trauma abdomen
DESCRIPTION
essayTRANSCRIPT
A. Pengertian
Trauma abdomen didefinisikan sebagai trauma yang melibatkan daerah antara
diafragma atas dan panggul bawah (Guilon, 2011). Trauma abdomen didefinisikan
sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang
diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006).
Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis.
1) Trauma penetrasi
a) Trauma Tembak
b) Trauma Tumpul
2) Trauma non-penetrasi
a) Kompresi
b) Hancur akibat kecelakaan
c) Sabuk pengaman
d) Cedera akselerasi
Trauma pada dinding abdomen terdiri kontusio dan laserasi.
1. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan
terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah
dapat menyerupai tumor.
2. Laserasi, jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga
abdomen harus di eksplorasi atau terjadi karena trauma penetrasi.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen
yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan
metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma abdomen pada isi abdomen terdiri dari:
1. Perforasi organ viseral intraperitoneum. Cedera pada isi abdomen mungkin di
sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen.
2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomenLuka tusuk pada abdomen dapat
menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
3. Cedera thorak abdomenSetiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap
kiri diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi.
B. Etiologi
1. Penyebab trauma penetrasi
a. Luka akibat terkena tembakan
b. Luka akibat tikaman benda tajam
c. Luka akibat tusukan
2. Penyebab trauma non-peneterasi
a. Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
b. Hancur (tertabrak mobil)
c. Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
d. Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga
C. Patofisiologi
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi
pendarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda
iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran klasik
syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda
perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma
abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi
abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum.Bila syok telah lanjut
pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat
leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak. Pada fase awal
perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan
bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan.
Trauma tumpul pada abdomen disebabkan oleh pengguntingan, penghancuran
atau kuatnya tekanan yang menyebabkan rupture pada usus atau struktur abdomen
yang lain.
Luka tembak dapat menyebabkan kerusakan pada setiap struktur didalam abdomen.
Tembakan menyebabkan perforasi pada perut atau usus yang menyebabkan
peritonitis dan sepsis.
Patofisiologi yang terjadi berhubungan dengan terjadinya trauma abdomen adalah :
1. Terjadi perpindahan cairan berhubungan dengan kerusakan pada jaringan,
kehilangan darah dan shock.
2. Perubahan metabolic dimediasi oleh CNS dan system makroendokrin,
mikroendokrin.
3. Terjadi masalah koagulasi atau pembekuan dihubungkan dengan perdarahan
massif dan transfuse multiple
4. Inflamasi, infeksi dan pembentukan formasi disebabkan oleh sekresi saluran
pencernaan dan bakteri ke peritoneum
5. Perubahan nutrisi dan elektrolit yang terjadi karena akibat kerusakan
integritas rongga saluran pencernaan.
Limpa :
Merupakan organ yang paling sering terkena kerusakan yang diakibatkan oleh
trauma tumpul. Sering terjadi hemoragi atau perdarahan masif yang berasal dari
limpa yang ruptur sehingga semua upaya dilakukan untuk memperbaiki kerusakan di
limpa.
Liver :
Karena ukuran dan letaknya, hati merupakan organ yang paling sering terkena
kerusakan yang diakibatkan oleh luka tembus dan sering kali kerusakan disebabkan
oleh trauma tumpul. Hal utama yang dilakukan apabila terjadi perlukaan dihati yaitu
mengontrol perdarahan dan mendrainase cairan empedu.
Esofagus bawah dan lambung :
Kadang-kadang perlukaan esofagus bawah disebabkan oleh luka tembus. Karena
lambung fleksibel dan letaknya yang mudah berpindah, sehingga perlukaan jarang
disebabkan oleh trauma tumpul tapi sering disebabkan oleh luka tembus langsung.
Pankreas dan duodenum :
Walaupun trauma pada pankreas dan duodenum jarang terjadi. Tetapi trauma
pada abdomen yang menyebabkan tingkat kematian yang tinggi disebkan oleh
perlukaan di pankreas dan duodenum, hal ini disebabkan karena letaknya yang sulit
terdeteksi apabila terjadi kerusakan
Patofisiologi
Trauma
(kecelakaan)
↓
Penetrasi & Non-Penetrasi
↓
Terjadi perforasi lapisan abdomen
(kontusio, laserasi, jejas, hematom)
↓
Menekan saraf peritonitis
↓
Terjadi perdarahan jar.lunak dan rongga abdomen → Nyeri
↓
Motilitas usus
↓
Disfungsi usus → Resiko infeksi
↓
Refluks usus output cairan berlebih
Gangguan cairan Nutrisi kurang dari
dan eloktrolit kebutuhan tubuh
Kelemahan fisik
↓
Gangguan mobilitas fisik
D. Tanda dan Gejala/Manifestasi Klinik
Klinis Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis
meliputi:
nyeri tekan diatas daerah abdomen
distensi abdomen
demam
anorexia
mual dan muntah
takikardi
peningkatan suhu tubuh
nyeri spontan.
Pada trauma non-penetrasi (tumpul) pada trauma non penetrasi
biasanya terdapat adanya Jejas atau ruptur dibagian dalam abdomen:
Terjadi perdarahan intra abdominal. Apabila trauma terkena usus, mortilisasi
usus terganggu sehingga fungsi usus tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan
peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena) Kemungkinan
bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah rauma.
Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding
abdomen. Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:
Terdapat luka robekan pada abdomen
Luka tusuk sampai menembus abdomen
Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa perdarahan/memperparah keadaan
keluar dari dalam andomen
Trauma Operasi terjadi perforasi Lapisan abdomen (kontusio,laserasi
Menekan Syaraf Peritonitis Terjadi perdarahan dalam jaringan Lunak dan rongga
abdomen NyeriMotilitas usus Dilakukan tindakan drain Disfungsi usus resiko tinggi
infeksi Refleks usus output cairan lebih. Peningkatan Gg keseimbangan elektrolit
metabolisme Defisit vol Cairan dan elektrolit intake nutrisi kurang Kelemahan fisik
Gangguan Mobilitas
E. Komplikasi klinik
Segera : hemoragi, syok, dan cedera.
Lambat : infeksi
F. Pemeriksaan diagnostik
1. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Dilakukan pada trauma abdomen perdarahan intra abdomen, tujuan dari DPL
adalah untuk mengetahui lokasi perdarahan intra abdomen. Indikasi untuk melakukan
DPL, antara lain:
o Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
o Trauma pada bagian bawah dari dada
o Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
o Pasien cidera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak)
o Pasien cedera abdominalis dan cidera medula spinalis (sumsum tulang belakang)
o Patah tulang pelvis
Pemeriksaan DPL dilakukan melalui anus, jika terdapt darah segar dalm BAB
atau sekitar anus berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul) mengenai kolon atau
usus besar, dan apabila darah hitam terdapat pada BAB atau sekitar anus berarti
trauma non-penetrasi (trauma tumpul) usus halus atau lambung. Apabila telah
diketahui hasil Diagnostic Peritonea Lavage (DPL), seperti adanya darah pada
rektum atau pada saat BAB. Perdarahan dinyatakan positif bila sel darah merah lebih
dari 100.000 sel/mm³ dari 500 sel/mm³, empedu atau amilase dalam jumlah yang
cukup juga merupakan indikasi untuk cedera abdomen. Tindakan selanjutnya akan
dilakukan prosedur laparotomi
Kontra indikasi dilakukan Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), antara lain:
o Hamil
o Pernah operasi abdominal
o Operator tidak berpengalaman
2. Skrinning pemeriksaan rongten.
Foto rongsen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan
hemo atau Pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium.
Serta rongten abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau
adanya udara retroperitoneum.
a. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
b. Uretrografi.
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra
c. Sistografi
Ini di gunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing,
contohnya pada
1) fraktur pelvis.
2) Trauma non-penetrasi
d. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi
perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit.
Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi
menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis.
Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma
pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan
kemungkinan trauma pads hepar.
e. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas
retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus
f. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai
hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada
saluran urogenital.
g. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan
trauma pada ginjal..
Pemeriksaan khusus
A) Abdominal paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk
menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari
100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga
peritoneum setelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5
menit, merupakan indikasi untuk laparotomi.
B) Pemeriksaan laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber
penyebabnya.
C) Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-
sigmoidoskopi.
G. Penatalaksanaan
A. Penanganan awal
Trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
a. Stop makanan dan minuman
b. Imobilisasi
c. Kirim kerumah sakit.
Penetrasi (trauma tajam)
a. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya)
tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis
b. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan
kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak
memperparah luka.
c. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak
dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang
keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
d. Imobilisasi pasien
e. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum
f. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
g.Kirim ke rumah sakit
B. Penanganan dirumah sakit
a. Segera dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan secepatnya. Jika
penderita dalam keadaan syok tidak boleh dilakukan tindakan selain
pemberantasan syok (operasi)
b. Lakukan prosedur ABCDE.
c. Pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan mencegah aspirasi.
d. Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin
yang keluar (perdarahan).
e. Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika
terjadi rangsangan peritoneal : syok ; bising usus tidak terdengar ; prolaps
visera melalui luka tusuk ; darah dalam lambung, buli-buli, rektum ; udara
bebas intraperitoneal ; lavase peritoneal positif ; cairan bebas dalam rongga
perut)
f. Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang
menunjukkan trauma intra-abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri
diafragma, abdominal free air, evisceration) harus segera dilakukan
pembedahan
g. Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative
berdasarkan status klinik dan derajat luka yang terlihat di CT
h. Pemberian obat analgetik sesuai indikasi
i. Pemberian O2 sesuai indikasi
j. Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan
k. Kebanyakan GSW membutuhkan pembedahan tergantung kedalaman
penetrasi dan keterlibatan intraperitoneal
l. Luka tikaman dapat dieksplorasi secara lokal di ED (di bawah kondisi
steril) untuk menunjukkan gangguan peritoneal ; jika peritoneum utuh,
pasien dapat dijahit dan dikeluarkan
m. Luka tikaman dengan injuri intraperitoneal membutuhkan pembedahan
n. Bagian luar tubuh penopang harus dibersihkan atau dihilangkan dengan
pembedahan
C. Penatalaksanaan Kedaruratan
1. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan, sirkulasi)
sesuai indikasi.
a) Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan ; gerakkan dapat
menyebabkan fragmentasi bekuan pada pada pembuluh darah besar
dan menimbulkan hemoragi masif.
b) Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem
saraf.
c) Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan.
d) Gunting baju dari luka.
e) Hitung jumlah luka.
f) Tentukan lokasi luka masuk dan keluar.
2. Kaji tanda dan gejala hemoragi. Hemoragi sering menyertai cedera abdomen,
khususnya hati dan limpa mengalami trauma.
3. Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai pembedahan
dilakukan.
a) Berikan kompresi pada luka perdarahan eksternal dan bendungan luka
dada.
b) Pasang kateter IV diameter besar untuk penggantian cairan cepat dan
memperbaiki dinamika sirkulasi.
c) Perhatikan kejadian syoksetelah respons awal terjadi terhadap
transfusi ; ini sering merupakan tanda adanya perdarrahan internal.
d) Dokter dapat melakukan parasentesis untuk mengidentifikasi tempat
perdarahan.
4. Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu
mendeteksi luka lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga
peritonium, dan mencegah komplikasi paru karena aspirasi.
5. Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin basah
untuk mencegah nkekeringan visera.
a) Fleksikan lutut pasien ; posisi ini mencegah protusi lanjut.
b) Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya peristaltik dan
muntah.
6. Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya
hematuria dan pantau haluaran urine.
7. Pertahankan lembar alur terus menerus tentang tanda vital, haluaran urine,
pembacaan tekanan vena sentral pasien (bila diindikasikan), nilai hematokrit,
dan status neurologik.
8. Siapkan untuk parasentesis atau lavase peritonium ketika terdapat
ketidakpastian mengenai perdarahan intraperitonium.
9. Siapkan sinografi untuk menentukan apakah terdapat penetrasi peritonium
pada kasus luka tusuk.
a) Jahitan dilakukan disekeliling luka.
b) Kateter kecil dimasukkan ke dalam luka.
c) Agens kontras dimasukkan melalui kateter ; sinar x menunjukkan apakah
penetrasi peritonium telah dilakukan.
10. Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan.
11. Berikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi. trauma dapat
menyebabkan infeksi akibat karena kerusakan barier mekanis, bakteri
eksogen dari lingkungan pada waktu cedera dan manuver diagnostik dan
terapeutik (infeksi nosokomial).
12. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok,
kehilangan darah, adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau
hematuria.
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam
nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik
mungkin harus melihat Apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda
lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakuakan prosedur ABC jika
ada indikasi, Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan
napas.
1. Airway, dengan Kontrol Tulang Belakang Membuka jalan napas
menggunakan teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan
mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan
tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.
2. Breathing, dengan Ventilasi Yang Adekuat Memeriksa pernapasan
dengan menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk
memastikan apakah ada napas atau tidak, Selanjutnya lakukan pemeriksaan status
respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
3. Circulation,dengan Kontrol Perdarahan Hebat Jika pernapasan
korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan.
Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio
kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 15 : 2 (15 kali kompresi
dada dan 2 kali bantuan napas
ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian Data
DasarPemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi
menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki.
Pengkajian data dasar menurut Doenges (2000), adalah:
1. Aktifitas/istirahat
Subjektit : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas,
Objektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseim Bangan cedera
(trauma).
2. Sirkulasi
Objektif : Kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi,
hiperventilasi, dll). Normalnya pernapasan normal berkisar antara 8-
20 kali per menit (dewasa), 15 – 30 (anak-anak) dan 25 – 50 (bayi)
3. Integritas ego
Subjektif : menyangkal gejala penting / adanya kondisi takut mati, perasaan ajal
suah dekat, marah pada penyakit / perawatan yang tidak perlu, kuatir
tentang eluarga, kerja, keuangan. Perubahan tingkah laku /
kepribadian (tenangatau dramatis),
Objektif : menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,
perilaku menyerang, fokus pada diri sendiri.
4. Eliminasi
Objektif : Inkontinensia kandung kemih/usus ataumengalami gangguan fungsi
5. Makanan dan cairan
Subjektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan Selera makan.
Objektif : Mengalami distensi abdomen. Nyeri tekan di perut,kulit
kering/berkeringat, perubahan berat badan.
6. Neurosensori.
Objektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo, Perubahan kesadaran
bisa sampai koma, perubahan status mental, Kesulitan dalam
menentukan posisi tubuh.
7. Nyeri dan kenyamanan
Subjektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,
biasanya lama.
Objektif : wajah meringi, gelisah, merintih, emosi labil, perilaku berhati-hati.
8. Pernafasan
Objektif : Perubahan pola nafas.
9. Keamanan
Subjektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.
Objektif : Dislokasi gangguan kognitif.Gangguan rentang gerak.
II. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah keperawatan
1 Ds : pasien mengatakan ”
saya tidak nafsu makan”
Do :
- mual
- muntah
- distensi abdomen
- berkeringat
- perdarahan
Kurangnya masukan
cairan dan elektrolit
Kekurangan cairan
dan elekrolit
2 Ds: pasien mengatakan
”saya merasakan sakit pada
daerah luka.
Do :
- wajah meringis
- gelisah,
- Merintih
- Emosi labil
- Perilaku berhati-
hati.
- bradipneu
trauma pada daerah
abdomen
Nyeri dan
kenyamanan
3 ds : pasien mengatakan
”keadaan luka saya belum
membaik”
do :
- suhu tubuh
meningkat lebih dari
37,8 oC
- adanya
pembengkakan
- adanya kemerahan
disekitar luka
Tindakan pembedahan,
tidak adekuatnya
pertahanan tubuh
Infeksi
4 Ds : pasien menyatakan
”saya takut penyakit saya
Krisis situasi dan
perubahan status
Ansietas
tak akan sembuh
Do :
- cemas
- bingung
- depresi
- ekspresi wajah
tegang
- ketakutan
- insomnia
kesehatan
5 Ds : pasien mengatakan
”saya masih takut untuk
bergerak”
Do :
- aktifitas terbatas
- gerakan lambat
- gaya berjalan tidak
stabil
- bicara tersendat-
sendat
Kelemahan fisik Gangguan mobilitas
III. Prioritas Masalah
1. Defisit Volume cairan dan elektrolit
2. Nyeri
3. Resiko infeksi
4. Ansietas
5. Gangguan Mobilitas fisik
DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan:
2. Pedoman untuk perencanaan dan Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3,
EGC,
3. Edisi 6, EGC ; Jakarta.Mansjoer, Arif. 2001.
4. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1.UI : Media
5. Aesculapiushttp://health.groups.yahoo.com/group/indofirstaid/24,04,2008
6. http://indofirstaid.tk/04,24,2008
7. http://www.primarytraumacare.org/ptcmam/training/ppd/ptc_indo.pdf/
04,24,2008
IV. Rencana Keperawatan
No Diagnosa keperawatanRencana keperawatan
Tujuan Intervensi Rasionalisasi
1 Defisit Volume cairan
dan elektrolit
berhubungan dengan
perdarahan
Terjadi
keseimbangan
volume cairan
a. Kaji tanda-tanda vital.
b. Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik
dan vitamin
c. Kaji tetesan infus
d. Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai
indikasi.
e. Tranfusi darah
o untuk mengidentifikasi defisit volume
cairan
o mengidentifikasi keadaan perdarahan
o awasi tetesan untuk mengidentifikasi
kebutuhan cairan
o cara parenteral membantu memenuhi
kebutuhan nuitrisi tubuh
o menggantikan darah yang keluar
2 Nyeri berhubungan
dengan adanya trauma
abdomen atau luka
penetrasi abdomen.
(Doenges, 2000)
Nyeri Teratasi a. Kaji karakteristik nyeri
b. Beri posisi semi fowler.
c. Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi
d. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
e. Managemant lingkungan yang nyaman
o mengetahui tingkat nyeri klien
o mengurngi kontraksi abdomen
o membantu mengurangi rasa nyeri dengan
mmengalihkan perhatian
o analgetik membantu mengurangi rasa nyeri
o lingkungan yang nyaman dapat memberikan
rasa nyaman klien
3 Resiko infeksi
berhubungan dengan
tindakan pembedahan,
tidak adekuatnya
pertahanan
tubuh
Tidak terjadi infeksi a. Kaji tanda-tanda infeksi
b. Kaji keadaan luka
c. Kaji tanda-tanda vital
d. Perawatan luka dengan prinsip sterilisasi
e. Kolaborasi pemberian antibiotik
o mengidentifikasi adanya resiko infeksi lebih
dini
o keadaan luka yang diketahui lebih awal
dapat mengurangi resiko infeksi
o suhu tubuh naik dapat di indikasikan adanya
proses infeksi
o teknik aseptik dapat m5enurunkan resiko
infeksi nosokomial
o antibiotik mencegah adanya infeksi bakteri
dari luar
4 Ansietas berhubungan
dengan krisis situasi
dan perubahan status
kesehatan
ansietas teratasi a. Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan
ketrampilan yang berhasil pad lalu
b. Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan
ansietas dan rasa takut dan bepenanganan
c. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan
penjelasan mengenai penyakit.
d. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres
e. Dorong dan dukungan orang terdekat
o koping yang baik akan mengurangi ansietas
klien
o mengetahui nsietas, rasa takut klien bisa
mengidentifikasi masalah dan umtuk memberikan
penjelasan kepada klien
o apabila klien tahu tentang prosedur dan
tindakan yang akan dilakukan, klien diharapkan ansietas
berkurang
o lingkungan yang nyaman dapat membuat
klien nyaman dalam menghadapi situasi.
o memotifasi klien
5 Gangguan Mobilitas
fisik berhubungan
dengan kelemahan fisik
(Doenges, 2000)
Dapat bergerak
bebas
a. Kaji kemampuan pasien untuk bergerak
b. Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien
c. Berikan latihan gerak aktif pasif
d. Bantu kebutuhan pasien
e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
o identifikasi kemampuan klien dalam
mobilisasi
o meminimalisir pergerakan klien
o melatih otot-otot klien
o membantu dalam mengatasi kebutuhan
dasar klien
o terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi
klien