tonsilitis kronis dengan rhinitis akut dan serumen obturans

62
CASE TONSILITIS KRONIS DENGAN RHINITIS AKUT DAN SERUMEN OBTURANS Penguji : dr. Wiendyati R., Sp THT-KL Oleh : Ari Nasrika 11.2013.185 KEPANITERAAN PENYAKIT THT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN 1

Upload: letitiabellavesta24

Post on 31-Jan-2016

120 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

TONSILITIS KRONIS DENGAN RHINITIS AKUT DAN SERUMEN OBTURANS

TRANSCRIPT

CASE TONSILITIS KRONIS DENGAN RHINITIS AKUT DAN

SERUMEN OBTURANS

Penguji :

dr. Wiendyati R., Sp THT-KL

Oleh :

Ari Nasrika 11.2013.185

KEPANITERAAN PENYAKIT THT

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

PERIODE 8 DESEMBER- 10 JANUARI 2015

1

Kata Pengantar

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang atas karunia-Nya. Saya dapat

membuat tugas laporan case tentang tonsilitis kronis dengan rhinitis akut dan serumen

obturans. Laporan case di atas ini saya susun, untuk memenuhi syarat kepaniteraan THT di

RSUD Tarakan dan mempermudah proses belajar saya dalam memahami definisi, gejala serta

terapi dari tonsilitis kronis dengan rhinitis akut dan serumen obturans.

Saya menyadari bahwa laporan case ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

saya mohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca, agar proses pembelajaran bagi

saya selama kepaniteraan THT dapat dimengerti dengan baik serta berguna untuk saya

dimasa depan.

Saya sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dokter dr.Wiendyati R.

Sp.THT-KL sebagai penguji yang telah meluangkan waktu untuk membimbing kami.

Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Amin

Jakarta, November 2014

2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................5

Anatomi dan Fisiologis Tonsil.............................................................................5

Anamnesis ............................................................................................................11

Pemeriksaan fisik..................................................................................................

Pemeriksaan penunjang.........................................................................................

Difensial diagnosis ...............................................................................................14

Working diagnosis ...............................................................................................17

BAB III LAPORAN KASUS ..............................................................................19

BAB IV PEMBAHASAN ....................................................................................20

BAB V KESIMPULAN .......................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................24

3

BAB I

PENDAHULUAN

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin waldeyer.

Cincin waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat dalam rongga mulut yaitu :

tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah),

tonsil tuba eustachius (lateral band dinding faring/ gerlach’s tonsil).

Penyebaran infeksi melalui udara (air bone droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada

semua umur, terutama anak.1

Tenggorok dianggap sebagai pintu masuk organisme yang menyebabkan berbagai penyakit,

dan pada beberapa kasus organisme masuk ke dalam tubuh melalui pintu gerbang ini tanpa

menyebabkan gejala-gejala lokal yang menarik perhatian. Penyakit-penyakit orofaring dapat

dibagi menjadi beberapa yang menyebabkan sakit tenggorokan akut dan penyakit yang

berhubungan dengan sakit tenggorokan kronis.2

Tonsilitis akut merupakan peradangan akut dari tonsila palatina namun jika peradangan akut

ini tidak sembuh dapat berlanjut menjadi tonsilitis kronik. Gejala klinis nya yaitu : disfagia,

tenggorokan kering, nafas berbau.3 Tatalaksana antibiotik,simptomatik atau tonsilektomi

apabila timbul komplikasi.3

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI DAN FISIOLOGI OROFARING

Orofaring di sebut juga mesofaring, dengan batas atasnya adalah palatum mole. Batas

bawahnya adalah tepi atas epiglotis, ke depan adalah rongga mulut, sedangkan kebelakang

adalah vertebra servikal.1

Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatina,

fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum.1

Orofaring termasuk cincin jaringan limfoid yang sirkumferensial disebut cincin waldeyer.2

Gambar 1: Anatomi tonsil

- Dinding posterior faring

Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada radang akut atau

radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot-otot dibagian tersebut. Gangguan

otot posterior faring bersama-sama dengan gangguan n. Vagus.1

- Fosa tonsil

Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas lateralnya adalah m.

Konstriktor faring superior. Pada batas atas yang disebut kutub atas (upper pole) terdapat

suatu ruang kecil yang dinamakan fosa supra tonsil. Fosa ini berisi jaringan ikat jarang dan

5

biasanya merupakan tempat nanah memecah keluar bila terjadi abses. Fosa tonsil diliputi oleh

fasia yang merupakan bagian dari fasia bukofaring, dan disebut kapsul yang sebenarnya

bukan merupakan kapsul yang sebenarnya.1

- Tonsil

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat kriptus

didalamnya.

Terdapat tiga macam tonsil yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual

yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin walddeyer.1 Bagian cincin

yang lain termasuk jaringan limfoid dan tonsila palatina atau fausial, tonsil lingual, dan

folikel limfoid pada dinding posterior faring. Semuanya mempunyai struktur dasar yang

sama: massa limfoid ditunjang oleh kerangka retinakulum jaringan penyambung. Adenoid

(tonsila faringeal) mempunyai struktur limfoidnya tersususn dalam lipatan: tonsila palatina

mempunyai susunan limfoidnya sekitar pembentukan seperti kripta. Sistem kripta yang

kompleks dalam tonsila palatina mungkin bertanggung jawab pada kenyataannya bahwa

tonsila palatina lebih sering terkena penyakit dari pada komponen cincin limfoid lain. Kripta

kripta ini lebih berlekuk-lekuk pada kutub atas tonsila, menjadi mudah tersumbat oleh

partikel makanan, mukus sel epitel yang terlepas, leukosit, dan bakteri, dan tempat utama

pertumbuhan bakteri patogen. Selama peradangan akut, kripta dapat terisi dengan koagulum

yang menyebabkan gambaran folikular yang khas pada permukaan tonsila.2

Tonsila lingualis mempunyai kripta-kripta kecil yang tidak terlalu berlekuk-lekuk atau

bercabang dibandingkan dengan tonsila palatina. Hal yang sama pada adenoid, dan terdapat

kripta yang kurang jelas atau pembentukan celah dalam kumpulan limfoid lain dalam fosa

rosenmuller dan dinding faring.2 Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak

didalam fosa tonsil. Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang

merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar

lidah. Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang

disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga meliputi riptus.

Didalam kriptus biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa

makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul

tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga mudah dilakuka diseksi pada

tonsilektomi.

6

- PerdarahanTonsil

Tonsil mendapat darah dari a. Palatina minor, a. Palatina asendens, cabang tonsil a. Maksila

eksterna, a. Faring asendens dan a. Lingualis dorsal. Tonsil lingual terletak didasar lidah dan

dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika. Digaris tengah, di sebelah anterior

massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila

sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang menunjukan penjalaran duktus tiroglosus dan secara

klinik merupakan tempat penting bila ada masssa tiroid lingual (lingual thyroid) atau duktus

tiroglosus.1

- Plika Triangularis

Diantara pangkal lidah dan bagian anterior kutub bawah tonsil terdapat plika triangularis

yang merupakan suatu struktur normal yang telah ada sejak masa embrio. Serabut ini dapat

menjadi penyebab kesukaran saat pengangkatan tonsil dengan jerat. Komplikasi yang sering

terjadi adalah terdapatnya sisa tonsil atau terpotongnya pangkal lidah.4

- Aliran getah bening

Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal profunda

(deep jugular node) bagian superior di bawah M. Sternokleidomastoideus, selanjutnya ke

kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh

getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.4

- Persarafan

Tonsil bagian atas mendapat sensasi dari serabut saraf ke V melalui ganglion sfenopalatina

dan bagian bawah dari saraf glosofaringeus.4

- Imunologi Tonsil

Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-0,2% dari keseluruhan

limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B dan T pada tonsil adalah 50%:50%,

sedangkan di darah 55-75%:15-30%. Pada tonsil terdapat sistim imun kompleks yang terdiri

atas sel M (sel membran), makrofag, sel dendrit dan APCs (antigen presenting cells) yang

berperan dalam proses transportasi antigen ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis

imunoglobulin spesifik. Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa

IgG.4

7

Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi

limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1) menangkap dan

mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi antibodi dan

sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.

- Derajat Pembesaran Tonsil

masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-

7 tahun kemudian akan mengalami regresi.4

T0 : Post tonsilektomi

T1 : Tonsil berada dalam fossa tonsil

T2 : Tonsil sudah melewati fossa tonsil tapi masih berada diantara garis

khayal yang terbentuk antara fossa tonsil dan uvula ( Paramedian line )

T3 : Tonsil sudah melewati Paramedian line dan menyentuh uvula

T4 : Tonsil sudah merapat dan menyentuh uvula

Gambar 2 : Derajat pembesaran tonsil3

Fisiologi Tonsil

Tonsila palaitna adalah suatu jaringan limfoid yang terletak di fossa tonsilaris dikedua sudut

orofaring dan merupakan salah satu bagian dari cincin Waldeyer. Tonsila palatina lebih padat

dibandingkan jaringan limfoid lain. Permukaan lateralnya ditutupi oleh kapsul tipis dan di

8

permukaan medial terdapat kripta (Amaruddin T, 2007). Tonsila palatina merupakan jaringan

limfoepitel yang berperan penting sebagai sistem pertahanan tubuh terutama terhadap protein

asing yang masuk ke saluran makanan atau masuk ke saluran nafas. Mekanisme pertahanan

dapat bersifat spesifik atau non spesifik. Apabila patogen menembus lapisan epitel maka sel –

sel fagositik mononuklear pertama – tama akan mengenal dan mengeliminasi antigen

(Farokah, 2005). Tonsil mempunyai dua fungsi utama yaitu menangkap dan mengumpulkan

bahan asing dengan efektif dan sebagai organ produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T

dengan antigen spesifik (Kartika H, 2008). Tonsil merupakan jaringan kelenjar limfa yang

berbentuk oval yang terletak pada kedua sisi belakang tenggorokan. Dalam keadaan normal

tonsil membantu mencegah terjadinya infeksi. Tonsil bertindak seperti filter untuk

memperangkap bakteri dan virus yang masuk ke tubuh melalui mulut dan sinus. Tonsil juga

menstimulasi sistem imun untuk memproduksi antibodi untuk melawan infeksi. Lokasi tonsil

sangat memungkinkan terpapar benda asing dan patogen, selanjutnya membawanya ke sel

limfoid. Jika tonsil tidak mampu melindungi tubuh, maka akan timbul inflamasi dan akhirnya

terjadi infeksi yaitu tonsilitis (tonsillolith). Aktivitas imunologi terbesar tonsil ditemukan

pada usia 3 – 10 tahun (Amarudin T, 2007). 4

1.1 ANAMNESIS FARING

Keluhan kelainan didaerah faring umumnya adalah1

1. Nyeri tenggorok, keluhan ini dapat hilang timbul atau menetap. Apakah nyeri

tenggorok ini disertai dengan demam, batuk, serak dan tenggorok terasa kering.

Apakah pasien merokok dan berapa jumlahnya perhari.

2. Nyeri menelan (odinofagia) merupakan rasa nyeri ditenggorok waktu gerakan

menelan. Apakah rasa nyeri ini dirasakan sampai telinga.

3. Rasa banyak dahak ditenggorokan merupakan keluhan yang sering timbul akibat

adanya inflamasi dihidung dan faring. Apakah dahak ini berupa lendir saja, pus

atau bercampur darah. Dahak ini dapat turun, keluar bila dibatukan atau terasa

turun di tenggorok.

4. Sulit menelan (disfagia) sudah berapa lama dan untuk jenis makanan cair atau

padat. Apakah juga disertai muntah dan berat badan menurun dengan cepat.

5. Rasa ada yang menyumbat atau mengganjal (sense of lumf in the neck) sudah

lama, tempatnya dimana.

Keluhan pada pasien yang datang dengan penyakit pada mulut dan tenggorokan3

9

- Nyeri tenggorokan seperti : tonsilitis akut atau kronis, faringitis, lesi ulseratif pada

faring.

- Odinofagi (nyeri menelan) : ulkus abses peritonsilar atau retrofaringeal, tonsilitis

lingua dll.

- Disfagia : pembesaran tonsil, tumor farafaringeal, keganasan pada tonsil, pangkal

lidah,dinding faring posterior, paralisis palatum molle.

- Perubahan suara

- nyeri telinga

- mendengkur atau snoring : tonsil yang besar, lesi orofaringeal yang menyebabkan

obstruksi saluran nafas

- Halitosis (bau mulut) : infeksi tonsil, post nasal discharge, keganasan

- Gangguan pendengaran konduktif : gangguan tuba eustachius (karena pembesaran

tonsil, celah pada palatum , paralisis palatum, faringitis atau tosilitis berulang)

1.2 PEMERIKSAAN FARING DAN RONGGA MULUT

Dengan lampu kepala yang diarahkan kerongga mulut, dilihat keadaan bibir, mukosa rongga

mulut, lidah dan gerakan lidah.

Dengan menekan bagian tengah lidah memakai spatula lidah maka bagian-bagian rongga

mulut lebih jelas terlihat. Pemeriksaan dimulai dengan melihat keadaan dinding belakang

faring serta kelenjar limfanya, uvula, arkus faring serta gerakannya, tonsil, mukosa, pipi, gusi

dan gigi geligi.

Palpasi rongga mulut diperlukan bila ada massa tumor, kista dan lain-lain.

Apakah ada rasa nyeri di sendi temporo mandibula ketika membuka mulut.4

1.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Pemeriksaan darah rutin

- Pemeriksaan kultur kuman pada dinding faring

- Tes laboratorium : digunakan tes labolatorium ini digunakan untuk menentukan

apakah bakteri yang ada dalam tubuh pasien dengan tonsilitis merupakan bakteri grup

A, kemudian pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenisnya, serta laju endap darah.

Persiapan pemeriksaan yang perlu sebelum tonsilektomi adalah : 1. Rutin:

hemoglobin, leukosit, urin. 2. Reaksi alergi, gangguan pendarahan, pembekuan, 3.

10

Pemeriksaan lain atas indikasi (rontegen photo, EKG, gula darah, elektrolit dan

sebagainya 5

- Kultur dan uji resistensi bila diperlukan

1.4 DIFERENSIAL DIAGNOSIS

- Tonsilitis Akut Bakterialis

Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman group A streptokokus beta hemolitikus yang

dikenal sebagai strept throat, pnemokokus, streptokokus viridan dan streptokokus piogenes.1

Streptokokus non hemolitikus dan streptococcus viridans mungkin dibiakan dari tenggorokan

orang yang sehat, khususnya pada bulan-bulan musim dingin, dan pada saat epidemi infeksi

pernapasan akut, streptokokus hemolitikus dapat di temukan dalam tenggorokan orang yang

kelihatan sehat.2

Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa

keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus ini merupakan

kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. Secara klinis detritus ini

mengisi kriptus tonsil dan tanpak sebagai bercak kuning.1

Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikulari. Bila bercak-

bercak detritus ini menjadi satu. Membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris.

Bercak detritus ini juga dapat melebar sehingga terbentuk semacam membran semu

(pseudomembran ) yang menutup tonsil.1

Gejala dan tanda

Masa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri teggorok dan

nyeri waktu menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri disendi-

sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri ditelinga otalgia). Rasa nyeri ditelinga ini karnakan

nyeri alih referred pain) melalui sara n. Glosofaringeus (n.IX). pada pemeriksaan tampak

tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna atau tertutup

oleh membran semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan.1

Terapi

11

Antibiotik spektrum lebar penisilin, eritromisin, antipiretik dan obat kumur yang

mengandung desinfektan.1 Pada umumnya, penderita dengan tonsilitis akut serta demam

sebaiknya tirah baring, pemberian cairan adekuat, dan diet ringan. Analgesik oral efektif

dalam mengendalikan rasa tidak enak. Efektifitas obat kumur masih dipertanyakan. Penderita

sebaiknya diberi petunjuk untuk menggunakan 3 gelas penuh cairan obat kumur setiap kali.

Gelas pertama sebaiknya hangat sehingga penderita dapat menahan cairan dengan rasa enak.

Gelas kedua dan ketiga dapat lebih hangat. Dianjurkan untuk memberikan petunjuk secara

khusus pada penderita untuk menggunakan cairan obat kumur setiap 2 jam. 2

Penisilin masih obat pilihan, kecuali bila organismenya resisten atau penderita sensitif

terhadap penisilin. Pada kasus tersebut eritromisin atau antibiotik spesifik yang efektif

melawan organisme sebaiknya digunakan. Pengobatan sebaiknya dilanjutkan untuk seluruh

perjalanan klinis antara 5-10 hari. Jika streptococus beta hemoliticus grop A dibiak, penting

untuk mempertahankan terapi antibiotik yang adekuat untuk 10 hari untuk menurunkan

kemungkinan dari komplikasi non supurativa seperti penyakit jantung rematik dan nefritis.

Suntikan dosis tunggal 1,2 juta unit benzatine penisilin intra muskular juga efektif dan

disukai jika terdapat keraguan bahwa penderita telah menyelesaikan seluruh terapi antibiotik

oral.2

Penderita tertentu tetap menunjukan biakan positif setelah pengobatan yang adekuat dengan

penisilin. Mekanisme untuk tampaknya paling mungkin adalah dihasilkan beta laktamase

oleh organisme yang hidup bersama seperti branhamella catarrhalis, yang sering kali terdapat

dalam flora mulut campuran. Percobaan dengan klindamisin dianjurkan untuk membasmi

organisme – organisme yang resisten ini.2

Komplikasi

Pada anak sering menimbulkan komplikasi otitis media akut, sinusitis, abses peritonsil (qunsy

thorat), abses paraparing, bronkitis, glomerulonefritis akut, miokarditis, artritis serta

septikemia akibat inveksi v. Jugularis interna (sindrom leimeirre).

Akibat hipertrofi tonsil akan menyebabkan pasien bernapas melalui mulut, tidur mendengkur

(ngorok), gangguan tidur karena teradinya sleep apnea yang dikenal sebagai obstructive sleep

apnea syndrome (OSAS).1

- Tonsilitis Membranosa Difteri

12

Etiologi

Penyebab penyakit ini adalah Corynebacterium diphteriae yaitu suatu bakteri gram positif.

Tonsillitis difteri sering ditemukan pada anak kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi

pada usia 2-5 tahun walaupun pada orang dewasa masih mungkin menderita penyakit ini.1

Manifestasi klinis

Gejala umum dari penyaki ini adalah terjadi kenaikan suhu subfebril, nyeri kepala, tidak

nafsu makan, badan lemah, dan nadi lambat serta nyeri menelan.

Gejala lokal yang tampak tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor makin lama makin

meluas dan menyatu membentuk membran semu. Membran ini melekat erat pada dasar dan

bila diangkat akan timbul pendarahan. Bila infeksi tidak terbendung kelenjar limfa leher akan

membengkak menyerupai leher sapi (bull neck) atau disebut jugaburgemesester’s hals.

Gejala eksotoksin akan menimbulkan kerusakan pada jantung berupa miokarditis sampai

decompensation cordis. Apabila mengenai saraf kranial akan menyebabkan kelumpuhan otot

palatum dan otot-otot pernafasan dan pada ginjal menimbulkan albuminuria.1

Pemeriksaan

Dilakukan dengan cara preparat langsung kuman(dari permukaan bawah membrane semu).

Medium transport yang dapat dipaki adalah agar Mac conkey atau Loffler. Tes Schick (tes

kerentanan terhadap diphteria) dilakukan untuk uji resistensi terhadap diphtheria.

Diagnosis

Di tegakan berdasarkan gambaran klinikdan pemeriksaan preparat langsung kuman yang

diambil dari permukaan bawah membran semu dan didapatkan kuman corynebacterium

diptheriae.1

Terapi

Secara khusus dapat dilakukakan dengan pemberian :

1. Antitoksin : serum anti diphtheria (ADS),Anti difteri serum diberikan segera

tanpa menunggu hasil kultur dengan dosis 20.000-100.000 unit tergantung dari

umur dan beratnya penyakit itu.

13

2. Anti microbial : penisilin atau eritromisin 25-50 mgper kg berat badan dibagi

dalam 3 dosis dalam 14 hari

3. Kortikosteroid : 1,2 mgper kg berat badan per hari. Antipiretik untuk

simptomatis. Karena penyakit ini menular, pasien harus diisolasi. Perawatan

harus istirahat ditempat tidur selama 2-3 minggu.

Pencegahan

Untuk mencegah penyakit ini dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan pada diri anak

serta memberikan penyuluhan tentang penyakit ini pada anak-anak. Selain itu juga diberikan

imunisasi yang terdiri dari imunisasi DPT dan pengobatan carrier. Kekebalan aktif diperoleh

dengan cara inapparent infection dan imunisasi dengan toksoid diphtheria. Kekebalan pasif

diperoleh secara transplasental dari ibu yang kebal terhadap diphtheria (sampai 6 bulan) dan

suntikan antitoksin (2-3 minggu).1

Komplikasi

Laryngitis difteri dapat berlangsung cepat, membrane semu menjalar ke laring dan

menyebabkan gejala sumbatan. Makin muda usia pasien makin cepat timbul komplikasi ini.

Miokarditis dapat mengakibatkan payah jantung atau dekompensasio cordis. Kelumpuhan

otot palatum mole, otot mata untuk akomodasi, otot faring serta otot laring sehingga

menyebabkan kesulitan menelan, suara parau dan kelumpuhan otot-otot pernafasan.

Albuminuria sebagai akibat komplikasi ginjal.1

1.5 WORKING DIAGNOSIS

TONSILITIS KRONIK

Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan yang menahun dari rokok,

beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan

pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. Kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis

akut tetapi kadang-kadang kuman berubah menjadi kuman golongan gram negatif.1

Etiologi Tonsilitis Kronis

Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari tonsilitis akut yang

mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil atau kerusakan ini dapat terjadi bila fase

resolusi tidak sempurna. Bakteri penyebab tonsilitis kronis pada umumnya sama dengan

14

tonsilitis akut, yang paling sering adalah kuman gram positif (Kazzi AA, 2002 ; Arif

Mansyoer dkk, 2001). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para ahli, bakteri yang

paling banyak ditemukan pada jaringan tonsil adalah Streptococcus β hemolyticus. Beberapa

jenis bakteri lain yang dapat ditemukan adalah Staphylococcus, Pneumococcus,

Haemophylus influenza, virus, jamur dan bakteri anaerob.4 Meskipun tonsilitis kronis dapat

disebabkan berbagai bakteri namun streptococcus β hemolyticus group A perlu mendapatkan

perhatian yang lebih besar karena dapat menyebabkan komplikasi yang serius diantaranya

demam rematik, penyakit jantung rematik, penyakit sendi rematik dan glomerulonefritis. 4

Patologi

Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa jug jaringan limfoid

terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang

akan mengalami pengerutan sehingga kripta melebar. Secara klinis kripta ini tampak diisi

oleh detritus. Proses berjalan terus hingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya

menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini

disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.2

Gejala dan tanda

Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukan yang tidak rata, kriptus melebar

dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal di tenggorok, dirasakan

kering ditenggorok dan nafas berbau.1 Pada umumnya, terdapat dua gambaran yang secara

menyeluruh berbeda yang tampaknya cocok dimasukan kategori tonsilitis kronis. Pada satu

jenis tonsila membesar, dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut. Sebagian kripta tampak

mengalami stenosis, tapi eksudat yang seringkali purulen, dapat diperlihatkan dari kripta-

kripta tersebut. Pada beberapa kasus satu atau dua kripta membesar, dan suatu bahan “seperti

keju” atau “ seperti dempul” amat banyak diperlihatkan dari kripta.2 Tanda klinik tidak harus

ada seluruhnya, minimal ada kripte melebar dan pembesaran kelenjar sub angulus mandibula.

Gabungan tanda klinik yang sering muncul adalah kripte melebar, pembesaran kelenjar

angulus mandibula dan tonsil tertanam atau membesar (Boedi Siswantoro, 2003). 4

Terapi

Terapi lokal ditujukan pada higiene mulut dengan berkumur atau obat isap.1 Pengobatan pasti

untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada

kasus-kasus dimana penatalaksanaan medis atau yang lebih konservatif gagal untuk

15

meringankan gejala-gejala. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian penisilin yang lama,

irigasi teggorokan sehari-hari, dan usaha untuk membersihkan kripta tonsilaris dengan alat

irigasi gigi atau oral. Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi

kronis atau berulang.2

Komplikasi

Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi kedaerah sekitarnya berupa rhinitis

kronik, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh trjadi secaara

hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, artritis, miositis, nefritis, uveitis,

iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria dan furunkelosis.1

Indikasi Tonsilektomi Relatif :5

1. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapat terapi yang

adekuat.

2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan

pertumbuhan orofasial

3. Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan nafas, sleep

apnea, gangguan menelan, gngguan berbicara, dan cor pulmonale.

4. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidakberhasil

dengan pengobatan.

5. Nafas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan

6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri group A streptococcus beta

hemoliticus.

7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan

8. Otitis media efusa/ otitis media supuratif

Indikasi absolut:2

1. Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan nafas yang kronis

2. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindrom apnea waktu tidur

3. Hipertrofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan berat badan

penyerta

4. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan (limfoma)

5. Abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya.

16

Kontraindikasi tonsilektomi adalah dibawah ini:2

1. Infeksi pernafasan atas yang berulang

2. Infeksin sistemik atau kronis

3. Demam yang tidak diketahui penyebabnya

4. Pembesaran tonsil tanpa gejala gejala obstruksi

5. Rinitis alergika

6. Asma

7. Diskrasia darah

8. Ketidak mampuan yang umum atau kegagalan untuk tumbuh

9. Tonus otot yang lemah

10. Sinusitis

Pencegahan

Bakteri dan virus penyebab tonsilitis dapat dengan mudah menyebar dari satu penderita ke

orang lain. Resiko penularan dapat diturunkan dengan mencegah terpapar dari penderita

tonsilitis atau yang memiliki keluhan sakit menelan. Gelas minuman dan perkakas rumah

tangga untuk makan tidak dipakai bersama dan sebaiknya dicuci dengan menggunakan air

panas yang bersabun sebelum digunakan kembali. Sikat gigi yang telah lama sebaiknya

diganti untuk mencegah infeksi berulang. Orang – orang yang merupakan karier tonsilitis

semestinya sering mencuci tangan mereka untuk mencegah penyebaran infeksi pada orang

lain. 4

17

Gambar 5: Jenis-jenis Tonsilitis

ANATOMI HIDUNG

KAVUM NASI

Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua ruangan yang membentang

dari nares sampai koana (apertura posterior). Kavum nasi ini berhubungan dengan sinus

frontal, sinus sfenoid, fossa kranial anterior dan fossa kranial media. Batas – batas kavum

nasi :1,2

a) Posterior : berhubungan dengan nasofaring

b) Atap : os nasal, os frontal, lamina kribriformis etmoidale, korpus sfenoidale

dan sebagian os vomer

c) Lantai : merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir horisontal,

bentuknya konkaf dan bagian dasar ini lebih lebar daripada bagian atap. Bagian

ini dipisahnkan dengan kavum oris oleh palatum durum.

d) Medial : septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua ruangan (dekstra

dan sinistra), pada bagian bawah apeks nasi, septum nasi dilapisi oleh kulit,

jaringan subkutan dan kartilago alaris mayor. Bagian dari septum yang terdiri dari

kartilago ini disebut sebagai septum pars membranosa = kolumna = kolumela.

18

e) Lateral : dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os lakrima, os

etmoid, konka nasalis inferior, palatum dan os sfenoid.

Konka nasalis suprema, superior dan media merupakan tonjolan dari tulang etmoid.

Sedangkan konka nasalis inferior merupakan tulang yang terpisah. Ruangan di atas dan

belakang konka nasalis superior adalah resesus sfeno-etmoid yang berhubungan dengan sinis

sfenoid. Kadang – kadang konka nasalis suprema dan meatus nasi suprema terletak di bagian

ini.

Gambar 2: Potongan Sagital Cavum Nasi

Perdarahan : Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum nasi adalah

A.sfenopalatina yang merupakan cabang dari A.maksilaris dan A. Etmoidale anterior

yang merupakan cabang dari A. Oftalmika. Vena tampak sebagai pleksus yang

terletak submukosa yang berjalan bersama – sama arteri.

Persarafan : Anterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari N. Trigeminus

yaitu N. Etmoidalis anterior Posterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari

ganglion pterigopalatinum masuk melalui foramen sfenopalatina kemudian menjadi

N. Palatina mayor menjadi N. Sfenopalatinus.

19

Gambar 3: Perdarahan kavum nasi

MUKOSA HIDUNG

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas

mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar

rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai

silia dan diantaranya terdapat sel – sel goblet. Pada bagian yang lebih terkena aliran udara

mukosanya lebih tebal dan kadang – kadang terjadi metaplasia menjadi sel epital skuamosa.

Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh

palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar

mukosa dan sel goblet. 1

Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting. Dengan gerakan

silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke arah nasofaring. Dengan

demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk

mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung. Gangguan pada fungsi silia

akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat.

Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang,

sekret kental dan obat – obatan.

Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas

septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan tidak bersilia (pseudostratified

columnar non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel

20

penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat

kekuningan.1

2.1 ANAMNESIS HIDUNG

Keluhan utama penyakit atau kelainan di hidung adalah 1. sumbatan hidung, 2. Sekret di

hidung dan tenggorok, 3. Bersin, 4. Rasa nyeri di daerah muka dan kepala, 5. Perdarahan dari

hidung dan, 6. Gangguan penghindu.1

1. Keluhan sumbatan hidung terjadi terus menerus atau hilang timbul, pada satu lubang atau

kedua lubang hidung atau bergantian. Adakah sebelumnya riwayat kontak dengan bahan

alergen seperti debu, tepung sari, bulu binatang, trauma hidung, pemakaian obat tetes hidung

dekongestan untuk jangka waktu yang lama, perokok atau peminum alkohol yang berat,

apakah mulut dan tenggorok terasa kering.

2. Sekret hidung pada satu atau kedua rongga hidung, bagaimana konsistensi sekret tersebut,

encer, bening seperti air, kental, nanah atau bercampur darah.apakah sekret ini hanya keluar

pada pagi hari atau pada waktu-waktu tertentu misalnya pada musim hujan. Sekret hidung

yang disebabkan karena infeksi hidung biasanya bilateral, jernih sampai purulen. Sekret yang

jernih seperti airdan jumlahnya banyak khas untuk alergi hidung. Bila sekretnya kuning

kehijauan biasanya berasal dari sinusitis hidung dan bila bercampur darah dari satu sisi, hati-

hati adanya tumor hidung, pada anak bila sekret yang terdapat hanya satu sisi dan berbau,

kemungkinan benda asing di hidung. Sekret dari hidung yang turun ke tenggorok di sebut

post nasal drip kemungkinan berasal dari sinus paranasal.1

3. Bersin yang berulang-ulang merupakan keluhan pasien alergi hidung. Perlu ditanyakan

apakah bersin ini timbul akibat menghirup sesuatu yang diikuti keuar sekret yang encer dan

rasa gatal dihidung, tenggorok, mata dan telinga.

4. Rasa nyeri didaerah muka ddan kepala yang ada hubungannya dengan keluhan di hidung.

Nyeri didaerah dahi, pangkal hidung, pipi dan tengah kepala dapat merupakan tanda-tanda

infeksi sinus (sinusitis). Rasa nyeri atau berat ini dapat timbul bila menundukan kepala dan

dapat berlangsung dari beberapa jam sampai beberapa hari.

5. Perdarahan dari hidung yang disebut epitaksis dapat berasal dari bagian anterior rongga

hidung atau dari bagian posterior rongga hidung. Perdarahan dapat berasal dari satu atau

kedua lubang hidung. Sudah berapa kali dan apakah mudah dihentikan dengan cara

21

memencet hidung saja. Adakah riwayat trauma hidung/ muka sebelumnya dan menderita

penyakit kelainan darah, hipertensi dan pemakaian obat obat antikoagulasi.

6. Gangguan penghindu dapat berupa hilangnya penciuman (anosmia) atau berkurang

(hiposmia). Perlu ditanyakan apakah sebelumnya ada infeksi hidung, infeksi sinus (sinusitis),

trauma kepala dan keluhan ini sudah berapa lama.1

2.2 PEMERIKSAAN FISIK HIDUNG

Inspeksi

Pengamatan secara visual pada bagian hidung

Kelainan yang dapat tampak antara lain :

- Pernapasan mulut ( obstruksi nasi )

- Kelainan bentuk hidung luar

- Pembengkakan pada daerah hidung dan sinus paranasalis3

Palpasi

1. Palpasi dorsum nasi : menilai adanya krepitasi, deformitas

2. Palpasi ala nasi : menilai adanya furunkel vestibulum ( jika nyeri )

3. Palpasi regio frontalis

Menekan lantai sinus frontalis dengan ibu jari tengah ke arah mediosuperior,

dengan tenaga yang optimal dan simetris ( tenaga kiri = tenaga kanan ). Hasil

pemeriksaan bermakna jika terdapat perbedaan rekasi, sinus yang lebih sakit

adalah sinus yang pantologi

Menekan dinding muka sinus frontalis, dengan ibu jari menekan ke arah madial

dengan tenaga yang optimal dan simetris. Jangan menekan foramen supraorbitalis

sebab di sana terdapat N. Supraorbitalis

Menekan fossa kanina dengan ibu jari tengah ke arah media superior untuk menilai sinus

maksilaris3

2.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG

2.4 DIFERENSIAL DIAGNOSIS

RINITIS KRONIK HIPERTROFIKANS

Definis

22

Peradangan dari muosa cavum nasi yang timbul akibat infeksi berulang dalam hidung

yang ditandai dengan edema mukosa cavum nasi & hipertrofi dari konka inferior

Sinonim

Polipoid chronic rhinitis

Etiologi

Alergi dan infeksi

Gejala Klinis

Obstruksi nasi ( keluhan yang paling menonjol )

Chepalgia

Hiposmia ( gangguan transmisi dari partikel bau-bauaan untuk sampai ke area

olfaktorius

Pendengaran berkurang ( akibat aklusi tuba )3

Rinore

Post nasal drips

Diagnosis

Rinoskopi anterior

Hipertrofi konka inferior, permukaan mukosa cavum nasi berbenjol-benjol

memerikan gambaraan “Mulberry like appearance”

Tata laksana

Hindarkan dari faktor predisposisi seperti debu dan asap rokok

Operatif ( tujuan untuk mengurangi sumbatan hidung yang disebabkan oleh

hipertrofi konka ( Submucosal diathermy, Partial turbinectomy, Laser

turbinotomy)

2.5 WORKING DIAGNOSIS

RHINITIS SIMPLEKS

Penyakit ini merupakan penyakit virus yang paling sering ditemukan pada manusia. Sering

juga disebut salesma, common cold, flu. Penyebabnya ialah berbagai jenis virus yang paling

penting ialah beberapa jenis virus dan yang paling penting ialah rhinovirus. Virus-virus

lainnya adalah myxovirus, coxsackie virus, dan virus ECHO.

Penyakit ini sangat menulr dan gejl dpt timbul sebagai akibat adanya kekebalan atau

menurunnya daya tahan tubuh (kedinginan, kelelahan, adanya penyakit menahun dll).1

23

Pada stadium prodromal yang berlangsung beberapa jam, didapatkan rasa panas, kering dan

gatal didalam hidung. Kemudian akan timbul bersin berulang-ulang, hidung tersumbat dan

ingus encer, yang biasanya disertai demam dan nyeri kepala. Mukosa hidung tampak merah

dan membengkak. Bila terjadi infeksi sekunder bakteri, ingus menjadi mukopurulen.

Tidak ada terapi spesifik untuk rhinitis simpleks, selain istirahat dan pemberian obat-obat

simptomatis, seperti analgetikka, antipiretik dan obat dekongestan.1

Antibiotik hanya diberikan bila terdapat infeksi sekunder oleh bakteri.

RINITIS AKUT

Definisi

Peradangan mukosa cavum nasi yang bersifat akut yang disebabkan oleh virus 3

Sinonim

Common cold, coryza

Epidemiologi

Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, dapat bersifat epidemik, menyerang pada

setiap umur dan dapat terjadi pada setiap musim, tetapi terutama menyerang anak-

anak prasekolah dan pada musim dingin. Penyakit ini termasuk self-limiting

disease3

Faktor Predisposisi3

Iklim

Keadaan lingkungan, suhu, kelembapan

Kelelahan dan keletihan

Nutrisi dan diet

Defisiensi vitamin

Kelainan anatomis hidung

Infeksi

pH dan sekret hidung

Penyakit umum

Etiologi

Rhino virus ( penyebab utama )

Coxsackie virus

Reo virus

ECHO virus

24

Influenza Virus

Parainfluenza virus

Respiratory Syncytial virus ( RSV )

Adena virus3

Cara Penularan

Droplet infection melalui percakapan, batuk, bersin

Kontak langsung melalui ciuman, makanan, jari tangan, alat yang tidak bersih

Gejala Klinis

Gejala klinis terbagi berdasarkan 4 stadium:

Stadium prodromal / iskemia

Stadium ini berlangsung hanya beberapa jam. Gejalaa berupa panas, kering pada

hidung dan nasofaring

Stadium iritasi / akut

Stadium ini berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Gejala lokal berupa

perasaan kering pada nasofaring, bersin-bersin, rinore encer, dan obstruksi nasi,

gejala sistemik meliputi demam subfebris, malaise, anoreksia, sakit kepala3

Stadium stasis vena / infeksi sekunder

Stadium ini berlangsung pada hari kedua atau ketiga. Gejala berupa sekret

berkurang tetapi kental, obstruksi nasi lebih menonjol, gejala toksemia mencapai

puncaknya

Stadium penyembuhan

Gejala subjektif dan objektif mulai berangsur berkurang. Penyembuhan terjadi

setelah 5-10 hari

Pencegahan

Menghindari penularan baik secara langsung maupun tidak langsung

Mengurangi atau menghilangkan faktor predisposisi

Vaksinasi

Tata Laksana

Simptomatik3

Anageltik antipiretik

Antihistamin

Ekspektoran

Dekongestan

Vitamin

25

Rinitis Alergi

Definisi : merupakan penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi

yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta diepaskannya suatu

mediator kimia ketika terjaddi paparan ulang dengan alergen spesifik tersebut.

Jenis Alergen

- Inhalan (melalui udara pernafasan) : debu rumah, tungau, human dander, jamur, dan

bulu hewan.

- Ingestan (melaui makanan) : susu, telur,kacang tanah,udang dll.

- Injektan (melalui suntikan atau tusukan ) : penisilin , sengatan lebah.

- Kontaktan (melalui kontak kulit atau mukosa) : bahan kosmetik, perhiasan.

Klasifikasi untuk Rinitis Alergi

Berdasarkan sifat berlangsungnya :

1. Rhinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis) di indonesia tidak dikenal

rinitis alergi musiman, hanya dinegara yang mempunyai 4 musim. Alergen penyebab

yang spesifik, yaitu tepungsari (polen) dan spora jamur. Oleh karena itu nama yang

tepat ialah polinosis atau rinokonjungtivitis karena gejala klinik yang tampak ialah

gejala pada hidung dan mata merah , gatal serta lakrimasi)

2. Rinitis alegi sepanjang tahun (perennial). Gejala pada penyakit ini timbul intermiten.

Atau terus menerus, tanpa variasi musim, jadi dapat ditemukan sepanjang tahun.

Penyebab yang paling sering ialah alergen inhalan, terutama pada orang dewasa, dan

alergen ingestan. Alergen inhalan yang paling utama adalah alergen dalam rumah dan

alergen diluar rumah. Alergen ingestan sering merupakan penyebab pada anak-anak

dan biasanya disertai dengan gejala alergi lain, seperti : urtikaria, gangguan

pencernaan. Gangguan fisiologik pada golongan perineal lbih ringan di bandingkan

golongan musiman tetapi karena lebih persisten maka komplikasinya lebih sering di

temukan.

Berdasarkan sifat berlangsungnya di bagi menjadi :

1. Intermiten (kadang-kadang) : bila gejala kurang dari 4 hari/ minggu dan lebih dari 4

minggu.

2. Persisten (menetap) bila gejala lebih dari 4 hari/ minggu dan lebih dari 4 minggu.

26

Sedangkan untuk tingkat berat ringannyapenyakit, rinitis alergi dibagi menjadi:

1. Ringan bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian, bersantai,

berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.

2. Sedang-berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas

Gejala klinis: bersin-bersin, rinore yag banyak dan encer, hidung tersumbat, hidung dan mata

gatal, lakrimasi. Gejala spesifik meliputi :

- Allergic salute : menggosok hidung dengan punggung tangan

- Allergic crease : timbulnya garis melintang di dorsum nasi sepertiga bagian bawah

akibat penggosokan hidung yang berlangsung lama

- Allergic shiner ; terdapatnya bayangan gelap di daerah bawah mata akibat statis vena

yang terjadi akibat obstruksi hidung

Diagnosis

Anamnesis : gejala- gejala yang dialami pasien dan riwayat penyakit atopi dalam keluarga

Rhinoskopi anterior- nasoendoskopi : mukosa konka edema, berwarna pucat, dan disertai

sekret encer yang banyak.

Pemeriksaan laboratorium

In vitro : sitologi ekret hidung (eusinofil), darah (eusinofil, Ig E total, Ig E spesific

In vivo : tes kulit

Epidermal : prick test, scratch tes

Intra dermal : SET (set endpoint titration)

Penatalaksanaan

1. Menghindari kontak dengan alergen penyebab dan eliminasi

27

2. Medika mentosa (antihistamin, dekongestan : agonis alfa adrenergik, pemakaian

hanya beberapa hari untuk menghindari rinitis medika mentosa. Kortikosteroid,

antikolinergik <inpratropium bromida>untuk mengatasi rinore.

3. Operatif

Konkotomi>jika konka inferior hipertrofi berat dan tidak erhasil dikecilkan dengan

cara kauterisasi AgNO3 25% atau triklorsetat

4. Imunoterapi

Desensitisasi dan hiposensitisasi (dilakukan pada pasien dengan alergi inhalan dengan

gejala yang berat dan sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak

memberikan hasil yang memuaskan.

Komplikasi

- Polip hidung

- Otitis media berulang

- Sinusitis paranasalis

TELINGA

Telinga luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liaang telinga sampaai membran timpani. Daun

telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan

rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam

rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2 ½ - 3 cm.

Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (kelenjar

keringan) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat terdapat pada seluruh kulit liang telinga.1

Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.

28

3.1 ANAMNESIS TELINGA

Keluhan utama telinga dapat berupa :

Gangguan pendengaran/pekak (tuli)

Suara berdenging/berdengung (tinitus)

Rasa pusing yang berputar (vertigo)

Rasa nyeri di dalam telinga (otalgia)

Keluar cairan dari telinga (otore)

sekret yang keluar dari liang telinga disebut otore. Apakah sekret ini keluar dari satu atau

kedua telinga, disertai rasa nyeri atau tidak dan sudah berapa lama. Sekret yang sedikit

biasanya berasal dari infeksi telinga luar dan skret yang banyak dan bersifat mukoid

umumnya berasal dari telinga tengah. Bila berbau busuk menandakan adanya kolesteatom.

Bila bercampur darah harus dicurigai adanya infeksi akut yang berat atau yumor. Bila cairan

yang keluar seperti air jernih, harus waspada adanya cairan likuor serebrospinal.1

3.2 PEMERIKSAAN FISIK TELINGA

3.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG TELINGA

3.4 DIFEREN DIAGNOSIS

KERATOSIS OBLITERANS

Definisi

Deskuamasi epidermis di liang telinga

Etiologi

29

Tidak diketahui

Patomekanisme

Disebabkan karena tekanan kronis pada pars osseus MAE sehingga

menyebabkan kelainan epitel dan tulang

Epitel akan membentuk kolesteatom di medial dari serumen. Kolesteatom ini

akan menekan tulang dinding pars osseus dan menekan membran timpani

Gejala klinis

Rasa penuh ditelinga

Penumpukan /deskuamasi epidermis di liang telinga sehingga membentuk

gumpalan

Rasa kurang dengar

Penatalaksanaan

Pembersihan liang telinga secara periodik (tiap 3 bulan )

Pemberian obat tetes telinga dari campuran akohol atau giserin dalam

peroksida 3%, 3 kali seminggu

Komplikasi

Erosi kulit dan baliang tulang liang telinga

3.5 WORKING DIAGNOSIS

SERUMEN OBTURANS

Definisi

Penumpukan serumen di liang telinga

Etiologi

Serumen ( hasil pembentukan serumenalis dan kelenjar sebasea yang terdapat

pada pars cartilagenous liang telinga )

Konsistensi: basah, kering, lunak, kadang-kadang padat.3

Fungsi:

- Sebagai sarana pengangkut debris epitel dan kontaminan untuk dikeluarkan dari

membran timpani

- Memiliki efek proteksi ( pH asam )

- Memiliki efek bakterisidal ( karena adanya komponen asam lemak, lisozim, dan

imunoglobulin dalam serumen )3

- Memiliki efek dapat melumasi MAE ( mencegah kekeringan & pembentukan fissura

pada MAE )

30

Patomekanisme

Faktor keturunan iklim, usia yang memicu pembentuka serumen berleihan

sehingga sehingga membesar dan menutupi MAE menjadi seruman obturans

Normalny: serumen tidak akan tertumpuk di telinga, tetapi akan keluar sendiri

pada waktu mengunyah, dan setelah sampai di luar liang telinga akan menguap

oleh panas.

Gejala Klinis

Gangguan pendengaran ( gangguan konduktif )

Rasa tertekan / rasa penuh pada telinga ( oleh karena serumen yang besar /

mengembang apabila kemasukan air )3

Pemeriksaan Fisis

Tampak massa serumen yang menutupi MAE

Tata Laksana

Ekstraksi serumen

Serumen lunak : keluarkan dengan serumen spoon, kapas lidi, atau dengan irigasi

akuades.

Serumen padat : forsep telinga lalu kait dengan menggunakan serumen hook

Serumen kertas : beri pelunak serumen

Beberapa pelunak serumen yang biasa digunakan :

- Gleserin tetes

- Natrium Decusate

Info Tambahan

Ingat

Anatomi MAE ( 1/3 luar adalah pars cartilagenous, 2/3 dalam adalah pars osseus. Pars

cartilagenous memiliki banyak kelenjar serumenalis dan kelenjar sebasea. Itulah

sebab mengapa serumen banyak terdapat pada 1/3 luar MAE.3

Cara pemberian forumen tetes

Diberikan 3 X 2 tetes sehari, setelah telinga ditetes, kepala jangan langsung

ditegakkan, kepala tetap dimiringkan selama kurang lebih 15 menit sambil

menunggu obat meresap.

Forumen tidak boleh digunakan > 2 malam berturut-turut.

3 hari kemudian, kontrol poliknik kembali untuk mengeluarkan serumen yang

sudah lunak.3

31

BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama: An.IH Pekerjaan: pelajar

Umur: 13 tahun Alamat: setia kawan ujung rt13/12/18 c duri

pulo gambir jakarta pusat

32

Jenis kelamin: laki-laki Pendidikan: Smp

Agama: Islam Status menikah: Belum menikah

ANAMNESA

Diambil secara: Autoanamnesa dan Alloanamnesa

Pada Tanggal: 22 Desember 2014, Jam 12.00 WIB

Keluhan utama:

Tidur mendengkur 2 hari Sebelum Masuk Rumah Sakit

Keluhan tambahan:

Pilek, batuk, dan demam

Riwayat perjalanan penyakit(RPS)

Pasien datang ke poliklinik THT RSUD Tarakan dibawa ibunya dengan keluhan tidur

mendengkur (ngorok) sejak 2 hari SMRS. Sebenarnya keluhan ini juga dirasakan sudah lama

dan pada bulan juni 2014 pasien merencanakan untuk oprasi tonsilektomi namun karena

alasan belum ada waktu pasien mengurungkan niatnya. Setelah enam bulan tepatnya saai ini

pasien juga mengeluh sering pilek yang kadang disertai oleh batuk dan demam. Pilek disertai

dengan keluarnya cairan yang sedikit bening dan kental. Pasien sudah berusaha minum obat

penurun panas fanadol yang dibeli di warung untuk menghilangkan keluhan batuk pilek dan

demamnya namun belum juga membaik. Pasien menyangkal sering bersin-bersin pada pagi

hari atau bersin saat terkena debu atau saat pasien bermain-main dengan kucing di rumahnya.

namun sering pilek di pagi hari. Riwayat adanya gangguan penciuman, dan mimisan

disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu(RPD)

Sebenarnya pasien pernah berobat di RSUD Tarakan dengan keluhan yang sama. Pasien

mengaku bahwa pernah sakit telinga karena tenggorokannya sakit serta bau mulut dan

terkadang tenggorokan pasien terasa kering, dan nafas sedikit sesak, pasien juga mengaku

bahwa sering terasa pegal-pegal pada tubuhnya. keluhan ini timbul jika pasien terlalu lelah

33

beraktifitas pasien juga mengaku sering makan mie instan dan merokok namun pasien tidak

menjelaskan sudah berapa lama merokok dan berapa batang rokok yang di hisap setiap hari.

Riwayat Penyakit Keluarga

Dalam keluarga pasien tidak ada yang sakit seperti pasien.

PEMERIKSAAN FISIK

A. STATUS GENERALIS

– Keadaan umum : tampak sakit ringan

– Kesadaran : compos mentis

– Status gizi : cukup

– Nadi : 81 x/menit

– Suhu : 37.0oC

– RR : 19 x/menit

– BB : 60 kg

B. STATUS LOKALIS

– Kepala : normosefali, rambut tidak mudah dicabut

– Mata : gerakan bola mata baik, nistagmus(-),

diplopia(-)

– Wajah : simetris

TELINGA

KANAN KIRI

Bentuk daun telinga Normotia, Normotia,

Kelainan congenital Fistula preauricular(-),

microtia(-)

Fistula preauricular(-),

microtia(-)

Radang, tumor Radang (-), tumor (-) Radang (-), tumor (-)

34

Nyeri tekan tragus Tidak ada nyeri tekan tragus Tidak ada nyeri tekan tragus

Penarikan daun telinga Nyeri (-) Nyeri (-)

Kelainan pre-, infra-,

retroaurikuler

Abses (-), hiperemis (-),

nyeri tekan (-), benjolan (-)

Abses (-), hiperemis (-),

nyeri tekan (-), benjolan (-)

Region mastoid Abses (-), nyeri tekan (-) Abses (-), nyeri tekan (-)

Liang telinga Lapang, furunkel (-),

jar.granulasi (-), serumen (+)

sedikit, edema (-), sekret (-),

darah (-), hiperemis (-)

Lapang, furunkel (-),

jar.granulasi (-), serumen (+)

sedikit, edema (-), sekret (-),

darah (-), hiperemis (-)

Membran timpani Reflek cahaya (+) jam 5,

hiperemis (-), perforasi (-)

Reflek cahaya (+) jam 7,

hiperemis (-), perforasi (-)

TES PENALA

  Kanan Kiri

Rinne + +

Weber Tidak terdapat lateralisasi Tidak terdapat lateralisasi

Swabach Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa

Penala yang dipakai 512 Hz 512 Hz

Kesan: Tidak ada gangguan pendengaran

HIDUNG

KANAN KIRI

Bentuk Normal Normal

Tanda peradangan Hiperemis(-), nyeri tekan(-),

tumor(-)

Hiperemis(-), nyeri tekan(-),

tumor(-)

35

Nyeri tekan sinus frontalis

dan maksilaris

Tidak ada Tidak ada

Vestibulum Bulu (+), sekret (-), furunkel

(-), krusta (-)

Bulu (+), sekret (-), furunkel

(-), krusta (-)

Cavum nasi Lapang, sekret (+), polip (-) Lapang, sekret (+), polip (-)

Konka inferior Hiperemis (+), edema (-),

hipertrofi (-), sekret (-)

Hiperemis (+), edema (-),

hipertrofi (-), sekret (-)

Konka media Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Meatus inferior Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Meatus media Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Septum deviasi Tidak ada deviasi

RHINOPHARYNX

Koana : Tidak dilakukan

Septum nasi posterior : Tidak dilakukan

Muara tuba Eustachius : Tidak dilakukan

Fossa Rosenmuller :Tidak dilakukan

Torus tubarius : Tidak dilakukan

Post nasal drip : Tidak dilakukan

PEMERIKSAAN TRANSILUMINASI

Sinus Frontalis kanan, grade : Tidak dilakukan

Sinus Frontalis kiri, grade : Tidak dilakukan

36

Sinus Maxillaris kanan, grade : Tidak dilakukan

Sinus Maxillaris kiri, grade : Tidak dilakukan

TENGGOROK

PHARYNX

Dinding pharynx : Hiperemis (-), post nasal drip (-), granul (-), ulkus(-)

Arcus : Hiperemis (-),ulkus(-)

Tonsil : T2-T2, Hipertrofi(+), kripta(+), detritus(-), Hiperemis(-)

Uvula : Terletak di tengah, hiperemis (-)

Gigi : Normal, lubang (+), karies (+)

LARYNX

Epiglottis : Tidak dapat dilakukan

Plica aryepiglotis : Tidak dapat dilakukan

Arytenoids : Tidak dapat dilakukan

Ventricular band : Tidak dapat dilakukan

Pita suara : Tidak dapat dilakukan

Rima glotidis : Tidak dapat dilakukan

Cincin trakea : Tidak dapat dilakukan

Sinus piriformis : Tidak dapat dilakukan

Kelenjar limfe submandibula dan cervical : tidak Ditemukan massa pada

Kelenjar getah bening colli sinistra dan dextra

RESUME

Pasien anak laki-laki, 13 tahun datang ke poliklinik THT RSUD Tarakan dibawa ibunya

dengan keluhan snoring sejak 2 hari SMRS. Snoring dirasakan lebih memberat sejak 2 hari

ini. Pasien mengaku menyangkal adanya odinofagi. Kadang pasien merasakan tenggoroknya

37

kering. Keluhan snoring ini sudah lama dirasakan pasien. Ibu pasien menyangkal adanya

perubahan suara pada anaknya sejak pasien sakit. Pasien menyangkal adanya otalgia. Ibu

pasien juga menyangkal adanya sekret yang berbau keluar dari mulut pasien.

Pasien mengeluh sering rhinorea yang kadang disertai oleh batuk dan demam. Rhinorea

disertai dengan keluarnya cairan yang mucoserous. Dan ditemukannya serumen di aurikula

dextra sinistra. Pasien sudah minum obat antipiretik untuk demamnya namun belum juga

membaik. Dari pemeriksaan didapatkan pada :

Telinga

Kanan : Tidak ditemukan kelainan saat ini namun ditemukan serumen

Kiri : Tidak ditemukan kelainan saat ini namun di temukan serumen

Hidung

Kanan: sekret seros di cavum nasi kanan,

Kiri: sekret seros di cavum nasi kiri

Tenggorok

Dinding pharynx : Hiperemis (-),

Arcus : Hiperemis (-),

Tonsil : T2-T2, Hipertrofi(+), Hiperemis(-)

Uvula : Terletak di tengah, hiperemis (-)

Gigi : Normal, karies (+), lubang (+)

Kelenjar limfe submandibula dan cervical : tidak Ditemukan massa pada Kelenjar

getah bening colli sinistra dan dextra

DIAGNOSA BANDING

1. Tonsilitis kronik

- Tonsilitis akut bakterialis

38

Hal yang mendukung : pada anamnesa pasien mengalami keluhan seperti demam, dan

snoring, sedang pada pemeriksaan tonsil masih T2-T2, dinding faring tidak hiperemis

serangan sedang tidak berlangsung.

- Tonsilitis difteri

Hal yang mendukung : kenaikan suhu subfebril, tidak nafsu makan, badan lemah. Namun

tonsilitis difteri ini paling sering pada anak 2-5 tahun.

2. Rhinitis akut

- Rhinitis alergi

Hal yang mendukung : rhinore di pagi hari yang sudah berlangsung lama, namun bersin

bersin di pagi hari disangkal, hidung tersumbat juga di sangkal oleh pasien.

- Rhinitis kronik hipertropikans

Hal yang mendukung : adanya rhinore, namun sering sakit kepala, hidung tersumbat,

penciuman berkurang disangkal

3. Serumen obsturans

- Hal yang mendukung : tampak serumen di liang telinga namun tidak menggumpal

WORKING DIAGNOSIS

1. Tonsilitis kronik

Hal yang mendukung: Pada anamnesa adanya riwayat sakit dahulu tenggorokan kering dan

napas berbau, sedangkan pada pemeriksaan di dapatkan hipertropi tonsil dan kripta positif.

Dan keluhan ini sudah berlangsung lama dan ada indikasi untuk dilakukan tonsilektomi.

2. Rhinitis akut

Hal yang mendukung : pada anamnesa didapatkan adanya keluhan rhinitis berulang dengan

sekret seros dan kondisi seperti flu. Pada pemeriksaan di dapatkan cavum nasi kanan dan kiri

dengan sekret seros.

3. Serumen obturans

39

Hal yang mendukung : didapatkan serumen di aurikula dekstra sinistra dengan konsistensi

sedikit basah namun tidak menggumpal sehingga harus dibersihkan oleh dokter.

ANJURAN PEMERIKSAAN

1. Pemeriksaan tonsilitis kronik

- Pemeriksaan darah rutin

- Pemeriksaan kultur kuman

2. Pemeriksaan rhinitis akut

- Sitologi sekret hidung (eusinofil)

- Darah : eusinofil, IgE total, IgE spesifik

3. Pemeriksaan serumen obsturans

- Tes penala

PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

1. Tonsilitis kronik

- Antibiotik (penisilin/ amocixilin)

- Antiseptik obat kumur

2. Rhinitis akut

- Analgetik

- Antihistamin

- Ekspektoran

- Dekongestan

- Vitamin

3. Seruens obsturans

- Ekstraksi serumen namun jika serumen padat tetes dengan gliserin, natrium dekusate.

Non Medikamentosa

Makan makanan yang bergizi

Istirahat dirumah

Banyak makan sayur dan buah-buahan dan diet makanan lunak.

40

Anjurkan pasien untuk operasi tonsilektomi apabila gejala-gejala akut sudah

tenang.

Sering kontrol ke poli THT

PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada anamnesa dan pemeriksaan fisik THT yang dilakukan pada pasien ini dapat disimpulkan

bahwa pasien ini diagnosa kerja sementara yang dapat dilakukan adalah tonsilitis kronis

dengan rhinitis akut dan serumen obsturans. Hasil anamnesa yang mendukung adalah adanya

gejala tenggorokan kering dan napas berbau pada riwayat penyakit dahulu. Serta untuk

rhinitis akutnya sering rhinore di pagi hari, dan serumen obsturannya ditemukan serumen

dengan konsistensi sedikit basah.

Secara teori, pada tonsillitis kronik pasien biasanya akan mengeluh gejala disfagia,

tenggorokan kering dan napas berbau. Sedangkan rhinitis akutnya pasien akan mengeluh

perasaaan kering pada nasofaring, bersin-bersin dan rinore encer, dengan obstruksi nasi.

Sedangkan untuk serumen obsturansnya biasanya pasien mengeluh adanya gangguan

pendengaran dan rasa penuh ditelinga.

41

Pada pemeriksaan fisik ditemukan sekret pada cavum nasi bagian kanan dan kiri. Ditemukan

hipertrofi tonsil, tonsil T2-T2 dan tidak hiperemis tetapi tidak ditemukan detritus namun

terdapat kripta. Pada dinding faring tidak terlihat hiperemis dan membengkak.

Untuk pemeriksaan lanjut, pasien ini dianjurkan untuk melakukan tes laboratorium darah

rutin, dan foto thorak untuk dilakukan tonsilektomi jika rhinitis akutnya sudah sembuh.

Pada pasien ini telah diberikan cefixime untuk 2X1, rhinofed 2X1 dan vectin 3X1. Pasien

juga disarankan untuk menjaga kebersihan mulut dan makan makanan yang bergizi. Pasien

juga disarankan untuk kembali ke Poli THT apabila gejala sudah berkurang untuk

direncanakan operasi tonsilektomi. Pasien ini diindikasikan untuk operasi karena pasien tidur

mendengkur sehingga bisa menyebabkan gangguan saat tidur dan keaktifannya dalam

aktivitas harian nanti.

Prognosis pada pasien ini dengan pengobatan yang rutin dan adekuat akan meningkatkan

prognosis kearah yang lebih baik. Prognosis pasien ini tergantung pada pengobatan yang

adekuat, sistem imun badan yang baik, pencegahan terhadap sumber infeksi yang bisa

menyebabkan tonsilitis berulang dan menjaga hygiene mulut untuk menghilangkan sumber

infeksi.

BAB V

KESIMPULAN

Hasil dari anamnesa dan pemeriksaan, saya mendiagnosa pasien ini dengan tonsilitis kronis

dengan rhinitis akut dan serumens obsturans. Tidak semua gejala dan pemeriksaan yang

secara teori ditemukan pada pasien ini karena alasannya, pasien sudah berobat berulang kali.

Selain itu, dengan gizi harian yang cukup menyebabkan sistem pertahanan tubuh anak ini

lebih kuat daripada yang lain. Namun masih diperlukan pemeriksaan penunjang dan evaluasi

lanjut untuk menegakkan diagnosa dan sebagai penuntun kepada tatalaksana terapi pada

pasien ini. Apabila diagnosa pasti pasien ini sudah dapat ditegakkan, jadi pengobatan akan

menjadi lebih spesifik dan teratur yang bisa membawa kepada prognosis pasien yang lebih

baik.

42

DAFTAR PUSTAKA

1. Roezin A. Sistem Aliran Limfa Leher. Buku Ajar Ilmu kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam. Balai Penerbit FKUI; Jakarta,2007.

2. James I. Massa Jinak Leher. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi keenam.

Penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta 1997.

3. Ear nose throat. Medical mini note. Ent edition; 2013.

4. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32582/4/Chapter%20II.pdf di

unduh pada tanggal 23 desember 2014.

43

5. Jtptunimus-gdl-sriwvlansa-6326-2-babii.pdf di unduh pada tanggal 30 desember

2014.

6. The American Academy of Otolaryngology Head And Neck Surgery Clinical

Indicators Compendium tahun 1995.

44

45