tiroiditis hashimoto

19
Tiroiditis Hashimoto Christine Laurenza Sirait 102012038 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat e-mail: [email protected] Pendahuluan Tiroiditis merupakan istilah yang mencakup segolongan kelainan yang ditandai dengan adanya inflamasi tiroid. Termasuk di dalamnya keadaan yang timbul mendadak dengan disertai rasa sakit yang hebat pada tiroid. Tiroiditis dapat dibagi berdasar atas etiologi, patologi, atau penampilan klinisnya. Penampilan klinis dilihat dari perjalanan penyakit dan ada tidaknya rasa sakit pada tiroid. Berdasarkan penampilan klinis tersebut, maka tiroidis dibagi atas tiroiditis akut, subakut, dan kronis. Tiroiditis akut contohnya tiroiditis infeksiosa akut, tiroiditis karena radiasi, dan tiroiditis traumatika. Tiroiditis subakut dibagi menjadi yang disertai rasa sakit seperti tiroiditis de Quervain, sedangkan yang tidak disertai rasa sakit seperti tiroiditis limfositik subakut, post partum, dan oleh karena obat-obatan. Tiroiditis kronis meliputi tiroiditis Hashimoto, Riedel, dan infeksiosa kronis. Tiroiditis Hashimoto merupakan salah satu penyakit tiroid autoimun yang paling umum dan bersifat organ-specific. Ditemukan oleh Hakaru Hashimoto pada tahun 1912, dengan istilah lain struma limfomatosa. Disebut pula sebagai tiroiditis autoimun kronis dan merupakan penyebab utama hipotiroid di daerah yang iodiumnya cukup. Penyakit ini sering mengenai wanita berumur antara 30-50 tahun. Hampir semua pasien mempunyai titer antibodi tiroid yang tinggi, infiltrasi limfositik termasuk sel B dan T, dan apoptosis sel folikel tiroid. Penyebabnya sendiri diduga kombinasi dari faktor genetik dan lingkungan. 1-3 Tiroiditis Hashimoto ini ditandai oleh munculnya antibodi terhadap tiroglobulin dalam darah. Pada tahun 1956, Roitt dkk untuk pertama kalinya menemukan antibodi terhadap tirogobulin, yang bertindak sebagai autoantigen, dalam serum 1 | Page

Upload: christinelsi

Post on 02-Oct-2015

17 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

ambil saja sudah

TRANSCRIPT

Tiroiditis HashimotoChristine Laurenza Sirait102012038Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barate-mail: [email protected] merupakan istilah yang mencakup segolongan kelainan yang ditandai dengan adanya inflamasi tiroid. Termasuk di dalamnya keadaan yang timbul mendadak dengan disertai rasa sakit yang hebat pada tiroid. Tiroiditis dapat dibagi berdasar atas etiologi, patologi, atau penampilan klinisnya. Penampilan klinis dilihat dari perjalanan penyakit dan ada tidaknya rasa sakit pada tiroid. Berdasarkan penampilan klinis tersebut, maka tiroidis dibagi atas tiroiditis akut, subakut, dan kronis. Tiroiditis akut contohnya tiroiditis infeksiosa akut, tiroiditis karena radiasi, dan tiroiditis traumatika. Tiroiditis subakut dibagi menjadi yang disertai rasa sakit seperti tiroiditis de Quervain, sedangkan yang tidak disertai rasa sakit seperti tiroiditis limfositik subakut, post partum, dan oleh karena obat-obatan. Tiroiditis kronis meliputi tiroiditis Hashimoto, Riedel, dan infeksiosa kronis.

Tiroiditis Hashimoto merupakan salah satu penyakit tiroid autoimun yang paling umum dan bersifatorgan-specific.Ditemukan oleh Hakaru Hashimoto pada tahun 1912, dengan istilah lain struma limfomatosa.Disebut pula sebagai tiroiditis autoimun kronis dan merupakan penyebab utama hipotiroid di daerah yang iodiumnya cukup.Penyakit ini sering mengenai wanita berumur antara 30-50 tahun. Hampir semua pasien mempunyai titer antibodi tiroid yang tinggi, infiltrasi limfositik termasuk sel B dan T, dan apoptosis sel folikel tiroid. Penyebabnya sendiri diduga kombinasi dari faktor genetik dan lingkungan.1-3

Tiroiditis Hashimoto ini ditandai oleh munculnya antibodi terhadap tiroglobulin dalam darah.Pada tahun 1956, Roitt dkk untuk pertama kalinya menemukan antibodi terhadap tirogobulin, yang bertindak sebagai autoantigen, dalam serum penderita penyakit Hashimotosehingga terjadi inflamasi akibat autoimun. Perjalanan penyakitnya sendiri pada awalnya mungkin dapat terjadi hipertiroid oleh adanya proses inflamasi, tetapi kemudian kerusakan dan penurunan fungsi tiroid yang luas dapat menyebabkan hipotiroidisme. Kelenjar tiroidnya bisa membesar membentuk nodul goiter. Sekali mulai timbul hipotiroid maka gejala ini akan menetap sehingga diperlukan terapi hormon tiroid yang bertujuan mengatasi defisiensi tiroid serta memperkecil ukuran goiter.1,4,5

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini untuk membantu mahasiswa kedokteran untuk lebih memahami mengenai penyakit beserta manifestasi kliniknya untuk mengetahui perjalanan penyakit ini beserta penatalaksanaannya. Pembahasan akan dimulai dari Anamnesa kasus penyakit, Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan Penunjang, Diagnosa Banding maupun Diagnosa Kerja, Etiologi, Epidemologi, bentuk Manifestasi Klinik yang mungkin terjadi, Penatalaksanaan Medika Mentosa maupun Non-Medika Mentosa, Komplikasi, Serta Prognosa kejadian yang mungkin terjadi.

IsiSkenario 9Seorang wanita 34 tahun datang ke poliklinik RS UKRIDA karena merasa lemah dan mudah lelah selama 3 bulan terakhir, walaupun tidak melakukan aktivitas berat. Pasien juga mengeluh jumlah haidnya bertambah banyak, sering sulit BAB. Pasien juga mengatakan berar badannya bertambah 10kg dalam 6bulan terakhir. Teman sekerjanya juga memberitahukan lehernya tampak agak membesar. Tidak ada rasa sakit atau gangguan menelan dan gangguan suara.AnamnesisAnamnesa bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit pasien. Anamnesis bisa dilakukan pada pasien itu sendiri yang disebut Auto Anamnesa apabila pasien dalam kondisi sadar dan baik, bisa juga melalui keluarga terdekat atau orang yang bersama pasien selama ia sakit apabila pasien dalam kondisi tidak sadar atau kesulitan berbicara disebut dengan Allo Anamnesa.Dengan dilakukanya anamnesis maka 70% diagnosis dapat ditegakkan. Sedangkan sisanya lagi didapatkan dari hasil pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Hal yang perlu diperhatikan saat anamnesis antara lain:Dengan dilakukanya anamnesis maka 70% diagnosis dapat ditegakkan. Sedangkan sisanya lagi didapatkan dari hasil pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Hal yang perlu diperhatikan saat anamnesis antara lain:1. Keluhan utama merupakan keluhan yang dirasakan penderita sehingga mendorong ia untuk datang berobat dan memerlukan pertolongan serta menjelaskan tentang lamanya keluhan tersebut. Hal ini merupakan dasar untuk memulai evaluasi pasien.1. Riwayat pribadi merupakan segala hal yang menyangkut data diri pasien seperti nama, tanggal lahir, umur, alamat, suku, agama, dan pendidikan.1. Riwayat sosial mencakup keterangan mengenai pekerjaan, aktivitas, perkawinan, lingkungan tempat tinggal, dan lain-lain.1. Riwayat penyakit dahulu merupakan riwayat penyakit yang pernah di derita pasien pada masa lampau yang mungkin berhubungan dengan penyakit yang dialami sekarang. 1. Riwayat keluarga meliputi segala hal yang berhubungan dengan peranan herediter dan kontak antara anggota keluarga mengenai penyakit yang dialami.1. Pada riwayat penyakit sekarang dapat menanyakan mengenai: sejak kapan muncul gangguan atau gejala-gejala tersebut frekuensi serangan atau kualitas penyakit sifat serangan atau kuantitas penyakit lamanya penyakit tersebut diderita perjalanan penyakitnya, riwayat pengobatan sebelumnya lokasi sakitnya akibat yang timbul gejala-gejala yang berhubungan

Pemeriksaan FisikSebelum melakukan pemeriksaan fisik, pertama kali harus dilihat keadaan umum, kesadaran dan melihat tanda-tanda vital (TTV) meliputi tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu. Pemeriksaan pada mata dan lidah juga dapat dilakukan.6

InspeksiAmati didaerah leher, apakah leher tampak membesar, simetris atau tidak. Meminta pasien untuk menengadahkan kepala sedikit ke belakang dengan sedikit pencahayaan tangensial yang diarahkan ke bawah dari ujung dagu pasien, dilakukan inspeksi pada daerah di bawah kartilago krikoid untuk mencari kelenjar tiroid. Mintalah pasien untuk minum sedikit air dan mengekstensikan kembali lehernya. Amati gerakan kelenjar tiroid ke atas dengan memperhartikan kontur dan kesimetrisannya. Kartilago tiroid, kartilago krikoid, dan kelenjar tiroid akan bergerak naik ketika pasien menelan dan kembali turun ke tempat asalnya. Dengan gerakan menelan, batas bawah kelenjar tioid yang membesar akan meninggi (naik) dan terlihat kurang simetris.6

Palpasilakukan palpasi pada daerah tonjolan kartilago tiroid dan kartilago krikoid di bawahnya. Temukan istmus tiroid yang biasanya terletak di atas cincin trakea ke 2, 3, dan 4. Langkah-langkah palpasi kelenjar tiroid:1. Meminta pasien ntuk memfleksikan lehernya sedikit ke depan agar m.sternomastoideus relaksasi2. Letakkan jari-jari kedua tangan di leher pasien sehingga jari telunjuk berada tepat di bawah kartilago krokoid.3. Meminta pasien untuk minum dan menelan seperti sebelumnya. Palpasi untuk merasakan gerakan istmus troid ke atas di bawah permukaan ventral jari-jari tangan.4. Geser trakea ke kanan dengan jari tangan kiri, kemudian dengan jari tangan kanan, palpasi ke arah lateral untuk menemukan lobus kanan tiroid yang terletak dalam ruangan di antara trakea yang digeser ke kanan dan otot sternomastoideus yang dalam kedaan relaksasi. Temukan margo lateralis kelenjar tiroid. Lakukan pula pada lobus kiri.5. Perhatikan ukuran, bentuk dan konsistensi kelanjar tiroid, serta nyeri tekan dan nodulus.

AuskultasiJika kelenjar tiroid membesar, lakukan auskultasi dengan stetoskop pada kedua lobus lateralis untuk mendengarkan bruit, bunyi yang serupa dengan bising jantung tapi bukan berasal dari jantung.

Pada pemeriksaan fisik tiroiditis Hashimoto yang dapat ditemukan: 8 Wajah bengkak dan edema periorbital khas facies hipotiroid Dingin, kulit kering yang mungkin kasar dan bersisik, kulit tampak kuning Edema nonpitting perifer tangan dan kaki Kuku rapuh dan menebal Rambut rontok Bradikardia Kenaikan tekanan darah berupa hipertensi diastolic Kelenjar tiroid biasanya membesar, tegas dan kenyal tanpa nyeri tekan atau bruit Makroglosia Sindrom Carpal Tunnel mononeuropati Suara serak dan berbicara lambat

Pemeriksaan PenunjangSelain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, untuk menegakkan diagnosis dapat dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang, seperti:Laboratorium1 TSH (thyroid stimulating hormone) serum meningkat. Kadarnya meningkat >5 mU/L pada hipotiroid primer. Penggunaan TSH terutama untuk membedakan hipotiroid primer dari sekunder dan akan memberikan gambaran paling jelas apabila disertakan juga fT4 (free thyroxine). Kadar normal: 0,45-4,5 mU/L. fT4 (free thyroxine) mengukur kadar T4 bebas yang bersirkulasi dalam darah. fT4 merupakan indikator yang lebih baik untuk menilai fungsi tiroid dibandingkan T4 total karena T4 total dipengaruhi oleh kadar TBG (thyroid-binding globulin) dan albumin. Kadar normal: 0,8-2,7 ng/dL. T3 (triiodothyronine). Pengukuran T3 kurang bermanfaat untuk mendiagnosis hipotiroidisme. Selain itu, nilai T3 mungkin rendah sampai dengan 70% pada pasien rawat inap tanpa hipotiroidimse atau penyakit tiroid. Autoantibodi tiroid. Peningkatan anti-TPO (tiroid peroksidase) dan titer antibodi anti-Tg (antitriglobulin) merupakan karakteristik dari hipotiroidisme yang berkaitan dengan tiroiditis Hashimoto. Peningkatan kolesterol serum, trigliserida, laktak dehydrogenase, alanine aminotransferase, aspartate aminotransferase, dan ikatan MM dari keratin kinase. Penurunan hemoglobin/hematocrit, hiponatremia.

Ultrasonografi Ultrasonografi tiroid biasanya tidak diperlukan untuk mendiagnosis suatu kondisi tapi untuk menentukan ukuran, echotekstur, dan yang paling penting melihat nodul tiroid. Ultrasonografi dapat mengkonfirmasi adanya nodul tiroid dan mendefinisikan apakah nodul itu padat atau kistik, serta dapat digunakan untuk mengidentifikasi nodul keganasan. Pada umumnya, ultrasonografi berguna dalam memfasilitasi aspirasi jarum halus. Diagnosis pasti tiroid jinak atau ganas dapat dipastikan hanya dengan sitologi atau pemeriksaan histologis jaringan tiroid.

Pemeriksaan histopatologiTiroid sering kali membesar secara difus atau bisa juga lokal. Pada pemeriksaan makroskopik, permukaan tampak pucat, kuning kecoklatan, padat, dan agak nodular. Pemeriksaan mikroskopik memperlihatkan infiltrat ekstensif parenkim oleh infiltrat inflmatorik mononukleus yang mengandung limfosit kecil, sel plasma, dan sentrum germinativum yang terbentuk dengan sempurna. Folikel tiroid atrofik dan di banyak tempat dilapisi oleh sel epitel yang dibedakan oleh adanya sitoplasma granular eosinofilik yang disebut sel Hurtle. Ini adalah suatu respons metaplastik epitel folikel normal yang berbentuk kuboid rendah terhadap cedera yang terus berlangsung. Pada biopsi aspirasi jarum halus, adanya sel Hurtle yang disertai oleh populasi heterogen limfosit merupakan ciri khas tiroiditis Hashimoto.

Pada tiroiditis Hashimoto klasik, jaringan ikat interstisium meningkat dan mungkin dominan.. varian fibrosa ditandai oleh atrofi folikel tiroid yang parah dan fibrosis padat mirip keloid dengan pita-pita kolagen lebar mengisi jaringan tiroid sisanya. Tidak seperti tiroiditis Reidel, fibrosis tidak meluas melebihi kapsul kelenjar. Parenkim tiroid yang tersisa memperlihatkan gambaran tiroiditis limfositik kronik.2

Defferential DiagnosisTiroiditis karena pengaruh obat

Tiroiditis bisa juga terjadi akibat daripada pengaruh obat-obatan. Terapi iodin kronis bisa menyebabkan terjadinya tiroiditis dengan adanya hyperplasia dari pada sel-sel folikel dari kelenjar tiroid. Seperti pada terapi litium yang bisamenyebabkan terjadinya goiterdengan atau tanpa disertai hipotiroidisme. Obat-obatan antikonvulsan seperti phenytoin dan carbamazepine juga bisa menyebabkan timbulnya gejala-gejala hipotiroidisme. Pada 1-5% kasus pasien dengan hepatitis kronis atau pasien yang menghidap kanker yang mana sudah dirawat dengan menggunakan interferon alpha akan menyebabkan terjadinya gejala tiroiditis tanpa rasa sakit. Terdapat juga beberapa penelitian yang mengatakan bahwa, pengaruh dari penggunaan interleukin-2 pada pasien-pasien dengan melanoma malignant, kanker sel renal, dan juga leukimia jugabisa menyebabkan terjadinya gejala hipertiroidisme dan hipotiroidisme. Obat antiaritmia seperti amiodarone mengandungi 35% iodin dan bisa menyebabkanterjadi disfungsi tiroid. Tirotoksik krisis adalah akibat yang biasanya ditemukanpada pengguna obat amiodarone kerana kandungan iodin didalamnya yangcukup tinggi ( biasanya terjadi pada pasien yang sudah memang ada penyakit gondok sebelumnya). Di samping itu amiodarone juga bisa menyebabkan terjad ihipotiroidisme akibat dari reaksi antitiroid pada iodin, biasanya pada pasienyang sudah ada riwayat penyakit tiroid sebelumnya. Amiodarone akan menghambat konversi T4 menjadi T3.1 Endemic GoiterGoiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. Dampak goiter terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Goiter dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia.1,2Penatalaksanaan dan terapi dari endemic goiter selanjutnya tergantung pada hasil pemeriksaan penunjang yang dilakukan. Terapi tersebut dapat meliputi pembedahan ataupun terapi dengan pemberian hormone. Pembedahan yang dilakukan berupa labectomy baik itu total ataupun sebagian. Terapi homon yang diberikan berupa hormone tiroksin (T4). Working DiagnosisTiroiditis berasal dari kata tiroid yaitu kelenjar tiroid, dan itis yang menandakan adanya proses peradangan dengan beragam penyebab. Tiroiditis Hashimoto termasuk dalam penyakit tiroid yang disebabkan autoimun (Autoimmune Thyroid Disease = AITD; Penyakit Tiroid Autoimun = PTAI), yang dicirikan dengan adanya kelenjar tiroid yang keras, membesar difus, dan tidak nyeri. Penyakit ini sering disebut sebagai tiroiditis autoimun kronis, merupakan penyebab utama hipotiroid didaerah yang iodiumnya cukup. Karakter klinisnya berupa kegagalan tiroid yang terjadi pelan-pelan, adanya struma atau kedua-duanya yang terjadi akibat kerusakan tiroid yang memperantarai autoimun. Hampir semua pasien mempunyai titer antibodi tiroid yang tinggi, infiltrasi limfositik termasuk sel B dan T, dan apoptosis sel folikel tiroid.9Perjalanan penyakit tiroiditis Hashimoto ini pada awalnya mungkin dapat terjadi hipertiroid oleh karena adanya proses inflamasi, tetapi kemudian akan diikutin penurunan fungsi tiroid yang terjadi pelan-pelan. Sekali mulai timbul gejala hipotiroid maka gejala ini akan menetap.9Gambaran PA-nya berupa infiltrasi limfosit yang profus, lympoid germinal centers dan dekstruksi sel-sel folikel tiroid. Fibrosis dan area hiperplasi sel follikuler (oleh karena TSH meningkat) terlihat pada tiroiditis Hashimoto yang berat.9Ada 4 antigen yang berperan pada tiroiditis Hashimoto yaitu tiroglobulin, tiroid peroksidase, reseptor TSH dan sodium iodine symporter. Hampir semua pasien tiroiditis Hashimoto mempunyai antibodi terhadap tiroglobulin dan TPO dengan konsentrasi yang tinggi. Pada penyakit tiroid yang lain dan pada orang normal kadang-kadang didapatkan juga antibodi ini tetapi dengan kadar yang lebih rendah. Antibodi terhadap reseptor TSH dapat bersifat stimulasi atau memblok reseptor TSH.9EtiologiPenyebab tiroiditis hashimoto diduga kombinasi dari faktor genetik dan lingkungan. Suseptibilitas gene yang dikenal dengan HLA dan CTLA-4. Mekanisme imunopatogenetik terjadi karena adanya ekspresi HLA antigen sel tiroid yang menyebabkan presentasi langsusng dari antigen tiroid pada sistem imun. Adanya hubungan familial dengan penyakit Graves dan penyakit Graves sering terlibat pada tiroiditis Hashimoto atau sebaliknya menunjukan bahwa keedua penyakit tersebut patofisiologinya sangat erat, walaupun manifestasi kliniknya berbeda. Ada 2 bentuk tiroiditis Hashimoto yaitu bentuk goitrous (90%) dimana terjadi pembesaran kelenjar tiroid dan bentuk atrofi (10%) dimana kelenjar tiroid mengecil. Tiroid Hashimoto umumnya terdapat pada wanita dengan rasio wanita : laki-laki 7:1 bentuk varian tiroiditis Hashimoto termasuk subcute lympocytic painless thyroiditis dan postpartum tiroiditis.9EpidemiologiTiroiditis Hashimoto merupakan penyakit autoimun spesifik yang sering terjadi. 1 Di Amerika suatu studi menemukan bahwa secara klinis penyakit ini terjadi pada 1 dari 182 orang Amerika atau sekitar 0,55% .sementara di United Kingdom (UK) bahwa prevalensi dari HT adalah sekitar 0,8%. Namun demikian prevalensi HT meningkat prevalensinya menjadi 13,45 ketika dilakukan Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB). Pada umunya Tiroiditis Hashimoto menyebabkan terjadinya Hipotiroid pada penderita.1 Dalam suatu studi epidemiologi di Amerika ditemukan bahwa Tiroiditis Hashimoto lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria, dan diantara wanita Tiroiditis Hashimoto lebih sering terjadi pada wanita yang berusia tua. Diakatakan juga bahwa angka kejadian Tiroditis Hashimoto pada populasi umunya adalah 2%. Dalam studi ini dikatakan bahwa Tiroiditis hasimoto menyebabkan hipotiroid spontan pada penderita. Hipotiroid spontan terjadi pada 1,5% wanita sementara pada pria hanya 0,1%. Menurut data yang diperoleh, resiko terjadinya hipotiroid adalah 4 kali lebih besar pada wanita berumur 60-70 tahun daripada 40-50 tahun10PatofisiologiPatogenesis dari Tiroiditis Hashimoto sendiri amatlah kompleks, merupakan suatu perjalanan penyakit yang multiproses, melibatkan adanya gangguan pada genetik serta gangguan pada lingkungan yang membawa perkembangan penyakit. Pada suatu studi menggunakan hewan yang sebelumnya telah diketahui memilkiki kelainan genetik didapati bahwa perjalanan penyakit tiroiditis dikarenakan adanya kegagalan toleransi sistem imun yang dihasilkan oleh tubuh dan ekspansi autoreaktif dari limfosit yang dihasilkan oleh tubuh.11Sel-sel antibodi yang dihasilkan oleh tubuh ini kemudian menginfiltrasi kelenjar tiroid. Peradangan dan infiltrasi pada kelenjar tiroid ini sendiri dapat terjadi oleh karena adanya rangsangan dari lingkungan seperti tercukupi tidaknya kebutuhan yodium sebagai bahan baku pembentukan tiroid, adanya infeksi bakteri yang membentuk toksin dan mendorong terbentuknya antibodi, infeksi virus dan lain-lain yang memaksa tirosit untuk menghasilkan tiroid-spesifik protein. Protein ini bertindak sebagai sumber antigenik spesifik terhadap diri sendiri yang kemudian menjadi antigen-presenting cells (APC) pada permukaan. Sel ini kemudian yang menangkap antigen spesifik dan berjalan ke organ atau kelenjar limfatik yang kemudian bertemu dengan autoreaktif T-sel (sel yang bertahan akibat diregulasi atau kegagalan toleransi sistem imun) dan B-sel merangsang dihasilkannya autoantibodi pada tiroid. Pada langkah selanjutnya antigen memproduksi limfosit B, sitotoksik sel T dan makrofag yang meninvasi dan terakumulasi dalam kelenjar tiroid yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan gandaan atoreaktif sel T, sel B, dan antibodi lain yang menyebabkan deplesi dari tirosit lewat pembentukan sitokin, apoptosis, sitotoksisitas yang mengarah pada terjadinya hipotiroid dan Tiroiditis hashimoto.11

Faktor genetik5Gen yg terlibat dalam patogenesis PTAI adalah gen yang mengatur respon imun sepertimajor histocompatibility complex (MHC), reseptor sel T, serta antibodi, dan gen yang mengkode (encoding) autoantigen sasaran seperti tiroglobulin, TPO (thyroid peroxidase), transporter iodium, TSHR (TSH Receptor). Dari sekian banyak gen kandidat, saat ini baru enam gen yang dapat diidentifikasi, yaitu CTLA-4 (Cytotoxic T Lymphocyte Antigen-4), CD4, HLA-DR,protein tyrosine phosphatase-22, tiroglobulin, dan TSHR.

Cytotoxic T lymphocyte antigen-4 (CTLA-4) merupakan molekul kostimulator yang terlibat dalam interaksi sel T denganAntigen Presenting Cells(APC). APC akan mengaktivasi sel T dengan mempresentasikan peptide antigen yang terikat protein HLA kelas II pada permukaan reseptor sel T. Sinyal kostimulator berasal dari beberapa protein yang diekspresikan pada PC (seperti B7-1, B7-2, B7h, CD4), dan berinteraksi dengan reseptor (CD28, CTLA-4, dan CD40L) pada permukaan limfosit T CD4+ pada waktu presentasi antigen (2).

CTLA-4 dan CD40 merupakan molekul kostimulator non-spesifik, yang dapat meningkatkan suseptibilitas terhadap PTAI dan proses autoimun lain. CTLA-4 berasosiasi dan terkait dengan berbagai bentuk PTAI (tiroiditis Hashimoto, penyakit Graves, dan pembentukan antibodi antitiroid), dan dengan penyakit autoimun lain seperti diabetes tipe 1, penyakit Addison, dan myasthenia gravis.

Faktor Lingkungan5Beberapa faktor lingkungan telah dapat diidentifikasi berperan sebagai penyebab penyakit tiroid autoimun, diantaranya berat badan lahir rendah, kelebihan dan kekurangan iodium, defisiensi selenium, paritas, penggunaan obat kontrasepsi oral, jarak waktu reproduksi, mikrochimerisme fetal, stres, variasi musim, alergi, rokok, kerusakan kelenjar tiroid akibat radiasi, serta infeksi virus dan bakteri. Di samping itu penggunaan obat-obat seperti lithium, interferon-, amiodarone dan Campath-1H, juga meningkatkan risiko autoimunitas tiroid.

Kekurangan makanan selama kehamilan dapat menyebabkan intoleransi glukosa pada kehidupan dewasa, serta rendahnya berat thymus dan limpa mengakibatkan menurunnya sel T supresor. Mungkin ada faktor intrauterin tertentu yang menghambat pertumbuhan janin, yang merupakan faktor risiko lingkungan pertama yang terpapar pada janin untuk terjadinya PTAI di kemudian hari .

Asupan iodium mempengaruhi prevalensi hipotiroid dan hipertiroid. Hipotiroid lebih sering ditemukan di daerah cukup iodium dibandingkan dengan daerah kurang iodium, dan prevalensi tirotoksikosis lebih tinggi di daerah kurang iodium. Hipertiroidi Graves lebih sering ditemukan di daerah cukup iodium dan antibodi anti-TPO sebagai petanda ancaman kegagalan tiroid lebih sering ditemukan di daerah kurang iodium. Asupan iodium berlebihan dapat menyebabkan disfungsi tiroid pada penderita yang mempunyai latar belakang penyakit tiroiditis autoimun.

Stress mempengaruhi sistem imun melalui jaringan neuroendokrin. Saat stress sumbu hypothalamic-pituitaryadrenal (HPA) akan diaktivasi, menimbulkan efek imunosupresif. Stress dan kortikosteroid mempunyai pengaruh berbeda terhadap sel-sel Th1 dan Th2, mengarahkan sistem imun menjadi respons Th2, yang akan menekan imunitas seluler dan memfasilitasi keberadaan virus tertentu (seperti Coxsackie B), sedangkan imunitas humoral meningkat. Inilah yang dapat menjelaskan mengapa penyakit autoimun tertentu seringkali didahului oleh stress, dan salah satu contohnya adalah penyakit Graves. Belum diketahui apakah penyakit Hashimoto juga terkait dengan faktorstress.Faktor infeksi baik virus maupun bakteri juga berperan dalam patogenesis PTAI. Ada tiga kemungkinan mekanisme agen infeksi bertindak sebagai faktor pencetus PTAI seperti:.a.Mimikri molekuler antara epitop antigenik dengan reseptor TSH;b.Induksi molekul MHC kelas IIc.Molekul superantigen yang dibentuk oleh agen infeksi menginduksi sel T

Rokok, selain merupakan faktor risiko penyakit jantung dan kanker paru, juga mempengaruhi sistem imun. Merokok akan menginduksi aktivasi poliklonal sel B dan T, meningkatkan produksi Interleukin-2 (IL-2), dan juga menstimulasi sumbu HPA. Merokok akan meningkatkan risiko kekambuhan penyakit Graves serta eksaserbasi oftalmopatia setelah pengobatan dengan iodium radioaktif.

Autoantigen dan autoantibodi tiroid5Penyakit tiroid autoimun (PTAI) menyebabkan kerusakan seluler dan perubahan fungsi tiroid melalui mekanisme imun humoral dan seluler. Kerusakan seluler terjadi saat limfosit T yang tersensitisasi (sensitized) dan/atau autoantibodi berikatan dengan membran sel, menyebabkan lisis sel dan reaksi inflamasi. Perubahan fungsi tiroid terjadi karena kerja autoantibodi yang bersifatstimulatorataublockingpada reseptor di membran sel. Ada tiga autoantigen spesifik yang dominan pada PTAI yaituthyroid peroxidase(TPO), tiroglobulin, danthyrotropin receptor(TSHR). TPO, yang dulu disebut sebagai thyroid microsomal antigen, merupakan enzim utama yang berperan dalam hormogenesis tiroid.Masih belum jelas apakah autoantibodi TPO atauTPO-specific T cellsmerupakan penyebab utama inflamasi tiroid. Antibodi anti-TPO tidak menghambat aktivitas enzimatik TPO, oleh karena itu bila antibodi tersebut berperan pada inflamasi tiroid, hanya sebatas sebagai petanda(marker)penyakit dan tidak berperan langsung dalam terjadinya hipotiroid. Di lain pihak beberapa studi menduga antibodi anti-TPO mungkin bersifat sitotoksik terhadap tiroid; antibodi anti-TPO terlibat dalam proses destruksi jaringan yang menyertai hipotiroid pada tiroiditis Hashimoto dan tiroiditis atrofik.

Berdasarkan fungsinya antibodi TSHR dikelompokkan menjadi:11a.Thyroid Stimulating Immunoglobulin (TSI),meningkatkan sintesis hormon tiroid;b.TSI-blocking immunoglobulin, menghambat TSI (atau TSH) dalam merangsang sintesis hormon tiroid;c.Thyroid Growth Immunoglobulin (TGI),terutama merangsang pertumbuhan sel folikel;d.TGI blocking immunoglobulin, menghalangi TGI (atau TSH) merangsang pertumbuhan seluler (misalnya pada miksedema).Aktivitas berbagai antibodi TSHR tersebut dapat menjelaskan terjadinya diskrepansi antara besar/ volume kelenjar tiroid dengan fungsinya; ada penderita dengan kelenjar tiroid besar tetapi fungsinya normal atau rendah, atau sebaliknya.Antibodi lain yang juga dapat ditemukan adalah antibodi terhadap koloid kedua (second colloid antigen), antibodi terhadap permukaan sel selain reseptor TSH, antibodi terhadap hormon tiroid T3 dan T4, serta antibodi terhadap antigen membran otot mata (disebut sebagaiophthalmic immunoglobulin).Dapat terjadi fluktuasi fungsi tiroid berupa konversi dari hiper- menjadi hipo-tiroidi, keadaan yang disebutmetamorphic thyroid autoimmunity.Contohnya konversi menjadi hipertiroid Graves pada penderita yang sebelumnya menderita hipotiroid karena penyakit Hashimoto, dan konversi dari tirotoksikosis menjadi eutiroid secara spontan pada penderita Graves; beberapa mekanisme mungkin berperan.

Mekanisme apoptosis5Terdapat bukti-bukti yang menunjukkan bahwa apoptosis berperan dalam PTAI tiroiditis Hashimoto dan penyakit Graves. Defek pada CD4(+), CD25(+) Tregulatory cellsakan merusak(breaks) toleransihostdan menginduksi produksi abnormal sitokin yang akan menfasilitasi apoptosis. Terdapat perbedaan mekanisme yang memediasi proses apoptosis pada HT dan GD, yaitu pada HT akan terjadi destruksi tirosit sedangkan apoptosis pada GD akan mengakibatkan kerusakanthyroid infiltrating lymphocytes. Perbedaan mekanisme apoptotik tersebut akan mengakibatkan dua bentuk respons autotimun berbeda yang akhirnya akan menimbulkan manifestasi tiroiditis Hashimoto dan penyakit Graves.11

Gejala KlinisGambaran klinis yang ditimbulkan oleh tiroiditis Hashimoto berupa pembesaran tiroid yang tidak nyeri, biasanya sedikit banyak disertai dengan hipotiroidisme, pada wanita usia pertengahan. Pembesaran kelenjar biasanya simetris dan difus tapi pada beberapa keadaan dapat lokal sehingga menimbulkan kecurigaan adanya neoplasma.2 Beberapa gejala yang dapat ditimbulkan antara lain: Hipotermia sering terjadi dan pasien mengeluh intoleransi terhadap dingin. Penurunan laju metabolik basal dapat menyebabkan peningkatan berat badan meskipun asupan makanan berkurang. Perlambatan proses berpikir, mudah lupa, berkurangnya pendengaran dan ataksia dapat terjadi karena hormone tiroid dibutuhkan untuk perkembangan normal sistem saraf. Hilangnya reflex tendon dalam dan fase relaksasi melambat. Parestesia sering dijumpai yang umumnya disebabkan oleh neuropati tekanan akibat akumulasi miksedema (Carpal dan Tarsal Tunnel Syndrome) Lemah, kram dan kekakuan otot karena kadar kreatinin serum dapat meningkat. Mungin berhubungan dengan gangguan reversible pada mitokondria yang dependen hormon. Bradikardia, gambaran kardiomiopati, peningkatan penebalan septum antarventrikel dan dinding ventrikel, penurunan gerakan dinding regional, dan penurunan fungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik karena pengendapan berlebih mukopolisakarida di interstitium antara seerat-serat miokardium sehingga terjadi degenerasi serat, penurunan kontraktilitas, penurunan curah jantung, pembesaran jantung dan gagal jantung kongestif. Penurunan respon ventilatorik terhadap hiperkapnia dan hipoksia. Terjadi peningkatan insidens sleep apnea , kadang-kadang memperlihatkan miopati otot-otot pernapasan atas Kadar koleterol dan trigliserida serum meningkat karena penurunan lipoprotein lipase dan penurunan pembentukan reseptor LDL hati. Anemia normokrom normositik dapat terjadi akibat penurunan eritropoiesis. Anemia makrositik sedang juga dapat terjadi akibat penurunan penyerapan sianokobalamin (vitamin B12) dari usus dan penurunan metabolisme sumsusm tulang. Konstipasi mencerminkan penurunan motilitas saluran cerna. Kulit tampak kering dan dingin karena terjadi penumpukan protein, polisakarida, asam kondroitin sulfat, dan asam hialuronat yang mendorong retensi natrium dan air serta menimbulkan pembengkakan kulit khas yang difus dan nonpitting (miksedema) Suara serak karena akumulasi mukopolisakarida di laring. Rambut rapuh dan suram, kadang rontok terutama di kulit kepala dan alis lateral. Karotenemia sehingga kulit berwarna kuning-jingga karena hormone tiroid yang diperlukan untuk perubahan karoten menjadi vitamin A berkurang. Menoragia akibat siklus anovulatorik, namun bisa juga haid sedikit atau lenyap karena berkurangnya sekresi gonadotropin. Penurunan aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus sehingga terjadi penurunan kemampuan tubuh untuk mengeluarkan beban air menyebabkan hiponatremia. Koma miksedema dapat terjadi bila hipotiroidisme berat kronik yang tidak di obati.1

KomplikasiKomplikasi utama tiroiditis hashimoto adalah Hipertiroidisme Progresif. Bila masa tiroid membesar, sementara menerima dosis tirokdsin maksimal yang dapat di toleransi maka dapat dicurigai sebagai kanker tiroid dan arena hipotiroidisme dapat menimbulkan miksedema.11

PenatalaksanaanPengobatan pilihan untuk thyroiditis Hashimoto adalah dengan penggantian hormon. Drug of choicenya ialah levothyroxine sodium, yang biasanya diberikan untuk seumur hidup. Jika tidak ada residual dari fungsi thyroid maka pemberian levothyroxine dosisnya ialah 1,5g/kg berat badan (biasanya 100-150 g). Pada banyak pasien, cukup diberikan dosis kecil hingga jaringan residual tiroid hancur. Pada usia usia