trombositemia esensial

49
KASUS KEHAMILAN DENGAN IUGR DAN SUSPEK TROMBOSITOSIS ESENSIAL PEMBIMBING : Dr. Neza Puspita, Sp.OG PENYUSUN : Noor Ain bt Mohd Hariri 030.08.290 KEPANITERAAN KLINIK KEBIDANAN 0

Upload: ain-hariri

Post on 09-Feb-2016

309 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

trobositosis

TRANSCRIPT

Page 1: trombositemia esensial

KASUS

KEHAMILAN DENGAN IUGR DAN SUSPEK TROMBOSITOSIS ESENSIAL

PEMBIMBING :

Dr. Neza Puspita, Sp.OG

PENYUSUN :

Noor Ain bt Mohd Hariri

030.08.290

KEPANITERAAN KLINIK KEBIDANAN

RUMAH SAKIT OTORITA BATAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 6 MEI 2013 – 13 JULI 2013

0

Page 2: trombositemia esensial

LEMBAR PENGESAHAN

KASUS

KEHAMILAN DENGAN IUGR DAN SUSPEK TROMBOSITOSIS ESENSIAL

Telah disetujui oleh :

Dr. Neza Puspita, Sp.OG

Pada bulan Juli 2013

Dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan di

Rumah Sakit Otorita Btam

Periode 6 Mei 2013 – 13 Juli 2013

Batam,Juni 2013

Pembimbing

…………………………

(dr. Neza Puspita,Sp.OG)

1

Page 3: trombositemia esensial

BAB I

LAPORAN KASUS

I. Identitas

Nama Pasien : Ny. C

Usia : 26 thn

Alamat : Perum Genta Pos Block C1

Pekerjaan : IRT

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

No RM : 33 16 76

Masuk RS : 7-6-2013 Pk. 00:10

Nama Suami : Tn. M

Usia : 28 thn

Pekerjaan : Security Perum

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

II. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 8 Juni 2013 WIB

Keluhan Utama

Tidak ada keluhan.Dirujuk oleh dr Nina,Sp OG karena diberitahu jumlah air ketubannya

sedikit dan diduga pertumbuhan janinnya kurang.

Keluhan tambahan

Kedua kaki bengkak sejak 2 bulan yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGR RSOB karena dirujuk oleh dr.Nina,Sp OG karena diberitahu

jumlah air ketubannya sedikit dan besar janin lebih kecil dari umur kehamilan setelah

dilakukan pemeriksaan USG. Pasien tidak ada keluhan nyeri perut,keluar darah maupun

2

Page 4: trombositemia esensial

cairan dari kemaluan,tidak nyeri kepala,pandangan tidak kabur,tidak mual dan tidak muntah.

Pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak 2 bulan yang lalu. Kedua kaki pasien bengkak

sejak 2 bulan yang lalu,yang timbul bersamaan dengan hipertensi.

Riwayat Haid : Usia menarche : 14 tahun

: Siklus haid : teratur

: Lama : 7 hari

: Banyaknya : 2x ganti pembalut/hari

: HPHT : 6/9/2012

: Taksiran persalinan : 13/6/2013

Riwayat kehamilan :G1P0A0

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah ada riwayat hipertensi sebelum kehamilan ini.Pasien juga alergi terhadap

ikan,tetapi tidak ada alergi obat.Pasien tidak menderita diabetes,asma,dan penyakit jantung.

Riwayat Penyakit Keluarga

Hipertensi, Diabetes Melitus, Penyakit jantung, Asma disangkal.Tidak ada riwayat keturunan

kembar di dalam keluarga.

Riwayat operasi : Pasien tidak pernah dioperasi

Riwayat Keluarga Berencana : Tidak pernah KB sebelumnya

Riwayat antenatal : Pemeriksaan kehamilan dilakukan di bidan Rohani dan dilakukan secara

rutin.Pada usia kehamilan 7 bulan pasien melakukan pemeriksaan di klinik dr Nina,Sp OG.

3

Page 5: trombositemia esensial

III. Pemeriksaan fisik

Dilakukan tanggal 8 Juni 2013 di Ruang Mawar,RSOB

Kesadaran : compos mentis

Keadaan gizi : lebih

Status gizi : BB 69 kg TB 155 cm

Tekanan darah : 140/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Suhu : 36.8 0C

Pernafasan : 20 x/menit

Status Generalis

Kepala : normocephali

Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik

Hidung :tidak ada secret,tiada septum deviasi

Mulut :oral hygiene baik

Telinga : Fungsi pendengaran baik,membrane timpani intak

Leher :tidak ada pembesaran thyroid

Paru : vesikuler +/+, tidak ada rhonki, tidak ada wheezing

Jantung : BJ I-II normal, tidak ada murmur, tidak ada gallop

Ektremitas : akral hangat, edema (+) di kedua ekstremitas bawah.

Status Obstetri

Mamae :simetris kanan kiri, tidak ada benjolan yang abnormal, puting susu

menonjol,

Hyperpigmentasi

Abdomen :

Inspeksi : Tampak buncit,dinding perut supel

Palpasi : Leopold 1 - TFU 3 jari di bawah pusat (22 cm).Kontraksi uterus (-) Gerakan bayi

aktif

Leopold 2 - Punggung di sebelah kiri ibu

Leopold 3 - Presentasi kepala

Leopold 4 - kepala belum masuk PAP

4

Page 6: trombositemia esensial

Auskultasi : DJJ 139x/menit via Doppler

Genitalia : perineum elastis, tidak haemoroid, masih tebal, belum menonjol.Vagina tidak

ada oedema.

: VT- Portio kaku,bukaan 1 cm,arah posterior

IV. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan USG (8 Juni 2013)

Taksiran berat janin seberat 1380 gram,dengan diameter biparietal,abdomen circumference

dan fetal length sesuai dengan kehamilan usia 30-31 minggu,sedangkan pasien telah hamil 39

minggu.Posisi bayinya normal,dan didapatkan oligohidramnion.

Laboratorium (8 Juni 2013)

Hematologi rutin

Hb    12.3 11 – 16  g/dl

RBC 5.61 3.8-5.8 10^3/ µl

Ht    34.3  35 – 50  %

MCV    61.1  80 – 97  fl

MCH    20.1  26.5 – 33.5  pg

MCHC    32.9  31 – 35  g/dl

Leukosit   27.17  5 – 10   10^3/ µl

Trombosit   1083 150 – 450  10^3/ µl

Eosinofil 2.6 0-4%

Basofil 0.8 0-1%

Netrofil 76.6 46-75%

Limfosit 16.3 17-48

Monosit 3.7 4-10%

Faal hemostasis

PT 14.9 11.5-15.5 detik

APTT 44.1 25.9-39.5 detik

Kimia darah

5

Page 7: trombositemia esensial

Bilirubin total 0.40 <1.10

Bilirubin direk0.18 <0.30

SGOT 25 <32

SGPT 14 <31

Protein total 5.8 6.6-8.7

Albumin 3.3 3.4-4.8

Globulin 2.5 1.3-2.7

Natrium 134 135-147

Kalium 6.0 3.5-5.0

Klorida 105 94-111

Ureum 23.1 10-50

Kreatinin 0.41 0.5-0.9

HbsAg -

Urinalisis

Warna Kuning

Kejernihan Agak keruh

Berat jenis 1.010 1,003 – 1,030

pH   7   4,5 – 8

Protein +4

Glukosa   -   -

Keton    -   -

Bilirubin   -   -

Urobilinogen   -  0.1-1.00  µmol/l

Sedimen  

Sel epitel  + 3  +

Leukosit  5-8    3-6  /LPB

Eritrosit  0-2   2-6 /LPB

Silinder  -   -   /LPK

Kristal   -   -

Bakteri   -   -

Laboratorium (9 Juni 2013)

6

Page 8: trombositemia esensial

Hematologi rutin

Hb    11.0  11 – 16  g/dl

RBC 5.42 3.8-5.8

Ht    33.2  35 – 50  %

MCV    61.3   80 – 97  fl

MCH    20.3  26.5 – 33.5  pg

MCHC    33.1  31 – 35  g/dl

Leukosit   34.19   5 – 10   10^3/ µl

Trombosit   787  150 – 450  10^3/ µl

Eosinofil 0.1 0-4%

Basofil 0.3 0-1%

Netrofil 88.1 46-75%

Monosit 2.2 4-10%

Hemostasis

BT    2.30   1-6  Menit 

CT    8  6-11  Menit

Gambaran morfologi darah tepi

Eritrosit : Anisositosis,makrositik,sel Burr,fragmentosit,hipokromik

Leukosit : Jumlah meningkat,netrofilia absolut

Trombosit : Jumlah meningkat,penyebaran tidak merata,trombosit besar

Kesimpulan : Gambaran anemia penyakit kronik disertai trombositosis serta proses

infeksi bakterial dan viral

IV. Rencana pemeriksaan

Tes IgG ACA dan ANA.

Tes tidak dilakukan karena pasien menolak.

7

Page 9: trombositemia esensial

V. Resume

Ny C, 26 tahun, datang atas rujukan dari dr Nina,Sp OG atas indikasi oligohidramnion

dan diduga IUGR. Riwayat hipertensi (+) sejak 2 bulan yang lalu, diabetes mellitus (-),

penyakit jantung (-), batuk lama (-), alergi (+), Riwayat KB (-) .

Pada pemeriksaaan fisik didapatkan keadaan umum compos mentis, tekanan darah

140/90 dan pada status generalis tidak ada kelainan. Pada status obstetri didapatkan pada

abdomen tampak buncit,dinding perut supel.Pada pemeriksaan Leopold TFU 3 jari di bawah

pusat (22 cm),kontraksi uterus (-) gerakan bayi aktif,punggung di sebelah kiri ibu,presentasi

kepala dan kepala belum masuk PAP.Pada auskultasi didapatkan DJJ 139x/menit via

Doppler.Pada pemeriksaan genitalia didapatkan portio servik lunak dengan bukaan 1 cm,arah

psterior.Perineum elastis, tidak haemoroid, masih tebal, masih tebal, belum menonjol dan

vagina tidak ada oedema.

Pada pemeriksaan penunjang USG didapatkan taksiran berat janin seberat 1380

gram,dengan diameter biparietal,abdomen circumference dan fetal length sesuai dengan

kehamilan usia 30-31 minggu,sedangkan pasien telah hamil 39 minggu.Posisi bayinya

normal,dan didapatkan oligohidramnion.Pada pemeriksaan laboratorium Hb dan hematokrit

pasien menurun,MCH dan MCHC kekal lebih rendah dari normal,leukosit

meningkat,trombosit menurun,netrofil meningkat dan monosit menurun.Pada morfologi

darah tepi didapatkan gambaran anemia penyakit kronik disertai trombositosis serta proses

infeksi bakterial dan viral.

VI. Diagnosis kerja

G1P0A0 hamil 39 minggu dengan IUGR,oligohidramnion dan trombositemia esensial

VII. Diagnosis banding

G1P0A0 hamil 39 minggu dengan IUGR,oligohidramnion dan sindroma antifosfolipid

G1P0A0 hamil 39 minggu dengan IUGR,oligohidramnion dan SLE

G1P0A0 hamil 39 minggu dengan IUGR,oligohidramnion dan polisitemia vera

8

Page 10: trombositemia esensial

VIII. Penanganan

Setelah dimasukkan di rumah sakit, tanda vital pasien diobservasi dan keadaan janin

diobservasi melalui CTG.Untuk pengobatan preeclampsia diberikan MgSO4 6g drip/8tpm.

Sehari setelah masuk rumah sakit,CTG janin didapatkan non-reaktif.Pasien direncanakan

operasi SC cito.

Dilakukan operasi SC secara SCTPP pada tanggal 8 Juni 2013 pada jam 23.57

sehingga 01.09 oleh dr Neza Puspita,Sp OG dengan diagnosis G1P0A0 hamil 39 minggu

(klinis 30 minggu),IUGR,oligohidramnion,PEB dan janin non reaktif.

Selama 2 hari setelah dioperasi pasien diberikan:

-Inj Ceftriaxon 3x1 g

-Metronidazol drip 3x500mg

-Pronalges supp 3x1

Setelah 2 hari,diberikan terapi oral:

-Asam mefenamat 3x500mg

-Coamoxiclav 3x625mg

-Nifedipin 3x10mg

Prognosis

Ibu Ad vitam : Ad bonam

Ad fungsionam : Ad bonam

Ad sanasionam : dubia ad bonam

Janin Ad vitam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Ad sanasionam : dubia ad bonam

9

Page 11: trombositemia esensial

IX. Analisa kasus

Pada kasus ini,pasien Ny.C didiagnosa G1P0A0,hamil 39 minggu,PEB,janin tunggal hidup

dengan IUGR dan oligohidramnion.Hal ini ditegakkan melalui pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.

Dari anamnesis,pasien memberitahu dia menghidap hipertensi sejak dua bulan yang

lalu.Sebelum kehamilan,pasien tidak pernah menghidap hipertensi.Pada pemeriksaan fisik

didapatkan kedua kaki pasien oedem yang turut timbul dalam dua bulan sebelum masuk

rumah sakit.Pasien tidak mengeluhkan nyeri kepala,pandangan kabur.Pada pemeriksaan

urinalisa didapatkan jumlah protein sebanyak +4.Semua tanda ini sesua untuk mendiagnosa

pasien sebagai preeclampsia berat,dengan tekanan darah yang > 140/90 mmHg pada

kehamilan >20 minggu,dan proteinuria dipstick > + 1.

Preeklampsia dapat menyebabkan komplikasi seperti pertumbuhan janin terhambat.Ini

disebabkan oleh berkurangnya asupan nutrisi dan oksigen akibat penurunan perfusi ke

uroplasenta.Pada umur kehamilan 39 minggu,seharusnya berat janin sudah mencapai 3000

gram dan tinggi fundus uteri antara pertengahan umbilikus dan processus xiphoideus.Pada

pasien taksiran berat dan tinggi fundus kurang dari yang seharusnya. Pasien juga didapatkan

adanya oligohidramnion,melalui pemeriksaan USG.Pada keadaan normal,jumlah cairan

amnion adalah 1 liter dan berkurang sedikit pada kehamilan di atas 36 minggu.Oliguria

terjadi pada insufisiensi plasenta dan apabila ibu menghidap preeclampsia.

Pada pemeriksaan morfologi darah tepi,didapatkan gambaran anemia penyakit kronik

disertai trombositosis serta proses infeksi bakterial dan viral. Eritrosit yang anisositosis dan

hipokrom dapat ditemukan pada anemia defisiensi besi. Schistosit atau fragmentosit pada

eritrosit adalah keadaan adanya fragmen di sirkulasi, bentuk kecil dan tidak beraturan yang

terjadi akibat peningkatan trauma mekanis intravaskuler dam mikroangiopati. Selain itu

ditemukan burr cell atau sea urchin cell dengan tonjolan duri ( 10 – 30 buah ) karena

pecahnya membran sel.Ia merupakan manifestasi penyakit tertentu seperti anemia hemolitik,

hepatitis, dan penyakit ginjal menahun atau gangguan metabolism tubuh. Sel.

Pada pemeriksaan hemtologi,didapatkan neutrofilia, yaitu peningkatan persentase

neutrofil.Ini dapat disebabkan oleh infeksi bakteri dan parasit, gangguan metabolit,

perdarahan dan gangguan myeloproliferatif. MCV adalah indeks untuk menentukan ukuran

sel darah merah. MCV menunjukkan ukuran sel darah merah tunggal sama ada normositik

(ukuran normal), mikrositik (ukuran kecil < 80 fL), atau makrositik (ukuran kecil >100 fL). 10

Page 12: trombositemia esensial

Penurunan nilai MCV dapat disebabkan oleh anemia kekurangan besi,anemia pernisiosa dan

talasemia. Indeks MCH adalah nilai yang mengindikasikan berat Hb rata-rata di dalam sel

darah merah, dan oleh karenanya menentukan kuantitas warna (normokromik, hipokromik,

hiperkromik) sel darah merah.Penurunan MCH mengindikasikan anemia mikrositik.

Untuk mendiagnosis pasien ini dengan trombositemia esensial,berdasarkan kriteria

WHO,pasien hanya memenuhi 2 dari empat criteria diagnosis,yaitu jumlah trombosit lebih

dari 450x10^3/Ul dan tidak memenuhi criteria WHO untuk penyakit polisitemia

vera.Walaubagaimanapun,untuk mengetahui sama ada pasien memiliki criteria yang

lain,harus dilakukan biopsy sumsum tulang dan pemeriksaan DNA untuk mengetahui ada

atau tidaknya penanda klonal JAK2V617F.Pasien juga tidak ada manifestasi perdarahan atau

trombosis.Pasien juga tidak ada riwayat abortus sebelumnya,malah ini adalah kehamilan

pertamanya.

Diagnosis banding pada pasien ini adalah sindroma antifosfolipid.Hal ini didasari

dengan peningkatan trombosis yang lebih 450x10^3/Ul.Walaubagaimanapun,kriteria untuk

mendiagnosis sindroma ini menurut Sapporo tidak terpenuhi.Pemeriksaan untuk mengetahui

apakah ada thrombosis tidak dilakukan,pasien tidak ada riwayat melahirkan preterm atau

abortus.Pemeriksaan laboratorium ACA dan LA juga tidak dilakukan karena pasien menolak.

11

Page 13: trombositemia esensial

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Trombositemia esensial

Trombositemia esensial merupakan kelainan mieloproliperatif kronis akibat proliferasi

megakariosit yang terus-menerus sehingga terjadilah peningkatan jumlah trombosit.

Trombositemia esensial merupakan penyakit yang jarang ditemukan, hanya 1-2/100.000

penduduk. Trombositemia esensial dapat terjadi pada anak-anak maupun dewasa dan

seringkali tanpa gejala atau kelainan hemostasis.

2.1 Definisi

Trombositemia esensial (essential thrombocythemia) (ET) adalah kelainan mieloproliferatif

kronis (myeloproliferative disorder) (MPD) akibat proliferasi megakariosit yang terus-

menerus sehingga terjadi peningkatan jumlah trombosit.

2.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, sekitar 6000 kasus trombositosis esensial didiagnosis setiap tahun.

Sebuah penelitian Italia tahun 1993-1996 melaporkan prevalensi ET sebesar 40 per 100.000

penduduk. Insiden trombositemia esensial di Amerika Serikat tahun 1976-1995 dilaporkan

sekitar 2,5 pasien/100.000 penduduk per tahun.

Trombositemia esensial dapat terjadi pada anak-anak maupun dewasa. Usia rata-rata saat

didiagnosis trombositemia esensial berkisar antara 50 sampai 60 tahun. Tidak ada perbedaan

insidensi antara laki-laki dan perempuan.

2.3 Etiologi

Etiologi pasti trombositemia esensial masih belum diketahui, walaupun faktor lingkungan

seperti terpapar radiasi terlibat dalam pembentukan neoplasma mieloproliferatif lain. Gen

JAK2 diduga berperan pada terjadinya neoplasma mieloproliperatif termasuk trombositemia

esensial.

2.4 Patofisiologi

12

Page 14: trombositemia esensial

Pada tahun 1981 telah diketahui bahwa trombositemia esensial adalah gangguan

klonal, namun pada tahun 2005 ditemukan adanya mutasi pada gen JAK2 (JAK2 V617F)

yang bersifat didapat. Keadaan diidentifikasi pada sekitar 50 persen pasien dengan

trombositemia esensial atau primary myelofibrois (PMF) dan mayoritas dari mereka

menderita polisitemia vera. JAK2, salah satu grup JAK kinase tirosin sitoplasma, sangat

penting dalam proses tranduksi sinyal reseptor eritropoietin dan trombopoietin, dan juga

berkontribusi dalam proses tranduksisinyal granulocyte colony-stimulating factor,

granulocyte-macrophage colony-stimulating factor dan interferon-receptors. Mutasi V617F

JAK2 dapat muncul pada sel punca (stem cell) hematopoietik pada sel-B, sel-T, natural killer

cell, dan sel-sel mieloid. Konsekuensi selular ekspresi JAK2 mutan meliputi peningkatan

proliferasi, hipersensitivitas sitokin, diferensiasi tidak tergantung sitokin dan penghambatan

apoptosis.

Trombopoietin merupakan regulator humoral utama produksi megakariosit dan

trombosit. Trombopoietin disintesis terutama di hati dan ginjal. Trombopoietin

mempengaruhi pertumbuhan megakariosit mulai dari sel induk sampai produksi trombosit.

Sitokin-sitokin lain (interleukin-1, interleukin-6, interleukin-11) juga mempengaruhi produksi

trombosit pada berbagai tingkat, kemungkinan bekerja sinergi dengan trombopoietin.

Trombosit berperan penting dalam regulasi kadar trombopoietin plasma, melalui reseptor c-

mpl menghilangkan trombopoietin dari plasma. Pada keadaan trombositopeni, terjadi

peningkatan kadar trombopoietin plasma karena berkurangnya jumlah trombopoietin yang

diikat oleh trombosit. Peningkatan kadar trombopoietin plasma ini akan merangsang

megakariopoiesis. Sebaliknya pada keadaan tombositosis, deplesi trombopoietin plasma akan

menurunkan megakariopoiesis. Mekanisme regulasi inilah yang mengatur produksi

trombosit.

Pada trombositemia esensial terjadi kelainan sistem regulasi produksi trombosit, kadar

trombopoietin normal atau bahkan meningkat meskipun terjadi peningkatan jumlah trombosit

dan megakariosit. Terjadinya disregulasi kadar trombopoietin plasma pada trombositemia

esensial diduga disebabkan karena kelainan pengikatan dan pemakaian trombopoietin oleh

trombosit dan megakariosit yang mengalami kelainan fungsi. Kelainan pengikatan dan

pemakaian ini dibuktikan dengan menurunnya c-mpl pada trombosit penderita trombositemia

esensial. Selain itu ditemukan juga mutasi yang bersifat didapat pada gen MPL, gen reseptor

trombopoietin, pada 4 persen pasien trombositemia esensial. Mutasi MPL paling umum

13

Page 15: trombositemia esensial

terjadi pada ekson 10, yang mengkode sambungan antara area sitoplasmik dan transmembran/

area juxtamembran. Mutasi ini mengubah residu pada area transmembran (pada gen MPL

S505N) atau area juxtamembran (pada gen MPL W515) dan menyebabkan aktivasi komplek

reseptor. Namun pada pasien trombositemia esensial jarang ditemukan dengan lebih dari satu

mutasi, misalnya, mutasi terjadi baik pada V617F JAK2 dan MPL W515L.

Pada trombositosis esensial sering terjadi trombosis dan dapat juga ditemukan adanya

perdarahan.

Perdarahan dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu:

– Terjadinya kelainan fungsi trombosit.

– Terjadinya trombosis dengan infark yang mengalami ulserasi.

– Penggunaan faktor koagulasi.

– Peningkatan jumlah trombosit yang menyebabkan produksi berlebihan prostasiklin (PGI2)

yang akan menekan pelepasan granul trombosit dan agregasi.

2.5 Manifestasi Klinis

Berbeda dengan kelainan mieloproliferatif yang lain, pada trombositemia esensial jarang

ditemukan gejala konstitusional atau hipermetabolik seperti demam, banyak berkeringat dan

penurunan berat badan.

Kelainan fisik yang dapat ditemukan:

– Manifestasi perdarahan ( 13-37 % penderita): epistaksis, easy bruising, petekie, perdarahan

traktus gastrointestinal berulang, perdarahan varicheal.

– Manifestasi trombosis (18-84 % penderita), banyak ditemukan pada orang tua. Trombosis

vena dapat terjadi pada vena hepatika (sindrom Budd-Chiari), vena mesenterika, vena

lienalis, vena penis (mengakibatkan priapism), trombosis vena dalam (dapat mengakibatkan

emboli paru). Trombosis arteri dapat menyebabkan transient cerebral ischemia,

eritromelalgia (obstruksi mikrosirkulasi jari-jari kaki/ tangan)

14

Page 16: trombositemia esensial

– Splenomegali ringan dapat ditemukan pada 40% penderita, splenomegali moderate

ditemukan pada 20-50 % penderita.

– Hepatomegali.

– Limfadenopati (jarang).

– Abortus berulang dan gangguan pertumbuhan fetus, karena adanya infark multipel di

plasenta yang disebabkan trombus trombosit yang mengakibatkan insufisiensi plasenta.

2.6 Kriteria Diagnosis

Kriteria diagnosis World Health Organization (WHO) 2008 memfokuskan diagnosis

trombositemia esensial dengan menyingkirkan trombositosis reaktif karena kondisi yang

mendasari dan trombositosis klonal terkait dengan neoplasma mieloproliferatif lain

(khususnya mielofibrosis primer, CML dengan BCR-ABL1 positif dan sindrom

mielodisplastik yang mempresentasikan jumlah trombosit yang tinggi). Identifikasi penanda

molekuler, seperti JAK2V617F dan MPL, dapat bermanfaat dalam diagnosis. Pada pasien

JAK2V617F negatif, pemeriksaan histologis sumsum tulang dapat mendukung diagnosis

trombositemia esensial dan dapat membantu membedakannya dari prefibrotik mielofibrosis

primer.Kriteria trombositemia esensial WHO 2008 :

15

Page 17: trombositemia esensial

16

Page 18: trombositemia esensial

2.8 Diagnosis Banding

Diagnosis banding trombositemia esensial adalah semua yang dapat menyebabkan

trombositosis/ trombositemia.Penyebab trombositosis dapat dilihat pada tabel 2.2.

17

Page 19: trombositemia esensial

2.9 Pemeriksaan Laboratorium

Pada trombositemia esensial didapatkan peningkatan jumlah trombosit yang bervariasi dari

sedikit di atas normal sampai beberapa juta /mm3. Pada beberapa penderita juga ditemukan

anemi ringan dan leukositosis (15000- 40000/mm3). Kelainan laboratorium lainnya adalah:

Apus darah tepi

– Eritrosit: Normokrom normositer, dapat hipokrom mikrositer (pada pasien dengan riwayat

perdarahan).

– Leukosit: Dapat leukositosis, bergeser ke kiri sampai mielosit, eosinofilia dan basofilia

ringan.

– Trombosit: Anisositosis trombosit, mulai dari trombosit kecil sampai trombosit raksasa

(giant trombocyte), dapat ditemukan trombosit hipogranular, kelompok trombosit, dan

kadang ditemukan fragmen inti megakariosit yang dapat menyerupai gambaran limfoblast.

Sumsum tulang

18

Page 20: trombositemia esensial

Biopsi sumsum tulang sangat penting dalam membedakan trombositemia esensial dari

kelainan mieloproliperatif lainnya dan dari trombositosis reaktif. Pada pasien trombositemia

esensial, sumsum tulang biasanya normoselular atau sedikit hiperselular. Kelainan paling

mencolok adalah peningkatan dalam jumlah (hiperplasi) dan ukuran megakariosit.

Megakariosit banyak ditemukan dalam bentuk berkelompok (cluster) dan /atau sendiri-

sendiri. Banyak ditemukan megakariosit dengan ukuran besar, sitoplasma yang besar dan

matur serta inti hiperlobulasi. Tidak banyak ditemukan megakariosit bizarre dengan rasio inti

berbanding sitoplasma yang meningkat ataupun megakariosit pleomorphism pada

trombositemia esensial,

Pada kebanyakan kasus, rasio prekursor mieloid dibanding eritroid adalah normal,

tetapi jika terjadi perdarahan dapat mengakibatkan proliferasi eritroid. Jarang terjadi

proliferasi granulositik, dan jika ada maka diagnosis trombositemia esensial harus ditinjau

kembali. Blast tidak bertambah banyak dan tidak ada bukti mielodisplasia. Jaringan serat

retikulin normal sampai sedikit meningkat dengan trabekular tulang normal. Pada sediaan

apus sumsum tulang, megakariosit multilobul dengan sitoplasma yang besar, sering dikaitkan

dengan jumlah platelet yang banyak. Ditemukannya proliferasi megakariosit besar pada

sumsum tulang yang normoselular dapat digunakan untuk membedakan trombositemia

esensial dari trombositosis reaktif.

Pemeriksaan molekuler:

Mutasi JAK2V617F ditemukan pada sekitar 50% pasien trombositemia esensial dan

pemeriksaan ini direkomendasikan untuk semua pasien yang dicurigai dengan trombositemia

esensial. Mutasi pada MPL exon 10 ditemukan pada lebih 4% pasien. Mutasi MPL exon 10 19

Page 21: trombositemia esensial

dapat dilihat pada gambar 2.2. Pemeriksaan untuk melihat adanya kromosom-Ph atau fusi gen

BCR-ABL1 juga direkomendasikan untuk menyingkirkan CML.

Gambar 2.10 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada trombositemia esensial umumnya konservatif. Penatalaksanaan

meliputi pencegahan terhadap komplikasi perdarahan dan trombosis, pengurangan jumlah

trombosit dan penanganan gejala yang muncul. Pengelolaan trombositemia esensial harus

didasarkan pertimbangan besarnya risiko terjadinya komplikasi trombosis.

Prinsip penatalaksanaan penderita trombositemia adalah melakukan observasi tanpa

intervensi. Intervensi berupa terapi mielosupresif diberikan bila terdapat komplikasi berupa

trombosis dan juga digunakan untuk mencegah komplikasi trombohemoragik. Bila terjadi

trombosis, intervensi diberikan untuk mencapai jumlah trombosit < 600.000/μL dan bila

masih tetap terjadi trombosis maka harus dilakukan penyesuaian dosis untuk mencapai nilai

normal angka trombosit.Agen mielosupresif/ sitoreduktif yang diberikan bertujuan untuk

mencapai target terapi berupa jumlah trombosit <450.000/μL.6 IFN-α direkomendasikan

untuk ibu hamil oleh karena dianggap tidak bersifat teratogenik. Terapi sitoreduktif tidak

bermanfaat bagi semua pasien dan terutama digunakan untuk pasien berisiko tinggi,

sedangkan pendekatan konservatif lebih disukai untuk pasien berisiko rendah. Algoritma

terapi berdasarkan risiko trombosis dapat dilihat pada tabel 2.5. Terapi agen antiplatelet

(misalnya, aspirin) digunakan untuk mengurangi gejala mikrovaskuler.

Tromboferesis merupakan tindakan emergensi yang sering dilakukan (di luar negeri)

untuk menyelamatkan nyawa penderita dari trombositosis berat dimana tindakan ini juga

20

Page 22: trombositemia esensial

dapat memperbaiki gejala perdarahan dan juga dapat diberikan pada ibu hamil karena tidak

mempengaruhi keadaan klinis ibu hamil maupun janinnya.

2.11 Pemantauan Terapi

Pada pasien yang mendapatkan terapi, sebelum dan setelah terapi harus dilakukan

pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan sumsum tulang

(jika ada indikasi), dan pemeriksaan fungsi ginjal serta hepar. Pemeriksaan darah lengkap,

pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) dan hepar (ALT dan ALP) dilakukan untuk

menentukan pilihan terapi yang sesuai, menentukan dosis terapi dan menilai adanya

kontraindikasi serta efek samping terapi. Pada pasien dengan insufisiensi ginjal dan/

gangguan hepar, risiko reaksi toksik lebih tinggi pada pemberian terapi, misalnya dengan

hidroksiurea atau anaglerid, sehingga dosis terapi harus disesuaikan. Risiko komplikasi yang

biasa terjadi yaitu perdarahan dan trombosis serta keberhasilan terapi dipantau dengan

pemeriksaan darah lengkap.

Pasien yang diterapi dengan hidroksiurea harus dilakukan pemeriksaan darah lengkap

setiap 2 minggu selama 2 bulan pertama, kemudian setiap bulan, dan setelah respon pasien

stabil, pemeriksaan dilakukan setiap 3 bulan. Pasien yang mendapat interferon alfa 2b,

pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan setiap minggu selama bulan pertama pengobatan,

setiap 2 minggu selama bulan kedua, kemudian setiap bulan, dan setelah respon pasien stabil,

pemeriksaan dilakukan setiap 3 sampai 4 bulan.

Dianjurkan untuk dilakukan pemantauan fungsi jantung (dengan EKG dan ekokardiogram)

sebelum dan selama pengobatan dengan anagrelide. Selain itu, pemeriksaan darah lengkap

harus dilakukan setiap minggu selama bulan pertama terapi, setiap 2 minggu selama bulan

kedua, kemudian setiap bulan, dan setelah respon pasien stabil, pemeriksaan dilakukan setiap

3 sampai 4 bulan. Selanjutnya, karena terdapat risiko transformasi mielofibrotik pada pasien

yang diterapi dengan anagrelide, maka dianjurkan pemantauan berkala (setiap 3 tahun) untuk

tanda-tanda awal perkembangan transformasi mielofibrotik.

2.12 Prognosis

Penyebab utama mobiditas dan mortalitas penderita trombositemia esensial adalah

trombositosis dan perdarahan (kira-kira terjadi pada 40 % penderita). Pada beberapa kasus,

trombositemia esensial mengalami transformasi menjadi penyakit mieloproliferatif yang lain.

21

Page 23: trombositemia esensial

DIAGNOSIS BANDING

Sindroma Antifosfolipid

Sindroma antibodi antifosfolipid (antibody antiphospholipid syndrome, APS)

didefiinisikan sebagai penyakit trombofilia autoimun yang ditandai dengan adanya 1)

antibody antifosfolipid (antibody antikardiolipin dan/ atau antikoagulan lupus) yang menetap

(persisten) serta 2) kejadian berulang thrombosis vena/ arteri, keguguran, atau trombositosis.

Ada dua macam antibodi antifosfolipid yang telah dikenal yaitu : Lupus

Anticoagulant ( LA ), dan Anticardiolipin Antibody ( ACA ). Sedangkan klasifikasi APS

terdiri dari APS tanpa penyebab lain disebut sebagai APS primer, sedangkan APS karena

penyakit lain seperti SLE dinamakan APS sekunder. Berdasarkan sejarah antibodi

antifosfolipid ditemukan pertama kali pada pasien yang mempunyai test sipilis positif tanpa

tanda-tanda infeksi, kemudian gangguan pembekuan ditemukan pada 2 pasien dengan SLE

pada tahun 1952. Pada tahun 1957, ditemukan hubungan antara abortus berulang dan APS

yang dikenal sekarang dengan Lupus Antikoagulan.

Fosfolipid antikoagulan disebut juga sebagai antifosfolipid (antiphospholipid, aPL),

yang secara structural hampir menyerupai komplemen. Secara alamiah (fisiologis), aPL yang

dibentuk oleh tubuh adalah b2 glikoprotein I (b2GPI), berfungsi sebagai pengontrol aktivitas

fosfolipid prokoagulan (PL) yang mengandung enzim fosfolipase A₂, PLA ). b2GPI

merupakan enzim yang terikat oleh apolipoprotein-H (Apo-H) sebagai penghambat enzim

PLA2. Selain dari b2GPI, secara alamiah tubuh juga membentuk annexia V atau “placental

anticoagulant protein I” yang disebut juga sebagai “plasental aPL”, yang sangat kuat

menghambat enzim PLA2, terutama pada kehamilan dan kematian sel (apoptosis).

Penghambat PLA2 yang secara patologis terbentuk diketahui sebagai inhibitor Lupus yang

lebih dikenal sebagai Antikoagulan Lupus (Lupus Anticoagulant, LA) yang terdiri dari

subgrup, yaitu: a). LA sensitif tromboplastin yang menghambat kompleks VIIa, III, PL, dan

Ca++, mengakibatkan pemanjangan massa protrombin (PT), khususnya pada pemeriksaan

dengan “diluted PT’; b). LA non-sensitif  tromboplastin yang menghambat kompleks VIIIa,

IXa, PL, Ca++ mengakibatkan pemanjangan masa tromboplastin teraktifasi parsial (aPTT)

dan/atau yang menghambat kompleks Xa, Va, PL, dan Ca++ mengakibatkan pemanjangan

dRVVT-1 pada dRVVT-2 normal.

22

Page 24: trombositemia esensial

Kebanyakan jenis aPLA yang ditemukan dapat bereaksi langsung terhadap kofaktor

plasma protein (apolipoprotein) yang terikat kardiolipin (difosfatidilgliserol) yang dapat

dideteksi secara ELISA atau radioummunoassay (RIA), disebut sebagai antibodi

antikardiolipin (anticardiolipin antibody, ACA)

Trombosis dapat terjadi melalui beberapa mekanisme berikut ini:

Antibodi antifosfolipid merupakan antagonis b-2GPI mengakibatkan ekspresi berlebihan PL-A2

Antibodi antifosfolipid merupakan antagonis Anneksin V mengakibatkan ekspresi berlebihan PL-A2

Antibodi antifosfolipid merupakan antagonis trombomodulin, sehingga secara tidak langsung antibodi antifosfolipid menghambat aktivasi protein C.

Antibodi antifosfolipid secara langsung menginaktivasi protein sebagai kofaktor protein C

Antibodi antifosfolipid secara langsung menginaktivasi protein C mengakibatkan aktivasi FV dan FVIII berlebihan mengakibatkkan hiperkoagulasi.

Antibodi antifosfolipid secara langsung berinterferensi dengan autoantibody kompleks heparin-antitrombin, mengaktifkan reseptor Fc sel imunoefektor mengekspresikan tromboplastin jaringan yang akan mengaktivasi koagulasi.

Epidemiologi

Di antara pasien dengan SLE, prevalensi ACA positif sekitar 12-30%, dan sekitar 15-

34% dengan antibodi LA positif. Banyak pasien yang menunjukkan bukti laboratorium

adanya antibodi antifosfolipid, tidak menunjukkan gejala klinis. APS dapat berkembang

dalam 20 tahun pada 50-70% pasien baik dengan lupus eritematosus sistemik maupun

antibody antifosfolipid. Antibodi APS dapat ditemukan 50 % pada penderita SLE dan

sekitar 1 – 5 % pada populasi orang sehat. Pada penelitian lain frekuensi ACA cenderung

meningkat pada orang tua.

Kriteria diagnostik

Diagnosis APS ditegakkan dengan 1 kriteria klinis dan 1 kriteria laboratorium, sesuai dengan

konsensus pada simposium internasional mengenai antibodi antifosfolipid di Sapporo pada

1998.

Kriteria klinik:23

Page 25: trombositemia esensial

1. Trombosis vaskuler

Ditemukan satu atau lebih serangan trombosis arterial, vena atau pembuluh kecil di

jaringan atau organ yang dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan pencitraan/ Doppler

atau histopatologis (tanpa inflamasi dinding pembuluh darah).

2. Morbiditas kehamilan

a. Satu atau lebih kematian janin tanpa sebab pada usia gestasi 10

minggu tanpa kelainan morfologik janin yang ditemukan dengan pemeriksaan USG

atau visualisasi langsung, atau

b. Satu atau lebih persalinan preterm pada usia gestasi 34 minggu yang

disebabkan oleh preeklampsia berat atau eklampsia atau insufisensi plasenta berat,

atau

c. Tiga atau lebih abortus spontan berturut-turut pada usia gestasi 10

minggu, tanpa dijumpai kelainan anatomik dan hormonal maternal serta tidak

ditemukan kelainan kromosom paternal dan maternal.

Kriteria laboratorik :

1. Pemeriksaan Anticardiolipin Antibody (ACA)

Ditemukan ACA isotipe IgG dan/atau IgM di dalam darah dengan kadar sedang atau

tinggi pada 2 kali pemeriksaan dengan interval waktu 6 minggu menggunakan

pemeriksaan standar ELISA untuk b2-glycoprotein I – dependent anticardiopilin

antibodies.

2. Pemeriksaan Lupus Anticoagulant (LA)

Ditemukan LA di dalam plasma pada 2 kali pemeriksaan dengan interval waktu

6 minggu, yang berdasarkan panduan the International Society on Thrombosis and

Hemostasis ditetapkan melalui tahapan pemeriksaan :

a. Uji penyaring koagulasi bergantung fosfolipid yang memanjang, seperti

activated partial tromboplastin time ( APTT), kaolin clotting time, dilute Russel’s

viper venom time, dilute prothrombin time, textarin time.

b. Pemanjangan waktu koagulasi pada uji penyaring tidak dapat diperbaiki

dengan pemberian plasma normal rendah trombosit.

c. Pemanjangan waktu koagulasi pada uji penyaring dapat dikoreksi atau

dipersingkat dengan pemberian fosfolipid berlebihan.

24

Page 26: trombositemia esensial

d. menyingkirkan penyebab koagulasi lainnya seperti inhibitor faktor VIII

dan heparin.

Kriteria Revisi Sydney

Manifestasi klinik

Penyakit ini memiliki spectrum klinis yang luas, mulai dari asimptomatik secara klinis dan indolen sarmpai yang perjalanan penyakit progresif secara cepat.

Gejala klinik pada APS adalah :

1. Kematian janin, didefinisikan sebagai abortus spontan tiga kali atau lebih dengan

tidak lebih dari satu kelahiran hidup, atau kematian janin trimester II atau III yang

tidak jelas penyebabnya.

2. Trombosis arteri atau vena, strok dan insufisiensi arteri yang tidak jelas penyebabnya

3. Mata.penglihatan kabur atau ganda

4. Gastrointestinal.Nyeri perut,kembung,muntah.

5. Pembuluh darah perifer.Nyeri pembengkakan kaki,nyeri jari tangan.

6. Muskuloskeletal.Nyeri tulang, nyeri sendi.

25

Page 27: trombositemia esensial

7. Kulit.Purpura/ petekie,ruam livedo retikularis temporer atau menetap, jari-jari tangan/kaki kehitaman atau terlihat pucat.

8. Neurologi dan psikiatri.Pingsan,kejang,nyeri kepala,parastesi,paralis,ascending weakness,tremor,gerakan abnormal,hilangnya memori,masalah dalam pendidikan( sulit mengerti, berkosentrasi yang dibaca dan dihitung)

9. Endokrin.Rasa lemah,fatique,artralagi,nyeri abdomen.

10. Urogenital.Hematuri, edema perifer

Penatalaksanaan

Pengobatan di bagi menjadi 4 kelompok :1).Profilaksis, trombosis pembuluh darah kecil;2). Pencegahan trombosis lanjutan pada pembuluh darah sedang dan besar; 3).Pengobatan mikroangiopati trombolik akut dan ;4) Penanganan kehamilan yang berhubungan dengan antibodi anti fosfolipid.

Pengobatan Medikamentosa

Heparin

Heparin tidak melewati sawar plasenta, sehingga digunakan pada kehamilan untuk

pencegahan proses pembentukan tromboemboli vaskuler. Dosis heparin disesuaikan hingga

dicapai keadaan tidak terjadi kekambuhan proses trombosis, yaitu apabila ditemukan nilai

INR ( the International Normalized Ratio ) 2,6 atau antara 2,0 – 3,0

Ada dua jenis heparin yaitu :

a. Unfractionated heparin (UHF)

b. Low molecular weight heparin (LMWH)

Penggunaan UHF diketahui berkaitan dengan risiko terjadinya osteporosis sebesar 5 –

15 %, dibandingkan kasus osteoporosis dengan pemakaian LMWH sebesar 0,2 % dalam

kehamilan

Penggunaan heparin dapat meningkatkan tercapainya persalinan pada kehamilan

aterm yaitu 73 % pada pemakaian UHF dan 88 % pada pemakaian LMWH

Aspirin

Dosis rendah aspirin 60 – 100 mg/hari efektif untuk pengobatan sindrom antibodi

antifosfilipid melalui penurunan rasio tromboksan-prostasiklin dan penurunan resistensi

protein C

26

Page 28: trombositemia esensial

Kombinasi heparin (UFH) dosis 10.000-26.000 U/hari dan aspirin 81 mg/hari meningkatkan

keberhasilan kehamilan mencapai 70-80% (Lockshin, 1999), bahkan mencapai lebih dari

90% pada pemakaian LMWH dan aspirin

Glukokortikoid

Pemberian kortikosteroid prednison dengan / tanpa heparin dalam jagka panjang

dihubungkan dengan meningkatnya morbiditas maternal, dimana terdapat peningkatan

kejadian preeklampsia, ketuba pecah dini Penggunaan kortikosteroid sebaiknya dibatasi pada

pemakaian jangka pendek, misalnya untuk perangsangan pematangan alveoli dan vaskuler

paru apabila pemeriksaan kesejahteraan janin mempertimbangkan janin untuk terminasi

persalinan pada usia preterm, atau apabila ditemukan komplikasi lain seperti ketuban pecah,

dengan memberikan glukokortikoid betametason dosis sekali 12 mg/hari/im atau

deksametason 2 x 6 mg/hari/oral selama 4 hari

Pengobatan lainnya

Penggunaan Imunoglobulin intravena (IVIG) digunakan untuk pencegahan

perburukan janin melalui penekanan kadar ACA dan LA. Dosisnya adalah 400mg/kg selama

5 hari setiap bulan menunjukkan keberhasilan kehamilan 62-79% .

Suplemen kalsium (kalsium karbonat dosis 2000mg/hari) serta vitamin D disertai

senam ringan, sebaiknya tetap diberikan selama pengobatan dengan heparin. Demikian pula

pemberian asam folat 5-10mg/hari dianjurkan untuk pencegahan neural tube defect.

Pasien asimptomatik tanpa faktor risiko dan riwayat keluarga dengan trombosis

arteri/vena atau keguguran tidak berikan terapi yang spesifik.Pasien asimptomatik dan

terdapat anggota keluarga yang menderita trombosis arteri/vena atau keguguran dapat

diberikan profilaksis dengan aspirin, namun sebagi klinik tidak menganjurkan pengobatan ini

jika tidak terdapat faktor risiko yang lain. Aspirin tidak menimbulkan proteksi terhadap

trombosis pada perempuan dengan sindrom antifosfolipid  dan riwayat

keguguran.Hidroksiklorokuin dapat memproteksis pasien lupus eritematosus sistemik dan

sindrom antifosfolipid  sekunder terhadap terjadinya predisposisi trombosis harus disingkiran.

Perempuan hamil dengan antibodi antifosfolipid positif dan riwayat dua atau lebih

kehingalan kehamilan dari  atau satu atau lebih kehilangan kehamilan akhir .preeklamsi, 27

Page 29: trombositemia esensial

pertumbuhan janin terlambat, atau abrupsio , disarankan  pemberian  aspirin  antepartum

ditambah dengan profilaksis heparin dosis kecil atau sedang.Perempuan hamil dengan

antifosfolipid positif  tanpa riwayat tromboemboli vena atau kehilangan kehamilan harus di

pertimbangkan mempunyai peningkatan risiko timbulnya trombosis vena kehilangan

kehamilan.Pendekatan yang dapatv dilakukan adalah observasi,pemberian heparin dosis

kecil, profilaksi LMWH, dan/aspirin dosis rendah, 75-167 mg sehari.

         Pasien dengan APLA dan riwayat trombosis vena, pada umumnya mendapat

antikoagualan oral jangka panjang oleh karena risiko kambuh yang tinggi.Selama dalam masa

kehamilan, di samping pemberian aspirin dosis mini direkomendasikan dosis terapi LMWH

atau UFH .Saat pascapartum, terapi antikoagualan oral jangka panjang dilanjutkan

         Perempuan dengan suatu trombofilia kongenital dan keguguran berulang pada trimester

kedua atau setelahnya, preeklampsi berulang atau hebat, atau abruksio, disarankan pemberian

aspirin dosis mini disamping profilaksis UFH atau MLWH dosis kecil.Saat pascapartum, juga

disarankan pemberian antikoagulan pada perempuan ini.

Kunjungan Antenatal

Pemeriksaan kehamilan dalam trimester pertama dan kedua dilakukan setiap dua

minggu, dan setelah itu setiap minggu mulai kehamilan 32-34 minggu, dimana terjadi

peningkatan risiko terjadinya trombosis pada pengobatan yang tidak adekuat.

Persalinan dan Pengawasan Masa Nifas pada Sindrom Antibodi Antifosfilipid

Segera setelah inpartu, pemberian heparin harus dihentikan, dan proses persalinan

diawasi. Apabila ada indikasi terminasi kehamilan perabdominam, maka pemberian LMWH

harus diganti dua hari sebelumnya dengan UFH dosis 5000-10.000 unit yang dihentikan 6-8

jam sebelum tindakan pembedahan. Apabila hanya digunakan LMWH, tindakan pembedahan

dilakukan 24 jam setelah pemberian dosis terakhir

Pada masa post partum, Heparinisasi dilanjutkan sampai 4-6 jam lagi untuk mencegah

terjadinya sindrom post partum ( flare-up) yang dapat memicu terjadinya trombosis sistemik

dengan penyulit kegagalan organ multiple. Pemberian antikoagulan dihentikan secara

bertahap untuk mencegah risiko tromboemboli dalam tiga bulan pertama post partum.

28

Page 30: trombositemia esensial

Polisitemia vera

Polisitemia Vera adalah suatu keganasan derajat rendah sel-sel indukhematopoitik

dengan karakteristik peningkatan jumlah eritrosit absolut danvolume darah total, biasanya

disertai lekositosis, trombositosis dan splenomegali.Polisitemia Vera dapat mengenai semua

umur, sering pada pasien berumur 40-60 tahun, dengan perbandingan antara pria dan wanita

2:1, di Amerika Serikatangka kejadiannya ialah 2,3 per 100.000 penduduk dalam setahun,

sedangkan diIndonesia belum ada laporan tentang angka kejadiannya. Penyakit ini dapat

terjadi pada semua ras / bangsa.

Etiologi Polisitemia Vera belum sepenuhnya dimengerti, suatu penelitian sitogenetik

menemukan adanya kelainan molekular yaitu adanya kariotip abnormal di sel induk

hematopoisis. yaitu kariotip 20q, 13q, 11q, 7q, 6q, 5q, trisomi 8, trisomi 9. Dan tahun 2005

ditemukan mutasi JAK2V617F, yang merupakan hal penting pada etiologi polisitemia vera.

Diagnosis

Criteria WHO (World Health Organization)

A1 Raised RCM or haemoglobin (Hb) > 18.5 (males), > 16.5 (females)

A2 No secondary erythrocytosis

A3 Splenomegaly

A4 Abnormal karyotype (other than Ph chromosome or BCR/ABL fusion gene in marrow

cells)

A5 Endogenous erythroid colony (EEC) formation

 

B1 Platelet count > 400 x 109/l

B2 WBC > 12 x 109/l

B3 Bone marrow biopsy (BMB) showing panmyelosis with erythroid and megakaryocytic

proliferation

B4 Low serum erythropoietin (EPO)

 

Diagnosis

A1 + A2 and any other category A establishes PV

A1 + A2 + two of category B establishes PV

29

Page 31: trombositemia esensial

Gejala dan tanda :

Systemic Lupus Erythematous (SLE)

Lupus eritematosus sistemik (SLE) merupakan penyakit radang multisistem yang sebabnya

belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik

remisi dan eksaserbasi. SLE merupakan prototipe dari penyakit autoimun sistemik dimana

autoantibodi dibentuk melawan sel tubuhnya sendiri.

Mekanisme primer SLE adalah autoimunitas, suatu proses kompleks dimana sistem

imun pasien menyerang selnya sendiri. Pada SLE, sel-T menganggap sel tubuhnya sendiri

sebagai antigen asing dan berusaha mengeluarkannya dari tubuh. Diantara kejadian tersebut

terjadi stimulasi limfosit sel B untuk menghasilkan antibodi, suatu molekul yang dibentuk

untuk menyerang antigen spesifik. Ketika antibodi tersebut menyerang sel tubuhnya sendiri,

maka disebut autoantibodi. Sel B menghasilkan sitokin. Sitokin tertentu disebut interleukin,

seperti IL 10 dan IL 6, memegang peranan penting dalam SLE yaitu dengan mengatur sekresi

autoantibodi oleh sel B.

Pada sebagian besar pasien SLE, antinuklear antibodi (ANA) adalah antibodi spesifik yang

menyerang nukleus dan DNA sel yang sehat. Terdapat dua tipe ANA, yaitu anti-doule 30

Page 32: trombositemia esensial

stranded DNA (anti-ds DNA) yang memegang peranan penting pada proses autoimun dan

anti-Sm antibodies yang hanya spesifik untuk pasien SLE. Dengan antigen yang spesifik,

ANA membentuk kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi sehingga pengaturan sistem

imun pada SLE terganggu yaitu berupa gangguan klirens kompleks imun besar yang larut,

gangguan pemrosesan kompleks imun dalam hati, dan penurunan uptake kompleks imun

oleh ginjal. Sehingga menyebabkan terbentuknya deposit kompleks imun di luar sistem

fagosit mononuklear. Kompleks ini akan mengendap pada berbagai macam organ dan

menyebabkan terjadinya fiksasi komplemen pada organ tersebut dan aktivasinya

menghasilkan substansi yang menyebabkan radang. Reaksi radang inilah yang menyebabkan

keluhan pada organ yang bersangkutan.

Sekitar setengah dari pasien SLE memiliki antibodi antifosfolipid. Antibodi ini

menyerang fosfolipid, suatu kumpulan lemak pada membran sel. Antibodi tersebut termasuk

lupus antikoagulan (LAC) dan antibodi antikardiolipin (ACAs). Mungkin berupa golongan

IgG, IgM, IgA yang berdiri sendiri-sendiri ataupun kombinasi. Sekalipun dapat ditemukan

pada orang normal, namun mereka juga dihubungkan dengan sindrom antibodi antifosfolipid,

dengan gambaran berupa trombosis arteri dan/atau vena berulang, trombositopenia,

kehilangan janin-terutama kelahiran mati, pada pertengahan kedua kehamilan. Sindrom ini

dapat terjadi sendirian atau bersamaan dengan SLE atau gangguan autoimun lainnya.

31

Page 33: trombositemia esensial

Diagnosis : Kriteria the American College of Rheumatology

Kombinasi 4 atau lebih cukup untuk mendiagnosis pasien sebagai SLE (spesifisitas 95% dan sensitivitas 75%)

DAFTAR PUSTAKA32

Page 34: trombositemia esensial

1. Seligsohn U, Lichtman MA, Kipps TJ, Prchal JT, editor. Williams Hematology [e-

book]. Edisi ke-8. New York: McGraw-Hill; 2010.

2. 10. Kuter DJ. Thrombopoietin: Biology and Clinical Applications. The Oncologist

1996; 12: 98-106 .http://theoncologist.alphamedpress.org/cgi/reprint/1/1/98

3. Greaves M, Cohen H, MacHin SJ, Mackie I. Guidelines on the investigation and

management of the antiphospholipid syndrome. Br J Haematol 2000;109: 704-15.

4. Made Putra Sedana, T. Ivone Wulansari.Penyakit Mieloproliferatif. J Peny Dalam,

Vol. 8 Januari 2007.

5. Means RT. Polycythemia vera. Wintrobes clinicalhematology. 11th ed. Philadelphia:

LippincottWilliams & Wilkins; 2004.p.2258-72.

6. Foon KA, Casciato DA. Chronic leukemia. In:Casciato DA, editor. Manual of clinical

oncology.5thed. Philadelphia: Lippincott Williams &Wilkins; 2004.p.480-95.

7. C. N. Harrison, S. Donohoe, P. Carr, M. Dave, I. Mackie, S. J. Machin. Patients with

Essential Thrombocythaemia have an Increased Prevalence of Antiphospholipid

Antibodies which may be associated with Thrombosis. Department of Haematology,

University College London Hospital, UK. Thromb Haemost 2002; 87: 802–7.

8. Tefferi A. Essential Thrombocythemia and Thrombocytosis. Dalam: Greer JP, Foerster

J, Rodgers GM, Paraskevas F, Glader B, Arber DA, et al, editor. Wintrobe’s Clinical

Hematology [ebook]. Edisi ke-11. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins;

2009. hlm. 1353-60.

9. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, et al, editor.

Polycythemia Vera and Other Myeloproliferative Diseases. Dalam: Fauci AS, Kasper

DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, et al, editor. Horrison’s

Principles of Internal Medicine [ebook]. Edisi ke-17. New York: McGraw-Hill; 2009.

hlm. 2325-41.

Jumlah sel darah merah menurun pada pasien anemia leukemia,

penurunan fungsi ginjal, talasemin, hemolisis dan lupus eritematosus33

Page 35: trombositemia esensial

Pedoman Interpretasi Data Klinik | 13

sistemik. Dapat juga terjadi karena obat (drug induced anemia). Misalnya:

sitostatika, antiretroviral.

• Sel darah merah meningkat pada polisitemia vera,

Penurunan nilai Hct merupakan indikator anemia (karena berbagai

sebab), reaksi hemolitik, leukemia, sirosis, kehilangan banyak darah danhipertiroid. Penurunan Hct sebesar 30% menunjukkan pasien mengalamianemia sedang hingga parah. Pada pasien anemia karena kekurangan besi (ukuran sel darah merahlebih kecil), nilai Hct akan terukur lebih rendah karena sel mikrositikterkumpul pada volume yang lebih kecil, walaupun jumlah sel darah merahterlihat normal.MCV    61.1  80 – 97  fl

Indeks MCH adalah nilai yang mengindikasikan berat Hb rata-rata didalam sel darah merah, dan oleh karenanya menentukan kuantitas warna(normokromik, hipokromik, hiperkromik) sel darah merah. Penurunan MCH mengindikasikan anemia mikrositik.MCH    20.1  26.5 – 33.5  pg

Perdarahan, trauma, obat (mis: merkuri, epinefrin, kortikosteroid), nekrosis,toksin, leukemia dan keganasan adalah penyebab lain leukositosisLeukosit  

27.17  5 – 10   10^3/ µl

Trombosit   1083 150 – 450  10^3/ µl

Netrofil 76.6 46-75%

Monosit 3.7 4-10%

Protein +4

Peningkatan leukosit mengindikasikan adanya infeksi.

Taksiran berat janin seberat 1380 gram,dengan diameter biparietal,abdomen circumference

dan fetal length sesuai dengan kehamilan usia 30-31 minggu,sedangkan pasien telah hamil 39

minggu.Posisi bayinya normal,dan didapatkan oligohidramnion

MCV adalah indeks untuk menentukan ukuran sel darah merah. Penurunan nilai MCV terlihat pada pasien anemia kekurangan besi,anemia pernisiosa dan talasemia, disebut juga anemia mikrositik.MCV   

61.3   80 – 97  fl

MCH    20.3  26.5 – 33.5  pg

Nilai krisis leukositosis: 30.000/mm3. Lekositosis hingga 50.000/mm3mengindikasikan gangguan di luar sumsum tulang (bone marrow). Nilai

34

Page 36: trombositemia esensial

leukosit yang sangat tinggi (di atas 20.000/mm3) dapat disebabkan olehleukemia. Penderita kanker post-operasi (setelah menjalani operasi)menunjukkan pula peningkatan leukosit walaupun tidak dapat dikatakaninfeksi.• Biasanya terjadi akibat peningkatan 1 tipe saja (neutrofi l).Leukosit   34.19  

5 – 10   10^3/ µl

Trombositosis berhubungan dengan kanker, splenektomi, polisitemia vera,trauma, sirosis, myelogeneus, stres dan arthritis reumatoidTrombosit   787 

150 – 450  10^3/ µl

Neutrofi lia, yaitu peningkatan persentase neutrofi l, disebabkan olehinfeksi bakteri dan parasit, gangguan metabolit, perdarahan dangangguan myeloproliferatif.Netrofil 88.1 46-75%

Monosit 2.2 4-10%

Gambaran morfologi darah tepi

35