tugas 1 daftar isi, daftar tabel,

88
i ABSTRAK Metta Liana : Perbedaan Hasil Belajar Fisika Siswa antara Pembelajaran Menggunakan LKS berbasis Konstruktivis dengan LKS di Sekolah pada Kelas X SMAN 7 Padang Rendahnya hasil belajar fisika siswa di SMAN 7 Padang disebabkan kurangnya pemahaman konsep siswa terhadap materi fisika, siswa cenderung menerima saja apa yang diberikan guru, sehingga struktur kognitifnya tidak berkembang. LKS berbasis konstruktivis merupakan salah satu bahan ajar yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar fisika siswa antara pembelajaran menggunakan LKS berbasis Konstruktivis dengan LKS di Sekolah pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu (Quasi Experimental Research) dengan rancangan penelitian berupa Randomized Control Group Only Design. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa pada kelas X di SMA Negeri 7 Padang yang terdaftar pada tahun pelajaran 2009/2010. Sampel dalam penelitian adalah kelas eksperimen dan kelas kontrol yang homogen secara kognitif. Kedua kelas sampel ditentukan melalui teknik Cluster Random Sampling. Teknik analisis data penelitian adalah interpretasi data yang ditampilkan dalam grafik secara kualitatif untuk mengetahui miskonsepsi awal dan akhir, uji hipotesis melalui uji t pada taraf nyata 0,05 untuk ranah kognitif dan psikomotor, sedangkan ranah afektif melalui interpretasi data yang ditampilkan dalam grafik secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada aspek kognitif, nilai rata-rata tes akhir kelas eksperimen adalah 69,08 sedangkan kelas kontrol 63,37. Pada ranah psikomotor, nilai rata-rata kelas eksperimen adalah 74,80 sedangkan kelas kontrol 64,85. Ranah afektif, aktivitas dan tingkah laku siswa pada kelas eksperimen memenuhi kriteria baik pada setiap aspek pengamatan dibandingkan dengan kelas kontrol. Hal ini terbukti melalui grafik perkembangan tingkahlaku siswa setiap pertemuan untuk masing-masing aspek. Oleh karena itu, hipotesis kerja yang berbunyi ” Terdapat Perbedaan yang Berarti Hasil Belajar Fisika menggunakan LKS Berbasis Konstruktivis dengan LKS di Sekolah pada Kelas X SMAN 7 Padang pada ranah kognitif dan psikomotor secara kuantitatif serta ranah afektif secara kualitatif dapat diterima pada taraf nyata 0,05. Dengan demikian LKS berbasis konstruktivis dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

Upload: yachiheninofira

Post on 13-Jul-2015

161 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

i

ABSTRAK

Metta Liana : Perbedaan Hasil Belajar Fisika Siswa antara Pembelajaran

Menggunakan LKS berbasis Konstruktivis dengan LKS di

Sekolah pada Kelas X SMAN 7 Padang

Rendahnya hasil belajar fisika siswa di SMAN 7 Padang disebabkan

kurangnya pemahaman konsep siswa terhadap materi fisika, siswa cenderung

menerima saja apa yang diberikan guru, sehingga struktur kognitifnya tidak

berkembang. LKS berbasis konstruktivis merupakan salah satu bahan ajar yang dapat

digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini

dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar fisika siswa antara

pembelajaran menggunakan LKS berbasis Konstruktivis dengan LKS di Sekolah

pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu (Quasi Experimental Research)

dengan rancangan penelitian berupa Randomized Control Group Only Design.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa pada kelas X di SMA Negeri 7

Padang yang terdaftar pada tahun pelajaran 2009/2010. Sampel dalam penelitian

adalah kelas eksperimen dan kelas kontrol yang homogen secara kognitif. Kedua

kelas sampel ditentukan melalui teknik Cluster Random Sampling. Teknik analisis

data penelitian adalah interpretasi data yang ditampilkan dalam grafik secara

kualitatif untuk mengetahui miskonsepsi awal dan akhir, uji hipotesis melalui uji t

pada taraf nyata 0,05 untuk ranah kognitif dan psikomotor, sedangkan ranah afektif

melalui interpretasi data yang ditampilkan dalam grafik secara kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada aspek kognitif, nilai rata-rata tes

akhir kelas eksperimen adalah 69,08 sedangkan kelas kontrol 63,37. Pada ranah

psikomotor, nilai rata-rata kelas eksperimen adalah 74,80 sedangkan kelas kontrol

64,85. Ranah afektif, aktivitas dan tingkah laku siswa pada kelas eksperimen

memenuhi kriteria baik pada setiap aspek pengamatan dibandingkan dengan kelas

kontrol. Hal ini terbukti melalui grafik perkembangan tingkahlaku siswa setiap

pertemuan untuk masing-masing aspek. Oleh karena itu, hipotesis kerja yang

berbunyi ” Terdapat Perbedaan yang Berarti Hasil Belajar Fisika menggunakan LKS

Berbasis Konstruktivis dengan LKS di Sekolah pada Kelas X SMAN 7 Padang pada

ranah kognitif dan psikomotor secara kuantitatif serta ranah afektif secara kualitatif ”

dapat diterima pada taraf nyata 0,05. Dengan demikian LKS berbasis konstruktivis

dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa pada ranah kognitif, afektif, dan

psikomotor.

Page 2: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

ii

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-

Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbedaan Hasil Belajar

Fisika Siswa antara Pembelajaran menggunakan LKS berbasis Konstruktivis dengan

LKS di Sekolah pada Kelas X SMAN 7 Padang“. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu

syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Fisika Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang. Dalam

penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk

itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Ibu Dra. Hj. Djusmaini Djamas, M.Si selaku pembimbing I dan Bapak Zulhendri

Kamus, S.Pd, M.Si selaku pembimbing II dalam penyusunan skripsi ini.

2. Ibu Dra. Hj. Nailil Husna, M.Si, Bapak Dr. Ahmad Fauzi, M.Si, dan Bapak

Harman Amir, S.Si, M.Si selaku penguji yang telah memberikan saran demi

kesempurnaan skripsi ini.

3. Ibu Dra.Hj. Ermaniati Ramli selaku penasehat akademik.

4. Bapak Dr. Ahmad Fauzi, M.Si selaku Ketua Jurusan Fisika FMIPA UNP.

5. Bapak Harman Amir, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Fisika FMIPA UNP.

6. Ibu Dra. Yurnetti, M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan Fisika FMIPA

UNP.

7. Ibu Dra. Hidayati, M.Si selaku Ketua Program Studi Fisika FMIPA UNP.

8. Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Jurusan Fisika FMIPA UNP yang telah membantu

penulis selama menuntut ilmu di almamater tercinta ini.

9. Ibu Dra. Sri Rizani, M.Si selaku guru pamong serta guru Mata Pelajaran Fisika di

SMA Negeri 7 Padang.

10. Pihak lainnya senantiasa memberi semangat dan berbagai bantuan.

Page 3: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

iii

11. Teristimewa kedua orang tua dan keluarga yang berjuang melalui doa dan bekerja

keras demi kesuksesan penulis dalam menyelesaikan skripsi dan studi ini.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari kesalahan

dan kekeliruan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi

kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan

manfaat bagi pembaca.

Padang, 03 Februari 2010

Penulis

Page 4: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................................................... I

KATA PENGANTAR ................................................................................................ II

DAFTAR ISI .............................................................................................................. IV

DAFTAR TABEL ..................................................................................................... VI

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... VII

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... VIII

BAB I ............................................................................................................................ 1

PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

A. LATAR BELAKANG MASALAH ............................................................................ 1

B. RUMUSAN MASALAH ........................................................................................ 6

C. PEMBATASAN MASALAH .................................................................................... 6

D. TUJUAN PENELITIAN .......................................................................................... 7

E. MANFAAT PENELITIAN ....................................................................................... 7

BAB II .......................................................................................................................... 8

KAJIAN TEORITIS ................................................................................................... 8

A. KAJIAN TEORI .................................................................................................... 8

1. Belajar dan Pembelajaran Fisika ................................................................. 8

2. Pembentukan Pengetahuan Menurut Aliran Konstruktivis......................... 10

3. Pembelajaran Konstruktivis ........................................................................ 13

4. Miskonsepsi dalam Fisika ........................................................................... 16

5. Lembar Kerja Siswa (LKS) ......................................................................... 24

6. Hasil Belajar Fisika .................................................................................... 29

B. KERANGKA BERFIKIR ....................................................................................... 33

C. PENELITIAN YANG RELEVAN ............................................................................ 35

Page 5: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

v

D. HIPOTESIS PENELITIAN ..................................................................................... 35

BAB III ....................................................................................................................... 36

METODE PENELITIAN ......................................................................................... 36

A. JENIS PENELITIAN ............................................................................................ 36

B. POPULASI DAN SAMPEL .................................................................................... 37

1. Populasi ...................................................................................................... 37

2. Sampel ......................................................................................................... 37

C. VARIABEL DAN DATA ...................................................................................... 39

D. PROSEDUR PENELITIAN .................................................................................... 39

E. INSTRUMEN PENELITIAN .................................................................................. 42

F. TEKNIK ANALISIS DATA ................................................................................... 51

BAB IV ....................................................................................................................... 57

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................................................... 57

A. DESKRIPSI DATA .............................................................................................. 57

1. Miskonsepsi Siswa ....................................................................................... 57

2. Hasil Belajar ............................................................................................... 58

B. ANALISIS DATA................................................................................................ 60

C. PEMBAHASAN .................................................................................................. 69

BAB V ......................................................................................................................... 73

PENUTUP .................................................................................................................. 73

A. SIMPULAN .................................................................................................... 73

B. SARAN ........................................................................................................... 73

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 75

Page 6: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

vi

DAFTAR TABEL

Table 1. Data Hasil Ulangan Harian 1 Tahun Ajaran 2009/2010 SMAN 7 Padang ..... 4

Table 2. Penyebab miskonsepsi .................................................................................. 18

Table 3. Materi tes Force Concept inyentori (FCI) ..................................................... 23

Table 4. Bagan Desain Penelitian ............................................................................... 36

Table 5. Distribusi Siswa Kelas X SMAN 7 Padang pada tahun ajaran 2009/2010 ... 37

Table 6. Hasil analisis Nilai Ulangan Harian 1 Semester 1 kelas X Kedua sampel ... 38

Table 7. Skenario Pembelajaran Kelas Eksperimen dan kelas kontrol ....................... 40

Table 8. Materi tes diagnostik ..................................................................................... 43

Table 9. Skala CRI (Certainty Response Index) ......................................................... 43

Table 10. Penentuan Siswa yang mengalami Miskonsepsi ......................................... 44

Table 11. Klasifikasi Indeks Reliabilitas Soal ............................................................ 46

Table 12. Klasifikasi Indeks Daya Beda ..................................................................... 48

Table 13. Klasifikasi Tingkat Kesukaran Soal ............................................................ 49

Table 14. Format Penilaian Ranah Afektif ................................................................. 50

Table 15. Kriteria Penilaian Afektif ............................................................................ 56

Table 16. Data Rata-rata Penurunan Miskonsepsi Siswa............................................ 58

Table 17. Nilai Rata-rata, Simpangan Baku dan Varians Kelas Sampel .................... 58

Table 18. Distribusi Persentase Skor rata-rata dan Kriteria Hasil Belajar Ranah

Afektif untuk Kedua Kelas Sampel............................................................................. 59

Table 19. Nilai rata-rata, Simpangan Baku, dan Varians Kelas Sampel pada Ranah

Psikomotor .................................................................................................................. 60

Table 20. Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperiment dan Kontrol ................................ 62

Table 21. Uji Kesamaan Dua Rata-rata....................................................................... 63

Table 22. Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol pada Ranah

Psikomotor .................................................................................................................. 68

Page 7: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

vii

DAFTAR GAMBAR

Figure 1. Skema Kerangka Berpikir ........................................................................... 34

Figure 2. Grafik Perbandingan penurunan miskonsepsi kedua kelas sampel pada

materi hukum newton .................................................................................................. 61

Figure 3. Grafik perbandingan skor rata-rata kedua kelas sampek pada aspek mau

mengemukakan pendapat ............................................................................................ 64

Figure 4. Grafik Perbandingan skor rata-rata kedua kelas sampel pada aspek mau

menanggapi ................................................................................................................. 65

Figure 5. Grafik perbandingan skor rata-rata kedua kelas sampel pada aspek

keseriusan .................................................................................................................... 66

Figure 6. Grafik perbandingan skor rata-rata kedua kelas sampel pada aspek kritis .. 67

Page 8: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

viii

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 .................................................................................................................. 77

Page 9: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

ix

Page 10: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber

daya manusia. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan dalam

pembangunan bangsa, khususnya pembangunan di bidang pendidikan. Dalam era

globalisasi ini, sumber daya manusia yang berkualitas akan menjadi tumpuan utama

suatu bangsa untuk dapat berkompetisi. Pendidikan formal merupakan salah satu

wahana untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan IPA

(fisika) sebagai bagian dari pendidikan formal seharusnya memberi kontribusi dalam

membangun sumber daya manusia yang berkualitas.

Fisika merupakan cabang ilmu yang memiliki peranan penting dalam

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Fisika merupakan cabang ilmu yang

memiliki peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

diperlukan penerapan/integrasi langsung antara pengetahuan yang diperoleh dengan

kejadian dalam kehidupan. Begitu banyak peristiwa fisika yang terdapat di sekitar

siswa untuk dipelajari diantaranya gerhana matahari, gerhana bulan, gempa, tsunami,

efek rumah kaca dan sebagainya.

Dalam BSNP (2006: 6) dijelaskan bahwa

Page 11: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

2

“Kegiatan pembelajaran mata pelajaran fisika dilakukan melalui kegiatan

keterampilan proses meliputi eksplorasi (untuk memperoleh informasi, fakta),

dan pemecahan masalah (untuk menguatkan pemahaman konsep dan prinsip).

Setiap kegiatan pembelajaran bertujuan untuk mencapai kompetensi dasar

yang dijabarkan dalam indikator dengan intensitas pencapaian kompetensi

yang beragam ”.

Fisika memberikan fakta-fakta dan prinsip-prinsip yang ada pada fenomena

alam dan memberi wawasan tentang cara memperoleh fakta dan prinsip tersebut.

Dalam Diknas (2006) “Mata pelajaran fisika merupakan salah satu mata pelajaran

sains yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir analisis, induktif dan deduktif

dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan peristiwa alam sekitar, baik

secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan matematika serta dapat

mengembangkan pengetahuan, keterampilan serta sikap percaya diri”. Setiap kejadian

atau gejala pada alam merupakan bidang kajian fisika. Oleh sebab itu, fisika

dipelajari pada setiap jenjang pendidikan dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.

Dari uraian sebelumnya tergambar bahwa pelajaran fisika merupakan mata

pelajaran yang penting dan memberikan kontribusi yang besar dalam perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi. Terkait dengan proses pembelajaran, PP. No. 19

tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 19 ayat 1 menyatakan bahwa

“Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara intensif,

inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi peserta didik untuk

berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas.

dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis

peserta didik”.

Page 12: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

3

Sejalan dengan hal di atas, siswa seharusnya memiliki ketertarikan yang besar

pada mata pelajaran fisika. Tujuan utama yang ingin dicapai dalam Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan mata pelajaran fisika (Depdiknas, 2001: 4):

1. menyukai fisika sebagai ilmu pengetahuan dasar yang bersifat

kualitatif dan kuantitatif sederhana,

2. kemampuan menerapkan berbagai konsep dan prinsip fisika dalam

menjelaskan berbagai peristiwa alam serta cara kerja produk

teknologi dalam menyelesaikan permasalahan,

3. kemampuan mengerjakan kerja ilmiah dalam menguji kebenaran,

4. membentuk sikap ilmiah yaitu sikap terbuka dan kritis terhadap

pendapat orang lain serta tidak mudah mempercayai pernyataan yang

tidak didukung dengan hasil observasi empiris dan,

5. menghargai sejarah sains dan penemuannya

Pencapaian tujuan pembelajaran dapat dilihat pada setiap akhir program

pembelajaran, yaitu dengan dilakukannya evaluasi. Indikator keberhasilan dari

pencapaian tujuan pembelajaran tersebut adalah kemampuan belajar siswa yang

diwujudkan melalui nilai perolehan. Siswa yang memiliki kemampuan belajar tinggi

dapat menyelesaikan persoalan fisika yang rumit sehingga berujung pada nilai

perolehan yang tinggi pula.

Realitas pembelajaran di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar siswa

tidak mampu memahami permasalahan fisika. Penyelesaian persoalan fisika yang

memerlukan tingkat berpikir tinggi seperti analisis, sintesis dan evaluasi tidak mampu

dilakukan siswa. Kebanyakan siswa kurang mampu mengeksplorasi kemampuan

dirinya dalam belajar. Pola kebiasaan pembelajaran yang lebih banyak memberikan

pengetahuan jadi daripada menemukan sendiri atau dengan bimbingan merupakan

Page 13: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

4

salah satu faktor penyebabnya. Akibat pemberian pengetahuan jadi tersebut, siswa

mengalami miskonsepsi terhadap konsep, fakta dan prinsip yang diberikan dalam

pembelajaran yang berujung tidak tercapainya tujuan pembelajaran

Pada dasarnya hasil perolehan nilai ujian siswa untuk mata pelajaran fisika

rendah. Sugiyanta (2005:3)

“Namun kenyataannya di lapangan masih terdapat gejala yang menandai tidak

efektifnya pembelajaran di sekolah. Satu diantaranya masih banyak sistem

pembelajaran fisika di sekolah yang berjalan secara tradisional dan instingtif

sehingga menghambat siswa untuk belajar secara aktif kreatif mengatur dan

menghayati sendiri proses sains melalui kegiatan belajarnya”.

Ini dibuktikan dengan Hasil Ulangan Harian I pada Tahun Ajaran 2009/2010

SMAN 7 Padang yang ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Hasil Ulangan Harian 1 Tahun Ajaran 2009/2010 SMAN 7 Padang

Table 1. Data Hasil Ulangan Harian 1 Tahun Ajaran 2009/2010 SMAN 7 Padang

KELAS RATA-RATA

X1

X2

X3

X4

X5

X6

X7

X8

X9

60.56

59.24

51.05

53.55

61.58

60.24

58.58

52.54

60.04

Sumber: Guru Fisika SMAN 7 Padang

Dari Tabel 1 terlihat bahwa nilai rata-rata fisika siswa belum memenuhi KKM

yang ditetapkan yaitu 65. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan masalah ini

disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: Siswa kadang salah mengartikan apa

yang diajarkan guru sehingga terjadi miskonsepsi terhadap mata pelajaran fisika itu

Page 14: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

5

sendiri dan pemahaman konsep yang benar tidak melekat dalam pikiran siswa. Jika

siswa benar-benar paham tentang materi yang telah diajarkan tersebut, maka siswa

tidak akan menemukan kendala yang begitu berarti, hanya diperlukan penalaran yang

lebih baik.

Perubahan pola pikir yang digunakan sebagai landasan pendidikan diperlukan

secara khusus dalam pembelajaran. Pembelajaran diartikan sebagai perubahan dalam

kemampuan, sikap, atau perilaku siswa yang relatif permanen sebagai akibat dari

pengalaman atau pelatihan. Pola pikir pembelajaranpun perlu diubah dari sekedar

memahami pelajaran menuju pada penerapan konsep dan prinsip keilmuan.

Alternatif penyelesaian masalah tersebut adalah dengan melakukan

penyediaan dan penggunaan bahan ajar dalam proses pembelajaran yang

memungkinkan siswa lebih dominan dan aktif membangun pengetahuannya sendiri

dalam lingkungan belajar yang sesuai, yakni penggunaan bahan ajar berbasis

konstruktivis, khususnya penggunaan LKS berbasis konstruktivis. Adanya LKS ini

diharapkan dapat menciptakan situasi pembelajaran yang memungkinkan siswa lebih

banyak mengkonstruksi pengetahuannya secara personal atau sosial. Pembelajaran

konstruktivis disini lebih menekankan pada konsep-konsep yang penting dipahami

siswa. Guru berperan sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran yang

mengarahkan siswa secara terstruktur untuk memahami konsep secara utuh sehingga

tidak muncul miskonsepsi di pikiran siswa. Jika miskonsepsi tidak muncul maka

siswa tidak akan mengalami kendala yang begitu berarti dalam pembelajaran.

Kemudian dari kondisi belajar tersebut siswa akan mendapatkan hasil belajar yang

Page 15: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

6

lebih baik pula. Setiap proses pembelajaran akan bermuara terhadap nilai perolehan

sebagai hasil belajar.

LKS berbasis konstruktivis digunakan karena bisa mengarahkan siswa dalam

mengkonstruksi pengetahuannya secara sistematis untuk menemukan fakta konsep

dan pemahaman yang benar. Apabila pembentukan pengetahuan sudah dimulai dari

pikiran siswa itu sendiri maka guru tinggal mengarahkannya menggunakan LKS

berbasis konstruktivis yang berujung pada peningkatan hasil belajar.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul: “Perbedaan Hasil Belajar Fisika Siswa antara

Pembelajaran Menggunakan LKS Berbasis Konstruktivis dengan LKS di

Sekolah pada Kelas X SMAN 7 Padang”.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat perbedaan Hasil Belajar Fisika

Siswa antara Pembelajaran Menggunakan LKS berbasis konstruktivis dengan LKS di

Sekolah pada kelas X SMA N 7 Padang ?.

C. Pembatasan Masalah Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan agar penelitian lebih

terarah dan terkontrol maka dilakukan pembatasan masalah, yaitu:

1. Materi yang dibahas dalam pembelajaran sesuai dengan materi fisika yang

tercantum dalam KTSP kelas X semester I pada konsep Hukum Newton dan

semester 2 pada konsep Alat Optik.

Page 16: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

7

2. Miskonsepsi awal dan akhir siswa pada pokok bahasan hukum Newton.

3. Hasil belajar yang diteliti pada ketiga ranah yaitu kognitif (pokok bahasan

alat optik), afektif dan psikomotor (pokok bahasan hukum Newton dan alat-

alat optik).

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki Perbedaan Hasil Belajar Fisika

Siswa antara Pembelajaran menggunakan LKS berbasis konstruktivis dengan LKS di

Sekolah pada kelas X SMA N 7 Padang.

E. Manfaat Penelitian Hasil Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:

1. Sebagai masukan dan pertimbangan bagi guru fisika dalam memilih

pendekatan pembelajaran fisika yang dapat diterapkan di sekolah.

2. Peneliti lain yang berminat untuk mengembangkan lebih luas penelitian

yang sejenis.

3. Pengalaman dan bekal bagi penulis sebagai calon guru fisika di masa yang

akan datang.

4. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi kependidikan di

Jurusan Fisika FMIPA UNP.

Page 17: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

8

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Kajian Teori

1. Belajar dan Pembelajaran Fisika Belajar merupakan proses yang ditandai oleh adanya perubahan tingkah laku

pada diri seseorang. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang

bersifat pengetahuan, keterampilan maupun nilai sikap. Slameto (2001:2)

mengemukakan bahwa “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang

untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan”.

Menurut Muliyardi (2003:2), ada beberapa karakteristik belajar, diantaranya

adalah:

a. Belajar adalah suatu aktivitas yang menghasilkan perubahan diri individu

yang belajar.

b. Perubahan tersebut berupa kemampuan baru dalam memberikan respon

terhadap stimulus.

c. Perubahan terjadi secara permanen, maksudnya perubahan itu tidak

berlangsung sesaat saja, tetapi dapat bertahan dan berfungsi dalam waktu

yang relatif lama.

d. Perubahan tersebut bukan karena proses pertumbuhan atau kematangan

fisik, melainkan karena usaha sadar. Artinya, perubahan tersebut terjadi

karena usaha individu.

Berdasarkan kutipan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa belajar

merupakan suatu proses perubahan yang secara sengaja dilakukan oleh individu

untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik dalam kurun waktu yang relatif lama dan

Page 18: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

9

berlangsung secara terus menerus. Perubahan tersebut juga akan bertahan dalam

waktu yang relatif lama dan bersifat pemanen.

Pembelajaran merupakan proses membelajarkan siswa menggunakan asas

pendidikan maupun teori belajar yang menjadi penentu utama keberhasilan

pendidikan. Menurut Dimyanti dan Mudjiono (2003:1) ”Pembelajaran adalah

kegiatan guru secara terprogram untuk membuat siswa belajar secara aktif yang

menekankan pada penyediaan sumber belajar”. Selain itu, pembelajaran juga lebih

ditekankan pada bagaimana upaya guru untuk mendorong dan memfasilitasi siswa

belajar, bukan pada apa yang dipelajari.

Fisika memiliki peranan yang besar bagi manusia, sudah seharusnya mata

pelajaran fisika diajarkan di sekolah. Tujuan mata pelajaran fisika diajarkan bagi

peserta didik berdasarkan Depdiknas (2006:444) adalah ”...mengembangkan

kemampuan bernalar dan berfikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan

konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan

menyelesaikan masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif”.

Guru harus mampu menjadikan siswa aktif dan kreatif dalam pembelajaran.

Guru harus mendekatkan diri dengan siswa agar bisa mengenali keinginan siswa dan

menciptakan suasana belajar yang lebih efektif. Selain itu, guru harus menekankan

fakta konsep yang terkandung dalam pembelajaran. Penekanan pada fakta konsep

tersebut dapat mengantisipasi miskonsepsi yang mungkin muncul dalam

pembelajaran sehingga diharapkan berujung pada peningkatkan hasil belajar fisika.

Salah satu caranya adalah dengan menggunakan LKS berbasis konstruktivis.

Page 19: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

10

2. Pembentukan Pengetahuan Menurut Aliran Konstruktivis Pembentukan pengetahuan secara konstruktivis menjadikan siswa aktif

mengembangkan kemampuan kognitifnya dalam pembelajaran. Menurut Piaget

dalam Wilantara (2003)

”Pembentukan pengetahuan menurut aliran konstruktivis memandang subjek

aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan

lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subjek menyusun

pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut

disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subjek itu sendiri.

Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan

tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian

diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi”.

Penemuan pengetahuan secara konstruktivis dapat dilakukan secara individu

ataupun melalui interaksi sosial. Suparno dalam Wilantara (2003:13) ”Yang

terpenting dalam teori konstruktivis adalah bahwa dalam proses pembelajaran

siswalah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif

mengembangkan pengetahuan mereka, bukannya guru atau orang lain. Mereka yang

harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya”. Penekanan belajar siswa secara

aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka

untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.

Pengetahuan dalam pengertian konstruktivis tidak dibatasi pada pengetahuan

yang logis dan tinggi. Pengetahuan di sini juga dapat mengacu pada pembentukan

gagasan, gambaran, pandangan akan sesuatu atau gejala sederhana. Dalam

Page 20: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

11

konstruktivis, pengalaman dan lingkungan kadang punya arti lain dengan arti sehari-

hari.

Dalam Admin (2007: 2) proses untuk menemukan pengalaman tersebut

meliputi:

a. Skema/skemata adalah struktur kognitif dimana seseorang beradaptasi dan

terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan

lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori untuk

mengidentifikasikan ransangan yang datang dan terus berkembang.

b. Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi

konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skemata yang sudah ada dalam

pikirannya. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata

melainkan perkembangan skemata.

c. Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah

tidak cocok lagi. Dalam menghadapi ransangan atau pengalaman baru

seseorang tidak akan langsung mengasimilasikan pengalaman yang baru

dengan skemata yang dimiliki, pengalaman yang baru ini mungkin saja tidak

cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan

mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru

yang cocok dengan rangsangan yang baru.

d. Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga

seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya

Page 21: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

12

(skemata). Proses perkembangan intelektual seseorang berjalan dari

disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.

Pengetahuan seseorang akan terbentuk melalui 4 proses yaitu skema,

asimilasi, akomodasi dan equilibrasi. Pembentukan pengetahuan tersebut berlaku bagi

siswa dalam proses pembelajaran. Pengembangan pengetahuan menurut pandangan

konstruktivis memiliki banyak keunggulan, diantaranya diungkapkan oleh

Jasmansyah (2008)

“Berikut ini diberikan 6 keunggulan penggunaan pandangan konstruktivis dalam

pembelajaran di sekolah, yaitu:

a. Pembelajaran berdasarkan konstruktivis memberikan kesempatan kepada

siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan

bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong

siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.

b. pembelajaran berdasarkan konstruktivis memberi pengalaman yang

berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan

kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas

pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk

merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan

memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.

Page 22: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

13

c. pembelajaran konstruktivis memberi siswa kesempatan untuk berpikir

tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif,

imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan

gagasan-gagasan pada saat yang tepat.

d. pembelajaran berdasarkan konstruktivis memberi kesempatan kepada siswa

untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh

kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah

dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk

menggunakan berbagai strategi belajar.

e. pembelajaran konstruktivis mendorong siswa untuk memikirkan perubahan

gagasan mereka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberikan

kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.

f. pembelajaran konstruktivis memberikan lingkungan belajar yang kondusif

yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak dan

menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar”.

Dari keunggulan penggunaan pandangan konstruktivis dalam pembelajaran

tersebut, seharusnya perlu dikembangkan pembelajaran yang menitik beratkan pada

pemahaman konsep dengan cara siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.

3. Pembelajaran Konstruktivis Seseorang tidak akan mendapat ilmu pengetahuan dengan begitu saja tanpa

usaha. Seseorang yang sedang belajar harus bisa mengartikan sendiri apa yang telah

dipelajarinya dan menyesuaikannya dengan pengetahuan-pengetahuan yang telah

Page 23: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

14

mereka miliki. Penemuan/konstruksi pengetahuan dengan sendirinya itu adalah

konstruktivis.

Pembelajaran konstruktivis menuntut pengelolaan kemampuan berfikir siswa

untuk menemukan konsep. Menurut Muhammad Faiq Dzaki (2009)

”Tahapan-tahapan penerapan pembelajaran konstruktivis dapat mengikuti

langkah-langkah:

a. Identifikasi awal terhadap prior knowledge dan miskonsepsi siswa tentang

konsep hukum Newton dan alat optik.

b. Penyusunan Program Pembelajaran dan Strategi Pengubahan Miskonsepsi.

Program pernbelajaran dijabarkan dalam bentuk Satuan Pelajaran. Sedangkan

strategi pengubahan miskonsepsi diwujudkan dalam bentuk LKS tentang

konsep-konsep esensial yang mengacu pada konsepsi awal siswa yang telah

dijaring sebelum pembelajaran dilaksanakan;

c. Orientasi dan Elicitasi. Situasi pembelajaran yang kondusif dan

menyenangkan sangatlah perlu diciptakan pada awal pembelajaran guna

membangkitkan minat mereka terhadap topik yang akan dibahas Siswa

dituntun agar mereka mau mengemukakan gagasan intuitifnya sebanyak

mungkin tentang gejala-gejala fisika yang mereka amati dalam lingkungan

hidupnya sehari-hari. Pengungkapan gagasan tersebut dapat melalui diskusi,

menulis, ilustrasi gambar dan sebagainya. Suasana pembelajaran dibuat santai,

agar siswa tidak khawatir dicemoohkan dan ditertawakan bila

gagasan-gagasannya salah.

Page 24: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

15

d. Refleksi. Dalam tahap ini, berbagai macam gagasan-gagasan yang bersifat

miskonsepsi yang muncul pada tahap orientasi dan elicitasi direfleksikan

dengan miskonsepsi yang telah dijaring pada tahap awal. Miskonsepsi ini

diklasifikasikan berdasarkan tingkat kesalahan untuk memudahkan

merestrukturisasinya.

e. Restrukturisasi Ide, berupa:

1) Tantangan. Siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan tentang gejala-gejala

yang kemudian dapat diperagakan atau diselidiki dalam praktikum.

Mereka diminta untuk meramalkan hasil percobaan dan memberikan

alasan untuk mendukung ramalannya itu;

2) Konflik Kognitif dan Diskusi Kelas. Siswa akan dapat melihat sendiri

apakah ramalan mereka benar atau salah. Mereka didorong untuk menguji

keyakinan dengan melakukan percobaan di laboratorium. Bila ramalan

mereka meleset, mereka akan mengalami konflik kognitif dan mulai tidak

puas dengan gagasan mereka. Usaha untuk mencari penjelasan ini

dilakukan dengan proses konfrontasi melalui diskusi dengan teman atau

guru yang pada kapasitasnya sebagai fasilitator dan mediator;

3) Membangun ulang kerangka konseptual siswa dituntun untuk menemukan

sendiri bahwa konsep-konsep yang baru itu memiliki konsistensi internal.

Menunjukkan bahwa konsep ilmiah yang baru itu memiliki keunggulan

dari gagasan yang lama.

Page 25: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

16

f. Aplikasi. Meyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih konsep dari

miskonsepsi menuju konsep ilmiah. Menganjurkan mereka untuk menerapkan

konsep imiahnya tersebut dalam berbagai macam situasi untuk memecahkan

masalah yang instruktif dan kemudian menguji penyelesaiaanya secara

empiris.

g. Review. Review dilaksanakan untuk meninjau keberhasilan strategi

pembelajaran yang telah berlangsung dalam upaya mereduksi miskonsepsi

yang muncul pada awal pembelajaran. Revisi terhadap strategi pembelajaran

dilakukan bila miskonsepsi yang muncul kembali bersifat sangat resisten. Hal

ini penting dilakukan agar miskonsepsi yang resisten tersebut tidak selamanya

menghinggapi struktur kognitif, yang pada akhirnya akan bermuara pada

kesulitan belajar dan rendahnya prestasi siswa yang bersangkutan”.

Dari tahapan-tahapan penerapan pembelajaran konstruktivis di atas diketahui

bahwa pada proses pembelajaran diidentifikasi terlebih dahulu prior knowledge dan

miskosepsi siswa sehingga dapat disusun program pembelajaran dan stratrgi

pengubahan miskonsepsi.

4. Miskonsepsi dalam Fisika Berdasarkan Wilkipedia (2008) dalam Sparisoma (2008) dinyatakan bahwa

”Miskonsepsi adalah suatu konsep yang dipercaya orang walaupun konsep tersebut

salah, baik berupa ide atau pemikiran yang salah ataupun hanya berwujud pendapat

yang salah”.

Menurut Muller dan Sharman (2007) dalam Sparisoma (2008)

Page 26: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

17

”Miskonsepsi secara umum dapat dipandang sebagai bahaya laten karena

dapat menghambat proses belajar akibat adanya logika yang salah dan

timbulnya interferensi saat mempelajari konsep baru yang benar yang tidak

cocok dengan konsep lama yang salah yang telah diterima dan mengendap

dalam pemikiran”.

Disebut bahaya laten karena keberadaannya secara umum tidak terdekteksi

saat tidak mendapat tantangan konsep lain. Menurut Celemen dalam Sparisoma

(2008) ”Munculnya miskonsepsi yang paling banyak adalah bukan selama proses

pembelajaran melainkan sebelum proses pembelajaran dimulai, yaitu pada konsep

awal yang telah dibawa siswa sebelum ia memasuki proses tersebut atau yang disebut

sebagai prakonsepsi. Prakonsepsi ini bersumber dari pikiran siswa sendiri atas

pemahamannya yang masih terbatas pada alam sekitarnya atau sumber-sumber lain

yang dianggapnya lebih tahu akan tetapi tidak dapat dipertanggungjawabkan

kebenarannya”. Sedangkan menurut Berg (1991:10) dalam Nur Asma dan Masril

(2002) ”Miskonsepsi adalah konsepsi siswa yang bertentangan dengan konsepsi para

ahli. Biasanya miskonsepsi menyangkut kesalahan siswa dalam pemahaman

hubungan antar konsep”.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi atau salah konsep

adalah suatu konsep yang tidak sesuai dengan konsep yang diakui oleh para ahli.

Konsep tersebut pada umumnya dibangun berdasarkan akal sehat (common sense)

atau dibangun secara intuitif dalam upaya memberi makna terhadap dunia

pengalaman mereka sehari-hari dan hanya merupakan eksplanasi pragmatis terhadap

dunia realita. Miskonsepsi ini dapat terjadi di semua jenjang pendidikan dari sekolah

dasar sampai ke perguruan tinggi.

Page 27: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

18

Sejumlah miskonsepsi sangatlah bersifat resistan, walaupun telah diusahakan

untuk menyangkalnya dengan penalaran yang logis dengan menunjukkan

perbedaannya dengan pengamatan-pengamatan sebenarnya, yang diperoleh dari

peragaan dan percobaan yang dirancang khusus untuk maksud itu. Jumlah siswa yang

berpegang terus pada miskonsepsi cenderung menurun dengan bertambahnya umur

mereka dan makin tingginya strata pendidikan mereka.

Untuk mengatasi miskonsepsi yang ada haruslah sumber dari prakonsepsi

tersebut digali dan dicermati. Dengan demikian, konflik yang muncul dapat

diminimalkan sekecil mungkin karena bagaimanapun juga, pertentangan akan

memakan waktu dan energi, yang ingin dihindari saat pelurusan konsep salah yang

telah ada dan dipercaya

a. Penyebab Miskonsepsi Suparno (2005) memberi ringkasan berkenaan dengan faktor penyebab

miskonsepsi fisika.

Table 2. Penyebab miskonsepsi

Sebab Utama Sebab Khusus

Siswa Prakonsepsi, pemikiran asosiatif, pemikiran

humanistik, reasoning yang tidak lengkap,

intuisi yang salah, tahap perkembangan

kognitif siswa, kemampuan siswa, minat

belajar siswa.

Pengajar Tidak menguasai bahan, bukan lulusan dari

bidang ilmu fisika, tidak membiarkan siswa

mengungkapkan gagasan/ide, relasi guru-

siswa tidak baik.

Buku Teks Penjelasan keliru, salah tulis terutama dalam

rumus, tingkat penulisan buku terlalu tinggi

bagi siswa, tidak tahu membaca buku teks,

Page 28: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

19

buku fiksi dan kartun sains sering salah

konsep karena alasan menariknya yang perlu.

Konteks Pengalaman siswa, bahasa sehari-hari

berbeda, teman diskusi yang salah, keyakinan

dan agama, penjelasan orang tua/orang lain

yang keliru, konteks hidup siswa (tv, radio,

film yang keliru, perasaan senang tidak

senang, bebas atau tertekan).

Cara mengajar Hanya berisi ceramah dan menulis, langsung

ke dalam bentuk matematika, tidak

mengungkapkan miskonsepsi, tidak

mengoreksi PR, model analogi yang diapakai

kurang tepat, model demonstrasi sempit,dll

Dari Tabel 2 terlihat penyebab miskonsepsi secara umum ada 5. Penyebab

yang paling besarnya berasal dari siswa itu sendiri. Selama proses pembelajaran

siswa cenderung salah tanggap atas yang disampaikan guru, tidak bisa

mengkaitkan suatu pengetahuan dengan pengetahuan lainnya sehingga sering

mengalami miskonsepsi. Untuk itu, pada penelitian dilihat miskonsepsi awal dan

miskonsepsi akhir siswa serta hasil belajar fisika.

b. Penanggulangan Miskonsepsi Fisika Untuk bidang fisika, terdapat strategi sukses implementasi pendekatan

konseptual untuk membenahi miskonsepsi yang ada, yaitu melalui langkah-

langkah:

1) kenali prakonsepsi yang ada,

2) uji miskonsepsi siswa lewat demo atau pertanyaan,

3) ajak siswa untuk menjelaskan konsep yang mereka pahami atau percaya,

Page 29: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

20

4) pertentangkan miskonsepsi yang mereka punya dengan konsep-konsep lain

yang benar yang telah mereka percaya pula,

5) bujuk siswa untuk mengubah miskonsepsi mereka,

6) evaluasi pengertian baru siswa lewat pertanyaan konsep,

7) dorong terjadinya diskusi agar siswa menerapkan konsep-konsep fisika dalam

ulasan mereka. Dan hal yang perlu ditekankah adalah bahwa konsep-konsep

yang ada haruslah konsisten.

Menurut Berg dalam Nur Asma dan Masril (2002)

”Tidak semua pemahaman siswa itu salah meskipun konsepsi siswa itu

salah meskipun konsepsi siswa itu berbeda dengan konsepsi fisikawan.

Jika konsepsi siswa sama dengan konsepsi fisikawan yang disederhanakan

maka konsepsi siswa tersebut tidak dapat disalahkan. Hanya konsepsi

siswa yang bertentangan dengan konsepsi para pakar fisika saja yang

dikatakan miskonsepsi”.

Untuk itu, perlu dilakukan pendeteksian secara lebih pasti agar kesulitan

siswa dapat diatasi dengan metode yang tepat. Salah satu cara mengatasi kesulitan

belajar siswa adalah menggunakan LKS berbasis konstruktivis. LKS konstruktivis

dirancang sedemikian rupa sehingga siswa tersruktur dalam menemukan fakta

konsep dengan sendirinya. Jika pembelajaran seperti itu dapat berlangsung

dengan baik maka kita dapat melihat miskonsepsi awal dan miskonsepsi akhir

siswa yang berujung pada perbedaan hasil belajar fisika siswa.

Peran pengajar amat penting untuk mengarahkan pertumbuhan konsep-

konsep yang sinergis dan konsisten. Miskonsepsi dalam bidang fisika dapat

diubah melalui pertanyaan, eksperimen (dengan catatan bahwa hukum alam selalu

Page 30: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

21

benar), dan situasi hipotesis tanpa didasari hukum fisika yang kemudian akan

diuji melalui eksperimen atau demonstrasi. Sedapat mungkin proses pembuktian

tidak menggunakan perangkat matematika yang rumit, yang kadang belum

didapat oleh siswa. Jangan memaksakan siswa. Terkait dengan hal tersebut para

pengajar, dalam hal ini guru perlu menyadarinya sehingga proses belajar

mengajar yang berlangsung dapat mengakomodasi adanya miskonsepsi. Sebelum

mengubah miskonsepsi siswa tersebut perlu diketahui apa miskonsepsi siswa.

Untuk mengetahui miskonsepsi siswa tersebut perlu dilakukan tes, yaitu tes

diagnostik.

c. Tes Diagnostik Berdasarkan pedoman pengembangan tes diagnostik mata pelajarn IPA

(2007) ”Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-

kelemahan siswa sehingga hasil tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk

memberikan perlakuan yang tepat dan sesuai dengan kelemahan siswa”. Tes

diagnostik merupakan salah satu ragam alat evaluasi. Evalusai ini dilakukan

sebelum dan setelah selesai penyajian sebuah satuan pelajaran dengan tujuan

mengidentifikasi bagian-bagian tertentu yang belum dikuasai siswa.

Menurut Sudjino (2001) dalam Roni Ramayanti (2007:10) ”Tes diagnostik

merupakan tes yang dilaksanakan untuk mengetahui secara tepat jenis kesukaran

yang dihadapi oleh peserta didik”. Tes diagnostik berbeda dengan tes lainnya.

Dalam pedoman pengembangan tes diagnostik (2007) dijelaskan karakteristik tes

diagnostik, yakni:

Page 31: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

22

1) dirancang untuk mendeteksi kesulitan belajar siswa, karena itu format dan

respons yang dijaring harus didesain memiliki fungsi diagnostik,

2) dikembangkan berdasarkan analisis terhadap sumber kesalahan atau kesulitan

yang mungkin menjadi penyebab munculnya masalah (penyakit) siswa,

3) menggunakan soal-soal bentuk supply response (bentuk uraian atau jawaban

singkat), sehingga mampu menangkap informasi secara lengkap. Bila ada

alasan tertentu sehingga mengunakan bentuk selected response (misalnya

bentuk pilihan ganda), harus disertakan penjelasan mengapa memilih jawaban

tertentu sehingga dapat meminimalisir jawaban tebakan, dan dapat ditentukan

tipe kesalahan atau masalahnya, dan

4) disertai rancangan tindak lanjut (pengobatan) sesuai dengan kesulitan

(penyakit) yang teridentifikasi.

Saat dilakukan tes diagnostik, siswa berada dalam kondisi paham konsep,

miskonsepsi dan tidak paham konsep. Untuk mengetahuinya, pada lembar

jawaban tes diagnostik digunakan metoda CRI (Certainty pf Response Index).

d. Metoda CRI (Certainty of Response Index) Metoda CRI digunakan untuk membedakan jawaban tes diagnostik yang

berbentuk multiple choise antara siswa yang kekurangan pengetahuan (a lack of

knowledge) dengan miskonsepsi. Hasan dalam Masril dan Nur Asma (2002)

mengungkapkan bahwa “Jika derajat kepastiannya rendah (skala CRI 0-2) ini

menunjukkan bahwa penentuan jawaban lebih signifikan dengan cara kira-kira

baik jawaban itu benar atau salah, yang pasti ini disebabkan karena kekurangan

Page 32: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

23

pengetahuan mereka. Jika CRI-nya tinggi (3-5) responden ini menunjukkan

kepercayaan yang tinggi hukum dan metoda yang digunakan untuk sampai pada

jawaban. Kalau jawaban itu salah, ini menunjukkan kesalahan menerapkan

pengetahuannya dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Kesalahan

menerapkan metoda atau hukum sehubungan dengan pertanyaan yang diberikan

ini menunjukkan indikasi adanya miskonsepsi”.

Pada CRI ini seorang responden diminta untuk memberikan derajat

kepastian (the degree of certainty) mereka dalam menyeleksi dan memanfaatkan

pengetahuan, konsep atau hukum untuk menjawab suatu item soal. Dengan

demikian miskonsepsi dapat terungkap lebih pasti. Perbedaan keduanya sangat

penting diketahui karena metode pengajaran yang diperlukan untuk kedua

masalah ini sangat berbeda.

Bentuk tes yang digunakan untuk mengungkapkan miskonsepsi adalah

dengan tes yang telah dibuat oleh Hestenes yaitu Force Concept Inventori (FCI).

FCI dapat digunakan untuk pengajaran dan penelitian.

Table 3. Materi tes Force Concept inyentori (FCI)

No Konsep Newton

1 Kinematika

a. perbedaan kecepatan dengan posisi

b. perbedaan percepatan dengan kecepatan

c. percepatan konstan

1) orbit parabola,

2) perubahan laju

d. penjumlahan vektor kecepatan

2 Hukum pertama

a. tanpa gaya

1) arah kecepatan konstan

Page 33: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

24

2) laju konstan

b. gaya saling meniadakan

3 Hukum kedua

gaya impuls, aplikasi gaya kostan percepatan konstan

4 Hukum ketiga: gaya impuls, gaya kontiniu

5 Superposisi

a. penjumlahan vektor,

b. gaya yang saling meniadakan

6 Jenis gaya

a. kontak padatan

1) pasif,

2) impuls,

3) gesekan yang berlawanan dengan gerak

b. kontak fluida

c. gravitasi

a) percepatan tidak bergantung pada berat

b) lintasan parabola

Sumber : Masril dan Nur Asma (2002)

5. Lembar Kerja Siswa (LKS)

a. LKS menurut KTSP LKS merupakan sarana untuk membantu atau menuntun siswa dalam

belajar. Dalam Depdiknas (2005) dinyatakan bahwa ”Lembar Kerja Siswa

(Student Work Sheet) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus

dikerjakan oleh peserta didik, lembaran kegiatan biasanya berupa petunjuk,

langkah-langkah untuk menyelesaikan tugas.

Page 34: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

25

LKS digunakan untuk memperdalam konsep yang sudah diketahui

siswa secara umum berdasarkan pengetahuan awal yang dimilki setiap peserta

didik. Dalam Depdiknas (2008) dikemukakan bahwa

”Dalam menyiapkan lembar kegiatan siswa dapat dilakukan

dengan langkah- langkah sebagai berikut:

1) Analisis kurikulum

Analisis kurikulum dimaksudkan untuk menentukan materi-

materi mana yang memerlukan bahan ajar LKS. Biasanya

dalam menentukan materi dianalisis dengan cara melihat

materi pokok dan pengalaman belajar dari materi yang akan

diajarkan, kemudian kompetesi yang harus dimiliki oleh

siswa.

2) Menyusun peta kebutuhan LKS

Peta kebutuhan LKS sangat diperlukan guna mengetahui

jumlah LKS yang harus ditulis dan sekuensi atau urutan

LKS-nya juga dapat dilihat. Sekuensi LKS ini sangat

diperlukan dalam menentukan prioritas penulisan. Diawali

dengan analisis kurikulum dan analisis sumber belajar.

3) Menentukan Judul LKS

Judul LKS ditentukan atas dasar KD-KD, materi-materi

pokok atau pengalaman belajar yang terdapat dalam

kurikulum. Satu KD dapat dijadikan sebagai judul LKS

apabila kompetensi itu tidak terlalu besar, sedangkan

besarnya KD dapat dideteksi antara lain dengan cara apabila

diuraikan ke dalam materi pokok (MP) mendapatkan

maksimal 4 MP, maka kompetensi itu telah dapat dijadikan

sebagai satu judul LKS. Namun apabila diuraikan menjadi

lebih dari 4 MP, maka perlu dipikirkan kembali apakah perlu

dipecah misalnya menjadi 2 judul LKS.

4) Penulisan LKS

Penulisan LKS dapat dilakukan dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

a) Perumusan KD yang harus dikuasai

Rumusan KD pada suatu LKS langsung diturunkan dari

dokumen SI.

b) Menentukan alat Penilaian

Penilaian dilakukan terhadap proses kerja dan hasil kerja

peserta didik. Karena pendekatan pembelajaran yang

digunakan adalah kompetensi, dimana penilaiannya

Page 35: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

26

didasarkan pada penguasaan kompetensi, maka alat

penilaian yang cocok adalah menggunakan pendekatan

Panilaian Acuan Patokan (PAP) atau Criterion

Referenced Assesment. Dengan demikian guru dapat

menilainya melalui proses dan hasil kerjanya.

c) Penyusunan Materi

Materi LKS sangat tergantung pada KD yang akan

dicapai. Materi LKS dapat berupa informasi pendukung,

yaitu gambaran umum atau ruang lingkup substansi

yang akan dipelajari. Materi dapat diambil dari berbagai

sumber seperti buku, majalah, internet, jurnal hasil

penelitian. Agar pemahaman siswa terhadap materi

lebih kuat, maka dapat saja dalam LKS ditunjukkan

referensi yang digunakan agar siswa membaca lebih jauh

tentang materi itu. Tugas-tugas harus ditulis secara jelas

guna mengurangi pertanyaan dari siswa tentang hal-hal

yang seharusnya siswa dapat melakukannya, misalnya

tentang tugas diskusi.

d) Struktur LKS

Struktur LKS secara umum adalah sebagai berikut:

(1) Judul

(2) Petunjuk belajar (Petunjuk siswa)

(3) Kompetensi yang akan dicapai

(4) Informasi pendukung

(5) Tugas-tugas dan langkah-langkah kerja

(6) Penilaian

Fungsi LKS dalam proses belajar mengajar ada dua yaitu:

1) Dari segi siswa

Fungsi LKS adalah sebagai sarana belajar baik di kelas, di ruang

praktek maupun di luar kelas sehingga siswa berpeluang besar untuk

mengembangkan kemampuan, menerapkan pengetahuan, melatih

keterampilan, memproses sendiri untuk mendapatkan perolehannya.

2) Dari segi guru,

Page 36: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

27

Melalui LKS guru dalam menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar

sudah menerapkan metode membelajarkan siswa dengan kadar SAL (Student

Active Learning) yang tinggi. Intervensi yang diberikan guru bukan dalam

bentuk jawaban atas pertanyaan siswa, tetapi berupa panduan bagi siswa

untuk memecahkan masalah.

Sesuai dengan fungsinya, LKS dapat digunakan sebagai sarana

mengoptimalkan tercapainya hasil belajar yang lebih baik. Oleh sebab itu,

dalam penyusunan LKS harus mempertimbangkan beberapa hal sebagai

berikut:

1) LKS yang baik memiliki ciri-ciri:

a) Mengacu pada GBPP

b) Bahan mudah dicerna

c) Mendorong siswa untuk belajar dan bekerja

d) Ada persesuaian antara materi dan waktu yang tersedia

2) LKS yang baik sebaiknya digunakan:

a) Untuk melaksanakan tugas dan pemecahan masalah serta menarik

kesimpulan.

b) Dalam rangka menemukan konsep.

Page 37: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

28

b. LKS Berbasis Konstruktivis Pembelajaran konstruktivis merupakan pembelajaran dimana siswa

membangun (konstruksi) pengetahuannya sendiri. Individu tidak hanya

mengkonstruksi pengetahuan, namun pengetahuan mereka juga harus bekerja

dan berfungsi secara aktif. Untuk membangun pengetahuan tersebut siswa

bisa menggunakan bantuan LKS. Dimana LKS tersebut dirancang sedemkian

rupa sehingga dari LKS tersebut siswa bisa menemukan sendiri konsep yang

dibutuhkannya. LKS dirancang dengan memperhatikan konsep-konsep

esensial yang bisa ditemukan siswa didalamnya. Konsep-konsep tersebut

harus bisa mengantisipasi miskonsepsi yang mungkin muncul dalam

pembelajaran. LKS ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa

karena dirancang sedemikian rupa agar siswa membangun konsep dengan

sendirinya.

Menurut Trisdyanto (2009)

”Lembar Kegiatan Siswa (LKS) sebagai salah satu jenis bahan ajar

cetak yang disusun dengan basis konstruktivistik dan mengacu pada

pedoman penyusunan bahan ajar, memiliki struktur: Judul LKS,

petunjuk bagi siswa, Kompetensi Dasar yang akan dicapai, informasi

pendukung, tugas atau langkah kerja, dan penilaian. Esensi LKS sebagai

bahan ajar cetak yang bersifat konstruktivistik adalah rancangan tugas-

tugas atau langkah kegiatan yang disusun secara rinci agar siswa dapat

melakukan kegiatan atau aktivitas matematika secara mandiri, sehingga

konstruksi pengetahuan secara sosial dan akhirnya personal dengan

sesedikit mungkin atau tanpa bantuan guru hingga ditemukan

pengetahuan konseptual dapat dilakukan siswa”.

Page 38: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

29

Prinsip keterkaitan antar konsep sangat dominan dalam penyusunan

rincian tugas dan langkah kegiatan, sehingga memungkinkan siswa

melakukan pengaitan dan elaborasi/organisasi konsep-konsep pendukungnya

hingga didapatkan konsep baru yang menjadi tujuan belajar. Pengaitan dan

elaborasi konsep akan dibuat runut dalam LKS berbasis konstruktivis ini.

Apabila suatu pembelajaran sudah dimulai dari keinginan siswa untuk

menggali pengetahuan maka siswa tersebut akan lebih paham akan konsep

dan melekat lama dalam pikirannya. Melalui LKS berbasis konstruktivis ini,

siswa dibantu dalam mengkonstrusi pengetahuannya menuju fakta konsep

yang sesuai dengan kebutuhannya. Kemudian fakta konsep yang benar

tersebut akan terus dibawa siswa pada pembelajaran selanjutnya yang saling

berkaitan. Jika pengetahuan yang didapatkan sudah benar maka untuk

seterusnya tidak akan mengalami kendala yang berarti dalam pembelajaran.

Siswa akan terbiasa dalam pembelajaran yang mandiri, guru tidak lagi

memberikan pengetahuan yang utuh sehingga akan berdampak terhadap hasil

belajar siswa. Siswa yang paham konsep berpengaruh terhadap hasil belajar

yang baik pula.

6. Hasil Belajar Fisika Hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah mengalami

proses belajar. Hasil belajar dapat dilihat dari perubahan tingkah laku dari siswa

Page 39: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

30

setelah terjadi proses belajar mengajar. Perubahan tersebut dapat dalam bentuk

perubahan terhadap ilmu pengetahuan, sikap, keterampilan, dan sebagainya.

Depdiknas (2003: 3), menyatakan bahwa

”Hasil belajar siswa yang diharapkan adalah kemampuan lulusan yang utuh

yang mencakup kemampuan kognitif, psikomotor, dan afektif. Kemampuan

kognitif adalah kemampuan berfikir secara hierarkis yang terdiri dari

pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Kemampuan psikomotor berkaitan dengan kemampuan gerak (keterampilan)

dan banyak terdapat dalam pelajaran praktek. Kemampuan afektif siswa

meliputi perilaku sosial, sikap, minat, disiplin, dan sejenisnya”.

Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar yang

diinginkan dalam pembelajaran adalah hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor.

Siswa dikatakan sukses dalam belajar jika siswa sudah memperlihatkan hasil belajar

kognitif, afektif, dan psikomotor yang baik.

Bloom dalam Nana ( 2002: 22) mengemukakan hasil belajar dibagi menjadi

tiga ranah, yaitu:

b. Ranah Kognitif

Hasil belajar ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang

terdiri dari enam aspek yaitu:

1) Pengetahuan, yang mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan

disimpan dalam ingatan.

2) Pemahaman, mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan

yang dipelajari.

Page 40: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

31

3) Penerapan, mencakup tentang kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk

menghadapi masalah yang nyata dan baru.

4) Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian- bagian

sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik.

5) Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru.

6) Evaluasi, mencakup kemampuan memberikan pendapat tentang beberapa hal

berdasarkan kriteria tertentu.

Dalam penelitian ini, hasil belajar ranah kognitif dibatasi pada aspek

pengetahuan, pemahaman, penerapan dan analisis.

c. Ranah Afektif

Hasil belajar ranah afektif berkenaan dengan sikap dan perilaku siswa selama

proses pembelajaran. Penilaian ranah afektif ini menggunakan format observasi/

pengamatan yang memuat aspek-aspek yang diamati dari sikap siswa selama proses

pembelajaran. Aspek-aspek pengamatan tersebut merupakan sikap siswa yang

muncul saat pembelajaran. Pada pembelajaran konstruktivis aspek afektif yang dinilai

meliputi aspek mau mengemukakan pendapat, keseriusan, mau menanggapi serta

sikap kritis.

1) Mau mengemukakan pendapat.

Aspek mau mengemukakan pendapat meliputi sikap siswa yang mau

mengemukakan pendapatnya saat disajikan sebuah persoalan fisika, setiap pendapat

yang disampaikannya merupakan buah pola fikir yang dimilikinya.

2) Mau menanggapi

Page 41: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

32

Aspek mau menanggapi meliputi sikap siswa yang mau menanggapi dengan

baik pertanyaan dari guru atau teman, ide/pendapat yang disampaikan teman, ataupun

kritik dan saran yang disampaikan kelompok lain yang berkaitan dengan diskusinya.

3) Keseriusan

Aspek keseriusan meliputi sikap serius siswa saat mengerjakan LKS, serius

dalam bekerja, serius saat dalam berdiskusi dan berbagi ide dengan teman dalam

kelompok, serius dalam menyusun dan mengkonstruksi pengetahuannya akan suatu

konsep, serta serius dalam memanfaatkan sumber belajar.

4) Kritis

Aspek kritis meliputi sikap siswa yang tidak dengan mudah menerima suatu

pengetahuan baru yang belum diyakininya. Siswa akan mencerna kembali konsep

yang benar dari pengetahuan tersebut.

d. Ranah Psikomotor

Hasil belajar ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan

dan kemampuan bertindak. Penilaian ranah psikomotor dapat dilakukan pada saat

pelaksanaan praktikum di laboratorium. Bentuk penilaiannya menggunakan rubrik

penskoran dimana aspek penilaian disesuaikan dengan karakteristik materi pelajaran

dan di sesuaikan dengan metode pembelajaran yang digunakan. Pada ranah

psikomotor ini yang dinilai adalah keterampilan siswa dalam mempraktekkan dan

Page 42: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

33

menerapkan pengetahuan yang dimilikinya selama proses pembelajaran

menggunakan LKS.

Ketiga ranah atau aspek hasil belajar seperti yang diungkapkan di atas, dinilai

dengan cara yang berbeda-beda. Untuk melihat hasil belajar kognitif dilakukan tes

akhir. Aspek afektif diamati dan didata menggunakan lembar observasi. Sedangkan

aspek psikomotor diamati menggunakan rubrik penskoran. Dalam penelitian ini,

peneliti meneliti ke tiga ranah hasil belajar tersebut.

B. Kerangka Berfikir UNP (2007) menyatakan bahwa “ Kerangka pikir berisi gambaran pola

hubungan antara variabel atau kerangka konsep yang akan digunakan untuk

menjelaskan masalah yang diteliti, disusun berdasarkan kajian teoritik”. Pembelajaran

konstruktivis merupakan pembelajaran yang menitikberatkan pada konstruksi

pengetahuan dari pikiran siswa itu sendiri. Apabila pengetahuan tersebut sudah

dikonstruksi siswa dengan sendirinya maka pengetahuan akan melekat lama di

pikirannya. Pandangan tradisional yang menganggap bahwa pengetahuan dapat

dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa perlu digeser menuju

pandangan konstruktivis yang berasumsi bahwa pengetahuan dibangun dalam diri

siswa. Salah satu caranya adalah menggunakan bahan ajar berbasis konstruktivis

yaitu LKS berbasis konstruktivis.

LKS berbasis konstruktivis dapat membantu siswa dalam membangun pola

pikiran yang sesuai dengan konsep yang benar. Siswa merangkai setiap pengetahuan

yang didapatkannya kemudian mempertentangkan dengan pengetahuan lain yang

Page 43: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

34

didapatkannya juga, lalu siswa tersebut menyimpulkan mana pengetahuan yang

benarnya. Pola pengetahuan yang digali langsung oleh siswa pribadi dapat bertahan

lama sehingga berpengaruh terhadap penguasaan konsep dan hasil belajar. Selain itu,

pengasaan konsep juga berpengaruh terhadap miskonsepsi siswa. Jika siswa paham

konsep maka miskonsepsi yang muncul bisa diminimalkan sekecil mungkin bahkan

hilang. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka kerangka pikir dapat ditampilkan pada

Figure 1. Skema Kerangka Berpikir

Gambar 1: Skema Kerangka Berpikir

LKS di Sekoah

PBM

Miskonsepsi

Awal Siswa

Miskonsepsi

Akhir siswa

Hasil Belajar

LKS berbasis

Konstruktivis

Page 44: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

35

C. Penelitian yang Relevan Hasil penelitian I Putu Wilantara (2003) yang berjudul ”Implementasi Model

Belajar Konstruktivis dalam Pembelajaran Fisika untuk Mengubah Miskonsepsi

Ditinjau dari Penalaran Formal Siswa”, salah satunya menyatakan proporsi

penurunan miskonsepsi siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model

konstruktivis lebih tinggi dibandingkan siswa yang mengikuti pembelajaran KTSP.

Hasil penelitian Roni Ramayanti (2007) yang berjudul ” Pengungkapan

Miskonsepsi Fisika Siswa Melalui Tes Diagnostik Bidang Mekanika di Kelas X SMA

Negeri Se-Kota Padang”, salah satunya menyatakan terjadinya miskonsepsi pada

pokok bahasan kinematika gerak lurus sebesar 72,5%.

D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir, dikemukakan rumusan

hipotesis sebagai berikut:

(Hi): Terdapat perbedaan yang berarti hasil belajar fisika siswa antara

pembelajaran yang menggunakan LKS berbasis Konstruktivis dengan

LKS di Sekolah pada kelas X SMAN 7 Padang.

Page 45: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

36

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian Sesuai dengan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka jenis penelitian

ini adalah penelitian quasi eksperimen. Arikunto (2005:207) menyatakan bahwa

Penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk

mengetahui ada tidaknya akibat dari sesuatu yang dikenakan pada subjek

selidik. Caranya adalah dengan membandingkan satu atau dua kelompok

eksperimen yang diberi perlakuan dengan satu atau lebih kelompok

pembanding yang tidak menerima perlakuan.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Randomized Control Group

Only Design. Menurut Suryabrata (2000: 43) desain penelitian Randomized Control

Group Only Design dapat digambarkan seperti Tabel 4.

Table 4. Bagan Desain Penelitian

Treatment Posttest

Exp. Group X T

Control. Group - T

Sumber: Sumadi (2006: 104)

Keterangan :

X = Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen

T = Tes akhir yang diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol pada

akhir penelitian.

Page 46: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

37

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi Populasi merupakan keseluruhan dari subjek yang akan diteliti. Populasi

dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMAN 7 Padang yang terdaftar

tahun pelajaran 2009/2010 yang terdiri dari 9 kelas, seperti yang tercantum pada

Tabel 5.

Table 5. Distribusi Siswa Kelas X SMAN 7 Padang pada tahun ajaran 2009/2010

KELAS JUMLAH SISWA

X1

X2

X3

X4

X5

X6

X7

X8

X9

38 orang

37 orang

38 orang

38 orang

39 orang

40 orang

39 orang

40 orang

38 orang

Sumber: Tata Usaha SMAN 7 Padang

2. Sampel Sampel merupakan bagian dari populasi yang mencerminkan keadaan dari

populasi yang diteliti. Dalam penelitian ini digunakan kelas eksperimen dan kelas

kontrol yang diambil dari populasi yang ada. Teknik pengambilan sampel yang

digunakan adalah teknik Cluster Random Sampling.

Dengan langkah–langkah sebagai berikut:

a. Melaksanakan ulangan harian 1 semester 1 kelas X pada mata pelajaran fisika

pada semua populasi.

Page 47: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

38

b. Menghitung rata-rata dan standar deviasi populasi dan kelas anggota populasi.

c. Mengambil secara acak dua buah kelas sampel

d. Melakukan uji normalitas dan uji homogenitas dua kelas sampel (Lampiran I, II

dan III). Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelas sampel

terdistribusi normal atau tidak, sedangkan uji homogenitas dilakukan untuk

mengetahui apakah kedua kelas sampel homogen atau tidak. Hasil uji normalitas

hasil belajar awal kelas sampel ditampilkan pada Tabel 6.

Table 6. Hasil analisis Nilai Ulangan Harian 1 Semester 1 kelas X Kedua sampel

Kelas N L0 Lt Distribusi S2

Fh Ft Ket

Sampel

1 37 0,1042 0,1457 Normal 188,24

1,357 1,75 Homogen Sampel

2 38 0,1162 0,1437 Normal 255,49

e. Sebelum dilaksanakan treatment perlu diketahui apakah kedua kelas sampel

memiliki kemampuan kognitif sama, tidak berbeda secara statistik maka

dilaksanakan uji kesamaan dua rata-rata (Lampiran IV) dengan syarat sampel

terdistribusi normal dan homogen. Dari uji kesamaan dua rata-rata didapatkan

hitungt 0,383 dan

tabelt pada taraf nyata 0,05 dan derajat kebebasan (dk) =

N1+N2-2 = 38 + 37 – 2= 73 adalah 1,6625 maka dapat disimpulkan bahwa kedua

kelas sampel tidak memiliki perbedaan hasil belajar yang berarti.

f. Setelah dilakukan uji kesamaan dua rata-rata maka ditentukan kelas kontrol dan

kelas eksperimen secara random, didapatkan kelas X2 sebagai kelas eksperimen

dan kelas X1 sebagai kelas kontrol.

Page 48: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

39

C. Variabel dan Data 1. Variabel

a Variabel bebas yaitu LKS berbasis konstruktivis.

b Variabel terikat yaitu hasil belajar ranah kognitif, afektif dan psikomotor.

c Variabel mediator yaitu miskonsepsi awal dan miskonsepsi akhir siswa.

d Variabel kontrol yaitu guru, kurikulum, materi pelajaran, dan waktu.

2. Data

Data yang diambil dari sampel adalah miskonsepsi awal dan miskonsepsi

akhir, serta hasil belajar siswa pada ranah kognitif, afektif dan psikomotor dari kelas

eksperimen dan kelas kontrol.

D. Prosedur Penelitian Untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan perlu disusun

prosedur yang sistematis. Dimana alur dari penelitian ini adalah:

1. Tahap Persiapan

a. Menentukan jadwal penelitian

b. Menentukan populasi dan sampel

c. Menyusun rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP) sesuai dengan materi

yang akan diajarkan.

d. Menyiapkan LKS berbasis konstruktivis yang nantinya akan digunakan dalam

proses pembelajaran.

e. Menyiapkan soal tes diagnostik yang telah standar validitas dan

reliabilitasnya.

Page 49: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

40

f. Melaksanakan tes diagnostik awal

g. Menetapkan kelas eksperimen dan kelas kontrol secara acak dari dua kelas

yang dipilih.

h. Membuat soal tes akhir

2. Tahap Pelaksanaan

Dalam pelaksanaan penelitian dilakukan proses pembelajaran yang berbeda

antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Skenario pembelajaran kelas eksperimen

dan kelas kontrol seperti Tabel 7.

Table 7. Skenario Pembelajaran Kelas Eksperimen dan kelas kontrol

No Kelas Eksperimen

(Pembelajaran menggunakan LKS

berbasis Konstruktivis)

Kelas Kontrol

(Pembelajaran menggunakan

LKS menurut KTSP)

1

2.

Pendahuluan

a. Mengisi daftar absensi siswa

b. Guru memberikan apersepsi

dengan meminta siswa

mengaitkan materi pelajaran

lalu dengan materi yang akan

dipelajari.

c. Guru memberikan motivasi

dengan melakukan diskusi

secara klasikal yang mengali

pengetahuan awal siswa berupa

pertanyaan yang sesuai dengan

materi pokok pelajaran.

d. Guru menyampaikan tujuan

yang harus dicapai.

Kegiatan Inti

a. Siswa mencari informasi untuk

mengumpulkan jawaban dari

persoalan yang diberikan tadi

b. Siswa masuk kedalam

Pendahuluan

a. Mengisi daftar absensi siswa.

b. Guru memberikan apersepsi

dengan meminta siswa

mengaitkan materi pelajaran

lalu dengan materi yang akan

dipelajari.

c. Guru memberikan motivasi

berupa pertanyaan yang sesuai

dengan materi pokok pelajaran.

d. Guru menyampaikan tujuan

yang harus dicapai.

Kegiatan inti

a. Guru memberikan materi

sesuai dengan kurikulum.

Page 50: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

41

3.

kelompok heterogen (4-5

orang) yang telah dibagi guru

sebelumnya.

c. Siswa mengumpulkan jawaban

yang telah mereka jawab tadi

kemudian bersama

membahasnya. Diarahkan oleh

guru jawaban itu benar atau

miskonsepsi. Selanjutnya siswa

berkelompok mengerjakan

LKS berbasis konstruktivis

yang telah diberikan guru.

Dikerjakan secara sistematis.

d. Guru meminta perwakilan

setiap kelompok membacakan

hasil diskusi mereka. Lalu

mempertentangkan dengan

hasil kelompok lain. Lalu guru

memberikan analogi-analogi

konflik agar siswa dapat

mengkonstruksi sendiri

pengetahuannya untuk dapat

menemukan konsep yang

benar.

e. Setelah itu guru memberikan

komentar dan meluruskan

konsep – konsep yang belum

benar tersebut untuk

menemukan konsep yang

benar.

PenPenutup

a. Siswa menyimpulkan materi

pelajaran dibantu oleh guru.

b. Guru memberi kesempatan

bagi siswa untuk bertanya jika

ada konsep yang belum

dipahami.

c. Guru memberi waktu sejenak

untuk merefleksi kembali

pengetahuan yang didapat.

b. Guru membagi siswa ke dalam

kelompok heterogen yang

terdiri dari 4-5 orang.

c. Guru membimbing siswa untuk

mengerjakan LKS yang telah

diberikan

d. Guru meminta perwakilan

setiap kelompok membacakan

hasil diskusi mereka.

e. Setelah itu guru memberikan

komentar dan meluruskan

konsep-konsep yang masih

kurang tepat.

Penutup

a. Guru bersama dengan siswa

menyimpulkan materi

pelajaran.

b. Guru memberi kesempatan

bagi siswa untuk bertanya jika

ada konsep yang belum

dipahami.

c. Guru memberikan waktu

sejenak untuk merefleksikan

Page 51: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

42

d. Guru memberi siswa tugas

rumah dan juga menyuruh

siswa membaca materi

selanjutnya.

kembali pengetahuan yang

didapat.

d. Guru memberi siswa tugas

rumah.

3. Tahap Akhir

Pada tahap akhir dari penelitian ini, pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

diberikan tes diagnostik akhir (materi hukum Newton) dan tes hasil belajar ranah

kognitif siswa (alat-alat optik) setelah dilaksanakan pembelajaran.

E. Instrumen Penelitian Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes tertulis. Agar data

dapat terkumpul, maka dibutuhkan instrumen penelitian. Instrumen yang digunakan

adalah tes diagnostik dan tes penilaian hasil belajar ranah kognitif, afektif dan

psikomotor.

1. Instrumen Tes Diagnostik

Yaitu berupa tes objektif yang dilaksanakan pada awal dan akhir

pembelajaran. Dalam hal ini, tes dignostik diadakan pada awal dan akhir

pembelajaran hukum Newton. Instrumen yang digunakan adalah instrumen yang

diadaptasi dari tes yang telah dibuat oleh Hestenes yaitu FCI (Force Concept

Inventory). Tes ini telah standar dan telah teruji validitas dan reliabilitasnya (Nur

Asma: 2002). Tes diagnostik ini telah terdiri dari 37 butir soal. Soal-soal berbentuk

pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban. Soal-soal tes diagnostik terdistribusi pada

beberapa pokok bahasan, sebagaimana terlihat pada Tabel 8 berikut:

Page 52: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

43

Table 8. Materi tes diagnostik

No Pokok Bahasan Jumlah Soal

1 Kinematika gerak 1

2 Dinamika gerak 4

3 Memadu gerak 11

4 Gerak melingkar beraturan 3

5 Gesekan 3

6 Gravitasi 3

7 Usaha dan Energi 2

8 Impuls, momentum dan tumbukan 10

Sumber: Roni Ramayanti (2007)

Sedangkan untuk menjaring jawaban yang tidak atau kurang menggunakan

konsep/pengetahuan (a lack of knowledge) dari miskonsepsi maka untuk setiap item

soal siswa diminta untuk mengisi skala CRI ditempat yang telah disediakan dengan 6

skala yang terlihat pada Tabel 9.

Table 9. Skala CRI (Certainty Response Index)

Skala Jawaban

0 Semata-mata diterka saja (totally guessd answer)

1 Hampir diterka (almost a guess)

2 Merasa tidak yakin (not sure)

3 Merasa yakin (sure)

4 Hampir pasti benar (almost certain)

5 Pasti benar (certain)

Page 53: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

44

Sumber: Roni Ramayanti (2007)

Dari data yang terkumpul dibuat matrik untuk setiap pertanyaan yang

didasarkan pada kombinasi jawaban yang benar dan salah, CRI yang tinggi dan

rendah sehingga siswa yang mengalami miskonsepsi dapat terungkap. Bentuk matrik

jawaban dapat dilihat pada Tabel 10.

Table 10. Penentuan Siswa yang mengalami Miskonsepsi

Tipe

Jawaban

CRI Rendah (Low

CRI) (<2,5)

CRI Tinggi (High CRI)

(>2,5)

Jawaban

Benar

Jawaban yang benar dan

CRI rendah, kurang

pengetahuan (lucky

guess) = CL

Jawaban yang benar dan

CRI tinggi, pengetahuan

konsep benar = CH

Jawaban

Salah

Jawaban yang salah dan

CRI rendah, kurang

pengetahuan = WL

Jawaban yang salah dan

CRI tinggi,

miskonsepsi= WH

Sumber : Masril dan Nur Asma (2002)

2. Instrumen Hasil Belajar

a. Ranah Kognitif

Instrumen penilaian ranah kognitif yaitu berupa tes objektif yang dilaksanakan

diakhir penelitian. Langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut:

1) Membuat kisi-kisi soal tes akhir materi Alat-alat Optik.

2) Menyusun tes akhir sesuai dengan kisi-kisi yang telah dibuat.

3) Uji coba tes dilakukan untuk melihat apakah soal tersebut valid, reliabel,

memiliki daya beda, dan bagaimana tingkat kesukarannya.

4) Analisis statistik hasil uji coba tes dilakukan untuk melihat mana soal yang

baik dan kurang baik. Menurut Suharsimi (2005: 207) “Analisis soal antara

Page 54: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

45

lain bertujuan untuk mengadakan identifikasi soal-soal yang baik dan jelek”.

Analisis yang dilakukan meliputi validitas, reliabilitas, indeks kesukaran dan

daya beda.

a) Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan

atau kesahihan suatu tes. Suatu tes dikatakan valid jika tes tersebut dapat

mengukur apa yang akan diukur. Soal tes harus sesuai dengan kisi-kisi. Pada

penelitian ini yang dilihat adalah validitas isi (content validity). Suharsimi

(2005:67) menyatakan bahwa ”Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi

apabila mengukur tujuan tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran

yang diberikan”. Jika soal yang dibuat sudah sesuai dengan standar

kompetensi, kompetensi dasar dan indikator yang ingin dicapai setelah

pembelajaran dilaksanakan dan sudah divalidasi oleh pakar pendidikan maka

dapat dikatakan bahwa soal sudah memenuhi kriteria validitas isi.

b) Reliabilitas Tes

Reliabilitas merupakan ketepatan suatu tes. Suatu tes dikatakan

reliabel (dapat dipercaya) apabila tes dapat memberikan hasil yang tetap

apabila diuji kembali kepada objek yang sama. Suharsimi (2005:86)

mengemukakan bahwa ”Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf

kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap

maka pengertian reliabilitas tes berhubungan dengan masalah ketetapan hasil

Page 55: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

46

tes”. Untuk menentukan reliabilitas tes dipakai rumus Kuder-Richardson (KR-

21) yang dikemukakan oleh Suharsimi (2005:103) yaitu:

2111

1 nS

MnM

n

nR ..........................................................(1)

dimana: N

xfM

ii ...........................................................(2)

22

2

1NN

xfxfNS

iiii ...................................................................(3)

Keterangan:

R11 : reliabelitas tes secara keseluruhan

n : jumlah butir soal

M : rata-rata skor tes

N : jumlah pengikut tes

S2 : varians total

Penentuan tingkat reliabilitas soal dapat digunakan skala yang dikemukakan

oleh Slameto (1999:215) pada Tabel 11.

Table 11. Klasifikasi Indeks Reliabilitas Soal

No Indeks Reliabilitas Klasifikasi

1 0.80 < r1 < 1.00 Sangat tinggi

2 0.60 ≤ r1 < 0.80 Tinggi

3 0.40 ≤ r1 < 0.60 Sedang

4 0.20 ≤ r1 < 0.40 Rendah

5 0.0 ≤ r1 < 0.2 Sangat rendah

Sumber: Slameto (1999: 215)

Page 56: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

47

Berdasarkan Tabel 11, hasil analisis reliabilitas (Lampiran XI)

menunjukkan bahwa tes akhir yang terdiri dari 31 soal memiliki reliabilitas

0,88 dengan kriteria sangat tinggi.

c) Daya Pembeda (D)

Daya beda ditentukan dengan melihat kelompok atas dan kelompok

bawah berdasarkan skor total. Skor peserta tes diurutkan dari skor tertinggi

sampai skor terendah, kemudian menentukan kelompok atas dan kelompok

bawah. Umumnya, para ahli membagi 27 atau 50 % kelompok atas dan 27

atau 50 % kelompok bawah. Berdasarkan pendapat tersebut, maka peneliti

membagi 36 orang peserta tes uji coba menjadi 50 % kelompok atas yang

terdiri 18 orang dan 50 % kelompok bawah yang terdiri dari 18 orang.

Rumusan untuk menghitung daya beda tersebut menurut Slameto (1999:213):

b

b

a

a

J

B

J

BD ................................................................................(4)

Keterangan:

D = daya pembeda

Ba = jumlah kelompok atas yang menjawab benar

Bb = jumlah kelompok bawah yang menjawab benar

Ja = jumlah peserta kelompok atas

Jb = jumlah peserta kelompok bawah

Page 57: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

48

Table 12. Klasifikasi Indeks Daya Beda

Sumber: BINTEK (2008)

Berdasarkan Tabel 12, hasil analisis daya beda soal tes akhir

(Lampiran X) menunjukkan bahwa dari 31 item diperoleh 19 item memiliki

daya beda sebesar 0,28-0,39 dengan kriteria cukup, dan 12 item memiliki

daya beda sebesar 0,44-0,61 dengan kriteria baik.

Setelah dilakukan analisis terhadap 45 butir soal uji coba tes akhir,

diperoleh bahwa 14 soal tidak dapat dipakai sehingga hanya 31 butir soal

yang dipakai untuk tes akhir.

d) Indeks kesukaran

Suharsimi (2005: 208) menyatakan bahwa indeks kesukaran soal

dihitung dengan rumus:

SJ

BP .........................................................................................(5)

Keterangan:

P = tingkat kesukaran

B = jumlah siswa yang menjawab benar

JS = jumlah seluruh peserta ujian

No Indeks daya beda Klasifikasi

1 0,19 – 0,00 Ditolak

2 0,20 – 0,29 Cukup dan Diperbaiki

3 0,30 – 0,39 Terima dan perbaiki

4 0,40 – 1,00 baik

5 Bernilai negatif Tidak baik

Page 58: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

49

Table 13. Klasifikasi Tingkat Kesukaran Soal

No Indeks kesukaran Klasifikasi

1 0,00-0,30 Sukar

2 0,31-0,70 Sedang

3 0,71-1,00 Mudah

Sumber : BINTEK (2008)

Berdasarkan Tabel 13, hasil analisis tingkat kesukaran soal uji coba tes

akhir (Lampiran XI) menunjukkan bahwa dari 31 item diperoleh 2 item

memiliki indeks kesukaran sebesar 0,71-0,88 dengan kriteria mudah, 28 item

memiliki indeks kesukaran sebesar 0,42-0,69 dengan kriteria sedang, dan 1

item memiliki indeks kesukaran sebesar 0,28 dengan kriteria sukar.

b. Ranah Afektif

Penilaian yang dilakukan untuk ranah afektif ini adalah sikap dan prilaku

siswa selama proses pembelajaran terutama yang berkaitan dengan treatment yang

diberikan dalam penelitian. Penilaian ranah afektif ini menggunakan format observasi

atau pengamatan sebagai instrumen penelitiannya. Format obeservasi tersebut

memuat aspek-aspek yang diamati dari sikap siswa selama proses pembelajaran.

Aspek-aspek pengamatan tersebut merupakan sikap siswa yang muncul saat

pelaksanaan pembelajaran, yaitu mau mengemukakan pendapat, mau menanggapi,

keseriusan serta sikap kritis. Setiap aspek diberi skor berupa angka. Hal tersebut

sesuai dengan pendapat Slameto (2001: 124)

Page 59: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

50

”Skala penilaian dibuat dengan rentangan dari 1 sampai 5 yang ditafsirkan

sebagai berikut:

1 = tidak pernah

2 = jarang

3 = kadang-kadang

4 = seringkali

5 = selalu ”

Akan tetapi, pada akhir skor tersebut dirata-ratakan dan dikonversikan dalam

bentuk persentase.

Table 14. Format Penilaian Ranah Afektif

Sekolah : . ..…………………........

Kelas : ..……..…………………

Pokok Bahasan : ...………………………

No Nama

Aspek Yang Dinilai

Mau

Mengemukakan

Pendapat

Mau Menanggapi Keseriusan Kritis

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

1

2

3

c. Ranah Psikomotor

Penilaian ranah psikomotor siswa diamati dengan menggunakan rubrik

penskoran untuk melihat aktivitas siswa selama melakukan percobaan. Penskoran

praktek di laboratorium dapat diisi dengan tanda checklist (√). Skor-skor yang telah

ditandai kemudian dijumlahkan dan ditafsirkan menjadi nilai. Rubrik penskoran

berisi kriteria penilaian langkah-langkah kerja sistematis yang harus dilakukan siswa

saat unjuk kerja. Depdiknas (2003) menyatakan

Page 60: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

51

”Pengisian rubrik penskoran tersebut memiliki pedoman penskoran:

A (bobot 4) : kriteria sangat tepat

B (bobot 3) : kriteria tepat

C (bobot 2) : kriteria kurang tepat

D (bobot 1) : kriteria tidak tepat

E (bobot 0) : kriteria tidak tahu apa- apa”

F. Teknik Analisis data Analisis data bertujuan untuk mengetahui miskonsepsi awal dan miskonsepsi

akhir siswa serta menguji kebenaran hipotesis yang diajukan dalam penelitian.

1. Analisis Tes Diagnostik

Untuk mengukur miskonsepsi siswa, dilakukan langkah-langkah perhitungan

persentase:

a. Mentabulasikan data ke dalam bentuk tabel distribusi

b. Mengolah data tersebut untuk mencari persentase dengan menggunakan rumus:

100n

fp % .................................................................................................(6)

keterangan:

p = Persentase penurunan miskonsepsi

f = penurunan miskonsepsi

n = miskonsepsi akhir

c. Melakukan analisis berdasarkan hasil pengolahan data guna mendapatkan

beberapa kesimpulan yang kiranya dapat disajikan sebagai hasil penelitian,

dengan kategori miskonsepsi terjadi jika CRI > 2,5.

Page 61: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

52

2. Analisis Hasil Belajar

a. Ranah Kognitif

Analisa data bertujuan untuk menguji kebenaran hipotesis yang diajukan

dalam penelitian. Untuk aspek kognitif hipotesis diuji secara statistik dimana dalam

pengujian secara statistik, sebelum uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji

normalitas dan uji homogenitas variansi kedua kelompok data.

1) Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah sampel berasal dari populasi

yang terdistribusi normal, digunakan uji Lilieford. Sudjana (2002: 466) merumuskan

dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a) Data n

XXXX ,...,,,321

yang diperoleh dari data yang terkecil hingga terbesar.

b) Data n

XXXX ,...,,,321

dijadikan bilangan baku n

ZZZZ ,...,,,321

dengan

rumus:

S

XXZ

i

i ........................................................................................(7)

Keterangan:

i

X = skor yang diperoleh siswa ke-i

X = skor rata-rata

S = simpangan baku

Page 62: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

53

c) Dengan menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung

peluang ii

ZZPZF )(

d) Dengan menggunakan proporsi baku n

ZZZZ ,...,,,321

yang lebih kecil atau

sama dengan i

Z , jika proporsi ini dinyatakan dengan i

ZS , maka:

n

ZZZBanyaknyaZS

n

i

i321 Z yang ,...,,, Z

................................... (8)

e) Menghitung selisih ii

ZSZF yang kemudian ditentukan harga

mutlaknya.

f) Diambil harga yang paling besar diantara harga mutlak selisih tersebut,

disebut 0

L .

g) Membandingkan nilai L0 dengan Ltabel pada taraf nyata 05,0 . Jika

L0 < Ltabel maka data terdistribusi normal.

2) Uji Homogenitas

Uji ini bertujuan untuk melihat apakah kedua sampel mempunyai varians yang

homogen atau tidak. Untuk mengujinya dilakukan uji F dengan langkah-langkah:

a) Mencari varians masing-masing data kemudian dihitung harga F.

2

2

2

1

S

SF ...................................................................................... (9)

Page 63: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

54

Keterangan:

F = varians kelompok data

S12 = varians hasil belajar kelas eksperimen

S22 = varians hasil belajar kelas kontrol

b) Jika harga sudah dapat maka dibandingkan F tersebut dengan harga Ft, dengan

taraf 5% dan k

d pembilang 11

n dan k

d penyebut 12

n . Jika F<Ft maka

kedua kelompok data mempunyai varians yang homogen dan sebaliknya.

3) Uji Hipotesis

Hasil uji normalitas dan uji homogenitas menunjukkan bahwa kedua sampel

terdistribusi normal dan kedua kelompok sampel homogen, maka dalam pengujian

hipotesis statistik yang digunakan adalah uji t dengan rumus:

2n

1

1n

1S

2X1Xt .................................................................................... (10)

S2 =

22n1n

22S)12n(

21S)11n(

............................................................... (11)

Keterangan:

1X = nilai rata- rata kelas eksperimen

2X = nilai rata- rata kelas kontrol

S1 = standar deviasi kelas eksperimen

S2 = standar deviasi kelas kontrol

S = standar deviasi gabungan

n1 = jumlah siswa kelas eksperimen

n2 = jumlah siswa kelas kontrol

Page 64: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

55

Kriteria pengujian adalah terima Ho jika –t(1-1/2 α) < t < t(1-1/2 α) pada taraf nyata

0,05. Untuk harga lainnya, Ho ditolak.

b. Ranah Afektif

Aspek afektif kesimpulan diambil bukan dengan melakukan uji statistik,

sebab pada aspek afektif nilai pada akhirnya akan disajikan dalam bentuk kualitatif

berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, sehingga kesimpulan pun diambil

berdasarkan perbandingan kualitas kelas eksperimen dengan kelas kontrol.

Slameto (2001: 115) menyatakan ”Analisis data hasil observasi dapat

dilakukan menjumlahkan item-item dari tiap aspek yang dicek (√) kemudian

ditentukan persentasenya, selanjutnya dikonversikan dalam bentuk huruf.” Sesuai

dengan pendapat tersebut, lembar observasi ranah afektif dalam penelitian ini diisi

dengan cara mencek skor yang diperoleh siswa untuk setiap aspek pengamatan

selama pembelajaran berlangsung. Penilaian afektif ini dilakukan selama 5 kali

pertemuan dengan 4 aspek pengamatan dan skor maksimum setiap aspek adalah 5,

sehingga skor maksimum lembar pengamatan = 5 (skor maksimum tiap aspek) x 4

(jumlah aspek pengamatan) x 5 (jumlah pertemuan) = 100. Oleh karena itu, proporsi

afektif yang diperoleh siswa selama pembelajaran berlangsung adalah:

SA= %100xSM

SP ............................................................................... (12)

Keterangan:

SA : Proporsi skor akhir (%)

S : Jumlah skor perolehan siswa sesuai dengan tanda cek yang diberikan

Page 65: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

56

SM : Jumlah skor maksimum lembar pengamatan

Adapun kriterianya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Table 15. Kriteria Penilaian Afektif

Rentangan Kriteria

0 – 20 Sangat Kurang

21 – 40 Kurang

41 – 60 Cukup

61 – 80 Baik

81 – 100 Sangat Baik

Teknik analisis data yang digunakan untuk ranah afektif adalah menaksir

proporsi. Sesuai dengan Depdiknas (2003) ”Penilaian ranah afektif yang

menggunakan skala bertingkat dari 1 sampai 5 misalnya, dapat dikonversikan

menjadi huruf sesuai dengan jumlah kategori yang diinginkan peneliti”. Oleh karena

itu, proporsi skor siswa dikonversikan dalam bentuk kualitatif dengan menggunakan

kriteria pada Tabel 15.

c. Ranah Psikomotor

Teknik analisis data yang digunakan untuk ranah psikomotor pada penelitian

ini adalah sama dengan teknik analisis data pada ranah kognitif.

Page 66: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

57

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa miskonsepsi awal dan

miskonsepsi akhir siswa untuk pokok bahasan hukum Newton, hasil belajar fisika

siswa pada ranah kognitif untuk pokok bahasan alat-alat optik, ranah afektif dan

psikomotor untuk pokok bahasan hukum Newton dan alat-alat optik. Data penelitian

ini diperoleh melalui penilaian yang dilakukan baik dalam proses pembelajaran

maupun pada akhir pembelajaran. Data hasil penelitian tersebut akan dijelaskan

berikut ini.

1. Miskonsepsi Siswa Data penelitian tentang miskonsepsi awal dan miskonsepsi akhir siswa

didapatkan dari tes diagnostik yang dilakukan sebelum dan sesudah pembelajaran

materi hukum Newton. Tes diagnostik diberikan kepada kelas kontrol dan kelas

eksperimen. Dari tes diagnostik tersebut didapatkan data responden yang mengalami

miskonsepsi, tidak paham konsep dan paham konsep. Siswa yang mengalami

miskonsepsi terjadi jika jawaban siswa salah tetapi CRI-nya tinggi (3-5), siswa yang

tidak paham konsep terjadi jika jawaban benar tetapi CRI-nya rendah (0-2) atau

jawaban salah tetapi CRI-nya tinggi (0-3). Contoh lembar jawaban siswa yang

Page 67: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

58

memuat CRI dapat dilihat pada Lampiran VI. Sedangkan data rata-rata penurunan

miskonsepsi siswa dapat dilihat pada Tabel 16.

Table 16. Data Rata-rata Penurunan Miskonsepsi Siswa

Kelas

Miskonsepsi Persentase

Rata-rata

Penurunan

Miskonsepsi

Jumlah

Siswa

Jumlah

Miskonsepsi

Awal

Jumlah

Miskonsepsi

Akhir

Jumlah

penurunan

Miskonsepsi

Eksperimen 37 733 290 443 60,25%

Kontrol 38 781 462 319 40,08%

Data rata-rata penurunan miskonsepsi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran VII.

2. Hasil Belajar a. Ranah Kognitif

Data penelitian pada ranah kognitif ini diperoleh melalui penilaian pada akhir

pembelajaran. Penilaian ini dilakukan melalui tes akhir dengan teknik tes tulis

berbentuk soal pilihan ganda kepada kedua kelas sampel. Dari tes akhir di atas

dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai rata-rata )( x , simpangan baku (s)

dan variansi (s2) kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 17.

Table 17. Nilai Rata-rata, Simpangan Baku dan Varians Kelas Sampel

Kelas N x S2 S

Eksperimen

Kontrol

37

38

69,08

63,37

124,74

125,43

11,169

11,20

b. Ranah Afektif

Data penelitian pada aspek afektif ini diperoleh melalui pengamatan selama

proses pembelajaran berlangsung, yaitu lima kali pertemuan. Pengamatan dilakukan

Page 68: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

59

oleh peneliti beserta dua orang guru lain sebagai observer dengan menggunakan

format penilaian afektif siswa. Deskripsi data ini ditunjukkan dengan persentase skor

rata-rata siswa pada kedua kelas sampel untuk setiap aspek perilaku selama lima kali

pertemuan. Persentase skor rata-rata ini menentukan kriteria yang diperoleh siswa

untuk setiap aspek perilaku yang diamati. Kesimpulan diambil berdasarkan

perbandingan persentase skor rata-rata antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol

seperti terlihat pada Tabel 18.

Table 18. Distribusi Persentase Skor rata-rata dan Kriteria Hasil Belajar Ranah Afektif untuk Kedua

Kelas Sampel

No. Aspek Perilaku Pertemuan

ke-

Skor rata-rata

Kelompok

Eksperimen Kelompok

Kontrol

1 Mau

Mengemukakan

Pendapat

1 49% 31%

2 67% 42% 3 79% 50%

4 90% 56%

5 97% 66%

2 Mau Menanggapi

1 41% 32% 2 63% 36%

3 77% 42%

4 88% 54%

5 98% 61%

3 Keseriusan

1 31% 33%

2 55% 34%

3 77% 39%

4 89% 46% 5 97% 49%

4 Kritis

1 25% 25%

2 51% 26%

3 74% 37% 4 90% 42%

5 99% 49%

Perhitungan analisis data hasil belajar ranah afektif pada kedua kelas sampel

dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran XIX dan XX.

Page 69: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

60

c. Ranah Psikomotor

Data penelitian pada ranah psikomotor ini diperoleh melalui hasil pengamatan

selama proses pembelajaran, penilaian laporan hasil praktikum di akhir pembelajaran,

dan penilaian pada akhir penelitian melalui tes unjuk kerja. Pengamatan dan penilaian

ranah psikomotor ini dilakukan menggunakan rubrik penskoran. Perhitungan analisis

data hasil belajar ranah psikomotor kedua kelas dapat dilihat pada Lampiran XXI dan

XXII. Setelah dilakukan perhitungan terhadap data hasil belajar siswa pada ranah

psikomotor ini, maka dapat dilihat perbandingan nilai rata-rata ( x ), simpangan baku

(S), dan varians (S2) pada kelas eksperimen dan kelas kontrol seperti pada Tabel 19.

Table 19. Nilai rata-rata, Simpangan Baku, dan Varians Kelas Sampel pada

Ranah Psikomotor

Kelas N x S2 S

Eksperimen 37 74,8 14,8575 3,8545

Kontrol 38 64,85 15,51 3,938

B. Analisis Data Sebelum menarik kesimpulan dari hasil penelitian ini, dilakukanlah analisis

data secara kualitatif melalui grafik untuk miskonsepsi awal dan akhir siswa. Analisis

melalui uji hipotesis secara statistik untuk ranah kognitif dan psikomotor. Langkah-

langkah yang dilakukan secara statistik adalah menggunakan uji kesamaan dua rata-

rata yaitu uji t dengan syarat bahwa kedua kela sampel terdistribusi normal dan

mempunyai varians yang homogen.

Page 70: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

61

Penarikan kesimpulan untuk ranah afektif dilakukan secara kualitatif, yaitu

dengan melihat perbandingan proporsi skor rata-rata siswa pada setiap aspek perilaku

yang telah diamati pada kedua kelas sampel selama lima kali pertemuan. Selanjutnya,

perbandingan kedua kelas sampel tersebut akan disajikan dalam bentuk grafik.

1. Miskonsepsi Awal dan Akhir Siswa

Setelah dilakukan pembelajaran menggunakan LKS berbasis konstruktivis

dengan LKS standar dapat dilihat penurunan miskonsepsi yang terjadi pada hukum

Newton seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.

Figure 2. Grafik Perbandingan penurunan miskonsepsi kedua kelas sampel pada materi hukum newton

Gambar 2 menunjukkan bahwa penurunan miskonsepsi pada kelas

eksperimen lebih signifikan daripada kelas kontrol. Hal ini menunjukan pembelajaran

yang menggunakan LKS berbasis konstruktivis lebih banyak menghilangkan

miskonsepsi siswa dibandingkan LKS menurut KTSP.

Grafik Penurunan Miskonsepsi pada Materi Hukum

Newton

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37

siswa ke

pe

rse

nta

se

kelas

eksperimen

kelas

kontrol

Page 71: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

62

2. Ranah Kognitif

a. Uji Normalitas.

Dalam uji normalitas ini penulis menggunakan uji Lilliefors. Hasil uji

normalitas tes akhir kedua kelas sampel dapat dilihat pada Tabel 20.

Table 20. Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperiment dan Kontrol

Kelas N Lo Lt Distribusi

Eksperimen

Kontrol

0,05

0,05

37

38

0,0968

0,1154

0,1457

0,1437

Normal

Normal

Dari Tabel 20 dapat dilihat bahwa Lo lebih kecil dari nilai Lt, ini artinya data

dari kedua kelas sampel terdistribusi normal. Untuk proses pengolahan (perhitungan)

datanya dapat dilihat pada Lampiran XV dan XVI.

b. Uji Homogenitas

Setelah dilakukan uji homogenitas diperoleh hitung

F = 1,0055 dan tabel

F pada

dk pembilang 37, dk penyebut 36 adalah 1,74. Hasil yang diperoleh tabelhitung

FF .

Hal ini menunjukkan kedua kelas memiliki varians yang homogen. Hasil perhitungan

uji homogenitas dapat dilihat pada Lampiran XVII.

c. Uji Kesamaan Dua Rata-rata

Berdasarkan uji normalitas dan uji homogenitas varians tes akhir didapatkan

bahwa kedua kelas sampel terdistribusi normal dan mempunyai varians homogen,

sehingga uji keberartian perbedaan antara dua kelas sampel yang tepat adalah uji t,

seperti terlihat pada Tabel 21.

Page 72: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

63

Table 21. Uji Kesamaan Dua Rata-rata

Kelas N x S th tt

Eksperimen

Kontrol

37

38

69,08

63,37 11,184 2,21 1,668

Dari analisis data didapatkan harga t dari perhitungan adalah 2,21, sedangkan

harga t dari tabel untuk taraf nyata α = 0,05 dan derajat kebebasan dk = 75 adalah

1,668. Hal Ini menunjukkan bahwa harga t tidak berada pada daerah penerimaan Ho

sebab -tt<th<tt sehingga dapat dikatakan bahwa Hi diterima pada taraf nyata 0,05.

Penerimaan Hi ini memperlihatkan bahwa kedua kelas sampel memiliki hasil belajar

yang berbeda secara signifikan. Perbedaan ini diyakini disebabkan oleh penerapan

LKS berbasis konstruktivis dalam pembelajaran fisika di SMA N 7 Padang.

3. Ranah Afektif

Dalam Tabel 18 telah ditampilkan distribusi persentase skor rata-rata dan

kriteria setiap aspek perilaku yang diamati selama lima kali pertemuan pada kedua

kelas sampel. Analisis penilaian hasil belajar ranah afektif ditampilkan melalui grafik

perbandingan persentase skor rata-rata kelas sampel untuk setiap aspek pengamatan

yang diobservasi selama 5 kali pertemuan.

a. Mau Mengemukakan Pendapat

Secara umum, siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol mau

mengemukakan pendapat. Perkembangan aspek mau mengemukakan pendapat pada

kedua kelas sampel ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Page 73: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

64

Figure 3. Grafik perbandingan skor rata-rata kedua kelas sampek pada aspek mau mengemukakan

pendapat

Gambar 3 menunjukkan bahwa perkembangan aspek mau mengemukakan

pendapat pada kedua kelas sampel meningkat pada setiap pertemuan. Pada awal

pembelajaran, distribusi persentase skor rata-rata siswa pada kelas eksperimen hanya

memenuhi kriteria cukup, sedangkan kelas kontrol berada pada kriteria kurang baik.

Ternyata, siswa pada kelas eksperimen mulai aktif mengemukakan pendapat sehingga

memenuhi kriteria sangat baik, sedangkan siswa kelas kontrol hanya meningkat

sampai kriteria baik. Dengan demikian perkembangan aspek mau mengemukakan

pendapat pada siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol.

b. Mau Menanggapi

Perkembangan aspek mau menanggapi pada siswa dalam kedua kelas sampel

sama-sama mengalami peningkatan seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Sko

r R

ata

-rata

1 2 3 4 5

Pertemuan ke

Grafik Aspek Mau Mengemukakan Pendapat

Kelompok

Eksperimen

Kelompok

Kontrol

Page 74: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

65

Figure 4. Grafik Perbandingan skor rata-rata kedua kelas sampel pada aspek mau menanggapi

Gambar 4 menunjukkan bahwa aspek mau menanggapi pada kedua kelas

sampel mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pada pertemuan pertama,

hanya sebagian siswa kelas eksperimen yang mau menanggapi ide teman atau

pertanyaan guru sehingga hanya memenuhi kriteria cukup, kemudian pada pertemuan

selanjutnya, siswa yang mau menanggapi teman/guru semakin bertambah hingga

memenuhi kriteria baik dan puncaknya pada pertemuan kelima dengan kriteria sangat

baik. Sedangkan, tidak sampai sebagian siswa pada kelas kontrol yang mau

menanggapi teman/guru dari awal pertemuan dengan kriteria kurang, kemudian pada

pertemuan selanjutnya sudah banyak siswa yang mau menanggapi ide dan pertanyaan

teman, sehingga memenuhi kriteria baik.

c. Keseriusan

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Sko

r R

ata

-rata

1 2 3 4 5

Pertemuan ke

Grafik Aspek Mau Menanggapi

Kelompok

Eksperimen

Kelompok

Kontrol

Page 75: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

66

Perkembangan aspek keseriusan pada siswa kedua kelas sampel sama-sama

mengalami peningkatan pada setiap pertemuan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Figure 5. Grafik perbandingan skor rata-rata kedua kelas sampel pada aspek keseriusan

Gambar 5 menunjukkan bahwa peningkatan aspek keseriusan pada kedua

kelas sampel mengalami peningkatan, tetapi yang mengalami peningkatan yang

cukup tajam terjadi pada kelas eksperimen. Siswa kelas eksperimen pada pertemuan

pertama memenuhi kriteria kurang, sedangkan pertemuan kelima makin meningkat

sehingga memenuhi kriteria sangat baik. Sementara, siswa kelas kontrol memenuhi

kriteria kurang dari pertemuan pertama, pada pertemuan selanjutnya dan sudah

memenuhi kriteria cukup. Dengan demikian, keseriusan siswa pada kelas eksperimen

meningkat dengan baik di setiap pertemuan dibandingkan kelas kontrol.

d. Kritis

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Sko

r R

ata-

rata

1 2 3 4 5

Pertemuan ke

Grafik Aspek Keseriusan

Kelompok

EksperimenKelompok

Kontrol

Page 76: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

67

Perkembangan aspek kritis pada siswa kedua kelas sampel sama-sama

mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 6.

Figure 6. Grafik perbandingan skor rata-rata kedua kelas sampel pada aspek kritis

Kelas eksperimen pada awal penelitian menunjukan kriteria kurang, terus

mengalami peningkatan hingga menunjukkan kriteria sangat baik. Berbeda hal nya

dengan kelas kontrol yang dari awal menunjukkan kriteria kurang hingga akhir

pertemuan hanya mengalami peningkatan sampai pada kriteria cukup. Terlihat di sana

kelas eksperimen lebih mengalami peningkatan yang signifikan dalam memunculkan

sikap kritis dibandingkan kelas kontrol.

Berdasarkan analisis data dari grafik yang disajikan, dapat disimpulkan secara

umum bahwa aspek mau mengemukakan pendapat, mau menanggapi, keseriusan, dan

sikap kritis merupakan aspek perilaku siswa yang mendapat pengaruh lebih baik pada

pembelajaran konstruktivis. Keempat aspek tersebut mengalami perkembangan yang

0%

20%

40%

60%

80%

100%S

ko

r R

ata

-rata

1 2 3 4 5

Pertemuan ke

Grafik Aspek Kritis

Kelompok

Eksperimen

Kelompok

Kontrol

Page 77: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

68

baik di setiap pertemuan dimana makin lama makin berkembang dan kriteria

penilaian yang diperoleh siswa juga semakin baik. Oleh karena itu, terlihat bahwa

hasil belajar fisika siswa pada ranah afektif untuk kelas eksperimen lebih baik

daripada kelas kontrol.

4. Ranah Psikomotor

a. Uji Normalitas

Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Lilliefors. Hasil

uji normalitas tes akhir dari kedua kelas sampel dapat dilihat pada Tabel 22.

Table 22. Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol pada Ranah Psikomotor

Kelas N α Lo Lt Distribusi

Eksperimen 37 0,05 0,0855 0,1457 Normal

Kontrol 38 0,05 0,0749 0,1437 Normal

Dari Tabel 22 dapat dilihat bahwa Lo < Lt dengan taraf nyata 0,05. Hal ini

menunjukkan bahwa data tes akhir kedua kelas sampel terdistribusi normal. Untuk

proses pengolahan (perhitungan) datanya dapat dilihat pada Lampiran XXIII dan

XXIV.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas yang digunakan adalah uji F. Dari uji F ini diperoleh bahwa

Fhitung = 1,0439 dan Ftabel untuk derajat kebebasan pembilang dk = 37, derajat

kebebasan penyebut dk = 36, dan taraf nyata α = 0,05 adalah 1,74. Hal ini

Page 78: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

69

menunjukkan bahwa Fhitung < Ftabel, artinya kedua kelas sampel memiliki varians yang

homogen. Hasil perhitungan uji homogenitas ini dapat dilihat pada Lampiran XXV.

c. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata

Berdasarkan uji normalitas dan uji homgenitas, terlihat bahwa kedua kelas

sampel terdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen. Untuk itu,

dilakukan uji kesamaan dua rata-rata dengan menggunakan uji t. Hasil perhitungan

uji kesamaan dua rata-rata dapat dilihat pada Lampiran XXVI

Dari analisis data didapatkan harga t dari perhitungan adalah 11,05,

sedangkan harga t dari tabel untuk taraf nyata α = 0,05 dan derajat kebebasan dk = 73

adalah 1,668. Hal Ini menunjukkan bahwa harga t tidak berada pada daerah

penerimaan Ho sebab -tt<th<tt sehingga dapat dikatakan bahwa Hi diterima pada taraf

nyata 0,05. Penerimaan Hi ini memperlihatkan bahwa kedua kelas sampel memiliki

hasil belajar ranah psikomotor yag berbeda secara signifikan. Dengan demikian,

terdapat perbedaan yang berarti terhadap hasil belajar fisika siswa yang menggunakan

LKS berbasis konstruktivis dibandingkan dengan LKS standar di SMA N 7 Padang

pada ranah psikomotor.

C. Pembahasan Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, hasil belajar fisika siswa pada

ranah kognitif menunjukkan bahwa setelah diberikan perlakuan/treatment yang

berbeda, nilai rata-rata eksperimen meningkat dibandingkan dengan kelas kontrol.

Dari nilai rata-rata kelas eksperimen yang awalnya 59,24 meningkat menjadi 69,08,

sedangkan nilai rata-rata kelas kontrol yang awalnya 60,55 meningkat menjadi 63,37.

Page 79: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

70

Selanjutnya, hasil belajar fisika siswa pada ranah afektif menunjukkan bahwa

aktivitas siswa kelas kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol. Hal yang sama

juga dapat dilihat pada hasil belajar fisika siswa ranah psikomotor yang menunjukkan

nilai rata-rata kelas eksperimen, yaitu 74,8 lebih tinggi dari nilai rata-rata kontrol

yaitu 64,85. Adanya perbedaan hasil belajar pada ketiga ranah tersebut diyakini

akibat pemberian perlakuan yang berbeda di kedua kelas.

Jika ditinjau dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditentukan

sekolah yaitu 65, nilai rata-rata hasil belajar fisika siswa dalam ranah kognitif pada

kelas eksperimen mengalami peningkatan dibandingkan kelas kontrol. Sebelum

dilaksanakan treatment kelas eksperimen yang lulus KKM sekitar 45,94% dan setelah

dilaksanakan treatment berupa pemberian LKS berbasis konstruktivis siswa yang

lulus KKM meningkat menjadi 62,16%. Sedangkan pada kelas kontrol sebelum dan

sesudah pembelajaran siswa yang lulus KKM tetap 47,36%. Tingginya peningkatan

nilai siswa yang lulus KKM pada kelas eksperimen dibandingkan kelas kontrol

diyakini karena perbedaan perlakuan yang diberikan pada kedua kelas.

Pada pokok bahasan hukum Newton, tes yang diberikan berupa tes diagnostik

guna melihat miskonsepsi awal dan akhir siswa sebelum dan sesudah pembelajaran.

Ternyata didapatkan rentang penurunan miskonsepsi yang cukup signifikan yaitu

kelas eksperimen 60,25% dan kelas kontrol 48,08 %.

Berdasarkan analisis data di atas, hasil belajar fisika pada ranah kognitif,

afektif dan psikomotor memiliki hubungan terhadap penurunan miskonsepsi.

Keberhasilan pembelajaran konstruktivis dalam menurunkan miskonsepsi dan

Page 80: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

71

meningkatkan hasil belajar sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Leonning,

1993; Sadia, 1996; Peorsall et al, 1996; chang, 2001) dalam Wilantara yang

menyatakan bahwa ”Pembelajaran konstruktivis mampu meningkatkan prestasi

belajar dan mereduksi miskonsepsi siswa dalam pembelajaran IPA”.

Pada pembelajaran, LKS berbasis konstruktivis mengarahkan siswa untuk

aktif mengkonstruksi pengetahuannya menuju pemahaman konsep. Dari LKS

berbasis konstruktivis, siswa secara terarah mengerjakan langkah-langkah yang ada

pada LKS yang menuntut pola pikir siswa itu sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat

Piaget (1988:60) yang menyatakan bahwa ”Pembentukan pengetahuan menurut

model konstruktivis memandang subjek aktif menciptakan struktur kognitif dalam

interaksinya dengan lingkungan”.

Berdasarkan penelitian terungkap bahwa sebagian strategi pengubahan

miskonsepsi menggunakan LKS berbasis konstruktivis cukup efektif dan sebagian

masih kurang efektif dalam mengubah miskonsepsi siswa pada kelas eksperimen.

Begitu pula hasil belajar fisika siswa yang menujukkan peningkatan pada taraf cukup

baik. Hali ini disebabkan oleh beberapa penyebab saat penelitian, diantaranya:

Pertama, siswa belum terbiasa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, siswa masih

tergantung pada pemberian utuh pengetahuan oleh guru. Kedua, ketersediaan buku

pelajaran sebagai bahan pembanding siswa sangat terbatas, siswa hanya

mengandalkan buku catatan. Ketiga, siswa kurang tertarik pada pembuktian rumus

dan menganggap bahwa pembuktian rumus tersebut tidak diperlukan karena pada

akhirnya hanya rumus saja yang digunakan untuk menyelesaikan soal. Untuk

Page 81: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

72

mengatasi permasalahan tersebut kedepannya, solusi yang tepat adalah dengan

membiasakan pembelajaran yang mengkondisikan siswa dalam mengkonstruksi

pengetahuannya bukan pada kebiasaan memberikan pengetahuan 100% dari guru.

Page 82: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

73

BAB V

PENUTUP

A. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian diperoleh penurunan miskonsepsi siswa saat

awal pembelajaran dengan akhir pembelajaran secara kualitatif dan perbedaan hasil

belajar fisika siswa antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol pada ranah kognitif

dan psikomotor secara signifikan pada taraf nyata 0,05 dan ranah afektif secara

kualitatif. Ternyata terdapat hubungan yang cukup berarti antara penurunan

miskonsepsi siswa dengan peningkatan hasil belajar. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar fisika siswa yang berarti pada

pembelajaran menggunakan LKS berbasis konstruktivis dibandingkan dengan LKS

yang ada di Sekolah.

B. SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, peneliti memberikan

beberapa saran sebagai berikut:

1. Pembelajaran dengan menggunakan menggunakan LKS berbasis

Konstruktivis dapat menurunkan miskonsepsi siswa serta meningkatkan

hasil belajar siswa sehingga guru-guru bisa menerapkannya dalam usaha

meningkatkan keteranpilan kognitif siswa dan siswa dapat

mengkonstruksi sendiri pemahamannya.

Page 83: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

74

2. Peneliti yang lain agar memperluas kajian tentang penggunaan LKS

berbasis Konstruktivis dalam proses pembelajaran fisika pada kompetensi

dasar materi fisika lainnya.

Page 84: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

75

DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2007. Teori Konstruktivisme. Melalui

<http://blog.persimpangan.com/blog/2007/09/21/construktivisme-teori-

konstruktivisme/. > diakses [20/03/ 2009].

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Petunjuk Teknis Pengembangan Silabus

dan Contoh/Model Silabus. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Buku Panduan Penulisan Tugas

Akhir/Skripsi Universitas Negeri Padang. Padang:UNP

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Pedoman Pengembangan Tes Diagnostik

IPA. Jakarta: Dirktorat Jendral manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah

Depdiknas. 2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Direktorat Jendral

Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah

Gulo. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Grasindo

I Putu Wilantara. 2003. ”Implementasi Model Belajar Konstruktivis dalam

Pembelajaran Fisika untuk Mengubah Miskonsepsi Ditinjau dari Penalaran

Formal Siswa”. Tesis. Singaraja: IKIP Negeri Singaraja

Jasmansyah. 2008. ”6 Keunggulan Penggunaan Pandangan Konstruktivis”. Melalui

<http://pembelajaranguru.wordpress.com/2008/05/31/konstruktivisme-6-

keunggulan-penggunaan-pandangan-konstruktivisme-dalam-pembelajaran/>

diakses [04/09/2009]

Muhammad Faiq Dzaki. 2009. “Teori Belajar Konstruktivis dalam Pembelajaran

Fisika”. Melalui <www.teori-belajar-konstruktivis.htm> diakses [05/09

2009].

Muliyardi. 2003. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Padang: FMIPA UNP

Nana Sudjana. 2001. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja

Gravindo Persada

Nur Asma dan Masril. 2002. Pendeteksian Miskonsepsi Melalui Tes Diagnostik dan

Certainty of Response Index (CRI) dalam Mata Pelajaran Fisika di SMU N

Bukittinggi. UNP: Padang

Paul Suparno.(1997). Filsafat Konstruktivis dalam Pendidikan. Boston: Kanisus

Page 85: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

76

----------------.(2005). Miskonsepsi dan Perubahan Konsep Pendidikan Fisika.

Jakarta: PT. Gramedia Widia Sarana Indonesia

Roni Ramayanti. 2007. ” Pengungkapan Miskonsepsi Fisika Siswa Melalui Tes

Diagnostik Bidang Mekanika di Kelas X SMA Negeri Se-Kota Padang”.

Skripsi. UNP: Padang

Slameto.2001. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Sparisoma Viridi. 2008. ”Miskonsepsi dalam Fisika”. Jurnal. Edisi 2 Tahun 1

Sudjana. 2005. Metoda Statika. Bandung: PT. Tarsito Bandung.

Suharsimi Arikunto. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:Erlangga

Sumadi Suryabrata. 2004. Metodologi Penelitian. Yakarta: Raja Grafindo Sejahtera.

Syaiful Sagala. 2003. Konsep Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Alfabeta

Trisdyanto. 2008. ”Pengembangan Bahan Ajar Materi Bangun Ruang Sisi Lengkung

Berbasis Konstruktivis pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 Bungoro

Pangkep”. Melalui <http://trisdyanto-pembelajaranmat.blogspot.

com/2009/03/pengembangan-bahan-ajar-materi-bangun.html> diakases

[05/09 2009].

Page 86: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

77

Lampiran 1

Uji Normalitas Ujian Semester

No i

x i

f ii

xf xxi

2

xxi

2

xxfii

i

z i

Fz kF

iSz

iiSzFz

1 30 3 90 -27,21 740,55 2221,66 -1,80 0.0359 3 0,0492 0.0133

2 35 5 175 -22,21 493,42 2467,11 -1,47 0.0708 8 0,1311 0.0603

3 40 5 200 -17,21 296,29 1481,46 -1,14 0.1271 13 0,2131 0.0860

4 45 4 180 -12,21 149,16 596,641 -0,81 0.2090 17 0,2787 0.0697

5 50 6 300 -7,213 52,029 312,174 -0,48 0.3156 23 0,377 0.0614

6 55 8 440 -2,213 4,8979 39,1830 -0,15 0.4404 31 0,5082 0.0678

7 60 6 360 2,787 7,7667 46,6004 0,18 0.5714 37 0,6066 0.0352

8 65 7 455 7,787 60,636 424,450 0,51 0.6950 44 0,7213 0.0263

9 70 5 350 12,79 163,5 817,522 0,85 0.8023 49 0,8033 0.0010

10 75 6 450 17,79 316,37 1898,24 1,18 0.8810 55 0,9016 0.0206

11 80 5 400 22,79 519,24 2596,21 1,51 0.9345 60 0,9836 0.0491

12 90 1 90 32,79 1075 1074,98 2,17 0.9850 61 1 0.0150

61 3490 13976,2

2.5761

3490

n

fixix

S

xxZ

i

i

12,22960

23,13976

1

2

2

n

xxifi

S n

fSz

k

i

14,1512,229S

Lo = 0.0860

1134,061

886,0886,0

nL

t

Karena Lo < Lt maka sampel berasal dari populasi yang terdistribusi normal

Page 87: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

78

Page 88: Tugas 1  daftar isi, daftar tabel,

79