transkrip dialog radio judul: dialog kepemimpinan...

27
TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan Nasional “Membangun Budaya Malu” Diselenggarakan atas kerjasama KHN dengan Kantor Berita Radio (KBR) 68 H Jakarta Tempat : Auditorium Binakarna Hotel Bidakara, Jakarta Selatan Hari/Tanggal : Selasa, 10 Juni 2014 Waktu : Pukul 13.00-15.00 WIB Narasumber : 1. Taufik Ismail(Budayawan) 2. Atmakusumah (Tokoh Pers Nasional ) 3. Romo Benny Susetyo(Tokoh Agama) 4. Rocky Gerung(Pengamat Politik) Keynote speaker : J.E.Sahetapy (Anggota KHN RI) Host 1: Selamat siang Bapak dan Ibu, Kita berjumpa dalam Dialog Kepemimpinan Nasional yang dipersembahkan oleh Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia. Diskusi ini disiarkan oleh 50 radio jaringan KBR 68H, dari Aceh sampai Papua. Saya Dede Riani. Host 2 : Dan juga saya Rizal Wijaya. Host 1: Betul, kita menyapa pendengar yang ada di Aceh sampai Papua, dan tentunya juga kepada Bapak dan Ibu yang ada di ruangan Binakarna, Hotel Bidakara, untuk mengikuti Dialog Kepemimpinan Nasional, Membangun Budaya Malu. Nah, sebelum kita memulai dialog kepemimpinan Nasional, Membangun Budaya Malu, sekaligus peluncuran buku Ketua Komisi Hukum Nasional, Prof. Dr.J.E.Sahetapy.

Upload: ngokiet

Post on 31-Jan-2018

304 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan …userfiles.hukumonline.com/redaksi/DH_Kepemimpinan_Nasional... · TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan Nasional “Membangun

TRANSKRIP DIALOG RADIO

Judul: Dialog Kepemimpinan Nasional

“Membangun Budaya Malu”

Diselenggarakan atas kerjasama KHN dengan

Kantor Berita Radio (KBR) 68 H Jakarta

Tempat : Auditorium Binakarna Hotel Bidakara, Jakarta Selatan

Hari/Tanggal : Selasa, 10 Juni 2014

Waktu : Pukul 13.00-15.00 WIB

Narasumber :

1. Taufik Ismail(Budayawan)

2. Atmakusumah (Tokoh Pers Nasional )

3. Romo Benny Susetyo(Tokoh Agama)

4. Rocky Gerung(Pengamat Politik)

Keynote speaker : J.E.Sahetapy (Anggota KHN RI)

Host 1: Selamat siang Bapak dan Ibu, Kita berjumpa dalam Dialog Kepemimpinan

Nasional yang dipersembahkan oleh Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia.

Diskusi ini disiarkan oleh 50 radio jaringan KBR 68H, dari Aceh sampai Papua. Saya

Dede Riani.

Host 2 : Dan juga saya Rizal Wijaya.

Host 1: Betul, kita menyapa pendengar yang ada di Aceh sampai Papua, dan

tentunya juga kepada Bapak dan Ibu yang ada di ruangan Binakarna, Hotel

Bidakara, untuk mengikuti Dialog Kepemimpinan Nasional, Membangun Budaya

Malu. Nah, sebelum kita memulai dialog kepemimpinan Nasional, Membangun

Budaya Malu, sekaligus peluncuran buku Ketua Komisi Hukum Nasional, Prof.

Dr.J.E.Sahetapy.

Page 2: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan …userfiles.hukumonline.com/redaksi/DH_Kepemimpinan_Nasional... · TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan Nasional “Membangun

Host 2 : Ya, sekali lagi, sekaligus peluncuran buku Ketua Komisi Hukum Nasional,

Profesor Dr. J.E.Sahetapy. Kami Persilahkan keynote speaker, Ketua Komisi Hukum

Nasional, Profesor Dr. J.E.Sahetapy untuk segera maju ke panggng memberikan

pengantar diskusi pada siang hyari ini. Sekali lagi kepada Beliau, Bapak J.E.Sahetapy,

kami persilahkan.

Host 1: Profesor Dr. J.E.Sahetapy akan memberikan sambutan terkait dengan dialog

kepemimpinan nasional, silahkan Profesor.

J.E.Sahetapy : Para hadirin sekalian, yang saya hormati. Selamat siang, kepada saya

dinerikan kesempatan untuk membicarakan tentang membumikan budaya malu.

Saya sadar benar, bahwa tentu ada baik diantara hadirin maupun diantara anggota

masyarakata Indonesia, ada yang tidak sepakat tentang permasalahan budaya malu

ini. Oleh karena itu dalam rangka menyusun makalah ini, saya teringat kepada

sebuah ucapan dalam bahasa Inggris, yang dikemukakan oleh kita tidak kenal

orangnya, cukup disebut dengan anonyms, yaitu A way of seeing is a way of not

seeing. Sudah lama sekali hati nurani saya seperti dikejar-kejar untuk menulis

tentang budaya malu. Mengapa tentang budaya malu!? Jawabannya sederhana saja.

Bukankah korupsi yang sedemikian jahat dan seolah-olah tidak mengenal batas,

ruang dan waktu sudah begitu merajalela dewasa ini di segala aras kehidupan dan

di semua lapisan birokrasi pemerintahan di Indonesia. Fenomena ini berarti bahwa

rasa bersalah dan rasa malu seolah-olah tidak dikenal lagi dalam hati nurani orang-

orang yang terlibat korupsi di Indonesia. Jika Wakil Proklamator RI, Dr. Moh. Hatta

masih hidup, beliau akan mengatakan, nah benar kan: “Korupsi sudah membudaya!”

Namun, hati nurani saya, terlepas dari adanya Undang-undang Korupsi, tidak setuju

kalau dikatakan bahwa korupsi sudah membudaya meskipun ada ungkapan kolonial

bahwa “de uitzonderingen bevestigen de regel”, Arti bebas: “selalu ada pengecualian”.

Masih ada banyak (sekali) orang dari berbagai lapisan masyarakat yang tidak

sepakat atau setuju bahwa korupsi sudah membudaya. Dari segi kriminologi dan

viktimologi jelas tidak. Lalu saya teringat kepada tulisan Stanton Wheeler, seorang

Guru Besar Amerika yang sangat terkenal, dalam perspektif prisonisasi, kehidupan

di dalam penjara. Judul buku dan tahun saya lupa. Tetapi diceritakan bahwa di

Norwegia, salah satu negara Skandinavia, penjara Botsfengslet di kota Oslo, bila

pintu penjara dibuka, tidak ada narapidana yang melarikan diri. Sungguh

mengherankan dan menakjubkan! Dalam konteks teori saya “Sobural”, yaitu

akronim dari “skala nilai sosial, aspek budaya dan faktor struktural masyarakat,

Page 3: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan …userfiles.hukumonline.com/redaksi/DH_Kepemimpinan_Nasional... · TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan Nasional “Membangun

seharusnya permasalahan korupsi ini harus di kupas dan ditelaah dari perspektif

budaya (malu).

Hati nurani mereka di lapisan bawah masyarakat masih bersih dan mereka

tidak setuju untuk melakukan korupsi, meskipun ada kesempatan untuk korupsi.

Mengapa!? Karena korupsi berarti pembusukan (Belanda : Verotten). Dan

pembusukan berarti bau busuk. Lagi pula Allah yang Rahmani dan Rahimi tidak

berkenan terhadap korupsi, sebab korupsi adalah perbuatan jahat. Dalam ungkapan

spiritual itu adalah dosa! Kalaupun ada tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh

ilmuwan dan para pejabat tinggi yang sudah disumpah sekalipun melakukan

korupsi, korupsi tetap haram dan dalam ungkapan spiritual tetap suatu dosa.

Mendahului uraian selanjutnya, yang melakukan korupsi karena hati

nuraninya sudah begitu tercemar sehingga tidak memiliki rasa bersalah dan malu,

baik terhadap atasan dan sesama manusia maupun terhadap Allah Sang Pencipta!

Korupsi sudah membungkam hati nuraninya sehingga ia bukan saja kehilangan rasa

bersalah, tetapi juga sudah hilang rasa malunya. Betapa parah sekali perbuatan

sedemikian. Bayangkan pembentuk undang-undang mengizinkan hakim memutus

perkara: “ Demi keadilan berdasarkan ke-Tuhanan yang Maha Esa”, padahal putusan

itu penuh dengan korupsi, tipu daya dan pemerasan. Seharusnya putusan

pengadilan harus diucapkan: “ Demi Keadilan berdasarkan Pancasila”, karena

Pancasila adalah “staatsfundamentaal norm” atau “ Weltanschauung”. Berkali-kali

sudah saya kemukakan itu sejak di zama pemerintahan Jendral Soeharto.

Anda bisa saksikan bagaimana para koruptor yang “ditangkap” KPK itu

meskipun perbuatan mereka belum mempunyai putusan hukum yang berkekuatan

hukum tetap, mereka terus tersenyum seolah-olah mereka tidak berdosa dan atau

bersalah, kecuali ada satu dua yang tidak. Bahkan dengan wajah tersenyum yang

bersangkutan masih mengangkat dua ibu jarinya atau tersenyum seolah-olah

berpesan jangan kuatir “saya tidak bersalah”. Meskipun Indonesia belum atau tidak

memiliki “Shame Culture” dan atau “ Guilt Culture”, saya anggap, terlepas dari

seharusnya ada sikap “praduga tak bersalah”, sikap yang demikian sulit dapat

ditolerir/dibenarkan.

Kalau Guit culture, contoh terakhir yang saya baca di majalah, salah satu

pembantu dari Presiden Jerman, itu karena hanya terlibat dalam penulisan tesis

dengan melakukan plagiat, langsung begitu terungkap mengundurkan diri. Di

Page 4: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan …userfiles.hukumonline.com/redaksi/DH_Kepemimpinan_Nasional... · TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan Nasional “Membangun

Jepang, menteri karena minum terlalu banyak, menghadapi para wartawan dengan

mata kemerahan dan rambut agak awut-awutan, bicara. Besok ditulis di koran,

langsung mengundurkan diri. Di Indonesia, wah, sama sekali tidak. Biasanya orang

menjawab, ya betapa susah sekali, dan tidak ada rasa malu atau bersalah di

Republik kita ini.

Dibawah ini secara “arbitrair” saya akan kutip sebagian kecil saja dari berita-

berita yang mencerminkan bukan saja korupsi sudah merajalela, juga suatu keadaan

“anomie” baik dalam pengertian harfiah normlessness, artinya tidak ada hukum

lagi, dalam konteks penulisan istilah “anomie” oleh Durkheim (1952) maupun yang

kemudian diambil alih oleh Merton (1957).

Saya mau kutip, saya sebetulnya juga tidak tega untuk mengucap kalimat

pertama ini dihadapan Ibu-ibu yang hadir disini. Tapi saya harus sebutkan, karena

sudah terlalu! Siswi SMP di sekolah di Jakarta Pusat diperkosa, lalu direkam 6

teman sekolah di depan siswi-siswi lain (Jawa Pos, 18 Oktober 2013). Tidak ada

komentar dari Menteri yang bersangkutan. Saya pikir, mungkin karena mulutnya

penuh “sariawan”, sehingga dia tidak bisa komentar terhadap kasus ini. KPK tahan

mantan pejabat Kemenag (Koran Sindo, 26 Oktober 2013). Digerebek KPK F. tanpa

busana (Jawa Pos, 18 Mei 2013). 70 Persen pejabat Korup (Suara Pembaruan 08

Agustus 2012). Sudah 400 anak jadi korban pedofilia (Jawa Pos, 7 Mei 2014). 309

Kepala Daerah terjerat hukum (Media Indonesia 9 Oktober 2013). Anda percaya

atau tidak percaya bahwa keputusan hukum di Indonesia dapat dibeli dengan uang?

Ketika diselidiki, di Jakarta 83.8 % percaya ; 69.2 % di Jayapura percaya. (Kompas,

10 Oktober 2005). Habis korupsi data sekolah malah dapat posisi (Forum Keadilan

01 September 2013). 60.000 dosen tidak layak (Seputar Indonesia, 4 September

2008). Advokat bagian dari Mafia Peradilan (Forum Keadilan 01 November 2013).

Transaksi miliaran pegawai Kementerian Pendidikan (Tempo, 13 Oktober 2013).

Kondisi Korupsi Meningkat 72% (Koran Sindo). Plagiat marak di kalangan Dosen

(Jawa Pos, 3 Oktober 2013). Produksi 1.600 Ijazah Palsu (Jawa Pos, 14 Juni 2012).

Kiai mesum akhirnya dibekuk terbukti setubuhi dua santriwati dan cabuli lima

korban. (Jawa Pos 20 Februari 2014). Nanti kalau makalah saya diperbanyak, disitu,

Anda lihat kutipan-kutipan dengan merujuk kepada koran atau majalah yang

bersangkutan.

Saya sama sekali tidak sepakat dengan pendapat seorang mantan pejabat

tinggi yang kini sedang naik daun bahwa “kejahatan korupsi itu virus”. Saya juga

agak heran. Kalau virus, mengapa hanya para pejabat, orang-orang berduit, para

Page 5: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan …userfiles.hukumonline.com/redaksi/DH_Kepemimpinan_Nasional... · TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan Nasional “Membangun

penegak hukum yang dihinggapi oleh virus itu. Mengapa rakyat kecil tidak kena

virus itu!? Ada ungkapan kolonial “ hoe groter geest, hoe groter beest”, yang

berarti “makin beradab makin biadab” dan selanjutnya bahwa “het begin van alle

opvoeding is zelfopvoeding”, yang berarti bebas: “permulaan dari segala pendidikan

ialah mendidik diri sendiri (terlebih dulu). Menurut saya, ini yang terpenting,

mendidik diri sendiri terlebih dahulu, mulai dari RI1 sampai yang paling bawah.

Saya lalu teringat pada pepatah di SD/SR di zaman federal bahwa “Guru kencing

berdiri, murid kencing berlari”. Mungkin sekarang sudah tidak begitu lagi. Guru

kencing berdiri, murid kencing terbang, kira-kira begitu kalau saya nanti jadi guru

Bahasa Indonesia. Dan masih banyak pepatah yang ditanam di Sekolah

Dasar/Rakyat. Disamping itu ada pelajaran budi pekerti bukan pelajaran agama.

Hadirin, di usia saya 82 tahun, saya mencari teman-teman saya pada waktu

masih di Sekolah Rakyat. Saya kira sebagian besar sudah meninggal. Yang saya cari

di tingkatan SMA 2 Surabaya, saya baru ketemu satu, tidak terlibat dalam korupsi.

Kita tidak dapat pelajaran agama, Cuma daat pelajaran budi pekerti.

Kalau begitu, mengapa sampai keadaan korupsi dewasa ini seperti kanker

stadium 3!? Karena para pemimpin tidak beri contoh dan teladan, kecuali

“politik pencitraan” yang munafik (maaf!!!). Agama sebagai “obat mujarab”, dirusak

sendiri. Ada subkultur dari berbagai daerah yang pada hakekatnya kurang

mendukung, tetapi masih dibutuhkan penelitian. Banyak guru besar atau banyak

dosen yang mengajar hukum adat itu tidak mengetahui, bahwa Van Houven itu tidak

pernah datang ke Indonesia, tapi dia bisa menulis berjilid-jilid buku, terutama

tentang kondis hukum di Indonesia, hanya dari laporan para camat, bupati dari

jaman Hindia Belanda. Dahulu tidak ada polisi yang jaga bahan ujian dan ikut

campur dalam pelaksanaan. Malu harus ditanam dirumah oleh sang pendidik

utama: ibu. Dan saya, pada saat menulis ini, merasa sangat berhutang budi, kagum

terhadap Ibu saya yang mendidik dengan disiplin bersih. Saya tidak tulis di sini, tapi

saya mau jelaskan ketika saya dari sat poulau kecil yang tidak kelihatan di peta,

datang ke pulau Jawa hanya ada dua syarat yang diminta oleh Ibu saya, dan saya

harus tunduk. Dia mengatakan, “Kalau kamu tidak berpegang pada janjimu, kamu

akan lihat sikap saya. Yaitu 1. Tidak merokok. Jadi saya sampai tamat mahasiswa

memang tidak merokok. Kedua, tidak boleh punya pacar. Jadi memang saya selama

di SMA dan jadi mahasiswa tidak punya pacar. Di kemudian hari saya lihat-lihat

yang dulu saya agak kagum ternyata semuanya sudah gemuk, tidak ada punya

potongan lagi. Untung kata subkultur Jawa. Jadi, Malu harus ditanam dirumah oleh

Page 6: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan …userfiles.hukumonline.com/redaksi/DH_Kepemimpinan_Nasional... · TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan Nasional “Membangun

sang pendidik utama: ibu. Oleh karena itu saya selalu bilang sama para murid saya,

laki-laki. Kalau cari sang istri jangan cari yang cantik, apalagi seperti selebritis

sekarang yang bisa dibeli dengan satu mobil. Jangan cari perempuan cantik! Lho?

Kok bisa? Harus cari yang mana? Cari yang manis. Kalau dalam bahasa belanda,

cantik dan manis itu ada bedanya. Orang kalau cantik itu beauty salon supaya tetap

kelihatan cantik, kalau perlu dengan operasi. Tapi kalau orang manis, tidak perlu,

akan tampak dari wajahnya dan dari tampilan hati nuraninya.

Kata Mahatma Gandhi: I learnt from my illiterate but wise mother, that all rights to

be deserved and preserved came from duty well done”. Kita semua tahu, siapa

Mahatma Gandhi, Ibunya hanya seorang buta huruf. Di sekolah hal itu dilanjutkan

dan di ”polish”. Seluruh sistem dan falsafah pendidikan kita harus “turun mesin”

atau “di-overhaul”; jangan diverpolitisir untuk kepentingan oknum dan golongan

tertentu, apalagi berdimensi sektarian.

Tidak ada maksud untuk menciptakan suatu teori yang holistik. Masih

dibutuhkan banyak penelitian namun langkah permulaan harus dimulai. Saya sadar

bahwa mengubah kultur ke arah “shame culture “dan “ guilt culture” membutuhkan

waktu dari generasi ke generasi dan itu tidak mudah. Pernah seorang Indian di

Amerika Selatan mengatakan dalam konteks ini bahwa harus ditanam suatu “mimpi

baru” (John Perkins, lupa tahun).Kita ini para pendidik harus menanam suatu mimpi

baru. Ibu-ibu harus menanam kepad anaknya, suatu mimpi baru tentang kejujuran,

tentang malu dan tentang rasa bersalah. Kalau Anda ragu-ragu terhadap ucapan ini,

baca buku John Pherkins. Saya tidak heran, John Perkins sudah tulis itu semua

tentang keadaan di Indonesia, kalau para pemimpin/pejabat tidak bisa dibeli

dengan uang, beli saja atau berikan saja dia perempuan cantik, semua nanti beres.

Saya lalu teringat kepada sekolah ibu saya, semacam Taman Siswa di zaman

kolonial karena ibu saya tidak mau kerja sama dengan Belanda. Harga yang harus

dibayar memang mahal. Tetapi disiplin dan etika yang ditanamkan dengan disiplin

baja, baru sadarkan saya dewasa ini, Orang hidup bukan karena melihat dan

mendengar saja, tetapi harus percaya. Kini kita harus mulai, sabar dan tabah. Pada

dasarnya makalah saya ini hanya ingin merangsang agar kita semua berpikir

bersama tentang hal bagaimana mulai “membumikan budaya malu”. Sebagai

mantan pendidik, saya teringat kata-kata bijak: “A man's feet must be planted in his

country, but his eyes should survey the world (Santayana)”. Saya heran, banyak

orang di sini senang melihat ke Amerika, kenapa tidak melihat ke negara-negara

Skandinavia, mereka makmur, hampir-hampir tidak ada kejahatan yang luarbinasa

Page 7: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan …userfiles.hukumonline.com/redaksi/DH_Kepemimpinan_Nasional... · TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan Nasional “Membangun

seperti di Amerika Serikat. Kita harus banyak belajar dari negara-negara

Skandinavia.

Dan terhadap sesama pendidik saya selalu berpedoman pada: “Men kan niet

onderwijzen wat men weet; men kan niet onderwijzen wat men wil; men kan alleen

onderwijzen wat men is”, demikian Jean Jaures. (Orang tidak bisa mengajar apa saja

yang dia tahu; orang tidak bisa mengajar apa saja yang dia mau; orang hanya bisa

mengajar berdasarkan apa adanya dia). Inilah sebetulnya pekerjaan yang maha

besar untuk Menteri Pendidikan yang akan datang. Sebagai mantan pendidik, saya

betul-betul merasa prihatin terhadap generasi muda yang dewasa ini hidup dan

tumbuh untk menjadi pemimpin atau bangsa kita yaitu bangsa saya sendiri.

Terimakasih.

Host 1 : Ya, terimakasih kepada Prof. Dr. J.E.Sahetapy yang telah memberikan

pengantar diskusi Dialog Kepemimpinan Nasional, Membangun Budaya Malu. Kita

juga akan sapa kembali, pendengar yang menyimak siaran ini melalui KBR dia 50

radio jaringan KBR dari Aceh sampai Papua dan juga Bapak dan Ibu yang ada di

ruangan ini. Dan selanjutnya, diskusi akan dipandu oleh Moderator Vivi Zabkie. Tapi

sebelum kita memulai, kita akan mendengarkan profil Prof. J.E.Sahetapy sekaligus

pemutaran Flashnews terkait dengan rekomendasi yang dikeluarkan Komisi Hukum

Nasional.

Host 1: Ya, itu kita sudah mendengarkan profil Prof. J.E.Sahetapy. Kemudian kita

akan jeda sejenak sebelum mulai yang akan dipandu Vivie Zabkie usia jeda berikut.

Tetaplah bersama kami.

Ya, kami persilahkan untuk para narasumber. Yang pertama adalah Budayawan

sekaligus tokoh muslim, Bapak Taufiq Ismail. Dan juga untuk langsung menuju

panggung, Ibu Vivi Zabkie silahkan menuju panggung selaku moderator.

Host 2: Ya, ini yang akan memandu acara dialog siang hari ini. Dan Mba Vivie Zabkie

ini adalah salah satu jurnalis senior KBR (Kantor Berita Radio)

Host 1: Betul, selain jurnalis, penyiar, presenter senior di KBR dan juga TV Tempo.

Kami persilahkan untuk narasumber untuk menuju kepanggung, Bapak Rocky

Gerung, Bapak Romo Benny, Bapak Taufiq Ismail. Nanti juga akan hadir perwakilan

dari KPK, Bapak Dedi Arrahim, Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK.

Dan juga satu lagi yang sangat penting, ini adalah tokoh pers nasional, Bapak

Atmakusumah. Kami persilahkan, Bapak.

Page 8: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan …userfiles.hukumonline.com/redaksi/DH_Kepemimpinan_Nasional... · TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan Nasional “Membangun

Host 2: Baiklah, dan kembali waktu kami persilahkan untuk Vivie Zabkie.

Moderator: Terimakasih Dede dan Rizal, Hadirin selamat siang! Selamat datang di

ruang Binakarna, Hotel Bidakara, tempat KBR dan juga KHN rutin menggelar

diskusi. Dan, biasanya kami juga rutin menyelenggrakan diskusi di hari Rabu di

Kantor Komisi Hukum Nasional. Terimakasih untuk Anda juga yang menyimak

kami melalui 50 radio jaringan KBR, Anda bisa bergabung juga dalam diskusi ini.

Baik, sebetulnya untuk diskusi selepan makan siang, tantangannya itu luar biasa ya.

Karena biasanya habis makan ngantuk, plus tadi malam kita baru selesai melihat ee

debat capres, jadi mungkin perbincangan sepanjang hari ini pasti agak sulit melepas

perbincangan dari soal membahs skornya berapa tadi malam? 2-0? Ada yang bilang

1-0? Dan juga agak berat jadi moderator, karena rupanya setiap pendengar diskusi

termask debat capres itu kritis-kritis. Moderatornya juga dikritik.

Baik, hari ini saya juga akan mengajak Anda, hadirin dan juga para pendengar

untuk berdiskusi mengenai budaya malu. Tadi kita sudah mendengar penmgantar

yang sangat mendalam dari Profesor Dr. J.E.Sahetapy tentang budaya malu. Ada

kekhawatiran yang luar biasa ya. Kita tentu tidak lupa melihat hasil pemilu legisltif

lalu. Beberapa mungkin terkejut ketika orang-orang yang punya” masalah”, mendaat

kritik luar bisa, ternyata dapat dengan mudah melenggang ke senayan karena

terpilih. Misalnya saya dari Dapil Jawa Barat, ketika melihat nama Aceng Fikri, saya

pikir gak mungkin kepilih dia, karena media sudah memberitakan bagaimana kritik

terhadap apa yang sudah dia lakukan, dan kritik dari di tengah masyarakat yang ia

pimpin, tapi nyatanya dia bisa terpilih menjadi anggota DPD dengan suara yang luar

biasa banyak juga. Jadi sebetulnya kita ini, orangnya permisif sekali nampaknya.

Orang sdah salah bisa melenggang dengan percaya diri tampil di depan publik.

Bahkan tidak malu-malu, misalnya sudah jelas melakukan korupsi, untuk tetap

tersenyum, melambaikan tangan. Bahkan ketika di sidang korupsinya pun

sepertinya kita tidak melihat ada rasa malu, orang telah melakukan kesalahan. Ada

aa dengan kita?

Nah, saya akan berbincang dengan beberapa narasumber, tadi MC sudah

mengenalkan . Saya sekali lagi ingin memperkenalkan mereka. Di seberang saya, ini

adalah Pak Atmakusumah, seorang tokoh pers yang juga Ketua Dewan Pers

Independen yang pertama dari Mei-Agustus 2003. Dalam perjalanannya, dia ini

panutan kami, para jurnalis. Dia sudah kerja menjadi jurnalis, penyiar radio juga di

ABC Melbourne. Dan juga pernah bekerja di radio Jerman. Disebelah saya, ada Pak

Taufik Ismail. Pak Taufik Ismail adalah penerima anugerah seni RI yang menulis

Page 9: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan …userfiles.hukumonline.com/redaksi/DH_Kepemimpinan_Nasional... · TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan Nasional “Membangun

“Malu aku jadi orang Indonesia”, tahun 1999. Pendiri majalah sastra Horizon dan

juga Dewan Kesenian Jakarta. Dan, karya-karyanya sudah diterjemahkan dalam

berbagai bahasa, Arab, Inggris, Jepang, Jerman, Prancis dan sebagainya. Nah, satu

lagi adalah Romo Benny Susetyo, Pastor dan juga aktivis penggerak “Manusia

Merdeka” dan SETARA (Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Agama dan

Kepercayaan). Dan paling ujung adalah Mas Rocky Gerung, pengamat politik dari

Universitas Indonesia. Mas Rocky ini lulusan Universitas Indonesia gelarnya

Sarjana Sastra di UI dan kini mengajar di Departemen Filsafat Fakultas Ilmu

Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Terimakasih.

Saya ingin ke Mas Rocky Gerung dulu, lalu Ke Pak Taufik, dan mungkin

semuanya. Tadi di pengantar saya sudah mengatakan, “Kita ini ada apa dengan kita?

Mengapa kita bisa melihat koruptor bisa berjalan tegak tanpa rasa malu, padahal

korupsi. Orang yang sudah sedemikian banyak masalahnya, yang sudah tersangka

korupsi bisa dengan percaya diri mencalonkan diri kembali. Ada apa Mas Rocky?

Rocky Gerung: Ada pembusukkan.

Moderator: Sesuai judul bukunya Prof Sahetapy ya?

Rocky Gerung: Iya memang itu yang terjadi. Saya suka dengan istilah “fermentasi”.

Di dalam ilmu kimia, fermentasi itu sebetulnya bagus karena sel-nya bernafas tanpa

oksigen. Jadi yang di produce energy, dalam fermentasi, energi yang di produksi.

Tetapi ada bagian buruk dari fermentasi. Kalau Anda salah angkat barang, lalu tiba-

tiba otot Anda kejang. Itu artinya asam laktat di produksi oleh proses fermentasi

maka sakit. Jadi kelihatannya begitu, bangsa ini ada fermentasi tetapi karena salah

latihan, akibatnya adalah kejang, eee..fraktur, gagal otot dst. Nah, otot bangsa ini

sebetulnya yang sedang membusuk dan betul tadi yang diucapkan oleh Prof.

Sahetapy, A way of seeing is a way of not seeing. Hal itu yang pararlel dengan apa

yang saudara moderator terangkan tadi, soal terpilihnya seseorang yang secara

moral caat, tetapi dia populer. Jadi sebetulnya a way of not seeing itu yang disuka

oleh masyarakat. Dengan kata lain, saya mau katakan. a way of not seeing adalah

hipokrasi. Hipokrasi itu penerintahan oleh kaum hipokrit yang kebanyakan asam

laktat dalam pikirannya. Nah, itu yang menghasilkan semacam sinisme kita pada

kehidupan. Jadi kala Anda secara cepat-cepat melihat para legislator kita dari udara,

itu seperti saya melihat tbuh-tubuh tanpa kepala. Tampa kepala artinya tanpa ada

desain public ethics dalam pikirannya. Kalau saya dengar Prof . Sahetapy di dalam

forum yang namanya ILC itu kelihatan Prof. Sahetapy ini surplus ethics sekaligs

Page 10: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan …userfiles.hukumonline.com/redaksi/DH_Kepemimpinan_Nasional... · TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan Nasional “Membangun

surplus IQ, jadi EQ dan IQ nya tumbuh bagus. Sehingga dalam pikiran saya, kalau

seluruh IQ dan morals di forum yang dihadiri oleh para pejuang hukum itu, di forum

talkshow itu ditukar tambah dengan IQ dan EQ dari Pak Sahetapy, masih ada

kembaliannya ke Pak Sahetapy. Jadi itu memperlihatkan kalau kita sebetulnya

mengalami defisit habis-habisan didalam integritas. Karena itu, kita masuk di dalam

hipokrasi. Nah, kita tahu, yang terjadi sekarang adalah semacam paksaan untuk

menerima satu sistem yang disebut demokrasi. Padahal yang sebenarnya kita

hadapi bukan demokrasi tetapi semacam mayoritarianisme yang kehilangan akal

sehat. Anda lihat misalnya pertarungan politik hari-hari ini, itu seperti perintah

untuk kepung, serbu, kuasai, tikam, menang. Satu suasana homohominilupus di

dalam masyarakat primitif, itu berebut daging kekuasaan. Saya tidak melihat ada

satu pikiran yang menghasilkan debat bermutu untuk melihat visi Indonesia. Jadi

dua kubu ini sebetulnya tidak bertarung untuk memberi tafsir visi Indonesia tapi

bertarung untuk tidak sabar ingin mengendalikan kekuasaan. Jadi ini sebenarnya

adalah politik tubuh, tadi, bukan politik akal. Nah, kita ada di dalam jebakan itu.

Saya khawatir, kalau kita tidak punya semacam sebut saja prefora yang agak tinggi

untuk menerangkan keadaan ini, kita akan masuk ke dalam jebakan kebusdayaan,

yaitu kita akan menerima moral mayoritas, kita menerima paksaan myoritas dan

akal kita diselundupkan di dalam moral itu. Anda lihat bagaimana begitu banyak

kegembiraan menyaksikan suatu pertarungan politik di tv, tapi sebetulnya itu

pertarungan politik yang dangkal. Dan karena kita tidak punya alternatif, yang

dangkal pun dianggap sebagai substantif. Saya kira itu perkara kita hari ini.

Terimakasih

Moderator: Terimakasih mas Rocky Gerung, jadi kita masuk dalam jebakkan

budaya ya, moral mayoritas yang jadi patokan, iya kalau yang mayoritas ini baik, ya

kan? Pak Taufik, bagaimana Anda melihatnya? Apakah betul saat ini, masyarakat

kita ada kecenderungan hipokrit lalu juga permisif terhadap hal yang sebetulnya

sudah salah? Silahkan Pak.

Taufik Ismail : Pertama-tama saya berterimakasih diundang. Saya mengucapkan

selamat kepada Prof. Sahetapy untuk bukunya, fermentasi pembusukkan. Saya

menjawab apa yang Anda tanyakan itu dengan puisi.

Moderator: Ini yang kita suka dari Pak Taufik nih.

Page 11: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan …userfiles.hukumonline.com/redaksi/DH_Kepemimpinan_Nasional... · TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan Nasional “Membangun

Taufik Ismail : Kembali pada apa yang disebutkan Pak Sahetapy dalam kata

pengantar tadi, kita tidak daat mengabaikan pendidikan. Puisi saya judulnya

“Mencari Sekolah yang mengajarkan Rasa Malu”

Mencari Sekolah yang Mengajarkan Rasa Malu

Seorang ibu membawa anaknya ke sekolah A

dia mengajukan permohonan

“Pak Guru, tolong anak saya diajari rasa malu,” katanya

Kemudian, jawab kepala sekolah

“Waaah, di sekolah kami tidak diajarkan rasa malu,”

“Loh, kenapa, pak?”

“Begini, Bu, ketika murid-murid nyontek, guru-guru kami pura-pura tidak tahu,”

“Ooooh…”

Ibu itu pergi, membawa anaknya ke sekolah B

dia menyebutkan permintaan yang serupa

“Buu, tolong anak saya diajari rasa malu,” ujarnya

Kemudian, jawab ibu kepala sekolah

“Waadduh, di sekolah kami tidak lagi diajarkan rasa malu,”

“Loh, bagaimana toh itu maksudnya, Bu Kepala Sekolah?”

“Begini, begini… Ketika UAN,

ada guru ditugaskan diam-diam,

kepada murid memberi jawaban ujian,”

“ooooo…”

Ibu yang gigih itu

Page 12: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan …userfiles.hukumonline.com/redaksi/DH_Kepemimpinan_Nasional... · TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan Nasional “Membangun

ibu itu sangat gigih

dia membawa anaknya ke sekolah C

dia mengulang lagi permintaan itu juga

“Pak, pak, pak, pak, tolong anak saya diajari rasa malu,” ujarnya

Jawab kepala sekolah,

“Yaaaah, kok nggak tau sih ibu ini?

Di sekolah kami kan sudah lama sekali tidak diajarkan rasa malu,”

“Loh, bagaimana itu penjelasannya Pak Kepala Sekolah?”

“Walah, walaaah, sekolah kami sudah seratus persen lulusnya,

dan itu harus dicapai dengan segala cara,”

“Bagaimana itu caranya pak?”

“dee ngaan see gaa laa caa rraa…”

“ooooooooo…”

10 (sepuluh )”O”-nya itu..

***

Tiga Kali Potong

Di Republik Rakyat Cina koruptor dipotong leher

Di Arab Saudi koruptor dipotong tangan

Di Indonesia koruptor dipotong masa tahanan

***

Dua Kali Mundur

Di Jepang, menteri merasa salah memang mundur

Di Indonesia, menteri jelas salah pantang mundur

Page 13: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan …userfiles.hukumonline.com/redaksi/DH_Kepemimpinan_Nasional... · TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan Nasional “Membangun

Maaf dengan pengecualian satu orang, tadi Pak Sahetapy menyebut mengenai masalah di keluarga tidak ada yang merokok, betul Pak ya? Saya bersama kawan-kawan yang sangat risau terhadap bahaya asap rokok ini, yang di dalamnya juga terlibat tidak ada rasa malu dari pihak produsennya. Bergerak tapi belum mendapatkan hasil. Saya akan membacakan sebuah puisi mengenai asap rokok, erat kaitannya dengan hilangnya budaya malu.

Mari kita resapi makna angka perbandingan!

Di dalam sehari

45 orang mati karena narkoba

Di dalam sehari

62 orang mati kecelakaan lalu lintas

Di dalam sehari

1100 orang mati karena asap rokok

Setiap hari orang mati karena asap rokok di Indonesia

24 kali lebih besar ketimbang mati karrena narkoba

Waaah..besar sekali!

Lho! Tapi kok publik Cuma dipertakuti dengan bahaya narkoba,

Apa sebabnya?

Karena di sini iklan rokok paling bebas di dunia

Dan iklan-iklan itu dusta besar semua

Perusahaan rokok penindas petani tembakau kita

Dunia olahraga kita ditipu dengan rupiah

Ribuan juta dunia pendidikan dikelabui dengan beasiswa

Dunia kesenian dikecoh dengan bantuan pementasan

Dunia kesehatan diremuk 25 penyakit asap rokok

Dengan kejahatan adiksi yang dimanipulsi rapi

Perusahaan rokok Indonesia menolak ikut FCTC

Diseluruh dunia, Cuma tiga negara yang tidak ikut FCTC

Yang menolak pengaturan tembakau dengan segala cara

Hanya tiga

Salah satunya negara kita

Dan kemudian, ada dua negara lagi

Satu di afrika

Dan kini para pengusaha rokok di Indonesia

Page 14: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan …userfiles.hukumonline.com/redaksi/DH_Kepemimpinan_Nasional... · TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan Nasional “Membangun

Termasuk 10 orang terkaya di jagat raya.

Penyogok, merteka penyogok paling raksasa

Ukuran dunia

Liat di Afrika sekarang

Terkekeh-kekeh, tertawa

Menjagal 1100 warga bangsa kita setiap harinya

Di ruangan ini,

Ketika bertemu tadi sampai sekarang,

Sudah 20 orang

Indonesia mati karena asap rokok

25 macam penyakitnya

Mereka terkekeh-kekeh tertawa

Menjagal 1100 warga bangsa kita

Setiap harinya

Setiap harinya para algojo berjas

Berdasi itu membunuh manusia berpuluh tahun lamanya

Dan selama ini kita biarkan saja

Jadi bagaimana?

Bagaimana?

Bagaimana kok sampai begini jadinya?

Mereka…mereka tidak kenal budaya malu

Di dalam diri

Di dalam susunan urat syarafnya

***

Terimakasih….

Moderator: Tepuk tangan untuk Pak Taufik Ismail. Luar biasa, lewat puisinya kita

bisa tahu ya. Saya jadi agak malu ketika mendengar puisi yang pertama tadi, karena

kita berhadapan langsung dengan peristiwa-peristiwa itu. Jangan-jangan kita

menjadi bagian dari orang-orang yang juga tidak memiliki budaya malu itu. Nah,

pada tahun 1977, Mochtar Lubis, Tokoh Pers Indonesia juga menyebutkan salah

satu ciri orang Indonesia itu hipokrit, munafik katanya. Ini dengan kekacauan moral

Page 15: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan …userfiles.hukumonline.com/redaksi/DH_Kepemimpinan_Nasional... · TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan Nasional “Membangun

macam ini, mana yang benar. Apakah benar sampai sekarang ini seperti itu orang

Indonesia? Pak Atma, saya ingin bertanya pada Anda. Apakah betul sampai saat ini

orang Indonesia benar hipokrit juga munafik? Silahkan Pak Atma.

Atmakusumah : Ya, Mochtar Lubis sudah pernah mengingatkan bertahun-tahun

yang lampau. Ya, almarhum pernah mengatakan, orang Indonesia ini punya karakter

atau sifat yang buruk, gitu ya. Tapi, baiklah. Karena hari ini tadi disinggung masalah

sekolah, masalah murid oleh Pak Sahetapy, Pak Taufik Ismail tadi, saya kembali saja

dulu ke sekolah ya? Maksud saya begini, masalah kurangnya ditegakkan budaya

malu ini memang bukan hanya persoalan di Indonesia. Di Australia, selama

beberapa bulan atau tahun terakhir sedang terjadi pembahasan di kalangan para

guru yang mengamati bahwa menurut pengalaman mereka, kalau mengajarkan

kemahiran membaca, menulis, berhitung kepada anak-anak cukup dengan waktu

setengah atau satu tahun. Tapi untuk membangun karakter yang ideal, ternyata

memerlukan waktu sedikitnya 15 tahun. Itu berarti tidak cukup hanya di SD, SMP,

SMA saja, tapi juga dari taman kanak-kanak berarti. Jadi saya tadi diingatkan

mengenai budipekerti yang pernah dikembangkan oleh taman siswa puluhan tahun

yang silam. Saya rasa, harus diingatkan kepada para pengelola pendidikan, para

guru, pentingnya memberikan pendidikan moral, pendidikan karakter yang baik,

minimal dari taman kanak-kanak lah..

Moderator: Pak Atma, saya ingin Anda melanjutkan ulasan ini, tapi kita akan

mendengarkan kabar baru dulu, kita akan bergabung ke studio. Nanti kita akan

lanjutkan kembali perbincangan ini. Dan hadirin tetaplah bersama kami. Dan bagi

Anda yang mendengarkan kami lewat 50 radio jaringan KBR 68H, Anda juga boleh

bergabung dengan mengirimkan sms ke 081211181. Dan untuk Anda yang dari sini

juga bisa bergabung berdiskusi dengan narasumber. Kami segera kembali bersama

Anda sesaat lagi.

Moderator: Hadirin dan saudara yang menyimak kami melalui 50 radio jaringan

KBR, Anda bersama kami dalam diskusi Komisi Hukum Nasional, Membangun

Budaya Malu. Dan, kita akan menyambung lagi perbincangan dengan Pak

Atmakusumah, Tokoh pers. Tadi Pak Atma banyak menyinggung tentang

pentingnya pendidikan, ya Pak? Jadi itu harus dibangun dari dini. Mengapa harus

pendidikan Pak? Tadi Pak Sahetapy juga menyebut, mempertanyakan, tampaknya

pendidikan karakter atau budi pekerti nampaknya lebih bekerja dalam membentuk

karakter orang Indonesia ketimbang pendidikan agama, misalnya. Saya ingin

tanggapan dari Anda, Pak Atma.

Page 16: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan …userfiles.hukumonline.com/redaksi/DH_Kepemimpinan_Nasional... · TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan Nasional “Membangun

Atmakusumah : Ya, pendidikan yang menuju pengembangan karakter yang baik

itu kan bisa berdasarkan macam-macam. Tentu saja berdasakan ajaran agama,

filosofi, ideologi. Nah, terhadap anak-anaka, agama memang merupakan pegangan

yang paling utama sebab itu dikembangkan sejak mereka masih kecil sebelum

mengenal ideologi, pandangan politik dan lainnya. Nah, masalahanya adalah karena

korupsi ini, kalau menurut pendapat saya, itu memang dari dulu. Sejak saya masih

kecil itu saya sudah mengamati di hubungan sosial antara masyarakat dan para

pejabat, para pengusaha dan pejabat. Pengusaha tentu berpegang pada ilmu

ekonomi yang mengajarkan kita harus mendapat keuntungan yang sebesar-

besarnya dengan modal sekecil-kecilnya, begitu kan? Jadi apapun akan dilaukan

pengusaha agar mendapatkan transaksi bisnis atau ijin dari para pejabat. Lalu? Apa

boleh buat, mereka memberikan suap. Dan para pejabat, mereka merasa para

pengusaha kan mendapatkan keuntungan berkat ijin atau kebijakan pemerintah

yang dikelola oleh para pejabat kita mulai dari Camat, Bupati, Gubernur dan

seterusnya. Dan, karena para pengusaha ini dapat memperoleh kekayaandari

keuntungan bisnisnya, ya para penguasa politik atau para pemimpin pemerintahan

patut dong mendapat bagian dari itu. Jadi, pada masa lampau, terutama pada masa

orde baru utamanya, bahkan sejak pada msa orde lama, itu seolah-olah semacam

balas budi dari para pengusaha kepada para pejabat. Dan, pengusaha tidak merasa

kalau itu sebagai suap, dan para pejabat yang menerimanya juga tidak merasa itu

korupsi. Bahkan gratifikasi pun barangkali tidak. Tapi dianggap sebagai bals budi

kan? Kemudian hubungan antara masyarakat dengan kita dan para pemimpin, dari

dulu kita mengenal tradisi feodalisme. Dan, itu biasa kalau para pejabat pergi ke

daerah, apakah bupati ke daerah-daerah, biasa kalau mengharapkan entah

masyarakat, entah lurah, membawa oleh-oleh gitu kan? Jadi, hahhaa

Moderator: Ini sebenarnya budaya kita memang kebiasaan yang sudah terlalu lama

diterapkan sehingga jadi budaya? Atau seperti apa memang kita seperti itu sebagai

orang Indonesia?

Atmakusumah : Ya, ini sudah bukan hanya puluhan tahun ya, tapi sudah ratusan

tahun. Tentu saja barangkali dari masa kerajaan-kerajaan kita di Indonesia, masa

kerajaan majapahit, sriwijaya dan sebelumnya, gitu kan. Kita harus muli

mengembangkan pendidikan karakter ini ya tentu saja bukan hanya di sekolah, tapi

juga di kalangan masyarakat. Tapi kan pendidikan yang terstruktur, yang rutin dan

continue kan sekolah. Dan, kemudian, pers penting. Saya rasa, kebebasan pers yang

dirasakan pada msa reformasi selama kurang lebih 15 tahun terakhir, terutama

Page 17: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan …userfiles.hukumonline.com/redaksi/DH_Kepemimpinan_Nasional... · TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan Nasional “Membangun

pada masa pemerintahan SBY, itu tampak sekali bahwa korupsi itu memang berada

dimana-mana. Dan yang menggembirakan adalah pers banyak menyiarkan tentang

kegiatan KPK, dan sekali-kali juga ada tindakan dari polisi dan Kejaksaan Agung

yang diberitakan. Bayangkan, kita kan tidak pernah mengalami pada masa lampau,

pemerintahan orde baru atau lama. Boleh dikatakan bahwa tiap hari ada berita

entah itu gubernur, entah itu bupati, entah itu mantan menteri yang diadili

setidaknya diperiksa, oleh KPK. Pada Masa Soharto pun, banyak tindakan-tindakan

penyelewengan kekuasaan, penyelewengan peraturan dan perundang-undangan

sebagaimana diberitakan sekarang. Tidak benar kalau dikatakan sekarang korupsi

marak. Dari dulu ya seperti ini. Hanya bedanya, seolah-olah ini marak karena

diberitakan pers. Oleh karena itu, saya selalu mengingatkan terutama wartawan

muda. Sejak awal ketika memilih untuk menjadi wartawan, mengembangkan profesi

jurnalistik, usahakan agar tidak menerima apa yang disebut ’amplop’. Sekalipun

‘amplop’ memang bukan suap. Tapi saya selalu mengingatkan kalau ’amplop’ itu

Anda terima rutin setiap bulan dari pengusaha umpamanya, atau dari pemimpin

pemerintahan, atau dri parpol. Dalama setahun dua tahun, namanya apa itu? Jadi

agar pers memberitakan fakta yang betul-betul untuk 4diketahui masyarakat

umum, sehingga publik mengetahui apa itu yang disebut penyalahgunaan

kekuasaan, wewenang dan apa akibatnya.

Moderator: Ya, baik. Tapi pers kita juga belakangan ini tidak malu-malu untuk tidak

independen di pilpres. Tapi nanti kalau kita bicara itu akan jadi diluar konteks kita.

Saya beralih

Atmakusumah : Saya rasa, kita mudah untuk melihat mana yang independen,

mana yang tidak. Bagi saya, tidak menjadi masalah karena mengumpulkan,

menyebarkan informasi atau pendapat adalah hak setiap warga. Biarkan media itu

seperti apa. Yang akan memberikan penilaian akhirnya kita juga, pembaca,

pendengar, penonton. Silahkan lihat, media yang tidak profesional, banyak yang

sudah mati. Yang hidup puluhan tahun, itu rata-rata media profesional.

Moderator: Baik, Pak Atma, terimakasih. Saya mau ke Romo Benny. Romo, orang

bilang kalau orang Indonesia ini religius. Tapi kemudian kita lihat orang korupsi

tidak malu. Orang lakukan tindak atau kesalahan di tengah masyarakat juga tidak

malu. Ada apa? Apakah orang Indonesia sudah tidak religius lagi? Karna kan agama

itu mengajarkan standar-standar moral yang sangat bagus

Page 18: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan …userfiles.hukumonline.com/redaksi/DH_Kepemimpinan_Nasional... · TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan Nasional “Membangun

Romo Benny: Ya, inilah kalau agama itu hanya dia yakini, dia tidak menjadi …, ya

maka hipokrit itu terjadi. Nah, problem kita kan agama kan menjadi aksesori. Nah,

ketika agama menjadi aksesori, dia menjadi ritual tapi tidak mempengaruhi cara

berpikir, bertindak, bernalar seseorang. Maka belum tentu orang yang ‘saleh’ secara

individual punya keshalehan secara … Nah, problem kita akhir-ahir ini adalah cara

beragama kita yang formalisme dan ritualisme. Tapi aama tidak dibandingkan

dengan sikap hidup. Misalnya bangsa ini tidak punya rasa malu ketika tidak bisa

membedakan mana milik privat, mana milik publik. Pejabat, rumah dinas itu harta

privat, tapi di Indonesia yang publik diberitakan sehingga hilang rasa malu itu

karena menjadi yang wajar. Rasa malu hilang karena apa? Karena kita ada

persoalan-persoalan yang menganggap semua itu dianggap wajar. Rasa malu itu

terkait dengan hubungan bagaimana orang itu dihargai. Ketika orang itu memiliki

sikap prilaku yang mendahulukan karakter jujur. Di sini kan tidak. Karena orang

jujur selalu dianggap tidak beruntung. Jujur dianggap sesuatu yang membuat

penderitaan.

Moderator: Ya, sekarang kalau orang jujur. Hari gini kok jujur? Sepertinya menjadi

jujur itu hal yang salah.

Romo Benny: Ya, itu karena budaya kita memang tidak memungkinkan orang jujur

untuk memberikan ketauladanan. Karena publik lebih suka yang tidak juijur,

koruptor itu dijadikan tokoh. Dan, media dalam arti ini memang lebih bvanyak

menampilkan orang-orang tidak jujur mengisi nilai-nilai di publik kita. Maka kalau

kita lihat acara sinetron , itu kan menggambarkan hedonisme, konsumerisme, tapi

juga mengajarkan nilai ketidakjujuran. Dan ketidakjujuran dianggap wajar karena

bangsa ini tidak memiliki nilai habitus. Habitus itu suatu gugus insting mengenai

cara berpikir, bertinmdak, bernalar yang harus ditanamkan sejak anak-anak. Nah,

pendidikan nilai ini sekarang diabikan. Jadi tidak hanya serkolah, pendidikan nilai

itu ada pada keluarga. Maka dalam nilai-nilai hirarki keluarga itu jalan. Nilai

kejujuran, rasa malu, santun ditanamkan sejak anak kecil, maka dia punya

kebiasaan baik. Tapi karena nilai dalam keluarga itu tidak ditanamkan, maka

kebiasaan baik itu tidak menjadi acuan. Tapi nilai baik yang ditanamkan dalam

keluarga adalah bahwa seseorang itu berhasil karena kaya raya, seseorang berhasil

itu karena menduduki posisi penting. Maka, kalau kita mau jujur, kita ini hipokrit. Di

satu sisi, kita mengaggungkan moral, tapi di sisi lain kita sebenarnya mengabaikan

moral. Jadi memang itu kondisinya.

Page 19: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan …userfiles.hukumonline.com/redaksi/DH_Kepemimpinan_Nasional... · TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan Nasional “Membangun

Nah, kembali selama kita tidak ada mengubah mentalitas feodal itu kita akan

seperti ini. Perubahan mentalitas feodal hanya bisa kalau kita mengalami

pencerahan. Pencerahan itu dimulai pada pendidikan dasar dimulai. Tapi kita lihat

pendidikan dasar kita gak serius. Selama guru jadi pawang dan mentor tiodak

menjadi rekan dan sahabat murid, maka guru tidak memberikan contoh

keteladanan, ya kita jangan harap pendidikan budi pekerti akan jalan. Mengapa

pendidikan budi pekerti itu berjalan? Karena guru itu tidak menjadi pawang

mentor, tapi guru itu menjadi orang tua kedua, maka anak-anak merasa guru bisa

dicontoh dan diteladani. Sekarang tidak. Karena apa? Kembali lagi, selama orientasi

pembangunan kita sifatnya matrealistis dan hedonistis itu menjadi cara kita

mengekspresikan kebudayaan, maka pendidikan nilai tidak pernah terjadi. Jadi

problemnya ketika kita mau pendidikan moral dimulai itu dari keteladanan.

Keteladanan dimulai dari diatas. Jadi budaya malu itu harus dibangun dari atas. Kalu

atasnya busuk ya bawahnya busuk. Kalau atasnya tidak punya budaya malu dan

tidak konsisten, ya orang akan meniru. Problem kita adalah , kita hari-hari ini

kekurangan stok orang-orang baik. Maka negeri ini diisi oleh orang-orang yang

tidak baik menghiasi wajah republik ini, dan mereka mendikte cara berpikir,

bertindak, bernalar kita. Maka ketika media hanya mengutip orang tidak baik dan

eksis, maka kita tidak ada nila. Nah kita krisis nilai itu.

Yang kedua yang ingin saya katakan, saatnya koalisi orang-orang baik itu tampil

mengisi publik untuk membuat contoh. Jadi harus ada contoh itu yang akhirnya

tepatri dalam memori ingatan kita. Selama tidak ada contoh ketauladanan ya kita

akan seperti ini terus. Jadi persoalannya adalah harus ada membongkar mindset

bahwa keberhasilan jangan hanya dinilai dari materi tapi harus dari karakter,

keteguhan, prinsip kejujuran, keadilan. Dan, nili-nilai itu yang harus dikedepankan

dibanding aksesori lain. Nah, problem kita, selama kita tidak pernah mengalami

revolusi kebudaaan dalam arti membangun sebuah habitus, gugus insting yang

mempengaruhi cara berpikir, bertingkahlaku dan ber-relasi, maka kita akan tetap

seperti ini. Jadi selama budaya kita feodal, dan reaktif, ya kita akan tetap seperti ini.

Jadi persoalan korupsi, manipulasi, kemerosotan moral itu sebenarnya ya kita tidal

pernah tercerahkan. Nah, bangsa yang tidak pernah tercerahkan akan masuk ke

dalam lingkaran kepedulian. Maka akan selalu menjadi reaktif dan tidak pernah

proaktif. Nah, bagaimana kita memutus sebuah proses ini? Yaitu dengan

membangun kembali ingatan kita akan bagaimana ingatan memori kebaikan itu

harus jadi suatu cara untuk memutusnya, yaitu lewat pendidikan dasar. Kalau kita

Page 20: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan …userfiles.hukumonline.com/redaksi/DH_Kepemimpinan_Nasional... · TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan Nasional “Membangun

tidak membenahi pendidikan dasar, ya jangan harap kita akan membangun budaya

malu itu.

Moderator: Baik, Romo terimakasih banyak. Jadi semua sepakat, kita butuh

pendidikan dasar untuk mengubah sekarang yang sudah ‘kebolak-balik’. Nah, saya

menawarkan kepada hadirin di sini kalau ingin ikut berdiskusi boleh mengajukan

pertanyaan. Baik, sebelum ke sana, Anda yang mendengarkan kami di radio boleh

sms ke 08121118181. Setelah tadi kita sudah banyak berbicara tentang pentingnya

menanamkan pendidikan sejak dini mengenai budaya malu ini. Nanti kita bisa

singgung juga, tadi Romo melontarkan hal yang menarik tentang perlunya kita

melihat orang-orang baik tampil. Terkait dengan pilpres, nanti kita bisa cari apa

yang dibutuhkan negreri ini terkait dengan upaya kita untuk membangun budaya

malu. Saya ber kesempatan kepada floor. Sebutkan nama dan mohon ringkas,

silahkan.

Audience 1: Oke, terimakasih moderator. Perkenalkan nama saya Julius Ibrani dari

YLBHI. Saya ingin memberikan komentar sekaligus pertanyaan buat Prof. Sahetapy

dan narasumber di deoan. Sekilas saya baca buku ini bahas tentang rasa malu yang

ada kaitannya dengan moral dan etika publik. Ada kata “moral” dan “etika” di

depannya dan publik, karena kaitannya dengan dengan kepmimpinan lembaga

negara, pemerintahan, dan ada rakyat sebagai konstituennya. Dari dulu, dari

puluhan tulisan Prof Sahetapy di buku ini, saya melihat bahwa segala tindakan

kebijakan dari para pejabat negara itu nyaris semuanya gak punya moral dan etika,

dari lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif juga bertentangan dengan moral dan

etika publik sehingga kami melihat bahwa sebenarnya apa sih akar persoalan yang

menyebabkan itu? Karena ternyata bahwa pejabat publik ini bukanlah orang yang

mewakili jiwa dan raga yang mewakili jiwa dan raga publik tersebut. Mereka bukan

benar-benar datang dari cita-cita dan keinginan rakyat akan sebiuah lembagadan

pejabat publik yang betul-betul memperjuangkan kepentingan mereka. Ada tulisan

Prof . Sahetapy tentang Akil Mochtar, sebelum menjadi MK, kita tahu bertapa

rusaknya beliau, tapi beliau masuk juga. Begitu juga dengan yang lain. Kebijakan

legislatif tadi, Pak Taufik Ismail bicara tentang per-tembakau-an yang sebenarnya

sudah digagalkan di periode sebelumnya, tahun ini dinaikkan lagi yang ada RUU

Pertembakauan yang isinya legalisasi industri rokok. Di Kompas, beberapa hari

yang lalu, Direktur salah satu perusahan rokok menyatakan keberhasilan mereka

untuk menurunkan usia pengguna rokok sampai ke SMP, dan SD berkat iklan, betul

Pak Taufik Ismail. Dan keuntungan mereka naik 15 kali lipat. Ini semua

Page 21: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan …userfiles.hukumonline.com/redaksi/DH_Kepemimpinan_Nasional... · TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan Nasional “Membangun

bertentangan dengan moral dan etika publik. Sampai kami juga menyampaikan

bahwa ternyata mereka-mereka yang duduk mengatasnamakan kepentingan publik

di lembaga publik ternyata datangnya tidak melalui pengawasan publik. Pak Rocky

berbicara tentang debat capres-cawapres yang tida bermutu, tidak substansial

dalam persoalan publik, betul. Kenapa? Karena lagi-lagi publik kehilangan porsinya.

Transparansi, partisipasinya untuk memberikan pandangan, persoalan lewat

lembaga negara. KPU menyatakan kalau dia tidak melakukan verifikasi faktual;

terhadap persyaratan administratif yang diberikan, salah satunya adalah

berkelakuan baik. Bagaimana bisa seorang pembantaian manusia di Papua, Timor-

timor dan lainnya berkelakuan baik, padahal dia dipecat dari lembaganya, namanya

prabowo. Nah, ini sebuah logika yang bertentangan dengan moral dan etika publik.

Sehingga menurut saya, mungkin ke depannya Prof. Sahetapy selain bicara rasa

malu juga bisa menyiarkan bagaimana publik punya porsi terhadap pengangkatan

pejabat publik, terhadap mereka-mereka yang mencalonkan diri untuk kepentingan

publik, supaya mereka benar-benar menjadi perwakilan dari jiwa dan raga publik.

Kami, YLBHI berencana untuk menggugat SK KPU yang menetapkan terkait

capres/cawapres sebagaimana kami menggugat SK SBY terkait dengan

pengangkatan Patrialis Akbar, yang tadi Pak Taufik Ismail bicarakan, memotong

masa hukuman 11 koruptor, lebih dari 60% masa hukumannya dan mengangkat

saudara-saudaranya di CPNS Kemenkumham dan yang lainnya termasuk Maria

Farida juga yang kita duga banyak terlibat.

Moderator : Baik.

Audience 1: Apakah ada peluang untuk itu Prof Sahetapy dan para narasumber di

depan?

Moderator: Terimakasih Julius Ibrani dari YLBHI. Tepuk tangan untuk

pertanyaanya. Kita tampung, satu lagi silahkan.

Audience 2: Selamat siang, saya Novi dari Pijar Lawfirm. Saya bersyukur ada di

tempat ini walaupun kebetulan, tapi saya yakin tidak ada yang kebetulan. Saya

hanya mencermati judul dialog, yaitu kepemimpinan dan budaya malu. Kalau

kepemimpinan, saya merasa di sini saya bukan siapa-siapa, mungkin orang tidak

kenal saya. Tapi bagaimana budaya malu tidak hanya jadi wacana di ruangan ini

saja. Kemudian bagaimana aplikasinya? Karena kalau bicara kepemimpinan, saya

merasa berhutang budi nantinya pas saya keluar, apa yang harus saya lakukan

supaya kehadiran saya di sini bisa membawa dampak di luar. Tapi saya bersyukur,

Page 22: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan …userfiles.hukumonline.com/redaksi/DH_Kepemimpinan_Nasional... · TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan Nasional “Membangun

karena apa yang disampaikan oleh Prof. Sahetapy, paling tidak ada dua hal. Saya

bukan orang yang cantik tapi orang yang manis, Prof. Hahaha..Yang kedua, saya

adalah seorang ibu. Saya mungkin tidak bisa bicara kepada para pemimpin di luar

sana, saya juga tidak bisa bicara, kalau narasumber di depan bilang kita akan mulai

dari bidang pendidikan, saya juga tidak ada kekuatan untuk bicara di situ. Saya juga

mempertanyakan kalau budaya malu, apakah sama budaya malu yang kita kenal

2000 tahun yang lalu dengan yang sekarang sama? Karena Romo juga sudah bicara

kalau rasa malunya itu sudah dianggap sesuatu yang wajar dilakukan semua orang,

makanya orang-orang baik tampil di depan tv juga tidak malu, karena 4juga sudah

melakukan hal yang sama. Gitu ya? Jadi saya berpikir bahwa bagaimana caranya

orang-orang seperti saya yang sangat awam, bisa melakukan bagiannya untuk

mengembalikan budaya malu dalam nilai yang kita anggap benar. Saya tadi berpikir,

saya sempat berdiskusi di meja ini, budaya malu ini tolak ukurnya apa? Tetapi tadi

Prof. sudah sedikit menyinggung untuk balik kepada Romo bicara bahwa, agama itu

hanya dibatasan sesuatu yang praktis saja, bukan karakter atau moral, kemudian

Romo juga menyinggung sesuatu sebagai habitus baru. Saya berpikir bahwa be

duplicate multiply, jadi saya akan melakukan dari saya sendiri, be dulu. Saya akan

mengajarkan ke anak-anak saya, apa budaya malu yang saya yakini secara iman,

karena saya tidak melihat lagi apa yang dijadikan tolak ukur budaya malu. Jadi saya

balik lagi ke iman saya tentang malu itu apa. Prof. itu tadi bicara dengan dosa.

Kemudian, saya berharap anak-anak saya bisa me-multiply. Bersyukur nanti pada

suatu kesempatan, kalau anak-anak saya jadi pemimpin nasional, mereka bisa

melihat dari mama-nya, bagaimana mereka mengajarkan, seperti Prof. yang

diajarkan ibunya. Karena saya berpikir jangan sampai kita keluar dari ruangan ini,

dan kita hanya berbicara tentang retorika yang tinggi secara iostilah, tapi kita tidak

mengaplikasikan apapun di luar sana. Kita tidak perlu menunjuk birokrat atau

calon presiden tapi kita tidak mengeluarkan apa-apa.Kita lakukan bagian kita untuk

be dan duplicate lalu multiply . Terimakasih.

Moderator: Terimakasih, tepuk tangan untuk Mba Novi dari Pijar Lawfirm. Sebelum

menuju ke jeda, kita akan angkat telepon juga karena kita di dengar dari radio.

Untuk Pak Sumarlan, masih bersama kami? Mohon ringkas pertanyaanya.

Audience 3: Halo, selamat siang semuanya. Semalam kita dipertontonkan oleh

budaya tidak malu yaitu debat capres. Ketika ditanyakan mengenai HAM, lalu dia

naik pitam. Dia malah menyalahkan atasannya. Kita dipertontonkan oleh budaya

tidak malu dari cxalon kita. Apa jadinya bangsa ini? Sekarang gini, bangsa kita carut

Page 23: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan …userfiles.hukumonline.com/redaksi/DH_Kepemimpinan_Nasional... · TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan Nasional “Membangun

marut, kita terlena dan lupa dengan apa yang telah dilakukan salah satu capres.

Bagaimana ada penculikan, apakah kita akan kebali ke side B? Ada apa dengan

bangsa ini?

Moderator: Terimakasih Pak Suharlan, Bapak-bapak Narasumber dan para hadirin,

kita akan mendengarkan pesan-pesan berikut ini lebih dahulu, dan kita akan

tanggapi pertanyaannya. Kami akan segera kembali bersama Anda, saudara, sesaat

lagi.

Moderator: Anda masih bersama kami dalam dialog hukum dari Komisi Hukum

Nasional, bersama saya Vivie Zabkie. Saat ini saya bersama dengan Sastrawan

sekaligus tokoh muslim, Taufik Ismail, Tokoh Agama, Romo Benny Susetyo,

Atmakusumah Astraatmaja Tokoh Pers Nasional, Pak Rocky Gerung, Pengamat

Politik dari Universitas Indonesia.

Nah, tadi kita sudah mendengarkan tiga pertanyaan, rupanya ada satu lagi

pertanyaan dari floor. Mohon ringkas, ya Bu.

Audience 4: Terimakasih, saya dari UPN Veteran Jakarta. Saya hanya ingin

menanggapi saja mengenai me,mbangun budaya malu itu kan termasuk dalam

moral ya. Pendidikan moral menurut saya dasarnya adalah dari keluarga, bisa dari

orang tua, nenek kakek, kerabat, lingkungan sosial, kemudian baru ke sekolah,

pendidikan formal. Dari situ juga, keteladanan harusnya dimulai dari keluarga. Jdai

menurut saya yang penting harus ditanamkan adalah pendidikan awal itu ada di

keluarga. Jadi kita tidak harus melihat ke sesuatu yang besar dahulu, tapi lihatlah

dari dasarnya. Karena menurut saya, malu itu kan bagian dari iman, jadi kita harus

mulai dari dasar, dari keluarga, baru ke pendidikan formal.

Moderator: Terimakasih Ibu. Jadi ada 3 pertanyaan, sebelum ke Prof. Sahetapy

karena tadi pertanyaan pertama untuk Prof. Saya ingin dengar dulu dari

narasumber. Saya ingin dengar dari Pak Rocky Gerung, tentang bagaimana publik

itu bisa punya porsi sehingga bisa memilih wakil yang bisa menyuarakan

kepentingan publik. Tampaknya ada perasaan walaupun kita sudah punya

pemilihan langsung, nampaknya mereka yang duduk itu bukan wakil yang kita

inginkan. Kemudian, kedua, apa yang bisa dilakukan kita sebagai pribadi walaupun

kita sudah tahu standar moral yang baik, tapi bagaimana menumbuhkan di

lingkunagn sekitar kita?

Page 24: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan …userfiles.hukumonline.com/redaksi/DH_Kepemimpinan_Nasional... · TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan Nasional “Membangun

Rocky Gerung: Oke, terimakasih. Saya mau terangkan agak serius, soal yang amat

serius ini. Soal apakah saya memilih wakil atau tidak. Selalu ada gap antara elections

dan decision. Antara yang kita pilih dan yang diputuskan. Itu hal yang berelaku dari

operasi birokrasi. Birokrasi ingin efisiens, karena itu hasio election bisa 4 berbeda

dari hasil decision. Nah, hal yang penting sebetulnya adalah seorang anggota DPR

yang dipilih dari rakyat, dia harus paham dari awal bahwa dia adalah kacungnya

rakyat. Kacung, pesuruh, bahkan dia pengemis. Ketika dia kampanye, bahkan dia

mengemis suara. Jadi, dia adalah budaknya rakyat. Di kitab demokrasi bahkan

ditegaskan unsidus artinya anda adalah budak saya. Karena saya malas pergi ke

DPR, saya utus anda. Itu filosofinya. Jadi, kalau sekarang yang budak kemudian

berlagak tuan seytelah jadi anggota DPR, itu artinya dia gak mengerti public ethics.

Jadi dia sebetulnya tidak siap jadi anggota DPR. Karena menjadi anggota DPR

artinya melayani publik 24 jam. Kalau Anda ada di Canberra, parlemen Canberra itu

ada lampu diatasnya. Dan anggota parlemen terkahir yang keluar ruangan, dia mesti

matikan lampu itu. Kenapa? Karena seluruh kota diam. Bahwa misal sampai jam 3

pagi lampu masih menyala, artinya masih ada yang bekerja di situ untuk membuat

legislasi. Anda bandingkan anggota DPR kita, jam 10 sudah ada di Plaza Senayan.

Ngapain? Beli jas yang paling mahal, merk-nya Hugo Boss. Kenapa mesti Hugo Boss?

Karena menjadi kebanggan dimana menjadi anggota DPR, standar bajunya ADALAH

Hugo Boss. Harganya paling murah 40 juta. Jadi, budaya malu itu adalah akibat dari

tidak bekerjanya budaya martabat. Dignitas tidak ada.

Dia milih Hugo Boss. Nanti sorenya kita bisa ketemu dia disebuah talkshow. Lalu kita

bisa tahu kenapa dia beli Hugo Boss? Karena merk-nya di luar pun tidak dicopot.

Bayangkan! Mengkonsumsi kemewahan pun dia tidak tahu caranya, kalau label luar

ditaruh di situ supaya tidak kotor, orang lihat-lihat. Gagap kemewahan. Hanya ingin

memperlihatkan dia punya Hugo Boss, dia gak tahu itu aturannya adalah you copot

itu merk Hugo Boss supaya orang tidak tahu you beli Hugo Boss. Tapi bukan itu

soalnya. Kalau saya tanya sama dia, siapa itu Hugo Boss? Dia tidak tahu. Hugo Boss

adalah desainer Jerman. Kalau saya terangkan pada dia Hugo Boss adalah temannya

Hitler. Kalau anda lihat Hitler, pasukkan khusus Hitler itu kan keren banget kalau

lagi marching, nah itu dirancang oleh Hugo Boss. Karena Hugo Boss mengabdi pada

Hitler, karena Hitler memberi dia buruh murah yaitu tawanan perang. Jadi industri

Hugo Boss memperoleh keuntungan karena mempekerjakan buruh murah yang

adalah tawanan perang Hitler. Sekarang ada problem, dia memakai barang itu

tampa dia tahu genealogy politik dari Hugo Boss. Bahwa dia memakai barang yang di

dalamnya ada jejak HAM yang diingkari. Saya bisa maafin kalau soal itu dia gak tahu.

Page 25: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan …userfiles.hukumonline.com/redaksi/DH_Kepemimpinan_Nasional... · TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan Nasional “Membangun

Saya gak bisa maafin kalau dia gak tahu Hugo yang lain. Hugo Saves misalnya, atau

Hugo Grogeus yang merupakan Bapak hukum internasional. Dia kan anggota

parlemen yang seharusnya lebih paham hukum. Jadi kita lihat ada etik yang gak

bekerja di situ. Kebanggan sebagai anggota DPR tidak difasilitasi dengan

pengetahuan ethics yang memadai. Itu yang menyebabkan ada disparitas antara

election dengan decission. Dengan dia pakai Hugo Boss merasa adalah tuan, jadi yang

tadinya tuan, saya sebagai pemilih, berubah jadi pesuruhnya.

Kemudian, perlu dsiterangkan Anda sebagai anggota DPR itu watch dog. Dia bilang

iya saya watch dog . Tahu gak arti watch dog? Anjing penjaga. Jadi Anda adalah

anjing penjaga saya untuk menggongongi pemerintah, bukan Anda menggonggongi

saya, itu namanya watch dog. Jadi kita bisa tahu bertapa pengetahuan mereka yang

membuat legislasi sebetulnya pengetahuan yang di supply dari luar oleh semacam

kebanggan untuk mencari posisi dalam kekuasaan. Defisit itulah yang kita alami

sekarang, sehingga kita tahu bahwa DPR dalah sarang ular, bukan sarang manusia.

Itu yang terjadi. Kita maki-maki DPR, tapi kita tetap memilih orang yang tidak tahu

recordnya. Haha

Yang kedua, tadi soal pertanyaan, apa yang harus dilakukan oleh Ibu tadi.

Sebetulnya itu pertanyaan yang menggetirkan, karena untuk melakukan hal yang

sederhana pun, kita harus datang di dalam para forum para pakar. Itu bagaimana

caranya supaya budaya malu diinvestasikan dalam kehidupan sehari-hari dan

kehidupan publik? Tadi saya katakan bahwa malu itu akibat dari kepemilikan saya

tentang dignitas. Saya hanya mungkin malu kalau saya punya dignitas. Harkat saya

itu tidak bisa saya korupsi. Karena itu satu-satunya milik saya untuk menyatakan

bahwa saya adalah manusia. Nah, itu yang tidak kita miliki. Dignitas dari sastrawan

adalah memelihara humanity. Dignitas dari jurnalis adalah memelihara publicity.

Dignitas dari seorang ilmuwan adalah memelihara integrity. Jadi dignitas itu yang

mesti kita ucapkan setiap hari di dalam diri kita dan ke publik. Jadi seandainya kita

bisa ucapkan hari ini kalau dignitas itu yang harus kita bangunkan, karena dia tidur

dalam kenikmatan material. Ini adalah pemberontakan dari seseorang. Mau gak

keluar dari zona aman sehingga kita bisa betul-betul menciptakan the real public of

integrity. Terimakasih.

Moderator: Baik, terimakasih mas Rocky. Jadi kita tidak malu miosalnya untuk

jujur, padahal orang lain tidak jujur dan kita dianggap salah. Harus berani untuk

menegakkan apa yang kita yakini. Saya ingin ke narasumber lainnya untuk

Page 26: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan …userfiles.hukumonline.com/redaksi/DH_Kepemimpinan_Nasional... · TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan Nasional “Membangun

menanggapi empat pertanyaan tadi, tapi mohon ringkas-ringkas. Pak Taufik Ismail

bisa lebih dulu, silahkan Pak.

Taufik Ismail: Untuk menjawab itu perkenankan saya menceritakan pengalaman

berikut ini. Cucu-cucu saya berkali-kali bertanya. Mereka sudah mulai membaca

surat kabar, terutama melihat tv. Bagaimana pemilihan legislasi itu hiruk pikuknya.

Kemudian, baru dua hari pemilihan berlangsung, sudah masuk pengaduan 200

kecurangan. 200 kecurangan pada waktu dua hari. Dan pada hari ini, 200

kecurangan itu jumlahnya 700. Kemudian, cucu saya juga berkata Datuk-datuk, “Apa

itu money politics?” Saya jelaskan dan kemudian Oooo begitu, jadi orang menjadi

anggota DPR itu harus dia membayar pemilihnya?” Itu yang terjadi. Kemudian cucu

saya juga bertanya, kok ada pembakaran mobil, pembakaran rumah, dst. Kalau saya

berbicara dengan anak saya itu jauh lebih mudah. Anak saya umur 40 tahun-an. Tapi

dengan cucu, saya sukar bicara. Akan tetapi dengan cucu, saya sampaikanlah pada

dia contoh-contoh. Jadi supaya dia tahu bahwa bangsanya ini sebenarnya 65 tahun

yang lalu adalah bangsa yang jujur. Pemilu-nya tidak ada persengkataan, itu 59

tahun yang lalu. Tidak ada sogok-sogokan. Tidak ada perkelahian apalagi bunuh-

bunuhan. Betul di Pekalongan, saya waktu itu kelas 2 SMA, saya sudah ikut dalam

pemilu pertama. Kalau arak-arakan PKI lewat di jalan dan kemudian dari arah yang

berlawanan Partai Islam, mereka berteriak-teriak, mereka mengacung-acungkan

tinju, tetapi tidak berkelahi, tidak tusuk-tusukkan, tidak bakar-bakaran. Hal ini pada

pemilu yang kedua juga berubah. Karakter semacam ini saya sampaikan ke cucu

saya, supaya dia tahu Kakek-kakeknya dulu itu adalah bagian dari bangsa yang jujur,

santun , tidak menyogok pemili, akan tetapi ini berubah. Kemudian ada rasa malu

yang besar. Ada rasa santun yang merupakan bentuk akhlak yang mulia dari bangsa

ini. Kalau lihat, di sebelah kelurahan saya. Kelurahan saya namanya kelurahan

sugihwaras. Itu ada seorang anak muda umurnya 30-an. Pekerjaanya menjual batik

dan balekat. Punya kepemimpinan, kelihatanya berbakat untuk menjadi pemimpin

bangsa . Akan tetapi kemudian, ikut pemilu. Dan pada suatu hari orang-orang di

kampung kami datang, “Le jadilah kamu pemimpin ke Jakarta, perjuangkan kami”.

Nah, kamu kan Cuma makelar batik dan tenun. Kamu tidak miskin, tetapi uangmu

juga tidak banyak. Kemudian dia mengeluarkan bungkusan. Apa isinya? Uang

urunan dari kami sekampung, mudah-mudahan kamu jadi pemimpin, ini untuk

kamu pergi ke Jakarta. Ini saya ceritakan ke cucu saya. Dan mereka terkejut. Lho,

Datuk, kok ada orang semacam itu , kok sekarang malah terbalik, menyogok. Nah,

itulah ada yang terbalik sekarang ini. Kau, umurmu masih belasan tahun, ubah ini.

Aku malu, aku sebagai bangsa Indonesia malu. Karena apa? Datuk–mu sudah

Page 27: TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan …userfiles.hukumonline.com/redaksi/DH_Kepemimpinan_Nasional... · TRANSKRIP DIALOG RADIO Judul: Dialog Kepemimpinan Nasional “Membangun

berusaha merubah mental itu tidak berhasil. Datuk malu. Kau jangan malu nantinya.

Terimakasih.

Moderator: Baik, terimakasih Pak Taufik Ismail. Kita tepuk tangan. Barangkali ini

sudah banyak menjawab banyak pertanyaan tadi, bagaimana itu bisa kita lakukan.

Nah, karena waktu untuk kita sangat ringkas. Saya langsung ke Pak Sahetapy untuk

memberikan tanggapan tentang apa yang sudah kita bincangkan siang ini. Silahkan

Pak Sahetapy.

J.E.Sahetapy : Terimakasih kepada semua yang telah menyampaikan pendapatnya.

Saya sadar betul bahwa maaf kalau pake ungkapan kolonial yang artinya, begitu

banyak kepala, begitu banyak pendapat. Bagi saya, yang penting adalah mulai dari

hari ini , ada kesadaran tentang bagaimana membangun budaya malu. Saya teringat

kepada sebuah buku yang belum selesai saya baca yaitu, the frog in the cattle, katak

dalam panci, dia tidak sadar kalau api itu menyala di bawah, dia mau meloncat tapi

sudah terlambat. Lihat saja di Indonesia, ada pejabat tinggi yang tidak malu

memakai barang katanya imitasi atau palsu. Pers juga seperti orang bodoh, tidak

kasih komentar panjang lebar. Barang palsu itu dibuang, kalau itu hanya imitasi.

Bayangkan kalau pejabat tinggi bisa pakai barang palsu tanpa rasa malu. Hanya itu

aja. Saya pikir, kalau orang muda itu jangan pake bahasa preforistik. Kalau kita

terlambat menyelamatkan bangsa ini. Saya khawatir, kalau kita tidak dijajah

kembali secara ekonomi, kita akan kembali dijajah secara budaya. Saya berharap

pendapat saya benar atau tidak, diterima atau tidak. Merangsang kita untuk

terutama Bapak-bapak di sana untuk berpikir kembali. Terutama kepada Pak Atma,

sebetulnya pers sekaranglah yang menentukan arah kemana Indonesia akan

berjalan, menuju surga atau neraka. Untuk memakai ungkapan yang paling

sederhana.

Moderator: Terimakasih untuk Pak Sahetapy. Bapak-bapak narasumber

terimakasih untuk waktunya dan diskusinya. Mohon maaf kalau dibagian akhir Pak

Atma dan Romo Benny tidak kebagian. Dan juga untuk floor kita yang tadi ingin

menjaukan pertanyaan atau komentar, mohon maaf waktu kita sangat terbatas.

Dengan demikian, berakhir sudah diskusi kita, Membangun Budaya Malu dalam

rangka peluncuran buku Prof. Sahetapy, Fermentasi Pembusukkan. Dan juga

perayaan ulang tahun beliau yang ke-82. Dengan demikian saya ingin menutup

diskusi ini. Salam dan selamat sore.