trauma kimia

44
BAB I PENDAHULUAN Mata merupakan salah satu indera khusus (special senses) yang memiliki reseptor-reseptor yang sangat terlokalisasi dan memiliki kekhususan yang berespons terhadap rangsangan lingkungan tertentu, oleh sebab itu, mata adalah organ yang sangat peka. Trauma, seperti debu sekecil apapun, yang masuk ke dalam mata, sudah cukup untuk menimbulkan gangguan, sehingga bila diabaikan, dapat menimbulkan penyakit yang dapat mengganggu proses penglihatan. Karena itulah mata mendapat perlindungan yang baik dengan dikelilingi oleh tulang-tulang orbita, disebelah depan terdapat kelopak mata (palpebra) superior dan inferior. Di atas palpebra superior terdapat alis mata (supersilia), dipinggir palpebral terdapat bulu mata (silia) yang normal lengkungnya membelok keluar. Meskipun mata telah mendapat perlindungan dari tulang-tulang orbita, palpebra, supersilia dan silia serta dari macam-macam alat untuk melindungi mata, insiden trauma pada mata tetap tinggi. Terlebih dengan bertambahnya kawasan industri, meningkatnya angka kecelakaan akibat pekerjaan, serta kecelakaan lalu lintas. 1

Upload: ainun-maylana

Post on 02-Oct-2015

50 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

trauma kimia pada mata

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Mata merupakan salah satu indera khusus (special senses) yang memiliki reseptor-reseptor yang sangat terlokalisasi dan memiliki kekhususan yang berespons terhadap rangsangan lingkungan tertentu, oleh sebab itu, mata adalah organ yang sangat peka.Trauma, seperti debu sekecil apapun, yang masuk ke dalam mata, sudah cukup untuk menimbulkan gangguan, sehingga bila diabaikan, dapat menimbulkan penyakit yang dapat mengganggu proses penglihatan. Karena itulah mata mendapat perlindungan yang baik dengan dikelilingi oleh tulang-tulang orbita, disebelah depan terdapat kelopak mata (palpebra) superior dan inferior. Di atas palpebra superior terdapat alis mata (supersilia), dipinggir palpebral terdapat bulu mata (silia) yang normal lengkungnya membelok keluar. Meskipun mata telah mendapat perlindungan dari tulang-tulang orbita, palpebra, supersilia dan silia serta dari macam-macam alat untuk melindungi mata, insiden trauma pada mata tetap tinggi. Terlebih dengan bertambahnya kawasan industri, meningkatnya angka kecelakaan akibat pekerjaan, serta kecelakaan lalu lintas.Trauma kimia pada mata merupakan kedaruratan oftalmologi, karena dapat menyebabkan kehilangan penglihatan. Hal ini disebabkan karena reaksi kimia antara jaringan yang tekena trauma dengan substansi kimia yang terpapar pada mata.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Anatomi Mata

Gambar 2-1: Anatomi MataGambar 2-2: Histologi MataII. 2. Fisiologi Mata12Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari paling luar ke paling dalam, lapisan-lapisan itu adalah: (1) sklera/kornea; (2) koroid/badan siliaris/iris; dan (3) retina. Sebagian besar bola mata dilapisi oleh sebuah lapisan jaringan ikat protektif yang kuat disebelah luar oleh sklera yang membentuk bagian putih mata. Di anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri dari kornea transparan tempat lewatnya berkas-berkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah di bawah sklera adalah koroid yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk memberi makan retina. Lapisan koroid di sebelah anterior mengalami spesialisasi untuk membentuk korpus siliaris dan iris. Lapisan paling dalam di bawah koroid adalah retina, yang terdiri dari sebuah lapisan berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan jaringan saraf di sebelah dalam. Retina mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi impuls saraf. Pigmen di koroid dan retina menyerap cahaya pemantulan atau penghamburan cahaya di dalam mata.Bagian dalam mata terdiri dari dua rongga berisi cairan yang dipisahkan oleh sebuah lensa, yang semuanya jernih untuk memungkinkan cahaya lewat menembus mata dari kornea ke retina. Rongga anterior antara kornea dan lensa mengandung cairan encer jernih, aqueous humor, dan rongga di posterior yang lebih besar antara lensa dan retina mengandung zat semicair mirip gel yang disebut vitreous humor.

Gambar 2-3: Produksi Aquous HumorVitreous humor penting untuk mempertahankan bentuk bola mata yang sferis. Aquous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa karena keduanya tidak memiliki pasokan darah. Aquous humor dibentuk dengan kecepatan sekitar 5 ml/hari oleh jaringan kapiler di dalam korpus siliaris. Cairan ini mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah.Jumlah cahaya yang masuk oleh mata dikontrol oleh iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk struktur seperti cincin di dalam aquous humor. Pigmen di iris menentukan warna mata. Lubang bundar ditengah iris disebut pupul. Ukuran lubang ini dapat disesuaikan oleh variasi kontraksi otot-otot iris untuk memungkinkan lebih banyak atau sedikit cahaya masuk sesuai kebutuhan. Otot-otot iris dikontrol oleh saraf otonom. Serat-serat parasimpatis mempersarafi otot sirkuler untuk konstriksi pupil; dan serat simpatis mempersarafi otot radial untuk dilatasi pupil.

Tabel 2-1: Fungsi Komponen-Komponen Mata

RefraksiRefraksi merupakan penyimpangan cahaya yang lewat secara miring dari satu medium ke medium lain yang berbeda densitasnya. Pembelokan suatu berkas cahaya yang terjadi ketika berkas berpindah dari satu medium dengan kepadatan (densitas) tertentu ke medium dengan kepadatan yang berbeda.Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan lain. Makin tinggi densitas suatu medium, semakin lambat gerakan cahaya (begitu juga sebaliknya).Dua faktor yang berperan dalam derajat refraksi : densitas komparatif antara dua media (semakin besar perbedaan densitas, semakin besar derajat pembelokan) dan sudut jatuhnya berkas cahaya di medium kedua (semakin besar sudut, semakin besar pembiasan). Lensa konveks (cembung) menyebabkan konvergensi, atau penyatuan, berkas-berkas cahaya, yaitu persyaratan untuk membawa suatu bayangan ke titik fokus. Lensa konkaf (cekung) menyebabkan divergensi (penyebaran) berkas-berkas cahaya.Bagian mata yang penting dalam refraktif mata adalah kornea dan lensa. Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya terfokus di retina agar penglihatan jelas. Apabila suatu bayangan sudah terfokus sebelum mencapai retina atau belum terfokus sewaktu mencapai retina, bayangan tersebut tampak kabur.Berkas cahaya yang berasal dari benda dekat lebih divergen sewaktu mencapai mata daripada berkas-berkas dari sumber jauh. Jadi, untuk melihat benda dekat lensa akan melakukan penyesuaian agar dapat terfokus di retina, yang disebut proses akomodasi.

Gambar 2-4: Penyesuaian Mata Terhadap Jarak Penglihatan Jauh dan DekatAkomodasiAkomodasi adalah kemampuan penyesuaian kekuatan lensa sehingga baik sumber cahaya dekat maupun jauh dapat di fokuskan di retina. Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya, yang diatur oleh otot siliaris.Otot siliaris adalah bagian dari korpus siliaris, suatu spesialisasi lapisan koroid di sebelah anterior. Korpus siliaris memiliki dua komponen utama : otot siliaris dan jaringan kapiler yang menghasilkan aqueous humor. Otot siliaris merupakan otot polos melingkari yang melekat lensa melalui ligamentum suspensorium. Otot siliaris dikontrol oleh sistem saraf otonom.

Ketika otot siliaris relaksasi (diatur oleh saraf simpatis), ligamentum suspensorium tegang dan menarik lensa, sehingga lensa berbentuk lebih gepeng dengan kekuatan refraksi minimal. Ketika otot siliaris berkontraksi (diatur oleh saraf parasimpatis), ligamentum suspensorium akan mengendur, sehingga lensa berbentuk lebih sferis.Semakin besar kelengkungan lensa (karena semakin bulat), semakin besar kekuatannya, sehingga berkas-berkas cahaya lebih dibelokkan.

Gambar 2-5: Mekanisme AkomodasiLensa adalah suatu struktur elastis yang terdiri dari serat-serat transparan. Seumur hidup, hanya sel-sel ditepi luar lensa yang diganti sedangkan bagian tengah mengalami kesulitan ganda, karena hal tersebut dan letaknya yang jauh dari aqueous humor, lama-kelamaan bagian tengah tersebut akan mati dan kaku, akhirnya kelenturan lensa berkurang dan mengganggu proses akomodasi dan mengganggu penglihatan dekat yang disebut presbiopia.Emetropia (berpenglihatan normal) terjadi bila cahaya dari objek jauh difokuskan di retina pada keadaan otot siliaris relaksasi total dan berakomodasi untuk melihat benda dekat.Miopia (berpengliahatan dekat) karena bola mata terlalu panjang atau lensa terlalu kuat, sehingga sumber cahaya dekat difokuskan ke retina tanpa akomodasi. Dengan demikian orang miopia memiliki penglihatan dekat lebih baik daripada penglihatan jauh, dan dapat dikoreksi dengan lensa konkaf.Hiperopia (berpenglihatan jauh)karena bola mata terlalu pendek atau lensa terlalu lemah, sehingga sumber cahaya jauh difokuskan ke retina dengan akomodasi. Dengan demikian orang miopia memiliki penglihatan jauh lebih baik daripada penglihatan dekat, dan dapat dikoreksi dengan lensa konveks.Astigmatisme adalah kelengkungan kornea yang tidak rata/sama, sehingga berkas-berkas cahaya mengalami refraksi yang tidak sama. Dapat diperbaiki dengan lensa silindris.

Reseptor dan Fungsi Neural RetinaLapisan retina dari luar kedalam : 1. Lapisan paling luar mengandung sel batang dan sel kerucut, yang ujung-ujung peka cahayanya menghadap koroid.2. Lapisan tengah, neuron bipolar3. Lapisan bagian dalam, sel ganglion.

Gambar 2-6: Lapisan RetinaAkson sel ganglion menyatu membentuk saraf optikus. Titik di retina tempat keluarnya nervus optikus dan pembuluh darah adalah diskus optikus (bintik buta), karena sel ini tidak mengandung sel batang dan sel kerucut. Cahaya harus melewati lapisan ganglion dan bipolar sebelum mencapai fotoreseptor di semua daerah retina kecuali fovea (cekungan sebesar pangkal jarum pentul yang terletak tepat di tengah retina, lapisan bipolar dan ganglion tertarik kesamping, sehingga cahaya secara langsung mengenai fotoreseptor (sel kerucut). Daerah disekitar fovea disebut makula lutea.

Fotoreseptor terdiri dari tiga bagian :1. Segmen luar, mendeteksi rangsangan cahaya.2. Segmen dalam, mengandung perangkat metabolik.3. Terminal sinaps, menyalurkan sinyal yang dihasilkan di fotoreseptor ke sel-sel berikutnya (neuron bipolar).

Segmen luar fotoreseptor terdiri dari tumpukan lempeng-lempeng membranosa pipih yang banyak mengandung fotopigmen, yang akan mengalami perubahan kimiawi apabila diaktifkan oleh cahaya.

Gambar 2-7: Sel Batang dan Sel KerucutSuatu fotopigmen terdiri dari protein enzimatik yang disebut opsin yang berikatan dengan retinen (suatu turunan vit. A). Fotopigmen pada sel batang disebut rodopsin dan pada sel kerucut disebut pigmen kerucut.Rodopsin tidak dapat membedakan berbagai panjang gelombang spektrum cahaya tampak; pigmen ini menyerap semua panjang gelombang cahaya tampak sehingga sel batang hanya memberi gambaran bayangan abu-abu. Sedangakan fotopigmen sel kerucut terdiri dari tiga jenis : sel kerucut merah, hijau, dan biru- berespon secara selektif terhadap panjang gelombang warna, sehingga penglihatan warna dapat terjadi.Ketika terpajan cahaya, rodopsin akan akan berdisosiasi menjadi retinen dan opsin , melalui serangkaian reaksi, perubahan biokimiawi pada fotopigmen yang di induksi oleh cahaya ini menimbulkan hiperpolarisasi potensial reseptor yang mempengaruhi pengeluaran zat perantara dari terminal sinaps fotoreseptor yang menyebabkan penurunan pengeluaran transmiter (transmiter bersifat inhibisi terhadap sebagian besar sel bipolar).Tabel 2-2: Sifat-sifat Penglihatan Sel Batang dan Sel KerucutSel BatangSel Kerucut

100 juta per retina3 juta per retina

Pengliahtaan dalam rona abu-abuPenglihatan warna

Kepekaan tinggiKepekaan rendah

Ketajaman rendahKetajaman tinggi

Banyak konvergensi di jalur retinaSedikit konvergensi di jalur retina

Lebih banyak di periferTerkonsentrasi di fovea

II. 3. Trauma Kimia pada MataII. 3. 1. Definisi8,10Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat terpapar bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut. Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi di dalam laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian, dan perkelahian yang memakai bahan kimia. Bahan kimia yang dapat mengakibatkan kelainan pada mata dapat dibedakan dalam bentuk:1. Trauma Mata karena Bahan Kimia Asam2. Trauma Mata karena Bahan Kimia Basa (Alkali)Pengaruh bahan kimia sangat bergantung pada pH, kecepatan dan jumlah bahan kimia tersebut mengenai mata.II. 3. 2. EpidemiologiBerdasarkan data CDC tahun 2000 sekitar 1 juta orang di Amerika Serikat mengalami gangguan penglihatan akibat trauma. 75% dari kelompok tersebut buta pada satu mata, dan sekitar 50.000 menderita cedera serius yang mengancam penglihatan setiap tahunnya. Setiap hari lebih dari 2000 pekerja di amerika Serikat menerima pengobatan medis karena trauma mata pada saat bekerja. Lebih dari 800.000 kasus trauma mata yang berhubungan dengan pekerjaan terjadi setiap tahunnya.4,11Dibandingkan dengan wanita, laki-laki memiliki rasio terkena trauma mata 4 kali lebih besar. Dari data WHO tahun 1998 trauma okular berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Sebagian besar (84%) merupakan trauma kimia. Rasio frekuensi bervariasi trauma asam:basa antara 1:1 sampai 1:4. Secara international, 80% dari trauma kimiawi dikarenakan oleh pajanan karena pekerjaan. Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31 tahun.4II. 3. 3. EtiologiTrauma kimia biasanya disebabkan bahan-bahan yang tersemprot atau terpercik pada wajah. Trauma pada mata yang disebabkan oleh bahan kimia disebabkan oleh 2 macam bahan yaitu bahan kimia yang bersifat asam dan bahan kimia yang bersifat basa. Bahan kimia dikatakan bersifat asam bila mempunyai pH < 7 dan dikatakan bersifat basa bila mempunyai pH > 7,6. 3Trauma Mata karena Bahan Kimia AsamBahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik (asetat, forniat), dan organik anhidrat (asetat). Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi pengendapan ataupun penggumpalan protein permukaan sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka tidak akan bersifat destruktif seperti trauma alkali, dimana merupakan suatu sawar perlindungan agar asam tidak penetrasi lebih dalam. Biasanya akan terjadi kerusakan superfisial saja. Bahan asam dengan konsentrasi tinggi dapat bereaksi seperti terhadap trauma basa sehingga kerusakan yang diakibatkannya akan lebih dalam.8Jenis-jenis bahan asam:a. Asam anorganikAsam anorganik yang sering menyebabkan trauma antara lain asam sulfat, asam hidroklorida dan asam nitrat. Koagulasi protein pada jaringan hidup dimana konsentrasi ion-ion hidrogen cenderung lebih asam akan membentuk asam proteinat yang tidak bisa larut (insoluble acid proteinate). Proses ini bersifat reversibel bila segera dapat diatasi dengan menetralisasi pH dalam waktu sesegera mungkin.b. Asam organikAsam organik mempunyai kemampuan penetrasi kornea yang lemah, dapat meninggalkan sikatriks berupa nebula atau makula kornea. Asam asetat tidak hanya merusak kornea, tetapi dapat merusak lapisan kornea yang lebih dalam seperti stroma kornea. Asam glikolat, asam tioglikolat yang dipakai sebagai bahan mengecat rambut dapat menyebabkan iritasi yang berat sampai kekeruhan pada kornea.Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH, sementara anion merusak dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein umumnya mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan ground glass dari stroma korneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga trauma pada mata yang disebabkan oleh zat kimia asam cenderung lebih ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa.10Asam hidroflorida adalah satu pengecualian. Asam lemah ini secara cepat melewati membran sel, seperti alkali. Ion fluoride dilepaskan ke dalam sel, dan memungkinkan menghambat enzim glikolitik dan bergabung dengan kalsium dan magnesium membentuk insoluble complexes. Nyeri lokal yang ekstrim bisa terjadi sebagai hasil dari immobilisasi ion kalsium, yang berujung pada stimulasi saraf dengan pemindahan ion potassium. Fluorinosis akut bisa terjadi ketika ion fluoride memasuki sistem sirkulasi, dan memberikan gambaran gejala pada jantung, pernafasan, gastrointestinal, dan neurologik.10Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan presipitasi dengan jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya buffer dari jaringan terhadap bahan asam serta adanya presipitasi protein maka kerusakannya cenderung terlokalisir. Bahan asam yang mengenai kornea juga mengadakan presipitasi sehingga terjadi koagulasi, kadang-kadang seluruh epitel kornea terlepas. Bahan asam tidak menyebabkan hilangnya bahan proteoglikan di kornea. Bila trauma diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan trauma basa.6Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka tidak akan bersifat destruktif seperti trauma alkali. Biasanya kerusakan hanya pada bagian superfisial saja. Koagulasi protein ini terbatas pada daerah kontak bahan asam dengan jaringan. Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam.7Bahan kimia bersifat asam : asam sulfat, air accu, asam sulfit, asam hidrklorida, zat pemutih, asam asetat, asam nitrat, asam kromat, asam hidroflorida. Akibat ledakan baterai mobil, yang menyebabkan luka bakar asam sulfat, mungkin merupakan penyebab tersering dari luka bakar kimia pada mata. Asam Hidroflorida dapat ditemukan dirumah pada cairan penghilang karat, pengkilap aluminum, dan cairan pembersih yang kuat.2,3Trauma Mata karena Bahan Kimia Basa atau Alkali8Trauma oleh bahan alkali akan memberikan akibat yang sangat gawat pada mata sebab bahan-bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipofilik dimana bahan alkali dapat dengan mudah dan cepat merusak dan menembus kornea lalu melakukan penetrasi sel membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai ke retina.10Larutan alkali cepat daya penetrasinya pada konsentrasi yang rendah. Pada pH 11,0 atau 11,2 menyebabkan kerusakan jaringan yang berat, dan lebih berat lagi pada peningkatan pH.Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan. Pada pH yang tinggi alkali akan mengakibatkan safonifikasi disertai dengan disosiasi asam lemak membran sel. Akibat safonifikasi membran sel akan mempermudah penetrasi lebih lanjut zat alkali. Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan menghilang dan terjadi penggumpalan sel kornea atau keratosis. Serat kolagen kornea akan bengkak dan stroma kornea akan mati. Akibat edema kornea akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea. Serbukan sel ini cenderung disertai dengan pembentukan pembuluh darah baru atau neovaskularisasi. Akibat membran sel basal epitel kornea rusak akan memudahkan sel epitel diatasnya lepas. Sel epitel yang baru terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma dibawahnya melalui plasminogen aktivator. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen aktivator dilepas juga kolagenase yang akan merusak kolagen kornea. Akibatnya akan terjadi gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan dengan ulkus kornea dan dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya ulkus pada kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. Cairan mata susunannya akan berubah, yaitu terdapat kadar glukosa dan askorbat yang berkurang. Kedua unsur ini memegang peranan penting dalam pembentukan jaringan kornea.10Bahan kimia bersifat basa: NaOH, CaOH, amoniak, Freon/bahan pendingin lemari es, sabun, shampo, kapur gamping, semen, tiner, lem, cairan pembersih dalam rumah tangga, soda kuat.2,3Menurut klasifikasi Thoft maka trauma basa dapat dibedakan dalam8:Derajat 1:Hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtataDerajat 2:Hiperemi konjungtiva disertai dengan hilang epitel korneaDerajat 3:Hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel korneaDerajat 4:Konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%Karena basa (alkali) cepat menembus jaringan mata dan akan terus menimbulkan kerusakan lama setelah cedera terhenti, diperlukan bilasan jangka panjang dan pemeriksaan pH secara berkala. Trauma basa menyebabkan peningkatan tekanan intraokular dengan segera karena terjadi kontraksi sklera dan kerusakan anyaman trabekular. Peningkatan tekanan sekunder (2-4 jam kemudian) terjadi akibat pelepasan prostalglandin, yang berpotensi menimbulkan uveitis berat. Hal ini sulit dipantau melalui kornea yang opak. Pengobatannya adalah dengan steroid topikal, obat-obat antiglaukoma, dan siklopegik selama 2 minggu pertama. Setelah 2 minggu, pemakaian steroid harus berhati-hati karena obat ini menghambat reepitelisasi. Kemudian dapat terjadi perlunakan kornea dan kemungkinan perforasi akibat berlanjutnya aktivitas kolagenase. Tetes mata askorbat (vitamin C) dan sitrat bermanfaat untuk trauma alkalis derajat sedang, tetapi efeknya hanya minimal dalam mencegah perlunakan kornea pada pasien dengan trauma alkalis berat atau defek epitel kornea persisten. Suatu percobaan dengan inhibitor kolagenase (asetilsistein) mungkin bermanfaat. Terpajannya kornea dan adanya defek epitel yang menetap diterapi dengan airmata buatan, tarsorafi, atau bandage contact lens.11II. 3. 4. PatofisiologiProses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu fase kerusakan yang timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase penyembuhan:1. Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh hal-hal sebagai berikut: Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan oklusi pembuluh darah pada limbus. Hilangnya stem cell limbus dapat berdampak pada vaskularisasi dan konjungtivalisasi permukaan kornea atau menyebabkan kerusakan persisten pada epitel kornea dengan perforasi dan ulkus kornea bersih. Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan dan presipitasi glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea. Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan kerusakan iris dan lensa. Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang dibutuhkan untuk memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea. Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.2. Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses berikut: Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau pergeseran dari sel-sel epitelial yang berasal dari stem cell limbus Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit terjadi sintesis kolagen yang baru.9 II. 3. 5. KlasifikasiTrauma kimia pada mata dapat diklasifikasikan sesuai dengan derajat keparahan yang ditimbulkan akibat bahan kimia penyebab trauma. Klasifikasi ini juga bertujuan untuk penatalaksaan yang sesuai dengan kerusakan yang muncul serta indikasi penentuan prognosis. Klasifikasi ditetapkan berdasarkan tingkat kejernihan kornea dan keparahan iskemik limbus. Selain itu klasifikasi ini juga untuk menilai patensi dari pembuluh darah limbus (superfisial dan profunda).9Derajat 1:Kornea jernih dan tidak ada iskemik limbus (prognosis sangat baik)Derajat 2:Kornea berkabut dengan gambaran iris yang masih terlihat dan terdapat kurang dari 1/3 iskemik limbus (prognosis baik)Derajat 3:Epitel kornea hilang total, stroma berkabut dengan gambaran iris tidak jelas dan sudah terdapat iskemik limbus (prognosis kurang)Derajat 4: Kornea opak dan sudah terdapat iskemik lebih dari limbus (prognosis sangat buruk)Kriteria lain yang perlu dinilai adalah seberapa luas hilangnya epitel pada kornea dan konjungtiva, perubahan iris, keberadaan lensa, dan tekanan intra okular.

II. 3. 6. DiagnosisDiagnosis pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis, anamnesis dan pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah mutlak dilakukan dikarenakan trauma kimia pada mata merupakan kasus gawat darurat sehingga hanya diperlukan anamnesa singkat.II. 3. 6. 1. Gejala KlinisTerdapat gejala klinis utama yang muncul pada trauma kimia yaitu, epifora, blefarospasme, dan nyeri berat. Trauma akibat bahan yang bersifat asam biasanya dapat segera terjadi penurunan penglihatan akibat nekrosis superfisial kornea. Sedangkan pada trauma basa, kehilangan penglihatan sering bermanifestasi beberapa hari sesudah kejadian. Namun sebenarnya kerusakan yang terjadi pada trauma basa lebih berat dibanding trauma asam.7II. 3. 6. 2. AnamnesisPada anamnesis sering sekali pasien menceritakan telah tersiram cairan atau tersemprot gas pada mata atau partikel-partikelnya masuk ke dalam mata. Perlu diketahui apa persisnya zat kimia dan bagaimana terjadinya trauma tersebut (misalnya tersiram sekali atau akibat ledakan dengan kecepatan tinggi) serta kapan terjadinya trauma tersebut.3,5Anamnesis harus mencakup perkiraan ketajaman penglihatan sebelum dan sesudah cedera. Harus diperhatikan apakah gangguan penglihatan yang ada bersifat progresif lambat atau memiliki onset yang mendadak. Harus dicurigai adanya benda asing intraokular bila terdapat riwayat terpapar bahan kimia.Nyeri, lakrimasi, dan pandangan kabur merupakan gambaran umum trauma. Dan harus dicurigai adanya benda asing intraokular apabila terdapat riwayat salah satunya apabila trauma terjadi akibat ledakan.7

II. 3. 6. 3. Pemeriksaan Fisik5,6,111. Pemeriksaan tajam penglihatanPemeriksaan fisik dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman penglihatan. Bila gangguan penglihatannya parah, diperiksa proyeksi cahaya, diskriminasi dua-titik, dan adanya defek pupil aferen. 2. Pemeriksaan dengan sentelop dan lampu celahPermukaan kornea diperiksa untuk mencari adanya benda asing, luka dan abrasi. Inspeksi konjungtiva bulbaris dilakukan untuk mencari adanya perdarahan, benda asing atau laserasi. Kedalaman dan kejernihan bilik mata depan dicatat. Ukuran dan bentuk pupil, serta reaksi pupil terhadap cahaya harus dibandingkan dengan mata yang lain untuk memastikan apakah ada defek pupil aferen di mata yang cedera. Oftalmoskop direk dan indirek digunakan untuk mengamati lensa, vitreus, diskus optikus, dan retina.3. Penilaian tekanan bola mataSelain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengetahui tekanan intraokular untuk menilai ada tidaknya salah satu komplikasi, yaitu glaukoma sekunder. Pemeriksaan yang seksama sebaiknya ditunda sampai mata yang terkena zat kimia sudah terigasi dengan air dan pH permukaan bola mata sudah netral. Obat anestesi topikal atau lokal sangat membantu agar pasien tenang, lebih nyaman dan kooperatif sebelum dilakukan pemeriksaan. Setelah dilakukan irigasi, pemeriksaan dilakukan dengan perhatian khusus untuk memeriksa kejernihan dan keutuhan kornea, derajat iskemik limbus, tekanan intra okular, konjungtivalisasi pada kornea, neovaskularisasi, peradangan kronik dan defek epitel yang menetap dan berulang. II. 3. 6. 4. Pemeriksaan Penunjang5,6Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah pemeriksaan pH bola mata secara berkala dengan kertas lakmus. Irigasi pada mata harus dilakukan sampai tercapai pH normal.

II. 3. 7. Penatalaksanaana. Penatalaksanaan Emergency9 Irigasi merupakan hal yang krusial untuk meminimalkan durasi kontak mata dengan bahan kimia dan untuk menormalisasi pH pada saccus konjungtiva yang harus dilakukan sesegera mungkin. Larutan normal saline (atau yang setara) harus digunakan untuk mengirigasi mata selama 15-30 menit samapi pH mata menjadi normal (7,3). Pada trauma basa hendaknya dilakukan irigasi lebih lama, paling sedikit 2000 ml dalam 30 menit. Makin lama makin baik. Jika perlu dapat diberikan anastesi topikal, larutan natrium bikarbonat 3%, dan antibiotik. Irigasi dalam waktu yang lama lebih baik menggunakan irigasi dengan kontak lensa (lensa yang terhubung dengan sebuah kanul untuk mengirigasi mata dengan aliran yang konstan. Double eversi pada kelopak mata dilakukan untuk memindahkan material yang terdapat pada bola mata. Selain itu tindakan ini dapat menghindarkan terjadinya perlengketan antara konjungtiva palpebra, konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks. Debridemen pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik sehingga dapat terjadi re-epitelisasi pada kornea. Selanjutnya diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kontak lembek dan artificial tear (air mata buatan).

b. Penatalaksanaan MedikamentosaTrauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan pemberian obat-obatan seperti steroid topikal, sikloplegik, dan antibiotik profilaksis selama 7 hari. Sedangkan pada trauma kimia berat, pemberian obat-obatan bertujuan untuk mengurangi inflamasi, membantu regenerasi epitel dan mencegah terjadinya ulkus kornea.7,9 Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil. Namun pemberian steroid dapat menghambat penyembuhan stroma dengan menurunkan sintesis kolagen dan menghambat migrasi fibroblas. Untuk itu steroid hanya diberikan secara inisial dan di tappering off setelah 7-10 hari. Dexametason 0,1% ED dan Prednisolon 0,1% ED diberikan setiap 2 jam. Bila diperlukan dapat diberikan Prednisolon IV 50-200 mg Sikloplegik untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia posterior. Atropin 1% ED atau Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali sehari. Asam askorbat mengembalikan keadaan jaringan scorbutik dan meningkatkan penyembuhan luka dengan membantu pembentukan kolagen matur oleh fibroblast kornea. Natrium askorbat 10% topikal diberikan setiap 2 jam. Untuk dosis sitemik dapat diberikan sampai dosis 2 gr. Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor untuk menurunkan tekanan intra ocular dan mengurangi resiko terjadinya glaukoma sekunder. Diberikan secara oral asetazolamid (diamox) 500 mg. Antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis. Tetrasiklin efektif untuk menghambat kolagenase, menghambat aktifitas netrofil dan mengurangi pembentukan ulkus. Dapat diberikan bersamaan antara topikal dan sistemik (doksisiklin 100 mg). Asam hyaluronik untuk membantu proses re-epitelisasi kornea dan menstabilkan barier fisiologis. Asam Sitrat menghambat aktivitas netrofil dan mengurangi respon inflamasi. Natrium sitrat 10% topikal diberikan setiap 2 jam selama 10 hari. Tujuannya untuk mengeliminasi fagosit fase kedua yang terjadi 7 hari setelah trauma.

c. Pembedahan91) Pembedahan SegeraPembedahan yang sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi limbus, mengembalikan populasi sel limbus dan mengembalikan kedudukan forniks.Prosedur berikut dapat digunakan untuk pembedahan: Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus bertujuan untuk mengembalikan vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan ulkus kornea. Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft) atau dari donor (allograft) bertujuan untuk mengembalikan epitel kornea menjadi normal. Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan fibrosis

2) Pembedahan LanjutPada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut: Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival bands dan simblefaron. Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva. Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata. Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik, hal ini untuk memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi. Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat berat dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat buruk.

II. 3. 8. PrognosisPrognosis tergantung pada:1. Jenis bahan kimia2. Lamanya kontak sebelum dilakukan pembilasan3. Lamanya pembilasan yang telah dilakukan sebelumnya4. Terapi yang telah diperoleh sebelumnyaKompetensi pembuluh darah sklera dan konjungtiva terbukti memiliki nilai prognostik. Semakin banyak jaringan epitel perilimbus serta pembuluh darah sklera dan konjungtiva yang rusak mengindikasikan prognosis yang semakin buruk.11Evaluasi berat ringannya penyakit. Bila kornea jernih dan konjungtiva kelihatan merah muda atau walaupun hemoragik, prognosis biasanya baik. Bila kornea keruh, apalagi putih dan iskemik, prognosisnya buruk.

II. 3. 9. Komplikasi9,11Komplikasi jangka panjang dari trauma kimia adalah glaukoma, pembentukan jaringan parut pada kornea, kekeruhan kornea, edema dan neovaskularisasi kornea, keratitis sika, simblefaron, enteropion dan katarak. a. KorneaPada organ ini dapat terjadi edema kornea karena adanya kerusakan dari epitel, glikosaminoglikan, keratosit, dan endotel, sehingga aquos humour dari bilik mata anterior dapat masuk ke dalam kornea. selain itu karena adanya iskemia limbus suplai nutrisi berkurang sehingga menyebabkan tidak terjadinya reepitelisasi kornea dan pada akhirnya dapat timbul sikatrik pada kornea.b. KonjungtivaAkibat terjadi kerusakan pada sel epitel konjungtiva, terutama sel goblet yang berfungsi untuk menyekresikan mukus yaitu suatu komponen lapisan film airmata, akan menyebabkan dry eye karena produksinya berkurang. Pada konjungtiva fornik apabila ada nekrosis dan peradangan yang hebat dapat terjadi simblefaron. Oleh karena itu perlu diberikan lubrikan juga pada pasien untuk mencegah simblefaron.

c. Glaukoma sekunderHal ini terjadi karena adanya peningkatan tekanan intraokuler yang disebabkan oleh adanya kelainan dan pemendekan serabut yang mengakibatkan perubahan jalinan trabekula, nyeri yang kuat, dikeluarkannya prostalglandin sebagai respon dari peradangan dan penyempitan sudut bilik mata akibat fibrosis.

d. LensaDapat terjadi katarak karena adanya paparan langsung bahan basa ke lensa atau karena adanya perlekatan iris yang meradang pada lensa (sinekia posterior).

e. Korpus siliarisApabila terjadi kerusakan yang berat pada mata dapat menyebabkan hipotoni yang permanen (ptosis bulbi) dengan kehilangan penglihatan yang permanen.

BAB IIIKESIMPULAN

Trauma kimia mata terdiri atas dua macam yaitu trauma asam dan trauma basa. Trauma basa cenderung dua kali lebih sering terjadi dibandingkan trauma asam karena bahan basa digunakan secara luas di rumah maupun di industri, selain itu trauma basa menimbulkan akibat yang lebih berat dibanding trauma asam. Keluhan yang ditimbulkan dari trauma kimia mata antara lain rasa nyeri, mata merah, fotofobia, terasa ada benda asing, penglihatan kabur dan mata terasa berair. Penatalaksanaan yang terpenting pada trauma kimia adalah irigasi mata dengan segera dengan air yang tersedia pada saat itu, seperti dengan air keran, larutan garam fisiologik, dan asam borat sampai pH mata kembali normal dan diikuti dengan pemberian obat terutama antibiotik, multivitamin, antiglaukoma, dan lain-lain. Selain itu dilakukan juga upaya promotif dan preventif kepada pasien. Menurut data statistik 90% kasus trauma dapat dicegah. Apabila dalam menjalankan suatu pekerjaan menggunakan pelindung yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Adepoju, F.G., Adeboyu, A., Adigun, I.A. 2007. Chemical Eye Injuries: Presentation and Management Difficulties, 6:7-11, Annals of African Medicine. Diakses 21 September 2014 dari www.annalsafrmed.org. 2. American Academy of Ophthalmology. Chemical Burn. Diunduh pada 2 Agustus 2011. http://www.aao.org/theeyeshaveit/trauma/chemical-burn.cfm3. American College of Emergency Phycisians. Management of Ocular Complaints. Diunduh tanggal 21 September 2014 dari http://www.acep.org/content.aspx?id=267124. Centers for Disease Control and Prevention. Work-related Eye Injuries. Diunduh pada tanggal 21 September 2014 dari http://www.cdc.gov/features/dsworkPlaceEye/5. Cohlmia Eye Center. Chemical Eye Burns Emergency Care. Diunduh pada tanggal 20 September 2014. Dari http://www.samcohlmia.com/wichita-chemical-eyeburns.php6. Eye Teachers of American Foundation. Eye Trauma. Diunduh pada tanggal 20 September 2014 dari http://www.ophthobook.com/videos/eye-trauma-video.7. Gerhard K. Lang. 2006.Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas 2nd. Stuttgart New York. 8. Ilyas, Sidarta, 2008. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.9. Kanski, JJ. 2000. Chemical Injuries. Clinical Opthalmology. Edisi keenam. Philadelphia: Elseiver Limited. 10. Randleman, J.B. Bansal, A. S. 2009.Burns Chemical. eMedicine Journal. 11. Riordan, P., Eva. 2007. Oftalmologi Umum Vaughan & Asbury, Edisi 17. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.12. Sherwood, Lauralee, 2010. Human Physiology From Cell to Systems. 7th Edition. USA: Graphic World. Inc.1