tinjauan undang-undang nomor 2 tahun 2014...

107
i TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TERHADAP PRAKTIK PENERAPAN HONORARIUM NOTARIS Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: ABDUL MANAN NIM: 11150480000104 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440H/2019M

Upload: nguyenkiet

Post on 11-Aug-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

i

TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TERHADAP

PRAKTIK PENERAPAN HONORARIUM NOTARIS

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

ABDUL MANAN

NIM: 11150480000104

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440H/2019M

Page 2: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang
Page 3: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang
Page 4: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang
Page 5: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

v

ABSTRAK

ABDUL MANAN, NIM 11150480000104, “TINJAUAN UNDANG-

UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TERHADAP PRAKTIK

PENERERAPAN HONORARIUM NOTARIS”. Konsentrasi Hukum Bisnis,

Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

1440H/2019M. x + 83 halaman + 4 halaman daftar pustaka + 10 halaman

lampiran.

Permasalahan pada skripsi ini adalah praktik penerapan honorarium Notaris

yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris,

bahwa Notaris telah menetapkan tarif dibawah standar. Metode Penilitian ini

menggunakan pendekatan yang bersifat normatif. Teknik pengumpulan data yang

digunakan adalah studi kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan

mencari referensi untuk mendukung materi penelitian ini melalui berbagai

literatur seperti buku, bahan ajar perkuliahan, artikel, jurnal, skripsi, undang-

undang, dan hasil dokumen serta wawancara dari Notaris terkait.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah praktik penerapan

honorarium Notaris yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang

Jabatan Notaris, dalam praktiknya bahwa Notaris telah melanggar ketentuan Pasal

13 Ayat (3), Pasal 4 Ayat (9), dan Pasal 4 Ayat (10) Kode Etik Notaris, dan sanksi

yang dapat dikenakan kepada Notaris yang tidak menerapkan honor sesuai

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris telah diatur dalam Pasal 6 Kode

Etik Notaris.

Kata Kunci : Notaris, Honorarium, Majelis Pengawas Notaris

Pembimbing : 1. Drs. Abu Tamrin, S.H., M.HUM.

2. M. Nuzul Wibawa S.Ag., M.H.

Daftar Pustaka : Tahun 1969 – 2015

Page 6: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

vi

KATA PENGANTAR

حمنللابسم حيمالر الر

Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT. Atas berkat rahmat,

hidayat, dan juga anugerah-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TERHADAP

PRAKTIK PENERAPAN HONORARIUM NOTARIS”. Sholawat serta salam

tidak lupa tercurah oleh peneliti kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, yang

telah membawa umat manusia dari zaman jahiliah, kepada zaman islamiyah pada

saat ini.

Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum

pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini

tidak dapat diselesaikan oleh peneliti tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai

pihak selama penyusunan skripsi ini.

Peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas para

pihak yang telah memberikan peranan secara langsung dan tidak langsung atas

pencapaian yang telah dicapai oleh peneliti, yaitu antara lain kepada yang

terhormat:

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., MH., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu

Hukum

3. Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus Dosen Pembimbing I Skripsi

peneliti, saya ucapkan banyak terimakasih atas kesempatan waktu, arahan,

dan kritik, serta saran yang diberikan demi penelitian yang saya lakukan.

4. M. Nuzul Wibawa S.Ag., M.H. Dosen Pembimbing II Skripsi peneliti, saya

ucapkan banyak terimakasih atas kesempatan waktu, arahan, dan kritik,

serta saran yang diberikan demi penelitian yang saya lakukan.

5. Ali Mansur, M.A. Dosen Pembimbing Akademik Peneliti, saya ucapkan

terimakasih yang sebesar-besarnya atas segala bentuk dukungan yang telah

Page 7: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

vii

diberikan hingga saya mampu untuk menyelesaikan studi saya di Program

Studi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Bapak Notaris Mustopa S.H., M.Kn, selaku sumber data penelitian peneliti.

Saya ucapkan terima kasih telah memberikan data serta dukungan berbentuk

motivasi dan inspirasi serta doa kepada peneliti untuk menyelesaikan skripsi

ini.

7. Pimpinan perpustakaan yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan

studi kepustakaan, sehingga saya dapat memperoleh bahan referensi untuk

melengkapi hasil penelitian saya.

8. Terimakasih sebesar-besarnya kepada ayahanda Masripin dan ibunda Siti

Masuroh yang telah memberikan doa kepada peneliti untuk menyelesaikan

skripsi ini, nafkah dan kasih sayang sampai selama ini, serta pengorbanan

kepentingannya untuk mendahulukan studi peneliti, semoga Allah SWT

selalu memberikan nikmat panjang umur dan kesehatan kepada kedua orang

tua peneliti, agar mereka dapat melihat peneliti sukses di masa depan.

9. Terimakasih sebesar-besarnya kepada saudara-saudara kandung peneliti.

Wahyudin Akhmad, S.E., M.E. dan Umar Syarif yang telah memberikan

dukungan berbentuk motivasi dan inspirasi serta doa kepada peneliti untuk

menyelesaikan skripsi ini.

10. Terimakasih sebesar-besarnya kepada nenek Hj. Nimah dan keluarga besar

alm. Kakek H. Emung bin H. Niin yang juga telah memberikan dukungan

berbentuk motivasi dan inspirasi serta doa kepada peneliti untuk

menyelesaikan skripsi ini.

11. Terimkasih sebesar-besarnya kepada wanita yang saya cinta Hilyatul

Fajriah, telah setia dengan segenap kasih sayang dan cintanya, serta

dukungan berbentuk motivasi dan inspirasi serta doa kepada peneliti untuk

menyelesaikan skripsi ini.

12. Teman-teman peneliti Muhammad Yusuf, M. Ardiansyah, M. Mahdi

Firdaus, Ardhi Rachmat Ramadhan, Gagah Yaumiyya Riyoprakoso, Akrom

Sri Nerendo Tomo, Riyanto, Abdul Husen, Rahmat Fadhil, Rizki

Darmawan, Ario Wicaksono, M. Azyimardi, dan teman-teman Ilmu Hukum

Page 8: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

viii

Angkatan 2015 yang telah saling membantu selama proses perkuliahan

sehingga tugas-tugas dan skripsi ini dapat selesai sebagaimana mestinya.

13. Keluarga besar Moot Court Community (MCC) dan Kuliah Kerja Nyata

(KKN) SEPATANOVATOR yang telah memberikan dukungan berbentuk

motivasi dan inspirasi, serta doa kepada peneliti untuk menyelesaikan

skripsi ini.

14. Perusahaan Umum Jaminan Kredit Indonesia (Perum Jamkrindo), terutama

Divisi Hukum dan Kepatuhan yakni Bapak Muhammad Natsir selaku

Kepala Divisi Hukum dan Kepatuhan, Bapak Bambang Hajar Herwibowo

selaku Kepala Bagian Hukum, Bapak Arry Andru Palapi selaku Kepala

Bagian Kepatuhan, dan Bapak D. Agung Nugroho, serta seluruh karyawan

yang lain Divisi Hukum dan Kepatuhan. Saya ucapkan terimakasih telah

memberikan doa serta dukungan berbentuk motivasi dan inspirasi kepada

peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini.

15. Pihak-pihak lain yang telah memberikan kontribusi kepada peneliti dalam

menyelesaikan karya tulis ini.

Jakarta, 9 Mei 2019

Abdul Manan

Page 9: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN PEEMBIMBING .............................. ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .................................... iii

LEMBAR PENYATAAN .................................................................... iv

ABSTRAK ............................................................................................ v

KATA PENGANTAR .......................................................................... vi

DAFTAR ISI .......................................................................................... ix

BAB I: PENDAHULUAN .................................................................... 1

A. Latar Belakang ......................................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ................. 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 5

D. Metode Penelitian .................................................................... 6

E. Sistematika Penelitian ............................................................... 10

BAB II: KAJIAN PUSTAKA TENTANG NOTARIS ...................... 12

A. Kerangka Konseptual ................................................................ 12

1. Notaris ................................................................................. 14

a. Keberadaan Notaris di Indonesia .................................... 14

b. Kedudukan Notaris sebagai Pejabat Umum ................... 17

c. Kewenangan Notaris ...................................................... 19

d. Kewajiban Notaris .......................................................... 22

e. Larangan Notaris ............................................................ 24

f. Ketentuan Penerapan Honorarium Notaris ...................... 25

g. Lembaga yang Berwenang Mengawasi Notaris ............. 27

2. Pengawasan Notaris ............................................................ 29

a. Pengertian Pengawasn Notaris ....................................... 29

b. Dasar Hukum Pengawasan Notaris ................................ 30

B. Kerangka Teori ......................................................................... 30

Teori Efektivitas Hukum .......................................................... 30

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ....................................... 32

Page 10: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

x

BAB III: GAMBARAN UMUM PROFIL dan KASUS PRAKTIK

PENERAPAN HONORARIUM NOTARIS ................... 34

A. Profil Notaris yang Menerapkan Honorarium tidak Sesuai dengan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 ................................... 34

B. Kasus Praktik Penerapan Honorarium yang tidak Sesuai dengan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 ................................... 34

BAB IV ANALISIS TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2

TAHUN 2014 TERHADAP PRAKTIK PENERAPAN

HONORARIUM NOTARIS ............................................ 44

A. Analisis Hubungan Hukum Notaris dengan Para Pihak yang Mengikat

Perjanjian yang Tertuang dalam Akta Notaris ......................... 44

B. Analisis Bentuk Praktik Penerapan Honorarium dalam Kasus

Transaksi antara Notaris dengan Para Pihak ............................ 59

C. Analisis Hukuman yang dapat Dikenakan Terhadap Notaris yang

Melanggar Ketentuan Honorarium Notaris ............................. 66

D. Perintah Notaris dalam Perspektif Islam untuk Mematuhi Ketentuan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 ................................... 75

BAB V PENUTUP ................................................................................. 79

A. Kesimpulan ............................................................................... 79

B. Rekomendasi ............................................................................. 83

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 83

LAMPIRAN .......................................................................................... 87

Page 11: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara berkembang dilihat dari pembangunan dan

sarana prasarana yang sedang berlangsung, sebagian besar penduduknya mengais

rezeki dengan berwirausaha atau berbisnis. Berkenaan dengan hal tersebut jasa

Notaris sebagai pembuat Akta autentik sangatlah dibutuhkan, dikarenakan Akta

yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris merupakan Akta yang berkekuatan

pembuktian sempurna sehingga dapat memberikan suatu kepastian hukum bagi

para pihak yang membuatnya.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, memberi kewenangan

pada Notaris untuk membuat Akta autentik untuk menjamin kepastian, ketertiban,

dan perlindungan hukum yang tertuang dalam Pasal 15 Ayat (1) Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004 yang berbunyi: “Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai

semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh perundang-

undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan

dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan

Akta, memberikan groose, salinan, dan kutipan Akta. Semuanya itu sepanjang

pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain

atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.”

Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh negara.1

Menempatkan Notaris sebagai jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau

tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu

(kewenangan tertentu) serta bersifat berkesinambungan sebagai suatu lingkungan

pekerjaan tetap. Keberadaan Notaris sebagai pejabat negara yang berwenang

membuat suatu produk hukum yakni Akta autentik tidak mendapatkan honor dari

negara, oleh karena itu Notaris berhak menerima honorarium atas jasa hukum

1 Bagir Manan, Hukum Positif Indonesia, (Yogyakarta: UII Press, 2004), h. 15

Page 12: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

2

yang diberikan sesuai dengan kewenangannya. Notaris menerima honorarium dari

masyarakat umum atas jasa dalam pembuatan Akta autentik. Honorarium hanya

diberikan kepada mereka yang menjalankan tugas jabatan berdasarkan peraturan

perundang-undangan, sedangkan sucses fee diberikan kepada mereka yang

menjalankan profesi.2

Honorarium yang diterima oleh Notaris didasarkan pada nilai ekonomis dan

nilai sosiologis dari setiap Akta dibuatnya, diatur dalam Pasal 36 Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004 Tentang Jabatan Notaris. Besarnya honorarium yang diterima oleh Notaris

didasarkan pada nilai ekonomis dan sosiologis dari setiap Akta yang dibuatnya.

Nilai ekonomis sudah diatur dalam Pasal 36 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris, yaitu:

(1) Sampai dengan Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau ekuivalen gram

emas ketika itu, honorarium yang diterima paling besar adalah 2,5% (dua

koma lima persen);

(2) Di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) honorarium yang diterima paling

besar 1,5% (satu koma lima persen); atau

(3) Di atas Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) honorarium yang diterima

didasarkan pada kesepakatan antara Notaris dengan para pihak, tetapi tidak

melebihi 1% (satu persen) dari objek yang dibuatkan Aktanya.

Dalam praktiknya penerapan honorarium antara Notaris satu dengan Notaris

lain berbeda-beda, ada yang menerapkan besaran honorarium sesuai dengan

ketentuan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, namun

banyak Notaris yang menerapkan di bawah standar ketentuan.

Contoh kasus dalam kehidupan sehari-hari dapat ditemukan salah satunya

adalah Notaris Mustopa, S.H., M.Kn yang berkedudukan di Pandeglang dan

2 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004), (Bandung: Refika Aditama, 2008), h. 151

Page 13: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

3

berkantor di Jl. Raya Serang KM. 3 Kalahang, Pandeglang – Banten, bekerja sama

dengan pihak Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Amal Bhakti Sejahtera.

No. Jenis Pengurusan Dalam Praktik

1. Akta Borgtoch

Rp 0 – Rp 10 juta Rp 200.000,00

Rp 10,1 – Rp 20 juta Rp 230.000,00

Rp 20 juta ke atas Rp 350.000,00

2. Akta Perjanjian Kredit Notariil Rp 220.000,00

3. Akta Pengakuan Hutang (tambahan

Akta Point 2)

Rp 220.000,00

4. Akta Pengakuan Hutang (yang

berdiri sendiri)

Rp 220.000,00

5. Akta SKHMT/FIDUSIA

Rp 0 – Rp 10 juta Rp 150.000,00

Rp 10,1 – Rp 20 juta Rp 200.000,00

Rp 20 juta keatas Rp 350.000,00

6. Akta Kuasa Menjual Rp 250.000,00

7. Legalisasi / Waarkeming Rp 50.000,00

Keterangan : * : Pasal 36 Angka 3 huruf (a) = honorarium paling besar 2,5%

Kerjasama yang dilakukan oleh Notaris dengan Pihak Bank Perkreditan

Rakyat (BPR) Amal Bhakti Sejahtera, yaitu antara Notaris Mustopa, S.H., M.Kn

dengan pihak Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Amal Bhakti Sejahtera mengenai

daftar penetapan tarif/honor pembuatan Akta Notaris/PPAT, terlihat bahwa

tarif/honor Notaris telah mematok bahwa untuk setiap jasa yang diberikan oleh

Notaris kepada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Amal Bhakti Sejahtera

menetapkan standar rata-rata yang tidak lebih dari Rp 220.000,00 (dua ratus dua

puluh ribu rupiah) per Akta/pekerjaannya, bahkan ada tarif di bawah harga

Page 14: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

4

tersebut, dan tarif/honor terendah yang ditetapkan sebesar Rp 50.000,00 (lima

puluh ribu rupiah).

Tarif/honor yang ditetapkan tersebut terlihat tidak wajar karena tarif tersebut

merupakan tarif/honor yang sangat murah, jika dibandingkan dengan tarif/honor

pada umumnya. Kesusuaian mengenai honorarium antar Notaris agar terjadi

persaingan yang sehat dalam melaksanakan profesinya dalam membuat Akta

autentik, akan tetapi dalam satu sisi menekankan segi pelayanan. Untuk itu dalam

hal seperti ini perlu adanya pengawasan oleh Majelis Pengawas Notaris terhadap

penerapan honorarium Notaris.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, penilitian ini akan

mengkaji lebih dalam yang dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul:

“ TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TERHADAP

PRAKTIK PENERAPAN HONORARIUM NOTARIS ”.

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Dari pemaparan di atas terdapat berbagai masalah yang dapat

diidentifikasi, yang pada gilirannya akan diteliti sesuai batasan kemampuan

dalam studi ini, masalah yang dapat diidentifikasi, yaitu:

a. Kesepakatan Notaris dengan para pihak pembuat Akta melanggar syarat-

syarat perjanjian yang sah (Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata)

b. Praktik Notaris dalam menerapkan honorarium tidak sesuai dengan Undang-

Undan Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004.

c. Praktik Notaris yang melanggar ketentuan Kode Etik Notaris Ikatan Notaris

Indonesia (I.N.I).

d. Persaingan tidak sehat antar rekan Notaris dalam menetapkan tarif jasa

Notaris.

e. Kurangnya pengawasan Majelis Pengawas Notaris terhadap Notaris yang

menerapkan honorarium tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2

Page 15: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

5

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004.

2. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah yang telah peneliti paparkan, karena begitu luas

cakupan penelitian ini, maka penelitian ini hanya pada perihal praktik

penerapan honorarium Notaris yang tidak sesuai dengan Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang dilakukan oleh Notaris Mustopa,

S.H., M.Kn yang berkedudukan di Pandeglang dan berkantor di Jl. Raya

Serang KM. 3 Kalahang, Pandeglang – Banten.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah diuraikan

di atas, maka peneliti rumuskan masalah penelitian yaitu tentang tinjauan

hukum atas praktik penerapan honorarium Notaris yang tidak sesuai

berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka

peniliti pertegas dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

a. Bagaimana hubungan hukum Notaris dengan para pihak yang membuat

perjanjian di hadapan Notaris?

b. Bagaimana bentuk praktik penerapan honorarium dalam kasus transaksi

antara Notaris dengan para pihak?

c. Bagaimana hukuman yang dapat dikenakan terhadap Notaris yang

melanggar ketentuan Honorarium Notaris?

C. Tujuan dan Manfaat Penilitian

1. Tujuan dari penelitian ini secara umum sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui hubungan hukum Notaris dengan para pihak yang

membuat perjanjian dihadapan Notaris.

b. Untuk mengetahui bentuk praktik penerapan honorarium dalam bentuk

kasus transaksi antara Notaris dengan para pihak.

c. Untuk mengetahui hukuman yang dapat dikenakan terhadap Notaris yang

Page 16: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

6

melanggar ketentuan honorarium Notaris.

2. Manfaat dari penelitian ini secarama umum terbagi dua, yaitu:

a. Manfaat Teoritis

1) Dapat menambah pengetahuan dan khazanah keilmuan tentang hukum

kenotariatan terutama tentang penerapan honorarium Notaris dalam

praktiknya.

2) Sebagai acuan untuk memperdalam penelitian berikutnya terkait

permasalahan penerapan honorarium Notaris.

b. Manfaat Praktis

1) Menambah pengetahuan bagi masyarakat khususnya para pelaku usaha

untuk membayar jasa Notaris dalam membuat perihal perjanjian dan

kontrak-kontrak yang diterapkan berupa Akta autentik.

2) Menjadi bahan masukan bagi penegak hukum agar menerapkan hukum

yang berlaku demi kelancaran bisnis di Indonesia.

D. Metode Penelitian

Penelitian (research) sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan suatu

masalah atau mencari jawaban dari persoalan yang dihadapi secara ilmiah,

menggunakan cara berpikir reflektif, berpikir keilmuan dengan prosedur yang

sesuai dengan tujuan dan sifat penyelidikan.3 Penelitian hukum merupakan

kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada sistematika dan pemikiran tertentu yang

bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan

jalan menganalisanya, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas

permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan.

1. Pendekatan Penelitian

Peneliti menggunakan statute approach (pendekatan undang-undang)

dan case approach (pendekatan kasus). Pendekatan undang-undang menurut

Peter Mahmud Marzuki adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah

semua undang-undang dan smeua regulasi yang berkaitan dengan isu hukum

3 A. Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan,

(Jakarta: Kencana, 2014), h. 24

Page 17: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

7

yang sedang ditangani.4 Pendekatan kasus dilakukan dengan cara menelaah

kasus-kasus terkait dengan isu hukum yang sedang dihadapi. Secara praktis

ataupun akademis, pendekatan kasus mempunyai kegunaan dalam

mengkaji rasio decidendi atau reasoning tersebut merupakan referensi bagi

penyusunan argumentasi dalam pemecahan isu hukum.

2. Jenis Penelitian

Peneliti menggunakan metode penelitian normatif empiris. Penelitian

normatif adalah penelitian hukum yang meletakan hukum sebagai sebuah

bangunan sistem norma. Mukti Fajar dan Yulianto Achmad sebagaimana

mengutip dari Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji mengemukakan bahwa

penelitian normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara

meneliti bahan kepustakaan yang mencakup penelitian terhadap asas-asas

hukum, sistematika hukum, sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandiangan

hukum antar negara ataupun dari perkembangan hukum positif dari kurun

waktu tertentu.5 Sedangkan penelitian hukum empiris adalah penelitian tentang

hukum yang pada kenyatannya dan diterapkan oleh manusiayang hidup dalam

masyarakat itu sendiri.6

3. Data Penelitian

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder yang

artinya data sebelumnya telah diolah oleh orang lain. Data sekunder ini antara

lain: dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang

berbentuk laporan, buku harian, hasil interview, dan lain-lain. Data sekunder

ini meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum

tersier:

a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif

artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer meliputi

4 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2005), h. 93

5 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 34-35

6 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,

... h. 34-35

Page 18: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

8

perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan

perundang-undangan, dan putusan-putusan hakim. Dalam penelitian ini

yang termasuk dalam bahan hukum primer adalah:

1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris;

2) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor

M.02.PR.08.10 Tahun 2004 Tanggal 7 Desember 2004 Tentang Tata

Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan

Anggota, Tata Cara Kerja, dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis

Pengawas Notaris;

3) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Nomor M.01-HT.03.01 Tahun 2006 Tentang Syarat dan Tata Cara

Pengangkatan, Perpindahan, dan Pemberhentian Notaris;

4) Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia Nomor M.0L.H.T.03.01 Tahun 2003 Tentang Kenotariatan;

5) Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor

M.39.PW.07.10 Tahun 2004 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas

Majelis Pengawas Notaris;

6) Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I).

b. Bahan hukum Sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang

bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang penerapan

honorarium Notaris meliputi buku-buku teks, kamus hukum, jurnal hukum,

dan hasil dokumen serta wawancara dari Notaris terkait dan akademisi

bidang hukum bisnis.

c. Bahan non-hukum adalah bahan diluar bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder yang dipandang perlu. Bahan non-hukum dapat berupa

buku-buku mengenai Sosiologi, Filsafat atau laporan-laporan penelitian

non-hukum sepanjang mempunyai relevansi dengan topik penelitian.

Bahan-bahan non-hukum tersebut dimaksudkan untuk memperkaya dan

memperluas wawasan peneliti.

4. Sumber Data

Page 19: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

9

Sumber data yang dilakukan pada penelitian ini yaitu berupa dokumen

yang didapati dari Kantor Notaris Mustopa, S.H., M.Kn yang berkedudukan

di Pandeglang dan berkantor di Jl. Raya Serang KM. 3 Kalahang, Pandeglang

– Banten.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini yaitu studi

kepustakaan dan case approach (pendekatan kasus). Studi kepustakaan

dilakukan dengan mencari referensi untuk mendukung materi penelitian ini

melalui berbagai literatur seperti buku, bahan ajar perkuliahan, artikel, jurnal,

skripsi, undang-undang, dan hasil dokumen dari Notaris terkait serta

wawancara dari akademisi bidang bisnis. Pendekatan kasus dilakukan dengan

cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang

dihadapi. Kasus dapat berupa sesuatu yang terjadi di Indonesia maupun di

negara lain.

6. Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Adapun bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder, maupun bahan non-hukum diuraikan dan dihubungkan sedemikian

rupa, sehingga ditampilkan dalam penulisan yang lebih sistematis untuk

menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Cara pengolahan bahan

hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu

permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang

dihadapi. Selanjutnya setelah bahan hukum diolah, dilakukan analisis terhadap

bahan hukum tersebut yang akhirnya akan diketahui pentingnya mengetahui

penerapan honorarium Notaris untuk membuat Akta agar selalu mengikuti

prosedur yang telah ditentukan dalam menjalankan praktiknya.

7. Pedoman Penulisan Skripsi

Acuan metode penulisan peneliti merujuk pada “Pedoman Penulisan

Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Tahun 2017”. Berdasarkan kaidah-

kaidah dan teknik penulisan yang sudah ditentukan oleh Fakultas Syariah dan

Hukum.

Page 20: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

10

E. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri

atas sub-sub bab guna lebih memperjelas ruang lingkup dan cakupan

permasalahan yang diteliti. Adapun urutan dan tata letak masing-masing bab

serta pokok permasalahan, sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang

masalah, identifikasi, pembatasan, dan perumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG NOTARIS

Merupakan bab kajian pustaka yang menjelaskan tentang

kerangka teori, kerangka konseptual, dan tinjauan (review) kajian

terdahulu, berbagai aspek diantaranya: Tinjauan secara umum

mengenai Notaris dan Pengawasan Notaris, dalam Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan Kode Etik

Notaris, dan juga dibahas tentang kerangka teori yaitu teori efektivitas

hukum menurut Lawrence M. Friedman. Pada bab ini juga dibahas

review kajian terdahulu yang relevan dengan fokus pembahasannya

mendiskripsikan persamaan dan perbedaan, serta studi-studi dengan

rencana studi yang akan dilakukan.

BAB III GAMBARAN UMUM PROFIL NOTARIS dan KASUS

PRAKTIK PENERAPAN HONORARIUM NOTARIS

Merupakan bab penyajian data dan penelitian secara deskriptif

yang menjelaskan tentang profil dan kasus Notaris Mustopa, S.H.,

M.Kn yang berkedudukan di Pandeglang dan berkantor di Jl. Raya

Serang KM. 3 Kalahang, Pandeglang – Banten yang menerapakan

honorarium tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004 Tentang Jabatan Notaris.

Page 21: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

11

BAB IV ANALISIS TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN

2014 TERHADAP PRAKTIK PENERAPAN HONORARIUM

NOTARIS

Merupakan bab analisis permasalahan yang membahas dan

menjawab permasalahan pada penelitian ini kasus praktik penerapan

honorarium Notaris yang tidak sesuai Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, hubungan hukum Notaris

dengan para pihak yang membuat perjanjian dihadapan Notaris,

bentuk praktik penerapan honorarium dalam kasus transaksi antara

Notaris dengan para pihak, dan hukuman yang dapat dikenakan

terhadap Notaris yang melanggar ketentuan honorarium Notaris, serta

Penerapan Honorarium Notaris dalam Tinjauan Islam.

BAB V PENUTUP

Merupakan bab yang menjelaskan kesimpulan dan rekomendasi.

Page 22: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA TENTANG NOTARIS

A. Kerangka Konseptual

Sebelum lebih jauh mengulas penelitian ini, terlebih dahulu peneliti akan

mengartikan kata per kata makna dari judul skripsi ini “Tinjauan Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 Terhadap Praktik Penerapan Honorarium Notaris” yang

peneliti sedang teliti, sebagai berikut:

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “tinjauan” berasal

dari kata tinjau yang berarti melihat, menjenguk, memeriksa, dan meneliti untuk

kemudian menarik kesimpulan. Jadi, pengertian “tinjauan” adalah mempelajari

dengan cermat, memeriksa (untuk memahami), pandangan pendapat untuk

menyelidiki, mempelajari, dan sebagainya.1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2014 adalah Undang-Undang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004 Tentang Jabatan Notaris. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 ini hanya

merubah beberapa pasal dari undang-undang sebelumnya yaitu Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “terhadap”

mempunyai arti kata depan untuk menandai arah. Kata “terhadap” juga berarti

kepada, kata “terhadap” bisa juga berarti lawan, yang dimaksud dari kata

“terhadap” yang peneliti gunakan untuk judul penelitian yang mempunyai arti

kepada. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “praktik”

mempunyai beberapa arti, yakni: 1) Pelaksanaan secara nyata apa yang disebut

dalam teori, 2) Pelaksanaan pekerjaan (tentang dokter, pengacara, dan

sebagainya), 3) Perbuatan menerapkan teori (keyakinan dan sebagainya). Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “penerapan” adalah perbuatan

1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahsasa

(Edisi Keempat), (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), h. 1470

Page 23: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

13

menerapkan.2 Menurut J.S Badudu dan Sutan Mohammad Zain, penerapan adalah

hal, cara atau hasil. Menurut Lukman Ali, penerapan adalah mempraktikkan dan

memasangkan. Menurut beberapa ahli berpendapat bahwa penerapan adalah suatu

perbuatan suatu teori, metode, dan hal lain untuk mencapai tujuan tertentu, dan

untuk suatu kepentingan yang diinginkan oleh suatu kelompok atau golongan

yang telah tercantum dan tersususn sebelumnya. Pengertian penerapan yang telah

dipaparkan dapat disimpulkan bahwa penerapan adalah pengaplikasian dari

sebuah rencana yang telah disusun dan matang secara terperinci untuk mencapai

tujuan tertentu.

Honorarium berasal dari kata latin honor yang artinya kehormatan,

kemuliaan, tanda hormat/penghargaan semula mengandung pengertian balas jasa

para nasabah atau klien kepada dokter, akuntan, pengacara, dan Notaris.

Pengertian itu meluas menjadi uang imbalan atau jasa atau hasil pekerjaan

seseorang yang tidak berupa gaji tetap. Honorarium adalah imbalan atas jasa

hukum Notaris yang diberikan sesuai dengan kewenangannya. Honorarium hanya

diberikan kepada mereka yang menjalankan tugas jabatan berdasarkan peraturan

perundang-undangan, sedangkan sucses fee diberikan kepada mereka yang

menjalankan profesi.

Istilah Notaris pada dasarnya berasal dari perkataan “notarius” (bahasa

Latin), yakni nama yang diberikan pada orang-orang Romawi dimana tugasnya

menjalankan pekerjaan menulis pada saat itu. Ada juga pendapat mengatakan

bahwa nama “notaries” itu berasal dari perkataan “nola litcraria”, yang berarti

tanda (letter merk atau karakter) yang menyatakan sesuatu perkataan.3 Menurut

Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, menyebutkan

bahwa definisi Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat

Akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam

2 Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta:

Modern English Press, 2002), h. 1598

3 R. Soegondo Notodiserjo, Hukum Notaris Indonesia (Suatu Penjelasan), (Jakarta:

Rajawali, 1982), h. 13

Page 24: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

14

undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Kode Etik Notaris,

Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia (Banten, 29-30 Mei 2015) dalam

Bab I ketentuan umum pada Pasal 1 Angka 4, bahwa yang dimaksud dengan

Notaris adalah setiap orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan

sebagai pejabat umum, sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004 Tentang Jabatan Notaris.

Jadi dapat disumpulkan makna atau arti dari judul penelitian “Tinjauan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Terhadap Praktik Penerapan Honorarium

Notaris” yang peneliti sedang teliti, yaitu: “Mempelajari dengan cermat Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris guna menganalisa pelaksanaan pekerjaan

tentang pengaplikasian dari sebuah rencana yang telah disusun untuk mencapai

tujuan tertentu tentang imbalan atas jasa hukum Notaris yang diberikan sesuai

dengan kewenangannya yaitu membuat Akta autentik dan kewenangan lainnya

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004.

1. Notaris

a. Keberadaan Notaris di Indonesia

Lembaga Notaris masuk ke Indonesia yang dikenal sekarang ini,

bukan lembaga yang lahir dari bumi Indonesia. Lembaga Notaris masuk ke

Indonesia pada permulaan abad ke-17 dengan beradanya Vereenigde Ost

Ind. Compagnie (VOC) di Indonesia.4 Jan Pieterszoon Coan pada waktu itu

sebagai Gubernur Jenderal di Jacatra (sekarang disebut Jakarta) antara tahun

1617 sampai 1629, untuk keperluan para penduduk dan para pedagang di

Jakarta menganggap perlu mengangkat seorang Notaris, yang disebut

Notarium Publicum, sejak tanggal 27 Agustus 1620, mengangkat Melchior

Kerchem (Notaris pertama di Indonesia), sebagai sekretaris College van

4 G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta: Erlangga, 1983), h. 15

Page 25: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

15

Schepenen (Urusan Perkapalan Kota) di Jacatra untuk merangkap sebagai

Notaris yang berkedudukan di Jacatra.

Tugas Melchoir Kerchem sebagai Notaris dalam surat

pengangkatannya,5 yaitu melayani dan melakukan semua surat libel

(smaadschrift), surat wasiat di bawah tangan (codicil), persiapan

penerangan, Akta perjanjian perdagangan, perjanjian kawin, surat wasiat

(testament), dan Akta-akta lainnya dan ketentuan-ketentuan yang perlu dari

kotapraja. Secara yuridis, pengertian Notaris tercantuk dalam beberapa

peraturan sebagai berikut ini:

1) Staatsblad 1860 Nomor 3 Tentang Peraturan Jabatan Notaris di

Indonesia (Reglemen op Het Notaris Ambt In Indonesia). Menurut Pasal

1 Staatsblad 1860 Nomor 3 Tentang Peraturan Jabatan Notaris di

Indonesia, “Para Notaris adalah pejabat-pejabat umum, khususnya

berwenang untuk membuat Akta-akta autentik mengenai semua

perbuatan, persetujuan, dan ketetapan-ketetapan, yang untuk itu

diperintahkan oleh suatu undang-undang umum atau yang dikehendaki

oleh orang-orang yang berkepentingan, yang akan terbukti dengan tulisan

autentik, menjamin hari dan tanggalnya, menyimpan Akta-akta dan

mengeluarkan groose Akta, salinan-salinan, dan kutipan-kutipannya,

semuanya itu sejauh pembuatan Akta-akta tersebut oleh suatu undang-

undang umum tidak juga ditugaskan atau diserahkan kepada pejabat-

pejabat atau orang-orang lain.”6

Ada dua hal yang tercantum dalam pasal ini, yaitu kedudukan Notaris

dan kewenangannya. Kedudukan Notaris dalam Pasal 1 Staatsblad 1860

Nomor 3 Tentang Peraturan Jabatan Notaris di Indonesia (Reglement op

Het Notaris Ambt in Indonesia), yaitu sebagai Pejabat Umum. Pejabat

Umum, yaitu orang yang memegang jabatan untuk mengurus

kepentingan orang banyak. Kewenangan Notaris dalam ketentuan ini

5 Komar Andasasmita, Notaris I, (Bandung: Sumur Bandung, 1981), h. 37

6 Salim HS., Teknik Pembuatan Akta Satu (Konsep Teoritis, Kewenangan Notaris, Bentuk

dan Minuta Akta), (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2015), h. 33

Page 26: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

16

yaitu, untuk membuat Akta autentik maupun Akta-akta yang dikehendaki

oleh para pihak.

Salah satu produk penting dari peraturan perundang-undangan yang

dikeluarkan dalam era reformasi adalah Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, yang selanjutnya diubah dengan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014. Pembentukan Undang-Undang

ini disebabkan karena Peraturan Jabatan Notaris 1860 Nomor 3 Tentang

Reglemen op Het Notaris Ambt in Indonesia yang mengatur mengenai

jabatan Notaris tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan

kebutuhan masyarakat sekarang ini. Maka setelah berlakunya Undang-

Undang Jabatan Notaris, maka segala peraturan yang mengatur tentang

Jabatan Notaris dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

2) Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris berbunyi bahwa yang dimaksud dengan Notaris adalah pejabat

umum yang berwenang untuk membuat Akta otentik dan memiliki

kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini

atau berdasarkan undang-undang lainnya.

Memperhatikan uraian Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004 Tentang Jabatan Notaris, dapat dijelaskan bahwa Notaris adalah

pejabat umum, berwenang membuat Akta otentik, ditentukan oleh

undang-undang. Tugas Notaris adalah menghubungkan hubungan hukum

antara para pihak dalam bentuk tertulis dan format tertentu, sehingga

merupakan suatu Akta otentik. Notaris adalah pembuat dokumen yang

kuat dalam suatu proses hukum.

3) Kode Etik Notaris, Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia (Banten,

29-30 Mei 2015) dalam Bab I ketentuan umum pada Pasal 1 Angka 4

Kode Etik Notaris, bahwa yang dimaksud dengan Notaris adalah setiap

orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai pejabat

umum, sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 2

Page 27: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

17

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004 Tentang Jabatan Notaris.

b. Kedudukan Notaris Sebagai Pejabat Umum

Istilah notarius oleh masyarakat Romawi diberikan kepada mereka

yang melakukan pekerjaan menulis, dimana fungsi dari notarius sendiri

pada zaman tersebut tidaklah sama dengan fungsi Notaris pada saat ini.

Sedangkan istilah pejabat umum dalam burgelijk wetboek (Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata) diterjemahkan oleh Subekti dan Tjitrosudibio

sebagai pejabat umum.7 Ambtenaren jika diterjemahkan adalah pejabat,

8

sedangkan openbare adalah umum atau publik,9 dengan demikian Openbare

Ambtenaren dapat dikatakan sebagai pejabat umum. Jika dilihat dari segi

etimologi bahasa, maka dapat diartikan bahwa pejabat umum adalah pejabat

yang diangkat oleh pemerintah serta memiliki kewenangan tertentu dalam

suatu lingkungan pekerjaan yang tetap (karena memangku suatu jabatan)

yang berkaitan dengan pelayan masyarakat.

Notaris menjalankan sebagian kekuasaan negara dalam bidang hukum

perdata untuk melayani kepentingan rakyat yang memerlukan bukti atau

dokumen hukum berbentuk Akta otentik yang diakui oleh negara sebagai

bukti yang sempurna. Otensitas Akta Notaris bukan pada kertasnya akan

tetapi Akta yang dimaksud dibuat di hadapan Notaris sebagai pejabat umum

dengan segala kewenangannya atau dengan perkataan lain Akta yang dibuat

Notaris mempunyai sifat otentik, bukan karena undang-undang menetapkan

sedemikian, akan tetapi yang dimaksud dalam Pasal 1868 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata.10

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang

7 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta:

Pradnya Paramita, 2004), h. 57

8 Marjanne Ternoshuizen, Kamus Hukum Belanda-Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2002),

h. 21

9 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun

2004 Tentang Jabatan Notaris), (Bandung: Refika Aditama, 2008), h. 40

10

G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, … h. 51

Page 28: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

18

Jabatan Notaris mengalami perubahan tanggal 15 Januari 2014 dengan

diundangkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Notaris merupakan pejabat yang diangkat oleh negara untuk mewakili

kekuasaan umum negara dalam pelayanan hukum kepada masyarakat di

bidang hukum perdata demi terciptanya kepastian, ketertiban, dan

perlindungan hukum. Bentuk pelayanan hukum di bidang keperdataan yang

dilakukan oleh Notaris adalah dengan membuat Akta otentik. Akta otentik

diperlukan oleh masyarakat untuk kepentingan pembuktian sebagai alat

bukti yang terkuat dan terpenuh. Notaris di Indonesia memiliki beberapa

karakteristik, yaitu :

1) Sebagai Jabatan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN)

merupakan unifikasi dibidang pengaturan Jabatan Notaris, artinya satu-

satunya aturan hukum dalam bentuk undang-undang yang mengatur

Jabatan Notaris di Indonesia, sehingga segala hal yang berkaitan dengan

Notaris di Indonesia harus mengacu kepada Undang-Undang Jabatan

Notaris.11

2) Notaris Mempunyai Kewenangan Tertentu

Setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan harus dilandasi

aturan hukumnya sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan

baik dan tidak berbenturan dengan wewenang jabatan lainnya.

3) Diangkat dan Diberhentikan oleh Pemerintah

Notaris meskipun secara administratif diangkat dan diberhentikan

oleh pemerintah, tidak berarti Notaris menjadi subordinasi (bawahan)

yang mengangkatnya pemerintah. Notaris dalam menjalankan tugas

jabatannya bersifat mandiri (autonomous), tidak memihak siapapun

(impartial), dan tidak tergantung kepada siapa pun (independent), yang

11

Habib Adjie, Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) Sebagai Unifikasi Hukum

Pengaturan Notaris, Renvoi, Nomor 28. Th. III, 3 September 2005, h. 38

Page 29: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

19

berarti dalam menjalankan tugas jabatannya tidak dapat dicampuri oleh

pihak yang mengangkatnya atau oleh pihak lain.

4) Tidak Menerima Gaji atau Pensiun dari yang Mengangkatnya

Notaris meskipun diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah tapi

tidak menerima gaji, pensiun dari pemerintah. Notaris hanya menerima

honorarium12

dari masyarakat yang telah dilayaninya atau dapat

memberikan pelayanan cuma-cuma untuk mereka yang tidak mampu.

5) Akuntabilitas atas Pekerjaannya Kepada Masyarakat

Kehadiran Notaris untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang

memerlukan dokumen hukum (Akta) otentik dalam bidang hukum

perdata, sehingga Notaris mempunyai tanggung jawab untuk melayani

masyarakat, masyarakat dapat menggugat secara perdata Notaris, dan

menuntut biaya, ganti rugi, dan bunga jika ternyata Akta tersebut

dibuktikan dibuat tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, hal ini

merupakan bentuk akuntabilitas Notaris kepada masyarakat.13

c. Kewenangan Notaris

Teori tentang kewenangan Notaris telah ditetapkan sebagaimana

ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris. Kewenangan Notaris tersebut dalam Pasal 15 dari Ayat (1) sampai

dengan Ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, yang

dapat dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu:

1) Kewenangan umum Notaris

Pasal 15 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris menegaskan bahwa salah satu kewenangan Notaris, yaitu membuat

12

K. Prent, C.M., J. Adi Subrata, dan W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Latin–Indonesia,

(Yogyakarta: Kanisius, 1969), h. 387

13

Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), … h. 15-16

Page 30: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

20

Akta secara umum, hal ini disebut sebagai kewenangan umum Notaris

dengan batasan sepanjang:

a) Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh undang-

undang.

b) Menyangkut Akta yang harus dibuat atau berwenang membuat Akta

otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang

diharuskan oleh aturan hukum atau dikehendaki oleh yang bersangkutan.

c) Mengenai subjek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan

siapa Akta itu dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan.

Menurut Pasal 15 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang

Jabatan Notaris bahwa wewenang adalah membuat Akta bukan membuat

surat, seperti Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) atau

membuat surat lain, seperti Surat Keterangan Waris (SKW).14

Ada beberapa

Akta otentik yang merupakan wewenang Notaris dan juga menjadi

wewenang pejabat atau intansi lain, yaitu:

a) Akta pengakuan anak di luar kawin (Pasal 281 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata).

b) Akta berita acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotik (Pasal

1227 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

c) Akta berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi

(Pasal 1405 dan Pasal 1406 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

d) Akta protes wesel dan cek (Pasal 143 dan Pasal 218 Kitab Undang-

Undang Hukum Dagang).

e) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKHMT).

f) Membuat Akta risalah lelang.15

2) Kewenangan khusus Notaris

14

Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, (Bandung:

Citra Aditya Bakti, 2007), h. 58

15

Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), … h. 78-80

Page 31: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

21

Pasal 15 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris, mengatur mengenai kewenangan khusus Notaris untuk melakukan

tindakan hukum tertentu, seperti:

a) Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di

bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.

b) Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku

khusus.

c) Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang

memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang

bersangkutan.

d) Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya.

e) Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta.

f) Membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan, atau

g) Membuat Akta risalah lelang.

Sebenarnya ada kewenangan khusus Notaris lainnya, yaitu memuat

Akta dalam bentuk In Originali yang tercantum dalam Pasal 16 Ayat (3)

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, yaitu Akta:

a) Pembayaran uang sewa, bungan, dan pensiun.

b) Penawaran pembayaran tunai.

c) Protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga.

d) Akta kuasa.

e) Keterangan kepemilikan.

f) Akta lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Notaris juga mempunyai kewenangan khusus lainnya seperti yang

tersebut dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris, yaitu berwenang untuk membetulkan kesalahan tulis atau kesalahan

ketik yang terdapat dalam minuta Akta yang telah ditandatangani, dengan

Page 32: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

22

cara membuat berita acara pembetulan, dan salinan atas berita acara

pembetulan tersebut Notaris wajib menyampaikannya kepada para pihak.16

3) Kewenangan Notaris yang akan ditentukan kemudian

Pasal 15 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris merupakan wewenang yang akan ditentukan kemudian berdasarkan

aturan hukum lain yang akan datang kemudian (ius constituendum).

Berkaitan dengan wewenang tersebut, jika Notaris melakukan tindakan di

luar wewenang, maka produk atau Akta Notaris tersebut tidak mengikat

secara hukum atau tidak dapat dilaksanakan (nonexecutable), dan pihak atau

mereka yang merasa dirugikan oleh tindakan Notaris di luar wewenang

tersebut, maka Notaris dapat di gugat secara perdata ke Pengadilan Negeri.17

d. Kewajiban Notaris

Teori tentang kewajiban Notaris telah ditetapkan sebagaimana

ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris, sebagai berikut: “Bahwa kehadiran masyarakat untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat yang memerlukan bukti otentik, oleh karena itu

pelayanan kepada masyarakat wajib diutamakan sesuai Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, tapi dalam keadaan tertentu dapat

menolak untuk memberikan pelayanan dengan alasan-alasan tertentu (Pasal

16 Ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris”.

Dalam penjelasan tersebut secara limitatif ditegaskan yang dimaksud

dengan alasan untuk menolaknya, alasan yang mengakibatkan Notaris tidak

16

Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), … h. 81-82

17

Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), … h. 82

Page 33: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

23

berpihak, seperti adanya hubungan darah atau semenda dengan Notaris

sendiri atau dengan suami/istrinya, salah satu pihak tidak mempunyai

kemampuan bertindak untuk melakukan perbuatan, atau hal lain yang tidak

dibolehkan oleh undang-undang. Dalam praktik Notaris jika diteliti, akan

ditemukan alasan lain, kenapa Notaris tidak mau atau menolak memberikan

jasanya, dengan alasan antara akta yang akan dibuat tidak cocok dengan

honorarium yang akan diterimanya. Notaris akan menolak memberikan

jasanya kepada pihak yang membutuhkannya, maka penolakan tersebut

harus merupakan penolakan dalam arti hukum, artinya ada alasan atau

argumentasi hukum yang jelas dan tegas sehingga pihak yang bersangkutan

dapat memahaminya.

Khusus untuk Notaris yang melanggar ketentuan Pasal 16 Ayat (1)

huruf j dan l Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

disamping dapat dijatuhi sanksi yang terdapat dalam Pasal 85 Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, juga dapat dikenakan

sanksi berupa Akta yang dihadapan Notaris hanya mempunyai kekuatan

pembuktian sebagai Akta di bawah tangan atau suatu Akta menjadi batal

demi hukum, dan juga merugikan para pihak yang bersangkutan maka pihak

tersebut dapat menuntut biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris. Pasal

16 Ayat (1) huruf m, tidak dipenuhi maka Akta yang bersangkutan sebagai

Akta di bawah tangan. Pasal 16 Ayat (1) huruf n Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004 Tentang Jabatan Notaris jika tidak dilaksanakan oleh Notaris oleh

Notaris tidak mau menerima magang, maka Notaris akan dikenakan sanksi

peringatan tertulis.18

Kewajiban Notaris tertuang dalam Pasal 3 Kode Etik

Notaris Ikatan Notaris Indonesia.

18

Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), … h. 86-88

Page 34: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

24

e. Larangan Notaris

Teori tentang larangan Notaris telah ditetapkan sebagaimana

ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris, sebagai berikut:

Larangan bagi Notaris, yang dalam bahasa Inggris, disebut dengan

prohibition for notary, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan

verbod voor Notaris merupakan aturan yang memerintahkan kepada Notaris

untuk tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Larangan bagi Notaris telah ditentukan

dalam Pasal 17 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris.

Dalam hal ini ada 1 (satu) larangan yang perlu ditegaskan mengenai

substansi Pasal 17 (1) huruf b Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang

Jabatan Notaris, yaitu meninggalkan wilayah jabatannya lebih dan 7 (tujuh)

hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah. Bahwa Notaris mempunyai

wilayah jabatan 1 (satu) provinsi (Pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Nomor

2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004 Tentang Jabatan Notaris) dan mempunyai tempat kedudukan pada 1

(satu) kota atau kabupaten pada provinsi tersebut (Pasal 18 Ayat (1)

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris).

Dalam hal ini yang dilarang menurut ketentuan Pasal 17 Ayat (1)

huruf b Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yaitu

meninggalkan wilayah jabatannya (provinsi) lebih dari 7 (tujuh) hari kerja.

Meninggalkan tempat kedudukan Notaris lebih dari 7 (tujuh) hari kerja, hal

ini harus dikaitkan dengan ketentuan Pasal 19 Ayat (3) Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30

Page 35: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

25

Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang menegaskan Notaris tidak

berwenang secara teratur menjalankan jabatan di luar tempat kedudukannya.

Ketentuan Pasal 19 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris jika dilanggar oleh Notaris, tidak ada sanksi apapun

untuk Notaris yang melanggarnya menurut Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004 Tentang Jabatan Notaris. Jika hal ini terjadi maka sanksi untuk Notaris

dapat didasarkan kepada ketentuan Pasal 1868 dan 1869 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata, yaitu dinilai tidak berwenangnya Notaris yang

bersangkutan yang berkaitan dengan tempat dimana Akta dibuat, maka Akta

yang dibuat tidak diperlukan sebagai Akta otentik, tapi mempunyai

kekuatan pembuktian sebagai Akta di bawah tangan, jika ditandatangani

oleh para pihak.19

Larangan Notaris tercantum dalam Pasal 4 Kode Etik

Notaris Ikatan Notaris Indonesia.

f. Ketentuan Penerapan Honorarium Notaris

Pengaturan mengenai honorarium atau imbalan atas jasa Notaris dalam hal

pembuatan Akta autentik telah diatur didalam ketentuan honorarium pada

Bab VI khususnya Pasal 36 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Undang-Undang Nomor 2004

Tentang Jabatan Notaris yaitu:

(1) Notaris berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang diberikan

sesuai dengan kewenangannya.

(2) Besarnya honorarium yang diterima oleh Notaris didasarkan pada nilai

ekonomis dan nilai sosiologis dari setiap Akta yang dibuatnya.

(3) Nilai ekonomis sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) ditentukan dari

objek setiap Akta sebagai berikut:

19

Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), … h. 90-91

Page 36: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

26

(a) Sampai dengan Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau

ekuivalen gram emas ketika itu, honorarium yang diterima

paling besar adalah 2,5% (dua koma lima ratus persen);

(b) Diatas Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan

Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), honorarium yang

diterima paling besar 1,5% (satu koma lima persen); atau

(c) Diatas Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), honorarium

yang diterima didasarkan pada kesepakatan antara Notaris

dengan para pihak, tetapi tidak melebihi 1% (satu persen) dari

objek yang dibuatkan Aktanya.

(4) Nilai sosiologis ditentukan berdasarkan fungsi sosial dari objek setiap

Akta dengan honorarium yang diterima paling besar Rp.5000.000,00

(lima juta rupiah).

Pasal 36 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

adalah merupakan satu-satunya pasal yang mengatur mengenai ketentuan

atas honorarium yang berhak diperoleh oleh Notaris atas jasa yang

diberikannya. Pasal tersebut juga dinyatakan cukup jelas atas uraian pasal

tersebut; hanya terdapat sedikit penjelasan mengenai Pasal 36 Ayat (4)

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris bahwa Akta yang

memiliki nilai sosiologis atau memiliki fungsi sosial. Berdasarkan

penjelasan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris, contohnya adalah: Akta pendirian yayasan; Akta pendirian sekolah;

Akta tanah wakaf; Akta pendirian rumah ibadah; atau Akta pendirian rumah

sakit. Bila dilihat pengaturan mengenai honorarium dalam Pasal 36 Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris tersebut; disana terlihat

bahwa Undang-Undang hanya mengatur mengenai tarif maksimal jasa

Notaris atau honorarium yang berhak diterima oleh setiap Notaris.

Page 37: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

27

g. Lembaga yang Berwenang Mengawasi Notaris

Majelis Pengawas Notaris secara umum mempunyai ruang lingkup

kewenangan menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan

pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan Jabatan

Notaris (Pasal 70 huruf a, Pasal 73 Ayat (1) huruf a dan b, Pasal 77 huruf a

dan b Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Berdasarkan substansi pasal tersebut bahwa Majelis Pengawas Notaris

berwenang melakukan sidang untuk memeriksa:

1) Adanya dugaan pelanggaran kode etik;

2) Adanya dugaan pelanggaran pelaksanaan tugas jabatan Notaris;

3) Perilaku para Notaris yang diluar menjalankan tugas jabatannya sebagai

Notaris yang dapat menggangu atau mempengaruhi pelaksanaan tugas

jabatan Notaris.20

Pasal 67 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris menentukan bahwa yang melakukan pengawasan terhadap Notaris

dilakukan oleh Menteri. Dalam melaksanakan pengawasan tersebut Menteri

membentuk Majelis Pengawas (Pasal 67 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004 Tentang Jabatan Notaris), Pasal 67 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004 Tentang Jabatan Notaris menentukan Majelis Pengawas tersebut

terdiri dari 9 (sembilan) orang, terdiri dari unsur:

1) Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang;

2) Organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang;

3) Ahli/akademik sebanyak 3 (tiga) orang.

20

Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), … h. 171

Page 38: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

28

Menurut Pasal 68 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris, terdiri atas:

1) Majelis Pengawas Daerah;

2) Majelis Pengawas Daerah; dan

3) Majelis Pengawas Pusat.

Majelis Pengawas Daerah (MPD) dibentuk dan berkedudukan di

kabupaten atau kota, tercantum dalam Pasal 69 Ayat (1) Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Majelis Pengawas Wilayah (MPW)

dibentuk dan berkedudukan di ibukota provinsi, tercantum dalam Pasal 72

Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Majelis

Pengawas Pusat (MPP) dibentuk dan berkedudukan di ibukota negara,

tercantum dalam Pasal 76 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang

Jabatan Notaris.

Pengawasan dan pemeriksaan terhadap Notaris yang dilakukan oleh

Majelis Pengawas, yang didalamnya ada unsur Notaris, dengan demikian

setidaknya Notaris diawasi dan diperiksa oleh anggota Majelis Pengawas

yang memahami dunia Notaris. Adanya anggota Majelis Pengawas dari

Notaris merupakan pengawasan internal artinya dilakukan oleh sesama

Notaris yang memahami dunia Notaris luar-dalam, sedangkan unsur lainnya

merupakan unsur eksternal yang mewakili dunia akademik, pemerintah dan

masyarakat. Perpaduan keanggotaan Majelis Pengawas diharapkan dapat

memberikan sinergi pengawasan dan pemeriksaan yang objektif, sehingga

setiap pengawasan dilakukan berdasarkan aturan hukum yang berlaku, dan

para Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya tidak menyimpang dari

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris karena diawasi

secara internal dan eksternal.

Page 39: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

29

2. Pengawasan Notaris

a. Pengertian Pengawasan Notaris

Pengawasan Notaris, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan

notary of supervision, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan

supervisie de Notaris mempunyai peranan yang sangat penting dalam

rangka melihat dan menilik pelaksanaan tugas dan kewenangan Notaris.

Tanpa adanya pengawasan, maka Notaris akan melakukan hal-hal yang

tidak diinginkan. Pengawasan Notaris terdiri dari dua suku kata, yaitu

pengawasan dan Notaris.

Pengawasan diartikan sebagai suatu usaha untuk menjamin adanya

kearsipan antara penyelenggara tugas pemerintahan oleh daerah-daerah dan

untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintahan secara berdaya

guna dan berhasil guna.21

Di dalam Keputusan Menteri Hukum dan Hak

Asasi Manusia telah disajikan pengertian pengawasan. Pengawasan adalah

pemberian pembinaan dan pengawasan baik secara preventif maupun kuratif

kepada Notaris dalam menjalankan profesinya sebagai pejabat umum

sehingga Notaris senantiasa harus meningkatkan profesionalisme dan

kualitas kerjanya, sehingga dapat memberikan jaminan kepastian dan

perlindungan hukum bagi penerima jasa Notaris dan masyarakat luas.

Pengawasan terhadap Notaris sangat diperlukan, agar dalam melaksanakan

tugas dan jabatannya Notaris wajib menjunjung tinggi martabat jabatannya.

Jadi, Notaris harus selalu menjaga segala tindak-tanduknya, segala sikapnya

dan segala perbuatannya agar tidak merendahkan martabatnya dan

kewibawaannya sebagai Notaris.22

21

Viktor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Hukum Administrasi

Pemerintahan di Daerah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), h. 233

22

L. Sumartini, 2001, Pembahasan Perkembangan Pembangunan Hukum Nasional

tentang Hukum Acara Pidana, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen

Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, 2001, h. 35-36

Page 40: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

30

Tujuan dari pengawasan yang dilakukan terhadap Notaris adalah

supaya Notaris dapat memenuhi persyaratan-persyaratan yang dituntut

kepadanya, baik yang berdasarkan Kode Etik Notaris dan Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris serta berdasarkan pula kepercayaan

yang diberikan masyarakat klien kepada Notaris tersebut demi menjamin

keamanan dan kepentingan masyarakat. Notaris harus selalu berada di

bawah suatu pengawasan, agar Notaris bersungguh-sungguh menjalankan

tugasnya sesuai ketentuan yang berlaku bagi pembuatan suatu Akta otentik,

selain itu agar Notaris menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan yang

ada demi pengamanan kepentingan masyarakat umum.23

b. Dasar Hukum Pengawasan Notaris

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengawasan

Notaris tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang dibuat pada

zaman Belanda dan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan dan

disahkan pada zaman reformasi. Peraturan perundang-undangan yang

mengatur tentang pengawasan Notaris pada zaman Hindia Belanda, yaitu

Staattsblaad 1860 Nomor 3 Peraturan Jabatan Notaris di Indonesia

(Reglement Op Het Notaris-Ambt In Indonesie).

Pengaturan tentang pengawasan Notaris dalam Stb, dimuat dalam Bab

V, dengan judul pengawasan terhadap para Notaris dan Akta-aktanya.

Peraturan perundang-undangan yang dibuat pada zaman reformasi yang

mengatur tentang pengawasan Notaris, yaitu tercantum dalam Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Pengawasan Notaris diatur

pula didalam peraturan Kode Etik Notaris.

23

G.H.S Lumban Tobing, , Peraturan Jabatan Notaris, … h. 301

Page 41: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

31

B. Kerangka Teori

1. Teori Efektivitas Hukum

Lawrence M. Friedman mengemukakan tiga unsur yang harus

diperhatikan dalam penegakan hukum. Ketiga unsur itu, meliputi struktur,

substansi, dan budaya hukum.24

Struktur hukum terdiri dari:

a. Unsur-unsur jumlah dan ukuran pengadilan, yuridiksinya (yaitu jenis kasus

yang mereka periksa dan bagaimana serta mengapa).

b. Cara naik banding dari satu pengadilan ke pengadilan lainnya; dan

c. Bagaimana badan legislatif ditata, berapa banyak orang yang duduk di

Komisi Dagang Federal, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan,

prosedur yang harus diikuti.

Pengertian substansi, meliputi:

a. Aturan, norma, perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem hukum;

b. Produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem hukum itu

keputusan yang mereka keluarkan, aturan yang baru mereka susun.

Budaya hukum sebagai sikap-sikap dan nilai-nilai yang ada hubungan

dengan hukum dan sistem hukum, berikut sikap-sikapdan nilai-nilai yang

memberikan pengaruh baik positif maupun negatif kepada tingkah laku yang

berkaitan dengan hukum.

Budaya hukum dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

a. Kultur hukum eksternal; dan

b. Kultur huku internal.25

Kultur hukum eksternal adalah kultur hukum yang ada pada populasi

umum. Kultur hukum internal adalah kultur hukm para anggota masyarakat

yang menjalankan tugas-tugas hukum yang terspesialisasi. Semua masyarakat

memiliki kultur hukum, tetapi hanya masyarakat dengan spesialis hukum yang

24

Lawrence M. Friedman, Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial (A Legal System A Social

Science Perspektive), (Bandung: Nusa Media, 2009), h. 7-9

25

Lawrence M. Friedman, Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial (A Legal System A Social

Science Perspektive), ... h. 293

Page 42: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

32

memiliki suatu kultur hukum internal. Ermi Warasih Pujirahayu

mengemukakan bahwa:

“Budaya hukum seorang hakim (internal legal culture) akan berbeda

dengan budaya hukum masyarakat (eksternal legal culture). Bahkan perbedaan

pendidikan, jenis kelamin, suku, kebangsaan, pendapatan, dan lain-lain dapat

merupakan faktor yang memengaruhi budaya hukum seseorang. Budaya

hukum merupakan kunci utuk memahami perbedaan-perbedaan yang terdapat

di dalam sistem hukum yang tidak berasal atau ditumbuhkan dari kandungan

masyarakat merupakan masalah, khususnya di negara-negara yang sedang

berubah karena ketidakcocokan antara nilai-nilai yang menjadi pendukung

sistem hukum dari negara lain dengan nilai yang dihayati oleh anggota

masyarakat itu sendiri”.26

Struktur hukum berkaitan dengan kelembagaan hukum. Di Indonesia,

lembaga yang berwenang melakukan penegakan hukum, adalah seperti

kepolisian, kejaksaan, pengadilan. Sementara itu, substansi berkaitan isi norma

hukum. Norma hukum ini ada yang dibuat oleh negara (state law) dan ada juga

yang hidup dan berkembang dalam masyarakat (living law atau disebut juga

non state law). Kultur hukum berkaitan dengan budaya hukum masyarakat.

C. Kajian (Review) Studi Terdahulu

Penelitian ini mempunyai relevansinya dengan beberapa penelitian

sebelumnya sebagai berikut:

Sinta, skripsi ini ditulis di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

dengan judul Implementasi Pemberian Jasa Hukum Dibidang Kenotariatan Secara

Cuma-Cuma Oleh Notaris Di Kota Makassar, pada tahun 2014.27

Persamaan

skripsi tersebut dengan penelitian yang sedang peneliti teliti tentang honorarium

kepada Notaris. Terletak perbedaan, karena skripsi tersebut hanya menjelaskan

26

Esmi Warasih Pujirahayu, “Pemberdayaan Masyarakat dalam Mewujudukan Tujuan

Hukum (Proses Penegakan Hukum dan Persoalan Keadilan)”, (Pidato Pengukuhan Guru Besar

Fakultas Hukum UNDIP Semarang, 14 April 2001), h.1

27

Sinta, Implementasi Pemberian Jasa Hukum Dibidang Kenotariatan Secara Cuma-

Cuma Oleh Notaris Di Kota Makassar, Jurnal Ilmiah Universitas Islam Negeri Alauddin

Makassar, 2014, h. 1, t.d

Page 43: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

33

tentang implementasi pemberian jasa hukum di bidang kenotariatan secara cuma-

cuma oleh Notaris di Kota Makassar, dan juga menjelaskan faktor-faktor yang

mendukung dan menghambat pemberian jasa hukum di bidang kenotariatan secara

cuma-cuma oleh Notaris di Kota Makassar. Penelitian yang akan dilakukan

peneliti ini fokus kepada tinjauan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 terhadap

praktik penerapan honorarium Notaris.

Habib Adjie, buku dengan judul Hukum Notaris Indonesia ini memiliki

persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti tentang Notaris.

Terletak perbedaan, yaitu buku ini hanya mengupas hal-hal yang berkaitan dengan

Notaris sebagai pejabat publik beserta landasan hukumnya mulai dari persoalan

pengangkatan dan pemberhentian Notaris hingga permasalahan organisasi dan

ketentuan sanksi terhadap Notaris. Penelitian yang akan dilakukan peneliti ini

fokus kepada tinjauan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 terhadap praktik

penerapan honorarium Notaris.

Hamry Theyer, Jurnal ini di tulis di Fakultas Hukum, Magister Kenotariatan

Universitas Surabaya dengan judul Analisis Honorarium Jasa Hukum Notaris dan

Ketentuan Sanksi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris, pada tahun 2013. Jurnal tersebut mempunyai persamaan dengan

penelitian yang sedang peneliti teliti tentang honorarium jasa hukum Notaris dan

ketentuan sanksi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris. Terletak perbedaan, yaitu pada jurnal tersebut membahas tentang bentuk

dan cara persaingan antar Notaris yang dapat menimbulkan persaingan tidak jujur,

dan akibat hukum dari persaingan tidak jujur antar Notaris sebagai dampak dari

penetapan tarif jasa Notaris di bawah standar. Penelitian yang akan dilakukan

peneliti ini fokus kepada tinjauan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 terhadap

praktik penerapan honorarium Notaris.

Page 44: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

34

BAB III

GAMBARAN UMUM PROFIL NOTARIS dan KASUS PRAKTIK

PENERAPAN HONORARIUM NOTARIS

A. Profil Notaris yang Menerapkan Honorarium tidak Sesuai dengan Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2014

Nama : Mustopa, S.H., M.Kn

Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 16 Agustus 1982

Alamat kantor : Jl. Raya Serang Km 3 Kadulawang – Pandeglang,

Rt 002/001, Kel. Cigadung, Kec. Karang Tanjung,

Kab. Pandeglang, Banten

No. SK Pengangakatan : AHU-00408 AH 02.01. Tahun 2015

Tanggal SK Pengangkatan : 13 Juli 2015

Wilayah Penempatan Saat Ini : Kabupaten Pandeglang, Banten

B. Kasus Praktik Penerapan Honorarium yang tidak Sesuai dengan Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2014

Notaris selama menjalankan tugas jabatannya, meskipun diangkat dan

diberhentikan oleh pemerintah, tetapi tidak mendapat gaji dari pemerintah atau

uang pensiun dari pemerintah, sehingga honorarium yang diterima Notaris sebagai

pendapatan pribadi Notaris yang bersangkutan. Honorarium ini hak Notaris,

artinya orang yang telah membutuhkan jasa Notaris wajib membayar honorarium

Notaris, meskipun demikian Notaris berkewajiban pula untuk membantu secara

cuma-cuma untuk mereka yang tidak mampu memberikan honorarium kepada

Notaris. Batasan mampu atau tidak mampu ini Notaris sendiri yang dapat

menilainya. Jasa hukum untuk mereka yang mampu membayar honorarium

Notaris atau yang diberikan secara cuma-cuma karena ketidakmampuan

penghadap, wajib diberikan tindakan hukum yang sama oleh Notaris, karena Akta

Page 45: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

35

yang dibuat oleh Notaris yang bersangkutan tidak akan ada bedanya, baik yang

mampu membayar honorarium Notaris maupun yang cuma-cuma.1

Notaris berhak memungut honorarium atau imbalan berupa uang yang

besarnya telah disebutkan dalam bunyi Pasal 36 Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang

Jabatan Notaris, sebagai berikut:

(1) Notaris berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang diberikan sesuai

dengan kewenangannya.

(2) Besarnya honorarium yang diterima oleh Notaris didasarkan pada nilai

ekonomis dan nilai sosiologis dari setiap Akta yang dibuatnya.

(3) Nilai ekonomis sebagaimana dimaksud Ayat (2) ditentukan dari objek setiap

Akta sebagai berikut:

(a) Sampai dengan Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau ekuivalen

gram emas ketika itu, honorarium yang diterima paling besar adalah

2,5% (dua koma lima persen);

(b) Di atas Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp.

1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) honorarium yang diterima paling

besar 1,5% atau;

(c) Di atas Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) honorarium yang

diterima didasarkan pada kesepakatan antara Notaris dengan para pihak,

tetapi tidak melebihi 1% (satu persen) dari objek yang dibuatkan

Aktanya.

(4) Nilai sosiologis ditentukan berdasarkan fungsi sosial dari objek setiap

honorium yang diterima paling besar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Jika melihat ketentuan yang terdapat diatas, honorarium minimal yang

diterima oleh Notaris dari jasanya dalam membuat Akta otentik, sebenarnya tidak

ditentukan secara tertulis dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Tidak semua Notaris menetapkan pungutan honor sesuai dengan ketentuan

1 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris) (Bandung: Refika Aditama, 2008), h. 108

Page 46: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

36

sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris.

Salah satu tindakan Notaris dalam praktik yang dapat menimbulkan

persaingan tidak jujur diantara sesama Notaris, yaitu dengan penetapan tarif

honorarium yang lebih rendah dari kesepakatan Notaris, atas jasa pembuatan Akta

otentik. Penetapan tarif jasa atau honorarium Notaris tersebut dilakukan oleh

oknum Notaris bisa dengan berbagai cara, baik langsung maupun independen

artinya Notaris menetapkan tarif jasanya di bawah standar langsung pada klien

yang menggunakan jasanya secara langsung atau bisa juga dengan cara Notaris

melakukan berbagai macam kerjasama dengan pihak lain atau instansi-instansi

tertentu, seperti melakukan kerjasama dengan pihak seperti bank, developer,

ataupun dengan bank perkreditan rakyat dan instansi-instansi lainnya. Persaingan

yang sangat ketat diantara sesama Notaris akan berimplikasi kepada terkikisnya

nilai-nilai idealisme yang ada di masyarakat dan jabatan Notaris sendiri.

Tuntutan konsumerisme yang merupakan bagian dari kehidupan materalistis

dan konsumtif maka Notaris tersebut seringkali melakukan langkah-langkah yang

melanggar Kode Etik Notaris demi memenuhi kepuasan hidupnya. Profesi

dianggapnya sebagai ladang untuk mencari uang semata dan mengabaikan fungsi

pelayanan yang melekat pada profesi, oleh karena itu banyak sekali Notaris yang

memasang tarif dengan sesuai dengan apa yang dikehendaki Notaris tersebut.2

Salah satu bentuk praktik penerapan honorarium yang tidak sesuai dengan

Pasal 36 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, yaitu bentuk kerja sama

yang dilakukan oleh Notaris Mustopa, S.H., M.Kn dengan Bank Perkreditan

Rakyat (BPR) Amal Bhakti Sejahtera dalam hal penerapan honorarium adalah

sebagai berikut:

No. Jenis Pengurusan Dalam Praktik

1. Akta Borgtoch

2 https://www.e-jurnal.com/2016/04/pertimbangan-pembentukan-pengaturan.html diakses

pada tanggal 4 April 2019 pukul 20.14 WIB

Page 47: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

37

Rp 0 – Rp 10 juta Rp 200.000,00

Rp 10,1 – Rp 20 jt Rp 230.000,00

Rp 20 juta ke atas Rp 350.000,00

2. Akta Perjanjian Kredit Notariil Rp 220.000,00

3. Akta Pengakuan Hutang (tambahan

Akta Point 2)

Rp 220.000,00

4. Akta Pengakuan Hutang (yang

berdiri sendiri)

Rp 220.000,00

5. Akta SKHMT/FIDUSIA

Rp 0 – Rp 10 juta Rp 150.000,00

Rp 10,1 – Rp 20 juta Rp 200.000,00

Rp 20 juta keatas Rp 350.000,00

6. Akta Kuasa Menjual Rp 250.000,00

7. Legalisasi / Waarkeming Rp 50.000,00

Keterangan : * : Pasal 36 Angka 3 huruf (a) = honorarium paling besar 2,5%

Kerjasama yang dilakukan oleh Notaris dengan Pihak Bank Perkreditan

Rakyat (BPR) Amal Bhakti Sejahtera, yaitu antara Notaris Mustopa, S.H., M.Kn

dengan pihak Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Amal Bhakti Sejahtera mengenai

daftar penetapan tarif/honor pembuatan Akta Notaris/PPAT, terlihat bahwa

tarif/honor tersebut Notaris telah mematok bahwa untuk setiap jasa yang diberikan

oleh Notaris kepada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Amal Bhakti Sejahtera

menetapkan standar rata-rata yang tidak lebih dari Rp 220.000,00 (dua ratus dua

puluh ribu rupiah) per Akta/pekerjaannya, bahkan ada tarif di bawah harga

tersebut, dan tarif/honor terendah yang ditetapkan sebesar Rp 50.000,00 (lima

puluh ribu rupiah).

Alasan Notaris Mustopa, S.H., M.kN menerapkan honor di bawah ketentuan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, dikarenakan semenjak

Page 48: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

38

dikeluarkan kebijakan tentang pengangkatan Notaris 1998 Keputusan Menteri

Kehakiman (sekarang Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia) Nomor:

M.05.HT.03.10 Tahun 1998 Tentang Pengangkatan dan Perpindahan Wilayah

Kerja Notaris yang menyebabkan jumlah Notaris di Indonesia meningkat drastis,

yang saat ini jumlahnya sudah mencapai kurang lebih 11.000 (sebelas ribu)

Notaris bagi kehidupan Kenotariatan. Notaris Mustopa, S.H., M.Kn menerapkan

harga di bawah ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris,

sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran (demand and supply), ketika

permintaan tidak meningkat (kondisi ekonomi nasional tidak kondusif), sementara

penawaran meningkat (jumlah Notaris bertambah), maka harga atau honor akan

tertekan ke nilai yang lebih rendah dari nilai sebelumnya. Selain itu tuntutan

konsumerisme yaitu untuk membiayai dua orang pegawai dan untuk membiayai

kebutuhan sehari-hari keluarga, hal ini menyebabkan Notaris Mustopa, S.H.,

M.Kn menerapkan harga di bawah ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang

Jabatan Notaris. Ia menggaris bawahi, bahwa penerapan honorarium di bawah

ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris merupakan

tindakan yang sudah umum bagi kalangan Notaris.

Menurut Notaris Mustopa, S.H., M.Kn bahwa hampir rata-rata setiap

Notaris menerapkan honor di bawah ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang

Jabatan Notaris, terlebih bagi Notaris baru, hal itu dilakukan dengan alasan masih

belum banyaknya klien yang datang. Disamping itu tujuan banyaknya Notaris

menerapkan honor di bawah ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris, untuk memenuhi biaya operasional kantor yang pasti dikeluarkan setiap

bulannya seperti gaji pegawai, biaya pembayaran telepon, pembayaran air,

pembayaran internet, ongkos operasional pergi ke kantor hingga sampai pulang

Page 49: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

39

kerumah, dan keperluan lainnya yang pasti membutuhkan biaya yang lumayan

besar untuk setiap bulannya.

Menurut Notaris Mustopa, S.H., M.Kn Praktik penerapan honorarium di

bawah ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, memberikan

keuntungan, yaitu berupa:

1. Mendapatkan rekanan kerjasama dengan instansi lain, antara lain Bank,

Developer, dll;

2. Mendapatkan daya tarik kepada klien atau masyarakat lainnya untuk

menggunakan jasa Notaris untuk pembuatan akta dan sebagainya yang

merupakan kewenangan Notaris dengan honor yang lebih murah;

3. Mengharapkan mendapatkan job atau pekerjaan yang lebih dari klien.

Menurut Notaris Mustopa, S.H., M.Kn tindakan yang ia lakukan atas

penetapan besaran honorarium atas jasa Notaris di bawah ketentuan Pasal 36

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, dipastikan menimbulkan

permasalahan persaingan yang tidak sehat antar rekan Notaris yang tentu saja

menimbulkan permasalahan tersendiri, bukan hanya sebatas pada sesama rekan

Notaris tetapi juga terhadap Notaris yang bersangkutan itu sendiri. Selain

menciptakan kesenjangan antar rekan Notaris di dalam suatu wilayah tertentu

sehingga dapat menimbulkan ketidakharmonisan hubungan dengan rekan

seprofesi yang semestinya justru dapat membantu dan saling menghargai, hal

tersebut dapat merendahkan martabat dari profesi Notaris yang harus selalu dijaga

oleh siapa saja yang memangku dan menjalankan profesi tersebut serta telah

melanggar Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan Kode Etik

Notaris, serta sumpah jabatan yang mewajibkan setiap Notaris untuk senantiasa

berprilaku jujur, menjaga kehormatan, dan martabat, serta tanggung jawab profesi

Notaris.

Page 50: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

40

Menurut Notaris Mustopa, S.H., M.Kn, bahwa pengawasan yang dilakukan

oleh Majelis Pengawas Notaris kurang optimal, hal tersebut disebabkan antara

lain:

1. Perbandingan jumlah anggota Majelis Pengawas Notaris dengan jumlah

Notaris yang diawasi;

2. Perbandingan luas wilayah daerah kerja Notaris dari masing-masing Kota atau

Kabupaten yang sangat luas;

3. Tidak adanya petunjuk standar operasional pengawasan terhadap Notaris

menjadi pedoman teknis bagi Majelis Pengawas Notaris dalam melakukan

pengawasan;

4. Anggaran dari Pemerintah yang sama sekali tidak tersedia, padahal tugas

Majelis Pengawas Notaris yang membutuhkan dana yang sebesar.3

Dari hasil wawancara kepada ibu Fitriani, S.Ag., M.H, selaku dosen

Universitas Islam Negeri Syarif HidAyatullah Jakarta, akademisi bidang hukum

bisnis. Menurutnya tarif/honor yang ditetapkan tersebut terlihat tidak wajar karena

tarif tersebut merupakan tarif/honor yang sangat murah bila dibandingkan dengan

tarif/honor pada umumnya. Permasalahan mengenai honorarium Notaris

merupakan hal yang juga sebelumnya diatur dalam perjanjian kerjasama tersebut.

Karena pada saat Notaris mengajukan penawaran kerjasama atas penggunaan jasa-

jasanya dalam pembuatan Akta-akta otentik, Notaris juga melampirkan daftar

harga penyelesaian pekerjaan pembuatan Akta. Bahwa Notaris seharusnya tidak

melakukan hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris dan Kode Etik Notaris, serta telah melanggar sumpah yang telah Notaris

ikrarkan sebelumnya.

Menurut Ibu Fitriani, S.Ag., M.H, harga yang diajukan oleh Notais tersebut

adalah harga di bawah standar yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor

2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris dan perkumpulan, atau jauh lebih rendah serta murah dari

3 Hasil wawancara dengan Notaris Mustopa, S.H., M.Kn., Jakarta, tanggal 23 April 2019

Pukul 10.00 WIB

Page 51: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

41

harga semestinya. Praktik penerapan tarif/honor tersebut, berarti Notaris telah

melakukan suatu bentuk persaingan dengan sejawatnya untuk mendapatkan klien

melalui pihak-pihak tertentu.

Kenyataan hal tersebut kian marak terjadi didalam praktik, membuat

persaingan antar rekan Notaris semakin ketat, semakin banyaknya Notaris yang

melakukan menurunkan tarif/honor kian memicu sulitnya menerapkan ketentuan

Pasal 36 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Diperlukan

kesusuaian mengenai honorarium antar Notaris agar terjadi persaingan yang sehat

dalam melaksanakan profesinya dalam membuat Akta autentik, akan tetapi dalam

satu sisi menekankan segi pelayanan. Untuk itu dalam hal seperti ini perlu adanya

pengawasan oleh Majelis Pengawas Notaris terhadap penerapan honorarium

Notaris. Meskipun Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris mengatur

mengenai honorarium hanya dalam satu pasal saja dan mengatur mengenai

standar honorarium atas jasa yang diberikannya, akan tetapi penetapan tarif jasa

Notaris baik di bawah maupun diatas standar yang telah ditetapkan secara tidak

langsung merupakan pelanggaran terhadap beberapa ketentuan dalam Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Pada dasarnya honorarium yang timbul merupakan kesepakatan antara para

pihak atau penghadap dan Notaris, meskipun demikian penetapan honorarium

sangat bergantung pada nilai ekonomis Akta. Semakin besar pencantuman nilai

nominal pada Akta akan menentukan jumlah honorarium yang harus dibayarkan

oleh penghadap atau para pihak, terkait dengan jumlah honorarium yang harus

dibayarkan oleh penghadap. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

telah memberikan batasan tertinggi. Honorarium merupakan hak daripada Notaris

sebagai imbalan atas jasa dan pelayanan yang diberikan kepada kliennya.

Penetapan honorarium bagi Notaris dapat dilihat dari latar belakang Akta yang

dibuat untuk kepentingan kliennya. Akta yang memiliki nilai ekonomis akan

Page 52: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

42

berbeda dengan Akta yang memiliki nilai sosial. Semakin tinggi nilai ekonomis

suatu Akta akan mempengaruhi nilai honorarium. Perbedaan nilai ekonomis dan

sosial terhadap Akta akan sangat mempengaruhi penafsiran Notaris yang satu

dengan yang lainnya dalam menetapkan honorarium.

Menurut Ibu Fitriani, S.Ag., M.H, pengaturan mengenai honorarium juga

tercantum dalam beberapa pasal dalam Kode Etik Notaris. Berbeda dengan apa

yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, dimana

dalam undang-undang tersebut mengatur mengenai tarif maksimal yang boleh

ditetapkan oleh Notaris dalam suatu transaksi tetapi tidak mengatur mengenai tarif

minimal yang boleh ditetapkan dalam dalam suatu transaksi.

Kode Etik Notaris mengatur mengenai larangan bagi Notaris untuk

menetapkan tarif di bawah standar yang telah ditetapkan oleh perkumpulan,

sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 3 Ayat (13) Kode Etik Notaris, bahwa

Notaris dan orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris wajib

melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium yang

ditetapkan Perkumpulan. Hal ini berarti bahwa perkumpulan telah membuat suatu

aturan yang berkaitan dengan honorarium Notaris.

Pasal 4 Ayat (9) mengatur bahwa Notaris dilarang melakukan usaha-usaha,

baik langsung maupun tidak langsung yang menjurus ke arah timbulnya

persaingan yang tidak sehat dengan sesama rekan Notaris. Pasal 4 Ayat (10) Kode

Etik Notaris mengatur mengenai honorarium, sebagaimana disebutkan dalam

Pasal 4 Ayat (10) bahwa “Notaris maupun orang lain (selama yang bersangkutan

menjalankan jabatan Notaris) dilarang menetapkan honorarium yang harus

dibayar oleh klien dalam jumlah yang lebih rendah dari honorarium yang telah

ditetapkan Perkumpulan”. Dari ketentuan pasal tersebut terlihat bahwa Kode Etik

Notaris tidak menghendaki adanya penetapan tarif yang lebih rendah. Seharusnya

dengan adanya aturan yang jelas tertera dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang

Jabatan Notaris, seharusnya Majelis Pengawas Notaris dengan cepat menindak

lanjuti Notaris kasus tersebut. Jika tidak di awasi dengan baik oleh Majelis

Page 53: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

43

Pengawas Notaris, maka akan banyak praktik seperti ini yang terus berlanjut.4

Sedangkan, menurut bapak Zul Trisman yang berkedudukan di Jl. Raya Labuan

KM. 6, Komplek Ruko Bpi Blok A, No. 16, yang merupakan salah satu anggota

Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Pandeglang dan Lebak, menerangkan bahwa

selama ini belum adanya laporan dari masyarakat untuk pelanggaran Notaris yang

tidak menerapkan honorarium Notaris sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris, dengan tidak adanya aduan dari

masyarakat, maka Majels Pengawas Daerah Kabupaten Pandeglang dan Lebak,

tidak bisa memeriksa bahkan menjatuhi sanksi kepada Notaris yang melanggar

ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan dan Kode Etik Notaris.

Apabila suatu waktu Majelis Pengawas Daerah Kabupaten dan Lebak

mendapatkan laporan terkait, maka segera akan kami tindak lanjuti.5..................

4Hasil wawancara dengan Ibu Fitriyani, S.Ag., M.H., Jakarta, tanggal 25 April 2019

Pukul 08.40 WIB

5 Hasil wawancara dengan Anggota Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Pandeglang

dan Lebak, Notaris Zul Trisman, S.H., Jakarta, tanggal 13 Mei 2019 Pukul 19.30 WIB

Page 54: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

44

BAB IV

ANALISIS TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014

TERHADAP PRAKTIK PENERAPAN HONORARIUM NOTARIS

A. Analisis Hubungan Hukum Notaris dengan Para Pihak yang Membuat

Perjanjian

Notaris merupakan pengemban profesi luhur yang memiliki 3 (tiga) ciri-

ciri pokok. Pertama, bekerja secara bertanggungjawab (dapat dilihat dari mutu

dan dampak pekerjaan). Kedua, menciptakan keadilan (tidak memihak dan

tidak melanggar hak pihak manapun). Ketiga, bekerja tanpa pamrih demi

kepentingan klien dengan menjunjung tinggi harkat dan martabat sesama

anggota profesi dan organisasi profesinya. Dalam melaksanakan tugas dan

jabatannya seorang Notaris harus berpegang teguh pada Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris, sebab tanpa itu

harkat dan martabat professionalisme akan hilang.

Ketika penghadap datang ke Notaris agar tindakan atau perbuatannya

diformulasikan ke dalam Akta otentik sesuai dengan kewenangan Notaris, dan

kemudian Notaris membuatkan Akta atas permintaan atau keinginan para

penghadap tersebut, maka dalam hal ini memberikan landasan kepada Notaris

dan para penghadap telah terjadi hubungan hukum, oleh karena itu Notaris

harus menjamin bahwa Akta yang dibuat tersebut telah sesuai menurut aturan

hukum yang sudah ditentukan, sehingga kepentingan yang bersangkutan

terlindungi dengan Akta tersebut. Hubungan hukum seperti itu, maka perlu

ditentukan kedudukan hubungan hukum tersebut yang merupakan awal dari

tanggunggugat Notaris.1 Akta Notaris sebagai Akta otentik mempunyai

kekuatan nilai pembuktian sebagai berikut:2

1 Marthalena Pohan, Tanggunggugat Advocat, Dokter, dan Notaris, (Surabaya: Bina Ilmu

Surabaya, 1985), h. 11

2 R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat Di Indonesia (Suatu Penjelasan), (Jakarta:

Rajawali, 1982), h. 55

Page 55: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

45

1. Lahiriah (Uitwendige Bewijskracht).

Kemampuan lahiriah Akta Notaris, merupakan kemapuan akta itu

sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai Akta otentik (acta

publica probant sese ipsa), jika dilihat dari luar (lahirnya) sebagai Akta

otentik serta sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan mengenai

syarat Akta otentik, sampai terbukti sebaliknya, artinya sampai ada yang

membuktikan bahwa Akta tersebut bukan Akta otentik secara dalam hal ini

beban pembuktian ada pada pihak yang menyangkal keotentikan Akta

Notaris. Parameter untuk menentukan Akta Notaris sebagai Akta otentik,

yaitu tanda tangan dari Notaris yang bersangkutan, baik yang ada pada

Minuta dan Salinan dan adanya awal Akta (mulai dari judul) sampai dengan

akhir Akta.

Nilai pembuktian Akta Notaris dari aspek lahiriah, Akta tersebut harus

dilihat apa adanya, bukan dilihat ada apa. Secara lahiriah tidak perlu

dipertentangkan dengan alat bukti yang lainnya. Jika ada yang menilai

bahwa suatu Akta Notaris tidak memenuhi syarat sebagai Akta, maka yang

bersangkutan wajib membuktikan bahwa Akta tersebut secara lahiriah

bukan Akta otentik. Penyangkalan atau pengingkaran secara lahirian Akta

Notaris sebagai Akta otentik, bukan sebagai Akta otentik, maka penilaian

pembuktiannya harus didasarkan pada syarat-syarat Akta Notaris sebagai

akta otentik. Pembuktian semacam ini harus melalui upaya gugatan ke

pengadilan. Penggugat harus dapat membuktikan bahwa secara lahiriah

Akta yang menjadi obyek gugatan bukan akta Notaris.

2. Formal (Formale Bewijskracht).

Akta Notaris harus memberikan kepastian bahwa suatu kejadian dan

fakta tersebut dalam Akta betul-betul dilakukan oleh Notaris atau

diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum

dalam Akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam

pembuatan Akta. Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan

kepastian tentang hari, tanggal, bulan, tahun, pukul (waktu) menghadap, dan

para pihak yang menghadap, paraf dan tanda tangan para pihak/penghadap,

Page 56: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

46

saksi, dan Notaris, serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengar

oleh Notaris (pada Akta pejabat/berita acara), dan mencatatkan keterangan

atau pernyataan para pihak/penghadap (pada Akta pihak).

Jika aspek formal dipermasalahkan oleh para pihak, maka harus dari

formalitas dari Akta, yaitu harus dapat membuktikan ketidakbenaran hari,

tanggal, bulan, tahun, dan pukul menghadap, membuktikan ketidakberaran

mereka yang menghadap, membutikan ketidakbenaran apa yang dilihat,

disaksikan dan didengan oleh Notaris, juga harus dapat membuktikan

ketidak benaran pernyataan atau keterangan para pihak yang

diberikan/disampaikan di hadapan Notaris, dan ketidakbenaran tandatangan

para pihak, saksi, dan Notaris ataupun ada prosedur pembuatan Akta yang

tidak dilakukan. Dengan kata lain pihak yang mempermasalahkan akta

tersebut harus melakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek

formal dari Akta Notaris. Jika tidak mampu membuktikan ketidakbenaran

tersebut, mak Akta tersebut harus diterima oleh siapa pun.

Tidak dilarang siapapun untuk melakukan pengingkaran atau

penyangkalan atas aspek formal akta Notaris, jika yang bersangkutan

merasa dirugikan atas Akta yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris.

Pengingkaran atau penyangkalan tersebut harus dilakukan dengan suatu

gugatan ke pengadilan umum, dan penggugat harus dapat membuktikan

bahwa ada aspek formal yang dilanggar atau tidak sesuai dalam Akta yang

bersangkutan, misalnya, bahwa yang bersangkutan tidak pernah merasa

menghadap Notaris pada hari, tanggal, bulan, tahun, dan pukul yang

tersebut dalam awal Akta, atau merasa tanda tangan yang tersebut dalam

Akta bukan tanda tangan dirinya. Jika hal ini terjadi yang bersangkutan atau

penghadap tersebut menggugat Notaris, dan penggugat harus dapat

membuktikan ketidakbenaran aspek formal tersebut.

3. Materiil (Materiele Bewiskracht).

Merupakan kepastian tentang materi suatu Akta, bahwa yang tersebut

dalam Akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang

membuat Akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum,

Page 57: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

47

kecuali ada pembuktian sebaliknya. Keterangan atau pernyataan yang

dituangkan/dimuat dalam Akta pejabat atau berita acara, atau keterangan

para pihak yang yang diberikan/disampaikan di hadapan Notaris (Akta para

pihak) dan para pihak harus dinilai berkata benar yang kemudian

dituangkan/dimuat dalam Akta berlaku sebagai yang benar atau setiap orang

yang datang menghadap Notaris yang kemudian keterangannya

dituangkan/dimuat dalam Akta harus dinilai telah benar berkata.

Jika ternyata pernyataan/keterangan para penghadap tersebut menjadi

tidak berkata benar, maka hal tersebut tersebut tanggung jawab para pihak

sendiri. Notaris terlepas dari hal semacam itu. Dengan demikian isi Akta

Notaris mempunyai kepastian sebagai yang sebenarnya, mejadi bukti yang

sah untuk/di antara para pihak dan para ahli waris serta para penerima hak

mereka. Jika akan membuktikan aspek materiil dari Akta, maka yang

bersangkutan harus dapat membuktikan, bahwa Notaris tidak menerangkan

atau menyatakan yang sebenarnya dalam Akta (Akta pejabat), atau para

pihak yang telah berkata benar (di hadapan Notaris) menjadi tidak berkata

benar, dan harus dilakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek

materiil dari Akta Notaris.

Ketiga aspek tersebut di atas merupakan kesempurnaan Akta Notaris

sebagai Akta otentik dan siapa pun yang terkait oleh Akta tersebut. Jika dapat

dibuktikan dalam suatu persidangan pengadilan, Akta yang bersangkutan

hanya mempunyai kekuatan pembutian sebagai Akta di bawah tangan atau

tersebut didegradasikan kekuatan pembuktiannya sebagai Akta yang

mempunyai kekuatan pembuktian sebagai Akta di bawah tangan. Bahwa ada

salah satu aspek tersebut yang tidak benar, maka Akta yang bersangkutan

hanya mempunyai kekuatan pembutian sebagai Akta di bawah tangan atau

tersebut didegradasikan kekuatan pembuktiannya sebagai Akta yang

mempunyai kekuatan pembuktian sebagai Akta di bawah tangan.

Dalam termilogi ilmu hukum suatu kesalahan yang dilakukan di dalam

menjalankan jabatan apapun, disebut dengan beroepfout. Istilah beroepfout

biasanya ditujukan pada kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh para dokter,

Page 58: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

48

advocat, dan Notaris, karena ketiga jabatan tersebut secara historis termasuk

dalam satu golongan. Menurut Marthalena Pohan, ketiga jabatan tersebut

biasanya disebut sebagai de operae leberales, yaitu jabatan di mana pemegang

jabatan bekerja tidak melulu untuk mencari nafkah tetapi pelaksanaan jabatan

tersebut juga untuk kepeningan umum.

Suatu kesalahan dalam menjalankan profesi dapat disebabkan oleh

kekurangan pengetahuan, kurang pengalaman, atau kurang pengertian.

Demikian pula kesahan Notaris dalam menjalankan jabatan kadangkala

diebabkan oleh kekurangan pengetahuan Notaris terhadap persoalan yang

dimintakan oleh klien baik dari aspek hukum maupun aspek lainnya. Bagi

Notaris tertentu, terutama Notaris baru yang kurang pengalaman dalam

persoalan yang diajukan oleh klien, maka tidak jarang terjadi kesalahan dalam

menuangkan maksud dan permintaan klien dalam Akta yang dibuat.

Ketidakmengertian Notaris terhadap apa yang disampaikan dan minta oleh

klien juga sering kali menimbulkan kesalahan dalam pembuatan Akta oleh

Notaris.

Pelanggaran atau kesalahan Notaris dalam menjalankan jabatan dapat

menimbulkan kerugian pada klien atau pihak lain. Kesalahan yang dilakukan

oleh Notaris dalam menjalankan jabatan dapat membawa dampak pada Akta

yang dibuatnya, yakni hanya mempunyai kekuatan hukum sebagai Akta di

bawah tangan apabila ditandatangani oleh orang-orang yang menghadap.

Sehingga dari Akta otentik sebagai Akta Notaris yang kemudian berubah atau

turun derajat mejadi Akta di bawah tangan dapat menyebabkan Notaris

berkewajiban untuk memberikan ganti rugi. Pihak yang dirugikan akibat

terjadinya pelanggaran atau kesalahan tersebut dapat mengajukan tuntutan atau

gugatan kerugian kepada Notaris yang bersangkutan melalui pengadilan.

Untuk memberikan landasan kepada hubungan hukum seperti tersebut

diatas, perlu ditentukan tanggunggugat Notaris apakah dapat berlandaskan

kepada wanprestasi atau perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) atau

Page 59: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

49

mewakili orang lain tanpa kuasa (zaakwaarneming)3 atau pemberian kuasa

(lastgeving), perjanjian untuk melakukan pekerjaan tertentu ataupun

persetujuan perburuhan.4 Hubungan hukum antara para penghadap dengan

Notaris dapat dimasukkan atau dikualifikasikan dalam bentuk sebuah

wanprestasi jika terjadi hubungan hukum secara kontraktual, misalnya para

penghadap memberi kuasa untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu untuk dan

atas nama pemberi kuasa. Para penghadap datang kepada semua Notaris

terbuka untuk siapa saja, dan suatu hal tidak tepat jika tiap pemberian kuasa

untuk melakukan pekerjaan tertentu, dalam hal ini membuat Akta.

Tidak adanya perjanjian baik tertulis atau lisan yang dinyatakan secara

tegas atau tidak antara Notaris dengan para pihak untuk membuat Akta yang

diinginkannya, maka tidak tepat jika hubungan hukum antara Notaris dan para

pihak dikualifikasikan sebagai hubungan kontraktual yang jika Notaris

wanprestasi dapat dituntut digugat dengan dasar gugatan Notaris telah

wanprestasi. Inti dari suatu perbuatan melawan hukum, yaitu tidak ada

hubungan kontraktual antara satu pihak dengan pihak lainnya. Perbuatan

melawan hukum dapat terjadi satu pihak merugikan pihak lain tanpa adanya

suatu kesengajaan tapi menimbulkan kerugian pada salah satu pihak.

Dalam praktik Notaris melakukan suatu pekerjaan berdasarkan

kewenangannya atau dalam ruang lingkup tugas jabatan sebagai Notaris

berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Para

penghadap datang kepada Notaris atas kesadaran sendiri dan mengutarakan

keinginanannya di hadapan Notaris, yang kemudian dituangkan ke dalam

bentuk Akta Notaris sesuai aturan hukum yang berlaku, dan suatu hal yang

tidak mungkin Notaris membuatkan Akta tanpa ada permintaan dari siapa pun.

Sepanjang Notaris melaksanakan tugas jabatannya sesuai Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, dan telah memenuhi semua tatacara dan

3 Marthalena Pohan, Tanggunggugat Advocat, Dokter, dan Notaris, ... h. 17

4 G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta: Erlangga, 1983), h. 325

Page 60: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

50

persyaratan dalam pembuatan Akta, dan Akta yang bersangkutan telah pula

sesuai dengan para pihak yang menghadap Notaris, maka tuntutan dalam

bentuk perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata tidak mungkin untuk dilakukan.

Dalam hal tidak ada kontraktual atau saling mengikatkan diri antara para

penghadap dengan Notaris ataupun ada persetujuan untuk memberikan

pekerjaan-pekerjaan tertentu, dengan demikian hubungan hukum yang terjadi

antara Notaris dan para penghadap merupakan suatu hubungan hukum yang

tidak termasuk ke dalam bentuk suatu perjanjian yang tunduk kepada

pengaturan tentang kuasa, dalam hal ini Notaris menerima atau melakukan

pekerjaan untuk orang lain untuk melakukan suatu urusan atau perjanjian

tertentu, seperti persetujuan untuk melakukan jasa-jasa tertentu, dalam bentuk

persetujuan perburuhan yang pemborongan pekerjaan (Pasal 1601 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata) ataupun persetujuan perburuhan yang

melakukan pekerjaan di bawah perintah orang lain (Pasal 1601 d Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata).

Subjek hukum yang datang menghadap Notaris didasari adanya suatu

keperluan dan keinginan sendiri, Notaris juga tidak mungkin melakukan suatu

pekerjaan atau membuat Akta tanpa ada permintaan dari para penghadap,

dengan demikian menuntut Notaris dalam bentuk mewakili orang lain tanpa

kuasa (zaakwaarnerning) tidak mungkin berdasarkan Pasal 1354 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata. Hubungan hukum yang terjadi antara Notaris

dan para penghadap tidak dapat dikonstruksikan dipastikan atau ditentukan

sejak awal ke dalam bentuk adanya atau telah terjadi wanprestasi atau

perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) atau persetujuan untuk

melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu atau mewakili orang lain tanpa kuasa

(zaakwaarnerning) yang dapat dijadikan dasar untuk menunut Notaris berupa

penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kontruksi seperti itu tidak dapat

diterapkan secara langsung terhadap Notaris karena tidak ada syarat yang

dipenuhi seperti:

Page 61: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

51

a. Tidak ada perjanjian secara tertulis atau kuasa atau untuk melakukan

pekerjaan tertentu;

b. Tidak ada hak-hak para pihak atau penghadap yang dilanggar oleh Notaris;

c. Notaris tidak mempunyai atasan untuk menerima perintah melakukan suatu

pekerjaan; dan

d. Tidak ada kesukarelaan dari Notaris untuk membuat Akta, tanpa ada

permintaan dari para pihak.

Hubungan hukum Notaris dan para penghadap merupakan hubungan

hukum yang khas dengan karakter:

a. Tidak perlu dibuat suatu perjanjian baik lisan maupun tertulis dalam bentuk

pemberian kuasa untuk membuat Akta atau untuk melakukan pekerjaan-

pekerjaan tertentu;

b. Mereka yang datang ke hadapan Notaris, dengan anggapan bahwa Notaris

mempunyai kemampuan untuk membantu memformulasikan keinginan para

pihak secara tertulis dalam bentuk Akta otentik;

c. Hasil akhir dari tindakan Notaris berdasarkan kewenangan Notaris yang

berasal dari permintaan atau keinginan para pihak sendiri; dan

d. Notaris bukan pihak dalam Akta yang bersangkutan.

Pada dasarnya bahwa hubungan hukum antara Notaris dan para

penghadap yang telah membuat Akta dihadapan atau oleh Notaris tidak dapat

dikontruksikan ditentukan pada awal Notaris dan para penghadap

berhubungan, karena pada saat itu belum terjadi permasalahan apapun. Untuk

menentukan bentuk hubungan antara Notaris dengan para penghadap harus

dikaitkan dengan ketentuan dengan Pasal 1869 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata, bahwa Akta otentik terdegradasai menjadi mempunyai kekuatan

pembuktian sebagai Akta di bawah tangan dengan alasan: (1) tidak

berwenangnya pejabat umum yang bersangkutan, atau (2) tidak mampunya

pejabat umum yang bersangkutan, atau (3) cacat dalam bentuknya, atau karena

ada Notaris dibatalkan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai

kekuatan hukum.

Page 62: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

52

Pelaksanaan tugas jabatan Notaris merupakan pelaksanaan tugas jabatan

yang estorik, diperlukan pendidikan khusus dan kemampuan yang memadai

untuk menjalankannya, oleh karena itu, Notaris dalam menjalankan tugas

jabatannya harus mematuhi berbagai ketentuan yang tersebut dalam Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, sehingga dalam hal ini

diperlukan kecermatan, ketelitian, dan ketepatan tidak hanya dalam teknik

administratif membuat Akta, tapi juga penerapan berbagai aturan hukum yang

tertuang dalam Akta yang bersangkutan untuk para penghadap, dan

kemampuan menguasai keilmuan bidang Notaris secara khusus dan hukum

pada umumnya.5 Kedudukan Akta Notaris yang mempunyai kekuatan

pembuktian sebagai Akta di bawah tangan atau Akta Notaris menjadi batal

demi hukum tidak berdasarkan Akta Notaris tidak memenuhi syarat subjektif

dan syarat objektif tapi dalam hal ini:

a. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, telah

menentukan sendiri ketentuan syarat Akta Notaris yang mempunyai

kekuatan pembuktian sebagai Akta di bawah tangan atau Akta Notaris

menjadi batal demi hukum, yaitu tidak memenuhi syarat eksternal.

b. Notaris telah tidak cermat, tidak teliti, dan tidak dapat dalam menerapakan

aturan hukum yang berkaitan pelaksanaan tugas jabatan Notaris berdasarkan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan juga

dalam menerapkan aturan hukum yang berkaitan dengan isi Akta.

Tuntutan terhadap Notaris dalam bentuk penggantian biaya, ganti rugi

dari bunga sebagai akibat Akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian

sebagai Akta di bawah tangan atau batal demi hukum, berdasarkan adanya:

1. Hubungan hukum yang khas antara Notaris dengan para penghadap dengan

bentuk sebagai perbuatan melawan hukum.

2. Ketidakcermatan, ketidaktelitian, dan ketidaktepatan dalam:

5 Marthalena Pohan, Tanggunggugat Advocat, Dokter, dan Notaris,… h. 45

Page 63: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

53

a. Teknik administrasi membuat Akta berdasarkan Undang-Undang Nomor

2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30

Tahun 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

b. Penerapan berbagai aturan hukum yang tertuang dalam Akta yang

bersangkutan untuk para penghadap, yang tidak didasarkan pada

kemampuan menguasai keilmuan bidang Notaris secara khusus dan

hukum pada umumnya.

Sebelum Notaris dijatuhi sanksi perdata perdata penggantian biaya, ganti

rugi, dan bunga, maka terlebih dahulu harus dapat dibuktikan bahwa:

1. Adanya diderita kerugian;

2. Antara kerugian yang diderita dan pelanggaran atau kelalaian dari Notaris

terdapat hubungan kausal;

3. Pelanggaran (perbuatan) atau kelalaian tersebut disebabkan kesalahan yang

dapat dipertanggungjawabkan kepada Notaris yang bersangkutan.6

Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, pengertian tanggung jawab

adalah “keadaan wajib menanggung segala sesuatunya, apabila ada sesuatu hal,

boleh dituntut, dipersalahkan, diperbolehkan dan sebagainya”.7 Demikian pula

halnya dengan tanggung jawab seorang Notaris dalam melaksanakan

kewenangan dan kewajibannya.

Sehubungan dengan kewenangannya tersebut Notaris berkewajiban

untuk bertanggung jawab atas perbuatannya/pekerjaannya dalam membuat

Akta karena masyarakat mempercayakan Notaris tersebut sebagai seseorang

yang ahli dalam bidang kenotarisan. Besarnya tanggung jawab Notaris dalam

menjalankan profesinya mengharuskan notaris untuk selalu cermat dan hati-

hati dalam setiap tindakannya.

Namun demikian sebagai manusia biasa, tentunya seorang Notaris dalam

menjalankan tugas dan jabatannya terkadang tidak luput dari kesalahan baik

6 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun

2004 Tentang Jabatan Notaris), (Bandung: Refika Aditama, 2008), h. 17

7 Wahyu Baskoro, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jakarta: Setia kawan, 2005), h.

785

Page 64: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

54

karena kesengajaan maupun karena kelalaian yang kemudian dapat merugikan

pihak lain. Notaris dalam menjalankan jabatannya harus berdasarkan pada

ketelitian, kecermatan dan ketepatan. 3 (tiga) unsur sifat pribadi harus

mendapatkan perhatian khusus yang membentuk karakter didalam menjalankan

jabatan adalah:8

1. Jujur terhadap diri sendiri;

2. Baik dan benar;

3. Profesional.

Salah satu perilaku seorang Notaris dalam menjalankan jabatannya

adalah senantiasa bersikap profesional. Menyandang jabatan selaku Notaris

harus jujur terhadap diri sendiri yang berlandaskan pada spiritual, moral,

mental, dan akhlak baik dan benar. Selain mempunyai tingkat intelektual tinggi

serta yang mempunyai sifat netral/tidak memihak, independen, mandiri, tidak

mengejar materi, menjunjung harkat, dan martabat Notaris yang profesional.

Perilaku sehari-hari dalam menjalankan jabatannya harus profesional yang

mengandung arti:

1. Sesuai dengan undang-undang, kode etik, anggaran dasar, anggaran rumah

tangga;

2. Sesuai dan menguasai teknik pembuatan Akta;

3. Teliti, jeli, dan sikap kehati-hatian harus diperhatikan;

4. Tidak terpengaruh dan tidak memihak;

5. Membuat sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya;

6. Tidak menghalalkan segala cara atau memaksakan kehendak;

7. Dalam waktu yang cepat dan tepat.

Tugas seorang Notaris adalah membuat suatu Akta otentik yang

diinginkan oleh para pihak untuk suatu perbuatan hukum tertentu. Tanpa

adanya suatu permintaan dari para pihak maka Notaris tidak akan membuatkan

suatu Akta apapun. Notaris dalam membuat suatu Akta harus berdasarkan

keterangan atau pernyataan dari para pihak yang hadir dihadapan Notaris,

8 A.A. Andi Prajitno, Pengetahuan Praktis Tentang Apa dan Siapa Notaris di Indonesia,

(Surabaya: Putra Media Nusantara, 2010), h. 92

Page 65: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

55

kemudian Notaris menuangkan keterangan-keterangan/penyataan-pernyataan

tersebut kedalam suatu Akta, dimana Akta tersebut telah memenuhi ketentuan

secara ilmiah, formil, dan materiil dalam pembuatan Akta otentik.

Serta Notaris dalam membuat Akta tersebut harus berpijak pada

peraturan hukum atau tata cara prosedur pembuatan Akta, sehingga Notaris

dituntut untuk lebih jeli dan berhati-hati dalam membuat Akta. Akta

merupakan sebuah kebutuhan bagi masyarakat (para penghadap) dan

diharapkan Akta tersebut dapat menjadi suatu bukti apabila terjadi suatu

sengketa dikemudian hari. Apabila Notaris lalai dan kurang berhati-hati dalam

membuat Akta sehingga mengakibatkan Akta tersebut cacat hukum, maka

perbuatan Notaris tersebut harus dipertanggungjawabkan. Atas kesalahan

Notaris tersebut, menyebabkan Notaris telah melakukan perbuatan melawan

hukum. Perbuatan melawan hukum merupakan suatu kumpulan dari prinsip-

prinsip hukum yang bertujuan untuk mengontrol atau mengatur perilaku

berbahaya, untuk memberikan tanggung jawab atas suatu kerugian yang terbit

dari interaksi sosial dan untuk menyediakan ganti rugi terhadap korban dengan

suatu gugatan yang tepat.

Perbuatan harus memenuhi rumusan bahwa perbuatan itu dilarang oleh

undang-undang, adanya kerugian yang ditimbulkan dari perbuatan Notaris

tersebut serta perbuatan tersebut harus bersifat melawan hukum, baik formil

maupun materiil. Mengenai tanggung jawab Notaris selaku pejabat umum,

menurut GHS Lumban Tobing, Notaris harus bertanggung jawab terhadap akta

yang dibuatnya, apabila terdapat alasan-alasan sebagai berikut:9

1. Di dalam hal-hal yang secara tegas ditentukan oleh Peraturan Jabatan

Notaris.

2. Jika suatu akta karena tidak memenuhi syarat-syarat mengenai bentuknya

(gebrek in the vorm), dibatalkan di muka pengadilan, atau dianggap hanya

berlaku sebagai akta di bawah tangan.

9 G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, ... h. 325

Page 66: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

56

3. Dalam segala hal, dimana menurut ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam

Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai tanggung

jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian), Pasal 1366

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai tanggung jawab dengan

unsur kesalahan khususnya kelalaian, dan Pasal 1367 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata mengenai tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan)

terdapat kewajiban untuk membayar ganti kerugian, artinya semua hal-hal

tersebut harus dilalui proses pembuktian yang seimbang.

Dalam lapangan hukum keperdataan, sanksi merupakan bentuk

pertanggungjawaban Notaris. Sanksi merupakan tindakan hukuman untuk

memaksa orang menepati perjanjian atau mentaati ketentuan undang-undang.

Sanksi yang ditujukan kepada Notaris merupakan sebagai penyadaran, bahwa

Notaris dalam melakukan tugas jabatannya telah melanggar ketentuan-

ketentuan mengenai pelaksanaan tugas jabatan Notaris sebagaimana tercantum

dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan untuk

mengembalikan tindakan Notaris dalam melaksanakan tugas jabatannya untuk

tertib sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.10

Di samping itu, sebagai bentuk tanggung jawab, pemberian sanksi

terhadap Notaris juga untuk melindungi masyarakat dari tindakan Notaris yang

dapat merugikan, misalnya membuat Akta yang tidak melindungi hak-hak yang

bersangkutan sebagaimana yang tersebut dalam Akta Notaris. Sanksi tersebut

untuk menjaga martabat lembaga Notaris sebagai lembaga kepercayaan karena

apabila Notaris melakukan pelanggaran, dapat menurunkan kepercayaan

masyarakat terhadap Notaris.

Tanggung jawab perdata atas akta yang dibuat oleh Notaris dalam hal ini

adalah tanggung jawab terhadap kebenaran materiil Akta, maka dikenakan

sanksi keperdataan terhadap kesalahan yang terjadi dalam konstruksi perbuatan

10

Munir Fuady, Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum bagi Hakim, Jaksa, Advokat,

Notaris, Kurator, dan Pengurus), (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005), h. 4

Page 67: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

57

melawan hukum. Perbuatan melawan hukum dalam hal ini dalam sifat aktif

maupun pasif. Aktif dalam arti melakukan perbuatan yang menimbulkan

kerugian pada pihak lain. Sedangkan pasif, dalam arti tidak melakukan

perbuatan yang merupakan keharusan, sehingga pihak lain menderita kerugian.

Jadi unsur perbuatan melawan hukum disini yaitu adanya kesalahan dan

adanya kerugian yang ditimbulkan. Perbuatan melawan hukum disini diartikan

luas, yaitu suatu perbuatan yang tidak saja melanggar undang-undang, tetapi

juga melanggar kepatutan, kesusilaan, atau hak orang lain dan menimbulkan

kerugian.

Sebagai bentuk pertanggungjawaban Notaris dalam lapangan hukum

keperdataan, maka dikenakan sanksi berupa penggantian biaya, ganti rugi, dan

bunga sebagai akibat yang akan diterima Notaris dari gugatan para penghadap

apabila Akta bersangkutan hanya mempunyai pembuktian sebagai Akta di

bawah tangan atau Akta batal demi hukum. Penggantian biaya, ganti rugi, atau

bunga dapat digugat terhadap Notaris harus dengan mendasarkan pada suatu

hubungan hukum antara Notaris dengan para pihak yang menghadap Notaris.

Apabila ada pihak yang merasa dirugikan sebagai akibat langsung dari

suatu Akta Notaris, maka yang bersangkutan dapat menuntut secara perdata

terhadap Notaris. Dalam hal gugatan karena perbuatan melawan hukum, maka

Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berlaku. Pasal 1365

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata membuka kemungkinan pengajuan

berbagai gugatan yaitu: gugatan ganti rugi, pernyataan sebagai hukum, perintah

atau larangan hakim.

Pada ganti rugi dalam hal perbuatan melawan hukum, terbuka

kemungkinan ganti rugi dalam bentuk lain selain sejumlah uang. Syarat ganti

rugi dalam bentuk lain yang bukan uang adalah:

1. Ditentukan oleh penggugat;

2. Hakim menganggapnya cocok.

Mengenai penggantian kerugian dalam bentuk lain selain ganti rugi uang

dapat dilihat dalam pertimbangan dari sebuah Hoge Raad, yang dirumuskan:

“Pelaku perbuatan melawan hukum dapat dihukum untuk membayar sejumlah

Page 68: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

58

uang selaku pengganti kerugian yang ditimbulkannya kepada pihak yang

dirugikannya, tetapi kalau pihak yang dirugikan menuntut ganti rugi dalam

bentuk lain, dan hakim menganggap sebagai bentuk ganti yang sesuai, maka

pelaku tersebut dapat dihukum untuk melakukan prestasi yang lain demi

kepentingan pihak yang dirugikan yang cocok untuk menghapuskan kerugian

yang diderita”.

Mengenai tanggung jawab Notaris atas Akta yang dibuatnya dalam hal

pidana, tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris, namun tanggung jawab Notaris secara pidana dikenakan apabila

Notaris melakukan perbuatan pidana yang terdapat dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana, dengan catatan bahwa pemidanaan terhadap Notaris

tersebut dapat dilakukan dengan batasan yaitu:

1. Ada tindakan hukum dari Notaris terhadap aspek lahiriah, formal dan

materiil Akta yang disengaja, penuh kesadaran dan keinsyafan, serta

direncanakan bahwa Akta yang akan dibuat dihadapan Notaris atau oleh

Notaris bersama-sama atau sepakat para penghadap dijadikan dasar untuk

melakukan suatu tindak pidana.

2. Ada tindakan hukum dari Notaris dalam membuat Akta dihadapan atau oleh

Notaris yang apabila diukur berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris, tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004 Tentang Jabatan Notaris.

3. Tindakan Notaris tersebut juga tidak sesuai menurut instansi yang

berwenang untuk menilai tindakan suatu Notaris, dalam hal ini Majelis

Pengawas Notaris.

Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan

hukum. Larangan tersebut disertai dengan ancaman atau sanksi yang berupa

pidana tertentu seperti denda maupun kurungan bagi mereka yang melanggar

ketentuan tersebut. Pidana dalam hal ini adalah perbuatan pidana yang

Page 69: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

59

dilakukan oleh Notaris selaku pejabat umum yang berwenang membuat Akta

dan tidak dalam konteks individu sebagai warga negara.11

Menurut Lawrence M. Friedman struktur hukum merupakan pola yang

menunjukkan tentang bagaimana hukum dijalankan menurut ketentuan-

ketentuan formalnya. Seharusnya aparat penegak hukum juga ikut membantu

dalam menegakkan hukum di Indonesia, sebagaimana halnya tanggunggugat

Notaris terhadap para pihak, penegak hukum tidak harus melakukan

pemeriksaan kepada Notaris yang tidak melakukan perbuatan hukum sesuai

aturan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan Kode

Etik Notaris.

B. Analisis Bentuk Praktik Penerapan Honorarium dalam Kasus Transaksi

antara Notaris dengan Para Pihak

Pengaturan mengenai honorarium atau imbalan atas jasa Notaris dalam

hal pembuatan Akta autentik telah diatur didalam ketentuan honorarium

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris pada Bab VI

khususnya Pasal 36:

(1) Notaris berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang diberikan

sesuai dengan kewenangannya.

(2) Besarnya honorarium yang diterima oleh Notaris didasarkan pada nilai

ekonomis dan nilai sosiologis dari setiap Akta yang dibuatnya.

(3) Nilai ekonomis sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) ditentukan dari

objek setiap Akta sebagai berikut:

(a) Sampai dengan 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau ekuivalen

gram mas ketika itu, honorarium yang diterima paling besar adalah

2,5% (dua koma lima persen);

11

Mahalia Nola Pohan, Suatu Tinjauan Tentang Pembatalan Akta Notaris Yang

Penandatanganannya Dilakukan di Dalam Rumah Tahanan, (Universitas Sumatera

Utara: Magister Kenotariatan, 2011), h. 112

Page 70: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

60

(b) Di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp

1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) honorarium yang diterima

paling besar 1,5% (satu koma lima persen); atau

(c) Di atas Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) honorarium yang

diterima didasarkan kesepakatan antara Notaris dengan para pihak,

tetapi tidak melebihi 1% (satu persen) dari objek yang dibuatkan

Aktanya.

(4) Nilai sosiologis ditentukan berdasarkan fungsi sosial dari objek setiap

Akta dengan honorarium yang diterima paling besar Rp.5.000.000,00

(lima juta rupiah).

Pasal 36 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris adalah merupakan satu-

satunya pasal didalam Undang-Undang Jabatan Notaris yang mengatur

mengenai ketentuan atas honorarium yang berhak diperoleh oleh Notaris atas

jasa yang diberikannya. Pasal tersebut juga dinyatakan cukup jelas atas uraian

pasal tersebut; hanya terdapat sedikit penjelasan mengenai Pasal 36 Ayat (4)

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris bahwa Akta yang

memiliki nilai sosiologis atau memiliki fungsi sosial berdasarkan penjelasan

Pasal 36 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, contohnya

adalah: Akta pendirian yayasan; Akta pendirian sekolah; Akta tanah wakaf;

Akta pendirian rumah ibadah; atau Akta pendirian rumah sakit. Bila dilihat

pengaturan mengenai honorarium dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris hanya mengatur mengenai tarif maksimal jasa Notaris

atau honorarium yang berhak diterima oleh setiap Notaris.

Meskipun Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

mengatur mengenai honorarium hanya dalam satu pasal saja dan mengatur

mengenai standar honorarium atas jasa yang diberikannya, akan tetapi

Page 71: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

61

penetapan tarif jasa Notaris baik di bawah maupun diatas standar yang telah

ditetapkan secara tidak langsung merupakan pelanggaran terhadap beberapa

ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Pada dasarnya honorarium yang timbul merupakan kesepakatan antara

para pihak atau penghadap dan Notaris, meskipun demikian penetapan

honorarium sangat bergantung pada nilai ekonomis Akta. Semakin besar

pencantuman nilai nominal pada Akta akan menentukan jumlah honorarium

yang harus dibayarkan oleh penghadap atau para pihak. Terkait dengan jumlah

honorarium yang harus dibayarkan oleh penghadap, Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris telah memberikan batasan tertinggi. Honorarium

merupakan hak daripada Notaris sebagai imbalan atas jasa dan pelayanan yang

diberikan kepada kliennya. Penetapan honorarium bagi Notaris dapat dilihat

dari latar belakang Akta yang dibuat untuk kepentingan kliennya.

Akta yang memiliki nilai ekonomis akan berbeda dengan Akta yang

memiliki nilai sosial, semakin tinggi nilai ekonomis suatu Akta akan

mempengaruhi nilai honorarium. Perbedaan nilai ekonomis dan sosial terhadap

Akta akan sangat mempengaruhi penafsiran Notaris yang satu dengan yang

lainnya dalam menetapkan honorarium. Pengaturan mengenai honorarium juga

tercantum dalam beberapa pasal dalam Kode Etik Notaris. Berbeda dengan apa

yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, dimana

dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris mengatur

mengenai tarif maksimal yang boleh ditetapkan oleh Notaris dalam suatu

transaksi tetapi tidak mengatur mengenai tarif minimal yang boleh ditetapkan

dalam suatu transaksi.

Kode Etik Notaris mengatur mengenai larangan bagi Notaris untuk

menetapkan tarif di bawah standar yang telah ditetapkan oleh perkumpulan.

Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 3 Ayat (14) Kode Etik Notaris

Page 72: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

62

bahwa Notaris dan orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan

Notaris wajib melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang

honorarium yang ditetapkan perkumpulan. Hal ini berarti bahwa perkumpulan

telah membuat suatu aturan yang berkaitan dengan honorarium Notaris. Pasal 4

Ayat (9) mengatur bahwa Notaris dilarang melakukan usaha-usaha, baik

langsung maupun tidak langsung yang menjurus ke arah timbulnya persaingan

yang tidak sehat dengan sesama rekan Notaris.

Pasal 4 Ayat (10) Kode Etik Notaris mengatur mengenai honorarium,

sebagaimana disebutkan bahwa “Notaris maupun orang lain (selama yang

bersangkutan menjalankan jabatan Notaris) dilarang menetapkan honorarium

yang harus dibayar oleh klien dalam jumlah yang lebih rendah dari honorarium

yang telah ditetapkan Perkumpulan”. Dari ketentuan pasal tersebut terlihat

bahwa Kode Etik Notaris tidak menghendaki adanya penetapan tarif yang lebih

rendah. Kerja sama yang dilakukan oleh Notaris Mustopa, S.H., M.Kn dengan

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Amal Bhakti Sejahtera dalam hal penerapan

honorarium adalah sebagai berikut:

No. Jenis Pengurusan Dalam Praktik

1. Akta Borgtoch

Rp 0 – Rp 10 juta Rp 200.000,00

Rp 10,1 – Rp 20 jt Rp 230.000,00

Rp 20 juta ke atas Rp 350.000,00

2. Akta Perjanjian Kredit Notariil Rp 220.000,00

3. Akta Pengakuan Hutang (tambahan

Akta Point 2)

Rp 220.000,00

4. Akta Pengakuan Hutang (yang

berdiri sendiri)

Rp 220.000,00

5. Akta SKHMT/FIDUSIA

Rp 0 – Rp 10 juta Rp 150.000,00

Rp 10,1 – Rp 20 juta Rp 200.000,00

Rp 20 juta keatas Rp 350.000,00

Page 73: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

63

6. Akta Kuasa Menjual Rp 250.000,00

7. Legalisasi / Waarkeming Rp 50.000,00

Keterangan : * : Pasal 36 Angka 3 huruf (a) = honorarium paling besar 2,5%

Kerjasama yang dilakukan oleh Notaris dengan Pihak Bank Perkreditan

Rakyat (BPR) Amal Bhakti Sejahtera, yaitu antara Notaris Mustopa, S.H.,

M.Kn dengan pihak Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Amal Bhakti Sejahtera

mengenai daftar penetapan tariff/honor pembuatan Akta Notaris/PPAT, terlihat

bahwa tarif/honor tersebut Notaris telah mematok bahwa untuk setiap jasa yang

diberikan oleh Notaris kepada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Amal Bhakti

Sejahtera menetapkan standar rata-rata yang tidak lebih dari Rp 220.000,00

(dua ratus dua puluh ribu rupiah) per Akta/pekerjaannya, bahkan ada tarif di

bawah harga tersebut, dan tarif/honor terendah yang ditetapkan sebesar Rp

50.000,00 (lima puluh ribu rupiah).

Tarif/honor yang ditetapkan tersebut terlihat tidak wajar karena tarif

tersebut merupakan tarif/honor yang sangat murah bila dibandingkan dengan

tarif/honor pada umumnya, sedangkan diperlukan kesesuaian mengenai

honorarium antar Notaris agar terjadi persaingan yang sehat dalam

melaksanakan profesinya dalam membuat Akta autentik, akan tetapi dalam satu

sisi menekankan segi pelayanan. Untuk itu dalam hal seperti ini perlu adanya

pengawasan oleh Majelis Pengawas Notaris terhadap penerapan honorarium

Notaris.

Padahal Lawrence M. Friedman mengemukakan budaya hukum bahwa

seharusnya masyarakat sudah mulai mengerti tentang hukum, maka akan

terciptanya budaya hukum yang baik dan dapat merubah pola pikir masyarakat

selama ini.Secara sederhana tingkat kepatuhan masyarakat terhadapa hukum,

merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum. Notaris seharusnya

menaati segala bentuk aturan penerapan honorarium Notaris yang telah diatur

dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Page 74: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

64

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan Kode

Etik Notaris.

Berdasarkan data tersebut diatas, analisis yang dapat peneliti kemukakan

berdasarkan ketentuan Pasal 36 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris:

No. Jenis Pengurusan Dalam Praktik Menurut Pasal 36 Ayat 3

Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun

2004

1. Akta Borgtoch

Rp 0 – Rp 10 juta Rp 200.000,00 Paling besar Rp 250.000,00

Rp 10,1 – Rp 20 jt Rp 230.000,00 Rp 250.000,00 – Rp

500.000,00

Rp 20 juta ke atas Rp 350.000,00 Mulai Rp 500.000,00

2. Akta Perjanjian

Kredit Notariil

Rp 220.000,00 Akta jaminan mulai Rp

250.000,00. Kecuali Akta

jaminan tanpa pengakuan

hutang mulai Rp 300.000,00.

3. Akta Pengakuan

Hutang (tambahan

Akta Point 2)

Rp 220.000,00 Akta jaminan mulai Rp

250.000,00. Kecuali Akta

jaminan tanpa pengakuan

hutang mulai Rp 300.000,00.

4. Akta Pengakuan

Hutang (yang berdiri

sendiri)

Rp 220.000,00 Akta jaminan mulai Rp

250.000,00. Kecuali Akta

jaminan tanpa pengakuan

hutang mulai Rp 300.000,00.

5. Akta SKHMT/FIDUSIA

Page 75: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

65

Rp 0 – Rp 10 juta Rp 150.000,00 Paling besar Rp 250.000,00

Rp 10,1 – Rp 20 juta Rp 200.000,00 Rp 252.500,00 – Rp

500.000,00*

Rp 20 juta keatas Rp 350.000,00 Mulai Rp 500.000,00

6. Akta Kuasa Menjual Rp 250.000,00 Akta jaminan mulai Rp

250.000,00. Kecuali Akta

jaminan tanpa pengakuan

hutang mulai Rp 300.000,00.

7. Legalisasi /

Waarkeming

Rp 50.000,00 Legalisasi 1% (Minimal

100.000,00).

Permasalahan mengenai honorarium Notaris merupakan hal yang juga

sebelumnya diatur dalam perjanjian kerjasama tersebut. Karena pada saat

Notaris mengajukan penawaran kerjasama atas penggunaan jasa-jasanya dalam

pembuatan Akta-akta otentik, Notaris juga melampirkan daftar harga

penyelesaian pekerjaan pembuatan Akta. Biasanya harga yang diajukan oleh

Notais tersebut adalah harga di bawah standar yang telah ditetapkan oleh

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris atau jauh lebih rendah

serta murah dari harga semestinya. Praktik penerapan tarif/honor tersebut,

berarti Notaris telah melakukan suatu bentuk persaingan dengan sejawatnya

untuk mendapatkan klien melalui pihak-pihak tertentu.

Kenyataan hal tersebut yang kian marak terjadi didalam praktik,

membuat persaingan antar rekan Notaris semakin ketat, semakin banyaknya

Notaris yang melakukan menurunkan tarif/honor kian memicu sulitnya

menerapkan ketentuan Pasal 36 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris. Kurangnya pengawasan dari Majelis Pengawas

Notaris dan kurang mengetahuinya masyarakat terhadap penerapan honorarium

Notaris ini menjadi salah satu faktor penyebab sulitnya menerapakan Pasal 36

Page 76: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

66

Ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

C. Analisis Hukuman yang dapat Dikenakan Terhadap Notaris yang

Melanggar Ketentuan Honorarium Notaris

Sebelum Notaris dikenakan hukuman akibat perbuatannya yang

melanggar ketentuan honorarium, Notaris menjalani pemeriksaan oleh majelis

pengawas Notaris. Pasal 70 huruf b Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang

Jabatan Notaris dan Pasal 16 Ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak

Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004,

menentukan bahwa Majelis Pengawas Daerah berwenang melakukan

pemeriksaan terhadap protokol Notaris secara berkala 1 (satu) kali dalam 1

(satu) tahun atau setiap waktu yang dianggap perlu. Majelis atau tim pemeriksa

dengan tugas seperti ini hanya ada pada Majelelis Pengawas Daerah saja, yang

merupakan tugas pemeriksaan rutin atau setiap waktu yang diperlukan, dan

langsung dilakukan di kantor Notaris yang bersangkutan. Tim pemeriksa ini

sifatnya insidentil (untuk pemeriksaan tahunan atau sewaktu-waktu) saja,

dibentuk oleh Majelis Pengawas Daerah jika diperlukan.

1. Pemeriksaan yang dilakukan tim pemeriksa meliputi pemeriksaan :

2. Kantor Notaris (alamat dan kondisi fisik Notaris);

3. Surat pengangkatan sebagai Notaris;

4. Berita acara sumpah jabatan Notaris;

5. Surat keterangan izin cuti Notaris;

6. Sertifikat cuti Notaris;

7. Protokol Notaris yang terdiri dari:

a. Minuta Akta;

b. Buku daftar Akta atau repertorium;

c. Buku khusus untuk mendaftarkan surat di bawah tangan yang disahkan

tanda tangannya dan surat di bawah tangan yang dibukukan;

d. Buku daftar nama penghadap atau klapper dari daftar Akta dan daftar

surat di bawah tangan yang disahkan;

Page 77: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

67

e. Buku daftar protes;

f. Buku daftar wasiat;

g. Buku daftar lain yang harus disimpan oleh Notaris berdasarkan

ketentuan perundang-undangan;

8. Keadaan arsip;

9. Keadaan penyimpanan Akta (penjilidan dan keamanannya);

10. Laporan bulanan pengiriman salinan yang disahkan dari daftar Akta, daftar

surat di bawah tangan yang disahkan, dan daftar surat di bawah tangan

yang dibukukan;

11. Uji petik terhadap Akta;

12. Penyerahan protokol berumur 25 tahun atau lebih;

13. Jumlah pegawai yang terdiri atas:

a. Sarjana; dan

b. Nonsarjana.

14. Sarana kantor, antara lain:

a. Komputer;

b. Meja;

c. Lemari;

d. Kursi tamu;

e. Mesin ketik;

f. Filling cabinet;

g. Pesawat telepon/faksimili/internet.

15. Penilaian pemeriksaan, dan

16. Waktu dan tanggal pemeriksaan.

Pasal 20 Ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004, menentukan bahwa

pemeriksaan terhadap Notaris dilakukan juga oleh Majelis Pemeriksa (daerah,

wilayah, dan pusat), yang sifatnya insidentil saja, dengan kewenangan

memeriksa menerima laporan yang diterima dari masyarakat atau dari sesama

Notaris (Pasal 20 Ayat (2) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004).

Page 78: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

68

Instansi utama yang melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap

Notaris, yaitu Majelis Pengawas. Untuk kepentingan tertentu Majelis Pengawas

membentuk tim pemeriksa dan majelis pemeriksa (daerah, wilayah, dan pusat).

Dengan demikian ada 3 (tiga) institusi dengan tugas melakukan pengawasan

dan pemeriksaan terhadap Notaris dengan kewenangan masing-masing, yaitu:

1. Majelis Pengawas (daerah, wilayah, dan pusat), dengan kewenangan

melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas jabatan Notaris dan

Kode Etik Notaris dan tindak tanduk atau perilaku kehidupan Notaris.

2. Tim Pemeriksa, dengan kewenangan melakukan pemeriksaan terhadap

protokol Notaris secara berkala 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau setiap

waktu yang dianggap perlu.

3. Majelis Pengawas Pemeriksa (daerah, wilayah, dan pusat), dengan

kewenangan untuk memeriksa menerima lapora yang diterima dari

masyarakat atau dari rencana Notaris.

Pengaturan pengawasan dan pemeriksaan seperti itu memperpanjang

rantai pengawasan dan pemeriksaan dengan keharusan Majelis Pengawas untuk

membentuk tim pemeriksa dan majelis pemeriksa untuk melakukan untuk

melakukan pemeriksaan tertentu. Lebih baik yang melakukan pengawasan dan

pemeriksaan Notaris, yaitu Majelis Pengawas saja dengan segala kewenangan

yang ada menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor

M.02.PR.08.10 Tahun 2004.12

Sanksi merupakan alat pemaksa, selain hukuman, juga untuk mentaati

ketetapan yang ditetukan dalam peraturan atau perjanjian. Sanksi juga diartikan

sebagai alat pemaksa sebagai hukuman jika tidak taat kepada perjanjian.

Menurut Philipus M. Hadjon, sanksi merupakan alat kekuasaan yang bersifat

hukum publik yang digunakan oleh penguasa sebagai reaksi terhadap

12

Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), … h. 189-191

Page 79: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

69

ketidakpatuhan pada norma hukum administrasi. Dengan demikian unsur-unsur

sanksi, yaitu:

a. Sebagai alat kekuasaan;

b. Bersifat hukum publik;

c. Digunakan oleh penguasa;

d. Sebagai reaksi terhadap ketidakpatuhan.

Sanksi-sanksi merupakan bagian penutup yang penting dalam hukum,

dan tiap aturan hukum yang berlaku di Indonesia selalu ada sanksi di akhir

aturan hukum tersebut. Pembebanan sanksi di Indonesia tidak hanya terdapat

dalam bentuk undang-undang, tetapi bisa dalam bentuk peraturan lain, seperti

keputusan menteri ataupun bentuk lain di bawah undang-undang. Pencantuman

sanksi dalam berbagai aturan hukum tersebut seperti merupakan kewajiban

yang harus dicantumkan dalam tiap aturan hukum, seakan-akan aturan hukum

yang bersangkutan tidak bergigi atau tidak dapat ditegakkan atau tidak akan

dipatuhi jika pada bagian akhir tidak mencantumkan sanksi.

Tiada gunanya memberlakukan kaidah-kaidah hukum manakala kaidah-

kaidah itu tidak dapat dipaksakan melalui sanksi dan menegakkan kaidah-

kaidah dimaksud secara prosedural (hukum acara). Sanksi ini selalu ada pada

aturan-aturan hukum yang dikualifikasikan sebagai aturan hukum yang

memaksa. Ketidaktaatan atau pelanggaran terhadap suatu kewajiban yang

tercantum dalam aturan hukum mengakibatkan terjadinya ketidakaturan yang

sebenarnya tidak diinginkan oleh aturan hukum yang bersangkutan. Hal ini

sesuai dengan fungsi sanksi yang dipakai untuk penegakkan hukum terhadap

ketentuan-ketentuan yang biasanya berisi suatu larangan atau yang

mewajibkan. Dengan demikian pada sanksi pada hakikatnya merupakan

instrumen yuridis yang biasanya diberikan apabila kewajiban-kewajiban atau

larangan-larangan yang dalam ketentuan hukum telah dilanggar, dan dibalik

pintu ketentuan perintah dan larangan (geen verbaden) tersedia sanksi untuk

memaksa kepatuhan.

Hakikat sanksi sebagai satu paksaan berdasarkan hukum, juga untuk

memberikan penyadaran kepada pihak yang melanggarnya, bahwa suatu

Page 80: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

70

tindakan yang dilakukannya telah tidak sesuai dengan aturan hukum yang

berlaku, dan untuk mengembalikan yang bersangkutan agar bertindak sesuai

dengan aturan hukum yang berlaku, juga untuk menjaga keseimbangan

berjalannya suatu aturan hukum. Sanksi yang ditujukan terhadap Notaris juga

merupakan sebagai penyadaran, bahwa Notaris dalam melakukan tugas

jabatannya telah melanggar ketentuan-ketentuan mengenai pelaksanaan tugas

jabatan Notaris sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris, dan untuk mengembalikan tindakan Notaris dalam

melaksanakan tugas jabatannya untuk tertib sesuai dengan Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, disamping dengan pemberian sanksi

terhadap Notaris untuk melindungi masyarakat dari tindakan Notaris yang

dapat merugikan masyarakat, misalnya membuat Akta yang tidak melindungi

hak-hak yang bersangkutan sebagaimana yang tersebut dalam Akta Notaris.

Sanksi tersebut untuk menjaga martabat lembaga Notaris, sebagai lembaga

kepercayaan, karena jika Notaris melakukan pelanggaran, dapat menurunkan

kepercayaan masyarakat terhadap Notaris.

Secara individu sanksi terhadap Notaris merupakan suatu nestapan dan

pertaruhan dalam menjalankan tugas jabatannya, apakah masyarakat

mempercayakan pembuatan Akta terhadap Notaris yang bersangkutan atau

tidak. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang mengatur

Notaris berisikan ketentuan-ketentuan yang bersifat memaksa atau merupakan

suatu aturan hukum yang imperatif untuk ditegakkan terhadap Notaris yang

telah melakukan pelanggaran dalam menjalankan tugas jabatannya.13

Sanksi terhadap Notaris diatur pada akhir Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris, yaitu pada Pasal 84 dan Pasal 85 Undang Nomor 2

13

Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), … h. 200-201

Page 81: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

71

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris ada 2 (dua) macam, yaitu:

1. Sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 84 Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004 Tentang Jabatan Notaris, yaitu jika Notaris melanggar (tidak

melakukan) ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Ayat (1)

huruf i, Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, dan Pasal

52.

Jika ketentuan sebagaimana dalam pasal tersebut tidak dipenuhi, maka

Akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai

Akta di bawah tangan atau Akta menjadi batal demi hukum, dan hal tersebut

dapat dijadikan alasan bagi para pihak (para penghadap) yang tercantum

dalam Akta yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya,

ganti rugi, dan bunga kepada Notaris. Sanksi untuk memberikan ganti rugi,

biaya dan bunga seperti dalam Pasal 84 Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris. Dapat dikategorikan sebagai Sanksi Perdata.

2. Sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 85 Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004 Tentang Jabatan Notaris, yaitu jika Notaris melanggar ketentuan Pasal

7, Pasal 16 Ayat (1) huruf a sampai dengan k, Pasal 17, Pasal 20, Pasal 27,

Pasal 32, Pasal 37, Pasal 54, Pasal 58, Pasal 59, dan/atau Pasal 63 maka

Notaris akan dijatuhi sanksi berupa:

a. Teguran lisan;

b. Teguran tertulis;

c. Pemberhentian sementara;

d. Pemberhentian dengan hormat; dan

e. Pemberhentian tidak hormat.

Sanksi-sanksi yang terdapat dalam pasal tersebut berlakunya secara

berjenjang mulai dari teguran lisan sampai dengan pemberhentian secara tidak

hormat. Teguran baik lisan maupun tulisan hanyalah merupakan tahap awal

Page 82: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

72

untuk masuk kepada wujud sanksi yang sebenarnya yaitu pemberhentian

sementara pemberhentian dengan hormat dan pemberhentian dengan tidak

hormat. Pasal 9 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris menentukan alasan Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya

yaitu karena dalam proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang,

berada di bawah pengampuan, melakukan perbuatan tercela, melakukan

pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan. Jabatan. Sedangkan alasan

Notaris dapat diberhentikan dari jabatannya dengan hormat diuraikan dalam

Pasal 8 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, yaitu:

Notaris berhenti atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat karena:

a. Meninggal dunia;

b. Telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun;

c. Permintaan sendiri;

d. Tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas

jabatan Notaris secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun; atau

e. Merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g.

Sanksi administratif yang terakhir adalah pemberhentian dengan tidak

hormat, alasan Notaris dikenakan sanksi ini diuraikan dalam Pasal 12 dan Pasal

13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Menurut Pasal 12

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Notaris diberhentikan

dengan tidak hormat dari jabatannya oleh menteri atas usul Majelis Pengawas

Pusat apabila:

a. Dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap;

b. Berada di bawah pengampuan secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun;

c. Melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat jabatan

Notaris; atau

Page 83: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

73

d. Melakukan pelanggaran berat terhadap kewajiban dan larangan jabatan.

Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris juga

menguraikan hal yang sama dengan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris yaitu alasan Notaris dapat diberhentikan dengan tidak

hormat yaitu Notaris diberhentikan dengan tidak hormat oleh Menteri karena

dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan Pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang

diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Sanksi yang diatur dalam Pasal 84 dan Pasal 85 Undang-Undang Nomor

2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004 Tentang Jabatan Notaris merupakan sanksi terhadap Notaris yang

berkaitan dengan Akta yang dibuat dihadapan dan oleh Notaris. Hal ini berarti

bahwa setiap Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya harus

memperhatikan aturan-aturan dan persyaratan-persyaratan tertentu karena jika

tidak akan terdapat sanksi yang akan didapat oleh Notaris yang mengabaikan

aturan-aturan yang ada, penjatuhan sanksi-sanksi atas pelanggaran kedua pasal

tersebut dijatuhkan oleh Majelis Pengawas Notaris.

Sanksi terhadap Notaris yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris tidak hanya berupa sanksi perdata atau sanksi

administratif sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 84 dan Pasal 85, akan

tetapi Notaris juga dapat dikenakan sanksi yang lain seperti sanksi pidana dan

sanksi Kode Etik. Sanksi pidana dapat dikenakan kepada Notaris jika Notaris

dalam menjalankan tugas jabatannya telah memenuhi unsur-unsur delik

tertentu suatu tindak pidana berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP), sedangkan sanksi Kode Etik diatur dalam Kode Etik Notaris pada

Pasal 6 yaitu sebagai berikut:

1. Sanksi yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran Kode

Etik dapat berupa:

Page 84: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

74

a. Teguran;

b. Peringatan;

c. Pemberhentian sementara dari keanggotaan Perkumpulan;

d. Pemberhentian dengan hormat dari keanggotaan Perkumpulan;

e. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan Perkumpulan.

2. Penjatuhan sanksi sebagaimana terurai di atas terhadap anggota yang

melanggar Kode Etik disesuaikan dengan kuantitas dan kualitas pelanggaran

yang dilakukan anggota tersebut.

Sanksi ini dapat dikenakan terhadap Notaris yang melanggar ketentuan

Kode Etik Jabatan Notaris dan sanksi tersebut dijatuhkan oleh Dewan

Kehormatan Notaris. Mengenai pemecatan sementara dalam Kode Etik diatur

dalam Pasal 13 yang menyebutkan bahwa: “tanpa mengurangi ketentuan yang

mengatur tentang prosedur atau tata cara maupun penjatuhan sanksi; maka

terhadap seorang anggota perkumpulan yang telah melanggar Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan dikenakan sanksi pemberhentian

dengan hormat atau pemberhentian dengan tidak hormat; sebagai Notaris oleh

instansi yang berwenang; maka anggota yang bersangkutan berakhir

keanggotannya dalam perkumpulan”.

Notaris dalam hal ini telah melanggar ketentuan Pasal 13 Ayat (3) Kode

Etik Notaris, bahwa dalam praktiknya Notaris tidak melaksanakan dan

mematuhi semua ketentuan tentang honorarium ditetapkan perkumpulan.

Notaris juga telah melanggar ketentuan Pasal 4 Ayat (9) Kode Etik Notaris,

bahwa Notaris telah melakukan usaha-usaha, baik langsung maupun tidak

langsung yang menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan

sesama rekan Notaris. Dalam praktiknya Notaris juga telah melanggar

ketentuan Pasal 4 Ayat (10) Kode Etik Notaris, bahwa dalam praktiknya

Notaris telah menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dalam

jumlah yang lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan perkumpulan.

Adapun sanksi yang dapat dikenakan kepada Notaris yang tidak

menerapkan honor sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Page 85: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

75

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris, tidak diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang

Jabatan Notaris, akan tetapi sanksi yang dapat dikenakan kepada Notaris yang

menerapkan honor hanya diatur dalam Pasal 6 Kode Etik Notaris, yaitu:

1. Sanksi yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran Kode

Etik dapat berupa:

c. Teguran;

d. Peringatan;

e. Pemberhentian sementara dari keanggotaan Perkumpulan;

f. Pemberhentian dengan hormat dari keanggotaan Perkumpulan;

g. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan Perkumpulan.

2. Penjatuhan sanksi sebagaimana terurai di atas terhadap anggota yang

melanggar Kode Etik disesuaikan dengan kuantitas dan kualitas pelanggaran

yang dilakukan anggota tersebut.

Hal ini sejalan dengan substansi hukum yang dikemukakan oleh

Lawrence M. Friedman merupakan aturan, norma, dan pola perilaku nyata

manusia yang berada dalam sistem. Substansi hukum menyangkut peraturan

perundang-undangan yang berlaku yang memiliki kekuatan yang mengikat dan

menajadi pedoman bagi aparat penegak hukum. Seharusnya Majelis Pengawas

Notaris dan Penegak hukum dapat menerapkan sanksi kepada Notaris yang

melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris dan Kode Etik Notaris.

D. Penerapan Honorarium Notaris dalam Tinjauan Islam

Notaris sebelumnya telah di sumpah terlebih dahulu untuk menjalankan

kewenangan dan kewajibannya sebagai pejabat umum. Akan tetapi dalam

praktiknya ada Notaris yang telah melanggar ketentuan Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Al-Qur’an telah menjelasakan bahwa

Page 86: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

76

seseorang harus bekerja sesuai dengan patut dan layak, hal ini telah dijelaskan

dalam Surat An-Nahl Ayat 97, yang berbunyi:

كى أ بكى دخل ب أ كبثب تتخز ة أ بعذ ق ل تكا كبنت قضت غضنب ي تك

أ أسبى ي ت أي تختهف تى ف و انقبيت يب ك نكى نب ب ب بهكى للا ت إ ي

Artinya: “Dan janganlah kamu seperti perempuan yang menguraikan

benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu

menjadikan sumpah (perjanjian)mu sebagai alat penipu di antaramu,

disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan

yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan

sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu

kamu perselisihkan itu”. QS. An-Nahl Ayat 97.14

Notaris dalam menerapkan honorarium Notaris kepada masyarakat yang

tidak mampu, tidak boleh terlalu tinggi dan bahkan Notaris dapat menerapkan

honor secara cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu. Berdasarkan Pasal

37 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Notaris wajib

memberikan jasa hukum di bidang kenotariatan secara cuma-cuma kepada

orang yang tidak mampu. Hal ini senada dengan firman Allah SWT dalam

surat Al-Baqarah Ayat 177, yang berbunyi:

ان ببلل آي انبش ي ك ن غشة ان ششق جكى قبم ان ا ن ت ظ انبش أ و ن

لئكت ان خش انتبيى ا ي انقشبى ر بل عهى حب آتى ان انب انكتبة

ف ان كبة آتى انض لة أقبو انص قبة ف انش بئه انغ انغبم اب غبك ان

ببش انص ى إرا عبذا ذ بع ئك انز انبأط أن ح اء ش انض ف انبأعبء

تق ئك ى ان أن صذقا

14

https://tafsirq.com/16-an-nahl/ayat-92 diakses pada tanggal 30 April 2019 pada pukul

07.06 WIB

Page 87: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

77

Artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu

kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah,

hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta

yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin,

musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta;

dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat;

dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang

yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka

itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang

bertakwa”. QS. Al-Baqarah Ayat 177.15

Notaris sebagai pejabat umum negara dalam menjalankan kewenangan,

kewajibannya harus bekerja dengan sungguh-sungguh. Notaris wajib mentaati

ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan Kode

Etik Notaris, serta dilarang melakukan yang hal-hal yang menjatuhkan harkat

dan martabat profesi Notaris, salah satunya yaitu Notaris menentukan

honorarium di bawah ketentuan Undang-Undang Notaris Nomor 2 Tahun 2014

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang

Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris. Hal ini senada dengan firman Allah

SWT dalam surat An-Nisa Ayat 59, yang berbunyi:

تبصعتى ف كى فئ أن اليش ي عل أطعا انش آيا أطعا للا ب انز ب أ

و ا ان ببلل تى تؤي ك عل إ انش إنى للا ء فشد ش أحغ ش نك خ خش ر

ل تأ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat

tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul

(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.

15

https://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-177 diakses pada tanggal 1 Mei 2019 pada pukul

07.06 WIB

Page 88: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

78

Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.

QS. An-Nisa Ayat 59.

Page 89: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

79

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah peneliti kaji pada

setiap sub bab pembahasan, maka dalam hal ini peneliti memberikan

kesimpulan sebagai berikut:

1. Hubungan antara Notaris dengan para pihak yang membuat perjanjian

dihadapan Notaris, yaitu ketika penghadap datang ke Notaris agar tindakan

atau perbuatannya diformulasikan ke dalam Akta otentik sesuai dengan

kewenangan Notaris, dan kemudian Notaris membuatkan Akta atas

permintaan atau keinginan para penghadap tersebut, maka dalam hal ini

memberikan landasan kepada Notaris dan para penghadap telah terjadi

hubungan hukum, oleh karena itu Notaris harus menjamin bahwa Akta yang

dibuat tersebut telah sesuai menurut aturan hukum yang sudah ditentukan,

sehingga kepentingan yang bersangkutan terlindungi dengan Akta tersebut.

2. Bentuk praktik dalam kasus transaksi antara Notaris dengan para pihak

adalah dengan menerapkan honor di bawah ketentuan Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Bentuk kerjasama yang dilakukan

oleh Notaris dengan Pihak Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Amal Bhakti

Sejahtera, yaitu antara Notaris Mustopa, S.H., M.Kn dengan pihak Bank

Perkreditan Rakyat (BPR) Amal Bhakti Sejahtera mengenai daftar

penetapan tarif/honor pembuatan Akta Notaris/PPAT, terlihat bahwa

tarif/honor tersebut Notaris telah mematok bahwa untuk setiap jasa yang

diberikan oleh Notaris kepada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Amal Bhakti

Sejahtera menetapkan standar rata-rata yang tidak lebih dari Rp 220.000,00

(dua ratus dua puluh ribu rupiah) per Akta/pekerjaannya, bahkan ada tarif di

bawah harga tersebut, dan tarif/honor terendah yang ditetapkan sebesar Rp

50.000,00 (lima puluh ribu rupiah). Tarif/honor yang ditetapkan tersebut

terlihat tidak wajar karena tarif tersebut merupakan tarif/honor yang sangat

murah bila dibandingkan dengan tarif/honor pada umumnya, sedangkan

Page 90: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

80

diperlukan kesusuaian mengenai honorarium antar Notaris agar terjadi

persaingan yang sehat dalam melaksanakan profesinya dalam membuat

Akta autentik, akan tetapi dalam satu sisi menekankan segi pelayanan.

Notaris dalam hal ini telah melanggar ketentuan Pasal 13 Ayat (3) Kode

Etik Notaris, bahwa dalam praktiknya Notaris tidak melaksanakan dan

mematuhi semua ketentuan tentang honorarium ditetapkan perkumpulan.

Notaris juga telah melanggar ketentuan Pasal 4 Ayat (9) Kode Etik Notaris,

bahwa Notaris telah melakukan usaha-usaha, baik langsung maupun tidak

langsung yang menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak sehat

dengan sesama rekan Notaris. Dalam praktiknya Notaris juga telah

melanggar ketentuan Pasal 4 Ayat (10) Kode Etik Notaris, bahwa dalam

praktiknya Notaris telah menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh

klien dalam jumlah yang lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan

perkumpulan. Untuk itu dalam hal seperti ini perlu adanya pengawasan oleh

Majelis Pengawas terhadap penerapan honorarium Notaris, kurangnya

pengawasan dari Majelis Pengawas Notaris dan kurang mengetahuinya

masyarakat terhadap penerapan honorarium Notaris ini menjadi salah satu

faktor penyebab sulitnya menerapkan Pasal 36 Ayat (3) Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

3. Sanksi yang dapat dikenakan kepada Notaris yang tidak menerapkan honor

sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, tidak

diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris, akan tetapi sanksi yang dapat dikenakan kepada Notaris yang

menerapkan honor hanya diatur dalam Pasal 6 Kode Etik Notaris, yaitu:

a. Sanksi yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran

Kode Etik dapat berupa:

1) Teguran;

2) Peringatan;

Page 91: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

81

3) Pemberhentian sementara dari keanggotaan Perkumpulan;

4) Pemberhentian dengan hormat dari keanggotaan Perkumpulan;

5) Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan Perkumpulan.

b. Penjatuhan sanksi sebagaimana terurai diatas terhadap anggota yang

melanggar Kode Etik disesuaikan dengan kuantitas dan kualitas

pelanggaran yang dilakukan anggota tersebut.

B. Rekomendasi

Berdasarkan pada permasalahan dalam bahasan penelitian ini, maka

peneliti mencoba untuk memberikan rekomendasi agar nantinya dalam

perjanjian kerjasama Notaris dengan pihak-pihak yang ingin membuat Akta

autentik tidak melanggar ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris dan untuk

mencegah terjadinya tindakan persaingan tidak sehat antar sesama Notaris

dalam menerapkan honorariumnya. Adapun rekomendasi tersebut ialah:

1. Tidak adanya kepastian hukum tentang batas honorarium terendah, agar

dapat diterapkan Notaris untuk menetapkan honor atas jasa hukum yang

diberikan kepada pihak-pihak yang membuat Akta autentik dihadapan

Notaris yang seharusnya diatur dalam Pasal 36 Ayat (3) Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris. Konsekuensi

tidak diaturnya batas honorarium terendah yaitu ada Notaris yang

menerapkan honorarium tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004.

2. Kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris

terhadap Tindakan Notaris yang menerapkan honorarium tidak sesuai

berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, dan

tidak adanya sanksi yang menindak lanjuti terhadap perbuatan Notaris yang

menerapkan honorarium tidak sesuai berdasarkan Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004 Tentang Jabatan Notaris, sehingga Notaris menerapkan honorarium

Page 92: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

82

atas jasa hukum yang diberikan kepada pihak-pihak yang membuat Akta

autentik dihadapan Notaris tidak sesuai berdasarkan Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris.

Page 93: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

83

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Adjie, Habib. Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap Undang-

Undang Nomor 30 Tentang Jabatan Notaris). Bandung: Refika Aditama.

2008.

Andasasmita, Komar. Notaris I. Bandung: Sumur Bandung. 1981.

Apeldoorn, L.J. Van. Pengantar Ilmu Hukum, Cet. Ke- 26. Jakarta: Pradyna

Paramita. 1996.

C.M, K. Prent. J. Adi Subrata. dan W.J.S. Poerwadarminta. Kamus Latin –

Indonesia. Yogyakarta: Kanisius. 1969.

Friedrich, Carl Joachim. Filsafat Hukum Perspektif Historis. Bandung: Nuansa

dan Nusamedia. 2004.

HR, Ridwan. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Rajawali Pers. 2002.

HS, H. Salim. Teknik Pembuatan Akta Satu (Konsep Teoritis, Kewenangan

Notaris, Bentuk, dan Minuta Akta). Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2015.

Manan, Bagir. Hukum Positif Indonesia. Yogyakarta: Kencana. 2013.

Marbun, SF. Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasif di

Indonesia. Yogyakarta: Liberty. 1997.

Marzuki, Peter Mahmud. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kencana. 2008.

Nico. Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum. Yogyakarta: Center For

Ocumentation and Studies of Business Law. 2003.

Notodiserjo, R. Soegondo. Hukum Notaris Indonesia (Suatu Penjelasan). Jakarta:

Rajawali. 1982.

Pitlo, A. dalam Tan Thong Kie. Studi Notariat & Serba-serbi Praktek Notaris.

Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve. 2007.

Pohan, Marthalena. Tanggunggugat Advocat, Dokter, dan Notaris. Surabaya:

Bina Ilmu Surabaya. 1985.

Salim, Peter. dan Yenny Salim. Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer.

Jakarta: Modern English Press. 2002.

Page 94: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

84

Santoso, H.M. Agus. Hukum, Moral, dan Keadilan; Sebuah Kajian Filsafat

Hukum, Cet. 3. Jakarta: Prenada Media Group. 2015.

Situmorang, Viktor M. dan Cormentyna Sitanggang. Hukum Administrasi

Pemerintahan di Daerah. Jakarta: Sinar Grafika. 2003.

Soerodjo, Irawan. Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia. Surabaya:

Arloka. 2003.

Subekti, R. dan R. Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta:

Pradyna Paramita. 2004.

Sujamto. Aspek-Aspek Pengawasan di Indonesia. Bandung: Sinar Grafika. 2010.

Sumartini, L. Permohonan Perkembangan Pembangunan Hukum Nasional

tentang Hukum Acara Pidana. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum

Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia. 2001.

Supriadi. Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta: Sinar

Grafika. 2006.

Syahrini, Riduan. Rangkuman Intisari Ilmu Hukum. Bandung: Penerbit Citra

Aditya Bakti. 1999.

Ternoshuizen, Marjanne. Kamus Hukum Belanda-Indonesia. Jakarta: Djambatan.

2002.

Tobing, G.H.S. Lumban. Peraturan Jabatan Notaris. Jakarta: Erlangga. 1983.

Wiyono, Eko Hadi. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Jakarta: Akar Media.

2007.

Yusuf, A. Muri. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian

Gabungan. Jakarta: Kencana. 2014.

JURNAL

Adjie, Habib. Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) Sebagai Unifikasi

Hukum Pengaturan Notaris. Renvoi, Nomor 28. Th. III, 3 September

2005.

Departermen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat

Bahasa (Edisi Keempat). Jakarta: Gramedia Pustaka. 2002.

Page 95: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

85

Faiz, Pan Mohamad. Teori Keadilan John Rawls. Jurnal Konstitusi. Vol. 6.

Nomor 1. April 2009.

Juwanto, Hikmahanto. Konsep Pendidikan Profesi Dalam Upaya Mengangkat

Martabat dan Kedaulatan Bangsa, Seminar – Lombakarya, Kebangkitan

Pendidikan dan Profesi Notaris Dalam Upaya Mengangkat Martabat dan

Kedaulatan Bangsa, Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas

Gajah Mada – Ikatan Notaris Indonesia, Daerah Istimewa Yogyakarta

(DIY), Yogyakarta. 16 – 17 Mei 2008.

Purnamaningsih, Endang. Penegakan Hukum Jabatan Notaris Dalam Pembuatan

Perjanjian Pancasila Dalam Rangka Kepastian Hukum, Adi I: Jurnal

Hukum. Vol. 3. No. 2. 2005.

Sinta. Implementasi Pemberian Jasa Hukum Dibidang Kenotariatan Secara

Cuma-cuma oleh Notaris di Kota Makassar. Jurnal Ilmiah. Universitas

Islam Negeri Alauddin Makassar . 2014.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun

2004 Tanggal 7 Desember 2004 Tentang Tata Cara Pengangkatan

Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Anggota, Tata Cara Kerja,

dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris.

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor

M.01-HT.03.01 Tahun 2006 Tentang Syarat dan Tata Cara

Pengangkatan, Perpindahan, dan Pemberhentian Notaris.

Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Nomor M.0L.H.T.03.01 Tahun 2003 Tentang Kenotariatan.

Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.39.PW.07.10

Tahun 2004 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas

Notaris.

Page 96: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

86

Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I).

INTERVIEW

Interview Pribadi dengan Notaris Mustopa, S.H., M.Kn, Jakarta, 25 April 2019

Interview Pribadi dengan Ibu Fitriani, S.Ag., M.H, Jakarta, 29 April 2019

Interview Pribadi dengan anggota Majelis Pengawas Daerah Kabupaten

Pandeglan dan Lebak, Notaris Zul Trisman, S.H., Jakarta, 13 Mei 2019

INTERNET

https://tafsirq.com/16-an-nahl/ayat-92

Page 97: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

87

LAMPIRAN

Page 98: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

88

Page 99: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

89

Page 100: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

90

Hasil Wawancara dengan Notaris Mustopa, S.H., M.Kn

Peneliti : Apakah alasan bapak menerapkan honor di bawah ketentuan UUJN?

Notaris : Semenjak dikeluarkan kebijakan tentang pengangkatan Notaris 1998

(Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia (sekarang Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia) Nomor: M.05.HT.03.10 Tahun 1998

Tentang Pengangkatan dan Perpindahan Wilayah Kerja Notaris) yang

menyebabkan jumlah Notaris di Indonesia meningkat drastis, yang saat

ini jumlah sudah mencapai lebih kurang 11.000 Notaris bagi kehidupan

kenotariatan. Sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran (demand

and supply): Ketika permintaan tidak meningkat (kondisi ekonomi

nasional tidak kondusif), sementara penawaran meningkat (jumlah

Notaris bertambah) maka harga/honor akan tertekan ke nilai yang lebih

rendah dari nilai sebelumnya. Tuntutan konsumerisme yaitu untuk

membiayai dua orang pegawai dan untuk membiayai kebutuhan sehari-

hari keluarga, hal ini menyebabkan saya menerapkan harga di bawah

ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Sebagai catatan bahwa Penerapan Honorarium dibawah ketentuan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris merupakan

sudah rahasia umum bagi kalangan Notaris itu sendiri.

Peneliti : Apa ada Notaris yang telah menerapkan honor di bawah ketentuan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris juga selain bapak?

Notaris : Seperti yang telah saya jelaskan di atas, bahwa hampir rata-rata setiap

Notaris menerapkan honor di bawah ketentuan Undang-Undang Nomor

2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, terlebih bagi Notaris baru, hal itu

dilakukan dengan alasan masih belum banyaknya klien yang datang, dan

Page 101: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

91

disamping itu untuk pemenuhi operasional kantor yang pasti dikeluarkan

tiap bulannya seperti gaji pegawai, bayar telpon, bayar air, bayar internet,

ongkos operasional bolak-balik kantor, dan keperluan lainnya yang pasti

membutuhkan biaya yang lumayan besar untuk tiap bulannya.

Peneliti : Keuntungan apa saja bapak dapatkan dari menerapkan honor di bawah

ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Jabatan Notaris?

Notaris : Keuntungan dari penerapan honor dibawah Undang-Undang Notaris

2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris bagi Notaris:

1. Mendapatkan rekanan kerjasama dengan instansi lain, antara lain

Bank, Developer, dll.

2. Mendapatkan daya tarik kepada klien atau masyarakat lainnya untuk

menggunakan jasa N untuk pembuatan akta dan sebagainya yang

merupakan kewenangan Notaris dengan nilai honor yang lebih murah.

3. Mengharapkan mendapatkan Job/pekerjaan yang lebih dari klien.

Peneliti : Apakah tindakan yang bapak lakukan tidak menimbulkan persaingan

yang tidak sehat sesama rekanan Notaris?

Notaris : Tindakan atas Penetapan besaran honorarium atas jasa Notaris di bawah

standar ketentuan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris dapat dipastikan menimbulkan persaingan yang

tidak sehat antar rekan Notaris yang tentu saja menimbulkan

permasalahan tersendiri, bukan hanya sebatas pada sesama rekan Notaris

tetapi juga terhadap Notaris yang bersangkutan itu sendiri. Selain karena

dapat menciptakan kesenjangan antar rekan Notaris di dalam suatu

wilayah tertentu sehingga dapat menimbulkan ketidakharmonisan

hubungan dengan rekan seprofesi yang semestinya justru dapat

membantu dan saling menghargai, hal tersebut dapat merendahkan

martabat dari profesi Notaris yang harus selalu dijaga oleh siapa saja

yang memangku dan menjalankan profesi tersebut serta telah melanggar

Page 102: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

92

undang-undang jabatan serta kode etik dan sumpah jabatan yang

mewajibkan setiap Notaris untuk senantiasa berprilaku jujur, serta

menjaga kehormatan dan martabat serta tanggung jawab profesi Notaris.

Peneliti : Bagaimana bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas

Notaris selama ini terhadap Notaris yang menerapkan honor di bawah

ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-U Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris?

Notaris : Pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris kurang

optimal, hal tersebut disebabkan oleh antara lain:

1. Perbandingan jumlah anggota Majelis Pengawas Notaris dengan

jumlah Notaris yang diawasi;

2. Perbandingan luas wilayah daerah kerja Notaris dari masing-

masing Kota/Kabupaten yang sangat luas;

3. Tidak adanya petunjuk standar operasional pengawasan terhadap

Notaris yang menjadi pedoman teknis bagi Majelis Pengawas

Notaris dalam melakukan pengawasan;

4. Anggaran dari Pemerintah yang sama sekali tidak tersedia, padahal

tugas Majelis Pengawas membutuhkan dana yang besar;

Page 103: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

93

Page 104: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

94

Hasil Wawancara dengan Ibu Fitriyani, S.Ag., M.H.

Peneliti : Bagaimanana tanggapan ibu, mengetahui ada Notaris menerapkan

honor di bawah ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris?

Bu Fitriyani : Tarif/honor yang ditetapkan Notaris tersebut terlihat tidak wajar

karena tarif tersebut merupakan tarif/honor yang sangat murah bila

dibandingkan dengan tarif/honor pada umumnya. Permasalahan

mengenai honorarium Notaris mengajukan penawaran kerjasama

atas penggunaan jasa-jasanya dalam pembuatan Akta-akta otentik,

Notaris juga telah melampirkan daftar harga penyelesaian pekerjaan

pembuatan Akta. Bahwa Notaris seharusnya tidak melakukan hal-hal

yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang

Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris, serta telah melanggar

sumpah yang telah Notaris ikrarkan sebelumnya.

Peneliti : Bagaimana pendapat ibu, apakah hal tersebut termasuk persaingan

usaha yang tidak sehat sesama rekanan Notaris?

Bu Fitriyani : Harga yang diajukan oleh Notaris tersebut adalah harga di bawah

standar yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004 Tentang Jabatan Notaris, dan perkumpulan atau jauh lebih

rendah serta murah dari harga semestinya. Praktik penerapan

tarif/honor tersebut, berarti Notaris telah melakukan suatu bentuk

persaingan dengan sejawatnya untuk mendapatkan klien melalui

pihak-pihak tertentu. Hal tersebut nyatanya kian marak terjadi di

dalam praktik, membuat persaingan antar rekan Notaris semakin

ketat, semakin banyaknya Notaris yang melakukan menurunkan

tarif/honor kian memicu sulitnya menerapkan ketentuan Pasal 36

Ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Page 105: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

95

Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris. Diperlukan kesesuaian mengenai honorarium antar Notaris

agar terjadi persaingan yang sehat dalam melaksanakan profesinya

dalam membuat Akta autentik, akan tetapi dalam satu sisi

menekankan segi pelayanan. Untuk itu dalam hal seperti ini perlu

adanya pengawasan oleh Majelis Pengawas Notaris terhadap

penerapan honorarium Notaris, meskipun Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, mengatur mengenai

honorarium hanya dalam satu pasal saja, dan mengatur mengenai

standar honorarium atas jasa yang diberikannya, akan tetapi

penetapan tarif jasa Notaris baik di bawah maupun diatas standar

yang telah ditetapkan, secara tidak langsung merupakan bentuk

pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 36 Ayat (3) Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan Kode

Etik Notaris.

Pada dasarnya honorarium yang timbul merupakan

kesepakatan antara para pihak atau penghadap dan Notaris,

meskipun demikian penetapan honorarium sangat bergantung pada

nilai ekonomis Akta. Semakin besar pencantuman nilai nominal pada

Akta akan menentukan jumlah honorarium yang harus dibayarkan

oleh penghadap atau para pihak, terkait dengan jumlah honorarium

yang harus dibayarkan oleh penghadap. Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang telah memberikan batasan

tertinggi. Honorarium merupakan hak daripada Notaris sebagai

imbalan atas jasa dan pelayanan yang diberikan kepada kliennya.

Penetapan honorarium bagi Notaris dapat dilihat dari latar belakang

Aktar yang dibuat untuk kepentingan kliennya. Akta yang memiliki

nilai ekonomis akan berbeda dengan Akta yang memiliki nilai sosial.

Page 106: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

96

Semakin tinggi nilai ekonomis suatu Akta akan mempengaruhi

penafsiran Notaris yang satu dengan yang lainnya.

Peneliti : Bagaimana tanggapan ibu, apakah bentuk pengawasan yang

dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris selama ini terhadap

Notaris yang menerapkan honor di bawah ketentuan Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris?

Bu Fitriyani : Pengaturan mengenai honorarium juga tercantum dalam beberapa

pasal dalam Kode Etik Notaris. Berbeda dengan apa yang diatur

dalam Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris,

hanya memngatur mengenai tarif maksimal yang boleh ditetapkan

oleh Notaris dalam suatu transaksi tetapi tidak mengatur mengenai

tarif minimal yang boleh ditetapkan dalam suatu transaksi.

Kode Etik Notaris mengatur mengenai larangan bagi Notaris

untuk menetapkan tarif di bawah standar yang telah ditetapkan oleh

perkumpulan, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 3 Ayat (13)

Kode Etik Notaris, bahwa “Notaris dan orang lain yang memangku

dan menjalankan jabatan Notaris wajib melaksanakan dan mematuhi

semua ketentuan tentang honorarium yang ditetapkan perkumpulan.

Hal ini berarti bahwa perkumpulan telah membuat suatu aturan yang

berkaitan dengan honorarium Notaris”.

Pasal 4 Ayat (9) Kode Etik Notaris mengatur bahwa “Notaris

dilarang melakukan usaha-usaha, baik langsung maupun tidak

langsung yang menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak

sehat dengan sesama rekan Notaris”. Pasal 4 Ayat (10) Kode Etik

Notaris mengatur mengenai honorarium, sebagaimana disebutkan

dalam Pasal 4 Ayat (10) bahwa “Notaris maupun orang lain (selama

yang bersangkutan menjalankan jabatan Notaris) dilarang

menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dalam jumlah

yang lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan

Page 107: TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45738/1/ABDUL MANAN-FSH.pdfabdul manan, nim 11150480000104, “tinjauan undang-undang

97

Perkumpulan”. Dari ketentuan pasal tersebut terlihat bahwa Kode

Etik Notaris tidak menghendaki adanya penetapan tarif yang lebih

rendah. Seharusnya dengan aturan yang sudah jelas ini, Majelis

Pengawas Notaris dengan cepat menindak lanjuti kasus seperti ini,

karena hal tersebut telah merendahkan harkat dan martabat profesi

Notaris, dan akan menimbulkan praktik seperti yang secara

berkelanjutan.