tugas bg ai ikterus obstruktif

Upload: nonawita

Post on 14-Jan-2016

232 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

alfa

TRANSCRIPT

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Anatomi sistem hepatobilier1Hati, kandung empedu, dan percabangan bilier berasal dari tunas ventral (diverticulum hepatikum) dari bagian paling kaudal foregut diawal minggu keempat kehidupan. Bagian ini terbagi menjadi dua bagian sebagaimana bagian tersebut tumbuh diantara lapisan mesenterik ventral: bagian kranial lebih besar (pars hepatika) merupakan asal mula hati/hepar, dan bagian kaudal yang lebih kecil (pars sistika) meluas membentuk kandung empedu, tangkainya menjadi duktus sistikus. Hubungan awal antara divertikulum hepatikum dan penyempitan foregut, nantinya membentuk duktus biliaris. Sebagai akibat perubahan posisi duodenum, jalan masuk duktus biliaris berada disekitar aspek dorsal duodenum.1

Sistem biliaris secara luas dibagi menjadi dua komponen, jalur intra-hepatik dan ekstra-hepatik. Unit sekresi hati (hepatosit dan sel epitel bilier, termasuk kelenjar peribilier), kanalikuli empedu, duktulus empedu (kanal Hearing), dan duktus biliaris intrahepatik membentuk saluran intrahepatik dimana duktus biliaris ekstrahepatik (kanan dan kiri), duktus hepatikus komunis,duktus sistikus, kandung empedu, dan duktus biliaris komunis merupakan komponen ekstrahepatik percabangan biliaris.

Duktus sistikus dan hepatikus komunis bergabung membentuk duktus biliaris. Duktus biliaris komunis kira-kira panjangnya 8-10 cm dan diameter 0,4-0,8 cm. Duktus biliaris dapat dibagi menjadi tiga segmen anatomi: supraduodenal, retroduodenal, dan intrapankreatik. Duktus biliaris komunis kemudian memasuki dinding medial duodenum, mengalir secara tangensial melalui lapisan submukosa 1-2 cm, dan memotong papila mayor pada bagian kedua duodenum. Bagian distal duktus dikelilingi oleh otot polos yang membentuk sfingter Oddi. Duktus biliaris komunis dapat masuk ke duodenum secara langsung (25%) atau bergabung bersama duktus pankreatikus(75%) untuk membentuk kanal biasa, yang disebut ampula Vater.2Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah alpukat panjang 4-6 cm berisi 30-60mL empedu. Kandung empedu seluruhnya tertutup oleh peritoneum visceral, tetapi infundibulum kandung empedu tidak terfiksasi ke empedu. Bagian infundibulum dalam kantung dinamakan kantong Hartmann.1Duktus sistikus memiliki panjang 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. Dindingnya mengandung katup berbentuk spiral dandisebut Katup Heisteryang memudahkan cairan empedu mengalir ke kantung empedu.Traktus biliaris dialiri vaskular kompleks pembuluh darah disebut pleksus vaskular peribilier.Pembuluh aferen pleksus ini berasal dari cabang arteri hepatika, dan pleksus ini mengalir ke dalam sistem vena porta atau langsung ke dalam sinusoid hepatikum.

Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica kanan. Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus.Saraf yang menuju ke kandung empedu berasal dari plexus coeliacus

Gambar 1. Anatomi Sistem Bilier

1.2 Fisiologi 1Empedu dihasilkan oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml/hari. Di luar waktu makan, empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu dan mengalami pemekatan. Pengaliran cairan empedu dipengaruhi oleh tiga faktor :

a. Sekresi empedu di hati

b. Kontraksi kandung empedu

c. Tahanan sftinger koledokus

Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialirkan ke kantung empedu. Setelah makan, Kandung empedu berkontraksi, sftinger berelaksasi, empedu mengalir ke duodenum. Aliran tersebut disemprotkan intermitten karena tekanan saluran empedu lebih besar dari tahanan sftinger.

Kolesistokinin, hormon sel dari mukosa usus halus dikeluarkan atas makanan berlemak. Hormon ini merangsang nervus vagus sehingga menyebabkan kontraksi kantung empedu.11.3 Batu Empedu/ Kolelithiasis1.3.1 Pendahuluan 1,2Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu yang terletak di dalam kandung empedu, saluran empedu, maupun kedua-duanya. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.Batu empedu secara umum ditemukan di dalam kandung empedu namun dapat bermigrasi melalui duktus sistikus menjadi batu saluran empedu atau disebut batu saluran empedu sekunder.Di Negara Barat, 10-15% batu kandung empedu juga disertai batu saluran empedu. 2Pada beberapa keadaan batu saluran empedu dapat terbentuk sendiri tanpa melibatkan kandung empedu hal ini dinamakan batu saluran empedu primer. Komplikasi batu saluran empedu sekunder ini seringkali lebih berat daripada batu saluran empedu primer.1.3.2 Patofisiologi dan Tipe Batu1,3Menurut gambaran makroskopik dan komposisi kimianya, batu dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu:3a. Batu kolesterol dimana komposisi kolesterol melebihi 70%

b. Batu pigmen coklat dimana mengandung calcium bilirubinate sebagai komponen utama.

c. Batu pigmen hitam dimana kaya akan residu hitam tak terekstrasi

Pembentukan batu kolesterol melewati empat fase yaitu penjenuhan empedu oleh kolesterol, pembentukan nidus, kristaliasi, dan pertumbuhan baru.

Batu pigmen dalam beberapa kasus dikaitkan dengan infeksi bakteri gram negative yaitu E.Coli.1

Gambar2. Jenis-Jenis Batu Empedu

Pada masyarakat barat, didapatkan bahwa batu kolesterol menjadi penyebab tersering batu empedu. Sedangkan di Indonesia, didapatkan batu pigmen sebesar 73%

Ada tiga faktor yang mempengaruhi pathogenesis batu kolesterol yaitu hipersaturasi kolesterol saluran empedu, percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol dan gangguan motilitas pada empedu dan usus

1.3.3 Gejala batu kandung empedu1,3Pasien dengan batu empedu dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:

a. Pasien dengan batu asimtomatik

b. Pasien dengan batu simtomatik

c. Pasien dengan komplikasi batu empedu

Sebagian besar pasien (80%) dengan batu empedu tanpa gejala baik waktu diagnosis maupun selama pemantauan. Studi perjalanan penyakit dari 1307 pasien didapatkan bahwa 50% tetap akan asimtomatik, 30% mengalami kolik biler, 20% mengalami komplikasi.Gejala Kolik Bilier:

Nyeri di perut atas lebih dari 30 menit kurang dari 12 jam

Lokasi nyeri di perut atas atau epigastrium tetapi biasa juga di kanan atas

Dipicu saat berubah posisi

Kadang disertai intoleransi makanan berlemak.

Pada koledokolitiasis, terdapat riwayat nyeri kolik yang hilang timbul, serta disertai demam dan mengigil bila terjadi kolangitis. Selain itu, muncul ikterus dan buang air kecil gelap seperti teh.1.3.4 Komplikasi batu kandung empeduKolesistitis Akut1,3Kurang dari 15% pasien dengan batu simtomatik mengalami kolesistitis akut. Kolesistis ini dapat pula terjadi tanpa pembentukan batu dinamakan kolesistitis akalkulus akut. Gejala meliputi nyeri perut kanan atas dengan kombinasi mual, muntah dan panas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada kanan atas, icterus, teraba kandung empedu membesar, dan tanda-tanda peritonitis. Di samping itu terdapat murphy sign (+) yaitu nyeri tekan bertambah saat penderita menarik napas panjang. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan leukositosis, Peningkatan enzim hati, serta kenaikan ringan bilirubin. Hal ini terjadi karena tertutupnya duktus sistikus akibat batu, kemudian terjadi hidrops kandung empedu dan menyebabkan iskemia yang dapat berkembang ke nekrosis dan perforasi. Hal ini diperberat dengan adanya pelepasan enzim fosfolipase yang menubh lesitin dalam empedu menjadu lisolesitin yang merupakan senyawa toksik dan mempercepat peradangan.Pada tahap lanjut terjadi superinfeksi bakteri. Selain itu, terjadi peningkatan alkali fosfatase dan GGT.

Gambar 3. Kolesistitis.

Kolesistitis akalkulus akut1Kurang lebih 5-10% kolestitis akut dapat terjadi tanpa batu. Kelainan ini sering ditemukan pada kasus trauma multiple, pasca bedah berat, sepsis, dan keracunan obat, Penyebab lain adalah pasien dipuasakan lama atau dalam nutrisi parenteral dalam waktu yang lama. Kelainan ini disebabkan adanya stasis lumpur empedu. Lumpur empedu mengandung kalsium bilirubinat. Penyebab lain juga adalah infeksi bakteri secara primer yaitu Salmonella thyphi, E.Coli, Clostridium.1.4 Diagnosis

USG (Ultra Sonografi)1,4Pemeriksaan pencitraan pada masa kini dengan sonografi sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan dianjurkan merupakan pemeriksaan penunjang pencitraan yang pertama dilakukansebelum pemeriksaan pencitraan lainnya. Dengan sonografi dapat ditentukan kelainan parenkim hati, duktus yang melebar, adanya batu atau massa tumor. Ketepatan diagnosis pemeriksaan sonografi pada sistem hepatobilier untuk deteksi batu empedu, pembesaran kandung empedu,pelebaran saluran empedu dan massa tumor tinggi sekali. Tidak ditemukannya tanda-tanda pelebaran saluran empedu dapat diperkirakan penyebab ikterus bukan oleh sumbatan saluran empedu, sedangkan pelebaran saluran empedu memperkuat diagnosis ikterus obstruktif.

Keuntungan lain yang diperoleh pada penggunaan sonografi ialah sekaligus kita dapat menilai kelainan organ yang berdekatan dengan sistem hepatobilier antara lain pankreas dan ginjal, aman dan tidak invasif merupakan keuntungan lain dari sonografi.

Gambar 4. Posterior Accoustic Shadow

Pemeriksaan Radiologi1Pemeriksaan foto polos abdomen kurang memberi manfaat karena sebagian besar batu empedu radiolusen. Kurang lebih hanya 10-15% batu yang menimbulkan gambaran radioopak. Kolesistografi tidak dapat digunakan pada pasien ikterus karena zat kontras tidak diekskresikan oleh sel hati yang sakit.

Pemeriksaan endoskopi yang banyak manfaat diagnostiknya saat ini adalah pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography).Dengan bantuan endoskopi melalui muara papila Vater kontras dimasukkan kedalam saluran empedu dan saluran pankreas. Keuntungan lain pada pemeriksaan ini ialah sekaligus dapat menilai apakah ada kelainan pada muara papila Vater, tumor misalnya atau adanya penyempitan. Keterbatasan yang mungkin timbul pada pemeriksaan ini ialah bila muara papila tidak dapat dimasuki kanul. Adanya sumbatan di saluran empedu bagian distal, gambaran saluran proksimalnya dapatdivisualisasikan dengan pemeriksaanPercutaneus Transhepatic Cholangiography (PTC).Pemeriksaan ini dilakukan dengan penyuntikan kontras melalui jarum yang ditusukkan ke arahhilus hati dan sisi kanan pasien. Kontras disuntikkan bila ujung jarum sudah diyakini berada di dalam saluran empedu. Computed Tomography (CT) adalah pemeriksaan radiologi yang dapat memperlihatkan serial irisan-irisan hati. Adanya kelainan hati dapat diperlihatkan lokasinya dengan tepat.

Untuk diagnosis kelainan primer dari hati dan kepastian adanya keganasan dilakukan biopsi jarum untuk pemeriksaan histopatologi. Biopsi jarum tidak dianjurkan bila ada tanda-tanda obstruksi saluran empedu karena dapat menimbulkan penyulit kebocoran saluran empedu.

1.5 TatalaksanaPenatalaksanaan batu kandung empedu1,2,3Penanganan batu untuk profilaksis tidak dianjurkan. Sebagian besar pasien yang asimtomatik tidak mengalami keluhan di masa mendatang. Sebagian kecil akan menimbulkan komplikasi.

Pada batu empedu simptomatik, teknik kolesistektomi laparoskopi diperkenalkan akhir 1980 mengantikan teknik kolesistektomi terbuka. Kolesistektomi terbuka masih dibutuhkan apabila teknik kolestektomi laparoskopi gagal atau tidak memungkinkan, misalkan apabila batu terletak pada lokasi yang sulit dijangkau dengan teknik laparoskopi. Selain itu pada keadaan infeksi juga sebaiknya menggunakan kolesistektomi terbuka. Kekurangan dari metode kolisistektomi terbuka adalah luka penyembuhan yang lama.Kolesistektomi laparoskopik adalah teknik pembedahan invasif minimal di dalam rongga abdomen dengan menggunakan pneumoperitoneum, system endokamera dan instrumen khusus melalui layar monitor tanpa kamera dan kontak langsung dengan saluran empedu.Tindakan bedah ini makin sering dilakukan. Tindakan ini memakan waktu kurang lebih 30-70 menit. Biasanya penderita dapat dipulangkan 1 hari setelah operasi. Morbiditas kurang dari 10%. Kesulitan teknis adalah adhesi pada 5% operasi.Kolesistektomi laparoskopi membutuhkan beberapa sayatan kecil di perut untuk memungkinkan membuat akses operasi, tabung silinder kecil sekitar 5 sampai 10 mm, di mana instrumen bedah dan kamera video yang ditempatkan ke dalam rongga perut. Kamera menerangi bagian dalam abdomen dan mengirimkan gambar diperbesar dari dalam tubuh untuk monitor video, memberikan ahli bedah tampilan close- up dari organ dan jaringan. Dokter bedah mengamati monitor dan melakukan operasi dengan memanipulasi instrumen bedah melalui akses operasi.Untuk memulai operasi, pasien ditempatkan dalam posisi terlentang di meja operasi dan dibius. Sebuah pisau bedah digunakan untuk membuat sayatan kecil di umbilicus.Rongga perut kemudian dieksplorasi dengan menggunakan jarum Veress atau teknik Hasson. Kemudian dokter menggunakan karbon dioksida untuk menambah ruang pada rongga abdomen. Kemudian akses kemudian dibuka di bawah tulang rusuk epigastrium. Kemudian bagian fundus dari infundibulum ditarik ke superior untuk memberikan gambaran segitiga calot yaitu arteri sistik, dukstus sistikus, dan common bile duct. Kemudian pada segitiga ini dilakukan reseksi pada lapisan peritonium yang melapisi untuk mendapat sudut pandang pada struktur di bawahnya. Duktus sistikus dan arteri sistikus kemudian diidentifikasikan, kemudian diberi klep dan dipotong, kemudian kandung empedu dipotong dan dikeluarkan pada 1 port atau akses.

Gambar 5. Kolesistektomi Laparaskopi.Terapi ini dipilih karena rasa nyeri minimal, masa pulih yang cepat, masa rawat yang pendek, serta luka parut minimal.

Penatalaksanaan batu saluran empedu.5Prosedur terapetik yang bertujuan untuk mengangkat batu CBD ada dua cara, pertama operasi dengan melakukan sayatan pada CBD (koledekotomi), atau melalui duktus sistikus (transistik), dengan metode konvensional operasi terbuka (Open Common Bile Duct Exploration) melalui laparoskopi yang disebut LaparascopicCommon Bile Duct Exploration (CBDE). Sedangkan cara yang kedua adalah dengan menggunakan endoskopi, yaitu Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) yang diikuti sfingterotomi endoskopik (ES) dan dilakukan ekstraksi batu. Ekstraksi batu dapat dilakukan dengan atau tanpa sfingterotomi, apabila sebelumnya telah dilakukan dilatasi sfingter dengan balon. Laparoskopi kolesistektomi saat ini memang lebih banyak disukai dan sudah menjadi terapi standar. Walaupun eksplorasi CBD juga dapat dilakukan melalui teknik laparoskopi pada sebagian besar kasus.ERCP terapeutik dengan melakukan sftingereotomi endoskopik dilakukan tanpa operasi pertama kali tahun 1974. Sejak itu, terapi ini berkembang pesat sebagai terapi standar baku non operatif untuk saluran empedu. Selanjutnya, batu di dalam saluran empedu dikeluarkan melalui balon ekstrasi melalui muara yang sudah besar menuju lumen duodenum sehingga keluar bersama tinja atau dikeluarkan mulut bersama skopnya.

Tingkat keberhasilan terapi ini adalah 80-90%, komplikasi dini 7-10%, angka mortalitas 1-2%. Komplikasi tindakan ini meliputi pankreatitis akut, perdarahan dan perforasi.Pengobatan Paliatif Batu Empedu

Pengobatan paliatif pada pasien batu empedu adalah dengan menghindari makanan yang dapat memicu antara lain makanan berlemak. Selain itu penggunaan obat ati nyeri berupa antispasmolitik dapat mengurangi nyeri. Demam pada pasien dapat diberikan zat antipiretik misalnya paracetamol. Pada beberapa kasus yang disertai infeksi, dapat diberikan antibiotik.

DAFTAR PUSTAKA

1. R . Sjamsuhidajat, Wim de Jong.Buku Ajar Ilmu Bedah.Ed ke- 3.Jakarta: Penerbit EGC. 2013.2. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar, TR, Dunn DL. Schwartz principles of surgery. Ed ke-9. Philadelphia: McGraw-Hills. 2010.3. Townsed, Beauchamp, Evers dan Mattox. Sabiston textbook of surgery. Ed ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2007.4. Grace, Pierce A., Borley, Neil R. At a Glance Ilmu Bedah. Ed ke-3. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2006.5. Nuhadi M. Perbedaan Komposisi Batu Kandung Empedu Dengan Batu Saluran Empedu pada Penderita yang dilakukan Eksplorasi Saluran Empedu. Universitas Padjajaran. RS Hasan Sadikin Bandung.2011.3