tubuhku lemas

41
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Oksigen adalah salah satu hal penting yang dibutuhkan oleh mahluk hidup. Selain membantu proses oksidasi berbagai macam reaksi kimia dalam tubuh, ia juga berguna untuk menjaga tubuh tetap fit seperti keadaan aslinya. Hal ini sangat baik untuk mendukung proses atau kegiatan sehari-hari. Oksigen merupakan suatu substansi yang digunakan oleh seluruh jaringan dalam tubuh demi menunjang aktivitas masing-masing jaringan. Penyebaran atau distribusi dari oksigen sendiri dibantu oleh adanya haemoglobin yang terdapat pada sel darah merah. Selain mengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh, ia juga berperan untuk mengangkut karbon dioksida sebagai hasil dari proses oksidasi menuju paru-paru untuk ditukarkan kembali dengan oksigen baru yang akan kembali didistribusikan ke semua bagian tubuh. Darah berperan penting bukan hanya untuk mengangkut oksigen, ataupun karbon dioksida tapi ia menjadi jalur transportasi utama bagi substansi essensial lain sepeerti nurtisi berupa asam amino, glukosa, dan lemak, ia juga mengangkut sistem imun tubuh yang langsung bereaksi bila Page 1 of 41

Upload: putu-dwi-nurjayadhi

Post on 29-Sep-2015

54 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Seorang perempuan berusia 35 tahun datang ke puskesmas mengeluh lemas sejak satu bulan. Pasien juga mengeluh ngos-ngosan (bernafas cepat) ketika naik tangga. Dari pemeriksaan didapatkan tekanan darah 110/70mmHg, denyut nadi 100x/menit, frekuensi napas 22x/menit, mukosa konjungtiva pucat, suara jantung dalam batas normal. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 7 g/dL, MCV 65 fL, MCH 23 pg. Kemudian dokter melakukan pemeriksaan lebih lanjut pada pasien

TRANSCRIPT

BAB 1PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Oksigen adalah salah satu hal penting yang dibutuhkan oleh mahluk hidup. Selain membantu proses oksidasi berbagai macam reaksi kimia dalam tubuh, ia juga berguna untuk menjaga tubuh tetap fit seperti keadaan aslinya. Hal ini sangat baik untuk mendukung proses atau kegiatan sehari-hari.Oksigen merupakan suatu substansi yang digunakan oleh seluruh jaringan dalam tubuh demi menunjang aktivitas masing-masing jaringan. Penyebaran atau distribusi dari oksigen sendiri dibantu oleh adanya haemoglobin yang terdapat pada sel darah merah. Selain mengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh, ia juga berperan untuk mengangkut karbon dioksida sebagai hasil dari proses oksidasi menuju paru-paru untuk ditukarkan kembali dengan oksigen baru yang akan kembali didistribusikan ke semua bagian tubuh.Darah berperan penting bukan hanya untuk mengangkut oksigen, ataupun karbon dioksida tapi ia menjadi jalur transportasi utama bagi substansi essensial lain sepeerti nurtisi berupa asam amino, glukosa, dan lemak, ia juga mengangkut sistem imun tubuh yang langsung bereaksi bila ada antigen yang masuk. Darah juga mengangkut hasil sampingan metabolisme yang berupa panas untuk menjaga keseimbangan suhu tubuh demi mendukung terjadinya reaksi biokimia yang baik. Hormon, enzim, cairan tubuh (elekrolit) dan obat juga disirkulasikan oleh darah agar bisa sampai tepat di organ targetnya hingga mencapai hasil yang diinginkan. Oleh karena, kita harus senantiasa menjaga keseimbangan darah dalam tubuh agar fungsi tubuh yang dikehendaki dapat tercapai tanpa adanya gangguan yang berarti.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Sel Darah MerahFungsi utama sel darah merah, yang juga dikenal sebagai eritrosit, adalah pengangkutan hemoglobin, yang selanjutnya mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan. Pada beberapa hewan tingkat rendah, hemoglobin beredar sebagai protein bebas dalam plasma dan tidak terkungkung di dalam sel darah merah. Jika hemoglobin terbebas dalam plasma manusia, kira-kira 3 persen dari hemoglobin tersebut bocor melalui membran kapiler masuk ke dalam ruang jaringan atau melalui membran glomerulus ginjal masuk ke dalam filtrat glomerulus setiap kali darah melewati kapiler. Oleh karena itu, agar hemoglobin tetap berada dalam aliran darah manusia, hemoglobin harus tetap berada di dalam sel darah merah.Selain mengangkut hemoglobin, sel darah merah juga mempunyai fungsi lain. Contohnya, sel tersebut mengandung sejumlah besar karbonik anhidrase, suatu enzim yang mengatalisis reaksi reversibel antara karbon dioksida (CO2) dan air untuk membentuk asam karbonat (H2CO3), yang dapat meningkatkan kecepatan reaksi ini beberapa ribu kali lipat. Cepatnya reaksi ini membuat air dalam darah dapat mengangkut sejumlah besar CO2 dalam bentuk ion bikarbonat (HCO3-) dari jaringan ke paru-paru. Di paru-paru, ion tersebut diubah kembali menjadi CO2 dan dikeluarkan ke dalam atmosfer sebagai produk limbah tubuh. Hemoglobin yang terdapat di dalam sel merupakan dapar asam-basa yang baik (seperti halnya pada kebanyakan protein), sehingga sel darah merah bertanggung jawab untuk sebagian besar daya dapar asam basa seluruh darah.Bentuk dan Ukuran Sel-Sel Darah Merah. Sel darah merah normal, yang tampak pada Gambar 1, berbentuk lempeng bikonkaf dengan diameter rata-rata kira-kira 7,8 mikrometer dan dengan ketebalan 2,5 mikrometer pada bagian yang paling tebal serta 1 mikrometer atau kurang di bagian tengahnya. Volume rata-rata sel darah merah adalah 90 sampai 95 mikrometer kubik.Bentuk sel darah merah dapat berubah-ubah ketika sel berjalan melewati kapiler. Sesungguhnya, sel darah merah merupakan suatu kantung yang dapat diubah menjadi berbagai bentuk. Selanjutnya, karena sel yang normal mempunyai kelebihan membran sel untuk menampung banyak zat di dalamnya, maka perubahan bentuk tadi tidak akan meregangkan membran secara hebat, dan sebagai akibatnya, sel tidak akan mengalami rupture, seperti yang terjadi pada banyak sel lainnya.Gambar 1, Sel darah merah1

Konsentrasi Sel-Sel Darah Merah dalam Darah. Pada pria normal, jumlah rata-rata sel darah merah per milimeter kubik adalah 5.200.000; pada wanita normal, 4.700.000. orang yang tinggal di dataran tinggi mempunyai jumlah sel darah meraj yang lebih besar. Jumlah Hemoglobin dalam Sel. Sel-sel darah merah mampu mengosentrasikan hemoglobin dalam cairan sel sampai sekitar 34 gram per 100 mililiter sel. Konsentrasi ini tak akan melebihi nilai tersebut, karena nilai ini merupakan batas metabolik mekanisme pembentukan hemoglobin sel. Selanjutnya, pada orang normal, persentase hemoglobin hampir selalu mendekati nilai maksimum dalam setiap sel. Namun, bila pembentukan hemoglobin dalam sumsum tulang berkurang, persentase hemoglobin dalam sel dapat turun sampai dibawah nilai tersebut, dan volume sel darah merah juga dapat menurun karena jumlah hemoglobin yang mengisi sel menjadi berkurang.Bila hematokrit (persentase sel darah merah normalnya 40 sampai 45 persen) dan jumlah hemoglobin dalam masing-masing sel bernilai normal, maka seluruh darah seorang pria rata-rata mengandung 15 gram hemoglobin per 100 mililiter sel; pada wanita rata-rata mengandung 14 gram per 100 mililiter sel.Setiap gram hemoglobin murni mampu berikatan dengan 1,34 mililiter oksigen. Oleh karena itu, pada seorang pria normal, jumlah maksimum sebanyak kira-kira 20 mililiter oksigen dapat dibawa dalam bentuk gabungan dengan hemoglobin per 100 mililiter darah, dan pada wanita normal, oksigen yang dapat diangkut sebesar 19 mililiter.1

B. Produksi Sel Darah MerahDaerah-Daerah Tubuh yang Memproduksi Sel Darah Merah. Dalam minggu-minggu pertama kehidupan embrio, sel-sel darah merah primitif yang berinti diproduksi di yolk sac. Selama pertengahan trimester masa gestasi, hati dianggap sebagai organ utama untuk memproduksi sel-sel darah merah, namun terdapat juga sel-sel darah merah dalam jumlah cukup banyak yang diproduksi di limpa dan kelenjar limfe. Lalu kira-kira selama bulan terakhir kehamilan dan sesudah lahir, sel-sel darah merah hanya diproduksi di sumsum tulang.

Diagram 1, Kecepatan relatif produksi sel darah merah di sumsum bermacam-macam tulang pada berbagai usia.1

Pada dasarnya sumsum tulang dari semua tulang memproduksi sel darah merah sampai seseorang berusia 5 tahun; tetapi sumsum tulang panjang, kecuali bagian proksimal humerus dan tibia, menjadi sangat berlemak dan tidak memproduksi sel-sel darah merah setelah berusia kurang lebih 20 tahun. Setelah usia ini, kebanyakan sel darah merah diproduksi dalam sumsum tulang membranosa, seperti vertebra, sternum, rusuk, ileum. Bahkan dalam tulang-tulang ini, sumsung tulang menjadi kurang produktif seiring dengan bertambahnya usia.1

C. Pembentukan Sel DarahSel Stem Hematopoietik Pluripoten, Penginduksi Pertumbuhan, dan Penginduksi Diferensiasi. Sel darah memulai kehidupannya di dalam sumsum tulang dari suatu tipe sel yang disebut sel stem hematopoietik pluripoten, yang merupakan asal dari semua sel dalam darah sirkulasi. Gambar 32-2 memperlihatkan urutan pembelahan sel-sel pluripoten untuk membentuk berbagai sel darah sirkulasi. Sewaktu sel-sel darah ini bereproduksi, ada sebagian kecil dari sel-sel ini yang bertahan persis seperti sel-sel pluripoten asalnya dan disimpan dalam sumsum tulang guna mempertahankan suplai sel-sel darah tersebut, walaupun jumlahnya berkurang seiring dengan pertambahan usia. Sebagian besar sel-sel yang direproduksi akan berdiferensiasi untuk membentuk sel-sel tipe lain yang diperlihatkan pada Gambar 32-2 sebelah kanan. Sel yang berada pada tahap pertengahan sangat mirip dengan sel stem pluripoten, walaupun sel-sel ini telah membentuk suatu jalur khusus pembelahan sel dan disebut commited stem cells. Berbagai commited stem cells, bila ditumbuhkan dalam biakan, akan menghasilkan koloni tipe sel darah yang spesifik. Suatu commited stem cells yang menghasilkan eritrosit disebut unit pembentuk koloni eritrosit, dan singkatan CFU-E digunakan untuk menandai jenis sel stem ini. Demikian pula, unit yang membentuk koloni granulosit dan monosit ditandai dengan singkatan CFU-GM, dan seterusnya.Pertumbuhan dan reproduksi berbagai sel stem diatur oleh bermacam-macam protein yang disebut penginduksi pertumbuhan. Telah dikemukakan empat penginduksi pertumbuhan yang utama dan masing-masing memiliki ciri khas tersendiri. Salah satunya adalah interleukin-3, yang memulai pertumbuhan dan reproduksi hampir semua jenis commited stem cells yang berbeda-beda, sedangkan yang lain hanya menginduksi pertumbuhan pada tipe-tipe sel yang spesifik.Penginduksi pertumbuhan akan memicu pertumbuhan dan bukan memicu diferensiasi sel-sel. Diferensiasi sel adalah fungsi dari rangkaian proses yang lain, yang disebut penginduksi diferensiasi. Masing-masing protein ini akan menghasilkan satu tipe commited stem cells untuk berdiferensiasi sebanyak satu langkah atau lebih menuju ke sel darah dewasa bentuk akhir.Pembentukan penginduksi pertumbuhan dan penginduksi diferensiasi itu sendiri dikendalikan oleh faktor-faktor di luar sumsum tulang. Contohnya, pada eritrosit (sel darah merah), paparan darah dengan oksigen yang rendah dalam waktu yang lama akan mengakibatkan induksi pertumbuhan, diferensiasi, dan produksi eritrosit dalam jumlah yang sangat banyak. Pada sel darah putih, penyakit infeksi akan menyebabkan pertumbuhan, diferensiasi, dan akhirnya pembentukan sel darah putih tipe tertentu yang diperlukan untuk memberantas setiap infeksi.Tahap-Tahap Diferensiasi Sel Darah Merah Sel pertama yang dapat dikenali sebagai bagian dari rangkaian sel darah merah adalah proeritroblas, yang tampak pada permulaan Gambar 2. Dengan rangsangan yang sesuai, sejumlah besar sel ini dibentuk dari sel-sel stem CFU-E. Gambar 2, Pembentukan berbagai sel darah yang berbeda-beda dari sel stem hematopoietic pluripoten asal (PHSC) dalam sumsum tulang.1Begitu proeritroblas ini terbentuk, maka ia akan membelah beberapa kali, sampai akhirnya membentuk banyak sel darah merah yang matur. Sel-sel generasi pertama ini disebut basofil eritroblas sebab dapat dipulas dengan zat warna basa, sel yang terdapat pada tahap ini mengumpulkan sedikit sekali hemoglobin. Pada generasi berikutnya, seperti yang tampak pada Gambar 3, sel sudah dipenuhi oleh hemoglobin sampai konsentrasi sekitar 34 persen, nukleus memadat menjadi kecil, dan sisa akhirnya diabsorbsi atau didorong keluar dari sel. Pada saat yang sama, retikulum endoplasma direabsorbsi. Sel pada tahap ini disebut retikulosit karena masih mengandung sejumlah kecil materi basofilik, yaitu terdiri dari sisa-sisa Aparatus Golgi, mitokondria, dan sedikit organel sitoplasma lainnya. Selama tahap retikulosit ini, sel-sel berjalan dari sumsung tulang masuk ke dalam kapiler darah dengan cara diapedesis (terperas melalui pori-pori membran kapiler).

Gambar 3, Pembentukan sel darah merah (SDM), dan karakteristik sel darah merah dalam berbagai tipe anemia.1Pengaturan Produksi Sel Darah Merah Peran Eritropoietin. Jumlah total sel darah merah dalam sistem sirkulasi diatur dalam kisaran batas yang kecil, sehingga (1) sejumlah sel darah merah yang adekuat selalu tersedia untuk mengangkut oksigen yang cukup dari paru-paru ke jaringan, namun (2) sel-sel tersebut tidak menjadi berlimpah ruah sehingga aliran darah tidak terhambat. Hal-hal yang kita ketahui tentang mekanisme pengaturan ini diperlihatkan pada Gambar 4 dan dalam pembahasan sebagai berikut.

Gambar 4, Fungsi mekanisme eritropoietin untuk meningkatkan produksi sel darah merah ketika oksigenasi jaringan berkurang.1

Oksigenasi Jaringan Adalah Pengatur Utama Produksi Sel Darah Merah. Setiap keadaan yang menyebabkan penurunan transportasi sejumlah oksigen ke jaringan biasanya akan meningkatkan kecepatan produksi sel darah merah. Jadi, bila seseorang menjadi begitu anemis akibat adanya perdarahan atau kondisi lainnya, maka sumsum tulang segera memulai produksi sejumlah besar sel darah merah. Selain itu, bila terjadi kerusakan pada sebagian besar sumsum tulang akibat sebab apapun, terutama oleh terapi dengan sinar-x, akan mengakibatkan hiperplasia sumsum tulang yang tersisa, dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan sel darah merah dalam tubuh.Di dataran yang sangat tinggi, dengan jumlah oksigen dalam udara yang sangat rendah, oksigen yang dalam jumlah yang tidak cukup itu diangkut ke jaringan, dan produksi sel darah merah yang sangat meningkat. Dalam hal ini, bukan konsentrasi sel darah merah dalam darah yang mengatur produksi sel, melainkan jumlah oksigen yang diangkut ke jaringan dalam hubungannya dengan kebutuhan jaringan akan oksigen.Eritropoietin Merangsang Produksi Sel Darah Merah, dan Pembentukannya Meningkat Sebagai Respons Terhadap Hipoksia. Stimulus utama yang dapat merangsang produksi sel darah merah dalam keadaan oksigen yang rendah adalah hormon dalam sirkulasi yang disebut eritropoietin, yaitu suatu glikoprotein dengan berat molekul kira-kira 34.000. Tanpa adanya eritropoietin, keadaan hipoksia tidak akan berpengaruh atau pengaruhnya sedikit sekali dalam perangsangan produksi sel darah merah. Akan tetapi, bila sistem eritropoietin ini berfungsi, maka hipoksia akan menimbulkan peningkatan produksi eritropoietin yang nyata, dan eritropoietin selanjutnya akan memperkuat produksi sel darah merah sampai hipoksia mereda.Peran Ginjal dalam Pembentukan Eritropoietin. Pada orang normal, kira-kira 90% dari seluruh eritropoietin dibentuk dalam ginjal; sisanya terutama dibentuk di hati. Bagian ginjal tempat pembentukan eritropoietin masih belum diketahui dengan pasti. Ada suatu kemungkinan yang cukup kuat bahwa eritropoietin disekresi oleh sel epitel tubulus renal, karena darah yang anemis tidak mampu menghantarkan cukup oksigen dari kapiler peri tubulus ke sel tubulus yang sangat banyak mengonsumsi oksigen, sehingga merangsang produksi eritropoietin.Kadang-kadang, keadaan hipoksia di bagian tubuh lainnya, tetapi bukan di ginjal, akan merangsang sekresi eritropoietin ginjal. Hal ini menunjukkan bahwa mungkin terdapat beberapa sensor di luar ginjal yang mengirimkan sinyal tambahan ke ginjal untuk memproduksi hormon tersebut. Khususnya, baik norepinefrin maupun epinefrin serta beberapa prostaglandin akan merangsang produksi eritropoietin.Bila kedua ginjal seseorang diangkat atau rusak akibat penyakit ginjal, maka orang tersebut akan menjadi sangat anemis, sebab 10% eritropoietin normal yang dibentuk di jaringan lain (terutama di hati) hanya cukup menyediakan sepertiga sampai setengah dari produksi sel darah merah yang diperlukan oleh tubuh.Pengaruh Eritropoietin dalam Pembentukan Sel-Sel Darah Merah. Bila kita menempatkan seekor binatang atau seseorang dalam atmosfer yang kadar oksigennya rendah, eritropoietin akan mulai dibentuk dalam beberapa menit sampai beberapa jam, dan produksinya mencapai maksimum dalam waktu 24 jam. Namun, hampir tidak dijumpai adanya sel darah merah baru dalam sirkulasi darah sampai 5 hari kemudian. Berdasarkan fakta ini, dan penelitian lain, sudah dapat ditentukan bahwa pengaruh utama eritropoietin adalah merangsang produksi proeritroblas dari sel stem hematopoietik di sumsum tulang. Selain itu, begitu proeritroblas terbentuk, maka eritropoietin juga menyebabkan sel-sel ini dengan cepat melalui berbagai tahap eritroblastik ketimbang pada keadaan normal. Hal tersebut akan lebih mempercepat produksi sel darah merah yang baru. Cepatnya produksi sel ini terus berlangsung selama orang tersebut tetap dalam keadaan oksigen rendah, atau sampai jumlah sel darah merah yang telah terbentuk cukup untuk mengangkut oksigen dalam jumlah yang memadai ke jaringan walaupun kadar oksigennya rendah; pada saat ini, kecepatan produksi eritropoietin menurun sampai kadar tertentu yang akan mempertahankan jumlah sel darah merah yang dibutuhkan, namun tidak sampai berlebihan.Bila tidak ada eritropoietin, sumsum tulang hanya membentuk sedikit sel darah merah. Pada keadaan lain yang ekstrem, bila jumlah eritropoietin yang terbentuk sangat banyak, dan jika tersedia sejumlah besar zat besi dan zat nutrisi lainnya yang diperlukan, maka kecepatan produksi sel darah merah dapat meningkat sampai sepuluh kali lipat atau lebih dibandingkan keadaan normal. Oleh karena itu, mekanisme eritropoietin dalam pengaturan produksi sel darah merah merupakan suatu mekanisme yang kuat.Pematangan Sel Darah MerahKebutuhan Vitamin B12 (Sianokobalamin) dan Asam Folat. Karena adanya kebutuhan yang berkesinambungan untuk memenuhi sel darah merah, maka sel eritropoietik sumsum tulang merupakan salah satu sel yang tumbuh dan bereproduksi paling cepat di seluruh tubuh. Oleh karena itu, seperti yang diperkirakan, pematangan dan kecepatan produksinya sangat dipengaruhi oleh status nutrisi seseorang. Dua vitamin yang khususnya penting untuk pematangan akhir sel darah merah adalah, vitamin B12 dan asam folat. Keduanya penting untuk sintesis DNA karena masing-masing vitamin dengan cara yang berbeda dibutuhkan untuk pembentukan timidin trifosfat, yaitu salah satu zat pembangun esensial DNA. Oleh karena itu, kurangnya vitamin B12 atau asam folat dapat menyebabkan abnormalitas dan pengurangan DNA dan akibatnya adalah, kegagalan pematangan inti dan pembelahan sel. Selanjutnya, sel-sel eritroblastik pada sumsum tulang, selain gagal berproliferasi secara cepat, akan menghasilkan sel darah merah yang lebih besar dari normal, disebut makrosit, dan sel itu sendiri mempunyai membran yang sangat lemah dan seringkali berbentuk tidak teratur, besar, dan oval berbeda dengan bentuk lempeng bikonkaf yang biasa. Sel yang berbentuk kurang baik ini, setelah masuk dalam darah sirkulasi, mampu mengangkut oksigen secara normal, akan tetapi kerapuhannya menyebabkan sel tersebut memiliki masa hidup yang pendek, yakni setengah sampai sepertiga normal. Oleh karena itu, dikatakan bahwa defisiensi vitamin B12 atau asam folat dapat menyebabkan kegagalan pematangan dalam proses eritropoiesis.1D. Pembentukan HemoglobinSintesis hemoglobin dimulai dalam proeritroblas dan berlanjut bahkan dalam stadium retikulosit pada pembentukan sel darah merah. Oleh karena itu, ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran darah, retikulosit tetap membentuk sejumlah kecil hemoglobin satu hari sesudah dan seterusnya sampai sel tersebut menjadi eritrosit yang matur.Gambar 5 memperlihatkan tahap dasar kimiawi pembentukan hemoglobin. Mula-mula, suksinil-KoA, yang dibentuk dalam siklus Krebs berikatan dengan glisin untuk membentuk molekul pirol. Kemudian, empat pirol bergabung untuk membentuk protoporfirin IX, yang kemudian bergabung dengan besi untuk membentuk molekul heme. Akhirnya, setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang, yaitu globin yang disintesis oleh ribosom, membentuk suatu subunit hemoglobin yang disebut rantai hemoglobin (Gambar 6). Tiap-tiap rantai mempunyai berat molekul kira-kira 16.000; empat rantai ini selanjutnya akan berikatan longgar satu sama lain untuk membentuk molekul hemoglobin yang lengkap. Gambar 5, Pembentukan Hemoglobin.1

Terdapat beberapa variasi kecil di berbagai rantai subunit hemoglobin, bergantung pada susunan asam amino di bagian polipeptidanya. Tipe-tipe rantai ini disebut rantai alfa, rantai beta, rantai gamma, dan rantai delta. Bentuk hemoglobin yang paling umum pada orang dewasa, yaitu hemoglobin A, merupakan kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai beta. Hemoglobin A mempunyai berat molekul 64.458.Gambar 6, Struktur dasar molekul hemoglobin, memperlihatkan satu dari empat rantai heme yang berikatan bersama-sama untuk membentuk molekul hemoglobin.1

Karena setiap rantai hemoglobin mempunyai sebuah gugus prostetik heme yang mengandung satu atom besi, dan karena adanya empat rantai hemoglobin di setiap molekul hemoglobin, kita dapat menemukan adanya empat atom besi di setiap molekul hemoglobin; setiap atom ini dapat berikatan longgar dengan satu molekul oksigen, sehingga empat molekul oksigen (atau delapan atom oksigen) dapat diangkut oleh setiap molekul hemoglobin.Tipe rantai hemoglobin pada molekul hemoglobin menentukan afinitas ikatan hemoglobin terhadap oksigen. Abnormalitas rantai ini dapat mengubah ciri-ciri fisik molekul hemoglobin. Contohnya, pada anemia sel sabit, asam amino valin digantikan oleh asam glutamat pada satu titik, masing-masing di kedua rantai beta. Jika tipe hemoglobin ini terpapar dengan oksigen berkadar rendah, akan terbentuk kristal panjang di dalam sel-sel darah merah yang panjangnya kadang-kadang mencapai 15 mikrometer. Hal ini membuat sel-sel tersebut hampir tidak mungkin melewati kapiler-kapiler kecil, dan ujung kristal tersebut yang tajam cenderung merobek membran sel, sehingga terjadi anemia sel sabit.Kombinasi Hemoglobin dengan Oksigen. Gambaran paling penting dari molekul hemoglobin adalah kemampuannya untuk dapat berikatan secara longgar dengan reversibel dengan oksigen. Kemampuan ini erat kaitannya dengan pernapasan, karena fungsi utama hemoglobin dalam tubuh adalah bergabung dengan oksigen dalam paru dan kemudian melepaskan oksigen ini di dalam kapiler jaringan perifer yang tekanan gas oksigennya jauh lebih rendah daripada di paru-paru.Oksigen tidak bergabung dengan dua ikatan positif besi dalam molekul hemoglobin. Malahan, berikatan secara longgar dengan salah satu ikatan yang disebut ikatan koordinasi atom besi. Ikatan ini begitu longgarnya sehingga gabungan tersebut bersifat sangat reversibel. Selanjutnya, oksigen diangkut ke jaringan bukan dalam bentuk ion melainkan dalam bentuk molekul (yang terdiri dari dua atom oksigen), yang karena longgarnya dan sangat reversibel, oksigen dilepaskan ke dalam cairan jaringan dalam bentuk molekul, dan bukan dalam bentuk ion.Metabolisme Besi. Karena besi tidak hanya penting untuk pembentukan hemoglobin namun juga untuk elemen penting lainnya (contohnya, mioglobin, sitokrom, sitokrom oksidase, peroksidase, katalase), kita harus mengerti cara besi itu digunakan di dalam tubuh. Jumlah total besi rata-rata dalam tubuh sebesar 4 sampai 5 gram, dan kira-kira 65 persennya dijumpai dalam bentuk hemoglobin. Sekitar 4 persennya dalam bentuk mioglobin, 1 persennya dalam bentuk variasi senyawa heme yang memicu oksidasi intrasel, 0,1 persen bergabung dengan protein transferin dalam plasma darah, dan sekitar 15 sampai 30 persen disimpan untuk penggunaan selanjutnya terutama di sistem retikuloendotelial dan sel parenkim hati, khususnya dalam bentuk feritin.Pengangkutan dan Penyimpanan Besi. Pengangkutan, penyimpanan, dan metabolism besi dalam tubuh diilustrasikan pada Gambar 7 dan dapat dijelaskan sebagai berikut: Ketika besi diabsorbsi dari usus halus, besi tersebut segera bergabung di dalam plasma darah dengan beta globulin, yakni apotransferin, untuk membentuk transferin, yang selanjutnya diangkut dalam plasma. Besi ini berikatan secara longgar di dalam transferin dan, akibatnya dapat dilepaskan ke setiap sel jaringan di setiap tempat dalam tubuh. Kelebihan besi dalam darah disimpan terutama di hepatosit hati dan sedikit di sel retikuloendotelial sumsum tulang.Dalam sitoplasma sel, besi ini bergabung terutama dengan suatu protein, yakni apoferitin, untuk membentuk feritin. Apoferitin mempunyai berat molekul kira-kira 460.000, dan berbagai jumlah besi dapat bergabung dalam bentuk kelompok radikal besi dengan molekul besar ini; oleh karena itu, feritin mungkin hanya mengandung sedikit besi atau bahkan sejumlah besar besi. Besi yang disimpan sebagai feritin ini disebut besi cadangan.Gambar 7, Pengangkutan besi dan metabolismenya.

Di tempat penyimpanan, terdapat besi yang disimpan dalam jumlah yang lebih sedikit dan bersifat sangat tidak larut, disebut hemosiderin. Hal ini terjadi bila jumlah total besi dalam tubuh melebihi jumlah yang dapat ditampung oleh tempat penyimpanan apoferitin. Hemosiderin membentuk kelompok besar dalam sel yang dapat dilihat secara mikroskopis sebagai partikel besar. Sebaliknya, partikel feritin begitu kecil dan tersebar sehingga biasanya hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron.Bila jumlah besi dalam plasma sangat rendah, beberapa besi yang terdapat di tempat penyimpanan feritin dilepaskan dengan mudah dan diangkut dalam bentuk transferin di dalam plasma ke area tubuh yang membutuhkan. Karakteristik unik dari molekul transferin adalah, bahwa molekul ini berikatan erat dengan reseptor pada membran sel eritroblas di sumsum tulang. Selanjutnya, bersama dengan besi yang terikat, transferin masuk ke dalam eritroblas dengan cara endositosis. Di dalam eritroblas, transferin melepaskan besi secara langsung ke mitokondria, tempat heme di sintesis. Pada orang-orang yang tidak mempunyai transferin dalam jumlah cukup di dalam darahnya, kegagalan pengangkutan besi ke eritroblas dengan cara tersebut dapat menyebabkan anemia hipokrom yang beratyakni, sel darah merah mengandung lebih sedikit hemoglobin daripada sel yang normal.Bila masa hidup sel darah merah telah habis dan sel telah dihancurkan, maka hemoglobin yang dilepaskan dari sel akan dicerna oleh makrofag-monosit. Di sini, terjadi pelepasan besi bebas, dan disimpan terutama di tempat penyimpanan feritin yang akan digunakan sesuai kebutuhan untuk pembentukan hemoglobin baru.Besi yang Terbuang dalam Sehari. Setiap hari, seorang pria mengekskresikan sekitar 0,6 miligram besi, terutama dalam tinja. Bila terjadi perdarahan, maka jumlah besi yang hilang akan lebih banyak lagi. Pada wanita, hilangnya darah menstruasi mengakibatkan kehilangan besi jangka panjang rata-rata sekitar 1,3 mg/hari.Absorbsi Besi dari Traktus Intestinal. Besi diabsorbsi dari semua bagian usus halus, sebagian besar melalui mekanisme berikut. Hati menyekresi apotransferin dalam jumlah sedamg ke dalam empedu yang mengalir melalui duktus biliaris ke dalam duodenum. Di tempat ini, apotransferin berikatan dengan besi bebas dan juga dengan senyawa besi tertentu seperti hemoglobin dan mioglobin dari daging, yaitu dua sumber besi terpenting dalam diet. Kombinasi ini disebut transferin. Kombinasi ini selanjutnya tertarik dan berikatan dengan reseptor pada membran sel epitel khusus. Kemudian, dengan cara pinositosis, molekul transferin yang membawa besi bersamanya, akan diabsorbsi ke dalam sel epitel dan kemudian dilepaskan ke dalam kapiler darah yang berada di bawah sel ini dalam bentuk transferin plasma.Absorbsi besi dari usus berlangsung sangat lambat, dengan kecepatan maksimum hanya beberapa milligram per hari. Ini berarti bahwa meskipun dalam makanan terdapat sejumlah besar besi, hanya sebagian kecil saja yang dapat diabsorbsi.Pengaturan Jumlah Total Besi Tubuh dengan Mengatur Kecepatan Absorbsi. Bila tubuh menjadi jenuh dengan besi sehingga seluruh apoferitin di tempat cadangan besi sudah terikat dengan besi, kecepatan absorbsi besi tambahan dari traktus intestinalis akan sangat menurun. Sebaliknya, bila cadangan besi sangat berkurang, maka kecepatan absorbsinya akan bertambah, mungkin sampai 5 kali atau lebih dibandingkan kecepatan normal. Jadi, jumlah total besi dalam tubuh diatur terutama dengan mengubah kecepatan absorbsinya.1

E. Masa Hidup dan Penghancuran Sel Darah MerahKetika sel darah merah dihantarkan dari sumsum tulang masuk ke dalam sistem sirkulasi, sel tersebut normalnya akan bersirkulasi rata-rata selama 120 hari sebelum dihancurkan. Walaupun sel darah merah yang matur tidak mempunyai inti, mitokondria, atau retikulum endoplasma, sel tersebut mempunyai enzim-enzim sitoplasma yang mampu melakukan metabolisme glukosa dan membentuk sejumlah kecil adenosine trifosfat. Enzim tersebut juga mampu (1) mempertahankan kelenturan membran sel; (2) mempertahankan transpor ion melalui membran; (3) menjaga besi hemoglobin sel agar tetap dalam bentuk fero, bukan dalam bentuk feri, dan (4) mencegah oksidasi protein di dalam sel darah merah. Meskipun demikian, sistem metabolik dalam sel darah merah yang tua secara progresif makin kurang aktif, dan sel menjadi semakin rapuh, diduga karena proses kehidupannya sudah banyak yang terpakai.Begitu membran sel darah merah menjadi rapuh, sel tersebut bisa robek sewaktu melewati tempat-tempat yang sempit di sirkulasi. Di limpa akan dijumpai banyak sel darah merah yang hancur, karena sel-sel ini terperas sewaktu melalui pulpa merah limpa. Ruangan di antara struktur trabekula pulpa merah, yang harus dilalui oleh sebagian besar sel, lebarnya hanya 3 mikrometer, dibandingkan dengan sel darah merah yang berdiameter 8 mikrometer. Penguraian Hemoglobin. Hemoglobin yang dilepaskan dari sel sewaktu sel darah merah pecah, akan segera difagosit oleh sel-sel makrofag di banyak bagian tubuh, namun terutama oleh sel-sel Kupffer hati, makrofag limpa dan makrofag sumsum tulang. Selama beberapa jam atau beberapa hari sesudahnya, makrofag akan melepaskan besi yang didapat dari hemoglobin dan menghantarkannya kembali ke dalam darah dan diangkut oleh transferin ke sumsum tulang untuk membentuk sel darah merah baru, atau ke hati dan jaringan lainnya untuk disimpan dalam bentuk feritin. Bagian porfirin dari molekul hemoglobin diubah oleh makrofag melalui serangkaian tahap menjadi pigmen empedu bilirubin, yang dilepaskan ke dalam darah dan kemudian dikeluarkan dari tubuh oleh sekresi melalui hati ke dalam cairan empedu.1BAB IIIPEMBAHASAN

A. SkenarioLBM IITubuhku LemasSeorang perempuan berusia 35 tahun datang ke puskesmas mengeluh lemas sejak satu bulan. Pasien juga mengeluh ngos-ngosan (bernafas cepat) ketika naik tangga. Dari pemeriksaan didapatkan tekanan darah 110/70mmHg, denyut nadi 100x/menit, frekuensi napas 22x/menit, mukosa konjungtiva pucat, suara jantung dalam batas normal. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 7 g/dL, MCV 65 fL, MCH 23 pg. Kemudian dokter melakukan pemeriksaan lebih lanjut pada pasien.B. Terminologi1. MCV (Mean Corpuscular Volume) : Volume rata-rata sel darah merah di dalam sirkulasi. MCV merupakan pemeriksaan penting dalam pemeriksaan laboratorium Penghitungan Darah Lengkap.22. MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin) : Massa rata-rata dari hemoglobin yang ada di setiap sel darah merah yang dijadikan sampel pemeriksaan. Pengukuran MCH juga salah satu bagian dari Penghitungan Darah Lengkap.3

C. Permasalahan1. Apa yang menyebabkan pasien lemas, ngos-ngosan ketika naik tangga dan mukosa konjungtivanya pucat?2. Berapakah kadar eritrosit normal manusia?3. Apa itu anemia? Berikan beberapa contoh anemia!4. Pemeriksaan penunjang apa saja yang dapat dilakukan untuk pemeriksaan anemia defisiensi besi?

D. Pembahasan1. Lemas : Tubuh kita dalam melakukan fungsi pembentukan energi melalui dua cara yaitu aerob atau dengan menggunakan oksigen dan anaerob atau tanpa oksigen. Tubuh pasien lemas akibat hasil sampingan dari metabolisme anaerob sendiri yang berupa asam laktat. Penumpukan asam laktat yang berakibat pada kelelahan otot yang akhirnya menyebabkan tubuh menjadi lemas.1Nafas ngos-ngosan : Bernafas cepat merupakan salah satu bentuk kompensasi tubuh dalam menghadapi kekurangan oksigen. Dengan bernafas lebih cepat maka pertukaran antara karbon dioksida dan oksigen dapat terjadi lebih cepat sehingga tubuh bisa melanjutkan metabolismenya.1Mukosa konjungtiva pucat : Hal ini berhubungan dengan fungsi haemoglobin dalam mengikat oksigen. Sel darah merah akan berwarna merah terang ketika berikatan dengan oksigen dan akan berwarna gelap atau pucat tanpa adanya oksigen. Ikatan ini terjadi antara haemoglobin darah dengan oksigen yang akhirnya akan menghasilkan oksihemoglobin.5 PriaWanita

Eritrosit (juta/l)4,5-5,94-5

Hemoglobin (g/dl)13,5 17,511,5 15,5

Hematokrit (PCV)40-50 %36-38 %

Hitungan Eritrosit (x1012/L)4,6-6,53,9-5,6

Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata/ MCH (pg)27-3427-34

Volume Eritrosit Rata-Rata/MCV (fl)80-9580-95

Konsentrasi Hemoglobin dan Eritrosit Rata rata30-3530-35

Hitungan Retikulosit25-12525-125

2. Nilai Normal Eritrosit dewasa

*Pada anak-anak nilai hemoglobin normal adalah 15,0- 21,0 g/dl; 3 bulan 9,5-12,5 gr/dl satu tahun hingga pubertas 11,0- 13,5 gr/dl. PCV (packed cell volume).4

3. Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya 1 atau lebih parameter sel darah merah: konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah. Anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 13 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita (WHO).7Gejala dan tanda anemia bergantung pada derajat dan kecepatan terjadinya anemia, juga kebutuhan oksigen penderita. Gejala akan lebih ringan pada anemia yang terjadi perlahan-lahan, karena ada kesempatan bagi mekanisme homeostatik untuk menyesuaikan dengan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen.

Gejala anemia disebabkan oleh 2 faktor : Berkurangnya pasokan oksigen ke jaringan Adanya hipovolemia (pada penderita dengan perdarahan akut dan masif )

Pasokan oksigen dapat dipertahankan pada keadaan istirahat dengan mekanisme kompensasi peningkatan volume sekuncup, denyut jantung dan curah jantung pada kadar Hb mencapai 5 g% (Ht 15%). Gejala timbul bila kadar Hb turun di bawah 5 g%, pada kadar Hb lebih tinggi selama aktivitas atau ketika terjadi gangguan mekanisme kompensasi jantung karena penyakit jantung yang mendasarinya.Gejala utama adalah sesak napas saat beraktivitas,sesak pada saat istirahat, fatigue, gejala dan tanda keadaan hiperdinamik (denyut nadi kuat, jantung berdebar, dan roaring in the ears). Pada anemia yang lebih berat, dapat timbul letargi, konfusi, dan komplikasi yang mengancam jiwa (gagal jantung, angina, aritmia dan/atau infark miokard).Anemia yang disebabkan perdarahan akut berhubungan dengan komplikasi berkurangnya volume intraseluler dan ekstraseluler. Keadaan ini menimbulkan gejala mudah lelah, lassitude (tidak bertenaga), dan kram otot. Gejala dapat berlanjut menjadi posturaldizzines, letargi, sinkop; pada keadaan berat,dapat terjadi hipotensi persisten, syok, dan kematian.7

PENYEBABTerdapat dua pendekatan untuk menentukan penyebab anemia: Pendekatan kinetikPendekatan ini didasarkan pada mekanisme yang berperan dalam turunnya Hb. Pendekatan morfologiPendekatan ini mengkategorikan anemia berdasarkan perubahan ukuran eritrosit (Mean corpuscular volume/MCV) dan respons retikulosit.

Pendekatan kinetikAnemia dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari 3 mekanisme independen : Berkurangnya produksi sel darah merah Meningkatnya destruksi sel darah merah Kehilangan darah.

Berkurangnya produksi sel darah merahAnemia disebabkan karena kecepatan produksi sel darah merah lebih rendah dari destruksinya.Penyebab berkurangnya produksi sel darah merah : Kekurangan nutrisi: Fe, B12, atau folat; dapat disebabkan oleh kekurangan diet, malaborpsi (anemia pernisiosa, sprue) atau kehilangan darah (defi siensi Fe) Kelainan sumsum tulang (anemia aplastik, pure red cell aplasia, mielodisplasia, inflitrasi tumor) Supresi sumsum tulang (obat, kemoterapi,radiasi) Rendahnya trophic hormone untuk stimulasi produksi sel darah merah (eritropoietin pada gagal ginjal, hormon tiroid [hipotiroidisme] dan androgen [hipogonadisme]) Anemia penyakit kronis/anemia inflamasi, yaitu anemia dengan karakteristik berkurangnya Fe yang efektif untuk eritropoiesis karena berkurangnya absorpsi Fe dari traktus gastrointestinal dan berkurangnya pelepasan Fe dari makrofag, berkurangnya kadar eritropoietin (relatif ) dan sedikit berkurangnya masa hidup erirosit.

Peningkatan destruksi sel darah merahAnemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan karena berkurangnya masa hidupsel darah merah (kurang dari 100 hari). Pada keadaan normal, umur sel darah merah 110-120 hari.Anemia hemolitik terjadi bila sumsum tulang tidak dapat mengatasi kebutuhan untuk menggganti lebih dari 5% sel darah merah/hari yang berhubungan dengan masa hidup sel darah merah kira-kira 20 hari.7

Pendekatan morfologiPenyebab anemia dapat diklasifi kasikan berdasarkan ukuran sel darah merah pada apusan darah tepi dan parameter automatic cell counter. Sel darah merah normal mempunyai volume 80-96 femtoliter (1 fL = 10-15 liter) dengan diameter kira-kira 7-8 micron, sama dengan inti limfosit kecil. Sel darah merah yang berukuran lebih besar dari inti limfosit kecil pada apus darah tepi disebut makrositik. Sel darah merah yang berukuran lebih kecil dari inti limfosit kecil disebut mikrositik. Automatic cell counter memperkirakan volume sel darah merah dengan sampel jutaan sel darah merah dengan mengeluarkan angka mean corpuscular volume (MCV) dan angka dispersi mean tersebut. Angka dispersi tersebut merupakan koefisien variasi volume sel darah merah atau RBC distribution width (RDW). RDW normal berkisar antara 11,5-14,5%. Peningkatan RDW menunjukkan adanya variasi ukuran sel.

Berdasarkan pendekatan morfologi, anemia diklasifikasikan menjadi: Anemia makrositik Anemia mikrositik Anemia normositik

Anemia makrositikAnemia makrositik merupakan anemia dengan karakteristik MCV di atas 100 fL. Anemia makrositik dapat disebabkan oleh: Peningkatan retikulositPeningkatan MCV merupakan karakteristik normal retikulosit. Semua keadaan yang menyebabkan peningkatan retikulosit akan memberikan gambaran peningkat-an MCV. Metabolisme abnormal asam nukleat pada prekursor sel darah merah (defi siensi folat atau cobalamin, obat-obat yang mengganggu sintesa asam nukleat: zidovudine, hidroksiurea) Gangguan maturasi sel darah merah (sindrom mielodisplasia, leukemia akut) Penggunaan alkohol_ Penyakit hati_ Hipotiroidisme.8

Anemia mikrositikAnemia mikrositik merupakan anemia dengan karakteristik sel darah merah yang kecil (MCV kurang dari 80 fL). Anemia mikrositik biasanya disertai penurunan hemoglobin dalam eritrosit. Dengan penurunan MCH ( mean concentration hemoglobin) dan MCV, akan didapatkan gambaran mikrositik hipokrom pada apusan darah tepi.6

Penyebab anemia mikrositik hipokrom: Berkurangnya Fe: anemia defisiensi Fe, anemia penyakit kronis/anemia inflamasi, defisiensi tembaga. Berkurangnya sintesis heme: keracunan logam, anemia sideroblastik kongenital dan didapat. Berkurangnya sintesis globin: talasemia dan hemoglobinopati.6

Anemia normositikAnemia normositik adalah anemia dengan MCV normal (antara 80-100 fL). Keadaan ini dapat disebabkan oleh: Anemia pada penyakit ginjal kronik. Sindrom anemia kardiorenal: anemia, gagal jantung, dan penyakit ginjal kronik. Anemia hemolitik:_Anemia hemolitik karena kelainan intrinsiksel darah merah: Kelainan membrane (sferositosis herediter), kelainan enzim (defi siensi G6PD), kelainan hemoglobin (penyakit sickle cell)._ Anemia hemolitik karena kelainan ekstrinsik sel darah merah: imun, autoimun (obat,virus, berhubungan dengan kelainan limfoid,idiopatik), alloimun (reaksi transfusi akut dan lambat, anemia hemolitik neonatal), mikroangiopati (purpura trombositopenia trombotik, sindrom hemolitik uremik), infeksi (malaria), dan zat kimia (bisa ular).9

4. A. Pemeriksaan Laboratorium1. Hemoglobin (Hb)Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukandengan menggunakan alat sederhana seperti Hb sachli, yang dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan, yaitu trimester I dan III.2. Penentuan Indeks EritrositPenentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri atau menggunakan rumus:a. Mean Corpusculer Volume (MCV)MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai berkembang. MCV merupakan indikator kekurangan zat besi yang spesiflk setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.b. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg.c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35% dan hipokrom < 30%.3. Pemeriksaan Hapusan Darah PeriferPemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk inti, sitoplasma sel darah merah. Dengan menggunakan flowcytometry hapusan darah dapat dilihat pada kolom morfology flag. Universitas Sumatera Utara4. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk membuat klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum, jenuh transferin, ataupun serum feritin. MCV rendah bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari kekurangan zat besi, dan apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin dianggap menjadi diagnostik. Nilai normal 15 %.5. Eritrosit Protoporfirin (EP)EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan. EP naik pada tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam individu, sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap variasi individu yang luas. EP secara luas dipakai dalam survei populasi walaupun dalam praktik klinis masih jarang.6. Besi Serum (Serum Iron = SI)Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi serum karena variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status besi yang spesifik.7. Serum Transferin (Tf)Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama dengan besi serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat menurun secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan.8. Transferrin Saturation (Jenuh Transferin)Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi, merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum tulang. Penurunan jenuh transferin dibawah 10% merupakan indeks kekurangan suplai besi yang meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit. Jenuh transferin dapat menurun pada penyakit peradangan. Tingkat jenuh transferin yang menurun dan serum feritin sering dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi.Jenuh transferin dapat diukur dengan perhitungan rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi total (TIBC), yaitu jumlah besi yang bisa diikat secara khusus oleh plasma.9. Serum FeritinSerum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai dalam praktek klinik dan pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan semua cadangan besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik untuk kekurangan zat besi.Rendahnya serum feritin menunjukan serangan awal kekurangan zat besi, tetapi tidak menunjukkan beratnya keHkurangan zat besi karena variabilitasnya sangat tinggi. Penafsiran yang benar dari serum feritin terletak pada pemakaian range referensi yang tepat dan spesifik untuk usia dan jenis kelamin. Konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada wanita dari pria, yang menunjukan cadangan besi lebih rendah pada wanita. Serum feritin pria meningkat pada dekade kedua, dan tetap stabil atau naik secara lambat sampai usia 65 tahun. Pada wanita tetap saja rendah sampai usia 45 tahun, dan mulai meningkat sampai sama seperti pria yang berusia 60-70 tahun, keadaan ini mencerminkan penghentian mensturasi dan melahirkan anak. Pada wanita hamil serum feritin jatuh secara dramatis dibawah 20 ug/l selama trimester II dan III bahkan pada wanita yang mendapatkan suplemen zat besi. Serum feritin adalah reaktan fase akut, dapat juga meningkat pada inflamasi kronis, infeksi, keganasan, penyakit hati, alkohol. Serum feritin diukur dengan mudah memakai Essay immunoradiometris (IRMA), Radioimmunoassay (RIA), atau Essay immunoabsorben (Elisa).10BAB IVPENUTUP

KesimpulanJadi, sel darah merah dan haemoglobin saat penting perannya bagi tubuh manusia karena berfungsi untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan dan juga mengangkut karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru. Mulai dari produksinya di sumsum tulang hingga penghancuran sel darah merah di limpa dan pembuluh darah, semua proses itu dibutuhkan oleh tubuh demi menjaga keseimbang dalam tubuh.Kekurangan dari sel darah merah maupun haemoglobin dapat menyebabkan tubuh kekurangan oksigen sehingga proses reaksi yang membutuhkan oksigen akan menurun. Hal ini dapat terjadi pada kasus-kasus tertentu seperti anemia. Tubuh terpaksa melakukan metabolisme anaerob dengan efek samping yaitu penumpukan asam laktat yang menyebabkan tubuh menjadi lemas. Nafas cepat merupakan kompensasi tubuh akibat kekurangan oksigen. Pasien dalam skenario mengalami anemia mikrositer dilihat dari MCVnya yang kurang dari 80 fL. Namun, diperlukan pemeriksaan lebih lanjut apakah pasien menderita anemia defisiensi besi atau tidak, karena contoh anemia mikrositer bukan hanya anemia defisiensi besi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Arthur C. Guyton dan John E. Hall. 2010. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC (hlm : 439-448)2. Stanley L Schrier, MD Stephen A Landaw, MD, PhD (30 September 2011)."Mean corpuscular volume". http://www.uptodate.com/contents/mean-corpuscular-volume Diakses 23-06-2014 3. MedlinePlus Medical Encyclopedia: RBC indices. Mean Corpuscular Haemoglobin. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003648.htm#Why%20the%20test%20is%20performed. Diakses 23-06-20144. A.V. Hoffbrand, J.E. Petit, P.A.H. Moss. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Edisi 4. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC5. Biology @ Davidson. Web. "Hemoglobin Home". http://www.bio.davidson.edu/Courses/Molbio/MolStudents/spring2005/Heiner/hemoglobin.html. Diakses 25-06-20146. Iolascon A, De Falco L, Beaumont C (January 2009)."Molecular basis of inherited microcytic anemia due to defects in iron acquisition or heme synthesis". Haematologica94(3): 3954087. Bakta, I.M . 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.8. Schrier SL (January 2011). eMedicine. Macrocytosis http://emedicine.medscape.com/article/203858-overview Diakses 25-06-20149. Brill JR, Baumgardner DJ (November 2000)."Normocytic anemia".Am Fam Physician62(10): 22556410. Riswan, Muhammad (2003). Anemia Defisiensi Besi pada Wanita Hamil di Beberapa Praktek Bidan Swasta dalam Kota Madya Medan. Tesis pada FK USU Sumatera Utara: tidak diterbitkan .

Page 26 of 27