tragedi di hari sabtu

5
Tragedi di Hari Sabtu Hari ini, hariSabtu adalah hari terakhir UAS. Hatiku pun sangat lega karena tinggal menunggu hari aku akan memasuki kelas yang lebih tinggi yaitu kelas 1 SMP. Tidak terbayang bagaimana senangnya hatiku saat itu. Namun dibalik semua itu aku juga merasa khawatir dengan hasil UN-ku. Tetapiaku yakin hasilnya tidak akan mengecewakan. Minggu depan sekolah telah mulai diliburkan untuk semua anak kelas 6. Oleh karena itu aku pun tidak akan menyianyiakan hari itu. Pulang sekolah, aku berkumpul dengan teman-temanku. Kita semua bercanda dan tertawa, melepas kepenatan hari-hari sebelumnya yang menyibukkanku dan teman-temanku dengan belajar dan belajar agar dalam menghadapi UN dapat menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang sangat membuatku menjadi tak berkutik. Di tempat ini kita bergurau, yaitu di depan rumah Dima, salah satu temanku yang halaman rumahnya bisa dibilang luas dan menjadikan kita lebih leluasa dalam bermain. Setelah selesai bergurau, aku dan teman-temanku merasa lapar, dan kamipun membeli makanan yang dijual oleh tetangga Dima. Kita tidak berdua, selain Dima, teman yang ikut bersamaku adalah Wafi dan Oty. Kita memang „Empat Sekawan‟ yang tak bisa dipisahkan. Di manapun ada aku, di sana juga ada Dima, Wafi, dan Oty. Dan begitu juga sebaliknya. Kita berempat telah bersahabat sejak kita masih duduk di bangku Taman Kanak-Kanak. Makanan yang tadi kami beli sudah habis. Tiba-tiba ibu Dima memanggil Dima. Dima pun menghampiri ibunya. Beberapa menit kemudian Dima datang sambil membawa buah salak dan jeruk. Kami semua memakan salak dan jeruk yang diberi Dima. Dima memberikan dua salak dan dua jeruk ke setiap anak. Bisik-bisik terdengar suara Oty, dia merencanakan sesuatu. “Al, gimana kalo kulit dan biji buah-buahan yang kita makan ditaruh di depan Wafi?” bisik Oty sambil tertawa lirih, takut Wafi dan Dima mendengarnya. “Iya, yuk,” jawabku sambil mengedipkan mata tanda setuju.

Upload: laila-amalia-fadhilah

Post on 05-Jul-2015

402 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Cerpenku - Tugas bahasa Indonesia kls 9

TRANSCRIPT

Page 1: Tragedi di Hari Sabtu

Tragedi di Hari Sabtu

Hari ini, hariSabtu adalah hari terakhir UAS. Hatiku pun sangat lega

karena tinggal menunggu hari aku akan memasuki kelas yang lebih tinggi yaitu

kelas 1 SMP. Tidak terbayang bagaimana senangnya hatiku saat itu. Namun

dibalik semua itu aku juga merasa khawatir dengan hasil UN-ku. Tetapiaku

yakin hasilnya tidak akan mengecewakan.

Minggu depan sekolah telah mulai diliburkan untuk semua anak kelas 6.

Oleh karena itu aku pun tidak akan menyianyiakan hari itu. Pulang sekolah, aku

berkumpul dengan teman-temanku. Kita semua bercanda dan tertawa, melepas

kepenatan hari-hari sebelumnya yang menyibukkanku dan teman-temanku

dengan belajar dan belajar agar dalam menghadapi UN dapat menjawab

semua pertanyaan-pertanyaan yang sangat membuatku menjadi tak berkutik.

Di tempat ini kita bergurau, yaitu di depan rumah Dima, salah satu temanku

yang halaman rumahnya bisa dibilang luas dan menjadikan kita lebih leluasa

dalam bermain.

Setelah selesai bergurau, aku dan teman-temanku merasa lapar, dan

kamipun membeli makanan yang dijual oleh tetangga Dima. Kita tidak berdua,

selain Dima, teman yang ikut bersamaku adalah Wafi dan Oty. Kita memang

„Empat Sekawan‟ yang tak bisa dipisahkan. Di manapun ada aku, di sana juga

ada Dima, Wafi, dan Oty. Dan begitu juga sebaliknya. Kita berempat telah

bersahabat sejak kita masih duduk di bangku Taman Kanak-Kanak.

Makanan yang tadi kami beli sudah habis. Tiba-tiba ibu Dima memanggil

Dima. Dima pun menghampiri ibunya. Beberapa menit kemudian Dima datang

sambil membawa buah salak dan jeruk. Kami semua memakan salak dan jeruk

yang diberi Dima. Dima memberikan dua salak dan dua jeruk ke setiap anak.

Bisik-bisik terdengar suara Oty, dia merencanakan sesuatu.

“Al, gimana kalo kulit dan biji buah-buahan yang kita makan ditaruh di

depan Wafi?” bisik Oty sambil tertawa lirih, takut Wafi dan Dima mendengarnya.

“Iya, yuk,” jawabku sambil mengedipkan mata tanda setuju.

Page 2: Tragedi di Hari Sabtu

Buah salak dan jeruk dari Dima habis, di depan Wafi berserakan sampah

kulit jeruk dan biji salak.

“Dim, liat deh, Wafi makan buahnya melebihi jatah, hehe,” kata Oty.

“Iya. Pantas Wafi gendut, haha,” jawabku mengiyakan pernyataan Oty

tadi.

“Walaupun aku makannya banyak, tapi kulit dan bijinya kan nggak aku

makan. Tapi liat aja Oty sama Alya, nggak ada bekasnya, karena salak dan

jeruk kulitnya dimakan semua dengan kulit dan bijinya, hahaha,”jawab Wafi

asal, membuat aku, Oty, dan Dima tertawa.

“Fi, yuk kita ke rumah kamu aja? Kan gak enak kalo terus-terusan di

depan rumah Dima,” kata Oty sambil melirik kepada Wafi.Ada adik Dima yang

masih bayi, jadi kita berempat tidak bisa bergurau terlalu keras.

“Tapi Alya sama Dimanya mau nggak?” tanya Wafi kepada Oty sambil

memperhatikan aku dan juga Dima.

“Terserah aja deh mau di mana,” jawabku.

“Ya, aku juga ngikut aja deh,” ucap Dima.

“Yaudah, yuk ke rumahku,” ajak Wafi kepada aku, Oty dan Dima.

Lima menit kemudian kita berempat sampai di depan rumah Wafi. Tidak

begitu jauh sih jarak rumah Dima sama Wafi, tapi karena kita naik sepedanya

sambil bercerita, lama juga sampai di rumah Wafinya.

Wafi memulai masuk ke dalam rumahnya. Sepi. Orang tua Wafi sedang

pergi, sedangkan adiknya sedang bermain di rumah temannya. Wafi

mempersilakan teman-temannya duduk. Lima menit kemudian, Elok, teman kita

sekaligus tetangganya Wafi datang bergabung.Oty meminta Wafi menyalakan

Tvnya.

“Acara itu aja, bagus,” saranku kepada Oty yang memegang remote Tv.

“Iya yang itu aja,” Dima mengiyakan.

“He‟em,” jawab Oty.

Page 3: Tragedi di Hari Sabtu

“Eh volumenya dikerasin dikit dong,” pinta Elok.

“Nih, remotenya, atur sendiri aja,” jawab Oty sambil menyerahkan remote

kepada Elok.

Elok sibuk memencet tombol atur volume. Makin lama volumenya makin

keras, aku pun protes kepada Elok.

“Lok, volumenya dikurangin dong, nggak baik volume tinggi buat telinga

kita,” kataku sambil menepuk pundak Elok.

“Yahh, nggak apa-apa sih, kan nggak ada orang,” jawab Elok santai.

“Yaudah deh, terserah kamu aja, awas loh kalo ada apa-apa,”

jawabkusedikit mengancam.

Tiba-tiba Oty melihat sesuatu.

“Eh teman-teman, liat!” tunjuk Oty ke jendela dapur rumah Wafi.

“Ada apa Ty? Aku nggak liat apa-apa,” jawab Dima.

“Ada sesosok bayangan...,” jawab Oty menggantung.

Tiba-tiba Oty dan Dima berteriak. Diikuti teriakanku, Wafi, dan Elok.

Walaupun aku nggak tau apa-apa, tapi ikut berteriak. Kami semua takut, walau

sebenarnya Elok dan Wafi juga tidak tau apa yang terjadi. Aku jadi bingung

sendiri. Akhirnya kami pun masuk ke dalam kamar Wafi yang dikomandoi oleh

Oty dan Dima. Aku juga ikut masuk ke dalam kamar Wafi tersebut.Elok masuk

ke kamar Wafi dengan membawa remote TV yang dari tadi ia pegang.

“Ada apa sih tadi?” tanyaku heran dengan perasaan takut.

“A..aa..da se..sosok ba..yang..an lewat di da..pur,” Oty menjawab dengan

kalimat terputus-putus.

“Maksud kamu hantu, gitu?” tanya Wafi yang penasaran yang juga

sebenarnya ketakutan.

“I...iya,” jawab Oty.

Elok yang suaranya paling cempreng langsung berteriak histeris melebihi

teriakan Oty yang melihat secara langsung bayangannya. Aku dan Dima

Page 4: Tragedi di Hari Sabtu

mencoba menenangkan Elok, sedangkan Oty yang tadinya paling ketakutan,

setelah melihat biskuit di kamar Wafi dia mulai tenang dan memakan biskuit

tersebut. Wafi, empunya rumah sedang mencari sesuatu. Yapp, apalagi kalau

bukan buku do‟a-do‟a yang ada do‟a melihat makhluk gaib.

“Kamu sih Lok, udah dibilangin sama Alya jangan keras-keras, malah

dikerasin mulu, yaudah deh hantunya ke ganggu. Jadi gini deh,” ucap Dima

menyalahkan Elok yang masih terlihat takut dan hampir menangis.

“Iya iya, aku minta maaf, aku nggak tau bakal jadi gini,” sesal Elok dengan

wajah pucat.

“Udah Dima, nggak usah dibahas lagi,” kata Wafi.

Elok sudah terlihat lumayan tenang tapi dia sekali-kali berteriak, membuat

aku, Oty, Dima, dan Wafi takut. Kami menduga Elok kerasukan, tapi ternyata

tidak. Kami berlima membacado‟a sebisanya karena buku yang dicari-cari Wafi

ada di mushola rumah yang letaknya paling ujung rumah Wafi dan kalau mau

mengambil bukunya berarti kami juga harus melewati dapur.

Sudah setengah jam kami berada di kamar Wafi. Tak ada yang berani

keluar kamar untuk mematikan TV yang masih menyala dengan suaranya yang

keras. Tapi berkat teriakan Elok, ayah Elok, yaitu Pak Ahmad yang kebetulan

lewat di samping rumah Wafi langsung masuk dan mencari keberadaan kami

yang akhirnya Pak Ahmad temukan di kamar Wafi.

“Kalian tidak apa-apa?” tanya Pak Ahmad cemas.

“Nggak apa-apa kok Yah,” jawab Elok.

“Tapi kenapa tadi kalian teriak? Ada apa? Pasti ada sesuatu,” tebak Pak

Ahmad. Dia memang penebak jitu. Tebakannya sering benar.

“Iya Yah, tadi ada hantu di dapur,” jawab Elok, suaranya bergetar karena

dia masih merasa takut.

“Di dapur? Di dekat jendela?” tebak Pak Ahmad lagi.

“Yaa..” jawab kami berlima kompak.

Sejenak Pak Ahmad berfikir. Ia memikirkan sesuatu.

Page 5: Tragedi di Hari Sabtu

“Di sana tidak ada apa-apa, ayo kita keluar, tidak usah takut,” ajak Pak

Ahmad.

“Yuk,” kami semua keluar rumah Wafi dan menuju ke kebun yang ada di

samping rumah Wafi yang letaknya di luar jendela dapur rumah Wafi.

Kami kaget. Awalnya memang kami berlima tidak percaya, setelah kami

mengecek dari dalam rumah dan luar rumah kami akhirnya mengangguk-

angguk paham. Tak ada yang menduga kalau bayangan yang tadi ada di dapur

rumah Wafi adalah pohon mangga kecil yang bergerak karena tertiup angin.

Setelah beberapa menit kami diam tanpa kata, tiba-tiba kami semua tertawa

menertawakan diri kita sendiri, kami selalu tergesa-gesa dalam mengambil

keputusan, terutama kejadian yang tadi. Pohon disangka hantu.

“Hahahahahaha,” tawaku, Oty, Dima, Wafi, dan Elok mengakhiri

pengalamanku bertemu hantu „Pohon Mangga‟ hari ini.