torium ummi

23
TUGAS MAKALAH AMSIAH THORIUM SEBAGAI BAHAN BAKAR NUKLIR D41106021 1. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Teknologi reaktor nuklir yang telah beroperasi beroperasi hingga hari ini pada umumnya adalah reactor nuklir yang menggunakan uranium sebagai bahan bakar utamanya. Daur pemanfaatan uranium ini, yang juga disebut dengan daur uranium (uranium cycle), pada prinsipnya menggunakan 235 U dan 239 Pu (ditransmutasikan dari U) sebagai bahan fisil dan U sebagai bahan fertil atau tidak dapat belah. Sedangkan potensi bahan thorium alam ( 238 Th) yang bersifat fertil namun dapat diubah menjadi bahan fisil (dapat belah) 232 U, belum secara signifikan diselidiki untuk kemudian dicoba untuk diterapkan sebagai bahan bakar dalam reaktor nuklir. Salah satu faktor penyebabnya mungkin adalah masalah ketersediaan thorium dan uranium secara geologis. Unak , dalam publikasinya tahun 2000, menunjukkan bahwa hanya beberapa negara maju (developed countries) saja yang memiliki kandungan uranium tinggi, dan Kanada adalah negara yang memproduksi bahan bakar uranium tertinggi meskipun memiliki kandungan/cadangan uranium lebih rendah dari Australia. Di sisi lain, dia juga menunjukkan bahwa kandungan thorium pada tingkat yang dapat dipercaya dan yang diperkirakan sebagian besar justru berada di beberapa negara berkembang. Distribusi kandungan thorium secara JURUSAN TEKNIK ELEKTRO | 1 UNIVERSITAS HASANUDDIN 2013

Upload: nana-noona-halle-kanee

Post on 09-Nov-2015

27 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

weeekkk

TRANSCRIPT

TUGAS MAKALAH

AMSIAH

THORIUM SEBAGAI BAHAN BAKAR NUKLIR

D41106021

1. PENDAHULUAN

1.1. Latarbelakang

Teknologi reaktor nuklir yang telah beroperasi beroperasi hingga hari ini pada umumnya adalah reactor nuklir yang menggunakan uranium sebagai bahan bakar utamanya. Daur pemanfaatan uranium ini, yang juga disebut dengan daur uranium (uranium cycle), pada prinsipnya menggunakan 235U dan 239Pu (ditransmutasikan dari U) sebagai bahan fisil dan U sebagai bahan fertil atau tidak dapat belah. Sedangkan potensi bahan thorium alam (238Th) yang bersifat fertil namun dapat diubah menjadi bahan fisil (dapat belah) 232U, belum secara signifikan diselidiki untuk kemudian dicoba untuk diterapkan sebagai bahan bakar dalam reaktor nuklir. Salah satu faktor penyebabnya mungkin adalah masalah ketersediaan thorium dan uranium secara geologis. Unak , dalam publikasinya tahun 2000, menunjukkan bahwa hanya beberapa negara maju (developed countries) saja yang memiliki kandungan uranium tinggi, dan Kanada adalah negara yang memproduksi bahan bakar uranium tertinggi meskipun memiliki kandungan/cadangan uranium lebih rendah dari Australia. Di sisi lain, dia juga menunjukkan bahwa kandungan thorium pada tingkat yang dapat dipercaya dan yang diperkirakan sebagian besar justru berada di beberapa negara berkembang. Distribusi kandungan thorium secara geologis ini, mungkin menjadi salah satu alasan logis mengapa bahan bakar nuklir thorium belum secara intensif dimanfaatkan di negara-negara maju yang telah mencapai tingkat penguasaan teknologi reaktor nuklir yang maju (advanced) dan canggih (sophisticated).

Secara historis, beberapa reaktor nuklir berbasis bahan bakar thorium pernah sukses dioperasikan di beberapa negara. Karena itu, ada beberapa alasan kuat untuk mendukung pemanfaatan thorium sebagai bahan bakar reaktor nuklir. Dari sisi ekonomi, hal ini akan menjadi solusi atas fenomena meningkatnya terus harga uranium di dunia. Karaketristik netronik isotop 232Th dan hasil transmutasinya, yaitu 232U, ditunjukkan dalam banyak hasil penelitian bahwa menyediakan efisiensi pemanfaatan yang lebih baik, terutama dalam daerah spectrum netron termal (berenergi rendah), karena memiliki laju konversi bahan fertil emnajdi fisil yang lebih tinggi dibandingkan dengan uranium. Laju konversi yang lebih tinggi ini akan meningkatkan rasio konversi (conversion ratio) dan usia teras reaktor. Sementara dari sisi keselamatan, reaktor nuklir berbasis bahan bakar thorium ini, dalam system energi nuklir jangka panjang akan menghasilkan tingkat radiotoxisitas yang lebih rendah.2. KAJIAN PUSTAKA

2.1. Sejarah & Karakteristik Unsur Thorium

Kata thorium berasal dari nama salah satu dewa dalam mitologi Skandinavia, yaitu dewa thor sebagai dewa petir. Thorium pertama kali ditemukan oleh ahli kimia Swedia yang bernama Baron Jns Jakob Berzelius pada tahun 1828. Thorium merupakan unsur radioaktif yang terbentuk secara alami dan tersebar luas, dengan jumlah yang melimpah tiga sampai empat kali jumlah kelimpahan uranium dalam kerak bumi. Karena jumlahnya yang melimpah, thorium telah digunakan sebagai bahan pengganti uranium dalam alternatif bahan bakar nuklir dalam molten-salt reactor experiment (MSR) dari tahun 1964 sampai tahun 1969 untuk produksi energi termal.

Gambar 1. Kristal Thorium

(Sumber : wikipedia)

Penggunaan thorium juga digunakan sebagai reaktor cahaya-air dengan menggunakan bahan bakar Th232-U233 termasuk shippingport, Pennsylvania (operasi dimulai tahun 1977 dan berakhir pada 1982). Mineral utama thorium adalah pasir monazite yaitu suatu kompleks fosfat yang juga mengandung lantanida. Pasir ini dilebur dengan natrium hidroksida. Kemudian hidroksida yang tidak larut dilarutkan dalam asam hidroklorat. Pada Ph 5-8 thorium dan uranium serta lantanida akan terendapkan sebagai hidoksida. Untuk mendapatkan thorium dilakukan ekstraksi dari larutan asam hidroklorat. Secara singkat, data-data mengenai unsur thorium dapat dijabarkan sebagai berikut :

Keterangan Umum Unsur

Nama

: Thorium

Wujud

: Putih keperak-perakan dan stabil di

udara serta akan mengkilap dalam beberapa bulan.

Simbol

: Th

Nomor atom

: 90

Nomor massa

: 232,0381 g.mol-1

Golongan

: 3

Periode

: 7

Konfigurasi electron: [Rn]6d2 7s2

S Elektron per kuli

: 2, 8, 18, 32, 18, 10, 2

Ciri-ciri Fisik

Fase

: Padat

Massa jenis: 11,7 g/cm3 (sekitar suhu kamar)

Titik lebur

: 1842 C (2115 K; 3348F)

Titik didih

: 5061 K (4788C;8650F)

Kalor lebur

: 13,81kJ/mol

Kalor Uap

: 514 kJ/mol

Kapasitas kalo: (25 C) 26.230 Jmol1K1

Ciri-ciri Atom

Struktur Kristal

: Kubus terpusat

Kemagnetan

: Paramagnetik

Bilangan oksidasi

: +4

Elektronegativitas

: 1.3 (Skala Pauling)

Energi ionisasi

: 587 kJ/mol (Pertama); 1110 kJ/mol (Kedua);1930 kJ/mol (Ketiga)

Jari-jari atom

: 179 pm

Konduktivitas termal: (300 K) 54.0 Wm1K1

Kekerasan Mohs

: 3,0

Thorium juga ditemukan dalam jumlah yang kecil pada thorite (thorium silicate), dalam orangite dan thorianite (mineral radioaktif yang terdiri dari oksida thorium dan dan uranium). Negara-negara penghasil thorium dalam jumlah besar antara lain :

2.2. Sumber Daya dan Penggunaanya

Menurut Survey Badan Geologi Amerika Serikat (1997-2006)

1. Australia, dengan jumlah cadangan thorium sebesar 300.000 ton, dan cadangan dasar sebesar 340.000 ton.

2. India, dengan jumlah cadangan thorium sebesar 290.000 ton, dan cadangan dasar sebesar 300.000 ton.

3. Norwegia, dengan jumlah cadangan thorium sebesar 170.000 ton, dan cadangan dasar sebesar 180.000 ton.

4. Amerika Serikat, dengan jumlah cadangan thorium sebesar 160.000 ton, dan cadangan dasar sebesar 300.000 ton.

5. Kanada, dengan jumlah cadangan thorium sebesar 100.000 ton, dan cadangan dasar sebesar 100.000 ton.

6. Afrika Selatan, dengan jumlah cadangan thorium sebesar 35.000 ton, dan cadangan dasar sebesar 39.000 ton.

7. Brazil, dengan jumlah cadangan thorium sebesar 16.000 ton, dan cadangan dasar sebesar 18.000 ton.

8. Malaysia, dengan jumlah cadangan thorium sebesar 4500 ton, dan cadangan dasar sebesar 4500 ton.

9. Negara lain, dengan jumlah cadangan thorium sebesar 95.000 ton, dan cadangan dasar sebesar 100.000 ton.

Jadi, total jumlah cadangan thorium dunia mencapai 1.200.000 ton, dengan jumlah cadangan dasar sebesar 1.400.000 ton.

Manfaat thorium antara lain :

Digunakan sebagai logam campuran dengan magnesium dalam pembuatan mesin pesawat terbang untuk menaikkan kekuatan daya tahan tubuh pesawat terhadap suhu layang.

Digunakan sebagai bahan campuran dalam gas tungsten arc welding (GTAW) untuk menaikkan temperatur lebur elektroda tungsten dan meningkatkan stabilitas arc.

Digunakan sebagai pelapis kabel tungsten dalam peralatan elektronik serta meningkatkan emisi elektron dari panas katoda.

Sebagai senyawa thorium oksida, digunakan sebagai mantel dalam portabel gas yang menyala, dimana mantel akan menggelembung bercahaya mempesona ketika panas gas menyala.

Thorium oksida juga berfungsi sebagai alat kontrol dalam menentukan ukuran butir lampu elektrik tungsten.

Thorium oksida juga digunakan sebagai resisten panas pada keramik serta merupakan materi yang ditambahkan pada lensa untuk meminimalisasi terjadinya dispersi dan meningkatkan harga indeks bias lensa3. PEMBAHASAN

3.1. Thorium, Bahan Bakar Nuklir Dari Pasir MonasitUnsur tanah jarang adalah unsur yang sangat langka ( jumlahnya sangat sedikit) yang berbentuk senyawa kompleks, seperti kompleks posfat dan karbonat. Unsur tanah jarang adalah nama yang diberikan kepada kelompok Lantanida dan 3 unsur tambahannya yaitu yttrbium, Thorium dan scandium. Masuknya ketiga unsur tersebut dikarenakan keasaaman sifatnya. Logam tanah jarang juga bersifat tidak tergantikan karena sifatnya yang unik. Sehingga sampai saat ini, tidak ada material lain yang mampu menggantikannya. Jika ada, kemampuan yang dihasilkan tidak sebaik material logam tanah jarang. Sifat logam tanah jarang yang digunakan sebagai material berteknologi tinggi dan belum ada penggantinya, membuat logam tanah jarang menjadi material yang vital membutuhkan teknologi yang tinggi.

Penggunaan logam tanah jarang sangat berkaitan dengan produkindustri teknologi tinggi seperti produk elektronika, telekomunikasi dan nuklir. Potensi besar yang dihasilkan dalam unsur tanah jarang, memerlukan ketersediaan bahan-bahan tersebut. Sehingga, diperlukan pengelolaan optimal untuk dapat dikembangkan di Indonesia sebagai pemenuhan kebutuhan nasional bahan industri teknologi tinggi dan dapat menguntungkan kita. Pemanfaatan mineral tanah jarang dapat membuak Indonesia terhadap penguasaan dan pengembangan teknologi (Suprapto, 2009).

Pasir Monasit berasal dari batuan beku dalam bentuk endapan bersama hasil mineral lainnya yang telah mengalami pelapukan akibat aktivitas angin dan air. Total keseluruhan monasit di dunia berkisar 12 juta ton. (Suprapto, 2009). Pasir monasit merupakan salah satu bahan alam berharga karena mengandung unsur logam tanah jarang (LTJ) khususnya lantanida ringan. Total keseluruhan monasit di dunia berkisar 12 juta ton. (Suprapto, 2009). Pasir monasit mengandung unsur logam tanah jarang (LTJ) khususnya lantanida ringan.Seiring dengan perkembangan pengolahan teknologi material, unsur tanah jarang saat ini menjadi sangat dibutuhkan. Keterdapatan unsur tanah jarang pada mineral-mineral monasit, zirkon dan xenotim di Indonesia sangat langka. Mineral yang mengandung unsur tanah jarang bereasal dari mineral ikutan pada pertambangan timah dan emas aluvial. Potensi endapan timah di Indonesia berada di Kepulauan Karimun, Singkep Kepulauan Bangka Belitung. Sedangkan potensi endapan emas tersebar cukup merata di pualu-pulau besar se-Indonesia. Indonesia pada saat ini adalah eksportir timah terbesar di dunia. Mineral tanah jarang dapat berasal dari produk samping penambangan timah.

Harga oksida LTJ maupun unsur murni LTJ jauh lebih tinggi yaitu 3410 dolar AS (Rp 31,3 juta) per kg.Sedangkan, harga pasir monasit hanya sekitar Rp 800.000/ ton (Animous, 2003).

Berdasarkan data pada tahun 2006, PT. Timah di Bangka memiliki 408.887 ton pasir monasit dengan persen oksida tanah jarang yang terkandung berkisar 50-70 % (Makassar.tribunnews.com). Jika pasir monasit dijual dalam keaadaan tanpa diolah akan menghasilkan dana berkisar 327 juta rupiah. Tetapi jika dilakukan pengolahan lebih lanjut maka jumlah dana yang akan diperoleh berkisar 6,4 8,95 milyar rupiah. Perbedaaan angka tersebut cukup fantasitis. Sehingga, pengolahan yang tepat sangat dibutuhkan di Indonesia.

Selain oksida LTJ, dari pasir monasit juga dapat dihasilkan Thorium oksida (ThO2). Penggunan senyawa Torium oksida saat ini sedang dikembangkan untuk mengganti penggunaan uranium oksida (UO2) sebagai bahan bakar nuklir. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi ketersediaan bahan baku uranium oksida yang lambat laun akan menipis karena penggunaaannya yang terus menerus untuk kebutuhan bahan bakar dalam PLTN di dunia. Dalam mempreroleh bahan bakar Thorium, dapat diperoleh dari pasir monasit yang merupakan hasil limbah dari pertambangan timah di Kepulauan Bangka-Belitung. Mengingat nilai ekonomis dan cukup tersedianya cadangan pasir monasit di Indonesia, maka sudah selayaknya pemisahan Th dari konsentrat Th, LTJ (hidroksida) hasil olah pasir monasit perlu dilakukan, disamping dapat meningkatkan nilai tambah juga mengurangi bahan buangan (Suyanti, Aryadi, 2011).3.2. Riset Reaktor Daya Berbahan Bakar Thorium Oksida Dalam rangka untuk mengatasi adanya kekurangan energi yang terjadi di dalam negri saat ini, maka banyak penelitian yang bermunculan tentang pembangkit energi yang ramah lingkungan dan tidak lagi menggunakan bahan bakar fosil seperti minyak bumi, gas dan batu bara. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya semakin menipisnya cadangan bahan bakar fosil di dunia saat ini dan semakin mahal serta kurang ramah lingkungan.PLTN dengan bahan bakar berbasis thorium makin menarik perhatian dunia apalagi bila dikaitkan dengan kecelakaan nuklir di Fukushima Jepang akhir-akhir ini.

Penggunaan bahan nuklir berbasis thorium oksida telah dikembangankan oleh beberapa negara maju sebagai bahan bakar nuklir untuk mengurangi dan menggantikan uranium yang banyak digunakan sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik (PLTN) di dunia. Pada umumnya bahan bakar reaktor daya sebagai reaktor pembangkit tenaga listrik, banyak menggunakan bahan bakar berbentuk pelet yang mengandung uranium, yaitu UO2 (uranium oksida) atau PuO2 (Plutonium oksida). Penggunaan bahan bakar ini semakin ditinggalkan karena dampak negatif yang ditimbulkan terhadap lingkungan dan dapat digunakan sebagai senjata pemusnah masal. Cadangan thorium secara global jauh lebih besar dari cadangan uranium di alam, yaitu sekitar 3 atau 4 kali dibandingkan dengan uranium, oleh karena itu dapat menjadi sumber daya yang melimpah dan berkelanjutan. Thorium bukan bahan fisil namun dapat diubah menjadi 233U dengan mereksikannya dengan neutron menjadi isotop fisil.

Di sisi lain, logam thorium tersedia cukup melimpah di Indonesia dan murah, karena monasit (yang mengandung thorium sekitar 0,26-14,9%) sudah ada sebagai produk samping dari Tailing Pasir timah dan juga Terak II yang berasal dari Industri tambang timah di Kep. Banka dan belitung, dan juga saat ini sudah ditemukan pula bahan baku pasir timah di Kalimantan, Kep. Riau (Kondur) dan Halmahera. Sehingga Indonesia tidak perlu lagi berhubungan dengan kartel uranium yang dapat memainkan harga uranium sesuka hati. Lagi pula, limbah monasit membawa produk samping yang berupa logam tanah jarang (di antaranya adalah Y, La, Ce, Pr, Nd) yang mempunyai harga cukup mahal di dunia saat ini. Bahan bakar Thorium oksida yang apabila digunakan sebagai bahan bakar nuklir akan bereksi secara keseluruhan menjadi 233U dengan adanya neutron didalam teras reaktor nuklir secara terus menerus dan sekaligus menghasilkan energi yang dapat digunakan sebagi energi listrik.

Dengan telah berhasilnya penelitian yang dilakukan oleh Ki Won Kang dan kawan-kawan dari Korea Atomic Energy Research Institute, mengenai pembuatan bahan bakar pelet campuran thorium oksida dan uranium oksida dengan perbandingan 65 % : 35 % berat (ThO2 dan UO2). P. Balakrishna dan Kawan-kawan dari Departmen of Atomic Energy Nuclear Fuel Complex, Hyderabad, India juga telah melakukan penelitian bembuatan Blanket assemblies yang terdiri dari bahan bakar nuklir berbasis thorium oksida yang digunakan untuk bahan bakar pada teras Fast Breeder Reactor, menunjukkan bahwasanya logam thorium dapat digunakan sebagai bahan bakar nuklir yang dapat dicampur dengan uranium untuk dijadikan bahan bakar berbentuk pelet.

Pada penelitian ini telah dilakukan pembuatan bahan bakar pelet campuran thorium oksida uranium oksida dengan komposisi 70 % - 30 % berat, yang akan digunakan untuk bahan bakar reaktor daya sebagai reaktor pembangkit listrik tenaga nuklir. Pelet ThO2 bisa dibuat, sama seperti pelet UO2 cara perlakuaannya, melalui pengolahan serbuk keramik; preparasi serbuk, pencampuran, milling, pressing dan sintering.

Gambar 2. Metode Pembuatan Pelet Thorium Oksida

(Sumber : PKPP-Kemenristek)

Hal ini secara umum dapat dilakukan dengan mengetahui sifat-sifat dari serbuk thorium oksida seperti luas permukaan dan ukuran partikel, besar partikel metode pencampuran dan teknologi sintering. Luas permukaan serbuk UO2 berkisar dari 2 sampai 5 g/m2, dan pelet hijau serbuk UO dapat disinter sekitar 1700C. Perlu dicatat bahwa titik leleh ThO2 adalah 3300C dan lebih tinggi 500C dari pada UO2 tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa sintering ThO2 memerlukan suhu yang lebih tinggi daripada UO2. Namun, sangat sulit dan tidak ekonomis untuk menaikkan suhu sintering ThO2 di atas 1800C. Sehingga sangat penting dalam fabrikasi pelet ThO2 untuk mempersiapkan serbuk ThO2 yang dapat disinter pada suhu relatif rendah. Untuk mendapatkan suhu sinter yang relatif rendah diperlukan adanya teknik pencampuran secara baik.

Gambar 3. Buah pelet hasil sinter dan 3 buah pelet mentah dari pelet (Th,U)O2 dengan perbandingan 30 % - 70 % ThO2 berat(Sumber : PKPP-Kemenristek)

3.3. Pembangkit Listrik Paling Aman

Pembangkit listrik dengan bahan bakar (BB) berbasis thorium makin menarik perhatian dunia apalagi bila dikaitkan dengan kecelakaan nuklir di Fukushima akhir-akhir ini. Tanggal 25 Januari 2011, beberapa minggu sebelum gempa dan tsunami yang merusak PLTN Fukushima di Jepang, China mengumumkan ambisinya untuk membangun PLTN thorium dalam jangka waktu 20 tahun. China berambisi meningkatkan sumber energinya via PLTN, dan pilihannya jatuh kepada PLTN berbasis thorium, dengan jenis reaktor yang disebut oleh China dengan istilah TMSR (Thorium Molten-Salt Reactor), Reaktor Garam Cair Thorium. Seperti diketahui, Reaktor Thorium Fluorida Cair (LFTR = the Liquid Fluoride Thorium Reactor, yang disebut 'Lifter') adalah reaktor generasi IV yang menggunakan garam cair sebagai BB sekaligus sebagai pendingin reaktor. BB berbasis thorium dalam bentuk garam cair tidak memerlukan fabrikasi BB, sehingga struktur reaktor menjadi sederhana, derajad bakar (burn-up) merata, BB cair dapat diganti dengan BB segar dan diproses-ulang secara online sekaligus racun netron Xe-135 dan Kr-83 dapat dibuang secara ajeg/kontinyu. Sementara, produk fissi lainnya, misalnya molebdinum dan iodine (setelah melalui proses ekstraksi) dapat digunakan untuk keperluan medis. Akibatnya, reaktor thorium dapat terus menerus menyala sampai tua dengan derajad bakar tak terbatas.PLTN berbasis thorium lebih aman, karena Th-232 harus dibombardir oleh sumber netron lambat dari luar secara kontinyu (bisa via akselerator / sinar foton / inti plutonium seperti yang dikembangkan di India) untuk mengubahnya menjadi U-233 agar dapat melakukan reaksi fissi, karena tidak mempunyai reaksi rantai, dan tidak cukup netron untuk melanjutkan reaksi fissi. Bila sumber netron disingkirkan, reaktor akan mati. Bila reaktor mengalami kelebihan panas (seperti di Fukushima), sumbat kecil di bawah bejana pengungkung reaktor akan meleleh dan larutan garam thorium mengucur ke bawah akibat gaya berat ke tangki bawah tanah yang telah disediakan, dan hal itu tidak memerlukan komputer atau pompa listrik yang bisa saja lumpuh oleh tsunami. Reaktor berbasis thorium mampu menyelamatkan dirinya sendiri. Reaktor beroperasi pada tekanan atmosferik, tidak ada gas hidrogen yang dapat meledak, lebih bersih, lebih murah dengan limbah nuklir yang dihasilkan lebih sedikit.Aspek menarik lain dari thorium pemancar alpha ini adalah tidak memerlukan proses pemisahan isotop (uranium memerlukan proses ini untuk memperoleh bahan fissil U-235 dari 0,7 % menjadi 3-5 % yang menelan biaya cukup besar), dan U-233 yang diperoleh tidak dengan mudah dapat dibuat senjata nuklir karena adanya kontaminan U-232. Oleh karena itu, PLTN berbasis thorium dengan BB jenis garam cair cocok untuk negara berkembang seperti Indonesia, sekaligus menghapus kecurigaan negara maju, karena pengguna PLTN berbasis thorium sulit membuat senjata nuklir. Sebaliknya, PLTN uranium di dunia memproduksi isotop plutonium yang bila diproses-ulang, Pu-239 dapat digunakan sebagai senjata nuklir.Di sisi lain, thorium tersedia cukup melimpah di Indonesia (di dunia, thorium 3-4 kali lebih melimpah dibanding uranium) dan murah, karena monasit (yang mengandung thorium sekitar 0,26-14,9%) sudah ada sebagai produk samping tambang timah di Babel. Indonesia tidak perlu lagi berhubungan dengan kartel uranium yang dapat memainkan harga uranium sesuka hati. Lagi pula, limbah monasit membawa pula produk samping yang berupa logam tanah jarang (di antaranya adalah Y, La, Ce, Pr, Nd) yang harganya cukup mahal.Energi yang dilepaskan oleh thorium ketika melakukan reaksi fissi cukup mengesankan. Dr. Rubbia, pemenang nobel Fisika 1984 mengatakan bahwa satu ton logam thorium menghasilkan energi setara dengan 200 ton uranium (alam) atau 3.500.000 ton batu bara. Reaktor thorium dapat mengkonsumsi limbahnya sendiri dan menggunakan Plutonium sebagai sumber netron sekaligus mengurangi jumlah plutonium yang diproduksi oleh PLTN uranium, sehingga reaktor thorium dianggap pula berfungsi sebagai pembersih lingkungan. Sesungguhnya AS sudah tahu potensi thorium yang menarik itu sejak tahun 1940an, tetapi kebutuhan senjata nuklir uranium dan plutonium pada saat itu menyebabkan teknologi uranium dan plutonium diprioritaskan lebih dulu, dan teknologi thorium yang dimilikinya disimpan dulu. Dana yang dikeluarkan oleh Amerika dan Eropa untuk mengembangkan teknologi BB nuklir uranium dan plutonium begitu besar, sehingga mereka tidak ingin melepaskan begitu saja teknologi itu untuk beralih ke thorium. Purwarupa pembiak garam molten pertama pernah dibangun di Oak Ridge (7,4 MW), AS pada tahun 1950 yang beroperasi th 1965 hingga 1969. Perusahaan Amerika, Thorium Power (sekarang Ltbridge) yang melakukan riset intensif dan bekerja pada desain nuklir berbasis thorium membuktikan bahwa BB berbasis thorium dapat digunakan di reaktor LWR dan jenis reaktor lainnya tanpa perubahan desain reaktor yang berarti.India sekarang memimpin dunia dalam perancangan reaktor nuklir berbasis thorium. Sebuah reaktor mini 30 kW dengan BB berbasis thorium telah sukses dioperasikan di reaktor Kamini di Kalpakkam, India. Kesuksesan itu mendorong India untuk memasang BB berbasis thorium pada PLTN-nya. PLTN Kakrapar-1, di kota Surat, Gujarat, adalah reaktor yang pertama kali menggunakan BB berbasis thorium di dunia, dan menggunakan akselerator plutonium dalam teras reaktor. Percobaan menggunakan 500 kg thorium pada Kakrapar-1 dan Kakrapar-2 dilakukan pada tahun 1995. Kakrapar-1 mencapai operasi daya penuh selama 300 hari, dan Kakrapar-2 mencapai operasi daya penuh selama 100 hari.PLTN berbasis thorium 300 MW Kakrapar-1 menggunakan reaktor maju air berat bertekanan (AHWR) beroperasi tahun 2011. Dalam desain itu, bahan bakar di bagian tengah teras berupa 30 batang oksida Th-233/U-233 yang dikelilingi oleh 24 batang oksida Th-233/Pu-239. Konfigurasi itu cukup menyediakan U-233 yang mandiri dengan menghasilkan keluaran tenaga nuklir sebesar 60%, yang diharapkan beroperasi selama 100 tahun. India menggunakan thorium pula pada 5 reaktor lainnya, yaitu di Kakrapar-2, Kaiga-1, Kaiga-2, Rajasthan-3 (Rawatbhata-3), dan Rajasthan-4. Di sisi lain, reaktor garam cair thorium, LFTR menggunakan campuran garam ThF4-U233F4 yang disirkulasikan melalui teras reaktor dan penukar panas yang memanasi gas Helium sebagai media hingga 930C dan gas He tersebut diumpankan ke turbin gas dan balik ke penukar panas dalam siklus tertutup. Turbin akan menggerakkan generator listrik.Hasil-hasil penelitian India mendorong Amerika, Rusia (Institut Kurchatov Moskow), dan baru-baru ini Norwegia dan Polandia untuk melakukan penelitian lebih dalam. Penelitian yang melibatkan thorium di Julich (Jerman), Winfrith (UK), dan Peach Bottom (AS) dihidupkan kembali yang sebelumnya sudah pernah mereka lakukan.India berencana 30% kebutuhan listriknya berasal dari PLTN berbasis thorium pada tahun 2050 nanti. Hal itu memungkinkan, karena India memiliki sekitar 25% cadangan thorium dunia, yaitu 300.000-650.000 ton. Perusahaan swasta ThEMS (Thorium Energy & Molten-Salt Technology Inc) bertujuan pula untuk memproduksi listrik menggunakan reaktor thorium kecil (10 kW) dalam 5 tahun ke depan. ThEMS bertujuan menjual listriknya sekitar 11 UScent per kWh (6,8 p/kWh) jauh lebih murah ketimbang feed-in tariff Inggris yang berkisar antara 34,5 p/kWh untuk turbin angin kecil hingga 41,3 p/kWh untuk instalasi surya. Thorium Power Canada (TPC, mengadopsi teknologi ThO2 padat milik DBI, $2juta/MW, dibangun dalam waktu 2-3 tahun, modular) sedang dalam tahap pembuatan proposal untuk membangun Reaktor Thorium berkapasitas 25 MW di Indonesia. Proyek tersebut rencananya akan memasok tenaga listrik ke PLN. Bandung dan Kalbar disebut-sebut menjalin kerjasama dengan Kanada guna mengkaji potensi thorium sebagai sumber listrik. BKM-PII menyinggung bahwa thorium berpotensi pula di sektor otomotif sebagai pengganti BBM. BATAN juga dikontak Kanada untuk mendemo PLTN thorium skala kecil sekaligus TPC sebagai penyandang dana. TPC akan menjual listrik berkisar antara 4-7 cent/kWh dengan daya 25 MW (Indonesia) dan 10 MW (Chile). TPC membeli paten DBI (DBI Century Fuels, Inc., California, AS).Perusahaan saingan Flibe Energy, berasal dari Huntsville, Alabama, AS, diam-diam mengumumkan kehadirannya dengan teknologi reaktor thorium garam cair, LiF (Lithium Fluorida) dan BeF2 (Berilium Fluorida) (adopsi dari ORNL, operasi dengan tekanan atmosferik, modular, daya 20-30 MW sekitar $100juta awal, akan setengahnya bila diproduksi massal).Bila Indonesia memilih untuk memiliki PLTN berbasis thorium, misalnya dengan BB jenis garam cair thorium seperti yang diadopsi China, sudah saatnya para staf/operator di reaktor riset/PLTN terlibat pula dalam penelitian bersama-sama (termasuk diklat) dengan bangsa lain untuk menguasai teknologi BB thorium. Mereka juga sedang berlomba-lomba mencari angka-angka yang diperlukan dalam pengoperasian reaktor mini/riset dan PLTN dengan BB berbasis thorium4. DAFTAR PUSTAKA UNAK, T., What is the Potential Use of Thorium in the Future Energy Production Technology?, Progress in Nuclear Energy, 37(1~4), 137~144, (2000).

BUNAWAS, Dkk,. Metoda Dwitapis Untuk Memperkirakan Kontaminasi Interna Thorium Dengan Mengukur Thoron Hasil Pernafasan (Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah), PPNY-BATAN, Yogyakarta (1993).

http://m.nationalgeographic.co.id/lihat/berita/798/china-akan-bangun-pltn-paling-aman http://www.infonuklir.com/readmore/read/pltn/pengolaan_limbah/PLTNJURUSAN TEKNIK ELEKTRO

| 16UNIVERSITAS HASANUDDIN2013