tugas akhir ikm: implementasi kebijakan kb
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang
Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan minimal serta Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 6 tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan
Penetapan Standar Pelayanan Minimal, bahwa pemerintah wajib Menyusun SPM
berdasarkan urusan wajib yang merupakan pelayanan dasar, sebagai bagian dari
pelayanan publik.1 SPM merupakan ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan
dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara
minimal.1,2 SPM diterapkan pada urusan wajib Daerah tterutama yang berkaitan
dengan pelayanan dasar, baik Daerah Provinsi maupun Daerah Kabupaten/Kota.
BKKBN selaku Instansi yang menangani Bidang Keluarga Berencana (KB)
dan Keluarga Sejahtera (KS) telah menetapkan SPM yang dituangkan dalam
Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor 55/HK-
010/B5/2010, tanggal 29 Januari 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di Kabupaten/Kota yang di dalamnya
mencakup lampiran I berupa Indikator SPM serta lampiran II berupa Petunjuk Teknis
SPM.1 SPM yang telah ditetapkan diharapkan dapat memberikan acuan bagi
Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dalam melaksanakan urusan
Bidang KB dan KS.
Pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat merupakan fungsi Pemerintah
dalam memberikan dan mengurus keperluan kebutuhan dasar masyarakat untuk
meningkatkan taraf kesehatan. Sebelum adanya pedoman tentang satndar pelayanan
minimal, maka pelayanan kesehatan dasar belum dapat diukur kinerjanya karena
belum ada tolok ukur baku untuk mengidentifikasi keberhasilan program/kegiatan
pelayanan kesehatan.3 Standar pelayanan minimal bidang kesehatan di
Kabupaten/Kota merupakan tolok ukur kinerja pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan Pemerintah Kabupaten/Kota.
2
Selain itu, berdasarkan data BPS, hasil Sensus Penduduk 2010, penduduk
Indonesia mencapai 237,6 juta jiwa atau mengalami kenaikan 3 juta penduduk per
tahun.4 Semakin bertambahnya jumlah penduduk, maka beban kerja pemerintah
meningkat. Salah satu faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk
adalah tingginya angka kelahiran yang berkaitan erat dengan usia kawin pertama
sebagai salah satu sasaran program Keluarga Berencana (KB) dan sebagian kelompok
masyarakat dan keluarga belum menerima dan menghayati norma keluarga kecil
sebagai landasan untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas. Keadaan ini
merupakan salah satu masalah kependudukan Indonesia sehingga memerlukan
kebijakan kependudukan, yaitu dengan menurunkan tingkat pertumbuhan serendah-
rendahnya. Cara efektif untuk menurunkan angka pertumbuhan penduduk dengan
jalan mengikuti program KB.
KB merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan
utama bagi wanita, meskipun tidak selalu diakui demikian. Peningkatan dan perluasan
pelayanan keluarga berencana merupakan salah satu usaha untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian ibu yang sedemikian tinggi akibat kehamilan. Sebagian besar
wanita harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit. Tidak hanya karena
terbatasnya jumlah metode yang tersedia, tetapi juga karena metode-metode tertentu
mungkin tidak dapat diterima sehubungan kesehatan individual dan seksualitas
wanita, maupun biaya untuk memperoleh kontrasepsi. Saat ini tersedia berbagai
metode atau alat kontrasepsi seperti IUD, suntik, pil, implant, kontrasepsi mantap
(kontap), dan kondom. Salah satu kontrasepsi yang populer di Indonesia adalah
kontrasepsi suntik. Kontrasepsi suntik KB merupakan jenis kontrasepsi hormonal
yang bahan bakunya mengandung preparat estrogen dan progesteron.
Berdasarkan data BKKBN Provinsi Sumatera Selatan, peserta KB aktif tahun
2010 sekitar 1.226.532 jiwa atau 78,25% dari sekitar 1.567.427 jumlah Pasangan Usia
Subur, dan 50% adalah pengguna KB suntik. Kontrasepsi hormonal jenis KB suntikan
ini di Indonesia semakin banyak dipakai karena kerjanya yang efektif, pemakaiannya
yang praktis, harganya relatif murah dan aman, bekerja dalam waktu lama, tidak
mengganggu menyusui, dapat dipakai segera setelah keguguran atau setelah masa
nifas.
3
Puskesmas sebagai salah satu institusi fasilitas pemerintah daerah dan sebagai
lini terdepan dalam pemberian pelayanan kesehatan Nasional, juga dituntut untuk
menberikan pelayanan dengan baik berdasarkan wewang tugas pokok dan fungsinya
yang disesuaikan dengan situasi, kondisi, masalah dan kemampuan puskesmas
tersebut. Kompetensi pelayanan kesehatan pemerintah akan membentuk persepsi
masyarakat tentang pelayanan yang layak diterima. Akibat dari tuntutan masyarakat
tersebut, profesionalisme pelayanan semakin dipacu tetapi tetap berdasarkan koridor
kebijakan standar pelayanan yang telah disusun. Pemilihan lokasi di Puskesmas
Nagaswidak Palembang dikarenakan berdasarkan pengamatan penulis selama kurang
lebih satu bulan, jumlah peserta KB aktif di Puskesmas ini cukup tinggi terutama
pengguna KB suntik. Fakta ini mendorong penulis untuk melakukan penelitian
tentang “Analisis Implementasi Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di Kabupaten/Kota”.
Penelitian akan implementasi Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di Kabupaten/Kota ini
merupakan yang pertama dilakukan, mengingat peraturan yang baru diberlakukan
pada 29 Januari 2010. Pemilihan cakupan wilayah penelitian pun ditelaah sedemikian
rupa agar dapat mengetahui seberapa jauh pengaruh Peraturan ini, dan sejauh apa
efektifitasnya melalui respon masyarakat kotamadya Palembang setempat.
1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang, dapat diasumsikan permasalahan yang diangkat
adalah apakah peran SDM Puskesmas Nagaswidak Palembang dalam Implementasi
Kebijakan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor
55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga Berencana
dan Keluarga Sejahtera sudah sesuai berdasarkan koridor kebijakan standar
pelayanan minimal yang telah disusun.
1.3. Pertanyaan Penelitian
4
1.3.1 Pertanyaan Umum
Bagaimana Implementasi Kebijakan Peraturan Kepala Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di Wilayah Kerja
Puskesmas Nagaswidak Palembang tahun 2010?
1.3.2 Pertanyaan Khusus
a. Apakah peran SDM Puskesmas Nagaswidak Palembang sebagai pelaksana
penerapan Kebijakan Peraturan Kepala BKKBN terkait KB dan KS sudah sesuai
ketentuan yang berlaku di peraturan daerah tersebut?
b. Apakah peran SDM Puskesmas Nagaswidak Palembang dalam penerapan
Kebijakan Peraturan Kepala BKKBN terkait KB dan KS sudah sesuai dengan
kebutuhan sosialisasi kebijakan?
c. Apakah lembaga pelaksana, khususnya Puskesmas Nagaswidak Palembang, telah
mengikuti hierarki sesuai dan layak, dengan Kebijakan Peraturan Kepala BKKBN
terkait KB dan KS?
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Mengetahui implementasi Kebijakan Peraturan Kepala Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di Puskesmas
Nagaswidak Palembang tahun 2010.
1.4.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui kesesuaian dan ketepatan sikap dan peran SDM Puskesmas
Nagaswidak Palembang yang terlibat dalam implementasi Kebijakan
Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor
55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga
Berencana dan Keluarga Sejahtera di KotaPalembang tahun 2010.
5
b. Mengetahui keterpaduan hierarki BKKBN dengan Kabupaten/Kota khususnya
Puskesmas Nagaswidak Palembang sebagai lembaga pelaksana dalam
implementasi Kebijakan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera.
c. Mengetahui kesesuaian dan ketepatan implementasi Kebijakan Peraturan
Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor
55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga
Berencana dan Keluarga Sejahtera.
d. Mengetahui penyebab permasalahan, baik dalam hal teknis, pendanaan
maupun hal hal lainnya, dalam implementasi Kebijakan Peraturan Kepala
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010
tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga
Sejahtera.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat Aplikatif
Memberikan gambaran mengenai aplikasi kebijakan dan juga masukan kepada pihak
pemerintah daerah selaku yang mengeluarkan kebijakan daerah terkait rokok dan juga
dampak utamanya terhadap kesehatan.
1.5.2. Manfaat Metodologis
Memberikan tambahan literatur kepada dunia akademik dalam analisis kebijakan
kesehatan.
1.5.3. Manfaat bagi Masyarakat dan lembaga
Dari hasil penelitian ini diharapkan masyarakat lebih mengenal dan mengerti tentang
kebijakan daerah larangan merokok di Kota Palembang. Selain itu rumah sakit dapat
mengetahui efektifitas dari peraturan tersebut dan merencanakan program untuk dapat
mengoptimalkannya.
1.6. Ruang Lingkup Penelitian
6
Penelitian mengenai analisis implementasi Peraturan Kepala Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 dilaksanakan
di Puskesmas Nagaswidak Palembang. Penelitian ini dilakukan dengan metode
Deskriptif-Kualitatif. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Februari 2011.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Definisi KB5
KB atau Keluarga Berencana (Family Planning, Planned Parenthood) adalah
suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan
dengan memakai kontrasepsi.
Menurut Undang-undang No. 10/1992, KB adalah upaya peningkatkan
kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan,
pengaturan kelahiran, pembinaan ketahan keluarga, peningkatan kesejahteraan
keluarga dalam mewujudkan keluarga kecil yang bahagia sejahtera.
Sedangkan WHO (Expert Committe, 1970) mendefinisikan KB sebagai
tindakan yang membantu individu/pasutri untuk mendapatkan objektif-objektif
tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang
diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan dan menentukan jumlah anak dalam
keluarga.
2.1.2 Tujuan KB
Tujuan KB berdasarkan RENSTRA 2005-2009 meliputi:
a. Penurunan Angka Kematian Ibu
b. Keluarga dengan anak ideal
c. Keluarga sehat
d. Keluarga berpendidikan
e. Keluarga sejahtera
f. Keluarga berketahanan
g. Keluarga yang terpenuhi hak-hak reproduksinya
8
h. Penduduk tumbuh seimbang (PTS)
2.1.3 Definisi Kontrasepsi6
Kontrasepsi berasal dari dua kata yaitu kontra dan konsepsi. Kontra berarti
mencegah, menolak, melawan. Konsepsi berarti pertemuan antara sel telur wanita
yang sudah matang dengan sel sperma sehingga terjadi pembuahan dan kehamilan.
Dengan demikian, kontrasepsi berarti mencegah bertemunya sel telur dan sel sperma
sehingga tidak akan terjadi pembuahan dan kehamilan.
2.1.4 Klasifikasi Kontrasepsi6
Kontrasepsi sederhana, yang terdiri atas senggama terputus (Coitus
interuptus), pantang berkala, kondom, spermatisid dan diafragma (cap).
Kontrasepsi sistemik, yang merupakan cara kontrasepsi dengan menggunakan
obat-obatan yang mengandung steroid. Pada umumnya bahannya adalah estrogen dan
progestin. Contohnya adalah pil, suntik dan implant (susuk).
Kontrasepsi dalam rahim, yang digolongkan menjadi dua yaitu, AKDR yang
tidak mengandung bahan aktif (IUD Lipes Loop dan Saf-T-Coil) dan golongan AKDR
yang mengandung bahan aktif (Metiload 250 dan Copper T).
Kontrasepsi mantap, yang terdiri dari vasektomi dan tubektomi.
2.1.5 Pemilihan Kontrasepsi
Pemilihan alat kontrasepsi yang akan digunakan harus dipertimbangkan secara
matang, yaitu dengan mempertimbangkan aspek kesehatan, sosial ekonomi, serta
kesiapan fisik dan mental.
Tidak semua cara kontrasepsi cocok dengan kondisi pengguna alkon. Hal ini
berhubungan dengan bagaimana tubuh seseorang dapat menyesuaikan keberadaan
alkon tersebut, khususnya pada cara-cara kontrasepsi yang menggunakan obat
hormonal.
9
Saat ini belum ada alat atau cara kontrasepsi yang benar-benar ideal. Setiap
alat kontrasepsi mempunyai efek samping yang berbeda-beda. Berikut ini merupakan
beberapa keuntungan dan kerugian dari masing-masing alat kontrasepsi:
Tabel 1. Keuntungan dan kerugian jenis alat-alat kontrasepsi
Jenis Alkon Efektivitas Keuntungan KerugianTempat
pelayanan
Kondom Sangat efektif
dengan pemakaian
yang benar. Angka
kegagalan 3%
Murah
Mudah didapat
Mencegah
PMS
Efek samping
hampir tidak
ada
Mengganggu
kenyamanan
Sekali pakai
Alergi
Mudah robek
a. Puskesmas
b. Apotik
c. DPS
d. BPS
e. Rumah
sakit/
bersalin
Diafragma
(cap)
Sangat efektif
dengan pemakaian
yang benar. Angka
kegagalan 3%
Mencegah
PMS
Efek samping
hampir tidak
ada
Alergi
Pemasangan
yang sulit
Sulit didapat
Mahal
a. Puskesmas
b. DPS
c. BPS
d. Rumah
sakit/
bersalin
Pil Efektivitasnya
sangat tinggi
tergantung pada
disiplin si pemakai.
Angka kegagalan
0,35-2%
Mudah didapat
Praktis
Reversibilitas
yang tinggi
Tidak
mempengaruhi
produksi ASI
pada pil yang
mengandung
progesteron
saja
Disiplin tinggi
Produksi ASI
berkurang
pada pil yang
mengandung
estrogen
Kontra
indikasi:
wanita >30,
hipertensi,
migrain, peny.
a. Puskesmas/
poliklinik
swasta dan
poliklinik
pemerintah
b. DPS
c. BPS
d. Rumah
sakit/
bersalin
10
jantung
Rambut rontok
Lesu
Sakit kepala
Suntik Efektivitasnya
sangat tinggi.
Angka kegagalan
< 1%
Praktis
Efektif
Aman
Tidak
mempengaruhi
ASI, cocok
untuk ibu yang
menyusui
Lesu
Amenorrhoea
Menorrhagia
Keputihan
Jerawat
Peningkatan
berat badan
Pusing
a. Puskesmas
b. DPS
c. BPS
d. Rumah
sakit/
bersalin
Implant
(susuk)
Efektivitasnya
sangat tinggi.
Angka kegagalan
0,2-1%
Praktis
Efektif
Aman
Tidak
mempengaruhi
ASI, cocok
untuk ibu yang
menyusui
Masa pakai
jangka panjang
Harus dengan
petugas
kesehatan
terlatih
Tidak dapat
menghentikan
pemakaian
sendiri
Gangguan
haid
Jerawat
Peningkatan
berat badan
Iritasi
a. Puskesmas
b. DPS
c. Rumah
sakit/
bersalin
IUD Efektivitasnya
sangat tinggi.
Angka kegagalan
< 1%
Praktis
Efektif
Masa pakai
jangka panjang
Keputihan
Perdarahan
Ekspulsi
Nyeri
a. Rumah
sakit/
bersalin
11
Infeksi
Radang
serviks
Sterilisasi Efektivitas sangat
tinggi, 99,9%.
Diperkirakan
antara 1000 orang,
hanya satu orang
yang mengalami
rekanalisasi
Vasektomi:
Efektif
Morbiditas
sangat kecil
Sekali operasi
Tidak
mengganggu
hubungan
seksual
Tubektomi:
Efektif
Sekali operasi
Tidak
mengganggu
hubungan
seksual
Tidak perlu
berulang kali
ke klinik
Vasektomi:
Harus dengan
sukarela
Melalui
tindakan
pembedahan
Masih ada
kemunkinan
komplikasi
seperti
perdarahan
dan infeksi
Tubektomi:
Harus dengan
sukarela
Melalui
tindakan
pembedahan
Masih ada
kemunkinan
komplikasi
seperti
perdarahan
dan infeksi
a. Rumah
sakit/
bersalin
12
2.2. Alat Kontrasepsi Suntik
2.3. Teori Tentang Kebijakan
2.3.1. Kebijakan, Kebijakan Publik Dan Kebijakan Kesehatan
“Kebijakan adalah serangkaian kegiatan, pernyataan, regulasi dan bahkan
hukum yang merupakan hasil suatu keputusan-keputusan tentang bagaimana kita
melakukan sesuatu.”, kutipan mengenai definisi kebijakan yang diutarakan oleh
Barkel.7
Definisi lain mengenai kebijakan dinyatakan oleh Friedrich yang dikutip oleh
Agustino yang menyatakan bahwa ”kebijakan adalah serangkaian tindakan/ kegiatan
yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan
tertentu di mana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinan-
kemungkinan (kesempatan-kesempatan) agar berguna dalam mengatasinya untuk
mencapai tujuan yang dimaksud”.
Anderson juga memberikan definisi kebijakan sebagai serangkaian kegiatan
yang mempunyai maksud/ tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang
aktor atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu
hal yang diperhatikan.8
Buse, Mays, Walt membagi kebijakan berdasarkan pembuat kebijakan, yaitu
kebijakan privat dan kebijakan publik. Kebijakan privat merupakan kebijakan yang
dibuat oleh sektor swasta yang ditujukan untuk perusahaan-perusahaannya sendiri
baik dalam maupun luar negeri untuk meningkatkan pelayanannya. Walaupun
demikian, proses dalam pembuatan kebijakan privat dibuat berdasarkan hukum publik
yang dibuat oleh pemerintah.
13
Lebih lanjut, karena kebijakan publik merupakan keputusan politik yang
dikembangkan oleh badan atau pejabat pemerintah, maka kebijakan publik
mempunyai karakteristik khusus bahwa keputusan politik dirumuskan oleh ”otoritas”
dalam sistem politik yaitu para senior, kepala tertinggi, eksekutif, legislatif, para
hakim, administrator, penasehat, para raja dan sebagainya.
Kebijakan kesehatan adalah serangkaian tindakan (atau non tindakan) yang
mempengaruhi kumpulan lembaga, organisasi, perusahaan dan rencana pembiayaan
sistem pelayanan kesehatan. Dapat dikatakan, kebijakan kesehatan merupakan hal di
luar dari pelayanan kesehatan itu sendiri, termasuk tindakan yang dilakukan oleh
pemerintah, swasta dan organisasi sukarela yang memberikan dampak bagi kesehatan.
Hal ini berarti bahwa kebijakan kesehatan menitikberatkan pada dampak lingkungan
dan sosioekonomi terhadap kesehatan khususnya pelayanan kesehatan. 7
2.3.2. Analisis Implementasi Kebijakan
DeLeon (1999) mendefinsikan implementasi kebijakan sebagai hal-hal yang
terjadi antara harapan terhadap kebijakan dengan hasil kebijakan. Mazmanian dan
Sabatier yang dikutip oleh Agustino (2006) mendefinisikan implementasi kebijakan
sebagai pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-
undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan
eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan-
keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan
secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk
menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya. 7,8
Dari definisi tersebut setidaknya ada 3 hal yang berhubungan dengan
implementasi kebijakan, yaitu :
a. Adanya tujuan atau sasaran kebijakan
b. Adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan
c. Adanya hasil kegiatan
Dari definisi dan pendekatan analisis implementasi kebijakan, maka fokus
dalam analisis implementasi kebijakan berkisar pada masalah-masalah pencapaian
14
tujuan formal kebijakan yang telah ditentukan. Oleh karena itu, maka timbul
pertanyaan-pertanyaan berikut :
a. Sampai sejauh mana tindakan-tindakan pejabat pelaksana konsisten dengan
keputusan kebijakan tersebut?
b. Sejauh manakah tujuan kebijakan tercapai?
c. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi output dan dampak kebijakan?
d. Bagaimana kebijakan tersebut diformulasikan kembali sesuai pengalaman
lapangan? 8
Prosedur analisis kebijakan pada tahap implementasi kebijakan adalah
pemantauan (monitoring) yang digunakan untuk memberikan informasi tentang sebab
dan akibat dari kebijakan publik. Pemantauan merupakan cara untuk membuat
pernyataan yang sifatnya penjelasan tentang tindakan kebijakan di waktu lalu maupun
sekarang. Pemantauan setidaknya memainkan empat fungsi dalam analisis kebijakan,
yaitu:
a. Kepatuhan (Compliance)
Pemantauan bermanfaat untuk menentukan apakah tindakan dari para
administrator program, staf dan pelaku lainnya sesuai dengan standar dan
prosedur yang dibuat oleh para legislator, instansi pemerintah, dan lembaga
profesional.
b. Pemeriksaan (Auditing)
Pemantauan membantu menentukan apakah sumber daya dan pelayanan yang
dimaksudkan untuk kelompok sasaran maupun konsumen tertentu memang
telah diterima oleh konsumen.
c. Akuntansi
Pemantauan menghasilkan informasi yang bermanfaat untuk melaksanakan
akuntansi atas perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi setelah
dilaksanakannya sejumlah kebijakan publik dari waktu ke waktu.
d. Eksplanasi
Pemantauan juga menghimpun informasi yang dapat menjelaskan mengapa
hasil-hasil kebijakan publik dan program berbeda.8
15
2.4. Kebijakan terkait program Keluarga Berencana (KB)1,2
2.4.1. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
Nomor: 55/HK-010/B5/2010
Program Keluarga Berencana Nasional merupakan upaya pokok dalam
pengendalian jumlah penduduk dan peningkatan kesejahteraan keluarga sebagai
bagian integral pembangunan nasional perlu terus dilanjutkan dan ditingkatkan
pelaksanaannya.
Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor:
55/HK-010/B5/2010 ini, berisi tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga
Berencana dan Keluarga Sejahtera di Kabupaten/Kota. Peraturan ini merupakan
bentuk pelaksanaan dari ketentuan Pasal 4 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Peraturan
Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan
Standar Pelayanan Minimal. Selain itu, peraturan ini merupakan spesifikasi dari
ketentuan Pasal 2, ayat (2) huruf C Keputusan menteri kesehatan RI nomor
1457/MENKES/SK/X/2003 tentang standar pelayanan minimal bidang kesehatan di
kabupaten/kota, tentang pelayanan keluarga berencana.
Dalam peraturan ini disebutkan, Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga
Berencana dan Keluarga sejahtera (KB dan KS) adalah tolok ukur kinerja pelayanan
yang diselenggarakan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Jenis pelayanan Dasar
Bidang KB dan KS adalah komunikasi, informasi dan edukasi (KIE-KB dan KS),
penyediaan alat dan obat kontrasepsi serta penyediaan informasi data mikro. Cakupan
16
sasarannya adalah Pasangan Usia Subur yang menjadi Peserta KB aktif sebesar 65%
pada tahun 2014.
Peran BKKBN adalah untuk menjamin kesinambungan pelaksanaan program.
Pentingnya program KB bagi kemajuan dan kemandirian bangsa harus dimulai dari
membangun penduduk dan keluarga. Pemahaman ini akan menumbuhkan kepedulian,
dan kepedulian akan menjadi penggerak segenap komponen masyarakat untuk
berpartisipasi menyukseskan program KB.
2.5. Standar Pelayanan Minimal (SPM)1,2
2.5.1. Definisi Standar Pelayanan Minimal
Pengertian SPM sesuai dengan SE MENDAGRI nomor 100/756/OTODA,
adalah suatu standar dengan batas-batas tertentu untuk mengukur kinerja
penyelenggaraan kewenangan wajib daerah yang berkaitan dengan pelayanan dasar
kepada masyarakat yang mencakup: jenis pelayanan, indikator dan nilai. Standar
Pelayanan Minimal merupakan standar pelayanan publikuntuk menjamin minimum
pelayanan yang berhak diperoleh masyarakat dari pemerintah.
Penjelasan lebih lanjut terdapat pada PP No.65/2005 tentang Pedoman
Penyusunan Dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal, yaitu Standar Pelayanan
Minimal disusun dan diterapkan dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota yang
berkaitan dengan pelayanan dasar sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
SPM disusun sebagai alat Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menjamin
akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat secara merata dalam rangka
penyelenggaraan urusan wajib. Dalam penyusunan SPM ditetapkan jenis pelayanan
dasar, indikator SPM dan batas waktu pencapaian SPM. Penyusunan SPM oleh
masing-masing Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen dilakukan
melalui konsultasi yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. Tim Konsultasi
terdiri dari unsur-unsur Depdagri, Bappenas, Departemen Keuangan, Kementerian
17
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dengan melibatkan Menteri/Pimpinan
Lembaga Pemerintah Non-Departemen terkait sesuai kebutuhan.
Pemerintah Daerah mengakomodasikan pengelolaan data dan informasi
penerapan SPM ke dalam sistem informasi daerah yang dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen melakukan
pembinaan kepada Pemerintah Daerah dalam penerapan SPM. Pembinaan penerapan
SPM terhadap Pemerintah Daerah Provinsi dilakukan oleh Pemerintah dan pembinaan
penerapan SPM terhadap Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota dilakukan oleh
Gubernur sebagai wakil Pemerintah di daerah.
Pemerintah melaksanakan monitoring dan evaluasi atas penerapan SPM oleh
Pemerintahan Daerah dalam rangka menjamin akses dan mutu pelayanan dasar
kepada masyarakat.
Gambar 1. Teknik penyusunan standar pelayanan minimal
2.5.2. Latar belakang Penyusunan Standar Pelayanan Minimal
18
Penyusunan SPM oleh Pemerintah Kabupaten/kota didasari oleh:
a. Kemampuan daerah masing-masing; terkait dana, sumber daya, aparatur,
kelengkapan, dan faktor lainnya membuat Pemerintah Daerah harus mampu
menentukan jenis-jenis pelayanan yang minimal harus disediakan bagi
masyarakat.
b. munculnya SPM memungkinkan bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan
kegiatannya secara objektif dan sistematis.
c. dengan SPM yang disertai tolok ukur pencapaian kinerja yang logis dan riil
akan memudahkan bagi masyarakat untuk memantau kinerja aparatnya,
sebagai salah satu unsur terciptanya penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
2.5.3. Standar Pelayanan Minimal bidang Keluarga Berencana dan Keluarga
Sejahtera
SPM Program KB dan KS di Kabupaten dan Kota telah ditetapkan oleh
Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional pada tanggal 29 Januari
2010. Maksud dan tujuan ditetapkannya SPM ini adalah sebagai upaya meningkatkan
akses dan kualitas pelayanan Program KB di Kabupaten dan Kota, dapat dijadikan
arah dan alat ukur pemerintah daerah kabupaten dan kota dalam menyelenggarakan
program KB di wilayahnya.
2.5.4. Indikator Standar Pelayanan Minimal
Indikator Standar Pelayanan Minimal sebagai tolok ukur pencapaian kerja
meliputi:
a. Input (provider):
Yaitu Bagaimana tingkatan atau besaran sumber-sumber yang digunakan,
seperti sumber daya manusia, dana, material, waktu, teknologi, dan
sebagainya. Contoh:
Sarana prasarana
Kompetensi petugas
b. Proses
Prosedur pelayanan
19
c. Output (receiver)
Bagaimana bentuk produk yang dihasilkan langsung oleh kebijakan atau
program berdasarkan masukan (input) yang ditetapkan.
d. Outcome (hasil)
Bagaimana tingkat pencapaian kinerja yang diharapkan terwujud berdasarkan
keluaran (output) kebijakan atau program yang sudah dilaksanakan.
e. Benefit (manfaat)
Bagaimana tingkat kemanfaatan yang dapat dirasakan sebagai nilai tambah
bagi masyarakat maupun pemerintah daerah.
f. Impact (dampak)
Bagaimana dampaknya terhadap kondisi makro yang ingin dicapai
berdasarkan manfaat yang dihasilkan.
2.6. Institusi Kesehatan-Puskesmas Nagaswidak Palembang
2.6.1 Profil Puskesmas Nagaswidak Palembang
Puskesmas Nagaswidak terletak di Kecamatan Seberang Ulu II, kota
Palembang, Provinsi Sumatera Selatan. Wilayah kerja Puskesmas meliputi 4
Kelurahan yaitu Kelurahan 11 Ulu, 12 Ulu, 13 Ulu dan 14 Ulu. Kondisi geografis
terdiri dari dataran rendah dan rawa-rawa.
Berdasarkan keadaan sosial ekonominya, mata pencaharian penduduk
masing-masing wilayah kerja di Kelurahan 11 Ulu, 12 Ulu, 13 Ulu dan 14 Ulu hampir
sama, yaitu; buruh kasar, pegawai negeri, pedagang, pensiunan, pengrajin.
Puskesmas Nagaswidak mempunyai visi dan misi untuk; menggerakkan lintas
sektor dan dunia usaha di wilayah kerjanya agar menyelenggarakan pembangunan yg
berwawasan kesehatan. Kemudian, aktif memantau dan melaporkan dampak
20
kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya.
Serta mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit sesuai
fungsinya sebagai sebagai lini terdepan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
2.6.2 Struktur Organisasi Puskesmas Nagaswidak Palembang
Adapun struktur organisasi Puskesmas Nagaswidak Palembang, yaitu:
a. Pimpinan Puskesmas : Dr. Dewi Handayani
b. Unit Tata Usaha : Qur Ratu Aini, AmG
c. Unit Pelaksana Teknik Fungsional : Dr. Ida Susanty
2.6.3. Sumber Daya Manusia Puskesmas Nagaswidak Palembang
Dalam bidang SDM, Puskesmas Nagaswidak memiliki 18 SDM yang terdiri
dari:
a. Dokter umum : 2 orang
b. Doter gigi : 1 orang
c. Sarjana/D3
SKM : 2 orang
Akper : 6 orang
Akbid : 3 orang
AMG : 1 orang
d. Bidan : 1 orang
e. Perawat (SPK) : 1 orang
f. Perawat gigi : 2 orang
g. Sanitarian : 1 orang
h. Tenaga Laboratorium : 1 orang
21
i. Pengelola obat : 2 orang
Total : 18 orang
2.6.4. Program Kesehatan Puskesmas Nagaswidak Palembang
a. Klinik Pelayanan Kesehatan Ibu (KIA/KB)
Kegiatan yang dilakukan di klinik ini meliputi pelayan kebidanan terhadap ibu
hamil (bumil), ibu bersalin (bulin), dan ibu yang telah bersalin (bufas), ibu
menyusui. Untuk kegiatan KB, Puskesmas melayani kebutuhan masyarakat
dalam hal KB berupa IUD, Implant, Pil, suntikan, dan kondom. Klinik ini
dalam pelaksanaannya dilayani oleh para bidan terlatih dan juga diawasi oleh
dokter.
b. Klinik Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Klinik ini melayani kesehatan bayi dan balita dan dalam pelaksanaanya
dilayani oleh dokter dan para perawat yang mulai mengembangkan sistem
pelayanan dengan teknik MTBS.
c. Klinik Pelayanan Kesehatan Umum (BP Dewasa)
Klinik ini melayani pengobatan umum bagi pasien umum atau dewasa dan
kegawadaruratan. Pada pelaksanaannya klinik ini juga dilayani oleh dokter
umum yang dibantu oleh para perawat terlatih. Selain itu, juga melayani
pengobatan TB paru dan kusta.
d. Klinik Pelayanan Kesehatan Gigi
e. Penyuluhan Kesehatan
Dilaksanakan di puskesmas, posyandu, sekolah, dan tempat lain yang
membutuhkan, baik perorangan maupun kelompok, pelayanan ini akan
dilaksanakan oleh tenaga-tenaga penyuluh yang cukup menguasai materi yang
dibahas.
g. Klinik Gizi dan Lingkungan Masyarakat
2.6.5. Pencatatan dan Pelaporan
22
a. Laporan tahunan
b. Laporan bulanan
c. Laporan mingguan
d. Laporan PWS KIA, gizi, imunisasi
e. Laporan KB
f. Laporan P2P
g. Laporan kinerja
h. Laporan perencanaan tingkat puskesmas
2.7. Kerangka Konsep
23
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskiptif-kualitatif. Yaitu metode
penelitian yang dilakukan dengan tujuan membuat gambaran atau deskripsi tentang
suatu keadaan secara objektif, dimana penggambaran atas datanya dengan
menggunakan kata dan baris kalimat. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif, yang bertujuan untuk menggali lebih mendalam mengenai implementasi
kebijakan tentang Standar Pelayanan Minimal Program Keluarga Berencana dan
Keluarga Sejahtera di Kabupaten/Kota.
1.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Lingkungan Kerja Puskesmas Nagaswidak Palembang,
Posyandu Mawar Putih kelurahan 14 Ulu yang termasuk wilayah kerja puskesmas,
dan Kantor Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Provinsi Sumatera
Selatan.
Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari-Februari 2011.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Pada penelitian kualitatif, prosedur sampling yang terpenting adalah
bagaimana menentukan informan kunci (key informan) atau situasi sosial yang sarat
informasi sesuai dengan fokus penelitian.
24
Untuk memilih sampel dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik
non-probabilitas sampling, dimana sampel dipilih secara sengaja (purposive
sampling) dalam jumlah sedikit.
Prinsip pemilihan sampel pada penelitian kualitatif adalah :
a. Kesesuaian yaitu dipilih berdasarkan pengetahuan yang dimiliki yang
berkaitan dengan topik penelitian, terutama mereka yang mempunyai kaitan
erat dengan implementasi kebijakan nasional dan peran stakeholders.
b. Kecukupan data yang didapat dari sampel dapat menggambarkan seluruh
fenomena yang berkaitan dengan topik penelitian.
Selanjutnya, bila dalam proses pengumpulan informasi, tidak ditemukan lagi
variasi informasi baru, maka proses pengumpulan informasi sudah dianggap selesai.
3.3.1. Informan
Pada penelitian ini yang menjadi informan adalah mereka yang mempunyai
kaitan erat dengan implementasi Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional Nomor:55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di Kabupaten/Kota, yaitu: yang
berwenang dalam penetapan kebijakan; penyelenggara kebijakan; pelayanan publik
dan penyuluhan di bidang KB dan KS; dan mereka yang terkait cakupan sasaran
kebijakan.
Informan penelitian ini antara lain:
a. Kepala Bidang Pengendalian Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi,
Kantor BKKBN Provinsi Sumatera Selatan
b. Pimpinan Puskesmas Nagaswidak Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan
c. Penanggung jawab program Keluarga Berencana, Puskesmas Nagaswidak
Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan
d. Tiga orang warga kecamatan 14 Ulu kota palembang, yang termasuk dalam
kategori Wanita Usia Subur (WUS)
3.4. Cara Pengumpulan Data
25
Data dan informasi yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari
observasi dan wawancara mendalam (in-depth interview). Informasi didapat dari
observasi langsung terkait dengan informasi yang didapat, catatan wawancara, dan
rekaman wawancara. Informasi tersebut dalam bentuk dokumen dan catatan peristiwa
yang selanjutnya diolah menjadi data.
Wawancara mendalam dilaksanakan dari tanggal 27 Januari-1 Februari 2011.
Wawancara yang dilakukan terhadap 6 responden membutuhkan waktu 10-20 menit
untuk masing-masing responden.
Proses wawancara mendalam, diawali dengan pengantar. Pada pengantar ini,
secara terbuka dan jujur peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dari
wawancara. Selanjutnya peneliti menyampaikan pertanyaan yang bersifat luas, dan
diakhiri dengan pertanyaan terbuka.
3.4. 1. Wawancara Mendalam (In-Depth Interview)9,10
Pada penelitian ini, metode wawancara mendalam merupakan salah satu
teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi. Penggunaan metode
ini didasarkan pada dua alasan, yaitu:
a. dengan wawancara, peneliti dapat menggali tidak saja apa yang diketahui dan
dialami subjek yang diteliti, tetapi juga apa yang tersembunyi jauh di dalam
diri subjek penelitian. apa yang ditanyakan
b. kepada informan bisa mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu, yang
berkaitan dengan masa lampau, masa sekarang, dan juga masa mendatang.
Wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam. Artinya peneliti
mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara lebih bebas dan leluasa, tanpa terikat oleh
suatu susunan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya (check-list).
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada proses wawancaran mendalam, antara
lain:
a. Pendekatan Interpretatif
keberhasilan pendekatan ini terletak pada kemampuan peneliti dalam menjalin
hubungan dengan informan. Pendekatan ini lebih menekankan pada peneliti,
karena:
26
pemahaman muncul melalui interaksi
memahami konteks
bagaimana memahami pengalaman informan
bagaimana informan membuat dan membagi pemahaman.
b. Tugas Peneliti
Menggunakan pertanyaan terbuka
Aktif mendengar
Empatik
Tanggap
Merekam dan mencatat
Menyiapkan panduan wawancara
Bertanya dengan pertanyaan yang jelas
Jangan menyela
Menjaga perhatian informan
Sabar.
c. Penyediaan dan Perencanaan
Persiapan yang harus peneliti lakukan sebelum menemui informan
adalah menyediakan kelengkapan wawancara dan merencanakan kegiatan apa
yang perlu dilakukan. antara lain: mengembangkan fokus penelitian;
menyediakan panduan wawancara; dan menghubungi informan.
3.4. 2. Diskusi Kelompok Terarah (Focus Group Discussion)9,10
Diskusi Kelompok Terarah merupakan salah satu teknik yang peneliti gunakan
untuk menggali data dan informasi kualitatif. Kegiatan Diskusi Kelompok Terarah
adalah suatu diskusi di mana suatu kelompok kecil informan (8 sampai 10
orang) ;dengan syarat, informan tidak saling mengenal, yang dibimbing oleh seorang
fasilitator atau moderator, untuk berbicara secara bebas dan spontan tentang tema-
tema yang dipandang penting untuk dikaji.
Keuntungan kita melalukan metode ini antara lain:
a. Informasi yang didapatkan semakin akurat dengan menggunakan dua metode,
selain itu akan meminimalkan bias.
27
b. Memberi kesempatan kepada peserta untuk saling berinteraksi dalam
mengungkapkan informasi yang tersembunyi yang mungkin tidak diperoleh
dengan wawancara mendalam.
c. Dapat mewawancarai sejumlah orang dalam waktu yang terbatas
d. Digunakan dalam memperbaiki kebijakan, strategi, dan program atau evaluasi
program.
Namun, sangat disayangkan metode pengambilan data dengan menggunakan
Diskusi Kelompok Terarah tidak dapat dilakukan karena informan sudah saling
mengenal. Hal ini menyebabkan kesulitan penulis untuk mendapatkan pendapat yang
objektif karena tingkat biasnya tinggi. Selain itu, informan akan kesuliatn
mengungkapkan pendapat secara bebas dan spontan karena sangat mudah
terpengaruh. banyaknya keterbatasan dalam penelitian ini, yang nanti akan dijelaskan
pada poin 3.7.
3.5. Analisis Data Kualitatif
Pada analisis data kualitatif, data dibangun dari hasil wawancara untuk
dideskripsikan dan dirangkum menjadi satu laporan. Untuk itu, dilakukan beberapa
tahapan sebagai berikut:
a. Reduksi data
Reduksi data adalah peneliti melakukan pemilihan untuk penyederhanaan,
abstraksi dan transformasi dari data kasar yang diperoleh. Peneliti membuat
rangkuman, memilih hal-hal yang pokok dan penting, mencari tema dan pola
dan membuang data yang dianggap tidak penting untuk kemudian
dikelompokkan dalam setiap kategori.
b. Penyajian data
Dalam proses penyajian data yang telah direduksi, data diarahkan agar
tersusun dalam pola hubungan. Dengan kata lain, peneliti melakukan
pengkodingan ulang untuk mendapatkan data yang lebih spesifik.
c. Verivikasi data
28
Setelah mendapatkan data yang jelas dan sistematis, peneliti mengeksplorasi
hubungan antara kategori. Selanjutnya peneliti membangun teori dan
menggabungkan dengan pengetahuan sebelumnya.
d. Uji Validitas (kredibilitas)
Pada penelitian kualitatif data dapat dinyatakan valid apabila tidak terdapat
perbedaan antara apa yang dilaporkan oleh peneliti dan apa yang
sesungguhnya terjadi. Uji keabsahan dalam penelitian kualitatif dapat
dilakukan dengan uji validitas yaitu dengan triangulasi.
Triangulasi merupakan pengujian keabsahan data yang diperoleh melalui:
Triangulasi sumber
Peneliti menguji keabsahan data dengan cara mengecek data yang telah
diperoleh kepada beberapa sumber yang terkait. Kemudian dianalisis
sampai menghasilkan suatu kesimpulan.
Triangulasi metode
Peneliti menguji keabsahan data dengan cara mengecek padasumber
yang sama tapi menggunakan teknik yang berbeda. Misalnya data hasil
wawancara kemudian dicek dengan data hasil observasi.
Triangulasi gambar
Peneliti menguji keabsahan data dengan mengecek data hasil
wawancara dan foto kegiatan.
e. Penulisan Laporan, termasuk dari data asli (seperti kutipan dari wawancara)
3.6. Definisi Istilah
a. KB atau Keluarga Berencana adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau
merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi.
b. Kebijakan kesehatan adalah serangkaian tindakan (atau non tindakan) yang
mempengaruhi kumpulan lembaga, organisasi, perusahaan dan rencana
pembiayaan sistem pelayanan kesehatan.
29
c. Standar Pelayanan Minimal merupakan standar pelayanan publik untuk
menjamin minimum pelayanan yang berhak diperoleh masyarakat dari
pemerintah.
d. Puskesmas adalah unit pelaksana teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di satu atau sebagian wilayah kecamatan.
e. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
Nomor:55/HK-010/B5/2010 adalah Peraturan tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di
Kabupaten/Kota.
f. Wanita Usia Subur (WUS) adalah Istri dari Pasangan Usia Subur (PUS) yang
masih berusia antara 15-49 tahun, dimana pertimbangan fisik dan mental usia
terbaik melahirkan adalah antara 20–35 tahun.
g. Manfaat adalah efek positif yang muncul diakibatkan karena keberadaan
kebijakan tersebut.
h. Pendapat adalah pola pikir masyarakat terhadap kebijakan tersebut.
i. Informasi adalah keterangan, masukan, pemberitahuan yang disampaikan
untuk menambah ilmu pengetahuan.
j. Fungsi adalah tujuan yang akan dicapai jikalau kebijakan itu dapat terlaksana
dengan baik.
k. Faktor penghambat adalah faktor yang menghambat dan menghalangi
kebijakan tersebut tercipta di lingkungan masyarakat.
3.7. Keterbatasan Penelitian
a. Keterbatasan Komunikasi antara peneliti dan informan.
Sulit untuk memastikan kejujuran dan pemahaman informan. Karena beberapa
informan hanya lulusan sekolah dasar (SD) yang tingkat intelektualnya rendah,
sehingga seringkali informan kurang mengerti dengan pertanyaan yang
diajukan peneliti. Selain itu, beberapa warga sangat sulit untuk diwawancarai
karena alasan malu dan merasa terganggu.
b. Keterbatasan waktu dan sarana prasarana penelitian
30
Keterbatasan waktu menyebabkan peneliti tidak dapat
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil dan Pembahasan Penelitian
4.1.1. Karakteristik Informan
Informan dalam penelitian ini terdiri dari enam orang dari tiga latar belakang
yang berbeda. Karakteristik informan meliputi identitas, usia, pendidikan terakhir,
pekerjaan dan jabatan. Semua informan berjenis kelamin perempuan. Pendidikan
terakhir informan bervariasi yaitu; tamat SD sebanyak dua orang, tamat SMA
sebanyak satu orang, DIII sebanyak satu orang, S1 sebanyak satu orang dan S2
sebanyak satu informan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik Informan
No.Inform
an
Jenis
kelaminUsia Pendidikan Jabatan
1.Kantor BKKBN Provinsi
Sumatera SelatanP 48 Strata II
Kepala bidang
pengendalian KB dan
KR
2. Puskesmas Nagaswidak P 31 Strata I Pimpinan Puskesmas
31
Palembang
3.Puskesmas Nagaswidak
PalembangP 53 Diploma III
Penanggung jawab
program KB Puskesmas
4. Wanita Usia Subur P 34 SMA Warga kel. 14 Ulu
5. Wanita Usia Subur P 44 SD Warga kel. 14 Ulu
6. Wanita Usia Subur P 21 SD Warga kel. 14 Ulu
4.1.2. Instrumen Kebijakan
4.1.2.1 Peraturan tentang Standar Pelayanan Minimal
Berdasarkan informasi yang didapatkan, sebagian informan telah mengetahui
tentang peraturan tersebut, sebanyak dua orang informan telah memahami dengan
jelas tentang Kebijakan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di kabupaten/kota yang meliputi:
a. Tujuan dan sasaran kebijakan
b. Target kebijakan
c. Mekanisme pertanggung jawaban program
Berikut kutipan pernyataannya:
“(Peraturan tersebut) merupakan rambu-rambu dalam melaksanakan program KB. Jadi berapa pencapaian yang harus kita capai setiap bulan, satu tahun itu sudah ditargetkan masing-masing. Kita juga mempunyai PPM atau Perkiraan Permintaan Masyarakat dan juga kontra kinerja provinsi. Jadi disitu semua terurai dan kita di provinsi selalu mengevaluasi setiap bulan bersama” – informan pertama
“dari BKKBN memang ada juga tentang standar pelayanan minimal. Jadi, memang untuk pelayanan KB aktif standarnya 70%. Maksudnya, (puskesmas) kita punya empat wilayah kerja,dan dari empat wilayah kerja itu kita harus tahu sasarannya supaya kita bisa kerja. Jadi target kita itu adalah pasangan usia subur, wanita usia subur; itu ada berapa di wilayah kerja kita,nanti baru dihitung estimasi jumlahnya. Itulah target kerja kita” – informan kedua
32
Namun, terdapat satu informan yang merasa kurang memahami kebijakan ini.
Berikut kutipan pernyataannya:
“... tentang peraturan ini saya tidak terlalu jelas..., Program KB ini program pokok puskesmas juga kan?!”– informan ketiga
4.1.2.2 Tujuan dan Sasaran Peraturan
Adapun tujuan yang dikemukakan dalam Peraturan Kepala Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di kabupaten/kota ini
adalah; sebagai tolok ukur kinerja pelaksana kebijakan atas jenis dan mutu pelayanan
dasar yang berhak diperoleh masyarakat di bidang KB dan KS, dan hanya dua yang
memahami dengan jelas tujuan dan sasaran peraturan ini,
Berikut kutipan pernyataannya:
“(Peraturan tersebut) merupakan rambu-rambu dalam melaksanakan program KB, ..... dan juga kontra kinerja provinsi” – informan pertama
“... karena itu, di awal tahun (2011) kita ada pendataan. Kita bekerjasama dengan pihak kecamatan dan Pihak BKKBN. Setelah tahu sasarannya kita buat perencanaan. Tanggung jawab utamanya adalah pengelola program. Pengelola program kita adalah bidan, penanggung jawabnya pimpinan puskemas. Pengelola program itu harus sudah tahu sasaran (kebijakan), target dan rencana kerja. Setelah itu ada evaluasi” – informan kedua
Melalui kutipan pernyataan informan kedua, dapat kita lihat bahwa informan
telah melakukan langkah-langkah kegiatan yang telah dipaparkan dalam Peraturan
Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010
(lampiran II) tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang KB dan KS
di Kabupaten/Kota, cakupan sasaran Pasangan Usia Subur menjadi KB aktif.
Langkah-langkahnya yaitu:
a. Melakukan analisis kemampuan, kondisi dan potensi wilayah;
b. Melakukan pertemuan persiapan pelayanan KB;
c. Menyusun rencana kegiatan PPM–peserta KB Aktif yang dituangkan dalam
RPJMD;
33
d. Menyusun rencana kerja SKPD-KB yang meliputi :
Melakukan analisa sasaran (PUS), data pencapaian KB baru dan aktif
setiap bulan
Melakukan orientasi/pelatihan KB;
Menyediakan kebutuhan alat, obat, dan cara kontrasepsi sesuai target
yang ditetapkan;
Melakukan penerimaan, penyimpanan serta penyaluran alat dan obat
kontrasepsi;
Memberikan pelayanan KIE dan KIP/konseling KB;
Menyediakan sarana dan prasarana pelayanan KB
Menyediakan tenaga pelayanan KB terstandarisasi
Melakukan pengayoman KB dan pelayanan rujukan
Monitoring dan evaluasi.
dimana, SDM di lapangan adalah petugas yang membidangi KB dan penanggung
jawab program adalah SKPD-KB Kabupaten/Kota.
4.1.2.3 Target Peraturan
Target dari peraturan teknis tentang Kebijakan Peraturan Kepala Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di
kabupaten/kota meliputi beberapa poin, namun pada penelitian ini hanya dibatasi pada
cakupan sasaran Pasangan Usia Subur menjadi Peserta KB aktif sebesar 65% seperti
yang telah disebutkan pada BAB I dan tiga dari tujuh informan mengetahui tentang
target tersebut.
Berikut petikan pernyataannya:
34
“... targetnya 65-70% peserta KB aktif 2014, tetapi untuk tahun 2010 kita sudah mencapai target. Untuk PA (pengguna Aktif) kita sudah mencapai 78%....” – informan satu
“... sasaran kita itu adalah pasangan usia subur, wanita usia subur. Kita bekerja sesuai dengan standar pelayanan minimal, kalau untuk program KB itu jelas target harus 70%....” – informan dua
“... untuk program KB, kita sasarannya Pasangan Usia Subur...” – informan
ketiga
4.1.3. Sosialisasi Peraturan
4.1.3.1 Sosialisasi Peraturan di Puskesmas Nagaswidak Palembang
BKKBN telah melakukan sosialisasi mengenai peraturan tersebut melalui
SKPD-KB Provinsi dan Kabupaten/Kota. Kemudian selanjutnya melalui Rapat
Koordinasi bersama perangkat Puskesmas. Di Puskesmas Nagaswidak sendiri sudah
dilakukan sosialisasi melalui Mini LokakaryaBulanan. Namun hanya satu kali.
Berikut kutipan pernyataannya:
“Kita selalu mensosialisasikan program KB. Kepala (BKKBN) provinsi Sumsel sangat terbuka dengan pemerintah kabupaten dan provinsi. Beliau juga selalu membuat komitmen dan melakukan pendekatan untuk mengenalkan kebijakan ini. Puskesmas di Sumsel khusunya kota Palembang tidak ada masalah. Mereka adalah mitra kita. Dan juga kita selalu mengadakan pertemuan dengan perangkat puskesmas. Kita juga bekerja sama dengan teman-teman dari SKPD kota Palembang” – informan pertama
“... saat peraturan ini diturunkan dari BKKBN, pada waktu itu saya bacakan pada mini lokakarya, .... Saya rasa sejauh ini pelaksanaannya lancar” – informan kedua
Sosialisasi kebijakan Peraturan Kepala BKKBN terkait Standar Pelayanan
Minimal bidang KB dan KS telah dilaksanakan di Puskesmas Nagaswidak Palembang
ke seluruh komponen yang berperan sebagai pelaksana kebijakan, mulai dari SKPD-
KB Kabupaten/Kota, Kepala Puskesmas dan seluruh staf Puskesmas. Namun,
walaupun sudah disosialisasikan kenyataannya masih terdapat ambiguitas dalam
pemahaman tujuan dan sasaran kebijakan tersebut.
Berikut kutipan pernyataannya:
35
“... tentang peraturan ini saya tidak terlalu jelas,kalau Program KB, kita kerjakan saja sesuai protap yang biasanya. Program KB ini program pokok puskesmas juga kan?!”– informan ketiga
“saya tahu peraturan BKKBN itu tentang KB. KB itu keluarga berencana ...” -informan keempat
Pendapat yang muncul menandakan bahwa sosialisasi kebijakan belum
berjalan dengan optimal. Maksudnya, sosialisasi sudah tepat sasaran tetapi maksud
dan tujuan yang sebenarnya dari Peraturan Kepala BKKBN terkait Standar Pelayanan
Minimal bidang KB dan KS di Kabupaten/Kota belum dipahami secara menyeluruh
oleh peserta sosialisasi.
Pada kenyataannya, Sosialisasi kebijakan itu sendiri dilakukan dalam bentuk
pengumuman yang disampaikan hanya satu kali, yaitu pada saat mini lokakarya.
Waktu pelaksanaannya pun tidak dirincikan secara jelas. Informan kedua menyatakan
telah membacakan peraturan tersebut pada saat Surat Peraturan masuk ke Puskesmas.
Penulis berasumsi, sosialisasi dilakukan berkisar Bulan Januari 2010, sama dengan
tanggal diberlakukannya Peraturan tersebut (29 Januari 2010).
Hal ini menunjukkan sosialisasi telah berjalan selama kurang lebih satu tahun,
tetapi tidak dilakukan monitoring dan evaluasi dengan keadaan di lapangan yang
seharusnya paling sedikit sekali dalam satu tahun, sebagaimana dimaksud pada Pasal
7 ayat (2) Peraturan Kepala BKKBN terkait Standar Pelayanan Minimal bidang KB
dan KS di Kabupaten/Kota.
4.1.3.2 Bentuk Sosialisasi di Puskesmas Nagaswidak Palembang
Seperti yang telah disampaikan oleh informan kedua pada poin sebelumnya,
bentuk sosialisasi kebijakan sudah disampaikan pada mini lokakarya bulanan, saat
diberlakukannya Peraturan Kepala BKKBN terkait Standar Pelayanan Minimal
bidang KB dan KS di Kabupaten/Kota.
Berikut kutipan pernyataannya:
“saya tentu mengetahui saat peraturan ini diturunkan dari BKKBN, pada waktu itu saya bacakan pada mini lokakarya, karena kebijakan ini baru diberlakukan. Peraturannya ada, tapi disimpan...(informan mencari sebentar pada kumpulan file tapi tidak berhasil menemukannya) peraturan itu sudah digabungkan bersama file KB, dan saya rasa sejauh ini pelaksanaannya lancar ” – informan kedua
36
Mini lokakarya bulanan adalah pertemuan yang diselenggarakan setiap akhir
bulan, yang dihadiri oleh seluruh staf Puskesmas dan jaringannya, yang bertujuan
untuk :11
a. Menginformasikan hasil rapat dinas tingkat kabupaten/kota dan tingkat
kecamatan serta informasi tentang kebijakan, program dan konsep-konsep
baru.
b. Evaluasi bulanan terhadap pelaksanaan program puskesmas serta analisis
hambatan dan masalah dengan mempergunakan PWS.
c. Penyusunan POA bulanan secara partisipatif dengan menghimpun usulan
kegiatan dan program dari para penanggung jawab program puskesmas
d. Penggalangan tim melalui penegasan peran dan tanggung jawab staf.
e. Pemberdayaan pegawai Puskesmas untuk meningkatkan kinerja profesional,
kompetensi/kemampuan pegawai, sikap dan motivasi kerja serta kecerdasan
emosi.
Sosialisasi diberikan pada saat mini lokakarya sangat tepat, karena pada
kegiatan tersebut seluruh staf Puskesmas, Bidan, dan petugas kesehatan lain
berkumpul untuk membahas evaluasi dan pertanggungjawaban program.
Namun kesan yang ditangkap oleh penulis, informan kedua tidak melakukan
soialisasi secara berkesinambungan. Informan hanya sekedar ‘menyampaikan
peraturan baru’ sebagaimana salah satu fungsi dan tujuan dari lokakarya mini. Selain
itu, dari pernyataan informan diketahui bahwa peraturan tersebut disimpan dan
digabungkan bersama file-file lainnya. Pernyataan tersebut didukung oleh observasi
penulis yang tidak menemukan satupun salinan peraturan tersebut digantung ataupun
ditempelkan di dalam Puskesmas Nagaswidak Palembang.
Seharusnya sosialisasi kebijakan ini dilakukan secara terus-menerus agar
tujuan dari peraturan ini dapat tersampaikan secara menyeluruh sehingga terjadi
sinkronisasi antara pelaksanaan di lapangan dan apa yang tertera di Petunjuk Teknis
Standar Pelayanan Minimal Peraturan Kepala BKKBN bidang KB dan KS di
Kabupaten/Kota.
4.1.4. Pelaksana Peraturan
37
Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di kabupaten/kota, menyatakan
penyelenggaraan pelayanan KB dan KS sesuai Standar Pelayanan Minimal secara
operasional dikoordinasikan oleh SKPD-KB di seluruh Kabupaten/Kota.
Dua informan menyatakan keterlibatannya dalam pelaksanaan peraturan
tersebut. Berikut kutipan pernyataannya:
“... Kepala (BKKBN) provinsi Sumsel sangat terbuka dengan pemerintah kabupaten dan provinsi ....., kita selalu mengadakan pertemuan dengan perangkat puskesmas. Kita juga bekerja sama dengan teman-teman dari SKPD kota Palembang. Selain itu juga kita ajak dari pusat dalam rangka mensosialisasikan peraturan ini. kita di provinsi selalu mengevaluasi setiap bulan bersama kepala daerah provinsi kemudian kita laporkan ke pusat dan akan menjadi penilaian pencapaian dari pusat” –informan pertama
“mengenai peraturan itu kita bekerjasama dengan pihak kecamatan dan Pihak BKKBN, tidak bisa kerja sendiri” –informan kedua
4.1.5. Alokasi Sumber Dana
Alokasi dana dimaksudkan sebagai pendanaan yang berkaitan dengan kegiatan
penetapankebijakan, pembinaan dan fasilitasi,monitoring dan evaluasi, pelaporan serta
pengembangan kapasitas untuk mendukung penyelenggaraan Standar Pelayanan
Minimal bidang KB dan KS di Kabupaten/Kota.
Pendanaan yang berkaitan dengan pencapaian Standar Pelayanan Minimal
bidang KB dan KS disebutkan dalam peraturan adalah merupakan tugas dan tanggung
jawab pemerintah, dibebankan kepada APBN BKKBN.
Informasi
38