tugas akhir ikm: implementasi kebijakan kb

52
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan minimal serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal, bahwa pemerintah wajib Menyusun SPM berdasarkan urusan wajib yang merupakan pelayanan dasar, sebagai bagian dari pelayanan publik. 1 SPM merupakan ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. 1,2 SPM diterapkan pada urusan wajib Daerah tterutama yang berkaitan dengan pelayanan dasar, baik Daerah Provinsi maupun Daerah Kabupaten/Kota. BKKBN selaku Instansi yang menangani Bidang Keluarga Berencana (KB) dan Keluarga Sejahtera (KS) telah menetapkan SPM yang dituangkan dalam Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor 55/HK- 010/B5/2010, tanggal 29 Januari 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di Kabupaten/Kota yang di dalamnya mencakup lampiran I berupa Indikator SPM serta lampiran II berupa Petunjuk Teknis SPM. 1 SPM yang telah ditetapkan diharapkan dapat memberikan acuan bagi Pemerintah Daerah Provinsi,

Upload: hafshary-d-thanial

Post on 27-Oct-2015

256 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang

Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan minimal serta Peraturan Menteri

Dalam Negeri Nomor 6 tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan

Penetapan Standar Pelayanan Minimal, bahwa pemerintah wajib Menyusun SPM

berdasarkan urusan wajib yang merupakan pelayanan dasar, sebagai bagian dari

pelayanan publik.1 SPM merupakan ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan

dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara

minimal.1,2 SPM diterapkan pada urusan wajib Daerah tterutama yang berkaitan

dengan pelayanan dasar, baik Daerah Provinsi maupun Daerah Kabupaten/Kota.

BKKBN selaku Instansi yang menangani Bidang Keluarga Berencana (KB)

dan Keluarga Sejahtera (KS) telah menetapkan SPM yang dituangkan dalam

Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor 55/HK-

010/B5/2010, tanggal 29 Januari 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang

Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di Kabupaten/Kota yang di dalamnya

mencakup lampiran I berupa Indikator SPM serta lampiran II berupa Petunjuk Teknis

SPM.1 SPM yang telah ditetapkan diharapkan dapat memberikan acuan bagi

Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dalam melaksanakan urusan

Bidang KB dan KS.

Pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat merupakan fungsi Pemerintah

dalam memberikan dan mengurus keperluan kebutuhan dasar masyarakat untuk

meningkatkan taraf kesehatan. Sebelum adanya pedoman tentang satndar pelayanan

minimal, maka pelayanan kesehatan dasar belum dapat diukur kinerjanya karena

belum ada tolok ukur baku untuk mengidentifikasi keberhasilan program/kegiatan

pelayanan kesehatan.3 Standar pelayanan minimal bidang kesehatan di

Kabupaten/Kota merupakan tolok ukur kinerja pelayanan kesehatan yang

diselenggarakan Pemerintah Kabupaten/Kota.

Page 2: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

2

Selain itu, berdasarkan data BPS, hasil Sensus Penduduk 2010, penduduk

Indonesia mencapai 237,6 juta jiwa atau mengalami kenaikan 3 juta penduduk per

tahun.4 Semakin bertambahnya jumlah penduduk, maka beban kerja pemerintah

meningkat. Salah satu faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk

adalah tingginya angka kelahiran yang berkaitan erat dengan usia kawin pertama

sebagai salah satu sasaran program Keluarga Berencana (KB) dan sebagian kelompok

masyarakat dan keluarga belum menerima dan menghayati norma keluarga kecil

sebagai landasan untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas. Keadaan ini

merupakan salah satu masalah kependudukan Indonesia sehingga memerlukan

kebijakan kependudukan, yaitu dengan menurunkan tingkat pertumbuhan serendah-

rendahnya. Cara efektif untuk menurunkan angka pertumbuhan penduduk dengan

jalan mengikuti program KB.

KB merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan

utama bagi wanita, meskipun tidak selalu diakui demikian. Peningkatan dan perluasan

pelayanan keluarga berencana merupakan salah satu usaha untuk menurunkan angka

kesakitan dan kematian ibu yang sedemikian tinggi akibat kehamilan. Sebagian besar

wanita harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit. Tidak hanya karena

terbatasnya jumlah metode yang tersedia, tetapi juga karena metode-metode tertentu

mungkin tidak dapat diterima sehubungan kesehatan individual dan seksualitas

wanita, maupun biaya untuk memperoleh kontrasepsi. Saat ini tersedia berbagai

metode atau alat kontrasepsi seperti IUD, suntik, pil, implant, kontrasepsi mantap

(kontap), dan kondom. Salah satu kontrasepsi yang populer di Indonesia adalah

kontrasepsi suntik. Kontrasepsi suntik KB merupakan jenis kontrasepsi hormonal

yang bahan bakunya mengandung preparat estrogen dan progesteron.

Berdasarkan data BKKBN Provinsi Sumatera Selatan, peserta KB aktif tahun

2010 sekitar 1.226.532 jiwa atau 78,25% dari sekitar 1.567.427 jumlah Pasangan Usia

Subur, dan 50% adalah pengguna KB suntik. Kontrasepsi hormonal jenis KB suntikan

ini di Indonesia semakin banyak dipakai karena kerjanya yang efektif, pemakaiannya

yang praktis, harganya relatif murah dan aman, bekerja dalam waktu lama, tidak

mengganggu menyusui, dapat dipakai segera setelah keguguran atau setelah masa

nifas.

Page 3: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

3

Puskesmas sebagai salah satu institusi fasilitas pemerintah daerah dan sebagai

lini terdepan dalam pemberian pelayanan kesehatan Nasional, juga dituntut untuk

menberikan pelayanan dengan baik berdasarkan wewang tugas pokok dan fungsinya

yang disesuaikan dengan situasi, kondisi, masalah dan kemampuan puskesmas

tersebut. Kompetensi pelayanan kesehatan pemerintah akan membentuk persepsi

masyarakat tentang pelayanan yang layak diterima. Akibat dari tuntutan masyarakat

tersebut, profesionalisme pelayanan semakin dipacu tetapi tetap berdasarkan koridor

kebijakan standar pelayanan yang telah disusun. Pemilihan lokasi di Puskesmas

Nagaswidak Palembang dikarenakan berdasarkan pengamatan penulis selama kurang

lebih satu bulan, jumlah peserta KB aktif di Puskesmas ini cukup tinggi terutama

pengguna KB suntik. Fakta ini mendorong penulis untuk melakukan penelitian

tentang “Analisis Implementasi Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga

Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal

Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di Kabupaten/Kota”.

Penelitian akan implementasi Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga

Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal

Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di Kabupaten/Kota ini

merupakan yang pertama dilakukan, mengingat peraturan yang baru diberlakukan

pada 29 Januari 2010. Pemilihan cakupan wilayah penelitian pun ditelaah sedemikian

rupa agar dapat mengetahui seberapa jauh pengaruh Peraturan ini, dan sejauh apa

efektifitasnya melalui respon masyarakat kotamadya Palembang setempat.

1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang, dapat diasumsikan permasalahan yang diangkat

adalah apakah peran SDM Puskesmas Nagaswidak Palembang dalam Implementasi

Kebijakan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor

55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga Berencana

dan Keluarga Sejahtera sudah sesuai berdasarkan koridor kebijakan standar

pelayanan minimal yang telah disusun.

1.3. Pertanyaan Penelitian

Page 4: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

4

1.3.1 Pertanyaan Umum

Bagaimana Implementasi Kebijakan Peraturan Kepala Badan Koordinasi

Keluarga Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan

Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di Wilayah Kerja

Puskesmas Nagaswidak Palembang tahun 2010?

1.3.2 Pertanyaan Khusus

a. Apakah peran SDM Puskesmas Nagaswidak Palembang sebagai pelaksana

penerapan Kebijakan Peraturan Kepala BKKBN terkait KB dan KS sudah sesuai

ketentuan yang berlaku di peraturan daerah tersebut?

b. Apakah peran SDM Puskesmas Nagaswidak Palembang dalam penerapan

Kebijakan Peraturan Kepala BKKBN terkait KB dan KS sudah sesuai dengan

kebutuhan sosialisasi kebijakan?

c. Apakah lembaga pelaksana, khususnya Puskesmas Nagaswidak Palembang, telah

mengikuti hierarki sesuai dan layak, dengan Kebijakan Peraturan Kepala BKKBN

terkait KB dan KS?

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Mengetahui implementasi Kebijakan Peraturan Kepala Badan Koordinasi

Keluarga Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan

Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di Puskesmas

Nagaswidak Palembang tahun 2010.

1.4.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui kesesuaian dan ketepatan sikap dan peran SDM Puskesmas

Nagaswidak Palembang yang terlibat dalam implementasi Kebijakan

Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor

55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga

Berencana dan Keluarga Sejahtera di KotaPalembang tahun 2010.

Page 5: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

5

b. Mengetahui keterpaduan hierarki BKKBN dengan Kabupaten/Kota khususnya

Puskesmas Nagaswidak Palembang sebagai lembaga pelaksana dalam

implementasi Kebijakan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga

Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan

Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera.

c. Mengetahui kesesuaian dan ketepatan implementasi Kebijakan Peraturan

Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor

55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga

Berencana dan Keluarga Sejahtera.

d. Mengetahui penyebab permasalahan, baik dalam hal teknis, pendanaan

maupun hal hal lainnya, dalam implementasi Kebijakan Peraturan Kepala

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010

tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga

Sejahtera.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat Aplikatif

Memberikan gambaran mengenai aplikasi kebijakan dan juga masukan kepada pihak

pemerintah daerah selaku yang mengeluarkan kebijakan daerah terkait rokok dan juga

dampak utamanya terhadap kesehatan.

1.5.2. Manfaat Metodologis

Memberikan tambahan literatur kepada dunia akademik dalam analisis kebijakan

kesehatan.

1.5.3. Manfaat bagi Masyarakat dan lembaga

Dari hasil penelitian ini diharapkan masyarakat lebih mengenal dan mengerti tentang

kebijakan daerah larangan merokok di Kota Palembang. Selain itu rumah sakit dapat

mengetahui efektifitas dari peraturan tersebut dan merencanakan program untuk dapat

mengoptimalkannya.

1.6. Ruang Lingkup Penelitian

Page 6: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

6

Penelitian mengenai analisis implementasi Peraturan Kepala Badan

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 dilaksanakan

di Puskesmas Nagaswidak Palembang. Penelitian ini dilakukan dengan metode

Deskriptif-Kualitatif. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Februari 2011.

Page 7: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Definisi KB5

KB atau Keluarga Berencana (Family Planning, Planned Parenthood) adalah

suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan

dengan memakai kontrasepsi.

Menurut Undang-undang No. 10/1992, KB adalah upaya peningkatkan

kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan,

pengaturan kelahiran, pembinaan ketahan keluarga, peningkatan kesejahteraan

keluarga dalam mewujudkan keluarga kecil yang bahagia sejahtera.

Sedangkan WHO (Expert Committe, 1970) mendefinisikan KB sebagai

tindakan yang membantu individu/pasutri untuk mendapatkan objektif-objektif

tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang

diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan dan menentukan jumlah anak dalam

keluarga.

2.1.2 Tujuan KB

Tujuan KB berdasarkan RENSTRA 2005-2009 meliputi:

a. Penurunan Angka Kematian Ibu

b. Keluarga dengan anak ideal

c. Keluarga sehat

d. Keluarga berpendidikan

e. Keluarga sejahtera

f. Keluarga berketahanan

g. Keluarga yang terpenuhi hak-hak reproduksinya

Page 8: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

8

h. Penduduk tumbuh seimbang (PTS)

2.1.3 Definisi Kontrasepsi6

Kontrasepsi berasal dari dua kata yaitu kontra dan konsepsi. Kontra berarti

mencegah, menolak, melawan. Konsepsi berarti pertemuan antara sel telur wanita

yang sudah matang dengan sel sperma sehingga terjadi pembuahan dan kehamilan.

Dengan demikian, kontrasepsi berarti mencegah bertemunya sel telur dan sel sperma

sehingga tidak akan terjadi pembuahan dan kehamilan.

2.1.4 Klasifikasi Kontrasepsi6

Kontrasepsi sederhana, yang terdiri atas senggama terputus (Coitus

interuptus), pantang berkala, kondom, spermatisid dan diafragma (cap).

Kontrasepsi sistemik, yang merupakan cara kontrasepsi dengan menggunakan

obat-obatan yang mengandung steroid. Pada umumnya bahannya adalah estrogen dan

progestin. Contohnya adalah pil, suntik dan implant (susuk).

Kontrasepsi dalam rahim, yang digolongkan menjadi dua yaitu, AKDR yang

tidak mengandung bahan aktif (IUD Lipes Loop dan Saf-T-Coil) dan golongan AKDR

yang mengandung bahan aktif (Metiload 250 dan Copper T).

Kontrasepsi mantap, yang terdiri dari vasektomi dan tubektomi.

2.1.5 Pemilihan Kontrasepsi

Pemilihan alat kontrasepsi yang akan digunakan harus dipertimbangkan secara

matang, yaitu dengan mempertimbangkan aspek kesehatan, sosial ekonomi, serta

kesiapan fisik dan mental.

Tidak semua cara kontrasepsi cocok dengan kondisi pengguna alkon. Hal ini

berhubungan dengan bagaimana tubuh seseorang dapat menyesuaikan keberadaan

alkon tersebut, khususnya pada cara-cara kontrasepsi yang menggunakan obat

hormonal.

Page 9: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

9

Saat ini belum ada alat atau cara kontrasepsi yang benar-benar ideal. Setiap

alat kontrasepsi mempunyai efek samping yang berbeda-beda. Berikut ini merupakan

beberapa keuntungan dan kerugian dari masing-masing alat kontrasepsi:

Tabel 1. Keuntungan dan kerugian jenis alat-alat kontrasepsi

Jenis Alkon Efektivitas Keuntungan KerugianTempat

pelayanan

Kondom Sangat efektif

dengan pemakaian

yang benar. Angka

kegagalan 3%

Murah

Mudah didapat

Mencegah

PMS

Efek samping

hampir tidak

ada

Mengganggu

kenyamanan

Sekali pakai

Alergi

Mudah robek

a. Puskesmas

b. Apotik

c. DPS

d. BPS

e. Rumah

sakit/

bersalin

Diafragma

(cap)

Sangat efektif

dengan pemakaian

yang benar. Angka

kegagalan 3%

Mencegah

PMS

Efek samping

hampir tidak

ada

Alergi

Pemasangan

yang sulit

Sulit didapat

Mahal

a. Puskesmas

b. DPS

c. BPS

d. Rumah

sakit/

bersalin

Pil Efektivitasnya

sangat tinggi

tergantung pada

disiplin si pemakai.

Angka kegagalan

0,35-2%

Mudah didapat

Praktis

Reversibilitas

yang tinggi

Tidak

mempengaruhi

produksi ASI

pada pil yang

mengandung

progesteron

saja

Disiplin tinggi

Produksi ASI

berkurang

pada pil yang

mengandung

estrogen

Kontra

indikasi:

wanita >30,

hipertensi,

migrain, peny.

a. Puskesmas/

poliklinik

swasta dan

poliklinik

pemerintah

b. DPS

c. BPS

d. Rumah

sakit/

bersalin

Page 10: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

10

jantung

Rambut rontok

Lesu

Sakit kepala

Suntik Efektivitasnya

sangat tinggi.

Angka kegagalan

< 1%

Praktis

Efektif

Aman

Tidak

mempengaruhi

ASI, cocok

untuk ibu yang

menyusui

Lesu

Amenorrhoea

Menorrhagia

Keputihan

Jerawat

Peningkatan

berat badan

Pusing

a. Puskesmas

b. DPS

c. BPS

d. Rumah

sakit/

bersalin

Implant

(susuk)

Efektivitasnya

sangat tinggi.

Angka kegagalan

0,2-1%

Praktis

Efektif

Aman

Tidak

mempengaruhi

ASI, cocok

untuk ibu yang

menyusui

Masa pakai

jangka panjang

Harus dengan

petugas

kesehatan

terlatih

Tidak dapat

menghentikan

pemakaian

sendiri

Gangguan

haid

Jerawat

Peningkatan

berat badan

Iritasi

a. Puskesmas

b. DPS

c. Rumah

sakit/

bersalin

IUD Efektivitasnya

sangat tinggi.

Angka kegagalan

< 1%

Praktis

Efektif

Masa pakai

jangka panjang

Keputihan

Perdarahan

Ekspulsi

Nyeri

a. Rumah

sakit/

bersalin

Page 11: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

11

Infeksi

Radang

serviks

Sterilisasi Efektivitas sangat

tinggi, 99,9%.

Diperkirakan

antara 1000 orang,

hanya satu orang

yang mengalami

rekanalisasi

Vasektomi:

Efektif

Morbiditas

sangat kecil

Sekali operasi

Tidak

mengganggu

hubungan

seksual

Tubektomi:

Efektif

Sekali operasi

Tidak

mengganggu

hubungan

seksual

Tidak perlu

berulang kali

ke klinik

Vasektomi:

Harus dengan

sukarela

Melalui

tindakan

pembedahan

Masih ada

kemunkinan

komplikasi

seperti

perdarahan

dan infeksi

Tubektomi:

Harus dengan

sukarela

Melalui

tindakan

pembedahan

Masih ada

kemunkinan

komplikasi

seperti

perdarahan

dan infeksi

a. Rumah

sakit/

bersalin

Page 12: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

12

2.2. Alat Kontrasepsi Suntik

2.3. Teori Tentang Kebijakan

2.3.1. Kebijakan, Kebijakan Publik Dan Kebijakan Kesehatan

“Kebijakan adalah serangkaian kegiatan, pernyataan, regulasi dan bahkan

hukum yang merupakan hasil suatu keputusan-keputusan tentang bagaimana kita

melakukan sesuatu.”, kutipan mengenai definisi kebijakan yang diutarakan oleh

Barkel.7

Definisi lain mengenai kebijakan dinyatakan oleh Friedrich yang dikutip oleh

Agustino yang menyatakan bahwa ”kebijakan adalah serangkaian tindakan/ kegiatan

yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan

tertentu di mana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinan-

kemungkinan (kesempatan-kesempatan) agar berguna dalam mengatasinya untuk

mencapai tujuan yang dimaksud”.

Anderson juga memberikan definisi kebijakan sebagai serangkaian kegiatan

yang mempunyai maksud/ tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang

aktor atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu

hal yang diperhatikan.8

Buse, Mays, Walt membagi kebijakan berdasarkan pembuat kebijakan, yaitu

kebijakan privat dan kebijakan publik. Kebijakan privat merupakan kebijakan yang

dibuat oleh sektor swasta yang ditujukan untuk perusahaan-perusahaannya sendiri

baik dalam maupun luar negeri untuk meningkatkan pelayanannya. Walaupun

demikian, proses dalam pembuatan kebijakan privat dibuat berdasarkan hukum publik

yang dibuat oleh pemerintah.

Page 13: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

13

Lebih lanjut, karena kebijakan publik merupakan keputusan politik yang

dikembangkan oleh badan atau pejabat pemerintah, maka kebijakan publik

mempunyai karakteristik khusus bahwa keputusan politik dirumuskan oleh ”otoritas”

dalam sistem politik yaitu para senior, kepala tertinggi, eksekutif, legislatif, para

hakim, administrator, penasehat, para raja dan sebagainya.

Kebijakan kesehatan adalah serangkaian tindakan (atau non tindakan) yang

mempengaruhi kumpulan lembaga, organisasi, perusahaan dan rencana pembiayaan

sistem pelayanan kesehatan. Dapat dikatakan, kebijakan kesehatan merupakan hal di

luar dari pelayanan kesehatan itu sendiri, termasuk tindakan yang dilakukan oleh

pemerintah, swasta dan organisasi sukarela yang memberikan dampak bagi kesehatan.

Hal ini berarti bahwa kebijakan kesehatan menitikberatkan pada dampak lingkungan

dan sosioekonomi terhadap kesehatan khususnya pelayanan kesehatan. 7

2.3.2. Analisis Implementasi Kebijakan

DeLeon (1999) mendefinsikan implementasi kebijakan sebagai hal-hal yang

terjadi antara harapan terhadap kebijakan dengan hasil kebijakan. Mazmanian dan

Sabatier yang dikutip oleh Agustino (2006) mendefinisikan implementasi kebijakan

sebagai pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-

undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan

eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan-

keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan

secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk

menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya. 7,8

Dari definisi tersebut setidaknya ada 3 hal yang berhubungan dengan

implementasi kebijakan, yaitu :

a. Adanya tujuan atau sasaran kebijakan

b. Adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan

c. Adanya hasil kegiatan

Dari definisi dan pendekatan analisis implementasi kebijakan, maka fokus

dalam analisis implementasi kebijakan berkisar pada masalah-masalah pencapaian

Page 14: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

14

tujuan formal kebijakan yang telah ditentukan. Oleh karena itu, maka timbul

pertanyaan-pertanyaan berikut :

a. Sampai sejauh mana tindakan-tindakan pejabat pelaksana konsisten dengan

keputusan kebijakan tersebut?

b. Sejauh manakah tujuan kebijakan tercapai?

c. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi output dan dampak kebijakan?

d. Bagaimana kebijakan tersebut diformulasikan kembali sesuai pengalaman

lapangan? 8

Prosedur analisis kebijakan pada tahap implementasi kebijakan adalah

pemantauan (monitoring) yang digunakan untuk memberikan informasi tentang sebab

dan akibat dari kebijakan publik. Pemantauan merupakan cara untuk membuat

pernyataan yang sifatnya penjelasan tentang tindakan kebijakan di waktu lalu maupun

sekarang. Pemantauan setidaknya memainkan empat fungsi dalam analisis kebijakan,

yaitu:

a. Kepatuhan (Compliance)

Pemantauan bermanfaat untuk menentukan apakah tindakan dari para

administrator program, staf dan pelaku lainnya sesuai dengan standar dan

prosedur yang dibuat oleh para legislator, instansi pemerintah, dan lembaga

profesional.

b. Pemeriksaan (Auditing)

Pemantauan membantu menentukan apakah sumber daya dan pelayanan yang

dimaksudkan untuk kelompok sasaran maupun konsumen tertentu memang

telah diterima oleh konsumen.

c. Akuntansi

Pemantauan menghasilkan informasi yang bermanfaat untuk melaksanakan

akuntansi atas perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi setelah

dilaksanakannya sejumlah kebijakan publik dari waktu ke waktu.

d. Eksplanasi

Pemantauan juga menghimpun informasi yang dapat menjelaskan mengapa

hasil-hasil kebijakan publik dan program berbeda.8

Page 15: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

15

2.4. Kebijakan terkait program Keluarga Berencana (KB)1,2

2.4.1. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional

Nomor: 55/HK-010/B5/2010

Program Keluarga Berencana Nasional merupakan upaya pokok dalam

pengendalian jumlah penduduk dan peningkatan kesejahteraan keluarga sebagai

bagian integral pembangunan nasional perlu terus dilanjutkan dan ditingkatkan

pelaksanaannya.

Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor:

55/HK-010/B5/2010 ini, berisi tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga

Berencana dan Keluarga Sejahtera di Kabupaten/Kota. Peraturan ini merupakan

bentuk pelaksanaan dari ketentuan Pasal 4 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Peraturan

Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan

Standar Pelayanan Minimal. Selain itu, peraturan ini merupakan spesifikasi dari

ketentuan Pasal 2, ayat (2) huruf C Keputusan menteri kesehatan RI nomor

1457/MENKES/SK/X/2003 tentang standar pelayanan minimal bidang kesehatan di

kabupaten/kota, tentang pelayanan keluarga berencana.

Dalam peraturan ini disebutkan, Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga

Berencana dan Keluarga sejahtera (KB dan KS) adalah tolok ukur kinerja pelayanan

yang diselenggarakan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Jenis pelayanan Dasar

Bidang KB dan KS adalah komunikasi, informasi dan edukasi (KIE-KB dan KS),

penyediaan alat dan obat kontrasepsi serta penyediaan informasi data mikro. Cakupan

Page 16: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

16

sasarannya adalah Pasangan Usia Subur yang menjadi Peserta KB aktif sebesar 65%

pada tahun 2014.

Peran BKKBN adalah untuk menjamin kesinambungan pelaksanaan program.

Pentingnya program KB bagi kemajuan dan kemandirian bangsa harus dimulai dari

membangun penduduk dan keluarga. Pemahaman ini akan menumbuhkan kepedulian,

dan kepedulian akan menjadi penggerak segenap komponen masyarakat untuk

berpartisipasi menyukseskan program KB.

2.5. Standar Pelayanan Minimal (SPM)1,2

2.5.1. Definisi Standar Pelayanan Minimal

Pengertian SPM sesuai dengan SE MENDAGRI nomor 100/756/OTODA,

adalah suatu standar dengan batas-batas tertentu untuk mengukur kinerja

penyelenggaraan kewenangan wajib daerah yang berkaitan dengan pelayanan dasar

kepada masyarakat yang mencakup: jenis pelayanan, indikator dan nilai. Standar

Pelayanan Minimal merupakan standar pelayanan publikuntuk menjamin minimum

pelayanan yang berhak diperoleh masyarakat dari pemerintah.

Penjelasan lebih lanjut terdapat pada PP No.65/2005 tentang Pedoman

Penyusunan Dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal, yaitu Standar Pelayanan

Minimal disusun dan diterapkan dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib

Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota yang

berkaitan dengan pelayanan dasar sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

SPM disusun sebagai alat Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menjamin

akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat secara merata dalam rangka

penyelenggaraan urusan wajib. Dalam penyusunan SPM ditetapkan jenis pelayanan

dasar, indikator SPM dan batas waktu pencapaian SPM. Penyusunan SPM oleh

masing-masing Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen dilakukan

melalui konsultasi yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. Tim Konsultasi

terdiri dari unsur-unsur Depdagri, Bappenas, Departemen Keuangan, Kementerian

Page 17: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

17

Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dengan melibatkan Menteri/Pimpinan

Lembaga Pemerintah Non-Departemen terkait sesuai kebutuhan.

Pemerintah Daerah mengakomodasikan pengelolaan data dan informasi

penerapan SPM ke dalam sistem informasi daerah yang dilaksanakan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen melakukan

pembinaan kepada Pemerintah Daerah dalam penerapan SPM. Pembinaan penerapan

SPM terhadap Pemerintah Daerah Provinsi dilakukan oleh Pemerintah dan pembinaan

penerapan SPM terhadap Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota dilakukan oleh

Gubernur sebagai wakil Pemerintah di daerah.

Pemerintah melaksanakan monitoring dan evaluasi atas penerapan SPM oleh

Pemerintahan Daerah dalam rangka menjamin akses dan mutu pelayanan dasar

kepada masyarakat.

Gambar 1. Teknik penyusunan standar pelayanan minimal

2.5.2. Latar belakang Penyusunan Standar Pelayanan Minimal

Page 18: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

18

Penyusunan SPM oleh Pemerintah Kabupaten/kota didasari oleh:

a. Kemampuan daerah masing-masing; terkait dana, sumber daya, aparatur,

kelengkapan, dan faktor lainnya membuat Pemerintah Daerah harus mampu

menentukan jenis-jenis pelayanan yang minimal harus disediakan bagi

masyarakat.

b. munculnya SPM memungkinkan bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan

kegiatannya secara objektif dan sistematis.

c. dengan SPM yang disertai tolok ukur pencapaian kinerja yang logis dan riil

akan memudahkan bagi masyarakat untuk memantau kinerja aparatnya,

sebagai salah satu unsur terciptanya penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

2.5.3. Standar Pelayanan Minimal bidang Keluarga Berencana dan Keluarga

Sejahtera

SPM Program KB dan KS di Kabupaten dan Kota telah ditetapkan oleh

Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional pada tanggal 29 Januari

2010. Maksud dan tujuan ditetapkannya SPM ini adalah sebagai upaya meningkatkan

akses dan kualitas pelayanan Program KB di Kabupaten dan Kota, dapat dijadikan

arah dan alat ukur pemerintah daerah kabupaten dan kota dalam menyelenggarakan

program KB di wilayahnya.

2.5.4. Indikator Standar Pelayanan Minimal

Indikator Standar Pelayanan Minimal sebagai tolok ukur pencapaian kerja

meliputi:

a. Input (provider):

Yaitu Bagaimana tingkatan atau besaran sumber-sumber yang digunakan,

seperti sumber daya manusia, dana, material, waktu, teknologi, dan

sebagainya. Contoh:

Sarana prasarana

Kompetensi petugas

b. Proses

Prosedur pelayanan

Page 19: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

19

c. Output (receiver)

Bagaimana bentuk produk yang dihasilkan langsung oleh kebijakan atau

program berdasarkan masukan (input) yang ditetapkan.

d. Outcome (hasil)

Bagaimana tingkat pencapaian kinerja yang diharapkan terwujud berdasarkan

keluaran (output) kebijakan atau program yang sudah dilaksanakan.

e. Benefit (manfaat)

Bagaimana tingkat kemanfaatan yang dapat dirasakan sebagai nilai tambah

bagi masyarakat maupun pemerintah daerah.

f. Impact (dampak)

Bagaimana dampaknya terhadap kondisi makro yang ingin dicapai

berdasarkan manfaat yang dihasilkan.

2.6. Institusi Kesehatan-Puskesmas Nagaswidak Palembang

2.6.1 Profil Puskesmas Nagaswidak Palembang

Puskesmas Nagaswidak terletak di Kecamatan Seberang Ulu II, kota

Palembang, Provinsi Sumatera Selatan. Wilayah kerja Puskesmas meliputi 4

Kelurahan yaitu Kelurahan 11 Ulu, 12 Ulu, 13 Ulu dan 14 Ulu. Kondisi geografis

terdiri dari dataran rendah dan rawa-rawa.

Berdasarkan keadaan sosial ekonominya, mata pencaharian penduduk

masing-masing wilayah kerja di Kelurahan 11 Ulu, 12 Ulu, 13 Ulu dan 14 Ulu hampir

sama, yaitu; buruh kasar, pegawai negeri, pedagang, pensiunan, pengrajin.

Puskesmas Nagaswidak mempunyai visi dan misi untuk; menggerakkan lintas

sektor dan dunia usaha di wilayah kerjanya agar menyelenggarakan pembangunan yg

berwawasan kesehatan. Kemudian, aktif memantau dan melaporkan dampak

Page 20: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

20

kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya.

Serta mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit sesuai

fungsinya sebagai sebagai lini terdepan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

2.6.2 Struktur Organisasi Puskesmas Nagaswidak Palembang

Adapun struktur organisasi Puskesmas Nagaswidak Palembang, yaitu:

a. Pimpinan Puskesmas : Dr. Dewi Handayani

b. Unit Tata Usaha : Qur Ratu Aini, AmG

c. Unit Pelaksana Teknik Fungsional : Dr. Ida Susanty

2.6.3. Sumber Daya Manusia Puskesmas Nagaswidak Palembang

Dalam bidang SDM, Puskesmas Nagaswidak memiliki 18 SDM yang terdiri

dari:

a. Dokter umum : 2 orang

b. Doter gigi : 1 orang

c. Sarjana/D3

SKM : 2 orang

Akper : 6 orang

Akbid : 3 orang

AMG : 1 orang

d. Bidan : 1 orang

e. Perawat (SPK) : 1 orang

f. Perawat gigi : 2 orang

g. Sanitarian : 1 orang

h. Tenaga Laboratorium : 1 orang

Page 21: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

21

i. Pengelola obat : 2 orang

Total : 18 orang

2.6.4. Program Kesehatan Puskesmas Nagaswidak Palembang

a. Klinik Pelayanan Kesehatan Ibu (KIA/KB)

Kegiatan yang dilakukan di klinik ini meliputi pelayan kebidanan terhadap ibu

hamil (bumil), ibu bersalin (bulin), dan ibu yang telah bersalin (bufas), ibu

menyusui. Untuk kegiatan KB, Puskesmas melayani kebutuhan masyarakat

dalam hal KB berupa IUD, Implant, Pil, suntikan, dan kondom. Klinik ini

dalam pelaksanaannya dilayani oleh para bidan terlatih dan juga diawasi oleh

dokter.

b. Klinik Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Klinik ini melayani kesehatan bayi dan balita dan dalam pelaksanaanya

dilayani oleh dokter dan para perawat yang mulai mengembangkan sistem

pelayanan dengan teknik MTBS.

c. Klinik Pelayanan Kesehatan Umum (BP Dewasa)

Klinik ini melayani pengobatan umum bagi pasien umum atau dewasa dan

kegawadaruratan. Pada pelaksanaannya klinik ini juga dilayani oleh dokter

umum yang dibantu oleh para perawat terlatih. Selain itu, juga melayani

pengobatan TB paru dan kusta.

d. Klinik Pelayanan Kesehatan Gigi

e. Penyuluhan Kesehatan

Dilaksanakan di puskesmas, posyandu, sekolah, dan tempat lain yang

membutuhkan, baik perorangan maupun kelompok, pelayanan ini akan

dilaksanakan oleh tenaga-tenaga penyuluh yang cukup menguasai materi yang

dibahas.

g. Klinik Gizi dan Lingkungan Masyarakat

2.6.5. Pencatatan dan Pelaporan

Page 22: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

22

a. Laporan tahunan

b. Laporan bulanan

c. Laporan mingguan

d. Laporan PWS KIA, gizi, imunisasi

e. Laporan KB

f. Laporan P2P

g. Laporan kinerja

h. Laporan perencanaan tingkat puskesmas

2.7. Kerangka Konsep

Page 23: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

23

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskiptif-kualitatif. Yaitu metode

penelitian yang dilakukan dengan tujuan membuat gambaran atau deskripsi tentang

suatu keadaan secara objektif, dimana penggambaran atas datanya dengan

menggunakan kata dan baris kalimat. Penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif, yang bertujuan untuk menggali lebih mendalam mengenai implementasi

kebijakan tentang Standar Pelayanan Minimal Program Keluarga Berencana dan

Keluarga Sejahtera di Kabupaten/Kota.

1.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Lingkungan Kerja Puskesmas Nagaswidak Palembang,

Posyandu Mawar Putih kelurahan 14 Ulu yang termasuk wilayah kerja puskesmas,

dan Kantor Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Provinsi Sumatera

Selatan.

Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari-Februari 2011.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Pada penelitian kualitatif, prosedur sampling yang terpenting adalah

bagaimana menentukan informan kunci (key informan) atau situasi sosial yang sarat

informasi sesuai dengan fokus penelitian.

Page 24: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

24

Untuk memilih sampel dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik

non-probabilitas sampling, dimana sampel dipilih secara sengaja (purposive

sampling) dalam jumlah sedikit.

Prinsip pemilihan sampel pada penelitian kualitatif adalah :

a. Kesesuaian yaitu dipilih berdasarkan pengetahuan yang dimiliki yang

berkaitan dengan topik penelitian, terutama mereka yang mempunyai kaitan

erat dengan implementasi kebijakan nasional dan peran stakeholders.

b. Kecukupan data yang didapat dari sampel dapat menggambarkan seluruh

fenomena yang berkaitan dengan topik penelitian.

Selanjutnya, bila dalam proses pengumpulan informasi, tidak ditemukan lagi

variasi informasi baru, maka proses pengumpulan informasi sudah dianggap selesai.

3.3.1. Informan

Pada penelitian ini yang menjadi informan adalah mereka yang mempunyai

kaitan erat dengan implementasi Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga

Berencana Nasional Nomor:55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal

Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di Kabupaten/Kota, yaitu: yang

berwenang dalam penetapan kebijakan; penyelenggara kebijakan; pelayanan publik

dan penyuluhan di bidang KB dan KS; dan mereka yang terkait cakupan sasaran

kebijakan.

Informan penelitian ini antara lain:

a. Kepala Bidang Pengendalian Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi,

Kantor BKKBN Provinsi Sumatera Selatan

b. Pimpinan Puskesmas Nagaswidak Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan

c. Penanggung jawab program Keluarga Berencana, Puskesmas Nagaswidak

Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan

d. Tiga orang warga kecamatan 14 Ulu kota palembang, yang termasuk dalam

kategori Wanita Usia Subur (WUS)

3.4. Cara Pengumpulan Data

Page 25: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

25

Data dan informasi yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari

observasi dan wawancara mendalam (in-depth interview). Informasi didapat dari

observasi langsung terkait dengan informasi yang didapat, catatan wawancara, dan

rekaman wawancara. Informasi tersebut dalam bentuk dokumen dan catatan peristiwa

yang selanjutnya diolah menjadi data.

Wawancara mendalam dilaksanakan dari tanggal 27 Januari-1 Februari 2011.

Wawancara yang dilakukan terhadap 6 responden membutuhkan waktu 10-20 menit

untuk masing-masing responden.

Proses wawancara mendalam, diawali dengan pengantar. Pada pengantar ini,

secara terbuka dan jujur peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dari

wawancara. Selanjutnya peneliti menyampaikan pertanyaan yang bersifat luas, dan

diakhiri dengan pertanyaan terbuka.

3.4. 1. Wawancara Mendalam (In-Depth Interview)9,10

Pada penelitian ini, metode wawancara mendalam merupakan salah satu

teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi. Penggunaan metode

ini didasarkan pada dua alasan, yaitu:

a. dengan wawancara, peneliti dapat menggali tidak saja apa yang diketahui dan

dialami subjek yang diteliti, tetapi juga apa yang tersembunyi jauh di dalam

diri subjek penelitian. apa yang ditanyakan

b. kepada informan bisa mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu, yang

berkaitan dengan masa lampau, masa sekarang, dan juga masa mendatang.

Wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam. Artinya peneliti

mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara lebih bebas dan leluasa, tanpa terikat oleh

suatu susunan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya (check-list).

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada proses wawancaran mendalam, antara

lain:

a. Pendekatan Interpretatif

keberhasilan pendekatan ini terletak pada kemampuan peneliti dalam menjalin

hubungan dengan informan. Pendekatan ini lebih menekankan pada peneliti,

karena:

Page 26: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

26

pemahaman muncul melalui interaksi

memahami konteks

bagaimana memahami pengalaman informan

bagaimana informan membuat dan membagi pemahaman.

b. Tugas Peneliti

Menggunakan pertanyaan terbuka

Aktif mendengar

Empatik

Tanggap

Merekam dan mencatat

Menyiapkan panduan wawancara

Bertanya dengan pertanyaan yang jelas

Jangan menyela

Menjaga perhatian informan

Sabar.

c. Penyediaan dan Perencanaan

Persiapan yang harus peneliti lakukan sebelum menemui informan

adalah menyediakan kelengkapan wawancara dan merencanakan kegiatan apa

yang perlu dilakukan. antara lain: mengembangkan fokus penelitian;

menyediakan panduan wawancara; dan menghubungi informan.

3.4. 2. Diskusi Kelompok Terarah (Focus Group Discussion)9,10

Diskusi Kelompok Terarah merupakan salah satu teknik yang peneliti gunakan

untuk menggali data dan informasi kualitatif. Kegiatan Diskusi Kelompok Terarah

adalah suatu diskusi di mana suatu kelompok kecil informan (8 sampai 10

orang) ;dengan syarat, informan tidak saling mengenal, yang dibimbing oleh seorang

fasilitator atau moderator, untuk berbicara secara bebas dan spontan tentang tema-

tema yang dipandang penting untuk dikaji.

Keuntungan kita melalukan metode ini antara lain:

a. Informasi yang didapatkan semakin akurat dengan menggunakan dua metode,

selain itu akan meminimalkan bias.

Page 27: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

27

b. Memberi kesempatan kepada peserta untuk saling berinteraksi dalam

mengungkapkan informasi yang tersembunyi yang mungkin tidak diperoleh

dengan wawancara mendalam.

c. Dapat mewawancarai sejumlah orang dalam waktu yang terbatas

d. Digunakan dalam memperbaiki kebijakan, strategi, dan program atau evaluasi

program.

Namun, sangat disayangkan metode pengambilan data dengan menggunakan

Diskusi Kelompok Terarah tidak dapat dilakukan karena informan sudah saling

mengenal. Hal ini menyebabkan kesulitan penulis untuk mendapatkan pendapat yang

objektif karena tingkat biasnya tinggi. Selain itu, informan akan kesuliatn

mengungkapkan pendapat secara bebas dan spontan karena sangat mudah

terpengaruh. banyaknya keterbatasan dalam penelitian ini, yang nanti akan dijelaskan

pada poin 3.7.

3.5. Analisis Data Kualitatif

Pada analisis data kualitatif, data dibangun dari hasil wawancara untuk

dideskripsikan dan dirangkum menjadi satu laporan. Untuk itu, dilakukan beberapa

tahapan sebagai berikut:

a. Reduksi data

Reduksi data adalah peneliti melakukan pemilihan untuk penyederhanaan,

abstraksi dan transformasi dari data kasar yang diperoleh. Peneliti membuat

rangkuman, memilih hal-hal yang pokok dan penting, mencari tema dan pola

dan membuang data yang dianggap tidak penting untuk kemudian

dikelompokkan dalam setiap kategori.

b. Penyajian data

Dalam proses penyajian data yang telah direduksi, data diarahkan agar

tersusun dalam pola hubungan. Dengan kata lain, peneliti melakukan

pengkodingan ulang untuk mendapatkan data yang lebih spesifik.

c. Verivikasi data

Page 28: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

28

Setelah mendapatkan data yang jelas dan sistematis, peneliti mengeksplorasi

hubungan antara kategori. Selanjutnya peneliti membangun teori dan

menggabungkan dengan pengetahuan sebelumnya.

d. Uji Validitas (kredibilitas)

Pada penelitian kualitatif data dapat dinyatakan valid apabila tidak terdapat

perbedaan antara apa yang dilaporkan oleh peneliti dan apa yang

sesungguhnya terjadi. Uji keabsahan dalam penelitian kualitatif dapat

dilakukan dengan uji validitas yaitu dengan triangulasi.

Triangulasi merupakan pengujian keabsahan data yang diperoleh melalui:

Triangulasi sumber

Peneliti menguji keabsahan data dengan cara mengecek data yang telah

diperoleh kepada beberapa sumber yang terkait. Kemudian dianalisis

sampai menghasilkan suatu kesimpulan.

Triangulasi metode

Peneliti menguji keabsahan data dengan cara mengecek padasumber

yang sama tapi menggunakan teknik yang berbeda. Misalnya data hasil

wawancara kemudian dicek dengan data hasil observasi.

Triangulasi gambar

Peneliti menguji keabsahan data dengan mengecek data hasil

wawancara dan foto kegiatan.

e. Penulisan Laporan, termasuk dari data asli (seperti kutipan dari wawancara)

3.6. Definisi Istilah

a. KB atau Keluarga Berencana adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau

merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi.

b. Kebijakan kesehatan adalah serangkaian tindakan (atau non tindakan) yang

mempengaruhi kumpulan lembaga, organisasi, perusahaan dan rencana

pembiayaan sistem pelayanan kesehatan.

Page 29: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

29

c. Standar Pelayanan Minimal merupakan standar pelayanan publik untuk

menjamin minimum pelayanan yang berhak diperoleh masyarakat dari

pemerintah.

d. Puskesmas adalah unit pelaksana teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan

Kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan

kesehatan di satu atau sebagian wilayah kecamatan.

e. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional

Nomor:55/HK-010/B5/2010 adalah Peraturan tentang Standar Pelayanan

Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di

Kabupaten/Kota.

f. Wanita Usia Subur (WUS) adalah Istri dari Pasangan Usia Subur (PUS) yang

masih berusia antara 15-49 tahun, dimana pertimbangan fisik dan mental usia

terbaik melahirkan adalah antara 20–35 tahun.

g. Manfaat adalah efek positif yang muncul diakibatkan karena keberadaan

kebijakan tersebut.

h. Pendapat adalah pola pikir masyarakat terhadap kebijakan tersebut.

i. Informasi adalah keterangan, masukan, pemberitahuan yang disampaikan

untuk menambah ilmu pengetahuan.

j. Fungsi adalah tujuan yang akan dicapai jikalau kebijakan itu dapat terlaksana

dengan baik.

k. Faktor penghambat adalah faktor yang menghambat dan menghalangi

kebijakan tersebut tercipta di lingkungan masyarakat.

3.7. Keterbatasan Penelitian

a. Keterbatasan Komunikasi antara peneliti dan informan.

Sulit untuk memastikan kejujuran dan pemahaman informan. Karena beberapa

informan hanya lulusan sekolah dasar (SD) yang tingkat intelektualnya rendah,

sehingga seringkali informan kurang mengerti dengan pertanyaan yang

diajukan peneliti. Selain itu, beberapa warga sangat sulit untuk diwawancarai

karena alasan malu dan merasa terganggu.

b. Keterbatasan waktu dan sarana prasarana penelitian

Page 30: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

30

Keterbatasan waktu menyebabkan peneliti tidak dapat

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil dan Pembahasan Penelitian

4.1.1. Karakteristik Informan

Informan dalam penelitian ini terdiri dari enam orang dari tiga latar belakang

yang berbeda. Karakteristik informan meliputi identitas, usia, pendidikan terakhir,

pekerjaan dan jabatan. Semua informan berjenis kelamin perempuan. Pendidikan

terakhir informan bervariasi yaitu; tamat SD sebanyak dua orang, tamat SMA

sebanyak satu orang, DIII sebanyak satu orang, S1 sebanyak satu orang dan S2

sebanyak satu informan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik Informan

No.Inform

an

Jenis

kelaminUsia Pendidikan Jabatan

1.Kantor BKKBN Provinsi

Sumatera SelatanP 48 Strata II

Kepala bidang

pengendalian KB dan

KR

2. Puskesmas Nagaswidak P 31 Strata I Pimpinan Puskesmas

Page 31: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

31

Palembang

3.Puskesmas Nagaswidak

PalembangP 53 Diploma III

Penanggung jawab

program KB Puskesmas

4. Wanita Usia Subur P 34 SMA Warga kel. 14 Ulu

5. Wanita Usia Subur P 44 SD Warga kel. 14 Ulu

6. Wanita Usia Subur P 21 SD Warga kel. 14 Ulu

4.1.2. Instrumen Kebijakan

4.1.2.1 Peraturan tentang Standar Pelayanan Minimal

Berdasarkan informasi yang didapatkan, sebagian informan telah mengetahui

tentang peraturan tersebut, sebanyak dua orang informan telah memahami dengan

jelas tentang Kebijakan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana

Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang

Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di kabupaten/kota yang meliputi:

a. Tujuan dan sasaran kebijakan

b. Target kebijakan

c. Mekanisme pertanggung jawaban program

Berikut kutipan pernyataannya:

“(Peraturan tersebut) merupakan rambu-rambu dalam melaksanakan program KB. Jadi berapa pencapaian yang harus kita capai setiap bulan, satu tahun itu sudah ditargetkan masing-masing. Kita juga mempunyai PPM atau Perkiraan Permintaan Masyarakat dan juga kontra kinerja provinsi. Jadi disitu semua terurai dan kita di provinsi selalu mengevaluasi setiap bulan bersama” – informan pertama

“dari BKKBN memang ada juga tentang standar pelayanan minimal. Jadi, memang untuk pelayanan KB aktif standarnya 70%. Maksudnya, (puskesmas) kita punya empat wilayah kerja,dan dari empat wilayah kerja itu kita harus tahu sasarannya supaya kita bisa kerja. Jadi target kita itu adalah pasangan usia subur, wanita usia subur; itu ada berapa di wilayah kerja kita,nanti baru dihitung estimasi jumlahnya. Itulah target kerja kita” – informan kedua

Page 32: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

32

Namun, terdapat satu informan yang merasa kurang memahami kebijakan ini.

Berikut kutipan pernyataannya:

“... tentang peraturan ini saya tidak terlalu jelas..., Program KB ini program pokok puskesmas juga kan?!”– informan ketiga

4.1.2.2 Tujuan dan Sasaran Peraturan

Adapun tujuan yang dikemukakan dalam Peraturan Kepala Badan Koordinasi

Keluarga Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan

Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di kabupaten/kota ini

adalah; sebagai tolok ukur kinerja pelaksana kebijakan atas jenis dan mutu pelayanan

dasar yang berhak diperoleh masyarakat di bidang KB dan KS, dan hanya dua yang

memahami dengan jelas tujuan dan sasaran peraturan ini,

Berikut kutipan pernyataannya:

“(Peraturan tersebut) merupakan rambu-rambu dalam melaksanakan program KB, ..... dan juga kontra kinerja provinsi” – informan pertama

“... karena itu, di awal tahun (2011) kita ada pendataan. Kita bekerjasama dengan pihak kecamatan dan Pihak BKKBN. Setelah tahu sasarannya kita buat perencanaan. Tanggung jawab utamanya adalah pengelola program. Pengelola program kita adalah bidan, penanggung jawabnya pimpinan puskemas. Pengelola program itu harus sudah tahu sasaran (kebijakan), target dan rencana kerja. Setelah itu ada evaluasi” – informan kedua

Melalui kutipan pernyataan informan kedua, dapat kita lihat bahwa informan

telah melakukan langkah-langkah kegiatan yang telah dipaparkan dalam Peraturan

Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010

(lampiran II) tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang KB dan KS

di Kabupaten/Kota, cakupan sasaran Pasangan Usia Subur menjadi KB aktif.

Langkah-langkahnya yaitu:

a. Melakukan analisis kemampuan, kondisi dan potensi wilayah;

b. Melakukan pertemuan persiapan pelayanan KB;

c. Menyusun rencana kegiatan PPM–peserta KB Aktif yang dituangkan dalam

RPJMD;

Page 33: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

33

d. Menyusun rencana kerja SKPD-KB yang meliputi :

Melakukan analisa sasaran (PUS), data pencapaian KB baru dan aktif

setiap bulan

Melakukan orientasi/pelatihan KB;

Menyediakan kebutuhan alat, obat, dan cara kontrasepsi sesuai target

yang ditetapkan;

Melakukan penerimaan, penyimpanan serta penyaluran alat dan obat

kontrasepsi;

Memberikan pelayanan KIE dan KIP/konseling KB;

Menyediakan sarana dan prasarana pelayanan KB

Menyediakan tenaga pelayanan KB terstandarisasi

Melakukan pengayoman KB dan pelayanan rujukan

Monitoring dan evaluasi.

dimana, SDM di lapangan adalah petugas yang membidangi KB dan penanggung

jawab program adalah SKPD-KB Kabupaten/Kota.

4.1.2.3 Target Peraturan

Target dari peraturan teknis tentang Kebijakan Peraturan Kepala Badan

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 tentang

Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di

kabupaten/kota meliputi beberapa poin, namun pada penelitian ini hanya dibatasi pada

cakupan sasaran Pasangan Usia Subur menjadi Peserta KB aktif sebesar 65% seperti

yang telah disebutkan pada BAB I dan tiga dari tujuh informan mengetahui tentang

target tersebut.

Berikut petikan pernyataannya:

Page 34: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

34

“... targetnya 65-70% peserta KB aktif 2014, tetapi untuk tahun 2010 kita sudah mencapai target. Untuk PA (pengguna Aktif) kita sudah mencapai 78%....” – informan satu

“... sasaran kita itu adalah pasangan usia subur, wanita usia subur. Kita bekerja sesuai dengan standar pelayanan minimal, kalau untuk program KB itu jelas target harus 70%....” – informan dua

“... untuk program KB, kita sasarannya Pasangan Usia Subur...” – informan

ketiga

4.1.3. Sosialisasi Peraturan

4.1.3.1 Sosialisasi Peraturan di Puskesmas Nagaswidak Palembang

BKKBN telah melakukan sosialisasi mengenai peraturan tersebut melalui

SKPD-KB Provinsi dan Kabupaten/Kota. Kemudian selanjutnya melalui Rapat

Koordinasi bersama perangkat Puskesmas. Di Puskesmas Nagaswidak sendiri sudah

dilakukan sosialisasi melalui Mini LokakaryaBulanan. Namun hanya satu kali.

Berikut kutipan pernyataannya:

“Kita selalu mensosialisasikan program KB. Kepala (BKKBN) provinsi Sumsel sangat terbuka dengan pemerintah kabupaten dan provinsi. Beliau juga selalu membuat komitmen dan melakukan pendekatan untuk mengenalkan kebijakan ini. Puskesmas di Sumsel khusunya kota Palembang tidak ada masalah. Mereka adalah mitra kita. Dan juga kita selalu mengadakan pertemuan dengan perangkat puskesmas. Kita juga bekerja sama dengan teman-teman dari SKPD kota Palembang” – informan pertama

“... saat peraturan ini diturunkan dari BKKBN, pada waktu itu saya bacakan pada mini lokakarya, .... Saya rasa sejauh ini pelaksanaannya lancar” – informan kedua

Sosialisasi kebijakan Peraturan Kepala BKKBN terkait Standar Pelayanan

Minimal bidang KB dan KS telah dilaksanakan di Puskesmas Nagaswidak Palembang

ke seluruh komponen yang berperan sebagai pelaksana kebijakan, mulai dari SKPD-

KB Kabupaten/Kota, Kepala Puskesmas dan seluruh staf Puskesmas. Namun,

walaupun sudah disosialisasikan kenyataannya masih terdapat ambiguitas dalam

pemahaman tujuan dan sasaran kebijakan tersebut.

Berikut kutipan pernyataannya:

Page 35: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

35

“... tentang peraturan ini saya tidak terlalu jelas,kalau Program KB, kita kerjakan saja sesuai protap yang biasanya. Program KB ini program pokok puskesmas juga kan?!”– informan ketiga

“saya tahu peraturan BKKBN itu tentang KB. KB itu keluarga berencana ...” -informan keempat

Pendapat yang muncul menandakan bahwa sosialisasi kebijakan belum

berjalan dengan optimal. Maksudnya, sosialisasi sudah tepat sasaran tetapi maksud

dan tujuan yang sebenarnya dari Peraturan Kepala BKKBN terkait Standar Pelayanan

Minimal bidang KB dan KS di Kabupaten/Kota belum dipahami secara menyeluruh

oleh peserta sosialisasi.

Pada kenyataannya, Sosialisasi kebijakan itu sendiri dilakukan dalam bentuk

pengumuman yang disampaikan hanya satu kali, yaitu pada saat mini lokakarya.

Waktu pelaksanaannya pun tidak dirincikan secara jelas. Informan kedua menyatakan

telah membacakan peraturan tersebut pada saat Surat Peraturan masuk ke Puskesmas.

Penulis berasumsi, sosialisasi dilakukan berkisar Bulan Januari 2010, sama dengan

tanggal diberlakukannya Peraturan tersebut (29 Januari 2010).

Hal ini menunjukkan sosialisasi telah berjalan selama kurang lebih satu tahun,

tetapi tidak dilakukan monitoring dan evaluasi dengan keadaan di lapangan yang

seharusnya paling sedikit sekali dalam satu tahun, sebagaimana dimaksud pada Pasal

7 ayat (2) Peraturan Kepala BKKBN terkait Standar Pelayanan Minimal bidang KB

dan KS di Kabupaten/Kota.

4.1.3.2 Bentuk Sosialisasi di Puskesmas Nagaswidak Palembang

Seperti yang telah disampaikan oleh informan kedua pada poin sebelumnya,

bentuk sosialisasi kebijakan sudah disampaikan pada mini lokakarya bulanan, saat

diberlakukannya Peraturan Kepala BKKBN terkait Standar Pelayanan Minimal

bidang KB dan KS di Kabupaten/Kota.

Berikut kutipan pernyataannya:

“saya tentu mengetahui saat peraturan ini diturunkan dari BKKBN, pada waktu itu saya bacakan pada mini lokakarya, karena kebijakan ini baru diberlakukan. Peraturannya ada, tapi disimpan...(informan mencari sebentar pada kumpulan file tapi tidak berhasil menemukannya) peraturan itu sudah digabungkan bersama file KB, dan saya rasa sejauh ini pelaksanaannya lancar ” – informan kedua

Page 36: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

36

Mini lokakarya bulanan adalah pertemuan yang diselenggarakan setiap akhir

bulan, yang dihadiri oleh seluruh staf Puskesmas dan jaringannya, yang bertujuan

untuk :11

a. Menginformasikan hasil rapat dinas tingkat kabupaten/kota dan tingkat

kecamatan serta informasi tentang kebijakan, program dan konsep-konsep

baru.

b. Evaluasi bulanan terhadap pelaksanaan program puskesmas serta analisis

hambatan dan masalah dengan mempergunakan PWS.

c. Penyusunan POA bulanan secara partisipatif dengan menghimpun usulan

kegiatan dan program dari para penanggung jawab program puskesmas

d. Penggalangan tim melalui penegasan peran dan tanggung jawab staf.

e. Pemberdayaan pegawai Puskesmas untuk meningkatkan kinerja profesional,

kompetensi/kemampuan pegawai, sikap dan motivasi kerja serta kecerdasan

emosi.

Sosialisasi diberikan pada saat mini lokakarya sangat tepat, karena pada

kegiatan tersebut seluruh staf Puskesmas, Bidan, dan petugas kesehatan lain

berkumpul untuk membahas evaluasi dan pertanggungjawaban program.

Namun kesan yang ditangkap oleh penulis, informan kedua tidak melakukan

soialisasi secara berkesinambungan. Informan hanya sekedar ‘menyampaikan

peraturan baru’ sebagaimana salah satu fungsi dan tujuan dari lokakarya mini. Selain

itu, dari pernyataan informan diketahui bahwa peraturan tersebut disimpan dan

digabungkan bersama file-file lainnya. Pernyataan tersebut didukung oleh observasi

penulis yang tidak menemukan satupun salinan peraturan tersebut digantung ataupun

ditempelkan di dalam Puskesmas Nagaswidak Palembang.

Seharusnya sosialisasi kebijakan ini dilakukan secara terus-menerus agar

tujuan dari peraturan ini dapat tersampaikan secara menyeluruh sehingga terjadi

sinkronisasi antara pelaksanaan di lapangan dan apa yang tertera di Petunjuk Teknis

Standar Pelayanan Minimal Peraturan Kepala BKKBN bidang KB dan KS di

Kabupaten/Kota.

4.1.4. Pelaksana Peraturan

Page 37: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

37

Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana

Nasional Nomor 55/HK-010/B5/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang

Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di kabupaten/kota, menyatakan

penyelenggaraan pelayanan KB dan KS sesuai Standar Pelayanan Minimal secara

operasional dikoordinasikan oleh SKPD-KB di seluruh Kabupaten/Kota.

Dua informan menyatakan keterlibatannya dalam pelaksanaan peraturan

tersebut. Berikut kutipan pernyataannya:

“... Kepala (BKKBN) provinsi Sumsel sangat terbuka dengan pemerintah kabupaten dan provinsi ....., kita selalu mengadakan pertemuan dengan perangkat puskesmas. Kita juga bekerja sama dengan teman-teman dari SKPD kota Palembang. Selain itu juga kita ajak dari pusat dalam rangka mensosialisasikan peraturan ini. kita di provinsi selalu mengevaluasi setiap bulan bersama kepala daerah provinsi kemudian kita laporkan ke pusat dan akan menjadi penilaian pencapaian dari pusat” –informan pertama

“mengenai peraturan itu kita bekerjasama dengan pihak kecamatan dan Pihak BKKBN, tidak bisa kerja sendiri” –informan kedua

4.1.5. Alokasi Sumber Dana

Alokasi dana dimaksudkan sebagai pendanaan yang berkaitan dengan kegiatan

penetapankebijakan, pembinaan dan fasilitasi,monitoring dan evaluasi, pelaporan serta

pengembangan kapasitas untuk mendukung penyelenggaraan Standar Pelayanan

Minimal bidang KB dan KS di Kabupaten/Kota.

Pendanaan yang berkaitan dengan pencapaian Standar Pelayanan Minimal

bidang KB dan KS disebutkan dalam peraturan adalah merupakan tugas dan tanggung

jawab pemerintah, dibebankan kepada APBN BKKBN.

Informasi

Page 38: Tugas Akhir IKM: implementasi kebijakan KB

38