tugas arsitektur dan lingkungan

30
Arsitektur, Manusia dan Lingkungan; Arsitektur Berkelanjutan; dan Kota Berkelanjutan Oleh : Ristiani Hotimah 0905814

Upload: ristiani

Post on 14-Dec-2015

51 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Arsitektur dan Lingkungan

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Arsitektur Dan Lingkungan

Arsitektur, Manusia dan Lingkungan; Arsitektur Berkelanjutan; dan Kota Berkelanjutan

Oleh :

Ristiani Hotimah

0905814

Pendidikan Teknik Arsitektur

Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia

2010

Page 2: Tugas Arsitektur Dan Lingkungan

BAB 1Arsitektur , Manusia dan Lingkungan

ARSITEKTUR DAN LINGKUNGAN, PASCA ARSITEKTUR MODERN

Pendahuluan

Dalam perjalanan sejarah arsitektur,sudah bukan rahasia lagi bahwa arsitektur modern menghadapi banyak gugatan dan kegagalan dalam implementasinya. Berdasarkan telaah literature, kegagalan tersebut antara lain oleh karena arogansi yang begitu kental dalam nafas modern yang ditampilkannya,selain juga karena kekurangpekaan gerakan ini dalam membaca keberagaman wacana social yang ada dalam masyarakat yang dilayaninya. Contoh yang sering dijumpai adalah maraknya bangunan-bangunan megah, tinggi dan mewah di kota-kota besar seperti di Jakarta, Bandung dan Surabaya, yang kondisinya sangat mencolok jika dibandingkan dengan perumahan-perumahan yang bahkan cederung kumuh di sekitarnya.

Tidak lagi tersedianya lahan terbuka untuk bermain, bersosialisasi dan rekreasi bagi masyarakat setempat juga dibentuk oleh intensitas transportasi yang begitu tinggi. Arsitektur dan lingkungan binaan tidak lagi ramah dan tidak mencerimkan kepedulian akan eksistensi nilai-nilai kemanusian dalam wadah lingkungan fisiknya. Manusia hanya dianggap sebagai mesin berjiwa dengan kemampuannya menghasilkan nilai-nilai ekonomi secara kuantitas belaka. Fenomena yang mengkhwatirkan ini sebagian besar dilahirkan dari budaya industrialisasi yang memetingkan nilai ekonomi dan percepatan perputaran uang. Kekhwatiran ini akan semakin bertambah jika disadari kemungkinan dampak buruknya pada lingkungn baik fisik maupun alami dalam jangka panjang.

Makna Arsitektur

Keberadaan sebuah lingkungan binaan, termasuk jalan raya di dalam kota yang didiami manusia memiliki pengaruh yang tidak sedikit terhadap perilaku dan aktivitas mnusia, bagaimana manusian merasakan keberadaan diri mereka di dalamnya dan yang lebih terpenting adalah bagaimana manusia dapat hidup berdampingan dengan sewajarnya bersama manusia lainnya. Salah satu hal yang mendasari gejala ini adalah karena dalam hidupnya, manusia butuh berkoperasi atau bekerjasama, suatu hal yang banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, seperti misalnya saat manusia bersosialisasi dalam lingkungannya. Dalam proses sosialisais itu, apek komunikasi menjadi penting, karena dengan komunikasi manusia dapat saling berbagai pengalaman dalam kehidupan. Proses komunikasi tersebut juga terjadi antara manusian dengan lingkungannya dalam bentuk perilaku atau perangai.

Arsitektur merupaakn bagian dari lingkungan tempat terjadinya pertukaran informasi budaya yang melibatkan komunikasi di dalamnya. Dengan demikian, hal penting untuk

Arsitektur, Manusia dan Lingkungan; Arsitektur Berkelanjutan; Kota Berkelanjutan 2

Page 3: Tugas Arsitektur Dan Lingkungan

dipertimbngkan adalah bagaimana input informasi yang dimasukkan ke dalam arsitektur dan output bagaimana yang akan dihasilkan darinya, bagaimana manusia menggunakan informasi tersebut dalam kaitannya dengan aktivitas yang dilakukannya sehari-hari dalam arsitektur yang mewadahinya. Aritektur sebagai lingkungan binaan dapat dilihat sebagai proses dan catatan dari kejadian-kejadian budaya masa lalu yang dikomunikasikan hingga kini (Lynden Herbert,1972).

Dalam kaitannya dengan sosialisasi, proses komunikasi yang terjadi antara manusia dengan bangunan dalam tingkat masyarakat atau manusia yang jamak merupakan proses uang beragam dan tidak mudah untuk dimengerti, namun dalam tingkat pribadi tidaklah demikian. Proses komunikasi antara manusia dan arsitektur menyangkut proses mengalami dan pengalaman yang dimiliki oleh manusia. Secara pribadi, manusia dapat mersakan pengalamannya terhadap arsitektur. Ketika proses mengalami ruang dan bntuk merupakan sebuah proses yang dapat dinikmati oleh manusia, maka ketika itulah arsitejtur trjadi (William Wayne Caudill, et al, 1978). Arsitektur memiliki peranan penting dalam membantu manusia dalam proses kegaiatan yang harus dilakukannaya. Peran arsitektur di sini adalah mengupayakan kemudahan proses tersebut. Ditinjau dari segi kebutuhan praktis,yang merupakan hal yang umum bagi setiap orang, adalah pengetahuan dan kesadaran seseorang akan selalu mencari isyarat-isyarat yang menginformasikan yang diperlukan manusia secara wajar, aman dan nyaman. Proses pencarian isyarat ini muncul dalam wujud beragam pada beragam waktu.

Manusia – Lingkungan dan Arsitektur Modern

Era industrialisasi yang dimulai pada tahun 1759 memberikan pengaruh yang besar dalam dunia arsitektur, hingga jiwa uniformity dan anonymous yang ada pada industri muncul dalam wacana arsitektur, yaitu pada era arsitektur modern. Pergeseran dan perubahan cara pandang manusia dalam melihat diri dan eksistensinya dalam lingkungannya merupakan salah satu pemicu terjadinya gugatan yang membawa kegagalan bagi arsitektur modern. Sebagai pengguna dan atau penikmat arsitektur, dilandasi wawasan informasi yang semakin luas, manusia semakin mengingnkan standar kepuasan dan kenyamanan yang lebih baik pula, antara lain dalam hal arsitektur atau lingkungan fisik. Di sisi lain, lingkungan fisik secara tidak langsung membentuk karakter diri manusia, baik yang menghuni maupun yang menikmatinya.

Pada saat awal kemuncullannya, aritektur modern antara lain menawarkan ide keserderhanaan dan keseragaman bentuk fisik dengan menggunakan pendekatan desain secara rasional. Konsep yang dihadirkan adalah penekanan pada fungsi dan efisiensi melalui pemulihan material dan teknik rancang bangun yang paling mudah dan praktis, yang dianggap dapat memoderenisasikan manusia sehingga didapatkan suatu bentuk tatanan yang harmonis dengan konsep keabadian yang dapat dinikmati sepanjang waktu. Tujuan modernisasi tersebut dapat diartikan sebagai tidak pentingnya lagi semua hal yang ada kaitannya dengan masa lalu. Pada dasarnya, teknologi dalam industri diciptakan untuk dapat mempermudah hidup manusia. Termasuk dalam hal ini rsitektur.Akan tetapi dengan cara pendekatan, penyampaian dn perwujudan yang dijumpai dalam aristktur modern, ternyata tujuan tersebut malah memberikn dampak yang deskriptif atau memberikan

Arsitektur, Manusia dan Lingkungan; Arsitektur Berkelanjutan; Kota Berkelanjutan 3

Page 4: Tugas Arsitektur Dan Lingkungan

kosekuensi yang buruk bila terus diterapkan secara membabi buta. Dalam hal ruang terbuka kota, arsitektur modern bahkan turut berperan menghadirkan ruang-ruang terbuka kota yang tidak tergunakan dengan baik (lost Out door Space).

Dalam konteks social, gerakan modern lebih menitikberatkan pada rancang bangun dan rekayasa lingkungan fisik yang mengatur bagaimana manusia seharusnya menjalani hidupnya (berkeinginan mengendalikan dan membatasi) dari pada menawarkan solusi yang memberikan keluasan bagi manusia dalam menjalankan kehidupan sehari-hari secara normal. Hal ini berarti mengesampingkan aspek sosia masyarakat sebagai bagian dari nilai-nilai penentu lingkungan fisik. Mungkin pendapat ini menunjukkan adanya kesan arogansi tersebut. Arogansi timbul dari asumsi para praktis agar rancangan yang dihasilkan dalam kerangka ideology tersebut mencerminkan citarasa seni dan keindahan dari klien atau sang pengguna. Kecenderungan ini muncul pada era-era sebelumnya, oleh karena klien atau pengguna memilih sendiri perancang yang dipercayainya memiliki kemampuan keilmuan dan teknik yang tinggi.

Dalam konteks masyarakat tradisional, perancang bahkan hanya dapat berkarya dalam kerangka adat dan tradisi yang sudah memiliki batasan tertentu dalam pelaksanaaanya. Dengan demikian, bangunan yang dihasilkan benar-benar mencerminkan sang pengguna; bagaimana pengguna hidup dalam kesehariannya di dalam kerangka social setempat yang kemudian diwadahi dalam bangunan. Oleh karena itu, jika ditinjau dari sisi aspek kesejarahannya arsitektur non-modern (kalau boleh disebut demikian) adalah merupakan hasil upaya yang paling optimal dalam beradaptasi dengan aspek social masyarakatnya, sedangkan arsitektur modern pada perkembangannya menunjukkan pola keseragaman yang anomies dan mengarah pada adanya ketidakpedulian pada identitas pribadi atau komunitas local sebagai klien atau pengguna. Sekali lagi, hal ini memetingkan pada nilai ekonomi dan percepatan perputaran uang.

Industrialisasi menciptakan konglomerat –konglomerat baru sebagai klien yang membayar,dan bukan sebagai klien sebagai pengguna.Hal ini turut menyebabkan terbetuknya ideology arsitektur modern. Rumah-rumah tidak lagi dihargai sebagai wujud aktualisasi diri sebagaimana di ungkapkan oleh Abraham Maslow, akan tetapi dipandang sebagai proyek yang bernilai ekonomis bagi segelintir orang yang sanggup membiayai pembangunan rumah dalam bentuk blok bertingkat dan bernilai banyak. Dengan ide ini, pemukiman dibangun seperti mesin berinti banyak, tanpa adanya ruang-ruang terbuka sebagai tempat sosialisasi, tempat bermain anak-anak dan rekreasi. Mengutip Le Corbusier yang menyatakan pada awal abad ini bahwa rumah merupakan sebuah mesin di mana manusia hidup di dalamnya ‘’a house as a machine for living’’, rumah adalah sebagai mesin di mana kita hidup di dalamnya , kantor adalah sebuah mesin untuk di mana orang bekerja didalamnya dan katedral adalah sebuah mesin di mana kita berdoa di dalamnya. Pernyataan ini menujukkan adanya prospek yang mengkhwatirkan, karena apa yang telah terjadi adalah para perancang kini merancang untuk mesin bukan untuk manusianya.

Ironisnya, pada saat yang sama, Le Corbuiser sebagai seorang arsitek (yang sering disebut-sebut sebagai Bapak Arsitektur Modern) justru terlibat dalam paradigma buruknya arsitektur modern tersebut. Ia merancang sebuah rumah bersusun yang dikombinasikan dengan fasilitas umum dan social yang lengkap seperti sekolah dan kantor pos di Chandigarh, India. Namun yang terjadi adalah bangunan perumahan tersebut tidak

Arsitektur, Manusia dan Lingkungan; Arsitektur Berkelanjutan; Kota Berkelanjutan 4

Page 5: Tugas Arsitektur Dan Lingkungan

mendapatkan tanggapan yang baik dari penggunaannya. Salah satunya adalah karena rumah susun tersebut tidak dapat mewadahi perilaku yang cukup memadai jumlahnya dalam jarak tempuh relatif dekat. Contoh tersebut mewujudkan bahwa arsitektur modern belum dapat mewadahi kebutuhan perilaku spsifik dari klien pengguna, selain kebutuhan dan persyaratan teknis dan biologis semata, yang berarti factor manusia dengan segala keragaman dan perilakunya belum dipertimbangkan secara masak.

Dengan melihat pola perkembangan yang ada, kini saatnya kalangan perancang dan kalangan terkait lain yang berkepentingan mulai meletakkan kembali nilai-nilai eksistensi manusia dalam lingkungannya. Perkembangan yang pada saat ini menunjukkan bahwa kita sudah sampai pada titik dalam sejarah, di mana nilai-nilai kemanusian, kualitas hidup dan lingkungan menjadi pertimbangan utama dibandingkan nilai-nilai ekonomi, kualitas keuangan dan teknologi. Sebagai akibat dari proses industrialisasi yang cenderung menyeragamkan tingkat kesejahteraan, banyak ditemukan tanda-tanda kekosongan jiwa, kebingungan, tujuan yang tidak jelas bahkan keterasingan yang menunjukkan adanya degradasi nilai kemanusian (Brenda & Robert Vale 1991 : 124). Dengan memanfaatkan teknologi dan kemajuan ilmu pengetahuan yang ada semaksimal mungkin, diharapkan kita dapat meningkatkan kualitas hidup manusia dalam lingkungannya, melalui produk arsitektur yang dapat tanggap perilaku dan tanggap social.

Arsitektur Biologis, Penghubung Manusia dengan Lingkungan HidupPada abad ke-8, para seniman bangsa Indonesia telah mencoba memvisualkan

mitologi tentang kalpataru dalam bentuk relief di Candi Mendut. Dalam mitologinya, kalpataru disebutkan sebagai pohon kehidupan atau pohon hayati. Siapapun yang memakan buah pohon kalpataru, maka dia akan bisa hidup abadi. Dari mitologi inilah kemudian pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup pada 1982 menggali makna kalpataru dan merekontekstualisasinya sebagai pesan untuk pelestarian lingkungan hidup. Wahana Lingkungan HidupIndonesia (Walhi) kemudian memperoleh ide untuk logo organisasinya dari relief kalpataru di Candi Mendut. Terkait dengan pelestarian lingkungan, para tokoh intelektual Bali juga telah merumuskan konsep Tri Hita Karana yang bermakna universal. Secara filosofi, Tri Hita Karana menyangkut hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan sesamanya, manusia dengan mahluk lain dan alam lingkungannya. 

Menjelang akhir abad ke-20, para ahli dan peneliti lingkungan menemukan adanya "lubang" pada lapisan ozon di antariksa kutub selatan, kutub utara, dan pengikisan lapisan ozon di atmosfir Eropa timur, sebagian penduduk di bumi pun mulai cemas terhadap akan terjadinya pemanasan global. 

Menghadapi masalah ini, para desainer di seluruh dunia yang terhimpun dalam berbagai organisasi profesi sesuai dengan wilayahnya, kemudian membuat kesepakatan dalam mendesain harus memperhatikan ketentuan yang disebut "Green Code of Engineers". Maksud kesepakatan ini adalah agar para desainer dalam membuat desain selalu memperhatikan lingkungan hidup dan pemeliharaan alam. Dalam mewujudkan desainnya, mereka diharapkan menggunakan bahan-bahan imitasi atau yang bisa didaur ulang, demi keselamatan alam dan hutan tropis. 

Arsitektur, Manusia dan Lingkungan; Arsitektur Berkelanjutan; Kota Berkelanjutan 5

Page 6: Tugas Arsitektur Dan Lingkungan

Karena itu, Himpunan Desainer Interior Indonesia yang tergabung dalam Asosiasi Masyarakat Desain Wilayah AsiaPasifik (APSDA) juga wajib menjaga keselamatan alam dan hutan tropis Indonesia. Agar tidak terlalu banyak mengganggu masalah lingkungan, maka para desainer interior diharapkan lebih menekankan "unsur manusiawi" dalam perancangannya. Sebab, rancangan ruang memang seharusnya lebih memikirkan manusia sebagai penggunanya. 

Dalam kongres APSDA d Tanah Lot awal Oktober 2000, diangkatlah tema "Humanizing the Space". Dengan tema ini, diharapkan setiap desainer interior dalam berkarya wajib memberikan sentuhan manusiawi pada ruang hunian manusia. Sentuhan manusiawi ini antara lain dapat diwujudkan dalam pemilihan warna ruang yang sangatberkaitan dengan masalah psikologis manusia -- pengguna ruang tersebut. 

Arsitektur Biologis 

Salah satu upaya agar rancang bangun sebuah karya arsitektur senantiasa memperhatikan aspek lingkungan dan dapat meningkatkan kualitas kehidupan adalah konsep arsitektur biologis. Istilah arsitektur biologis diperkenalkan oleh beberapa ahli bangunan, antara lain Prof. Mag.arch, Peter Schmid, Rudolf Doernach dan Ir. Heinz Frick. Arsitektur biologis berarti ilmu penghubung antara manusia dan lingkungannya secara keseluruhan. Arsitektur biologis mempelajari pengetahuan tentang hubungan integral antara manusia dan lingkungan hidup. 

Ribuan tahun lamanya manusia telah berjuang untuk menguasai alam. Jiwa dan raganya tidak jarang dipertaruhkan. Setidak-tidaknya kini manusia telah mulai menguasai alam lewat bantuan teknologi. Teknologi modern merupakan alat yang dengan cepat dapat membantu mensejahterakan kehidupan manusia, dibandingkan teknologi di abad-abad sebelum terjadinya revolusi industri. Proses biologis dianggap terlalu lamban untuk bisa mensejahterakan kehidupan. Namun, teknologi modern ternyata menimbulkan efek-efek samping yang bersifat biologis, psikologis, maupun ekologis. Semua itu nantinya bisa menimbulkan ancaman bagi alam dan membahayakan kehidupan. 

Di sinilah pentingnya pemahaman pengetahuan arsitektur dan lingkungan, yang bisa menyadarkan setiap insan untuk berpikir secara baru. Arsitektur dan pembangunan perumahan haruslah menuju keselarasan hubungan manusia, alam dan lingkungan hidupnya. Dalam hal ini, arsitektur biologis akan mempergunakan teknologi alamiah untuk menetrasi keadaan kritis alam yang sudah mulai terancam. 

Melalui konsep arsitektur biologis, para arsitek diajak memahami rumah sebagai sebuah bangunan organis, untuk meningkatkan kualitas kehidupan. Kualitas bangunan dengan bagian-bagian material dan rohani menentukan kualitas lingkungan hidup manusia. Bahan-bahan bangunan yang digunakan dalam mewujudkan arsitektur biologis adalah bahan-bahan bangunan dari alam. Bahan bangunan alam yang dapat dibudidayakan lagi, digunakan dalam arsitektur biologis, seperti kayu, bambu, rumbia, alang-alang dan ijuk. Bahan bangunan alamiah yang dapat digunakan lagi menjadi bangun alamiah yang dapat digunakan lagi menjadi bangun arsitektural adalah tanah liat, tanah lempung dan batu alam.

Arsitektur, Manusia dan Lingkungan; Arsitektur Berkelanjutan; Kota Berkelanjutan 6

Page 7: Tugas Arsitektur Dan Lingkungan

Sedangkan bahan bangunan alam yang diproses pabrik atau industriadalah batu artifisial yang dibakar (batu merah), genting flam, genting pres dan batu-batuan pres (batako). 

Perencanaan arsitektur biologis senantiasa memperhatikan konstruksi yang sesuai dengan tempat bangunan itu berada. Teknologinya sederhana, bentuk bangunannya pun ditentukan oleh fungsi menurut kebutuhan dasar penghuni dan cara membangunnya. Bentuk bangunan ditentukan oleh rangkaian bahan bangunannya. Konstruksi bangunan yang digunakan ada yang bersifat masif (konstrtuksi tanah, tanah liat dan lempung), berkotak (konstruksi batu alam dan batu-batu merah), serta konstruksi bangunan rangka (kayu dan bambu). Atas dasar pengetahuan tentang bahan bangunan tersebut, akhirnya tercipta bentuk-bentuk bangunan yang berkaitan dengan sejarah arsitektur. 

Arsitektur Tradisional 

Arsitektur tradisional merupakan contoh dari arsitektur biologis. Arsitektur ini mencerminkan suatu cara kehidupan harmonis, asli, ritmis dan dinamis, terjalin antara kehidupan manusia dan lingkungan sekitar secara keseluruhan. Arsitektur tradisional dibangun dengan cara yang sama dari generasi ke generasi berikutnya. Arsitektur ini cocok dengan iklim daerah setempat dan masing-masing suku bangsa di Indonesia rupanya telah memiliki arsitektur tradisional. 

Bentuk awal rumah bangsa Indonesia pada zaman dulu kiranya masih dapat dilihat di daerah-daerah pedalaman, seperti di Irian Jaya (Papua). Arsitektur yang dimiliki suku Korowai di Merauke misalnya, meskipun dibangun di atas pohon, tetapi kehidupan dan perencanaan bangunan suku ini selaras dengan alam. Mereka masih menggunakan peralatan dari batu karang dan kayu. Rumah yang dibangun di atas pohon ini paling tidak menghabiskan waktu 2 tahun untuk penyelesaiannya, dan bisa menampung 4-5 keluarga. Dinding rumah dibuat dari pelepah daun nipah, pohon penghasil sagu. Alas rumah dari kulit kayu balsa yang diserut dengan pisau karang. 

Bentuk perkampungan dan perumahan di Bali juga mencerminkan suatu cara kehidupan harmonis antara manusia dan alam. Bentuk bangunannya disesuaikan dengan fungsi dan aktivitas penghuni. Bahan-bahan bangunannya berasal dari bahan alami dan dibentuk dengan bantuan konstruksi yang memperhatikan iklim setempat. 

Ahli biologi dan arsitek Rudolf Doernach kelahiran Stuttgart-Jerman, melihat ada kecenderungan dan dorongan kuat, bahwa setiap negara di dunia kini berusaha membangun permahan dan kota masa depan yang memperhatikan masalah penyelamatan lingkungan. Pengotoran udara oleh industri dan kepadatan penduduk di perkotaan, sangat menghantui banyak negara di dunia. Arsitektur biologis adalah alternatif untuk memperingan kerusakan lingkungan akibat kemajuan teknologi. Disarankan, pembangunan lingkungan harus terdiri dari dinding dan atap hidup yang menyediakan oksida dan energi. 

Pendidikan arsitektur barat sebenarnya kurang tepat diterapkan di negara-negara berkembang seperti Indonesiayang memiliki latar belakang kebudayaan berbeda-beda. Karena itu, arsitektur biologis lebih mudah berkembang di Indonesia. Arsitektur barat

Arsitektur, Manusia dan Lingkungan; Arsitektur Berkelanjutan; Kota Berkelanjutan 7

Page 8: Tugas Arsitektur Dan Lingkungan

modern yang dibangun dengan teknologi tinggi, lebih sering merusak dasar kehidupan manusia dan lingkungan alamnya. 

Arsitektur biologis pada dasarnya dibangun dari pembangunan yang bersifat biologis dan berakhir pada pemikiran baru yang lebih mendalam. Dia bersifat ekologis, alternatif dan tertuju kepada masa depan dengan kehidupan, pendidikan dan pemukiman yang seimbang dengan alam.

Penutup

Pada akhirnya, lingkungan alami maupun binaan harus menjadi pertimbangan rekayasa dan rancang bangun, agar semakin bijak berkarya dalam konteks kemajuan teknologi yang semakin canggih. Perkembangan sistem informasi dengan keleluasaan jaringan yang semakin fleksibel, apabila dimanfaatkan secara bijaksana dapat menjadi pendukung. Namun apa artinya teknologi jika satu – satunya pengguna teknologi, yaitu manusia, tidak dapat menikmati lingkungnnya secara nyaman, bahkan cenderung mengalami penurunan semangat, kualitas bahkan harkat. Hal ini akan semakin memburuk bila keadaan lingkungan alami secara keseluruhan mengalami perusakan total akibat kecerobohan praktisi rekayasa dan rancang bangun dalam membaca fenomena yang sedang berlangsung. Jika ekspresi fisik pola kehidupan social dipahami dan dimengerti secara utuh oleh seorang arsitek, maka dasar pendekatan baru dalam desain melalui pendekatan perilaku, social dan pendekatan ekologi dapat menjamin masa depan bagi lingkungan alami dan binaan yang ditempati oleh manusia.

BAB 2Arsitektur Berkelanjutan

Arsitektur, Manusia dan Lingkungan; Arsitektur Berkelanjutan; Kota Berkelanjutan 8

Page 9: Tugas Arsitektur Dan Lingkungan

PENGERTIAN, KAIDAH, DAN KONSEP ARSITEKTUR BERKELANJUTAN

Pembangunan yang berkelanjutan sangat penting untuk diaplikasikan di era modern ini. Maksud dari pembangunan yang berkelanjutan adalah:

1. Environmental Sustainability:a. Ecosystem integrityb. Carrying capacityc. Biodiversity

Yaitu pembangunan yang mempertahankan sumber daya alam agar bertahan lebih lama karena memungkinkan terjadinya keterpaduan antarekosistem, yang dikaitkan dengan umur potensi vital sumber daya alam dan lingkungan ekologis manusia, seperti iklim planet, keberagaman hayati, dan perindustrian. Kerusakan alam akibat eksploitasi sumber daya alam telah mencapai taraf pengrusakan secara global, sehingga lambat tetapi pasti, bumi akan semakin kehilangan potensinya untuk mendukung kehidupan manusia, akibat dari berbagai eksploitasi terhadap alam tersebut.

2. Social Sustainability:a. Cultural identityb. Empowermentc. Accessibilityd. Stabilitye. Equity

Yaitu pembangunan yang minimal mampu mempertahankan karakter dari keadaan sosial setempat. Namun, akan lebih baik lagi apabila pembangunan tersebut justru meningkatkan kualitas sosial yang telah ada. Setiap orang yang terlibat dalam pembangunan tersebut, baik sebagai subjek maupun objek, haruslah mendapatkan perlakuan yang adil. Hal ini diperlukan agar tercipta suatu stabilitas sosial sehingga terbentuk budaya yang kondusif.

3. Economical Sustainability:a. Growthb. Developmentc. Productivityd. Trickle-down

Yaitu pembangunan yang relative rendah biaya inisiasi dan operasinya. Selain itu, dari segi ekonmomi bisa mendatangkan profit juga, selain menghadirkan benefit seperti yang telah disebutkan pada aspek-aspek yang telah disebutkan sebelumnya. Pembangunan ini memiliki ciri produktif secara kuantitas dan kualitasnya, serta memberikan peluang kerja dan keuntungan lainnya untuk individu kelas menengah dan bawah.

Pengertian Arsitektur yang berkelanjutan, seperti dikutip dari buku James Steele Suistainable Architecture, adalah ”Arsitektur yang memenuhi kebutuhan saat ini, tanpa membahayakan kemampuan generasi mendatang, dalam memenuhi kebutuhan mereka

Arsitektur, Manusia dan Lingkungan; Arsitektur Berkelanjutan; Kota Berkelanjutan 9

Page 10: Tugas Arsitektur Dan Lingkungan

sendiri. Kebutuhan itu berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lain, dari satu kawasan ke kawasan lain dan paling baik bila ditentukan oleh masyarakat terkait.”

Arsitektur berkelanjutan merupakan konsekuensi dari komitmen Internasional tentang pembangunan berkelanjutan karena arsitektur berkaitan erat dan fokus perhatiannya kepada faktor manusia dengan menitikberatkan pada pilar utama konsep pembangunan berkelanjutan yaitu aspek lingkungan binaan dengan pengembangan lingkungannya, di samping pilar pembangunan ekonomi dan sosial.

Berbagai konsep dalam arsitektur yang mendukung arsitektur berkelanjutan, antara lain dalam efisiensi penggunaan energi, efisiensi penggunaan lahan, efisisensi penggunaan material, penggunaan teknologi dan material baru, dan manajemen limbah.

Perlunya lebih banyak promosi bagi arsitektur berkelanjutan adalah sebuah keharusan, mengingat kondisi bumi yang semakin menurun dengan adanya degradasi kualitas atmosfer bumi yang memberi dampak pada pemanasan global. Semakin banyak arsitek dan konsultan arsitektur yang menggunakan prinsip desain yang berkelanjutan, semakin banyak pula bangunan yang tanggap lingkungan dan meminimalkan dampak lingkungan akibat pembangunan. Dorongan untuk lebih banyak menggunakan prinsip arsitektur berkelanjutan antara lain dengan mendorong pula pihak-pihak lain untuk berkaitan dengan pembangunan seperti developer, pemerintah dan lain-lain. Mereka juga perlu untuk didorong lebih perhatian kepada keberlanjutan dalam pembangunan ini dengan tidak hanya mengeksploitasi lahan untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa kontribusi bagi lingkungan atau memperhatikan dampak lingkungan yang dapat terjadi.

Sebagai proses perubahan, pembangunan berkelanjutan harus dapat menggunakan sumber daya alam, investasi, pengembangan teknologi, serta mampu meningkatkan pencapaian kebutuhan dan aspirasi manusia. Dengan demikian, arsitektur berkelanjutan diarahkan sebagai produk sekaligus proses berarsitektur yang erat mempengaruhi kualitas lingkungan binaan yang bersinergi dengan faktor ekonomi dan sosial, sehingga menghasilkan karya manusia yang mampu meneladani generasi berarsitektur di masa mendatang.

Proses keberlanjutan arsitektur meliputi keseluruhan siklus masa suatu bangunan, mulai dari proses pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran bangunan. Visi arsitektur berkelanjutan tidak saja dipacu untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (greenhouses effect), juga mengandung maksud untuk lebih menekankan pentingnya sisi kualitas dibanding kuantitas ditinjau dari aspek fungsional, lingkungan, kesehatan, kenyamanan, estetika dan nilai tambah.

Secara normatif, hal ini sudah terakomodasi dalam peraturan perundangan seperti ketentuan tentang fungsi bangunan gedung, persyaratan tata bangunan yang berkaitan dengan aspek lingkungan dan estetika pada berbagai skala dan cakupan baik ruangan, bangunan, lingkungan, maupun persyaratan keandalan bangunan gedung yang meliputi keselamatan, kesehatan, kenyamaman dan kemudahan. Dari sisi ini, kesadaran faktor manusia dikedepankan dibanding faktor lain. Hal ini mengingat paradigma yang juga sudah berubah dan mengalami perkembangan yang awalnya sebagai paradigma pertumbuhan

Arsitektur, Manusia dan Lingkungan; Arsitektur Berkelanjutan; Kota Berkelanjutan 10

Page 11: Tugas Arsitektur Dan Lingkungan

ekonomi, kemudian bergeser ke paradigma kesejahteraan. Di era reformasi dan demokratisasi politik di Indonesia, mulai bergeser ke pola paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development paradigm) yang lebih bernuansa pemberdayaan komitmen internasional.

Penerapan arsitektur berkelanjutan diantaranya:

1. Dalam efisiensi penggunaan energi:a. Memanfaatkan sinar matahari untuk pencahayaan alami secara maksimal pada

siang hari, untuk mengurangi penggunaan energi listrik.b. Memanfaatkan penghawaan alami sebagai ganti pengkondisian udara buatan (air

conditioner).c. Menggunakan ventilasi dan bukaan, penghawaan silang, dan cara-cara inovatif

lainnya.d. Memanfaatkan air hujan dalam cara-cara inovatif untuk menampung dan mengolah

air hujan untuk keperluan domestik.e. Konsep efisiensi penggunaan energi seperti pencahayaan dan penghawaan alami

merupakan konsep spesifik untuk wilayah dengan iklim tropis.

2. Dalam efisiensi penggunaan lahan:a. Menggunakan seperlunya lahan yang ada, tidak semua lahan harus dijadikan

bangunan, atau ditutupi dengan bangunan, karena dengan demikian lahan yang ada tidak memiliki cukup lahan hijau dan taman. Menggunakan lahan secara efisien, kompak dan terpadu.

b. Potensi hijau tumbuhan dalam lahan dapat digantikan atau dimaksimalkan dengan berbagai inovasi, misalnya pembuatan atap diatas bangunan (taman atap), taman gantung (dengan menggantung pot-pot tanaman pada sekitar bangunan), pagar tanaman atau yang dapat diisi dengan tanaman, dinding dengan taman pada dinding ,dan sebagainya.

c. Menghargai kehadiran tanaman yang ada di lahan, dengan tidak mudah menebang pohon-pohon, sehingga tumbuhan yang ada dapat menjadi bagian untuk berbagi dengan bangunan.

d. Desain terbuka dengan ruang-ruang yang terbuka ke taman (sesuai dengan fleksibilitas buka-tutup yang direncanakan sebelumnya) dapat menjadi inovasi untuk mengintegrasikan luar dan dalam bangunan, memberikan fleksibilitas ruang yang lebih besar.

e. Dalam perencanaan desain, pertimbangkan berbagai hal yang dapat menjadi tolak ukur dalam menggunakan berbagai potensi lahan, misalnya; berapa luas dan banyak ruang yang diperlukan? Dimana letak lahan (dikota atau didesa) dan bagaimana konsekuensinya terhadap desain? Bagaimana bentuk site dan pengaruhnya terhadap desain ruang-ruang? Berapa banyak potensi cahaya dan penghawaan alami yang dapat digunakan?

3. Dalam efisiensi penggunaan material :

Arsitektur, Manusia dan Lingkungan; Arsitektur Berkelanjutan; Kota Berkelanjutan 11

Page 12: Tugas Arsitektur Dan Lingkungan

a. Memanfaatkan material sisa untuk digunakan juga dalam pembangunan, sehingga tidak membuang material, misalnya kayu sisa dapat digunakan untuk bagian lain bangunan.

b. Memanfaatkan material bekas untuk bangunan, komponen lama yang masih bisa digunakan, misalnya sisa bongkaran bangunan lama.

c. Menggunakan material yang masih berlimpah maupun yang jarang ditemui dengan sebaik-baiknya, terutama untuk material seperti kayu.

4. Dalam penggunaan teknologi dan material baru :a. Memanfaatkan potensi energi terbarukan seperti energi angin, cahaya matahari dan

air untuk menghasilkan energi listrik domestik untuk rumah tangga dan bangunan lain secara independen.

b. Memanfaatkan material baru melalui penemuan baru yang secara global dapat membuka kesempatan menggunakan material terbarukan yang cepat diproduksi, murah dan terbuka terhadap inovasi, misalnya bambu.

5. Dalam manajemen limbah :a. Membuat sistem pengolahan limbah domestik seperti air kotor (black water, grey

water) yang mandiri dan tidak membebani sistem aliran air kota.b. Cara-cara inovatif yang patut dicoba seperti membuat sistem dekomposisi limbah

organik agar terurai secara alami dalam lahan, membuat benda-benda yang biasa menjadi limbah atau sampah domestik dari bahan-bahan yang dapat didaur ulang atau dapat dengan mudah terdekomposisi secara alami.

Mungkin jika saya mencoba merangkum penerapan arsitektur berkelanjutan di atas. Maka, akan terbagi kepada tiga hal:

1. Energy issues -> efficiency, renewable.

Energi sangat perlu diberi perhatian khusus oleh Arsitek, terutama energy listrik, karena listrik sangat berkaitan dengan bidang Arsitektur.

Banyak bangunan di Indonesia yang masih harus menyalakan lampu ketika digunakan pada siang hari. Tentu hal tersebut sangat aneh, mengingat Indonesia memiliki sinar matahari yang berlimpah. Matahari selalu bersinar sepanjang tahun di langit Indonesia yang hanya mengenal dua musim tersebut.

Salah satu penyebab keanehan tersebut adalah desain yang kurang memasukkan cahaya matahari ke dalam bangunan. Mungkin salah satu solusi yang bisa diberi adalah perbanyak bukaan pada fasad, perkecil tebal bangunan, atau buat atrium yang menggunakan skylight.

2. Water conservation -> reduce, recycle

Perlu adanya kesadaran bahwa kita haruslah menlakukan penghematan terhadap air bersih. Karena untuk saat ini, air bersih mulai mengalami kelangkaan. Bahkan di suatu

Arsitektur, Manusia dan Lingkungan; Arsitektur Berkelanjutan; Kota Berkelanjutan 12

Page 13: Tugas Arsitektur Dan Lingkungan

tempat, untuk mendapatkan air bersih harus mengantri, kemudian membeli dan menggotongnya ke rumah. (tidak melalui pipa)

Misalnya untuk hal-hal/kegiatan yang tidak begitu memerlukan air bersih, seperti menyiram kotoran setelah buang air besar. Padahal kita bisa memanfaatkan air hujan untuk hal tersebut, apalagi di Indonesia terdapat curah hujan yang cukup tinggi sehingga penghematan air bersih sangat feasible untuk dilakukan.

Cara penghematan:a. Gunakan air hujan tersebut (tampung) hingga tak ada lagi yang terbuang begitu saja.b. Bila ada sisa, resapkan air hujan ke dalam tanah. Selama ini, air hujan selalu

langsung dialirkan ke selokan yang berakhir di laut. Hal ini tidak memberikan kesempatan pada air hujan untuk meresap ke dalam tanah karena semua selokan diberi perkerasan seluruh permukaannya.

c. Bila masih ada lebihnya, baru dialirkan ke dalam selokan-selokan kota.a. Selain menghemat air bersih, cara seperti ini bisa mengurangi tingkat banjir. Karena

selokan-selokan tidak akan dipenuhi air.

3. Material alam

Penggunaan material alam sangat direkomendasikan untuk dipakai karena akan lebih bersahabat kepada penggunanya. Di sinilah terungkapkan bahwa ada perbedaan yang cukup besar antara material alam dengan material buatan manusia. Material alam yang merupakan karya Tuhan tidak meradiasikan panas dan tidak merefleksikan cahaya.

Contoh: daun pada pepohonan. Kita akan merasa sejuk berada di bawahnya. Berbeda dengan tenda ataupun material buatan manusia lainnya. Kita akan tetap merasa panas dan tidak nyaman.

Aplikasinya dalam berarsitektur, misalnya penggunaan cobbale stone pada bak kontrol. Selain dapat menyerap air, cobbale stone ini bisa ditumbuhi rumput. Dan rumput itulah yang membawa ‘ruh’ pada bak kontrol. Sehingga space berubah menjadi place. Space adalah ruang yang belum punya makna. Place adalah space yang telah memiliki kehidupan di dalamnya.

Intinya, seorang arsitek sebaiknya mendesain dengan menggunakan prinsip ekologi dan tidak melulu menggunakan hardscape.

Arsitektur, Manusia dan Lingkungan; Arsitektur Berkelanjutan; Kota Berkelanjutan 13

Page 14: Tugas Arsitektur Dan Lingkungan

BAB 3Kota Berkelanjutan (Sustainable City)

KRISIS PERKOTAAN DAN UPAYA UNTUK MEWUJUDKAN KOTA YANG BERKELANJUTAN

KOTA KITA : MASA DEPAN KITA

“ The battle for the environmental future of our planet will be won or lost in the cities, particularly cities of the developing world” (Maurice Strong, 1996)

Urbanisasi dan pertumbuhan kota merupakan sesuatu yang inevitable; Lingkungan Kota menjadi tumpuan perkembangan ekonomi dan kebudayaan

manusia di masa depan pada saat yang sama berbagai persoalan lingkungan dan sosial berkembang di kota;

Proses urbanisasi dan perkembangan kota di negaranegara berkembang masih terus terjadi dan masih dapat dibentuk/dikoreksi; Perlunya perhatian yang lebih terhadap lingkungan perkotaan.

BEBERAPA FAKTA URBANISASI & PERKEMBANGAN KOTA DI INDONESIA

Di Indonesia, perkembangan kota mengkonsumsi sekitar 25.100 Ha lahan per tahun, belum termasuk untuk kawasan industri, parwisata, dan pembangunan regional; Pada tahun 2020, penduduk perkotaan di Indonesia akan mencapai 127 juta jiwa, dan akan terdapat paling

tidak 23 kota dengan penduduk di atas 1 juta jiwa; Rata-rata kota berpenduduk 1 juta jiwa membutuhkan 625.000 ton air; 2000 ton

makanan, 9500 ton bahan bakar, dan menghasilkan limbah air sebesar 500.000 ton, 2000 ton limbah padat, dan 950 ton limbah udara;

Sekitar 60% penduduk kota di negara-negara berkembang tinggal di lingkungan perumahan yang tak terencana dengan dukungan infrastruktur yang minimal;

Dihampir semua kota-kota di negara berkembang, tiga-perempat sampah kota tidak dapat ditangani oleh pemerintah kota.

KRISIS PERKOTAAN: DAMPAK NEGATIP URBAN SPRAWL

Perkembangan kota yang sprawling menyebabkan inefisiensi lahan; Banyak tanah-tanah kosong/vacant/terlantar; Terjadi spekulasi tanah yang tidak terkontrol; Terjadi proses konversi tanah-tanah pertanian subur yang berlebihan; Terjadi travel costs yang berlebihan karena lokasi perumahan yang sprawling; Inefisiensi sarana prasarana.

RUANG PUBLIK KOTA TELAH HILANG!

Arsitektur, Manusia dan Lingkungan; Arsitektur Berkelanjutan; Kota Berkelanjutan 14

Page 15: Tugas Arsitektur Dan Lingkungan

Terjadi proses komodifikasi/komersialisasi dan privatisasi ruang kota; Lingkungan kota lebih didominasi oleh “buildings” Ruang-ruang publik banyak yang dirampok! Masih terdapat ruang-ruang publik, tapi tidak dimanfaatkan-

diberdayakandioptimalkan; Perlu “advocacy” terhadap ruang-ruang publik kota.

URBANISASI, PERKEMBANGAN KOTA DAN PERSOALAN: TRANSPORTASI

Terjadi peningkatan pemilikan kendaraan bermotor di negara-negara berkembang sebesar 10% (1970-1990);

Pada tahun 1990, transportasi kontribusi sepertiga dari total 125 billion tons carbon dioxide dalam sector energi;

Di Indonesia, sekitar 30 gigaton/GT dari total 35 GT total emisi dari sektor transport disumbangkan oleh transportasi darat;

Dari tahun 1994-1999, konsumsi energi untuk transport di Indonesia meningkat dari 36,5% menjadi 40,1% dari semua;

Jalan-jalan di Amerika mengkonsumsi hampir sepertiga lahan kota, satu kilometer expressway dapat dipakai untuk perumahan bagi 1000 jiwa;

Setiap hari, 1300 manusia meninggal karena kecelakaan lalu-lintas.

URBANISASI, PERKEMBANGAN KOTA DAN PERSOALAN LINGKUNGAN: PERUMAHAN

Sekitar 60% penduduk kota tinggal diperumahan/kampung dengan infrastruktur (air bersih, sanitasi) yang kurang memadai;

Kondisi air minum di beberapa kota di Indonesia tidak/kurang layak; Sebagian kampung telah mengalami “overcrowding” Tidak terdapat ruang-ruang publik yang memadai; Tidak cukup taman dan ruang terbuka hijau kota; Sebagian rumah penduduk tidak dilengkapi dengan KM/MCK; Kapasitas daya dukung kota menurun, tidak sebanding dengan beban/manfaatnya.

KONDISI KOTA KITA: DEHUMANISASI?

Persoalan lingkungan kota semakin meningkat dan kompleks; Meningkatnya persoalan-persoalan sosial perkotaan merefleksikan situasikondisi

lingkungan kota yang tidak kondusif untuk perkembangan kebudayaan manusia; Proses perkembangan kota yang “market driven” telah membawa kotakota kita pada proses dehumanisasi yang mengkhawatirkan.

SUSTAINABLE URBAN DEVELOPMENT SEBAGAI KONSEP PENGEMBANGAN PERKOTAAN DI INDONESIA

Arsitektur, Manusia dan Lingkungan; Arsitektur Berkelanjutan; Kota Berkelanjutan 15

Page 16: Tugas Arsitektur Dan Lingkungan

Proses pembangunan kota yang ”market driven” harus dikoreksi; Dimensi lingkungan, sosial dan kultural kota harus mendapat perhatian; Prinsip-prinsip keadilan antar dan lintas generasi harus diwujudkan; Kota harus mempunyai “roh” “jiwa” dan “identitas” nya masing-masing; Kota harus menjadi lingkungan yang kondusip bagi proses perkembangan

peradaban manusia – proses dehumanisasi yang terjadi harus distop.

PRINSIP DAN DIMENSI KOTA YANG BERKELANJUTAN

Lima syarat untuk mewujudkan Kota yang Berkelanjutan:1. Pemerataan dalam distribusi keuntungan pertumbuhan ekonomi;2. Akses terhadap kebutuhan dasar manusia;3. Keadilan sosial dan hak-hak kemanusiaan;4. Kepedulian dan integritas lingkungan; dan5. Kepedulian terhadap adanya perubahan sepanjang ruang dan waktu.

(Drakakis and Smith, 1997)

DIMENSI PEMBANGUNAN KOTA YANG BERKELANJUTAN

SOSIAL: pengentasan kemiskinan dan mereka yang rentan; pemenuhan basic needs and services (food security, perumahan, air bersih, sampah,

sanitasi); mengurangi ketimpangan spasial; meningkatkan keamanan dan kenyamanan kota;

pengembangan identitas kota; mewujudkan Good Urban Governance;

EKONOMI: meningkatkan produktifitas kota; pengembangan ekonomi lokal; job creation; income generating;

LINGKUNGAN: efisiensi lahan kota, efisiensi penggunaan energi, pengurangan limbah dan polusi,

pengintegrasian lingkungan alami dalam kota; Preservasi pusaka budaya.

SUSTAINABLE URBAN DEVELOPMENT: PERAN PEMERINTAH KOTA SANGAT KRUSIAL!

Arsitektur, Manusia dan Lingkungan; Arsitektur Berkelanjutan; Kota Berkelanjutan 16

Page 17: Tugas Arsitektur Dan Lingkungan

1. Pemerintah kota harus lebih PROGRESIF dan mengambil INISIATIP untuk mewujudkan sustainable urban development;

2. Pemerintah kota punya kewenangan unutk MENGINTERVENSI pasar dan MENGKOREKSI perkembangan kota yang DIKONTROL oleh PASAR;

3. Pemerintah Kota harus CERDAS, mengembangkan berbagai INSTRUMEN dan STRATEGI pengelolaan kota;

4. Pemerintah Kota harus Berani melakukan PEMIHAKAN untuk kepentingan PUBLIK;5. Pemerintah harus BERMITRA dengan masyarakat dan pihak swasta.

SUSTAINABLE URBAN DEVELOPMENT STRATEGIES1. Penegasan Kebijakan Pembangunan Perkotaan dalam Strategi Pembangunan

Nasional (KSPPN/NUDS);2. Pemantapan hirarki kota-kota dalam konteks pengembangan wilayah;3. Peningkatan sinergi hubungan kota-desa dan Pengembangan dan pengoptimalan

peran kota-kota kecil;4. Penetapan Urban Growth Boundaries;5. Perencanaan tata ruang yang lebih kompak, efisien tanah, dan menekankan pada

publik interest serta common sharing/public facilities;6. Mitigasi Bencana untuk kota-kota, termasuk coastal cities;7. Pengembangan RTH dan ruang-ruang publik;8. Pengembangan sistem transportasi yang berkelanjutan – public transport dan non-

motorized vehicles;9. Pemantapan identitas kota, kota pusaka, melalui Peremajaan dan konservasi kota;10. Peningkatan urban productivity, creativity, dan daya kompetisi kota;11. Penanganan sistem limbah yang terpadu dan ramah lingkungan;12. Menjamin food and energy security for the city;13. Menjamin Fasum dan Fasos untuk anak-anak, remaja, dan pemuda;14. Menjamin perumahan yang layak dan terjangkau;15. Pengelolaan tanah perkotaan yang adil dan efisien;16. Pengembangan instrumen pengelolaan kota yang terpadu;17. Peningkatan peran sektor informal perkotaan;18. Pengembangan peran sektor swasta dan masyarakat;19. Peningkatan kapasitas kelembagaan pengelola kota;20. Pengembangan dan aplikasi Indikator pembangunan Kota yang Berkelanjutan.

PENGEMBANGAN ‘SUSTAINABLE URBAN DEVELOPMENT INDICATORS’ Indikator-indikator kota berkelanjutan adalah unit-unit informasi yang secara bersama

dapat menggambarkan keberadaan suatu kota, berlanjut atau tidak. Indikator kota keberlanjutan memberikan umpan balik tentang kesejahteraan masyarakat kota secara menyeluruh, seperti kalau temperatur badan dan tekanan darah menginformasikan kesehatan seseorang. Dari informasi tersebut akan dapat ditentukan tindakan lebih lanjut.

Indikator sangat diperlukan oleh karena benar-benar dapat menterjemahkan prinsip-prinsip umum pembangunan kota yang berkelanjutan menjadi tolok ukur yang lebih rinci dan aplikatif. Indikator mempunyai kegunaan praktis karena dapat dipakai oleh pengelolan kota dan masyarakat kota untuk mengukur apakah pembangunan kota

Arsitektur, Manusia dan Lingkungan; Arsitektur Berkelanjutan; Kota Berkelanjutan 17

Page 18: Tugas Arsitektur Dan Lingkungan

yang bersangkutan mengarah pada keberlanjutan atau tidak. Indikator juga diperlukan untuk menyusun prioritas pembangunan kota.

MENUJU SISTEM TRANSPORTASI KOTA YANG RAMAH LINGKUNGAN Pengembangan teknologi otomotip/angkutan yang ramah lingkungan; Kebijakan bahan bakar yang pro-lingkungan Penataan landuse yang kompak-efisien, dan terintegrasi dengan sistem transportasi; Pengembangan angkutan publik dan masal; Pengembangan non-motorized vehicles; Pengembangan sistem pedestrian yang sehat, aman, dan nyaman Car-pooling; Sistem pajak kendaraan dan angkutan yang progresip, termasuk tarip parkir.

CATATAN AKHIR: PERLUNYA UNDANG-UNDANG PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN PERKOTAAN: REASONING!

1. Indonesia sudah menjadi negara kota – kota menjadi tumpuan masa depan masyarakat Indonesia;

2. Peran kota bagi pembangunan nasional semakin meningkat;3. Krisis perkotaan dan persoalan pembangunan dan pengelolaan kota yang sangat

kompleks;4. Variasi, skala, dan peran kota yang sangat beragam;5. Ketidak-jelasan kerangka kelembagaan pengelola kota;6. UU Penataan Ruang tidak cukup untuk mengatur kompleksitas pembangunan dan

pengelolaan kota.Catatan:

1) Ingat: RUU Pokok-pokok Bina Kota;2) Sedang disiapkan draft UU Pembangunan Desa.

UNDANG-UNDANG PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KOTA: SUBSTANSI

1. Memberikan ketegasan definisi kota dan desa (menetapkan urgan growth boundaries - memproteksi desa, kawasan lindung serta pertanian);

2. Penetapan Besaran kota (kriteria, indikator), Fungsi, dan Peran Kota-kota – termasuk kota-kota kecil dan menengah;

3. Penetapan kota-kota pusaka/bersejarah (historic cities) di Indonesia;4. Penetapan standard pelayanan dasar kota-kota (sarana dan prasarana; fasum dan

fasos);5. Pengaturan kota-kota baru dan peremajaan kota serta konservasi kawasan kota;6. Pengaturan kerangka kelembagaan pengelolaan kota (termasuk mega cities dan

kota-kota menengah dan kecil;7. Penetapan Indikator Kota yang Berkelanjutan;8. Pengaturan kota-kota pantainyang terancam kenaikan permukaan laut – proyek-

proyek reklamasi dan water-front cities;9. Pengaturan kerjasama dan kompetisi antar kota.

MEWUJUDKAN KOTA BERKELANJUTAN

Arsitektur, Manusia dan Lingkungan; Arsitektur Berkelanjutan; Kota Berkelanjutan 18

Page 19: Tugas Arsitektur Dan Lingkungan

Urgensi Pembangunan Berkelanjutan

Judul tersebut terkesan theoretical, unapplicable, useless bagi segelintir warga yang mungkin sudah pesimis dengan masa depan kota-kota besar di Indonesia, khususnya Jakarta. Namun, bagaimanapun juga, mungkin perlu dipikirkan bagaimana mewujudkan kota yang berkelanjutan.

Kebutuhan untuk keluar dari pola pembangunan konvensional dan memasuki pola pembangunan berkelanjutan makin mendesak. Jika tidak segera mengubah haluan, dampak negatif pada ketimpangan pendapatan, kehidupan sosial, dan lingkungan, akan semakin besar. Pembangunan konvensional yang tidak mengakomodasi aspek lingkungan di satu pihak berhasil menaikkan produksi barang dan jasa secara melimpah, tetapi di pihak lain menimbulkan ketimpangan pendapatan penduduk antar dan dalam negara. Juga tersingkir ke pinggir pembangunan sosial, terutama yang menyangkut kepentingan kelompok miskin. 

Terhadap lingkungan, dampak pembangunan konvensional begitu dahsyat sehingga pengaruhnya tidak lagi dalam batas lokal dan nasional, melainkan mencakup regional dan global yang mengancam kehidupan manusia. (Kompas, 11 Maret 2006)

Membangun Kota Berkelanjutan

Pada target ke-7 pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) disebutkan bahwa pada tahun 2015 tiap negara harus menjamin kelestarian lingkungan hidup dengan mengintegrasikan prinsip pembangunan berkesinambungan melalui penyusunan kebijakan dan program pencegahan kerusakan sumber daya alam.

Dalam upaya mewujudkan goal tersebut, agar persoalan yang sudah ada tidak menjadi semakin rumit dan kompleks, maka pengelolaan kota tidak hanya diarahkan pada peningkatan produktifitas, efisiensi dan efektifitas melainkan juga bagi terselenggaranya pembangunan perkotaan yang berwawasan lingkungan. Sehingga melalui tulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang bagaimana menyelaraskan pertumbuhan kota dengan tetap menjaga keberlanjutan lingkungan hidup, bagaimana mengembangkan kota yang mampu meminimalkan limbah yang ditimbulkan oleh warganya, serta bagaimana mengembangkan kota agar mampu meningkatkan kualitas hidup warganya.

Isu Lingkungan Dalam Proses Perkembangan Kota

Isu lingkungan memang sangat mengemuka akhir-akhir ini. Disamping sudah urgent-nya global warming yang cukup mengganggu ekosistem dan habitat biota laut, pesisir, dan darat tentunya, ternyata dari fakta dan data yang sering kita lihat di media, maka sesungguhnya banyak sekali yang dapat kita lakukan untuk menyelamatkan bumi ini dari environmental disasters.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Pusat Studi Lingkungan Hidup UGM memberikan

Arsitektur, Manusia dan Lingkungan; Arsitektur Berkelanjutan; Kota Berkelanjutan 19

Page 20: Tugas Arsitektur Dan Lingkungan

statement yang cukup menyentak, yaitu tepat pada tanggal 23 Mei 2007 lalu, lebih dari 50% penduduk di dunia saat ini yang berjumlah + 6 milyar, tinggal di perkotaan.

Memang isu urbanisasi dan pertumbuhan kota merupakan satu hal yang inevitable (tak terelakkan). Di belahan dunia manapun, pasti akan selalu berhadapan dengan masalah ini. mengingat kota yang telah tercitra untuk menjadi tumpuan perkembangan ekonomi dan kebudayaan manusia di masa depan, sementara di lain pihak banyak masalah sosial dan lingkungan yang juga berkembang seiring dengan kemajuan ekonomi kota.

Beberapa dampak yang sangat kasat mata akibat pesatnya pembangunan perkotaan adalah masih berlangsungnya proses komersialisasi/komodifikasi dan privatisasi kota, dominasi gedung pencakar langit di lingkungan kota, serta masih kurang optimalnya pemanfaatan (bahkan hilangnya) public space.

Selain itu terjadi pula proses yang mungkin tidak kita sadari, yaitu proses dehumanisasi. Banyak persoalan sosial perkotaan yang tidak kondusif untuk perkembangan kebudayaan manusia, stagnannya perkembangan transportasi kota yang tidak mengarah pada upaya perwujudan kota yang berkelanjutan, hingga pada berlakunya mekanisme pasar (market driven) pada proses perkembangan kota lain yang telah membawa kota-kota di Indonesia pada proses dehumanisasi yang mengkhawatirkan.

Aspek Lingkungan

Konsep dan paradigma pembangunan kota yang selama ini kita anut perlu kita koreksi kembali. Dengan mengembalikan dimensi lingkungan menjadi concern utama, prinsip keadilan antar dan lintas generasi, keharusan suatu kota untuk memiliki ciri khas/roh/identitas, serta pentingnya kota menjadi wadah yang kondusif bagi berkembangnya kebudayaan manusia, merupakan sekian dari banyak kriteria yang harus dimiliki sebuah kota agar menjadi kota ekologis. Seperti terpetik dalam definisi kota ekologis sebagai “satu pendekatan pembangunan kota yang didasarkan atas prinsip-prinsip ekologis dan lingkungan, yang akan menghasilkan kota yang mempunyai kualitas lingkungan dan kehidupan yang lebih baik dan berkelanjutan” Sedangkan definisi pembangunan berkelanjutan menurut Brundtland Report, PBB (1987) adalah ”proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb.) yang berprinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan”.

Beberapa prinsip yang menjadi penentu suatu kota tersebut masih on the track sebagai kota ekologis, antara lain : mengikuti prinsip dasar ekologis dan lingkungan, memperhatikan carrying capacity lingkungan, mengintegrasikan komponen komponen alam dan buatan, efisiensi dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya kota, efisiensi penggunaan energi, minimalisasi dan pendaur-ulangan limbah, serta mengurangi ketergantungan terhadap daerah hinterland-nya.

Sebagai lesson learned, Kolaka, salah satu kota di Sulawesi Tenggara, telah memiliki sekelompok komunitas yang mampu melakukan composting atas sampah yang mereka

Arsitektur, Manusia dan Lingkungan; Arsitektur Berkelanjutan; Kota Berkelanjutan 20

Page 21: Tugas Arsitektur Dan Lingkungan

hasilkan. Dengan demikian, maka konsep zero waste benar-benar telah diaplikasikan disana. Dari sini kita dapat belajar bahwa jika kita ingin mencobanya untuk diterapkan di Jakarta –yang notabene kemampuan Pemda-nya dalam melakukan treatment atas sampah hanya 28%– maka sisanya yang 72% memang harus dilakukan secara mandiri oleh warganya. Di Nagoya, salah satu kota di Jepang, bahkan memiliki cara unik dalam mengolah sampah yaitu dengan menyediakan plastik tempat sampah yang transparan. Hal ini dimaksudkan karena pastik yang transparan lebih mudah di-recycle daripada plastik yang berwarna. Gambar 2. Salah satu sudut kota Solo, Jawa Tengah

Dari aspek transportasi, Solo, memiliki karakteristik topografi yang relatif datar sehingga sangat berpotensi untuk dikembangkannya moda transportasi non-motorized. Jika kita berkeliling kota tersebut, kita akan melihat betapa pedestrian dan pedicab telah diberikan jalur khusus di kanan dan kiri jalan yang cukup rimbun dan nyaman jika kita menggunakan sepeda sebagai moda transportasi. Hal senada juga dilakukan oleh pemerintah Dublin yang bahkan telah memberikan opsi dan pemahaman bagi warganya dalam bertransportasi, apakah akan berjalan kaki, menggunakan sepeda, atau menggunakan kendaraan bermotor. Opsi-opsi tersebut dikaitkan dengan seberapa besar emisi gas CO2 yang dikeluarkan jika (mungkin) warganya justru memilih kendaraan bermotor sebagai moda transportasi mereka. Alhasil, sebagian besar warganya lebih memilih bersepeda atau jalan kaki dalam melakukan aktivitas mereka sehari-hari.

Dukungan Segenap Masyarakat dan Stakeholder

Sebagai penutup dari tulisan ini, saya ingin sekali mengajak Anda (dan tentunya dimulai dari diri saya sendiri) untuk lebih menghargai lingkungan. Daya dukung lingkungan kita saat ini sudah sangat merosot jauh di ambang batas toleran. Tidak ada lagi yang dapat kita lakukan selain memulai dari diri kita sendiri, mulai dari hal yang kecil, dan memulainya sekarang juga. Membuang sampah pada tempatnya, jangan terlalu sering menggunakan produk yang banyak mengandung CFC, menggunakan bahan-bahan yang mudah di-recycle, membuat sumur resapan di rumah masing-masing, membuat komposter, lebih berhemat dalam menggunakan sumber energi tak terbarukan, lebih banyak menggunakan moda transportasi unmotorized – atau moda transportasi alamiah jika meminjam istilah yang dikemukakan oleh Marko Kusumawijaya, dan hal kecil lainnya.

Namun kitapun perlu sadar bahwa sejauh apapun kita melangkah tanpa dukungan positif dari pemerintah, tidak akan membawa hasil yang signifikan. Jangan sampai pluralistic ignorance menghinggapi diri kita sebagai warga negara yang baik dan bertanggungjawab. Oleh karena itu, berangkat dari payung hukum UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang telah mengatur perencanaan, pemanfaatan, serta pengendalian pemanfaatan ruang, pemerintah kita ajak “duduk bersama” dan menyepakati bagaimana peran masing-masing untuk saling berkontribusi dalam mewujudkan kota berkelanjutan. Dengan peran aktif kita sebagai pelaku pembangunan serta bersinergi dengan dukungan pemerintah sebagai fasilitator pembangunan, maka insya Allah cita-cita mulia ini akan terwujud.

Arsitektur, Manusia dan Lingkungan; Arsitektur Berkelanjutan; Kota Berkelanjutan 21

Page 22: Tugas Arsitektur Dan Lingkungan

Daftar Pustaka

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15894/.../sti-jul2005-%20(25).pdfhttp://computer.motiontopic.com/3984895512-arsitektur-biologis-penghubung-manusia-dengan-lingkungan-hiduphttp://rizkilesus.wordpress.com/2010/04/04/iklim-dan-arsitektur-peran-dan-hubungan/

http://rezaprimawanhudrita.wordpress.com/2010/01/25/pengertian-kaidah-dan-konsep-arsitektur-berkelanjutan/

http://xa.yimg.com/kq/.../Sustainable+Urban+Development_Bobi+MPKD.pdfhttp://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/

Arsitektur, Manusia dan Lingkungan; Arsitektur Berkelanjutan; Kota Berkelanjutan 22