trauma centre

32
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga dapat meningkatkan kualitas kesejahteraan penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup bangsa Indonesia. Dengan meningkatnya populasi lansia akan menyebabkan konsekuensi berupa besarnya biaya kesehatan. Adat budaya bangsa Indonesia dalam kehidupan lansia adalah merupakan figur yang dihormati dan merupakan sumber daya yang bernilai tentang pengetahuan dan pengalaman hidup serta kearifan yang dimiliki masih dapat dimanfaatkan. Saat ini di seluruh dunia jumlah lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Di negara maju seperti Amerika Serikat pertambahan orang lanjut usia lebih kurang 1000 orang per hari. Pada tahun 1985 dan diperkirakan 50 % dari penduduk berusia diatas 50 tahun sehingga istilah “baby

Upload: tofan

Post on 25-Jun-2015

531 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: trauma centre

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional,

telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan

ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,

sehingga dapat meningkatkan kualitas kesejahteraan penduduk serta

meningkatkan umur harapan hidup bangsa Indonesia.

Dengan meningkatnya populasi lansia akan menyebabkan konsekuensi

berupa besarnya biaya kesehatan. Adat budaya bangsa Indonesia dalam kehidupan

lansia adalah merupakan figur yang dihormati dan merupakan sumber daya yang

bernilai tentang pengetahuan dan pengalaman hidup serta kearifan yang dimiliki

masih dapat dimanfaatkan.

Saat ini di seluruh dunia jumlah lanjut usia diperkirakan ada 500 juta

dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai

1,2 milyar. Di negara maju seperti Amerika Serikat pertambahan orang lanjut usia

lebih kurang 1000 orang per hari. Pada tahun 1985 dan diperkirakan 50 % dari

penduduk berusia diatas 50 tahun sehingga istilah “baby bom” pada masa lalu

berganti menjadi ledakan penduduk lanjut usia.

Orang lanjut usia (lebih 55 tahun), di Indonesia tahun 2000 sebanyak

22,2 juta atau sebanyak 10 % dari total penduduk dan diperkirakan jumlah

tersebut meningkat pada tahun 2020 menjadi 29,12 juta atau 11,0 %. Peningkatan

tersebut berkaitan dengan meningkatnya umur harapan hidup dari 65 – 70 tahun

pada 2000 menjadi 70 – 75 pada tahun 2020. (Boedhi Darmojo,2000)

Berbagai masalah kesehatan yang berkaitan dengan meningkatnya umur

harapan hidup akan memberikan dampak meningkatnya masalah kesehatan

terutama yang berkaitan dengan proses degeneratif. Keadaan ini akan

mempengaruhi pemenuhan kebutuhan sehari-hari secara mandiri.

Data-data tentang tingkat kekerasan terhadap lansia di Indonesia

berdasarkan hasil survei di 10 ibukota propinsi di Indonesia, dengan kekerasan

1

Page 2: trauma centre

2

fisik berupa tamparan sebesar 17,43%, kekerasan psikologis berupa dibentak

sebasar 31,36 %, Kekerasan sosial berupa perlakuan tidak adil sebesar 67,33 %,

sementara kekerasan ekonomi berupa penelantaran sebesar 68,55 %. (Nahar

dalam Syamsuddin, 2002).

Oleh karena hal itulah diperlukan suatu pendekatan penanganan trauma

pada lansia secara holistik. Program Departemen Sosial yang dikenal dengan

Trauma centre yang mulai berjalan, perlu memiliki penanganan trauma dengan

pelibatan keluarga melalui pendekatan eklektik holistik. Sehingga diharapkan

mampu meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan lansia.

Para ahli memproyeksikan pada tahun 2020 mendatang usia harapan

hidup kaum Lanjut Usia (Lansia) di Indonesia menjadi 71,7 tahun dengan

perkiraan jumlah lansia menjadi 28,8 juta jiwa atau (11,34%). Berarti jumlah

kelompok penduduk lansia di Indonesia akan semakin besar. Sedangkan di Jawa

Timur dari jumlah penduduk 34 juta jiwa tahun 2003, diproyeksikan sampai pada

tahun 2005, jumlah lansia mencapai 3.740.000 jiwa atau (11%). Jumlah lansia

berdasarkan data d-infokom Jawa Timur yang ada pada Th 2000 sebesar 3,25 juta

jiwa atau (9,36%), yang pada tahun 2003 meningkat menjadi 3,59 juta jiwa atau

(9,45%).

Untuk mengantisipasi berbagai dampak yang mungkin timbul akibat

proses penuaan penduduk, pemerintah telah mengupayakan sejak dini dengan

harapan peningkatan kesejahteraan lansia melalui peningkatan pengetahuan,

kemauan dan kemampuan fisik, mental spiritual agar lansia bisa hidup mandiri

dan tetap produktif.

B. Perumusan Masalah

Bagaimanakah pengembangan Trauma centre lansia jika menggunakan

peran serta keluarga dalam penanganan trauma pada lansia melalui pendekatan

eklektik holistik?

Page 3: trauma centre

3

C. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan Umum

Memaparkan metode penanganan trauma pada lansia berbasis keluarga

dengan pendekatan eklektik holistik.

2. Tujuan Khusus

a. Memberikan masukan kepada pemerintah berupa program penanganan trauma

berbasis keluarga

b. Memberikan masukan kepada pemerintah tentang penanganan trauma pada

lansia secara eklektik holistik.

3. Manfaat

a. Departemen Sosial

Departemen Sosial selaku pengambil kebijakan di sektor kesejahteraan

masyarakat agar mampu menetapkan suatu kebijakan dalam mengembangkan dan

mengoptimalkan pelaksanaan Trauma centre lansia.

b. Keluarga

Keluarga dapat mandiri dan aktif dalam menyukseskan Trauma centre

lansia untuk menangani trauma pada lansia sehingga kualitas hidup dan

kesejahteraan lansia meningkat.

c. Masyarakat

Masyarakat dapat ikut serta membantu pelaksanaan program Trauma

centre sehingga lebih perhatian dan menghargai keberadaan lansia.

D. Luaran yang diharapkan

Trauma centre yang berkembang di daerah uji coba diharapkan akan

menerapkan suatu metode penanganan trauma berbasis keluarga dengan

pendekatan eklektik holistik. Demikian juga Propinsi Jawa Timur akan segera

Page 4: trauma centre

4

memiliki Trauma centre lansia berbasis keluarga dengan pendekatan eklektik

holistik.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teoritik

1. Trauma centre

a. Pengertian Trauma Centre

Pusat Penanganan Trauma Lanjut Usia Trauma centre adalah suatu

lembaga/unit pelayanan sosial di masyarakat yang menangani perlindungan sosial

lanjut usia yang mengalami trauma dan keluarganya, yang dapat melakukan

rujukan permasalahan lanjut usia kepada instansi terkait. (Syamsuddin, 2002)

b. Jenis Pelayanan Trauma Centre

Jenis pelayanan yang tersedia dalam Trauma centre, seperti: pelayanan

pendampingan oleh pekerja sosial, berupa bimbingan berdasarkan kedekatan,

seperti kegiatan resosialisasi dan rekreasi. Pelayanan kesehatan oleh tenaga medis

baik di Trauma centre maupun di lembaga kesehatan lainnya. Pelayanan

kesehatan harus termasuk pendidikan tentang kebersihan, makanan dan gizi.

Kegiatan rehabilitatif dan penyembuhan trauma, terdiri dari: pelayanan

psikososial dan konseling yang dilakukan oleh pekerja sosial dan psikolog, baik

secara perorangan maupun kelompok. Terapi untuk penyembuhan trauma yang

dilakukan oleh pekerja sosial, psikiater, terapis dan rohaniawan. Terapi dilakukan

dengan melihat beberapa reaksi dan gejala trauma yang dialami lansia, seperti :

merasa malu, luka batin, disorientasi, merasa takut, merasa bersalah, merasa

dihianati, rasa marah dan kehilangan kepercayaan. Advokasi dan pendampingan

4

Page 5: trauma centre

5

hukum, kegiatan keagamaan, penelusuran keluarga oleh pekerja sosial dan

pelayanan kunjungan keluarga (Syamsuddin, 2002).

c. Pelaksanaan Pelayanan Trauma Centre pada Lansia

Setelah Pilot project Trauma centre bagi lansia yang dipercayakan

kepada LSM dan Pemda dianggap gagal, Direktorat Pelayanan Sosial Lanjut Usia

back to basic ke Panti-panti Werdha yang merupakan UPT Departemen Sosial.

Sosialisai pertama dilakukan di PSTW Gau Mabaji Gowa dan PSTW Budi

Darma Bekasi. Harapan terakhir program tersebut adalah bagaimana uji coba ini

dapat dijalankan oleh panti-panti Departemen Sosial dengan sukses. Departemen

sosial telah melakukan kegiatan sosialisasi Trauma centre di PSTW Gau Mabaji

Gowa yang diikuti 25 orang peserta yang berasal dari berbagai instansi.

(Syamsuddin, 2002)

2. Lansia

a. Pengertian Lansia

Proses menua merupakan suatu yang fisiologis, yang akan dialami oleh

setiap orang. Batasan orang dikatakan lanjut usia berdasarkan UU No 13 tahun

1998 adalah 60 tahun. Menurut oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia

meliputi:

1) Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.

2) Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun

3) Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun

4) Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun

b. Perubahan / Regresi yang Terjadi pada Lansia

Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti

seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa

dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis

maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara

Page 6: trauma centre

6

fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor,

rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan

lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat

dan kurang gairah. Meskipun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai

organ, tetapi tidak harus menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus

sehat.

Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan –

perubahan yang menuntut dirinya untuk menyesuakan diri secara terus – menerus.

Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka

timbul berbagai masalah (Raharjo, 1996).

c. Aspek Hukum Lansia

Produk hukum tentang lanjut usia dan penerapannya di suatu negara

merupakan gambaran sampai berapa jauh perhatian negara terhadap para lanjut

usianya. Sejak tahun 1965 di Indonesia diletakkan landasan hukum, yaitu

Undang-undang Nomor 4 tahun 1965 tentang Bantuan bagi Orang Jompo. Bila

dibandingkan dengan keadaan di negara maju, di negara berkembang perhatian

terhadap lanjut usia belum begitu besar (Hardywinoto, 1999).

Berbagai produk hukum dan perundang-undangan yang ada di Indonesia

yang langsung mengenai lanjut usia antara lain yaitu:

1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.

Ketentuan umum yang terdapat dalam undang-undang tersebut, memuat

pengertian lanjut usia, yaitu seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.

Asas peningkatan kesejahteraan lanjut usia adalah keimanan, dan ketakwaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kekeluargaan, keseimbangan, keserasian, dan

keselarasan dalam perikehidupan. Sebagai penghormatan dan penghargaan kepada

lanjut usia diberikan hak untuk meningkatkan kesejahteraan yang meliputi:

a) pelayanan keagamaan dan mental spiritual

b) pelayanan kesehatan

c) pelayanan kesempatan kerja

d) pelayanan pendidikan dan pelatihan

Page 7: trauma centre

7

e) kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana umum

f) kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum

g) perlindungan sosial

h) bantuan sosial

Pemerintah bertugas mengarahkan, membimbing, dan menciptakan

suasana yang menunjang bagi terlaksananya upaya peningkatan kesejahteraan

sosial lanjut usia. Sedangkan pemerintah, masyarakat dan keluarga bertanggung

jawab atas terwujudnya upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia.

2) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan Upaya

Peningkatan Kesejahteraan Lanjut Usia. Upaya peningkatan kesejahteraan

sosial bagi lanjut usia, meliputi:

a) Pelayanan keagamaan dan mental spiritual, antara lain adalah pembangunan

sarana ibadah dengan penyediaan aksesibilitas bagi lanjut usia,

b) Pelayanan kesehatan dilaksanakan melalui peningkatan upaya penyembuhan

(kuratif), diperluas pada bidang pelayanan geriatrik/gerontologik,

c) Pelayanan untuk prasarana umum, yaitu mendapatkan kemudahan dalam

penggunaan fasilitas umum, keringanan biaya, kemudahan dalam melakukan

perjalanan, penyediaan fasilitas rekreasi dan olahraga khusus,

d) Kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum, yang dalam hal ini pelayanan

administrasi pemberintahan, adalah untuk memperoleh Kartu Tanda Penduduk

seumur hidup, memperoleh pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan milik

pemerintah, pelayanan dan keringanan biaya untuk pembelian tiket perjalanan,

akomodasi, pembayaran pajak, pembelian tiket untuk tempat rekreasi,

penyediaan tempat duduk khusus, penyediaan loket khusus, penyediaan kartu

wisata khusus, mendahulukan para lanjut usia.

d. Trauma yang Dapat Terjadi pada Lansia

Data-data tentang tingkat kekerasan terhadap lansia di Indonesia

berdasarkan hasil survei di 10 ibukota propinsi di Indonesia, dengan kekerasan

fisik berupa tamparan sebesar 17,43%, kekerasan psikologis berupa pembentakan

sebasar 31,36 %, kekerasan sosial berupa perlakuan tidak adil sebesar 67,33 %,

Page 8: trauma centre

8

sementara kekerasan ekonomi berupa penelantaran sebesar 68,55 % (Syamsuddin,

2002).

3. Keluarga

a. Pengertian Keluarga

Banyak ahli menguraikan pengertian tentang keluarga sesuai dengan

perkembangan sosial masyarakat. Marilyn M. Friedmen (1998) mengatakan

bahwa keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama

dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-

masing yang merupakan bagian dari keluarga.

b. Fungsi keluarga

Ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga sebagai berikut

(Marilyn M. Friedmen, 1998):

1) Fungsi Afektif (the affective function) adalah berhubungan erat dengan fungsi

internal keluarga, yang merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif

berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan melaksanakan

fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota

keluarga,

2) Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (sosialization and sosial

placement fungction) adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak

untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan

dengan orang lain di luar rumah. Keluarga merupakan tempat individu untuk

belajar bersosialisasi,

3) Fungsi Reproduksi (the reproductive function) adalah keluarga berfungsi

untuk meneruskan kelangsungan dan menambah sumber daya manusia.

Dengan adanya program keluarga berencana maka fungsi ini sedikit

terkontrol,

4) Fungsi Ekonomi (the economic function), yaitu keluarga berfungsi untuk

memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomis dan tempat untuk

Page 9: trauma centre

9

mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk

memenuhi kebutuhan keluarga,

5) Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (the health care function),

yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan keluarga agar tetap

memiliki produktivitas tinggi. Kemampuan keluarga dalam memberikan

asuhan kesehatan mempengaruhi status kesehatan keluarga. Kesanggupan

keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas

kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksanakan

tugas kesehatan berarti sanggup menyelesikan masalah kesehatan keluarga.

Indonesia membagi fungsi keluarga menjadi delapan dengan bentuk

operasional yang dapat dilakukan oleh setiap keluarga (UU No. 10 tahun 1992 jo

PP No. 21 Tahun 1994) antara lain:

1) Fungsi Keagamaan,

2) Fungsi Sosial Budaya,

3) Fungsi Kasih Sayang,

4) Fungsi Perlindungan,

5) Fungsi Reproduksi,

6) Fungsi Pendidikan dan Sosialisasi,

7) Fungsi Ekonomi,

8) Fungsi Pembinaan Lingkungan.

c. Peran Keluarga dengan Lansia

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi

sosial yang diberikan. Peran merupakan target yang diharapkan yang harus

dilakukan individu pada situasi tertentu untuk mencapai tujuan. Ada dua peran

keluarga yaitu:

1) Peran Formal, meliputi: suami, istri, orang tua, pengasuh, pemelihara rumah

dan seksual;

2) Peran Informal, meliputi: inisiator, dominator, koordinator, anggota

masyarakat.

Page 10: trauma centre

10

Keluarga memiliki peran yang sangat besar dalam kehidupan lansia.

Peran keluarga dengan lansia (Mubarak. dkk, 2006):

1) menjaga dan merawat kondisi fisik anggota keluarga yang lanjut usia, tetap

dalam keadaan optimal atau produktif,

2) mempertahankan dan meningkatkan status mental pada lansia,

3) mengantisipasi adanya perubahan sosial dan ekonomi pada lansia,

4) memotivasi dan memfasilitasi lansia untuk memenuhi kebutuhan spiritual,

dengan demikian dapat meningkatkan ketaqwaan lansia kepada Tuhan YME.

d. Peningkatan Kesadaran Keluarga Melalui Dukungan Sosial

Setelah seseorang memasuki masa lansia, maka dukungan sosial dari

orang lain khususnya keluarga menjadi sangat berharga dan akan menambah

ketenteraman hidupnya. Namun demikian dengan adanya dukungan sosial

tersebut bukan berarti bahwa setelah memasuki masa tua, seorang lansia hanya

tinggal duduk, diam, tenang, dan berdiam diri saja. Untuk menjaga kesehatan

baik fisik maupun kejiwaannya lansia justru tetap harus melakukan aktivitas-

aktivitas yang berguna bagi kehidupannya. Lansia tidak boleh ongkang-ongkang,

enak-enak, dan semua dilayani oleh orang lain. Adapun komponen-komponen

dukungan adalah sebagai berikut (Sidiarto Kusumoputro dalam Kuntjoro, 2002):

1) Kerekatan Emosional (Emotional Attachment),

2) Integrasi sosial (Sosial Integration),

3) Adanya Pengakuan (Reanssurance of Worth),

4) Ketergantungan yang dapat diandalkan (Reliable Reliance),

5) Bimbingan (Guidance),

6) Kesempatan untuk mengasuh (Opportunity for Nurturance).

4. Pendekatan Eklektik holistik

a. Pengertian Pendekatan Eklektik holistik

Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lanjut usia

sangat perlu ditekankan pendekatan yang dapat mencakup sehat fisik, psikologis,

Page 11: trauma centre

11

spiritual dan sosial. Hal tersebut karena pendekatan dari satu aspek saja tidak akan

menunjang pelayanan kesehatan pada lanjut usia yang membutuhkan suatu

pelayanan yang komprehensif. Pendekatan inilah, dalam bidang kesehatan jiwa

(mental health) disebut pendekatan eklektik holistik. Secara harfiah pengertian

eklektik adalah pemilihan yang terbaik dari berbagai sumber. Sedangkan holistik

dalah ciri pandangan yang menyatakan bahwa keseluruhan sebagai suatu kesatuan

lebih penting daripada satu-satu bagian organisme. Eklektik holistik dalam

pelayanan kesehatan yaitu suatu pendekatan yang tidak tertuju pada pasien

semata-mata, akan tetapi juga mencakup aspek psikososial dan lingkungan yang

menyertainya. Pendekatan Holistik adalah pendekatan yang menggunakan semua

upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia, secara utuh dan

menyeluruh (Kuntjoro, 2002).

b. Jenis Pendekatan

1) Pendekatan Biologis, yaitu pendekatan pelayanan kesehatan lansia yang

menitikberatkan perhatian pada perubahan-perubahan biologis yang terjadi

pada lansia.

2) Pendekatan Sosial Budaya, yaitu pendekatan yang menitikberatkan

perhatiannya pada masalah-masalah sosial budaya yang dapat mempengaruhi

lansia.

3) Pendekatan Psikologis, yaitu pendekatan pelayanan kesehatan lansia yang

menekankan pada pemeliharaan dan pengembangan fungsi-fungsi kognitif,

afektif, konatif dan kepribadian lansia secara optimal. (Kuntjoro, 2002).

B. Kerangka Berpikir

Penyebab Trauma LansiaLansia

Trauma MenurunTrauma Menurun

Trauma CentreTrauma Centre

TraumaTrauma

KeluargaKeluarga

Pendekatan eklektik holistik

Pendekatan eklektik holistik

Page 12: trauma centre

12

Berdasarkan kerangka konsep di atas dapat dijelaskan bahwa terdapat

berbagai macam penyebab trauma yang menyerang pada lansia. Trauma pada

lansia dapat bersumber dari keluarga. Dengan menggunakan pendekatan eklektik

holistik, yang dilaksanakan oleh keluarga dengan bantuan komponen trauma

centre, diharapkan upaya trauma centre berbasis keluarga dapat mengurangi

trauma pada lansia.

C. Perumusan Hipotesis

Trauma centre dengan pendekatan eklektik holistik yang berbasis keluarga

meningkatkan penanganan trauma pada lansia.

BAB III

METODE PENDEKATAN

Secara teoritis, penulisan karya tulis ini ini diperkuat dengan teori kajian–

kajian tentang pengertian Trauma centre, jenis pelayanan Trauma centre,

pelaksanaan pelayanan Trauma centre lansia, pengertian lansia, perubahan regresi

yang terjadi pada lansia, aspek hukum lansia, trauma yang dapat terjadi pada

lansia, pengertian keluarga, fungsi keluarga, peran keluarga dengan lansia,

peningkatan kesadaran keluarga melalui dukungan sosial, jenis pendekatan,

pengertian pendekatan eklektik holistik.

Jenis penelitian menggunakan penelitian deskriptif dengan analisa data

kualitatif Departemen Sosial, Dinas Sosial propinsi Jawa Timur, Dinas Infokom

Jawa Timur.. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan berbagai

sumber data terkait baik berupa media cetak maupun elektronik. Metode yang

Gambar: 1. Kerangka konsep pembentukan trauma centre berbasis keluarga dengan menggunakan pendekatan eklektik holistik

12

Page 13: trauma centre

13

digunakan dalam penyajian data metode deskriptif dengan teknik analisa data

kualitatif.

Furchan (2004) menjelaskan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian

yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang status suatu gejala saat

penelitian dilakukan. Lebih lanjut dijelaskan, dalam penelitian deskriptif tidak ada

perlakuan yang diberikan atau dikendalikan serta tidak ada uji hipotesis

sebagaimana yang terdapat pada penelitian eksperiman.

Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan

dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada,

pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek

yang terjadi, atau tentang kecendrungan yang tengah berlangsung. Dalam

penelitian ini hal yang akan dianalisis secara deskriptif adalah pengembangan

program Trauma centre lansia berbasis keluarga dengan pendekatan eklektik

holistik. Dalam hal ini, pelaksanaan Trauma centre masih berlangsung dan

efeknya belum terjadi. Penulis berusaha mengkaji program tersebut dan akan

memberikan masukan sesuai dengan hasil pengkajian yan dilakukan. Penelitian

ini tidak menggunakan uji hipotesis tetapi hanya memberikan gambaran hasil

analisis yang dijadikan sebagai hipotesis.

Jenis penelitian deskriptif yang digunakan adalah dengan analisis

dokumenter, dengan mengkaji data tentang pola kehidupan lansia dan keluarganya

dalam pelaksanaan Trauma centre. Analisis dokementer adalah studi ini sering

juga disebut analisis isi yang juga dapat digunakan untuk menyelidiki variabel

sosiologis dan psikologis (Furchan, 2004).

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Analisis Program Trauma centre Lansia

13

Page 14: trauma centre

14

Trauma centre lansia merupakan salah satu usaha Departemen Sosial

dalam peningkatan kualitas dan kesejahteraan lansia sesuai perundangan yang

berlaku yaitu Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan

Lanjut Usia. Trauma centre lansia ini dapat dikatakan sebagai pengembangan

Panti Wredha yang sebelumnya sudah ada.

Program-program yang dikembangkan oleh Trauma centre lansia di

daerah Gowa dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan lansia di daerah tersebut.

Jika program tersebut dapat berlangsung dengan berkelanjutan dan perbandingan

jumlah petugas Trauma centre lansia dengan jumlah lansia mencukupi maka

keberlangsungan Trauma centre akan stabil.

Jika para ahli memproyeksikan pada tahun 2020 mendatang usia harapan

hidup kaum Lanjut Usia (Lansia) di Indonesia menjadi 71,7 tahun dengan

perkiraan jumlah lansia menjadi 28,8 juta jiwa atau (11,34%). Berarti jumlah

kelompok penduduk lansia di Indonesia akan semakin besar. Sedangkan di Jawa

Timur dari jumlah penduduk 3,4 juta jiwa tahun 2003, diproyeksikan sampai pada

tahun 2005, jumlah lansia mencapai 3.740.000 jiwa atau (11%). Data ini

menunjukkan bahwa Jawa Timur merupakan daerah yang dapat menjadi daerah

pengembangan Trauma centre lansia. Program Trauma centre lansia yang telah

dilaksanakan di daerah Gowa juga diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan

para lansia di daerah Jawa Timur.

Program Departemen Sosial yaitu Trauma centre lansia perlu mendapat

perhatian terkait dengan pelibatan keluarga dalam pelaksanaanya. Dalam hal ini

diperlukan sebuah pengembangan program yaitu Trauma centre lansia berbasis

keluarga dengan pendekatan eklektik holistik.

B. Pengembangan Trauma centre Lansia Berbasis Keluarga

Program-program yang telah dilaksanakan oleh Trauma centre

Departemen Sosial telah mencakup berbagai aspek dan melibatkan berbagai pihak

baik tenaga medis, psikiater, rohaniawan, sampai pekerja sosial tetapi sepertinya

masih ada komponen yang harus dilibatkan yaitu keluarga. Keluarga merupakan

Page 15: trauma centre

15

suatu unit terdekat dari lansia yang harus sangat dilibatkan dalam menangani

masalah-masalah lansia. Meskipun sebenarnya sumber trauma terbesar lansia

adalah keluarga, tetapi justru keluarga sangat berpengaruh dalam mengatasi

masalah tersebut. Seberapa besar usaha yang dilakukan Trauma centre lansia jika

tanpa melibatkan keluarga lansia itu sendiri akan sulit memecahkan masalah

tersebut. Karena keluarga sumber masalahnya, maka akan lebih baik jika

diselesaikan juga dengan sumbernya tetapi tetap melibatkan pihak lain sebagai

pendamping, dalam hal ini adalah pihak-pihak yang ada pada Trauma centre

lansia tersebut. Jadi, keluarga ditempatkan sebagai komponen yang paling utama

dalam mengatasi trauma pada lansia dan diharapkan menjadi teman sekaligus

tempat perlindungan lansia. Peran keluarga dengan lansia harus dijalankan

dengan maksimal. Pengembangan program Trauma centre lansia merupakan

gagasan yang sangat baik untuk menangani masalah-masalah yang dialami oleh

para lansia. Tentunya keberhasilan program yang dikerjakan oleh Trauma centre

lansia merupakan indikasi bahwa program ini dibutuhkan oleh para lansia. Jika

keberhasilan ini tidak diikuti oleh penyembuhan maksimal trauma pada lansia

maka efektivitasnya masih perlu dipertanyakan.

Pengembangan Trauma centre berbasis keluarga ini didasarkan pada

konsep keluarga itu sendiri. Keluarga dengan budayanya masing-masing

merupakan bagian yang penting dari lansia yang mengalami trauma. Anggota

keluarga dapat dikatakan orang-orang yang mengerti dan dapat memberikan

perawatan maksimal untuk lansia yang mengalami trauma. Jika Trauma centre

memberikan kesempatan kepada keluarga untuk memberikan bantuan dan

merawat para lansia anggota keluarga mereka, maka efektifitas Trauma centre ini

akan semakin baik.

Keberhasilan keluarga dalam mencapai tujuannya tidak hanya ditentukan

oleh keberhasilan implementasi peran dan tugas keluarga. Faktor penting yang

menentukan keberhasilan keluarga dalam mencapai tujuannya adalah budaya

keluarga. Keunggulan suatu keluarga ditentukan pula oleh keunggulan budaya

yang berkembang dalam keluarga tersebut.

Page 16: trauma centre

16

Budaya keluarga merupakan sistem nilai-nilai yang diyakini oleh semua

anggota keluarga. Sistem nilai tersebut telah dipelajari, diterapkan , dan

dikembangkan secara berkesinambungan. Sistem nilai tersebut menjadi perekat

dan acuan perilaku setiap anggota keluarga untuk mencapai tujuan yang

ditetapnkan. Bila keluarga dipandang sebagai suatu organisasi yang memiliki

struktur dan fungsi yang unik, budaya keluarga juga memiliki empat fungsi dasar

yaitu: sebagai identitas keluarga dan komitmen keluarga, alat yang menggerakkan

anggota keluarga, alat yang merekatkan antar anggota keluarga, dan mekanisme

control terhadap perilaku anggota keluarga. Agar mejadi keluarga yang sukses,

setiap anggota keluarga harus berjiwa korporat.

Setiap keluarga memiliki budaya sendiri-sendiri yang bersifat unik

karena setiap keluarga memiliki kepribadian yang khas. Dalam hal ini, budaya

suatu keluarga dapat bersifat stabil sepanjang waktu. Meskipun demikian, kondisi

keluarga itu sendiri tetap tidak pernah statis karena berbagai hal yang dialami,

misalnya terjadinya krisis, munculnya tantangan baru, adanya anggota keluarga

baru, kematian, perpisahan, dan sebagainya.

Keluarga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari para lansia.

Karena para lansia merupakan orang yang mewariskan budaya dari suatu keluarga

yang berlangsung turun temurun. Jika para lansia mengalami trauma hingga

masuk dalam Trauma centre maka akan terpisah dari keluarga dan tentunya

budaya keluarga yang akan digantikan dengan budaya prosedural yang dibutuhkan

untuk menangani trauma yang dialaminya.

Keluarga merupakan unit pelayanan dasar. Sehingga apapun yang yang

terjadi dalam anggota keluarga, semua anggota keluarga mempunyai kewajiban

dan hak untuk merawat dan melayani anggota keluarganya. Semua pelayanan

dasar dapat diberikan oleh anggota keluarga karena merekalah yang lebih dekat

dan mengenal serta dapat berada di dekat mereka selama mereka membutuhkan

bantuan. Dan tugas keluarga kepada lansia adalah menjaga kesejahteraan mereka

dalam menghadapi masa-masa akhir kehidupan mereka.

Lingkungan pelayanan dalam menangani trauma yang dialami oleh para

lansia sangat berpengaruh besar. Tempat tinggal keluarga merupakan lingkungan

Page 17: trauma centre

17

atau tempat yang paling alamiah dan damai bagi para lansia, tentu saja jika

keluarga mereka harmonis. Jika lingkungan tempat para lansia mendapatkan

penanganan terhadap trauma yang dialami tidak sealamia dan nyaman bagi

mereka maka trauma yang dialaminya akan beresiko semakin parah karena

mereka tidak mendapatkan suasana yang nyaman bagi mereka. Setidaknya perlu

menghadirkan anggota keluarga untuk memberikan suatu stimulasi bagi para

lansia bahwa tempat yang mereka tinggal merupakan tempat yang nayaman dan

aman untuk mereka.

C. Pendekatan Eklektik holistik

Pendekatan eklektik holistik yang dilakukan ditekankan pada keluarga.

Keluarga menjadi fokus utama dalam pendekatan eklektik holistik meskipun

sebenarnya juga melibatkan berbagai komponen dan berbagai aspek. Pendekatan

eklektik holistik yang dilakukan dimaksudkan sebagai suatu pendekatan

menyeluruh dalam mengurangi trauma pada lansia. Kesejahteraan para lansia

dalam menikmati hari tua mereka, dapat tercapai jika dalam pelayanan terhadap

lansia perlu diberikan kegiatan yang sifatnya kegiatan kognitif dan sebaiknya

tetap diadakan sepanjang lansia masih bersedia. Kegiatan yang dapat dilakukan

antara lain:

1. Untuk membantu daya ingat para lansia, sebaiknya di tempat-tempat yang

strategis dalam pelayanan ditulis hari, tanggal dan sebagainya dengan huruf

ukuran besar dan jelas. Di tempat-tempat tertentu misalnya ruang tamu, kamar

mandi, ruang makan, lemari pakaian dan sebagainya sebaiknya diberi tulisan

atau tanda khusus yang mudah dikenali oleh para lansia.

2. Bentuk tempat tidur, kursi, pintu, jendela dan sebagainya yang sering kali

mereka gunakan/lewati/pegang sebaiknya dibuat sederhana, kuat dan mudah

dipergunakan.

3. Bila perlu diberi alat bantu yang memudahkan untuk berjalan, bangun, duduk

dan sebagainya. Hal tersebut sangat penting untuk menambah rasa aman

mereka dan memperkecil bahaya.

Page 18: trauma centre

18

4. Bentuk kamar mandi khusus sebaiknya dibuat untuk keperluan mereka,

misalnya bak kamar mandi tidak terlalu dalam, tidak menggunakan tangga

atau tanjakan. Demikian pula jamban dibuatkan sehinga mudah digunakan

mereka dan pada dinding sebaiknya ada pegangan. Bila fasilitas terpenuhi

mereka akan merasa aman dan bahayapun akan berkurang.

5. Pengaturan tempat duduk waktu makan, istirahat bersama sebaiknya

mempermudah mereka untuk melakukan interaksi sosial. Hindari susunan

kursi / tempat duduk yang saling membelakangi, karena akan membuat para

lansia tidak dapat berinteraksi dengan leluasa. Satu kelompok diusahakan

antara 4 sampai 6 orang untuk suatu kegiatan agar lebih efisien.

6. Biasakan mereka untuk memiliki kebiasaan yang positif misalnya buang

sampah, meludah dan sebagainya pada tempat yang tersedia. Hindarkan

mereka dari kebiasaan buruk seperti mengisolasi diri, menarik diri dari

pergaulan dengan rekan-rekannya dan sebagainya.

Untuk mempermudah pengenalan metode Trauma centre berbasis

keluarga dengan pendekatan eklektik holistik dapat dirangkum dalam sebuah

program yaitu “SAPA LANSIA”. Dari arti kata “SAPA” yaitu membuka hati

untuk menjalin kedekatan dengan seseorang.Diharapkan keluarga ataupun orang-

orang sekitar lansia senantiasa memperhatikan keberadaan lansia dan menjalin

hubungan yang baik dengan lansia. Selain itu dalam program “SAPA LANSIA”

berisikan empat pesan yang harus dilakukan keluarga ataupun orang-orang di

sekitar lansia yang terangkum juga dalam kata “SAPA” yaitu:

S: Sentuh hangat lansia

A: Amati perubahan perilaku lansia

P: Peduli masalah lansia

A: Akhiri permasalahan lansia

“Sentuh hangat lansia” maksudnya keluarga diharapkan mampu

menuangkan segala perhatian dan kasih sayang. Hal ini sesuai dengan kepribadian

lansia dalam proses menua yang memiliki sifat labil, penurunan fungsi fisik,

Page 19: trauma centre

19

“Amati perubahan perilaku lansia” maksudnya keluarga diharapkan

mampu mengetahui perubahan-perubahan perilaku dari lansia di sekitarnya.

Meskipun perubahan tersebut hanya berupa hal-hal kecil, keluarga harus

memperhatikannya.

“Peduli masalah lansia” maksudnya keluarga diharapkan menjadi teman

sekaligus tempat yang aman untuk lansia dalam menyeleseikan masalah. Dengan

peduli dengan masalah lansia, membuat lansia tersebut merasa diperhatikan dan

tidak merasa tersingkirkan.

“Akhiri segala permasalahan” maksudnya adalah keluarga diharapkan

mampu mengatasi masalah dengan baik tanpa menimbulkan kekerasan sehingga

kualitas hidup lansia meningkat. Keluarga diharapkan mengarahkan lansia untuk

menyelesaikan masalah dengan senantiasa meningkatkan ibadah dan mendekatkan

diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Dengan menerapkan program “SAPA LANSIA” oleh setiap keluarga

diharakan mampu meningkatkan kualitaas hidup lansia dan meningkatkan

kesejahteraan lansia sehingga lansia merasa diperhatikan dan diharapkan dapat

menjalani masa tua dengan bahagia

.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengembangan program Trauma centre lansia merupakan salah satu

wujud kepedulian negara terhadap kesejateraan lansia. Trauma centre lansia

bergerak untuk memberikan pelayanan kepada lansia yang mengalami trauma

dalam kehidupannya. Dalam jangka waktu yang relatif pendek Trauma centre

telah melaksanakan beberapa program.

Dalam memberikan pelayanan kepada lansia dan keluarganya, Trauma

centre melibatkan petugas sosial dan kesehatan. Berdasarkan peraturan

19

Page 20: trauma centre

20

perundangan yang berlaku kesejahteraan lansia harus diberikan sepenuhnya sesuai

dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut

Usia.

Untuk memberikan penananganan trauma pada lansia harus secara

eklektik holistik yang berarti melibatkan seluruh komponen baik petugas sosial,

tenaga medis, psikiater, rohaniawan dan terutama adalah kelurga yang meliputi

berbai aspek bio-eko-psiko-sosio-kultural-spiritual secara komprehensif. Sehingga

dalam memenuhinya, keterlibatan keluarga merupakan salah satu langkah paling

efektif. Oleh karena itu Trauma centre perlu memasukkan keluarga dalam

menangani trauma yang dialami oleh lansia.

B. Saran

Trauma centre lansia berbasis keluarga ini sebaiknya segera

dilaksanakan oleh Dinas Sosial Jawa Timur, mengingat jumlah lansia di Jawa

Timur semakin bertambah. Beberapa program untuk memperkenalkan trauma

centre lansia kepada keluarga sebaiknya dilaksanakan sebelumnya. Jika

pelaksanaan Trauma centre lansia ini dilaksanakan dengan segera dan melibatkan

keluarga secara eklektik holistik melaui program “SAPA LANSIA”, maka

kesejahteraan lansia dapat ditingkatkan.

Bagi keluarga, Trauma centre berbasis keluarga ini akan berhasil jika

keluarga terus mendukung program ini. Sebaiknya keluarga dengan lansia

mengikuti program yang diselenggarakan Dinas Sosial. Peran serta mereka dalam

menangani trauma pada lansia akan memberikan hasil yang maksimal pada

penanganan trauma yang dialami lansia. Lanjut usia juga merupakan bagian

masyarakat oleh karena itu masyarakat sebaiknya ikut memperhatikan keadaan

lansia di sekitarnya dan tetap mendukung keberlangsungan Trauma centre

berbasis keluarga dengan pendekatan eklektik holistik.