaiterbentuk pasta. Pencucian ini

dilakukansebanyak 2 kali yang diikuti dengansentrifuge 2800 rpm selama 5

menit.Endapan disaring dengan kertas saringkemudiandicuci dengan akuades

hinggabiomassa bebas ion Cl-. Biomassadikeringkan dalam oven dengan suhu

60oC selama 5 jam, lalu disimpan dalamdesikator sampai beratnya

konstan,kemudian disaring kembalimenggunakan saringan 120 mesh.Biomassa

telah siapdigunakan untukprosedur selanjutnya (Hardini, 2009).

Kertas saring dibuat sedemikianrupa membentuk suatu kantong

dengantali sebagaialat penarik saat kantongtersebut dicelupkan ke dalam

sampelseperti kantong yangbiasanyadigunakan untuk teh

celup.Selanjutnyabiomassa dapat dimasukkan ke dalamkantong tersebut danmedia

pencelupsiap untuk digunakan. Sebanyak 1 gram biomassadimasukkan ke dalam

Erlenmeyer yangberisi 100 ml larutan Cr(VI) dengankonsentrasi 20 mg/l yang

sudah diaturpH nya dengan penambahan HCl 0,01 Mdan NaOH sehingga pH

larutan berturutturutmenjadi 2, 3, 4, 5, 6. Kemudiandiaduk selama 60 menit dan

disentrifugepada 2800 rpm selama 5 menit.Endapan disaringdengan kertas

saringdan supernatan diukur denganSpektrofotometer Serapan Atom

(AAS).Konsentrasi awal larutan logam jugadiukur dengan AAS. Sebanyak 1 gram

biomassadimasukkan ke dalam Erlenmeyer yangberisi 100 mlarutan Cr(VI)

dengankonsentrasi 20 mg/l yang sudah diaturpH-nya pada pH

optimum.Larutandiaduk selama waktu kontak 15, 30, 45,60, 75, 90 dan120 menit

kemudiandisentrifuge dengan kecepatan 2800 rpmselama 5 menit. Endapan

Page 57: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

disaring dansupernatandiukur dengan AAS.Konsentrasi awal larutan logam

jugadiukur dengan AAS (Hardini, 2009).

Sebanyak 1 gram biomassadimasukkan ke dalam media

pencelup,kemudian biomassa tersebut dicelupkanke dalam Erlenmeyer yang berisi

100 mllarutan logam Cr(VI) 20 mg/l yang sudahdiatur pH pada waktu kontak

optimum.Larutan logam yang sudah dikontakkandengan biomassa tersebut

diambilsetelah waktu kontak optimum.Biomassanya kemudiandicelupkankembali

ke dalam 100 ml HCl 0,1 M dandikontakkan selama waktu kontakoptimum.

Larutan diambil kembali.Konsentrasi awal dan larutan yangsudah dikontakkan

dengan biomassadiukur dengan AAS. Prosespenambahan larutan logam dan

recoverydilakukan sebanyak 2 kali (Hardini, 2009).

Untuk mengidentifikasi gugusfungsi pada biomassa dan gugus

fungsiyang berinteraksi dengan ion logamCr(VI) dilakukan analisis

denganSpektroskopi Inframerah. Masing-masing+ 1 mg sampel biomassa dan

biomassayang telah dikontakkan logam dibuatpelet dengan menggunakan KBr

kering.Sebanyak 300 mg, hasil pelet masing-masingselanjutnya diukur

menggunakanSpektrofotometer Inframerah (Shimadzumodel FTIR-8201 P).

Preparasi biomassa rumputalang-alang dilakukan dengan mencucirumput alang-

alang, dikeringkan, dandihaluskan sampai berukuran 120 mesh,kemudian

biomassa tersebut dicucidengan HCl 0,1 M sebanyak dua kali.Pencucian ini

dimaksudkan untukmelepaskan pengotor dan mendesorpsilogam-logam yang

mungkin terikat padadinding sel biomassa melalui prosespertukaran ion sebagai

berikut :

M-Biomassa + 2HCl D M2+

+ 2Cl- + 2HBiomassa

Hal ini akan menambah situs aktif padabiomassa yang dapat digunakan

untukmengikat logam.Tahap pencucian selanjutnyadigunakan akuades, di mana

akuades iniuntuk menghilangkan ion Cl- yangterdapat pada biomassa.

Keberadaanion Cl- dapatdideteksi denganpenambahan AgNO3 pada air

pencucibiomassa membentuk endapan putihAgCl. Jika pada air pencuci

tidakterbentuk endapan putih lagi makabiomassa sudah bebas dari ion Cl

(Hardini, 2009).

Page 58: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

Ag+ + Cl- D AgCl (s)

Biomassa yang telah dicucikemudian dikeringkan kembali dandisaring.

Penyaringanbiomassa sampaiberukuran 120 mesh ini dilakukan untukmemperluas

permukaan biomassa, dimana hal ini diharapkan dapatmemperluas pula

penyerapan logamoleh biomassa. Biomassa yang diperolehmelalui tahap preparasi

merupakanbiomassa denganberat kering.Biomassa inilah yang selanjutnya

akandiinteraksikan dengan ion logam. Derajat keasaman (pH)merupakan salah

satu faktor yangmempengaruhi biosorpsi logam olehbiomassa. pH akan

mempengaruhimuatan situs aktif yang terdapat padabiomassa. Selain itu, pH juga

akanmempengaruhi spesies logam yang adadalam larutan sehingga

akanmempengaruhi terjadinya interaksi ionlogam dengan situs aktif

dariadsorben(Lestari et al., 2003; Horsfall & Spiff,2004).

Untuk mempelajari pengaruh pHterhadap interaksiantara Cr(VI)

denganbiomassa rumput alang-alang. Makalarutan Cr(VI)

diinteraksikandenganbiomassa pada beberapa titik pH yaitu 2,3, 4, 5 dan 6 seperti

yang ditunjukkanpada tabel 1. Penelitian sebelumnya telahdilaporkan bahwa

logam dapat berikatandengan beberapa asam organik yangterdiri atas ligan

karboksil. Pada pHrendah gugus karboksil di permukaanbiosorben mengalami

protonasi sehinggakemungkinan untuk berikatan dengan ionbermuatan positif

sangat kecil. Pada pHtinggi (di atas 4), gugus karboksilmengalami deprotonasi

mengakibatkanpermukaan biosorben menjadibermuatan negatif sehingga ion

positifdari logam akan tertarik dan membentukikatan dengan gugus di

permukaanbiosorben (Baig et al., 1999). Sehinggasemakin tinggi pH maka

semakin banyakguguskarboksil pada biomassa yangakan bertindak sebagai ligan

Page 59: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

dalampembentukkan kompleks dengan ionlogam seperti yang terlihat pada

gambar1 (Hardini, 2009).

Gambar 1. menunjukkan bahwaadsorpsi Cr(VI) meningkat tajam

didaerah 2-3 dengan adsorpsi optimumterjadi pada pH 3 sebanyak

94,03%.Sedangkan adsorpsi Cr(VI) olehbiomassa cenderung menurun

seiringdengan kenaikan pH. Pada pH 3, Cr(VI)teradsorpsebanyak 94,03%

sedangkanpada pH 4 hanya 92,44% Cr(VI) yangteradsorpsi. Haltersebut

menunjukkanbahwa pH optimum adsorpsi Cr(VI)terjadi pada pH 3. Hasil

penelitian Guptadan Babu (2006) tentang adsorpsiCr(VI) menggunakan biomassa

benihasam jawa juga menunjukkan adsorpsioptimum Cr(VI) terjadi sekitar pH 1-

3.Fenomena ini dapat dijelaskanberdasarkan mekanisme ikatan antaraCr(VI) dan

biomassa, yaitu pada pH lebihtinggi Cr(VI) terdapat sebagai anion oksiseperti

CrO42-, HCrO4- atau Cr2O72-,danbiomassa juga bermuatan negatifsehingga

adsorpsinya rendah.Sedangkan pada pHrendah, Cr(VI)direduksi menjadi Cr(III)

oleh biomassasehingga adsorpsi optimum Cr(VI)terjadi pada pH 3 (Hardini,

2009).

Umumnya, tumbuhan memilikiwaktu retensi (waktu yang

diperlukanuntukmengadsorpsi ion logam hinggajenuh) yang berbeda-beda.

Biomassadapat mengikat ion logam dalam rentangwaktu yang spesifik, dimana

adsorpsiterjadi selama permukaanbiomassabelum mencapai kejenuhan. Tiap

jenisbiomassa memiliki kemampuan untukmengikat ion logam hingga

mencapaimaksimum. Namum setelah batasmaksimum telah dilewati dan

permukaanbiomassa menjadi terlalu jenuh untukmenjerap ion logam, maka

Page 60: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

biomassadinyatakan telah melampaui batastoleransi (Kaim & Schwedersky

(1994)dalam Yudistri, 2007). Pengaruh waktukontak terhadap jumlah Cr(VI)

yangdapat teradsorpsi oleh biosorbendisajikan dalam tabel 2 (Hardini, 2009).

Berdasarkan tabel 2menunjukkan Cr(VI) sudah dapatteradsorpsi pada

biomassaImperatacylindrica dalam waktu yang relatifsingkat. Adsorpsi Cr(VI)

pada biomassaImperata cylindrica terus meningkatsampai 90 menit, kemudian

mengalamipenurunansetelah interaksinya stabil.Waktu optimum biomassa

Imperatacylindrica untukmengadsorpsi Cr(VI)terjadi pada waktu interaksi 90

menitdengan jumlah ion logam yang terjerap13,51351% (Hardini, 2009). Relatif

cepatnya adsorpsi Cr(VI)oleh biosorben kemungkinan besardisebabkan

karenainteraksinyamerupakan interaksi pasif yang tidakmelibatkan proses

metabolisme (Lestariet al., 2003). Proses ini terjadi ketika ionlogam terikat pada

dinding sel biosorben.Mekanisme pasif dapat dilakukandengan dua cara, yaitu

pertama denganpertukaran ion dimana ion pada dindingsel biosorben digantikan

oleh ion-ionlogam; dan kedua adalahpembentukansenyawa kompleks antara ion

logamdengan gugus fungsi seperti karbonil, amino, thiol, hidroksil, fosfat

danhidroksi-karboksil secara bolak balik dancepat (Putra & Putra, 2003).

Page 61: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

Pengikatan ion logam umumnyaterjadi pada awal-awal reaksi dan

padareaksi selanjutnya akan berjalanseragam, atau bahkan bisa terjadipenurunan

karena dinding sel biomassasudah mengalami dekomposisi lebihlanjut (Jasmidi

dkk., 2002). Adsorpsi ionlogam pada dinding sel biomassadisebabkan karena

terjadinya ikatanpada permukaan dinding sel (surfacebinding),melalui mekanisme

fisika dankimia, seperti pertukaran iondanpembentukan kompleks (Hardini,

2009).

Penentuan kapasitas penjerapanion logam oleh biomassa dilakukan

padapH dan waktu optimum, yang dinyatakandalam mg ion logam per gram

biomassa(mg/g). Untukmengetahui besarnyakapasitas adsorpsi Cr(VI) oleh

biomassarumput alang-alang, maka larutan Cr(VI)dengan berbagai variasi

konsentrasiawal diinteraksikan dengan biomassayang beratnya konstan.

Variasikonsentrasi awal larutan logam yangdigunakan adalah 10,20, 25, 50, 75

dan100 mg/l. dalam menentukan kapasitasadsorpsi ion logam Cr(VI)

inidigunakanmetode teh celup, yaitu suatu metodeyang menggunakan kantung teh

celupsebagai wadah biomassa rumput alangalang.Biomassa dalam kantung

tehcelup itu kemudian dikontakkan denganlogam dengan cara

mencelupkannyapada pH dan waktukontak optimum.Sebagai kontrol digunakan

kantung tehcelup tanpa berisi biomassa yangdicelupkan ke dalam larutan

logam.Selain itu juga dilakukan aplikasilangsung ke limbahcair sasiranganuntuk

mengetahui besar kapasitas Cr(VI)dari limbah tersebut yang dapatteradsorpsi

dengan menggunakanbiomassa Imperata cylindrica denganmenggunakanmetode

Page 62: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

teh celup ini.Hasil dari kapasitas Cr(VI) yangteradsorpsi dapat dilihat pada tabel

2dan 3 (Hardini, 2009).

Page 63: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

Tabel 3 menunjukkan bahwajumlah Cr(VI) yang dapat teradsorpsipada

biomassa Imperata cylindricameningkat seiring dengan bertambahnyakonsentrasi

Cr(VI) yang dipakai.Peningkatan yang relatif tajam terjadimulai dari konsentrasi

10 mg/l hingga 20mg/l. Selanjutnya, setelahkonsentrasinya mencapai 20

mg/l,kenaikan konsentrasi Cr(VI) relatif tidakbanyak menaikkan jumlah logam

yangteradsorpsi. Kontrol yang digunakandalam penelitian ini berfungsi

untukmengetahui besar kapasitas adsorpsiCr(VI) dari kertas saring yang

digunakansebagai kantung teh celup tanpa diisidengan biomassa. Adapun data

yangdapat diperoleh dari kontrol yangdigunakan pada larutan Cr(VI)

padakonsentrasi 20 mg/l diketahui kapasitasadsorpsi yang diperoleh sebesar

5,20%dengan konsentrasi logamyangteradsorpsi sebesar 0,95 mg/l.

Nilaipersentase dari kapasitas adsorpsi untukkontrol ini lebih kecil dari

persentaseuntuk larutan Cr(VI) pada konsentrasi 20mg/l dengan menggunakan

biomassa (Hardini, 2009).

Tabel 4 menunjukkan bahwajumlah Cr(VI) dalam limbah cairsasirangan

sebelum diadsorpsi denganbiomassa Imperata cylindrica sebesar0,1639 mg/l.

Namun, setelahdiadsorpsidengan biomassa Imperata cylindricajumlah Cr(VI)

dalam limbah cairsasirangan tersebut mengalamipenurunan menjadi 0,1215 mg/l.

Daridata tersebut dapat diketahui bahwabiomassa Imperata cylindrica

dapatmengadsorpsi logam Cr(VI) dalamlimbah cair sasirangan tersebut

dengankapasitas adsorpsi sebesar 25,87%. Proses recovery berkaitandengan

proses pelepasan ion logamyang terikat pada biomassa. RecoveryCr(VI) dari

Page 64: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

biomassa rumput alang-alangdilakukan dengan metode tehcelup.Seperti halnya

proses adsorpsi, recoveryjuga menggunakan biomassa yangdikontakkan dengan

larutan logamdengan metode teh celup (Hardini, 2009).

Menurut Ahalya et al. (2005)recovery dapat dilakukan

menggunakanasam-asam mineral encer seperti HCl,H2SO4, HNO3dan

CH3COOH untukmendesorpsi logam dari biomassa.Asam mineral dengan

konsentrasi diatas 0,1M tidak cocok digunakan untukmeregenerasi biomassa

karena akanmerusak biomassa (Susanti et al., 2004).Padapenelitian ini digunakan

HCl 0,1 Muntuk me-recovery Cr(VI) dari biomassarumput alang-alang.

Logam Cr(VI) yang dapatdiperoleh kembali (recovery) dapat dilihat pada

tabel 5 dan pada gambar 4.Pada ulangan ke 1, Cr(VI) yang dapatdiperoleh

kembali sebesar 76,47059%,sedangkan pada ulangan ke 2 sebesar66,07143%.

Persen recovery Cr(VI) yangdapat diperoleh pada ulangan 1 lebihbesar hal itu

disebabkan karena jumlahgugus aktif yang dapat mengikat logamlebih banyak

sehingga jumlah Cr(VI)yang dapat terserapjuga lebih banyak,sedangkan pada

ulangan ke 2 jumlahCr(VI) yang dapat terserap olehbiomassa menurun, hal itu

disebabkankarena berkurangnya kemampuanbiomassa yaitu berkurangnya gugus

aktifdari biomassa yang dapat mengikatlogam Cr(VI) karena gugus aktifbiomassa

telah berikatan dengan logamCr(VI) pada ulangan 1. Cr(VI) dapat terlepas

Page 65: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

denganmudah dari biomassa Imperata cylindricasetelah perlakuan dengan

HCl.Perlakuan dengan HCl pada proses inibertujuan untuk melepaskan ion

logamyang terikat pada dinding sel biomassamelalui mekanisme pertukaran ion

(Hardini, 2009).

Proses terikatnya Cr(VI) pada dinding selbiomassa Imperata cylindrica

terjadimelalui mekanisme pertukaran ion sajasehingga dapat dengan mudah

lepasdari dinding sel tersebut melaluipertukaran ion H+. Proses recoverylogam ini

sangat berkaitan denganprinsip HSAB, dimana asam kerascenderung berikatan

dengan basa kerasdan asam lunak cenderung berikatandengan basa lunak. Ion

logam Cr(VI)merupakan asam keras, sedangkan ionH+ merupakan asam keras

sehingga ionlogam Cr(VI) dapat ditukar oleh ion H+.Larutan HCl pada proses ini

hanyamelepaskan ion logam yang terikat padadinding sel biomassa melalui

mekanismepertukaran ion (Hardini, 2009).Hal ini juga dapat

dijelaskanberdasarkan kemampuan polarisasinya.Menurut Hughes & Poole (1989)

dalamJasmidi dkk., (2002), menyatakan bahwakation dengan

kemampuanpolarisasiyang tinggi merupakan pusat muatanpositif yang

berkerapatan tinggimenghasilkan interaksi yang kuatdengan ligan dan ion yang

berukurankecil bermuatan tinggi akan memilikikekuatan ikatan yang makin

besardaripada ion yang berukuran besar bermuatan rendah. Proses perolehan

kembali(recovery) logam Cd(II) yang terikat padabiomassa dilakukan

denganmenggunakan asam encer dalampenelitian ini menggunakan HCl 0,1

M.Penggunaan asam encer 0,1 M karenaasam mineral di atas 0,1 M dapatmerusak

biomassa (Susanti, dkk., 2004).

Biomassa Imperata cylindricayang dianalisis merupakan biomassayang

alami atau belum diinteraksikandengan logam Cr(VI). BiomassaImperata

cylindrica tersebut dianalisisdengan FTIR Shimadzu 8400 untukmengidentifikasi

keberadaan gugus-gugusfungsional yang terdapat padabiomassa Imperata

cylindrica. Hasilanalisis gugus fungsional yang berupaspektrum Inframerah

Imperata cylindricatersebut dapat dilihat pada Gambar 5 (Hardini, 2009).

Page 66: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

Berdasarkan spektrumInframerah biomassa Imperata cylindricayang

disajikan pada gambar 5, terdapatbeberapa puncak-puncak serapan padabilangan

gelombang sebagai berikut,3413,8 ; 2920,0 ; 2854,5 ; 2430,1 ;1631,7 ; 1512,1 ;

1384,8 ; 1319,2 dan1037,6 cm-1. Pita serapan yang munculpada bilangan

gelombang 3413,8 cm-1menunjukkan adanya vibrasi ulur –OH.Pada bilangan

gelombang ini jugamenunjukkan adanya vibrasi ulur N–Hyang diperkuat dengan

adanya pitaserapan lemah di sebelah kiri bilangangelombang 3413,8 cm-1 yang

merupakanvibrasi dari ion ammonium. Pernyataanini diperkuat lagi dengan

adanya serapanpada bilangan gelombang 1161,1 cm-1dan 898,8 cm-1 yang

menunjukkanadanya vibrasi ulur C–N dari aminaaromatik tersier dan

vibrasitekukan N–Hke luar bidang (Hardini, 2009).

Serapan lemah pada bilangangelombang 2920,0 cm-1 dan 2854,5 cm-

1yang mengidentifikasikan adanya vibrasiulur dari –CH alifatik. Vibrasi ulur –

OHdari ikatan hidrogen juga teridentifikasipada bilangan gelombang 2430,1 cm-

1dengan pita serapan yang lemah. Padabilangan gelombang 1631,7 cm-1

munculpita serapan yang cukup kuatyangmenunjukkan vibrasi ulur asimetri

anion–COO-. Pita serapan yang muncul padabilangan gelombang 1384,8 cm-

1menunjukkan adanya vibrasi ulur –C-Hdari CH3 dan pita serapan pada

bilangangelombang 1319,2 cm-1 menunjukkanadanya vibrasi ulur –C-O

Page 67: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

asamkarboksilat dalam bentuk dimer. Getarandari –O-CH3 teridentifikasi pada

bilangangelombang 1037,6 cm-1 (Tan, 1998).

Spektrum Inframerah yang tersajipada gambar 6 memperlihatkan

adanyapergeseran serapan pada beberapabilangan gelombang, yaitu

bilangangelombang 3413,8 cm-1 yang lebarmengidentifikasikan adanya vibrasi

O–Hyang berikatan hidrogen mengalamipergeseran menjadi 3425,58 cm-

1.Vibrasi ulur C–H alifatik untuk CH2 yangteridentifikasi pada bilangan

gelombang2920,0 cm-1 dan 2854,5 cm-1 mengalamipergeseran menjadi 2916,37

cm-1. Padabilangan gelombang 1384,8 cm-1mengalami pergeseran

menjadi1373,32cm-1 yang menunjukkan vibrasi ulur –C-Hdari CH3. Pergeseran

puncak juga terjadipada bilangan gelombang 1631,7 cm-1yang menunjukkan

vibrasi ulur asimetrianion –COO- menjadi 1635,64 cm-1. Pitaserapan pada

bilangan gelombang1512,1 cm-1 yang menunjukkan vibrasiulur C=C aromatik

juga mengalamipergeseran menjadi 1512,19 cm-1.Sedangkan untuk rangkaian C-

O untukkarboksilat juga mengalami pergeserandari bilangan gelombang 1319,2

cm-1menjadi 1319,31 cm-1. Pada bilangangelombang 1037,6 cm-1 untuk getaran

OCHbergeser menjadi 1064,71 cm-1 (Hardini, 2009).

Selain itu, pergeseran yangmuncul pada bilangan gelombang3413,8 cm-1

juga mengidentifikasikanadanya vibrasi N–H yang diperkuatdengan munculnya

Page 68: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

serapan di sekitar1100 cm-1 yang menunjukkan ibrasi ulurC–N dari amina, serta

munculnyaserapan lemah di sebelah kiri daribilangan gelombang 3413,8 cm-1

yangmenunjukkan adanya ion ammonium.Adanya pergeseran yang terjadi

padapita serapan dari suatu gugus fungsimenunjukkan bahwa biomassa

Imperatacylindrica mampu mengikat Cr(VI), yaitumelalui gugus hidroksil,

karboksil, metil, ammonium, dan rangkaian alkana (Hardini, 2009).

Pengolahan Limbah Cair Sasirangan Secara Filtasi Melalui Pemanfaatan

Arang Kayu Ulin Sebagai Adsorben

Kain sasirangan merupakan kain khas daerah Kalimantan Selatan yang

diproduksi oleh masyarakat Banjar dalam skala home industry. Menurut data dari

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalimantan Selatan, jumlah home indutry

ini sebanyak 103 unit. Bagian penting pembuatan kain sasirangan adalah

membuat motif dengan pewarnaan kain yang sudah jadi dengan menggunakan

pewarna sintetis yang relatif stabil melekat kuat pada kain. Dalam kegiatan

produksinya, selalu dihasilkan limbah cair dalam jumlah yang cukup banyak.

Limbah cair tersebut langsung dibuang ke lingkungan sekitar tanpa melalui proses

pengolahan.Industri sasirangan dalam proses pengolahan kain meliputi beberapa

tahapan, yaitu : penyirangan kain, penyiapan zat warna, pewarnaan, pencucian,

penjemuran dan penyetrikaan.Tahap produksi yang menghasilkan limbah berasal

dari proses pewarnaan dan pencucian. Dalam tahap pewarnaan, zat warna yang

digunakan adalah pewarna sintetis dan zat warna yang berasal dari tumbuhan dan

akar-akaran yang berasal dari hutan di Kalimantan. Sebagai bahan pembantu

untuk menimbulkan dan menguatkan warna dipergunakan antara lain adalah jeruk

Page 69: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

nipis, jeruk sitrun, cuka, sendawa, tawas, air kapur, terusi, garamdiazonium,

NaOH, spiritus, asam sulfat, dan lain-lain, sedangkan untuk pencucian digunakan

detergen (Utami, 2008).

Limbah cair sasirangan yang dibuang umumnya berasal dari proses

pewarnaan, baik buangan dari sisa pencelupan maupun dari proses pencucian.

Limbah cair industri sasirangan umumnya mengandung kontaminankontaminan

yang jumlahnya melebihi Baku Mutu Limbah Cair Untuk Industri Tekstil Nomor:

KEP-51/MENLH/10/1995. Kontaminan-kontaminan tersebut adalah TSS (total

suspended solid) dan logam krom dengan jumlah diatas 50 ppm dan 1 ppm serta

bahanbahan organik yang menyebabkan tingginya nilai COD (chemical oxygen

demand) dan BOD (biochemical oxygen demand), sehingga bila tidak ditangani

secara tepat dapat mengganggu lingkungan sekitarnya (Utami, 2008).

Pemanfatan arang atau arang aktif sebagai adsorben limbah cair

sasirangan sangat memungkinkan untuk dilakukan di Kalimantan Selatan,

mengingat banyak limbah kayu tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal,

dimana selama ini hanya dimanfaatkan sebagai kayu bakar dan arang, arang oleh

masyarakat baru dimanfaatkan untuk keperluan memasak. Karbon aktif kayu

galam dengan waktu variasi pengarbonan 1,5; 2,0; 2,5 dan 3 jam serta variasi suhu

500, 650, 750, dan 900oC masih di bawah standar SII4, 5). Adsorbsi arang kayu

ulin menunjukkan bahwa karbon aktif limbah kayu ulin dengan waktu kontak 24

jam ukuran 100 mesh mampu menurunkan kadar COD sampai dibawah batas

baku mutu limbah., namun kadar TSS belum mampu diturunkan sampai batas

baku mutu limbah6). Proses filtrasi dapat dilakukan dengan pemakaian arang atau

arang aktif berserta kerikil, pasir, dan ijuk, dimana diharapkan pH kadar COD,

TSS, fenol dan logam berat akan turun. Penelitian ini bertujuan untuk ini

menganalisis limbah cair sasirangan (COD, TSS, pH, fenol, dan krom) sebelum

diolah dan mengetahui ukuran arang ulin yang maksimum pengolahan limbah

secara filtrasi untuk COD, TSS, pH, fenol, dan krom (Utami, 2008).

Analisis Limbah Cair Sasirangan

Analisis limbah cair sasirangan meliputi : COD, TSS, pH, fenol , dan

krom dengan cara:

Page 70: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

Parameter COD (Chemical Oxygen Demand) berdasarkan SII No. 1835-85,

Tentang Cara Uji COD Air Limbah

Parameter TSS (Total Suspended Solid) dianalisis menggunakan

spektrofotometer DR 2000

Pengujian pH air limbah dengan pH meter

Fenol dengan menggunakan spektrofotometer UV_Vis

Logam berat krom dianalisis dengan menggunakan AAS

(Utami, 2008).

Karbonisasi Kayu Ulin

Alat yang digunakan adalah drum dari seng atau besi diameter 0,5 m

kapasitas kayu 5 kg, timbangan, dan minyak tanah sedangkan bahan yang

digunakan adalah limbah kayu ulin.

Cara kerja: Sejumlah limbah kayu ulin yang sudah bersih dan kering

dimasukkan dalam drum dan dilakukan karbonisasi dengan menggunakan minyak

tanah sebagai bahan bakarnya, kurang lebih selama 8 jam.

Pembuatan Unit Pengolahan Limbah

Alat-alat yang digunakan adalah drum, kayu, mur, dan kran. Bahan-

bahan yang digunakan adalah arang limbah kayu ulin, pasir, kerikil, dan ijuk

Adapun pembuatan unit pengolahan limbah adalah sebagai berikut

(Utami, 2008) :

1. Menyediakan 2 drum kecil yang mempunyai kapasitas 20 liter atau lebih.

Agar tidak berkarat dapat digunakan drum plastik.

2. Menyediakan rak bertingkat seperti gambar.

3. Mencuci bahan-bahan yang akan digunakan sebagai penyaring (kerikil,

arang, ijuk, dan pasir) dengan menggunakan air panas.

4. Menyusun bak penyaring seperti Gambar 1.

Page 71: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

Analisis Air Limbah setelah Pengolahan secara Filtrasi dengan Pemanfaatan

Arang Kayu Ulin

Parameter yang dianalisis adalah COD, TSS, pH, fenol dan logam berat

Cr sebelum dan setelah diolah dengan menggunakan instalasi pengolahan limbah

secara filtrasi (Utami, 2008). Analisis dilakukan seperti pada Prosedur 3.1.

Analisis Air Limbah setelah Pengolahan secara Filtrasi dengan Pemanfaatan

Arang Kayu Ulin

Penelitian pengaruh ukuran arang limbah kayu ulin (Eusideroxylon

zwageri T) pada pengolahan limbah cair sasirangan secara filtrasi dilakukan

dengan mengukur penurunan nilai parameter pH, COD, fenol, kadar Cr dan

padatan tersusupensi. Berikut ini hasil pengamatan terhadap parameter-parameter

tersebut sebelum dan sesudah mengalami proses filtrasi dengan arang pada

berbagai variasi ukuran (Utami, 2008).

Page 72: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

1. pH

Hasil analisis berbagai variasi ukuran arang kayu ulin terhadap

penyerapan pH limbah cair sasirangan setelah melalui pengolahan limbah secara

filtrasi seperti terdapat pada Tabel 3.Limbah cair sasirangan sebelum diolah

memiliki Ph 10,155 yang menandakan bahwa limbah cair sasirangan bersifat basa.

Hal ini dikarenakan pada proses pembuatan sasirangan banyak menggunakan

bahan-bahan yang bersifat basa seperti air kapur dan NaOH.Nilai pH merupakan

keadaan yang mencirikan keseimbangan antara asam dan basa, serta merupakan

pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan. Berdasarkan Tabel 4,

dapat diketahui bahwa proses filtrasi menggunakan arang limbah kayu ulin

menurunkan nilai pH. Penurunan pH ini juga terlihat pada filtrasi tanpa arang,

meskipun penurunannya tidak sebesar filtrasi dengan arang. Hal ini menandakan

arang dapat menyerap ion hidrogen (H+) dari suatu larutan sehingga menurunkan

nilai pH dari limbah cair sasirangan. Penelitian ini menunjukkan bahwa pH

limbah cair sasirangan yang telah diolah secara filtrasi dapat memenuhi baku

mutu limbah tekstil (Utami, 2008).

2. COD

Hasil analisis berbagai variasi ukuran arang kayu ulin terhadap

penyerapan kadar COD limbah cair sasirangan setelah melalui pengolahan limbah

secara filtrasi seperti terdapat pada Tabel 4.Tabel 4 menunjukkan bahwa proses

filtrasi yang menggunakan arang kayu ulin menurunkan nilai kadar COD.

Page 73: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

Penurunan kadar COD ini juga terlihat pada filtrasi tanpa arang, meskipun

penurunannya tidak sebesar filtrasi dengan arang. Kadar COD sebelum diolah

rataratanya adalah 456,960 mg/l. Penelitian menunjukkan bahwa kadar COD

limbah cair sasirangan yang telah diolah secara filtrasi dapat memenuhi baku

mutu limbah tekstil.Pada Tabel 4 juga terlihat bahwa ukuran arang dari kayu ulin

mempengaruhi kadar COD limbah cair sasirangan setelah diolah secara filtrasi.

Ukuran 20 – 40 mesh menunjukkan penurunan kadar COD sampai 81,358 % yang

merupakan ukuran yang maksimum merurunkan kadar COD (Utami, 2008).

3. Fenol

Hasil analisis berbagai variasi ukuran arang kayu ulin terhadap

penyerapan kadar fenol limbah cair sasirangan setelah melalui pengolahan limbah

secara filtrasi seperti terdapat pada Tabel 5. Tabel 6 menunjukkan bahwa proses

filtrasi yang menggunakan arang kayu ulin menurunkan kadar fenol. Penurunan

kadar fenol ini juga terlihat pada filtrasi tanpa arang, meskipun penurunannya

tidak sebesar filtrasi tanpa arang. Penelitian menunjukkan bahwa kadar fenol

limbah cair sasirangan baik sebelum maupun sesudah diolah secara filtrasi dapat

memenuhi baku mutu limbah tekstil. Pada Tabel 5 terlihat juga bahwa ukuran

arang dari kayu ulin mempengaruhi kadar fenol limbah cair sasirangan setelah

diolah secara filtrasi. Ukuran arang 20 - 40 mesh menunjukkan penurunan kadar

fenol sampai 63,259 %, merupakan ukuan yang mampu menyerap kadar fenol

yang paling maksimum. Arang memiliki kemampuan untuk menyerap bahan

organik yang bersifat non polar seperti fenol karena arang masih memiliki struktur

permukaan kimia yang mengandung senyawa-senyawa seperti asam alifatik,

karbonil dan alkohol 70% (Utami, 2008).

Page 74: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

Pada penelitian ini, adsorpsi arang yang terjadi merupakan proses

reversibel. Hal ini dapat dilihat dari nilai fenol pada ukuran arang lebih kecil dari

20 – 40 mesh adalah meningkat, tidak sesuai dengan teori bahwa semakin kecil

ukuran arang, semakin luas permukaannya, maka semakin banyak bahan

pencemar yang terserap. Arang dengan ukuran yang lebih halus akan ikut larut

saat filtrasi, sehingga bahan pencemar yang seharusnya terserap akan terlepas

kembali ke limbah yang menyebabkan kadar fenol semakin naik (Utami, 2008).

4. Kadar Cr

Hasil analisis berbagai variasi ukuran arang kayu ulin terhadap

penyerapan kadar Cr limbah cair sasirangan setelah melalui pengolahan limbah

secara filtrasi seperti terdapat pada Tabel 6.Tabel 6 menunjukkan bahwa proses

filtrasi yang menggunakan arang kayu ulin menurunkan kadar Cr.Penurunan

kadar Cr ini juga terlihat pada filtrasi tanpa arang, meskipun penurunannya tidak

sebesar filtrasi dengan arang. Penelitian menunjukkan bahwa kadar Cr limbah cair

sasirangan baik sebelum maupun sesudah diolah secara filtrasi tidak dapat

memenuhi baku mutu limbah tekstil.Pada Tabel 6 terlihat juga bahwa ukuran

arang dari kayu ulin mempengaruhi kadar Cr limbah cair sasirangan setelah diolah

secara filtrasi. Ukuran arang 60 mesh menunjukkan penurunan kadar Cr sampai

79,432 %.Hal ini berarti ukuran arang kayu ulin yang lebih halus cenderung

menurunkan kadar Cr pada limbah cair sasirangan (Utami, 2008).

5. Total suspended solid (TSS)

Hasil analisis berbagai variasi ukuran arang kayu ulin terhadap

penyerapan kadar TSS limbah cair sasirangan setelah melalui pengolahan limbah

secara filtrasi seperti terdapat pada Tabel 7. Tabel 7 menunjukkan bahwa pada

ukuran arang 20 – 40 mesh memberikan daya serap maksimum terhadap

Page 75: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

penurunan kadar TSS limbah cair sasirangan setelah diolah melalui filtrasi yaitu

sebesar 14 mg/l. Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan

kekeruhan pada air, tidak terlarut dan tidak mengendap langsung. Padatan seperti

ini biasanya terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil

dari sedimen. Padatan seperti ini merupakan endapan atau koloidal yang berasal

dari bahan buangan organik maupun anorganik. Secara umum dapat disimpulkan

bahwa arang mampu menyerap bahan bahan pencemar seperti bahan organik

maupun anorganik. Arang memiliki kemampuan untuk menyerap bahan-bahan

pencemar baik bahan organik maupun anorganik, hal ini disebabkan karena pada

permukaan arang masih memiliki gugus-gugus kimia seperti karbonil, alkohol dan

asam alifatik (Utami, 2008).

Proses adsorpsi arang terhadap bahan pencemar. Pada proses adsorpsi,

gaya yang mungkin terjadi antara adsorben dan adsorbat adalah gaya van der

Waals atau gaya London. Gaya ini terjadi karena adanya pengaruh interaksi antara

dipol-dipol. Jika adsorbat memiliki permanen dipol dan interaksi terjadi, maka hal

ini disebabkan adanya distribusi muatan oleh adsorben6).. Gaya ini sangat lemah

tergantung dari laju adsorpsinya, oleh karena itu proses adsorpsi dapat bersifat

reversibel (dapat balik) akibat lemahnya gaya antara adsorbat maupun adsorben.

Pengaruh tekanan atau temperatur dapat membuat ikatan antara adsorbat maupun

adsorben lepas, oleh karena itu dalam beberapa proses pada penelitian ini arang

seringkali meningkatkan kembali kadar bahan pencemar dari limbah yang telah

Page 76: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

diolah. Pada proses adsopsi arang , adsopsi yang terjadi adalah adsopsi fisika,

dimana molekul –molekul teradsopsi dengan ikatan yang lemah pada permukaan

adsorben. Proses adsopsi ini bersifat dapat balik, sehingga memungkinkan terjadi

desopsi molekulmolekul yang teradsopsi dapat terjadi pada suhu yang sama8)

(Utami, 2008).

Pada penelitian terlihat bahwa variasi ukuran arang limbah kayu ulin

mempengaruhi penurunan pH, kadar COD, fenol, logam Cr dan TSS. Penyerapan

maksimal ditunjukkan pada ukuran arang 20 – 40 mesh, kecuali pada kadar Cr

yang memberikan penyerapan maksimal pada 60 mesh (Utami, 2008).

Hasil analisis kinerja arang limbah kayu ulin pada ukuran arang yang

memberikan daya serap maksimal terhadap pH,kadar COD, Fenol, logam Cr dan

TSS limbah cair sasirangan setelah melalui pengolahan limbah secara filtrasi

adalah sebagai berikut. Tabel 8 menunjukkan bahwa arang limbah kayu ulin yang

memiliki daya serap maksimum terhadap penurunan pH, COD, fenol, logam Cr

dan TSS pada ukuran 20 - 40 mesh. Hal ini tidak sesuai dengan teori bahwa

semakin kecil ukuran arang, semakin luas permukaan kontaknya maka semakin

banyak bahan pencemar yang diadsorb. Hal ini disebabkan karena semakin kecil

ukuran arang, maka semakin banyak pula yang ikut larut saat proses filtrasi.

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian arang cangkang kelapa sawit

diaktivasi pada suhu 700oC dan diaplikasikan pada limbah kayu lapis ternyata

mampu merurunkan BOD, COD, TSS dan fenol9), juga penelitian arang dari

baggase yang mampu menurunkan Pb pada zat warna tektil10), serta arang galam

untuk menurunkan kadar limbah sasirangan5) (Utami, 2008).

Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: (1) Hasil

ananlisis limbah sasirangan sebelum pengolahan menunjukkan diatas ambang

baku mutu limbah cair; (2) Daya serap maksimum arang limbah kayu ulin

terhadap limbah cair sasirangan yang diolah secara filtrasi ditunjukkan pada

Page 77: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

ukuran arang 20 – 40 mesh. Hasil analisis limbah cair sasirangan setelah diolah

secara filtrasi tuntuk parameter pH, kadar COD, fenol dan TSS telah memenuhi

syarat sesuai dengan Baku Mutu Limbah Cair Untuk Industri Tekstil Nomor: KEP

51/MENLH/10/1995, kecuali kadar logam Cr (Utami, 2008).

Kain Sasirangan merupakan kain adat suku Banjar di Kalimantan Selatan

yang diwariskan secara turun temurun sejak abad XII, saat Lambung Mangkurat

menjadi Patih Negara Dipa. Cerita yang berkembang di masyarakat Kalimantan

Selatan adalah bahwa kain Sasirangan pertama kali dibuat oleh Patih Lambung

Mangkurat setelah bertapa 40 hari 40 malam di atas rakit Balarut Banyu. Konon

menjelang akhir tapanya, rakitnya tiba di daerah Rantau kota Bagantung. Di

tempat ini, ia mendengar suara perempuan yang keluar dari segumpal buih.

Perempuan itu adalah Putri Junjung Buih, yang kelak menjadi Raja di daerah ini.

Sang Putri hanya akan menampakkan wujudnya jika permintaannya dikabulkan,

yaitu sebuah istana Batung dan selembar kain yang ditenun dan dicalap (diwarnai)

oleh 40 putri dengan motif wadi/padiwaringin. Kedua permintaan itu harus selesai

dalam waktu satu hari. Kain yang dicalap itu kemudian dikenal sebagai kain

sasirangan yang pertama kali dibuat (Anonim3, 2010).

Sasirangan berasal dari bahasa Banjar “sirang” yang berarti dirajut, diikat

atau dijahit dengan tangan dan ditarik benangnya. Sasirangan merupakan kain

adat suku Banjar di Kalimantan Selatan yang dibuat dengan teknik tusuk jelujur.

Sejak tahun 2007, industri sasirangan ditetapkan sebagai salah satu dari sepuluh

komoditi/produk/jenis usaha (KPJU) unggulan Kalimantan Selatan. Kain

sasirangan memiliki keunikan yaitu kain ini tampak pada ragam motifnya yang

kaya dan beragam. Kain sasirangan dipercaya memiliki kekuatan magis yang

bermanfaat untuk pengobatan (batatamba), khususnya untuk mengusir roh-roh

jahat dan melindungi diri dari gangguan makhluk halus. Agar bisa digunakan

sebagai alat pengusir roh jahat atau pelindung badan, kain sasirangan biasanya

dibuat berdasarkan pesanan (pamintaan).Menurut para tetua masyarakat setempat,

kain sasirangan dulu digunakan sebagai laung (ikat kepala), dan juga sabuk yang

dipakai kaum pria, serta kaum wanita menggunakan kain sasirangan sebagai

selendang, kerudung, dan udat (kemben). Kain sasirangan juga digunakan sebagai

pakaian adat yang dipakai pada upacara-upacara tertentu. Namun saat ini, kain

Page 78: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

sasirangan tidak lagi diperuntukkan untuk spiritual. Seiring perkembangan zaman,

kain sasirangan kini lebih mengarah untuk keperluan fashion, penggunaannya pun

lebih kreatif, tidak hanya sekedar digunakan sebagai kemben, digunakan dalam

keperluan sehari-hari, dan kain sasirangan merupakan ciri khas sandang dari

Kalsel.Seperti halnya batik kalau dijawa, Kota Banjar pun memiliki kain khas

yang dikenal dengan nama “Sasirangan”. Sasirangan berasal dari kata Sirang.

Kata sirang diambil dari bahasa Banjar yang artinya rajut atau dirajut. Untuk lebih

memudahkan dalam pengucapan atau mengingatnya maka kata sirang itu

ditambah awalan dan akhiran, menjadi sasirangan (Agus, 2014).

Bagi masyarakat Banjar, Sasirangan bukan hanya kain sebagai penutup

dan penghias tubuh, melainkan dapat dijadikan sebagai obat. Mulanya Sasirangan

bernama Langundi yang berarti kain tenun berwarna kuning. Langundi hanya

digunakan oleh kerabat kerajaan Dipa yang berjaya pada tahun 1355-1362.

Langundi berubah nama menjadi Sasirangan setelah menjadi media obat pingitan

(penyakit yang disebabkan oleh roh halus). Secara etimologis, nama Sasirangan

diambil dari kata Sirang yang disesuaikan dengan proses pembuatannya. (dijahit

jelujur kemudian dicelupkan pada pewarna). Pamintan adalah salah satu julukan

Sasirangan yang artinya permintaan, ketika seseorang sedang berobat akibat

terkena pingitan, maka dia akan meminta seorang pengrajin untuk membuat motif

dan warna dari kain putih yang telah disiapkan sebelumnya.Aplikasi Sasirangan di

era modern telah beragam, mulai dari fashion (sepatu, tas, gaun, kaos), elemen

interior (wallpaper, bantal, seprai), dan lain-lain. Keunikan dari motif dan teknik

celup Sasirangan menjadi daya tarik tersendiri. Di bidang interior, motif

sasirangan dapat diaplikasikan mulai dari ethnik- rustik- tradisional- kontemporer

– modern (styles). Daya tarik dari warna dan motif Sasirangan terletak pada

keunikan cara pembuatan sasirangan. Teknik lipat, ikat rafia, karet, ikat kelereng,

jahit jelujur dan eksperimen lainnya membuat motif Sasirangan menjadi sangat

beragam (Anonim4, 2014).

Membuat Kain Sasirangan

Jenis bahan sasirangan sendiri pun bermacam-macam, mulai dari sutra

ATBM (alat tenun bukan mesin), sutra serat nenas, sutra

grand/super/organdi/chiffon, prima, katun Jepang, satin dan dorbi. Harganya

Page 79: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

cukup bervariasi tergantung jenis bahan dan motif yang anda pilih. Untuk jenis

sutra, semakin sulit pembuatan corak/motif atau yang disebut motif berpola, maka

harganya pun semakin mahal. Kembali ke asal sasirangan, mungkin anda sering

mendengar kain jumputan Palembang. Kata jumputan itu pun berasal dari kata

jumput yang artinya diikat, kemudian mendapat akhiran maka dikenallah dengan

sebutan kain jumputan.Kalau anda perhatikan antara kain Sasirangan dan kain

Jumputan, kelihatan ada sedikit persamaan, dari segi warna maupun motif. Bahan

baku kain dan bahan pewarna yang digunakan oleh pengrajin jumputan, sebagian

juga ada yang digunakan oleh pengrajin sasirangan. Perbedaannya mungkin

terletak pada proses pembuatannya, kalau kain jumputan mereka menggunakan

tali rapia yang sudah dikecilkan untuk mengikat motif dan merajut, sedangkan

kain sasirangan itu lebih dominan menggunakan benang untuk menyirang atau

merajut sehingga ketika proses akhir selesai, benang yang melekat pada kain

itulah yang dinamakan sasirangan.Untuk mendapatkan motif sasirangan yang

bagus diperlukan ketelitian pengrajin bagian sirang atau merajut, jika penusukan

jarum yang mengikuti pola motif yang ada pada lembaran kain itu jaraknya tidak

terlalu jauh dan juga menarik ikatan benangnya pada masing-masing motif itu

kuat, istilah bahasa banjarnya pisit maka hasilnya akan jauh lebih baik dan motif

sasirangan terlihat jelas (Anonim4, 2014).

Proses pembuatan kain sasirangan cukup rumit/unik, dikerjakan melalui

tahap-tahapan mulai dari mendesign motif, merajut, mencelup, membuka rajutan,

mencuci dan menstrika. Keseluruhan penyelesaiannya dikerjakan oleh masing-

masing pengrajin sesuai dengan keahliannya dan tidak menggunakan alat

mekanis.Untuk mendapatkan hasil yang baik diperlukan pemilihan bahan baku

dan pewarna yang berkualitas, kalau kita menggunakan bahan warna yang

berkualitas maka hasil yang diperoleh pun akan memiliki mutu yang tinggi, hal ini

bisa kita lihat dengan kecerahan warna yang lekat pada kain (tidak kelihatan

suram), awet dan tahan lama.Jika para pengrajin menggunakan bahan pewarna

yang bagus dan berkualitas maka kesan atau image dari masyarakat yang

mengatakan kain sasirangan itu luntur akan hilang dengan sendirinya. Karena itu

para pengrajin berusaha menjaga kualitas. Namun perlu diketahui, anda akan

menemui perbedaan harga antara masing-masing pengrajin, hal tersebut

Page 80: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

dipengaruhi oleh jenis bahan pewarna maupun kain yang mereka gunakan

(Anonim4, 2014).

Alat yang dibutuhkan(Anonim4, 2014) :

Gunting

Pensil

Benang jeans

Rafia

Karet gelang

Jarum

Manik-manik, biji buah

3 buah ember

Kaos tangan karet

Bahan yang digunakan(Anonim4, 2014) :

Kain primisima

Pewarna batik/ zat warna Naphtol

Proses pembuatan kain sasirangan saat ini bersifat terbuka, artinya siapa

saja dapat melakukan pembuatan kain khas Banjar tersebut, asal memiliki

keterampilan. Diperlukan adanya kesungguhan, ketelitian dan kecermatan,

sehingga menghasilkan selembar kain sasirangan yang baik, sempurna dan

bermutu. Secara kronologis proses pembuatan kain sasirangan adalah sebagai

berikut (Anonim4, 2014) :

1. Menyiapkan Kain Putih

Langkah pertama dalam membuat kain sasirangan yaitu mempersiapkan

bahan kain putih polos sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Pada awal

kemunculannya bahan baku yang digunakan untuk membuat kain sasirangan yaitu

berupa serat kapas (cotton), namun seiring berjalannya waktu saat ini lebih

banyak memanfaatkan material lain seperti santung, balacu, kaci, king, satin,

polyester, rayon, dan sutera (Anonim5, 2010).

Page 81: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

2. Melukis atau menggambar

Mula-mula pada kain puti dilukis suatu motif sasirangan yang

diinginkan. Kain yang akan dilukis tersebut telah dipotong menurut ukuran yang

diinginkan, misalnya 2 meter atau 3 meter. Kain putih ini bisa dari bahan katun,

santung, balacu,kaci, king, primasima satin atau sutera sesuai yang diinginkan.

Melukis cukup dengan mempergunakan pensil biasa asalkan hasil garis-garis

lukisan tersebut tampak dengan jelas. Pekerjaan melukis atau menggambar ini

dapat dibedakan dalam dua cara, yaitu:

Melukis atau menggambar dengan langsung dan bebas sesuai dengan

lukisan atau gambar apa yang diinginkan, misalnya melukis selembar

daun, bunga, bintang dan lain-lain

Melukis atau menggambar dengan mempergunakan pola atau mal yang

telah ada. Lukisan atau gambar yang dihasilkan tentu saja telah terikat

dengan pola yang sudah ada. Pola atau mal yang telah tersedia tersebut

terdiri dari sepotong karton tebal yang telah berlubang berupa garis lurus,

garis lengkung, bundar dan sebagainya. Pola atau mal itu diletakan di atas

kain putih yang akan dilukis. Setelah selesai, pola atau mail itu diletakan

lagi ke samping kain tersebut untuk mendapatkan gambar yang sama.

Pekerjaan ini sebenarnya bukan melukis atau menggambar, tetapi hanya

menggaris-garis dengan pensil menurut alur garis-garis sesuai pola yang

sudah ada. Motif gambar yang dihasilkan umumnya adalah untuk

Page 82: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

mendapat kain sasirangan yang seragam motifnya dalam jumlah

banyak(Anonim5, 2010)

3. Menjahit atau menjelujur

Setelah lukisan selesai tergambar pada lembaran kain putih tersebut,

pekerjaan berikutnya adalah menjahit. Dengan mempergunakan jarum tangan

yang telah diberi benang yang kuat. Kain tersebut dijelujur (dijahit) mengikuti

garis-garis hasil lukisan. Kadang-kadang jahitan itu bisa saja berupa ikatan

dengan benang. Setelah jelujur dengan benang telah selesai untuk selembar kain,

maka benang-benang tersebut disisit (ditarik kuat), sehingga tampak hasilnya

berupa kain yang dijelujur tersebut menjadi takarucut (mengkerut) (Anonim5,

2010).

Page 83: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

4. Memberi warna

Baskom yang telah disediakan ditaburi zat pewarna yang diinginkan,

kemudian dicarikan dengan ait panas, dan diaduk dengan wancuh atau potongan

kayu sampai cairan warna benar-benar telah merata. Setelah cairan warna sudah

agak dingin, kain yang telah dijelujur dicelupkan ke dalam baskom yang berisi

cairan perwarna tersebut. Pada saat mencelupkan kain kedalam baskom, kedua

belah tangan harus menggunakan sarung tangan dari karet tebal yang panjangnya

sampai ke siku. Kain yang diberi warna tersebut tidak sekedar dicelupkan begitu

saja ke dalam baskom, tetapi harus diremas-remas, dibolak-balik beberapa kali,

sehingga warna yang diinginkan benar-benar telah merata dengan baik pada kain.

Pekerjaan ini biasanya berlangsung antara 5 sampai 10 menit. Setelah selesai

memberi warna di dalam baskom tersebut kain itu kemudian ditempatkan pada

balok rentak guna dikeringkan, tetapi tidak dijemur langsung kena cahaya

matahari. Perendaman kain ke dalam baskom ini bisa beberapa kali, sesuai dengan

jumlah warna yang diinginkan. Kain yang telah diberi warna tersebut ditiisakan

(dikeringkan airnnya dengan cara dibiarkan) lebih kurang 30 menit (Anonim5,

2010).

Page 84: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

5.

Melepaskan benang jahitan

Apabila kain yang telah diberi warna tersebut sudah agak kering,

selanjutnya kain ini digelar di atas tikar purun, benang-benang jahitan atau ikatan

pada kain tersebut dilepaskan seluruhnya. Akan tampai kain tersebut telah

berwarna dengan warna yang diinginkan. Apabila terdapat bagian-bagian tertentu

warnanya belum sempurna, maka secara hati-hati diberikan lagi dengan warna

yang dikehendaki atau terdapat pula tambahan warna yang lain dengan pekerjaan

tambahan yang disebut mencacak, dengan menggunakan kapas yang diikatkan

pada sebatang bilah seperti pensil (Anonim5, 2010).

6. Pengawetan warna

Page 85: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

Selanjutnya dilakukan pencelupan ke dalam larutan pengawet warna

selama beberapa menit, maksudnya agar warna kain sasirangan tersebut dapat

awet (Anonim5, 2010).

7. Dicuci dan dikeringkan

Selanjutnya kain yang sudah selesai diberi warna dan cairan pengawet itu

dicuci dan dikeringkan. Mengeringkan kain tersebut dengan cara dijemur ditempat

yang teduh dan tidak kena sinar matahari secara langsung (Anonim5, 2010).

8. Disetrika

Sebagai penyempurnaan akhir dari proses pembuatan kainsasirangan,

kain tersebut kemudian di setlika agar menjadi halus, licin dan rapi (Anonim5,

2010).

Page 86: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

9.Finishing

Page 87: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN
Page 88: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Pengelolaan Limbah Sasirangan Beserta Tempat Pembuangan Limbah

Sasirangan

Pencemaran air dari industri kain sasirangan dapat berasal dari : buangan

air proses produksi, buangan sisa-sisa pelumas dan minyak, buangan bahan-bahan

kimia sisa proses produksi, sampah potongan kain, dan lainnya. Air buangan yang

bersifat asam atau basa dapat menurunkan daya pembersih alam yang dipunyai air

penampungnya. Air buangan yang mengandung bahan kimia dan sisa-sisa

pelumas dapat merubah warna, bahkan dapat mengakibatkan matinya makhluk-

makhluk air yang sangat penting artinya bagi kehidupan manusia.

Dari penelitian lapangan yang kami lakukan di Nida Sasirangan, industri

tersebut hanya menampung limbah sisa pewarnaannya. Sisa pewarna tersebut

ditampung dalam drum dan mesin cuci bekas, bertujuan agar dapat digunakan lagi

saat ingin mewarnai kain. Limbah air hasil pencucian dari proses pewarnaan

tersebut langsung dibuang di bawah tempat proses pewarna dan pembilasan tanpa

dikelola terlebih dahulu.

Page 89: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

Berdasarkan informasi yang diperoleh tentang pengelolaan limbah cair

kimia secara baik, maka kami selaku pengamat dalam penelitian lapangan ini

memberikan saran-saran antara lain :

1) Bagi pihak industri sasirangan tersebut untuk membuatkan kolam

penampungan dengan teknik pengolahan seperti diatas agar limbah dari

perwarna tidak langsung di buang ke lingkungan karena sifatnya

membahayakan.

2) Selanjutnya, setelah dibuatkan kolam penampungan limbah cair dari

sasirangan disarankan untuk dipisahkan dengan cara pengendapan, agar

bahan kimia dari air pencemar tersebut dapat terpisah dengan air yang akan

dibuang ke sekitar pemukiman masyarakat (sudah ramah lingkungan).

3) Jika hal itu sudah dilakukan, maka langkah selajutnya disarankan untuk

pada periode waktu tertentu kolam penampungan tadi diperiksa dalam

waktu 6 bulan sekali untuk mengecek apakah ada yang rusak. Dan jika ada

yang rusak maka hendaklah diperbaiki secepatnya.

4) Selain itu, pada pabrik Nida sasirangan terjadi pencemaran air, udara dan

tanah. Pencemaran udara yang terjadi ialah apada proses pewarnaan kain

sasirangan yang baru dirajut, yaitu air panas yang dicampurkan dengan zat

pewarna mengeluarkan uap yang sangat banyak dan terhirup oleh

pekerjanya maka itu sangat berbahaya. Saran kami untuk para pekerjanya

dalam melakukan pekerjaan menggunakan masker. Pencemaran air dan

tanah yang terjadi pada proses pembuangan limbah, yaitu zat warna yang

Page 90: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

digunakan dalam proses pewarnaan dibuang langsung ke lingkungan

sehingga menyebabkan terjadinya pencemaran.

3.2 Dampak yang Dihasilkan Dalam Pembuatan Kain Sasirangan

Berdasarkan hasil penelitian yang kami peroleh di Nida Sasirangan, jenis

bahan sasirangan sendiri pun bermacam-macam, mulai dari katun satin, polisima,

sutra, dan semi sutra. Pembuatan sasirangan dengan menggunakan katun satin

paling banyak di minati masyarakat karena mempunyai kualitas kain yang tebal,

sedangkan kain polisima kurang di minati masyarakat karena mempunyai kualitas

kain yang tipis. Harganya cukup bervariasi tergantung jenis bahan dan motif yang

anda pilih. Untuk jenis sutra, semakin sulit pembuatan corak/motif atau yang

disebut motif industri tekstil,berpola, maka harganya pun semakin mahal.

Bahan pewarna yang digunakan dalam pengolahan sasirangan dari

survey yang kami dapatkan mengandung bahan kimia dan tidak menggunakan

bahan pewarna alami. Pengrajin Nida sasirangan saat ini tidak menggunakan

pewarna alami karena sulitnya mencari bahan tersebut. Beberapa contoh pewarna

alami yaitu kunyit untuk warna kuning, daun suji untuk warna hijau, dan daun

jambu atau daun jati untuk warna merah. Dampak dari penggunaan bahan kimia

tersebut dapat mencemari lingkungan, seperti menimbulkan bau yang kurang

sedap, dan merusak kualitas air tanah.

Salah satu bahan pewarna yang digunakan yaitu soda api. Soda api dalam

ilmu kimia disebut NaOH termasuk dalam sejenis basa logam kaustik. Soda api

memiliki sifat senyawa alkalin yang fungsinya semakin kuat ketika dilarutkan

dengan air. Fungsi soda api cukup beragam dalam dunia industri pabrikan seperti

industri tekstil. Soda api memiliki efek negatif pada tubuh. Soda api memang

cukup keras, karena pemanfaatannya sebagai bahan untuk mengelupas cat. Dalam

dunia medis, soda api dikenal sebagai unsur yang bersifat melarutkan jaringan

lemak. Oleh karena itu, saat bersentuhan langsung dengan soda api kulit akan

terasa panas.

Keluhan yang dialami pekerja saat membuat sasirangan adalah gatal-

gatal bila terkena air pewarna sasirangan, sesak napas dikarenakan bau yang

menyengat dan udara yang panas di dalam ruangan pengolahan sasirangan yang

sempit. Tidak ada dampak yang signifikan dari masyarakat sekitar pengolahan

Page 91: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

Nida Sasirangan karena semua masyarakat menggunakan air PDAM bukan air

tanah. Jika terjadi banjir di daerah pengolahan kain sasirangan maka

menyebabkan penyakit kulit seperti gatal-gatal, namun bila banjir surut akan

menimbulkan bau tidak enak.

3.3 Bahaya Limbah Yang Dibuang Langsung Tanpa Diolah Terlebih Dahulu

Pada industri rumahan Nida Sasirangan, para pekerja sasirangan

berjumlah tiga orang, antara lain: satu orang bekerja pada bagian penggambaran

pola sasirangan, satu orang bekerja pada bagian penjahitan sasirangan, dan satu

orang bekerja pada bagian pewarnaan pola sasirangan. Pada bagian pewarnaan

pola sasirangan, Alat Perlindungan Diri (APD) yang digunakan pekerja berupa

sarung tangan karet, dan sepatu boot. Alat perlindungan diri ini akan diganti oleh

pekerja tersebut apabila telah sobek atau rusak serta tidak layak untuk dipakai.

Limbah cair sasirangan yang dibuang umumnya berasal dari proses

pewarnaan, baik buangan dari sisa pencelupan maupun dari proses pencucian.

Limbah cair sasirangan berbahaya apabila limbah tersebut dibuang secara

langsung ke lingkungan. Limbah cair industri sasirangan tersebut umumnya

mengandung kontaminan-kontaminan, seperti TSS (total suspended solid) dan

logam krom dengan jumlah diatas 50 ppm dan 1 ppm serta bahan-bahan organik

yang menyebabkan tingginya nilai COD (chemical oxygen demand) dan BOD

(biochemical oxygen demand). Jumlah kandungan kontaminan-kontaminan

tersebut melebihi Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Tekstil Nomor: KEP-

51/MENLH/10/1995. sehingga apabila limbah cair sasirangan dibuang langsung

tanpa diolah dapat menyebabkan rusaknya lingkungan sekitarnya industri

sasirangan tersebut.

Dari hasil penelitian lapangan yang dilakukan, diketahui bahwa pekerja

khususnya yang bekerja pada bagian pewarnaan pola dan pembilasan sasirangan

di Nida Sasirangan kurang mengerti atau mengetahui bahaya limbah cair

sasirangan yang dibuang langsung ke lingkungan karena kurangnya pengetahuan

dan sosialisasi tentang dasar-dasar K3. Oleh karena itu, pentingnya kesadaran dan

pengetahuan dari pekerja sasirangan tentang bahaya limbah cair sasirangan dan

dasar-dasar K3 sangat dibutuhkan.

Page 92: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat di ambil dari makalah ini ialah sebagai berikut :

1. Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penyebaran dan

penyebab penyakityang banyak terjadi pada sekelompok manusia disuatu

wilayah.

2. Sasirangan merupakan kain khas adat suku Banjar di Kalimantan Selatan

yang dibuat dengan teknik tusuk jelujur.

3. Pembuatan kain sasirangan dimulai dari menyiapkan kain putih,

menggambar motif sasirangan, menjahit motif, pewarnaan, pelepasan

benang jahit, pengawetan warna, pencucian dan pengeringan kain, dan

disetrika.

4. Pencemaran air dari industri kain sasirangan dapat berasal dari : buangan

air proses produksi, buangan sisa-sisa pelumas dan minyak, buangan

bahan-bahan kimia sisa proses produksi, sampah potongan kain, dan

lainnya

5. Dampak positif dengan adanya indutri rumahan kain sasirangan, yaitu

membuka lapangan lapangan kerja bagi masyarakat di sekitar industri,

melestarikan kebudayaan masyarakat banjar,

6. Dampak negatif yang ditimbulkan dengan adanya indutri rumahan kain

sasirangan terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar adalah limbah cair

sasirangan dibuang langsung tanpa diolah dapat menyebabkan rusaknya

lingkungan dan apabila terjadi banjir di daerah pengolahan kain sasirangan

maka menyebabkan penyakit kulit seperti gatal-gatal, namun bila banjir

surut akan menimbulkan bau tidak enak.

.4.2. Saran

Disarankan untuk para pembuat kain sasirangan agar lebih memperhatikan

dampaknya di lingkungan dan masyarakat sekitar serta mengutamakan Kesehatan

Keselamatan Kerja (K3) saat bekerja

Page 93: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

DAFTAR PUSTAKA

Agus. 2014. Produk Unggulan Pariwisata.

http://bkpmd.kalselprov.go.id/artikel_detail.php?id=158

diakses pada tanggal 15 Desember 2014.

A.K. Haghi. 2010. Waste Management. Nova Science: Canada.

Alekto, Afandi. 2014. Makalah Limbah.

https://www.academia.edu/9183677/makalah_limbah

diakses pada tanggal 15 Desember 2014.

Amiruddin. Ridwan. 2011. Epidemiologi Perencanaan dan Pelayanan Kesehatan.

Makassar. Masagena Press: Yogyakarta.

Anonim1, 2014. Pengertian Industri Menurut Para Ahli.

http://dilihatya.com/1664/pengertian-industri-menurut-para-ahli

diakses pada tanggal 15 Desember 2014.

Anonim2. 2008. Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah.

http://task-list.blogspot.com/2008/03/pengolahan-dan-pemanfaatan-

limbah.html

diakses pada tanggal 15 Desember 2014.

Anonim3. 2010. Kain Sasirangan.

http://www.indonesiakaya.com/kanal/detail/kain-sasirangan

diakses pada tanggal 15 Desember 2014.

Anonim4. 2014. Cara Pembuatan Kain Sasirangan.

http://www.batik-sasirangan.com/cara-pembuatan-kain-sasirangan/

diakses pada tanggal 15 Desember 2014.

Anonim5. 2014. Industri.

http://bimakab.bps.go.id/index.php/index.php?page=statistik&sub=26&bh

s=1&level2view=Industri

Page 94: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

diakses pada tanggal 15 Desember 2014.

Bonita, Beaglehole, dan Kjellström. 2006. Basic Epidemiology. World

Organitation Health: India.

Budiarto, Eko.2003. Pengantar Epidemiologi.Penerbit Buku Kedokteran EGC:

Jakarta.

Budioro.B.2007.Pengantar Epidemiologi Edisi II. . Badan Penerbit

UNDIP:Semarang.

Dadan, Hermawan. et al. 2013. Silikosis Makalah Epidemiologi. Universitas

Respati Indonesia: Jakarta.

Dinfania. 2010. Epidemiologi dan Peranannya dalam Mengatasi Masalah

Kesehatan Masyarakat.

https://dinfannia.wordpress.com/2010/10/18/epidemiologi-dan-

peranannya-dalam-mengatasi-masalah-kesehatan-masyarakat/

Diakses pada tanggal 6 November 2014.

Fathin, Khairunnisa. 2011. Sektor Industri.

http://khairunnisafathin.wordpress.com/2011/03/31/sektor-industri/

Diakses pada tanggal 6 November 2014.

Firdaus, Erza. 2013. Pengaruh Pelatihan dan Pembinaan Terhadap Kinerja

Alumni Peserta Pelathian Batik Sasirangan. Sekolah Tinggi Ilmu

Ekonomi Indonesia: Surabaya.

Fitinline. 2014. 9 Proses Pembuatan Kain Sasirangan.

http://fitinline.com/article/read/9-proses-pembuatan-kain-sasirangan

Diakses pada tanggal 6 November 2014.

Ginting, Perdana. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri.

Yrama Widya: Bandung.

Godam. 2006. Pengertian, Definisi, Macam, Jenis dan Penggolongan Industri di

Indonesia.

Page 95: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

http://www.organisasi.org/1970/01/pengertian-definisi-macam-jenis-dan-

penggolongan-industri-di-indonesia-perekonomian-bisnis.html

Diakses pada tanggal 6 November 2014.

Handy. 2007. Penggunaan Jamur Lapuk Putih dalam Penghilangan Warna

Limbah Tekstil.

http://majarimagazine.com/2007/11/penggunaan-jamur-lapuk-putih-

dalam-penghilangan-warna-limbah-tekstil/

diakses pada tanggal 15 Desember 2014.

Hardini, Rahmi., et al. 2009. Pemanfaatan Rumput Alang-Alang (Imperata

Cylindrica) Sebagai Biosorben Cr(Vi) Pada Limbah Industri Sasirangan

Dengan Metode Teh Celup. Universitas Lambung Mangkurat: Banjarbaru.

Iwan. 2014. Pengelolaan Air Limbah Industri Tekstil.

http://iwanhtn.wordpress.com/2014/03/14/pemgolahan-air-limbah-

industri-texstil-2/

diakses pada tanggal 15 Desember 2014.

Kristanto, Philip. 2002. Ekologi Industri. Penerbit ANDI: Yogyakarta.

Kristiani, Widya. 2010. Definisi Epidemiologi Menurut Para Ahli.

http://widyakristianidory.blogspot.com/

Diakses pada tanggal 6 November 2014.

Kusnoputranto, Haryoto. 1985.Kesehatan Lingkungan. DEPDIKBUD Universitas

Indonesia: Jakarta.

Lepank. 2012. Pengertian Industri Menurut Beberapa

Ahli.http://www.lepank.com/2012/07/pengertian-industri-menurut-

beberapa.html

Diakses pada tanggal 6 November 2014.

Maskur. 1986. Sejarah Modernisasi Kain sasirangan. Nida Sasirangan:

Banjarmasin.

Page 96: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

Mizwar, Andy. 2013. Penyisihan Warna Pada Limbah Cair Sasirangan Dengan

Adsorpsi Karbon Aktif Dalam Fixed-Bed Column. Universitas Lambung

Mangkurat: Banjarbaru.

Muis, Abdul. 2011. Pengolahan Limbah Cair Kain Sasirangan Dengan Proses

Koagulasi, Filtrasi dan Adsorpsi. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.

Noor, Nur nasry. 2000. Dasar epidemiologi. Rineka Cipta: Jakarta.

Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. 4rd

ed. Gadjah Mada University Press:

Yogyakarta.

Oktavia, Dwi. 2011. Pengolahan Limbah Industri Tekstil.

https://dwioktavia.wordpress.com/2011/04/14/pengolahan-limbah-industri-

tekstil/

diakses pada tanggal 15 Desember 2014.

Purnawinadi, Gede. 2014. Konsep Dasar Timbulnya Penyakit.

http://purnawinadi.blogspot.com/2014/11/konsep-dasar-timbulnya-

penyakit.html

Diakses pada tanggal 6 November 2014.

Restiani, Ria. 2014. Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah Tekstil.

https://www.academia.edu/4978824/PENGOLAHAN_DAN_PEMANFA

ATAN_LIMBAH_TEKSTIL_APAKAH_LIMBAH_TEKSTIL_ITU_

diakses pada tanggal 15 Desember 2014.

Roswati, Sri. 2014. Dilema Indonesia, Kekurangan 1300 Ahli Epidemiologi.

http://www.tempokini.com/2014/09/indonesia-membutuhkan-1-300-

tenaga-ahli-epidemiologi/

Diakses pada tanggal 6 November 2014.

Ruthe. 2014. Jelaskan Bahan Pembuatan Tekstil.

http://brainly.co.id/tugas/54070

diakses pada tanggal 15 Desember 2014.

Page 97: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

Sachlan, M. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas

Diponegoro: Semarang.

Samsudin. 2012. Macam-macam Limbah, Jenis Limbah, Limbah B3 dan

Penanggulangannya.

http://samsudin1712.wordpress.com/2012/11/12/macam-macam-limbah-

jenis-limbah-limbah-b3dan-penanggulanganya/

diakses pada tanggal 15 Desember 2014.

Sianita, Dwi., Setya, Ika. 2009. Kajian Pengolahan Limbah Cair Industri Batik,

Kombinasi Aerob-Anaerob dan Penggunaan Koagulan Tawas. Universitas

Diponegoro: Semarang.

Siswoyo, Agus. 2013. Pengertian Industri Secara Umum, Arti Luas dan Arti

Sempit Industri.

http://agussiswoyo.net/ekonomi/pengertian-industri-secara-umum-arti-

luas-dan-arti-sempit-industri/

Diakses pada tanggal 6 November 2014.

Sukma, Ardy, 2010. Epidemiologi Dan Peranannya Didalam Pemecahan

Masalah Kesehatan Di Masyarakat.

http://sukmaardiy.wordpress.com/2010/10/15/epidemiologi-dan-

peranannya-didalam-pemecahan-masalah-kesehatan-di-masyarakat/

Diakses pada tanggal 6 November 2014.

Suriawiria, Unus.1986.Mikrobiologi Air dan Dasar-Dasar Pengolahan Buangan

Secara Biologis.ITB : Bandung.

Timmreck, Thomas C. 2004. Epidemiologi Suatu Pengantar (an Introduction to

Epidemiology). EGC: Jakarta.

Torang, Untung., dkk. 2014. Rumah Sasirangan. KpwBank Indonesia Wilayah

Kalimantan: Banjarmasin.

Page 98: TUGAS EPIDEMIOLOGI PADA INDUSTRI SASIRANGAN DI BANJARMASIN

Utami, Umi Baroroh Lili dan Radna Nurmasari. 2008. Pengolahan Limbah Cair

Sasirangan Secara Filtasi Melalui Pemanfaatan Arang Kayu Ulin Sebagai

Adsorben. Universitas Lambung Mangkurat: Banjarbaru.

Wegiarti, Sikalak. 2014. Pengertian Industri.

http://hedisasrawan.blogspot.com/2014/01/pengertian-industri-artikel-

lengkap.html

Diakses pada tanggal 6 November 2014.