tugas batubara ( kelas 3b ).docx

27
BAB I PENDAHULUAN 1. GEOLOGI CEKUNGAN Basin ( Cekungan ) berasal dari terjemahan dari cekungan secara bebas adalah topografi yang cekung (legok) yang terbentuk secara alamiah dimana tempat sedimen berakumulasi atau berkumpul. Ada banyak klasifikasi jenis cekungan sedimen, dengan menggunakan kriteria yang berbeda dan tentu saja oleh orang yang memiliki pemikiran berbeda pula. Terminologi yang digunakan pun macam-macam, bahkan kadang saling bertentangan. Untungnya, tujuan klasifikasi cekungan ini cuma satu, yaitu : untuk membantu analisis evolusi struktur dan stratigrafi cekungan dalam rangka mencari hidrokarbon. Jika sebuah cekungan berhasil dikelompokkan ke jenis cekungan tertentu, orang-orang berharap agar hal-hal yang sudah diketahui mengenai jenis cekungan itu dapat diterapkan di tempat lain, menjadi semacam analog. Beberapa jenis klasifikasi cekungan : 1) Yang sederhana berdasarkan hubungan antara morfologi/bentuk cekungan dan kapan sedimen mengisinya:

Upload: ivan-madridista

Post on 17-Dec-2015

42 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1. GEOLOGI CEKUNGANBasin ( Cekungan ) berasal dari terjemahan dari cekungan secara bebas adalah topografi yang cekung (legok) yang terbentuk secara alamiah dimana tempat sedimen berakumulasi atau berkumpul.

Ada banyak klasifikasi jenis cekungan sedimen, dengan menggunakan kriteria yang berbeda dan tentu saja oleh orang yang memiliki pemikiran berbeda pula. Terminologi yang digunakan pun macam-macam, bahkan kadang saling bertentangan. Untungnya, tujuan klasifikasi cekungan ini cuma satu, yaitu : untuk membantu analisis evolusi struktur dan stratigrafi cekungan dalam rangka mencari hidrokarbon.Jika sebuah cekungan berhasil dikelompokkan ke jenis cekungan tertentu, orang-orang berharap agar hal-hal yang sudah diketahui mengenai jenis cekungan itu dapat diterapkan di tempat lain, menjadi semacam analog.Beberapa jenis klasifikasi cekungan : 1) Yang sederhana berdasarkan hubungan antara morfologi/bentuk cekungan dan kapan sedimen mengisinya:

A. Syn-depositional : sedimentasi bersamaan dengan subsidence, jenis facies sedimen pengisi cekungan akan dipengaruhi oleh perubahan akomodasi, pola penyebaran facies dapat diprediksi; di bagian pinggiran facies dangkal, di tengah cekungan facies yang lebih dalam.

B. Post-depositional : cekungan terbentuk lebih belakangan dibandingkan dengan sedimentasi yang lebih dulu terjadi. Pola penyebaran facies sedimen-sedimen yang lebih tua tidak dikontrol oleh morfologi cekungan yang terbentuk belakangan tapi mengikuti cekungan yang terbentuk lebih awal

C. Pre-depositional : cekungan terbentuk lebih dulu, lalu subsidence terjadi dengan cepat karena tektonik sehingga lokasi depocentre dalam , baru kemudian sedimen masuk ke cekungan setelah tektonik berhenti.

2) Berdasarkan jenis litosfer dan gaya struktur (structural style) Kingston et al. (1983):

Continental interior sag : posisi di dalam kontinen, sag artinya subsidence karena loading, tanpa tektonik . Continental interior fracture : posisi di dalam kontinen, fracture artinya rekah ( patahan ekstensional ). Passive continental margin, margin sarg: di pinggir kontinen, passive margin. Oceanic sag: di laut ( kerak samudra ), sag. Basins related to subduction : berkaitan dengan subduksi. Basins related to collision : berkaitan dengan tabrakan. Strike slip basin : berkaitan dengan sesar mendatar. 3). Berdasarkan mekanisme pembentukan terbagi menjadi : proses thermal. stretching ( memelar, ekstensional ). Loading. strike slip.

2. CEKUNGAN SULAWESIBerdasarkan keadaan litotektonik atau tektonikstratigrafi,Pulau Sulawesi dibagi 4 yaitu:a) Mandala barat(West &North Sulawesi Volcano- Plutonic Arc) sebagai jalur magmatik (Cenozoic Volcanics and Plutonic Rocks)yang merupakan bagian ujung timur Paparan Sunda;b) Mandala tengah (CentralSulawesi Metamorphic Belt)berupa batuan malihan yang ditumpangi batuan bancuh sebagai bagian dari blok Australia;c) Mandala timur (East Sulawesi Ophiolite Belt) berupa ofiolit yang merupakan segmen dari kerak samudera berimbrikasi dan batuan sedimen berumur Trias-Miosend) BanggaiSula and Tukang Besi Continental fragments kepulauan paling timur Banggai-Sula dan Buton merupakan pecahan benua yang berpindah ke arah barat karena strike slip faults dari- New Guinea.

3. CEKUNGAN BONE

Cekungan Bone ini merupakan salah satu cekungan penghasil hidrokarbon di Indonesia. Lataknya di daerah Sulawesi bagian selatan. Benturan pertama adalah benturan India ke Eurasia yang terjadi mulai 50 atau 45 Ma (Eosen awal-tengah). Benturan ini telah menghasilkan Jalur Lipatan dan Sesar Pegunungan Himalaya yang juga merupakan suture Indus. Benturan ini segera diikuti oleh gerakan lateral Daratan Sunda (Sundaland) ke arah tenggara, sebagai wujud escape tectonics, diakomodasi dan dimanifestasikan oleh sesar-sesar mendatar besar di wilayah Indocina dan Daratan Sunda, pembukaan Laut Cina Selatan, pembentukan cekungan-cekungan sedimen di Malaya, Indocina, dan Sumatra, dan saat ini oleh pembukaan Laut Andaman. Sesar-sesar ini terbentuk di atas dan menggiatkan kembali garis-garis suture akresi batuandasar berumur Mesozoikum di Daratan Sunda. Sesar-sesar besar hasil escape tectonics ini adalah: Sesar Red River-Sabah, Sesar Tonle-Sap-Mekong (Mae Ping), Sesar Three Pagoda-Malaya-Natuna-Lupar-Adang, dan Sesar Sumatra.Eksplorasi hidrokarbon di Teluk Bone bagian utara sudah mulai dilakukan pada tahun 1971. Eksplorasi daerah tersebut dilakukan karena di perkirakan daerah ini berpotensi mengandung hidrokarbon. Beberapa petunjuk adanya hidrokarbon diantaranya adanya rembesan gas di Sengkang, Desa Pongko dan Malangke. Pengambilan data seismik dan kegiatan pemboran ekspolrasi telah dilakukan di daerah tersebut. Rekaman seismik daerah tersebut kurang sempurna. Interpretasi seismik daerah tersebut menunjukan ketebalan batuan sedimen Tertier di sumur BBA 1x adalah 1600 meter. Pemboran yang dilakukan berhenti pada batuan berumur Miosen tengah, pada kedalaman 10500 feet, dan dihasilkan dry hole.Korelasi stratigrafi regional menunjukkan bahwa pemboran belum mencapai batuan sedimen berumur Eosen yang di duga terdapat di daerah tersebut, dimana batuan tersebut dapat berfungsi sebagai batuan sumber dan reservoir hidrokarbon.Evaluasi data gravity menunjukan bahwa ketebalan sedimen Tertier mencapai ketebalan lebih dari 1600 meter. Dengan harapan untuk menemukan hidrocarbon di daerah tersebut disarankan perlu dilakukan evaluasi ulang terutama pemrosesan data seismik di daerah tersebu

BAB IIGEOLOGI REGIONAL

1. FISIOGRAFI

Teluk Bone atau cekungan Bone terletak di antara dua lengan Pulau Sulawesi, yaitu lengan selatan dan tenggara. Daerah ini dapat dibagi menjadi beberapa sub-cekungan dan tinggian yang memiliki latar belakang yang kompleks dalam sejarah pembentukannya masing-masing. Cekungan ini juga memiliki potensi hidrokarbon, bahkan di beberapa tempat terdapat rembesan minyak. Namun, area Teluk Bone ini dilewati oleh beberapa struktur sesar, hal ini menyebabkan resiko eksplorasi menjadi lebih tinggi. Kompleksitas struktur yang terdapat di Teluk Bone perlu dipertimbangkan pula dalam kegiatan eksplorasi hidrokarbon. Pengkajian sejarah cekungan yang lebih mendetail oleh penulis diharapkan dapat membantu dalam kegiatan eksplorasi terutama pada tahap pengembangan. Teluk Bone merupakan cekungan yang terletak di antara lengan selatan dan lengan tenggara Pulau Sulawesi. Pada bagian utara, Teluk Bone dibatasi oleh bagian tengah Sulawesi, sementara di bagian selatan dibatasi oleh Laut Flores. Teluk Bone dibatasi oleh lengan selatan Sulawesi di bagian barat, dan di bagian timur dibatasi oleh lengan tenggara Sulawesi. Pada bagian timur Teluk Bone juga berbatasan dengan Cekungan Sengkang Timur yang terletak di lengan selatan Pulau Sulawesi. Selain itu di bagian tenggara Teluk Bone juga terdapat beberapa pulau, yaitu Pulau Kabaena, Pulau Muna, dan Pulau Buton. Di sisi selatan Teluk Bone dapat ditemukan pula Kepulauan Bonerate

Teluk Bone merupakan cekungan yang terletak di antara lengan selatan dan lengan tenggara Pulau Sulawesi. Pada bagian utara, Teluk Bone dibatasi oleh bagian tengah Sulawesi, sementara di bagian selatan dibatasi oleh Laut Flores. Teluk Bone dibatasi oleh lengan selatan Sulawesi di bagian barat, dan di bagian timur dibatasi oleh lengan tenggara Sulawesi. Pada bagian timur Teluk Bone juga berbatasan dengan Cekungan Sengkang Timur yang terletak di lengan selatan Pulau Sulawesi. Selain itu di bagian tenggara Teluk Bone juga terdapat beberapa pulau, yaitu Pulau Kabaena, Pulau Muna, dan Pulau Buton. Di sisi selatan Teluk Bone dapat ditemukan pula Kepulauan Bonerate. Perairan di Teluk Bone terhubung dengan Laut Banda di bagian tenggara (Gambar 2.1). Kedalaman di pusat Teluk Bone mencapai 1800 m, pusat ini dikelilingi oleh paparan-paparan sempit dengan lebar kurang dari 25 km (Camplin dan Hall, 2014). Teluk Bone memiliki cakupan wilayah mencapai 50.000 km

Di barat, tengah, dan tenggara Sulawesi, terdapat batuan metamorf yang terlapisi oleh batuan sedimen volkanik kemudian mengalami intrusi granitoid pada umur Pliosen (Sukamto, 1973; Sukido dkk., 1993; Elburg dkk., 2003; van Leeuwen dan Muhardjo, 2005; dalam Watkinson dkk., 2012). Pada bagian timur Sulawesi, terdapat tumbukan yang menyebabkan terjadinya anjakan ofiolit dan

Gambar 2.1 Lokasi Teluk Bone di antara lengan selatan dan tenggara Pulau Sulawesi (Camplin dan Hall, 2014).

2. STATIGRAFI SEISMIKPada penelitian, pembagian stratigrafi dilakukan dengan metode stratigrafi seismik, yaitu dengan mengklasifikasikan satuan litologi berdasarkan karakteristik pantulan gelombang seismiknya. Penelitian dilakukan dengan metode survey seismik refleksi dan multibeam dengan lintasan berupa kisi. Kisi dibuat dengan arah utara-selatan serta barat-timur melingkupi wilayah Teluk Bone (Gambar 2.4). Terdapat 16 garis seismik 2D yang memiliki cakupan hingga 43.000 km dengan jarak antar garis yaitu 25 hingga 40 km dan batas kedalaman 8 detik TWT. Dalam survei ini digunakan pula data multibeam menggunakan Kongsberg Simrad EM120 Multibeam Echo Sounder dengan cakupan seluas 37.500 km, sementara untuk penentuan posisi digunakan C-Nav Starfire DGPS. Survei dilengkapi dengan data pengeboran dari sumur BBA-IX yang terletak di Sub-cekungan Bulupulu

Gambar 2.4DEM dari SRTM bagian selatan Sulawesi dilengkapi dengan peta batimetri. Terdapat garis-garis yang menunjukkan lintasan survei seismik dan lokasi sumur BBA-IX di utara Teluk Bone (Camplin dan Hall, 2014

Teluk Bone dibagi menjadi 7 satuan batuan dalam 6 tipe fasies seismik yang berbeda : Tipe fasies seismik 1 memiliki konfigurasi reflektor berbentuk sigmoidal hingga membentuk klinoform, serta reflektor yang menerus dalam skala lokal. Tipe fasies ini diinterpretasikan sebagai lingkungan laut dangkal dan paparan. Tipe fasies seismik 2 memiliki reflektor subparalel hingga membentuk hummocky Tipe fasies ini diinterpretasikan sebagai fasies seismik dengan morfologi canyon cut and fill Tipe fasies seismik 3 memiliki reflektor yang bergelombang hingga subparalel dan jarang terdapat pengungkitan. Tipe fasies ini diinterpretasikan sebagai endapan laut, termasuk pembentukan gumuk raksasa dan slump. Tipe fasies seismik 4 memiliki konfigurasi reflektor acak dan subparalel, sebagian mengalami sesar. Reflektor pada fasies ini tidak menerus dan diinterpretasikan sebagai endapan aliran transport massa. Tipe fasies seismik 5 memiliki reflektor paralel, menyebar, dan menerus. Fasies ini diinterpretasikan sebagai endapan berlapis yang tidak tertata ulang (reworked). Tipe fasies seismik 6 memiliki reflektor acak, tidak beraturan, dan tidak menerus. Fasies ini memiliki amplitudo sedang hingga tinggi dan diinterpretasikan sebagai batuan dasar yang tererosi atau batuan beku (Gambar 2.5). Fasies ini dapat ditemukan dalam Satuan X pada Tinggian Maniang dan Kabaena.

Gambar 2.5Tipe fasies seismik yang digunakan dalam interpretasi (Camplin dan Hall, 2014 )BAB IIISRUKTUR GEOLOGI

Di barat, tengah, dan tenggara Sulawesi, terdapat batuan metamorf yang terlapisi oleh batuan sedimen volkanik kemudian mengalami intrusi granitoid pada umur Pliosen (Sukamto, 1973; Sukido dkk., 1993; Elburg dkk., 2003; van Leeuwen dan Muhardjo, 2005; dalam Watkinson dkk., 2012). Pada bagian timur Sulawesi, terdapat tumbukan yang menyebabkan terjadinya anjakan ofiolit dan fragmen kontinen Australia. Proses akresi fragmen kontinen ini terjadi pada Zaman Kapur (Hall, 2009). Lengan selatan Sulawesi ini kemudian dipotong oleh Sesar Walanae yang merupakan sesar geser sinistral (Gambar 2.2). Di dalam Teluk Bone terdapat dua zona sesar, yaitu Zona Sesar Bone Barat dan Zona Sesar Bone Timur. Kedua zona sesar ini memiliki arah utara-selatan. (Sukamto, 1975; dalam Camplin dan Hall, 2014).Pada Eosen Tengah hingga Eosen Akhir, di bagian barat dari Sesar Walanae terendapkan Formasi Malawa atau Toraja berupa endapan batubara dan laut dangkal secara tidak selaras (Sukamto, 1982 dalam Suyono dan Kusnama, 2010). Kemudian, proses tersebut diikuti oleh pengendapan Formasi Tonasa mulai Oligosen, pengendapan ini menandakan awal perkembangan paparan karbonat laut dangkal di selatan Sulawesi (Supriatna dkk., 1993; Wilson dan Moss, 1999 dalam Suyono dan Kusnama, 2010). Pada Miosen Tengah dan Miosen Akhir, 75 % permukaaan bagian barat Sulawesi terlingkupi oleh batuan beku dari Kompleks Volkanik Camba-Enrekang-Mamasa dan endapan volkaniklastik (Suyono dan Kusnama, 2010). Deformasi kontraksional yang terjadi di Sulawesi kemudian diikuti dengan proses ekstensional pada Miosen Tengah. Pada masa ini terdapat aktivitas volkanisme dari hasil ekstensi dan juga pembentukan Teluk Gorontalo dan Teluk Bone (Hall, 2009).

Gambar 2.2Peta struktur berdasarkan interpretasi seismik, SRTM, dan peta geologi EBF adalah Sesar Bone Timur, WBF adalah Sesar Bone Barat (Camplin dan Hall, 2013).

Di Teluk Bone terdapat 3 sub-cekungan yang memiliki arah barat laut-timur laut yaitu Sub-cekungan Bulupulu, Padamarang, dan Kabaena. Sub-cekungan Kabaena dan Padamarang dibatasi oleh Zona Sesar Bone Timur dan Zona Sesar Bone Barat. Di antara dua sub-cekungan tersebut dibatasi oleh Tinggian Basa.

Kemudian pada sisi timur Teluk Bone terdapat pula Tinggian Kolaka yang diinterpretasikan sebagai terusan dari Zona Sesar Kolaka di darat, Tinggian ini memisahkan Sub-cekungan Padamarang dan Sub-cekungan Bulupulu. Sub-cekungan Padamarang juga dibatasi oleh Tinggian Maniang di sisi timur dan di sisi barat dibatasi oleh Cekungan Sengkang Timur. Sub-cekungan Kabaena dibatasi oleh Tinggian Kabaena di sisi timur dan Tinggian Bonerate di sisi barat.

Terdapat dua sub-cekungan yang berukuran lebih kecil di Teluk Bone, yaitu Sub-cekungan Tulang dan Sub-cekungan Liang-Liang. Sub-cekungan ini tidak seluas Sub-cekungan Kabaena, Padamarang, dan Bulupulu. Sub-cekungan Tulang terletak di antara lengan tenggara Pulau Sulawesi dan Pulau Kabaena, sementara Sub-cekungan Liang-Liang terletak di utara Tinggian Bonerate. Di sisi selatan, tepatnya di timur Tinggian Bonerate, terdapat pula Palung Selayar (Gambar 2.3). Palung ini memiliki morfologi yang curam dan sempit.

Gambar 2.3Peta geologi selatan Sulawesi dan lokasi sub-cekungan dan tinggian yang diidentifikasi dalam studi ini (Camplin dan Hall, 2014)

Pada penelitian yang dilakukan, tidak ditemukan bukti bahwa dasar dari Teluk Bone terbentuk dari lempeng samudera. Pada kedalaman lebih dari 3 detik TWT sangat sedikit ditemukan reflektor kuat sebagai penciri permukaan lempeng samudera, jika terdapat reflektor yang kuat, reflektor ini masih dapat diinterpretasikan sebagai batuan karbonat laut dangkal. Data seismik yang baru juga tidak menunjukkan peristiwa subduksi di Palung Selayar. Bentuk yang curam, dalam, dan berumur relatif muda ini merupakan hasil dari proses ekstensional. Bukti keberadaan zona ekstensional ini juga didukung dengan batuan volkanik di lengan selatan Sulawesi yang kaya potasium. Tinggian Bonerate dan Kabaena juga termasuk dalam morfologi yang dibentuk oleh proses ekstensi. Pada Paleogen dan Miosen, lengan selatan Sulawesi mengalami volkanisme, bentuk gumuk yang dilapisi oleh batuan karbonat di Tinggian Bonerate mungkin adalah salah satu bukti gunung yang berumur muda.Di Tinggian Bonerate ini beberapa satuan batuan terpotong oleh sesar sintetik yang berhubungan dengan Zona Sesar Bone Barat. Batuan tersebut diduga mengandung serpentinit melapisi peridotit, batuan volkanik melapisi batuan dasar metamorf, atau batuan karbonat melapisi litologi yang lebih berat. Ciri seperti ini dapat ditemukan pada batuan di timur Zona Sesar Walanae yaitu batuan metamorf yang terubah oleh air permukaan sehingga membentuk batas fasa mineral.Tumbukan dan anjakan yang terjadi pada tipe batuan yang berbeda-beda menyebabkan batuan dasar di lengan selatan dan tenggara Sulawesi memiliki banyak variasi. Di bagian barat Teluk Bone, batuan dasar tersusun dari batuan volkanik kalk alkali, ofiolit, dan batuan metamorf. Batuan volkanik kalk alkali terdapat pada Pegunungan Bone dan Cekungan Sengkang Timur, sementara ofiolit dan batuan metamorf terdapat di Pegunungan Latimojong. Di bagian timur Teluk Bone, batuan dasar tersusun dari peridotit, batuan metamorf, dan batupasir Trias yang mengalami metamorfosis.

BAB IV SUMBER DAYA

A. PENCAHRIAN SUMBER DAYA ( Metode Seismik )

Rembesan minyak dan gas di Cekungan Sengkang Timur dan Pegunungan Latimojong diduga berasal dari lapisan batubara dan serpih berumur Eosen di barat Sesar Walanae. Gas yang terdapat di reservoir batugamping Cekungan Sengkang Timur diduga berasal dari Cekungan Sengkang Barat dan mengalami migrasi melalui Sesar Walanae. Migrasi ini menjadi sumber potensial untuk bagian barat Teluk Bone. Rembesan minyak juga dapat ditemukan di Tinggian Kolaka dan barat daya Teluk Bone. Rembesan di Tinggian Kolaka mungkin berasal dari batuan induk di Sub-cekungan Padamarang dan mengalami migrasi melalui Zona Sesar Kolaka, sementara rembesan di barat daya Teluk Bone merupakan hasil migrasi dari Sub-cekungan Kabaena atau sedimen berumur Paleogen.

Berdasarkan stratigrafi lengan selatan dan tenggara Sulawesi, maka memungkinkan untuk membuat korelasi dengan stratigrafi seismik yang ada di Teluk Bone. Teluk Bone dibagi menjadi 7 satuan, yaitu satuan A, B, B1, C, D, E, dan X. Satuan X tersusun dari beberapa litologi yang berbeda. Di bagian barat Teluk Bone, Satuan X mungkin mirip dengan batuan volkanik di Pegunungan Bone yang berumur Paleogen atau termasuk dalam bagian paling bawah dari Cekungan Sengkang Timur. Di bagian timur terdapat peridotit, batuan metamorf berumur Paleozoikum atau Mesozoikum, dan batupasir Trias yang mengalami metamorfosis (Surono, 1994; Ferdian dkk., 2012; dalam Camplin dan Hall, 2013). Satuan A diinterpretasikan sebagai endapan silisiklastik laut dalam yang mengandung karbonat laut dangkal di bagian dasarnya. Satuan A mungkin mirip dengan karbonat laut dangkal berumur Miosen Awal di lengan tenggara Sulawesi, selain itu Satuan A juga memiliki kemiripan dengan batugamping dan batulempung gampingan berumur Miosen Awal di Cekungan Sengkang Timur. Satuan B diinterpretasikan sebagai batuan karbonat dan membentuk paparan karbonat di tepi cekungan. Satuan B mungkin ekuivalen dengan batulempung karbonatan pada sumur BBA-IX dan juga pada Formasi Camba di Cekungan Sengkang Timur yang berumur Miosen Tengah hingga Miosen Akhir. Satuan B1 diinterpretasikan sebagai bagian dari Satuan A dan memiliki umur ekuivalen dengan Satuan B.

Satuan ini kemungkinan adalah campuran antara karbonat laut dangkal dan batulempung. Satuan C didominasi oleh sedimen silisiklastik yang berasal dari Sulawesi Tengah dengan kontribusi sedimen dari lengan selatan dan tenggara. Berdasarkan stratigrafi pada sumur BBA-IX dan Cekungan Sengkang Timur, Satuan C ditandai dengan kemunculan sedimen klastik kasar, termasuk konglomerat dan batugamping. Satuan C juga memiliki kemungkinan tersusun dari komplek transportasi masa yang diinterpretasikan berumur Pliosen. Satuan D mungkin ekuivalen dengan bagian atas Satuan X di Tinggian Maniang, sementara Satuan E menunjukkan karakter karbonat laut dangkal. Satuan E mungkin telah mengalami erosi dan pertumbuhan kembali akibat pengungkitan (Camplin dan Hall, 2013) Dari pengambilan data seismik refleksi yang telah dilakukan, dapat diketahui penampang bawah permukaan pada setiap lintasan seismik. Berikut ini adalah analisis struktur dan stratigrafi dari setiap sub-cekungan dan tinggian yang ada di Teluk Bone berdasarkan survey seismik refleksi :1) Sub-cekungan Bulupulu Penampang seismik di Sub-cekungan Bulupulu yang melewati sumur BBA-IX memperlihatkan bahwa ada ketidakselarasan (Gambar 2.6). Di bawah ketidakselarasan tersebut ditemukan lapisan batuan Satuan A dan atau Satuan B yang dicirikan dengan litologi batulempung gampingan, batugamping, dan batupasir berumur Miosen Tengah hingga Miosen Akhir, sementara di atas ketidakselarasan terdapat lapisan konglomerat yang dilapisi batuan Satuan D dan E yang terdiri dari batupasir, batulanau, dan batulempung berumur Pliosen-Resen

Gambar 2.6Penampang selatan utara yang melewati Sub-cekungan Bulupulu (Camplin dan Hall, 2014)

2) Sub-cekungan Padamarang

Pada sub-cekungan ini terdapat geometri half graben yang dapat diamati dari penampang seismik berarah barat-timur. Dalam geometri ini tampak Satuan A onlapterhadap Satuan X di sisi timur penampang. Batas barat cekungan tampak pada dua penampang seismik yang lain dan menunjukkan bahwa Satuan X memiliki kemiringan 11-21. Penampang seismik tersebut juga memotong Zona Sesar Bone Barat. Di sebelahnya terdapat Satuan A yang membentuk struktur menjari dengan prisma yang tidak cukup jelas terlihat dalam penampang. Hal ini mungkin menunjukkan morfologi proximal fan dan diduga material pada lingkungan pengendapan ini berasal dari Tinggian Bone Dalam sub-cekungan ini Satuan A dan Satuan B memiliki kontak selaras, sementara di dalam Satuan B tampak ketidakselarasan. Ketidakselarasan tersebut ditandai dengan keberadaan material sedimen syn-kinemati yang tipis meskipun tidak terdapat perbedaan secara signifikan pada fasies seismiknya. Pada sub-cekungan ini banyak ditemukan diskontinuitas vertikal di antara beberapa lipatan yang diinterpretasikan sebagai sesar. Diskontinuitas ini dapat dijadikan bukti keberadaan sesar geser transpresional. Antiklin yang terbentuk pada masa ini bersebelahan dengan Zona Sesar Bone Barat. Hal ini dapat mengindikasikan awal perpindahan dari sesar tersebut.

BAB V KESIMPULAN

Teluk Bone memiliki sejarah pembentukan yang kompleks pada masa Neogen, pemebentukan ini didominasi oleh proses ekstensi. Batuan dasar dari Teluk Bone bukan berasal dari lempeng samudera, tetapi dari beberapa batuan pra-Neogen. Di bagian barat tersusun oleh batuan volkanogenik, di bagian utara tersusun oleh batuan metamorf tingkat rendah dan ofiolit, dan di bagian timur tersusun oleh batuan metamorf dan ultramafik. Cekungan mulai terbentuk pada Miosen Awal, umur satuan batuan juga menunjukkan bahwa proses ekstensi dimulai pada Miosen Tengah meskipun amblasan sudah dimulai sejak Miosen Awal. Teluk Bone dibagi menjadi beberapa sub-cekungan dan tinggian. Tinggian di Teluk Bone merupakan refleksi dari zona sesar geser yang berarah barat barat laut- timur tenggara. Arah dari sesar geser ini dipengaruhi dari struktur batuan dasar, waktu aktif dari sesar geser tersebut juga berbeda-beda. Zona sesar geser yang berasosiasi dengan Tinggian Basa telah aktif sejak awal pembentukan cekungan, sementara zona sesar geser yang berhubungan dengan Tinggian Kolaka memiliki umur yang lebih muda. Hal ini dibuktikan dengan pergerakan pada Sesar Kolaka yang ada di daratan pada Miosen Akhir hingga Pliosen. Sesar yang membatasi sub-cekungan memiliki orientasi utara barat laut-selatan tenggara. Sesar-sesar tersebut memiliki komponen vertikal yang mencolok sehingga dapat menjadi indikasi pergeseran secara horizontal. Salah satu sesar yaitu Sesar Walanae yang terdapat di Sulawesi Selatan dan menerus hingga ke Palung Selayar. Sesar tersebut telah teridentifikasi sebagai sesar geser, hal ini disertai dengan komponen vertikal yang juga terdapat di Palung Selayar. Sedimen yang terdapat di Teluk Bone berasal dari bagian utara, timur, dan barat cekungan. Pada batas cekungan terdapat endapan karbonat yang berumur sama dengan endapan laut dalam yang terdapat di pusat cekungan. Ketidakselarasan antara Satuan D dan E dengan satuan batuan di atasnya menjadi tanda saat Pulau Sulawesi mengalami pengangkatan sekaligus saat Teluk Bone mengalami amblasan. Pergerakan pada Zona Sesar Walanae dan Zona Sesar Bonerate menyebabkan inversi dan pengungkitan pada cekungan. Peristiwa-peristiwa tersebut menyebabkan sedimen silisiklastik dari utara cekungan masuk ke Teluk Bone, hal ini kemudian diikuti dengan pembentukan Ngarai Bone yang mengarah ke selatan, pembentukan paparan batuan karbonat yang menunjukkan bentuk drowning di tepi cekungan, dan back-steppingbatuan karbonat. Potensi hidrokarbon di Teluk Bone ditandai dengan rembesan minyak dan diskontinuitas vertikal pada beberapa penampang seismik. Asosiasi dengan batuan pada cekungan di sekitarnya juga memungkinkan Teluk Bone untuk memiliki potensi batuan induk, reservoir, dan perangkap hidrokarbon. Namun, sesar-sesar normal yang memotong satuan batuan dalam sub cekungan dapat menimbulkan dampak negatif untuk kegiatan eksplorasi hidrokarbon

BAB VIDAFTAR PUSTAKA

Bemmelen, R.W.V., 1949, The Geology of Indonesia, vol. I A, Government Printing Office, The Hague. Camplin, D.J. dan Hall, R. 2013. Insight into the Structural and Stratigraphic Development of Bone Gulf, Sulawesi Proceedings Indonesian Petroleum Association, 37th Annual Convention and Exhibition May 2013. Camplin, D.J. dan Hall, R. 2014. Neogene History of Bone Gulf, Sulawesi, Indonesia Marine and Petroleum Geology, Vol. 57, 2014, 88-108. Hall, R., 2009. Indonesia, Geology Dalam: Gillespie, R. dan Clague, D. (Eds.). Encyclopedia of Islands. University of California Press. Suyono dan Kusnama. 2010. Stratigraphy and Tectonics of the Sengkang Basin, South Sulawesi Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 5 No. 1 Maret 2010, 1-11. Watkinson, I.M., Hall, R., Cottam, M.A., Sevastjanova, I., Suggate, S., Gunawan, I., Pownall, J.M., Hennig, J., Ferdian, F., Gold, D., Zimmermann, S., Rudyawan, A., dan Advocaat, E. 2012. New Insights into the Geological Evolution of Eastern Indonesia from Recent Research Projects by the SE Asia Research Group Berita Sedimentologi, No.23 Maret 2012, 21-27 http://apayangkaupikirkan.blogspot.com/2009/06/pengenalan-dasar-basin.htmlhttp://ok-review.com/pengertian-cekungan/ http://jojogeos.blogspot.com/2014/09/analisa-cekungan-sedimen-para-ahli.html