tionghoa indonesia

12
Tionghoa-Indonesia Tionghoa-Indonesia adalah salah satu etnis di Indonesia yang asal usul mereka dari Tiongkok. Biasanya mere- ka menyebut dirinya dengan istilah Tenglang (Hokkien), Tengnang (Tiochiu), atau Thongnyin (Hakka). Dalam bahasa Mandarin mereka disebut Tangren (Hanzi: , “orang Tang”) atau lazim disebut Huaren (Hanzi Tra- disional: ; Hanzi Sederhana : ) . Disebut Ta- ngren dikarenakan sesuai dengan kenyataan bahwa orang Tionghoa-Indonesia mayoritas berasal dari Cina selatan yang menyebut diri mereka sebagai orang Tang, sementa- ra orang Cina utara menyebut diri mereka sebagai orang Han (Hanzi: , Hanyu Pinyin: Hanren, “orang Han”). Leluhur orang Tionghoa-Indonesia berimigrasi secara bergelombang sejak ribuan tahun yang lalu melalui ke- giatan perniagaan. Peran mereka beberapa kali muncul dalam sejarah Indonesia, bahkan sebelum Republik In- donesia dideklarasikan dan terbentuk. Catatan-catatan dari Cina menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Tiongkok. Faktor inilah yang kemudi- an menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang ma- upun manusia dari Cina ke Nusantara dan sebaliknya. Setelah negara Indonesia merdeka, orang Tionghoa yang berkewarganegaraan Indonesia digolongkan sebagai salah satu suku dalam lingkup nasional Indonesia, sesuai Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. [4] 1 Asal kata Tionghoa atau tionghwa, adalah istilah yang dibuat sen- diri oleh orang keturunan Cina di Indonesia, yang berasal dari kata zhonghua dalam Bahasa Mandarin. Zhonghua dalam dialek Hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa. Wacana Cung Hwa setidaknya sudah dimulai sejak tahun 1880, yaitu adanya keinginan dari orang-orang di Tiong- kok untuk terbebas dari kekuasaan dinasti kerajaan dan membentuk suatu negara yang lebih demokratis dan ku- at. Wacana ini sampai terdengar oleh orang asal Tiong- kok yang bermukim di Hindia Belanda yang ketika itu dinamakan Orang Cina. Sekelompok orang asal Tiongkok yang anak-anaknya la- hir di Hindia Belanda, merasa perlu mempelajari ke- budayaan dan bahasanya. Pada tahun 1900, mereka mendirikan sekolah di Hindia Belanda, di bawah naung- an suatu badan yang dinamakan extquotedblTjung Hwa Hwei Kwan extquotedbl, yang bila lafalnya diindonesi- Kata Tionghwa telah digunakan dalam surat setia kepada tenta- ra Nippon ini. akan menjadi Tiong Hoa Hwe Kwan (THHK). THHK dalam perjalanannya bukan saja memberikan pendidik- an bahasa dan kebudayaan Cina, tapi juga menumbuhk- an rasa persatuan orang-orang Tionghoa di Hindia Be- landa, seiring dengan perubahan istilah “Cina” menjadi extquotedblTionghoa extquotedbl di Hindia Belanda. 2 Populasi di Indonesia Berdasarkan Volkstelling (sensus) pada masa Hindia Be- landa, populasi Tionghoa-Indonesia mencapai 1.233.000 (2,03%) dari penduduk Indonesia pada tahun 1930. [5] Ti- dak ada data resmi mengenai jumlah populasi Tionghoa di Indonesia dikeluarkan pemerintah sejak Indonesia me- rdeka. Namun ahli antropologi Amerika, G.W. Skinner, dalam risetnya pernah memperkirakan populasi masya- rakat Tionghoa di Indonesia mencapai 2.505.000 (2,5%) pada tahun 1961. [6] 1

Upload: faisal-nasution

Post on 26-Dec-2015

63 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

budaya china di indonesia

TRANSCRIPT

Page 1: Tionghoa Indonesia

Tionghoa-Indonesia

Tionghoa-Indonesia adalah salah satu etnis di Indonesiayang asal usul mereka dari Tiongkok. Biasanya mere-ka menyebut dirinya dengan istilah Tenglang (Hokkien),Tengnang (Tiochiu), atau Thongnyin (Hakka). Dalambahasa Mandarin mereka disebut Tangren (Hanzi: ,“orang Tang”) atau lazim disebut Huaren (Hanzi Tra-disional: ; Hanzi Sederhana : ) . Disebut Ta-ngren dikarenakan sesuai dengan kenyataan bahwa orangTionghoa-Indonesia mayoritas berasal dari Cina selatanyang menyebut diri mereka sebagai orang Tang, sementa-ra orang Cina utara menyebut diri mereka sebagai orangHan (Hanzi: , Hanyu Pinyin: Hanren, “orang Han”).Leluhur orang Tionghoa-Indonesia berimigrasi secarabergelombang sejak ribuan tahun yang lalu melalui ke-giatan perniagaan. Peran mereka beberapa kali munculdalam sejarah Indonesia, bahkan sebelum Republik In-donesia dideklarasikan dan terbentuk. Catatan-catatandari Cina menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuno diNusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinastiyang berkuasa di Tiongkok. Faktor inilah yang kemudi-an menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang ma-upun manusia dari Cina ke Nusantara dan sebaliknya.Setelah negara Indonesia merdeka, orang Tionghoa yangberkewarganegaraan Indonesia digolongkan sebagai salahsatu suku dalam lingkup nasional Indonesia, sesuai Pasal2 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang KewarganegaraanRepublik Indonesia.[4]

1 Asal kata

Tionghoa atau tionghwa, adalah istilah yang dibuat sen-diri oleh orang keturunan Cina di Indonesia, yang berasaldari kata zhonghua dalam Bahasa Mandarin. Zhonghuadalam dialek Hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa.Wacana Cung Hwa setidaknya sudah dimulai sejak tahun1880, yaitu adanya keinginan dari orang-orang di Tiong-kok untuk terbebas dari kekuasaan dinasti kerajaan danmembentuk suatu negara yang lebih demokratis dan ku-at. Wacana ini sampai terdengar oleh orang asal Tiong-kok yang bermukim di Hindia Belanda yang ketika itudinamakan Orang Cina.Sekelompok orang asal Tiongkok yang anak-anaknya la-hir di Hindia Belanda, merasa perlu mempelajari ke-budayaan dan bahasanya. Pada tahun 1900, merekamendirikan sekolah di Hindia Belanda, di bawah naung-an suatu badan yang dinamakan extquotedblTjung HwaHwei Kwan extquotedbl, yang bila lafalnya diindonesi-

Kata Tionghwa telah digunakan dalam surat setia kepada tenta-ra Nippon ini.

akan menjadi Tiong Hoa Hwe Kwan (THHK). THHKdalam perjalanannya bukan saja memberikan pendidik-an bahasa dan kebudayaan Cina, tapi juga menumbuhk-an rasa persatuan orang-orang Tionghoa di Hindia Be-landa, seiring dengan perubahan istilah “Cina” menjadiextquotedblTionghoa extquotedbl di Hindia Belanda.

2 Populasi di Indonesia

Berdasarkan Volkstelling (sensus) pada masa Hindia Be-landa, populasi Tionghoa-Indonesia mencapai 1.233.000(2,03%) dari penduduk Indonesia pada tahun 1930.[5] Ti-dak ada data resmi mengenai jumlah populasi Tionghoadi Indonesia dikeluarkan pemerintah sejak Indonesia me-rdeka. Namun ahli antropologi Amerika, G.W. Skinner,dalam risetnya pernah memperkirakan populasi masya-rakat Tionghoa di Indonesia mencapai 2.505.000 (2,5%)pada tahun 1961.[6]

1

Page 2: Tionghoa Indonesia

2 5 SEJARAH

Dalam sensus penduduk pada tahun 2000, ketika untukpertama kalinya responden sensus ditanyai mengenai asaletnis mereka, hanya 1% dari jumlah keseluruhan po-pulasi Indonesia mengaku sebagai Tionghoa. Perkiraankasar yang dipercaya mengenai jumlah suku Tionghoa-Indonesia saat ini ialah berada di antara kisaran 4% - 5%dari seluruh jumlah populasi Indonesia.[7]

3 Daerah asal di Tiongkok

Foto tahun 1967 keluarga Tionghoa-Indonesia dari ProvinsiHubei, generasi kedua dan ketiga

Ramainya interaksi perdagangan di daerah pesisir teng-gara Cina, menyebabkan banyak sekali orang-orang yangjuga merasa perlu keluar berlayar untuk berdagang. Tu-juan utama saat itu adalah Asia Tenggara. Karena pe-layaran sangat tergantung pada angin musim, maka seti-ap tahunnya para pedagang akan bermukim di wilayah-wilayah Asia Tenggara yang disinggahi mereka. Demi-kian seterusnya ada pedagang yang memutuskan untukmenetap dan menikahi wanita setempat, ada pula peda-gang yang pulang ke Tiongkok untuk terus berdagang.Orang-orang Tionghoa di Indonesia, umumnya berasaldari tenggara Cina. Mereka termasuk suku-suku:

• Hakka

• Hainan

• Hokkien

• Kantonis

• Hokchia

• Tiochiu

Daerah asal yang terkonsentrasi di pesisir tenggara inidapat dimengerti, karena dari sejak zaman Dinasti Tangkota-kota pelabuhan di pesisir tenggara Cina memang te-lah menjadi bandar perdagangan yang ramai. Quanzhoupernah tercatat sebagai bandar pelabuhan terbesar dantersibuk di dunia pada zaman tersebut.

4 Daerah konsentrasi

Sebagian besar dari orang-orang Tionghoa di Indonesiamenetap di pulau Jawa. Daerah-daerah lain di mana me-reka juga menetap dalam jumlah besar selain di dae-rah perkotaan adalah: Sumatera Utara, Bangka-Belitung,Sumatera Selatan, Lampung, Lombok, Kalimantan Ba-rat, Banjarmasin dan beberapa tempat di Sulawesi Selat-an dan Sulawesi Utara.

• Hakka - Jakarta, Aceh, Sumatera Utara, Batam,Sumatera Selatan, Bangka-Belitung, Lampung,Jawa, Kalimantan Barat, Banjarmasin, Sulawesi Se-latan, Manado, Ambon dan Jayapura.

• Hainan - Pekanbaru, Batam, dan Manado.

• Hokkien - Sumatera Utara, Riau (Pekanbaru,Selatpanjang, Bagansiapiapi, dan Bengkalis),Padang, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu,Jawa, Bali (terutama di Denpasar dan Singaraja),Banjarmasin, Kutai, Sumbawa, Manggarai,Kupang, Makassar, Kendari, Sulawesi Tengah,Manado, dan Ambon.

• Kantonis - Jakarta, Medan , Makassar dan Manado.

• Hokchia - Jawa (terutama di Bandung, Cirebon,Banjarmasin dan Surabaya).

• Tiochiu - Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Ri-au, Jambi, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Barat(khususnya di Pontianak dan Ketapang).

Di Tangerang Banten, masyarakat Tionghoa telah me-nyatu dengan penduduk setempat dan mengalami pem-bauran lewat perkawinan, sehingga warna kulit merekakadang-kadang lebih gelap dari Tionghoa yang lain. Isti-lah buat mereka disebut Cina Benteng. Keseniannya yangmasih ada disebut Cokek, sebuah tarian lawan jenis seca-ra bersama dengan iringan paduanmusik campuran Cina,Jawa, Sunda dan Melayu.

5 Sejarah

5.1 Masa-masa awal

Orang dari Tiongkok daratan telah ribuan tahun meng-unjungi dan mendiami kepulauan Nusantara.Beberapa catatan tertua ditulis oleh para agamawan, se-perti Fa Hien pada abad ke-4 dan I Ching pada abad ke-7. Fa Hien melaporkan suatu kerajaan di Jawa (“To lomo”) dan I Ching ingin datang ke India untuk mempela-jari agama Buddha dan singgah dulu di Nusantara untukbelajar bahasa Sanskerta. Di Jawa ia berguru pada sese-orang bernama Jñânabhadra.

Page 3: Tionghoa Indonesia

5.2 Era kolonial 3

Seorang pedagang jalanan Tionghoa pada tahun 1854 (litografiberdasarkan lukisan Auguste van Pers)

Seorang pria Tionghoa berkuncir (toucang) di jalanan Bataviapertengahan tahun 1910-an.

Dengan berkembangnya kerajaan-kerajaan di Nusantara,para imigran Tiongkok pun mulai berdatangan, terutamauntuk kepentingan perdagangan. Pada prasasti-prasastidari Jawa orang Cina disebut-sebut sebagai warga asingyang menetap di samping nama-nama sukubangsa dariNusantara, daratan Asia Tenggara dan anakbenua India.Dalam suatu prasasti perunggu bertahun 860 dari JawaTimur disebut suatu istilah, Juru Cina, yang berkait de-ngan jabatan pengurus orang-orang Tionghoa yang ting-gal di sana. Beberapa motif relief di Candi Sewu didu-ga juga mendapat pengaruh dari motif-motif kain suteraTiongkok.[8]

Catatan Ma Huan, ketika turut serta dalam ekspedi-si Cheng Ho, menyebut secara jelas bahwa pedagangCina muslim menghuni ibukota dan kota-kota bandarMajapahit (abad ke-15) dan membentuk satu dari tigakomponen penduduk kerajaan itu.[9] Ekspedisi Cheng Hojuga meninggalkan jejak di Semarang, ketika orang ke-duanya, Wang Jinghong, sakit dan memaksa rombonganmelepas sauh di Simongan (sekarang bagian dari KotaSemarang). Wang kemudian menetap karena tidak mam-pu mengikuti ekspedisi selanjutnya. Ia dan pengikut-nya menjadi salah satu cikal-bakal warga Tionghoa Se-marang. Wang mengabadikan Cheng Ho menjadi se-

buah patung (disebut “Mbah Ledakar Juragan DampoAwang Sam Po Kong”), serta membangun kelenteng SamPo Kong atau Gedung Batu.[10] Di komplek ini Wangjuga dikuburkan dan dijuluki “Mbah Jurumudi DampoAwang”.[11]

Sejumlah sejarawan juga menunjukkan bahwa Raden Pa-tah, pendiri Kesultanan Demak, memiliki darah Tiong-kok selain keturunan Majapahit. Beberapa wali penye-bar agama Islam di Jawa juga memiliki darah Tiongkok,meskipun mereka memeluk Islam dan tidak lagi secaraaktif mempraktekkan kultur Tionghoa.[12]

Kitab Sunda Tina Layang Parahyang menyebutkan ke-datangan rombongan Tionghoa ke muara Ci Sadane (se-karang Teluknaga) pada tahun 1407, pada masa daerahitu masih di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda (Pajajar-an). Pemimpinnya adalah Halung dan mereka terdamparsebelum mencapai tujuan di Kalapa.

Ilustrasi pedagang Tionghoa di Banten

5.2 Era kolonial

Sepasang mempelai Tionghoa di Salatiga, circa 1918

Di masa kolonial, Belanda pernah mengangkat beberapapemimpin komunitas dengan gelar Kapiten Cina, yang di-wajibkan setia dan menjadi penghubung antara pemerin-

Page 4: Tionghoa Indonesia

4 5 SEJARAH

tah dengan komunitas Tionghoa. Beberapa di antara me-reka ternyata juga telah berjasa bagi masyarakat umum,misalnya So Beng Kong dan Phoa Beng Gan yang mem-bangun kanal di Batavia. Di Batavia, Mohamad Djafarmenjadi kapten Tionghoa muslim yang terakhir (ke-dua).Di Yogyakarta, Kapiten Tan Djin Sing sempat menjadiBupati Yogyakarta.[13]

Pembantaian orang Tionghoa tanggal 9 Oktober 1740 di Batavia

Sebetulnya terdapat juga kelompok Tionghoa yang per-nah berjuang melawan Belanda, baik sendiri maupunbersama etnis lain. Bersama etnis Jawa, kelompok Tiong-hoa berperang melawan VOC tahun 1740-1743. Di Ka-limantan Barat, komunitas Tionghoa yang tergabung da-lam “Republik” Lanfong berperang dengan pasukan Be-landa pada abad XIX.Dalam perjalanan sejarah pra kemerdekaan, beberapakali etnis Tionghoa menjadi sasaran pembunuhan mas-sal atau penjarahan, seperti pembantaian di Batavia 1740dan pembantaian masa perang Jawa 1825-1830. Pem-bantaian di Batavia tersebut [14][15] melahirkan gerakanperlawanan dari etnis Tionghoa yang bergerak di bebe-rapa kota di Jawa Tengah yang dibantu pula oleh etnisJawa. Pada gilirannya ini mengakibatkan pecahnya kera-jaan Mataram. Orang Tionghoa tidak lagi diperbolehk-an bermukim di sembarang tempat. AturanWijkenstelselini menciptakan pemukiman etnis Tionghoa atau pecinandi sejumlah kota besar di Hindia Belanda.

5.2.1 Pendidikan

Kebangkitan nasionalisme di Hindia Belanda tidak ter-lepas dari perkembangan yang terjadi pada komunitasTionghoa. Tanggal 17 Maret 1900 terbentuk di Bata-via Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) yang mendirikansekolah-sekolah, seperti di kota Garut dirintis dan didi-rikan pada tahun 1907 oleh seorang pengusaha hasil bumisaat itu bernama Lauw O Teng beserta kedua anak lelaki-nya bernama Lauw Tek Hay dan Lauw Tek Siang,denganmaksud agar orang Tionghoa bisa pintar, (kemudian jum-lahnya mencapai 54 buah sekolah dan pada tahun 1908dan mencapai 450 sekolah tahun 1934). Inisiatif ini dii-

Daerah Pecinan di Banjarmasin.

Kelenteng Tua Pek Kong di Ketapang.

kuti oleh etnis lain, seperti keturunan Arab yang mendi-rikan Djamiat-ul Chair meniru model THHK. Pada gili-rannya hal ini menyadarkan priyayi Jawa tentang penting-nya pendidikan bagi generasi muda sehingga dibentuklahBudi Utomo.

5.2.2 Perekonomian

Target pemerintah kolonial untuk mencegah interaksipribumi dengan etnis Tionghoamelalui aturan passenstel-sel danWijkenstelsel itu ternyata menciptakan konsentra-si kegiatan ekonomi orang Tionghoa di perkotaan. Keti-ka perekonomian dunia beralih ke sektor industri, orang-orang Tionghoa paling siap berusaha dengan spesialisasiusaha makanan-minuman, jamu, peralatan rumah tang-ga, bahan bangunan, pemintalan, batik, kretek dan trans-portasi. Tahun 1909 di Buitenzorg (Bogor) Sarekat Da-gang Islamiyah didirikan oleh RA Tirtoadisuryo mengi-kuti model Siang Hwee (kamar dagang orang Tionghoa)yang dibentuk tahun 1906 di Batavia. Bahkan pemben-tukan Sarekat Islam (SI) di Surakarta tidak terlepas da-ri pengaruh asosiasi yang lebih dulu dibuat oleh wargaTionghoa. Pendiri SI, Haji Samanhudi, pada mulanyaadalah anggota Kong Sing, organisasi paguyuban tolong-menolong orang Tionghoa di Surakarta. Samanhudi juga

Page 5: Tionghoa Indonesia

5.4 Pasca kemerdekaan 5

kemudian membentuk Rekso Rumekso yaitu Kong Sing-nya orang Jawa.

5.2.3 Pergerakan

Pemerintah kolonial Belanda makin kuatir karena SunYat Sen memproklamasikan Republik Tiongkok, Janu-ari 1912. Organisasi Tionghoa yang pada mulanya ber-kecimpung dalam bidang sosial-budaya mulai mengarahkepada politik. Tujuannya menghapuskan perlakukandiskriminatif terhadap orang-orang Tionghoa di HindiaBelanda dalam bidang pendidikan, hukum/peradilan, sta-tus sipil, beban pajak, hambatan bergerak dan bertempattinggal.Dalam rangka pelaksanaan Politik Etis, pemerintah ko-lonial berusaha memajukan pendidikan, namun wargaTionghoa tidak diikutkan dalam program tersebut. Pada-hal orang Tionghoa membayar pajak ganda (pajak peng-hasilan dan pajak kekayaan). Pajak penghasilan diwa-jibkan kepada warga pribumi yang bukan petani. Pa-jak kekayaan (rumah, kuda, kereta, kendaraan bermotordan peralatan rumah tangga) dikenakan hanya bagi OrangEropa dan Timur Asing (termasuk orang etnis Tionghoa).Hambatan untuk bergerak dikenakan bagi warga Tiong-hoa dengan adanya passenstelsel.Pada waktu terjadinya Sumpah Pemuda, ada beberapanama dari kelompok Tionghoa sempat hadir, antara lainKwee TiamHong dan tiga pemuda Tionghoa lainnya. SinPo sebagai koran Melayu Tionghoa juga sangat banyakmemberikan sumbangan dalam menyebarkan informasiyang bersifat nasionalis. Pada 1920-an itu, harian Sin Pomemelopori penggunaan kata Indonesia bumiputera se-bagai pengganti kata Belanda inlander di semua pener-bitannya. Langkah ini kemudian diikuti oleh banyak ha-rian lain. Sebagai balas budi, semua pers lokal kemudi-an mengganti kata “Tjina” dengan kata Tionghoa. Pada1931 Liem Koen Hian mendirikan PTI, Partai TionghoaIndonesia (dan bukan Partai Tjina Indonesia).

5.3 Masa Revolusi dan Pra KemerdekaanRI

Pada masa revolusi tahun 1945-an, Mayor John Lieyang menyelundupkan barang-barang ke Singapura un-tuk kepentingan pembiayaan Republik. Rumah DjiawKie Siong di Rengasdengklok, dekat Karawang, diambil-alih oleh Tentara Pembela Tanah Air (PETA), kemudi-an penghuninya dipindahkan agar Bung Karno dan BungHatta dapat beristirahat setelah “disingkirkan” dari Ja-karta pada tanggal 16 Agustus 1945. Di Badan Penye-lidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUP-KI) yang merumuskan UUD'45 terdapat 4 orang Tiong-hoa yaitu; Liem Koen Hian, Tan Eng Hoa, Oey TiangTjoe, Oey Tjong Hauw, dan di Panitia Persiapan Keme-rdekaan Indonesia (PPKI) terdapat 1 orang Tionghoa ya-itu Drs.Yap Tjwan Bing. Liem Koen Hian yang mening-

gal dalam status sebagai warganegara asing, sesungguh-nya ikut merancang UUD 1945. Lagu Indonesia Rayayang diciptakan oleh W.R. Supratman, pun pertama kalidipublikasikan oleh Koran Sin Po.Dalam perjuangan fisik ada beberapa pejuang dari ka-langan Tionghoa, namun nama mereka tidak banyak di-catat dan diberitakan. Salah seorang yang dikenali ia-lah TonyWen, yaitu orang yang terlibat dalam penurunanbendera Belanda di Hotel Oranye Surabaya.

5.4 Pasca kemerdekaan

5.4.1 Orde Lama

Penerbang angkatan udara Tionghoa-Indonesia pada tahun1950

Pada Orde Lama, terdapat beberapa menteri RepublikIndonesia dari keturunan Tionghoa seperti Oei Tjoe Tat,Ong Eng Die, Siauw Giok Tjhan, dll. Bahkan Oei TjoeTat pernah diangkat sebagai salah satu Tangan Kanan Ir.Soekarno pada masa Kabinet Dwikora. Pada masa inihubungan Ir. Soekarno dengan beberapa tokoh dari ka-langan Tionghoa dapat dikatakan sangat baik. Walau pa-da Orde Lama terdapat beberapa kebijakan politik yangdiskriminatif seperti Peraturan Pemerintah No. 10 tahun1959 yang melarang WNA Tionghoa untuk berdagangeceran di daerah di luar ibukota provinsi dan kabupaten.Hal ini menimbulkan dampak yang luas terhadap distri-busi barang dan pada akhirnya menjadi salah satu sebabketerpurukan ekonomi menjelang tahun 1965 dan lain-nya.

5.4.2 Orde Baru

Selama Orde Baru dilakukan penerapan ketentuan ten-tang Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia,

Page 6: Tionghoa Indonesia

6 6 KERUSUHAN RASIAL TERHADAP WARGA TIONGHOA DI INDONESIA

atau yang lebih populer disebut SBKRI, yang utamanyaditujukan kepada warga negara Indonesia (WNI) etnisTionghoa beserta keturunan-keturunannya. Walaupunketentuan ini bersifat administratif, secara esensi pene-rapan SBKRI sama artinya dengan upaya yang menem-patkan WNI Tionghoa pada posisi status hukum WNIyang “masih dipertanyakan”.Pada Orde BaruWarga keturunan Tionghoa juga dilarangberekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan diang-gap sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudu-kannya berada di bawah warga pribumi, yang secara tidaklangsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kese-nian barongsai secara terbuka, perayaan hari raya Imlek,dan pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kemu-dian hal ini diperjuangkan oleh komunitas Tionghoa In-donesia terutama dari komunitas pengobatan Tionghoatradisional karena pelarangan sama sekali akan berdam-pak pada resep obat yang mereka buat yang hanya bisaditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka pergi hinggake Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung Indone-sia waktu itu memberi izin dengan catatan bahwa Tiong-hoa Indonesia berjanji tidak menghimpun kekuatan un-tuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan In-donesia.Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang dii-zinkan terbit adalah Harian Indonesia yang sebagian ar-tikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini di-kelola dan diawasi oleh militer Indonesia dalam hal iniadalah ABRI meski beberapa orang Tionghoa Indonesiabekerja juga di sana. Agama tradisional Tionghoa dila-rang. Akibatnya agama Konghucu kehilangan pengakuanpemerintah.Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoayang populasinya ketika itu mencapai kurang lebih 5 ju-ta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akanmenyebarkan pengaruh komunisme di Tanah Air. Pada-hal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari merekaberprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak bela-kang dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yangsangat mengharamkan perdagangan dilakukan.Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis.Sebagian lagi memilih untuk menghindari dunia politikkarena khawatir akan keselamatan dirinya.Pada masa akhir dari Orde Baru, terdapat peristiwa ke-rusuhan rasial yang merupakan peristiwa terkelam bagimasyarakat Indonesia terutama warga Tionghoa karenakerusuhan tersebut menyebabkan jatuhnya banyak korb-an bahkan banyak di antara merekamengalami pelecehanseksual, penjarahan, kekerasan, dan lainnya.

5.4.3 Reformasi

Reformasi yang digulirkan pada 1998 telah banyak me-nyebabkan perubahan bagi kehidupan warga Tionghoa diIndonesia. Walau belum 100% perubahan tersebut terja-

di, namun hal ini sudah menunjukkan adanya tren per-ubahan pandangan pemerintah dan warga pribumi ter-hadap masyarakat Tionghoa. Bila pada masa Orde Ba-ru aksara, budaya, ataupun atraksi Tionghoa dilarang di-pertontonkan di depan publik, saat ini telah menjadi pe-mandangan umum hal tersebut dilakukan. Di Medan,Sumatera Utara, misalnya, adalah hal yang biasa ketikawarga Tionghoa menggunakan bahasa Hokkien ataupunmemajang aksara Tionghoa di toko atau rumahnya. Sela-in itu, pada Pemilu 2004 lalu, kandidat presiden dan wa-kil presidenMegawati-HasyimMuzadi menggunakan ak-sara Tionghoa dalam selebaran kampanyenya untuk me-narik minat warga Tionghoa.

6 Kerusuhan Rasial terhadapWarga Tionghoa di Indonesia

Semarang. Dua orang wanita di Gedung Batu. 1989.

Kerusuhan-kerusuhan yang menimpa etnis Tionghoa an-tara lain pembunuhan massal di Jawa 1946-1948, peris-tiwa rasialis 10 Mei 1963 di Bandung, 5 Agustus 1973di Jakarta, Malari 1974 di Jakarta, Kerusuhan Mei 1998di beberapa kota besar seperti Jakarta, Medan, Bandung,Solo ,dll. serta berbagai kerusuhan rasial lainnya.[16]

Beberapa contoh kerusuhan rasial yang terjadi yaitu :

• Bandung, 10 Mei 1963. Kerusuhan anti suku per-anakan Tionghoa terbesar di Jawa Barat. Awalnya,terjadi keributan di kampus Institut Teknologi Ban-dung antara mahasiswa pribumi dan non-pribumi.Keributan berubah menjadi kerusuhan yang menja-lar ke mana-mana, bahkan ke kota-kota lain sepertiYogyakarta, Malang, Surabaya, dan Medan.[17]

• Desember, tahun 1966. Sekolah- sekolah Cina diIndonesia ditutup pada bulan Desember. [18]

• Jakarta, tahun 1967. Koran- koran berbahasa Cinaditutup oleh pemerintah.[19]

April, gereja- gereja diserang di Aceh, berbarengan de-ngan demonstrasi anti Cina di Jakarta.[20]

Page 7: Tionghoa Indonesia

7

• Pekalongan, 31 Desember 1972. Terjadi keribut-an antara orang-orang Arab dan peranakan Tiong-hoa. Awalnya, perkelahian yang berujung terbunuh-nya seorang pemuda Tionghoa. Keributan terjadisaat acara pemakaman.

• Palu, 27 Juni 1973. Sekelompok pemuda menghan-curkan toko Tionghoa. Kerusuhan muncul karenapemilik toko itu memakai kertas yang bertuliskanhuruf Arab sebagai pembungkus dagangan.

• Bandung, 5 Agustus 1973. Dimulai dari serempetansebuah gerobak dengan mobil yang berbuntut per-kelahian. Kebetulan penumpang mobil orang-orangTionghoa. Akhirnya, kerusuhan meledak di mana-mana.[21]

• Jakarta, tahun 1978. Pelarangan penggunaankarakter- karakter huruf Cina di setiap barang/ me-dia cetak di Indonesia.[22]

• Ujungpandang, April 1980. Suharti, seorang pem-bantu rumah-tangga meninggal mendadak. Kemu-dian beredar desas-desus: Ia mati karena diania-ya majikannya seorang Tionghoa. Kerusuhan rasialmeledak. Ratusan rumah dan toko milik suku pera-nakan Tionghoa dirusak.

• Medan, 12 April 1980. Sekelompok mahasiswaUSU bersepeda motor keliling kota, sambil meme-kikkan teriakan anti suku peranakan Tionghoa. Ke-rusuhan itu bermula dari perkelahian.

• Solo, 20 November 1980. Kerusuhan melanda kotaSolo dan merembet ke kota-kota lain di Jawa Te-ngah. Bermula dari perkelahian pelajar SekolahGuru Olahraga, antara Pipit Supriyadi dan Kicak,seorang pemuda suku peranakan TiongHoa. Per-kelahian itu berubah menjadi perusakan dan pem-bakaran toko-toko milik orang-orang TiongHoa.[23][24]

• Surabaya, September 1986. Pembantu rumah tang-ga dianiaya oleh majikannya suku peranakan Tiong-Hoa. Kejadian itu memancing kemarahan masyara-kat Surabaya. Mereka melempari mobil dan toko-toko milik orang-orang TiongHoa.[25]

• Pekalongan, 24 November 1995. Yoe Sing Yung,pedagang kelontong, menyobek kitab suci Alqur-an. Akibat ulah penderita gangguan jiwa itu, ma-syarakat marah danmenghancurkan toko-tokomilikorang-orang Tiong Hoa.[26]

• Bandung, 14 Januari 1996. Massa mengamuk seu-sai pertunjukan musik Iwan Fals. Mereka melem-pari toko-toko milik orang-orang Tiong Hoa. Pemi-cunya, mereka kecewa tak bisa masuk pertunjukankarena tak punya karcis.

• Rengasdengklok, 30 Januari 1997. Mula-mula adaseorang suku peranakan Tiong Hoa yangmerasa ter-ganggu suara beduk Subuh. Percekcokan terjadi.Masyarakat mengamuk, menghancurkan rumah dantoko TiongHoa.[27]

• Ujungpandang, 15 September 1997. Benny Kar-re, seorang keturunan Tiong Hoa dan pengidap pe-nyakit jiwa, membacok seorang anak pribumi, ke-rusuhan meledak, toko-toko TiongHoa dibakar dandihancurkan.[28]

• Februari 1998. Kraksaan, Donggala, Sumbawa,Flores, Jatiwangi, Losari, Gebang, Pamanukan,Lombok, Rantauprapat, Aeknabara: Januari – AntiTionghua. [29]

• Kerusuhan Mei 1998. Salah satu contoh kerusuh-an rasial yang paling dikenang masyarakat Tiong-hoa Indonesia yaitu Kerusuhan Mei 1998. Padakerusuhan ini banyak toko-toko dan perusahaan-perusahaan dihancurkan oleh amuk massa — ter-utama milik warga Indonesia keturunan Tionghoa.Konsentrasi kerusuhan terbesar terjadi di Jakarta,Bandung, dan Solo. Terdapat ratusan wanita ketu-runan Tionghoa yang diperkosa dan mengalami pe-lecehan seksual dalam kerusuhan tersebut. Sebagi-an bahkan diperkosa beramai-ramai, dianiaya seca-ra sadis, kemudian dibunuh. Dalam kerusuhan ter-sebut, banyak warga Indonesia keturunan Tionghoayang terbunuh, terluka, mengalami pelecehan sek-sual, penderitaan fisik dan batin serta banyak war-ga keturunan Tionghoa yang meninggalkan Indone-sia. Sampai bertahun-tahun berikutnya PemerintahIndonesia belum mengambil tindakan apapun ter-hadap nama-nama besar yang dianggap provokatorkerusuhan Mei 1998. Bahkan pemerintah mengelu-arkan pernyataan berkontradiksi dengan fakta yangsebenarnya yang terjadi dengan mengatakan samasekali tidak ada pemerkosaan massal terhadap wani-ta keturunan Tionghoa disebabkan tidak ada bukti-bukti konkret tentang pemerkosaan tersebut. Sebabdan alasan kerusuhan ini masih banyak diliputi keti-dakjelasan dan kontroversi sampai hari ini. Namunumumnya orang setuju bahwa peristiwa ini meru-pakan sebuah lembaran hitam sejarah Indonesia, se-mentara beberapa pihak, terutama pihak Tionghoa,berpendapat ini merupakan tindakan pembasmianorang-orang tersebut.[30] [31]

• 5-8 Mei 1998. Medan, Belawan, Pulobray-an, Lubuk-Pakam, Perbaungan, Tebing-Tinggi,Pematang-Siantar, Tanjungmorawa, Pantailabu,Galang, Pagarmerbau, Beringin, Batangkuis, PercutSei Tuan: Ketidakpuasan politik yang berkembangjadi anti Tionghoa.[32] [33]

• Jakarta, 13-14 Mei 1998. Kemarahan massa akibatpenembakan mahasiswa Universitas Trisakti yangdikembangkan oleh kelompok politik tertentu jadi

Page 8: Tionghoa Indonesia

8 9 CATATAN KAKI DAN REFERENSI

kerusuhan anti Cina. Peristiwa ini merupakan per-sitiwa anti Cina paling besar sepanjang sejarah Re-publik Indonesia. Sejumlah perempuan keturunanTionghoa diperkosa.[34] [35]

• Solo, 14 Mei 1998. Ketidakpuasan politik yang ke-mudian digerakkan oleh kelompok politik tertentumenjadi kerusuhan anti Tionghua.[36] [37] [38]

7 Peran Warga Tionghoa Bagi Re-publik Indonesia

7.1 Peran Ekonomi

7.2 Peran Sosial Budaya dan Pendidikan

Didirikannya sekolah-sekolah Tionghoa oleh organisasiTiong Hoa Hwee Koan (THHK) sejak 1900, mendorongberkembangnya pers dan sastra Melayu Tionghoa. Makadalam waktu 70 tahun telah dihasilkan sekitar 3000 bu-ku, suatu prestasi yang luar biasa bila dibandingkan de-ngan sastra yang dihasilkan oleh angkatan pujangga ba-ru, angkatan 45, 66 dan pasca 66 yang tidak seproduktifitu. Dengan demikian komunitas ini telah berjasa dalammembentuk satu awal perkembangan bahasa Indonesia.Sumbangsih warga Tionghoa Indonesia juga terlihat da-lam koran Sin Po, dimana koran Sin Po menjadi koranpertama yang menerbitkan teks lagu Indonesia Raya se-telah disepakati pada Sumpah Pemuda tahun 1928.Nama Sie Kok Liong memang sangat jarang didengaroleh masyarakat Indonesia, namun Sie Kok Liong me-rupakan seorang warga Tionghoa yang menyewakan ru-mahnya bagi para pemuda dalam menyelenggarakanSumpah Pemuda. Hanya sedikit catatan mengenai SieKok Liong, seiring dengan tumbuhnya sekolah-sekolahpada awal abad ke-20 di Jakarta tumbuh pula pondokan-pondokan pelajar untuk menampung mereka yang tidaktertampung di asrama sekolah atau untuk mereka yangingin hidup lebih bebas di luar asrama yang ketat. Sa-lah satu di antara pondokan pelajar itu adalah GedungKramat 106 milik Sie Kok Liong. Di Gedung Kramat106 inilah sejumlah pemuda pergerakan dan pelajar se-ring berkumpul. Gedung itu, selain menjadi tempat ting-gal dan sering digunakan sebagai tempat latihan kesenianLangen Siswo juga sering dipakai untuk tempat disku-si tentang politik para pemuda dan pelajar. Terlebih la-gi setelah Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI)didirikan pada September 1926. Selain dijadikan kantorPPPI dan kantor redaksi majalah Indonesia Raya yang di-terbitkan oleh PPPI, berbagai organisasi pemuda seringmenggunakan gedung ini sebagai tempat kongres. Bahk-an pada 1928 Gedung Kramat 106 jadi salah satu tempatpenyelenggaraan Kongres Pemuda II tanggal 27 - 28 Ok-tober 1928.Universitas Trisakti yang kini menjadi salah satu uni-

versitas terkenal di Indonesia juga merupakan salah sa-tu sumbangsih warga Tionghoa di Indonesia. Pada tahun1958, universitas ini didirikan oleh para petinggi Baperkiyang kebanyakan keturunan Tionghoa salah satunya ya-itu Siauw Giok Tjhan, pada tahun 1962 oleh PresidenSoekarno nama universitas ini diganti menjadi Univer-sitas Res Publika hingga 1965, dan sejak Orde Baru,universitas ini beralih nama menjadi Universitas Trisaktihingga sekarang.Di Medan dikenal kedermawanan Tjong A Fie, rasa hor-matnya terhadap Sultan Deli Makmun Al Rasyid diwu-judkannya pengusaha Tionghoa ini dengan menyumbangsepertiga dari pembangunan Mesjid Raya Medan. Ru-mah peninggalan Tjong A Fie sampai sekarang masih adadi kota Medan walaupun bangunannya terlihat tidak ter-urus lagi.Di Bagansiapiapi terdapat Ritual Bakar Tongkang sebagaiucapan rasa syukur masyarakat Tionghoa Bagansiapiapiatas perlindungan Dewa Kie Ong Ya. Ritual Bakar Tong-kang sangat diandalkan pemerintah daerah setempat se-bagai daya tarik wisata daerah dimana setiap tahunnyamenyedot puluhan ribu kunjungan wisatawan baik dalammaupun luar negeri.Saat ini di Taman Mini Indonesia Indah sedang dibanguntaman budaya Tionghoa Indonesia yang diprakarsai olehPSMTI. Pembangunan taman ini direncanakan akan se-lesai sebelum tahun 2012 dengan biaya kurang lebih 50miliar rupiah.

8 Tionghoa-Indonesia saat ini

9 Catatan kaki dan referensi[1] Definisi “etnis” yang dipakai BPS didasarkan atas penga-

kuan orang yang disensus. Atas dasar ini, jumlah ini da-pat dianggap sebagai batas bawah (“lowerbound”) kare-na banyak warga Tionghoa yang enggan mengaku sebagai“Tionghoa” dalam sensus. Menurut Perpustakaan Univer-sitas Ohio , jumlah suku Tionghoa di Indonesia mencapai7.310.000 jiwa. Jumlah ini merupakan yang terbesar diluar Cina.

[2] Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama dan Baha-sa Sehari-hari Penduduk Indonesia Hasil Sensus Pen-duduk 2010. Badan Pusat Statistik. 2011. ISBN9789790644175.

[3] (Tionghoa) extquotedbl 2006 (Perkira-an Statistik Jumlah Penduduk Tionghoa-Indonesia Ta-hun 2006) extquotedbl (PDF). Overseas Compatri-ot Affairs Commission, R.O.C (Taiwan). Diak-ses 2010-05-10. extquotedbl 1.38% ,2006

767 , 3.4%, extquo-tedbl Unknown parameter |accessyear= ignored (help)

[4] Trisnanto, AM Adhy (Minggu, 18 Februari 2007), “EtnisTionghoa Juga Bangsa Indonesia”, Suara Merdeka, diak-ses 13 Agustus 2008

Page 9: Tionghoa Indonesia

9

[5] Vasanty, Puspa (2004). In Prof. Dr. Koentjarani-ngrat. “Kebudayaan Orang Tionghoa Di Indonesia”, Ma-nusia Dan Kebudayaan Di Indonesia. Penerbit Djambat-an. hlm. hal. 359. ISBN 979-428-510-2.

[6] Skinner, G.W. (1963). In R.T. McVey. “The Chinese Mi-nority”, Indonesia. New Haven, HRAF. hlm. hal. 99.

[7] Kusno, Malikul (Sabtu, 9 Desember 2006), “UU Kewar-ganegaraan dan Etnis Tionghoa”,HarianUmum Sinar Ha-rapan, diakses 18 Agustus 2008

[8] Rustopo 2008. Jawa Sejati. Otobiografi Go Tik Swan.Penerbit Ombak Yogyakarta

[9] Arismunandar A 2007. Kerajaan Majapahit abad XIVdan XV. Artikel pada laman Majapahit Kingdom

[10] Ada yang berpendapat kelenteng ini dibangun oleh orangdari Tuban, suatu pelabuhan penting di pantai utara JawaTimur pada masa lalu.

[11] Zulkifli AA. Laksamana Cheng Ho pernah singgah di Su-rabaya

[12] (Indonesia) Muljana, Slamet (2005). Runtuhnya kerajaanHindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nu-santara. PT LKiS Pelangi Aksara. hlm. 63. ISBN9798451163.ISBN 978-979-8451-16-4

[13] Setiono, Benny G. “Tionghoa Dalam Pusaran Politik”,hal. 167, Transmedia

[14] http://home.iae.nl/users/arcengel/NedIndie/chinezenengels.htm

[15] http://www.obor.co.id/DetailBuku.asp?Bk_ISBN=979-461-556-0

[16] [Purdey, Jemma. “Anti-Chinese violence in Indone-sia, 1996-1999,” Honolulu: University of Hawai'i Press,2006].

[17] [Tan, Giok-Lan, “The Chinese of Sukabumi”, Ithaca, NY:Modern Indonesia Project, Southeast Asia Program, Dept.of Asian Studies, Cornell University, 1963].

[18] [Coppel, Charles. “Indonesian Chinese in Crisis,” KualaLumpur: Oxford University Press, 1978].

[19] [Coppel, Charles. “Indonesian Chinese in Crisis,” KualaLumpur: Oxford University Press, 1978].

[20] [Coppel, Charles. “Indonesian Chinese in Crisis,” KualaLumpur: Oxford University Press, 1978].

[21] Catatan lama ketidak adilan sosial dan kerusuhan sosial 5Agustus 1973, diakses dari situs Socio-politica.com

[22] [1.pdf Kronik Dasar Hukum Pendirian Rezim PelaranganBuku, diakses dari situs elsam.or.id]

[23] [Siegel, James T. “Solo in the New Order: Language andHierarchy in an Indonesian City, Princeton, NJ: PrincetonUniversity Press, 1986].

[24] [Siegel, James T. “Thoughts on the Violence of May 13and 14, 1998, in Jakarta,” dalam Violence and the State inSuharto’s Indonesia, ed. Benedict Anderson (Ithaca, NY:Cornell Southeast Asia Program Publications, 2001.].

[25] Sejarah Masuknya Etnis Tionghoa di Surabaya, hal 19, di-akses dari situs Sunan-Ampel.ac.id

[26] Rusuh Gara-gara Orang Gila, Arsip Berita Gatra yang di-tulis dalam bentuk email di Indopub

[27] [Ang, Ien. “On Not Speaking Chinese: Living BetweenAsia and the West,” London: Routledge, 2006].

[28] [Purdey, Jemma. “Anti-Chinese violence in Indone-sia, 1996-1999,” Honolulu: University of Hawai'i Press,2006].

[29] [Purdey, Jemma. “Anti-Chinese violence in Indone-sia, 1996-1999,” Honolulu: University of Hawai'i Press,2006].

[30] [Purdey, Jemma. “Anti-Chinese violence in Indone-sia, 1996-1999,” Honolulu: University of Hawai'i Press,2006].

[31] [Siegel, James T. “Solo in the New Order: Language andHierarchy in an Indonesian City, Princeton, NJ: PrincetonUniversity Press, 1986].

[32] [Purdey, Jemma. “Anti-Chinese violence in Indone-sia, 1996-1999,” Honolulu: University of Hawai'i Press,2006].

[33] [Siegel, James T. “Solo in the New Order: Language andHierarchy in an Indonesian City, Princeton, NJ: PrincetonUniversity Press, 1986].

[34] [Purdey, Jemma. “Anti-Chinese violence in Indone-sia, 1996-1999,” Honolulu: University of Hawai'i Press,2006].

[35] [Siegel, James T. “Solo in the New Order: Language andHierarchy in an Indonesian City, Princeton, NJ: PrincetonUniversity Press, 1986].

[36] [Purdey, Jemma. “Anti-Chinese violence in Indone-sia, 1996-1999,” Honolulu: University of Hawai'i Press,2006].

[37] [Siegel, James T. “Solo in the New Order: Language andHierarchy in an Indonesian City, Princeton, NJ: PrincetonUniversity Press, 1986].

[38] [Heryanto, Ariel. “State Terrorism and Political Identi-ty in Indonesia: Fatally Belonging,” London: Routledge,2006].

10 Lihat pula• Orang Peranakan

• Daftar tokoh Tionghoa-Indonesia

• Cina

• Tionghoa

• Bahasa Hokkian

• Bahasa Tiochiu

Page 10: Tionghoa Indonesia

10 11 PRANALA LUAR

• Bahasa Kantonis

• Bahasa Hakka

• Marga Tionghoa

• Perhimpunan Tionghoa-Indonesia

• Pecinan

11 Pranala luar• (Indonesia) Forum Diskusi Budaya Tionghoa danSejarah Tiongkok

• (Indonesia) Budaya, Sejarah & Tradisi Tionghoa

• (Indonesia) Budaya Tionghoa

• (Indonesia) Sejarah Keturunan Tionghoa yang Ter-lupakan

• (Indonesia) Persekutuan Gereja-gereja Tionghoa In-donesia

• (Indonesia) Persatuan Islam Tionghoa Indonesia /Yasasan Karim Oey / Pengajian Muslim Tionghoadan Keluarga

• (Indonesia) Seputar Info Tradisi dan Budaya Tiong-hoa

Page 11: Tionghoa Indonesia

11

12 Text and image sources, contributors, and licenses

12.1 Text• Tionghoa-Indonesia Source: http://id.wikipedia.org/wiki/Tionghoa-Indonesia?oldid=8185934 Contributors: Meursault2004, Hayabusa

future, *drew, Bennylin, Rintojiang, Sanko, ARdhan, Borgx, Kembangraps, RobotQuistnix, Sentausa, Jasonzhuocn, Ciko, Stephensule-eman, Borgxbot, Hariadhi, Simon Liem, Hand15, Serenity, Beeyan, Andri.h, Feureau, Ricky Setiawan, Ardian c, Farras, Kia 80, NavalScene, Daimond, Ajwijaya, A tumiwa, CommonsDelinker, Mimihitam, Albertus Aditya, VolkovBot, Irwanhermawan, Afandri, MarcusCyron, Rudi Rusdiah, Aldo samulo, Teddy s, Alexbot, Dede2008, OrophinBot, MystBot, Luckas-bot, Relly Komaruzaman, David CharlesSingkawang, Xqbot, Ennio morricone, Suwardi Hagani, Gunkarta, Luph25, Tjmoel, Humboldt, Wikinesia, TjBot, Kenrick95Bot, Leo-NzZz, EmausBot, RaymondSutanto, Wagino 20100516, AABot, Cutes 12, ChuispastonBot, Akuindo, StefanusRA, Fira Melinda, Ana-shir, Hongrizal Antony, Si Gam, Pai Walisongo, Pierrewee, Denny eR Ge, P psetyo, Rotlink, Hanamanteo, Okkisafire, Addbot, Telkea danAnonymous: 73

12.2 Images• Berkas:Abbas-Tionghoa.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/7/7f/Abbas-Tionghoa.jpg License: ? Contributors: ?Original artist: ?

• Berkas:Agnes_Monica.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/f/f9/Agnes_Monica.jpg License: ? Contributors: ? Origi-nal artist: ?

• Berkas:Alanbudikusuma.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/1/17/Alanbudikusuma.jpg License: ? Contributors: ?Original artist: ?

• Berkas:Angelique_Widjaja.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/1/10/Angelique_Widjaja.jpg License: CC-BY-SA-3.0 Contributors: Karya sendiri Original artist: Phetoy6 di Wikipedia bahasa Bahasa Indonesia

• Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Een_Chinees_bruidspaar_in_traditioneel_kostuum_te_Salatiga_Midden-Java_TMnr_10003044.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/6/69/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Een_Chinees_bruidspaar_in_traditioneel_kostuum_te_Salatiga_Midden-Java_TMnr_10003044.jpg License: CC-BY-SA-3.0 Contributors:Tropenmuseum <a href='//commons.wikimedia.org/wiki/Institution:Tropenmuseum' title='Link back to Institution infobox templa-te'><img alt='Link back to Institution infobox template' src='//upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/7/73/Blue_pencil.svg/15px-Blue_pencil.svg.png' width='15' height='15' srcset='//upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/7/73/Blue_pencil.svg/23px-Blue_pencil.svg.png 1.5x, //upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/7/73/Blue_pencil.svg/30px-Blue_pencil.svg.png 2x'data-file-width='600' data-file-height='600' /></a> Original artist: tak diketahui

• Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Een_Chinese_straatverkoper_TMnr_3728-745.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/3/39/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Een_Chinese_straatverkoper_TMnr_3728-745.jpg License: CC-BY-SA-3.0 Contributors: Tropenmuseum <a href='//commons.wikimedia.org/wiki/Institution:Tropenmuseum' title='Link back to Institu-tion infobox template'><img alt='Link back to Institution infobox template' src='//upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/7/73/Blue_pencil.svg/15px-Blue_pencil.svg.png' width='15' height='15' srcset='//upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/7/73/Blue_pencil.svg/23px-Blue_pencil.svg.png 1.5x, //upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/7/73/Blue_pencil.svg/30px-Blue_pencil.svg.png 2x' data-file-width='600' data-file-height='600' /></a> Original artist: A. (Auguste) Van Pers (Tekenaar).

• Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Het_uitmoorden_van_de_Chinezen_in_Batavia_9_oktober_1740_TMnr_3756-1.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/6/63/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Het_uitmoorden_van_de_Chinezen_in_Batavia_9_oktober_1740_TMnr_3756-1.jpg License: CC-BY-SA-3.0 Contributors: Tropenmuseum <ahref='//commons.wikimedia.org/wiki/Institution:Tropenmuseum' title='Link back to Institution infobox template'><img alt='Link back toInstitution infobox template' src='//upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/7/73/Blue_pencil.svg/15px-Blue_pencil.svg.png'width='15' height='15' srcset='//upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/7/73/Blue_pencil.svg/23px-Blue_pencil.svg.png1.5x, //upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/7/73/Blue_pencil.svg/30px-Blue_pencil.svg.png 2x' data-file-width='600'data-file-height='600' /></a> Original artist: A. van de Laan (Graveur).

• Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Studioportret_van_Tjong_A_Fie_Majoor_der_Chinezen_in_Medan_TMnr_10018656.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/c/c1/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Studioportret_van_Tjong_A_Fie_Majoor_der_Chinezen_in_Medan_TMnr_10018656.jpg License: CC-BY-SA-3.0 Contributors: Tropenmuseum <ahref='//commons.wikimedia.org/wiki/Institution:Tropenmuseum' title='Link back to Institution infobox template'><img alt='Link back toInstitution infobox template' src='//upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/7/73/Blue_pencil.svg/15px-Blue_pencil.svg.png'width='15' height='15' srcset='//upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/7/73/Blue_pencil.svg/23px-Blue_pencil.svg.png1.5x, //upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/7/73/Blue_pencil.svg/30px-Blue_pencil.svg.png 2x' data-file-width='600'data-file-height='600' /></a> Original artist: niet bekend / unknown (Fotograaf/photographer). C.J. Kleingrothe (Fotostudio).

• Berkas:Chinese_Indonesian_airmen_Harian_Umum_21_November_1950_p1.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/e/ea/Chinese_Indonesian_airmen_Harian_Umum_21_November_1950_p1.jpg License: Public domain Contributors: HarianUmum. 21 November 1950. Page 1. Original artist: IPPHOS (Indonesia Press Photo Agency)

• Berkas:Chinese_Merchants_at_Banten.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/e/ed/Chinese_Merchants_at_Banten.jpg License: ? Contributors: ? Original artist: ?

• Berkas:Ciputra.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/8/86/Ciputra.jpg License: ? Contributors: ? Original artist: ?• Berkas:Commons-logo.svg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/4/4a/Commons-logo.svg License: Public domainContributors: This version created by Pumbaa, using a proper partial circle and SVG geometry features. (Former versions used to be slightlywarped.) Original artist: SVG version was created by User:Grunt and cleaned up by 3247, based on the earlier PNG version, created byReidab.

• Berkas:Edit-clear.svg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/f/f2/Edit-clear.svg License: Public domain Contributors:The Tango! Desktop Project Original artist: The people from the Tango! project

Page 12: Tionghoa Indonesia

12 12 TEXT AND IMAGE SOURCES, CONTRIBUTORS, AND LICENSES

• Berkas:Kelenteng_Tua_Pek_Kong.JPG Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/b/be/Kelenteng_Tua_Pek_Kong.JPG License: CC-BY-SA-3.0 Contributors: Karya sendiri Original artist: Simon Liem

• Berkas:Kwik_kian_gie.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/c/c7/Kwik_kian_gie.jpg License: ? Contributors: ? Origi-nal artist: ?

• Berkas:Mari_Pangestu_at_the_World_Economic_Forum_on_East_Asia_2008.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/2/2c/Mari_Pangestu_at_the_World_Economic_Forum_on_East_Asia_2008.jpg License: CC-BY-SA-2.0 Contributors: MariPangestu - World Economic Forum on East Asia 2008Original artist: World Economic Forum on Flickr

• Berkas:Nikita_with_you_jo_juan.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/5/54/Nikita_with_you_jo_juan.jpg License: ?Contributors: ? Original artist: ?

• Berkas:Old_Indonesian_Peng_family.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/e/e4/Old_Indonesian_Peng_family.jpg License: CC-BY-SA-4.0 Contributors: Karya sendiri Original artist: Okkisafire

• Berkas:Rudy_hartono_kurniawan.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/7/78/Rudy_hartono_kurniawan.jpg License:? Contributors: ? Original artist: ?

• Berkas:Soehokgie.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/0/06/Soehokgie.jpg License: ? Contributors: ? Original artist: ?• Berkas:Susi_Susanti.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/a/a1/Susi_Susanti.jpg License: ? Contributors: ? Originalartist: ?

• Berkas:The_Hong_Eng,_ethnic_Chinese_in_Indonesia,_ID_card_during_Japanese_occupation,_1943.jpg Source:http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/0/00/The_Hong_Eng%2C_ethnic_Chinese_in_Indonesia%2C_ID_card_during_Japanese_occupation%2C_1943.jpg License: Public domain Contributors: http://tjamboek28.multiply.com/photos/photo/61/3 Originalartist: Japanese government in Indonesia

• Berkas:Toucang.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/6/67/Toucang.jpg License: Public domain Contributors:Transferred from zh.wikipedia; transferred to Commons by User:Shizhao using CommonsHelper. Original artist: Original uploader wasRintojiang at zh.wikipedia

• Berkas:Tridarma_Banjarmasin.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/0/0c/Tridarma_Banjarmasin.jpg License: ?Contributors: ? Original artist: ?

• Berkas:Wiki_letter_w.svg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/6/6c/Wiki_letter_w.svg License: CC-BY-SA-3.0Contributors: This vector image was created with Inkscape. Original artist: Jarkko Piiroinen

• Berkas:Yohannes_Christian_John.jpg Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/d/d3/Yohannes_Christian_John.jpgLicense: CC-BY-2.5 Contributors: Transferred from en.wikipedia Original artist: Original uploader was Jeffsboxing at en.wikipedia

12.3 Content license• Creative Commons Attribution-Share Alike 3.0