transformasi upacara ke dalam tari gitang · 2019. 11. 4. · jumiati 549 issn: 1858-3989...

16
547 ISSN: 1858-3989 Volume 10 No 2 Oktober 2017 P549-562 TRANSFORMASI UPACARA BELIAN KE DALAM TARI GITANG PASER Oleh: Jumiati (Pembimbing Tugas Akhir : Dra. M. Heni Winahyuningsih, M. Hum dan Dra. Budi Astuti, M.Hum) Jurusan Tari Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Yogyakarta Alamat Emai : [email protected] RINGKASAN Upacara Belian merupakan ritual pengobatan, membayar hutang, dan pembersihan kampung yang terdapat di Kabupaten Paser. Upacara Belian ini dilatar belakangi oleh sistem kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan gaib. Inti upacara Belian berupa gerak-gerak dan mantra-mantar. Gerak yang dihadiran pada upacara Belian ini menimbulkan inspirasi bagi seorang seniman bernama Irusmiati untuk mentransformasikan upacara Belian menjadi tari Gitang Paser. Gerak dalam tari Gitang ini terinspirasi dari dua motif gerak yang dilakukan oleh Mulung yaitu perambut (gerak lambat), kerkesek (gerak cepat) serta bunyi gitang. Kedua unsur ini dikembangkan dalam irama, ritme dan penggunaan tenaga sehingga menjadikannya lebih dinamis Untuk mengtahui aspek apa saja yang bertransformasi pada upacara Belian ke dalam tari Gitang Paser maka peneliti menggunakan konsep yang dikemukaka n oleh Djoharnurani yang mengemukakan bahwa proses transfomasi dapat dilalui dalam tiga tahap yaitu; 1) tahap pemahaman dan penghayatan makna; 2) tahap resepsi; dan 3) tahap tindak resepsi. Pada butir pertama adalah pemahaman dan penghayatan makna terhadap nilai-nilai yang ditransformasikan. Butir kedua adalah resepsi yang berarti penerimaan memang salah satu aspek yang ada dalam proses transformasi. Kemudian pada aspek tindak resepsilah transformasi membawa rangsangan idesional atau gagasan untuk membuat suatu yang baru. Maka melalui dari tiga tahap ini lah hasil transformasi antara upacara Belian dan tari Gitang Paser dari aspek rasa, bentuk, dan makna masing-masing bisa berubah, masih nampak ataupun menjadi samar-samar. Hasil analisis di atas menunjukkan adanya suatu perubahan bentuk penyajian, makna serta fungsi upacara Belian ke dalam tari Gitang. Hasil yang didapat memberikan nilai yang bersifat mengembangkan. Salah satu pengembangan yang dapat dilihat dari bentuk penyajian yaitu gerak, gerak pada upacara Belian lebih sederhana hanya menggunakan dua motif yaitu perambut dan kerkesek ketika berubah maka gerak tersebut lebih dinamis karena memiliki berbagai macam motif. Pengembangan yang terjadi pada bentuk penyajian memberikan dampak perubahan pula pada

Upload: others

Post on 23-Nov-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TRANSFORMASI UPACARA KE DALAM TARI GITANG · 2019. 11. 4. · Jumiati 549 ISSN: 1858-3989 (TRANSFORMASI UPACARA BELIAN KE DALAM TARI GITANG PASER) ceremony is more on the treatment

547

ISSN: 1858-3989 Volume 10 No 2 Oktober 2017

P549-562

TRANSFORMASI UPACARA BELIAN

KE DALAM TARI GITANG PASER

Oleh: Jumiati

(Pembimbing Tugas Akhir : Dra. M. Heni Winahyuningsih, M. Hum dan Dra. Budi Astuti, M.Hum)

Jurusan Tari Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Alamat Emai : [email protected]

RINGKASAN

Upacara Belian merupakan ritual pengobatan, membayar hutang, dan pembersihan kampung

yang terdapat di Kabupaten Paser. Upacara Belian ini dilatar belakangi oleh sistem kepercayaan

terhadap kekuatan-kekuatan gaib. Inti upacara Belian berupa gerak-gerak dan mantra-mantar. Gerak

yang dihadiran pada upacara Belian ini menimbulkan inspirasi bagi seorang seniman bernama

Irusmiati untuk mentransformasikan upacara Belian menjadi tari Gitang Paser.

Gerak dalam tari Gitang ini terinspirasi dari dua motif gerak yang dilakukan oleh Mulung yaitu

perambut (gerak lambat), kerkesek (gerak cepat) serta bunyi gitang. Kedua unsur ini dikembangkan

dalam irama, ritme dan penggunaan tenaga sehingga menjadikannya lebih dinamis

Untuk mengtahui aspek apa saja yang bertransformasi pada upacara Belian ke dalam tari

Gitang Paser maka peneliti menggunakan konsep yang dikemukaka n oleh Djoharnurani yang

mengemukakan bahwa proses transfomasi dapat dilalui dalam tiga tahap yaitu; 1) tahap pemahaman

dan penghayatan makna; 2) tahap resepsi; dan 3) tahap tindak resepsi. Pada butir pertama adalah

pemahaman dan penghayatan makna terhadap nilai-nilai yang ditransformasikan. Butir kedua

adalah resepsi yang berarti penerimaan memang salah satu aspek yang ada dalam proses

transformasi. Kemudian pada aspek tindak resepsilah transformasi membawa rangsangan idesional

atau gagasan untuk membuat suatu yang baru. Maka melalui dari tiga tahap ini lah hasil

transformasi antara upacara Belian dan tari Gitang Paser dari aspek rasa, bentuk, dan makna

masing-masing bisa berubah, masih nampak ataupun menjadi samar-samar.

Hasil analisis di atas menunjukkan adanya suatu perubahan bentuk penyajian, makna serta

fungsi upacara Belian ke dalam tari Gitang. Hasil yang didapat memberikan nilai yang bersifat

mengembangkan. Salah satu pengembangan yang dapat dilihat dari bentuk penyajian yaitu gerak,

gerak pada upacara Belian lebih sederhana hanya menggunakan dua motif yaitu perambut dan

kerkesek ketika berubah maka gerak tersebut lebih dinamis karena memiliki berbagai macam motif.

Pengembangan yang terjadi pada bentuk penyajian memberikan dampak perubahan pula pada

Page 2: TRANSFORMASI UPACARA KE DALAM TARI GITANG · 2019. 11. 4. · Jumiati 549 ISSN: 1858-3989 (TRANSFORMASI UPACARA BELIAN KE DALAM TARI GITANG PASER) ceremony is more on the treatment

548

ISSN: 1858-3989

Jumiati (TRANSFORMASI UPACARA BELIAN KE DALAM TARI GITANG PASER)

fungsi. Fungsi pada upacara lebih pada ritual pengobatan ketika berubah menjadi tari Gitang fungsi

tersebut sebagai hiburan semata tanpa meninggalkan suasana magis. Ketika bentuk dan fungsi

berubah mengakibatkan perubahan makna yang terjadi pada tari Gitang yaitu hilangnya

kepercayaan masyarakat setempat terhadap upacara Belian.

Kata kunci : transformasi, mulung, gitang, belian.

ABSTRACT

Belian ceremony is a ritual of treatment, debt repayment, and cleaning of villages located

in Paser District. This Belian ceremony is based on a belief system of supernatural powers. The core

of the Belian ceremony is in the form of movements and mantras. The movement attended at this

Belian ceremony inspired an artist named Irusmiati to transform the Belian ceremony into a Gitang

Paser dance. Motion in Gitang dance is inspired by two motive motifs performed by Mulung that is

perambut (slow motion) kerkesek (fast motion) and the sound of gitang. It is developed in rhythm,

rhythm and use of power making it more dynamic.

To know what aspects are transformed at Belian ceremony into Gitang Paser dance then

the researcher uses the concept proposed by Djoharnurani which shows that the process of

transfomation can be passed in three stages that is 1) Stage of understanding and appreciation of

meaning 2) the reception stage and 3) stage of action. In the first point is the understanding and

appreciation of the meaning of values that are transformed. The second point is acceptance which

means acceptance is one of the aspects that exist in the transformation process. Then on the aspect

stage of action transformation brings about an ational stimulus or an idea to create a new one. So

through these three stages is the result of the transformation between Belian ceremonies into Gitang

Paser dance from the aspect of taste, form, and meaning of each can change, remain visible or

become blurred.

The results of the above analysis indicate a change in the form of presentation, meaning

and function of Belian ceremony into Gitang dance. The results obtained provide a value that is

developing. One of the developments that can be seen from the form of motion presentation, motion

at Belian ceremony is simpler by using only two motifs that is perambut and kerkesek When

changed the motion is more dynamic because it has a variety of motives. The development that

occurs in the form of presentation gives effect to changes also on the function. The function at this

Page 3: TRANSFORMASI UPACARA KE DALAM TARI GITANG · 2019. 11. 4. · Jumiati 549 ISSN: 1858-3989 (TRANSFORMASI UPACARA BELIAN KE DALAM TARI GITANG PASER) ceremony is more on the treatment

549

ISSN: 1858-3989

Jumiati (TRANSFORMASI UPACARA BELIAN KE DALAM TARI GITANG PASER)

ceremony is more on the treatment ritual when it transforms into a Gitang dance function as a mere

entertainment without leaving the magical atmosphere. When the form and function change resulted

in a change of meaning that occurred in Gitang dance that is the loss of local belief in Belian

ceremony.

Key words : transformasi, mulung, gitang, belian

I. PENDAHULUAN

Belian merupakan upacara pengobatan

tradisional, yang dipercaya dapat

menyembuhkan penyakit tertentu dengan cara

berkomunikasi dengan roh-roh atau mahkluk

tertentu. Penyakit yang disembuhkan bukan

penyakit yang biasa, contohnya sakit yang tak

kunjung sembuh atau tak kunjung sadar, yang

dalam bahasa medis dikatakan sebagai koma

berbulan-bulan. Masyarakat Paser percaya

bahwa suatu penyakit yang diderita oleh

seseorang yang disebabkan oleh kekosongan

jiwa sesaat, sehingga tubuhnya dimasuki oleh

makluk gaib atau kekuatan tertentu yang

menyebabkan manusia tersebut mendapatkan

penyakit. Penyakit tersebut dapat disembuhkan

oleh dukun atau disebut Mulung, dengan cara

memanggil jiwa manusia tersebut agar

kembali ke dalam tubuhnya. Proses

pengobatan tersebut selain mempergunakan

ramuan obat yang terdiri dari daun

Serembolum dan Tepung tawar. Diperlukan

seorang dukun atau Mulung yang bergerak

dengan cara yang khas dan mengucapkan

mantra untuk mengusir roh-roh jahat. Dukun

atau Mulung tersebut mengenakan gelang atau

disebut dengan gitang sebagai salah satu

media yang dipergunakan untuk mengusir roh

jahat. Di sajikan dalam bentuk upacara Belian.

Upacara Belian masih banyak dilakukan

oleh suku Paser yang berdomisili di Kabupaten

Paser. Sebetulnya tidak ada konsep tarian oleh

suku Paser dalam upacara Belian, tetapi

merupakan bentuk upacara sakral sebagai

media untuk berkomunikasi antara dukun atau

mulung dengan makluk super-natural, yang

pelaksanaannya mengandung unsur gerak yang

artistik sebagaimana layaknya sebuah gerak

tari.

Seni tari memiliki kekuatan komunikatif.

Ia tumbuh dari kehidupan dan merefleksikan

kehidupan itu sendiri. Dengan demikian

praktek upacara Belian dapat dikatakan

sebagai upacara sakral yang berfungsi sebagai

media komunikasi yang disampaikan dalam

bentuk materi berunsur seni. Hal ini

menjadikan ketertarikan seorang seniman

untuk berkarya seni berdasarkan aktivitas

Page 4: TRANSFORMASI UPACARA KE DALAM TARI GITANG · 2019. 11. 4. · Jumiati 549 ISSN: 1858-3989 (TRANSFORMASI UPACARA BELIAN KE DALAM TARI GITANG PASER) ceremony is more on the treatment

550

ISSN: 1858-3989

Jumiati (TRANSFORMASI UPACARA BELIAN KE DALAM TARI GITANG PASER)

upacara belian, sehingga lahirlah tari Gitang

Paser yang kemudian akrab dipertunjukkan

dalam berbagai kesempatan.

Belian yang semula dikenal sebagai

upacara ritual berkembang menjadi tari Gitang

Paser. Pertama-tama tari Gitang Paser digarap

tahun 2010 oleh Irusmiati, karena

keinginannya untuk berkarya tari berdasarkan

bentuk ritual menjadi suatu bentuk tarian

dalam sajian pertunjukan. Jadilah Tari Gitang

yang digarap dengan pola gerak yang

bervariasi dan ada unsur tekanan tertentu agar

bunyi gelang terdengar kuat dan mempunyai

unsur ritme yang sama dan mempunyai

kesatuan irama, dan gerak sederhana terlihat

dinamis akibat timbulnya bunyi gelang rampak

dipadu dengan gerak lincah dan kuat dalam

disain yang lebih variatif.

Hal ini sangat berbeda dengan bunyi yang

ditimbulkan dari gelang yang dipergunakan

oleh Mulung dalam upacara Belian. Bila dalam

upacara Belian kesan magis, dan mitis lebih

kuat, maka dalam tari Gitang Paser kesan yang

sangat menonjol adalah tarian yang lincah,

energik, dan dinamis.

Perkembangan yang ada pada ritual Belian

yang kemudian menjadi tari Gitang Paser,

menunjukkan adanya perubahan bentuk,

makna dan fungsinya. Perkembangan ini

mungkin membuat ada sesuatu yang berubah

atau usaha-usaha untuk melahirkan bentuk-

bentuk baru di dalam tari Gitang itu sendiri.

Dalam ilmu antropologi dan ilmu bahasa,

perubahan semacam ini disebut dengan

transformasi yaitu perubahan bentuk.

Tranformasi budaya menurut Echlos dan

Sadily mempunyai arti perubahan bentuk,

menjadi Proses transformasi tersebut

menghasilkan unsur-unsur kebaruan, baik dari

aspek gaya, rasa maupun makna, walaupun

pada tingkat perubahan yang tak sama.

Transformasi bukan hanya dimengerti sebagai

perubahan bentuk saja tetapi juga mencakup

pada perubahan pada fungsi dan makna tari

itu sendiri. Hal tersebut relevan dengan

fenomena yang terdapat pada upacara Belian

yang ditransformasikan menjadi tari Gitang

Paser.

I. Transformasi Upacara Belian pada

Tari Gitang Paser

1. Transformasi Bentuk Penyajian

R.M. Soedarsono menegaskan bahwa

pengkonseptualisasian pertunjukan sebagai

sebuah fenomena yang otonom serta

merupakan entitas yang multilapis. Sebuah

pertunjukan merupakan perpaduan antara

berbagai aspek penting yang menunjang

seperti pelaku, busana, property, tempat

pertunjukan, waktu pertunjukan, dan urutan

penyajian Dyah Sri Mahasta (2011:15). Dari

pendapat di atas maka peneliti akan

merumuskan dan melihat Bentuk penyajian

hasil dari transformasi upacara Belian ke

dalam tari Gitang yang dapat dilihat secara

Page 5: TRANSFORMASI UPACARA KE DALAM TARI GITANG · 2019. 11. 4. · Jumiati 549 ISSN: 1858-3989 (TRANSFORMASI UPACARA BELIAN KE DALAM TARI GITANG PASER) ceremony is more on the treatment

551

ISSN: 1858-3989

Jumiati (TRANSFORMASI UPACARA BELIAN KE DALAM TARI GITANG PASER)

nyata yaitu dari segi pelaku, kostum, proper ti,

gerak, pola lantai, iringan, waktu dan tempat.

a. Pelaku

Pada upacara Belian pelaku atau tokoh

utama yang terdapat pada upacara ini disebut

oleh masyarakat setempat ialah Mulung.

Patokan utama dalam upacara ini Mulung atau

dukun harus lah berjenis kelamin laki-laki dan

berumur 40 tahun ke atas karena pada

hakekatnya alasan terpilih sebagai laki-laki

dan berumur 40 tahun ke atas adalah karena

masyarakat setempat mempercayai bahwa

laki-laki yang berumur 40 tahun lebih lama

dan lebih permangalaman dalam memahami

isi dan mempelajari kandungan yang terdapat

pada upacara Belian, contohnya dalam

mempelajari mantra-mantra, berpuasa mutih,

serta memahami betul nama-nama yang

terdapat pada sesajen dan proerti yang

digunakan.

Mulung lak-laki dianggap lebih kuat

dalam menerima segala syarat yang akan di

laksanakan walaupun gerak yang dilakukan

tanpa menngunakan tehnik kepenarian karena

konteks kegunaan dalam gerak Mulung

diperuntukan sebagai upacara ritual dengan

tujuan gerak yang dilakukan akan

menimbulkan efek bunyi gitang sehingga roh-

roh yang dipanggil mendengarkan serta dapat

menyukai kehadirannya.

Hal ini lah menjadi inspirasi penata tari,

Irusmiati kemudia menuangkan hasli dari

penghayatannya dalam melihat upacara Belian

yang mentransformasikan ke dalam tari

Gitang. Pemilihan pelaku dalam tari Gitang

yang ia garap menggunakan pelaku berjenis

kelamin perempuan berusia sekitar 17 tahun ke

atas, alasan ia mentranformasikan dari pelaku

berjenis kelamin laki-laki dan berunur 40

tahun dalam upacara Belian kemudian ia

menggatikan dengan wanita yang berumur 17

tahun ke atas.

Dalam konteks seni pertunjukan dan

dalam seni tari, perempuan dapat melakukan

gerakan-gerakan feminim karena memang

benar adanya gerak yang digarap irusmiati

bersifat gerak yang lebih feminim, untuk

pemilihan berumur 17 tahun ia mengatakan

bahwa pada umur 17 tahun ke atas penari

dapat melakukan tehnik-tehnik yang ia

inginkan dan melakukan sebuah gerak tari

yang menggunakan tehknik dengan olah tubuh

yang ekstra dan dengan tehnik-tehnik tarian

yang harus dipahami, dipelajari serta proses

olah tubuh dalam rentan waktu cukup lama

yang tidak terdapat pada Mulung.

Hasil dari pengamatan dan pemaparan di

atas sangat terlihat jelas proses yang dilalui

antara pelaku Mulung ketika berubah menjadi

pelaku dalam tari Gitang menggunkan proses

menuju ke tempat yang berbeda, salah satu

contoh yang dapat kita lihat adalah proses

menjadi pelaku dalam Belian yaitu Mulung

melakukan syarat di antaranya, memahami

Page 6: TRANSFORMASI UPACARA KE DALAM TARI GITANG · 2019. 11. 4. · Jumiati 549 ISSN: 1858-3989 (TRANSFORMASI UPACARA BELIAN KE DALAM TARI GITANG PASER) ceremony is more on the treatment

552

ISSN: 1858-3989

Jumiati (TRANSFORMASI UPACARA BELIAN KE DALAM TARI GITANG PASER)

mantra-mantra, berpuasa mutih, serta

memahami betul nama-nama yang terdapat

pada sesajen dan proerti yang digunakan.

Kemudian ketika ia bertransformasi ke dalam

tari Gitang proses yang terdapat pada upacara

Belian tidak dipergunakan lagi menuju pelaku

dalam tari Gitang, proses yang dilalui oleh

pelaku tari Gitang adalah dengan olah tubuh

yang ekstra dan dengan tehnik-tehnik tarian

yang harus dipahami, dipelajari serta proses

olah tubuh dalam rentan waktu cukup lama

yang tidak terdapat pada Mulung.

b. Kostum

Dalam sebuah upacara Belian kostum

yang dikenakan sangatlah sederhana.

Penampilan pada upacara Belian, Mulung

hanya menggunakan kain sarung atau ulap dan

tidak menggunakan pakaian lainnya untuk

menutupi tubuh bagian atas.

Kostum yang dikenakan Mulung pada

upacara Belian dibuat dengan maksud tertentu

yang mengandung filosifi dan tradisi pada

upacara Belian. Adapun yang digunakan

Mulung pada upacara Belian ialah

mengalungkan sambaing sambit yang terdiri

dari gigi taring dan kuku binatang digunakan

dileher dengan dililit menyilang hingga ke

belakang badan, ulap atau sarung digunakan

mulung bagian bawah biasanya berwarna putih

melambangkan kesucian, kuning

melambangkan tingkatan atau derajat sesorang

Mulung dan merah melambangkan keberanian.

Kaidah-kaidah ini sudah ditetapkan oleh

seorang Mulung dan kepala adat setempat.

Selanjutnya Mulung mengenakan siek

yaitu ikat pinggang yang menyimbolkan

sopan santun yang digunakan seperti

menggunakan sabuk, juntaian berada di

samping paha. Laung atau udeng digunakan

seperti menggunakan peci atau kopiah, biasa

disebut ikat kepala berwarna merah yang

melambangkan kewibawaan, tingkatan tinggi

dan ahli dalam melakukan upacara.

Hal di atas menjadi pemicu inspirasi

yang akan dilakukan Irusmiati dalam

mengubah atau mentransformasikan kostum

yang ada pada upacara ini dengan

menyesuaikan garapan yang ia buat. Menurut

ia tata busana dalam suatu peenyajian sangat

penting, untuk memperjelas karakter penari.

Kostum dan tata busana yang ideal adalah

yang disesuaikan dengan bentuk dan wujud

dari tari yang ditampilkan. Dengan

mempetimbangkan pula. Bagaimana tidak

mengganggu penari dalam melakukan gerak.

Sehingga timbul suatu idesonal dari

penata tari mengambil bentuk dan warna yang

terdapat pada tari Gitang ini. Kostum yang

digunakan dalam tari Gitang paser, memakai

kostum atasan berwarna coklat muda dengan

ukiran motif kalimantan timur maksud dari

warna yang digunakan tidak ada keterkaitan

dengan kostum yang digunakan pada Mulung

melaikan timbul karena melihat pergerakan

Page 7: TRANSFORMASI UPACARA KE DALAM TARI GITANG · 2019. 11. 4. · Jumiati 549 ISSN: 1858-3989 (TRANSFORMASI UPACARA BELIAN KE DALAM TARI GITANG PASER) ceremony is more on the treatment

553

ISSN: 1858-3989

Jumiati (TRANSFORMASI UPACARA BELIAN KE DALAM TARI GITANG PASER)

yang dilakukan oleh para penari gitang dan

penyesuaian warna kulit agar efek dari gerak

lebih terlihat dan motif yang digambarkan

akan lebih menonjol, ini menjadi salah saatu

alasan penata tari mengambil warna tersebut.

Untuk kostum bagian bawah penata tari

mempergunakan dua warna dalam yaitu satu

berwarna merah dan satu berwarna hitam

dengan motif Kalimantan Timur dan

mempunyai belahan kanan dan kiri. Kedua

dari bawahan ini dapat digunakan sesuai selera

dari koreografi sendiri. Terdapat motif

kalimaantan dalam penggunaan bawahan ini

Untuk motif yang terdapat pada dan bawahan,

tidak ada maksud tertentu tetapi motif tersebut

diperuntukan sebagai penambah keindah pada

kostum.

Corak yang dipilih dalam tari Gitang

tidak menggunakan kaidah-kaidah seperti pada

kostum Belian, yang masih berepegang teguh

pada tradisi leluhur dengan ketetapan warna

yang telah ditentukan. Pada tari Gitang warna

yang dipilih adalah warna-warna yang telah

disesuaikan dengan panggung, agar menambak

keindahan semata serta kostum yang

digunakan adalah pilihan yang nyaman untuk

dibawa bergerak atau menari.

Setelah proses pelaku dan proses gerak

yang berubah atau bertransformasi maka

kostum dan tata busana dalam masing-masing

garapan ikut berubah, dikarenakan pada

upacara Belian perpegang teguh pada adat

istiadat yang ditetapkan oleh kepala adat yang

kemudian dipelajari dan disimpan oleh

Mulung, hingga saat ini dalam upacara Belian

kaidah-kaidah ini masih dijaga. Untuk

perubahan yang terjadi pada tari Gitang hal ini

ditetapkan oleh penata tari yang tidak

berpegang teguh pada adat yang ditetapkan

melaikan hanya kebutuhan pertunjukan. Agar

penonton merasa nyaman dan aman ketika

melihat pergerakan yang dilakukan oleh para

penari gitang. Jadi inti dari proses tersebut dan

perubahan tersebut ialah bereda tujuan dan

orang yang mengatur maka suatu hal tersebut

dapat berubah pula menjadi hal yang baru atau

menghilangakannya sama sekali tergantung

dari kebutuhan masing-masing.

c. Properti

c.1. Gitang

Properti adalah perlengkapan yang

digunakan oleh penari yang bukan termasuk

kostum. Properti tidak hanya sebagai

komponen pelengkap dalam penyajian upacara

maupun tari. Pada upacara Belian dan pada tari

Gitang properti yang digunakan yaitu Gitang

atau gelang.

Gitang yang dipakai oleh penari pada

upacara Belian, memiliki bentuk seperti gelang

pada umunya dan berwarna coklat dengan

berat kurang lebih 1 kg, terbuat dari campuran

perunggu memiliki diameter 5x5 cm.1Gitang

ini digunakan pada tangan kita dua buah dan

Page 8: TRANSFORMASI UPACARA KE DALAM TARI GITANG · 2019. 11. 4. · Jumiati 549 ISSN: 1858-3989 (TRANSFORMASI UPACARA BELIAN KE DALAM TARI GITANG PASER) ceremony is more on the treatment

554

ISSN: 1858-3989

Jumiati (TRANSFORMASI UPACARA BELIAN KE DALAM TARI GITANG PASER)

tangan kanan dua yang semuanya berjumlah 4

buah. Fungsi dari penggunaan gitang dalam

upacara Belian ini ialah terdapat pada bunyi

dari hasil pergerakan Mulung pada akhirnya

bunyi yang dihasilkan dari gitang menurut

masyarakat setempat sebagai pemanggil dan

persembahan hiburan bagi roh-roh yang telah

dipanggil. Selain sebagai sarana pemanggil

roh-roh gitang dalam upacara Belian gitang ini

juga berfungsi sebagai komando dalam

upacara adat Belian. Suara yang dihasilakan

sebagai penuntun gerakan Mulung dan pemain

musik pengiring Belian, wawancara kai

nyemat (24 juni 2016).

Gitang (Gelang) yang digunakan Mulung (Dok.

Jumiati, 2016)

Salah satu identitas Mulung dalam

upacara Belian ini menjadi inspirasi utama

dalam mengubah atau mentransformasikan

properti gitang, bahwa ia meyakini bunyi yang

dihasilkan dapat dikembangkan kembali

menghasilkan ritme dan dinamika yang dapat

tercipta di dalam garapan penata tari.

Dari inspirasi yang ia dapatkan maka

penata tari mengemas gitang dengan warna

dan bentuk yang sama hanya ukuran yang

lebih kecil, dimaksud agar para penari tidak

keberatan dan tidak mengganggu pergerakan

tangan penari dalam membunyikan gitang.

Setelah gitang ini dijadikan sebagai

properti pada tari Gitang, maka bentuk dan

ritme yang digunakan pada upacara Belian

mempunyai irma dan ritme yang berbeda

dengan ritme yang terdapat pada upacara

Belian, pada tari Gitang irma dari gitang

berfungsi sebagai penambah dan penanda

ritme dan ketukan pada musik tari Gitang,

menambah kesan ramai dan lebih meriah pada

tarian ini. Tidak ada unsur magis seperti yang

telihat pada upacara Belian.

d. Gerak

Gerak adalah unsur utama dalam tari,

gerak meliputi bagian-bagian tubuh yang

meliputi tangan, kaki dan tubuh secara

keseluruhan. Gerak merupakan unsur pokok

dalam diri manusia dan merupakan alat bantu

dalam kehidupan manusia, untuk

mengemukakan keinginan dan menyatakan

refleksi spontan di dalam jiwa manusia.

Perinsip gerak-gerak yang dimiliki

Mulung dalam upacara Belian terdapat pada

dua unsur yaitu pada kaki dan tangan. Berikut

pemaparannya

d.1. Gerak Kaki

Pada dasarnya gerak kaki yang terdapat

dalam upacara adat Belian adalah gerakan

yang sederhana dan berulang terus-menerus,

Page 9: TRANSFORMASI UPACARA KE DALAM TARI GITANG · 2019. 11. 4. · Jumiati 549 ISSN: 1858-3989 (TRANSFORMASI UPACARA BELIAN KE DALAM TARI GITANG PASER) ceremony is more on the treatment

555

ISSN: 1858-3989

Jumiati (TRANSFORMASI UPACARA BELIAN KE DALAM TARI GITANG PASER)

menari didasari oleh adanya dorongan

kebutuhan rohani yang menyangkut

kepercayaan adat setempat. Semua gerak

dalam upacara Belian tidak diciptakan sebagai

gerak berurutan baku, semua gerak berirama

lembut (perambut) dan lama kelamaan akan

menjadi gerakan cepat yang disebut (kerkese)

dan kaki sedikit diangkat berjinjit kemudian

dihentakan sedikit demi sedikit.

Pertama, dinamakan gerakan perambut

yaitu gerakan yang tempo iramanya lambat.

Gerak ini melambangkan semangat untuk

sebuah harapan baru dan memberi restu

terhadap leluhur agar senantiasa diberi

keselamatan bagi keluarga yang memberikan

hajat. Dan gerakan ini menyimbolkan kesiapan

dalam melaksanakan upacara adat Belian.

Gerakan ini juga berfungsi sebagai pemanggil

mahluk-mahluk halus yang diundang dalam

pelaksanaan Belian. Kesiapan berarti siap

dalam segala kondisi, siap dalam segala tata

upacara, siap dalam segala lahir batin,

wawancara Noryah (20 maret 2017). Kedua,

gerakan kerkesek, merupakan gerakan dengan

tempo irama yang cepat. Gerakan ini

menyimbolkan sukacita, artinya dalam

melaksanakan upacara adat ini seluruh pihak

yang terlibat dalam upacara adat merasakan

sukacita dan tidak merasa terbebani dengan

adanya pelaksanaan upacara adat tersebut.

Penyelenggaraan upacara adat dengan

rasa senang akan menghasilakan dampak yang

baik. ketiga, dinamakan arangjuwata

merupakan gerakan terakhir dalam rangkaian

upacara adat Belian. Gerakan ini

menyimbolkan rasa terima kasih kepada

seluruh yang hadir. Ucapan terima kasih ini

menunjukan kepada masyarakat yang sudah

hadir dalam upacara adat dan kepada mahkluk

halus yang juga ikut hadir dan diundang dalam

rangkaian upacara, wawancara Noryah (20

Maret 2017). Karena hanya menggunkan tiga

motif saja maka dikatakan gerak dalam

upacara Belian sangat lah sederhana tetapi

mempunyai aura yang berbeda, hal tersebut

dikarenakan tujuan dari gerakan itu ialah

sebagai pemanggil dan penghibur roh-roh

yang ada di dalam upacara tersebut.

d.2. Gerak Tangan

Gerak pada upacara Belian memiliki

nilai ritual dimaksudkan sebagai penghibur

agar para roh leluhur hadir dengan adanya

bunyi-bunyi dari gitang, gerak ini biasanya

dilakukan dengan irama sedang dan cepat.

Sambil menari-nari diiringi musik, kemudian

Mulung membacakan mantra-mantra kepada

mahkluk halus yang diundang dalam upacara

adat Belian. Mulung berkomunikasi dengan

menggunakan bahasa Paser halus dengan doa-

doa meminta permohonan sambil menyebut

nama-nama penguasa air, tanah, udara, hutan.

Gerakan pada upacara ini tidak

menggunakan tehnik yang khusus dan tidak

menggunakan hitungan yang baku, gerakan ini

Page 10: TRANSFORMASI UPACARA KE DALAM TARI GITANG · 2019. 11. 4. · Jumiati 549 ISSN: 1858-3989 (TRANSFORMASI UPACARA BELIAN KE DALAM TARI GITANG PASER) ceremony is more on the treatment

556

ISSN: 1858-3989

Jumiati (TRANSFORMASI UPACARA BELIAN KE DALAM TARI GITANG PASER)

tidak seritme dengan hitungan gerak tari pada

umunya, tetapi gerakan ini adalah sebuah

gerakan yang mengandung unsur-unsur

komunikasi kepada roh-roh yang telah dibahas

pada bab II.

Dari gerak-gerak di atas menjadi

inspirasi oleh seorang penata tari, ia meyakinin

bahwa gerak-gerak yang terdapat pada Mulung

dapat dikembangkan lagi dan dituangkan ke

dalam sebuah seni pertunjukan diberi nama

tari Gitang. Transformasi ini kemudian dibuat

oleh penata melalui tehnik-tehnik kepenarian

yang telah diperhitungkan dengan cara olah

tubuh dengan rentan waktu yang cukup lama.

Menjadikan tiga motif sederhana yang terdapat

pada gerak Mulung dapat diolah menjadi

bermacam-macam motif gerak dengan

hitungan baku.

Motif yang terdapat pada upacara Belian

yaitu ngerkesek dan perambut yang telah

disebutkan tadi berubah manjadi berbagai

macam motif di antaranya ialah putar

penggading, Tusuk gitang ke bawah, Lambai

tangan gitang, dan lain-lainya, dapat dilihat

pada bab bab III.

Kertika Gerakan pada Mulung ini

bertransformasi tidak hanya tiga motif tersebut

berubah melainkan unsur-unsur dinamika

gerak pun menjadi berubah, semua ini

dikarenakan tujuan yang terdapat pada upacara

dan tari Gitang berbeda, dinamika gerak yang

dilalui pada upacara Belian ialah mengnadung

unsur-unsur magis sehingga dinamika dan aura

yang timbul pun bersifat magis berbeda ketika

ia sudah dikembangkan dan bertransformasi

pada garapan kreasi baru yaitu tari Gitang,

maka gerak tersebut diperuntukkan sebagai

gerak penghiburan bagi masyarakat, agar

masyarakat penonton mempunyai

kegembiraan dan kesenangan dalam melihat

suatu pertunjukan tari di kabupaten Paser ini.

e. Pola Lantai

Gerak tari pada upacara Belian memiliki

pola lantai atau desain laintai yang dilalui oleh

seorang penari atau pola lantai yang berbentuk

garis-garis yang dibuat oleh formasi penari

kelompok, Soedarsono (1976:5)

penyelenggaraan gerak tari dalam Upacara

Belian mengenal adanya desain atau pola

lantai melingkar dan lurus. Pada dasarnya

garis lurus memberikan kesan kesederhanaan

tetapi kuat. Desain lantai lengkung yang

berbentuk lingkaran mengandung maksud

kekuatan tertentu. Desani lantai lingkaran pada

upacara Belian mengandung unsur kekuatan

magis, karena dianggap sebagai suatu upaya

atau suatu hal yang tidak dapat memutuskan

suatu kekuatan yang berada pada suatu

lingkaran.

Pemahaman makna-makna di atas

menjadi suatu penghayatan yang di lakukan

oleh Irumsiati, bahwa pola lantai bisa diubah

sebagaimana kebutuhan dari gerak-gerak

penari.

Page 11: TRANSFORMASI UPACARA KE DALAM TARI GITANG · 2019. 11. 4. · Jumiati 549 ISSN: 1858-3989 (TRANSFORMASI UPACARA BELIAN KE DALAM TARI GITANG PASER) ceremony is more on the treatment

557

ISSN: 1858-3989

Jumiati (TRANSFORMASI UPACARA BELIAN KE DALAM TARI GITANG PASER)

Pada perubahan gerak pada upacara

Belian ke dalam tari Gitang berdampak pada

perubahan pola lantai yang di lalui oleh para

penari Gitang. Terdapat dua pola lantai di

dalam upacara Belian yaitu pola lantai lurus

dan melingkar dengan maksud dan tujuan yang

telah dijelaskan di atas. Pola lantai sederhana

ini kemudian ketika berubah alih maka pola

lantai ini tersebut memiliki delapan belas pola

lantai, maksud dari delapan belas pola lantai

ini tidak hanya sebagai ekspresi ruang yang

akan digunakan oleh koreografer, agar tidak

mendapatkan kesan monoton dan mempunyai

pormasi yang lebih nyaman bagi sang penari,

adanya kontak saling mengisi antara penari

satu dan penari yang lainnya.

Hal di atas tersebut adalah salah satu

peristiwa transformasi yang berada di dalam

pola lantai, terlihat jelas bawah perubahan

dalam satu kemasan pola lantai yang berada

wilayah ritual dapat berbeda jauh ketika

peristiwa perubahan alih tersebut menjadi

sebuah suguhan tari kreasi baru, karena tujuan

utama dari pola lantai upacara Belian.

f. Iringan

Dalam upacara Belian iringan yang

digunakan tidak memakai kaidah-kaidah

tertentu irama yang dimainkan terus menerus

dan melakukan pengulangan mengandung

unsur sebagai pemanggil roh-roh halus dan

seirama antara gerak dan musik kurang

ditemukan, walaupun musik yang begitu ramai

dengan menggunakan alat-alat musik begitu

banyak, tetap iringan yang terdapat pada nada-

nada ini bernuansakan ketegangan bagi yang

mendengar karena dengan suara gitang dari

seorang Mulung yang tidak sejalan dengan

ritme musik maka membuat musik tersebut

semakin tidak menentu.

Dalam idesonal penata tari melihat dan

mendengarkan iringan yang dibuat oleh

pemusik di dalam upacara Belian membuat

penata tari mencoba mengolah,merapikan, dan

memadukan ritme-ritme agar sejalan dengan

nada yang terdapat pada gitang sehingga

mempunyai ketukan yang baku, dan

mempunyai hitungan yang saling berkaitan

antara musik, penari dan bunyi gitang.

Transformasi dari iringan yang terdapat

pada upacara Belian ke tari Gitang ini sangat

terlihat Nampak pada posisi ritme dan

hitungan yang menjadi satu kesatuan ritme

dalam sebuah gerak. Iringan yang terdapat

pada upacara Belian dapat dilihat lebih banyak

menggunakan pengulangan ketika

bertransformasi maka musik pada tari Gitang

kurang melakukan pengulangan dapat

dikatakan lebih bervariasi antar iringan dan

tari saling berirama.

g. Waktu

Dalam sebuah upacara Belian waktu

atau durasi yang digunakan cukup panjang

sehingga memakan waktu yang cukup lama

atau waktu tidak terbatas. Upacara Belian

Page 12: TRANSFORMASI UPACARA KE DALAM TARI GITANG · 2019. 11. 4. · Jumiati 549 ISSN: 1858-3989 (TRANSFORMASI UPACARA BELIAN KE DALAM TARI GITANG PASER) ceremony is more on the treatment

558

ISSN: 1858-3989

Jumiati (TRANSFORMASI UPACARA BELIAN KE DALAM TARI GITANG PASER)

dapat dilaksanakan dalam tiga hari, tiga malam

sampai pada tiga puluh hari dan tiga puluh

malam tergantung dari hajat yang di

laksanankan, dengan tiap malamnya

mempunyai tujuan dan maksud yang berbeda-

beda yang telah dijelaskan pada bab II. Durasi

yang panjang ini membuat jenuh dan

membosankan bagi penonton yang

menyaksikan pertunjukan ini.

Melalu tangan penata tari mencoba

mengubah kebosanan penonton tersebut

dengan cara memperkecil durasi yang

dituangkan melalui sebuah pertunjukan tari

kreasi baru. Ketika transformasikan durasi

yang digunakan dalam tari Gitang yaitu lebih

singkat berkisaran dari 5 sampai 6 menit, dan

waktu telah ditentukan antara penari, dan

pendukung-pendukung lainnya, sesuai

kesepakatan antar panitia.

Transformasi yang terdapat pada waktu

ini dapat dilihat dari segi waktu yang pertama

dapat dilihat dari segi durasi, pada upacara

Belian durasi ini sangat panjang sehingga

penonton merasakan adanya sebuah kejenuhan

yang begitu menoton, ketika berubah alih

durasi ini diperkecil menjadi 5 sampai 6 menit

sehingga penonton yang melihat tidak

meraskan kejenuhan yang berkepanjangan.

Transformasi Pada upacara Belian yang

kembali terlihat ialah pemilihan waktu pada

upacara Belian ialah melakukan rundingan

terlebih dahulu kepada yang bernazar sehingga

ada tata aturan yang tidak boleh dilanggar

ketika bertransformasi pelaku dalam pemilihan

waktu adalah tidak melakukan rundingan

kepada kepala adat, Mulung, atau pun kepada

masyarakat yang ingin bernazar, tetapi penata

tari berunding kepada panitia penyelenggara

tari Gitang dan dapat dipentaskan kapan saja

dan dimana saja tanpa adanya aturan seperti

pada upacara Belian.

2. Transformasi Makna

Suatu pementasan karya tari, baik

berlatar tradisonal maupun garapan baru

pastilah mengandung makna-makna tertentu.

Makna tersebut adalah sesuatu arti atau kisah

yang ingin disampaikan oleh penata tari

kepada penonton. Karena pada dasarnya

penonton seni pertunjukan ingin mendapatkan

dua hal, pertama kenikmatan visual, dan kedua

adalah pemahaman makna di balik aspek

visualnya.

Isi dalam sebuah makna hal yang tidak

dapat dipisahkan, isi adalah maka atau arti

yang menjelaskan tentang bentuk dengan

segala aspek visualnya Sumaryono

(2003:51).Isi tidak akan menjadi jelas jika

bentuk garapannya belum maksimal diperkaya

dengan simbolisasi, Sumaryono (2003:51)

Dari pemaparan di atas jelas bahwa dikatakan

antara bentuk, isi dan simbol saling

mendukung dan saling berkaitan, maka dari itu

penulis melihat transformasi dari ketiga hal

tersebut, di atas telah dibahas untuk bentuk

Page 13: TRANSFORMASI UPACARA KE DALAM TARI GITANG · 2019. 11. 4. · Jumiati 549 ISSN: 1858-3989 (TRANSFORMASI UPACARA BELIAN KE DALAM TARI GITANG PASER) ceremony is more on the treatment

559

ISSN: 1858-3989

Jumiati (TRANSFORMASI UPACARA BELIAN KE DALAM TARI GITANG PASER)

penyajian yang menjadi salah satu dasar dari

tiga elemen tersebut. Sehingga di bawah ini

akan di paparkan mengenai isi dan simbol

hasil dari transformasi dari upacara Belian ke

tari Gitang Paser.

a. Isi

Isi ceriata yang terkandung dalam

upacara Belian di mana maknanya dari ritual

ini agar dapat hidup bersama-sama dengan

makhluk ciptaan-Nya dan manusia dengan

makhluk lain (roh-roh halus), tidak saling

mengganggu satu sama lain. Namun cerita

yang mengandung makna tersebut semakin

tekikis dan hampir menghilangkan karena

dalam tari Gitang hanya berperan sebagai

pelaku pementasan tari Gitang yang mana

dalam pementasannya lebih mengutamakan

mendapatkan materi dari pada menyampaikan

pesan-pesan yang tersirat pada upacara Belian.

Sehingga ketika sudah dalam seni pertunjukan

makna isi dari upacara Belian berubah menjadi

sebuah hiburan semata tanpa melihat isi dari

cerita di upacara Belian.

b. Simbolik

Adanya kepercayaan pada benda-benda

tua seperti lau lutung atau rumah-rumahan,

dupa-dupaan berupa kayu yang dibakar

menegluarkan asap, simbol-simbol yang terdiri

melalui sesajen yang diyakini membawa

dampak baik apabila dilaksanakan. Dengan

melakukan kepercayaan tersebut seseorang

berharap agar mendapatkan berkah dan selalu

mendapatkan hal-hal baik. Namun

kepercayaan itu mulai menghilangkan dari

amsyarakat Paser sehingga dalam pementasan

tari Gitang tidak lagi menggunakan sesajen,

dupa, dan menyangkut sistem kepercayaan

pada benda-benda tua. Sehingga tidak perlu

menggunakan suatu kesepakatan yang ada di

dalam tari Gitang.

3. Transformasi Fungsi

Dari penjelasan pada bab II Dalam ritual

Belian jelas dapat dilihat fungsi dari upacara

ini sebagai langkah mengusir roh-roh halus

yang mengganggu ketentraman hidup

manusia. Pelaksanaan yang dilakukan melalui

suatu kesepakatan terlebih dahulu dengan

syarat waktu, dan jam yang sudah disepakati

dengan tempat, hari yang sudah ditentukan.

Ketika pada tari Gitang, perubahan ini telah

terlihat jelas yaitu ketentuan jam sudah tidak

diperhitungkan lagi, dapat dipentaskan dimana

saja dan kapan saja tanpa syarat-syarat yang

terdapat pada ritual Belian, sehingga

perubahan fungsi ini terjadi dari sebuah ritual

pengusir roh-roh yang mengganggu berubah

menjadi sebuah adegan hiburan untuk

menghibur penontonnya. Selanjutnya

perubahan fungsi dari alat musik yang awalnya

musik ini diperuntukan untuk mengundang

makhluk halus, yang namun dengan

perkembangannya, alat musik berubah dan

Page 14: TRANSFORMASI UPACARA KE DALAM TARI GITANG · 2019. 11. 4. · Jumiati 549 ISSN: 1858-3989 (TRANSFORMASI UPACARA BELIAN KE DALAM TARI GITANG PASER) ceremony is more on the treatment

560

ISSN: 1858-3989

Jumiati (TRANSFORMASI UPACARA BELIAN KE DALAM TARI GITANG PASER)

bertambah yaitu awalnya menggunakan

gendang besar, gendang, tengkanong, lumbak,

dan gong namun perkembangannya waktu

membuat alat yang digunakan menjadi

bertambah seperti adanya gambus 3 buah

jimbe, suling, gong, dan gambang yang

berfungsi sebagi penambah meriah bukan

lagiberfungsi sebagi pengundang makhluk

halus. Akibatnya adanya perubahan alat musik

yang digunakan inilah orang yang bertugas

melakukan do’a-do’a sebelumnya untuk

keselamatan sudah tidak digunakan lagi.

Selain itu, alat musik yang digunakan dalam

tari Gitang sekarang menjadi alat musik biasa

yang dahulunya dipandang menjadi alat musik

yang mempunyai kekuatan magis dan tidak

sembarangan untuk ditabuh.

II. PENUTUP

Berdasarkan hasil pembahasan terkait

dengan transformasi upacara Belian ke dalam

tari Gitang Paser, maka transformasi memiliki

arti bahwa transformasi diandaikannya sebagai

suatu proses peralihan total dari suatu bentuk

menuju sosok baru yang akan mapan atau

dengan arti lain perubahan. Proses

transformasi selalu menghasilkan unsur-unsur

kebaharuan, baik dari aspek gaya atau

bentuknya, fungsi maupun maknanya

walaupun pada tingkat perubahan yang tak

sama. Ada tiga tahap dalam melihat hasil

terakhir yang akan di dapat yaitu melalui tahap

berikut: tahap pemahaman dan penghayatan

makna, tahap resepsi dan tahap tindak resepsi.

Pada tahap tindak resepsilah Irusmiati

mencoba untuk mengambil suatu inti sari yang

terdapat pada upacara ini yaitu sebuah

aktivitas yang dilakukan oleh seoang Mulung.

Hasil resepsi ini lah menjadi sebuah

rangsangan idesional atau gagasan untuk

mrmbuat sesuatu yang baru, menimbulkan

Page 15: TRANSFORMASI UPACARA KE DALAM TARI GITANG · 2019. 11. 4. · Jumiati 549 ISSN: 1858-3989 (TRANSFORMASI UPACARA BELIAN KE DALAM TARI GITANG PASER) ceremony is more on the treatment

561

ISSN: 1858-3989

Jumiati (TRANSFORMASI UPACARA BELIAN KE DALAM TARI GITANG PASER)

gagasan untuk mencari alternative-alternatif

yang dapat menggambarkan atau setidak-

tidaknya memberikan kesa atau gambaran dari

makna hasil resepsinya. Demikianlah hasil

transformasi seni, khusunya pada upacara

Belian ke dalam tari Gitang Paser dari aspek

bentuk, makna dan fungsi masing-masing bias

ataupun menjadi samar-samar, tetapi jelas

akan muncul sesuatu yang baru karena

hakekatnya transformasi sebenarnya adalah

perubahan, sedangkan perubahan

menumbuhkan kebaruan sehingga kebaruan

dan tindak resepsi tersebut dapat dilihat dari

berbagai aspek transformasi bentuk,

transformasi makna, transformasi fungsi.

Sehingga fenomena yang ditemukan dari

penelitian ini semakin tenggelamnya nilai-nilai

lama di dalam masing-masing makna, fungsi,

dan bentuk penyajian dan sebuah upacara

Belian. Tetapi pada sisi lain, tari Gitang

memiliki daya jangaku yang jauh, lebih luas,

serta memiliki nilai-nilai dan makna yang baru

tetapi masih berada dalam cita rasa Belian.

Sehingga hasil yang didapat adalah

membuktikan adanya hasil transformasi yang

terjadi pada upacara Belian ke dalam tari

Gitang Paser. Sehingga hasil dari transformasi

itu sendiri dapat dilihat dari bentuk penyajian,

makna serta fungsi mengacu pada buku yang

ada. Ketika transformasi itu berjalan nilai dan

hasil dapat dilihat bahwa semakin

memudarnya dalam identifikasi bentuk, makna

dan fungsinya yang nota bene semula adalah

dari sebuah upacara ritual penghusir roh-roh

jahat. Tetapi transformasi yang ditemukan

dalam penelitian ini yakni transformasi yang

bersifat mengembangkannya.

DAFTAR SUMBER ACUAN

A. Sumber Tercetak

Hadi, Y. Sumandiyo. 2014. Koreografi Bentuk

Teknik Isi, Yogyakarta: B.P. ISI

Yogyakarta.

Jaeni. 2013. Kajian Seni Pertunjukan Dalam

Persepektif Komunikasi Seni, Bandung:

IPB.

Jamil, Nizam. 1987. Upacara Tradisonal

Belian Di Daerah Riau. Pekanbaru.

Depdikbud.

Schechner, Richard. 2004. Performance

Theory, New York and London:

Routledge.

Sumaryono. 2003. Restorasi Seni &

Transformasi Budaya. Yogyakarta:

Elkaphi (Lembaga Kajian Pendidikan

dan Humaniora Indonesia).

B. Nara Sumber

Aji jamil, 55 tahun, pemangku adat dalam

upacara Belian

Nyemat, 60 tahun, Mulung atau dukun dalam

upacara Belian.

Muhidin, 45 tahun, Kades di desa Lempesu

Kab. Paser

Page 16: TRANSFORMASI UPACARA KE DALAM TARI GITANG · 2019. 11. 4. · Jumiati 549 ISSN: 1858-3989 (TRANSFORMASI UPACARA BELIAN KE DALAM TARI GITANG PASER) ceremony is more on the treatment

562

ISSN: 1858-3989

Jumiati (TRANSFORMASI UPACARA BELIAN KE DALAM TARI GITANG PASER)

Noryah, 58 tahun, ahli syah atau ahli cerita

Irus, 27 tahun, koreografer tari Gitang.