toksikologi lingkungan

33
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Toksikologi adalah ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan kimia Selain itu toksikologi juga mempelajari jelas/kerusakan/ cedera pada organisme (hewan, tumbuhan, manusia) yang diakibatkan oleh suatu materi substansi/energi, mempelajari racun, tidak saja efeknya, tetapi juga mekanisme terjadinya efek tersebut pada organisme dan mempelajari kerja kimia yang merugikan terhadap organisme. Banyak sekali peran toksikologi dalam kehidupan sehari-hari tetapi bila dikaitkan dengan lingkungan dikenal istilah toksikologi lingkungan dan ekotoksikologi. Dua kata toksikologi lingkungan dengan ekotoksikologi yang hampir sama maknanya ini sering sekali menjadi perdebatan. Toksikologi lingkungan adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan menimbulkan pencemaran lingkungan dan Ekotoksikologi adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik pada mahluk hidup, khususnya populasi dan komunitas termasuk ekosistem, termasuk jalan masuknya agen dan interaksi dengan 1

Upload: lalhen

Post on 10-Nov-2015

236 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Biologi

TRANSCRIPT

BAB I. PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangToksikologi adalah ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan kimia Selain itu toksikologi juga mempelajari jelas/kerusakan/ cedera pada organisme (hewan, tumbuhan, manusia) yang diakibatkan oleh suatu materi substansi/energi, mempelajari racun, tidak saja efeknya, tetapi juga mekanisme terjadinya efek tersebut pada organisme dan mempelajari kerja kimia yang merugikan terhadap organisme. Banyak sekali peran toksikologi dalam kehidupan sehari-hari tetapi bila dikaitkan dengan lingkungan dikenal istilah toksikologi lingkungan dan ekotoksikologi. Dua kata toksikologi lingkungan dengan ekotoksikologi yang hampir sama maknanya ini sering sekali menjadi perdebatan. Toksikologi lingkungan adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan menimbulkan pencemaran lingkungan dan Ekotoksikologi adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik pada mahluk hidup, khususnya populasi dan komunitas termasuk ekosistem, termasuk jalan masuknya agen dan interaksi dengan lingkungan. Dengan demikian ekotoksikologi merupakan bagian dari toksikologi lingkungan. Kebutuhan akan toksikologi lingkungan meningkat ditinjau dari : Proses Modernisasi yang akan menaikan konsumsi sehingga produksi juga harus meningkat, dengan demikian industrialisasi dan penggunaan energi akan meningkat yang tentunya akan meningkatkan resiko toksikologis. Proses industrialisasi akan memanfaatkan bahan baku kimia, fisika, biologi yang akan menghasilkan buangan dalam bentuk gas, cair, dan padat yang meningkat. Buangan ini tentunya akan menimbulkan perubahan kualitas lingkungan yang mengakibatkan resiko pencemaran, sehingga resiko toksikologi juga akan meningkat1.2 Rumusan Masalah1. Apa pengertian Toksikologi dan Racun?2. Bagaimana model masuk dan daya keracunan pada Toksikologi?3. Bagaimana mekanisme jalur masuknya keracunan?4. Bagaimana efek terkena racun?5. Bagaimana gejala keracunan?6. Bagaimana pertologan yang dapat dilakukan?

1.3 Tujuan Masalah1. Mengetahui pengertian Toksikologi dan Racun2. Mengetahui model masuk dan daya keracunan pada Toksikologi3. Mengetahui mekanisme jalur masuknya keracunan4. Mengetahui efek terkena racun5. Mengetahui gejala keracunan6. Mengetahui pertolongan yang dapat dilakukan

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Toksikologi Dan RacunSecara sederhana dan ringkas, toksikologi dapat didefinisikan sebagai kajian tentang hakikat dan mekanisme efek berbahaya (efek toksik) berbagai bahan kimia terhadap makhluk hidup dan system biologik lainnya. Ia dapat juga membahas penilaian kuantitatif tentang berat dan kekerapan efek tersebut sehubungan dengan terpejannya (exposed) makhluk tadi.Toksikologi merupakan studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan dari zat-zat kimia terhadap organisme hidup. Toksikologi juga membahas tentang penilaian secara kuantitatif tentang organ-organ tubuh yang sering terpajang serta efek yang di timbulkannya,( Webster, M. 2006).Efek toksik atau efek yang tidak diinginkan dalam sistem biologis tidak akan dihasilkan oleh bahan kimia kecuali bahan kimia tersebut atau produk biotransformasinya mencapai tempat yang sesuai di dalam tubuh pada konsentrasi dan lama waktu yang cukup untuk menghasilkan manifestasi toksik. Faktor utama yang mempengaruhi toksisitas yang berhubungan dengan situasi pemaparan (pemajanan) terhadap bahan kimia tertentu adalah jalur masuk ke dalam tubuh, jangka waktu dan frekuensi pemaparan.Pemaparan bahan-bahan kimia terhadap binatang percobaan biasanya dibagi dalam empat kategori: akut, subakut, subkronik, dan kronik. Untuk manusia pemaparan akut biasanya terjadi karena suatu kecelakaan atau disengaja, dan pemaparan kronik dialami oleh para pekerja terutama di lingkungan industri-industri kimia.Interaksi bahan kimia dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme dan efek dari dua atau lebih bahan kimia yang diberikan secara bersamaan akan menghasilkan suatu respons yang mungkin bersifat aditif, sinergis, potensiasi, dan antagonistik. Karakteristik pemaparan membentuk spektrum efek secara bersamaan membentuk hubungan korelasi yang dikenal dengan hubungan dosis-respons.Apabila zat kimia dikatakan berracun (toksik), maka kebanyakan diartikan sebagai zat yang berpotensial memberikan efek berbahaya terhadap mekanisme biologi tertentu pada suatu organisme. Sifat toksik dari suatu senyawa ditentukan oleh: dosis, konsentrasi racun di reseptor tempat kerja, sifat zat tersebut, kondisi bioorganisme atau sistem bioorganisme, paparan terhadap organisme dan bentuk efek yang ditimbulkan.Sehingga apabila menggunakan istilah toksik atau toksisitas, maka perlu untuk mengidentifikasi mekanisme biologi di mana efek berbahaya itu timbul. Sedangkan toksisitas merupakan sifat relatif dari suatu zat kimia, dalam kemampuannya menimbulkan efek berbahaya atau penyimpangan mekanisme biologi pada suatu organisme.Toksisitas merupakan istilah relatif yang biasa dipergunakan dalam memperbandingkan satu zat kimia dengan lainnya. Adalah biasa untuk mengatakan bahwa satu zat kimia lebih toksik daripada zat kimia lain. Perbandingan sangat kurang informatif, kecuali jika pernyataan tersebut melibatkan informasi tentang mekanisme biologi yang sedang dipermasalahkan dan juga dalam kondisi bagaimana zat kimia tersebut berbahaya. Oleh sebab itu, pendekatan toksikologi seharusnya dari sudut telaah tentang berbagai efek zat kimia atas berbagai sistem biologi, dengan penekanan pada mekanisme efek berbahaya zat kimia itu dan berbagai kondisi di mana efek berbahaya itu terjadi,( Loomis, T.A. 1979).Pada umumnya efek berbahaya / efek farmakologik timbul apabila terjadi interaksi antara zat kimia (tokson atau zat aktif biologis) dengan reseptor. Terdapat dua aspek yang harus diperhatikan dalam mempelajari interakasi antara zat kimia dengan organisme hidup, yaitu kerja farmakon pada suatu organisme (aspek farmakodinamik / toksodinamik) dan pengaruh organisme terhadap zat aktif (aspek farmakokinetik / toksokinetik) aspek ini akan lebih detail dibahas pada sub bahasan kerja toksik.Telah dipostulatkan oleh Paracelcius, bahwa sifat toksik suatu tokson sangat ditentukan oleh dosis (konsentrasi tokson pada reseptornya). Artinya kehadiran suatu zat yang berpotensial toksik di dalam suatu organisme belum tentu menghasilkan juga keracunan. Misal insektisida rumah tangga (DDT) dalam dosis tertentu tidak akan menimbulkan efek yang berbahaya bagi manusia, namun pada dosis tersebut memberikan efek yang mematikan bagi serangga. Hal ini disebabkan karena konsentrasi tersebut berada jauh dibawah konsentrasi minimal efek pada manusia. Namun sebaliknya apabila kita terpejan oleh DDT dalam waktu yang relatif lama, dimana telah diketahui bahwa sifat DDT yang sangat sukar terurai dilingkungan dan sangat lipofil, akan terjadi penyerapan DDT dari lingkungan ke dalam tubuh dalam waktu relatif lama. Karena sifat fisiko 3 kimia dari DDT, mengakibatkan DDT akan terakumulasi (tertimbun) dalam waktu yang lama di jaringan lemak. Sehingga apabila batas konsentrasi toksiknya terlampaui, barulah akan muncul efek toksik. Efek atau kerja toksik seperti ini lebih dikenal dengan efek toksik yang bersifat kronis,( Oginawati, K. 2002). Toksin Clostridium botulinum, adalah salah satu contoh tokson, dimana dalam konsentrasi yang sangat rendah (10-9 mg/kg berat badan), sudah dapat mengakibatkan efek kematian. Berbeda dengan metanol, baru bekerja toksik pada dosis yang melebihi 10 g. Pengobatan parasetamol yang direkomendasikan dalam satu periode 24 jam adalah 4 g untuk orang dewasa dan 90 mg/kg untuk anak-anak. Namun pada penggunaan lebih dari 7 g pada orang dewasa dan 150 mg/kg pada anak-anak akan menimbulkan efek toksik.Dengan demikian, resiko keracunan tidak hanya tergantung pada sifat zatnya sendiri, tetapi juga pada kemungkinan untuk berkontak dengannya dan pada jumlah yang masuk dan diabsorpsi. Dengan lain kata tergantung dengan cara kerja, frekuensi kerja dan waktu kerja. Antara kerja (atau mekanisme kerja) sesuatu obat dan sesuatu tokson tidak terdapat perbedaan yang prinsipil, ia hanya relatif. Semua kerja dari suatu obat yang tidak mempunyai sangkut paut dengan indikasi obat yang sebenarnya, dapat dinyatakan sebagai kerja toksik.Kerja medriatik (pelebaran pupil), dari sudut pandangan ahli mata merupakan efek terapi yang dinginkan, namun kerja hambatan sekresi, dilihat sebagai kerja samping yang tidak diinginkan. Bila seorang ahli penyakit dalam menggunakan zat yang sama untuk terapi, lazimnya keadaan ini manjadi terbalik. Pada seorang anak yang tanpa menyadarinya telah memakan buah Atropa belladonna, maka mediaris maupun mulut kering harus dilihat sebagai gejala keracuanan. Oleh sebab itu ungkapan kerja terapi maupun kerja toksik tidak pernah dinilai secara mutlak. Hanya tujuan penggunaan suatu zat yang mempunyai kerja farmakologi dan dengan demikian sekaligus berpotensial toksik, memungkinkan untuk membedakan apakah kerjanya sebagai obat atau sebagai zat racun.Tidak jarang dari hasil penelitian toksikologi, justru diperoleh senyawa obat baru. Seperti penelitian racun (glikosida digitalis) dari tanaman Digitalis purpurea dan lanata, yaitu diperoleh antikuagulan yang bekerja tidak langsung, yang diturunkan dari zat racun yang terdapat di dalam semanggi yang busuk. Inhibitor asetilkolinesterase jenis ester fosfat, pada mulanya dikembangkan sebagai zat kimia untuk perang, kemudian digunakan sebagai insektisida dan kini juga dipakai untuk menangani glaukoma.Toksikologi modern merupakan bidang yang didasari oleh multi displin ilmu, ia dengan dapat dengan bebas meminjam bebarapa ilmu dasar, guna mempelajari interaksi antara tokson dan mekanisme biologi yang ditimbulkan (lihat gambar 1.1). Ilmu toksikologi ditunjang oleh berbagai ilmu dasar, seperti kimia, biologi, fisika, matematika. Kimia analisis dibutuhkan untuk mengetahui jumlah tokson yang melakukan ikatan dengan reseptor sehingga dapat memberikan efek toksik.

Bidang ilmu biokimia diperlukan guna mengetahui informasi penyimpangan reaksi kimia pada organisme yang diakibatkan oleh xenobiotika. Perubahan biologis yang diakibatkan oleh xenobiotika dapat diungkap melalui bantuan ilmu patologi, immonologi, dan fisiologi. Untuk mengetahui efek berbahaya dari suatu zat kimia pada suatu sel, jaringan atau organisme memerlukan dukungan ilmu patologi, yaitu dalam menunjukan wujud perubahan / penyimpangan kasar, mikroskopi, atau penyimpangan submikroskopi dari normalnya. Perubahan biologi akibat paparan tokson dapat termanisfestasi dalam bentuk perubahan sistem kekebakan (immun) tubuh, untuk itu diperlukan bidang ilmu immunologi guna lebih dalam mengungkap efek toksik pada sistem kekebalan organisme.Mengadopsi konsep dasar yang dikemukakan oleh Paracelcius, manusia menggolongkan efek yang ditimbulkan oleh tokson menjadi konsentrasi batas minimum memberikan efek, daerah konsentrasi dimana memberikan efek yang menguntungkan (efek terapeutik , lebih dikenal dengan efek farmakologi), batas konsentrasi dimana sudah memberikan efek berbahaya (konsetrasi toksik), dan konstrasi tertinggi yang dapat menimbulkan efek kematian. Agar dapat menetapkan batasan konsentrasi ini toksikologi memerlukan dukungan ilmu kimia analisis, biokimia, maupun kimia instrmentasi, serta hubungannya dengan biologi. Ilmu statistik sangat diperlukan oleh toksikologi dalam mengolah baik data kualitatif maupun data kuantitatif yang nantinya dapat dijadikan sebagai besaran ekspresi parameter-parameter angka yang mewakili populasi.Bidang yang paling berkaitan dengan toksikologi adalah farmakologi, karena ahli farmakologi harus memahami tidak hanya efek bermanfaat zat kimia, tetapi juga efek berbahayanya yang mungkin diterapkan pada penggunaan terapi. Farmakologi pada umumnya menelaah efek toksik, mekanisme kerja toksik, hubungan dosis respon, dari suatu tokson,( Sugiyanto. 2006).

2.2 Model masuk dan Daya Keracunan pada Toksikologi

Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorpsi, menempel pada kulit, atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relative kecil dapat mengakibatkan cedera dari tubuh dengan adanya rekasi kimia (Brunner & Suddarth, 2001). Arti lain dari racun adalah suatu bahan dimana ketika diserap oleh tubuh organisme makhluk hidup akan menyebabkan kematian atau perlukaan. Racun dapat diserap melalui pencernaan, hisapan, intravena, kulit, atau melalui rute lainnya. Reaksi dari racun dapat seketika itu juga, cepat, lambat, atau secara kumulatif. Keracunan dapat diartikan sebagai setiap keadaan yang menunjukkan kelainan multisystem dengan keadaan yang tidak jelas (Arif Mansjoer, 2000). Keracunan melalui inhalasi (pengobatan dengan cara memberikan obat dalam bentuk uap kepada si sakit langsung melalui alat pernapasannya (hidung ke paru-paru) dan menelan materi toksik, baik kecelakaan dank arena kesengajaan merupakan kondisi bahaya kesehatan.Jenis-jenis keracunan (FK-UI, 1985) dapat dibagi berdasarkan:2. Cara terjadinya, terdiri dari:

a. Self poisoningPada keadaan ini pasien memakan obat dengan dosis yang berlebih tetapi dengan pengetahuan bahwa dosis ini tak membahayakan. Pasien tidak bermaksud bunuh diri tetapi hanya untuk mencari perhatian saja.

b. Attempted SuicidePada keadaan ini pasien bermaksud untuk bunuh diri, eta berakhir dengan kematian atau pasien dapat sembuh bila salah tafsir dengan dosis yang dipakai.

c. Accidental poisoning Keracunan yang merupakan kecelakaan, tanpa adanya factor kesengajaan d. Homicidal poisoningKeracunan akibat tindakan etaboli yaitu seseorang dengan sengaja meracuni orang lain.

2.Mulai waktu terjadi a. Keracunan kronik Keracunan yang gejalanya timbul perlahan dan lama setelah pajanan.Gejala dapat timbul secara akut setalah pemajanan berkali-kali dalam dosis relative kecil etab khasnya adalah zat penyebab diekskresikan 24 jam lebih lama dan waktu paruh lebih panjang sehingga terjadi akumulasi. Keracunan ini diakibatkan oleh keracunan bahan-bahan kimia dalam dosis kecil tetapi terus menerus dan efeknya baru dapat dirasakan dalam jangka panjang (minggu, bulan, atau tahun). Misalnya, menghirup uap benzene dan senyawa hidrokarbon terkklorinasi (spt. Kloroform, karbon tetraklorida) dalam kadar rendah tetapi terus menerus akan menimbulkan penyakit hati (lever) setelah beberapa tahun. Uap etabol akan menimbulkan kerusakan dalam darah. b. Keracunan akut Biasanya terjadi mendadak setelah makan sesuatu, sering mengenai banyak orang (pada keracunan dapat mengenai seluruh keluarga atau penduduk sekampung ) gejalanya seperti sindrom penyakit muntah, diare, konvulsi dan koma. Keracunan ini juga karena pengaruh sejumlah dosis tertentu yang akibatnya dapat dilihat atau dirasakan dalam waktu pendek. Contoh, keracunan fenol menyebabkan diare dan gas CO dapat menyebabkan hilang kesdaran atau kematian dalam waktu singkat,( Chemicals, 1997).3. Menurut alat tubuh yang terkena Pada jenis ini, keracunan digolongkan berdasarkan organ yang terkena, contohnya racun hati, racun ginjal, racun SSP, racun jantung.4. Menurut jenis bahan kimia Golongan zat kimia tertentu biasanya memperlihatkan sifat toksik yang sama, misalnya golongan alcohol, fenol, logam berat, organoklorin dan sebagainya. Keracunan juga dapat disebabkan oleh kontaminasi kulit (luka bakar kimiawi), melalui tusukan yang terdiri dari sengatan serangga (tawon, kalajengking, dan laba-laba) dan gigitan ular, melalui makanan yaitu keracunan yang disebabkan oleh perubahan kimia (fermentasi) dan pembusukan karena kerja bakteri (daging busuk) pada bahan makanan, misalnya ubi ketela (singkong) yang mengandung asam sianida (HCn), jengkol, tempe bongkrek, dan racun pada udang maupun kepiting, dan keracunan juga dapat disebabkan karena penyalahgunaan zat yang terdiri dari penyalahgunaan obat stimultan ( Amphetamine ), depresan (Barbiturate), atau halusinogen (morfin), dan penyalahgunaan alcohol.

Racun yang sering menyebabkan keracunan dan simptomatisnya:Asam kuat (nitrit, hidroklorid, sulfat)Terbakar sekitar mulut, bibir, dan hidung

Anilinin (hipnotik, notrobenzen)Kebiruan *gelap* pada kulit wajah dan leher

Asenik (metal arsenic, merkuri, tembaga dll)Umumnya seperti diare

Atropin (belladonna), skopolaminDilatasi pupil

Basa kuat (Potassium, Hidrokarbon)Terbakar sekitar mulut, bibir, dan hidung

Asam karbolik (fenol)Bau seperti disinfektan

Karbon monoksidaKulit merah cerry terang

SianidaKematian yang cepat, kulit merah, dan bau yang sedap

Keracunan Makanan Muntah, nyeri perut

NikotinKejang-kejang *konvulsi*

Opiat Kontraksi pupil

Asam Oksalik (fosfor oksalik)Bau seperti bawang putih

Natrium FloridaKejang-kejang konvulsi

StrikninKejang konvulsi, muka dan leher kebiruan gelap

Jika kita sehari hari bekerja, atau kontak dengan zat kimia, kita sadar dan tahu bahkan menyadari bahwa setiap zat kimia adalah beracun, sedangkan untuk bahaya pada kesehatan sangat tergantung pada jumlah zat kimia yang masuk kedalam tubuh.Seperti garam dapur, garam dapur merupakan bahan kimia yang setiap hari kita konsumsi namun tidak menimbulkan gangguan kesehatan. Namun, jika kita terlalu banyak mengkonsumsinya, maka akan membahayakan kesehatan kita. Demikian juga obat yang lainnya, akan menjadi sangat bermanfaat pada dosis tertentu, jangan terlalu banyak ataupun sedikit lebih baik berdasarkan resep dokter,( Septika, 2012).

Bahan-bahan kimia atau zat racun dapat masuk ke dalam tubuh melewati beberapa saluran, yakni:1. Melalui mulut atau tertelan eta disebut juga per-oral atau ingesti. Hal ini sangat jarang terjadi kecuali kita memipet bahan-bahan kimia langsung menggunakan mulut atau makan dan minum di laboratorium. 2. Melalui kulit. Bahan kimia yang dapat dengan mudah terserap kulit ialah aniline, nitrobenzene, dan asam sianida. 3. Melalui pernapasan (inhalasi). Gas, deb u dan uap mudah terserap lewat pernapasan dan saluran ini merupakan sebagian besar dari kasus keracunan yang terjadi. SO2 (sulfur dioksida) dan Cl2 (klor) memberikan efek setempat pada jalan pernapasan. Sedangkan HCN, CO, H2S, uap Pb dan Zn akan segera masuk ke dalam darah dan terdistribusi ke seluruh organ-organ tubuh. 4. Melalui suntikan (parenteral, injeksi).5. Melalui dubur atau vagina (perektal atau pervaginal) (Septika, 2012)

a. Daya Keracunan Meliputi Sangat-Sangat Toksik, Sedikit Toksik Dan Lain-Lain. 1. Super Toksik : Struchnine, Brodifacoum, Timbal, Arsenikum, Risin, Agen Oranye, Batrachotoxin, Asam Flourida, Hidrogen Sianida. 2. Sangat Toksik :Aldrin, Dieldrin, Endosulfan, Endrin, Organofosfat 3. Cukup Toksik :Chlordane, DDT, Lindane, Dicofol, Heptachlor 4. Kurang Toksik :Benzene hexachloride (BHC)

Menurut (FK-UI, 1985), Dalam obat-obatan, penggolongan daya rcun:NoKriteria ToksikDosis

1Super Toksik >15 G/KG BB

2Toksik Ekstrim5 15 G/KG BB

3Sangat Toksik0,5 5 G/KG BB

4Toksisitas Sedang50 500 MG/KG BB

5Sedikit toksik5 -50 MG/KG BB

6Praktis Non Toksik< 5 MG/KG BB

2.3 Mekanisme Jalur Masuknya Racun ke dalam Tubuh

Jalur masuknya racun ke dalam tubuh manusia adalah melalui absorpsi, distribusi dan ekskresi dari saluran pencernaan (gastrointestinal), jalur pernapasan (inhalasi) dan kulit (etabol). Mata dan telinga bukan termasuk jalur masuk racun ke dalam tubuh karena keduanya tidak dapat memasukkan bahan toksik ke dalam tubuh (Oginawati, 2002). Racun akan diserap oleh tubuh melalui paru-paru, kulit dan saluran pencernaan kemudian masuk ke dalam aliran darah dan etabo kelenjar getah bening. Racun tersebut kemudian diangkut ke seluruh tubuh (Mansyur, 2002).1. Absorpsi a. Saluran pernafasanAbsorpsi racun dalam etabo pernapasan adalah bentuk gas atau uap. Bahan beracun yang tersuspensi di dalam inhalasi akan terserap masuk kedalam hidung dan menuju paru-paru yang dapat mengabsorbsi racun dalam jumlah besar karena area permukaan yang luas dan aliran darah yang cepat (Mansyur, 2002).Jalan masuk beberapa racun adalah melalui inhalasi. Beberapa zat tersebut adalah gas, larutan volatile, dan masalah tertentu. Tempat penyerapan utama terjadi di alveoli paru-paru. Tempat ini mempunyai daerah alveolus yang besar dan aliran darah yang cepat, sehingga mendukung penyerapan. Jalur penyerapan dari beberapa zat berbentuk gas bagaimana pun tergantung pada kelarutan di dalam darah (Soeripto, 2008).Hampir semua bahan yang merupakan pencemar udara yang dapat diisap (masuk melalui saluran pernapasan.Sistem pernapasan terdiri dari 2 bagian ialah saluran pernapasan bagian atas hidung, tenggorokan, trakea, dan sebagian besar pipa bronchial yang membawa ke cuping dan paru-paru) dan alveoli dimana dapat terjadi pemindahan gas-gas dengan menembus dinding sel yang tipis (Soeripto, 2008).Paru-paru merupakan sumber pemaparan yang umum, sama seperti kulit. Namun, paru-paru bukan penghalang yang protektif terhadap zat berbahaya. Hal ini k debu; maupun sebagai gas atau uap. Sebagian besar gas polutan karena karakteristik jaringan paru yang sangat tipis, sehingga memungkinkan zat dapat masuk melalui paru-paru (Soeripto, 2008).b. KulitRacun paling banyak terabsorbsi melalui lapisan epidermis. Absorbsi bahan toksik melalui epidermis tergantung pada kondisi kulit, ketipisan kulit, kelarutannya dalam air dan aliran darah pada titik singgung. Akibat dari racun yang diabsorbsi antara lain pengikisan atau pertukaran lemak pada kulit dengan bahan alkali atau asam dan pengurangan pertahanan epidermis (Mansyur, 2002).Suatu jalan masuk yang penting ialah penyerapan melalui kulit secara utuh. Prosesnya dapat merupakan gabungan dari pengendapan bahan di atas permukaan kulit yang diikuti oleh penyerapan melalui kulit. Kontak antara suatu bahan dengan kulit menghasilkan 4 kemungkinan :1. Kulit dapat bereaksi sebagai penghalang (pembatas) yang efektif.2. Bahan dapat bereasi dengan kulit dan menghasilkan kerusakan jaringan.3. Bahan dapat menghasilkan sensitisasi kulit.4. Bahan dapat menembus ke dalam pembuluh darah yang berada di bawah kulit dan masuk ke dalam aliran darah (Soeripto, 2008).c. Saluran pencernaanFaktor yang mempengaruhi terjadinya etabol adalah sifak kimia dan fisik bahan serta karakteristiknya seperti tingkat keasaman atau kebasaan. Bahan toksik masuk ke dalam saluran pencernaan umunya melalui makanan atau minuman dan kemudian diserap di dalam lambung (Mansyur, 2002). Sesuatu yang ditelan bergerak masuk ke dalam usus besar dan dapat diserap ke dalam aliran darah dan selanjutnya terjadi keracunan. Ingesti merupakan jalur utama masuknya senyawa yang terkandung dalam makanan dan minuman. Zat kimia yang ditelan masuk ke dalam tubuh melalui absorpsi di saluran gastrointestinal. Jika tidak diabsorpsi, zat kimia itu tidak dapat menimbulkan kerusakan sistemik. Absorpi zat kimia dapat berlangsung sepanjang saluran pencernaan, dari mulut sampai rectum, tetapi lokasi utama absorpsi adalah usus halus karena fungsi fisiologisnya dalam mengabsorpsi gizi (Soeripto, 2008). 2. DistribusiSetelah absorbsi bahan toksik (racun) terjadi, maka bahan tersebut didistribusikan ke seluruh tubuh melalu darah, kelenjar getah bening atau cairan lain yang lain. Distribusi bahan beracun tersebut, yaitu: Disimpan dalam tubuh pada hati, tulang dan lemak Dikeluarkan melalui feses, urine atau pernapasan Mengalami biotransformasi atau metabolisme yang mana bentuk akhirnya lebih siap dikeluarkan (Sugiyanto, 2006). 3. Ekskresi Ekskresi bahan toksik dapat terjadi melalui hembusan udara atau pernapasan, dan dari sekresi melalui keringat, air susu, feses dan urine. Toksikan dikeluarkan dalam bentuk asal, sebagai metabolit dan atau konjugat.a. Ekskresi urineGinjal membuang toksikan dari tubuh dengan mekanisme yang serupa dengan mekanisme yang digunakan untuk membuang hasil akhir etabolism faal, yaitu dengan filtrasi glomerulus, difusi tubuler dan sekresi tubuler (Sugiyanto, 2006).b. Ekskresi empeduHati juga merupakan alat tubuh yang penting untuk ekskresi toksikan, terutama untuk senyawa yang polaritasnya tinggi (anion dan kation), konjugat yang terikat pada protein plasma, dan senyawa yang BM-nya lebih besar dari 300. Pada umumnya begitu senyawa ini berada dalam emped, senyawa ini tidak akan diserap kembali ke dalam darah dan dikeluarkan lewat feses. Tetapi ada pengecualian, misalnya konugat glukuronoid yang dapat dihidrolisis oleh flora usus menjadi toksikan bebas yang diserap kembali (Sugiyanto, 2006).c. Paru-paruZat yang berbentuk gas pada suhu badan terutama diekskresikan lewat paru-paru. Cairan yang mudah menguap juga dengan mudah keluar lewat udara ekspirasi. Cairan yang mudah larut misalnya kloroform dan halotan mungkin diekskresikan sangat lambat karena ditimbun dalam jaringan lemak etabolism terbatasnya volume ventilasi. Ekskresi toksikan melalui paru-paru terjadi karena difusi sederhana lewat etaboli sel (Sugiyanto, 2006).d. Jalur lainSaluran cerna bukan jalur utama ekskresi toksikan. Oleh karena lambung dan usus manusia masing-masing mesekresi kurang lebih tiga liter cairan setiap hari, maka beberapa toksikan dikeluarkan bersama cairan tersebut. Hal ini terjadi terutama lewat difusi sehingga lajunya bergantung pada pKa toksikan dan Ph lambung dan usus (Sudarmaji, dkk., 2006).Ekskresi toksikan lewat air susu ibu (ASI), ditinjau dari sudut toksikologi amat penting karena lewat air susu ibu ini racun terbawa dari ibu kepada bayi yang disusuinya. Ekskresi ini terjadi melalui difusi sederhana. Oleh karena itu seorang ibu yang sedang menyusui harus berhati-hati dalam hal makanan terutama kalau sedang mengkonsumsi obat (Sudarmaji, dkk., 2006).

2.4 Efek terkena Racun

Efek keracunan bagi tubuhTingkat efek toksik suatu bahan terhadap tubuh tergantung dari beberapa etabo, yaitu:1. Sifat fisik bahan kimia, ytang dapat berwujud gas, uap,asap, debu.2. Dosis beracun, jumlah atau konsentrasi racun yang masuk dalam tubuh.3. Lamanya paparan.4. Sifat kimia zat racun, jenis senyawa, kelarutan dalam jaringan.5. Jalur masuk ke tubuh, misalnya melaui inhalas,I (Mansyur, 2002).Bahan toksik yang masuk kedalam tubuh dapat mempengaruhi fungsi organ tubuh sehingga menyebabkan gangguan. Efek yang ditimbulkan dari bahan yang bersifat toksik pada tubuh manusia, dapat dibagi menjadi:1. Lokal dan Sistemik Lokal : bahan yang bersifat korosif, iritatif. Sistemik : terjadi setelah bahan kimia masuk, diserap dan distribusikan ke tubuh. Konsentrasi bahan berbahaya tidak selalu paling tinggi dalam organ target, contohnya Organ target methyl merkuri adalah otak, tapi konsentrasi tertinggi ada di hati dan ginjal. 2. Efek yang reversible dan irreversible Reversible : efek akan hilang jika dihentikannya paparan bahan berbahaya. Biasanya konsentrasi masih rendah dan waktu relative singkat. Irreversible : efek yang terjadi terus menerus bahkan menjadi parah meskipun paparan telah dihentikan, misalnya karsinoma. Biasanya konsentrasi tinggi dan waktu lama.3. Efek langsung dan tertunda Efek langsung : segera terjadi setelah terpapar, misalnya Sianida. Efek tertunda : efek yang terjadi beberapa waktu setelah paparan (efek karsinogenik).4. Reaksi alergi dan idiosynkrasi Reaksi alergi (hipersensitivitas) terjadi karena adanya sensitisasi sebelumnya yang menyebabkan dibentuknya etaboli oleh tubuh.Reaksi Idiosynkrasi : merupakan reaksi tubuh yang abnormal karena etabol, contoh kekurangan enzim succynicholin (Sugiyanto, 2006).

2.5 Gejala keracunanGejala yang dapat ditimbulkan dari toksik yang masuk dalam tubuh diantaranya adalah:a. Kematian MendadakBeberapa racun dapat menimbulkan akibat yang cepat. Misalnya saja racun yang bersifat Neurutoksik. Racun tersebut menyerang syaraf sehingga dapat menimbulkan efek kematian yang mendadak. b. Pupil Pada mata akan membesar atau mengecil bahkan dapat pula mengalami gangguan penglihatan.c. Dari nafas penderita keracunan biasanya juga tercium bau yang spesifik untuk jenis racun yang menyengat.d. Sebagai akibat keracunan, mulut dapat menjadi kering atau basah (air liur mengalir keluar) atau menjadi putih pucat.e. Sebagai keracunan kulit juga akan menjadi kering, timbul rash, sianosis (kulit menjadi biru karena kekurangan oksigen) dan kerusakan kulit akibat senyawa asam atau alkali kuat.f. Efek dan gejala lain seperi mual, muntah, diare maupun pingsan, gangguan pernapasan, gannguan penglihatan, gangguan fungsi hati dan organ-organ lain yang mampu mengganggu etabolism tubuh (Sartono, 1999).

2.6 Pertolongan yang dapat dilakukan Keracunan dapat terjadi kapan dan dimana saja, sedangkan instalasi dan petugas kesehatan tidak selalu berada atau dekat dengan keracunan sehingga diperlukan pertolongan pertama sebelum petugas kesehatan datang, yaitu:1. Keracunan Melalui Mulut Jika mengalami keracunan melalui mulut tindakan yang perlu dan dapat dilakukan adalah:a. Diusahakan untuk muntah, kecuali pada penderita yang koma atau tidak sadar.b. Jika keracunan alkali kuat atau asam dan penderita masih mampu untuk menelan maka berikan air sebanyak-banyaknya.2. Keracunan Melalui HidungUntuk penderita yang keracunan melalui hidung yang perlu dilakukan adalah Penderita segera dipindahkan dari ruang tercemar keruang yang segar atau buka semua pintu jendela dan segera diberi nafas buatan jika pernafasan penderita tidak teratur atau berhenti.3. Kontaminasi KulitJika terjadi kontak kulit dengan bahan kimia yang toksik, tindakan yang perlu dilakukan adalah menyiram dengan air bersih pada bagian kulit yang terkena racun kecuali apabila kulit terkena fosfor yang akan menyebabkan iritasi jika ditambah dengan air. 4. Kontaminasi MataJika terjadi kontaminasi mata dengan bahan toksik maka tindakan pertama yang perlu dilakukan adalah membuka kelopak mata secara perlahan dan dialiri air terus menerus dan hindari menggunakan obat atau cairan yang mengandung bahan kimia.5. Serangan atau Gigitan Binatang BuasPada penderita yang terkena sengatan atau gigitan binatang berbisa, terutama ular, tindakan yang perlu dilakukan adalah penderita segera dibaringkan dan dinginkan bagian atas luka gigitan dengan es batu (Sartono, 1999).

BAB 3. PENUTUP 3.1 Kesimpulan Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang racun. Pengertian lain yaitu semua subtansi yang digunakan dibuat, atau hasil dari suatu formulasi dan produk sampingan yang masuk ke lingkungan dan punya kemampuan untuk menimbulkan pengaruh negatif bagi manusia. Toksikologi merupakan studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan dari zat-zat kimia terhadap organisme hidup. Toksikologi juga membahas tentang penilaian secara kuantitatif tentang organ-organ tubuh yang sering terpajang serta efek yang di timbulkannya.3.2 Saran Semoga makalah ini bisa memberi pengetahuan yang mendalam kepada para mahasiswa khususnya pengetahuan mengenai Toksikologi Semoga makalah ini bisa dimanfaatkan dan dipergunakan dengan sebaik-baiknya.

21