tp ikterus

41
BAB I PENDAHULUAN Hiperbilirubinemia pada bayi atau neonatal hiperbilirubinemia sering terjadi pada bayi yang baru lahir dimana permasalahan yang sering ditemui adalah peningkatan bilirubin hingga diatas 5 mg/dL oleh karena akumulasi bilirubin dalam sirkulasi darah. Peningkatan serum bilirubin dalam darah dikarenakan oleh ketidakseimbangan antara produksi dan eliminasi bilirubin. Kadar bilirubin yang tinggi dapat bersifat toksik pada system saraf pusat yang dapat menyebabkan gangguan neurologis. 1 Bilirubin adalah hasil dari pemecahan dan daur ulang sel darah merah yang sudah tua dan tidak terpakai. Hasil pemecahan itu disebut bilirubin indirek yang tidak larut dalam air, dan pada plasma akan diikat bersama albumin menjadi yang disebut bilirubin indirek. Saat bayi masih di dalam rahim, bilirubin indirek ini akan dibuang oleh plasenta dan diproses di organ hati ibu menjadi bilirubin direk (larut dalam air), untuk kemudian dibuang melalui urin dan tinja ibu. Semua proses ini alamiah dan hampir dialami oleh semua bayi. Segera setelah lahir, bayi harus memecah sendiri bilirubin indirek di organ hatinya. Namun, karena fungsi organ hati bayi belum matang, proses itu jadi lambat. Bilirubin indirek akan menumpuk di dalam darah dan jaringan tubuh. Kondisi ini menyebabkan kulit, mata dan selaput lendir bayi tampak kuning. Bilirubin indirek adalah fokus utama yang sering dijumpai oleh 1

Upload: beard-beard

Post on 06-Nov-2015

347 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

Ikterik

TRANSCRIPT

Hiperbilirubinemia pada bayi atau Neonatal hyperbilirubinemia sering terjadi pada bayi yang baru lahir dimana permasalahan yang sering ditemui adalah peningkatan bilirubin hingga 5 mg/dL oleh karena akumulasi bilirubin dalam sirkulasi darah

BAB I

PENDAHULUAN

Hiperbilirubinemia pada bayi atau neonatal hiperbilirubinemia sering terjadi pada bayi yang baru lahir dimana permasalahan yang sering ditemui adalah peningkatan bilirubin hingga diatas 5 mg/dL oleh karena akumulasi bilirubin dalam sirkulasi darah. Peningkatan serum bilirubin dalam darah dikarenakan oleh ketidakseimbangan antara produksi dan eliminasi bilirubin. Kadar bilirubin yang tinggi dapat bersifat toksik pada system saraf pusat yang dapat menyebabkan gangguan neurologis. 1Bilirubin adalah hasil dari pemecahan dan daur ulang sel darah merah yang sudah tua dan tidak terpakai. Hasil pemecahan itu disebut bilirubin indirek yang tidak larut dalam air, dan pada plasma akan diikat bersama albumin menjadi yang disebut bilirubin indirek. Saat bayi masih di dalam rahim, bilirubin indirek ini akan dibuang oleh plasenta dan diproses di organ hati ibu menjadi bilirubin direk (larut dalam air), untuk kemudian dibuang melalui urin dan tinja ibu. Semua proses ini alamiah dan hampir dialami oleh semua bayi. Segera setelah lahir, bayi harus memecah sendiri bilirubin indirek di organ hatinya. Namun, karena fungsi organ hati bayi belum matang, proses itu jadi lambat. Bilirubin indirek akan menumpuk di dalam darah dan jaringan tubuh. Kondisi ini menyebabkan kulit, mata dan selaput lendir bayi tampak kuning. Bilirubin indirek adalah fokus utama yang sering dijumpai oleh dokter pada kasus hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir. 1Seringkali di jumpai pada bayi cukup bulan yang lahir mengalami jaundice secara klinis pada minggu pertama pasca kelahiran dan beberapa memiliki penyakit yang menyebabkan hiperbilirubinemia. Hiperbilirubin pada sebagian penderita dapat bersifat fisiologis dan pada sebagian lagi mungkin bersifat patologis yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian. Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia diantaranya adalah penyakit hemolitik, metabolik dan endokrin bayi, dan kemungkinan infeksi atau abnormalitas pada fungsi hati bayi sehingga terjadinya hiperbilirubinemia. 1BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Ikterus Neonatorum adalah warna kuning di kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat penumpukan bilirubin dalam serum. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kerniikterus atau ensefalopati bilirubin jika kadar bilirubin tidak dikendalikan. Ikterus dapat terjadi secara fisiologis, yaitu ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kernikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.2Ikterus patologis yaitu ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Kernicterus merupakan suatu sindroma neurologik yang timbul sebagai akibat penimbunan bilirubin tak terkonjugasi dalam sel sel otakIkterus yang kemungkinan besar menjadi patologis yaitu :21. Ikterus klinis yang terjadi pada 24 jam pertama.

2. Ikterus dengan peningkatan bilirubin-lebih dari 5 mg%/hari.

3. Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau keadaan patologis lain yang telah diketahui.

4. Ikterus dengan kadar bilirubin serum melebihi 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada neonatus kurang bulan.

5. Ikterus yang menetap >8 hari pada neonatus cukup bulan atau > 14 hari pada neonatus kurang bulan.

6. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.

7. Ikterus yang disertai oleh :

Berat lahir 15

Gambar 2. Pembagian Ikterus menurut Krammer

Disamping ikterus, hiperbilirubinemia dapat pula disertai gejala-gejala sebagai berikut :

1. Dehidrasi : asupan kalori yang tidak adekuat (misalnya kurang minum, muntah)

2. Pucat (sering berkaitan dengan anemia hemolitik atau kehilangan darah ekstravaskuler

3. Trauma lahir: bruising, sefalhematoma, dan pendarahan tertutup lainnya

4. Pletorik: polisitemia yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK

5. Letargik dan gejala klinis sepsis lainnya

6. Petekie : berkaitan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis

7. Mikrosefali, korioretinitis: berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi congenital, penyakit hati

8. Hepatosplenomegali

9. Omfalitis

10. Hipotiroidisme

11. Massa abdominal kanan: berkaitan dengan duktus koledokus

12. Feses dempul disertai urine warna coklat tua: pikirkan kearah ikterus obstruktif. 2.7 Diagnosis

Anamnesis

Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu dalam menegakkan diagnosis hiperbilirubinemia pada bayi. Termasuk dalam hal ini anamnesis mengenai riwayat inkompabilitas darah, riwayat transfusi tukar, atau terapi sinar pada bayi sebelumnya. Di samping itu faktor resiko kehamilan dan persalinan juga berperan dalam diagnosis dini ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor resiko tersebut antara lain adalah kehamilan dengan komplikasi, persalinan dengan komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama hamil/persalinan, kehamilan dengan diabetes melitus, gawat janin, malnutrisi intrauterin, infeksi intranatal, dan lain-lain.

Dalam anamnesis pun perlu ditelusuri mengenai riwayat pasase mekonium saat lahir, riwayat asupan cairan (riwayat minum ASI dan/atau susu formula) untuk mengetahui kemungkinan adanya breast- feeding jaundice atau breast- milk jaundice. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti yang penting pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus berkaitan erat dengan kemungkinan penyebabnya.7-10 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dibagi dalam pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan fisik khusus. Pemeriksaan fisik umum meliputi keadaan umum pasien (gangguan nafas, apnea, instabilitas suhu, dll). Pemeriksaan fisik khusus difokuskan pada penilaian kuning pada bayi.

WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai berikut:

Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.

Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit dan jaringan subkutan.

Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning ( menurut Kramer)

Pemeriksaan Penunjang

Dalam merencanakan pemeriksaan penunjang, dianjurkan dengan memprioritaskan pemeriksaan- pemeriksaan yang mengarahkan kepada hiperbilirubinemia yang paling mungkin. Sejumlah pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada hiperbilirubinemia patologik adalah:9a) Kadar bilirubin serum (total). Kadar bilirubin serum direk dianjurkan untuk diperiksa, bila dijumpai bayi kuning dengan usia > 10 hari dan atau dicurigai adanya suatu kolestasis.

b) Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi untuk melihat morfologi eritrosit dan hitung retikulosit.

c) Penentuan golongan darah dan faktor Rh dari ibu dan bayi. Bayi yang berasal dari ibu dengan Rh negatif harus dilakukan pemeriksaan golongan darah, faktor Rh, uji Coombs pada saat bayi dilahirkan, kadar hemoglobin dan bilirubin tali pusat juga diperiksa (Normal bila Hb > 14 mg/dl dan bilirubin tali pusat < 4 mg/dl).

d) Pemeriksaan kadar enzim G6PD

e) Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati (dapat dilanjutkan dengan USG hati, sintigrafi sistem hepatobilier), uji fungsi tiroid, uji urine terhadap galaktosemia.

f) Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah, urine, IT ratio dan pemeriksaan C reaktif protein(CRP).Tabel 4: Penegakkan diagnosis ikterus neonatorum berdasarkan waktu kejadiannya

WaktuDiagnosis bandingAnjuran pemeriksaan

Hari ke-1 Inkompatibilitas darah(Rh, ABO)

Sferositosis

Infeksi intrauterin (TORCH)

Anemia hemolitik non-sferositosis(mis G6PD) Kadar bilirubin serum berkala, hb, golongan darah ibu/bayi, uji Coombs

Darah tepi lengkap, riwayat keluarga

Ig M, serologi, trombosit, biakan darah/urine

Uji tapis defisiensi enzim

Hari ke-2 Infeksi

Keadaan-keadaan seperti hari 1, tetapi baru timbul kemudian. Darah tepi, biakan darah/urine, pungsi lumbal (kalau perlu), foto paru,dll

Idem seperti di atas

Hari ke-3 s/d 5 Fisiologis (KU baik, mau minum, BB naik, H/L ttb, kadar bilirubin total 5 hari atau menetap s/d 10 hari Minum ASI

Infeksi bakteri/virus

Anemia hemolitik

Galaktosemia

Hipotiroidisme

Obat-obatan

Sindrom Lucey-Driscoli

Fibrosis kistik

Penyakit Gilbert

Ikterus obstruktif Awasi keadaan umum, berat badan dan minumnya

Pemeriksaan darah/urine sesuaikan dengan diagnosis

2.8 PenatalaksanaanStrategi mengelola bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia meliputi; pencegahan, penggunaan farmakologi, fototerapi dan transfusi tukar.

Strategi Pencegahan Hiperbilirubinemia: 5a) Pencegahan primer

Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali perhari untuk beberapa hari pertama.

Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.

b) Pencegahan sekunder

Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta penyaringan serum untuk antibodi isoimun yang tidak biasa.

Jika golongan darah ibu tidak diketahui atau RH negatif, dilakukan pemeriksaan antibodi direk (tes coombs), golongan darah dan tipe Rh darah tali pusat bayi.

Jika golongan darah ibu O, Rh positif, terdapat pilihan untuk dilakukan tes golongan datah dan tes coombs pada darah tali pusat bayi, tetapi hal itu tidak diperlukan jika dilakukan pengawasan, penilaian terhadap resiko sebelum keluar RS dan tindak lanjut yang memadai.

Harus memastikan bahwa semua bayi secara rutin dimonitor terhadap timbulnya ikterus dan menetapkan protokol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat memeriksa tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8-12 jam.

c) Evaluasi laboratarium

Pengukuran kadar bilirubin harus dilakukan pada setiap bayi yang mengalami ikterus dalam 24 jam pertama setelah lahir.

Pengukuran kadar bilirubin harus dilakukan jika tampak ikterus yang berlebihan.

Semua kadar bilirubin harus diintrepretasikan sesuai dengan umur bayi dalam jam.

d) Penyebab kuning

Bayi yang mengalami peningkatan bilirubin direk atau konjugasi harus dilakukan analisis dan kultur urin.

Bayi sakit dan ikterus pada umur atau lebih dari 3 minggu harus dilakukan pemeriksaan bilirubin total dan direk untuk mengidentifikasi adanya kolestasis.

Jika kadar bilirubin direk meningkat, dilakukan evaluasi tambahan mencari penyebab kolestasis

Pemeriksaan kadar G6PD direkomendasikan untuk bayi ikterus yang mendapat fototerapi dan dengan riwayat keluarga atau ernis/asal geografis yang menunjukan kecenderungan defisisensi G6PD atau pada bayi dengan respons fototerapi buruk.

e) Pengelolaan bayi dengan ikterus yang mendapat ASI

Observasi semua fase awal bayi, pertimbangkan untuk merangsang pengeluaran jika feses keluar dalam waktu 24jam.

Segera mulai menyusui dan beri sesering mungkin. Menyusui yang sering dengan waktu yang singkat lebih efektif dibandingkan dengan menyusui yang lama dengan frekuensi yang jarang walaupun total waktu yang diberikan sama.

Tidak dianjurkan pemberian air, dekstrosa, atau formula pengganti.

Observasi berat badan, BAK dan BAB yang berhubungan dengan pola menyusui.

Ketika kadar bilirubin mencapai 15mg/dL, tingkatkan pemberian minum, rangsang pengeluaran/produksi ASI dengan cara memompa dan menggunakan protokol penggunaan fototerapi yang dikeluarkan AAP.

Tidak terdapat bukti bahwa early jaundice berhubungan dengan abnormalitas ASI, sehingga penghentian menyusui sebagai suatu upaya hanya diindikasikan jika ikterus menetap lebih dari 6 hari atau meningkat diatas 20mg/dL atau ibu memiliki riwayat bayi sebelumnya terkena kuning.

Dalam penatalaksanaan hiperbilirubinemia, perlu diperhatikan keadaan setiap pasien serta penilaian faktor resiko terjadinya hiperbilirubinemia. Adapun penilaian resiko dapat di plot ke dalam kurva Bhutani seperti gambar dibawah ini.2,3

Gambar 3. Nomogram untuk penentuan risiko berdasarkan kadar bilirubin serum spesifik berdasarkan waktu, pada saat bayi pulang (Bhutani et al., Pediatrics 1999)

Prinsip terapi Hiperbilirubinemia adalah:51. Hidrasi

Pemberian cairan pada penderita hiperbilirubinemia merupakan hal yang penting untuk maintenance kebutuhan cairan neonates. Selain itu pemberian glukosa diperlukan karena glukosa merupakan sumber energi untuk konjugasi hepar. Cairan yang cukup juga akan merangsang keluarnya cairan empedu yang megandung bilirubin ke dalam usus. Hal ini juga dapat mempercepat turunnya kadar bilirubin dalam darah.

2. Fototerapi

Fototerapi dimaksudkan untuk mendekomposisi bilirubin. Walaupun fototerapi dapat menurunkan kadar bilirubin dengan cepat, cara ini tidak dapat menggantikan tranfusi tukar pada proses hemolisis berat. Fototerapi dapat digunakan untuk pra dan pasca-tranfusi tukar.

Adapun indikasi pemberian fototerapi adalah seseuai dengan plot ke kurva American Academy of Pediatrics, seperti gambar di bawah ini.

Gambar 4. Panduan untuk fototerapi pada bayi dengan usia kehamilan 35 minggu atau lebih (American Academy of Pediatrics, Juli 2004)

Macam Unit Terapi Sinar:

- Fluorescent tube lights - blue F20T12/BB

- Halogen lamps: quartz or tungsten

- Fiberoptic blanket systems

- Gallium nitride light emitting diode

Hal-hal yang harus diperhatikan saat fototerapi :

- Jarak dari cahaya : cahaya fluoresen harus berada sedekat mungkin (sampai 10 cm dari bayi), sinar halogen dapat menyebabkan panas berlebihan

- Daerah permukaan: maksimal, lepas semua pakaian kecuali popok, popok juga dapat dilepas. Mata ditutup.

Penghentian Terapi Sinar :

- Bayi cukup bulan bilirubin : 12 mg/dL (205 mol/dL)

- Bayi kurang bulan bilirubin : 10 mg/dL (171 mol/dL)

- Bila timbul efek samping

Efek Samping Terapi Sinar :

- Enteritis

- Hipertermia

- Dehidrasi

- Kelainan kulit

- Gangguan minum

- Kerusakan retina3. Mengobati penyebab hiperbilirubinemia

Hiperbilirubinemia memiliki berbagai macam etiologi, sehingga dalam penatalaksanaannya sangat diperlukan untuk mengobati penyebab terjadinya hiperbilirubinemia. Misalnya, pada sepsis diperlukan pengobatan sepsis selain penurunan kadar bilirubin dengan fototerapi.

Hiperbilirubin yang disebabkan oleh karena kurangnya transportasi atau konjugasi bilirubin dapat diberikan substrat untuk meningkatkan transportasi serta konjugasinya.

Contohnya yaitu pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas. Albumin dapat diganti dengan plasma dengan dosis 15-20 ml/kgBB. Albumin biasanya diberikan sebelum tranfusi tukar dikerjakan oleh karena albumin akan mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin yang diikatnya lebih mudah dikeluarkan dengan tranfusi tukar.

4. Transfusi tukar

Pada umumnya tranfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai berikut :

Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek ( 20 mg%.

Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat, yaitu 0,3-1 mg%/jam.

Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung.

Bayi dengan kadar hemoglobin talipusat < 14 mg% dan uji Coombs direk positif.

Selain indikasi yang telah disebutkan diatas, transfusi tukar juga dapat berpedoman pada kurva AAP seperti gambar dibawah ini.

Gambar 4. Panduan untuk Transfusi Tukar pada Bayi dengan Usia Kehamilan 35 Minggu atau Lebih (American Academy of Pediatrics, Juli 2004)Sesudah tranfusi tukar harus diberi fototerapi. Bila terdapat keadaan seperti asfiksia perinatal, distres pernafasan, asidosis metabolik, hipotermia, kadar protein serum kurang atau sama dengan 5 g%, berat badan lahir kurang dari 1.500 gr dan tanda-tanda gangguan susunan saraf pusat, penderita harus diobati seperti pada kadar bilirubin yang lebih tinggi berikutnya.

Berikut ini adalah pedoman penggunaan terapi sinar dan transfusi tukar berdasarkan usia naonatus dan kadar bilirubin.Tabel 5. Penanganan berdasarkan usia dan kadar bilirubin (American Academy of Pediatrics,2004)

Tindak lanjut

Bahaya hiperbilirubinemia yaitu kernicterus. Oleh karena itu terhadap bayi yang menderita hiperbilirubinemia perlu dilakukan tindak lanjut sebagai berikut:

1. Penilaian berkala pertumbuhan dan perkembangan

2. Penilaian berkala pendengaran

3. Fisioterapi dan rehabilitasi bila terdapat gejala sisa 2.10 Prognosis

Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris. Gejala ensefalopati biliaris ini dapat segera terlihat pada masa neonatus atau baru tampak setelah beberapa lama kemudian. Berikut ini akan dijelaskan tahapan terjadinya ensefalopati bilirubin.2,31. Ensefalopati bilirubin akut.

a. Fase awal (early phase)

Timbulnya beberapa hari pertama kehidupan. Klinis BBL tampak ikterus berat (lebih dari Kramer 3). Terjadi penurunan kesadaran, letargi, mengisap lemah dan hipotonia. Terapi dini dan tepat akan memberikan prognosis lebih baik.b. Fase intermediate (intermediate phase)

Merupakan lanjutan dari fase awal, tindakan terapi transfusi tukar emergensi dapat mengembalikan perubahan susunan syaraf pusat dengan cepat. Fase ini ditandai stupor yang moderat/sedang, ireversibel, hipertonia dengan retrocollis otot-otot leher serta opistotonus otot-otot punggung, panas, tangis melengking (high-pitched cry) yang berlanjut berubah menjadi mengantuk dan hipotonia.c. Fase lanjut (advanced phase)

Fase ini terjadi pada BBL setelah usia 1 minggu kehidupan yang ditandai dengan retrocollis dan opistotonus yang lebih berat, tangisnya melengking, tak mau minum/menetek, apnea, panas, stupor dalam sampai koma, kadang-kadang kejang dan meninggal. Dalam fase ini kemungkinan kerusakan SSP ireversibel/menetap.

2. Ensefalopati bilirubin kronis (chronic bilirubin encephalopathy/kern icterus)Ensefalopati bilirubin kronis disebut juga kern ikterus. Perjalanan penyakit berlangsung lamban setelah bentuk akut terjadi awal tahun pertama kehidupan. Secara klinis dibedakan dalam 2 fase. Fase awal, terjadi dalam tahun pertama kehidupan dengan gejala klinis hipotonia, hiperefleksi, keterlambatan perkembangan motorik milestone dan timbulnya refleks tonik leher. Fase setelah tahun pertama kehidupan. Gejala klinis refleks tonik leher (tonic-neck reflex) menetap setelah tahun pertama kehidupan terjadi gangguan ekstrapiramidal, gangguan visual, pendengaran, defek kognitif, gangguan terhadap gigi, gangguan intelektual minor dapat terjadi.

Gangguan ekstrapiramidal, koreoathetosis merupakan kelainan umum yang nampak. Ekstremitas atas biasanya lebih berat daripada ekstremitas bawah. Keadaan tersebut disebabkan adanya kerusakan pada ganglia basalis yang mana merupakan gambaran klasik/khas dari ensefalopati bilirubin kronis.

Gangguan penglihatan, gerakan bola mata terganggu, paralisis dari upward gaze. Kelainan tersebut sebagai akibat dari kerusakan nucleus nervus kranialis di batang otak.

Gangguan pendengaran, kelainan pendengaran merupakan kelainan yang menetap dan paling berat ditemukan, tuli pendengaran terhadap frekuensi tinggi, baik derajat ringan sampai berat. Kelainan ini disebabkan kerusakan nukleus kokhlearis di batang otak serta nervus auditorius yang sangat peka terhadap toksisitas bilirubin indirek walaupun pada kadar yang relatif rendah. Tampak secara klinis keterlambatan perkembangan bicara, oleh sebab itu pemeriksaan fungsi pendengaran harus dilakukan secepat mungkin pada bayi berisiko tinggi terhadap ensefalopati bilirubin kronis.

Gangguan pada gigi, dapat dijumpai adanya displasia dental-enamel setelah usia bayi bulan ke-9.

Gangguan/defek kognitif, pada kern ikterus tidak mencolok atetosis atau korea dengan defek pendengaran yang terjadi dapat memberikan impresi salah dari gangguan mental (mental retardasi).

Gambar 5. Autopsi ensefalopati bilirubinDengan memperhatikan hal di atas, maka sebaiknya pada semua penderita hiperbilirubinemia dilakukan pemeriksaan berkala, baik dalam hal pertumbuhan fisis dan motorik, ataupun perkembangan mental serta ketajaman pendengarannya.BAB IIIPEMBAHASAN

Ikterus yang terjadi pada neonatus dapat terjadi karena berbagai faktor baik fisiologis maupun pathologis. Pada kasus ini didapatkan bayi mengalami ikterus atau kuning pada hari ke 4 setelah lahir berdasarkan anamnesis. Berdasarkan onset terjadinya ikterus, kemungkinan penyebab yang dapat di pikirkan dalam mendiagnosa adalah:

Biasanya ikterus fisiologis

Defisiensi enzim G-6-PD Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh atau golongan lain. Hal ini dapat diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi 5 mg%/24 jam.

Breastfeeding jaundice

Polisitemia

Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subaponeurosis, perdarahan hepar subkapsuler dan lain-lain).

Hipoksia.

Sferositosis, eliptositosis dan lain-lain.

Dehidrasi asidosis.

Defisiensi enzim eritrosit lainnya Sepsis Ikterus yang bersifat fisiologis pada hari ke dua atau hari ke tiga pada bayi baru lahir didasari pada kondisi umum bayi yang baik, hati dan lien tidak teraba, kadar bilirubin total kurang dari 15mg/dL dan biasanya menghilang pada hari ke sepuluh. Akan tetapi pada hari ketiga bayi tampak sakit ringan dan kadar bilirubin tinggi yakni 21.53 mg/dL oleh karena itu pada kasus ini merupakan ikterus pathologis.

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan laboratorium, kemungkinan diagnosis dapat disingkirkan satu persatu. Kemungkinan inkompatibilitas darah disingkirkan oleh karena golongan darah ibu adalah golongan darah B. sedangkan pada teori inkompatibilitas darah dapat terjadi pada janin dengan golongan darah A atau B dari ibu yang bergolongan darah O, karena antibodi yang ditemukan pada golongan darah O ibu adalah dari kelas IgG, sedangkan ibu dengan golongan darah A atau B juga mempunyai anti-B (pada golongan darah A) dan anti-A (pada golongan darah B) yang sebagian besar didominasi dari kelas IgM. Manifestasi primer dari penyakit hemolitik ABO adalah ikterus. Biasanya,ikterus ini muncul pada 24 jam pertama kehidupan dan, jika tidak ditangani, menjadi cukup berat dan menyebabkan kernikterus bahkan kematian. Akan tetapi, hanya 10% sampai 20% dari janin dengan inkompatibilitas ABO yang mengalami ikterus.

Kemungkinan sepsis pada bayi ini perlu untuk dipikirkan karena bayi pada kasus ini memiliki 1 resiko major dan 2 resiko minor untuk terjadinya infeksi secara sistemik, akan tetapi septic marker seperti WBC, CRP, dan IT ratio tidak menunjukan perubahan ataupun signifikansi. Sehingga kemungkinan sepsis dapat disingkirkan.Faktor pathologis yang berhubungan dengan pendarahan tertutup serta gangguan darah lainnya dapat disingkirkan karena hasil laboratorium darah dalam batas normal, serta tidak adanya tanda-tanda pendarahan tertutup seperti sefalhematoma.Kemungkinan diagnosis yang paling mendekati adalah ikterus akibat pemberian ASI yaitu Breast feeding jaundice. Selain adanya peningkatan bilirubin darah sebagai penyebab hiperbilirubinemia, dari hasil anamnesis disimpulkan bahwa bayi tersebut mengalami kekurangan asupan nutrisi pada hari pertma dan seterusnya akibat ASI yang tidak lancar menurut pengakuan ibu.Berdasarkan diagnosis tersebut, penatalaksanaan yang diberikan adalah PASI, terapi sinar, serta monitor berkala kadar bilirubin. Namun menurut literature penghentian ASI pada kasus breastfeeding jaundice dinilai kurang tepat. The American Academy of Pediatrics (AAP) tidak menganjurkan penghentian ASI dan merekomendasikan pemberian ASI terus menerus (minimal 8-10 kali dalam 24 jam). Sedangkan Gartner dan Auerbach merekomendasikan dilakukan penghentian ASI sementara pada sebagian kasus BMJ hanya pada proses penegakan diagnosis dan tetap mendapat ASI selama dalam proses terapi BFJ.Berdasarkan kurva faktor resiko, pada kasus ini bayi berada pada faktor resiko tinggi, karena pada pengukuran kadar bilirubin di usia 4 hari kadar bilirubin bayi adalah 21.53 mg/dL. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Berdasarkan kurva AAP untuk indikasi foto terapi, bayi perlu diberi fototerapi seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.

Pada kurva dibawah, terlihat bahwa kadar bilirubin serum bayi berada dibawah garis batas untuk indikasi transfusi tukar sehingga pada kasus ini tidak dilakukan transfusi tukar.

Berdasarkan pengobatan yang telah dilakukan, pasien ini mengalami perbaikan klinis dan diperbolehkan pulang. Hasil laboratorium terakhir sebelum pasien BPL adalah kadar bilirubin total 7,784 mg/dL. Edukasi yang diberikan kepada ibu adalah agar ibu tetap memberikan asupan nutrisi yang baik serta memperhatikan tumbuh kembang bayi sesuai umurnya. BAB V KESIMPULAN

Ikterus Neonatorum adalah warna kuning di kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat penumpukan bilirubin dalam serum. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kerniikterus atau ensefalopati bilirubin jika kadar bilirubin tidak dikendalikan. Ikterus dapat terjadi secara fisiologis dan patologis.

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi karena 3 mekanisme utama yaitu peningkatan produksi bilirubin, sekresi bilirubin serta konjugasi yang menurun, serta eksresi bilirubin yang terganggu. Dalam mendiagnosis hiperbilirubinemia dapat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik terutama dengan menilai ikterus berdasarkan criteria Krammer serta dengan pemeriksaan laboratorium.

Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti yang penting pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan yang erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut. Hiperbilirubinemia dapat terjadi pada bayi cukup bulan sehat yang menyusui. Hiperbilirubinemia yang berhubungan dengan pemberian ASI dapat berupa breastfeeding jaundice (BFJ) dan breastmilk jaundice (BMJ). Penyebab BFJ adalah kekurangan asupan ASI, biasanya timbul pada hari ke-2 atau ke-3 pada waktu ASI belum banyak. Sedangkan breastmilk jaundice mempunyai karakteristik kadar bilirubin indirek yang masih meningkat setelah 4-7 hari pertama, biasanya bayi mendapatkan asupan nutrisi yang cukup yang ditandai dengan pertambahan berat badan.Dalam penatalaksanaan hiperbilirubinemia didasarkan pada 4 prinsip yaitu: hidrasi, foto terapi, mengobati etiologi serta transfusi tukar. Adapun indikasi untuk pemberian terapi sinar atau foto terapi dan transfusi tukar dapat dilihat pada pedoman kurva Bhutani dan AAP berdasarkan usia bayi, faktor resiko, serta kadar bilirubin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Asil Aminullah; Ikterus dan Hiperbilirubinemia pada Neonatus dalam A.H. Markum (ed), Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, edisi 6, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1999, hal : 313-317

2. Behrman R.E.; Kliegman R.M., Nelson W.E., Vaughan V.C. (ed); Icterus Neonatorum in Nelson Textbooks of Pediatrics, XIVrd Edition; W.B. Saunders Company, Philadelphia, Pennsylvania 19106, 1992; pages 641-647.3. Subcommitte on Hyperbilirubinemia. Clinical practice 1. guidelines: management of hyperbilirubinemia in the newborn or more weeks gestation. Pediatrics. 2004;114:297-316.4. American Academy of Pediatrics, Provisional Committee for Quality Improvement and Subcommittee on Hyperbilirubinemia. Practice parameter: management of hyperbilirubinemia in the healthy term newborn. Pediatrics.1994;94 :558 5625. Kardana,Made; Artana, I Wayan Darma; Putra, Junara Putu; Ikterus Neonatorum. Dalam Pedoman Kesehatan Medis Kesehatan anak, Jilid I, Bagian SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD RSUP Sanglah, Denpasar, 2011. Hal 415-420 Keterangan Gambar :

Nomor urut menunjukkan arah luasnya ikterus. Semakin besar angkanya, semakin tinggi intensitas ikterusnya seperti tertera pada tabel diatas.

21