transfer rejection

7
Page TUGAS IMUNUGEN Dosen Pengampu: Dh. Wawid Purwatiningsih Oleh 2013-B: Desy Ari Susanti (135130101111037)

Upload: desyari-susanti

Post on 05-Jan-2016

262 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

tugas TRIB

TRANSCRIPT

Page 1: Transfer Rejection

Page

TUGAS IMUNUGEN

Dosen Pengampu:

Dh. Wawid Purwatiningsih

Oleh

2013-B:

Desy Ari Susanti (135130101111037)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2015

Page 2: Transfer Rejection

Page

RESUME

PENOLAKAN TRANSPLAN OLEH HOST

Transplantasi adalah merupakan proses pengambilan sel, jaringan atau organ,

disebut dengan graft , dari satu individu dan memindahkannya ke individu yang lain. Individu

yang memberikan graft disebut dengan donor, sedangkan yang mendapatkan graft disebut

dengan resipien. Apabila graft ditempatkan pada lokasi anatomi normalnya maka prosedur ini

disebut dengan transplantasi orthotopik, sedangkan jika ditempatkan pada lokasi lain maka

disebut dengan transplantasi heterotropik. Transplantasi merupakan tindakan pilihan bila suatu

alat atau jaringan tubuh yang vital rusak dan tidak dapat diperbaiki lagi atau rusak permanen

akibat proses penyakit. Transplantasi sebagai suatu pendekatan terapi telah berkembang selama

40 tahun terakhir sehingga saat ini, transplantasi ginjal, hepar, jantung, paru, pankreas dan

sumsum tulang secara luas telah digunakan.

Page 3: Transfer Rejection

Page

Gambar 1. First and second set allograft rejection.

Hasil dari eksperimen mengindikasikan bahwa rejeksi graft diperankan oleh respon imun

adaptive yaitu memory yang dimediasi oleh limfosit

Gambar 2. dari rejeksi graft.

Pada ilustrasi ini dua warna mencit yang berbeda mewakili strain inbred dengan

haplotype MHC yang berbeda. Alel MHC yang diturunkan dari kedua orang tua secara kodominan

diekspresikan pada kulit dari offspring A x B, oleh karena itu mencit ini memiliki kedua warna.

Syngeneic graft tidak direjeksi (A). allograft selalu direjeksi (B). Graft dari parent percampuran AxB

tidak direjeksioleh offspring (C), namun graft dari offspring akan direjeksi oleh parent. Fenomena

ini terkait dengan produk gen MHC yang bertanggung jawab terhadap rejeksi graft, graft direjeksi

hanya jika graft tersebut mengekspresikan MHC yang tidak diekspresikan oleh mencit resipien

Page 4: Transfer Rejection

Page

Faktor utama yang membatasi kesuksesan transplantasi adalah respon imun dari

resipien terhadap jaringan donor. Hal ini ditemukan pada seseorang yang mendapatkan

penggantian kulit yang mengalami kerusakan akibat kebakaran dari donor yang tidak memiliki

hubungan terbukti terjadi kegagalan. Kegagalan ini terjadi akibat suatu proses inflamasi yang

disebut sebagai rejeksi. Rejeksi merupakan hasil dari proses reaksi inflamasi yang merusak

jaringan transplant. Penelitian pada tahun 1940s dan 1950s menunjukkan bahwa rejeksi graft

merupakan fenomena imunologi, karena diketahui adannya spesifisitas dan memory yang

dimediasi oleh limfosit. Antigen yang perlu mendapat perhatian utama pada proses transplantasi

adalah antigen golongan darah ABO, sistem HLA yang polimorfik, antigen minor yang menyangkut

golongan darah non-ABO dan antigen yang berhubungan dengan kromosom sex. Antigen dari

allograft yang berperan utama sebagai target rejeksi adalah protein major histocompatibility

complex.

Imunologi transplantasi penting terkait dengan dua alasan, yaitu selain karena

respon rejeksi imunologi yang hingga saat ini masih menjadi barier utama pada proses

transplantasi, respon imun terhadap molekul allogeneik model studi mekanisme aktivasi limfosit.

Pada makalah ini akan difokuskan terutama membahas transplantasi allogeneik karena model

transplantasi inilah yang paling banyak digunakan. Pembahasan dikaitkan dengan aspek

immunologi dasar maupun aspek klinis dari transplantasi. Radiasi dan kemoterapi dapat

menyebabkan kerusakan jaringan yang sangat parah terutama pada jaringan yang tersusun

oleh sel-sel yang normalnya berproliferasi sangat cepat misal paru-paru dan intestinum.

Pasca transplantasi memicu terjadinya infeksi dan keracunan hepar, hal ini banyak

disebabkan karena sebelum pelaksanaan transplantasi menggunakan obat-obat

imunosupresan. Dalam percobaan yang pernah dilakukan., sel sumsum tulang mencit

BABL/c yang ditransfusikan ke mencit IL-2Rβ -/- dengan background C57BL/6 ternyata

terjadi kimera pada sel-sel hematopoietik (data tidak dipublikasi). Dalam hal ini terjadi

toleransi pada sistem alogenik ini dan dua sel alogenik berkembang tanpa menunjukkan

aloreaktif. Toleransi ini dapat terjadi jika transplantasi dilakukan sedini mungkin misal

mencit belum berumur lebih dari tiga hari. Untuk mencit yang telah dewasa penolakan

akan terjadi sangat cepat dan tidak ada sel donor yang dapat dideteksi setelah 7 hari

transfusi. Untuk mencit dewasa, dengan radiasi dosis letal memungkinkan sel-sel sumsum

tulang donor alogenik diterima oleh host dan terjadi toleransi. Demikian juga apabila

infusi sumsum tulang (bone marrow, BM) berasal dari campuran (50%:50%) tipe donor

dan host, radiasi letal dosis memediasi terjadinya toleransi dan sel berkembang saling

berdampingan dan terjadi toleransi. Pada kasus yang terakhir ini diduga sel-sel T donor

Page 5: Transfer Rejection

Page

maupun host telah melalui seleksi pada timus host sehingga hanya sel-sel toleran yang

dapat hidup sedang yang lain akan dieliminasi dengan mekanisme apoptosis. Pada

percobaan yang dilakukan oleh Waldmann et al., tingkat keberhasilan BMT alogenik

semakin tinggi apabila host diinjeksi dengan antibodi yang dapat mengeliminasi sel T.

Pendekatan yang terbaik untuk memperoleh toleransi imunologi pada sistem alogenik

adalah dengan menginjeksikan professional regulatory T cells, baik pada transplantasi

sumsum tulang maupun transplantasi organ. Dalam kajian keseluruhan dan informasi yang

ada pada awalnya diduga bahwa sel T regulator yang baru diisolasi dari donor akan lebih

efektif dibandingakan dengan Tregyang dikembangkan in vitro. Pada percobaan sistem

alogenik dimana host diradiasi dengan dosis letal dan ditransfusi dengan BM singenik dan

BM alogenik kemudian ditambahkan sel T dari host, ternyata terjadi penolakan sel donor

dengan sangat cepat. Dalam hal ini mudah dipahami bahwa sel mature tipe host akan

mengeliminasi donor. Pada percobaan yang sama ketika Treg CD4+ CD25+ ditambahkan

ternyata tidak mampu membantu penerimaan donor oleh host. Pada kasus ini rejeksi yang

dilakukan oleh sel-sel mature tersebut tidak mampu dihentikan oleh sel regulator yang

ditambahkan. Hal yang sangat menarik ketika dilakukan injeksi dengan Treg yang

sebelumnya distimuli dengan APC tipe donor secara in vitro ternyata dapat

mempertahankan donor dari eliminasi sistem imun host. Hasil yang diutarakan terakhir ini

menjadi hal yang sangat menarik karena Treg yang dikembangkan in vitro sangat efisien

dan stimuli in vitro dengan APC tipe donor dan penambahan IL-2 menjadi kunci penting

yang harus diteliti lebih lanjut