tradisi “nyabek toloh” dalam peminangan di madura...

173
TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA (Studi Etnografi Masyarakat Desa Romben Guna Kecamatan Dungkek Kabupaten Sumenep Madura) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Oleh : MUHAMMAD SHOFWAN NIDHAMI NIM. 1113044000034 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 2018 M/ 1439 H

Upload: others

Post on 22-Dec-2020

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

(Studi Etnografi Masyarakat Desa Romben Guna Kecamatan Dungkek

Kabupaten Sumenep Madura)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh :

MUHAMMAD SHOFWAN NIDHAMI

NIM. 1113044000034

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

2018 M/ 1439 H

Page 2: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA
Page 3: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA
Page 4: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA
Page 5: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

ABSTRAK

Muhammad Shofwan Nidhami. NIM 1113044000034. Tradisi Nyabek

Toloh dalam Peminangan di Madura (Studi Etnografi Masyarakat Desa Romben

Guna Kecamatan Dungkek Kabupaten Sumenep Madura). Skripsi, Program Studi

Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum. Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439 H/ 2018 M. ( halaman, 100 halaman, dan 63

halaman lampiran).

Skripsi ini bertujuan untuk menganalisa landasan yang digunakan oleh

masyarakat Madura di Desa Romben Guna dalam melaksanakan tradisi nyabek

toloh dalam peminangan, memahami sudut pandang masyarakat Madura di Desa

Romben Guna dalam pemberian tradisi nyabek toloh tersebut serta menjelaskan

makna-makna yang terkandung di dalam pelaksanaan tradisi nyabek toloh dalam

peminangan di Desa Romben Guna Kecamatan Dungkek Kabupaten Sumenep

Madura.

Penelitian ini termasuk pada model penelitian lapangan (field research),

dan merupakan jenis penelitian etnografi. Penelitian ini bersifat analitik

merupakan kelanjutan dari penelitian deskriptif yang bertujuan bukan hanya

sekedar memaparkan karakteristik tertentu. Tetapi juga menganalisa dan

menjelaskan mengapa atau bagaimana hal itu terjadi serta mengkomparasikannya,

adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

pendekatan antropologi. Kriteria data yang digunakan adalah obvervasi,

wawancara secara mendalam, studi dokumentasi, dan studi pustaka.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa makna dari pelaksanaan tradisi

nyabek toloh dalam masyarakat Madura di Desa Romben Guna adalah

menyambung silaturrohim antara pihak keluarga laki-laki dan pihak keluarga

perempuan, rasa tanggung jawab seorang laki-laki kepada perempuan dengan cara

memberi toloh, menjaga harga diri seorang laki-laki serta mempertahankan tradisi

sangkolan (sesepuh). Selain itu, tradisi nyabek toloh harus dilaksanakan bagi yang

sedang abhakalan, karena bila tidak melaksanakan tradisi akan menjadi salah satu

batalnya bhakalan tersebut serta pelaksanaan tradisi ini wajib menurut adat

setempat.

Kata kunci : Peminangan, Abhakalan, Nyabek Toloh, Adat Madura,

Etnografi, Romben Guna

Pembimbing : Dr. Yayan Sopyan, SH, MH. M, Ag.

Daftar Pustaka : 1977-2016

Page 6: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

i

KATA PENGANTAR

بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Allah Swt, tuhan semesta alam, yang telah memberikan

limpahan rahmat dan karunianya kepada umat manusia di muka bumi ini,

khususnya kepada penulis. Shalawat beriringan salam disampaikan kepada Nabi

Muhammad Saw, keluarga serta para sahabatnya yang merupakan suri tauladan

bagi seluruh umat manusia.

Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis menerima bantuan dari

berbagai pihak, sehingga dapat terselesainya atas izinya-Nya. Oleh karena itu,

dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih kepada semua

pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil, khususnya

kepada:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. Dekan Fakultas Syaariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta beserta Wakil

Dekan I, II, dan III fakultas Syariah dan Hukum

2. Dr. H. Abdul Halim, MA. Ketua Progam Studi Hukum Keluarga beserta

Sekretaris Prodi Hukum Keluarga, Indra Rahmatullah, SHI.,MH yang

senantiasa memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis dalam

mengerjakan skripsi ini.

3. Dr. H. Yayan Sopyan, SH, MH, M. Ag, Wakil Dekan III Fakultas Syariah dan

Hukum, sebagai dosen pembimbing skripsi penulis, yang telah sabar dan terus

memberikan arahannya untuk membimbing penulis dalam proses penyusunan

skripsi ini.

4. Sri Hidayati, M.A., Dosen penasehat akademik penulis, yang telah sabar

mendampingi hingga semester akhir dan telah membantu penulis dalam

merumuskan desain judul skripsi ini dan seluruh Dosen Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan

Page 7: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

ii

membimbing penulis selama masa perkuliahan. yang tidak bisa penulis sebut

semuanya tanpa mengurangi rasa hormat penulis.

5. Staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Staf

Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, Staf Perpustakaan Daerah

Sumenep yang telah memberikan pelayanan kepada penulis serta memberikan

fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.

6. Para narasumber yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan data-

data terkait penelitian ini, bapak D Zawawi Imron, Rahman, Anshori, Rakso,

Maswiyatun beserta beberapa elemen masyarakat lainnya, dan kepada Muji

dan Hary yang telah menemani penulis selama ditempat penelitian.

7. Paling istimewa untuk kedua orang tua penulis, ayahanda Thabrani Rasyidi dan

ibunda Anisatus Sa’diyyah, yang tak pernah jenuh dan tak menyerah untuk

memberikan dukungan serta tak henti-hentinya mendoakan penulis dalam

menempuh pendidikan. Adikku tersayang Kholisoh Qotrunnada dan

Muhammad Athief Fawwaz.

8. Sahabat seperjuangan penulis Subhan, Syafaat, Abi, Fuad, Fathir, Bida,

Anisaul, wafi, Asuy, Fajri yang senantiasa meluangkan waktu berdiskusi

dengan penulis perihal skripsi ini, semoga kita bisa bersahabat sampai tua nanti

dan kelak semua menjadi orang-orang sukses.

9. Teman-teman Hukum Keluarga UIN Jakarta khususnya angkatan 2013, yang

telah berbagi ilmu dan bertukar pikiran dengan penulis. Semoga ilmu yang kita

dapatkan menjadi ilmu yang bermanfaat.

10. Terima kasih kepada bang Ayyip Ayana dan Andi Asyraf, S.sy, SH dan semua

pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini semoga

Allah membalasnya. Amin

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya khususnya untuk

mahasiswa/i Fakultas Syariah dan Hukum.

Jakarta, 03 Januari 2018

Penulis

Page 8: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

iii

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK

KATA PENGANTAR ......................................................................................i

DAFTAR ISI .....................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................... 5

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah ....................................... 6

D. Tujuan dan Manfaat Penulisam .............................................. 7

E. Kajian Studi Terdahulu .......................................................... 7

F. Metode Penelitian ................................................................... 10

G. Sistematika Penulisan ............................................................. 14

BAB II KONSEP PEMINANGAN ISLAM DAN BUDAYA MADURA

A. Perkawinan dalam Islam ........................................................ 16

B. Peminangan dalam Islam ........................................................ 19

1. Pengertian dan Dasar Hukum Peminangan ..................... 20

2. Larangan Mengkhitbah Perempuan yang Telah Dikhitbah

.......................................................................................... 23

3. Kriteria Memilih Pasangan .............................................. 24

4. Pembatalan Peminangan .................................................. 26

5. Hukum Memandang Wanita Terpinang .......................... 28

C. Nafkah dalam Islam ................................................................ 30

D. Mahar dalam Islam ................................................................ 32

E. Islam dan Budaya .................................................................. 35

1. Relasi Islam dan Budaya .................................................. 35

Page 9: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

iv

2. Kebudayaan dalam Perspektif Islam ................................ 38

F. Islamisasi Budaya Madura .................................................... 40

BAB III BUDAYA PEMINANGAN DI ROMBEN GUNA SUMENEP

MADURA

A. Gamabaran Umum Desa Romben Guna ................................ 44

1. letak Geografis dan Penduduk Desa Romben Guna .......... 44

2. Kondisi Pendidikan dan Ekonomi Desa Romben Guna ..... 47

3. Kondisi Budaya dan Keagamaan Desa Romben Guna ..... 49

4. Bahasa Madura .................................................................. 52

B. Adat Perkawinan di Madura ................................................... 53

C. Adat Peminangan di Madura ................................................. 57

1. Pelaksanaan Adat Peminangan di Madura ...................... 57

2. Pemilihan Jodoh .............................................................. 60

D. Tata Cara Pelaksanaan Peminangan di Madura .................... 61

E. Tradisi Nyabek Toloh dalam Peminangan di Desa Romben Guna

................................................................................................ 64

1. Pengertian Nyabek Tolo dalam Peminangan Perspektif

Masyarakat Desa Romben Guna ..................................... 64

2. Pemberian Tradisi Nyabek Toloh .................................... 66

BAB IV IMPLIKASI TRADISI NYABEK TOLOH DALAM

PEMINANGAN DI ROMBEN GUNA

A. Aturan Tradisi Nyabek Toloh dalam Peminangan di Desa

Romben Guna ........................................................................ 67

1. Konsep Peminangan di Desa Romben Guna .................... 67

2. Prosesi Pelaksanaan Tradisi Nyabek Toloh ..................... 69

3. Implikasi Hukum Pelaksanaan Tradisi Nyabek Toloh ..... 74

B. Makna Tradisi Nyabek Toloh dalam Peminangan Perspektif

Masyarakat Romben Guna ..................................................... 77

C. Harmonisasi Tradisi Nyabek Toloh dengan Hukum Islam .... 80

Page 10: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

v

BAB V PENUTUP

A. Simpulan ................................................................................. 92

B. Saran ....................................................................................... 93

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 11: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang mau tidak mau akan

terus hidup secara bersamaan antara satu sama lainnya. Kehidupan sosial ini akan

terus mendorong manusia saling mengisi antara satu dengan yang lainnya. Apabila

interaksi sosial diulang-ulang menurut pola yang sama, dan bertahan selama jangka

waktu yang relatif lama, maka terjadilah hubunngan sosial (social relations). Kalau

hubungan sosial tersebut dilakukan secara sistematis dan menurut kaidah-kaidah

tertentu, maka hubungan sosial tadi berubah menjadi sistem sosial (social system).1

Hubungan sosial ataupun sistem sosial berawal sebuah lingkungan

keluarga. Terbentuknya suatu keluarga biasanya melalui tali silaturrahmi dua insan

sosial dalam sebuah ikatan suci yaitu perkawinan. Perkawinan biasanya didahului

oleh suatu pendahuluan yaitu peminangan. Peminangan yang dalam bahasa arab

disebut “khitbah”. Menurut etimologi, meminang atau melamar artinya (antara lain)

meminta wanita dijadikan istri (bagi diri sendiri atau orang lain). Menurut

terminologi peminangan ialah kegiatan atau upaya ke arah terjadinya hubungan

perjodohan antara seorang pria dengan sorang wanita.2

Sebagaimana dalam pasal 11 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyebutkan

bahwa :“Peminangan dapat langsung dilakukan oleh orang yang berkehendak

mencari pasangan jodoh, tapi dapat pula dilakukan oleh perantara yang dapat

dipercaya”.

Peminangan merupakan pendahulu pernikahan yang pasti dilakukan.

Terlebih setiap daerah mempunyai ciri khas tersendiri dalam melaksanakan prosesi

peminangan tersebut. Madura merupakan salah satu daerah yang memiliki tradisi

1 Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: Rajawalipers,2015), cet-14, h.7.

2 Tihami dan Sohari Fahrani, Fiqih Munakahat: Kajian Fiqih Lengkap, (Jakarta:

Rajawalipers, 2009), h. 24.

Page 12: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

2

tersendiri mengenai peminangan. Peminangan dalam bahasa Madura adalah

Abhakalan, yang memiliki arti relasi tunangan antara laki-laki dan perempuan yang

disepakati dari masing-masingg diantara dua keluarga, baik melalui keinginan

sendiri maupun karena akibat perjodohan.3

Abhakalan adalah istilah yang digunakan orang Madura untuk menunjukan

bahwa orang tersebut sudah dijodohkan ataupun peminangan atas kemauan sendiri.

Karena kalau melihat artinya peminangan adalah kegiatan upaya ke arah terjadinya

hubungan perjodohan antara seorang pria dengan seorang wanita, ataupun seorang

laki-laki meminta kepada seorang perempuan untuk menjadi istrinya dengan cara-

cara yang umum berlaku di tengah-tengah masyarakat.4

Khitbah dalam Islam memiliki tujuan menjajaki kedua belah pihak sehingga

dimungkinkan muncul perasaan cinta dan suka sama suka.5 Jelas agama

menganjurkan kita memiilih calon pendamping hidup (menikah) benar-benar

selektif. Adapun salah satu medianya yaitu melalui abhakalan (peminangan).

Peminangan bukan termasuk syarat dan rukun dalam perkawinan. Namun demikian

praktik yang berlaku di masyarakat menunjukkan bahwa peminangan merupakan

langkah pendahuluan yang hampir pasti dilakukan oleh masyarakat.

Tradisi perjodohan ataupun peminangan di Madura terkadang terjadi sejak

kecil, bahkan ada sebagian yang dijodohkan sejak kandungan.6 Kebiasaan

abhakalan (peminangan) di Madura bisa dilakukan sampai dengan bertahun-tahun

ataupun jarak antara awal pertunangan sampai berlangsungnya pernikahan tersebut

membutuhkan waktu yang lama, dan bisa dikatakan proses pengenalannya lebih

3 Saniyah, kontestasi kelas dalam budaya abakalan (studi hubungan perayaan Abakalan

dengan prestise sosial di Desa Banuaju Barat Kecamatan Batang-batang sumenep Madura), skripsi

Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan kalijaga, Yogyakarta 2016, hal. 3.

4 Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana,2012), cet, ke-5, h 73-74.

5 M. Atho’ Muzdhar dan Khairudin Nasution, Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern,

(Jakarta: Ciputat prees, 2003), h. 42.

6 Septi karisyati, Tradisi Bhakal Eko-akoaghi (perjodohan sejak dalam kandungan) didesa

sana laok, kecamatan Waru Pamekasan Madura dalam Perspektif Hukum adat dan Hukum Islam,

skripsi UIN Sunan Kalijaga 2014, h. 3.

Page 13: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

3

lama. Perbedaan antara model peminangan di Madura dengan daerah lain adalah

terletak pada waktu masa menunggu yang lama tersebut.

Walaupun ketidak pastian dalam abhakalan itu ada, orang Madura

menyebutnya dengan abakalan tolos (tunangan berhasil) dan abakalan bhurung

(tunangan gagal). Abhakalan tolos adalah abhakalan yang sukses hingga menuju

akad di pelaminan, sementara abhakalan bhurung adalah abhakalan yang pupus

ditengah jalan karena alasan-alasan tertentu. Baik karena kedua anak yang tengah

abhakalan tadi sudah mulai menginjak dewasa kemudian merasa tidak cocok

karena bukan pilihan sendiri, atau pun faktor-faktor lain yang kemudian menjadi

penyebab proses abhakalan tadi berakhir ditengah jalan.7

Oleh karena itu, dalam tradisi abhakalan kita harus menjaga tradisi yang

sudah melekat di dalam lingkungan masyarakat. Semisal agar hubungan keluarga

antara kedua belah pihak terus semakin dipererat dengan jalan saling asekket batton

(mengukuhkan ikatan pinggir balai-balai). Untuk itu kedua keluarga antar-

mangantarkan masakan dihari lebaran dan bulan-bulan suci Islam lainnya, serta

juga saling berkirim makanan kapan saja terbuka kesempatan sebagai pengukuhan

penyambung tali kekeluargaan. Abhakalan (peminangan) yang hubungan

kekeluargaannya tidak dipelihara secara baik dapat berakibat gagalnya, kata itu

dilanjutkan sampai pelaksanaan perkawinan karena epaburung (diputus), dengan

alasan sobung paste (tidak merupakan suratan takdir) untuk menjodohkan

keduanya.8

Kebiasaan ataupun tradisi di atas dalam istilah masyarakat desa Romben

Guna kecamatan Dungkek Sumenep Madura disebut dengan tradisi nyabek toloh

ataupun pemberian pada setiap bulan Ramadhan mendekati hari raya Idul Fitri

kepada bhakal perempuan. Seperti memberikan baju, uang dan kebutuhan-

7 Saniyah, Kontestasi Kelas Dalam Budaya Abakalan (studi hubungan perayaan abakalan

dengan prestise sosial di desa banuaju barat kecamatan batang-batang Sumenep Madura), h. 4.

8 Mien Ahmad Rifai, Manusia Madura: Pembawaan, Perilaku, Etos Kerja, Penampilan,

dan Pandangan Hidupnya Seperti Dicitrakan Peribahasanya (Yogyakarta: Pilar Media, 2007) cet-

1, h. 90.

Page 14: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

4

kebutuhan perempuan. Pemberian tersebut sudah menjadi suatu kewajiban

tersendiri bagi kalangan masyarakat desa Romben Guna khususnya, karena bila dari

pihak laki-laki tidak memberikan seserahan ataupun barang-barang kebutuhan

kepada calon wanita, maka akan menjadi salah satu penyebab batalnya khitbah

tersebut.

Perempuan merupakan bagian penting dalam struktur masyarakat Madura,

karena menjadi simbol prestise dan kehormatan sebuah keluarga.9 Tradisi nyabek

toloh merupakan bagian dari media dalam menghormati perempuan di Madura,

sehingga perlu kiranya laki-laki yang sudah berani meminang perempuan Madura

harus sanggup memberikan barang-barang yang menjadi keperluan seorang

perempuan. Menjadi suatu kehormatan tersendiri bagi orang Madura bisa

melindungi sekaligus membiayai seorang perempuan yang sudah kita ikat dalam

bingkai peminangan.

Sudah menjadi kewajiban adat dalam melaksanakan tradisi nyabek toloh,

karena bila tidak memberikan toloh kepada pasangan akan ada anggapan

masyarakat bahwa antara keluarga tersebut tidak harmonis dan petanda akan terjadi

batalnya abhakalan. Tradisi nyabek toloh sudah menjadi kegiatan rutinan setiap

tahun bagi yang melaksanakan peminangan khususnya masyarakat Romben Guna.

Sedangkan bila kita melihat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 13,

ditegaskan bahwa “Pinangan belum menimbulkan akibat hukum dan para pihak

bebas memutuskan hubungan peminangan”.

Kompilasi Hukum Islam menegaskan tidak ada implikasi hukum dalam

memutuskan suatu pinangan. Berbeda bila melihat realitas adat yang ada di

masyarakat, terkadang ada konsekuensi harus ganti rugi dan ada pula yang tidak

ada ganti rugi. Semisal daerah Minangkabau bila terjadi putusnya pinangan maka

harus ada pengembalian barang-barang yang telah diberikan.10 Begitu juga dengan

9 Masyithah Mardhatillah, Perempuan Madura Sebagai Simbol Prestise dan Pelaku Tradisi

Perjodohan, jurnal Musawa, Vol.13, No 2, Desember 2014, h 167

10 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakt, 1990),

cet ke-4 h. 53.

Page 15: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

5

daerah negara-negara muslim seperti Turki yang menerapkan ganti rugi bagi pihak

yang membatalkan pertunangan kepada pihak yang bertanggung jawab apabila

selama pertunangan menelan biaya.11

Adapun di tempat penelitian penulis apakah ada pengembalian juga, atau

malah tidak ada konsekuensi sama sekali itu akan diuraikan lebih lanjut pada bab-

bab berikutnya. Dengan demikian, menarik kita teliti tradisi nyabek toloh yang ada

di masyarakat Desa Romben Guna Kecamatan Dungkek Sumenep Madura ini

sebagai bahan penambahan ilmu pengetahuan tentang khitbah. Melihat dari

kacamata hukum nasional tidak ada aturan yang mengikat mengenai aturan khitbah

itu sendiri.

Atas pertimbangan tersebut penulis lebih spesifik meneliti lebih lanjut

realitas tradisi nyabek toloh yang membumi di masyarakat Desa Romben Guna

Kecamatan Dungkek dalam melaksanakan peminangan. Mengetahui lebih dalam

makna apa yang terkandung dari dilaksanakan tradisi ini, sekaligus melihat dalam

perspektif adat yang ada di Madura serta harmonisasi tradisi nyabek toloh dengan

Islam.

Selanjutnya, tradisi nyabek toloh dalam peminangan di Madura khusunya

daerah Desa Romben Guna Kecamatan Dungkek Kabupaten Sumenep merupakan

tradisi yang masih hidup dan dilaksanakan oleh masyarakat. Berlakunya dan

bertahannya tradisi ini menandakan ada maksud dan tujuan tertentu. Sehingga perlu

kiranya penelitian lebih lanjut mengenai tema tradisi nyabek toloh. Dengan

demikian, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “TRADISI

NYABEK TOLOH DALAM PEMINANGAN DI MADURA (Studi Etnografi

Masyarakat Desa Romben Guna Kecamatan Dungkek Kabupaten Sumenep

Madura)”.

11 M. Atho’ Muzdhar dan Khairudin Nasution, Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern,

h. 43.

Page 16: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

6

B. Identifikasi Masalah

1. Apa makna dari pemberian tradisi nyabek toloh dalam peminangan di Desa

Romben Guna Kecamatan Dungkek Kabupaten Sumenep ?

2. Apa saja bentuk tradisi nyabek toloh dalam peminangan di Desa Romben Guna

Kecamatan Dungkek Kabupaten Sumenep ?

3. Bagaimana praktik tradisi nyabek toloh dalam peminangan di Desa Romben

Guna Kecamatan Dungkek Kabupaten Sumenep ?

4. Apa dasar pemberian dari pelaksanaan tradisi nyabek toloh dalam peminangan

di Desa Romben Guna Kecamatan Dungkek Kabupaten Sumenep ?

5. Mengapa Masyarakat Desa Romben Guna masih menggunakan tradisi nyabek

toloh dalam Peminangan ?

6. Bagaimana sejarah dilaksanakannya tradisi nyabek toloh dalam peminangan di

Desa Romben Guna Kecamatan Dungkek Kabupaten Sumenep ?

7. Bagaimana pandangan masyarakat Desa Romben Guna terhadap tradisi nyabek

toloh dalam peminangan ?

8. Bagaimana hukum Islam menjelaskan tentang peminangan ?

9. Bagaimana harmonisasi tradisi nyabek tolo dalam peminangan di Madura

dengan hukum Islam ?

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Agar penelitian ini lebih akurat dan terarah sehingga tidak menimbulkan

masalah baru serta pelebaran secara meluas, penulis akan membatasi permasalahan

ini pada tradisi tolo (pemberian seserahan dalam masa menunggu bagi orang yang

bertunangan) dalam peminangan, khususnya pada masyarakat desa Romben Guna

Dungkek Kabupaten Sumenep Madura.

Selanjutnya, untuk mempermudah pembahasan, maka dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Apa makna tradisi nyabek toloh dalam peminangan oleh masyarakat di

Desa Romben Guna Kecamatan Dungkek Kabupaten Sumenep

Madura?

Page 17: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

7

2. Apa yang menjadi dasar dalam pemberian nyabek tolo dalam

peminangan oleh masyarakat di Desa Romben Guna Kecamatan

Dungkek Kabupaten Sumenep Madura ?

3. Bagaimana pandangan Masyarakat, tokoh masyarakat, dan kyai tentang

tradisi nyabek toloh dalam peminangan di Desa Romben Guna

Kecamatan Dungkek Kabupaten Sumenep Madura ?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan

Sehubungan dengan permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak

dicapai dalm penulisan ini adalah :

a. Untuk mengetahui wujud dan makna filosofi tradisi nyabek toloh dalam

peminangan di Desa Romben Guna Kecamatan Dungkek Kabupaten

Sumenep Madura.

b. Untuk mengetahui dasar pemberian nyabek toloh dalam peminangan oleh

masyarakat Desa Romben Guna Kecamatan Dungkek Kabupaten

Sumenep Madura.

c. Untuk mengetahui pandangan dan praktik tokoh masyarakat, kyai dan

masyarakat Desa Romben Guna Kecamatan Dungkek Kabupaten

Sumenep Madura tentang tradisi nyabek toloh dalam peminangan di

Madura.

d. Untuk mengetahui harmonisasi tradisi nyabek toloh dalam peminangan di

Madura dengan prespektif hukum Islam

2. Manfaat

a. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam

bentuk sumbang pemikiran untuk penelitian lanjutan, baik sebagai bahan

awal maupun sebagai bahan perbandingan untuk penelitian yang lebih luas

dan berhubungan dengan tradisi nyabek toloh dalam peminangan di

Madura.

b. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

khazanah pengetahuan dibidang hukum terkait persoalan tradisi nyabek

toloh dalam peminangan di Madura.

Page 18: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

8

E. Kajian Studi Terdahulu

Untuk membuktikan bahwa penulis tidak melakukan duplikasi dan

penjiplakan, maka penulis akan menjabarkan studi terdahulu yang telah penulis

temui antara lain :

No JUDUL PEMBAHASAN PERBEDAAN

1 Tradisi Bhakal

Eko-Akoaghi

(Perjodohan

Sejak Dalam

Kandungan) di

Desa Sana Laok,

Kecamatan

Waru

Pamekasan

Madura dalam

Perspektif

Hukum Adat

dan Hukum

Islam oleh Septi

Karisyati Tahun

2014.

Pada skripsi ini

membahas tentang

konsep perjodohan

sejak dalam

kandungan yang

sudah menjadi

tradisi di masyarakat

Waru Pamekasan,

dalam

pembahasannya

dikaitkan dengan

hukum Islam salah

satunya konsep

maqasid as-syariah.

Perbedaan skripsi

tersebut dengan skripsi

yang penulis tulis

adalah penekanannya

dalam skripsi tersebut

lebih kepada perspektif

islam dalam

memandang tradisi

bhakal dalam

kandungan ataupun

sejak kecil. Pada

pembahasan skripsi

penulis lebih

menekankan pada

tradisi nyabek toloh

dalam peminangan di

Madura, yang mana

pemberian ini sudah

menjadi sebuah tradisi

yang lumrah dalam

proses peminangan

khusunya objek daerah

yang penulis teliti.

2 Pandangan

Ulama’

Skripsi ini lebih pada

bahasan tentang

Perbedaan skripsi

tersebut dengan skripsi

Page 19: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

9

Terhadap

Pergaulan Laki-

laki dan

Perempuan

Selama Masa

Bhekalan

(Kasus Desa

Sumber Kerang

Gending

Probolinggo)

oleh Abd Qorlib

Hidayatuallah,

Tahun 2010

konsep peminangan

dalam Islam dan

pandangan Ulama

terhadap pergaulan

laki-laki dan

perempuan selama

masa abhakalan

khususnya daerah

Sumber Kerang.

yang penulis adalah

dalam pembahasannya

lebih kepada pandangan

ulama dalam

memandang tradisi

abhakalan tersebut,

sedangkan dalam

skripsi penulis lebih

pada tradisi nyabek

toloh dalam

peminangan khususnya

daerah Romben Guna.

Tradisi nyabek toloh

merupakan suatu

pemberian yang

dilakukan setiap tahun

sampai akad nikah

3 Motivasi

Remaja Dalam

Melaksanakan

Abhekalan

(Studi Kasus

Tradisi

Abhekalan Di

Masyarakat

Desa

Kabundadap

Timur Kec.

Seronggi Kab.

Sumenep

Madura) oleh

Pada pembahasan

skripsi ini lebih

kepada penekanan

motivasi remaja agar

abhekalan sesuai

dengan ajaran Islam,

yang mana dalam

kultur masyarakat

madura yang sangat

agamis pembatasan

pergaulan antara

laki-laki dan

perempuan sangatlah

ketat. Oleh karena

Perbedaan skripsi

tersebut dengan skripsi

yang penulis bahas

adalah dimana Penulis

lebih pada tradis nyabek

toloh ataupun dalam

masa menunggu

diwaktu abhekalan

tersebut, dimana tradisi

nyabek tolo biasanya

dilaksanakan pada

bulan ramdhan

menjelang hari raya

Idul Fitri dan

Page 20: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

10

Siti Mahmudah

Tahun 2016

itu, dalam

pembahasan skripsi

lebih pada

bagaimana

menegosiasi kultur

tesebut dengan

memotivasi remaja

untuk melaksanakan

abhekalan dalam

menghindari

perbuatan-perbuatan

yang dilarang oleh

Islam dalam

pergaulan

perempuan dan laki-

laki.

pemberian itu

merupakan suatu

kewajiban tradisi untuk

melaksanakannya.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian berarti cara yang dipakai untuk mencari, mencatat,

menemukan dan menganalisis sampai menyusun laporan guna mencapai tujuan,

Adapun metode penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian ini

diuraikan sebagai berikut :

1. Jenis penelitian

Penelitian ini termasuk pada jenis penelitian kualitatif, penelitian

kualitatif merupakan salah satu cara dalam penelitian yang bertujuan untuk

memahami masyarakat, masalah atau gejala dalam masyarakat dengan

mengumpulkan sebanyak mungkin fakta secara mendalam. Data disajikan

dalam bentuk verbal bukan dalam bentuk angka.12

12 Neong Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Pilar Media, 1996), cet ke-

3, hal. 2.

Page 21: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

11

Penelitian ini juga merupakan penelitian etnografi. Ethnography

merupakan gabungan dari dua kata, yaitu ethno dan graphic. Ethno berarti

orang atau anggota kelompok sosial atau budaya, sedangkan graphic berarti

tulisan atau catatan. Jadi secara literer ethnography berarti menulis/catatan

tentang orang atau anggota kelompok sosial budaya. Dalam arti luas

merupakan suatu sekelompok orang untuk menggambarkan kegiatan dan pola

sosial-budaya mereka.13

Jadi dapat dikatakan bahwa dalam penelitian etnografi adalah suatu

kebudayaan yang mempelajari kebudayaan lain. Etnografi merupakan suatu

bangunan pengetahuan yang meliputi teknik penelitian, teori etnografi, dan

berbagai macam deskripsi kebudayaan. Etnografi berulang kali bermakna

untuk membangun suatu pengertian yang sistematik mengenai semua

kebudayaan itu. Etnografi didasarkan pada asumsi berikut: pengetahuan dari

semua kebudayaan itu sangat tinggi nilainya.14

Begitu juga, disini menggunakan sebuah penelitian antropologi,

antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia pada umumnya dengan

mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat, serta kebudayaan yang

dihasilkan.15

2. Pendekatan penelitian

Dalam pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan empiris.

Pendekatan empiris adalah pengetahuan didasarkan atas berbagai fakta yang

diperoleh dari hasil penelitian dan observasi.16

Selain itu metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini juga

mengguakan pendekatan antropologis, pendekatan antropologi lebih banyak

mempelajari kebudayaan dengan manusianya. Namun dalam hal ini,

13 A. Muri Yusuf, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif & Penelitian Gabungan,

(Jakarta :Prenadamedia Group, 2014) cet, ke-1, h. 358.

14 James P. Spradley, Metode Etnografi, Penerjemah Misbah Zulfa Elizabeth,

(Yogyakarta:Tiara Wacana Yogya, 1997), h.12.

15 Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, (Jakarta, Bulan Bintang,1998), h.10.

16 Yayan Sopyan, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Buku Ajar,2009) h.19.

Page 22: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

12

penekanannya lebih kepada pendekatan antropologi hukum. Antropologi

hukum adalah ilmu tentang manusia dalam kaitannya dengan kaidah-kaidah

sosial yang bersifat hukum.17

3. Sifat penelitian

Penelitian ini bersifat analitik merupakan kelanjutan dari penelitian

deskriptif yang bertujuan bukan hanya sekedar memaparkan karakteristik

tertentu. Tetapi juga menganalisis dan menjelaskan mengapa atau bagaimana

hal itu terjadi.18

4. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Romben Guna Kecamatan Dungkek

Kabupaten Sumenep Madura, yang mana terletak di ujung timur dari pulau

Madura. Stereotipe orang Madura yang dari dulu secara kokoh tertanam dalam

benak orang luar adalah sosok manusia yang beringas. Mereka begitu mudah

menghunus pisau belati atau mengacungkan celuritnya untuk bercarok karena

hal sepele demi memertahankan kehormatandan harga dirinya. Darah panas

yang dianggap mengalir dalam tubuh orang Madura, disebabkan tempat tinggal

di pulau yang tandus dan gersang.19 Tidak cukup hanya penilaian itu saja,

orang-orang Madura juga dikenal dengan beragama Islam yang kental.

Suksesnya Islamisasi di Madura tidak luput peran penting dari Wali

Songo (wali yang sembilan), dan khususnya sunan giri yang telah pertama kali

menyebarkan Islam di Madura.20 Pertama kali Islam ke Madura adalah di

daerah Kalianget, yang merupakan daerah pelabuhan yang ada di Kabupaten

Sumenep. Daerah Sumenep Madura ini merupakan sebagai daerah yang cukup

akrab dengan dunia keislaman. Hal itu ditandai dengan kondisi sosial budaya

masyarakat Sumenep pada tahun 1762 setelah pangeran Natakusuma I dilantik

17 Hilman Hadikusuma, Antropologi Hukum Indonesia, (Bandung: P.T. Alumni,2010), Cet

ke-3, h.10.

18 Yayan Sopyan, Metode Penelitian Hukum, h.24.

19 Mien Ahmad Rifai, Manusia Madura: Pembawaan, Perilaku, Etos Kerja, Penampilan,

dan Pandangan Hidupnya Seperti Dicitrakan Peribahasanya. h.16.

20 Abdurrachman, Sedjarah Madura Selajang Pandang, (Sumenep:, t.t.p. 1988), h.16.

Page 23: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

13

menjadi adipati Sumenep Sekitar 80% telah memeluk agama Islam.21 Hal

tersebut ditandai dengan adanya Masjid Agung Sumenep sebagai tempat

Peribadatan sekaligus wisata religi dan budaya yang merupakan sebagai simbol

Islam.

Selanjutnya, disini penulis memilih daerah Sumenep sebagai tempat

objek penelitian, yang merupakan sebuah daerah yang memiliki riwayat

lahirnya Islam di Madura dan masih merupakan bekas kerajaan. Walaupun

penulis tidak menafikkan alasan subjektif, bahwa penulis pernah hidup di

sekeliling masyarakat Sumenep dan kurang lebih mengetahui akan tradisi-

tradisi yang hidup di masyarakat semisal pembahasan dalam penelitian penulis.

Disamping itu akses pengumpulan data yang dibutuhkan dapat terpenuhi

dengan baik.

Begitu juga dengan desa yang penulis teliti yang merupakan daerah

pesisir dan banyaknya makam-makam bujuk (makam orang-orang terdahulu

yang dijadikan tempat ziarah), yang menandakan bahwa desa Romben Guna

Dungkek adalah termasuk desa tua. Dengan demikian, secara implisit banyak

peninggalan para leluhur yang terdapat pada daerah tersebut, termasuk

peninggalan tradisi-tradisi yang telah mengakar di masyarakat.

Selain itu. salah satu alasan desa ini dijadikan objek penelitian karena

masih banyak masyarakat yang mengamalkan tradisi nyabek toloh ini. Sebab,

ada sebagian daerah disebelah desa Romben Guna yang sudah mulai luntur

dalam menerapkan tradisi ini.

5. Sumber Data

a. Sumber Primer

Sumber primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah tokoh

masyarakat, ulama’ atau kyai desa dan masyarakat Desa Romben Guna

Kecamatan Dungkek Sumenep serta kepala desanya.

21 Putri Septya Selvina, Sejarah Berdirinya Masjid Jamik Sumenep Masal Pemerintahan

Natakusuma I (Adipati Sumenep XXXI:1762-1811 M), AVATARA, E-journal Pendidikan Islam,

Volume 1, No 3, (Oktober 2013),h.442.

Page 24: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

14

b. Sumber Sekunder

Adapun sumber sekunder yang penulis gunakan adalah buku-buku,

karya ilmiah, jurnal dan literatur lain yang terkait dengan tema penelitian

ini.

6. Pengumpulan Data

Adapun pengumpulan data penelitian ini penulis mengunakan dengan

metode :

a. Wawancara dengan tokoh masyarakat desa, ulama atau kyai desa dan

beberapa masyarakat yang pernah melaksanakan tradisi nyabek toloh

dalam peminangan.

b. Penelitian Pustaka

Sumber data utama kajian ini adalah menelaah buku-buku yang berkaitan

dengan penelitian ini baik bentuk skripsi, thesis, jurnal, dan literatur lain

yang terkait dengan penelitian ini.

7. Metode Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah metode analisis deskriptif

kualitatif. Dimana dalam penelitian ini penulis akan menggambarkan,

menguraikan kemudian menganalisis data sehingga terungkat jelas. Kemudian

penulis akan menyimpulkan hasil penelitian dengan logika induktif. Dimana

masalah-masalah yang bersifat khusus akan ditarik menjadi suatu kesimpulan

yang bersifat umum.

8. Pengelolahan Data

Dalam mengelola data yang penulis dapatkan baik berbentuk

wawancara maupun data tertulis dari berbagai studi perpustakaan penulis

melakukan analisis terhadap data tersebut dengan analisis secara deskripif

maupun analisis.

G. Sistematika Penulisan

Agar penelitian ini lebih terarah penulis menjadikan sistematika penulisan

dalam lima bab, sistematika penulisan sebagai berikut :

Page 25: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

15

a. Bab Kesatu, adalah pendahuluan, dalam bab ini yang memuat tentang latar

belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, review studi terdahulu, metodologi penelitian, metode analisis dan

sistematika penulisan.

b. Bab Kedua, konsep peminangan dalam hukum Islam dan budaya Madura,

dalam bab ini penulis akan membahas secara umum tentang perkawinan dalam

Islam, peminangan dalam Islam, konsep nafkah dalam Islam, mahar dalam

Islam, Islam dan Budaya Madura.

c. Bab Ketiga, dalam bab ini penulis akan membahas tentang budaya peminangan

di Romben Guna Sumenep Madura, gambaran umum geografis, pelaksanaan

adat perkawinan di Madura, adat peminangan di Madura, tata cara pelaksanaan

peminangan di Madura, tradisi nyabek toloh dalam peminangan di desa

Romben Guna dan tata cara pemberian toloh dalam peminangaan di Madura.

d. Bab Keempat, membahas tentang inti penelitian dan analisis mengenai tradisi

tolo dalam peminangan di Desa Romben Guna Kecamatan Dungkek

Kabupaten Sumenep Madura, dimulai dari pelaksanaan nyabek toloh, makna

tradisi tolo dalam sudut pandang masyarakat, dasar pemberian tradisi nyabek

toloh dan harmonisasi nyabek toloh dalam peminangan perspektif hukum

Islam.

e. Bab Kelima, adalah penutup, dalam bab ini merupakan penutup kajian ini,

dalam bab ini penulis akan menyimpulkan berkaitan dengan pembahasan yang

penulis lakukan sekaligus menjawab rumusan masalah yang penulis gunakan

dalam bab ini. Uraian terakhir adalah saran yang dapat dilakukan untuk

kegiatan lebih lanjut berkaitan dengan apa yang telah penulis kaji.

Page 26: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

16

BAB II

KONSEP PEMINANGAN DALAM ISLAM

DAN BUDAYA MADURA

A. Perkawinan dalam Islam

Perkawinan atau pernikahan dalam literatur fiqih berbahasa arab disebut

dengan dua kata, yaitu nikah (نكاح) dan zawaj (زواج). Kedua kata ini yang terpakai

dalam kehidupan sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat dalam Al-Quran

dan hadis Nabi. Kata na-ka-ha banyak terdapat dalam Al-Quran dengan arti

kawin, salah satunya seperti dalam surat An-Nisa’ (4): 3 disebutkan ;

ن وث لث ورب مى فٱنكحوا ما طاب لكم م ن ٱلن ساء مث عف فنن خفتم وإن خفتم ألا ت قسطوا ف ٱلي ت

لك أدن ألا ت عولوا ألا ت عدلوا ف وحدة أو ما ملكت أينكم ذ

Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan berbuat adil terhadap anak yatim,

maka nikahilah perempuan-perempuan lain yang kamu sayangi, dua,

tiga atau empat orang, dan jika kamu tidak akan berlaku adil, cukup

satu orang”.

Demikian pula banyak masih kata-kata za-wa-ja dalam Al-Quran dalam

arti kawin.1 Secara bahasa nikah berasal dari kata al-dhommu wa al-jam’u, al-

wath’u yang artinya hubungan badan. Sedangkan secara terminologi sebuah

akad yang mengandung pembolehan bersenang-senang dengan perempuan,

dengan berhubungan intim, menyentuh, mencium, memeluk, dan sebagainya,

jika perempuan tersebut bukan termasuk mahram dari segi nasab, sesusuan dan

keluarga.2 Perkawinan juga bisa mempunyai arti sebagai ikatan lahir batin antara

1 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqih Munakahat dan

Undang-undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana 2007) cet ke-3, h. 36.

2 Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, Jilid 9, (Damaskus: Dar al-fikr,

2007), h. 6513.

Page 27: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

17

seorang laki-laki dengan perempuan sebagai suami istri dengan tujuan

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal.3

Definisi menurut perspektif hukum nasional, yaitu Kompilasi Hukum

Islam (KHI) pasal 2 berbunyi “Pernikahan yaitu akad yang kuat atau mitsaqan

galizan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan

ibadah”.

Sedangkan di dalam pasal 1 ayat 2 UU No. 1 Tahun 1974 didefinisikan

adalah “Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai

suami istri dengan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.4

Adapun UU Perkawinan diatas merupakan produk hukum negara (state

law) yang secara subtantif bermuatan hukum Islam (Islamic law). Kendatipun

legislasi ini dimaksudkan untuk mengatur kemaslahatan umat dalam masalah

perkawinan, tetapi secara esensial UU ini banyak diwarnai oleh aturan-aturan

hukum perkawinan Islam.5

Selanjutnya, perkawinan adalah pintu gerbang yang sakral yang harus

dimasuki oleh setiap insan untuk membentuk sebuah lembaga yang bernama

keluarga. Perhatian Islam terhadap keluarga begitu besar, karena keluarga

merupakan cikal bakal terbentuknya sebuah masyarakat yang lebih luas.

Keluarga adalah pemberi warna dalam setiap masyarakat. Baik tidaknya sebuah

masyarakat tergantung pada masing-masing keluarga yang terdapat dalam

masyarakat tersebut.6

3 Asruron Ni’am Sholeh, Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dan keluarga, (Jakarta: Graha

Pramuda, 2008), cet ke-1, h. 3.

4 Kamarusdiana dan Jaenal Arifin, Perbandingan Hukum Perdata, (Ciputat: UIN Jakarta

Press, 2007), h. 4.

5 Yayan Sopyan, Islam Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum

Nasional, (Jakarta:RMBooks,2012), h. 9.

6 Aida Humairo, Konsep Nafkah Dalam Hukum Islam (Analisa Atas Nafkah Keluarga dari

Istri Karir), Jurnal Narasi V. 7, No. 1, Maret 2007 h. 118.

Page 28: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

18

Keluarga adalah suatu bangunan tertentu (tersendiri) dalam struktur sosial.

Kesuksesan dan efisiensi dari tatanan sosial betapapun besarnya bergantung

pada stabilitas keluarga dan harmonisasi internal rumah tangga. Padahal semua

orang tahu bahwa stabilitas dan harmonisasi keluarga itu sangat bergantung pada

kebaikan setiap anggota keluarga dalam memenuhi kewajibannya terhadap

anggota keluarga yang lain.7

Sedangkan pada saat yang bersamaan, pernikahan merupakan peristiwa

yang berkaitan dengan perjuangan dialektis antara dua kultur kemanusian yang

berbeda, yang terwujud dalam kepribadian desa-kota, dan antara kepribadian

feminis dan genderistik. Pernikahan merupakan perjumpaan yang bersifat

spritual. Yang didalamnya melahirkan kesadaran cintai-mencintai dan kasih

mengasihi sebagai puncak-puncak proses dialektis. Suatu kesadaan yang

merupakan anugerah yang akan memperdamaikan kekuatan masing-masing.

Yaitu kekuatan-kekuatan instink dan kekuatan kultur kemanusian kedua belah

pihak.8

Adapun dasar hukum pernikahan menurut pendapat para ahli agama,

pernikahan atau perkawinan itu hukumnya ada 5 (lima) macam :9

a. Wajib :yaitu bagi orang yang mampu dan ia tak sanggup mengendalikan

hawa nafsunya.

b. Sunnat :yaitu bagi orang-orang yang mampu dan ia sanggup

mengendalikan hawa nafsunya.

c. Mubah :yaitu bagi orang-orang yang kurang mampu dan ia sanggup

mengendalikan hawa nafsunya.

d. Makruh :yaitu bagi orang-orang yang tidak mampu ia sanggup

mengendalikan hawa nafsunya.

7 Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam, (Jakarta: Rajawali Pers,

2004), h. 34.

8 Ashad Kusuma Djaya, Rekayasa Sosial Lewat Malam Pertama Pesan-Pesan Rasullallah

SAW Menuju Pernikahan Barokah, (Yogyakarta : Kreasi Wacana 2001) cet ke-2, h. 15-16.

9 Hartono Ahmad Jaiz, Wanita Antara Jodoh, Poligami & Perselingkuhan, (Jakarta :

Pustaka Al-Kautsar, 2007), h. 76.

Page 29: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

19

e. Haram :yaitu bagi orang-orang yang melakukan perkawinan karena rasa

dendam dan sakit hati, karena sangat dikhawatirkan akan menimbulkan hal-

hal yang tidak baik di kemudian harinya.

Nikah itu wajib bagi orang yang mempunyai biaya dan mengkhawatirkan

dirinya tergelincir kepada yang diharamkan (seperti zina). Nikah itu

disunnahkan bagi orang yang mampu melakukannya tetapi tidak

mengkhawatirkan dirinya tergelincir pada perzinaan.

Dengan demikian, hukum asal dari perkawinan adalah mubah tapi

melaksanakannya adalah sunnah10 dan agama Islam sangat mengajurkannya,

karena perkawinan itu mempunyai banyak manfaat dan menolak madharat bagi

yang melaksanakannya. Bahkan Islam juga menganjurkan agar umatnya saling

membantu dalam mencari jodoh sebagaimana firman Allah SWT dalam surat

an-Nur (24): 32 disebutkan ;11

لحين من عبادكم وإمائكم إن يكونوا ف قراء ي غنهم ٱللا ى منكم وٱلصا وٱللا وأنكحوا ٱلي ل من ف

سع عليم و

Artinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan

orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu

yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka

miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunianya dan Allah

maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mangetahui”.

B. Peminangan dalam Islam

1. Pengertian dan Dasar Hukum Peminangan

Kata “peminangan” berasal dari kata “pinang atau meminang” (kata

kerja). Meminang sinonimnya adalah melamar, yang dalam bahasa arab

10 Sunnah dalam hal ini berarti ucapan, perbuatan, serta ketetapan-ketetapan Nabi

Muhammad SAW. Dengan demikian, Sunnah dilihat dari tiga sisi dan esensinya yaitu sunnah

Qauliayah, Sunnah Fi’iliyah, dan Sunnah Taqririyah, Lihat: Muhammad Abu Zahrah, Usul Fiqih,

penerjemah: Saefullah Ma’shum, Jakarta: Pustaka Firdaus,1999, cet ke-4, h. 149.

11 Hartono Ahmad Jaiz, Wanita Antara Jodoh, Poligami & Perselingkuhan, h. 76.

Page 30: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

20

disebut “khitbah”. Menurut etimologi, meminang atau melamar artinya (antara

lain) “meminta wanita untuk dijadikan istri (bagi diri sendiri atau orang lain).

Menurut terminologi, peminangan ialah “kegiatan upaya ke arah terjadinya

hubugan perjodohan antara seorang pria dengan seorang wanita”.12

Khitbah adalah mengungkapkan keinginan untuk menikah dengan

seorang perempuan tertentu dan memberitahukan keinginan tersebut kepada

perempuan tersebut dan walinya. Pemberitahuan keinginan tersebut bisa

dilakukan secara langsung oleh pihak lelaki yang hendak mengkhitbah, atau

bisa juga dengan cara memakai perantara keluarganya. Jika si perempuan yang

hendak dikhitbah atau keluarganya setuju maka tunangan dinyatakan sah.

Dengan demikian, hukum dan konsekuensi syariat yang akan saya sebutkan

telah berlaku.13

Menurut hukum adat bahwa suatu persetujuan untuk bertunangan baru

mengikat apabila kedua belah pihak yang bersangkutan mempertukarkan tanda

(zichtbaar teken) sebagai bukti adanya persetujuan untuk itu. Dengan adanya

pertukaran tanda itu terjadilah peristiwa pertunangan, yang merupakan suatu

peristiwa hukum.14

Kompilasi Hukum Islam pasal 11 menjelaskan sebagai berikut,

“Peminangan dapat langsung dilakukan oleh orang yang berkehendak mencari

pasangan jodoh, tetapi dapat pula dilakukan oleh perantara yang dapat

dipercaya”.15

Adapun dasar nash Al-Quran tentang khitbah pada QS Al-Baqarah (2):

235 disebutkan :

12 Abdul Rahman Ghazali, Fiqih Munakahat,(Jakarta: Prenada Media Group, 2012), cet ke-

5, h. 73.

13 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, jilid 9, h. 21.

14 Amiur Nuruddin & Azhar Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta:

Prenada Media, 2004), h. 87.

15 Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia,

(Jakarta: Gema Insani Press, 1994), h. 80.

Page 31: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

21

من خطبة ٱلن ساء أو أكننتم ف أنفسكم علم ٱللا أناكم ول جناح عليكم فيما عراضتم ب

....ماعروفا اعدوهنا سرا إلا أن ت قولوا ق ولستذكرون هنا ولكن لا ت و

Artinya: “Tidak dosa bagimu meminang wanita-wanita dengan sindiran atau

menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu,

Allah SWT mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka,

dari pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan

mereka secara rahasia kecuali sekedar mengucapkan kepada

mereka pekataan ma’ruf (sindiran)...”

Dasar nash hadis, yaitu hadits Jabir bin Abdullah riwayat Abu Daud:16

وسلام قا اذا خط احدكم المراة فانعن جابربن عبدالله رسو الله للاى الله علي أن ا

استطاع ان ي نطرال ما يدعوه ال نكاحها ف لي فعل )رواه ابودا ود(

Artinya: “Dari ibnu jabir r.a. berkata, rasullah SAW bersabda apabila

seseorang di antara kamu meminang seorang perempuan, jika ia

dapat melihat apa yang dapat mendorongnya semakin kuat untuk

menikahinya, maka laksankanlah”. (HR. Abu Daud).

Definisi di atas dapat disimpulkan bahwa khitbah (meminang) adalah

langkah awal menuju kepada ikatan suci yaitu perkawinan, seorang harus

menempuh beberapa tahap yang harus dilalui, salah satunya peminangan

ataupun khitbah. Khitbah (meminang) merupakan penyataan yang jelas atas

keinginan menikah, ia merupakan langkah-langkah menuju pernikahan

meskipun khitbah tidak berurutan dengan mengikuti ketetapan, yang

merupakan dasar dalam penetapan, dan oleh karena seharusnya dijelaskan

dengan keinginan yang benar dan kerelaan penglihatan.17

Jadi pada dasarnya peminangan adalah sebatas permohonan saja,

terlepas dari diterima atau tidak oleh wanita yang dipinang atau permohonan

16 Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, Penerjemah Zaid Muhammad,Ibnu

Ali dan Muhammad Khuzainal Arif,(Jakarta: Pustaka as-Sunnah,2007), h. 480.

17 Ali Yusuf As-Subki, Fiqih keluarga Pedoman Berkeluarga Dalam Islam, (Jakarta:

Amzah, 2010) cet ke-2, h. 66.

Page 32: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

22

tersebut. Diterimanya suatu, pinangan baik oleh wanita yang bersangkuatan

maupun oleh seorang walinya, tidaklah berarti telah terjadi akad nikah di antara

kedua belah pihak. Akan tetapi kata terima itu hanya berarti bahwa laki-laki

tersebut adalah calon untuk menjadi seorang suami bagi wanita tersebut pada

masa yang akan datang.

Melakukan khitbah pada dasarnya adalah mubah (boleh) selama tidak

ada larangan syara’. Sementara bagi mazhab Imam Malik bahwa hukum

khitbah adalah sunnah.18 Namun kadang ada pula pinangan itu menjadi

makruh, seperti pinangan yang berlangsung pada waktu ihram haji maupun

haram umrah. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa :19

وسلام لي نكح المحرم ولي نكح وليط )رواه مسلم( قا رسو الله للاى الله علي

Artinya: ”Bersabda Rasulullah SAW, bahwa seorang yang sedang ihram

tidak boleh menikahkan, tidak boleh dinikahkan serta tidak boleh

pula melakukan pinangan”(HR. Muslim).

Senada dengan Imam Syafi’i memberi alasan yang sama yaitu sunnah

melakukan khitbah tetapi makruh bagi muhrim laki-laki yang ihram atau

muhrimah yang ihram dilarang melakukan aqad nikah.20

Mayoritas ulama menyatakan bahwa peminangan tidak wajib. Namun

praktik kebiasaan dalam masyarakat menunjukkan bahwa peminangan

merupakan pendahulu yang pasti dilakukan. Karena di dalamnya ada pesan

moral dan tata krama untuk mengawali rencana membangun rumah tangga

yang ingin mewujudkan kebahagiaan, sakinah mawaddah wa rahmah.21

18 Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan Analisis Perbandingan Antara Mazhab,

(Jakarta: PT. Prima Heza Lestari, 2006), h. 92.

19 Muhammad Nasaruddn al-albani, Ringkasan Shahih Muslim, Penerjemah KMCP, Imron

Rosadi, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2007), h. 570.

20 Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan Analisis Perbandingan Antara Mazhab,

h.112.

21 Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2016), h. 18.

Page 33: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

23

2. Larangan Mengkhitbah Perempuan yang Telah Dikhitbah

Salah satu konsekuensi khitbah adalah haramnya mengkhitbah

perempuan yang telah diketahui sah telah dikhitbah oleh orang lain. Ulama

telah berijma’ (bersepakat) akan keharaman khitbahnya orang kedua setelah

terjadinya khitbah orang pertama, jika khitbah pertama memang telah dengan

jelas diterima serta orang pertama tidak memberi izin dan tidak membatalkan

khitbahnya. Jika dalam keadaan ini orang kedua tetap mengkhitbah dan

menikahi perempuan tersebut maka menurut ijma’ ulama, dia telah bermaksiat.

Hal itu berlandaskan sabda Nabi saw

ل الا أن أذن ل ول يط على خطبة اخي يبيع احدكم على ب يع اخي

Artinya: “Janganlah salah seorang diantara kalian menjual barang yang

telah dijual kepada saudaranya dan janganlah salah seorang

diantara kalian mengkhitbah (perempuan) yang dikhitbah oleh

saudaranya, kecuali dia mengizinkannya” (HR Ahmad Muslim).

Pelarangan ini sangat jelas dalam mengharamkan orang lain untuk

melakukan khitbah kedua setelah khitbah pertama disetujui. Karena hal ini

dapat menyakiti orang yang mengkhitbah pertama, menimbulkan permusuhan,

dan memunculkan rasa dengki dalam hati. Jika salah satu dari kedua belah

pihak yang melakukan khitbah membatalkan atau memberi izin kepada orang

lain untuk mengajukan khitbah maka hal itu boleh.22

Ada beberapa ketentuan peminangan yang diatur dalam Kompilasi

Hukum Islam (KHI), yaitu sebagai berikut :

a. Peminangan dapat langsung dilakukan oleh yang berkehendak mencari

pasangan jodoh, tapi dapat pula dilakukan oleh perantara yang dapat

dipercayai.

b. Peminangan dapat dilakukan terhadap seorang wanita perawan atau

terhadap janda yang telah habis masa iddahnya.

22 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, jilid 9, h. 22.

Page 34: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

24

c. Wanita yang ditalak suami yang masih berada dalam masa iddah raj’iah

haram dan dilarang untuk dipinang. Alasannya, adalah bahwa perempuan

dalam talak raj’i statusnya sama dengan perempuan yang sedang terikat

dalam perkawinan .

d. Dilarang juga meminang seorang wanita yang sedang dipinang pria lain

selama pinangan pria tersebut belum putus atau ada penolakan dari pihak

wanita.

e. Putusnya pinangan pihak pria, karena adanya pernyataan tentang putusnya

hubungan pinangan atau secara diam-diam pria yang meminang telah

menjahui dan meninggalkan wanita yang dipinang.

f. Peminangan belum menimbulkan akibat hukum dan para pihak bebas

memutuskan hubungan peminangan.

Kebebasan memutuskan hubungan peminangan dilakukan dengan tata

cara yang baik sesuai dengan tuntunan agama dan kebiasaan setempat sehingga

tetap terbina kerukunan dan saling menghargai.23

Adapun perempuan yang boleh dipinang adalah yang memenuhi syarat

sebagai berikut :24

a. Tidak dalam pinangan orang lain.

b. Pada waktu dipinang tidak ada penghalang syar’i yang melarang

dilangsungkannya pernikahan.

c. Perempuan itu tidak dalam masa iddah karena talak raj’i.

d. Apabila perempuan dalam masa iddah karena talak ba’in, hendaklah

meminang dengan sirry (tidak terang-terangan).

3. Kriteria Memilih Pasangan

Agama Islam sangat menginginkan akan kelanggengan pernikahan

dengan berpegang teguh dengan pilihan yang baik dan asas yang kuat sehingga

23 Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, h. 19.

24 Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat Pedoman Berkeluarga dalam Islam, h. 74.

Page 35: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

25

mampu merealisasikan kejernihan, ketentraman, kebahagian dan ketenangan.

Semua itu dapat diraih dengan adanya agama dan akhlak. Agama dapat

semakin menguat seiring dengan bertambahnya umur, sedangkan akhlak akan

semakin lurus seiring dengan berjalannya waktu dan pengalaman hidup.

Adapun tujuan lainnya yang sering mempengaruhi manusia seperti harta,

kecantikan, dan jabatan, semuanya itu bersifat temporal. Hal itu tidak dapat

menciptakan kelanggengan hubungan, bahkan umumnya malah menjadi

pemicu timbulnya sifat saling berbangga diri dan merasa tinggi serta ingin

dipandang oleh orang lain.

Oleh karena itu, Nabi saw bersabda:

وسلام قا : ت نكخ المرأة لربع:وعن أب عن الناب للاى الله علي لمالا، هري رة رضي الله عن

ين، تربت يداك. ولسبها، ولمالا، ولدينها، فاظفر بذات الد

Artinya: Dari Abu Hurairah dari nabi, beliau berkata ,“Wanita itu dinikahi

karena empat hal, yaitu hartanya, keturunannya, kecantikannya dan

agamanya. Pilihlah wanita yangberagama, kamu akan bahagia.”25

Seorang laki-laki yang sudah masanya memasuki kehidupan rumah

tangga dianjurkan mencari jodohnya yang sekufu, selevel, setingkat dan

sepaham, karena jodoh merupakan salah satu yang menentukan terciptanya

keharmonisan rumah tangga dan komunikasi antara keluarga dari pihak suami

dan pihak istri dan agar tidak ada pembatasan atau jurang pemisah antara

keluarga kedua belah pihak.26

Seorang wanita muslimah hendaknya memilih calon suami yang shalih

dan berakhlak mulia, hingga dapat mempergaulinya dengan cara yang baik atau

nanti apabila menceraikannya, maka hal itu akan ia lakukan dengan cara yang

baik pula. Imam Ghazali berkata: “Berhati-hati terhadap hak-hak wanita

25 Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, penerjemah Zaid Muhammad,Ibnu

Ali dan Muhammad Khuzainal Arif, h. 478.

26 Mohammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan, (Jakarta:

Darussalam,2004) cet ke-1, h. 148.

Page 36: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

26

sebagai isteri adalah penting. Karena, mereka (kaum wanita) merupakan

makhluk yang lemah. Apabila wanita muslimah memilih calon suami zhalim,

fasiq atau peminum minuman keras, maka berarti agamanya menjadi ternoda

serta akan menjadi penyebab kemurkaan Allah Azza Wa Jalla, karena ia telah

memutuskan tali silaturrahim dan salah pilih”.27

Kriteria jodoh menurut imam Hanafi harus mempertimbangkan pada

enam perkara :28

a. Suku bangsa

b. Islam

c. Status Sosial

d. Merdeka

e. Agama dan

f. kaya

Dalam penentuan jodoh antara pria dan wanita menurut Syafi’i, harus

mempertimbangkan empat perkara :

a. Suku bangsa

b. Agama

c. Merdeka (bukan budak); dan

d. Status Sosial.

4. Pembatalan Peminangan

Pembatalan pinangan menjadi hak masing-masing pihak yang telah

mengikat perjanjian. Dalam ajaran Islam tidak ada hukuman materiil terhadap

seseorang yang menyalahi janjinya, sekalipun perbuatan itu dipandang amat

tercela dan salah satu sifat-sifat kemunafikan terkecuali ada alasan-alasan

27 Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita, Alih bahasa M. Abdul Ghoffar E.M,

(Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2007), cet ke-24, h. 398.

28 Mohammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan,.h.148.

Page 37: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

27

pembenar. Masalah pemutusan peminangan ini diatur dalam Kompilasi

Hukum Islam pada pasal 12 ayat (4) dan pasal 13, yakni :29

a. Pasal 12 ayat 4 pinangan pihak pria, karena adanya pernyataan tentang

putusnya hubungan pinangan atau secara diam-diam pria yang meminang

telah menjauhi dan menninggalkan yang dipinang.

b. Pasal 13

1. Pinangan belum menimbulkan akibat hukum dan para pihak bebas

memutuskan hubungan peminangan

2. Kebebasan memutuskan hubungan peminangan dilakukan dengan tata

cara yang baik sesuai dengan tuntunan agama dan kebiasaan setempat,

sehingga tetap terbina kerukunan dan saling menghargai.

Masa pertunangan ini biasanya ada pemberian barang-barang sebagai

hadiah dari pihak calon suami kepada calon istrinya. Pemberian ini dalam adat

Jawa disebut peningset atau tanda ikatan cinta. Pemberian dan hadiah yang

telah diberikan hukumnya sama dengan hibah.

Menurut madzab Syafii, barang-barang hadiahnya harus dikembalikan

jika masih utuh, tetapi jika sudah rusak diganti sesuai harganya. Sedang

menurut mazhab Maliki, jika yang membatalkan dari pihak pria, maka tidak

berhak lagi atas barang-barang yang dihadiahkan. Tetapi jika pihak perempuan

yang membatalkan, maka pihak laki-laki berhak meminta kembali semua

barang yang sudah dihadiahkan baik masih utuh atau sudah rusak, jika sudah

rusak, maka harus diganti terkecuali ada perjanjian sebelumnya, atau

berdasarkan pada urf berlaku.

Praktik di pengadilan Mesir berdasarkan pada mazhab Hanafi yang

menyatakan bahwa segala hadiah dari pihak laki-laki berhak untuk diminta

kembali selagi barangnya utuh tidak ada perubahan. Jika barangnya sudah

29 Abd. Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia,

(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h.292.

Page 38: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

28

rusak, maka hak untuk meminta kembali tidak ada atau meminta kembali ganti

yang lain.30

Islam membolehkan pembatalan pinangan, dengan syarat dalam

melakukan pembatalan pinangan harus didasarkan dengan alasan yang

rasional, tidak boleh bila pembatalan pinangan dilakukan tanpa alasan yang

tidak sesuai dan tidak dibenarkan oleh syara’ karena akan mengecewakan salah

satu pihak.31

5. Hukum Memandang Wanita Terpinang

Syariat Islam membolehkan seorang laki-laki memandang wanita yang

ingin dinikahinya, bahkan dianjurkan dan disunnahkan karena pandangan

peminang terhadap terpinang merupakan bagian dari sarana keberlangsungan

hidup pernikahan dan ketenteraman. Diantara dalil yang menunjukkan

bolehnya memandang wanita karena khitbah sebagaimana yang diriwayatkan

dari Nabi bersabda kepada Al-Mughirah bin Syu’bah yang telah meminang

seorang wanita untuk dinikahi: “Apakah Anda telah melihatnya ?” Ia

menjawab: “Belum”. Beliau bersabda:

انظر اليها فإنه أحرى أن يؤدم بينكما

Artinya: Lihatlah ia, sesungguhnya penglihatan itu lebih utama untuk

mempertemukan antara anda berdua. (maksudnya menjaga kasih

sayang dan kesesuaian).

a. Anggota Tubuh Terpinang yang Boleh Dipandang

Mayoritas fuqaha’ seperti Imam Malik, Asy-Syafi’i, dan Ahmad

dalam salah satu pendapatnya mengatakan bahwa anggota tubuh wanita

terpinang yang boleh dilihat hanyalah wajah dan kedua telapak tangan.

Wajah tempat menghimpun segala kecantikan dan mengungkap banyak

nilai-nilai kejiwaan, kesehatan, dan akhlak. Sedangkan kedua telapak

30 Abd. Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia ,

h.293.

31 Subki Djunaedi, Pedoman Mencari dan memilih jodoh, (Bandung: CV. Sinar baru,

1992), h.118.

Page 39: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

29

tangan dijadikan indikator kesuburan badan, gemuk, dan kurusnya. Adapun

dalilnya adalah firman Allah QS. An-Nur (24): 31 ;

هاف ول ي بدين زين ت هنا إلا ما ظهر من

Artinya: Dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali

apa biasa terlihat darinya.

Ibnu Abbas menafsirkan kalimat “apa yang biasa terlihat darinya”

dimaksudkan wajah dan kedua telapak tangan. Mereka juga menyatakan,

pandangan disini diperbolehkan karena kondisi darurat maka hanya

sekadarnya, wajah menunjukkan keindahan dan kecantikan, sedangkan

kedua talapak tangan menunjukkan kehalusan dan kelemahan tubuh

seseorang. Tidak boleh memandang selain kedua anggota tubuh tersebut

jika tidak ada darurat yang mendorongnya.

b. Waktu Melihat Wanita Terpinang

Mayoritas ulama berpendapat bahwa waktu yang diperbolehkan

melihat wanita terpinang adalah pada saat seorang laki-laki memliki azam

(keinginan kuat) menikah dan ada kemampuan baik secara fisik maupun

materiil. Syarat lain berkenaan wanita yang dipinang pada saat dilihat baik

untuk dinikahi, bukan wanita penghibur atau bukan istri orang lain. Ini

berarti, melihat wanita yang terpinang itu diperbolehkan pada waktu

meminang. Imam Asy-Syafi’i menjelaskan, hendaknya melihat wanita

sebelum khitbah dengan niat akan menikahinya, baik tanpa sepengetahuan

yang bersangkutan maupun sepengetahuan keluarganya. Hal tersebut

dikarenakan hukum bolehnya melihat, tidak ada syarat izin wanita

terpinang maupun dari walinya.

c. Empat Mata Dengan Wanita Pinangan

Syariat Islam memperbolehkan laki-laki melihat wanita terpinang,

demikian juga wanita terpinang boleh melihat laki-laki peminang.

Penglihatan masing-masing ini dimaksudkan agar saling memahami dan

menerima sebelum melangkah ke pernikahan. Kebolehan melihat tersebut

Page 40: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

30

hanya pada saat khitbah. Memperbolehkannya melihat wanita terpinang

karena maslahat, sedangkan segala bentuk yang menimbulkan bencana

atau kerusakan (mafsadat) terlarang. Larangan berlaku umum sebagaimana

sabda Nabi :

رأة فإن ثالثهما الشيطان لا يخلون رجل بإم

Artinya: Tidak boleh bersunyian seorang laki-laki dengan seorang wanita

sesungguhnya yang ketiga adalah setan.

Hadis di atas bukan berarti melarang duduk dan berbincang-bincang

antara peminang dan terpinang. Hal tersebut dapat dilakukan dengan syarat

adanya mahram yang menyertainya atau minimal di bawah pengawasan

keluarga dan kerabat.32

C. Nafkah dalam Islam

Kata nafkah berasal dari infak yang artinya mengeluarkan, dan kata ini tidak

digunakan selain untuk hal-hal kebaikan. Bentuk jamak dari kata nafkah adalah

nafaqaat yang secara bahasa artinya sesuatu yang diinfakkan atau dikeluarkan oleh

seseorang untuk keperluan keluarganya. Adapun nafkah menurut syara’ adalah

kecukupan yang diberikan seseorang dalam hal makanan, pakaian, dan tempat

tinggal.33

Nafkah ialah pengeluaran seseorang berupa pembekalan bagi orang yang

nafkahnya wajib ditanggungnya, seperti roti, lauk pauk, pakaian, tempat tinggal,

dan apa-apa yang serupa dengannya seperti air, minyak, lampu, dan sebagainya.34

Adapun untuk ukuran jumlah nafkah jumhur ulama berpendapat untuk

meniadakan ukuran nafkah, kecuali dengan istilah secukupnya. Berkenaan dengan

hal ini Imam Syafi’i mengatakan: “bagi orang yang miskin dan berada dalam

kesulitan adalah satu mud, sementara bagi orang yang berada dalam kemudahan

32 Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat

Khitbah, Nikah, dan Talak, Penerjemah: Abdul Majid Khon, (Jakarta: Amzah, 2011), cet ke-2, h.10-

16.

33 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, jilid 10, h.91.

34 Aida Humairo, Konsep Nafkah Dalam Hukum Islam (Analisa Atas Nafkah Keluarga dari

Istri Karir), Jurnal Narasi V. 7, No. 1, Maret 2007 h.121.

Page 41: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

31

adalah dua mud, dan yang berada di antara keduanya adalah satu setengah mud.”

Sedangkan menurut Abu Hanifah: “ Bagi orang yang berada dalam kemudahan

memberikan tujuh sampai delapan dirham dalam satu bulannya dan bagi yang

berada dalam kesulitan memberikan empat sampai lima dirham padda setiap

bulannya.” Sebagian dari sahabat beliau (Abu Hanifah) mengemukakan: “Ukuran

ini diberikan untuk kebutuhan makanan dan untuk selain makanan memakai ukuran

secukupnya”.35

Adapun dasar hukum nafkah, firman Allah SWT QS Al-Thalaq (65): 7 ;

ف م نلينفق ذو سعة ها ء ما إلا ن فسا ٱللا يكل ف ل ٱللا ءاتى ماا ف لينفق رزقۥ علي قدر ومن سعت اتى

يسرا عسر ب عد ٱللا سيجعل

Artinya: “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut

kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah

memeberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah

tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa

yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan

kelapangan sesudah kesempitan”.

Ada beberapa macam nafkah, sebagai berikut :

a. Nafkah yang wajib dikeluarkan oleh seseorang untuk dirinya sendiri jika

memang mampu. Nafkah ini harus didahulukan dari pada nafkah untuk orang

lain karena Rasulullah SAW, bersabda,

ابدأ بن فسك ث ا بن ت عو

Artinya: “Mulailah dengan dirimu sendiri, kemudian baru kepada orang

yang ada dalam tanggunganmu”.

b. Nafkah yang wajib atas diri seseorang untuk orang lain. Sebab-sebab yang

menjadikan nafkah ini wajib ada tiga, yaitu sebab nikah, hubungan

kekerabatan, dan hak kepemilikan.36

35 Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita, Alih bahasa M. Abdul Ghoffar E.M,

h.453

36 Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 10, h.95.

Page 42: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

32

Kekerabatan yang mewajibkan nafkah sebagaimana pendapat para

madzhab, sebagai berikut :

a. Madzhab Maliki : Nafkah yang wajib itu untuk ayah dan anak secara

langsung, bukan yang lainnya. Jadi, nafkah itu wajib untuk ayah, ibu, anak

laki-laki maupun perempuan.

b. Madzhab Syafi’i : kekerabatan yang berhak mendapatkan nafkah adalah

kekerabatan kedua orang tua ke atas, dan kekerabatan anak ke bawah.

c. Madzhab Hanafi : wajib hukumnya memberi nafkah kepada kerabat

mahram karena pernikahan. Artinya setiap orang yang masih terhitung

mahram wajib dinafkahi. Akan tetapi, tidak untuk kerabat dekat yang bukan

mahram.

d. Madzhab Hanabillah: nafkah hukumnya wajib untuk setiap keluarga dekat

yang dapat warisan, baik yang mendapat bagian tetap maupun hanya

mendapat bagian ashabah, dari usul, furu’, dan kerabat dekat seperti saudara

paman, beserta anak-anaknya.37

Adapun di antara sebab-sebab yang mewajibkan pemberian nafkah kepada

orang lain ini ada tiga sebab, yakni pertama karena hubungan perkawinan, kedua

hubungan kekerabatan, dan ketiga karena hubungan kepemilikan (Budak).38

D. Mahar dalam Islam

Mahar dalam bahasa Indonesia disebut juga dengan maskawin. Maskawin

atau mahar adalah pemberian seorang suami kepada istrinya sebelum, sesudah, atau

pada waktu berlangsungnya akad nikah sebagai pemberian wajib. Atau sesuatu

yang diberikan oleh calon suami kepada calon istri dalam rangka akad nikah antara

keduanya, sebagai lambang kecintaan calon suami terhadap calon istri serta

kesedian calon istri untuk menjadi istrinya. Dalam redaksi lain, maskawin (mahar)

37 Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, jilid 10, h. 95-97.

38 Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, jilid 10, h. 9.

Page 43: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

33

itu adalah harta yang diberikan kepada istri sebagai tanda atau syarat terjadinya

ikatan perkawinan antara seorang laki-laki dan seorang wanita.39

Menurut istilah, mahar berarti harta kekayaan yang harus diberikan seorang

pria kepada wanita yang akan dinikahinya melalui akad nikah yang resmi. Ada

beberapa nama lain untuk mahar, yaitu shadaq, nihlah, faridhah, thaula, hiba’, ajr,

aqr, dan nikah.40

Mahar dalam Al-Quran disebutkan Q.S. An-nisa’ (4): 4 ;

لة اماري اهني وه فكل ان فس م ن شيء عن لكم طب فنن وءاتوا ٱلن ساء لدقتهنا ن

Artinya: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)

sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka

menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang

hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan)

yang sedap lagi baik akibatnya”.

Ayat al-quran di atas memberikan instruksi bahwa diharuskannya kita

memberi mahar. Hukum wajib tersebut telah disepakati oleh para ulama, dari sejak

zaman sahabat sampai hari ini. Seandainya seorang pria dibolehkan menikah

dengan seorang wanita tanpa mahar, niscaya hal itu mengandung pelecehan dan

perendahan harga diri wanita, sehingga kaum laki-laki akan memandang hina kaum

wanita. Akibatnya, hubungan antara keduanya tidak akan baik dan kebersamaan

mereka tidak akan menyenangankan. Pada gilirannya kelak hal itu akan

menimbulkan putusnya ikatan dan tercerainya kekuatan yang menyatukan

keduanya.41

Islam sangat menghormati kaum wanita, muslimah maupun kafir. Hal

sedemikianlah yang menjadi salah satu keunggulan dan keistimewaan Islam. Ia

yang pertama kali secara lantang menyuarakan bahwa kaum wanita sejajar dengan

pria. Islam mewajibkan pembayaran mahar bagi pria mana saja yang akan menikahi

39 Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, h. 47.

40 Adil Abdul Mun’in Abu Abbas, Ketika Menikah Jadi Pilihan, alih bahasa Gizi Said,

(Jakarta: Almihara,1987), h.103

41 Adil Abdul Mun’in Abu Abbas, Ketika Menikah Jadi Pilihan, h.105

Page 44: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

34

wanita. Untuk tujuan itu, Islam menegakkan hukum ilahi dan manhaj samawi agar

mereka bisa tetap bertahan sampai akhir zaman.42

Adapun Jenis-jenis mahar, para ahli hukum Islam membagi mahar dalam

dua jenis, yakni:

a. Mahar yang disebutkan (mahr al-musamma)

b. Mahar Misil (mahr al-mithl)

Mahar yang disebutkan adalah mahar yang ditetapkan sebelum akad nikah,

dan disebutkan ketika akan perkawinan.43

Mahar sebagai kewajiban suami yang dibayarkan kepada istri maka dalam

kaitan ini istri harus tahu-menahu dan paling menentukan kadar jumlah, jenis dan

lain-lain sampai apakah dia bisa membebaskan sebagian atau seluruh mahar

sebagimana yang disebutkan dalam ayat di atas. Bila mahar ditentukan jenis dan

kadarnya dinamakan mahar musamma, yang tidak ditentukan termasuk yang

disebut-sebut ketika akad berlangsung dinamakan mahar misil, karena

dipersamakan dengan mahar biasa belaku lingkungan keluarga istri. Baik mahar

musamma atau mahar misil yang tidak dibayarkan ketika akad, maka akan menjadi

hak istri, atau suami dinyatakan hutang sepenuh ketentuan apabila telah terjadi satu

diantara dua hal berikut.44

Adapun tujuan dan hikmah mahar, merupakan jalan yang menjadikan istri

berhati senang dan ridha menerima kekuasaan suaminya kepada dirinya.

a. Untuk memperkuat hubungan dan menumbuhkan tali kasih sayang dan cinta

mencintai.

42 Adil Abdul Mun’in Abu Abbas, Ketika Menikah Jadi Pilihan, h.102

43 Abd. Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia,

h.301.

44 Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995) ,

h.85.

Page 45: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

35

b. Sebagai usaha memperhatikan dan menghargai kedudukan wanita, yaitu

memberikan hak untuk memegang urusannya.45

E. Islam dan Budaya

1. Relasi Islam dan Budaya

Agama dan kebudayaan memiliki suatu kesatuan yang utuh, walaupun

terkadang dalam paradigma umum, seringkali mengemuka agama yang

melahirkan budaya masyarakat. Melalui agama terbentuk pola hidup

bermasyarakat.46 Pendekatan agama melalui kultur masyarakatnya ini tentu

tidak dimaksudkan untuk meletakkan kebenaran-kebenaran suatu keimanan

tertentu, tetapi lebih berupaya meletakan bagaimana manusia melakukan

inkulturasi agama dalam kehidupan kesehariannya. Yakni bagaimana suatu

keyakinan terhadap sesuatu yang irrasional, tak dapat diverifikasi, difasilitasi

dan mungkin pula tidak dapat dibuktikan, namun secara rasional mampu

membentuk identitas, kesadaran dan prilaku yang sama dalam sebuah konstruk

masyarakat secara lebih luas.47

Secara implisit agama (din) dengan sendirinya melahirkan peradaban

(madinah atau tamaddun). Agama dan peradaban tampak berhubungan sangat

erat satu sama lain dan memperlihatkan kedekatan yang signifikan. Memang

banyak orang yang membuat distingsi (pembedaan) yang terlalu tajam antara

agama dan peradaban. Misalnya, dikatakan bahwa agama adalah wahyu tuhan

sedang peradaban adalah hasil olah nalar dan inovasi manusia.48 Islam itu

45 Abd. Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia,

h.301.

46 Rusmin Tumanggor dan Kholis Ridho, Antropologi Agama, (Ciputat: UIN Press, 2015).

h. 25.

47 Rusmin Tumanggor dan Kholis Ridho, Antropologi Agama, h.5

48 Nurcholish Madjid, Kehampaan Spritual masyarakat Modern respon dan transformasi

nilai-nilai Islam menuju Masyarakat madani,(Jakarta: Mediacita,2001), cet ke-5, h. 357

Page 46: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

36

sesungguhnya lebih dari satu sistem agama saja; Islam adalah satu kebudayaan

yang lengkap.49

Memang benar adanya suatu kebudayaan dibentuk oleh kesepakatan-

kesepakatan, pertukaran-pertukaran serta perpindahan masyarakat.

Kebudayaan dibentuk oleh latar belakang sejarah dan geografis secara

khusus.50 Jadi dengan adanya proses Akulturasi antara agama dan budaya

menunjukkan daya tawar yang setara, dimana pihak-pihak pemilik kebudayaan

bersama-sama mengambil bagian untuk “take and give” budaya bagi proses

adaptasi di lingkungan bersama. Kadar perdamaian yang dibangun melalui

akulturasi lebih kuat dengan dukungan para pemilik identitas budaya. Terlebih

dengan adanya penyatuan budaya atau akulturasi yang menciptakan ikatan

sosial baru atau memperkuat ikatan sosial yang telah ada, dan semakin menuju

pada keseimbangan, sebagaimana dalam fungsionalisme struktural.51

Pada dasarnya umat Islam di Indonesia bukan suatu kelompok yang

monolitik, terdapat kemajemukan dalam berbagai tradisi, pemahaman, dan

praktek-praktek keagamaan yang merupakan ekspresi dari keislaman yang

diyakininya.52 Tradisi, adab kesopanan dan adat istiadat ini dibangun oleh

Islam dalam masyarakatnya untuk melayani kepentingan akidah dan syi’ar

ritual-nya, pemahaman dan cita rasanya, akhlak dan nilai-nilai luhurnya.53

Semisal dalam kehidupan manusia beragama pada praktiknya tidak saja

dipengaruhi oleh aturan dogma atau nilai-nilai yang bersumber dari ajaran

agama saja. Tetapi juga sistem nilai yang berlaku di masyarakatnya, yang

49 M. Natsir, Kebudayaan Islam dalam Perspektif Sejarah, (Bandung: PT Girimukti

Pasaka, 1988), h.45.

50 Sugeng Pujileksono, Pengantar Antropologi Memahami Realitas Sosial Budaya,

(Malang: Intrans Publishing,2015),h. 9.

51 Joko Tri Haryanto, Relasi Agama dan Budaya dalam Hubungan Intern Umat Islam,

Jurnal Smart Vol 01 Nomor 01 Juni 2015, h. 50.

52 Joko Tri Haryanto, Relasi Agama dan Budaya dalam Hubungan Intern Umat Islam, h.

50.

53 Yusuf Al-Qardhawy, Anatomi Masyarakat islam, alih bahasa Setiawan Budi

Utomo(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,1999), h.95.

Page 47: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

37

kadang memiliki kesamaan nilai dengan ajaran agama yang dianutnya, atau

kadang juga bertentangan. Kebiasaan masyarakat yang sering dihadap-

hadapkan dengan doktrin ajaran agama dan dipandang sesat seperti tradisi

sabung ayam, kerapan sapi, meminta petunjuk dukun, menyembah atau

menghormati benda-benda yang dipandang kemaramat, tradisi ngarung, dan

sebagainya. Beberapa tradisi atau adat dalam keberagaman masyarakat

khususnya di Jawa seperti budaya tahlilan atau mengirim pahala bacaan Al-

Quran kepada orang yang sudah wafat juga dipandang masih kurang

memurnikan ajaran agama Islam atau sarat kebiasaan masa lalu pada agama

sebelumnya, yaitu Hindu dan Buddha. Sebagian ulama berpendapat bahwa

tradisi tahlilan di kalangan organisasi keagamaan seperti NU tersebut

dipandang bid’ah atau tradisi baru yang tidak memiliki dalil keagamaan yang

sesuai dengan tuntunan syariah, sehingga dipandang sebagai sesuatu yang baru

dan harus dihilangkan. Sebaliknya, sebagian ulama lainnya memandang bahwa

tetap ada dalili-dalil yang membenarkan diterimanya pahala bacaan Al-Quran

kepada orang yang sudah wafat.54

Adanya kebudayaan yang hidup di masyarakat adalah sebagai pedoman

bagi kehidupan masyarakat yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat

tersebut. Bila kebudayaan adalah sebuah pedoman bagi kehidupan akan

kebudayaan tersebut harus berupa pengetahuan yang diyakini masyarakat yang

mempunyainya.55

Demikian jelas bahwa kebudayaan dan Islam merupakan satu kesatuan

yang lengkap dan utuh. Kebudayaan mewujudkan suatu integrasi, maka

perubahan pada satu unsur sering menimbulkan pantulan yang dahsyat dan

kadang-kadang pantulan itu terjadi pada bidang-bidang yang sama sekali tidak

disangka semula.56

54 Rusmin Tumanggor dan Kholis Ridho, Antropologi Agama, h.8

55 Rusmin Tumanggor dan Kholis Ridho, Antropologi Agama, h.10.

56 T.O Ihromi, Pokok-pokok Antropologi Budaya, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

1999), cet ke-10, h.31.

Page 48: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

38

2. Kebudayaan dalam Persepektif Islam

Kebudayaan biasanya dalam Islam lebih sering disebut sebagai urf, urf

adalah sesuatu yang telah dikenal oleh orang banyak dan telah menjadi tradisi

mereka, baik berupa perkataan, atau perbuatan, atau keadaan meninggalkan. Ia

juga disebut: adat. Sedangkan menurut istilah para ahli syara’ tidak ada

perbedaan antara urf dan adat kebiasaan.57

Adapun urf itu terbagi menjadi dua, pertama urf shahih ialah sesuatu

yang saling dikenal oleh manusia, dan tidak bertentangan dengan dalil syara’,

tidak menghalalkan sesuatu yang diharamkan, dan tidak pula membatalkan

sesuatu yang wajib, sebagimana kebiasaan mereka mengadakan akad jasa

pembuatan (produksi), kebiasaan mereka membagi maskawin kepada

maskawin yang didahulukan dan maskawin yang diakhirkan penyerahannya.

Kedua, Urf fasid ialah sesuatu yang sudah menjadi tradisi manusia, akan

tetapi tradisi itu bertentangan dengan syara’, atau mengahalalkan sesuatu yang

diharamkan atau membatalkan sesuatu yang wajib.

Sebagaimana dalam qaidah fiqhiyyah, sebagai berikut :58

العادة شري عة مكامة

Artinya : adat merupakan syariat yang dikukuhkan sebagai hukum

تغير الحكام بتغير الزمنة والمكنة

Artinya: Perubahan hukum bisa terjadi berdasarkan perubahan zaman dan

tempat.

57 Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, Penerjemah Moh. Zuhri dan Ahmad Qarib,

(Semarang: Dina Utama, 1994), h. 123.

58 Ma’ruf Amin, Fatwa Dalam Sistem Hukum Islam, (Jakarta: eLSAS, 2008), h. 223.

Page 49: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

39

Para ulama ushul fiqh menyatakan bahwa suatu urf baru dapat dijadikan

sebagai salah satu dalil dalam menetapkan hukum syara’ apabila memenuhi

syarat-syarat sebagai berikut :59

a. Urf itu berlaku secara umum (baik yang bersifat khusus dan umum

maupun yang bersifat perbuatan dan ucapan). Artinya, urf berlaku dalam

mayoritas kasus yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dan

keberlakuannya dianut oleh mayoritas masyarakat tersebut.

b. Urf itu telah memasyarakat ketika persoalah yang akan dijadikan sandaran

hukum lebih dahulu ada sebelum kasus yang akan ditetapkan hukumnya.

c. Urf itu tidak bertentangan dengan yang diungkapkan secara jelas dalam

suatu transaksi. Artinya, dalam suatu transaksi apabila kedua belah pihak

telah menetukan secara jelas hal-hal yang harus dilakukan,

d. Urf itu tidak bertentangan dengan nash, sehingga menyebabkan hukum

yang dikandung nash itu tidak bisa diterapkan.

Selanjutnya, dalam kajian ushul fiqih dikenal istilah maslahat.

Maslahat adalah mengambil manfaat dan menolak kemudharataan dalam

rangka memelihara tujuan-tujuan syara’.

Imam al-Ghazali memandang bahwa suatu kemaslahatan harus sejalan

dengan tujuan syara’, sekalipun bertentangan dengan tujuan-tujuan manusia,

karena kemaslahatan manusia tidak selamanya didasarkan kepada kehendak

syara’, tetapi sering didasarkan kepada kehendak hawa nafsu.60

Maslahat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu al-daruriyah (primer), al-

hajiyyat (Sekunder), dan al-tahsiniyyat (tersier). Maslahat hajiyyat adalah

segala sesuatu yang oleh hukum syara’ tidak dimaksudkan untuk memelihara

59 Ma’ruf Amin, Fatwa Dalam Sistem Hukum Islam, h.217.

60 Ma’ruf Amin, Fatwa Dalam Sistem Hukum Islam, h.152

Page 50: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

40

lima maqasid syariah, tetapi dimaksudkan untuk menghilangkan kesusahan,

kesempitan, ihtiyat atau kehati-hatian.61

F. Islamisasi Budaya Madura

Adapun Islamisasi pada penduduk Madura meluas lebih lanjut setelah raja-

raja, mungkin pada pertengahan abad ke-16 memeluk agama itu dan mendorong

penyebaraan ajaran Nabi Muhammad. Terutama Sumenep, kawasan dengan

perdagangan yang paling ramai, tumbuh menjadi daerah Islam yang penting. Pada

pertengahan abad yang lalu, di Sumenep terdapat 2.130 “ulama Islam” lebih banyak

dari pada Madura Barat dan Pamekasan.62 Suksesnya Islamisasi di Madura juga

tidak luput peran penting dari Wali Songo (wali yang sembilan), khususnya Sunan

Giri dalam menyebarkan Islam di Madura.63

Pada tahap pertama penetrasi Islam, penyebaran Islam masih relatif terbatas

di kota-kota pelabuhan. Tetapi, dalam waktu yang tidak terlalu lama, Islam mulai

menempuh jalannya memasuki wilayah-wilayah pesisir lainnya dan pedesaan. Pada

tahap ini, para pedagang, dan ulama-ulama yang sekaligus Wali Songo dengan

murid-muridnya memegang peranan penting dalam penyebaran tersebut. Sunan

Giri mengutus dua santrinya yang keturunan Arab yang bernama Sayyid Yusuf al-

Anggawi untuk Madura bagian timur (Sumenep dan pulau-pulau di sekitarnya) dan

Sayyid Abdul Mannan al-Anggawi untuk bagian Madura barat (Bangkalan,

Sampang, dan Pamekasan).64

Kebanyakan orang Madura, penduduk desa adalah penganut agama Islam.

Tetapi dalam jemaah keagamaan, mereka menempati kedudukan yang khusus.

Sedangkan orang-orang luar memandang orang Madura sebagai orang yang sangat

61 Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, h. 554

62 Huub de Jonge, Madura dalam Empat Zaman: Pedagang, Perkembangan Ekonomi, Dan

Islam, Seri Terjemahan KITLV-LIPI, (Jakarta: PT Gramedia,1989). h. 241.

63 Afif Amrullah, Islam Madura, Jurnal Islamuna, V. 2 Nomor 1 Juni 2015, h.59.

64 Afif Amrullah, Islam Madura, h.59-60.

Page 51: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

41

beriman, dalam hal penghayatan terhadap ajaran agama dan semangat penyebaran

agama.65

Masyarakat Madura dikenal sebagai komunitas yang patuh dalam

menjalankan ajaran agama Islam. Karenanya, Madura dapat dikatakan identik

dengan Islam, meskipun tidak semua orang Madura memeluk agama Islam. Dengan

kata lain, Islam menjadi bagian dari Identik etnik. Dengan demikian, sebagai agama

orang Madura, Islam tidak hanya berfungsi sebagai refrensi kelakuan sosial dalam

kehidupan masyarakat. Akan tetapi, Islam juga merupakan salah satu unsur

penanda identitas etnik Madura. Kedua unsur tersebut saling menentukan dan

keanggotaan seseorang dalam kelompok etnik Madura sangat ditentukan oleh

kepemilikan identitas Islam pada orang tersebut. Karenanya dapat dikatakan bahwa

budaya yang berkembang di Madura merupakan representasi nilai-nilai Islam.66

Adapun klasifikasi berdasarkan agama yang berkembang di kalangan

masyarakat Madura, ada 4 tingkatan, yaitu:

a. Kyae (kyai)

Kyae menduduki lapisan paling atas, karena kyae dianggap sebagai guru bagi

santrinya dan bapak bagi masyarakatnya. Kyae adalah seseorang yang dikenal

sebagai pemuka agama Islam (ulama) karena banyak menguasai tentang

keilmuan Islam. Selain itu ia berfungsi sebagai pembina umat juga sebagai

penerus ajaran para Nabi.

b. Bindarah

Bindarah adalah orang-rang yang telah menyelesaikan pendidikannya di

pondok pesantren dan telah memiliki pengetahuan keagamaan yang cukup

banyak tetapi belum setara dengan pengetahuan kyae. Karena itu, ia menduduki

posisi kedua dalam lapisan sosial berdasarkan keagamaan. Walaupun ada pula

bindarah yang sudah banyak didatangi orang untuk nyabis (sowan) terutama

65 Huub de Jonge, Madura dalam Empat Zaman: Pedagang, Perkembangan Ekonomi, Dan

Islam, h. 239

66 Moh Hefni, Bhuppa’-Babhu-Ghuru-Rato, Jurnal Karsa, Vol.XI No. 1 April 2017, h. 13.

Page 52: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

42

di kampung yang agak jauh dari seorang kyae. Kalau di luar Madura dikenal

istilah gus dan ustadz.

c. Santre (santri)

Santre atau santri adalah mereka para pelajar yang masih sedang menuntut ilmu

di pondok pesantren.

d. Benne santre

Benne santre (bukan santri) adalah mereka yang tidak pernah mengaji kepada

kyae atau tidak pernah mondok di sebuah pondok pesantren. Mereka

menduduki lapisan sosial paling bawah, karena memang pengelompokan

berdasarkan keagamaan. Namun bisa saja seseorang yang bukan santri tapi

priyai maka dia lebih tinggi kedudukannya dari pada santri.67

Selanjutnya, tentang citra kepatuhan, ketaatan, atau kefanatikan orang

Madura pada agama Islam yang dianut tentu sudah lama terbentuknya, walaupun

kenyataan ini terluput dari liputan laporan para pengamat Belanda tempo dulu.

Secara harfiah mereka memang sangat patuh menjalankan syariat agama seperti

melakukan sembayang lima waktu, berpuasa, berzakat (pemberian wajib) dan

bersedakah (pemberian sukarela), serta berjihad (berkiprah di jalan agama). hasrat

mereka untuk menunaikan kewajiban naik haji besar sekali, sebagimana juga

dengan keinginan untuk belajar agama di pesantren alih-alih belajar ilmu

keduniawian di sekolah umum. Itulah sebab mengapa kiai haji sebagai guru dan

panutan keagamaan mendapat tempat yang terhormat di mata masyarakat

lingkungannya, sehingga secara keseluruhan ajaran Islam sangat pekat mewarnai

budaya dan peradaban Madura.68

Kefanatikan orang Madura terhadap agama Islam terkadang sampai ada

perilaku yang terlalu berlebihan semisal, khitanan merupakan kewajiban bagi orang

Islam, sehingga pria yang tak disunat di mata orang Madura terhitung kafir.

67 Samsul Ma’arif, The History Of Madura Sejarah Panjang Madura dari Kerajaan,

Kolonialisme sampai Kemerdekaan, (Yogyakarta: Araska, 2015), h. 44-45.

68 Mien Ahmad Rifai, Manusia Madura: Pembawaan, Perilaku, Etos Kerja, Penampilan,

dan Pandangan Hidupnya Seperti Dicitrakan Peribahasanya. h. 45.

Page 53: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

43

Umumnya mereka tidak menyadari bahwa agama orang Yahudi dianggapnya kafir

juga menyaratkan umatnya disunat.69

Demikian juga dalam budaya Madura untuk memasuki lingkungan

sosialnya, setiap insan manusia Madura perlu menjalani serangkaian upacara

peralihan kehidupan (rites of passage). Upacara yang berkaitan dengan titik-titik

simpul dalam daur kehidupan seseorang itu mempunyai senarai langkah dan

bagian-bagian yang dapat panjang sekali. Semisal sebelum seseorang dilahirkan

sudah diselenggarakan upacara pelet kandung untuknya, yaitu pada saat

keberadaannnya dalam rahim ibunya yang memasuki bulan ketujuh, upacara ini

biasanya ada pembacaan doa selamat dan sering pula dilakukan pembacaan riwayat

kelahiran Nabi Muhammad.

Begitu juga pada hari kelahirannya, telinga seorang bayi Madura akan

dibisiki azan, agar kat-kata pertama yang didengar seseorang itu adalah seruan

untuk bersembayang guna memenuhi tuntunan rukun agama Islam.70 Dengan

demikian, budaya Madura dan Islam memiliki satu kesatuan yang tidak terpisahkan

dalam melakukan kegiatan sehari-hari, khususnya dalam masalah budaya yang

hidup di masyarakat sebagaimana yang telah disebutkan di atas.

69 Mien Ahmad Rifai, Manusia Madura: Pembawaan, Perilaku, Etos Kerja, Penampilan,

dan Pandangan Hidupnya Seperti Dicitrakan Peribahasanya. h. 87.

70 Mien Ahmad Rifai, Manusia Madura: Pembawaan, Perilaku, Etos Kerja, Penampilan,

dan Pandangan Hidupnya Seperti Dicitrakan Peribahasanya. h. 83-84.

Page 54: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

44

BAB III

BUDAYA PEMINANGAN DI ROMBEN GUNA

SUMENEP MADURA

A. Gambaran Umum Desa Romben Guna

1. Letak Geografis dan Penduduk Desa Romben Guna

Pulau Madura terletak pada paralel 6’ 45’ LS – 7’ 15’ LS dan pada

meridian 112’ 15’ BT – 114’ 05’ BT, tembujur dari arah barat ke timur ditambah

dengan 77 buah pulau-pulau. Pulau itu dipisahkan dari jawa oleh selat Madura,

yang menghubungkan laut Jawa dengan laut Bali.1

Sumenep (bahasa madura: Songeneb) merupakan kabupaten ujung

paling timur pulau Madura. Nama Sumenep sendiri secara etimologi, berasal

dari bahasa Songennep. Gabungan dari kata Song yang mempunyai arti sebuah

cekungan, dan kata enneb (ennep) yang berarti endapan yang tenang. Maka

songenneb (songennep) berarti sebuah lembah (cekungan) yang tenang atau

sama dengan pelabuhan yang tenang.

Nama Songenneb sebenarnya dikenal sejak zaman kerajaan Singhasari

berkuasa di tanah Jawa, Madura dan sekitarnya. Hal ini dibuktikan dalam kitab

Pararaton tentang penyebutan daerah Sumenep.2

Selanjutnya, wilayah Desa Romben Guna secara geografis berada di

113°38’ BB - 113°40’ dan 7°8’ LU - 7°6’ LS. Dengan wilayah Desa Romben

Guna berada pada ketinggian 0 – 25 m dari permukaan air laut, dimana kondisi

dataran dengan kemiringan <3% sebanyak 131.87 Ha dan berombak dengan

kemiringan 3.1 – 15 % sebanyak 131.87 Ha.

1 Hub De Jonge, Madura Dalam Empat Zaman: Pedagang, perkembangan, Ekonomi dan

Islam. h. 3.

2 Samsul Ma’arif, The History Of Madura Sejarah Panjang Madura Dari Kerajaan,

Kolonialisme Sampai Kemerdekaan, h. 28-29.

Page 55: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

45

Secara Administrasi Desa Romben Guna terletak sekitar 3 Km dari Ibu

Kota Kecamatan Dungkek, kurang lebih 37 Km dari Kabupaten Sumenep,

dengan dibatasi oleh wilayah desa-desa tetangga diantaranya di sebelah Utara

berbatasan dengan Desa Taman Sare, sebelah Timur berbatasan dengan Desa

Bicabbi. Disebelah Selatan berbatasan dengan Selat Madura sedangkan

disebelah barat berbatasan dengan Desa Romben Rana.

Adapun pembagian wilayah pemerintahan Desa Romben Guna terdiri

dari atas 5 Dusun dengan 21 Rukun Tetangga (RT) yang meliputi :

a. Dusun Tengah terdiri atas 4 Rukun Tetangga

b. Dusun Babakol terdiri atas 3 Rukun Tetangga

c. Dusun Somor Penang terdiri atas 2 Rukun Tetangga

d. Dusun Somor Anyar terdiri atas 4 Rukun Tetangga

e. Dusun Pabengkoan terdiri atas 8 Rukun Tetangga

Dengan rincian KK per Dusun edisi Maret 2015 sebagai berikut :

a. Dusun Tengah 295 KK

b. Dusun Babakol 112 KK

c. Dusun Somor Penang 104 KK

d. Dusun Somor Anyar 304 KK

e. Dusun Pabengkoan 638 KK

Untuk melihat jumlah penduduk Desa Romben Guna dapat dilihat tabel

1 berikut ini :

Tabel 2.1

No

Dusun

Jumlah Penduduk Menurut Jenis

Kelamin

Laki-laki Perempuan

1. Dusun Tengah 357 426

2. Dusun Babakol 185 190

3. Dusun Somor Penang 178 196

Page 56: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

46

4. Dusun Somor Anyar 443 482

5. Dusun Somor Pabengkoan 638 741

Luas wilayah Desa Romben Guna sebesar 448,72 Ha. Luas lahan yang

ada terbagi dalam beberapa peruntukan, dapat dikelompokkan seperti untuk

fasilitas umum, pemukiman, pertanian, kegiatan ekonomi dan lain-lain. Luas

lahan yang diperuntukkan fasilitas pemakaman perkebunan siwalan dan kelapa,

tanah untuk jalan, bangunan umun/ pemukiman dengan luas 96,42 Ha.

Untuk aktifitas kegiatan perekonomian masyarakat pada umumnya yaitu

pertanian sedangkan peruntukan lahan untuk aktifitas ekonomi yang lain yaitu

lahan pertanian 352,30 Ha. Adapun jenis tanah pada umumnya termasuk jenis

ALUVIAL, dimana jenis tanah ini cukup sesuai untuk kegiatan pertanian namun

cukup labil, sehingga mengakibatkan banyak jalan di desa Romben Guna yang

cepat rusak.

Berdasarkan Data Administrasi Pemerintahan Desa, jumlah penduduk

yang tercatat secara administrasi. Survei Data Sekunder dilakukan oleh

fasilitator pembangunan Desa, dimaksudkan sebagai data pembanding dari data

yang ada di Pemerintahan Desa. Survei Data Sekunder yang dilakukan pada

bulan februari 2015 berkaitan dengan data penduduk pada saat itu, terlihat dalam

tabel 2 berikut ini :

Tabel 2.2

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Desa Romben Guna Tahun 2015

No Jenis Kelamin Jumlah Prosentase (%)

1. Laki-laki 1801 46,9 %

2. Perempuan 2035 53,1 %

Jumlah 3836 100 %

Page 57: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

47

Hasil survei data sekunder dibandingkan dengan data yang ada di

administrasi desa terdapat selisih 25 jiwa yang tidak tercatat dalam survei data

sekunder. Hal ini mendorong pemerintah desa untuk memperbaiki sistem

administrasinya dan melakukan pengecekan ulang terhadap terjadinya selisih

data penduduk tersebut sampai saat ini didapatkan kesimpulan sementara bahwa

terjadinya selisih tersebut dikarenakan banyaknya warga desa Romben Guna

yang tidak masuk dalam daftar administrasi kependudukan.

2. Kondisi Pendidikan dan Ekonomi Desa Romben Guna

Pendidikan adalah salah satu hal penting dalam memajukan tingkat

kesejahteraan pada umumnya dan tingkat perekonomian pada khususnya.

Dengan tingkat pendidikan yang tinggi maka akan mengdongkrak tingkat

kecakapan yang mendorong tumbuhnya keterampilan kewirausahaan. Dan pada

gilirannnya mendorong munculnya lapangan pekerjaan baru dengan sendirinya

dan akan membantu program pemerintah untuk pembukaan lapangan pekerjaan

baru guna mengatasi pengangguran. Pendidikan biasanya akan dapat

mempertajam sistematika sosial dan pola sosial induvidu, selain itu mudah

menerima informasi yang lebih maju. Di lihat dari tabel yang menunjukkan

tingkat rata-rata pendidikan warga Desa Romben Guna, dapat dilihat pada tabel

3 sebagai berikut :

Tabel 2.3

Jumlah Penduduk Tamat Sekolah Berdasarkan Jenis Kelamin

Desa Romben Guna Tahun 2015.

No Pendidikan L P Jumlah Prosentase (%)

1. Belum/Tidak Sekolah 598 680 1278 33,2%

2. Tidak Tamat SD 673 766 1441 37,5%

3. Tamat SD 344 402 756 19,6%

4. Tamat SLTP 105 104 198 5,6%

Page 58: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

48

5. Tamat SLTA 61 67 127 3,2%

6. Diploma I/II 5 2 7 0,1%

7. Akademi/Diploma III - - - -

8. Diploma IV/Strata I 14 14 28 0,7%

9. Strata II 1 0 1 0,1%

Jumlah 1801 2035 3836 100%

Secara umum mata pencaharian warga masyarakat desa Romben Guna

dapat teridentifikasi ke dalam beberapa bidang pencarian seperti : Nelayan,

Petani, Buruh Tani, Pegawai Negeri Sipil (PNS), Karyawan Swasta,

Perdagangan, Pedagang, Pensiunan Transportasi, Konstruksi, Buruh harian

Lepas, Guru, Wiraswasta yang secara langsung maupun tidak langasung telah

memberikan konstribusi terhadap perkembangan perekonomian masyarakat

Desa Romben Guna Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat

dilihat pada tabel 4 sebagai berikut :

Tabel 2.4

Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Desa Romben Guna Tahun 2015

No Macam Pekerjaan L P Jumlah

Prosentase

(%)Jumlah

Penduduk

1. Petani/Pekebun 376 443 819 21,4 %

2. Buruh Tani 108 127 235 6,1 %

3. Pegawai Negeri Sipil 9 2 11 0,3 %

4. Karyawan Swasta 21 25 46 1,2 %

5. Perdagangan 31 37 68 1,8 %

6. Pedagang 80 96 176 4,6 %

Page 59: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

49

7. Pensiunan - 3 3 0,1 %

8. Transportasi 12 - 12 0,3 %

9. Konstruksi 62 - 62 1,6 %

10. Buruh Harian Lepas 206 229 435 11,3%

11. Guru 13 11 24 0,6 %

12. Nelayan 655 - 655 17 %

13. Wiraswasta 86 6 92 24 %

Jumlah 1659 979 2638 68,7%

3. Kondisi Budaya dan Keagamaan Desa Romben Guna

Menurut perspektif budaya masyarakat di Desa Romben Guna sangat

kental dengan budaya Islam. Hal ini dapat dimengerti karena hampir semua desa

di Kabupaten Sumenep sangat kuat terpengaruh pusat kebudayaan Islam yang

tercermin dari keberadaan Pondok Pesantren-Pondok Pesantren yang ada di

Sumenep.

Latar belakang budaya, kita bisa melihat aspek budaya dan sosial yang

terpengaruh dalam kehidupan masyarakat. hubungannya dengan agama yang

dianut misalnya Islam sebagai agama mayoritas dianut masyarakat, dalam

menjalankannnya sangat kental dengan tradisi budaya Islam.

Perspektif budaya masyarakat di Desa Romben Guna masih sangat

kental dengan budaya ketimuran. Latar belakang budaya, kita bisa melihat aspek

budaya dan sosial yang berpengaruh dalam kehidupan masyarakat.

Hubungannya dengan agama yang dianut misalnya agama Islam sebagai agama

mayoritas dianut masyarakat, dalam menjalankan sangat kental dengan tradisi

budaya ketimuran.3

3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM) Romben Guna Tahun 2015-

2020, Pemerintah Desa Romben Guna Kecamatan Dungkek Kabupaten Sumenep Tahun 2015, h.15-

23.

Page 60: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

50

Pada dasarnya tradisi ketimuran bersumber dari agama-agama yang lahir

di dunia timur, dan hal itu cenderung dipengaruhi oleh ajaran Hindu dan Budha

membuat kebijaksanaan timur bersifat kontemplatif tertuju kepada tinjauan

kebenaran. Sikap pemikir timur lebih menekankan segi dalam dari jiwa dan

realitas di belakang dunia empiris dianggap sebagai suatu yang hanya lewat dan

khayalan. 4

Memang pada kenyataannya agama Hindu-Budha sudah melekat selama

600 tahun pada masyarakat Madura, tetapi penerimaan agama Islam secara

meluas merubah semuanya.5 Tradisi budaya ketimuran sendiri berkembang dan

banyak dipengaruhi ritual-ritual agama atau kepercayaan masyarakat sebelum

agama Islam masuk. Hal ini menjelaskan mengapa peringatan-peringatan

keagamaan yang ada dimasyarakat, terutama agama Islam dipeluk mayoritas

masyarakat, dalam menjalankannya muncul kesan nuansa tradisinya. Contoh

yang bisa kita lihat adalah peringatan tahun baru Hijriyyah dengan melakukan

do’a bersama di masjid dan mushalla-mushalla.

Contoh yang lain adalah ketika menjelang Ramadhan masyarakat

berbondong-bondong mendatangi kuburan/makam orang tuanya maupun

kerabat dan para leluhurnya untuk dibersihkan dan setelah itu melakukan tahlilan

bersama di masjid dan mushalla kemudian makan bersama saat itu juga. Contoh

yang lain lagi ketika peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, yang

diperingati di masjid-masjid dan mushalla dan ada juga yang diperingati dirumah

warga yang kehidupannya sudah diatas cukup. Biasanya pada peringatan ini

masyarakat menyediakan berbagai macam hidangan yang berupa buah-buahan,

ketan/palotan dan makanan serta membuat nasi tumpeng dan lain-lain.

Secara induvidu di dalam keluarga masyarakat Desa Romben Guna,

tradisi ketimuran dipadu dengan agama Islam juga masih tetap dipegang. Tradisi

4 Rohiman Notowidagdo, Ilmu Budaya Dasar berdasarkan Al-Quran dan Hadits, (Jakart:

Rajawali Pers, 2002), h. 58-62.

5 Afif Amrullah, Islam Madura, h.64.

Page 61: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

51

ini dilakukan selain sebagai kepercayaan yang masih diyakini sekaligus

digunakan sebagai media untuk bersosialisasi dan berinteraksi di masyarakat.

Perspektif agama masyarakat di Desa Romben Guna termasuk dalam

kategori masyarakat yang homogen. Hal ini dikarenakan sebagian besar

masyarakat Romben Guna beragama Islam. Secara kultural, pegangan agama ini

didapat dari hubungan kekeluargaan ataupun kekerabatan yang kental diantara

mereka. Selain itu perkembangan agama berkembang berdasarkan turunan orang

tua ke anak ke cucu. Hal ini membuat Islam mendominasi agama di Dusun-

Dusun Romben Guna. Bsgitu juga dengan pola-pola hubungan antara

masyarakat masih banyak dipengaruhi oleh kultur organisasi Islam, seperti

Nahdatul Ulama (NU).6

Tabel 2.5

Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama

Desa Romben Guna Tahun 2015

No Agama L P Jumlah Prosentase (%)

1. Islam 1801 2035 3836 100%

2. Katholik

3. Kristen

4. Hindu

5. Budha

Jumlah 1801 2035 3836 100%

Pada dasarnya orang Madura tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai agama

Islam yang mereka anut. Suatu fakta sosiologis tak terbantahkan bahwa hampir

seluruh orang Madura adalah penganut agama Islam. Ketaatan mereka pada

agama Islam sudah merupakan penjatidirian penting bagi orang Madura. Ini

6 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM) Romben Guna Tahun 2015-

2020, Pemerinta Desa Romben Guna Kecamatan Dungkek Kabupaten Sumenep Tahun 2015, h.23-

25..

Page 62: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

52

terindikasikan pada pakaian mereka yaitu samper (kain panjang), kebaya, burgo’

(kerudung) bagi kaum perempuan, sarong (sarung) dan songko’ (kopiah atau

peci) bagi kaum laki-laki sudah menjadi lambang keislaman khususnya di

wilayah pedesaan. Oleh karena itu, identitas keislaman merupakan suatu hal

yang amat penting bagi orang Madura.7

4. Bahasa Madura

Bahasa Madura sekarang dikenal ada tiga tingkatan. Bhasa maba atau

tingkat rendah (iya enje’) dipakai dalam pembicaraan antara penutur yang akrab

hubungannya, atau digunakan terhadap orang yang lebih muda usianya atau

lebih rendah status sosialnya, dalam suasana tidak resmi. Bhasa alos atau tingkat

tengah (enggi enten) dipergunakan oleh penutur yang kurang begitu akrab dalam

berkomunikasi secara formal, seperti antara penjual dan pembeli di pasar.

Adapun bhasa tengghi atau tingkat tinggi (engghi bhunten) dipergunakan dalam

suasana resmi, atau dipakai terhadap orang yang lebih tua dan lebih tinggi serta

terhormat kedudukan sosialnya. Khusus untuk kata ganti diri, masih dikenal

beberapa tingkat lagi. Kesebelah bawah ada bhasa mapas yang kasar sekali

(dhiri’ untuk aku dan seda atau selle’ untuk padanan engkau, serta juga kake’

yang aslinya berarti buyung untuk anak kecil). Kesebelah atas ada bhasa karaton

yaitu tingkatan-tingkatan yang dipakai dalam pembicaraan dengan keluarga

keraton, mulai dari abdina (abdimu) dan panjhennengangan (anda yang punya

nama), lalu yang lebih tinggi lagi abdi dhalem dan padhana (kaki anda) atau

sampeyan dhalem yang disingkat pyandhalem, dan yang tertinggi ghahhebbal

dhalem (budak anda) dan ajunan dhalem (hadapan anda-karena tidak berani

untuk mengacungkan langsung pada tubuhnya).

Di pulau Madura sekarang terdapat empat dialek utama bahasa Madura,

yaitu dialek Bangkalan (dipakai di daerah Bangkalan dan Sampang barat), dialek

Pamekasan (dipergunakan orang daerah Sampang timur dan Pamekasan), dialek

Sumenep (dipakai di daerah Sumenep dan pulau-pulai didekatnya), dan dialek

7 A. Latief Wiyata, Mencari Madura, (Jakarta:Bidik-Phronesis Publishing,2013), h. 3.

Page 63: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

53

Kangean yang dipakai kepulauan tersebut. Kecuali Kangean yang memiliki

banyak kosa kata agak berlainan, ketiga dialek lainnya tidaklah berbeda banyak.

Selanjutnya, beberapa dialek bahasa Madura juga masih ditemukan, karena

sudah berkembang pula di Pulau Bawean dan di dataran Jawa Timur.8

Bagi orang luar Madura, pelafalan dialek Sumenep dianggap terdengar

paling merdu, halus dan jelas, karena setiap suku kata diucapkan secara penuh

dan tegas. Kata ba’na dan jareya, misalnya, di Sumenep diucapkan akhir dengan

agak dipanjangkan menjadi ba’naa dan jareyaa, sedangkan di Pamekasan biasa-

biasa saja disampaikan secara utuh seperti tertulis ba’na dan jereya.9 Bahasa

merupakan salah satu identitas kelompok etnik akan tampak jelas dalam suatu

interaksi sosial masyarakat majemuk. Salah satu identitas orang Madura adalah

bahasa Madura.10

B. Adat Perkawinan di Madura

Elemen penting primordial yang selalu muncul (dan sengaja dimunculkan)

dalam interaksi sosial adalah ikatan kekerabatan. Dalam masyarakat Madura, ikatan

kekerabatan terbentuk melalui garis kekerabatan, baik dari keluarga berdasarkan

garis ayah maupun garis ibu (paternal and materrnal relatives). Pada umumnya,

ikatan kekerabatan antara sesama anggota keluarga lebih erat dari garis keturunan

ayah sehingga cenderung “mendominasi”. Ikatan kekerabatan orang Madura

mencakup sampai empat generasi keatas (ascending generations) dan ke bawah

(descending generations) dari ego.

Sistem kekerabatan masyarakat Madura dikenal tiga kategori sanak

keluarga atau kerabat, yaitu taretan dalem (kerabat inti), taretan semma’ (kerabat

dekat), dan taretan jhau (kerabat jauh). Di luar ketiga kategori ini disebut sebagai

oreng lowar (orang luar) atau “bukan saudara”. Dalam kenyataannya, meskipun

8 Mien Ahmad Rifai, Manusia Madura: Pembawaan, Perilaku, Etos Kerja, Penampilan,

dan Pandangan Hidupnya Seperti Dicitrakan Peribahasanya. h. 55.

9 Mien Ahmad Rifai, Manusia Madura: Pembawaan, Perilaku, Etos Kerja, Penampilan,

dan Pandangan Hidupnya Seperti Dicitrakan Peribahasanya. h. 56.

10 A. Latief Wiyata, Mencari Madura, h.106.

Page 64: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

54

seorang sudah dianggap sebagai oreng lowar tetapi bisa jadi hubungan

persaudaraannya lebih akrab dari pada kerabat inti, misalnya karena adanya ikatan

perkawinan.

Perkawinan semacam ini oleh orang Madura disebut mapolong tolang

(mengumpulkan tulang yang bercerai-cerai) karena dilakukan dengan maksud dan

tujuan untuk tetap memelihara, mempertahankan, melestarikan ikatan-ikatan

kekerabatan dan hubungan-hubungan persaudaraan yang sudah dianggap mulai

longgar misalnya karena proses interaksi antara keluarga yang kurang intens. Bagi

keluarga-keluarga tertentu, misalnya yang kondisi sosial ekonominya cukup baik,

perkawinan antara kerabat biasanya terselip maksud menjaga keberlangsungan

sumber daya ekonomi keluarga agar tidak beralih ke orang lain di luar kerabat.

Selain itu, perkawinan antar keluarga bermakna pula sebagai upaya memberikan

perlindungan terhadap harga diri kaum perempuan.11

Perkawinan salah satu ritus peralihan yang sangat penting dalam kehidupan

manusia-dilihat orang Madura sebagai kegiatan pemaduan dua keluarga menjadi

suatu satuan yang jauh lebih besar lagi. Oleh karena itu, suatu perkawinan perlu

melalui tahap-tahap untuk memungkinkan dilakukannya pengajakan dan

pengukuran tidak saja keserasian kedua calon pengantin tetapi juga keselarasan dan

kesetaraan kedua belah pihak keluarga yang akan dipersatukan. Langkah awal dapat

bermula dari suatu kegiatan nyalabhar (menyebarluaskan) atau ngen-ngangenaghi

(menganginanginkan) oleh suatu keluarga yang memiliki seorang anak perawan

atau anak perjaka. Pada suatu kesempatan yang terbuka, secara tidak langsung

dilontarkanlah keberadaan seorang anak perempuan atau laki-laki yang menginjak

umur dewasa sehingga siap untuk noro’patona oreng (ikut contoh perbuatan orang-

maksudnya sudah siap dikawinkan). Berita seperti ini biasanya langsung ditangkap

oleh orang yang biasa bertindak sebagai mak comblang, yang akan menimbang-

11 A. Latif Wiyata, Mencari Madura, h.104-105.

Page 65: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

55

nimbang kekuatan dan kelemahan sosok yang dianginanginkan tadi bila dijodohkan

dengan seorang calon yang berkesesuaian.12

Bagi masyarakat Madura, pada masa lalu merasa terhina apabila anak

perempuannya tidak cepat menikah meskipun anak perempuannya belum dewasa.

Namun, pemikiran tersebut kemudian ditinggalkan. Masih ada beberapa orang yang

melanggar undang-undang perkawinan yang berlaku yaitu, batas minimum yang

boleh menikah usia 16 tahun bagi anak perempuan dan 20 tahun bagi anak laki-

laki. Namun, ada tradisi menghindari pernikahan hingga saat ini masih tetap

diberlakukan dengan ketat, kecuali terpaksa seperti:

1. Dua orang tidak dinikahkan karena adanya sumpah dari kedua orang tua

mereka masing-masing seperti : sapettong toron ta’ ngala’a manto (hingga

tujuh turunan tidak akan mengambil menantu). Sumpah tersebut biasanya

karena adanya permusuhan antara dua keluarga tersebut. Walaupun anak-anak

mereka (kacong dan jhebbhing) saling menyukai. Sebaliknya, perkawinan

akan tetap dilangsungkan walaupun dalam kondisi dan situasi yang

bagaimanapun. Hal ini karena adanya wasiat seperti :

Ana’na ba’na moste’ judhuwaghi ban ana’na sapopona ba’dna

dhibi’(anaknya kamu harus dijodohkan dengan anaknya sepupunya kamu

sendiri) padahal anak-anak tersebut belum terlahir ke dunia”.

Demikian pula, walaupun kacong dan jhebbhing yang diwasiatkan sama-sama

tidak suka sekalipun demikan wasiat tersebut tetap akan dilaksanakan.

2. Rabbhu bhata, ungkapan ini untuk menggambarkan dua pasang suami istri.

Laki-laki dari pasangan pertama sesaudara dengan laki-laki pasangan suami

istri kedua. Demikian pula perempuan pasangan suami istri pertama sesaudara

dengan perempuan pasangan suami yang kedua. Pernikahan ini diusahakan

dihindari kecuali terpaksa.

3. Salep tarjha, ungkapan ini untuk menggambarkan dua pasang suami istri,

dimana pasangan pertama si istri bersaudara dengan laki-laki dari pasangan

12 Mien Ahmad Rifai, Manusia Madura: Pembawaan, Perilaku, Etos Kerja, Penampilan,

dan Pandangan Hidupnya Seperti Dicitrakan Peribahasanya.h. 88.

Page 66: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

56

kedua. Demikian pula suami pasangan pertama merupakan saudara dari

pasangan istri kedua. Jika dimungkinkan, pernikahan yang demikian dihindari

kecuali terpaksa.

4. Mapak balli, yaitu pernikahan yang juga dihindari kecuali terpaksa, yaitu

kacong dan jhebbhing adalah anak dari kedua orang laki-laki yang bersaudara.

5. Setiap perjodohan dihitung menurut hitungan “prembhun”. Baik kata primbon,

baik pula kata keluarga.

6. Tanggal dan bulan pernikahan orang tua tidak akan dijadikan sebagai tanggal

dan bulan pernikahan anaknya yang demikian dianggap tidak baik dan disebut

kotoju’anna oreng towa (tempat duduknya orang tua).

7. Dalam hal lain masih ada pantangan-pantangan laki-laki Madura dalam

memilih calon istri, seperti:

a. Mara dhin-dhadhin ngendu (seperti hantu di pendiangan) = dikatakan

kepadda gadis yang tidak merawat tubuhnya/tidak bersih.

b. Adang-dang ngellak (seperti burung pemakan bangkai kehausan)

dikatakan kepada perempuan yang anaknya selalu mati.

c. So-losso sendu’ (sendok kayu yang sudah aus) wajah perempuan yang

tidak cantik, tetapi juga tidak jelek bahkan manis/tipe ini disenangi laki-

laki Madura.

Bagi orang Madura menikahkan anak perempuan-nya merupakan

sesuatu yang memberi gengsi. Makin cepat anak perempuannya menikah makin

cepat pula gengsi itu diperolehnya. Oleh karena, itu pada masa lalu banyak sekali

anak perempuan Madura yang dinikahkan masih di bawah umur.13

Menurut masyarakat Madura semakin berani menikah semakin dianggap

sebagai laki-laki, anak perempuan semakin cepat laku semakin baik. Selain itu,

13 A.Sulaiman Sadik, Memahami Jati Diri, Budaya, dan Kearifan Lokal Madura,

(Surabaya: Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur, 2014), h.39-41.

Page 67: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

57

ada pandangan bahwa mengawinkan anak adalah hak dan kewajiban orang tua.

Oleh karena itu, orang tua berhak mencarikan jodoh bagi anak-anak mereka.14

C. Adat Peminangan di Madura

1. Pelaksanaan Adat Peminangan di Madura

Adat pelamaran bagi masyarakat adat merupakan suatu rangkaian yang

harus dilakukan sebelum melangsungkan sebuah perkawinan. Bagaimana

pelamaran ini harus dilaksanakan tidak diatur dalam undang-undang

perkawinan nasional ataupun di dalam hukum agama. hal mana berarti jika pria

dan wanita sudah sepakat untuk melangsungkan perkawinan bisa saja langsung

memberitahukan kepada pegawai pencatatan perkawinan sebagaimana diatur

dalam bab II pasal 2-9 PP No.9 Tahun 1975, tanpa melibatkan orangtua atau

keluarga.

Tetapi menurut hukum adat cara demikian itu dalam pandangan

masyarakat tercela, oleh karena perkawinan bukan saja perbuatan suci

sebagaimana diketahui ajaran agama, melainkan juga menyangkut nilai-nilai

kehidupan keluarga dan masyarakat.15 Tata tertib adat melamar diberbagai

daerah terdapat perbedaan, namun pada umumnya pelamaran itu dilakukan

oleh keluarga pria kepada pihak keluarga wanita. Tetapi dapat juga terjadi di

lingkungan yang sebaliknya, sebagaimana di lingkungan masyarakat

Minangkabau atau di rejang Bengkulu, pelamaran berlaku oleh pihak wanita

kepada pihak pria.

Diberbagai daerah cara melamar biasanya dilaksanakan dengan terlebih

dahulu pihak yang akan melamar mengirim utusan atau perantara (wanita atau

pria) untuk berkunjung kepada pihak yang dilamar dengan maksud melakukan

penjajakan.

14 Bambang Wibisono dan Akhmad Haryono, Wacana Perkawinan di Tapal Kuda,

(Jember: Tapal Kuda, 2016), h.46.

15 Suriyaman Mustari Pide, Hukum Adat dahulu,kini Dan Akan Datang, (Jakarta:

Prenadamedia Gruop,2014), h.34.

Page 68: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

58

Setelah penjajakan barulah dilakukan pelamaran secara resmi, oleh

keluarga/kerabat orang tua pihak pria pada waktu yang telah ditentukan

berkunjungan kepada pihak wanita dengan membawa “tanda lamaran” atau

“tanda pengikat”.

Tanda lamaran itu biasanya terdiri dari “sirih pinang” (tepak sirih), sejumlah

uang (mas kawin, uang adat), bahan makanan matang, bahan pakaian, dan

perhiasan. Bahan tanda lamaran ini disampaikan oleh juru bicara pihak pelamar

kepada pihak yang dilamar dengan bahasa dan peribahasa adat yang indah

sopan santun dan penuh hormat dengan memperkenalkan para anggota

rombongan yang datang, hubungan kerabatannya satu per satu dengan

mempelai pria .

Begitu pula juru bicara dari pihak wanita yang dilamar akan

menyatakan penerimaannya dengan pribahasa adat. Setelah selesai kata-kata

sambutan kedua pihak, maka barang-barang tanda lamaran itu diteruskan

kepada tua-tua adat keluarga kerabat wanita, kemudian kedua pihak

melanjutkan perundingan untuk mencapai kesepakatan tentang hal-hal, sebagai

berikut :16

a. Besarnya uang jujur (uang adat, denda adat, dan lain sebaginya) dan mas

kawin.

b. Besarnya uang permintaan (biaya perkawinan dan lain-lain) dari pihak

wanita.

c. Bentuk perkawinan dan kedudukan suami istri setelah perkawinan.

d. Perjanjian-perjanjian, selain taklik talak.

e. Kedudukan harta perkawinan (harta bawaan dan lain-lain).

f. Acara dan upacara adat perkawinan.

g. Waktu dan upacara, dan lain-lain.

Begitu juga dalam adat peminangan di Madura ada tradisi abhakalan,

Abhakalan adalah proses mengikat dua orang anak berlainan jenis (remaja,

16 Suriyaman Mustari Pide, Hukum Adat dahulu,kini Dan Akan Datang, h.36.

Page 69: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

59

bahkan dahulu anak-anak) dalam sebuah ikatan yang “mirip” tunangan.

Konsep bhakalan dan tunangan memang berbeda. Sayangnya, orang kadang

sembarangan menyamakan makna abhakalan dan tunangan. Kesamaannya,

proses abhakalan dan tunangan berlangsung pra-pernikahan. Tetapi jeda waktu

dari abhakalan ke pernikahan tidak sama dengan tunangan. Tradisi Jawa atau

Sunda, jeda tunangan ke pernikahan tinggal menghitung hari atau bulan.

Artinya jarak dari pertunangan ke pernikahan tidak lama.

Tradisi abhakalan jedah waktunya ke pernikahan tidak pasti. Banyak

yang justru lama. Maka biasa dalam tradisi Madura, orang baru menikah

setelah lima tahun bertunangan, bahkan bisa tujuh sampai sepuluh tahun. Hal

itu karena, kebanyakan yang abhakalan masih usia remaja dan bersekolah.17

Bhakal adalah istilah untuk calon suami atau istri. Seseorang sudah

dianggap sebagai bhakal apabila ia telah secara resmi memperoleh pinangan.

Proses abhakalan biasanya dimulai dari adanya utusan pihak keluarga laki-laki

yang mendatangi pihak keluarga perempuan. Pada mulanya kedatangannya

hanya sekedar menanyakan apakah anak perempuan keluarga itu sudah terkait

abhakalan dengan orang lain ataukah belum. Jika ternyata anak perempuan

tersebut sudah terikat oleh bhakalnya orang lain, maka tugas utusan berakhir

sampai di batas itu saja. Akan tetapi bila ternyata anak perempuan tersebut

belum terikat dalam abhakalan, tahap berikutnya ialah utusan merundingkan

langkah berikutnya tentang hari yang baik untuk melamar.

Pada hari yang telah ditentukan dan disepakati barulah pihak orang tua

anak laki-laki datang ke rumah keluarga pihak anak perempuan dengan maksud

meminang anak perempuan tersebut, sebagai calon tunangan anak laki-laki

mereka. Pada saat itulah seseorang, baik anak laki-laki maupun anak

17 A Dardiri Zubairi, Rahasia Perempuan Madura Esai-Esai Remeh Seputar Kebudayaan

Madura, (Surabaya: Andhap Asor dan Al-Afkar Press, 2013), h.78.

Page 70: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

60

perempuan sudah dapat disebutkan abhakalan ’bertunangan’. Bhakal berarti

‘tunangan’.18

2. Pemilihan Jodoh

Tradisi pertunangan dilakukan sebelum upacara pernikahan dilakukan.

Untuk mereka yang belum saling mengenal satu sama lain acara pertunangan

dilakukan sebagai salah satu usaha pendekatan dan penyesuaian antara kedua

belah pihak keluarga calon mempelai laki-laki dan keluarga calon mempelai

perempuan. Acara pertunangan dapat dilangsungkan setelah kedua belah pihak

sepakat bahwa kedua anak mereka akan dinikahkan.19

Sebelum menikah harus memilih pasangannya yang benar-benar cocok

dan dapat membimbingnya di dunia dan di akhirat agar terciptanya perkawinan

yang ideal. Sehingga dalam adat Madura tidak sembarangan dalam

menentukan pasangan. Cara memilih jodoh untuk perkawinan yang ideal

menurut adat Madura apabila :20

a. Seagama (Islam) dan taqwa

b. Satu suku agar dipermudah dalam berkomunikasi dan beradat

c. Menurut pertimbangan bibit, bebet-bobot sudah tepat. Dan harus anak sah,

bukan hasil zina, serta tahu adat

d. Dalam lingkungan kerabat sendiri dan menghindari umur wanitanya lebih

tua

e. Usia yang pantas bagi anak perempuan kawin ialah setelah akil baliq

(sebab bila agak tua sedikit belum mendapatkan jodoh sudah

dipergunjingkan orang sebagai “peraben towa ta’paju alake” (perawan tua

tidak laku)

18 Soegianto, laporan penelitian Ensiklopedi Madura III departemen pendidikan dan

kebudayaan universitas Jember tahun 1992, h.30.

19 Bambang Wibisono dan Akhmad Haryono, Wacana Perkawinan di Tapal Kuda, h.49.

20 Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Jawa Timur, buku diambil dari rumah anjungan

Jawa Timur di Taman Mini Indonesia, h.120.

Page 71: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

61

f. Menurut orang Madura si laki-laki harus “lanceng kepanceng” (jejaka) dan

si perempuan harus “peraben” (perawan).

D. Tata Cara Pelaksanaan Peminangan di Madura

Perkawinan di Madura biasanya melewati proses pertunangan bahkan, pada

masa lalu ada dua keluarga yang telah mempertunangkan anak-anaknya sebelum

anak-anak tersebut dilahirkan ke dunia seakan-akan mereka sudah tahu jenis

kelamin anak-anak mereka yang belum dilahirkan tersebut.21 Prosesi penangan atau

lamaran sebagai tahap yang dilakukan sebelum perkawinan berlangsung, yaitu

keluarga dan calon pengantin laki-laki mendatangi kediaman calon pengantin

wanita dengan tujuan untuk memastikan bahwa sang calon pengantin wanita

bersedia menikah dengan sang calon pengantin pria, ada yang berlangsung sebagai

berikut :22

1. Ngangene (Memberi Angin/Memberi Kabar)

Tahap ini adalah tahap penjajakan. Tahap ini dilakukan untuk

mengetahui apakah calon yang diharapkan benar-benar masih belum ada yang

mengikat dan mengetahui sejauh mana kemungkinan pihak pria dapat diterima

oleh keluarga pihak wanita. Setelah terjadi kesepakatan antara keluarga

lanceng (perjaka) dengan keluarga praben (gadis), maka tahapan penjajakan

telah selesai dilakukan. Terutama bagi masyarakat Madura, yang menjadi

bahan pertimbangan bagi masyarakat Madura yang menjadi bahan

pertimbangan utama agar bisa diterima adalah persoalan agama. Masyarakat

Madura tergolong sangat taat pada ajaran agama Islam.

Hal penting juga dilakukan orang Madura ialah sangat menolak untuk

mengambil manantu yang tidak becus. Dalam hal ini, penyair lama Madura

melukiskannya dalam syair tetembangannya, seperti dalam lagu

21 A. Sulaiman Sadik, Memahami Jati Diri, Budaya, dan Kearifan Lokal Madura, h. 41.

22 Bambang Wibisono dan Akhmad Haryono, Wacana Perkawinan di Tapal Kuda, h. 69-

72.

Page 72: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

62

Pingpilo

Ping pilo, to’enda’ nyempang lorongnga

Ping pilo, lorongnga etombuwi nanggher

Ping pilo ta’ enda’ ngala’ toronna

Ping pilo toronna oreng ta’ bhender.

Terjemahannya :

Ping pilo tak mau lewat di jalannya

Ping pilo jalannya ditumbuhi pohon nangger

Ping pilo tidak mau mengambil keturunannya’

Ping pilo keturunannya orang tak becus.23

2. Araba Pagar (Membabat Pagar/Perkenalan antara Orang Tua)

Tahap ini adalah tahap pertemuan antara kedua keluarga calon

mempelai sebagai perkenalan. Pada acara ini, ada tradisi ater tolo, yaitu

keluarga mempelai pria membawakan kosmetik, beras dan pakaian adat

Madura untuk mempelai wanita. Kemudian kedua keluarga mengadakan

nyaddek temo, yakni penentuan hari dan tanggal pernikahan. Seminggu

setelahnya, keluarga perempuan membalas kedatangan keluarga calon

mempelai pria dengan membawa hidangan nasi dan lauk pauknya.

3. Alamar Nyabe’ Jajan (Melamar)

Sebelum perkawinan dilaksanakan, terlebih dahulu pihak laki-laki

mengadakan lamaran (peminta). Alat-alat yang dipersiapkan untuk lamaran

antara lain: sapu tangan, minyak wangi dan uang sekadarnya. Ketiga alat

tersebut diantarkan oleh ketua dari pihak laki-laki. Alat-alat tersebut adalah

sebagai bukti bahwa seorang perempuan telah resmi bertunangan dengan

seorang laki-laki.

4. Ater Tolo/Teket Petton (Alat Lamaran)

Dengan berjalannya waktu, tiba saatnya pihak laki-laki untuk

mengantarkan sesuatu sebagai pelengkap acara pinangannya (teket petton).

Sesuatu tersebut adalah: kocor (cucur), polot (ketan) yang sudah dimasak, sirih

23 A. Sulaiman Sadik, Memahami Jati Diri, Budaya, dan Kearifan Lokal Madura, h. 42.

Page 73: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

63

dan pinang, pekaian lengkap seorang wanita, seperti sarung, kerudung, baju,

alat-alat perhiasan (make up), dan lain

5. Nyedek Temo (Menentukan Saat Hari Perkawinan)

Apabila proses lamaran sudah dilaksanakan maka setelah itu para pihak

dari keluarga akan menentukan kapan pelaksanaan pernikahan dilaksanakan.

Masyarakat Madura, jika perkawinan ingin dipercepat, biasanya yang dibawa

dilengkapi dengan pisang susu yang berarti kesusu tidak ketinggaln sirih dan

pisang, seperangkat pakaian dan ikat pinggang (stagen) yang menandakan

bahwa anak gadisnya sudah ada yang mengikat. Hantaran dari pihak laki-laki

digelar di atas meja di depan tamu. Setelah penyerahan, sang gadis dibawa

masuk dan pada saat pertengahan acara lamaran gadis tersebut akan dibawa

keluar bermaksud untuk diperkenalkan. Setelah itu, sang gadis diminta salaman

kepada calon suami dan songkem (bersalaman cium tangan) kepada calon

mertua. Calon mertua sudah siap dengan amplop yang berisi uang untuk calon

menantunya. Setelah para tamu pulang oleh-oleh dari calon pangantin laki-laki

dibagikan kepada pini sepuh, sanak famili, dan tetangga dekat dengan tujuan

memberitahu bahwa anak gadisnya sudah ada yang meminta atau bertunangan.

Pada malam harinya calon pengantin laki-laki di ajak untuk diperkenalkan

dengan calon mertuanya.

Sambil menunggu kedatangan hari pernikahan, hubungan kekeluargaan

antara kedua belah pihak terus semakin dipererat dengan saling mesekket batton

(mengukuhkan ikatan pinggir balai-balai). Untuk itu kedua keluarga antar-

mengantar masakan di hari lebaran dan bulan-bulan suci Islam lainnya. Serta saling

berkirim makan kapan saja terbuka kesempatan, sebagai tanda pengukuhan

penyambung tali kekeluargaan. Abhakalan yang hubungan kekeluargaannya tidak

dipelihara secara baik dapat berakibat gagalnya ikatan. Dan hal itu dilanjutkan

sampai pelaksanaan perkawinan karena epaburung (diputus), dengan alasan sobung

paste (tidak merupakan suratan takdir) untuk menjodohkan keduanya.24

24 Mien Ahmad Rifai, Manusia Madura: Pembawaan, Perilaku, Etos Kerja, Penampilan,

dan Pandangan Hidupnya Seperti Dicitrakan Peribahasanya. h. 90.

Page 74: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

64

E. Tradisi Nyabek Toloh dalam Peminangan di Desa Romben Guna

1. Pengertian Nyabek Tolo dalam Peminangan Menurut Masyarakat Desa

Romben Guna

Toloh menurut bahasa Madura memiliki arti keramas, begitu juga dengan

tradisi toloh dalam peminangan yaitu mengantarkan ramuan-ramuan tradisional

yang fungsinya ada dua, pertama adalah ramuan khusus mandi besar, yang kedua

adalah untuk lulur dan barang yang diantarkan itu namanya “paparem”.

Sedangkan kata Nyabek memiliki arti meletakkan ataupun memberikan sesuatu,

bila digabung dua kata nyabek dan toloh memiliki arti memberikan toloh.25

Pengertian di atas diperoleh dari pengalaman informan waktu masa kecil,

dimana dia sering kumpul dengan para sesepuh26 kampung, dan selama dia

berinterkasi tidak ada sedikitpun riwayat tertulis mengenai arti dari toloh itu

sendiri, yang ada hanya sebuah pelaksanaan tradisi yang sudah turun temurun.

Riwayat tentang pemberian toloh ini lebih identik dengan alat mandi, karena

menurut orang Madura mandi keramas itu disebut atoloh, kalau semua dibasahi

dari rambut sampai kebawah disebut atoloh.27

Dalam hal ini dipertegas oleh budayawan Madura yaitu D Zawawi Imron

bahwa sebelum masuknya Islam ke Madura budaya tulis sangatlah kering sekali.

Yang ada hanya cakna ka cakna28 dan hal itu rawan adanya perubahan setiap

zamannya. Hampir bisa dikatakan orang Madura tidak punya budaya tulis,

semisal kata-kata sontok tidak ada dalam kamus tapi yang ada ghursong.29 Sama

25 Wawancara Pribadi dengan Rakso (Tokoh Masyarakat), Romben Guna 12 Oktober

2017. 26 Sesepuh adalah orang yang dituakan di kampung ataupun di keluarganya dan secara umur

juga sudah tua, dan biasanya yang memberikan tahu tentang tradisi-tradisi turun temurun dari

dahulu.

27 Wawancara Pribadi dengan Rakso (Tokoh Masyarakat), Romben Guna 12 Oktober 2017.

28 Cakna ka cakna adalah sebuah informasi yang sumbernya dari ucapan ke ucapan.

29 Ghursong dalam kamus bahasa Madura memiliki arti melubangi dengan paksa

menggunakan galah, lihat Kamus Bahasa Madura Madura-Indonesia disusun oleh Pemerintah

Kabupaten Pamekasan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan,2007, h. 90.

Page 75: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

65

halnya dengan pengertian toloh tidak ada catatan khusus yang terangkum dalam

buku-buku ilmiah, yang ada hanya tradisi yang membumi di masyarakat.30

Begitu juga dengan istilah barang yang diberikan yaitu paparem juga

tidak ada dalam kamus dalam bahasa Madura, ini merupakan bahasa lokal yang

digunakan dalam menyebut sebuah barang yang akan diberikan dalam tradisi

toloh tersebut. Paparem itu adalah barangnya sedangkan toloh itu istilahnya

pemberian orangtua dari pihak laki-laki pergi ke pihak perempuan. Hal itu

dinamakan nyabek toloh (meletakkan toloh) dan yang diantarkan itu namanya

paparem dan itu untuk bhakal perempuan.31

Oleh karena itu, Anshori berpendapat bahwa nyabek toloh itu adalah

sebagai tradisi sangkolan,32 dalam artian tradisi ini merupakan bagian dari

peninggalan sesepuh. Tradisi nyabek toloh harus tetap dipertahankan walaupun

ada perubahan zaman yang mempengaruhinya, baik terhadap pola pemberian

ataupun barang yang diberikan saat melaksanakan tradisi nyabek toloh.33

Sebagaimana Rakso mempertegas bahwa wajib bagi adat untuk memberikan

toloh kepada bhakalnya sebagai mana yang telah ditentukan di masyarakat.34

2. Pemberian Tradisi Nyabek Toloh

Adapun jika diurutkan proses peminangan hingga pemberian toloh di

Desa Romben Guna, sebagaimana penulis dapatkan dari catatan tertulis tokoh

masyarakat yaitu Rahman, sebagai berikut :35

a. Angen-angenan (memberi kabar)

30 Wawancara Pribadi dengan D Zawawi Imron (Budayawan Madura), Batang-batang 8

Oktober 2017.

31 Wawancara Pribadi dengan Rakso (Tokoh Masyarakat), Romben Guna 12 Oktober 2017.

32 Sangkolan berasal dari kata sangkol yang memiliki arti pusaka peninggalan, lihat Asisi

Safioedin, Kamus Bahasa Madura-Indonesia, (Jakarta: Pusat Pembinaan Dan Pengembangan

Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977), h. 200.

33 Wawancara Pribadi dengan Anshori (Tokoh Agama), Romben Guna 7 Oktober 2017.

34 Wawancara Pribadi dengan Rakso (Tokoh Masyarakat), Romben Guna 12 Oktober 2017.

35 Hasil tulisan tertulis dari narasumber Rahman sebagai tokoh masyarakat di Desa Romben

Guna Kecamatan Dungek Kabupaten Sumenep Madura.

Page 76: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

66

b. Mabada pangada’ menta aki’ ka bhisan bini’ (mengadakan utusan minta

kepada keluarga perempuan)

c. Elamar (melamar)

d. Bada jajan lamaran cam ma cam mah jajan (ada jajan lamaran yang

bermacam-macam)

e. Deri bhisan laki’ ka bhisan bini’ (dari keluarga laki-laki pergi kekeluarga

perempuan)

f. Saminggu belesan dari bhisan bini’ (semingu kemudian balesan dari

keluarga perempuan)

g. Semarenah ka’dintoh.(setelah itu)

h. Ater tolo sabban taon (mengantarkan tolo setiap tahun)

i. Bulan ramadhan/poasa (bulan ramadhan/puasa)

j. Issena tolo beddha : (isinya toloh ada)

1. Kalambi (baju)

2. Sandal (sandal)

3. Bedda’ (make up)

4. Pesse (uang)

5. Ben kodung (dan kerudung)

k. Bile tellasan bhakal amaen ka bhakal bini’ (apabila lebaran tunangan

silaturrohim ke tunangan perempuan)

l. Dari bhakal bini’ amaen ka bhakal lake’ agi ba jajan bile molea bhakal bini

e berre’ pesse mon bhakal lake’ (dari bhakal perempuan silaturrahmi ke

bhakal laki-laki membawa kue dan nanti ketika pulang tunangan perempuan

diberikan uang oleh tunangan laki-laki )

Page 77: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

67

BAB IV

IMPLIKASI TRADISI NYABEK TOLOH DALAM PEMINANGAN

DI ROMBEN GUNA

A. Aturan Tradisi Nyabek Toloh dalam Peminangan di Desa Romben Guna

1. Konsep Peminangan di Desa Romben Guna

Abhakalan (peminangan) adalah proses mengikat dua orang anak berlainan

jenis (remaja, bahkan dahulu anak-anak) dalam sebuah ikatan yang “mirip”

tunangan. Konsep abhakalan dan tunangan memang berbeda. Sayangnya, orang

kadang sembarangan menyamakan makna abhakalan dan tunangan. Kesamaannya,

proses abhakalan dan tunangan berlangsung pra-pernikahan. Tetapi jeda waktu dari

abhakalan ke pernikahan tidak sama dengan tunangan. Tradisi Jawa atau Sunda,

jeda tunangan ke pernikahan tinggal menghitung hari atau bulan. Artinya jarak dari

pertunangan ke pernikahan tidak lama.

Tradisi abhakalan jeda waktunya ke pernikahan tidak pasti. Banyak yang

justru lama. Maka biasa dalam tradisi Madura, orang baru menikah setelah lima

tahun abhakalan, bahkan bisa tujuh sampai sepuluh tahun. Hal ini karena

kebanyakan yang abhakalan masih usia remaja dan bersekolah.1 Sama juga dengan

yang terjadi di Desa Romben Guna hampir rata-rata abhakalan sejak masih kecil,

bahkan sejak baru lahir sudah ditanyakan oleh para tetangganya yang mempunyai

maksud mapolong tolong (mengumpulkan tulang) atau menjadikan keluarga dengan

jalur abhakalan tersebut.2

Ta’aruf (perkenalan) dalam masa peminangan merupakan langkah awal

dalam proses menuju perkawinan dan orientasinya untuk mengetahui sifat dan

1 A Dardiri Zubairi, Rahasia Perempuan Madura Esai-Esai Remeh Seputar Kebudayaan

Madura, h.78.

2 Wawancara Pribadi dengan Rahman (Tokoh Masyarakat), Romben Guna 7 Oktober 2017.

Page 78: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

68

karakter antara pihak perempuan dan pihak laki-laki.3 Tradisi abhakalan di Madura

memiliki tujuan yang serupa yaitu proses untuk menjajaki antara bhakal bini’

(tunangan perempuan) dan bhakal lake’ (tunangan laki-laki), walaupun prosesnya

lebih lama dari pada biasanya di daerah luar Madura.

Selanjutnya, dalam masyarakat Madura, abhakalan yang terjadi umumnya

bukan untuk menandai telah dekatnya waktu pernikahan, akan tetapi lebih pada

menandai ikatan antara seseorang gadis dan lelaki.4 Sebagaimana yang diungkapkan

oleh Rakso bahwa lebih membudaya orang abhakalan dari pada pacaran, karena

kekuatannya sama yaitu bisa batal juga. Orang berpacaran diidentik bahwa

perempuan itu sudah menjadi milik dan laki-laki lain tidak boleh mengganggunya,

sama halnya dengan aspek kepemilikan pertunangan yaitu sebagai tanda.5

Adapun perbedaan antara abhakalan di Madura dan luar Madura secara

umum adalah prosesi pelaksanaannya, diantaranya barang-barang yang dibawa saat

lamaran. Ada berbagai macam-macam makanan yang harus disuguhkan dalam

prosesi lamaran, dan hal itu yang membedakan dengan yang lain, semisal harusnya

ada mostomos,6 yang mana isinya meliputi lepet, kocor (cucur),dan lain sebagainya.7

Begitu juga dengan tradisi nyabek toloh merupakan salah satu bagian dari

prosesi abhakalan yang harus dijalankan oleh setiap orang Madura, khususnya

masyarakat Desa Romben Guna. Karena ini termasuk pembeda dengan tradisi yang

ada di luar Madura. Dengan demikian, konklusi sementara penulis bahwa ada

3 Abdul Hadi, Pergaulan Calon Suami Istri Pada Masa Pra Peminangan Di Sawunggaling

Wonokromo Surabaya, Jurnal Al-Hukama Vol 04, No 02, Desember 2014, h. 386.

4 Masyithah Mardhatillah, Perempuan Madura sebagai simbol Prestise dan pelaku Tradisi

perjodohan, h. 169.

5 Wawancara Pribadi dengan Rakso (Tokoh Masyarakat), Romben Guna 12 Oktober 2017.

6 Mostomos adalah barang-barang yang diberikan menjelang pernikahan dan wajib harus

memberi, ketika tidak bisa memberikan sebelum pernikahan, maka pemberiannya waktu pelet kandung.

7 Wawancara Pribadi dengan D Zawawi Imron (Budayawan Madura), Batang-batang 8 Oktober

2017.

Page 79: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

69

perbedaan antara abhakalan di Madura dengan di luar Madura. Terletak pada jeda

waktu ke pernikahan hingga pada prosesi abhakalan yang harus dijalankan oleh

setiap masyarakat Madura.

2. Prosesi Pelaksanaan Tradisi Nyabek Toloh

Sebelum memasuki tradisi nyabek toloh ada prosesi awal dalam kebiasaan

masyarakat Desa Romben Guna dalam melaksanakan abhakalan, yaitu dimulai dari

ngangene, araba pagar, alamar nyabe’ jajan sampai dengan tahap pemberian

tradisi nyabek toloh tiap tahun tersebut. Kegiatan pertama-tama masang ngen-angen

(memberi kabar) ditujukan untuk memberi informasi pendahuluan kepada pihak

keluarga perempuan. Kegiatan ini sekaligus ditujukan untuk memberi tanda kepada

masyarakat sekitar tempat tinggal pihak perempuan bahwa gadis yang dipasang

ngen-angen tersebut sudah ada yang hendak mengikatnya ataupun bisa juga untuk

mengetahui status perempuan tersebut sudah ada yang memiliki atau tidak.

Semisal Saiwah pada waktu melaksanakan ngangene, ataupun awal mau

membhakalkan anaknya, terlebih dahulu harus mencari orang yang dapat dipercaya

untuk dijadikan ngangene supaya lamaran bisa diterima.8 Setelah ada tanda-tanda

diterima, pihak keluarga laki-laki biasanya menyuruh pengade’9 memberitahu

kepada pihak perempuan bahwa ada yang hendak melamarnya. Kebiasaan

penunjukan pengade’ adalah orang yang sudah lumrah di masyarakat dijadikan

sebagai pengade’ ataupun orang yang disegani oleh keluarga yang akan dipinang.

Walaupun ada yang demi alasan kepraktisan dilakukan langsung oleh orangtua

pihak laki-laki.10

8 Wawancara Pribadi dengan Saiwah (Masyarakat), Romben Guna 9 Oktober 2017.

9 Pengade’ adalah orang yang menjadi pendahulu atau perantara pada saat pertama kali hendak

melamar.

10 Wawancara Pribadi dengan Rihwah (Tokoh Masyarakat/pengade’), Romben Guna 9 Oktober

2017

Page 80: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

70

Setelah dilakukan acara angen-angenin, yaitu pihak keluarga laki-laki

beserta kerabat dekat dan para tetangga datang ke rumah pihak perempuan untuk

nale’e (mengikat) pihak perempuan dengan membawa tumpeng, seperangkat

pakaian, cincin, dan kue, sebagai nale’e (pengikat). Setelah keluarga pihak laki-laki

pulang, kue dibagikan kepada para kerabat dekat dan para tetangga pihak

perempuan sebagai bentuk pemberitahuan bahwa putrinya sudah ada yang

mengikat.

Setelah itu, satu minggu kemudian, pihak perempuan membalas silaturrahim

pihak laki-laki dengan cara mendatangi pihak keluarga laki-laki. Membawa kue-kue

sumbangan dari berbagai pihak keluarga besar perempuan dan memberikannya

seseuai dengan pemberian dari pihak keluarga laki-laki tersebut.

Pemberian di atas disebut dengan nyabek toloh yaitu memberikan barang-

barangnya perempuan dan kue-kue pada saat awal abahkalan. Namun, berbeda

dengan titik fokus pembahasan penulis, yaitu tradisi nyabek toloh yang dilakukan

pada saat abhakalan (masa menunggu ke pernikahan), bila yang pertama

dilaksanakan pada saat pertama lamaran, maka tradisi nyabek toloh yang akan

dibahas lebih detail pada tradisi pemberian setiap tahun.

Kebiasaan tradisi nyabek toloh dilakukan pada tahun pertama abhakalan

sampai dengan akad menikah, dan hal itu dilaksanakan setiap tahun menjelang hari

raya Idul Fitri. Bila abhakalan selama enam belas tahun berarti dia harus

memberikan selama enam belas kali toloh, dan yang umum di masyarakat biasanya

abhakalan sampai puluhan tahun, karena abhakalan sudah semenjak kecil.11

Mengenai waktu pemberian tersebut hampir semua informan menjawab

pada saat sebelum hari raya Idul Fitri pelaksanaan tradisi nyabek toloh itu

dilaksanakan. Terkadang ada sebagian yang berbeda bila bertunangan dengan orang

11 Wawancara Pribadi dengan Anshori (Tokoh Agama), Romben Guna 7 Oktober 2017.

Page 81: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

71

luar daerah, semisal sebagaimana pengakuan Niwana bahwa dia dari pihak

perempuan juga memberi balasan kepada pihak laki-laki pada waktu Idul Adha,

karena dia bhisanan12 dengan orang desa Jedung, maka harus menggunakan tradisi

yang ada di desa Jedung juga, walaupun bila dikategorikan pemberian pada waktu

Idul Adha itu bukan sebagian dari tradisi toloh.13

Proses pemberiannya biasanya dilakukan oleh bhisan keluarga laki-laki

memberi kepada bhisan perempuan, untuk yang memberikan biasanya ibu dari anak

laki-laki tersebut.14 Sebagaimana pengakuan dari Idris bahwa dia tidak tahu sama

sekali dalam masalah pemberian toloh tersebut, karena dia sejak kecil sudah

dijodohkan oleh orang tua. Berbeda dengan pengakuan Eva dia tahu tentang toloh,

karena dia menerima hasil dari pemberian tersebut, dan dia mendapatkan toloh

berupa uang dua ratus ribu rupiah dari bhisan laki-laki untuk pertama kali selama

dia abhakalan baru menginjak tujuh bulan.15

Jumlah pemberiannya tergantung dari status sosial ekonomi dari orang yang

melakukan tradisi nyabek toloh, bila orang kaya bisa mencapai angka satu juta

beserta alat-alat mandi perempuan, berbeda dengan orang yang berstatus orang biasa

maka pemberian hanya bisa dua ratus ribuan saja sudah beserta alat mandinya.

Umumnya di masyarakat Romben Guna pemberian itu berjumlah dua ratus ribuan

hingga lima ratus ribuan saja. Sebagaimana Eva saat pertama kali mendapatkan

toloh dari tunangannya yaitu sebesar dua ratus ribu rupiah.16

12 Bhisanan adalah penyebutan untuk dua keluarga yang sedang melaksanakan bha-bhakalan

dan bisa juga disebut sebagai orang tua nya yang abhakalan atau calon mertua, lihat Kamus Bahasa

Madura; Madura-Indonesia disusun oleh Pemerintah Kabupaten Pamekasan Dinas Pendidikan dan

Kebudayaan, 2007, h.33.

13 Wawancara Pribadi dengan Niwana (Masyarakat), Romben Guna 9 Oktober 2017.

14 Wawancara Pribadi dengan Rahman (Tokoh Masyarakat), Romben Guna 7 Oktober 2017.

15 Wawancara Pribadi dengan Eva Nur Fauza (Masyarakat), Romben Guna 9 Oktober 2017.

16 Wawancara Pribadi dengan Eva Nur Fauza (Masyarakat), Romben Guna 9 Oktober 2017.

Page 82: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

72

Berbeda dengan status yang sudah janda, maka dia tidak berhak lagi

mendapatkan pemberian toloh, karena toloh diberikan kepada yang masih perawan.

Kebiasaan yang sudah terbangun di masyarakat bila sudah janda jangka waktu

abhakalannya tidaklah lama lagi, tinggal hitungan bulan saja, sedangkan pemberian

toloh itu sendiri tiap tahun.17 Dengan demikian, jelas bahwa toloh diberikan kepada

orang yang abhakalan sejak masih kecil, tidak berlaku bagi yang sudah janda.

Semua pemberian di atas berdasarkan versi zaman sekarang, berbeda bila

dengan pemberian zaman dahulu. Pemberian orang-orang dahulu biasa disebut

dengan paparem, paparem adalah barang-barang berupa bunga-bunga seperti

melati, kenanga dan lain sebagainya yang ada di Madura dan dikeringkan kemudian

ditumbuh halus, dan itu semua yang mengetahui para sesepuh terdahulu. Untuk saat

ini model barang sedemikian sudah tidak digunakan lagi, karena sekarang

cenderung simpel pemberian toloh tinggal membeli saja.

Selanjutnya, realita di masyarakat terkadang ada rasa gengsi bila memberi

hanya sedikit, berbeda dengan orang dahulu yang terkadang hanya dengan lulur saja

sudah cukup, dengan sebuah ungkapan orang Madura saporanah badhanah sarean

(maaf adanya segini saja). Bukan hanya dalam masalah pemberian saja, ketemunya

orang dulu antara pasangan setiap tahun atau saat bersilaturrahmi Idul Fitri, berbeda

dengan anak sekarang yang bisa ketemu setiap minggu.18

Dengan demikian, telah terjadi pergeseran pola pemberian dalam

pelaksanaan tradisi nyabek toloh, walaupun secara esensial tidak merubah makna

pemberian kepada bhakal. Di Madura moralitas wanita atau orang bine’

(perempuan) dihargai tinggi. Perempuan selalu dihubungkan dengan permasalahan

harga diri. Moralitas perempuan lambang harga diri lelaki, kekuasaan, keagungan,

dan kekuatan lelaki. Seorang lelaki harus menunjukkan kemampuannya dalam

17 Wawancara Pribadi dengan Rahman (Tokoh Masyarakat), Romben Guna 7 Oktober 2017.

18 Wawancara Pribadi dengan Rakso (Tokoh Masyarakat), Romben Guna 12 Oktober 2017.

Page 83: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

73

menjaga dan membela kehormatan para wanita keluarganya.19 Sama halnya dengan

tradisi yang membumi di masyarakat Desa Romben Guna. Pemberian toloh itu

hanya dikhususkan kepada pihak perempuan saja, sebagai bentuk tanggung jawab

dari seorang laki-laki kepada perempuan, walaupun pola wujud pemberian itu telah

mengalami pergeseran.

Selanjunya, yang berbeda dengan daerah lain juga yaitu mengadakan

makabin, makabin dilaksanakan ketika sudah resmi menjadi bhisanan diantara dua

keluarga tersebut, maka akan digelar akarjeh ataupun makabin, yang mana ketika

mau mengadakan acara tersebut menurut Didik harus ada izin ke kantor desa.20

Acara makabin merupakan serimonial hajatan orang yang sedang menggelar

peminangan, biasanya dilakukan anak-anak saat masih kecil, yang mana nantinya

diacara tersebut anak-anak yang dipengatenin menaiki kuda, baik itu dari anak yang

laki-laki maupun perempuan. Hal demikian dilakukan saat peminangan dilakukan

sejak kecil diantara dua keluarga tersebut, dengan tujuan agar orang tua sudah bisa

melihat anaknya dirias dengan pengaten dan tidak punya hutang kepada anaknya.21

Anggapan masyarakat bila tidak melaksanakan makabin akan menjadi beban

tersendiri bagi keluarganya, maka sampai-sampai ada orang yang hutang kemana-

mana demi bisa melaksankan tradisi tersebut. Makabin merupakan tradisi yang

dimiliki oleh masyarakat Madura, khususnya daerah Romben Guna.22

3. Implikasi Hukum Pelaksanaan Tradisi Nyabek Toloh

Ada sebuah adagium latin menyatakan ubi societas ibi ius/justicia, artinya

dimana ada masyarakat dan kehidupan disana ada hukum. Setiap dikehidupan yang

19 Soegianto, Kepercayaan, Magi dan Tradisi dalam Masyarakat Madura, (Jember: Tapal

Kuda, 2003), h.20.

20 Wawancara Pribadi dengan Didik (Perangkat Desa), Romben Guna 12 Oktober 2017.

21 Wawancara Pribadi dengan Dewi (Kepala desa), Romben Guna 12 Oktober 2017.

22 Wawancara Pribadi dengan Dewi (Kepala Desa), Romben Guna 12 Oktober 2017.

Page 84: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

74

ada di masyarakat pasti ada sebuah produk hukum yang telah terbentuk dengan

sendirinya ataupun masyarakat telah dengan sengaja membuat produk hukum.

Begitupun dengan hukum yang hidup di masyarakat Madura dalam masalah

abhakalan, ada sebuah ungkapan bahasa Madura “Tal ontalan amaen betoh nginum

la’ang alamak kaen babakalan bhelum tantoh mun palang ngalak oreng laen”.23

Pribahasa ini memberikan isyarat dalam bertunangan itu ada bhakal burung

(tunangan yang gagal) dan bhakal tolos (tunangan yang berhasil), batal dan

berhasilnya abhakalan tergantung bagaimana kita mematuhi terhadap hukum yang

hidup di masyarakat.24

Tradisi nyabek toloh merupakan salah satu dari sekian tradisi yang hidup di

masyarakat khususnya Desa Romben Guna. Sudah menjadi keharusan bagi

masyarakat melaksanakan tradisi nyabek toloh bagi yang sedang melaksanakan

abhakalan. Sekian lama abhakalan maka dengan demikian semakin banyak pula

pemberian toloh tersebut, semisal abhakalan dari semenjak umur 5 tahun dan

menikah pada umur 18 tahun maka dengan otomatis memberikan toloh selama 13

tahun lamanya.25

Apabila tidak memberikan toloh pada waktu bulan Ramadhan menjelang

hari raya Idul Fitri ataupun selama satu tahun, maka dari pihak perempuan

mengharapkan sampai ada pemberian. Resikonya bila tidak memberikan toloh

berakibat terhadap tidak harmonisnya hubungan antara dua keluarga. Pemberian ini

wajib bagi yang sedang melakukan abhakalan ataupun orang tua yang sedang

mempertunangakan anaknya, karena dianggap sudah tidak mau meneruskan

23 Lempar-lemparan bermain batu minum buah siwalan beralas kain bertunangan belum tentu

kalau tidak beruntung diambil orang lain.

24 Wawancara Pribadi dengan D Zawawi Imron (Budayawan Madura), Batang-batang 8

Oktober 2017.

25 Wawancara Pribadi dengan Rahman (Tokoh Masyarakat), Romben Guna 7 Oktober 2017.

Page 85: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

75

pertunangan bila tidak memberikan toloh. Salah satu konsekuensi bila tidak

memberikan toloh akan menjadi buah bibir di masyarakat.26

Resiko paling fatal bila tidak mengantarkan toloh yaitu batalnya abhakalan.

Niwanah berkata bahwa batalnya abhakalan anaknya diakibatkan pertama-tama

tidak memberikan toloh. Karena menurut informan biasanya setiap tahun memberi

tapi pada tahun kejadian batalnya abhakalan tersebut tidak ada pemberian, maka

saat itulah mulai ada rasa bahwa abhakalan tidak akan dilanjutkan. Padahal anaknya

sudah abhakalan selama lima tahun, namun hal itu harus batal.27 Bisa dikatakan

bahwa pemberian toloh merupakan bagian dari tolak ukur keberlanjutan abhakalan

bagi masyarakat di Desa Romben Guna.

Berbeda dengan pendapat yang diungkapkan oleh Wardi bahwa tidak lantas

wajib memberikan toloh kepada tunangan, karena Wardi abhakalan dengan

saudaranya sendiri. Pada waktu awal abhakalan sudah ada perjanjian bahwa tidak

akan memberikan toloh bila belum mempunyai uang atau biaya, tapi menunggu

sampai adanya rezeki saja, karena bagi informan tidak masalah apabila tidak

memberikan asalkan komunikasi tetap terjaga dengan baik.28

Selain itu, apabila pertunangan sudah batal, maka konsekuensinya adalah

tidak ada kewajiban bagi kedua pihak untuk mengembalikan pemberian, baik itu

dari pihak laki-laki maupun pihak perempuan. Pemberian tersebut hanya sebagai

tanda kasih untuk sang calon sehingga bila terjadi batalnya peminangan tidak ada

pengembalian, sama halnya dengan mas kawin tidak boleh diambil lagi ketika sudah

terjadi perceraian.29

26 Wawancara Pribadi dengan Anshori (Tokoh Agama), Romben Guna 7 Oktober 2017.

27 Wawancara Pribadi dengan Niwanah (Masyarakat), Romben Guna 9 Oktober 2017.

28 Wawancara Pribadi dengan Wardi (Masyarakat), Romben Guna 13 Oktober 2017.

29 Wawancara Pribadi dengan Rakso (Tokoh Masyarakat), Romben Guna 12 Oktober 2017.

Page 86: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

76

Jelas pemahaman masyarakat dalam mengimplementasikan tradisi nyabek

toloh lebih variatif. Ada yang berpemahaman wajib untuk memberikan toloh dan

ada juga yang berpemahaman tidak wajib memberikan toloh. Bagi masyarakat yang

berpemahaman wajib bagi adat untuk melaksanakan tradisi tersebut, yang mana bila

tidak melakukan tradisi tersebut akan menjadi kausalitas dari batalnya abhakalan.

Akan tetapi pada dasarnya masyarakat Madura dalam mematuhi aturan yang

hidup di masyarakat dibilang patuh, apalagi berkenaan dengan tata krama. Semisal

dalam bertamu orang Madura mengenal aturan yang diatur dengan tata cara yang

mempunyai ciri formal. Jika orang yang bertamu tidak mengikuti tata cara yang

lazim, ia dikatakan tidak sopan dan tuan rumah akan bersikap acuh.30 Sama halnya

dengan abhakalan juga bila tidak mengikuti aturan yang sudah membudaya di

masyarakat ada konsekuensi yang harus diterima yaitu batalnya bha-bhakalan.

B. Makna Tradisi Nyabek Toloh dalam Peminangan Perspektif Masyarakat Desa

Romben Guna Kecamatan Dungkek Kabupaten Sumenep Madura

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian etnografi, sehingga dalam hal

ini penulis berkewajiban memaparkan bentuk wujud dari tradisi nyabek toloh sekaligus

mengggali lebih dalam makna yang terkandung dalam prosesi pelaksanaan tradisi

tersebut. Tradisi nyabek toloh sudah menjadi sebuah tradisi yang sangat mengakar di

masyarakat desa Romben Guna hingga saat ini, sehingga banyak makna-makna yang

perlu kita dalami dari sebuah tradisi sangkolan ini.

Makna urgen yang perlu kita ketahui pertama-tama adalah mempererat

silaturrahmi diantara kedua belah pihak, akan berbeda respon bhakal ketika diberi toloh

dengan tidak diberi, sebagaimana telah diungkapkan di atas bahwa bila tidak memberi

toloh akan menjadi batalnya. Makna batal tersebut sebenarnya sebuah ungkapan bahwa

silaturahmi menjadi sebuah kewajiban dalam keberlangsungan hubungan diantara

30 Soegianto, Kepercayaan, Magi dan Tradisi dalam Masyarakat Madura, h.13.

Page 87: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

77

kedua keluarga. Eva Nur Fauza sebagai pelaku tradisi nyabek toloh tersebut yaitu agar

tradisi ini tetap dipertahankan agar hubungan diantara keduanya tambah erat.31

Menurut Anshori pemberian toloh itu sebagai tanda pengikat dan kenang-

kenangan kepada si perempuan, sekaligus sebagai tanda bahwa perempuan tersebut

sudah ada yang punya. Orang Madura dalam menjaga miliknya sendiri sangatlah hati-

hati dan tidak bisa direbut, apalagi masalah wanita bisa menjadi petaka bila ada yang

menggangunya, bahkan pertumpahan darahpun bisa terjadi.32 Ungkapan di atas bukan

lantas perempuan sebagai kepemilikannya seorang laki-laki, akan tetapi lebih kepada

bagaimana menghormati antara sesama dan mengambil sesuai haknya.

Mereka mendefinisikan sifat ini sebagai maddhu ban dara (madu dan darah)

yang berarti, bila orang Madura diperlakukan baik, menjunjung tinggi nilai

penghormatan dan kesopanan serta menghargainya sebagai manusia. Maka balasannya

adalah kebaikan pula, yang disamakan dengan manfaat madu yang diberikan lebah.

Sebaliknya bila diperlakukan sembrono, balasannya lebih buruk bahkan dapat

menimbulkan pertumpahan darah, lebih-lebih jika menyinggung perasaan.33 Pribahasa

Madura jelas yaitu ango’an poteya tolang, etembang poteya mata,34 ungkapan tersebut

merupakan bentuk reaksi orang Madura bila harga dirinya telah dipermalukan.

Begitu juga, pendapat D Zawawi Imron bahwa pemberian toloh tersebut

sebagai tanda kasih dari pihak laki-laki kepada bhakal perempuan ataupun dalam

bahasa Madura istilah pangestoh (tanda setia). Ada pribahasa Madura mun nyareh

kancah ka mekkasan mun nyareh beleh ka sumenep,35 dengan demikian jelas bahwa

31 Wawancara Pribadi dengan Eva Nur Fauza (Masyarakat), Romben Guna 9 Oktober 2017.

32 Wawancara Pribadi dengan Anshori (Tokoh Agama), Romben Guna 7 Oktober 2017.

33 Soegianto, Kepercayaan, Magi dan Tradisi dalam Masyarakat Madura, h.18.

34 Lebih baik putih tulang dari pada putih mata , lihat Latief Wiyata, Mencari Madura, h.53

35 Artinya “kalau mau mencari teman ke Pemekasan, kalau mau mencari saudara ke Sumenep”

Page 88: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

78

orang berteman saja sudah dianggap sebagai saudara di Sumenep, apalagi yang

posisinya sudah menjadi bhakal nya secara otomatis akan lebih diutamakan lagi.36

Selanjutnya, makna dari pemberian toloh adalah ketika diantara dua keluarga

bertemu pada saat hari raya bhakal perempuan terlihat lebih cantik, harum dan lain

sebagainya. Sebagaimana cerita Rakso bahwa jika zaman dahulu waktu dia bha-

bhakalan hal yang ditunggu-tunggu adalah momen ketika bertemu dengan bhakal

bini’, karena nanti bhakalnya akan dirias secantik mungkin dengan barang-barang

paparem tersebut, tujuannya agar saat bertemu terlihat cantik dan harum saat bertemu

di hari raya Idul Fitri.37

Begitu juga realitas saat ini tujuan diberikan toloh agar bhakalnya terlihat

cantik bila bertemu dihari raya. Bagi orang Madura menjadi simbol prestise

memfasilitasi perempuan untuk tampil secantik dan semenarik mungkin, sebab baik

keluarga maupun tunangan (atau suami) akan merasa malu jika anak, tunangan atau

istri mereka berpenambilan terlalu sederhana atau tidak sama dengan orang

kebanyakan.38

Selain itu, ada sisi penghormatan kepada sesepuh yang telah mentradisikan

dan menanamkan nilai-nilai pemberian toloh ini. Sebagaimana cerita Siti Fatimah pada

awalnya dia termasuk orang yang tidak tahu tentang tradisi nyabek toloh dan dia tahu

dari para sesepuhnya, karena sudah dikasih tahu oleh sesepuhnya dia langsung

mengerjakannya.39 Orang Madura mengutamakan penghormatan dan penghargaan,

utamanya kepada orang yang lebih tua atau yang kedudukan sosial lebih tinggi.

36 Wawancara Pribadi dengan D Zawawi Imron (Budayawan Madura), Batang-batang 8

Oktober 2017.

37 Wawancara Pribadi dengan Rakso (Tokoh Masyarakat), Romben Guna 12 Oktober 2017.

38 Masyithah Mardhatillah, Perempuan Madura sebagai simbol Prestise dan pelaku Tradisi

perjodohan, h. 170.

39 Wawancara Pribadi dengan Siti Fatimah (Masyarakat), Romben Guna 7 Oktober 2017

Page 89: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

79

Demikianlah adat kesopanan itu penting sekali dalam kehidupan sosial orang-orang

Madura.40

Sampai-sampai penghormatan itu terwujud pada orang-orang yang belum

pernah melakukan dan akan melakukan, Saiwah merupakan orang yang baru

mempertunangkan anaknya dan dia belum sama sekali melaksanakan tradisi nyabek

toloh tersebut. Dia akan melaksanakan karena sudah menjadi tradisi di desanya, tidak

memberatkan baginya pemberian toloh tersebut karena sudah tradisi dan tidak ada

patokan pemberiannya tapi seadanya saja.41

Saat penulis menanyakan kepada para informan tentang beban dalam

pelaksanaan tradisi nyabek toloh rata-rata menjawabnya tidak merasa terbebani, karena

sudah menjadi sebuah kewajiban tradisi di Desa Romben Guna untuk

melaksanakannya. Walaupun berbeda dengan yang diungkapkan Wardi bahwa

terkadang pemberian itu terasa memberatkan, bila kita tidak mempunyai uang dan

harus hutang untuk bisa melaksanakan tradisi nyabek toloh tersebut.42 Dengan

demikian, pendapat masyarakat pada tradisi nyabek toloh lebih variatif, walaupun pada

intinya rata-rata masyarakat tetap mematuhi apa yang telah menjadi tradisi, baik itu

memberatkan ataupun sebaliknya.

C. Harmonisasi Tradisi Nyabek Toloh dengan Hukum Islam

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang serba keagamaan. Negara

Indonesia bukan negara agama, tapi tidak dapat dielakkan bahwa Indonesia adalah

negara keagamaan, negara yang memperhatikan agama, bukan negara sekuler yang

40 Soegianto, Kepercayaan, Magi dan Tradisi dalam Masyarakat Madura, h.18.

41 Wawancara Pribadi dengan Saiwah (Masyarakat), Romben Guna 9 Oktober 2017.

42 Wawancara Pribadi dengan Wardi (Masyarakat), Romben Guna 13 Oktober 2017.

Page 90: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

80

hanya mengurus keduniawian saja. Jadi agama bagi orang Indonesia jika tidak sebagai

tujuan hidupnya, maka ia merupakan sebagian dari hidupnya.43

Begitu juga dengan masyarakat Madura merupakan masyarakat yang sangat

agamis menjadikan Islam sebagai agama dan keyakinannya, hal ini tercermin dalam

sikap manusia Madura yang fanatik (taat) terhadap Islam. Agama bagi orang Madura

adalah Islam. Agama ini sudah mengkristal dan mewarnai pola kehidupan sosial

mereka, seperti yang terlihat dalam cara mereka berpakaian. Agama dianggap hal yang

suci dan sakral yang harus dibela dan merupakan pedoman hidup bagi manusia.

Siapapun yang menghina agama harus mati.44

Impilikasi dari sikap tersebut berpengaruh terhadap pola kehidupan sehari-hari,

dalam melaksanakan budaya ataupun tradisi yang sudah hidup ditengah-tengah

masyarakat. Dialektika antara ajaran keagamaan dengan kebudayaan menjadi bagian

yang tidak bisa dipisahkan dalam masyarakat Madura. Realitas tersebut agama

dipahami sebagai fenomena sosial yang tidak tunggal. Agama bisa menjadi ajaran

sekaligus perilaku dalam lingkup kebudayaan.45

Masyarakat Madura dikenal sebagai entitas yang lekat dan kental serta fanatik

terhadap ajaran keagamaan.46 Manusia Madura dalam mempertahankan sebuah budaya

ataupun tradisi terhitung cukup kental juga, khusunya yang terkait dengan sinkronisasi

antara budaya dan agama Islam. Kecenderungan ini berimplikasi terhadap masyarakat

awam, yang tidak mengetahui asal usulnya hukum pelakasanaan budaya, ataupun

dalam bahasa Islam taklid.

43 Hilman Hadikusuma, Hukum Ketatanegaraan Adat, (Bandung: Penerbit Alumni, 1981),

h.160.

44 Soegianto, Kepercayaan, Magi dan Tradisi dalam Masyarakat Madura, h. 21.

45 Tatik Hidayati, Perempuan Madura antara Tradisi dan Industralisasi, Jurnal Karsa, Vol.

XVI No.2 Oktober 2009, h.74.

46 Tatik Hidayati, Perempuan Madura antara Tradisi dan Industralisasi, h.64.

Page 91: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

81

Mengenai taklidnya orang Madura dipertegas dengan pernyataan Anshori

sebagai salah satu tokoh agama ialah masyarakat Madura sering kali taklid terhadap

apa saja yang sudah ditentukan oleh para sesepuh.47 Melihat realitas tesebut jelas

bahwa dalam budaya Madura tidak semuanya mengandung unsur Islami, sebagaimana

disampaikan oleh D Zawawi Imron ada ritual di Romben Guna yang tidak bernuansa

Islami seperti tradisi mamaca48 dan mamapar dalam pernikahan.49

Mengkategorikan tradisi nyabek toloh termasuk dalam budaya nuansa Islami

atau sebaliknya, ada pada bagaimana kita memandang tradisi tersebut. Aspek non

Islami jelas bahwa tidak ada dalam syariat Islam yang menerangkan tentang tradisi

tersebut. Berbeda bila melihat aspek makna tradisi tersebut, ada sebagian makna yang

mengandung unsur Islami. Seperti halnya yang telah diucapkan oleh para informan

bahwa tradisi nyabek toloh memiliki makna menyambung silaturrahim, hibah dan lain

sebagainya, dan jelas hal itu termasuk dari pada ajaran agama Islam.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Anshori bahwa dalam pemberian toloh

merupakan hibahnya pihak laki-laki kepada bhakal perempuan, dan bila terjadi

batalnya pertunangan maka tidak ada pengembalian apapun dari hasil pemberian,

karena pemberian tersebut hanya sebatas hibah.50 Pengertian hibah dalam Islam adalah

pemberian sesuatu kepada yang lain untuk dimiliki zatnya tanpa mengharapkan

penggantian (balasan).51 Pemberian atau hibah dapat mendatangkan rasa saling

mengasihi, mencintai dan menyayangi.52

47 Wawancara Pribadi dengan Anshori (Tokoh Agama), Romben Guna 7 Oktober 2017.

48 Mamaca adalah tradisi olah vokal Madura yang merupakan media dakwah dan biasa

dilakukan pada saat acara-acara ritual seperti mamapar (Potong gigi), selametan kandungan dan lain

sebaginya. 49 Wawancara Pribadi dengan D Zawawi Imron (Budayawan Madura), Batang-batang 8

Oktober 2017. 50 Wawancara Pribadi dengan Anshori (Tokoh Agama), Romben Guna 7 Oktober 2017.

51 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), h. 210.

52 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, h. 218.

Page 92: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

82

Tradisi nyabek toloh adalah salah satu bagian dari pemberian yang tujuannya

sama dengan hibah dalam Islam yaitu menjaga keharmonisan diantara dua keluarga

yang sedang menjalin ataupun dalam bahasa Maduranya mapolong tolang. Pada saat

abhakalan biasanya ada berupa pemberian barang-barang sebagai hadiah dari pihak

calon suami kepada calon istrinya. Pemberian ini dalam adat Jawa disebut peningset

atau tanda ikatan cinta. Pemberian dan hadiah yang telah diberikan hukumnya sama

dengan hibah.

Islam membolehkan pembatalan pinangan, dengan syarat melakukan

pembatalan pinangan harus didasarkan dengan alasan yang rasional, tidak boleh bila

pembatalan pinangan dilakukan tanpa alasan yang tidak sesuai dan tidak dibenarkan

oleh syara’ karena akan mengecewakan salah satu pihak.53

Selanjutnya menurut madzab Syafii, mengenai benda-benda tunangan yang

telah diterima pihak wanita sebagai pemberian pihak pria adalah hadiah, karenanya

wajib untuk dikembalikan, baik benda-benda tersebut masih utuh ataupun sudah rusak.

barang-barang hadiahnya harus dikembalikan jika masih utuh, tetapi jika sudah rusak

diganti sesuai harganya. Sedang menurut mazhab Maliki, jika yang membatalkan dari

pihak pria, maka tidak berhak lagi atas barang-barang yang dihadiahkan. Tetapi jika

pihak perempuan yang membatalkan, maka pihak laki-laki berhak meminta kembali

semua barang yang sudah dihadiahkan baik masih utuh atau sudah rusak, jika sudah

rusak, maka harus diganti terkecuali ada perjanjian sebelumnya, atau berdasarkan pada

urf berlaku.54

Sebagaimana keterangan di atas, tradisi tolo dan hukum Islam ada sisi

kesamaannya yaitu bila terjadi pembatalan tidak ada kewajiban mengembalikan barang

yang telah diberikan, karena termasuk dari bagian hibah. Perbedaan ulama di atas

53 Subki Djunaedi, Pedoman Mencari dan memilih jodoh, (Bandung: CV. Sinar baru, 1992), h.

118.

54 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah,h. 217.

Page 93: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

83

memang lebih variatif dalam membahas pengembalian tersebut, ada yang harus

mengembalikan dan ada yang tidak harus, walaupun pada intinya semua itu tergantung

dari urf yang hidup di masyarakat.

Kendati demikian, dalam sebuah kaidah fiqhiyyah yang berbunyi al-adhatul

syariatul muhakkamatun (adat merupakan syariat yang dikukuhkan sebagai hukum),

jadi adat kebiasaan yang ada di masyarakat bisa dijadikan hukum. Pemberian toloh

merupakan bagian dari pada adat kebiasaan yang ada di masyarakat dan harus dipatuhi,

karena bila tidak dipatuhi akan terjadi batalnnya dalam abhakalan, dan konsekuensi

lainnya adalah setelah batal tidak ada keharusan untuk mengembalikan barang-barang

yang telah diberikan, karena adat mengaturnya tidak ada pengembalian.

Selanjutnya, menurut Rahman bahwa dengan adanya pelaksanaan tradisi

nyabek toloh adalah bagian daripada menjaga tali silaturrahmi diantara bhisan laki-laki

dan bhisan perempuan. Pemberian toloh akan mempengaruhi harmonisnya diantara

kedua bhisan tersebut.55

Dalam Islam sangat dianjurkannya menjaga tali silaturrohim, sebagai dalam

sebuah hadis nabi berikut :

5895 ط له في .عن أبي هري رة، قال : سيعت رسول الله صلى الله عليه وسلم ي قول: )من سره أن ي بسي

ه (ريزقيهي، وأن ي نسأله في ل رحي 56أثريهي، ف ليصي

Artinya: Dari Abu Hurairah RA, bahwa dia mengatakan, “Aku mendengar Rasullah

SAW bersabda, “Barangsiapa yang senang dilapangankan rezekinya dan

dikenang baik namanya hingga setelah ketiadaannya, maka hendaklah dia

bersilaturrahmi”57

55 Wawancara Pribadi dengan Rahman (Tokoh Masyarakat), Romben Guna 7 Oktober 2017.

56 Imam Abi Abdullah Muhammad bin Ismail Al-Bukhori, Shahih Bukhori, (Arab Saudi: Baitul

Afkar ad-dauliyah linnasyer wal tauzi’. 1997), h.1160.

57 Muhammad Nasaruddin Al Albani, Ringkasan Shahih Bukhari Jilid 5, Penerjemah, Amir

Hamzah Fachrudin, Hanif Yahya, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), cet ke-1, h.101.

Page 94: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

84

ها،زوج النبي صلى الله عليه وسلم عني النبي صلى الله عليه وسل5898 ي الله عن م قال . عن عائيشة رضي

جنة، فمن وصلها وصلته، ومن قطعها قطعته(. م شي 59:)الرحي

Artinya: Dari Aisyah RA, Istri Nabi SAW, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “(Allah

berfirman) ‘Rahim adalah sebutan (dari Ar-Rahman). Barangsiapa

menyambungnya maka aku menyambungnya, dan barangsiapa

memutuskannya maka aku memutuskannya.”’59

Demikian hadis nabi menjelaskan tentang pentingnya menjaga silaturrohim.

Tradisi nyabek toloh adalah sebagai salah satu cara dalam mempertahankan tali

silaturrohim, dalam artian bila tidak dikerjaan tradisi ini akan menimbulkan mafsadat

hubungan antara bhisan laki-laki dan bhisan perempuan, hal ini didukung oleh sebuah

kaidah fiqh yaitu dar ul mafasit muqaddimu ala jalbil masolih (mencegah kerusakan

lebih didahulukan atas mengambil kemaslahatan). Tanpa membebankan kewajiban

pemberian toloh ini, akan tetapi lebih baik melaksanakan demi menjaga tali

silaturrahmi yang telah terbangun semenjak memulai abhakalan agar tidak rusak.

Satu sisi silaturahmi memang sangat dianjurkan dalam Islam sebagaimana

sudah dijelaskan di atas, akan tetapi ada kebiasaan dalam tradisi nyabek toloh yang

perlu diketahui keterkaitannya dengan konsep Islam yaitu mengenai bertemunya

bhakal laki-laki dengan bhakal perempuan. Saat bersilaturrohim diantara dua keluarga

secara otomatis bhakal bini’ dan lake’ pasti ketemu.

Hukum Islam dijelaskan tentang konsep ataupun tata cara melihat bhakal,

sebagaimana firman Allah QS. An-Nur (24): 31 ;

ها ن ول ي بديين زيين ت هن إيل ما ظهر مي

58 Imam Abi Abdullah Muhammad bin Ismail Al-Bukhori, Shahihul Bukhori,h.1161.

59 Muhammad Nasaruddin Al Albani, Ringkasan Shahih Bukhari Jilid 5,h.101.

Page 95: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

85

Artinya: Dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali apa biasa

terlihat darinya.

Begitu juga dengan waktu bolehnya melihat seorang bhakal dalam Islam juga

diatur. Mayoritas ulama berpendapat bahwa waktu yang diperbolehkan melihat wanita

terpinang adalah pada saat seorang laki-laki memliki azam (keinginan kuat) menikah

dan ada kemampuan baik secara fisik maupun materiil. Syarat lain berkenaan wanita

yang dipinang pada saat dilihat baik untuk dinikahi, bukan wanita penghibur atau

bukan istri orang lain. Ini berarti, melihat wanita yang terpinang itu diperbolehkan pada

waktu meminang. Dalam hal ini Imam Asy-Syafi’i menjelaskan, hendaknya melihat

wanita sebelum khitbah dengan niat akan menikahinya, baik tanpa sepengetahuan yang

bersangkutan maupun sepengetahuan keluarganya. Hal tersebut dikarenakan hukum

bolehnya melihat, tidak ada syarat izin wanita terpinang maupun dari walinya.60

Sedangkan realitas di masyarakat Romben Guna sudah menjadi tradisi ketemu

setiap tahun, khusunya pada hari raya Idul Fitri. Bila dengan alasan kemaslahatan

menjaga hubungan diantara dua keluarga bisa dibenarkan, berbeda bila mengikut

pendapat mayoritas ulama yang mengisyaratkan kebolehan melihat wanita karena ada

keinginan kuat untuk menikah.

Hukum dibuat oleh Tuhan untuk mengatur hubungan manusia dengan

Tuhannya, hubungan manusia dengan sesamanya dan hubungan manusia dengan alam.

Kaitannya dengan abhakalan merupakan hubungan manusia dengan sesama yang

menghendaki adanya hubungan secara horisontal dengan hidup berdampingan secara

damai, harmonis dan jauh dari pelanggaran yang dapat merugikan diri sendiri dan

orang lain.61

60 Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat

Khitbah, Nikah, dan Talak, h. 14.

61 Suhami, Praktik Khitbah di Madura Perspektif Hukum Islam dan Hukum Adat, Jurnal al-

Ihkam vol. 9 No 2 h. 306.

Page 96: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

86

Pelaksanaan tradisi nyabek toloh dalam abhakalan merupakan bagian dari

harmonisasi kepada sesama manusia, khususnya bagi yang melakukan prosesi

abhakalan tersebut. Adanya tradisi ini membangun sebuah ukhwah tersendiri bagi

antar pasangan maupun keluarga dua belah pihak, sebagaimana yang telah disampaikan

oleh para informan makna diberikan tradisi nyabek toloh ini sendiri.

Selanjutnya, selain dari pada makna-makna pemberian toloh di atas, ada

barang-barang yang perlu diuraikan dalam tradisi nyabek toloh menurut perspektif

hukum Islam, salah satunya make up, wangi-wangian dan baju. Islam mengatur dalam

memakai perhiasan dan wangi-wangian. Pada dasarnya semua perbuatan itu adalah

mubah, kecuali jika ada keterangan dari nash yang mengharamkannya, sebagaimana

firman Allah QS. Al-A’raf (7): 32;

ٱلر يزقي قل من حرم زيينة ٱللي ٱلتي أخرج ليعيباديهيۦ وٱلطي يبتي مين

Artinya: “Katakanlah, siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang

telah dikeluarkan-nya untuk hamba-hamba-nya dan (siapakah pula yang

mengharamkan) rezeki yang baik?”

Dalil-dalil ini bukan hanya menunjukkan pada kebolehan melakukan hal ini,

namun menunjukkan pada sunnahnya memakainya, khususnya jika dia memiliki suami

dimana dia berhias untuknya.62

Nash di atas lebih pada mengatur tentang bolehnya menggunakan perhiasan,

sama halnya dengan wangi-wangian dan make up yang termasuk dari bagian perhiasan

ataupun perhiasan yang dapat mempercantik perempuan. Sebagimana dalam hadis nabi

dijelaskan bahwa :

62 Syaikh Imad Zaki Al-Barudi, Tafsir Wanita, Penerjemah Samson Rahman, (Jakarta: Pustaka

Al-Kautsar, 2010), cet ke-7, h, 153.

Page 97: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

87

لا ي رده، فيه طي يب عريض عليهي طييب ف عن أبي هري رة، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم )من

، خفييف المحملي 63.(الر ييحي

Artinya: Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasullah SAW bersabda, “Orang yang

ditawari (diberi) wewangian jangan menolaknya, sesungguhnya aroma

yang wangi dan sedikit efek sampingnya.”64

دوا جي عن أبي موسى، عن النبي صلى الله عليه وسلم، قال :إيذا ست عطرت المرأة ، فمرت على القومي ليي

65رييها، فهيي كذا و كذا. قال: ق ول شدييدا.

Artinya: Dari Abu Musa, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Jika seorang

perempuan memakai wewangian lalu sengaja lewat di antara orang-orang

agar mereka mencium wanginya, maka dia begini begitu (sindiran berbuat

zina)”(HR: Abu Daud: 4173).66

Hadis nabi di atas menganjurkan bila ada orang memberi wangi-wangin untuk

menerimanya, asalkan waktu menggunakannya sesuai dengan syariat Islam. Tradisi

nyabek toloh ada berupa wangi-wangian, yang tujuannya bila ketemu saat lebaran

bhakal perempuan terlihat lebih harum. Satu sisi pemberian barangnya dalam Islam

tidak masalah bila melihat hadis di atas, berbeda dengan menggunakannya dihadapan

bhakal laki-laki yang statusnya belum mahram. Ditakutkan lebih banyak menimbulkan

mafsadat daripada kemasalahatannya.

Laki-laki dan perempuan yang berada dalam ikatan abhakalan status hukumnya

adalah “ajnabiyah”, artinya hubungan laki-laki dan perempuan yang bukan mahram

63 Imam Hafiz al-Mushannif al-Muttaqin Abi Daud Sulaiman, Sunan abu daud, (Beirud: Daar

Ibnu Hazm, 202 H), Jilid, III, h. 78.

64 Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Shahih Sunan Abu Daud Seleksi Hadits Shahih dari

Kitab Sunan Abu Daud, Penerjemah, Abd. Mufid Ihsan (Jakarta, PustakaAzzam, 2007), cet ke-2,h.855.

65 Imam Hafiz al-Mushannif al-Muttaqin Abi Daud Sulaiman, Sunan abu daud,h. 79.

66 Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Shahih Sunan Abu Daud Seleksi Hadits Shahih dari

Kitab Sunan Abu Daud,h.855.

Page 98: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

88

mempunyai ketentuan-ketentuan atau batas-batas tertentu yang tidak boleh dilanggar.67

Status bukan mahram ini yang membatasi antara kedua bhakal laki-laki dan

perempuan, jadi konklusinya pemberian wangi-wangian itu tetap diperbolehkan,

asalkan tidak menggunakan dihadapan bhakal laki-laki.

Selanjutnya, ketika dikategorikan tradisi nyabek toloh mempunyai kemiripan

dengan nafkah dan mahar pada sisi pemberiannya, walaupun sebagaimana yang ditegas

oleh Anshori berbeda antara nafkah dan nyabek toloh, jika pemberian nafkah setelah

terjadi pernikahan, sedangkan nyabek toloh sebelum pernikahan.68 Islam

mengkategorikan di antara sebab-sebab yang mewajibkan pemberian nafkah kepada

orang lain ini ada tiga sebab, yakni pertama karena hubungan perkawinan kedua,

hubungan kekerabatan. Dan Ketiga, karena hubungan kepemilikan.69 Tradisi nyabek

toloh dilakukan saat abhakalan, secara otomatis tidak ada hubungan kekerabatan dan

perkawinan diantara dua keluarga tersebut, sehingga antara toloh dan nafkah memang

berbeda dalam pengaplikasiannnya.

Begitu juga nyabek toloh dengan mahar, mahar pemberiannya dilaksanakan

ketika hendak menikahi seorang perempuan, sedangkan nyabek toloh pada masa

abhakalan. Mahar dan toloh sama-sama tidak dapat pengembalian jika terjadi

pembatalan ataupun perceraian, akan tetapi diantara keduanya wajib memberikannya,

jika nyabek toloh wajib menurut adat dan mahar wajib menurut hukum Islam.70

Menurut Islam, mahar berarti harta kekayaan yang harus diberikan seorang pria kepada

wanita yang akan dinikahinya melalui akad nikah yang resmi.71

67 Suhami, Praktik Khitbah di Madura Perspektif Hukum Islam dan Hukum Adat, h.305.

68 Wawancara Pribadi dengan Anshori (Tokoh Agama), Romben Guna 7 Oktober 2017.

69 Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, jilid 10, h. 95.

70 Wawancara Pribadi dengan Rakso (Tokoh Masyarakat), Romben Guna 12 Oktober 2017.

71 Adil Abdul Mun’in Abu Abbas, Ketika Menikah Jadi Pilihan, alih bahasa Gizi Said, h.103

Page 99: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

89

Jelas pengkategorian di atas bukanlah serta merta ingin menyamakan ataupun

menselarasan diantara tradisi nyabek toloh dengan nafkah dan mahar, akan tetapi bila

kita melihat sepintas dari posisi pemberian diantara ketiganya sama-sama berupa

pemberian walaupun secara tegas di atas sudah diutarakan ada perbedaan yang cukup

siginifikan. Waktu pemberian yang membedakan diantara ketiganya (mahar, nafkah

dan toloh), selain itu adanya perbedaan status hukum juga, bila nafkah dan mahar

merupakan kewajiban dalam hukum Islam, sedangkan tradisi nyabek toloh adalah

murni kewajiban hukum adat.

Dengan demikian, konklusi penulis bahwa tradisi nyabek toloh harmonisasinya

dengan hukum Islam masih terkait, walaupun tidak secara utuh. Sebagian dari pada

makna yang terkandung masih ada unsur Islamnya. Tidak dapat dipungkiri juga bahwa

tradisi ini bukan datang dari Islam itu, akan tetapi murni produk masyarakat, khususnya

masyarakat Desa Romben Guna Kecamatan Dungkek Kabupaten Sumenep Madura.

Setiap daerah ataupun desa sebelah dari Desa Romben Guna juga menerapkan tradisi

nyabek toloh, akan tetapi sudah mulai luntur. Sebagaimana informasi penulis dapat

hampir semua desa daerah ketimur Sumenep pasti menerapkan tradisi ini walaupun

terkadang beda namanya dan prosesi acaranya.

Jika diklasifikasikan harmonisasi tradisi nyabek toloh dengan hukum Islam,

sebagaimana dalam tabel berikut :

No. Tradisi nyabek toloh Hukum Islam Keterangan

1. Pelaksanaan tradisi

nyabek toloh dalam

peminangan di Desa

Romben Guna

Dalam Islam tidak

ada yang secara

langsung

menyebutkan bahwa

nyabek toloh adalah

bagian dari tradisi

Islam

Dengan demikan, jelas bahwa

umumnya tradisi nyabek toloh

tidak terkait dengan hukum

Islam, walaupun ada sebagian

makna yang terkandung

didalamnya bernuansa Islami

Page 100: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

90

2. Bersilaturrahmi pada

saat hari raya Idul

Fitri antara bhisan

laki-laki dan

perempuan

Dalam Islam sangat

dianjurkan

membangun

silaturrahmi sesuai

dengan hadis nabi

Dengan demikian, ada

keterkaitan makna

disilaturrahmi antara tradisi

nyabek toloh dengan hukum

Islam

3. Kewajiban

memberikan barang-

barang toloh setiap

bulan puasa

menjelang hari raya

Idul Fitri

Dalam Islam tidak

ada kewajiban

memberi barang-

barang keperluannya

tunangan, akan tetapi

dalam Islam ada

hibah untuk

pemberian kepada

tunangan.

Dengan demikian, jelas dalam

Islam tidak diharuskan

memberi barang kepada

tunangan hukumnya hanya

hibah, akan tetapi dalam tradisi

di masyarakat sudah mendekati

kewajiban adat

4. Bertemunya diantara

dua pasangan pada

saat hari raya

Dalam Islam tidak

perbolehkan bertemu

bila hanya berduaan

yang bukan mahram

Ketika hari raya biasanya

bhakal bine’ memakai

pemberian dari pihak bhisan

laki-laki, dan dalam

pemberiannya ada harum-

haruman dan lain sebagainya,

sedangkan bila melihat

keterangan di atas bahwa Islam

tidak memperbolehkan dengan

sengaja memperlihatkan

kepada laki-laki

5. Tradisi nyabek toloh

adalah ada tradisi

Dalam Islam ada

qaidah fiqhiyyah urf

Dalam Islam mempertahan

tradisi yang tidak bertentangan

denga syariat Islam

Page 101: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

91

warisan dari sesepuh

(sangkolan)

dan maslahah

mursalah

diperbolehkan selama itu

membawa maslahat

6. Makna pelaksanaan

tradisi nyabek toloh

menghargai seorang

perempuan

Dalam Islam

dianjurkan

menghargai seorang

perempuan

Dengan demikian, ada

sinkronisasi diantara hukum

Islam dan makna tersebut

7. Memberi nyabek

toloh dengan alasan

rasa gengsi

Dalam Islam tidak

diperbolehkan

takabbur dan iri hati

Dengan tujuan gengsi, Islam

tidak mengajarkan sehingga

tidak ada keterkaitan diantara

keduanya.

8. Memberi dan

memakai harum-

haruman saat ketemu

di hari raya Idul Fitri

Dalam Islam

memberi harum-

haruman sah-sah

saja, sedangkan

memakainya didepan

yang bukan mahram

tidak diperbolehkan

Dengan demikian Islam tidak

mempermasalahkan

pemberiannya, akan tetapi

tidak membolehkan

memakainya didepan tunangan

khusunya yang sudah balig

9. Tradisi nyabek toloh

dalam satu sisi ada

kemiripan dengan

mahar dan nafkah

dari segi pemberian

Kedudukan mahar,

nafkah dan tradisi

nyabek toloh dalam

Islam berbeda

Dalam satu sisi sama-sama

pemberian. Sasaran

pemberiannya berbeda antara

ketiganya. Dan ada perbedaan

yang cukup signifikan antara

ketiganya, dalam Islam tidak

dikenal tradisi nyabek toloh

sedangkan nafkah dan mahar

disebutkan dalam Islam.

Page 102: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

92

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penulis telah menguraikan pada bab-bab sebelumnya mulai dari pada

tentang konsep peminangan dalam Islam, peminangan dalam budaya Madura

sampai dengan bahasan inti yaitu tradisi nyabek toloh dimasyarakat Desa Romben

Guna Kecamatan Dungkek Kabupaten Sumenep Madura. Maka dapat disumpulkan

sebagai berikut:

1. Makna filosofis yang terkandung dalam tradisi nyabek toloh di Romben Guna

ialah membangun tali silaturohim diantara dua bhisan laki-laki dan perempuan,

mempertahankan tradisi sesepuh (sangkolan), menghargai martabat

perempuan dengan cara memberi toloh, rasa tanggung jawab seorang laki-laki

kepada perempuan yang dibangun sejak masa peminangan, menjaga hargai diri

seorang laki-laki.

2. Adapun dasar pemberian ataupun pelaksanaan tradisi nyabek toloh adalah

kewajiban adat dan mengikuti jejak para sesepuh, karena jika tidak melakukan

tradisi nyabek toloh menjadi salah satunya penyebab batalnya peminangan.

Anggapan masyarakat bila sudah tidak memberi toloh bahwa sudah tidak ada

keinginan untuk melanjutkan, baik hal itu kehendak dari anaknya sendiri

maupun dari orang tuanya.

3. Bagi masyarakat, Pemahaman masyarakat dalam melaksanakan tradisi nyabek

toloh beragam, baik dari cara pemberian dan barang pemberianya. Hal ini

membuat variatifnya tradisi nyabek toloh, walaupun pada intinya sama yaitu

keharusan memberikan barang-barang perempuan setiap tahunnya bagi yang

telah melangsungkan peminangan.

Adapun barang-barang pemberian dalam tradisi nyabek toloh umumnya

masyarakat, sebagai berikut:

a. Kalambih (baju)

b. Sandal (sandal)

Page 103: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

93

c. Bedda’ (Make up perempuan)

d. Pesse (Uang sekitar 200 ribu sampai 1 juta, tergantung kemampuan

ekonominya)

e. Kodung (kerudung)

B. Saran-saran

Banyak hal yang memotivasi setiap orang tua mempertunangkan anaknya,

baik sejak kecil maupun sudah menginjak dewasa. Sehingga hal demikian

mengakibatkan kewajiban-kewajiban tradisi yang harus dipenuhi salah satunya

tradisi nyabek toloh. Setiap tradisi ada konsekuensi bila tidak melaksanakannya,

untuk meminimalisir dampak tersebut penulis menyarankan sebagai berikut:

1. Perubahan zaman terus bergulir, sehingga dituntut kita agar mengikuti zaman,

yang terkadang merubah paradigma berfikir kita lebih simpel dan instan,

bahkan ada kecenderungan anti terhadap hal-hal berbau tradisional. Sudah

menjadi tugas masyarakat khususnya orang tua agar bisa mempertahankan

ataupun memberitahukan tradisi nyabek toloh yang telah diwariskan oleh para

sesepuh kepada anak-anaknya dan tidak merubah nilai yang telah melekat pada

tradisi nyabek toloh tersebut, karena ini merupakan suatu identitas dan kearifan

lokal yang berharga.

2. Apabila tidak melaksanakan tradisi nyabek toloh konsekuensinya akan terjadi

pembatalan pertunangan dan retaknya hubungan diantara dua keluarga

tersebut, untuk meminimalisir hal tersebut disarankan masyarakat tetap

melaksanakan tradisi tersebut. Agama melarang permusuhan diantara sesama

umatnya, apalagi jelas bahwa hampir rata-rata masyarakat Romben Guna

beragama Islam.

3. Diharapkan kepada orang tua dan tokoh masyarakat memberitahukan kepada

anak-anaknya makna tradisi nyabek toloh, agar tidak hanya dijadikan acara

serimonial saja, akan tetapi mengerti makna daripada pelaksanaan tradisi

tersebut.

Page 104: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

94

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Ahmad Sudirman. Pengantar Pernikahan Analisis Perbandingan Antara

Mazhab. Jakarta: PT. Prima Heza Lestari. 2006.

Abdullah, Abdul Gani. Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum

Indonesia. Jakarta: Gema Insani Press. 1994.

Abdurrachman, Sejarah Madura Selajang Pandang, Sumenep: t. p. 1988.

Abu Abbas, Adil Abdul Mun’in. Ketika Menikah Jadi Pilihan, Penerjemah: Gizi

Said. Jakarta: Almihara.1987.

Abu Zahrah, Muhammad. Usul Fiqih. Penerjemah: Saefullah Ma’shum. Jakarta:

Pustaka Firdaus. 1999.

Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Jawa Timur, buku diambil dari rumah

anjungan Jawa Timur di Taman Mini Indonesia.

Al Albani, Muhammad Nasaruddin. Ringkasan Shahih Bukhari Jilid 5.

Penerjemah: Amir Hamzah Fachrudin dan Hanif Yahya. cet ke-1. Jakarta:

Pustaka Azzam. 2007.

Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. Shahih Sunan Abu Daud Seleksi Hadits

Shahih dari Kitab Sunan Abu Daud. Penerjemah: Abd. Mufid Ihsan. cet

ke-2. Jakarta: PustakaAzzam. 2007.

Al-Asqalani, Al-Hafizh Ibnu Hajar. Bulughul Maram. Penerjemah: Zaid

Muhammad Ibnu Ali dan Muhammad Khuzainal Arif. Jakarta: Pustaka

As-Sunnah.2007.

Al-Albani, Muhammad Nasaruddin. Ringkasan Shahih Muslim. Penerjemah

KMCP, Imron Rosadi, Jakarta : Pustaka Azzam. 2007.

Al-Barudi, Syaikh Imad Zaki. Tafsir Wanita, Penerjemah Samson Rahman. cet ke-

7. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010.

Al-Bukhori, Imam Abi Abdullah Muhammad bin Ismail. Shahihul Bukhori. Arab

Saudi: Baitul Afkar Ad-Dauliyah Linnasyer Wal Tauzi’. 1997.

Page 105: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

95

Al-Qardhawy, Yusuf. Anatomi Masyarakat islam. Penerjemah: Setiawan Budi

Utomo. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 1999.

Al-Zuhaili, Wahbah. al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu. Jilid 9. Damaskus: Dar al-fikr

2007.

Amin, Ma’ruf. Fatwa. Dalam Sistem Hukum Islam. Jakarta: eLSAS. 2008.

Amrullah, Afif. Islam Madura, Jurnal Islamuna, V. 2 Nomer 1 Juni 2015.

Asmawi, Mohammad. Nikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan. cet ke-1.

Jakarta: Darussalam. 2004.

As-Subki, Ali Yusuf. Fiqih keluarga Pedoman Berkeluarga Dalam Islam. cet ke-

2. Jakarta: Amzah. 2010.

Azzam, Abdul Aziz Muhammad dan Hawwas, Abdul Wahhab Sayyed. Fiqh

Munakahat Khitbah, Nikah, dan Talak, Penerjemah: Abdul Majid Khon.

Jakarta: Amzah, 2011.

Bakri, Sidi Nazar. Kunci Keutuhan Rumah Tangga (Keluarga Yang Sakinah).

Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya. 1993.

Djaya, Ashad Kusuma. Rekayasa Sosial Lewat Malam Pertama Pesan-Pesan

Rasullallah SAW Menuju Pernikahan Barokah.Yogyakarta: Kreasi

Wacana. 2001.

Djunaedi, Subki. Pedoman Mencari dan Memilih Jodoh. Bandung: CV. Sinar baru.

1992.

Ghozali, Abdul Rahman. Fiqih Munakahat. cet,5. Jakarta: Kencana. 2012.

Hadi, Abdul. Pergaulan Calon Suami Istri Pada Masa Pra Peminangan Di

Sawunggaling Wonokromo Surabaya. Jurnal Al-Hukama Vol 04. No 02.

Desember 2014.

Page 106: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

96

Hadikusuma, Hilman. Antropologi Hukum Indonesia. Cet ke-3. Bandung: P.T.

Alumni. 2010.

Hadikusuma, Hilman. Hukum Ketatanegaraan Adat. Bandung: Penerbit Alumni.

1981.

Haryanto, Joko Tri. Relasi Agama dan Budaya dalam Hubungan Intern Umat

Islam, Jurnal Smart Vol 01 Nomor 01 Juni 2015, h. 50

Hasil tulisan tertulis dari narasumber Rahman sebagai tokoh masyarakat di Desa

Romben Guna Kecamatan Dungek Kabupaten Sumenep Madura.

Hefni, Moh. Bhuppa’-Babhu-Ghuru-Rato, Jurnal Karsa, Vol.XI No. 1 April 2017.

Hidayati, Tatik. Perempuan Madura antara Tradisi dan Industralisasi. Jurnal

Karsa. Vol. XVI. No.2 Oktober 2009.

Humairo, Aida. Konsep Nafkah Dalam Hukum Islam (Analisa Atas Nafkah

Keluarga dari Istri Karir). Jurnal Narasi. V. 7. No. 1. Maret 2007.

Ihromi, T.O. Pokok-pokok Antropologi Budaya. cet ke-10. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia. 1999.

Jaiz, Hartono Ahmad. Wanita Antara Jodoh, Poligami & Perselingkuhan. Jakarta:

Pustaka Al-Kautsar. 2007.

Jonge, Hub De. Madura Dalam Empat Zaman: Pedagang, perkembangan,

Ekonomi dan Islam. Seri Terjemahan KITLV-LIPI. Jakarta: PT Gramedia.

1989.

Kamarusdiana dan Arifin, Jaenal. Perbandingan Hukum Perdata. Ciputat: UIN

Jakarta Press. 2007.

Kamus Bahasa Madura-Indonesia Jakarta: Pusat Pembinaan Dan Pengembangan

Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1977.

Khallaf, Abdul Wahhab. Ilmu Ushul Fiqih. Penerjemah Moh. Zuhri dan Ahmad

Qarib, Semarang: Dina Utama. 1994.

Koentjaraningrat. Pengantar Antropologi. Jakarta: Bulan Bintang. 1998.

Page 107: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

97

Kuzari, Achmad. Nikah Sebagai Perikatan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

1995.

M. Atho’, Muzdhar dan Nasution, Khairudin. Hukum Keluarga di Dunia Islam

Modern. Jakarta: Ciputat prees. 2003.

Ma’arif, Samsul. The History Of Madura: Sejarah Panjang Madura dari Kerajaan,

Kolonialisme Sampai Kemerdekaan. Yogyakarta: Araska. 2015.

Madjid, Nurcholish. Kehampaan Spritual masyarakat Modern respon dan

transformasi nilai-nilai Islam menuju Masyarakat madani. cet ke-5.

Jakarta: Mediacita. 2001.

Mardani. Hukum Keluarga Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana. 2016.

Mardhatillah, Masyithah. Perempuan Madura Sebagai Simbol Prestise dan Pelaku

Tradisi Perjodohan. Jurnal Musawa. Vol.13. No 2. Desember. 2014.

Muhadjir, Neong. Metode Penelitian Kualitatif. cet ke-3. Yogyakarta: Pilar Media.

1996.

Natsir, M. Kebudayaan Islam dalam Perspektif Sejarah. Bandung: PT Girimukti

Pasaka. 1988.

Notowidagdo, Rohiman. Ilmu Budaya Dasar berdasarkan Al-Quran dan Hadits.

Jakarta: Rajawali Pers. 2002.

Nuruddin, Amiur dan Tarigan, Azhari Akmal. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta:

Prenada Media. 2004.

Pide, Suriyaman Mustari. Hukum Adat dahulu,kini Dan Akan Datang. Jakarta:

Prenadamedia Gruop. 2014.

Pujileksono, Sugeng. Pengantar Antropologi Memahami Realitas Sosial Budaya.

Malang: Intrans Publishing. 2015.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM) Romben Guna Tahun

2015-2020, Pemerinta Desa Romben Guna Kecamatan Dungkek

Kabupaten Sumenep Tahun 2015.

Page 108: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

98

Rifai, Mien Ahmad. Manusia Madura: Pembawaan, Perilaku, Etos Kerja,

Penampilan, dan Pandangan Hidupnya Seperti Dicitrakan

Peribahasanya. cet-1. Yogyakarta: Pilar Media. 2007.

Sadik, A.Sulaiman. Memahami Jati Diri, Budaya, dan Kearifan Lokal Madura.

Surabaya: Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur. 2014.

Saniyah. Kontestasi Kelas dalam Budaya Abhakalan (Studi Hubungan Perayaan

Abakalan dengan Prestise Sosial di Desa Banuaju Barat Kecamatan

Batang-batang Sumenep Madura). Skripsi Fakultas Ushuluddin dan

Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

2016.

Selvina, Putri Septya. Sejarah Berdirinya Masjid Jamik Sumenep Masal

Pemerintahan Natakusuma I (Adipati Sumenep XXXI:1762-1811 M).

Journal Pendidikan Islam. Volume 1. No 3. Oktober 2013.

Septi karisyati. Tradisi Bhakal Eko-akoaghi (perjodohan sejak dalam kandungan)

didesa sana laok, kecamatan Waru Pamekasan Madura dalam Perspektif

Hukum adat dan Hukum Islam. Skripsi Universitas Islam Negeri Sunan

Kalijaga. 2014.

Sholeh, Asruron Ni’am. Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dan keluarga. cet ke-

1. Jakarta: Graha Pramuda. 2008.

Shomad, Abd. Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia.

Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2010.

Soegianto. Ensiklopedi Madura III. Jember: Laporan Penelitian Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Jember. 1992.

Soegianto. Kepercayaan, Magi dan Tradisi dalam Masyarakat Madura. Jember:

Tapal Kuda. 2003.

Soekanto, Soerjono. Hukum Adat Indonesia. Cet,14. Jakarta: Rajawalipers. 2015.

Sopyan, Yayan. Islam Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam

Hukum Nasional. Jakarta: RMBooks. 2012.

Sopyan, Yayan. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: t.t.p. 2009.

Spradley, James P. Metode Etnografi. Penerjemah Misbah Zulfa Elizabeth.

Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. 1997.

Page 109: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

99

Suhaimi. Praktik Khitbah Di Madura Perspektif Hukum Islam dan Hukum Adat.

Jurnal Al-Ihkam. Vol. 9. No 2.

Suhendi, Hendi. Fiqih Muamalah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2002.

Sulaiman, Imam Hafiz al-Mushannif al-Muttaqin Abi Daud. Sunan abu daud. Jilid

III. Beirud: Daar Ibnu Hazm. 202 H.

Suma, Muhammad Amin. Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam. Jakarta: Rajawali

Pers. 2004.

Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqih

Munakahat dan Undang-undang Perkawinan. cet ke-3. Jakarta: Kencana.

2007.

Tihami, M. A. dan Fahrani, Sohari. Fiqih Munakahat: Kajian Fiqih Lengkap.

Jakarta: Rajawalipers. 2009.

Tumanggor, Rusmin dan Ridho, Kholis. Antropologi Agama. Ciputat: UIN Press.

2015.

Uwaidah, Syaikh Kamil Muhammad. Fiqih Wanita, Penerjemah: M. Abdul Ghoffar

E.M. cet ke-24. Jakarta: Pustaka Al-Kausar. 2007.

Wawancara Pribadi dengan Anshori (Tokoh Agama). Romben Guna 7 Oktober

2017.

Wawancara Pribadi dengan D Zawawi Imron (Budayawan Madura). Batang-batang

8 Oktober 2017.

Wawancara Pribadi dengan Dewi (Kepala desa). Romben Guna 12 Oktober 2017.

Wawancara Pribadi dengan Didik (Perangkat Desa). Romben Guna 12 Oktober

2017.

Wawancara Pribadi dengan Eva Nur Fauza (Masyarakat), Romben Guna 9 Oktober

2017.

Wawancara Pribadi dengan Niwanah (Masyarakat), Romben Guna 9 Oktober 2017.

Wawancara Pribadi dengan Rahman (Tokoh Masyarakat). Romben Guna 7 Oktober

2017.

Page 110: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

100

Wawancara Pribadi dengan Rakso (Tokoh Masyarakat). Romben Guna 12 Oktober

2017.

Wawancara Pribadi dengan Rihwah (Tokoh Masyarakat/pengade’), Romben Guna

9 Oktober 2017.

Wawancara Pribadi dengan Saiwah (Masyarakat), Romben Guna 9 Oktober 2017.

Wawancara Pribadi dengan Siti Fatimah (Masyarakat). Romben Guna 7 Oktober

2017

Wawancara Pribadi dengan Wardi (Masyarakat), Romben Guna 13 Oktober 2017.

Wibisono, Bambang dan Haryono, Akhmad. Wacana Perkawinan di Tapal Kuda.

Jember: Tapal Kuda. 2016.

Wiyata, A. Latief. Mencari Madura. Jakarta:Bidik-Phronesis Publishing. 2013.

Yusuf, A. Muri. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif & Penelitian Gabungan.

Cet, ke-1. Jakarta: Prenadamedia Group. 2014.

Zubairi, A Dardiri. Rahasia Perempuan Madura Esai-Esai Remeh Seputar

Kebudayaan Madura. Surabaya: Andhap Asor dan Al-Afkar Press. 2013.

Page 111: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT DESA ROMBEN GUNA

KECAMATAN DUNGKEK KABUPATEN SUMENEP MADURA

Nama : H. Abd Rahman

Usia : 61 Tahun

Alamat : Rt 04 Rw 01 Kampung Tengah Desa Romben Guna Kecamatan

Dungkek Kabupaten Sumenep Madura

Pekerjaan : Wirausaha (Tokoh Masyarakat)

Pertanyaan: Apa anda dulu pernah melaksanakan abhakalan ?

Jawaban: Kalau saya dengan istri saya ini sejak tahu ke barat timut tahu ke

orang, orang tua saya bilang itu adalah bhakal kamu maswiyatun

dan karena kuasa Allah saya sampai sekarang 50 tahun masih

bertahan, mulai lulus SR Batang-batang 1 tahun 1968 saya

dikawinkan sampai sekarang punya anak tiga

Pertanyaan: Sebagaimana yang anda ketahui dimasyarakat, lebih banyak

mana angka perceraian antara yang dijodohkan orang tua dengan

yang mencari sendiri ?

Jawaban: Yang dijodohkan orang tua lebih banyak, kan kalau yang cari

sendiri karena itu kan sudah kemauan orangnya sendiri

Pertanyaan: Berarti banyak perceraian disini gara-gara pertunangan

sedemikan ?

Jawaban: Tidak sampai cerai, kan tidak sampai kawin,

Pertanyaan: Kalau yang sampai kawin ?

Jawaban: Insyaallah tidak banyak malah lebih utuh, jadi kalau dari kecil

bertunangan sampai kawin rata-rata tidak pisah.

Pertanyaan: Justru dia yang tidak bertunangan terus sampai tua ternyata dapat

sendiri ternyata banyak pisah ?

Jawaban: Iya kadang sampai pisah kalau tidak ada jodoh, tapi walaupun

temuanya sendiri tetap saja melalui proses adat mulai dari aing-

aingnin terlebih dahulu jadi harus dilamar dulu dan menunggu

persetujuan dari orang tua kalau udah setuju diantar kedua belah

pihak langsung diadakan lamaran.dan kapan mau dikawinkan.

Page 112: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

Pertanyaan: Apa anda mengetahui yang disebut dengan tradisi toloh ?

Jawaban: Iya kalau tolo itu pas lebaran saja, jadi pas tinggal seminggu

biasanya baru ater (mengantarkan) beras, baju, sandal, sabun,

uang dan pokoknya secukupnya pakaian orang perempuan

Pertanyaan: Berarti kalau sudah temuannya sendiri tidak menerapkan tradisi

tolo lagi ?

Jawaban: Tidak lagi kalau Cuma jangka waktunya 5 bulan, kalau ada toloh-

toloh itu yang bertahun-tahun, kan istilah-istilah toloh itu ketika

pas lebaran saja

Pertanyaan: Dalam penulisan yang benar itu ater toloh atau toloh saja ?

Jawaban: Iya kalau kata ater itu kan artinya mengantarkan dan i toloh itu

barangnya, jadi yang dikasih dari pihak laki-laki ke pihak

perempuan itu yang disebut toloh

Pertanyaan: Apa pihak perempuan memberikan toloh juga ?

Jawaban: Kalau dari perempuan tidak ada toloh lagi, tidak ada pembalasan,

tidak ada imbalan cukup dai laki-laki diterima sudah, kalau pas

hari raya main ke rumah tunangan itu yang dinamakan nyareh

mattuah (mencari mertua)

Pertanyaan: Apa wajib melaksanakan tradisi toloh ?

Jawaban: Iya kan istilahnya sudah kewajiban tradisi, tergadang kalau tidak

dianterin bisa batal pertunangan.berarti orang tuanya tidak mau

Pertanyaan: Berarti bukan dari pihak yang bertunangan membatalkan?

Jawaban: Iya kan yang si kecil belum tahu apa-apa

Pertanyaan: Sampai kapan memberika toloh itu ?

Jawaban: Sampai kawin, kalau sepuluh tahun bertunangan berarti sepuluh

kali memberi. Karena kalau tidak memberi akan dipertanyakan,

berarti sudah tidak suka lagi. Walaupun sedikit dan tidak sama

dengaan yang lama maka itu harus memberi

Pertanyaan: Apa makna memberikan toloh itu ?

Jawaban: Pendekatan antara bisan laki-laki dengan bisan perempuan

Pertanyaan: Apa ada mitosnya keharusan memberi toloh ?

Jawaban: Tidak ada, istilah sudah tradisi

Page 113: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

Pertanyaan: Berarti intinya ingin menyambung silaturrohim ?

Jawaban: Iya artinya masih belum putus walaupun sudah bhisanan sebelas

tahun ataupun sepuluh tahun ini tidak putus, karena kalau tidak

memberi toloh itu dianggap bhisan laki-laki tidak mau lagi.

Karena sudah ada kelainan dari tahun-tahun yang lalu apa maksud

dan tujuannya kenapa tidak memberi. Dan itu sudah tradisi tidak

bisa dirubah, kalau dari bhisan perempuan tiba-tiba menolak

pemberian tolo itu merupakan tanda-tanda kalau sudah mau

burung (putus) dan kalau dari bisan laki-laki tanda-tandanya

putus ketika tidak memberi

Pertanyaan: Apa ada riwayat ataupun silsilahnya tradisi toloh ?

Jawaban: Tidak ada silsilahnya sudah, artinya dari nenek moyang kita

sudah sedemikian, artinya semenjak jujuk (buyut) saya sudah

sedemikian

Pertanyaan: Apa sama antara tradisi toloh terdahulu dengan yang sekarang ini

?

Jawaban: Sama, insyaAllah kalau adat ketimuran tidak ditinggalkan kalau

didesa pada umumnya

Pertanyaan: Soalnya saya mencari arti toloh baik dari bahasa ataupun istilah

tidak menemukan ?

Jawaban: Iya emang tidak ada, artinya insyaAllah kalau tolo itu seperti kyai,

kalau kyai berbicara kan juga dari para ulama artinya juga dari

cakna juga. Semenjak nenek moyang sudah sedemikian, artinya

memang sudah ada begini. (Sebagaimana yang disampaaikan

oleh orang yang ikut dalam wawancara bahwa bisa diartikan

pemberian tolo itu sama dengan arti mandi, yang gunakanya

untuk membersihkan)

Pertanyaan: Apa sama antara nafkah dengan toloh ?

Jawaban: Iya beda, kalau nafkah itu kasih beras bisa dan kasih uang juga

bisa. Jadi kalau beras dan uang diletakin gelas dan seperangkat

lainnya sudah komplit dan adanya didalam gelas ini baru itu

dinamakan toloh tapi kalau beras Cuma-Cuma itu kan nafkah

Pertanyaan: Berarti nanti proses pemberiannya menggunakan apa saja ? pakai

gelas ?

Page 114: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

Jawaban: Tidak, diwadahin misalnya dalam satu kotak seperti toples ada isi

make up dan lainnya ada uangnya, beres diantarkan ke rumah

bhisan itu toloh istilahnya, kalau nafkah beras atau uang.

Pertanyaan: Apa ada istilah nafkah sebelum pernikahan ?

Jawaban: Tidak ada, kalau istiah dulu seperti saya dan ajjih bini’na (istrinya

tapi sudah haji) kan masih belum bisa kerja memang diharus

orang tua dari laki-laki itu menafkahi atau mengirim kepada

anaknya dan itu dinamakan nafkah setelah pernikahan. Jadi kalau

anak belum punya kerjaan maka harus diberikan setelah nikah.

Pertanyaan: Apa sama dengan mahar ?

Jawaban: Beda

Pertanyaan: Kalau dalam Islam toloh dikategorikan sebagai apa ? apa mahar,

nafkah, sadaqoh atau hibah ?

Jawaban: Iya cuma pemberian saja, hibah

Pertanyaan: Berarti hanya memberikan cuma-cuma saja ya ?

Jawaban: Iya, tidak imbalan

Pertanyaan: Kalau pemberian antara orang yang statusnya kaya, menangah

keatas dan miskin, apa sama pemberiannya ?

Jawaban: Tidak sama, karena memang tidak ada ketentuan dalam

masyarakat, bagaimana kemampuan dan seikhlasnya.

Pertanyaan: Pada umumnya dimasyarakat pemberian toloh berupa apa saja ?

Jawaban: Beras, baju, sabun, parfum, make up dan uang, sandal, kerudung

pokoknya komplitnya yang digunakan oleh cewek

Pertanyaan: Kalau pemberian emas-emas ?

Jawaban: Tidak kalau emas, biasa waktu lamaran pemberian emas

Pertanyaan: Apa bila si perempuan sudah janda, apa mendapatkan toloh juga

? seandainya orang tersebut baru saja cerai

Jawaban: Sudah tidak ada lagi, jadi istilahnya kalau didesa kan saya sebagai

pengadeknya orang didaerah sini, jadi silsilah antaranya orang

bertunangan sampai kawin saya sudah pengalaman, saya sendiri

berkecipung didalam masalah ini, jadi kalau sudah janda duda

sudah tidak ada toloh-toloh lagi

Page 115: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

Pertanyaan: Bagi orang yang berstatus perawan saja ?

Jawaban: Iya, kalau janda duda sudah tidak ada lagi, walaupun seandainya

dia bertunangan sudah satu tahun tapi tidak mungkin kalau janda

duda itu bertunangan lebih dari satu tahun paling lambat tiga

bulan, jadi tidak sampai pada pemberian toloh. Cuma langsung

permintaan saja misalnya saya sebagai pengadek bilang saya

kepada hary ini anak kamu sudah ada yang punya, dia jawab tidak

ada, jadi saya bilang kalau ponakan saya sama-sama senang

ponakan saya mau dijodohkan dengan anak kamu jadi nanti hary

akan menawarkan kepada anaknya, lah nanti kalau sudah sama

setuju maka langsung nunggu proses perkawinan

Pertanyaan: Kalau seandainya batal pertunangan dalam masa yang sudah

lama, apa toloh yang telah diberikan dapat dikembalikan ?

Jawaban: Tidak dikembalikan,

Pertanyaan: Apa pemberian tolo itu wajib, artinya bila tidak punya harus

berutang ?

Jawaban: Iya wajib, kalau tidak ada harus mencari hutangan untuk dikasih

ke bhakalnya, kan kalau bhakal pulang biasanya sudah salaman

dengan uangnya.

Pertanyaan: Siapa saja yang ikut dalam pemberian toloh tersebut ?

Jawaban: Ya dari bhisan laki-laki, orang tua laki-laki dan orang tua

perempuannya itu kalau jauh tapi kalau deket biasa cukup orang

tua perempuan saja

Pertanyaan: Berarti seperti paman-paman dan kyai-kyai tidak ada lagi ?

Jawaban: Iya sudah tidak ada lagi, misalnya jaraknya antara disini sampai

ke Gapura itu biasa kedua orang tuanya tapi kalau deket cukup

orang tua perempuan.

Pertanyaan: Jadi nanti yang laki-laki itu atau yang bertunangan juga harus ikut

?

Jawaban: Tidak usah, nanti pas hari lebaran. Jadi nanti lebaran bhakal

perempuan main ke bhakal laki-laki dan bhakal perempuan kalau

sudah pulang dan begitu juga sebaliknya, tergantung bhakal

perempuan itu dijemput jika masih anak-anak, kalau orang desa

san-bhisanan.

Page 116: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

Pertanyaan: Ketika hendak menikah biasa ada istilahnya kita membawa

mostomos ya ?

Jawaban: Iya harus mostomos kalau lanceng paraben

Pertanyaan: Isinya mostomos apa saja ?

Jawaban: Iya isinya mostomos dudul, topak, lepper, kocor dan nanti satu

wadah dan itu proses kalau sudah mau nikah dan masih lanceng

paraben

Pertanyaan: Bagaimana tahunya kalau itu lanceng paraben ?

Jawaban: Iya tidak pernah keluarga, kalau sudah pernah kawin berarti janda

duda

Pertanyaan: Berarti kalau sudah janda duda tidak meriah lagi ya ?

Jawaban: Iya, sudah sederhana seadanya. kalau mostomos itu biasanya

kalau seandainya tidak mampu waktu kawin maka harus diganti

kalau sudah mau melahirkan anaknya itu harus diantarkan dan itu

wajib bagi adat

Pertanyaan: Apa pemberian itu kiranya tidak memberatkan ?

Jawaban: Iya sampai cari hutangan kalau tidak ada, yang memberatkan,

karena kalau lanceng peraben disini itu pasti meriah artinya kalau

biasa-biasa saja malah menjadi cerita semisal ada ucapan anaknya

itu tidak dibawakan apa-apa, ataupun istilahnya anaknya itu

dipanggang jadi usaha nyari, tapi memang ada efek sampingnya

dari keluarga dan saudara-saudaranya itu masih ada sumbangan

sedikit-sedikit istilahnya ponakan saya mau menikah jadi nanti

ajjih binni’ bilang udah saya nanggung kelemben satu so’on nanti

tidak usah buat kelemben.

Pertanyaan: Apa dalam tradisi toloh ada sedemikian juga ?

Jawaban: Tidak ada, itu kalau sudah mau menikah kan kalau toloh itu masih

tunangan. kalau setiap tahun buat seperti itu memberatkan

dibelakang. Biasanya kalau mostomos itu ada makanan yang

dilempar yaitu lepet biasanya kalau itu dilempar ke orang yang

tak pajju binih.

Pertanyaan: Kalau diurutkan mulai dari pertama sampai mau pernikahan, apa

saja kiranya yang harus dilewati ?

Page 117: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

Jawaban: Iya dari aing-aingnan, setelah itu ada yang masuk bertanya sudah

ada yang punya atau tidak, aing-aingnan itu biasanya memberikan

bahasa kepada sekitar warga

Pertanyaan: Kalau seandainya yang hendak dilamar jauh ?

Jawaban: Iya pasti sekitar tetangnya

Pertanyaan: Siapa yang memberi aing-angin itu ?

Jawaban: Iya dari keluarga yang laki-laki bertanya kepada yang perempuan

Pertanyaan: Pengadek itu masuk ke aing-angin ?

Jawaban: Tidak, pengadek itu nanti kalau sudah mau minta

Pertanyaan: Apa nanti yang jadi pengadek dari keluarga ?

Jawaban: Tidak, kadang orang lain , siapa kiranya yang disegani di daerah

keluarga yang mau ditunangkan, itu kan biasanya agar langsung

diterima. Setelah itu lamaran.

Pertanyaan: Setelah proses lamaran ?

Jawaban: Iya sudah setiap tahunnya

Pertanyaan: Semisal sudah semuanya sampai 10 tahun memberi tolo, apa

berikutnya ?

Jawaban: Iya kalau sudah mau menikah, nyedek temmu istilahnya emberi

tanggal dan bulan langsung kalau sudah sama sepakat

Pertanyaan: Nyedek temmu itu berapa bulan akan berlangsungnya pernikahan

?

Jawaban: Tergantung perjanjian, iya kalau sudah tinggal satu tahun, kadang

tinggal tiga bulan

Pertanyaan: Apa nyeddek temmu itu harus memberi-memberi juga ?

Jawaban: Tidak usah

Pertanyaan: Siapa saja yang datang saat nyeddek temmu ?

Jawaban: Iya pengadek itu ke bhisan perempuan etelah itu ya proses

perkawinan tinggal nyareh dinah

Pertanyaan: Apa nyareh dinah itu ?

Page 118: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

Jawaban: Iya mencari hari yang bagus, tanggal, hari, bulan dan tahun yang

bagus

Pertanyaan: Apa itu tu ada hitung-hitungannya juga, apa yang disebut

mujarrobat ?

Jawaban: Bukan, aji saka biasanya, nanti itu bisanya ketika sudah mau

menikah ada balesan atas pemberian dari laki-laki waktu pas

lamaran misalnya 10 so’on maka harus ada pengembalian

sedemikian juga, itu biasanya hanya ada dilamaran saja. Dan itu

biasanya yang melibatkan banyak orang baik dari keluarga dan

tokoh masyarakat. Iya kalau baru bhakalan dan lanceng paraben

harus saling balas membalas seperti itu lah istilahnya

Pertanyaan: Kalau biaya acara pengembalian tersebut sampai berapa ?

Jawaban: Tidak terduga puluhan juta seperti cucu saya ke madiun tidak

cukup hanya 5 juta

Pertanyaan: Kalau tolo sampai berjuta-juta juga ?

Jawaban: Tidak, mungkin ya hanya 200 ribuan.kadang 300 cukup

Pertanyaan: Iya mungkin kalau kaya sampai 1 juta gittu ?

Jawaban: Tidak juga, walaupun itu kaya pokoknya ada saja. Sebagai tanda

saja setiap tahun memberi

Pertanyaan: Apa dengan perubahan zaman ada penurunan penerapan tradisi

toloh ?

Jawaban: Kalau tradisi toloh sama saja. Tetap bertahan tidak penurunan

kalau sejak kecil

Pertanyaan: berarti tradisi toloh itu sederhana ?

Jawaban: Iya sederhana tapi untuk mempertahan tali silaturrohmi antara

dua keluarga ini yang sulit dari bhisan ke bhisan

Pertanyaan: Walaupun pemberiannya sedikit ?

Jawaban: Kan tanda pengestoh

Pertanyaan: Berarti pertunangan sejak kecil sudah biasa, walaupun nanti

ketika sudah tua akan dikasih pilihan juga akan meneruskan juga

atau tidak ?

Jawaban: Iya nanti ditanyakan juga

Page 119: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

Pertanyaan: Biasanya umur berapa nanti ditanyakan ?

Jawaban: Iya kalau sudah kelaur SMA, kalau sekarang kawin muda sudah

jarang , jadi nanti ke anak menafsirkan bahwa siap atau tidak mau

menikah, nanti kalau siap orang tua dari si laki-laki dan pengadek

pergi ke bhisan perempuan mun pade pojur epamolea anak

ka’dintoh, jadi nanti orang tua perempuan bertanya sudah siap apa

tidak, kalau sudah siap nanti langsung digelar tapi kalau tidak

nanti ditanyakan alasannya apa yang menjadi penyebabnya tidak

mau meneruskan.

Pertanyaan: Kalau disini orang bertunangan sudah biasa ya boncengan ?

Jawaban: Ya kalau masih kecil tapi kalau sudah besar biasa langsung disirri,

jadi nanti menunggu acara pernikahannya sudah tinggal satu

tahun tapi karena kebutuhan mau antarkan calon kuliah atau apa

pun bisa disirri terlebih dahulu.seperti ponakan dan cucu saya

disirri tadi malam

Pertanyaan: Berarti nanti kalau disirri tidak besar-besaran ya ?

Jawaban: Iya cukup berdua dan kyai bertiga

Pertanyaan: Bagaimana dengan nikahnya ?

Jawaban: Iya itu tergantung kemampuan dan perjanjiannya , kalau kita

bawa oleh-oleh sekian disitu juga bawa sekian, kalau bhisan

perempuan sudah terlalu berat kalau demikian

Pertanyaan: Seandainya tadi yang nikah sirri itu cerai sebelum jatuh tempo

pernikahan karena disebabkan percekcokan, apa nanti ketika

pertunangan lagi memberi toloh lagi ?

Jawaban: Sudah tidak, dianggap janda. Tidak ada foya-foya lagi sudah

sederhana. Tolo itu untuk yang masih lanceng paraben dan dari

masih kecil

Pertanyaan: Apa penyebab pertunangan di Madura itu sampai lama ?

Jawaban: Ya biar yang sepuh sama tahu dan bagaimana orang tuanya, kan

kalau anaknya tidak tahu

Pertanyaan: Terus, yang mendorong orang tuanya untuk mempertunangkan

itu apa ?

Jawaban: Iya kan begini ada ucapan, kalau seandainya jadi engko’

matoroah aba’ ke menantu, soalnya masih ada ikatan keluarga.

Page 120: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

Pertanyaan: Berarti orang tua ini karena ingin matoroah aba’ ?

Jawaban: Iya kan kalau seandainya pasti matoroah aba’, kalau saya mau

nyuruh-nyuruh tidak repot lagi. Ini ucapa-ucapan kuno

Pertanyaan: Kalau pertunangan disini biasanya Cuma disekitar sini saja atau

juga sampai keluar-keluar ?

Jawaban: Sampai keluar-keluar kalau didesa ini

Pertanyaan: Apa nanti tetap menerpkan tradisi toloh juga ?

Jawaban: Iya tetap menggunakan

Pertanyaan: Kalau seandainya sampai keluar kabupaten ?

Jawaban: Iya kalau daerah Sumenep biasa orang sudah mengerti, misalnya

yang perempuan orang disini jadi tidak mengharap toloh lagi

karena sudah sama mengerti

Pertanyaan: Berarti tradisi ini semenup ketimur saja ?

Jawaban: iya

Pertanyaan: Soalnya saya tanya kepada teman daerah Lenteng tidak ada toloh,

tapi pemberian setiap lebaran ada ataupun setelah lebaran ?

Jawaban: Kalau setelah lebaran itu cuma pemberian tidak ada namanya

Pertanyaan: Berarti disana tidak ada toloh ya ?

Jawaban: Ada tapi istilahnya beda

Pertanyaan: Kalau batang-batang ada ya ?

Jawaban: Ada, malah lebih kental dengan disini, proses perkawinan disini

bantal dengan tikar sudah tidak ada isinya penangan juga sudah

tidak ada, kalau batang-batang masih ada, bantal dan tikar ada

Pertanyaan: Bantal dan tikar itu apa ?

Jawaban: Iya nanti waktu perkawinan di so’on yang namanya bantal dan

tikar seperti penangan, pappa’ dan lain sebagainya ada masih

kalau di batang-batang.masih belum bisa ditinggalkan

Page 121: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA
Page 122: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT DESA ROMBEN GUNA

KECAMATAN DUNGKEK KABUPATEN SUMENEP MADURA

Nama : Saiwah

Usia : 37 Tahun

Alamat : Rt 1 Rw 1 Dusun Sumor Penang Desa Romben Guna Kecamatan

Dungkek Kabupaten Sumenep Madura

Pekerjaan : Wisausaha (pihak laki-laki ibu yang abhakalan)

Pertanyaan: yang pertama dengan siapa saya bertanya ?

Jawaban: Saiwah

Pertanyaan: Siapa yang abhakalan ?

Jawaban: Anak saya namanya very

Pertanyaan: Umur berapa ?

Jawaban: lahir 1997 (20 tahun)

Pertanyaan: sudah berapa lama anak anda abhakalan ?

Jawaban: sesudah lebaran syawal kemaren.

Pertanyaan: berarti baru empat bulan ya ?

Jawaban: Iya

Pertanyaan: Bagaimana proses pertunangan yang anda lakukan saat

mempertunangkan anak anda?

Jawaban: iya pertama aing-aingnin, tapi saya sulit untuk mencari yang

dijadikan aing-angnin, ya orang yang dapat dipercaya, terus

orang yang disegani, dan orang dijadikan aing-aingni ini sudah

disegani agar bisa diterima. Lalu pihak sana sudah dianggap

menerima sampai jadi untuk meresmikan pakai orang lain lagi

yang namanya pengadek. Orang yang aing-aingnin itu dengan

pengadek berbeda. Setelah pengadek meresmikan musyawarah,

Page 123: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

lalu pengadek yang meresmikan pada malam ini (hari yang telah

ditentukan) saya akan pergi pihak perempuan.

Pertanyaan: Apa saja yang dibawa saat akan melamar ?

Jawaban: Iya kalau saya kan orang yang tidak mampu cuma bawa sedikit

jajan, bawa cincin 2 gram, baju, sandal dan kerudung. Itu pas awal

lamaran.

Pertanyaan: Pada waktu awal-awal peminangan, apa ada perjanjian akan

pelaksanaan perkawinan ?

Jawaban: tidak ada, hanya abhakalan saja

Pertanyaan: Darimana pihak yang perempuan ?

Jawaban: Orang Romben Barat

Pertanyaan: Apa ada perbedaan antara tradisi Romben Guna dengan Romben

Barat ?

Jawaban: Sama saja

Pertanyaan: Apa anda mengetahui yang dikatakan toloh ?

Jawaban: Iya tahu, Cuma belum pernah mengalami kan saya baru, tahu

cerita soalnya saudara-saudara saya sudah banyak yang

mentunangkan, yang ceritanya memberikan toloh itu.

Pertanyaan: Apa nanti anda akan melaksanakan pemberian toloh ?

Jawaban: Insyaallah nanti kalau tidak buru-buru menikah. Ya kalau emang

sudah tradisinya disini memberikan toloh ya nanti akan memberi

juga

Pertanyaan: Bagaimana menurut anda, apa tradisi toloh akan memberatkan

dalam melaksanakan proses peminangan ?

Jawaban: Iya karena sudah tradisinya, ya nanti ambil semampunya saya

saja

Page 124: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA
Page 125: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT DESA ROMBEN GUNA

KECAMATAN DUNGKEK KABUPATEN SUMENEP MADURA

Nama : Siti Fatimah

Usia : 35 Tahun

Alamat : Dusun Sumor Anyar Desa Romben Guna Kecamatan Dungkek

Kabupaten Sumenep Madura

Pekerjaan : Wirausaha (Ibu dari anak yang melakukan abhakalan)

Pertanyaan: Dalam melaksanakan tradisi toloh ini, anda mengetahuinya

sendiri atau ada yang memberi tahu anda ?

Jawaban: Iya mengikuti perilaku yang tua saja

Pertanyaan: Kapan waktu pemberian tradisi toloh ini dilaksanakan ?

Jawaban: Biasanya pas sebelum Idul Fitri, kalau Idul Adha tidak ada

Pertanyaan: Apa saja yang dikasih ?

Jawaban: Ya berupa baju, petrana

Pertanyaan: Petrana itu apa saja barangnya ?

Jawaban: Iya hanya beras itu

Pertanyaan: Apa tradisi ini tidak memberatkan kepada anda ?

Jawaban: iya tidak, iya tidak langsung diwajibkan

Pertanyaan: Bagaimana bila tidak memberikan tradisi toloh ini ?

Jawaban: Iya walaupun tidak memberi tidak akan menjadi masalah, karena

nanti yang memberi dari pihak laki-laki memberi kepada yang

perempuan, dan yang ini (pihak perempuan) menerima dari pihak

hary (pihak laki-laki) itu.

Pertanyaan: Posisi anda dari pihak mana ?

Jawaban: Iya dari pihak perempuan

Pertanyaan: Bagaimana perasaan anda dari pihak perempuan bila tidak diberi

toloh dari pihak laki-laki ?

Jawaban: Iya tidak ada masalah

Page 126: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA
Page 127: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

HASIL WAWANCARA DENGAN SALAH SATU BUDAYAWAN MADURA

D. ZAWAWI IMRON

Pertanyaan: Begini pak, dalam mewawancarai bapak saya ingin lebih

mengetahui tentang budaya Madura, Bagaimanakah budaya

Madura sebelum Islam masuk ke Madura ?

Jawaban: Sebenarnya tidak ada catatan tertulis karena orang Madura itu

hampir tidak punya budaya tulis, mungkin budaya tulis itu masuk

Madura setelah adanya Islam gitu, dan pada umumnya sampai

sekarang itu kitab-kitab yang ada di Madura pada umumnya

jarang sekali yang memakai bahasa Madura semuanya berbahasa

Jawa. Bahkan pengarang Madura pun yang rumahnya dekat sini

kayak Maream itu pengarang “kucing emas” itu memakai bahasa

jawa dengan sedikit campuran bahasa Madura. Jadi catatan-

catatan yang sebelum Islam masuk ke Madura itu, hampir

katakanlah tidak ada karena tradisi manulis di Madura itu sangat

kering sekali, yang ada itu hanya cakna ke cakna, yang namanya

cakna ke cakna itu disetiap zaman akan mengalami perubahan

Pertanyaan: Apa ada catatan tertulis tentang masuknya Islam ke Madura ?

Jawaban: kalau menurut pak Mastuhu diredupkan oleh orang-orang tahun

1062 sudah ada pesantren “jeng tampes” di Pamekasan dan

setelah diselidiki yang namanya “jeng tampes” tenyata dipesisir

utara Pamekasan di Sotaber tempatnya. Tapi pesantren itu sudah

hampir tidak ada sekarang, nanti saya ceritakan semua itu di

desertasinya pak mastuhu tentang pesantren ada catatan walaupun

beberapa orang meragukan.

Pertanyaan: kalau untuk masuknya Islam di Sumenep ?

Jawaban: Iya mungkin sekitar itu tidak terlalu jauh, kalau di Sumenep

catatan yang ada dari “manderegeh” sekitar tahun 1400 an,

kecuali percaya bahwa Joko Tole sudah Islam, kan ada yang

mengatakan bahwa joko tole itu sudah Islam walaupun pernah

menjadi adipati di Majapahit tapi catatan yang ada dalam babat

tanah jawi itu joko tole sudah waktu peresmian masjid demak

1511 dicatat itu kuda risang penoleh sudah datang waktu

peresmian masjid demak 1511, dan kuda risang penoleh itu di

Sumenep disebut hanya kuda penoleh dan tidak ada nama lagi

Page 128: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

yang kuda risang penoleh itu selain dari joko tole yang kratonnya

di Lapa Taman, tapi peneliti-peneliti barat juga ketika dengan

sebenarnya yang kemudian dikukuhkan otientik pada juga dari

cakna ka cakna juga. Karena yang menulis orang barat bukan

hanya di asumsikan tapi sudah dianggap, seperti di babat

Sumenep peneliti sejarawan Degraf, di sejarah runtuhnya

kerajaan Mataram menyebutkan sumber-sumber dari babat

Sumenep walaupun sebagian ahli meragukan sebuah babat itu

sama dengan sejarah itu tapi walaupun disebutkan dibabat

ternyata ada seperti dibabat Sumenep K. Tenga yang ada

diberumbung yang ada di Lombang bagian timur dan dikuburkan

di Eing-bungin memang ada kuburannya dan disetujui oleh rakyat

jadi tidak setiap babat itu kemudian, ya sama dengan seperti G30

SPKI kalau dalam sekarang itu kan sebagian mengatakan yang

berontak itu G30S itu bukan PKI kalau orang zaman saya dulu

G30S PKI sarjana-sarjana sekarang walaupun Islam sudah

meragukan itu bukan PKI yang terutama mereka yang tidak

menututi PKI begitu, sudah ikut sama pendapat sarjana-sarjana

barat atau anak-anak PKI bahwa bapak dia tidak ikut berontak,

yang berontak itu ya dewan jendral kan begitu.

Pertanyaan: Jadi pengaruh Islam terhadap budaya Madura itu sangat besar ?

Jawaban: Iya sangat besar, mungkin betul yang dikatakan Pramondian

Tatut bahwa sebelum orang barat dan Islam masuk ke Indonesia

masih setengah telanjang kan raja-raja dulu patungnya setengah

telanjang kalau untuk laki-laki.

Pertanyaan: Sebagaimana pendapat Greetz bahwa Islam di Jawa terbagi

menjadi tiga kategori yaitu Priyai, Santri dan Abangan, kalau

untuk Madura seperti apa pengkategoriannya ?

Jawaban: Iya kalau saya mengkategorikannya Madura setelah Islam ialah

budaya santri, tapi kemudian kan budaya santri itu dibagi dua,

budaya santri yang masih konsisten dengan budaya santrinya bisa

tetap dikatakan budaya santri, kalau yang tidak konsisten dengan

budaya santrinya bisa dikatakan blater dan budaya santripun itu

ada subnya kalau budaya santri kental menjadi kyai, ya kalau

tidak menjadi santri saja, sedangkan budaya blater kalau

blaternya masih atandek masih terbatas blater tapi sholat dan

kalau sudah tidak sholat dan kriminal itu yang disebut bejingan

(preman) kalau masih sholat tapi masih suka kebudayaan-

Page 129: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

kebudayaan Madura yang tidak bernilai santri ngajuh tandek,

kemudian itu blater itu kalau betul tapi itu kira-kira begitu

Pertanyaan: Berarti hanya santri, tidak ada priyai ataupun abangan ?

Jawaban: Awalnya, tapi kan priyai itu bisa dari santri dan bukan santri juga,

sebelum mereka jadi priyai dari mana mereka, kalau

Tjokroaminoto itu apa dipriyaikan apa karena beliau cucu Imam

Hasan Basyari apa disantrikan. jadi dalam ilmu sosial itu tidak

ada rumus 2 kali 2 sama dengan 4 tidak ada itu, karena kita terlalu

percaya kepada barat, saya ini termasuk orang yang meragukan

budaya barat itu penelitian-penelitian barat, Cuma kita terlalu

taklid didalam agama dilarang taklid kalau ilmu modern malah

kita taklid kepada barat jadi refrensi-refrensi ataupun

kecenderungan itu taklid.

Pertanyaan: Apa daerah Romben Guna itu termasuk desa tua ?

Jawaban: mengingat namanya nama tua itu tapi yang paling seperti nama

Dungkek itu sekitar 1740 dulu kan namanya renggirengan

kemudian disebut penggirengan, kalau namanya Romben Guna

kan masih ada kaitannya dengan ketusan. Ditandai dengan kata

guna dan rana itu kan kalau sekarang kata-kata itu sudah tidak

digunakan lagi, kata-kata guna dan rana itu dimungkin memang

desa tua.

Pertanyaan: Mungkin pembatasan saja dulu, dari tadi kita bahas Madura

secara umum tapi sekarng kita akan lebih kepada sistem

kekerabatan atau keluarga, sebenarnya seperti apa sistem

kekerabatan di Madura ?

Jawaban: Iya itu ada adagium walaupun tidak terkenal mun nyareh kancah

ka mekkasan mun nyareh belleh ka sumenep. Jadi kekerabatan

dalam pengertian family itu untuk Sumenep cukup kuat, tapi di

Pamekasan kekerabatan itu lebih ke persahabatan jadi teman, jadi

mungkin kata-kata bile ceppa palotan bile kanca ataretan lebih

dekat walaupun di Sumenep dipakai tapi lebih cenderung ke

Pamekasan, jadi di Sumenep itu membela famili sudah menjadi

keharusan budaya, kalau di Pamekasan itu membela teman sudah

menjadi keharusan, bisa mungkin saja teman saja dibela apalagi

keluarga dibela juga di Pamekasan

Page 130: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

Pertanyaan: Kalau untuk kepercayaan ataupun ritual yang ada dalam

masyarakat itu bagaimana khususnya dalam masalah keluarga

seperti pernikahan, peminangan dan lain-lain?

Jawaban: Kalau ritual itu ya sebagaimana NU yang namanya Madura, jadi

masing-masing kyai itu punya ritualnya sendiri kemudian tidak

sama, karena dikalangan NU kemaren kami jadi juri MTQ di

Pasuruan ada yang menjamak selama satu minggu menjadi

menjamak terus dan ada yang tidak dan itu tidak ada yang

mempersoalkan, jadi kami sudah siap untuk berbeda. Jadi yang

dekatpun yang agak dekatpun karena kepepet waktu menilai dari

jam 1 sampai jam 5 sementara jam 6:20 menit magrib sekarang

maka mereka dijamak dan itu tidak ada yang mempersoalkan jadi

karena berbeda antar pesantren bahkan bersaudarapun bisa

berbeda.

Pertanyaan: Apa semua ritual ataupun upacara pasti ada kaitannya dengan

Islam semua ?

Jawaban: sebagian, tapi kalau diromben pernikahan tidak selalu kan ada

mamaca yang diiringi oleh dua belas orang dan mungkin

sekarang sudah tidak ada dan ada beberapa, dan diiring-iringi

mamaca ada mamapa itu tidak ada dalam Islam, kalau mamaca

kepanguran memangur gigi itu bersamaan dengan dibacanya

cerita maljuna dengan andawiyah jadi sebagian ada yang dari

budaya jawa karena naskah yang dibacakan berbahasa Jawa,

mungkin di Jawa sendiri tidak ada itu, tetapi pada kenyataannya

sendiri di Madura ketika Isra’ Mi’raj beberapa kyai-kyai desa

masih dibacakan tentang kisah Isro’ Mi’raj nya Rasullah semalam

suntuk itu

Pertanyaan: Bagaimana konsep peminangan di Madura ?

Jawaban: kalau peminangan itu yang umum laki-laki mengantarkan sesuatu

pertama kali kan ada utusan dari pihak laki-laki kepada

perempuan sesudah disetujui kemudia ada upacara peminangan

dengan mengantarkan macam-macam jajan biasanya, ada

bindaran, saya sudah lupa nama-namnya jajannya dan biasanya

balasan dari laki-laki nasi itu yang lumrah.

Pertanyaan: Apa yang membedakan antara tradisi Madura dengan di luar

Madura ?

Page 131: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

Jawaban: Iya oleh-oleh yang dibawa itu khususnya , kalau dijawa mungkin

sudah tidak ada apalagi diperkotaan yang lebih dekat budayanya

dengan priayai yang tukar cincin, Madura tidak ada tukar cincin

Pertanyaan: Dalam peminangan itu ada tradisi pemberian toloh, apa makna

dari pada toloh itu ?

Jawaban: Iya kan dalam bahasa Madura itu ada pangestoh memberikan

tanda kasih dari mertua orang tuanya laki-laki kepada si calon

menantu perempuan sebagai tanda kasih

Pertanyaan: Kalau secara arti bahasa, toloh itu dari kata apa ?

Jawaban: Tidak tahu saya, mungkin itu bahasa lokal, ya katakanlah toloh

itu pemberian dari calon pihak laki-laki kepada calon menantu

perempuan dan itu istilah lokal, kata-kata sontok itu tidak ada

dalam kamus bahasa Madura kalau di kamus bahasa Madura ada

gurcong

Pertanyaan: Bagaimana kaitannya dengan hukum Islam? karena kan menurut

orang Romben Guna memberikan toloh itu wajib.

Jawaban: Ya dalam bahasa Madura sendiri ada yang kritis juga kepada

pertunangan itu sendiri tal-ontalan amaen betoh nginum la’ang

alamak kaen babakalan bhelum tantoh mun palang ngalak oreng

laen , itu wajib adat walaupun dalam Madura Intelektual muncul

kritik-kritik ya mungkin sama seperti diperguruan tinggi ada

kewajiban memakai toga padahal toga itu bukan pakaian orang

Indonesia, dulu itu ada akademi Surabaya Manageman tidak

memakai toga justru memakai pakaian Jawa tapi mungkin kalah

dengan pengaruh internasionalisasi toga cenderung Yunani atau

Romawi, kalau urusan begitu dalam modern juga banyak yang

tidak masuk akal tentang dasi di Indonesia, mungkin kalau di

Belanda musim dingin untuk menghilangkan dingin setiap-setiap

pelantikan untuk kalau ditempat ada ac nya kalau dikecamatan

kan tidak ada AC nya, jadi setiap bangsa itu ada tidak masuk

akalnya ada hal-hal naif juga tapi karena sudah menjadi kebiasaan

Pertanyaan: Berarti itu sudah menjadi lumrah ?

Page 132: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA
Page 133: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT DESA ROMBEN GUNA

KECAMATAN DUNGKEK KABUPATEN SUMENEP MADURA

Nama : Rihwah

Usia : 65 Tahun

Alamat : Rt 04 Rw 01 Kampung Tengah Desa Romben Guna Kecamatan

Dungkek Kabupeten Sumenep

Pekerjaan : Wirausaha (Tokoh Masyarakat/pengadek)

Pertanyaan: Dalam wawancarai bapak saya ingin mengetahui tentang tradisi

toloh?

Jawaban: Yang dikatakan toloh itu cuma persyaratannya saja sandal,

pokoknya persyaratan-persyaratan perempuannya cincin, sandal,

sampo-sampo dan saya kurang paham tapi kalau saya lihat seperti

itu kepada bisan seperti yang saya antar, dan saya dengan K.

Rasyidi bisan iye enjek kesini saya ada perlu “jih putri kamu yang

perempuan itu sudah punya tunangan ? jawab dia tidak ada

katanya, saya kesini ada suruhan kalau putri kamu perempuan

tidak punya tunangan ada namanya very putranya wiwik mau

meminang putri kamu nyuruh ke orang lain tidak ada yang mau

jih dan larinya ke saya padahal karena saya dengan kamu itu

berteman dan gini soalnya dari keluarga yang laki-laki itu tidak

sama dengan kamu baik dari derajat dan lain-lain, dijawab dengan

dia pacolokan bakna (candaan sesama teman) dan dia berkata

bahwa yang cocok bhisan dengan saya adalah orang yang lebih

bawah dari saya karena kalau saya bhisanan dengan orang kaya

tidak bangga, kalau tunangan dengan yang sama seperti saya atau

dibawah saya saya lebih bangga bawa motor super saja saya

sudah bangga, saya bilang iya berarti bisa masuk saya ini, dia

jawab iya iya kelangkong. Sebelum kamu bilang kelangkong

alangkah baiknya kalau ada keluarga perempuan biar lebih pas

karena kalau tidak langsung dibicarakan dengan le’ ajjih (istri

dari K. Rasyidi) kurang sempurna, lalu saya bilang bahwa besok

malam saya kesini dengan yang berkepentingan membawa dua

so’on dan satu dengan kebutuhan yang diperlukan anak

perempuan kamu, lalu dia jawab apa tidak terlalu banyak, saya

bilang kan ini baru awal-awalnya, dan setelah itu jadi pasa malam

itu juga. Dan itu yang disebut toloh yang dibawa pas pertunangan

awal itu, barang yang dibawa itu.

Page 134: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

Pertanyaan: Kalau sebelum lebaran itu disebut apa ?

Jawaban: kalau sudah jadi tunangan artinya ada perkataan ini toloh saya ater

tolo ke mertua sebelum lebaran, memberikan uang untuk beli

baju. Kalau yang kita bicarakan tadi itu toloh pas mau lamaran

Pertanyaan: berarti toloh itu ada dua kali ?

Jawaban: Ini kalau didesa bukan cuma dua kali, sekarang lebaran maka

mator cangkolangah tanggal 21-an bisan laki-laki pergi ke

rumahnya bhisan perempuan ater toloh. Dan itu dilakukan sampai

dia akad nikah

Pertanyaan: Apa tradisi tolo ini wajib dilaksanakan ?

Jawaban: Iya tapi uang untuk membeli baju, sandal, contohnya saya jadi

bhisan laki-laki bilang ke istri saya suruh kasih uang ke bhisan

perempuan kasih uang ini ambil belikan baju kan hanya gitu

Pertanyaan: Siapa memberi tradisi toloh tersebut, orang tuanya atau yang laki-

laki ?

Jawaban: Iya orang tuanya. Tapi kalau adat Madura orang tua disini

sekarang lebaran Idul Fitri memberi dan nanti lebaran Idul Adha

datang bhisan perempuan kasih baju laki-laki, itu adat kuno di

desa sini tapi sekarang jarang yang memakai, karena sekarang

tidak usah orang tua kan sekarang banyak jadi-jadi sendiri kadang

jadi disekolahan kan gitu dimusyawarahkan sekeluargaan kan

seperti itu tapi tetap ada toloh nya.

Pertanyaan: Yang tetap mentradisi sampai sekarang ini tolo dari yang

perempuan ke laki-laki atau dari laki-laki ke perempuan ?

Jawaban: Dari laki-laki ke perempuan, tapi kalau tunangan dari kecil

biasanya diatur orang tua jadi nanti memberi ke bhisan

perempuan dan idul adha nanti pihak perempuan memberi kepada

pihak laki-laki, itu biasanya kalau tunangan masih kecil kalau

udah besar biasanya dicukupkan pas pertama waktu pertunangan.

Pertanyaan: Apa anda mengetahui asal-usul toloh itu dari mana ?

Jawaban: Tidak tahu karena sudah sejak dulu, Cuma kebiasaan adat abhisan

secara orang desa, kan tidak jadi jeleknya, Cuma pang-

tumpangan, dulu waktu saya abisanan waktu lebaran saya

membelikan baju dan waktu lebaran idul adha tidak putus seperti

itu kalau seperti kamu cukup satu kali pengadek sudah diterima

Page 135: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

setelah itu tinggaal janjian hari ini, malam ini yang akan pergi ke

bisan. Acara setelah itu, itu yang disebut tolo

Pertanyaan: Apa makna dari melaksanakan tradisi toloh ?

Jawaban: Tidak tahu juga saya, pokoknya yang dikatakan toloh semua

pakaiannya orang perempuan, baju sandal, sarung dikatakan tolo

Pertanyaan: kenapa harus memberi baju, sandal dan lain-lain ?

Jawaban: Iya biar ketahuan kalau sudah ada yang punya, kata sesepuh sudah

tidak bisa diotak-atik istilah dalam bahasa Madura tora (tanda)

seperti putranya K. Rasyidi itu kan sudah ada yang punya artinya

tidak boleh diotak-atik lagi.

Pertanyaan: Apa sama dengan yang disebut mahar ?

Jawaban: beda kan itu kalau sudah mau menikah

Pertanyaan: Ya mungkin itu dicicil istilahnya, jadi nanti ketika memberi mas

kawin tinggal ditotal ?

Jawaban: Beda kan kalau mas kawin nanti kalau sudah mau menikah, kalau

disini mas kawin tanya dulu kepada yang perempuan tentang

jumlah yang akan diminta untuk mas kawin contohnya minta 100

ribu atau emas. Contoh disini ada pertama orang tua minta 100

ribu tapi setelah itu dengan kepala desa disuruh tanya dulu ke

anak, dan ketika ditanya ke anaknya ternyata minta 1 juta.

Pertanyaan: Kembali kepada pembahasan yang tadi lagi, kalau seandainya

nanti batal pertunangan apakah tidak perlu mengembalikan ?

Jawaban: Tidak ada, kan itu seperti ini sekarang ater toloh kan cincin itu

memberi ke pihak perempuan tapi itu sudah ada timbal baliknya,

dan itu memang laki-laki kalah contohnya main kesini cincin

sudah selesai itu nanti memberi kepada mertuanya apa yang

dikasih dari pihak perempuan ketika main. Dan ditafsir barang-

barang yang dibawa kira-kira menghabiskan berapa contahonya

kemaren yang saya anter itu nyampek 800 ribu dan setelah itu dia

harus membalas dengan harga yang sedemikian juga. Jadi semua

barang yang dikasih ketika batal ya sudah tidak ada lagi. Kan ada

istilah tongebhan ketika peminangan dan hal itu ada jajan-

jajannya dan lainnya dan yang tidak boleh lupa yaitu mos-

tomosnya (leppet, dudul, bajik, cocor) beda dengan dulu ya kalau

Page 136: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

dulu itu udah memberi mos-tomos sampai banyak banget, kan

kalau sekarang lebih simpel.

Pertanyaan: berarti hal sedemikian penting itu ya ?

Jawaban: iya itu harus , kalau akad nikah tidak rame-rame atau tidak

mengambil acara kalau sudah hamil istrinya harus kasih mos-

tomos dan itu harus ada, kan saya sering bilang sebenarnya tidak

ada sejarahnya hal tersebut tapi itu penting biar tidak tomos (tidak

bersih)

Pertanyaan: Berarti memberi tolo itu penting ?

Jawaban: iya penting

Pertanyaan: kenapa harus memberikan ?

Jawaban: tidak tahhu juga kalau itu bagaimana sejarahnya yang saya tahu

hanya orang tua dulu bilang toloh

Pertanyaan: Dalam bahasa Madura itu toloh mempunyai makna membasahi

rambut/mandi, lalu bagaimana hubungannya dengan toloh dalam

peminangan ?

Jawaban: Iya, jadi itu Cuma istilahnya saja toloh, jadi walaupun batal tidak

dikembalikan tetapi milik tunangan. Tapi terkadang ada juga

yang kembali kan seperti orang sebalah sini.tapi karena dari pihak

laki-laki sudah ikhlas ya sudah akhirnya tidak jadi

Pertanyaan: Apa ada akibatnya bila tidak memberi toloh ?

Jawaban: tidak ada

Pertanyaan: Apa dulu anda pernah melaksanakan tradisi toloh ini ? berapa

tahun?

Jawaban: Iya melakukan tapi lupa berapa tahun dulu saya

Pertanyaan: Kalau anak anda melakukan juga ?

Jawaban: Iya, anak saya lama bertunangan kurang lebih sepuluh tahun.

Pertanyaan: Apa sampai ke jenjang pernikahan ?

Jawaban: Iya sampai. Karena anak saya tidak tahu kerja waktu awal-awal

nikah hampir tiap bulan saya kirim. Dan setelah tahu cari uang

Page 137: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA
Page 138: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT DESA ROMBEN GUNA

KECAMATAN DUNGKEK KABUPATEN SUMENEP MADURA

Nama : Wardi

Usia : 22 Tahun

Alamat : Rt 04 Rw 01 Kampung Tengah Desa Romben Guna Kecamatan

Dungkek Kabupaten Sumenep Madura

Pekerjaan : Santri (Pelaku Tradisi Toloh)

Pertanyaan: Bagaimana konsep tentang peminangan di daerah Romben Guna

ataupun di Madura ?

Jawaban: Kalau saya, Sejak lahir didunia sudah tahu kalau dia adalah

tunangan saya

Pertanyaan: Berarti anda abhakalan sejak masih kecil ?

Jawaban: Iya, ibaratnya sejak dalam kandungan

Pertanyaan: Apakah saat ini anda masih abhakalan ?

Jawaban: Sekarang sudah nggak, sudah putus

Pertanyaan: Berapa tahun anda abhakalan hingga putus ?

Jawaban: Sekitar 16 tahun.

Pertanyaan: Selama 16 tahun itu, pernah mendengar yang namanya tolo ?

Jawaban: Nggak tau, kalau masalah toloh itu saya. Tapi ya cuman ramadhan

itu kadang itu memberikan sesuatu, kadang pakaian tapi tidak tiap

tahun kalau saya. Soalnya kan sekeluargaan, sepupu.

Pertanyaan: Berarti karena anda abhakalan dengan sepupu tidak pasti setiap

tahun pemberiannya ?

Jawaban: Iya tidak harus setiap tahun

Pertanyaan: Posisinya anda sebagai santri, bagaimana menanggapi tradisi

toloh ini ?

Jawaban: Ya. Jadi beban sebenarnya

Page 139: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA
Page 140: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT DESA ROMBEN GUNA

KECAMATAN DUNGKEK KABUPATEN SUMENEP MADURA

Nama : Niwanah

Usia : 34 Tahun

Alamat : Dusun Sumor Penang Desa Romben Guna Kecamatan Dungkek

Kabupaten Sumenep Madura

Pekerjaan : Wirausaha (pihak perempuan yang berpinangan/Ibu)

Pertanyaan: Siapa yang lagi bertunangan ?

Jawaban: Silvi anak saya

Pertanyaan: Sudah berapa tahun bertunangan ?

Jawaban: Sekarang sudah batal tidak bertunangan lagi

Pertanyaan: Sejak kapan anak anda bertunangan ?

Jawaban: Iya bertunangan sejak masih kecil

Pertanyaan: Mulai umur berapa ?

Jawaban: Sejak umur 4 tahun sampai 9 tahun

Pertanyaan: Berarti selama umur 4 sampai 9 tahun bertunangan membeikan

toloh ?

Jawaban: Iya setiap tahun

Pertanyaan: Kan sekarang sudah gagal, apakah ada pengembaliannya ?

Jawaban: Tidak ada

Pertanyaan: Sampeyan dari pihak laki-laki atau dari pihak perempuan ?

Jawaban: Dari pihak perempuan

Pertanyaan: Apa yang menyebabkan batalnya pertunangan ?

Jawaban: Iya karena dari anak-anaknya sudah tidak mau

Page 141: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

Pertanyaan: Menurut anda, apakah bila tidak memberikan toloh dapat

menyebabkan batalnya pertunangan ?

Jawaban: Tidak berpengaruh

Pertanyaan: Menurut anda, apa wajib pemberian toloh itu sendiri ?

Jawaban: Tidak tahu ya, soalnya saya kan yang dianterin toloh itu

Pertanyaan: Bagaimana perasaan anda bila tidak diberikan toloh ?

Jawaban: Iya tidak begitu mengharap sih, tapi kan biasanya diberi jadi nanti

ditanya kenapa tidak memberi. Dan yang menjadi batalnya

pertama tidak mengantarkan toloh. Dan juga anak-anaknya sudah

tidak mau lagi bertunangan

Pertanyaan: Berarti benar-benar bisa menjadi batalnya pertunangan beneran

ya kalau tidak memberi toloh ?

Jawaban: Iyakan berarti dia sudah tidak mau lagi. Kan sudah begitu setiap

tahun

Pertanyaan: Dikasih apa saja tiap tahunnya (tolo) ?

Jawaban: Dikasih uang dan beras

Pertanyaan: Kalau boleh tahu berapa jumlahnya ?

Jawaban: Ya 200 ribu tapi kadang lebih ataupun kurang tidak ada kepastian.

Pertanyaan: Berarti sekarang sudah tidak bertunangan lagi ?

Jawaban: Iya

Pertanyaan: Kapan waktu pemberian tolo?

Jawaban: Waktu bulan puasa sejak tanggal 21 an biasanya

Pertanyaan: Berarti sama dengan petrana ?

Jawaban: Iya, biasanya bilang petranah

Page 142: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

Pertanyaan: Menurut anda, apa manfaat memberikan toloh ini ?

Jawaban: Tidak tahu saya, kan saya hanya dianterin ya saya terima

Pertanyaan: Apa anak tahu mengenai pemberian toloh ini ?

Jawaban: Iya tidak tahu, hanya saya dan keluarga

Pertanyaan: Apakah tidak memberatkan kepada pihak laki-laki ?

Jawaban: Tidak,

Pertanyaan: Tidak memberatkan bagi anda karena yang memberikan hanya

pihak laki-laki saja ya ?

Jawaban: Kan saya juga kasih balasan tapi nanti biasanya Idul adha. Kan

kalau saya tradisinya pakai dua dengan daerah Jedung, jadi

biasanya membelikan juga pakaian

Pertanyaan: Berarti kalau tradisi disini (Desa Romben Guna) laki-laki

memberi ?

Jawaban: Iya tapi kalau ditempat lain ada juga tradisi yang ngasi juga (dari

pihak perempuan)

Pertanyaan: Berapa pemberian toloh kepada anak anda ?

Jawaban: Kan kalau laki-laki biasanya 150 ribu

Pertanyaan: Berarti dari pihak perempuan memberikan 150 ribu kepada pihak

laki-laki?

Jawaban: Iya terkadang membelikan langsung baju dan sarungnya.

Pertanyaan: Berarti anda, melaksanakan dua tradisi ?

Jawaban: Iya, kan calon menantu orang jedung

Page 143: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA
Page 144: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT DESA ROMBEN GUNA

KECAMATAN DUNGKEK KABUPATEN SUMENEP MADURA

Nama : Hj Maswiyatun

Usia : 53 Tahun

Alamat : Rt 04 Rw 01 Kampung Tengah Desa Romben Guna Kecamatan

Dungkek Kabupaten Sumenep Madura

Pekerjaan : Wirausaha(Tokoh Masyarakat)

Pertanyaan: Bagaimana prosesi peminangan disini ?

Jawaban: Iya kalau dari awal pertama aing-aingin/memberi kabar bahwa

ada yang akan meminangnya dan setelah sepakat nanti masuk lagi

pengadek. Setelah pengadek masuk langsung diminta kepada

orang tuanya.

Pertanyaan: Siapa yang menjadi pemberi aing-aingnin itu ?

Jawaban: Iya pengadek

Pertanyaan: Apa pengadek dari pihak keluarga ?

Jawaban: Ada yang iya dan tidak juga, ya kalau cuma yang kasih kabar

kadang orang luar, baru nanti setalah mau minta orang tuanya dan

famili yang meminta dan setelah itu nanti baru bawa jajan seperti

orang melamar

Pertanyaan: Biasanya sampai berapa tahun orang yang bertunangan disini?

Jawaban: lama kalau disini ada yang sepuluh tahu, ada yang sejak kecil,

kadang masih belum sekolah saja sudah ada yang meminta mau

ditunangkan, tapi kalau keuarga disini tidak dikasih sebelum

sekolah, mondoknya selesai. Kan ada bisanya itu sejak kecil

sudah di pangantanen sejak kecil

Pertanyaan: Apa disini banyak orang yang bertunangan masih kecil ?

Jawaban: Iya banyak sudah menjadi mayoritas

Pertanyaan: Apa ketika mau ditunangkannya anak yang masih kecil

ditawarkan terlebih dahulu ?

Jawaban: Tidak langsung terserah orang tuanya, kan anak-anak umur 5

tahun mau mengerti apa

Page 145: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

Pertanyaan: Apa nanti ketika sudah dewasa baru ditawarinya ?

Jawaban: Iya harus, jadi kalau sudah dewasa nanti ditawarkan ya kalau

seandainya diantara keduanya tidak setuju yaudah berarti batal

Pertanyaan: Bagaimana dengan kebiasaan dimasyarakat ?

Jawaban: Ya seperti itu, tapi biasanya kalau sudah tua tidak sampai batal.

Walaupun kadang ada yang pisah karena banyak yang tidak tau

sejak kecil ternyata ditunangkan

Pertanyaan: Apa anda mengetahui yang disebut dengan tradisi toloh ?

Jawaban: toloh itu biasanya tiap tahun kalau sudah bertunangan, toloh itu

biasanya memberi baju, sabun, sandal.

Pertanyaan: Apa perbedaan antara petra dengan toloh ?

Jawaban: Iya beda, kalau toloh kan istilahnya memberi ke bhakal tapi kalau

petra memberi kepada orang lain

Pertanyaan: Yang benar itu tulisannya ater toloh atau toloh saja ?

Jawaban: Ater itu kan artinya mengantarkan jadi toloh itu barangnya

Pertanyaan: Apa saja pemberian yang umumnya dimasyarakat dalam masalah

tradisi toloh?

Jawaban: Beras, baju, sabun, parfum, make up, sandal, kerudung, dan uang.

Pokoknya semua dipakaian untuk lebaran oleh perempuan.

Pertanyaan: Dari tadi kita berbicara masalah pertunangan sejak kecil kalau

seandainya janda, apa berhak mendapat toloh juga ? seandainya

orang tersebut baru saja cerai

Jawaban: sudah tidak ada

Pertanyaan: Kalau seandainya batal pertunangan dalam masa yang sudah

lama, apa toloh yang telah diberikan dapat dikembalikan ?

Jawaban: Tidak dikembalikan, beda dengan tukar cincin

Pertanyaan: misal ada kejadian karena mahal pemberiannya harga baju

tersebut apakah nantinya ada pengembalian ?

Jawaban: Kalau Cuma baju tidak ada pengembalian, biasanya emas saja

yang ada pengembalian itupun kalau sampai 5/10 gram, kalau

Cuma 2 gram biasa tidak usah. Kalau baju sampai harga 10 juta

pun tidak akan dikembalikan

Page 146: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA
Page 147: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA
Page 148: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT DESA ROMBEN GUNA

KECAMATAN DUNGKEK KABUPATEN SUMENEP MADURA

Nama : Eva Nur Fauza

Usia : 19 Tahun

Alamat : Rt 3 Rw 1 Dusun Sumor Penang Desa Romben Guna Kecamatan

Dungkek Kabupaten Sumenep Madura

Pekerjaan : Mahasiswi (Pelaku Tradisi Nyabek Toloh)

Pertanyaan: Dengan saudari siapa ?

Jawaban: Eva

Pertanyaan: Berapa lama anda bertunangan ?

Jawaban: Perkiraan 7 bulan

Pertanyaan: Apakah anda sudah pernah melaksanakan tradisi toloh ?

Jawaban: Iya sudah pernah melaksanakan

Pertanyaan: Anda sudah 7 bulan betunangan, kapan pemberian tolo itu

dilakukan ?

Jawaban: Lebaran Idul Fitri kemaren.

Pertanyaan: Berarti dari pihak laki-laki memberi kepada pihak perempuan ?

Jawaban: Iya

Pertanyaan: Apa dari pihak perempuan memberi juga ?

Jawaban: Tidak

Pertanyaan: Apa yang dirasakan setelah diberikan itu (toloh) ?

Jawaban: Iya senang

Pertanyaan: Apa lagi yang anda rasakan selain senang ?

Page 149: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

Jawaban: Iya tambah erat hubungannya

Pertanyaan: kalau misalnya dari pihak laki-laki tidak memberikan tolo

terhadap pihak perempuan (anda), apa yang anda rasakan ?

Jawaban: Iya tidak mengurangi hubungan

Pertanyaan: Jadi, bagi sampeyan itu toloh wajib gak sih ?

Jawaban: Tidak wajib, itu menurut tradisi

Pertanyaan: Jadi tradisi itu dilaksanakan atau tidak sama saja ?

Jawaban: Iya sama saja, tetapi kalau dilaksanakan tambah erat

hubungannya

Pertanyaan: berarti kemaren (idul fitri) baru pertama kali dikasih toloh ?

Jawaban: Iya

Pertanyaan: kemaren pas bertunangan dipilihin orang tua atau atas pilihan

sendiri ?

Jawaban: dipilihin orang tua

Pertanyaan: berarti tidak saling kenal ?

Jawaban: kenal, tapi biasa cuma teman

Pertanyaan: Apa saja yang diberikan pas ater toloh itu ?

Jawaban: uang disuruh beli baju

Pertanyaan: Kalau boleh tahu berapa nominalnya ?

Jawaban: 200 ribu

Pertanyaan: selain uang dikasih apa lagi ?

Jawaban: Tidak ada

Pertanyaan: Itu nanti untuk baju saja atau ama perlengkapan juga ?

Page 150: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

Jawaban: Iya Cuma baju, kerudung, rok

Pertanyaan: Apa tujuan pemberian toloh itu ?

Jawaban: Iya untuk hari raya

Pertanyaan: Bagaimana mekanisme pemberiannya waktu diberikan oleh

pihak laki-laki ?

Jawaban: orangtuaanya langsung memberikan kesini

Pertanyaan: berarti bukan laki-lakinya ?

Jawaban: bukan

Pertanyaan: kalau boleh tahu dari awal prosesnya bagaimana, apa resmi atau

bagaimana ?

Jawaban: iya cuma kasih saja

Pertanyaan: berarti tidak ada persyaratan-persyaratan ?

Jawaban: ya tidak ada

Pertanyaan : apakah tidak ada pribahasa atau tata krama dalam memberikan ?

Jawaban: tidak ada

Pertanyaan: berarti yang berhak menerima toloh itu siapa ?

Jawaban: cewek

Pertanyaan: pemberiannya hanya pas hari raya idul fitri ?

Jawaban: iya

Pertanyaan: kalau idul adha ?

Jawaban: tidak, hanya idul fitri saja

Pertanyaan: berarti satu tahun sekali ?

Jawaban: iya

Page 151: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA
Page 152: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT DESA ROMBEN GUNA

KECAMATAN DUNGKEK KABUPATEN SUMENEP MADURA

Nama : K.H. Anshori

Usia : 45 Tahun

Alamat : Kampung Pabungkoan Desa Romben Guna Kecamatan

Dungkek Kabupaten Sumenep Madura

Pekerjaan : Wirausaha (Sebagai Tokoh Agama)

Pertanyaan: Dalam penilitian ataupun skripsi saya akan membahas tentang

toloh ?

Jawaban: Toloh bha-bhakalan biasanya dibulan-bulan ramadhan, pas kalau

sudah resmi bertunangan, biasanya dekat dengan lebaran H-5 dari

pihak bisan laki-laki mengantarkan kepada menantu, itu biasanya

disebut dengan toloh memang sudah kebiasaan

Pertanyaan: Bagaimana konsep peminangan di Madura ?

Jawaban: Iya seperti itu, kalau sudah menjadi tunangan setiap tahun itu

sudah ada istilahnya toloh kalau sudah menjadi tunangannya,

mendekati hari raya idul fitri kadang-kadang hari raya idul adha.

Tapi yang sering hari raya idul fitri istilah toloh itu memberikan

kepada tunangannya dari si laki-laki kepada si perempuan.

Pertanyaan: Menurut anda, toloh ini dikategorikan sebagai apa ?

Jawaban: Adat kebiasaan Madura

Pertanyaan: Apa ada kaitannya tradisi toloh dengan Islam ?

Jawaban: Kalau dikaitkan dengan Islam hubungannya tidak ada, adanya

kalau diadakan misal anggaplah itu sebagai sedoqoh atau hibah

Pertanyaan: Berarti kalau dikategorikan sebagai nafkah, mahar ?

Jawaban: Bukan mahar, bukan nafkah. Mau dikategorikan nafkah kan

masih belum jadi istri

Page 153: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

Pertanyaan: Hal demikian, yang menjadi kebingungan saya kalau melihat dari

sisi pengertiannya seperti nafkah yaitu wajib memberi, sedangkan

nafkah juga wajib memberi

Jawaban: Adat kebiasaan Madura, malah kalau tidak memberi akan

menjadi buah bibir kalau si laki-laki itu tidak memberikan toloh

kalau adat disini. Misalnya si A bertunangan dengan si B terus si

A tidak memberikan toloh kepada si B maka kurang baik nanti

bahasa-bahasanya

Pertanyaan: Berarti dalam Islam tidak ada sama sekali ?

Jawaban: Tidak ada

Pertanyaan: Kalau seandainya dikaitkan dengan silaturrohim bagaimana ?

Jawaban: Iya kalau dikaitkan dengan silaturrohim masih ada, anggap saja

itu sebagai oleh-oleh dari si bisan dan antar si bisan atau bisa

dikatakan sebagai kenang-kenangan. Namun kalau di Madura

khususnya disini (Romben Guna) memang dikatakan oleh orang

tua wajib.

Pertanyaan: Apakah bisa dikatakan sebagai al-adatul muhakkamah ?

Jawaban: Tidak bisa, cuma kebiasaan

Pertanyaan: Mungkin lebih tepatnya kepada ke maslahatan ?

Jawaban: Iya lebih ke maslahatan

Pertanyaan: Berarti kemasalahatan diantara pihak perempuan dan pihak laki-

laki ?

Jawaban: Iya, biasanya itu kalau ada istilah toloh dari tunangan si laki-laki

itu nanti sebelum baligh ada, sebelum akad nikah kadang-kadang

ada misal seperti mulai dari menghampiri idul fitri belikan

fitrohnya, dibelikan pakaiannya iya kalau mampu selengkapnya

Page 154: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

Pertanyaan: Itu toloh ?

Jawaban: Itu toloh, terus setelah itu biasanya kadang-kadang si perempuan

memberikan sarung

Pertanyaan: Maksudnya fitrahnya bagaimana ya sepertinya mirip-mirip

dengan zakat fitroh kepada tunangan ?

Jawaban: Iya tapi fitrohnya yang memberikan itu mertuanya artinya

tunangan si A fitrahnya saya yang menanggung

Pertanyaan: Berarti dalam masyatakat Madura ataupun Romben Guna ini ada

dua zakat fitrah ada dua pertama zakat fitrah secara hukum islam

kedua kepada tunangan ?

Jawaban: tidak, misalnya ini fitrahnya langsung diberikan kepada si

menantu dan menantu mengalihkan kepada yang berhak terserah

namun fitrahnya itu ditanggung sama mertua dan untuk zakat

fitrah nanti mengeluarkan lagi untuk diri sendirinya.

Pertanyaan: kata saya tadi dikategorikan sebagai zakat fitrah juga, yang mana

ada zakat fitrah yang 2,5% dan yang kedua zakat fitrah kepada

menantu ?

Jawaban: Tidak cuma ditanggung saja. berarti istilahnya ngambek aghi

mertuanya huh la mun mattua na bakna kalau disini sudah lumrah

seperti itu. Karena sudah menjadi kebiasaan antara bisan ke bisan

kadang-kadang ada isi hati mengharapkan.

Pertanyaan: Menurut anda, apakah tidak memberatkan memberi toloh itu,

utamanya bagi pihak laki-laki ?

Jawaban: Iya memberatkan juga soalnya sudah adat, kadang-kadang

tetangga yang menanyakan, misalnya si A sudah dikasih toloh

nya, ya kalau sudah ya sudah ya kalau belum ya bilang belum ya

kala belum jadi buah bibir wajib ya tidak wajib, sunnahpun saya

Page 155: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

kira tidak masuk kategori sunnah, namun memberinya itu masih

masuk sadaqoh wajib bagi adat.

Pertanyaan: Berarti itu ada kemiripan dengan al-adatul muhakkamah, dalam

artian adat bisa dijadikan hukum walaupun hanya bagi

masyarakat disini ?

Jawaban: Iya artinya kalau tidak memberi itu (toloh) bisa jadi buah bibir

Pertanyaan: Selain jadi buah bibir, konsekuensinya apa lagi ?

Jawaban: Kadang jadi unek-unek ada salah apa ya

Pertanyaan: Berarti nanti jadi retak ya hubungan diantara keduanya ?

Jawaban: Iya artinya bisa-bisa suudzon dari si perempuan itu kalau tidak

memberi seperti itu (toloh). Insyaallah kalau Dungkek, Gapura itu

hampir sama sebab saya juga pernah juga punya menantu dari

Andulang sama seperti itu masih kok mendekati hari raya idul fitri

memberi zakat fitrahnya kemudian pakaiannya

Pertanyaan: Kalau seandainya batal apa ada pengembalian ?

Jawaban: Tidak ada, iya kan sudah dianggap sadaqoh ya sebagai pangestoh

(setia)

Pertanyaan: Bagaimana proses pemberian toloh itu ?

Jawaban: sampai akad nikah, iya dari awal sudah begitu, kalau sudah

menjadi tunangannya itu, misalnya kan kalau setelah lamar itu

perjanjian kan ada istilah adat itu tale (tali/ikatan) berupa kain kek,

berupa jajan dan semacamnya terus itu tergantung pihak yang

kedua itu ada istilah pangadek jadi banyak sedikit tergantung

pengadek dari A ke pangadek dan si B ke pengadek dan setelah

jadi tunangannya ini ikatannya dan kalau dari laki-laki agak

banyak jadi si perempuan balasannya banyak juga lah kalau sudah

jadi itu baru dikatakan toloh sesudah tunangan

Page 156: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

Pertanyaan: Apa bisa dikatakan sebagai masa menunggu ?

Jawaban: Menunggu pernikahan

Pertanyaan: disini sudah biasa ya tunangan sampai beberapa tahun ?

Jawaban: iya ada 3 tahun bahkan sejak kecilkan sudah ditunangkan

Pertanyaan: Dalam memberi toloh, apa ada barang-barang tertentu yang harus

dikasih, istilahnya patokan ?

Jawaban: tidak semampunya tunangan laki-laki kadang ya memberi

uangnya ya kadang dibelikan barangnya bisa berupa uang

Pertanyaan: Dalam pemberian baju, apa harus baju adat Madura ?

Jawaban: Tidak, yang penting baju, kalau disini tidak ada tergantung dari

tunangan si perempuan itu mau beli seperti apa, dan itu wajib bagi

adat untuk memberikannya

Pertanyaan: kalau berupa uang berapa minimalnya ?

Jawaban: Iya secukupnya untuk membeli pakaian sampai 200 ribu bahkan

semuanya diuangkan seperti fitrohnya, pakaiannya.

Pertanyaan: kalau orang kaya bisa memberi berapa ?

Jawaban: iya perkiraan 500 ribu sd 700 ribu

Pertanyaan: kalau orang tidak miskin ?

Jawaban: iya mungkin 200 sd 300 ribu

Pertanyaan: itu berarti ada tingkatannya juga ya ?

Jawaban: iya

Pertanyaan: Apa ada riwayat ataupun sejarah tentang tradisi toloh ?

Page 157: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

Jawaban: Tidak ada udah dari sesepuh, itu saya tidak tahu, saya sudah tahu

itunya mulai sejak kecil sudah kayak gitu bahkan dewasa sampai

jadi bapak-bapak bahkan punya cucu tidak tahu asal usulnya

Page 158: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT DESA ROMBEN GUNA

KECAMATAN DUNGKEK KABUPATEN SUMENEP MADURA

Nama : Dewi Mustika

Usia : 50

Alamat : Rt 04 Rw 01 Kampung Tengah Desa Romben Guna Kecamatan

Dungkek Kabupaten Sumenep Madura

Pekerjaan : Kepala Desa Romben Guna

Pertanyaan: Bagaimana adat Madura dalam peminangan ?

Jawaban: Ya seperti biasa kalau kota biasanya kan tukar cincin tapi kalau

disini buat ghebay

Pertanyaan: Apa yang disebut dengan ghebay ?

Jawaban: Iya mantenan, jadi pengantan (orang melakukan pengaten laki-

laki dan perempuan) pakai kuda. Mayoritas masyarakat disini

ketika mantenan naik kuda, anak saya sendiri di pangantenin naik

kuda tapi dalam acara khitanan, karena ditakutkan yang tua tidak

melihat anaknya dimantenin, maka sejak kecil sudah diharuskan

melaksanakan tradisi ini. Tradisi ini harus dilakukan kalau tidak

diizinin ya harus bermusuhan dengan masyarakat.

Pertanyaan: Bagaimana tanggapan anda sebagai kepala desa dalam

pelaksanaan tradisi tersebut ?

Jawaban: Iya harus mengikuti tradisi

Pertanyaan: kalau buat acara ghebay, apa harus izin ke desa ?

Jawaban: Iya, nanti tembusannya ke kecamatan dan polsek karena ada

keramayan. Terkadang bila yang mengadakan acara orang kaya

biasanya sampai menyewa ludruk.

Pertanyaan: Apa anda mengetahui yang disebut dengan toloh ?

Page 159: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA
Page 160: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT DESA ROMBEN GUNA

KECAMATAN DUNGKEK KABUPATEN SUMENEP MADURA

Nama : Didik

Usia : 40

Alamat : Rt 03 Rw 01 Kampung Pabengkoan Desa Romben Guna

Kecamatan Dungkek Kabupaten Sumenep Madura

Pekerjaan : Perangkat Desa

Pertanyaan: Bagaimana adat Madura dalam peminangan ?

Jawaban: Apa ya, mengikat itu

Pertanyaan: Apa anda mengetahui yang disebut dengan toloh ?

Jawaban: Mungkin nanti pas memberi minyak, make up, baju itu kali ya

Pertanyaan: Iya, sebagaimana yang saya peroleh dari narasumber yang lain

sedemikian. Lalu yang ingan saya tanyakan pesta peminangan

disini biasanya kan meriah, apa dari pihak desa ikut serta dalam

memeriahkan pesta tersebut ?

Jawaban: Tidak ikut campur

Pertanyaan: Bagaimana seandainya ingin mengadakan acara, apa perlu izi

desa?

Jawaban: Tidak usah, cuma musyawarah sekeluargaan

Pertanyaan: Didesa ini ada istilah karjeh, bila ingin mengadakan acara

tersebut,apa perlu izin ?

Jawaban: Iya itu beda lagi, biasanya kan makabin, jadi itu harus izin ke desa

Pertanyaan: Apa hal itu termasuk bagian dalam peminangan ?

Jawaban: Iya, tapi kan kalau peminangan diawal beda dengan makabin atau

akarjeh itu harus izin ke desa, karena biasanya menggunakan

pengeras suara

Page 161: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA
Page 162: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT DESA ROMBEN GUNA

KECAMATAN DUNGKEK KABUPATEN SUMENEP MADURA

Nama : Rakso

Usia : 48 Tahun

Alamat : Rt 04 Rw 01 Kampung Tengah Desa Romben Guna Kecamatan

Dungkek Kabupaten Sumenep Madura

Pekerjaan : Tokoh Masyarakat

Pertanyaan: Bagaimanakah asal usul dari tradisi toloh itu pertama kali dan

tatacara pelaksanaannya ?

Jawaban: Toloh yang populer disini memang untuk orang yang tunangan,

berlakunya istilah “toloh” pada zaman dahulu itu bukan

berbentuk seperti sekarang, istilahnya masih tetap “toloh”, “ater

toloh” mertua ater tolo tapi barangnya namanya “paparem” kalau

zaman dahulu paparem yang identik hubungannya dengan

“toloh”, bahasanya kalau katanya orang Madura itu “toloh” itu

keramas. Memang benar yang mengantarkan ke menantu itu

ramuan tradisional yang fungsinya ada 2: pertama ramuan khusus

mandi besar, kedua lulur. Mengantarkan mertua tujuannya nanti

apabila sudah h-15, h-10 paling tidak seminggu sebelum hari

lebaran diantarkan ke mertua laki-laki ater toloh ke menantu

perempuan agar nanti ketika hari lebaran menantu di bawa untuk

bersilaturrahim ke mertua-mertua agar terlihat segar dan ini

tujuannya dan untuk barangnya itu dulu seperti kunyit-kunyit

yang dibuat lulur, dan ketika lebaran penampilannya memang

terlihat kuning kulitnya meskipun asalnya agak coklat. Dan

pengalaman saya dulu selama 15 hari tidak boleh keluar dan

seluruh badan saya dilulur dengan kunyit dan ketika pas hari

lebaran badan emang terlihat kuning dan bersinar yang diantarkan

paparem bagi yang mampu ditambah dengan baju, sandal dan

Page 163: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

bagi yang tidak mampu tidak diberikan itu hanya toloh saja ya

istilahnya jaman dulu ya paparem.

Pertanyaan: Apa perbedaan antara paparem dengan toloh ?

Jawaban: paparem itu barangnya, sedangkan toloh itu istilahnya yang mana

bhisan dari laki-laki pergi ke bhisan perempuan dan itu

dinamakan “ater toloh” dan yang diantarkan tolo itu tadi namanya

paparem. Paparem itu untuk menantu perempuan.

Pertanyaan: Bagaimana tata cara pemberian toloh itu dan siapa saja yang

menemani ?

Jawaban: Bhisan laki-laki yang punya anak lelakinya mengantarkan kepada

bhisan perempuan, tapi biasanya yang mengantarkan kebanyakan

perempuan/ibunya. Cuma kalau untuk sekarang sama-sama dari

laki-laki maupun perempuan dan itu hanya istilah tertoloh dan itu

tidak banyak orang seperti lamaran hanya bapak dan ibunya saja.

Pertanyaan: Kenapa harus diberikan sebelum lebaran ?

Jawaban: Tujuannya nanti hari lebaran, biasanya lebaran idul fitri dan

lebaran idul adha tapi cuma yang dibesar-besarkan biasanya yang

banyak memakai di idul fitri bila idul adha sudah tidak karena

baru selesai yang idul fitri, artinya setiap tahun sekali sudah pasti

di idul fitri ater toloh

Pertanyaan: Selanjutnya, apa perbedaan pemberiannya antara orang kaya

dengan yang miskin ?

Jawaban: Tidak sama, kalau yang kaya ada plus-plusnya, tapi kalau yang

miskin iya cuma yang lulur saja namanya juga orang tidak mampu

mandi lulur saja saporanah badhanah sarean (maaf adanya Cuma

segini) itu kalau dulu, tapi kalau sekarang sudah gengsi yang mau

memberi sabun saja pasti baju

Page 164: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

Pertanyaan: Berapa jumlah pemberian toloh ini bila diuangkan ?

Jawaban: Iya minimal kalau sekarang kalau diuangkan bisa sampai 500

ribuan baju, kan yang namanya adat dan tata krama nanti pihak

laki-laki memberi juga waktu hari H/ waktu lebaran menantunya

dikasih juga waktu pas malam lebaran atau hari lebaran

menantunya itu dibeliin arloji, dibeliin sarung berupa balesan

Pertanyaan: Sejak kapan tradisi toloh membudaya dimasyarakat ?

Jawaban: Iya memang sudah membudaya dari dulu kalau saya sejak embah

masih kecil suka bergabung/bermain dengan orang sepuh yang

usianya sudah lanjut dan jarang bermain dengan sebaya, karena

yang diperlukan cerita-cerita zaman dulu

Pertanyaan: Apa ada cerita-cerita zaman dulu tentang arti toloh ?

Jawaban: Kan dikatakan toloh itu karena mengantar alat mandi jadi tidak

ada penegasan, cuma lebih identik dengan alat mandi karena

menurut orang Madura mandi keramas itu atoloh kalau semua

dibasahin dari rambut sampai kebawah namanya atoloh ada

istilah itu tapi kalau sekarang sudah jarang disebutkan karena

sekarang sudah ada yang lebih ngetren.

Pertanyaan: Berarti maknanya dari atoloh keramas itu ya ?

Jawaban: Iya bermakna itu, jadi yang diantarkan memang alat-alat untuk

mandi, makanya ater tolo, paparem itu memang tradisional bukan

belian di toko tapi buatan sendiri yang diracik kunyit

Pertanyaan: Kalau seandainya terjadi batalnya pertunangan, apakah ada

pengembalian barang yang telah diberikan ?

Jawaban: Tidak mengembalikan, karena memang sah pemberian bukan tata

krama tidak dikembalikan, jadi kalau misalnya pernikahan sama

dengan mas kawin kan tidak boleh minta ganti ataupun dibawa

Page 165: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

pulang semisal dibeliin cincin 1 gram mas kan tidak bisa diminta

kalau pas suaminya mau pulang makanya cincinya tidak bisa

diminta

Pertanyaan: Kenapa toloh diibaratkan seperti mas kawin ya ?

Jawaban: Iya sama, kan pemberian

Pertanyaan: Apa faktor yang melatar belakangi tradisi ini masih melekat ?

Jawaban: sekarang ini dikemas lagi ater tolo itu, tidak ada mertua ater tolo

saja tapi pas baju dan banyak lagi roko (alat sholat), sandal jadi

bisa sampai keuangan 500 ribu. Beda zaman dahulu, dan mungkin

kepada orang tua seandainya anak baru berbisan embahnya yang

bilang “sudah ater tolo”, apa itu tolo ? anak kan tidak mengerti ,

saya punya anak muji dan muji ini punya bhisan tidak tahu istilah

toloh tidak dengar bila bulan puasa sudah kamu ater toloh ke

menantunya (kata si sesepuh itu), bertanya dia, apa tolo itu ?, baru

nanti orang tuanya itu menjelaskan dan nanti setelah mengerti

besok muji pergi ke pasar ikut juga apa yang disuruh orang tua itu

ya mungkin sudah sangkolan itu, tradisi sangkolan sampai

sekarang itu masih berlaku kalau tidak ater tolo bakal jadi

pembicaraan, bisanya kalau lebaran itu dibelikan apa kamu

dengan menantunya, ditaanya nanti

Pertanyaan: Apa konsekuensi bila tidak memberi tolo ?

Jawaban: Resiko batal, kenapa kamu tidak menantu saya saja mau dibelikan

sepeda motor maka batal ada yang lebih berani kasih. Kan kalau

disini ini pacaran memang ada tapi minus tidak begitu

membudaya, yang ada disini sangat membudaya adalah

pertunangan sejak kecil memang sedemikian PDKT nya itu

melalui bhakalan itu istilah statusnya kan sama pacaran dengan

bhakal sesungguhnya tapi kalau orang disini itu pacaran dulu dan

abahakal oke baru menikah, sesungguhnya kalau menurut saya

Page 166: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA
Page 167: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

DOKUMENTASI

Bersama Tokoh Agama (K.H Anshori) Bersama Tokoh Masyarakat (H. Rahman)

Bersama Hj. Maswiyatun (Tokoh Masyarakat) Bersama Masyarakat(Siti Fatimah)

Bersama Wardi (Masyarakat) Bersama Niwanah (Masyarakat)

Page 168: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA

Bersama Didik (Perangkat Desa)

Bersama D. Zawawi Imron (Budayawan Madura)

Page 169: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA
Page 170: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA
Page 171: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA
Page 172: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA
Page 173: TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41682/1/MUHA… · TRADISI “NYABEK TOLOH” DALAM PEMINANGAN DI MADURA