tinjauan universal design

36
.3Tinjauan Universal Design 2.4.1 Definisi Universal Design Lingkungan fisik pada bangunan dan ruang publik merupakan media (fasilitas) untuk mewadahi aktivitas yang berlaku bagi publik. Hal ini tentunya menuntut konsekuensi terapan fasilitas bangunan-ruang fisik yang bersifat universal atau inklusif, yaitu fasilitas bangunan-ruang fisik yang bisa digunakan oleh semua orang sebagai civitas bangunan-ruang tersebut. Fasilitas bangunan-ruang fisik dengan pendekatan universal (inklusif) sebagai konsekuensi bangunan-ruang publik tersebut, belum menjadi terapan yang umum di Indonesia. Desain bangunan-ruang fisik yang ada dan diterapkan saat ini banyak yang masih belum mempertimbangkan kebutuhan pihak-pihak yang memiliki keterbatasan fisik, rentang usia tertentu, dan juga perbedaan jenis kelamin secara imbang. Paradigma berpikir bahwa terapan desain universal atau inklusif adalah terapan yang mahal mengakibatkan belum ada upaya yang cukup untuk aplikasi dan pengembangan desain universal atau inklusif tersebut. Padahal dengan terapan desain universal, secara tidak langsung akan mempermudah semua pengguna fasilitas tanpa terkecuali. Di samping perkembangan legislasi dan kesadaran publik terhadap fasilitas dan desain universal, akses untuk kelompok pengguna berkebutuhan khusus kurang mendapat perhatian dalam dunia praktisi desain. Meskipun dalam aturan-aturan standar aplikasi

Upload: ageng-piandel

Post on 30-Sep-2015

34 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

word

TRANSCRIPT

.3Tinjauan Universal Design2.4.1 Definisi Universal DesignLingkungan fisik pada bangunan dan ruang publik merupakan media (fasilitas) untuk mewadahi aktivitas yang berlaku bagi publik. Hal ini tentunya menuntut konsekuensi terapan fasilitas bangunan-ruang fisik yang bersifat universal atau inklusif, yaitu fasilitas bangunan-ruang fisik yang bisa digunakan oleh semua orang sebagai civitas bangunan-ruang tersebut.Fasilitas bangunan-ruang fisik dengan pendekatan universal (inklusif) sebagai konsekuensi bangunan-ruang publik tersebut, belum menjadi terapan yang umum di Indonesia. Desain bangunan-ruang fisik yang ada dan diterapkan saat ini banyak yang masih belum mempertimbangkan kebutuhan pihak-pihak yang memiliki keterbatasan fisik, rentang usia tertentu, dan juga perbedaan jenis kelamin secara imbang. Paradigma berpikir bahwa terapan desain universal atau inklusif adalah terapan yang mahal mengakibatkan belum ada upaya yang cukup untuk aplikasi dan pengembangan desain universal atau inklusif tersebut. Padahal dengan terapan desain universal, secara tidak langsung akan mempermudah semua pengguna fasilitas tanpa terkecuali.Di samping perkembangan legislasi dan kesadaran publik terhadap fasilitas dan desain universal, akses untuk kelompok pengguna berkebutuhan khusus kurang mendapat perhatian dalam dunia praktisi desain. Meskipun dalam aturan-aturan standar aplikasi konstruksi telah memuat tentang terapan desain fasilitas yang dapat diakses secara universal, konsep dan metode desain universal tidak (belum) diajarkan secara umum di lingkungan pendidikan desain. Pengelola program studi desain seringkali kurang dalam kesadaran, sensitivitas, informasi dan skill untuk mengajarkan mahasiswanya tentang disability issues, minimum versus optimum standards, dan the state of the art in accessible design (Greer, 1987:68-61).Ada beberapa pengertian Universal Design yang secara prinsip sama namun berbeda dari beberapa sumber, di antaranya sebagai berikut:Universal design means simply designing all products, building and exterior spaces to be usable by all people to the greatest extent possible.(Ronald L Mace, 1991).Universal design can be defined as the design of products and environments to be usable to the greatest extent possible by people of all ages and abilities. (Molly Follete, 1998).2.4.2 Prinsip Universal DesignMenurut Ron Mace, The Center of Universal Design, 1997 Universal design adalah filsofi dalam mendesain suatu dan lingkungan yang seaksesibel mungkin untuk semua orang tanpa membutuhkan adaptasi yang besar. Selain memberikan kemudahan akses untuk para penyandang cacat, universal design juga ditujukan untuk orang tua, wanita hamil, anak-anak, maupun orang asing.Desain universal memuat tujuh prinsip perancangan, yaitu :1. Gambar 2. 3 Ruang gerak menuju bisAdil dalam penggunaan, desain berguna dan dapat dipakai untuk semua orang dengan berbagai ragam kemampuan. Desain bangunan harus dapat diakses oleh semua orang. Hal ini terkait dengan keamanan, kenyamanan, keselamatan, dan privasi.

Gb.2.2.Ruang gerak m enuju bisSumber: Universal Designe Handbook, Wolfgang

Pada gambar (a) terlihat hanya pengguna normal yang dengan mudah menaiki bis, namun berbeda dengan gambar (b), pada gambar ini menunjukan pengguna yang menggunakan kursi roda maupun pengguna normal dapat dengan mudah menaiki bis.Guidline: Mendukung adanya persamaan dalam penggunaan untuk semua pengguna Membuat ketetapan dalam privasi, keamanan dan keselamatan yang sama pada semua pengguna2. Fleksibel dalam penggunaan, desain mampu mengakomodasi kemampuan setiap individu yang berbeda. Contohnya, desain harus dapat digunakan oleh orang yang menggunakan tangan kanan maupun orang bertangan kidal.Guidline: Mendukung pilihan metode penggunaan. Mengakomodasi akses penggunaan tangan kanan dan kiri. Memfasilitasi keakuratan dan ketetapan pengguna. Mendukung pengguna dalam beradaptasi.3. Sederhana dan intuitif, maksudnya desain mudah digunakan oleh siapa saja.

Gb.2.3.One loop handleSumber: Universal Designe Handbook, Wolfgang

Gambar 2. 4One loop handle

Gambar tersebut menjelaskan one loop handles dapat digunakan oleh semua ukuran tangan, terlihat tangan kiri sedang menggenggam handle tersebutGuidline: Menghilangkan kerumitan yang tidak diperlukan. Konsisten dengan intuisi atau apa yang diharapkan oleh pengguna disetiap langkah pengguna Mengakamodasi kemampuan bahasa dan huruf dalam jangkauan yang luas Menyusun informasi berdasakan tingkat kepentingan.4. Kemudahan informasi, desain dapat dikomunikasikan dan memberikan informasi secara efektif kepada setiap orang dalam berbagai kondisi dan kemampuan sensorik.Guidline: Menggunakan mode yang berbeda (gambar, kata) untuk memberikan inti dari presentasi. Memaksimalkan kemudahan inti informasi agar mudah dibaca. Membedakan elemen dengan cara yang dapat dijelaskan (membuat kemudahan instruksi/arahan)5. Toleransi terhadap kesalahan, meminimalisir bahaya saat terjadi suatu kecelakaan yang tak terdugaGuidline: Menyediakan peringatan bahaya dan kesalahan-kesalahan. Menyediakan fitur gagal dan aman. Mengecilkan tindakan yang tidak disadari yang memudahkan pengguna.6. Meminimalisir gerak tubuh (efisien dan nyaman), desain dapat digunakan secara efisien dan nyaman oleh semua orang dengan usaha seminimal mungkin

Gb.2.4 .guide path yang membingungkanSumber: google.com

Gambar 2. 5guide path yang membingungkan

Guidline: Mengurangi pergerakan yang berulang-ulang. Meminimalisir keadaan posisi tubuh tertentu dalam waktu yang berkepanjangan.7. Ukuran dan ruang yang dirancang mudah diakses, ukuran dan ruang gerak harus sesuai dengan berbagai macam ukuran tubuh, postur, dan mobilitas setiap orang.

Gambar 2. 6 Brazils pedestrian wayGb.2.5.Brazils pedestrian waySumber: Universal Designe Handbook, Wolfgang

Pada gambar diatas terlihat pedestrian way yang sangat lebar terdapat street furniture seperti shelter bus, kursi dan boarding area untuk transit.Guidline: Memyediakan elemen yang jelas bagi pengguna yang duduk dan yang berdiri. Membuat semua komponen nyaman dan mudah dijangkau dengan ukuran tangan atau genggaman. Mengakomodasi variasi ukuran tangan dan genggaman. Menyediakan ruang yang cukup untuk alat atau bantuan seseorang.2.4.3 Aksesbiltas Umum Bagi Penyandang Disabilitas2.4.3.1 Definisi Disabilitas dan AksesbilitasMenurut World Health Organization (WHO) disabilitas adalah istilah yang meliputi gangguan, keterbatasan aktivitas, dan pembatasan partisipasi. Gangguan adalah sebuah masalah pada fungsi tubuh atau strukturnya; suatu pembatasan kegiatan adalah kesulitan yang dihadapi oleh individu dalam melaksanakan tugas atau tindakan, sedangkan pembatasan partisipasi merupakan masalah yang dialami oleh individu dalam keterlibatan dalam situasi kehidupan. Jadi disabilitas adalah sebuah fenomena kompleks, yang mencerminkan interaksi antara ciri dari tubuh seseorang dan ciri dari masyarakat tempat dia tinggal.Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat, Pasal 1, Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari :a. Penyandang cacat fisikb. Penyandang cacat mentalc. Penyandang cacat fisik dan cacat mentalMenurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat, Pasal 4, "Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi penyandang cacat guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan."

Gambar 2. 7Konsep Diagram Pengguna Universal Design Goldsmith

Gambar.2.2 Konsep Diagram Pengguna Universal Design GoldsmithSumber: Amanda Ayu, Penerapan UD pada Unit Rehabilitasi medic RS Kariadi

Dalam diagram tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Universal Design tidak hanya diperuntukan oleh kalangan yang bisa disebut normal, namun arah diagram tersebut meruncing menuju manusia yang berkemampuan sangat kurang. Jadi penerapan Universal Design itu sendiri dapat menuntun menuju perencanaan dan perancangan yang baik bagi semua kalangan.Hal tersebut diperjelas dalam Pasal 10:2 Undang-undang nomor 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat yang berbunyi, "Penyediaan aksesibilitas dimaksudkan untuk menciptakan keadaan dan lingkungan yang lebih menunjang penyandang cacat dapat sepenuhnya hidup bermasyarakat." Sejalan dengan itu, yang dimaksud dengan aksesibilitas fisik adalah lingkungan fisik yang oleh penyandang cacat dapat dihampiri, dimasuki atau dilewati, dan penyandang cacat itu dapat menggunakan wilayah dan fasilitas yang terdapat di dalamnya tanpa bantuan. Dalam pengertian yang lebih luas, aksesibilitas fisik mencakup akses terhadap berbagai bangunan, alat transportasi dan komunikasi, serta berbagai fasilitas di luar ruangan termasuk sarana rekreasi.2.4.3.2 Persyaratan Teknis Fasilitas Dan AksesbilitasBerdasarkan Peraturan Menteri pekerjaan Umum Nomor 468 tahun 1998 Tentang Tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesbilitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, persyaratan teknis fasilitas dan aksesbilitas pada bangunan gedung dan lingkungan meliputi: Ukuran dasar ruang EsensiUkuran dasar ruang tiga dimensi (panjang, lebar, tinggi) mengacuKepada ukuran tubuh manusia dewasa, peralatan yang digunakan, danruang yang dibutuhkan untuk mewadahi pergerakan penggunanya. Persyaratan:1. Ukuran dasar ruang diterapkan dengan mempertimbangkan fungsibangunan gedung.2. Untuk bangunan gedung yang digunakan oleh masyarakat umumsecara sekaligus, seperti balai pertemuan, bioskop, dsb. Harusmenggunakan ukuran dasar maksimum.3. Ukuran dasar minimum harus menjadi acuan minimal padabangunan gedung sederhana, bangunan gedung hunian tunggal,dan/atau pada bangunan gedung sederhana pada daerah bencana.4. Ukuran dasar minimum dan maksimum yang digunakan dalampedoman ini dapat ditambah atau dikurangi sepanjang asas-asasaksesibilitas dapat tercapai. Ukuran Dan Detail Penerapan Standar :

Gambar 2. 8Ruang gerak bagi pemakai Krek

Gb.2.7.Ruang gerak bagi pemakai KrekSumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.468 th.1998

Gambar 2. 9Ruang gerak bagi Tuna Netra

Gb.2.8 .Ruang gerak bagi Tuna NetraSumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.468 th.1998

Gambar 2. 10 Ukuran umum orang dewasa

Gb.2.9 Ukuran umum orang dewasaSumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.468 th.1998

Gambar 2. 11Ukuran kursi roda rumah sakit

Gb.2.10. Ukuran kursi roda rumah sakitSumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.468 th.1998

Gambar 2. 12Rata-rata batas jangkauan pengguna kursi roda

Gb.2.11 Rata-rata batas jangkauan pengguna kursi rodaSumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.468 th.1998

Gambar 2. 13jangkauan maksimal kedepan pengguna kursi roda

Gb.2.12. jangkauan maksimal kedepan pengguna kursi rodaSumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.468 th.1998

Gambar 2. 14jangkauan maksimal kesamping pengguna kursi roda

Gb.2.13. jangkauan maksimal kesamping pengguna kursi rodaSumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.468 th.1998

Jalur pedestrian Esensi:Jalur yang digunakan untuk berjalan kaki atau berkursi roda bagi penyandang cacat secara mandiri yang dirancang berdasarkan kebutuhan orang untuk bergerak aman, mudah, nyaman dan tanpa hambatan. Persyaratan:1. PermukaanPermukaan jalan harus stabil, kuat, tahan cuaca, bertekstur halus tetapi tidak licin. Hindari sambungan atau gundukan pada permukaan, kalaupun terpaksa ada, tingginya harus tidak lebih dari 1,25 cm. Apabila menggunakan karpet, maka bagian tepinya harus dengan konstruksi yang permanen.2. KemiringanKemiringan maksimum 7 dan pada setiap jarak 900 cm diharuskan terdapat bagian yang datar minimal 120 cm.3. Area istirahatTerutama digunakan untuk membantu pengguna jalan penyandang cacat dengan menyediakan tempat duduk santai di bagian tepi.4. Pencahayaan berkisar antara 50 -150 lux tergantung pada intensitas pemakaian, tingkat bahaya dan kebutuhan keamanan.5. Perawatan dibutuhkan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan.6. DrainaseDibuat tegak lurus dengan arah jalur dengan kedalaman maksimal 1,5 cm, mudah dibersihkan dan perletakan lubang dijauhkan dari tepi ram.7. UkuranLebar minimum jalur pedestrian adalah 120 cm untuk jalur searah dan 160 cm untuk dua arah. Jalur pedestrian harus bebas dari pohon, tiang rambu-rambu, lubang drainase/gorong-gorong dan benda-benda lainnya yang menghalangi.8. Tepi pengaman/kanstin/low curbPenting bagi penghentian roda kendaraan dan tongkat tuna netra ke arah area yang berbahaya. Tepi pengaman dibuat setinggi minimum 10 cm dan lebar 15 cm sepanjang jalur pedestrian. Ukuran Dan Detail Penerapan Standar :

Gambar 2. 15Prinsip Perencanaan Pedestrian Way

Gb.2.14.Prinsip Perencanaan Pedestrian WaySumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.468 th.1998

Gambar 2. 16Prinsip Perencanaan Pedestrian Way

Gb.2.15.Prinsip Perencanaan Pedestrian WaySumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.468 th.1998

Jalur pemandu EsensiJalur yang memandu penyandang cacat untuk berjalan dengan memanfaatkan tekstur ubin pengarah dan ubin peringatan. Persyaratan1. Tekstur ubin pengarah bermotif garis-garis menunjukkan arahperjalanan.2. Tekstur ubin peringatan (bulat) memberi peringatan terhadap adanya perubahan situasi di sekitarnya/warning.3. Daerah-daerah yang harus menggunakan ubin tekstur pemandu (guiding blocks): Di depan jalur lalu-lintas kendaraan. Di depan pintu masuk/keluar dari dan ke tangga atau fasilitas persilangan dengan perbedaan ketinggian lantai. Di pintu masuk/keluar pada terminal transportasi umum atau area penumpang. Pada pedestrian yang menghubungkan antara jalan dan bangunan. Pada pemandu arah dari fasilitas umum ke stasiun transportasi umum terdekat.4. Pemasangan ubin tekstur untuk jalur pemandu pada pedestrianyang telah ada perlu memperhatikan tekstur dari ubin eksisting,sedemikian sehingga tidak terjadi kebingungan dalammembedakan tekstur ubin pengarah dan tekstur ubin peringatan.5. Untuk memberikan perbedaan warna antara ubin pemandudengan ubin lainnya, maka pada ubin pemandu dapat diberiwarna kuning atau jingga.

Ukuran Dan Detail Penerapan Standar :

Gambar 2. 17Tekstur jalur pemandu

Gb.2.16 Tekstur jalur pemanduSumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.486 th.1998

Gambar 2. 18Susunan ubin pemandu

Gb.2.17.Susunan ubin pemanduSumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.486 th.1998

Gambar 2. 19Penempatan ubin pemandu pada anak tangga

Gb.2.18.Penempatan ubin pemandu pada anak tanggaSumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.486 th.1998

Pintu EsensiPintu adalah bagian dari suatu tapak, bangunan atau ruang yang merupakan tempat untuk masuk dan keluar dan pada umumnya dilengkapi dengan penutup (daun pintu). Persyaratan:1. Pintu pagar ke tapak bangunan harus mudah dibuka dan ditutup oleh penyandang cacat.2. Pintu keluar/masuk utama memiliki lebar bukaan minimal 90 cm, dan pintu-pintu yang kurang penting memiliki lebar bukaan minimal 80 cm.3. Di daaerah sekitar pintu masuk sedapat mungkin dihindari adanya ram atau perbedaan ketinggian lantai.4. Jenis pintu yang penggunaannya tidak dianjurkan: Pintu geser. Pintu yang berat, dan sulit untuk dibuka/ditutup. Pintu dengan dua daun pintu yang berukuran kecil. Pintu yang terbuka ke dua arah ( "dorong" dan "tarik"). Pintu dengan bentuk pegangan yang sulit dioperasikan terutama bagi tuna netra. Penggunaan pintu otomatis diutamakan yang peka terhadap bahaya kebakaran. Pintu tersebut tidak boleh membuka sepenuhnya dalam waktu lebih cepat dari 5 detik dan mudah untuk menutup kembali. Hindari penggunan bahan lantai yang licin di sekitar pintu. Alat-alat penutup pintu otomatis perlu dipasang agar pintu dapat menutup dengan sempurna, karena pintu yang terbuka sebagian dapat membahayakan penyandang cacat. Plat tendang yang diletakkan di bagian bawah pintu diperlukan bagi pengguna kursi roda dan tongkat tuna netra

Ram EsensiRam adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan tertentu, sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga. Persyaratan-persyaratan1. Kemiringan suatu ramp di dalam bangunan tidak boleh melebihi 7, perhitungan kemiringan tersebut tidak termasuk awalan atau akhiran ramp (curb ramps/landing) Sedangkan kemiringan suatu ramp yang ada di luar bangunan maksimum 6.2. Panjang mendatar dari satu ramp (dengan kemiringan 7) tidak boleh lebih dari 900 cm. Panjang ramp dengan kemiringan yang lebih rendah dapat lebih panjang.3. Lebar minimum dari ramp adalah 95 cm tanpa tepi pengaman, dan 120 cm dengan tepi pengaman. Untuk ramp yang juga digunakan sekaligus untuk pejalan kaki dan pelayanan angkutan barang harus dipertimbangkan secara seksama lebarnya, sedemikian sehingga bisa dipakai untuk kedua fungsi tersebut, atau dilakukan pemisahan ramp dengan fungsi sendiri-sendiri.4. Muka datar (bordes) pada awalan atau akhiran dari suatu ramp harus bebas dan datar sehingga memungkinkan sekurang-kurangnya untuk memutar kursi roda dengan ukuran minimum 160 cm.5. Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ramp harus memiliki tekstur sehingga tidak licin baik diwaktu hujan.6. Lebar tepi pengaman ramp/kanstin/low curb 10 cm, dirancang untuk menghalangi roda kursi roda agar tidak terperosok atau keluar dari jalur ramp. Apabila berbatasan langsung dengan lalu-lintas jalan umum atau persimpangan harus dibuat sedemikian rupa agar tidak mengganggu jalan umum.7. Ram harus diterangi dengan pencahayaan yang cukup sehingga membantu penggunaan ramp saat malam hari. Pencahayaan disediakan pada bagian-bagian ramp yang memiliki ketinggian terhadap muka tanah sekitarnya dan bagian-bagian yang membahayakan.8. Ram harus dilengkapi dengan pegangan rambatan (handrail) yang dijamin kekuatannya dengan ketinggian yang sesuai. Pegangan rambat harus mudah dipegang dengan ketinggian 65 - 80 cm. Ukuran Dan Detail Penerapan Standar :

Gb. 2.19 Bentuk- bentuk ramSumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.486 th.1998

Gambar 2. 20Bentuk- bentuk ram

Gb.2.20 .Tipikal ramSumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.486 th.1998

Gambar 2. 21Tipikal ram

Gambar 2. 22Kemiringan ram

Gb.2.21 .Kemiringan ramSumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.486 th.1998

Gambar 2. 23Handrail pada ram

Gb.2.22.Handrail pada ramSumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.486 th.1998

Gambar 2. 24Kemiringan sisi lebar ram

Gb.2.23.Kemiringan sisi lebar ramSumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.486 th.1998

Gambar 2. 25Bentuk ram yang direkomendasikan

Gb.2.24.Bentuk ram yang direkomendasikanSumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.486 th.1998

Tangga EsensiFasilitas bagi pergerakan vertikal yang dirancang dengan mempertimbangkan ukuran dan kemiringan pijakan dan tanjakan dengan lebar yang memadai. Persyaratan :1. Harus memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang berukuran seragam.2. Harus memiliki kemiringan tangga kurang dari 60.3. Tidak terdapat tanjakan yang berlubang yang dapat membahayakan pengguna tangga.4. Harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) minimum pada salah satu sisi tangga.5. Pegangan rambat harus mudah dipegang dengan ketinggian 65 - 80 cm dari lantai, bebas dari elemen konstruksi yang mengganggu, dan bagian ujungnya harus bulat atau dibelokkan dengan baik ke arah lantai, dinding atau tiang.6. Pegangan rambat harus ditambah panjangnya pada bagian ujungujungnya (puncak dan bagian bawah) dengan 30 cm.7. Untuk tangga yang terletak di luar bangunan, harus dirancang sehingga tidak ada air hujan yang menggenang pada lantainya. Ukuran Dan Detail Penerapan Standar :

Gb.2.25.Tipikal ramSumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.486 th.1998

Gambar 2. 26Tipikal ram

Gambar 2. 27Handrail pada tangga

Gb.2.26.Handrail pada tanggaSumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.486 th.1998

Gambar 2. 28Desain Profil pada tangga

Gb.2.27.Desain Profil pada tanggaSumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.486 th.1998

Rambu dan Marka EsensiInformasi, arah, penanda atau petunjuk, termasuk di dalamnyaperangkat multimedia informasi dan komunikasi bagi penyandangcacat. Persyaratan :1. Pengguna rambu terutama dibutuhkan pada: Arah dan tujuan jalur pedestrian KM/WC umum, telepon umum Parkir khusus penyandang cacat penyandang cacat Nama fasilitas dan tempat Telepon ATM 2. Persyaratan : Rambu huruf timbul atau huruf Braille yang dapat dibaca oleh tuna netra dan penyandang cacat lain. Rambu yang berupa gambar dan simbol sebaiknya dengan sistem cetak timbul, sehingga yang mudah dan cepat ditafsirkan artinya. Rambu yang berupa tanda dan simbol internasional. Rambu yang menerapkan metode khusus (misal: pembedaan perkerasan tanah, warna kontras, dll) Karakter dan latar belakang rambu harus dibuat dari bahan yang tidak silau. Karakter dan simbol harus kontras dengan latar belakang, apakah karakter terang diatas gelap atau sebaliknya. Karakter dan latar belakang rambu harus dibuat dari bahan yang tidak silau. Karakter dan simbol harus kontras dengan latar belakangnya, apakah karakter terang di atas gelap, atau sebaliknya. Proporsi hurf atau karakter pada rambu harus menpunyai rasio lebar dan tinggi antara 3: 5 dan 1:1 serta ketebalan huruf antara 1:5 dan 1:1, serta ketebalan huruf antara 1:5 dan 1:1. Tinggi karakter huruf dan angka pada rambu harus diukur sesuai dengan jarak pandang dari tempat rambu yang dibaca. Light Sign ( papan informasi)Diletakkan di atas loket/informasi pada ruang lobby, ruang loket/informasi dan di atas pintu keberangkatan pada ruang tunggu airport bandara, KA, pelabuhan, dan terminal. Fasilitas TV Text bagi TunarunguDiletakkan/digantung di atas loket/informasi pada ruang lobby, atau pada sepanjang koridor yang dilewati penumpang. Fasilitas Bahasa Isyarat (Sign language)Diletakkan di loket/informasi, pos satuan pengaman yang menyediakan komunikasi menggunakan bahasa isyarat.3. Lokasi penepatan rambu antara lain: Penempatan yang sesuai dan tepat serta bebas pandang tanpa penghalang. Satu kesatuan sistem dengan lingkungan. Cukup mendapat pencahayaan, termasuk penambahan lampu pada kondisi gelap. Tidak mengganggu arus dan sirkulasi.

Ukuran Dan Detail Penerapan Standar :

Gambar 2. 29Simbol Aksesbilitas

Gb.2.28.Simbol AksesbilitasSumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.486 th.1998

Gambar 2. 30Simbol ramp penyandang cacat

Gambar 2. 31Simbol Telepon

Gb.2.29.Simbolramp penyandang cacatGb.2.30.Simbol Telepon Pengguna kursi roda

Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.486 th.1998

Gambar 2. 32Simbol Ramp dua arahGambar 2. 33Simbol Telephone untuk tuna rungu

Gb.2.32.Simbol Telephone untuk tuna runguGb.2.31.Simbol Ramp dua arah

Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.486 th.1998

Gambar 2. 34Simbol Tuna RunguGambar 2. 35Simbol Tuna daksa

Gb.2.34. Simbol Tuna daksaGb.2.33. Simbol Tuna Rungu

Gambar 2. 36 Simbol Tuna NetraGambar 2. 37 Proporsi Penggambaran Simbol

Gb.2.36. Proporsi Penggambaran SimbolGb.2.35.Simbol Tuna Netra

Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.486 th.1998

Gambar 2. 38 Light Sign (papan Informasi)

Gb.2.37. Light Sign (papan Informasi)Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.486 th.1998

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 tahun 1998 Tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat, Penyediaan aksesibilitas dimaksudkan untuk menciptakan keadaan lingkungan yang menunjangpenyandang cacat agar dapat sepenuhnya hidup bermasyarakat. Penyediaan aksesibilitas tersebut dapat berbentuk :1. Fisik2. Non fisikPenyediaan aksesibilitas yang berbentuk fisik dilaksanakan pada sarana dan prasarana umum yang meliputi:a. aksesibilitas pada bangunan umum, diataranya: akses ke, dari dan dalam bangunan; pintu, tangga, lift khusus untuk bangunan bertingkat; toilet; tempat minum; tempat telepon; peringatan darurat; tanda-tanda atau signage.b. aksesibilitas pada jalan umum akses ke, dan dari jalan umum; akses ke tempat pemberhentian bis/kendaraan; jembatan penyeberangan; jalur penyeberangan bagi pejalan kaki; tempat parkir dan tempat naik turun penumpang; tempat pemberhentian kendaraan umum; tanda-tanda/rambu-rambu dan/atau marka jalan; trotoar bagi pejalan kaki, pemakai kursi roda; terowongan penyeberangan.c. aksesibilitas pada pertamanan dan pemakaman umum akses ke, dari, dan di dalam pertanaman dan pemakaman umum; tempat parkir dan tempat turun naik penumpang; tempat duduk/istirahat; tempat minum; tempat telepon; toilet; tanda-tanda atau signage.d. aksesibilitas pada angkutan umum. tangga naik/turun; tempat duduk; tanda-tanda atau signagePenyediaan aksesibilitas yang berbentuk non fisik meliputi:a. Pelayanan informasib. Pelayanan khusus.2.4.3.3 Hambatan Arsitektur bagi Penyandang CacatMenimbulkan frustrasi bagi para penyandang cacat menghadapi kenyataan bahwa berbagai hambatan arsitektural di dalam bangunan-bangunan dan fasilitas-fasilitas yang disediakan bagi kepentingan umum ternyata tidak mudah atau bahkan sering tidak memungkinkan bagi para penyandang cacat untuk berpartisipasi penuh dalam situasi normal, baik dalam bidang pendidikan, pekerjaan maupun rekreasi (Didi Tarsidi;2008). Beberapa contoh hambatan arsitektural : Tidak adanya trotoar, Permukaan jalan yang tidak rata, Tepian jalan yang tinggi, Lubang pintu yang terlalu sempit, Lantai yang terlalu licin, Tidak tersedianya tempat parkir yang sesuai, Tidak tersedia lift, Fasilitas sanitasi yang terlalu sempit, Telepon umum yang terlalu tinggi, Tangga yang tidak berpagar pengaman, Jendela atau papan reklame yang menghalangi jalan,Hal-hal tersebut di atas menjadi masalah bagi penyandang cacat dari jenis dan derajat kecacatan tertentu sehingga mereka tidak dapat merealisasikan kesamaan haknya sebagai warga masyarakat. Sesungguhnya para penyandang cacat tidak mengharapkan dan tidak pula memerlukan lebih banyak hak daripada orang-orang pada umumnya. Mereka hanya menghendaki agar dapat bergerak di dalam lingkungannya dengan tingkat kenyamanan, kemudahan dan keselamatan yang sama dengan warga masyarakat lainnya, memperoleh kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang normal, dapat semandiri mungkin dalam batas-batas kemampuannya. Tersedianya bangunan dan fasilitas yang dapat diakses oleh semua orang merupakan persoalan kesamaan kesempatan dan keadilan sosial. Akses terhadap fasilitas-fasilitas umum merupakan hak, bukan pilihan semata. Lebih dari itu, penataan lingkungan yang sesuai dengan kaidah aksesibilitas akan juga memberikan lebih banyak kenyamanan bagi warga masyarakat pada umumnya (Didi Tarsidi;2008).Menurut Dr. Didi Tarsidi dalam makalah yang disajikan dalam Focus Discussion Group tentang Draft Raperda Perlindungan Penyandang Cacat Kota Bandung, hambatan arsitektural mempengaruhi tiga kategori kecacatan utama, yaitu: 1. Kecacatan fisik, yang mencakup mereka yang menggunakan kursi roda, semi-ambulant, dan mereka yang memiliki hambatan manipulatoris yaitu kesulitan gerak otot.a. Hambatan Arsitektural bagi pengguna kursi roda.Hambatan yang dihadapi oleh para pengguna kursi roda sebagai akibat dari desain arsitektural saat ini mencakup: Perubahan tingkat ketinggian permukaan yang mendadak seperti pada tangga atau parit. Tidak adanya pertautan landai antara jalan dan trotoar. Tidak cukupnya ruang untuk lutut di bawah meja atau wastapel. Tidak cukupnya ruang untuk berbelok, lubang pintu dan koridor yang terlalu sempit. Permukaan jalan yang renjul (misalnya karena adanya bebatuan) menghambat jalannya kursi roda. Pintu yang terlalu berat dan sulit dibuka. Tombol-tombol yang terlalu tinggi letaknya.b. Masalah-masalah Yang Dihadapi Penyandang Semi-ambulant.Semi-ambulant adalah tunadaksa yang mengalami kesulitan berjalan tetapi tidak memerlukan kursi roda. Hambatan arsitektural yang mereka hadapi antara lain mencakup: Tangga yang terlalu tinggi. Lantai yang terlalu licin. Bergerak cepat melalui pintu putar atau pintu yang menutup secara otomatis. Pintu lift yang menutup terlalu cepat. Tangga berjalan tanpa pegangan yang bergerak terlalu cepat.2. Kecacatan sensoris (alat indra) yang meliputi orang tunanetra dan tunarungu.a. Hambatan Arsitektural bagi TunanetraYang dimaksud dengan tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak cukup baik untuk dapat membaca tulisan biasa meskipun sudah dibantu dengan kaca mata. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi para tunanetra sebagai akibat dari desain arsitektural selama ini antara lain: Tidak adanya petunjuk arah atau ciri-ciri yang dapat didengar atau dilihat dengan penglihatan terbatas yang menunjukkan nomor lantai pada gedung-gedung bertingkat. Rintangan-rintangan kecil seperti jendela yang membuka ke luar atau papan reklame yang dipasang di tempat pejalan kaki. Cahaya yang menyilaukan atau terlalu redup. Lift tanpa petunjuk taktual (dapat diraba) untuk membedakan bermacam-macam tombol, atau petunjuk suara untuk menunjukkan nomor lantai.b. Hambatan Arsitektural bagi TunanetraPara tunarungu tidak mungkin dapat memahami pengumuman melalui pengeras suara di bandara atau terminal angkutan umum. Mereka juga mengalami kesulitan membaca bibir di auditorium dengan pencahayaan yang buruk, dan mereka mungkin tidak dapat mendengar bunyi tanda bahaya.3. Kecacatan intelektual (tunagrahita).Para penyandang kecacatan intelektual akan mengalami kesulitan mencari jalan di dalam lingkungan baru jika di sana tidak terdapat petunjuk jalan yang jelas dan baku.