trauma inhalasi

34
1 LUKA BAKAR (COMBUSTIO) ( Dr. Sunarso Kartohatmodjo Sp.B. MM ) BATASAN : Suatu penyakit yang disebabkan oleh panas, arus listrik atau bahan kimia yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan lebih dalam PATOFISIOLOGI 1. Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler yang terkena suhu tinggi rusak sel darah yang di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi animea. 2. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan bula dengan membawa serta elektrolit. Hal ini menyebabkan berkurangnya volume cairan intra vaskuler. Tubuh kehilangan cairan antara ½ % - 1 %, “Blood Volume ” setiap 1 % luka bakar. Kerusakan kult akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan tambahan karena penguapan yang berlebih (insensible water loss meningkat). 3. Bila luka bakar lebih dari 20 % akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas yaitu : gelisah, pucat dingin berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan darah

Upload: adli-nurfakhri

Post on 24-Oct-2015

40 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Trauma Inhalasi

1

LUKA BAKAR (COMBUSTIO)

( Dr. Sunarso Kartohatmodjo Sp.B. MM )

BATASAN :

Suatu penyakit yang disebabkan oleh panas, arus listrik atau bahan kimia yang

mengenai kulit, mukosa dan jaringan lebih dalam

PATOFISIOLOGI

1. Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.

Pembuluh kapiler yang terkena suhu tinggi rusak sel darah yang di dalamnya ikut

rusak sehingga dapat terjadi animea.

2. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan bula dengan

membawa serta elektrolit. Hal ini menyebabkan berkurangnya volume cairan

intra vaskuler. Tubuh kehilangan cairan antara ½ % - 1 %, “Blood Volume ”

setiap 1 % luka bakar.

Kerusakan kult akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan tambahan

karena penguapan yang berlebih (insensible water loss meningkat).

3. Bila luka bakar lebih dari 20 % akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang

khas yaitu : gelisah, pucat dingin berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan darah

menurun dan produksi urine menurun (kegagalan fungsi ginjal).

4. Pada kebakaran daerah muka dapat terjadi kerusakan mukosa jalan nafas karena

gas, asap atau uap panas yang terisa. Gejala yang timbul adalah sesak nafas,

takipneu, stridor, suara serak dan berdahak berwarna gelap karena jelaga.

Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lain. CO akan mengikat

hemoglobin dengan kuat sehingga tak mampu mengikat oxygen lagi.

Tanda keracunan yang ringan adalah lemas, binggung, pusing, mual dan muntah.

Page 2: Trauma Inhalasi

Pada keracunan berat terjadi koma. Bila lebih 60 % hemoglobin terikat CO,

penderita akan meninggal.

5. Pada luka bakar yang berat terjadi ileus paralitik.

Stres dan beban faali yang terjadi pada luka bakar berat dapat menyebabkan tukak

di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama gejala tukak peptic.

Kelainan ini dikenal dengan “Tukak Curling” yang dikhawatirkan pada tukak

Curling ini adalah pendarahan yang timbul sebagai hematesis melena.

2

FREKWENSI :

Di Amerika di laporkan sekitar 2 sampai 3 juta penderita setiap tahunnya dengan

jumlah kematian 5 - 6 ribu kematian pertahun, sedangkan di Indonesia belum ada

laporan tertulis.

Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo Jakarta pada tahun 1998 di laporkan 107 kasus

luka bakar yang dirawat, dengan angka kematian 37,38 sedangkan di Rumah Sakit Dr.

Sutomo Surabaya pada tahun 2000 dirawat 106 kasus luka bakar, kematian 26, 41 %

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS

o Secara klinis

o Laboratorium : Hb, Hematokrit, Electrolit dsb

KOMPLIKASI

1. Syok karena kehilangan cairan.

2. Sepsis / toksis.

3. Gagal Ginjal mendadak

4. Peneumonia

Page 3: Trauma Inhalasi

PROGNOSA :

Tergantung derajad luka bakar.

Luas permukaan

Daerah yang terkena, perineum, ketiak, leher dan tangan karena sulit perawatan

dan mudah kontraktur.

Usia dan kesehatan penderita.

FASE LUKA BAKAR

Untuk mempermudah penanganan luka bakar maka dalam perjalanan penyakitnya

dibedakan dalam 3 fase akut, subakut dan fase lanjut. Namun demikian pembagian

fase menjadi tiga tersebuttidaklah berarti terdapat garis pembatas yang tegas diantara

ketiga fase ini. Dengan demikian kerangka berpikir dalam penanganan penderita tidak

dibatasi oleh kotak fase dan tetap harus terintegrasi. Langkah penatalaksanaan fase

sebelumnya akan berimplikasi klinis pada fase selanjutnya.

3

1. Fase akut / fase syok / fase awal.

Fase ini mulai dari saat kejadian sampai penderita mendapat perawatan di IRD /

Unit luka bakar. Pada fase ini penderita luka bakar, seperti penderita trauma

lainnya, akan mengalami ancaman dan gangguan airway (jalan napas), breathing

(mekanisme bernafas) dan gangguan circulation (sirkulasi). Gangguan airway

tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terjadi trauma , inhalasi

dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi merupakan penyebab kematian

utama penderita pada fase akut. Pada fase ini dapat terjadi juga gangguan

keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termal/panas yang

berdampak sistemik. Adanya syok yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut

Page 4: Trauma Inhalasi

dengan keadaan hiperdinamik yang masih berhubungan akibat problem

instabilitas sirkulasi.

Permasalahan dan penanganan pada fase ini akan menjadi bahasan utama dalam

makalah ini.

2. Fase Subakut

Fase ini berlangsung setelah fase syok berakhir atau dapat teratasi. Luka yang

terjadi dapat menyebabkan beberapa masalah yaitu :

a. Proses inflamasi atau infeksi.

b. Problem penutupan luka

c. Keadaan hipermetabolisme.

3. Fase Lanjut

Fase ini penderita sudah dinyatakan sembuh tetapi tetap dipantau melalui rawat

jalan. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang

hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan timbulnya kontraktur.

PENYEBAB LUKA BAKAR

Berdasarkan penyebab luka bakar, luka bakar dibedakan atas beberapa jenis

penyebab, antara lain :

1. Luka bakar karena api

2. Luka bakar karena air panas

3. Luka bakar karena bahan kimia

4. Luka bakar karena listrik, petir dan radiasi

5. Luka bakar karena sengatan sinar matahari.

6. Luka bakar karena tungku panas/udara panas

4

7. Luka bakar karena ledakan bom.

Page 5: Trauma Inhalasi

DERAJAT KEDALAMAN

Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada derajat panas

sumber, penyebab dan lamanya kontak dengan tubuh penderita. Dahulu Dupuytren

membagi atas 6 tingkat, sekarang lebih praktis hanya dibagi 3 tingkat/derajat, yaitu

sebagai berikut:

1. Luka bakar derajat I :

Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (surperficial), kulit hipermik berupa

eritem, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik

teriritasi. Penyembuhan terjadi secara spontan tanpa pengobatan khusus.

2. Luka bakar derajat II

Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi

disertai proses eksudasi. Terdapat bullae, nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik

teriritasi.

Dibedakan atas 2 (dua) bagian :

A. Derajat II dangkal/superficial (IIA)

Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari corium/dermis.

Organ – organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebecea masih banyak.

Semua ini merupakan benih-benih epitel. Penyembuhan terjadi secara spontan

dalam waktu 10-14 hari tanpa terbentuk cicatrik.

B. Derajat II dalam / deep (IIB)

5

Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa – sisa jaringan

epitel tinggal sedikit. Organ – organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar

keringat, kelenjar sebacea tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama dan

disertai parut hipertrofi. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari

Page 6: Trauma Inhalasi

satu bulan.

3. Luka bakar derajat III

Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam sampai

mencapai jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ kulit mengalami kerusakan,

tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak dijumpai bullae, kulit yang terbakar

berwarna abu-abu dan lebih pucat sampai berwarna hitam kering. Terjadi

koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai esker. Tidak

dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi karena ujung – ujung sensorik rusak.

Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan.

6

LUAS LUKA BAKAR

Wallace membagi tubuh atas bagian – nagian 9 % atau kelipatan dari 9 terkenal

dengan nama Rule of Nine atau Rule of Wallace.

Kepala dan leher 9 %

Lengan 18 %

Badan Depan 18 %

Badan Belakang 18 %

Tungkai 36 %

Genitalia/perineum 1 %

Total 100 %

7

Page 7: Trauma Inhalasi

Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas telapak tangan

penderita adalah 1 % dari luas permukaan tubuhnya. Pada anak –anak dipakai

modifikasi Rule of Nine menurut Lund and Brower, yaitu ditekankan pada umur 15

tahun, 5 tahun dan 1 tahun.

KRITERIA BERAT RINGANNYA

(American Burn Association)

1. Luka Bakar Ringan.

- Luka bakar derajat II <15 %

- Luka bakar derajat II < 10 % pada anak – anak

- Luka bakar derajat III < 2 %

2. Luka bakar sedang

- Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa

- Luka bakar II 10 – 20 5 pada anak – anak

- Luka bakar derajat III < 10 %

3. Luka bakar berat

- Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa

- Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak – anak.

- Luka bakar derajat III 10 % atau lebih

8

- Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan genitalia/perineum.

- Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.

PENATALAKSANAAN PENDERITA LUKA BAKAR FASE AKUT.

Pada penanganan penderita dengan trauma luka bakar, seperti pada penderita trauma –

Page 8: Trauma Inhalasi

trauma lainnya harus ditangani secara teliti dan sistematik.

I. Evaluasi Pertama (Triage)

A. Airway, sirkulasi, ventilasi

Prioritas pertama penderita luka bakar yang harus dipertahankan meliputi

airway, ventilasi dan perfusi sistemik. Kalau diperlukan segera lakukan

intubasi endotrakeal, pemasangan infuse untuk mempertahankan volume

sirkulasi

B. Pemeriksaan fisik keseluruhan.

Pada pemeriksaan penderita diwajibkan memakai sarung tangan yang steril,

bebaskan penderita dari baju yang terbakar, penderita luka bakar dapat pula

mengalami trauma lain, misalnya bersamaan dengan trauma abdomen dengan

adanya internal bleeding atau mengalami patah tulang punggung / spine.

C. Anamnesis

Mekanisme trauma perlu diketahui karena ini penting, apakah penderita

terjebak dalam ruang tertutup sehingga kecurigaan adanya trauma inhalasi

yang dapat menimbulkan obstruksi jalan napas. Kapan kejadiannya terjadi,

serta ditanyakan penyakit – penyakit yang pernah di alami sebelumnya.

D. Pemeriksaan luka bakar

Luka bakar diperiksa apakah terjadi luka bakar berat, luka bakar sedang atau

ringan.

1. Ditentukan luas luka bakar. Dipergunakan Rule of Nine untuk menentukan

luas luka bakarnya.

2. Ditentukan kedalaman luka bakar (derajat kedalaman)

II. Penanganan di Ruang Emergency

1. Diwajibkan memakai sarung tagan steril bila melakukan pemeriksaan

penderita.

Page 9: Trauma Inhalasi

2. Bebaskan pakaian yang terbakar.

9

3. Dilakukan pemeriksaan yang teliti dan menyeluruh untuk memastikan adnya

trauma lain yang menyertai.

4. Bebaskan jalan napas. Pada luka bakar dengan distress jalan napas dapat

dipasang endotracheal tube. Traheostomy hanya bila ada indikasi.

5. Pemasangan intraveneous kateter yang cukup besar dan tidak dianjurkan

pemasanga scalp vein. Diberikan cairan ringer Laktat dengan jumlah 30-50

cc/jam untuk dewasa dan 20-30 cc/jam untuk anak – anak di atas 2 tahun dan

1 cc/kg/jam untuk anak dibawah 2 tahun.

6. Dilakukan pemasangan Foley kateter untuk monitor jumlah urine produksi.

Dicatat jumlah urine/jam.

7. Di lakukan pemasangan nosogastrik tube untuk gastric dekompresi dengan

intermitten pengisapan.

8. Untuk menghilangkan nyeri hebat dapat diberikan morfin intravena dan

jangan secara intramuskuler.

9. Timbang berat badan

10. Diberikan tetanus toksoid bila diperlukan. Pemberian tetanus toksoid booster

bila penderita tidak mendapatkannya dalam 5 tahun terakhir.

11. Pencucian Luka di kamar operasi dalam keadaan pembiusan umum. Luka

dicuci debridement dan di disinfektsi dengan salvon 1 : 30. Setelah bersih

tutup dengan tulle kemudian olesi dengan Silver Sulfa Diazine (SSD) sampai

tebal. Rawat tertutup dengan kasa steril yang tebal. Pada hari ke 5 kasa di buka

dan penderita dimandikan dengan air dicampur Salvon 1 : 30

12. Eskarotomi adalah suatu prosedur atau membuang jaringan yang mati

(eskar)dengan teknik eksisi tangensial berupa eksisi lapis demi lapis jaringan

nekrotik sampai di dapatkan permukaan yang berdarah.

Page 10: Trauma Inhalasi

Fasiotomi dilakukan pada luka bakar yang mengenai kaki dan tangan

melingkar, agar bagian distal tidak nekrose karena stewing.

13. Penutupan luka dapat terjadi atau dapat dilakukan bila preparasi bed luka telah

dilakukan dimana didapatkan kondisi luka yang relative lebih bersih dan tidak

infeksi. Luka dapat menutup tanpa prosedur operasi. Secara persekundam

terjadi proses epitelisasi pada luka bakar yang relative superficial.

Untuk luka bakar yang dalam pilihan yang tersering yaitu split tickness skin

grafting. Split tickness skin grafting merupakan tindakan definitive penutup

10

luka yang luas. Tandur alih kulit dilakukan bila luka tersebut tidak sembuh –

sembuh dalam waktu 2 minggu dengan diameter > 3 cm.

PENANGANAN SIRKULASI

Pada luka bakarberat / mayor terjadi perubahan permeabilitaskapiler yang akan diikuti

dengan ekstrapasi cairan (plasma protein dan elektrolit) dari intravaskuler ke jaringan

interfisial mengakibatkan terjadinya hipovolemic intra vaskuler dan edema

interstisial. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik tergangu sehingga

sirkulasi kebagian distal terhambat, menyebabkan gangguan perfusi / sel / jaringan /

organ.

Pada luka bakar yang berat dengan perubahan permeabilitas kapiler yang hamper

menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial menyebabkan

kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami deficit, timbul

ketidakmampuan menyelenggaraan proses transportasi oksigen ke jaringan. Keadaan

ini dikenal dengan sebutan syok. Syok yang timbul harus diatasi dalam waktu singkat,

untuk mencegah kerusakan sel dan organ bertambah parah, sebab syok secara nyata

bermakna memiliki korelasi dengan angka kematian.

Beberapa penelitian membuktikan bahwa penatalaksanaan syok dengan metode

Page 11: Trauma Inhalasi

resusutasi cairan konvensional (menggunakan regimen cairan yang ada) dengan

penatalaksanaan syok dalam waktu singkat, menunjukkna perbaikkan prognosis,

derajat kerusakan jaringan diperkecil (pemantauan kadar asam laktat), hipotermi

dipersingkat dan koagulatif diperkecil kemungkinannya, ketiganya diketahui memiliki

nilai prognostic terhadap angka mortalitas.

Pada penanganan perbaikan sirkulasi pada luka bakar dikenal beberapa formula

berikut :

- Evans Formula

- Brooke Formula

- Parkland Formula

- Modifikasi Formula

- Monafo Formula

11

RESUSTASI CAIRAN

BAXTER formula

Hari Pertama :

Dewasa : Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas luka bakar per 24 jam

Anak : Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3

2 cc x berat badan x % luas luka ditambah kebutuhan faali.

Page 12: Trauma Inhalasi

Kebutuhan faali :

< 1 Tahun : berat badan x 100 cc

1 – 3 Tahun : berat badan x 75 cc

3 – 5 Tahun : berat badan x 50 cc

½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama.

½ diberikan 16 jam berikutnya.

Hari kedua

Dewasa : ½ hari I

Anak : diberi sesuai kebutuhan faali

Menurut Evans - Cairan yang dibutuhkan :

1. RL / NaCl = luas combustio ……% X BB/ Kg X 1 cc

2. Plasma = luas combustio ……% X BB / Kg X 1 cc

3. Pengganti yang hilang karena penguapan D5 2000 cc

Hari I --- 8 jam X ½

--- 16 jam X ½

Hari II -- ½ hari I

Hari ke III --- kari ke II

12

PENANGANAN PERNAPASAN

Trauma inhalasi merupakan foktor yang secara nyata memiliki kolerasi dengan angka

Page 13: Trauma Inhalasi

kematian. Kematian akibat trauma inhalasi terjasi dalam waktu singkat 8 sampai 24

jam pertama pasca operasi.

Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau bilamana luka bakar mengenai daerah

muka / wajah dapat menimbulkan kerusakan mukosa jalan napas akibat gas, asap atau

uap panas yang terhisap. Edema yang terjadi dapat menyebabkan gangguan berupa

hambatan jalan napas karena edema laring.

Trauma panas langsung adalah terhirup sesuatu yang sangat panas, produk produk

yang tidak sempurna dari bahan yang terbakar seperti bahan jelaga dan bahan khusus

yang menyebabkan kerusakan dari mukosa lansung pada percabangan

trakheobronkhial.

Keracunan asap yang disebabkan oleh termodegradasi material alamiah dan materi

yang diproduksi. Termodegradasi menyebabkan terbentuknya gas toksik seperti

hydrogen sianida, nitrogen oksida, hydrogen klorida, akreolin dan partikel – partikel

tersuspensi. Efek akut dari bahan kimia ini menimbulkan iritasi dan bronkokonstriksi

pada saluran napas. Obstruksi jalan napas akan menjadi lebih hebat akibat adanya

tracheal bronchitis dan edem.

Efek intoksikasi karbon monoksida (CO) mengakibatkan terjadinya hipoksia

jaringan. Karbon monoksida (CO) memiliki afinitas yang cukup kuat terhadap

pengikatan hemoglobin dengan kemampuan 210 – 240 kali lebih kuat disbanding

kemampuan O2. Jadi CO akan memisahkan O2 dari Hb sehingga mengakibatkan

hipoksia jaringan.

Kecurigaan adanya trauma inhalasi bila pada penderita luka bakar mengalami hal

sebagai berikut.

1. Riwayat terjebak dalam ruangan tertutup.

2. Sputum tercampur arang.

3. Luka bakar perioral, termasuk hidung, bibir, mulut atau tenggorokan.

4. Penurunan kesadaran termasuk confusion.

Page 14: Trauma Inhalasi

5. Terdapat tanda distress napas, seperti rasa tercekik. Tersedak, malas bernafas atau

adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau tenggorokan,

menandakan adanya iritasi mukosa.

6. Adanya takipnea atau kelainan pada auskultasi seperti krepitasi atau ronhi.

7. Adanya sesak napas atau hilangnya suara.

13

Bilamana ada 3 tanda / gejala diatas sudah cukup dicurigai adanya trauma inhalasi.

Penanganan penderita trauma inhalasi bila tanpa distress pernapasan maka harus

dilakukan trakheostomi. Penderita dirawat diruang resusitasi instalasi gawat darurat

sampai kondisi stabil.

MONITORING PENDERITA LUKA BAKAR FASE AKUT

Monitoring penderita luka bakar harus diikuti secara cermat. Pemeriksaan fisik

meliputi inspeksi, penderita palpasi, perkusi dan auskultasi adalah prosedur yang

harus dilakukan pada perawatan penderita. Pemeriksaan laboratoris untuk monitoring

juga dilakukan untuk mengikuti perkembanagn keadaan penderita. Monitoring

penderita kita dibagi dalam 3 situasi yaitu pada saat di triage, selama resusitasi (0-72

jam pertama)dan pos resustasi.

I. Triage – Intalasi Gawat Darurat

A. A-B-C : Pada waktu penderita datang ke Rumah sakit, harus dinilai dan dilakukan

segera diatasi adakah problem airway, breathing, sirkulasi yang segera diatasi life

saving. Penderitaluka bakar dapat pula mengalami trauma toraks atau mengalami

pneumotoraks.

B. VITAL SIGN : Monitoring dan pencatatan tekanan darah, repsirasi, nadi, rectal

temperature. Monitoring jantung terutama pada penderita karena trauma listrik,

Page 15: Trauma Inhalasi

dapat terjadi aritmia ataupun sampai terjadi cardiac arrest.

C. URINE OUTPUT : Bilamana urine tidak bisa diukur maka dapat dilakukan

pemasangan foley kateter. Urine produksi dapat diukur dan dicatat tiap jam.

Observasi urine diperiksa warna urine terutama pada penderita luka bakar derajat

III atau akibat trauma listrik, myoglobin, hemoglobin terdapat dalam urine

menunjukkna adanya kerusakaan yang hebat.

II. MONITORING DALAM FASE RESUSITASI

(sampai 72 jam)

1. Mengukur urine produksi. Urine produksi dapat sebagai indikator apakah

resusitasi cukup adekuat / tidak. Pada orang dewasa jumlah urine 30-50 cc

urine/jam.

14

2. Berat jenis urine. Pascatrauma luka bakar jenis dapat normal atau meningkat.

Keadaan ini dapat menunjukkna keadaan hidrasi penderita. Bilamana berat jenis

meningkat berhubungan dengan naiknya kadar glukosa urine.

3. Vital Sign

4. pH darah.

5. Perfusi perifer

6. laboratorium

a. serum elektrolit

b. plasma albumin

c. hematokrit, hemoglobin

d. urine sodium

e. elektrolit

f. liver function test

g. renal function tes

Page 16: Trauma Inhalasi

h. total protein / albumin

i. pemeriksaan lain sesuai indikasi

7. Penilaian keadaan paru

Pemeriksaan kondisi paru perlu diobservasi tiap jam untuk mengetahui adanya

perubahan yang terjadi antara lain stridor, bronkhospam, adanya secret, wheezing,

atau dispnae merupakan adannya impending obstruksi.

Pemeriksaan toraks foto ini. Pemeriksaan arterial blood gas.

8. Penilaian gastrointestinal.

Monitoring gastrointestinal setiap 2-4 jam dengan melakukan auskultasi untuk

mengetahui bising usus dan pemeriksaan sekresi lambung. Adanya darah dan pH

kurang dari 5 merupakan tanda adanya Culing Ulcer.

9. Penilaian luka bakarnya.

Bila dilakukan perawatan tertutup, dinilai apakah kasa basah, ada cairan berbau

atau ada tanda-tanda pus maka kasa perlu diganti. Bila bersih perawatan

selanjutnya dilakukan 5 hari kemudian.

Luka Bakar yang Perlu Perawatan Khusus

1. Luka Bakar Listrik.

2. Luka Bakar dengan trauma Inhalasi

3. Luka Bakar Bahan Kimia

4. Luka Bakar dengan kehamilan

15

Luka Bakar listrik

Luka bakar bisa karena voltase rendah atau voltase tinggi. Kerusakan jaringan tubuh

disebabkan karena beberapa hal berikut :

1. Aliran listrik (arus bolak-balik, alternating current / AC) merupakan energi

dalam jumlah besar. Berasal dari sumber listrik, melalui bagian tubuh yang

memiliki resistensi paling rendah (cairan, darah / pembuluh darah). Aliran

Page 17: Trauma Inhalasi

listrik dalam tubuh menyebabkan kerusakan akibat yang ditimbulkan oleh

resistensi. Kerusakan dapat bersifat ekstensif local maupun sistemik

(otak/ensellopati, jantung/fibrilisasi ventrikel, otot/ rabdomiosis, gagal ginjal,

dan sebagai berikut).

2. Loncatan energi yang ditimbulkan oleh udara yang berubah menjadi api.

3. Kerusakan jaringan bersifat lambat tapi pasti dan tidak dapat diperkirakan

luasnya. Hal ini di sebabkan akibat kerusakan system pembuluh darah di

sepanjang bagian tubuh yang dialiri listrik (trombosis, akulasi kapiler)

PENANGANAN/SPECIAL MANAGEMENT

A. PRIMARY SURVEY

a. Airway – cervical spine.

b. Breathing

c. Circulation

d. Disability-Pemeriksaan kesadaran GCS dan periksa pupil

e. Exposure-cegah penderita dari hipotermi.

B. SECOUNDARY SURVEY

1. Pemeriksaan dari kepala sampai kaki.

2. Pakaian dan perhiasan dibuka

a. Periksa titik kontak

b. Estimasi luas luka bakar / derajat luka bakarnya.

c. Pemeriksaan neurologist

d. Pemeriksaan traumalain, patah tulang/dilokasi.

e. Kalau perlu dipasang endotrakeal intubasi.

C. RESUSITASI

1. Bila didapatkan luka bakar, dapat diberikan cairan 2-4 cc/kg/ luas luka bakar.

2. Kalau didapatkan haemocromogen (myoglobin), urine output dipertahankan

Page 18: Trauma Inhalasi

antara 75-100 cc/jam sampai tampak menjadi jernih.

16

3. Sodium bicarbonate dapat ditambahkan pada ringer laktat sampai pH > 6,0

4. Monitor jarang dipergunakan.

D. CARDIAC MONITORING

1. Monitoring ECG kontinu untuk disritmia.

2. ventricular fibrilasi, asystole dan aritmia diterapi sesuai Advanced Cardiac Live

Support.

III. MONITORING POST RESUSITASI

(72 jam pascatrauma)

Hal hal yang perlu diobservasi setiap harinya secara sistematik dan teliti meliputi

observasi klinis dan data pemeriksaan laboratorium yaitu :

1. Cairan – elektrolit

2. Keadaan luka bakarnya

3. Kondisi potensial infeksi

4. Status nutrisi / gizi

Luka bakar dengan trauma inhalasi

Pada kebakaran dalam ruangan tertutup (in door)

Luka bakar mengenai daerah muka / wajah

Dapat merusak mukosa jalan napas

Edema laring hambatan jalan napas.

Gejala

Sesak napas

Takipnea

Stridor

Page 19: Trauma Inhalasi

Suara serak

Dahak berwarna gelap (jelaga)

Hati – hati kasus trauma inhalasi mematikan

Mekanisme kerusakan saluran napas.

1. Trauma panas langsung

17

Terhirupnya sesuatu yang panas, produk dari bahan yang terbakar, seperti jelaga

dan bahan khusus menyebabkan kerusakan mukosa langsung pada percabangan

trakeobronkial.

2. Keracunan asap yang toksik

Akibat termodegradasi material alamiah dan material yang diproduksi

terbentuk gas toksik (beracun), misalnya hydrogen sianida, nitrogen dioksida,

nitrogen klorida, akreolin iritasi dan bronkokonstriksi saluran napas. Obstruksi

jalan napas akan menjadi lebih hebat akibat trakealbronkitis dan edema.

3. Intoksikasi karbon monoksida (CO)

Intoksikasi CO hipoksia jaringan. Gas CO memiliki afinitas cukup kuat

terhadap pengikatan hemoglobin (210-240 kali lebih kuat di banding dengan O2)

CO memisahkan O2 dari Hb hipoksia jarinagn. Peningkatan kadar

karboksihemoglobin (COHb) dapat dipakai untuk evaluasi berat / ringannya

intoksikasi CO.

KLINIS

Kecurigaan adanya trauma inhalasi bila pada penderita luka bakar terdapat 3

atau lebih dari keadaan berikut :

1. Riwayat terjebak dalam rumah/ ruangan terbakar

2. Sputum tercampur arang

Page 20: Trauma Inhalasi

3. Luka bakar perioral, hidung, bibir, mulut atau tenggorokan.

4. penurunan kesadaran.

5. Tanda distress napas, rasa tercekik, tersedak, malas bernapas dan adanya

wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau tenggorokan (iritasi mukosa)

6. Gejala distress napas. Takipea

7. Sesak atau tidak ada suara.

Pada fase awal kerusakan saluran napas akibat efek toksik yang langsung terhirup

Pada fase lanjut edema paru dengan terjadinya hpoksemia progresif ARDS

18

Korelasi tingkat keracunan CO / presentase COHb dengan kelainan neurologist

Kadar Keracunan CO Kelainan Neurologis

10-20 % (ringan) sakit kepala, binggung, mual

20-40 % (sedang) lekas marah, pusing, lapangan

penglihatan menyempit

40-60 % (berat) Halusinasi, ataksia, konvulsi atau koma,

takipnea

Pemeriksaan tambahan :

1. Kadar karboksihemoglobin (COHb)

Pada trauma inhalasi, kadar COHb 35-45 % (berat), bahkan setelah 3 jam dari

kejadian, kadar COHb pada batas 20-25 %. Bila kadar COHb lebih dari 15 %

Page 21: Trauma Inhalasi

setelah 3 jam kejadian bukti kuat terjadi taruama inhalasi.

2. Gas Darah

PaO2 yang rendah (kurang dari 10 kPa pada konsentrasi oksigen 50%, FiO2 = 0,5)

mencurigakan adanya trauma inhalasi. PaO2 biasanya normal pada fase awal,

tetapi dapat meningkat pada fase lanjut.

3. Foto Toraks biasanya normal pada fase awal

4. Bronkoskopi Fiberoptic

Bila terdapat sputum beraran, edema mukosa, adanya bintik – bintik pendarahan

dan ulserasi diagnosa trauma inhalasi.

5. Tes Fungsi paru

Scan Paru Xenon tidak praktis.

Diagnosa Trauma Inhalasi :

1. Kecurigaan klinis

2. Riwayat kejadian

3. Pemeriksaan gad darh dan kadr COHb

4. Dikonfirmasi dengan bronkoskopi fiberoptic

5. pemeriksaan fungsi paru.

19

PENATALAKSANAAN

Tanpa Distres Pernapasan :

1. Intubasi / pipa endotrakeal.

2. Pemberian oksigen 2-4 liter / menit

3. Penghisapan secret secara berkala.

Page 22: Trauma Inhalasi

4. Humidifikasi dengan nebulizer.

5. Pemberian bronkodilator (Ventolin ® inhalasi)

6. Pemantauan gejala dan tanda distress pernapasan

A. Gejala Subyektif : gelisah, sesak napas.

B. Gejala Obyektif : Frekuensi napas meningkat ( > 30 kali / menit), sianotik,

stridor, aktivitas otot pernapasan tambahan, perubahannilai hasil

pemeriksaan analisis gas darah (8jam pertama . 24 jam sampai 4-5 hari.

C. Pemeriksaan :

1. Analisa gas darah

a. pada saat pertama kali (resusitasi)

b. 8 jam pertama

c. Setelah 24 jam kejadian

d. Selanjutnya sesuai kebutuhan

2. foto toraks 24 jam pasca kejadian.

7. Pemeriksaan radiologik (foto toraks) dikerjakan bila ada masalah pada jalan

napas.

8. Posisi penderita duduk/etengah duduk, dirawat di bed observasi

9. Pelaksanaan di ruang resusitasi gawat darurat

Dengan Distres Pernapasan

Kasus ini diperlakukan secara khusus

Untuk mengatasi masalah distress pernapasan yang dijumpai :

1. Dilakukan trakeostomi dengan local anestesi, dengan atau tanpa kanul

trakeostomi.

2. Pemberian oksigen 2 - 4 liter /menit melalui trakeostomi.

3. Pembersihan secret saluran pernapasan secara berkala serta bronchial washing.

4. Humidifikasi dengan nebulizer.

Page 23: Trauma Inhalasi

5. Pemberian bronkodilator (Ventolin ® inhalasi setiap 6 jam.

6. Pemantauan gejala dan tanda distress pernapasan.

20

A. Gejala subyektif : gelisah, sesak napas (dispnea)

B. Gejala obyektif : frekuensi napas meningkat (30-40 kali / menit),

sianotik, stridor, aktivitas otot pernapasan tambahan, perubahan hasil

pemeriksaan analisis gas darah 98 jam pertama). Gambaran hasil

infitrat paru dijumpai > 24 jam samapi 4-5 hari.

7. Pemeriksaan radiologik (foto toraks) dikerjakan bila masalah pernapasan telah

diatasi.

8. kasus ini dirawat pada bed observasi dengan posisi duduk atau setengah

duduk.

9. Pelaksanaan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat.

Luka Bakar Kimia.

Di Amerika Serikat terdapat 500.000 jenis kimia yang beredar. Sekitar 30.000

jenis yang berbahaya.

Dilaporkan 2-6 % kejadian luka bakar karena bahan kimia

Klafisikasi Bahan kimia :

1. Alkalis/Basa

Hidroksida, soda kaustik, kalium amoniak, litium, barium, kalsium atau bahan –

bahan pembersih dapat menyebabkan liquefaction necrosis dan denaturasi protein.

2. Acids/Asam

Asam hidroklorat, asam aksalat, asam sulfat, pembersih kamar mandi atau kolam

renang dapat menyebabkan kerusakan coagulation necrosis.

3. Organic Compounds

Page 24: Trauma Inhalasi

Fenol, creosote, petroleum, sebagai desinfektan kimia yang dapat

menyebabkankerusakana kutaneus, efek toksis terhadap ginjal dan liver.

Berat / ringannya trauma tergantung :

1. bahan

2. Konsentrasi

3. Volume

4. Lama kontak

5. Mekanisme trauma

21

Penatalaksanaan :

1. Bebaskan pakaian yang terkena

2. Irigasi dengan air yang kontinu

3. Hilangkan ras nyeri

4. Perhatikan airway, breathing dan circulation

5. Indenifikasi bahan penyebab.

6. Perhatikan bila mengenai mata.

7. Penanganan selajutnya sama seperti penanganan luka bakar.

Luka Bakar dan kehamilan

Hati –hati terhadap komplikasi

Komplikasi pada ibu dan janin

Pada luka 60 % atau lebih menimbulkan terminasi spontan dari kehamilan.

Penatalaksanaan:

1. Segera dilakukan stabilisasi airway. Hipoksia dapat terjadi pada ibu dan janin

2. Distress napas hipoksia dapat menimbulkan resistensi vaskuler pada uterus,

Page 25: Trauma Inhalasi

mengurangiuterus blood flow dan oksigen ke janin menurun.

3. Monitoring janin

4. Konsultasi dengan spesialis kandungan

KOMPLIKASI

1. Terminasi kehamilan akibat hipotensi, hipoksia serta adanya gangguan cairan dan

elektrolit.

2. Persalinan premature

3. Kematian janin intrauterine

KESIMPULAN

Mengingat kasus luka bakar merupakan suatu cidera berat yang memerlukan

penanganan dan penatalaksanaan yang sangat komplek dengan biaya yang cukup

tinggi serta angka morbiditas dan mortalitas karena beberapa faktor penderita, factor

pelayanan petugas, factor fasilitas pelayanan dan faktor cideranya. Untuk penanganan

luka bakar perlu perlu diketahui fase luka bakar, penyebab luka bakar, derajat

22

kedalaman luka bakar, luas luka bakar. Pada penanganan luka bakar seperti

penanganan trauma yang lain ditangani secara teliti dan sistematik. Penatalaksanaan

sejak awal harus sebaik – baiknya karena pertolongan pertama kali sangat

menentukan perjalanan penyakit ini.

Daftar Pustaka :

1. M Sjaifudin Noer, Penanganan Luka Bakar, Airlangga University Press, 2006

2. David S. Perdanakusuma, Penanganan Luka bakar, Airlangga University Press,

2006

Page 26: Trauma Inhalasi

3. R Sjamsuhidajat, Wim De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah Penerbit Buku

Kedokteran, EGC. 2007

4. Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab/ Ilmu Bedah, Rumah Sakit Dr. Sutomo

Surabaya. 2006