transformasi gen xiloglukanase - digilib.uns.ac.id... · hipokotilnya dan dipindah ke media...
TRANSCRIPT
TRANSFORMASI GEN XILOGLUKANASE
PADA Eucalyptus pellita F.Muell MELALUI Agrobacterium tumefaciens
Naskah Publikasi
Disusun oleh :
Andriyani Puspitaningrum
M0404023
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2008
1
TRANSFORMASI GEN XILOGLUKANASE
PADA Eucalyptus pellita F.Muell MELALUI Agrobacterium tumefaciens
Oleh:
Andriyani Puspitaningrum
M0404023
Telah disetujui untuk dipublikasikan
Surakarta, Oktober 2008
Menyetujui
2
Pembimbing I
Nita Etikawati, M.SiNIP. 132 161 217
Pembimbing II
Dra. N. Sri Hartati, M.SiNIP. 320 006 576
MengetahuiKetua Jurusan Biologi
Dra. Endang Anggarwulan, M.SiNIP. 130 676 864
TRANSFORMASI GEN XILOGLUKANASE PADA Eucalyptus pellita F. Muell MELALUI Agrobacterium tumefaciens
Agrobacterium tumefaciens MEDIATED GENETIC TRANSFORMATION OF XYLOGLUCANASE GENE TO Eucalyptus pellita F. Muell
Andriyani Puspitaningrum1), Nita Etikawati 1), N. Sri Hartati2) 1) Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta2) Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Cibinong
ABSTRACT
Eucalyptus pellita is one of the forestry species which support the raw materials of pulp and paper industry. The improvement of wood quality especially high cellulose content wood could support the ever-increasing pulp and paper demand. Genetic engineering approach trough Agrobacterium-mediated transformation could be applied to improve wood quality and higher transformation rate could be reached by SAAT (Sonication-assisted Agrobacterium-mediated Transformation) method. The aim of this research was to study the xyloglucanase gene transfer rate of E. pellita obtained trough Agrobacterium method.
The pAa XEG 300 plasmid encoding xyloglucanase gene was introduced to the germinated seed of E. pellita 006 and 06A variety. The 8 and 15 days old in vitro germinated seed grown on MS hormone free medium were used as material for transformation. Two seedling explant groups which has different age were dipped in Agrobacterium solution (OD 600=1) with 1 minute sonication and without sonication. The co-cultivated explant were selected in M1 medium (MS+ 0,465 mg/L NAA + 0,5 mg/L TDZ) containing 25 mg/l kanamysine and 50 mg/l cefotaxime, and then transfer to MM medium (MS+ 0,2 mg/l BAP + 10µg/l NAA) containing 25 mg/l kanamysine and 25 mg/l cefotaxime. Gene integration was confirmed trough PCR method using specific primer.
The result showed that 15 days old E. pellita 006 variety seedlings used as transformation material has highest transformation of efficiency value (72%). The sonication method could not increase the transformation rate. Two of eight tested plant samples showed the positive PCR result indicating that xyloglucanase gene has integrated successfully.Key word : transformation, E. pellita, Xyloglucanase
PendahuluanKayu dari berbagai jenis tanaman kehutanan merupakan bahan baku yang
paling banyak digunakan dalam industri kertas dan pulp, yang merupakan salah
satu industri besar dunia. Salah satu penyumbang bahan baku utama pembuatan
kertas pada sebagian industri kertas dunia dan juga di Indonesia adalah kayu dari
golongan Eucalyptus, karena kayu golongan ini memiliki tingkat selulosa dan
hemiselulosa yang relatif tinggi (Ruiz et al., 2005).
3
Kayu dari tanaman E. pellita memiliki keunggulan sebagai bahan baku
pembuatan pulp dan kertas seperti halnya kayu dari golongan Eucalyptus lainnya
(Irwanto,2006). Kandungan selulosa dalam kayu tanaman ini mencapai 53,9% dan
kandungan ligninnya berkisar 27,2%. Pada usia 5 tahun E. pellita mampu
menghasilkan kayu yang mengandung selulosa untuk dibuat pulp sebesar 263 kg
pulp/m3 kayu. Hal ini menyebabkan angka permintaan kayu E. pellita semakin
meningkat. Oleh karena itu, diperlukan suatu cara peningkatan kualitas kayu
tanaman tersebut dimana salah satu kriteria kayu berkualitas untuk bahan baku
industri pulp adalah kayu dengan kandungan selulosa yang relatif tinggi.
Berdasarkan penelitian Park et al. (2004) terhadap Populus alba, deposisi
selulosa pada xilem sekunder terbukti dapat dipacu oleh overekspresi
xiloglukanase. Xiloglukanase merupakan enzim yang berperan dalam proses
elongasi sel, dimana xiloglukanase mampu memutus rantai xiloglukan atau
melepaskan interkalasi xiloglukan yang mengikat mikrofibril selulosa.
Degradasi xiloglukan oleh xiloglukanase memberikan kontribusi untuk
terjadinya perenggangan sel dan memacu elongasi. Peningkatan deposisi selulosa
pada xilem sekunder yang disebabkan oleh overekspresi dimungkinkan terjadi
karena deposisi selulosa dibatasi oleh interkalasi xiloglukan, sehingga proses
relaksasi ikatan xiloglukan akibat xiloglukanase memungkinkan percepatan
biosintesis dan deposisi selulosa (Park et al.,2004).
Peningkatan kualitas tanaman dapat dilakukan dengan cara memperbaiki
sifat tanaman. Hal ini dapat dilakukan baik secara konvensional melalui
persilangan maupun dengan bioteknologi melalui rekayasa genetika (Nasir, 2002).
Transformasi genetik tanaman adalah suatu proses pemindahan gen asing ke
dalam tanaman dan gen tersebut dapat menampilkan sifat pada tanaman yang
ditransformasi tersebut (Wattimena, 1992).
Metode transformasi yang sering digunakan pada sel tanaman adalah
transformasi tidak langsung dengan vektor Agrobacterium. Salah satu faktor
penting yang mempengaruhi efisiensi transformasi menggunakan A. tumefaciens
adalah efisiensi interaksi antara A. tumefaciens dengan jaringan tanaman yang
dapat ditingkatkan dengan proses sonikasi yang dikenal dengan metode SAAT
4
(Sonication-Assisted Agrobacterium-mediated Transformation) (Pathak and
Hamzah, 2008). Perbaikan sifat pada tanaman Eucalyptus telah banyak diteliti
terutama perbaikan sifat secara konvensional, perbanyakan melalui teknik kultur
jaringan dan pembentukan embrio somatik. Teknik transformasi genetik juga telah
diterapkan pada beberapa species Eucalyptus. Metode SAAT juga telah
diterapkan dalam teknik transformasi Eucalyptus (Labate et al., 2007). Penelitian
terhadap E. pellita baru dimulai dengan penelitian dasar tentang analisis ekologi
tanaman tersebut (Irwanto, 2006), pembuatan varietas baru E. pellita yaitu EP05
oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan PT Arara Abadi, EP 006 dan 06A oleh
PT Sinar Mas, sedangkan perbaikan sifat E. pellita melalui transformasi belum
pernah dipublikasikan.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai bulan Februari 2008, di
Puslit Bioteknologi LIPI Cibinong. Penelitian transformasi genetik ini dilakukan
terhadap E. pellita varietas 006 dan 06A dengan eksplan berupa kecambah yang
berumur 8 dan 15 hari, masing-masing kelompok diberi perlakuan sonikasi dan
non sonikasi. Jumlah eksplan yang dipakai pada tiap kelompok perlakuan adalah
25 eksplan.
Sterilisasi dan persipan eksplan
Biji E. pellita dibungkus dengan kertas saring steril. Biji direndam dengan
akuades steril selama 5 menit, lalu direndam dengan alkohol 70% selama 5 menit.
Biji kemudian dibilas dengan akuades steril 3 kali, kemudian direndam dalam
10% by clean dan dikocok selama 20 menit. Biji dibilas dengan akuades steril
sampai bersih dan direndam dalam akuades steril dan dikocok selama 24 jam. Biji
yang telah steril ditanam ke dalam media MS0 dalam disposable petri dish secara
aseptis di dalam laminar air flow cabinet dan diinkubasi dalam ruang kultur
dengan keadaan tanpa cahaya pada suhu 280C.
Persiapan A. tumefaciens
Agrobacterium yang membawa plasmid pAaXEG 300 pembawa gen target
xiloglukanase dikultur pada media LB padat yang mengandung antibiotik
5
kanamisin 50 µg/ml dan streptomisin 250 µg/ml. Kemudian diinkubasi pada suhu
280C selama 2 hari. Koloni tunggal dikulturkan pada media ψB cair yang
mengandung kanamisin 50 µg/ml dan kemudian diinkubasi pada incubator shaker
pada kecepatan 150 rpm dengan suhu 280C selama 16-18 jam. Lalu disentrifugasi
dengan kecepatan 8000 rpm pada suhu 200C selama 5 menit. Pelet yang diperoleh
dicuci dengan menggunakan akuades steril Pelet kemudian diresuspensi dengan
media MS0 cair hingga volume mencapai 20 ml.
Transformasi
Setelah berumur 8 dan 15 hari biji E. pellita dipindah secara aseptik ke
dalam media MS0 cair yang mengandung suspensi A. tumefaciens dan
asetosiringon 3 µg/ml. Eksplan kemudian dibagi dalam dua kelompok perlakuan
yaitu sonikasi dan non-sonikasi. Sonikasi dilakukan menggunakan Branson
Sonifier 8200 selama 1 menit (Trick and Finer, 1997). Proses transformasi
dilakukan dengan merendam eksplan dalam suspensi bakteri A. tumefaciens
selama 15 menit, selanjutnya diletakan di atas kertas Saring No.1 steril. Eksplan
kemudian dikokultivasi pada media MS0 selama 24 jam dalam keadaan tanpa
cahaya pada suhu 280C (Labate et al., 2007).
Seleksi dan induksi tunas
Eksplan yang telah dikokultivasi dicuci dengan akuades steril yang
mengandung 200 mg/l cefotaksim dan dikeringkan di atas kertas saring. Eksplan
kemudian ditanam pada media media MS0 + 100mg/l cefotaksim selama 15 hari
pada suhu 280C dan keadaan tanpa cahaya. Kemidian eksplan dipotong
hipokotilnya dan dipindah ke media seleksi. Media seleksi yang dipakai menurut
Labate et al., (2007) adalah media M1 (MS + 0,465 mg/l NAA + 0,5 mg/l TDZ)
yang mengandung 25 mg/l kanamisin dan 50 mg/l cefotaksim. Eksplan
diinkubasi selama 30 hari pada suhu 280C, 15 hari pertama pada keadaan tanpa
cahaya dan 15 hari kedua pada keadaan dengan cahaya. Kemudian dipindah ke
media MM (MS+ 0,2 mg/l BAP + 10µg/l NAA) yang mengandung 25 mg/l
kanamisin dan 25 mg/l cefotaksim. Inkubasi dilakukan pada suhu 280C selama 30
hari (Labate et al., 2007).
6
Ekstraksi DNA
Proses ekstraksi DNA dilakuan berdasarkan Doyle and Doyle (1987), yang
memodifikasi metode ekstraksi CTAB (Cetyltrimetilammonium bromide).
Uji Integrasi Gen dengan PCR
Akuades steril sebanyak 17,3 µl dimasukkan ke dalam tabung PCR dan
diikuti berturut-turut dengan 2,5 µl PCR buffer kepekatan 10X, 0,2 µl DNA
polymerase, 1 µl MgCl2, 1 µl forward primer, 1 µl reverse primer, 1 µl dNTP
mix, dan 1 µl DNA template (100 ng/µl). Setelah ditutup, campuran
dihomogenkan dengan disentrifuge dengan kecepatan 5000 rpm selama 1 menit,
kemudian tabung PCR dimasukkan ke dalam alat PCR.
Kondisi PCR yang digunakan adalah denaturasi awal (hot start) dilakukan
pada suhu 950C selama 60 detik. Denaturasi untuk siklus dilakukan pada suhu
950C selama 30 detik, kemudian diikuti dengan annealing pada suhu 560C selama
45 detik dan ekstensi pada suhu 720C selama 60 detik. Siklus ini diulang untuk 30
kali siklus dan diikuti dengan elongasi akhir dengan suhu 720C selama 7 menit
(Warseno, 2008).
Visualisasi hasil PCR dilakukan dengan elektroforesis menggunakan 1,5 %
Agarose dalam buffer TAE. Elektroforesis dilakukan pada voltase konstan 60
Volt selama kurang lebih 60 menit. Untuk mengamati hasil elektroforesis, gel
agarose direndam dalam larutan 0.07% ethidium bromide selama 15 menit,
kemudian diamati menggunakan sinar UV dan hasilnya didokumentasikan dengan
kamera polaroid.
Analisis Data
Analisis hasil transformasi dilakukan dengan perhitungan nilai efisiensi
transformasi dan efisiensi regenerasi. Persamaan yang digunakan adalah sebagai
berikut:
Efisiensi transformasi: ∑ KR Efisiensi regenerasi :∑ KG ∑ KK ∑ KR
KR : jumlah eksplan yang bertahan pada medium seleksi
KK : jumlah eksplan yang dikokultivasi
KG : jumlah eksplan yang beregenerasi pada medium seleksi (Hiei et al., 1994)
7
x 100% x 100%
Hasil integrasi gen dianalisis secara deskriptif berdasarkan ukuran DNA
sampel yang muncul pada gel hasil elektroforesis yang merupakan hasil uji
integrasi gen dengan PCR.
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Tabel 1.Nilai efisiensi transformasi dan regenerasi E. pellita pada berbagai perlakuan pada pengamatan minggu ke-10
Varietas Umur saat ditransformasi
Perlakuan
Efisiensi Transformasi (%)
Efisiensi Regenerasi (%)
EP 006 8 hari sonikasi 56 78,6non sonikasi 56 35,7
15 hari sonikasi 56 7,1non sonikasi 72 38,9
EP 06A 8 hari sonikasi 16 75non sonikasi 0 0
15 hari sonikasi 44 36,4 non sonikasi 48 50
Tabel 2. Kondisi eksplan putative transgenik di media seleksi pada pengamatan minggu ke 10
Varietas Umur eksplan
Perlakuan rata-rata jumlah tunas
baru
rata-rata panjang
tunas terminal (cm)
rata-rata panjang
tunas baru (cm)
Kontrol - - 15,00± 3,04 2,00± 3,17 2,50±1,22EP 006 8 hari sonikasi 1,30± 4,56 2,10±13,84 0,60±2,83
non sonikasi 0,50± 3,12 0,70± 2,69 0,60±1,1315 hari sonikasi 0,07± 0,03 1,20± 1,63 0,10±0,05
non sonikasi 1,00± 4,01 1,30± 2,62 0,30±0,18EP 06A 8 hari sonikasi 2,30± 4,98 1,20± 3,23 1,40±0,90
non sonikasi - - -15 hari sonikasi 1,30±15,48 2,10±16,87 0,50±0,22
non sonikasi 0,70± 4,76 1,80± 3,41 0,30±0,36Keterangan: Angka setelah tanda ± menunjukkan standar deviasi
8
56 56 56
72
16
44
0
48
01020304050607080
persentase hidup (%)
EP 006_S EP 006_NS EP 06A_S EP 06A_NS
perlakuan
eksplanberumur 8harieksplanberumur 15hari
Gambar 1. Grafik persentase hidup eksplan transforman pada pengamatan minggu ke-10
0 0 4 0
72
0
32
40
10
20
3040
5060
7080
persentase over growth
(%)
EP 006_S EP 006_NS EP 06A_S EP 06A_NS
perlakuan
eksplanberumur 8hari
eksplanberumur 15hari
Gambar 2. Grafik persentase Over growth eksplan transforman pada pengamatan minggu ke-10
44 44
36
24
12
36
8
32
05
10
15
202530
3540
45
persentase nekrosis (%)
EP 006_S EP 006_NS EP 06A_S EP 06A_NS
perlakuan
eksplanberumur 8harieksplanberumur 15hari
Gambar 3. Grafik persentase nekrosis eksplan transforman pada pengamatan minggu ke-10 5 mm
d b2 cm
Pembahasan
Gambar 7. Hasil uji integrasi gen dengan PCRKeterangan :
1. Marker/ 1kb Plus DNA ladder (INVITROGEN)
9
Gambar 6. Hasil isolasi DNA genom E. pellita (1: 1 kb DNA ladder, 2-4 : kontrol, 5-13 : eksplan transformasi)
a b c ed5 mm 5 mm5 mm5 mm 5 mmGambar 5. Kondisi eksplan pada media seleksi . a-c: eksplan putative non transgenik (a. terhambat pertumbuhannya, b. mengalami klorosis, c. layu dan mati); d-e : eksplan putative transgenik (d. tidak terhambat pertumbuhannya, e. membentuk tunas baru)
Gambar 4. Perbandingan eksplan putative transgenik (a) dan kontrol (b)
a
1 2 3 4 5 6
709
bp
400100
12.000
12.216
500
1 2 43 98765 10 11 12 13bp
2.Gen Xiloglukanase pada plasmid pAa XEG 300 (kontrol positif PCR)
3. E. pellita varietas 006 yang ditransformasi pada umur 15 hari dengan metode sonikasi (sampel tanpa pengenceran)
4: E. pellita varietas 006 yang ditransformasi pada umur 15 hari dengan metode sonikasi (sampel dengan pengenceran 10x)
5: E. pellita varietas 006 yang ditransformasi pada umur 15 hari dengan metode non-sonikasi(sampel tanpa pengenceran)
6: E. pellita varietas 006 yang ditransformasi pada umur 15 hari dengan metode non-sonikasi (sampel dengan pengenceran 10X)
Pembahasan
Proses Transformasi
Pada penelitian ini dipakai dua jenis varietas E. pellita yaitu varietas 006
dan 06A karena menurut PT. Sinar Mas kedua varietas ini termasuk varietas yang
tidak diunggulkan, sehingga diharapkan transformasi genetik pada penelitian ini
mampu memperbaiki kualitas dari kedua varietas tersebut. Eksplan yang
sebaiknya dipakai sebagai target transformasi adalah eksplan yang sel-selnya
bersifat meristematis. Hal ini juga ditemui pada eksplan kecambah, dimana pada
fase kecambah sel-selnya aktif membelah untuk melakukan pertumbuhan.
Menurut Opabade (2006), keberhasilan proses transformasi genetik pada
tanaman juga dipengaruhi oleh faktor dari Agrobacterium sebagai agen pembawa
gen yang akan diintegrasikan. A. tumefaciens strain LBA4404 mempunyai tingkat
virulensi yang rendah, memberikan keberhasilan dan tingkat transgen terekspresi
yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan strain yang lain. Faktor lain yang
juga mempengaruhi keberhasilan transformasi adalah densitas dan waktu
inokulasi. Kedua faktor ini saling berhubungan satu sama lain, dimana densitas
yang tinggi harus diimbangi dengan waktu inokulasi yang singkat sedangkan
densitas rendah harus diikuti dengan waktu inokulasi yang lama. Densitas
Agrobacterium yang terlalu tinggi ataupun waktu inokulasi yang terlalu lama
dapat menyebabkan overgrowth, nekrosis pada jaringan target, dan menurunkan
tingkat keberhasilan transformasi.
Selama perendaman dalam suspensi Agrobacterium, terjadi proses
pengenalan dan perlekatan Agrobacterium ke sel target yang merupakan syarat
mutlak untuk transfer DNA menggunakan Agrobacterium (Sheng and Chitovsky,
10
1996). Dalam hal ini sonikasi mampu meningkatkan interaksi antara
Agrobacterium dengan berbagai jaringan tanaman. Energi yang dihasilkan dari
proses sonikasi mampu membentuk celah mikro di permukaan jaringan tanaman
(Trick and Finner, 1997). Celah mikro juga menginduksi keluarnya komponen
fenolik tanaman yang mampu mengaktivasi vir-gen yaitu asetosiringon. Proses
sonikasi pada penelitian ini dilakukan selama 1 menit karena proses sonikasi
memiliki kelemahan yaitu waktu sonikasi yang terlalu lama dapat menyebabkan
kerusakan jaringan (Trick and Finner, 1997) yang akan menurunkan tingkat
keberhasilan transformasi.
Seleksi dan Pertumbuhan Ekplan Transformasi
Perubahan morfologi antara eksplan putative transgenik dan putative non
transgenik mulai tampak pada minggu ke-4 setelah transformasi, dimana eksplan
putative non transgenik tidak mengalami pertumbuhan baik pemanjangan tunas
terminal maupun pembentukan tunas aksiler. Keadaan ini diikuti dengan
terjadinya klorosis sehingga daun menjadi putih (albino) sampai pada akhirnya
menjadi coklat, layu dan mati. Hal ini tampak berbeda dengan eksplan putative
transgenik yang daunnya tetap berwarna hijau segar, mengalami pemanjangan
tunas terminal dan membentuk tunas aksiler (Gambar 5).
Eksplan yang memiliki kemampuan bertahan hidup paling tinggi adalah
eksplan E. pellita varietas 006 yang ditransformasi pada umur 15 hari dengen
metode non sonikasi, yaitu sebesar 72%. Eksplan yang paling tidak mampu
bertahan hidup pada media seleksi adalah eksplan E. pellita varietas 06A yang
ditransformasi pada umur 8 hari dengan metode non sonikasi, dengan persentase
hidup sebesar 0% (Gambar 1).
Eksplan yang mampu bertahan hidup dan mengalami pertumbuhan selama
berada di media seleksi menunjukkan indikasi awal terjadinya integrasi T-DNA
ke dalam genom tanaman yang ditransformasi. Di dalam T-DNA yang ditransfer
ke tanaman terdapat gen resisten terhadap antibiotik kanamisin (npt II) sehingga
eksplan yang memiliki gen ini mampu bertahan hidup dalam media yang
11
mengandung kanamisin. Hal ini diduga merupakan salah satu bentuk ekspresi dari
gen npt II.
Persentase overgrowth tertinggi terjadi pada eksplan E. pellita varietas
06A yang ditransformasi pada umur 8 hari dengan metode non sonikasi, yaitu
72%. Sedangkan persentase overgrowth terendah dimiliki oleh eksplan E. pellita
varietas 006 yang ditransformasi pada umur 8 hari dengan metode sonikasi,
eksplan E. pellita varietas 006 yang ditransformasi pada umur 15 hari dengan
metode sonikasi dan non sonikasi, serta E. pellita varietas 06A yang
ditransformasi pada umur 15 hari dengan metode sonikasi, yaitu sebesar 0%
(Gambar 2).
Menurut Opabade (2006) agen pengeliminasi Agrobacterium menjadi
salah satu faktor yang menentukan keberhasilan transformasi genetik pada
tanaman yang menggunakan Agrobacterium. Agen pengeliminasi Agrobacterium
yang dipakai pada penelitian ini adalah cefotaksim. Cefotaksim adalah antibiotik
golongan sefalosporin yang memiliki aktivitas yang luas baik terhadap bakteri
gram positif dan gram negatif. Cefotaksim mampu menghambat aktifitas enzim
transpeptidase yang membentuk ikatan silang pada kerangka dinding sel bakteri
(Duchefa, 2007).
Persentase nekrosis tertinggi dialami oleh eksplan E. pellita varietas 006
yang ditransformasi pada umur 8 hari dan 15 hari dengan metode sonikasi, yaitu
44%. Sedangkan persentase nekrosis terendah dialami oleh eksplan E. pellita
varietas 06A yang ditransformasi pada umur 8 hari dengan metode non sonikasi,
yaitu 8% (Gambar 3). Kasus nekrosis yang terjadi di seluruh proses transformasi
genetik, mengindikasikan terjadinya seleksi eksplan yang ditansformasi
menggunakan agen penyeleksi dimana pada penelitian ini digunakan antibiotik
kanamisin. Eksplan yang putative transgenik mengindikasikan telah
terintegrasinya gen npt II yang dibawa oleh plasmid paA XEG 300/pBE
2113/GUS.
Nekrosis juga diduga merupakan akibat dari reaksi hipersensitif tanaman
terhadap kehadiran Agrobacterium. Dimana reaksi ini merupakan salah satu
bentuk pertahanan tanaman terhadap infeksi Agrobacterium. Nekrosis terjadi di
12
lapisan sel dimana T-DNA ditransfer. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
mampu mengakumulasi substansi antimikrobia yang kemungkinan menghambat
kemampuan Agrobacterium untuk berkolonisasi dengan sel tanaman dan
mentransfer T-DNA nya (Kuta and Tripathi, 2005).
Perlakuan sonikasi baik untuk umur 8 hari maupun 15 hari pada kedua
varietas, memberikan tingkat nekrosis yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan
perlakuan non sonikasi. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan sonikasi memberi
pengaruh terhadap kondisi eksplan yang ditransformasi, dimana dalam proses
sonikasi terjadi proses pembentukan celah mikro yang mempermudah
Agrobacterium untuk masuk sampai lapisan dalam jaringan. Jaringan tanaman
yang terbuka terhadap Agrobacterium menurut Kuta and Tripathi (2005) memacu
nekrosis dan kematian sel. Selain itu, proses pembentukan celah menurut Trick
and Finner (1997) mampu menyebabkan kerusakan mekanik jaringan dan
makromolekul.
Efisiensi transformasi tertinggi dimiliki oleh eksplan E. pellita varietas
006 yang ditransformasi pada umur 15 hari dengan metode non sonikasi, yaitu
72%, dan yang terendah adalah eksplan E. pellita varietas 06A yang
ditransformasi pada umur 8 hari dengan metode non sonikasi, yaitu 0% (Tabel 1).
Efisiensi transformasi menggambarkan tingkat kemampuan eksplan yang
ditransformasi untuk bertahan hidup dalam media seleksi. Kemampuan bertahan
hidup ini mengindikasikan kemungkinan telah terintegrasinya gen yang ditransfer
dimana dalam T-DNA yang ditransfer terdapat gen npt II yang merupakan gen
ketahanan terhadap kanamisin, sehingga eksplan yang mampu bertahan hidup
disebut eksplan putative transgenik.
Pada penelitian ini dipakai kanamisin sebagai agen penyeleksi eksplan
yang ditransformasi. Kanamisin merupakan anggota kelompok aminoglikosida
yang bekerja menghambat sintesis protein dengan menyerang situs perlekatan
antarsub-unit ribosom yang dilakukan dengan cara mengubah struktur pada sub-
unit kecil (Naim, 2003). Eksplan non transgenik tidak memiliki gen npt II di
dalam genomnya. Keadaan ini menyebabkan eksplan tersebut tidak mampu
bertahan hidup pada media yang mengandung kanamisin. Hal ini dikarenakan
13
kedua sub-unit ribosomnya tidak dapat melekat dan tidak akan terjadi proses
translasi. Tanpa adanya translasi, maka berbagai proses metabolisme sel akan
terhambat. Sedangkan eksplan putative transgenik yang memiliki gen npt II di
dalam genomnya mampu mengubah struktur reseptor aminoglikosida menjadi
struktur yang tidak dapat dikenali oleh aminoglikosida. Keadaan ini menyebabkan
aminoglikosida tidak dapat menghambat perlekatan antarsub-unit ribosom saat
translasi, sehingga proses translasi yang menginisiasi terbentuknya berbagai
enzim yang terlibat dalam berbagai proses metabolisme sel tidak terhambat
(Duchefa, 2007).
Nilai efisiensi regenerasi tertinggi dimiliki oleh eksplan E. pellita varietas
006 yang ditransformasi pada umur 8 hari dengan metode sonikasi, yaitu 78,6%.
Sedangkan nilai efisiensi regenerasi terendah dimiliki oleh eksplan E. pellita
varietas 06A yang ditransformasi pada umur 8 hari dengan metode non sonikasi,
yaitu 0% (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar eksplan putative
transgenik pada E. pellita varietas 006 yang ditransformasi pada umur 8 hari
dengan metode sonikasi mampu beregenerasi membentuk tunas baru.
Efisiensi regenerasi menggambarkan kemampuan eksplan putative
transgenik untuk beregenerasi membentuk tunas baru. Kemampuan regenerasi
eksplan putative transgenik dikarenakan pengaruh dari zat pengatur tumbuh (ZPT)
yang dipakai di dalam media seleksi. Untuk menginduksi pembentukan tunas,
pada penelitian ini dipakai 2 jenis ZPT yaitu golongan auksin (NAA) dan
golongan sitokinin (TDZ dan BAP).
Meskipun efisiensi regenerasi yang cukup tinggi diperoleh pada penelitian
ini, namun masih terdapat beberapa eksplan yang terhambat regenerasinya
(Gambar 4). Hal ini dimungkinkan karena pengaruh penggunaan antibiotik yang
dipakai pada media seleksi yaitu kanamisin dan cefotaksim. Beberapa penelitian
transformasi genetik yang menggunakan antibiotik sebagai agen seleksi dan agen
pengeliminasi, melaporkan tingkat pertumbuhan dan daya regenerasi eksplan
putative transgenik yang rendah, bila dibandingkan dengan kontrol sebagai akibat
dari pemakaian antibiotik dalam media seleksi (da Silva, 2001).
14
Pembentukan tunas baru adalah regenerasi yang diharapkan pada
penelitian ini. Terbentuknya tunas baru merupakan hasil dari respon eksplan
terhadap ZPT yang terdapat pada media seleksi. Kemampuan untuk merespon
ZPT berbeda-beda pada tiap individu. Eksplan E. pellita varietas 06A
memberikan respon yang diharapkan, lebih baik daripada eksplan varietas 006.
Hal ini ditunjukkan dengan dengan rata-rata jumlah dan panjang tunas aksiler
yang terbentuk pada eksplan varietas 06A lebih tinggi daripada eksplan varietas
006 (Tabel 2). Respon yang berbeda diberikan oleh eksplan varietas 006, dimana
eksplan varietas ini cenderung memperpanjang tunas terminalnya sebagai bentuk
respon terhadap ZPT yang terdapat pada media seleksi (Tabel 2).
Analisis Molekuler Integrasi Gen
Kriteria kesuksesan transformasi genetik pada tanaman adalah terintegrasi
dan terekspresinya gen yang diintroduksikan serta tetap terpeliharanya gen
tersebut selama regenerasi tanaman (Siswanto dkk., 2003). Analisis integrasi gen
bertujuan untuk mengetahui keberhasilan proses transformasi genetik gen
xiloglukanase pada eksplan E. pellita.
Tahap pertama pada proses analisis integrasi gen adalah isolasi DNA
genom dari eksplan. Hal ini merupakan tahap penting karena DNA genom hasil
isolasi inilah yang akan dipakai sebagai DNA template pada proses PCR
menggunkan primer spesifik. Hasil isolasi DNA yang tampak pada Gambar 27
menunjukkan adanya pita DNA yang diisolasi dari genom E. pellita. Pita DNA
yang diperoleh sebagian besar cukup tebal. Hal ini menunjukkan konsentrasi
DNA hasil isolasi yang cukup tinggi. Jika dilihat dari jarak migrasinya yang
relatif dekat, maka dapat diasumsikan bahwa ukuran DNA genom cukup besar.
Berdasarkan marker yang dipakai saat elektroforesis, diketahui bahwa DNA
genom terletak di atas pita teratas dari marker. Hal ini menunjukkan bahwa
ukuran DNA genom E. pellita lebih dari 12.216 bp. Namun, selain terdapat DNA
E. pellita yang utuh, terdapat bagian yang tampak sebagai usapan (smear)
(Gambar 6). Bagian yang tampak sebagai smear dimungkinkan adalah DNA yang
15
terdegradasi dan rusak selama proses pemurnian DNA, ataupun sisa polisakarida
yang tidak mampu dibersihkan secara total saat pemurnian DNA.
Proses PCR dilakukan menggunakan primer spesifik untuk gen
xiloglukanase (Park et al., 2004). DNA template yang dipakai adalah 8 sampel
DNA yang diperoleh dari eksplan putative transgenik yang mewakili tiap
perlakuan, dan 1 eksplan kontrol.
Berdasarkan visualisasi hasil PCR (Gambar 7), diperoleh 2 sampel yang
positif mengandung sisipan gen xiloglukanase dari 8 sampel putative transgenik
yang mewakili tiap perlakuan yang di uji PCR. Hal ini ditunjukkan dengan
tampaknya pita DNA berukuran 709 bp. Pita DNA yang tampak tersebut memiliki
ukuran yang sama dengan kontrol positif PCR yaitu gen xiloglukanase yang
terdapat pada plasmid pAa XEG 300.
Sampel yang menunjukkan hasil positif PCR adalah sampel dari eksplan
E. pellita varietas 006 yang ditransformasi pada umur 15 hari dengan metode
sonikasi dan non sonikasi (Gambar 7). Adanya sampel yang memiliki pita DNA
berukuran 709 bp, menunjukkan gen xiloglukanase telah berhasil diintroduksikan
ke dalam genom E. pellita melalui vektor A. tumefaciens. Namun, tidak semua
sampel yang mewakili tiap perlakuan menunjukkan hasil positif, hal ini
dimungkinkan karena metode transformasi yang dipakai pada penelitian ini belum
optimum, ataupun dikarenakan sampel yang diekstrak merupakan daun yang
berasal dari sel yang tidak tertransformasi (kimera).
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
1. Perlakuan yang memberikan efisiensi transformasi tertinggi adalah eksplan E.
pellita varietas 006 yang ditransformasi pada umur 15 hari dengan metode non
sonikasi, yaitu 72%. Sedangkan efisiensi transformasi terendah dimiliki oleh
eksplan E. pellita varietas 06A yang ditransformasi pada umur 8 hari dengan
metode non sonikasi, yaitu 0%.
16
2. Hasil uji integrasi gen xiloglukanase dengan PCR terhadap eksplan E. pellita
yang putative transgenik memberikan 2 sampel yang positif mengandung gen
xiloglukanase dari 8 sampel yang diuji.
3. Efisiensi regenerasi tertinggi dimiliki oleh eksplan E. pellita varietas 006 yang
ditransformasi pada umur 8 hari dengan metode sonikasi, yaitu 78,6%.
Sedangkan nilai efisiensi regenerasi terendah dimiliki oleh eksplan E. pellita
varietas 06A yang ditransformasi pada umur 8 hari dengan metode non
sonikasi, yaitu 0%.
4. Proses sonikasi terbukti belum mampu meningkatkan efisiensi transformasi
secara optimum, melainkan meningkatkan persentase nekrosis pada
transformasi gen xiloglukanase terhadap E. pellita.
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui durasi waktu sonikasi dan
inokulasi yang optimum bagi transformasi genetik terhadap E. pellita
menggunakan vector A. tumefaciens.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan transformasi genetik terhadap E. pellita
dengan variasi jenis eksplan.
Daftar Pustaka
Da Silva, J. A. T., and S. Fukai. 2001. The impact of Carbenisilin, Cefotaxime, and Vacomycin on Chrisantemum and Tobbaco TCL Morphogenesis and Agrobacterium Growth. J. Appl. Hort. 3: 3-12.
Duchefa. 2007. Plant Cell and Tissue Culture. Duchefa Catalogue. 7-24.
Doyle, J. J., and J. L. Doyle. 1987. A Rapid DNA Isolation Procedur For Small Quantities of Fresh Leaf Tissue. Phytochemical Bulletin. 19:11-15.
Hiei, Y., S. Ohta, T. Komari, and T. Kumashiro. 1994. Efficient Transformation of Rice (Oriza sativa) Mediated by Agrobacterium and Sequence of Boundaries of The T-DNA. Plant J. 6:271-287.
Irwanto. 2006. Penilaian Kesehatan Tegakan Jati (Tectona grandis) dan Eukaliptus (Eucalyptus pellita) pada Kawasan Hutan Wanagama I. http://www.geocities.com/ [4 September 2007].
17
Kuta, D.D., and L. Tripathi. 2005. Review: Agrobacterium induced hypersensitive Necrotic Reaction in plant Cell : A Resistance Response Against Agrobacterium-mediated DNA Transfer. African J. of Biotech. 4 : 752-757.
Labate, T., M.T. Labate, C.A Gonzales, and R. Esteban. 2007. Method for Genetic Transformation of Woody Trees. http://www.wipo.int [20 Februari 2008]
Nasir. 2002. Bioteknologi: Potensi dan Keberhasilannya dalam Bidang Pertanian. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Opabade, J. T. 2006. Review: Agrobacterium-mediated Transformation of Plants : Emerging Factor that Influence Efficiency. Biotecnology and Molecular Biology Review. 1: 12-20.
Park, Y.W., B. Kei’ichi, F. Yuzo, L. Ikuho, S. Kazuhiko, A. Motoh, and H. Takahisha. 2004. Enhanchement of Growth and Cellulose Accumulation by Overexspression of Xyloglucanase in Poplar. FEBS letters 564 (2004):183-187.
Pathak, M. R., and R. Y. Hamzah. 2008. An effective Methode of Sonication-assisted Agrobacterium-mediated Transformation of Chick peas. Plant Cell, Tissue and Organ Culture.
Ruiz, R.M., P.A.R. Hilda, L.R. Josa, M.C. Vactor, E. Guitarez, and S.C. Jaime. 2005. Clonal Micropropagation in vitro of Eucalyptus grandis and E. urophylla. Ra ximhai Journal. http://www.uaim.edu.mx/ [5 September 2007].
Sheng, J., and V. Citovsky. 1996. Agrobacterium-Plant Cell DNA Transport : Have Virulence Protein will Travel?. The Plant Cell. 8: 1699-1710.
Trick, H. N., and J. J. Finner.1997. SAAT : Sonication- assisted Agrobacterium-mediated Transformation. Transgenic Research. 6:329-336.
Warseno, T. 2008. Transformasi Gen Xiloglukanase pada Beberapa Eksplan Sengon ( Paraserianthes falcataria L. Nielsen) Melalui Agrobacterium tumefaciens. Skripsi. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Wattimena , G.A.1992. Bioteknologi Tanaman. PAU Bioteknologi IPB, Bogor.
18