tinjauan tentang perlindungan peserta asuransi pt....
TRANSCRIPT
TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN PESERTA ASURANSI PT.
BANGUN ASKRIDA SYARIAH
(STUDI ATAS PUTUSAN NO. 715K/AG/2014)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
OLEH
SITI ANISAUL KAMILAH
11140460000095
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
ABSTRAK
Siti Anisaul Kamilah. NIM 11140460000095. “TINJAUAN HUKUM
TENTANG PERLINDUNGAN PESERTA ASURANSI PT. ASURANSI
BANGUN ASKRIDA SYARIAH (STUDI ATAS PUTUSAN NO.
715K/Ag/2014)”. Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
1440 H/2019 M.
Studi ini bertujuan untuk menjelaskan tentang pandangan hukum
terkait perlindungan peserta asuransi. Dengan adanya studi ini dapat
mengetahui bagaimana perkembangan hukum terkait perlindungan peserta
asuransi saat ini, ketika banyak kasus yang membahas tentang hak dan
kewajiban peserta asuransi. Studi ini menghubungkan ketentuan
perundang-undangan di Indonesia seperti UU Perlindungan Konsumen,
KUH Perdata, UU Perasuransian, dan sebagainya serta ketentuan Hukum
Islam seperti KHES, Fatwa DSN-MUI, dan Al-quran Hadits dengan apa
yang terjadi dalam proses putusan mahkamah agung pada putusan No.
715K/Ag/2014
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
adalah jenis penelitian normatif dan penelitian kepustakaan (library
research) dengan melakukan pengkajian terhadap peraturan perundang-
undangan, putusan majelis hakim, buku-buku dan dokumen yang berkaitan
dengan judul skripsi ini.
Hasil dari penelitian ini bahwa somasi yang diberikan Tergugat
atas dasar tidak adanya I’tikad baik dari keluarga Penggugat untuk
menyelesaikan pembiayaan yang telah disepakati merupakan hal yang
kurang tepat karena dalam hal ini keluarga Alm. Ongku yang merupakan
Penggugat mengalami musibah dimana Alm. Ongku meninggal dunia
dikarenakan sakit. Pada hakikatnya ini merupakan keadaan memaksa atau
force majeur, sesuai Pasal 1245 KUHPerdata yang menyatakan bahwa: “
….dalam keadaan memaksa atau hal-hal yang secara kebetulan satu pihak
tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka keharusannya untuk
mengganti segala biaya, kerugian dan bunga tidak perlu dilakukan”.
Namun pada prakteknya banyak pihak yang salah mengartikan
prinsip wanprestasi dengan force majeure karena masih banyak pihak
yang beranggapan bahwa ketika seseorang tidak dapat memenuhi
kewajibannya dalam sebuah kontrak perjanjian maka hal ini merupakan
wanprestasi, tanpa memperhatikan penyebab terjadinya wanprestasi.
Kata Kunci: Asuransi Syariah, Asuransi Konvensional, Perlindungan
Peserta Asuransi, Musyarakah
Dosen Pembimbing : Faris Satria Alam, S.H, M.H
Daftar Pustaka : 2004 s.d 2014
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah menganugerahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Tinjauan tentang
Perlindungan Peserta Asuransi PT. Bangun Askrida Syariah (Analisis Putusan No.
715K/Ag/2014) ”. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
Nabi besar Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat, beserta penerus ajaran
agama-Nya yang telah mencapai kesempurnaan hingga akhir zaman.
Skripsi merupakan buah perjuangan penulis untuk memenuhi salah satu
syarat meraih gelar Sarjana Hukum (SH) pada Fakultas Syariah dan Hukum
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Selama proses penulisan skripsi ini penulis tidaklah terlepas dari segala
bantuan, bimbingan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie., SH., MA., MH., selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima kasih atas
bimbingan dan pelayanan yang diberikan kepada kami. Semoga bapak
menjadi pemimpin yang diberkahi Allah. Aamiin.
2. A.M. Hasan Ali, M.A., selaku Ketua Program Studi Muamalat, dan Dr.
Abdurrauf, M.A. selaku Sekretaris Program Studi Muamalat yang telah
membantu penulis secara tidak langsung dalam menyiapkan skripsi ini.
3. Faris Satria Alam, M.H., selaku pembimbing skripsi maupun akademik yang
selalu memberikan waktu luang, bimbingan, doa serta motivasi kepada penulis
dan memberikan pelita ilmu kepada penulis selama penyusunan ini maupun
selama perkuliahan, semoga Allah membalas segala kebaikan bapak. Amiinn
Allahumma Ammiinn…
i
ii
4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah
memberikan bekal pengetahuan kepada penulis, semoga ilmu yang telah
Bapak dan Ibu berikan akan selalu bermanfaat bagi penulis. Khususnya Pak
Rohim Yunus, LLM, M.Phil, M. Ishar Helmi, S.H, M.H, dan Kak Erwin
selaku senior saya, yang telah memberikan dukungan, dan do’a sehingga saya
dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Ungkapan terima kasih yang tidak terkira dan penghargaan yang paling tinggi
untuk kedua orang tuaku tercinta ayahanda Mukhtar dan Ibunda Toridah yang
tak pernah putus memberikan doa, kasih sayang yang tak bisa ternilai,
motivasi agar aku berubah menjadi lebih baik serta dukungan lainnya baik
moril maupun materil yang tidak ternilai. Semoga Bapak dan Ibu selalu dalam
lindungan Allah SWT. Amiinn…
6. Terima kasih untuk adik saya M. Ibnu Mahabbi dan segenap Keluarga di
Tegal (kakek, nenek, ponakan, sepupu, bibik, paman dll) yang selalu menjadi
motivasi dan penyemangat saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Terima kasih untuk Sahabat-sahabat alumni Ponpes. Darussalam Gontor Putri
1 khususnya Hafsah Sundusiyah, Tsuwaibah Al-Islamiyah, dan Sabrina
Harisanti yang selalu membantu memberikan motivasi dan menghibur hingga
terselesainya skripsi ini.
8. Terima kasih untuk Sahabat seperjuanganku Suci Asri Astuti, Dinda
Maharani, Lely Laelatul Lathifah dan Devi Hunafa Qudsi (calon istri solehah),
yang selalu ada untuk menemani, membantu, menghibur dan memberikan
masukan untuk saya selama ini baik dalam keadaan susah maupun senang
hingga terselesainya skripsi ini.
9. Terima kasih untuk Sahabat-sahabat, dan senior-senior IMMAN (Ikatan
Mutakharijin Madrasah Aliyah Negeri) Cab. Jakarta yang selalu memberikan
dukungan, do’a, semangat dan berbagai masukan untuk saya hingga
terselesainya skripsi ini. Dan kepada Kanda Immanawan Ahmad Sukron, S.E,.
yang sudah mendukung saya dalam proses penulisan skripsi ini.
10. Terima kasih untuk Sahabat-sahabat dan senior-senior Racana UIN Jakarta,
khususnya angkatan saya (GARING) yang selalu memberikan dukungan,
do’a, semangat dan berbagai masukan untuk saya hingga terselesainya skripsi
ini.
iii
11. Terima kasih untuk para sahabat-sahabat seprofesi saya di Ponpes.
Darunna’im Yapia yang telah memberikan do’a serta dukungan untuk saya
sehingga terselesaikannya skripsi ini.
12. Sahabat-sahabat terbaik penulis kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
khususnya Hukum Ekonomi Syariah (HES) 2014 dan special HES A yang
namanya kebanyakan kalau disebutkan satu persatu. Terima kasih atas
dukungan dan waktu-waktu indah selama 5 tahun ini. Cinta, kasih, dukungan,
doa dan waktu yang sudah kita lewati bersama.
13. Terima kasih untuk teman-teman KKN (PENTAS) atas kebersamaan,
kenangan dan pengalaman berharga yang sangat berkesan.
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
demi terselesaikannya skripsi ini, semoga Allah SWT membalas semua
kebaikan kalian
15. berupa pahala yang berlipat ganda serta memberikan anugerah yang setimpal.
Amiinn…
Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat menambah khasanal ilmu
pengetahuan dan dapat menjadi amal ibadah bagi penulis. Rasa syukur penulis
panjatkan kepada Allah SWT atas cahaya ilmuNya yang selalu memberikan
kelancaran dan kemudahan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga
Allah senantiasa meridhai setiap langkah kita. Amiinn..
Jakarta, 07 Mei 2019
Siti Anisaul Kamilah
1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .............................................................................................. 4
C. Rumusan Masalah ................................................................................................. 5
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................................. 5
E. Kerangka Teori...................................................................................................... 6
F. Metode Penelitian................................................................................................ 10
G. Sistematika Penulisan ......................................................................................... 11
BAB II TINJAUAN UMUM PERASURANSIAN ..................................................... 13
A. Asuransi Konvensional ....................................................................................... 13
B. Asuransi Syariah ................................................................................................. 15
C. Perbandingan Antara Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah ................. 17
BAB III HAK DAN KEWAJIBAN PESERTA ASURANSI .................................... 23
A. Hak dan Kewajiban Peserta Asuransi ................................................................. 23
B. Persyaratan Pencairan Klaim .............................................................................. 28
C. Landasan Hukum Perlindungan Peserta Asuransi .............................................. 34
iv
1
v
BAB IV Analisis Terhadap Putusan Perkara Nomor 715K/Ag/2014 Tentang
Perlindungan Peserta Asuransi .................................................................... 47
A. Duduk Perkara ..................................................................................................... 47
B. Pertimbangan Hukum.......................................................................................... 55
C. Analisis Terhadap Putusan Nomor Perkara 362K/AG/2013 .............................. 58
BAB V PENUTUP ......................................................................................................... 61
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 61
B. Saran ................................................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 64
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam melarang adanya transaksi-transaksi yang didalamnya mengandung
unsur gharar, riba, batil dan risywah. Karena secara factual hanya cenderung
menguntungkan nasabah selaku pengguna jasa dari asuransi tersebut. akantetapi
Islam tidak mengabaikan akan arti lembaga keuangan yang mendatangkan
manfaat bagi umat manusia dalam menjalani kehidupannya di muka bumi ini,
termasuk dibolehkannya kegiatan dibidang asuransi syariah. Dengan
menghilangkan unsur-unsur yang dilarang dalam Islam yang lazimnya disebut
akad berdasarkan prinsip syariah1
Asuransi syariah merupakan salah satu produk non bank yang mulai
berkembang, sebagaimana bank syariah yang mulai diminati oleh warga
masyarakat Indonesia. Jika kita perhatikan Islam menganjurkan kita untuk saling
tolong-menolong selama umat manusia, dimana tolong-menolong merupakan
prinsip utama dalam asuransi syariah. Meskipun masalah asuransi tidak dimuat
dalam hukum Islam secara detail, tetapi jika dicermati terdapat substansi
perasuransian secara Islami.
Jika kita lebih memahami mengenai asuransi syariah dan asuransi
konvensional tujuan keduanya memiliki kesamaan, yaitu dalam konsep
pengelolaan dan penanggulangan resiko. Asuransi syariah mulai memasuki
Indonesia dan mulai dikenal sejak tahun 1994, pada saat itu perusahaan
perasuransian yang pertama muncul yaitu: Asuransi Syariah Takafful. Awalnya
pendirian Asuransi Syariah mendapat Prokontra dari berbagai pihak, salah satunya
pihak dari kalangan orang Islam yang menilai bahwa asuransi sama dengan
menentang qadha dan qadhar.
Karena segala macam musibah merupakan takdir dan tidak dapat ditolak.
Namun ada beberapa kalangan muslim yang berpendapat bahwa setiap manusia
1 Abdul Ghofur Ansori, Asuransi syariah di Indonesia, Regulasi dan operasionalisinya di dalam
Kerangka positif di Indonesia (Yogyakarta: UII Press, 2007). h. 21
2
diperintahkan untuk melakukan perencanaan untuk menghadapi segala sesuatu
yang akan terjadi. Sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-Hasyr (59) ayat 18,
yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok (masa depan)
dan bertakwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa
yang engkau kerjakan.” (Q.S Al-Hasyr/59: 18)
Asal usul asuransi syariah berbeda dengan perkembangan asuransi
konvensional, asuransi syariah di Indonesia diambil dari budaya bangsa Arab
sebelum zaman Rasulullah yang biasa disebut aqilah.2 Al-aqilah sendiri memiliki
arti yaitu saling memikul atau bertanggung jawab untuk keluarganya. Dalam hal
ini dapat diambil kesimpulan bahwa istilah ini memiliki maksud yang berarti
ketika seorang anggota terbunuh diakibatkan oleh suku lain maka ahli waris
korban mendapatkan pertanggungan sebagai konpensasi atas kematian anggota
keluarganya. Berdasarkan uraian di atas, jika disesuaikan dengan prinsip syariah
sehingga menjadi asuransi syariah.Karena dapat kita pahami bahwa prinsip
asuransi syariah adalah tolong-menolong melalui dana tabarru’ dan unsur
investasi dalam bidang asuransi jiwa. Sedikit pemaparan mengenai sejarah asal-
usul hingga memunculkan istilah asuransi syariah.
Selanjutnya, melihat perkembangan masyarakat Indonesia selain
membutuhkan sistem perbankan yang syariah. Masyarakat Indonesia juga
membutuhkan produk asuransi yang syariah untuk melindungi harta dan keluarga
dari berbagai musibah yang diri kita sendiripun tidak pernah mengetahui kapan
terjadinya musibah tersebut.Contoh kasus ketika seorang keluarga kehilangan
kepala keluarga yang menjadi satu-satunya sumber penghidupan keluarga tersebut
maka ketika itu pula kemaslahatan keluarga tersebut terancam karena tidak ada
lagi sumber penghidupan. Dan ketika suatu keluarga harus kehilangan sumber
penghasilan yang hanya berasal dari usaha yang bertahun-tahun di bangun
dikarenakan kebakaran atau musibah lainnya, asuransi merupakan salah satu jalan
2 Zainudin Ali, Hukum Asuransi Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, h. 9
3
keluar. Asuransi memang tidak dapat mencegah musibah atau penanggulangan
adanya risiko.
Daftar perusahaan asuransi yang ada di Indonesia pada tgl 31 Desember
2015 berjumlah 137 perusahaan yang terdiri dari berbagai jenis pembiayaan
asuransi, baik asuransi umum, wajib, jiwa, reasuransi dan sosial. Konsep takaful
merupakan landasan pengertian asuransi syariah menurut ketetapan Fatwa Dewan
Syariah Nasional No.53/DSN-MUI/III/2006 dan KUHD Pasal 246. Dalam Fatwa
Dewan Syariah Nasional No. 53/DSN-MUI/III/2006 terkait Asuransi menjelaskan
bahwa ketika terjadi Defisit Underwriting maka perusahaan asuransi wajib
menanggulangi kekurangan tersebut dalam bentuk Qardh (pinjaman), dan
pengembalian atas dana tersebut kepada perusahaan asuransi melalui penyisihan
dana tabarru’.3
Seorang peserta asuransi dapat mengajukan klaim ketika dirinya terkena
musibah, pengertian dari klaim sendiri adalah pengajuan hak yang dilakukan oleh
tertanggung kepada penanggung untuk mendapatkan haknya berupa
pertanggungan atas kerugian berdasarkan perjanjian atau akad yang telah dibuat.4
Dalam konsep bank syariah maka bank merupakan pihak ketiga yang memberikan
pinjaman terhadap nasabah dan PT. Asuransi yang menanggung risiko jika terjadi
hal-hal yang tidak di inginkan.
Dalam hukum Islam terdapat beberapa cara penyelesaian sengketa dalam
sengketa ekonomi syariah yaitu:5 Al-Sulh (Perdamaian), Tahkim (Arbitrase),dan
Wilayat Al-Qadha (Kekuasaan Kehakiman). Sedangkan dalam hukum positif,
cara-cara terkait penyelsaian sengketa yaitu:6 Perdamaian dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa (ADR), Arbitrase (Perdamaian), dan Proses Litigas
3 Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 53/DSN-MUI/III/2006 tentang AKAD TABARRU’ PADA
ASURANSI SYARIAH 4 Ahmad Chairul Hadi, Hukum Asuransi Syariah (Konsep dasar, aspek hukum, dan sistem
operasional), UIN Press: Tangerang Selatan, Ciputat, 2015, h. 175 5 Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama,
Jakarta: Kencana, 2012, h.427 6 Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama,
Jakarta: Kencana, 2012, h.437
4
Pengadilan. Dalam perkara terkait Ekonomi Syariah awalnya diselesaikan oleh
BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional), namun setelah berlakunya
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, maka sengketa
terkait ekonomi syariah menjadi kewenangan Pengadilan Agama.
Setelah ditetapkannya Undang-Undang No.3 Tahun 2006 tentang
Peradilan Agama, salah satu Pengadilan Tinggi Agama di Medan telah
menjatuhkan putusan terkait perkara ekonomi syariah (pembiayaan musyarakah)
yang melibatkan Aminuddin Sinaga selaku Pimpinan Bank dan PT. Bank
SUMUT yang menjadi tergugat I dan II. Pengadilan Agama menerima gugatan
tentang kewajiban ahli waris pada akad Musyarakah dengan nomor perkara
715K/Ag/2014 yang diajukan oleh Ibu Hj. Saripah Dhalimunthe selaku ibu dari
Alm. Ongku Sutan Harahap mengajukan gugatan kepada beberapa pihak yaitu:
Pimpinan Cabang PT. Bank Sumut Syariah, Direktur Utama PT. Bank Sumut, PT.
Asuransi Bangun Askrida Syariah, Dir.Jen Piutang dan Lelang Medan, Yusliana
istri Alm., Fatma Dini Anggita Harahap, dan Elza Maryna Harahap.
Dalam sengketa ini Ibu Hj. Saripah merasa diperlakukan tidak adil
dikarenakan surat peringatan yang di terimanya atas peralihan pembiayaan yang
dilakukan putranya, serta rencana pelelangan atas agunan Almarhum. Sedangkan
dalam klausula perjanjian dituliskan bahwa jika terjadi sesuatu hal yang
menyebabkan Almarhum tidak dapat melanjutkan pembayaran maka, sisa
pembayaran akan di alihkan kepada Tergugat I agar tidak memberatkan ahli
waris.
Namun Kasasi yang diajukan Hj. Saripah tidak dikabulkan di karenakan
beberapa hal, sedangkan ahli waris tidak memiliki harta benda guna menghindari
adanya pelelangan. Dengan latar belakang ini penulis ingin melakukan penelitian
skripsi dengan tema: “Tinjauan hukum tentang perlindungan peserta asuransi pt.
Asuransi bangun askrida syariah (studi atas putusan no. 715k/ag/2014)”.
B. Identifikasi Masalah:
1. Apa hak dan kewajiban bagi peserta asuransi
5
2. Bagaimana mekanisme dan persyaratan pengajuan klaim bagi peserta asuransi
syariah dan konvensional
3. Bagaimana standarisasi polis secara syariah maupun konvensional.
4. Apakah fatwa dan ojk memiliki standarisasi polis yang dibutuhkan oleh para
peserta asuransi.
5. Bagaimana penerapan PT. Asuransi Bangun Askrida Syariah dalam pencairan
klaim? (wawancara ke PT. Asuransi)
C. Rumusan Masalah:
1. Bagaimana pengaturan hak dan kewajiban peserta asuransi oleh PUU dan
mekanisme pengajuan klaim di PT. Bangun Askrida Syariah?
2. Bagaimana penerapan hukum dalam Putusan No. 715K/Ag/2014 tersebut?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi
tertanggung asuransi PT. Bangun Askrida dalam Putusan
No.715K/Ag/2014.
b. Untuk mengetahui bagaimana penerapan hukum dalam praktek
perasuransian di Indonesia
c. Untuk mengetahui hak dan kewajiban peserta asuransi oleh PUU
2. Manfaat Tujuan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu:
a. Manfaat Praktik
1) Bagi Ilmu Pengetahuan
Sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian
lebih lanjut khususnya dalam bidang perasuransian. Sebagai media
pembelajaran metode peneilitian hukum, sehingga dapat
6
meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2) Bagi Masyarakat
Untuk menambah pengetahun bagi masyarakat umum
khususnya bagi nasabah asuransi dalam memahami tentang
perlindungan hukum, serta wacana dalam memilih, produk
asuransi.
b. Manfaat Teoritis
1) Bagi Perusahaan Asuransi
Sebagai bahan masukan bagi perusahaan asuransi agar lebih
terkait dengan putusan yang telah diputuskan untuk mengkaji lebih
lanjut melalui berbagai aspek, khususnya aspek keadilan.
2) Bagi Penulis
Dengan melakukan penelitian ini, penulis ingin mengkaji
ulang terkait putusan No.715K/Ag/2014. Karena dari sudut
pandang penulis dalam putusan ini terdapat beberapa kekurangan
dimana keluarga peserta atau ahli waris belum mendapatkan
keadilan.
3) Bagi Masyarakat
Dengan adanya putusan ini diharapkan masyarakat
memiliki pengetahuan yang lebih terkait dengan peraturan
perusahaan perasuransian
E. Kerangka Teori dan Konseptual
1. Kerangka Teori
a. Teori Asuransi Syariah
Teori asuransi syariah merupakan suatu teori hukum yang
memiliki kedudukan penting dalam hal terkait asuransi syariah, yang
didalamnya membahas terkait pengertian serta berbagai hal terkait
asuransi syariah.
7
Landasan teori yang melandasi berdirinya asuransi syariah dengan
menelusuri konsep-konsep turunan at-ta’min dalam literature fiqih
klasik.7 Konsep asuransi syariah yang mulai terdengar kembali dari
para ulama modern setelah karya Syekh Abu Zahra dan Prof. Dr.
Mustafa Ahmad Zarqa yang berpendapat bahwa, Asuransi Syariah:
Usaha saling melindungi dan saling menolong di antara sejumlah
orang/pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan atau tabarru’
yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko
tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah,8 yang
kemudian menjadi rujukan para cendikiawan.
Asuransi syariah mulai dikenal di Indonesia sejak perekonomian
di Indonesia mulai menggunakan prinsip-prinsip syariah. Terdapat
tiga filosofi asur ansi syariah yang terdapat dalam Al-Qur’an dan
Sunnah yaitu:9
1) Tauhid
2) Tolong-menolong
3) Saling melindungi dan menanggung
Menurut kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) pasal 246,
yang dimaksud dengan asuransi atau pertanggungan adalah suatu
perjanjian (timbal-balik), dengan mana seorang penanggung
mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima
suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya, karena suatu
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan,
yang mungkin akan dideritanya, karena suatu peristiawa tak
menentu.10
7 https://book.google.co.id senin/2018/29-01/asuransi-syariah:life and general
8 Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi
Syariah. 9 http://Mysharing.co/2018/29/1/berita-beritaekonomisyariah-memahami-filosofi-asuransi-syariah.
10 Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah: Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama,
Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014, h.238
8
b. Teori Asuransi Konvensional
Dalam hal ini saya akan membahas sedikit terkait asuransi
konvensional dimana produk asuransi konvensional sudah lebih
dahulu dikenal oleh masyarakat. Pengetian dari asuransi adalah suatu
usaha jasa keuangan yang dilakukan dengan menghimpun dana
masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi dengan memberikan
perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi
terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa
yang tidak pasti.11
Dasar dari operasional asuransi konvensional adalah berorientasi
pada sistem ekonomi kapitalis yang intinya hanya untuk
mengumpulkan modal untuk kepentingan pribadi atau golongan
tertentu, sama sekali tidak ada pengembangan ekonomi yang lebih
konprehensif.12
c. Teori Perlindungan Konsumen
Dalam hal ini sangat diperlukan adanya undang-undang yang
mengatur tentang hak-hak dan kewajiban para konsumen yang
terangkum dalam perlindungan konsumen atau nasabah. Yang diatur
dalam undang-undang nomor 8 tahun 1999 terkait perlindungan
konsumen dan perpres no.50 tahun 2017 tentang strategi nasional
pelindungan konsumen.
Pasal 2 huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang
Usaha Perasuransian yang memberikan penjelasan tentang
perlindungan hukum yang diberikan terhadap masyarakat pemakai
jasa asuransi. Namun dalam penjelasan yang dijabarkan dalam
Undang-Undang ini tidak memberikan kejelasan terkait perlindungan
hukum seperti apa dan bagaimana pelaksanaan yang dilakukan untuk
memberikan upaya perlindungan hukum terhadap nasabahnya,
sehingga undang-undang usaha perasuransian tidak bisa berjalan
11
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, 2014, h.217 12
Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah: Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama,
Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014, h.239
9
dengan baik dan membutuhkan undang-undang lain yang selaras
demi terwujudnya perlindungan hukum yang adil dan bersifat jelas
bagi nasabah pemakai jasa asuransi.
Secara konseptual, menurut Ricardo perlindungan konsumen
meliputi ketentuan hukum yang mengatur antara pelaku usaha dengan
konsumen dalam hubungan hukum yang mereka sepakati.13
Dan
seharusnya dijelaskan secara jelas bagaimana sistematika penerapan
perlindungan konsumen atau nasabah dalam undang-undang
perlindungan konsumen, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman
dalam penerapannya.
2. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dari permasalahan yang ada dalam putusan
ini adalah sebagai berikut:
13
http://hukumonline.com/senin/2018/29-01
Pengadilan Agama
Banding
Putusan No.
124/Pdt.G/PTA/2013
Hukum Islam
Undang-Undang
Perlindungan
Konsumen
Putusan 1
Putusan No.
967/Pdt.G/PA/2012
Kasasi
Putusan
No.715/K/Ag/2014
Perlindungan
konsumen/peserta
10
Berikut adalah gambaran terkait kasus Hj. Saripah yang menjadi penggugat dan
ahli waris dari Alm. Ongku Sutan Harahap, yang mengalami penolakan pada P1,
Banding sehingga Kasasi.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah dengan menggunakan
metode Normatif.14
Yaitu penelitian yang dilakukan pada peraturan
tertulis dan berbentuk dokumen yang disebut data sekunder, dimana data-
data tersebut diperoleh dari buku-buku yang berkaitan.
2. Jenis Data dan Sumber Data
Adapun jenis data yang digunakan yaitu data kualitatif, yaitu
berupa kalimat dan gambar bukan angka. Data kualitatif ini merupakan
data yang pada umumnya menghasilkan prosedur analisis yang tidak
menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya.
Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
a. Sumber Data Primer
Putusan Mahkamah Agung No.715K/Ag/2014, beserta putusan
pengadilan dibawahnya, undang-undang perlindungan konsumen,
undang-undang perbankan, fatwa dsn-mui no.53/dsn-mui/III/2006
tentang akad tabarru’ pada asuransi syariah, KHES buku 1 pasal 20
dan wawancara terhadap beberapa PT. Asuransi terkait pencairan
klaim.
b. Sumber Data Sekunder15
Merupakan sumber data yang tidak langsung diberikan kepada
pengumpul data. namun data yang diperoleh dari literature-literature
kepustakaan seperti majalah, buku-buku, artikel, atau literature lain
yang berhubungan atau relevan dengan pembahasan penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
14
Salim HS, Erlies Septiana Nurbaini, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan
Diseratasi, Jakarta: Rajawali Pers, 2013, hlm. 12 15
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, cet. Vi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h.
51
11
Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penulisan ini,
maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: Penelitian
kepustakaan (Library research) Yaitu dengan cara mengumpulkan dan
mempelajari data dan bahan dari berbagai lirature yang ada. Dengan
membaca, mempelajari, mencatat dan merangkum teori yang berkaitan
dengan masalah pokok pembahasan melalui berbagai sumber seperti:
buku, skripsi terdahulu, majalah, surat kabar, artikel, bulletin, brosur,
internet dan media lainnya yang berhubungan dengan pembahasan pada
penelitian ini.
4. Metode Analisis Data
Metode yang digunakan untuk menganalisis data yang ada penulis
menggunakan analisis data kualitatif, yaitu dengan mereview data yang
telah didapat dengan menggunakan kalimat atau uraian yang menyeluruh
sesuai dengan fakta yang terdapat di lapangan. Semua hasil penelitian
dihubungkan dengan undang-undang yang terkait. Sehingga
menghasilkan kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahan yang
ada.16
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam memahami pembahasan skripsi ini, maka penulis
akan mendeskripsikan dalam bentuk kerangka skripsi. Adapun sistematikanya
adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN, yang berisikan tentang Latar Belakang
Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan
Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian dan Teknik Penulisan
yang digunakan, serta Kerangka Teori Skripsi ini.
BAB II TINJAUAN UMUM PERASURANSIAN, yang berisikan dan
membahas tentang penjelasan, mekanisme Asuransi Syariah dan
Konvensional, tujuan terkait Asuransi Syariah dan Konvensional,
16
Zaenuddin Ali, Penelitian Hukum, cet. I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 46
12
Konsep Asuransi Syariah dan Konvensional, serta Perbandingan
antara Asuransi Syariah dan Konvesional.
BAB III PENGATURAN HAK DAN KEWAJIBAN PESERTA
ASURANSI, yang berisikan mengenai berbagai hak dan kewajiban
para peserta asuransi yang diatur oleh Undang-Undang yang ada,
yaitu: UUPK, UU Perasuransian, dan POJK.
BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PERKARA NOMOR.
715K/Ag/2014 TENTANG PERLINDUNGAN PESERTA
ASURANSI, yang berisikan tentang duduk perkara, pertimbangan
hukum, serta analisis terhadap putusan nomor perkara
715K/Ag/2014 menurut hukum.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN, Bab V merupakan bab terakhir
yang menguraikan jawaban pertanyaan dalam perumusan masalah
penelitian yang pertama dan kedua. Kesimpulan dari hasil analisa
yang telah dilakukan penulis, dimana hasil analisa dirumuskan dan
disimpulkan, serta saran-saran terhadap masalah yang dibahas
sehingga perlu dikaji lebih lanjut.
13
BAB II
TINJAUAN UMUM PERASURANSIAN
A. Asuransi Konvensional
Asuransi berasal dari bahasa Belanda “assurantie” sedangkan dalam
hukum Belanda disebut “verzekering”, yang artinya pertanggungan. Dari
istilah “assurantie” timbullah istilah “assuradeur” bagi penanggung, dan
“geassureerde” bagi tertanggung.1 Menurut salah satu ilmuwan yaitu Robert L.
Mehr, yang dikutip oleh M. Syakir Sula:2 “Asuransi adalah suatu alat untuk
mengurangi risiko dengan menggabungkan sejumlah unit-unit yang berisiko, agar
kerugian individu secara kolektif dapat diprediksi. Kerugian yang dapat diprediksi
tersebut kemudian dibagi dan didistribusikan secara proporsional di antara semua
unit dalam gabungan tersebut.”
Menurut Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) Pasal 246 yang
dimaksud dengan asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian (timbal-
balik), dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang
tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian
kepadanya. Karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan
yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya, karena suatu peristiwa yang
tak menentu.
Dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang usaha
perasuransian disebutkan bahwa asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian
antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri
kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung. Karena kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan atau tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga
yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang
tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
1 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, Jakarta: Amzah, 2013, h.539
2 Ahmad Wardi Muslich, 2013, h.539
14
Asas perbankan Indonesia dalam melaksanakan usahanya adalah
demokrasi terhadap ekonomi namun didasari dengan prinsip kehati-hatian.
Fungsi utamanya bank adalah untuk menghimpun dana dan penyalur dana bagi
masyarakat. Dimana bank memutar uang yang ada untuk digunakan
masyarakat melalui berbagai produk yang di tawarkan. Tujuan pokok bank
adalah menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan stabilitas perekonomian, meningkatkan pemerataan, dan
mengontrol pertumbuhan ekonomi.
Prinsip yang biasa digunakan adalah prinsip bunga bank yang sudah tidak
asing di dengar oleh masyarakat khususnya nasabah bank konvensional.
Dimana ketika seorang nasabah mengajukan peminjaman dana maka terdapat
bunga yang dikenakan bank kepada nasabah apabila terjadi keterlambatan
dalam pembayaran angsuran.
Konsep dan sistem bank konvensional adalah sebagai berikut:3
Bunga Tab/Deposito Bunga Kredit
3 http://upi.edu>Direktori>FPEB>PerbedaanAntaraBankSyariahdanBankKonvensional.com
diakses pada tanggal 7 November 2018, pukul 17.00 WIB
Masyarakat
Pemilik Dana
Bank
Konvensional
Masyarakat
Pengguna Dana
Proses Penghimpunan
Dana
Proses Penyaluran
Dana
Penetapan Imbalan
Konsep Penghimpunan Dana
1. Giro
2. Tabungan & Deposito
Penetapan Beban
Konsep Penyaluran Dana
Bunga (Baik untuk Konsumtif,
modal kerja/investasi
15
B. Asuransi Syariah
Dalam bahasa Arab, Asuransi disebut At-ta’min yang berasal dari kata
amana yang berarti memberikan perlindungan, rasa aman dan terbebas dari
rasa takut. Hal ini tercantum dalam Surah Quraisy (106) ayat 4:
الذي أطعمهم من جوع وء منهم من خوف
Yang artinya:“yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan
lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan”
Ibrahim Anis mendefinisikan at-ta’min (asuransi) adalah:4
At-ta’min (asuransi) adalah suatu akad yang mewajibkan salah sau pihak, yaitu
penanggung (muammin) untuk memenuhi apa yang telah disepakati kepada pihak
lain, yaitu tertanggung (musta’min) ketika syarat-syaratnya telah terpenuhi atau telah
jatuh tempo, sebagai imbalan atas penyerahan uang iuran tertentu.
Sesuai dengan firman Allah yang artinya:5 “Dialah Allah yang mengamankan
mereka dari ketakutan”. Terdapat beberapa istilah terkait asuransi syariah yang
dikemukakan para ulama sebagai asal muasal asuransi syariah yaitu:6 Al-
Aqila7, At-Tanahud
8, Aqd Al-hirasah
9, dan Dhiman Khatr Thariq
10.
Fatwa Dewan Syarah Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang
pedoman umum asuransi syariah disebutkan bahwa yang dimaksud dengan
asuransi syariah (ta’min, takaful, atau tadhamun) adalah usaha saling
melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui
investasi dalam bentuk asset dan/atau tabarru’, yang memberikan pola
pengambilan untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang
syariah adalah akad yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir
4 Ahmad Wardi Muslich, Foqh Muamalat, Jakarta: Amzah, 2013, h.541
5 Kuat Ismannto, Asuransi Syariah Tinjauan Asas-asas Hukum Islam, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009, h 51 6 Kuat Ismannto, Asuransi Syariah Tinjauan Asas-asas Hukum Islam, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009, h 48 7 Al-Aqila artinya saling memikul atau bertanggung jawab atas keluarganya
8 Tanahud adalah suatu istilah tentang makanan yang dikumpulkan dari para peserta
safar (perjalanan) yang dicampur menjadi satu. 9 Aqd Al-hirasah adalah kontrak pengawal keselamatan.
10 Dhiman Khatr Thariq adalah suatu kontrak yang merupakan jaminan keselamatan lalu
lintas.
16
(perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram, dan
maksiat.
Dari definisi yang telah disebutkan dalam Fatwa No: 21/DSN-
MUI/X/2001 menyimpulkan bahwa inti dari asuransi syariah adalah saling
tolong-menolong dan melindungi antara peserta asuransi. Dimana ketika ada
seorang dari anggota atau peserta asuransi mengalami musibah maka premi
anggota lain diberikan untuk membantu peserta yang tertimpa musibah. Sesuai
dengan Surah Al-Ma’idah (5) ayat 2:
ابوتعاونوعلي البروالتقوى والتعاونواعلى اإلثم والعدوان والتقوهللا إن هللا شديدالعق
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah
kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.
Terdapat pula pandangan para ulama terkait asuransi yang ditinjau
berdasarkan prinsip fiqh mumalah. Dari sekian banyak pandangan terdapat tiga
perbedaan yang paling terlihat yaitu:11
(a) Asuransi itu haram dalam segala
macam bentuknya, termasuk asuransi jiwa; (b) Asuransi konvensional
diperbolehkan; dan (3) Asuransi yang bersifat sosial diperbolehkan dan yang
besifat komersial diharamkan.Teori asuransi syariah merupakan suatu teori
hukum yang memiliki kedudukan penting dalam hal terkait asuransi syariah,
yang didalamnya membahas terkait pengertian serta berbagai hal terkait
asuransi syariah.
Dalam ajaran Islam asuransi syariah merupakan suatu akad tolong-
menolong antara sesama dan sudah menjadi dasar utama adanya produk
asuransi syariah. Asuransi merupakan suatu wujud dari usaha dalam hal
pertanggungan yang melibatkan sekolompok orang dan perusahaan asuransi
yang berperan sebagai pihak yang mengelola dana tersebut.12
11
Kuat Ismannto, Asuransi Syariah Tinjauan Asas-asas Hukum Islam, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009, h. 8-9 12
Desmadi saharuddin, Pembayaran Ganti Rugi pada Asuransi Syariah, Jakarta:
Prenadamedia Group, 2015, h. 46
17
Perbedaan antara Asuransi Syariah dan Konvensional adalah:13
Dari segi
konsep, sumber hukum, hubungan dengan (maisir, gharar, dan riba), segi
akad, segi tanggungan risiko, segi pengelolaan dana, segi investasi dana, segi
kepemilikan dana, segi premi, segi kontribusi biaya, segi pembayaran klaim
dan segi keuntungan.
C. Perbandingan antara Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah
Dalam hal ini terdapat beberapa perbedaan yang mendasar antara asuransi
konvensional dan asuransi syariah, tidak hanya dari dasar agama atau ayat Al-
Qur’an namun terdapat beberapa perbedaan lainnya yang di sampaikan oleh
Muhammad Syakir Sula adalah sebagai berikut:14
Tabel: 1.
No Prinsip Asuransi Konvensional Asuransi Syariah
1 Konsep
Perjanjian antara dua pihak
atau lebih, dengan mana
pihak penanggung
mengikatkan diri kepada
tertanggung, dengan
menerima premi asuransi,
untuk memeberikan
pergantian kepada
tertanggung
Sekumpulan orang yang
saling membantu, saling
menjamin, dan
bekerjasama, dengan
cara masing-masing
mengeluarkan dana
tabarru’
2 Asal-usul
Dari masyarakat babilonia
4000-3000 SM yang dikenal
dengan perjanjian Hummu
rabi. Pada 1668 M di Coffe
House London berdirilah
Dari Al-Aqidah,
kebiasaan suku arab jauh
sebelum Islam datang.
Kemudian di sahkan
oleh Rasulullah menjadi
13
Ahmad Wardi Muslich, Foqh Muamalat, Jakarta: Amzah, 2013, h.559 14
Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta: Kencana, 2014, h. 260
18
Lloyd of London sebagai
cikal bakal asuransi
konvensional
hukum Islam, bahkan
telah tertuang dalam
konstitusi pertama di
dunia (Konstitusi
Madinah) yang dibuat
langsung oleh
Rasulullah.
3 Sumber
Hukum
Bersumber dari fikiran
manusia dan kebudayaan.
Berdasarkan hukum positif,
hukum alami, dan contoh
sebelumnya.
Bersumber dari wahyu
Ilahi. Sumber hukum
dalam syariah Islam
adalah Al-Qur’an, As-
Sunnah atau kebiasaan
Rasul, Ijma’ fatwa
sahabat, Qiyas, Istihsan,
Urf’, tradisi’, dan
Mashalih Mursalah
4
“Maghrib”
(maisir,
gharah, dan
riba)
Tidak selaras dengan syariat
Islam karena adanya maysir,
gharah, dan riba, hal yang
diharamkan dalam muamalah.
Bersih dari adanya
praktik gharah, maysir,
dan riba.
5
DPS (Dewan
Pengawas
Syariah)
Tidak ada, sehingga dalam
banyak praktiknya
bertentangan dengan kaidah-
kaidah syara’.
Ada, yang berfungsi
untuk mengawasi
pelaksanaan operasional
perusahaan agar terbebas
dari praktik-praktik
muamalah yang
bertentangan dengan
prinsip-prinsip syariah.
6 Akad Akad jual-beli (akad
muawaddhah, idz’aan,
Akad tabarru’ dan
tijarah (mudharabah,
19
gharah dan mulzim) wakalah, dan syirkah
dsb)
7 Jaminan/Risk
(Risiko) Transfer of Risk, dimana
terjadi transfer risiko dari
pertanggung kepada
penanggung.
Sharring of Risk, dimana
terjadi proses saling
menanggung antara satu
peserta dengan peserta
lainnya (ta’awun).
8 Pengelolaan
Dana
Tidak ada pemisahan dana,
yang berakibat pada
terjadinya dana hangus (untuk
produk saving life)
Pada produk-produk
saving(life) terjadi
pemisah dana, yaitu
dana tabarru’’derma’
dan dana peserta,
sehingga tidak mengenal
dana hangus. Adapun
untuk term insurance
(life) dan general
insurance semuanya
bersifat tabarru.’
9 Investasi
Bebas melakukan investasi
dalam batas-batas ketentuan
perundang-undangan, dan
tidak terbatasi pada halal dan
aramnya objek atau sistem
investasi yang digunakan.
Dapat melakukan
investasi sesuai
ketentuan perundamg-
undangan, sepanjang
tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip
syariah Islam.Bebas dari
riba dan tempat-tempat
investasi yang terlarang.
10 Kepemililikan
dana
Dana yang terkumpul dari
premi peserta seluruhnya
menjadi milik perusahaan.
Dana yang terkumpul
dari peserta dalam
bentuk iuran atau
20
Perusahaan bebas
menggunakan dan
menginvestasikan kemana
saja.
konstribusi,merupakan
milik peserta (shahibul
maal),asuransi syariah
hanya sebagai
pemegang amanah
(mudharib) dalam
mengelola dana tersebut.
11 Unsur premi
Unsur premi terdiri dari tabel
mortalita (mortality
tables),bunga (interest),
biaya-biaya asuransi (cost of
insurance).
Iuran atau kontribusi
terdiri dari tabarru’ dan
tabungan (yang tidak
mengandung unsur
riba),tabarru’juga
dihitung dari tabel
mortalita, tetapi tanpa
perhitungan bunga
teknik.
12 Loading
Loading pada asuransi
konvensional cukup besar
terutama diperuntukkan untuk
untuk komisi agen, bisa
menyerap premi tahun
pertama dan kedua. karena
itu, nilai tunai pada tahun
pertama dan kedua biasanya
belum ada (masih hangus)
Pada sebagian asuransi
syariah, loading (komisi
agen) tidak dibebankan
pada peserta tetapi dari
dana pemegang saham.
Namun sebagian yang
lainnya mengambilkan
dari sekitar 20-30 persen
saja dari premi tahun
pertama. Dengan
demikian, nilai tunai
tahun pertama sudah
terbentuk.
13 Sumber Sumber biaya klaim adalah Sumber pembayaran
21
Pembayaran
Klaim
dari rekening perusahaan,
sebagai konsekuensi
penanggung terhadap
tertanggung. Murni bisnis dan
tidak ada nuansa spiritual.
klaim diperoleh dari
rekening tabarru’ yaitu
peserta saling
menanggung. Jika salah
satu peserta mendapat
musibah, maka peserta
lainnya ikut
menanggung bersama
risiko.
14 Sistem
Akutansi
Menurut konsep akutansi
accrual basis, yaitu proses
akutansi yang mengakui
terjadinya peristiwa atau
keadaan nonkas. Dan,
mengakui pendapatan,
peningkatan asset, expenses,
liabilities dalam jumlah
tertentu yang baru akan
diterima dalam waktu yang
akan datang.
Menganut konsep
akutansi cash basis,
mengakui apa yang
benar-benar telah ada,
sedangkan actual basis
dianggap bertentangan
dengan syariah karena
mengakui adanya
pendapatan, harta, beban
atau utang yang akan
terjadi di masa yang
akan datang. Sementara
apakah itu benar-benar
dapat terjadi hanya
Allah yang tahu.
15 Keuntungan
(profit) Keuntungan yang diperoleh
dari surplus underwriting,
komisi reasuransi, dan hasil
investasi seluruhnya adalah
keuntungan perusahaan.
Profit yang diperoleh
dari surplus
underwriting, komisi
reasuransi, dan hasil
investasi, bukan
seluruhnya menjadi
22
milik perusahaan, tetapi
dilakukan bagi hasil
(mudharabah) dengan
peserta.
16 Misi dan Visi
Secara garis besar misi utama
dari asuransi konvensional
adalah misi ekonomi dan misi
sosial
Misi yang diemban
dalam asuransi syariah
adalah misi akidah, misi
ibadah (ta’awun), misi
ekonomi (iqtishod), dan
misi pemberdayaan umat
(sosial).
23
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN PESERTA ASURANSI
A. Hak dan Kewajiban Peserta Asuransi
Adapun hak dan kewajiban para konsumen atau peserta asuransi yang
merupakan konsumen dari sebuah produk perusahaan asuransi. Adapun hal-
hal yang perlu diperhatikan yaitu: pertama, hak untuk mendapatkan
keamanan (the right of safety). Kedua, hak untuk mendapatkan informasi (the
right to be informed). Ketiga, hak untuk memilih (the right to choose), dan
hak untuk didengar (the right to be heard).1 Keempat hak ini sudah menjadi
pedoman secara umum sebagai hak para konsumen.
Konsep hak dalam Islam sangat berkaitan dengan kewajiban, bahkan
kewajiban sangat dikedepankan dibanding hak.2 Seperti yang saya ketahui
Islam sangat mengedepankan kewajiban dibandingkan hak karena dalam
Islam seseorang dapat menuntut haknya jika kewajibannya sudah terpenuhi
sesuai dengan kesepakatan antara dua pihak yang melakukan perjanjian.
Hingga akhirnya dalam Islam dijelaskan pula hak-hak para konsumen,
antara lain:3
a. Hak untuk mengetahui informasi atas barang dan jasa, dalam hal ini
menjelaskan tentang pentingnya seorang konsumen mengetahui bagaimana
spesifikasi dari barang dan jasa yang akan digunakan. Sehingga tidak
menimbulkan penyesalan ketika menggunakan barang atau jasa tersebut
dan untuk menghindari kekeliruan mengenai gambaran atas barang atau
jasa
1 Ah. Azharuddin Lathif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis: Pendekatan Hukum
Positif dan Hukum Islam, Ciputat: UIN Jakarta Press,2013, h. 10 2 Ah. Azharuddin Lathif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis: Pendekatan Hukum
Positif dan Hukum Islam,2013, h. 15 3 Ah. Azharuddin Lathif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis: Pendekatan Hukum
Positif dan Hukum Islam, 2013, h. 16
24
yang digunakan. Serta dalam hal ini produsen berperan penting karena ini
merupakan kewajiban seorang produsen yang memberikan barang atau
jasa tersebut.
b. Hak konsumen atas kebebasan memilih, hal ini menjelaskan tentang
kebebasan seorang konsumen dalam melakukan suatu perjanjian dengan
pihak lain, dimana seorang konsumen ingin melanjutkan atau
menghentikan perjanjian antara dua pihak. Hal ini dijelaskan pula dalam
Al-Qur’an surat: An-Nisa’ (4): 29 yang artinya:
Barang atau harta tidak akan diperoleh kecuali dengan adanya kesepakatan
dan kebebasan memilih.(Q.S An-Nisa’ (4): 29)
Dapat disimpulkan bahwa antara konsumen dan produsen harus ada
kesepakatan untuk melanjutkan transaksi atau perjanjian yang sedang
dilakukan.
c. Dan Hak konsumen atas penyelesaian sengketa, dalam hal ini ketika
seorang konsumen merasa dirugikan oleh produsen sehingga
menyebabkan sengketa antara kedua belah pihak, maka konsumen berhak
memilih jalur penyelesaian sengketa yang akan ditempuhnya. Di Indonesia
dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999
selanjutnya disebut UUPK yang didalamnya menjelaskan terkait jalur
penyelesaian sengketa yang di tawarkan adalah melalui pengadilan
ataupun luar pengadilan.
Namun, terdapat suatu organisasi yang menambahkan hak-hak para konsumen
namun tidak semua lembaga atau organisasi menerima beberapa point dalam
penambahan hak-hak para konsumen. Namun terdapat satu hak yang sama
pentingnya dengan keempat hak sebelumnya yaitu hak mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat.
25
1. Hak dan Kewajiban Berdasarkan UUPK
Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 4 menjelaskan
tentang hak-hak konsumen yaitu:34
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa;
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan;
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian
atau tidak sebagaimana mestinya;
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
Setelah kita memerhatikan hak para konsumen yang perlu diketahui
selanjutnya adalah kewajiban para konsumen. Karena dalam setiap hak pasti
ada kewajiban begitupun sebaliknya, ketika seseorang telah melakukan
kewajibannya maka ia berhak untuk mendapatkan haknya, antara hak dan
kewajiban harus seimbang agar tidak ada yang merasa dirugikan.
34
Undang-Undang Perlidungan Konsumen tentang Perlindungan Konsumen Nomor 8
Tahun 1999
26
Berikut kewajiban para konsumen yang disebutkan dalam Pasal 5, yaitu:35
(1) Membaca atau mengikuti petunjuk dan informasi yang diatur dalam
prosedur, (2) beritikad baik dalam melaksanakan transaksi, (3) membayar
sesuai dengan nilai tukar yang telah disepakati kedua belah pihak, (4)
mengikuti anjuran dalam penyelesaian sengketa perlindungan konsumen.
Setelah membahas hak dan kewajiban dari konsumen, maka selanjutnya
kita perlu mengetahui hak dan kewajiban dari produsen atau pelaku usaha.
Untuk menghindari kecurangan yang bisa terjadi kapan saja ketika terdapat
kesempatan, maka dari itu sebagai konsumen kita perlu mengetahui apa saja
hak dan kewajiban para pelaku usaha.
Dalam UUPK Pasal 6 No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
yang didalamnya menyebutkan tentang hak-hak pelaku usaha. Adapun hak-
hak tersebut yaitu:36
(1) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai
dengan kesepakatan, (2) Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari
konsumen yang beritikad tidak baik, (3) Hak untuk melakukan pembelaan diri
ketika berada dalam penyelesaian sengketa hukum perlindungan konsumen,
(4) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti tidak bersalah dalam
sengketa dan lain sebagainya yang terdapat dalam undang-undang.
Serta dalam UUPK Pasal 7 No. 8 Tahun 1999 menyebutkan tentang
kewajiban-kewajiban para pelaku usaha. Adupun kewajiban-kewajiban yang
dimaksud adalah: (1) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usaha, (2)
Memberikan informasi yang jelas dan benar, (3) Memperlakukan serta
melayani konsumen dengan benar dan jujur, (4) Menjamin mutu barang
dan/atau jasa yang diproduksi, dan (5) memberi kesempatan kepada
konsumen untuk menguji barang yang akan di konsumsi.37
35
Ah. Azharuddin Lathif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis: Pendekatan Hukum
Positif dan Hukum Islam, Ciputat: UIN Jakarta Press,2013, h. 11 36
Ah. Azharuddin Lathif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis: Pendekatan Hukum
Posit if dan Hukum Islam 2013, h. 12 37
Ah. Azharuddin Lathif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis: Pendekatan Hukum
Positif dan Hukum Islam, 2013, h. 12
27
Dalam UU Perlindungan Konsumen sangat mengedepankan kepentingan
para konsumen, adanya UU Perlindungan Konsumen bertujuan untuk:38
a) Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri;
b) Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
c) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi;
e) menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab
dalam berusaha;
f) meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan konsumen.
2. Hak dan Kewajiban Peserta Asuransi dalam Undang-Undang
Perasuransian
Dalam Undang-Undang Perasuransian tidak membahas secara jelas
mengenai hak dan kewajiban peserta Asuransi karena hak dan kewajiban diatur
dalam program asuransi wajib yang memuat beberapa point penting yaitu:
cakupan kepesertaan, hak dan kewajiban tertanggung atau peserta, premi atau
kontribusi, manfaat atau santunan, tata cara klaim dan pembayaran manfaat,
kriteria penyelenggaraan, hak dan kewajiban penyelenggara, dan keterbukaan
38
Undang-Undang Perlidungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen
28
informasi. Adapun pihak yang dapat mengajukan pendirian program asuransi
wajib harus memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.39
3. Hak dan Kewajiban Peserta Asuransi dalam POJK
Otoritas Jasa Keuangan segara garis besar memang memiliki aturan-aturan
terkait hak dan kewajiban peserta asuransi, namun pemaparan terkait hak dan
kewajiban lebih banyak dan lebih jelas dijelaskan dalam Undang-Undang
Perlindungan Konsumen sehingga dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
(POJK) dalam Pasal 24 yang menyebutkan hanya menyebutkan beberapa hak
dan kewajiban peserta asuransi atau tertanggung:
a. Peserta atau tertanggung dapat menerima polis dalam jangka waktu paling
lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah pembayaran Premi atau kontribusi.
b. Peserta diberi waktu paling singkat 14 (empat belas) hari untuk
mempelajari polis di mulai sejak pemegang polis, tertanggung atau peserta
menerima polis.
c. Apabila peserta, tertanggung membatalkan pertanggungan atau asuransi
syariah dalam jangka waktu 1 tahun maka perusahaan asuransi wajib
mengembalikan paling sedikit sejumlah premi atau kontribusi yang telah
dibayarkan dikurangi kerugian investasi.
d. Jangka waktu pengembalian uang kontribusi paling lama 15 (lima belas)
hari kerja sejak permohonan pembatalan dari pemegang polis, peserta atau
tertanggung diterima secara lengkap.
B. Persyaratan Pencairan Klaim
Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 69
/POJK.05/2016 Pasal 29 ayat (3) dijelaskan bahwa syarat pencairan klaim
berlaku apabila:40
39
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian
Pasal 39 40
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 69/ POJK.05/2016 tentang Penyelenggaraan
Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan
Perusahaan Reasuransi Syariah.
29
a) Pemegang polis, tertanggung, peserta atau Perusahaan Ceding membayar
Premi atau kontribusi dalam jangka waktu pembayaran Premi atau
kontribusi yang ditentukan di dalam polis atau perjanjian reasuransi; dan
b) Risiko yang terjadi dijamin dalam polis atau perjanjian reasuransi.
Adapun point-point yang disebutkan diatas merupakan persyaratan yang
menjadi standar bagi perusahaan perasuransian yang ada dan menjadi acuan
ketika seseorang ingin mendirikan perusahaan perasuransian maka hal-hal
yang diatur oleh OJK dan Undang-Undang terkait perasuransian harus lebih
diperhatikan dan dipelajari.
Hal yang perlu diperhatikan bagi setiap nasabah adalah pengertian dari
klaim itu sendiri. Klaim adalah aplikasi oleh peserta untuk memperoleh
pertanggungan atas kerugian yang terjadi berdasarkan kesepakatan atau
perjanjian.41
Pada setiap perusahaan asuransi yang berdasarkan konsep
syariah tidak ada alasan untuk memperlambat penyelesaian klaim, karena
klaim merupakan suatu proses yang telah diantisipasi sejak awal oleh suatu
perusahaan asuransi.
Maka dari itu wajib bagi pengelola untuk melakukan proses klaim secara
cepat dan efisien. Karena merupakan bagian dari amanat yang harus
dijalankan oleh pengelola sebagaimana dijelaskan pula dalam Firman Allah
(al-Anfaal: 27)42
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul
(Muhammad) dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang
dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui.”
41
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem
Operasional, Jakarta: GEMA INSANI, 2004, h. 259. 42
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem
Operasional, 2004, h. 260
30
Untuk lebih memahami proses penyelesaian klaim, kita harus
memperhatikan beberapa hal berikut:43
a) Jenis Kerugian
Sebelum mengajukan klaim terhadap perusahaan asuransi syariah, dan
berikut beberapa jenis kerugian yaitu:
a. Kerugian seluruhnya
b. Kerugian sebagian
c. Kerugian pihak ketiga
Pada kerugian keseluruhan dijelaskan bahwa objek yang dipertanggungkan
secara teknis mengalami kerusakan secara keseluruhan baik secara teknis
maupun rusak secara keseluruhan. Sedangkan dalam kerugian sebagian
dimana menjelaskan bahwa setiap kerugian akan ditanggung namun tidak
secara keseluruhan.
Dalam menentukan nilai suatu kerugian dengan cara melakukan penilaian
oleh lembaga ahli. Dan yang dimaksud kerugian pihak ketiga adalah
kerugian yang dialami oleh pihak ketiga yang disebabkan oleh
tertanggung.
b) Penggantian Kerugian
Merupakan suatu proses penggantian kerusakan yang terjadi terhadap
tertanggung, sesuai dengan kesepakatan yang tertulis dalam polis. Adapun
beberapa cara yang dilakukan sebagai wujud dari penggantian yaitu berupa
uang tunai, memperbaiki atau membangun kembali bangunan yang telah
rusak akibat tertanggung.
c) Prosedur Klaim
Dalam prosedur pencairan klaim baik syariah maupun konvensional secara
umum memiki prosedur yang sama. Hanya saja yang membedakan adalah
kejujuran dan kecepatan ketika meniai suatu klaim. Adapun beberapa
prosedur yang tercantum adalah: a. Pemberitahuan Klaim, b. Bukti Klaim
43
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) KOnsep dan Sistem
Operasional, h. 260-261
31
Kerugian, c. Penyelidikan dan d. Penyelesaian Klaim. Dan ini merupakan
gambaran secara umum terkait prosedur pencairan klaim.
d) Recovery Klaim
Ada suatu prinsip dalam asuransi yang menjelaskan bahwa tertanggung
tidak berhak menerima keuntungan atas suatu kerugian yang disebut
indemnity. Dimana ketika terdapat sisa barang dari suatu kerugian maka
akan menjadi hak penanggung setelah tertanggung mendapatkan
penggantian dari penanggung.
Berikut gambaran sederhana tentang proses pencairan klaim:
PENGENALAN
PERIKSA PENUTUPAN
LAPOR
TUNJUK ADJUSTER DITUTUP
MINTA DOKUMEN
PROSES
TDK DITUTUP
TOLAK
TOLAK TAWARKAN
VOUCHER PENGAMBILAN
PEMBAYARAN
32
Didalam AAJI (Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia) menjelaskan pula
bagaimana tata cara pengajuan klaim, adapun cara-cara yang harus ditempuh
adalah:44
a. Pastikan polis anda masih aktif, b. Pastikan klaim yang akan
diajukan tidak termasuk dalam pengecualian polis, c. Ajukan klaim sebelum
batas waktu pengajuan, d. Isi formulir dengan benar, e. Pastikan keadaan
rekening pembayaran klaim dalam kondisi aktif, f. Monitor proses klaim dan
tanyakan statusnya jika belum ada keputusan sampai batas waktu pemrosesan
klaim.
Terdapat beberapa macam jenis klaim dan syarat pencairan klaim yang
biasa dilakukan oleh perusahaan-perusahaan perasuransian yaitu:45
a) Rawat Inap di Rumah Sakit
Jika terjadi rawat inap maka beberapa dokumen yang perlu dilengkapi
adalah: a. Formulir Klaim, b. Surat Keterangan Dokter, c. Fotokopi
seluruh hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologi, d. Kwitansi asli
berikut rinciannya (PHS) atau kwitansi yang di legalisir (PRU Med) dari
RS, e. Fotokopi kartu identitas pemegang polis, Dan dokumen lain yang
dianggap perlu
b) Cacat Total dan Tetap
Jika terjadi keadaan cacat tetap total – baik yang di akibatkan oleh
kecelakaan,pasca penyakit kritis, maka dokumen yang perlu di siapkan
untuk penggajuan klaim adalah : a.formulir klaim cacat total dan tetap
yang di tandatanggani pemegang polis sesuai dengan tandatangan SPAJ,
b.surat keteranggan dokter klaim cacat total dan tetap (TPD) c.fotokopi
seluruh hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologi (jika ada), d.surat
berita acara kepolisian asli untuk cacat yang disebabkan oleh kecelakaan
dan melibatkan pihak kepolisian, e.fotokopi kartu identitas pemegang
polis, f. dan dokumen- dokumen lain yang dianggap perlu.
c) Penyakit Kritis
44
https://AAJI.com pukul diakses pada tanggal 30 April 2018 pukul 23.20 WIB 45
https://kenapaasuransi.wordpress.com/prosedur-pengajuan-klaim/ Handini Suwarno,
2015 diakses pada tanggal 20 April 2018 pukul 16.22 WIB
33
Jika penyakit kritis tiba- tiba menyerang anda, maka dokumen yang
diperlukan untuk pengajuan kalim adalah: a.formulir klaim penyakit
kritis yang ditandatangani oleh pemegang polis, b.surat keterangan
dokter penyakit kritis, c. fotokopi seluruh hasil pemeriksaan laboratorium
dan radiologi, d. fotokopi kartu identitas pemegang polis, e. dan
dokumen-dokumen yang dianggap perlu.
d) Kecelakaan yang disertai keadaan Meninggal
Dalam hal ini jika pemegang polis mendapat kecelakaan dan meninggal
dunia maka syarat-syarat yang harus diajukan adalah: a. formulir klaim
karena kecelakaan yang ditandatangani oleh pemegang polis, b. surat
keteranggan dokter klaim meninggal, c. surat keteranggan meninggal dari
dokter/ RS dari pemerintah setempat, d. fotokopi seluruh hasil
pemeriksaan laboratorium dan radiologi, e. fotokopi KTP, f. surat berita
acara kepolisian asli jika meninggal karena kecelakaan, g. fotokopi surat
perubahan nama tertanggung dan penerima manfaat, h. polis asli dan
dokumen-dokumen lain yang dianggap perlu.
e) Meninggal Dunia
Jika terjadi keadaan meninggal dunia bagi si pemilik polis, maka sama
seperti ketika kedaan kecelakaan yang menyebabkan meninggal. Dalam
hal ini dokumen yang harus di siapkan adalah: a. formulir klaim
meninggal yang ditandatanggani oleh pemegang polis atau penerima
manfaat, b. surat keteranggan dokter klaim meninggal, c. fotokopi
seluruh hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologi, d. fotokopi KTP,
e. surat keterangan meninggal dari dokter/ RS, f. surat keterangan
meninggal dari pemerintah setempat, g. fotokopi surat perubahan nama
tertanggung dan penerima manfaat (jika ada), h. surat keteranggan
kepolisian asli jika tertanggung meninggal karena kecelakaan, i. polis asli
dan dokumen-dokumen lain yang dianggap perlu.
Dalam hal ini dibahas pula beberapa point yang menyebabkan klaim tidak
dibayarkan yaitu:
34
a) Penyakit-penyakit yang tidak dikemukakan dan ditulis sebelumnya
dengan jujur
b) Status polis sudah tidak aktif
c) Tidak termasuk dalam risiko yang dipertanggungkan
d) Masuk kedalam masa tunggu
e) Masuk dalam pengecualian tulis
f) Dokumen klaim yang kurang lengkap dan
g) Telah melewati batas waktu pengajuan klaim.
C. Landasan Hukum Perlindungan Peserta Asuransi
Landasan teori yang melandasi berdirinya asuransi syariah dengan
menelusuri konsep-konsep turunan at-ta’min dalam literature fiqih klasik.46
Konsep asuransi syariah yang mulai terdengar kembali dari para ulama modern
setelah karya Syekh Abu Zahra dan Prof. Dr. Mustafa Ahmad Zarqa yang
kemudian menjadi rujukan para cendikiawan.
Asuransi Syariah: Usaha saling melindungi dan saling menolong di antara
sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan atau tabarru’
yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui
akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.47
Asuransi syariah mulai dikenal di Indonesia sejak perekonomian di
Indonesia mulai menggunakan prinsip-prinsip syariah. Terdapat tiga filosofi
asuransi syariah yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah yaitu:48
4) Tauhid
5) Tolong-menolong
6) Saling melindungi dan menanggung
46
https://book.google.co.id/asuransi-syariah:life and general diakses pada tanggal 01 Mei
2018 pada pukul 17.00 WIB 47
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum
Asuransi Syariah. 48
http://Mysharing.co/berita-beritaekonomisyariah-memahami-filosofi-asuransi-syariah
diakses pada tanggal 01 Mei 2018 pada pukul 20.00 WIB
35
Menurut kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) pasal 246, yang
dimaksud dengan asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian (timbal-
balik), dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang
tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian
kepadanya, karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, yang mungkin akan dideritanya, karena suatu peristiawa tak
menentu.49
Dasar dari operasional asuransi konvensional adalah berorientasi pada
sistem ekonomi kapitalis yang intinya hanya untuk mengumpulkan modal
untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu, sama sekali tidak ada
pengembangan ekonomi yang lebih koprehensif. Melihat kepada pengertian
asuransi tersebut bahwa antara asuransi konvensional dan syariah memiliki
persamaan dan perbedaan.
Persamaannya adalah sama saling menanggung risiko, diantara sesama
manusia sehingga diantara satu dan lainnya menjadi penanggung atas risiko
masing-masing. Perbedaannya dalam asuransi syariah tanggung- menanggung
risiko dilakukan atas dasar tolong-menolong bukan secara ekonomi dalam
kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana yang ditunjukan
untuk menanggung risiko tersebut. kedudukan perusahaan asuransi syariah
hanya bertindak sebagai fasilisator saling menanggung diatara peserta asuransi.
Praktik asuransi Islam diberbagai negara terdapat dua madzhab. Madzhab
pertama menggunakan istilah “takaful” sedangkan madzhab kedua
menggunakan istilah “at-Tamin” istilah ini biasa digunakan dalam arti murni
dan belum dijadikan label suatu perusahaan pertanggungan. Berbeda dengan
“takaful” yang biasa digunakan sebagai label suatu perusahaan pertanggungan.
Adapun dasar-dasar dalam asuransi syariah yaitu: Al-Qur’an, Hadist,
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian, Fatwa
DSN-MUI No.21/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah dan
49
Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah: Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan
Agama, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014, h.238
36
Keputusan Menteri Keuangan RI nomor 426/KMK.06/2003 tentang Perizinan
usaha dan kelembagaan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi.
Dalam ayat dibawah ini menjelaskan tentang tolong-menolong antara
sesama manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam hal asuransi para
nasabah diharapkan dapat memberikan sebagian uang yang dimilikinya untuk
digunakan sebagai dana sosial (tabarru’) yang digunakan untuk menolong
anggota lain yang mengalami musibah.
Kemudian dijelaskan pula dalam surat al-Baqarah (2) ayat 261, Allah
berfirman yang artinya: “ Perumpaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-
orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir
benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji, Allah
melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha
luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Dalam ayat ini menjelaskan tentang anjuran normatif untuk saling
bersedekah pada jalan Allah dan melakukan kegiatan sosial untuk menolong
orang fakir dan miskin. Serta dalam hadist riwayat Muslim dari Abu Hurairah
R.A yang artinya:
“ Barang siapa melepaskan didalam seorang muslim suatu kesulitan di dunia,
Allah SWT akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat, dan Allah
SWT senantiasa menolong hamba-Nya selama ia suka menolong saudaranya.”
Dalam hadist tersebut mejelaskan tentang anjuran untuk saling membantu
antara sesama muslim di dunia dengan menghilangkan kesukaran hidup yang
dideritanya. Bagi yang memiliki kelebihan harta dianjurkan untuk membantu
orang-orang yang berada dalam kesulitan dan apabila hal ini dilakukan, maka
Allah akan mempermudah urusan dunia dan akhirat.
Dalam kaitan dengan asuransi, hadist dibawah ini memiliki anjuran agar
melaksanakan pembayaran premi asuransi dalam bentuk pembayaran dana
sosial (tabarru’) yang akan digunakan untuk membantu dan mempermudah
urusan bagi setiap anggota yang terkena musibah atau bencana. Dalam hadist
riwayat Buchari R.A yang artinya:
“ Diriwayatkan oleh Abu Hurairah R.A, dia berkata: “ berselisih dua orang
wanita dari suku uzail, kemudian salah satu wanita tersebut melempar batu
kepada wanita lain sehingga mengakibatkan kematian, wanita tersebut beserta
janin yang dikandungnya. Maka, ahli waris dari wanita yang meninggal itu
mengadukan peristiwa tersebut kepada rasulullah saw. Atas peristiwa tersebut
Rasullah saw memutuskan ganti rugi dari pembunuhan janin dengan
37
pembebasan seorang budak laki-laki atau perempuan , dan memutuskan ganti
rugi kematian wanita tersebut dengan uang darah (diyat) yang dibayarkan oleh
aqilahnya (kerabat dari orang tua laki-laki).
M. Salahudin, mengemukakan bahwa terdapat perbedaan yang mendasar
antara asuransi syariah dan konvensional. Asuransi konvensional melakukan
transaksi berdasarkan ikatan pertukaran, ialah pertukaran antara pembayaran
premi asuransi dengan uang pertanggung jawaban. Dalam syariat Islam,
pertukaran ini harus jelas berapa yang harus dibayarkan dan berapa yang harus
diterima sehingga menggandung unsur ketidakpastian akad.50
Permasalahan lainnya apabila putus ditengah jalan, tidak bisa dipastikan
berapa hak nasabah yang akan diperoleh dan kemungkinan besar
hangussehingga mengandung unsur dzalim. Dana yang dihimpun oleh lembaga
asuransi kemudian diinvestasikan untuk usaha, jadi dasar pijakannya adalah
sistem bunga, sehingga mengandung unsur riba.
Dengan hal ini dapat diketahui bahwa praktik asuransi jiwa konvensional
menurut syariat Islam adalah haram. Sehubungan dengan hal tersebut, dapat
diketahui bahwa terdapat 3 keberatan dalam praktik asuransi konvensional
yakni: pertama, unsur gharar atau ketidakpastian; kedua, maysir atau untung-
untungan; dan ketiga, ada unsur riba.
Dalam asuransi konvensional semua jelas, kecuali harga ( premi ) yang
harus dibayar tidak jelas karena dikaitkan dengan kematian. Adapun dalam
asuransi syariah menggunakan akad tolong – menolong ( akad takaful ) yaitu
akad tolong – menolong pada sesama peserta. Bila ada peserta terkena
musibah, pesertalain ikut, melalui uraian kebijakan ( tabarru ).
Asuransi kovensional mengenal istilah uang hangus atau loss premium,
yaitu peserta tidak sanggup lagi melanjutkan perjanjian atau putus ditengah
perjanjian, tidak dapat menarik uangnya kembali karena uang tersebut oleh
perusahaan asuransi telah dibebankan kepada berbagai macam biaya penutupan
sehingga polis tidak memiliki nilai tunai. Dalam kondisi seperti ini, peserta
berada dalam posisi yang terdzalimi.
50
Sula Syakir Muhammad, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional,
Jakata: GEMA INSANI, 2004 h. 30
38
Tentang kepemilikan dana dan pembayaran klaim, dalam asuransi
konvensional berbeda dengan asuransi syariah. Premi yang terkumpul dalam
asuransi konvensional menjadi milik perusahaan dan perusahaan yang
memiliko otoritas penuh dalam menetapkan kebijakan pengelolaan dana
tersebut. Adapun premi yang terkumpul dalam asuransi syariah diperlukan dan
tetap sebagai milik nasabah, perusahaan hanya sebagai pemegang amanah
untuk pengelolaannya. Prinsip-prinsip dalam asuransi syariah adalah:
1. Saling bertanggung jawab
2. Saling berkejasama (tolong-menolong)
3. Saling melindungi dari segala penderitaan
Mekanisme penyimpanan dana dalam asuransi syariah dibedakan menjadi
dua jenis yaitu: rekening untuk dana tabarru’ dan rekening untuk dana
tabungan saving. Adapun status kepemilikan dana tanpa rekening tabungan
saving masih menjadi milik peserta asuransi bukan menjadi milik perusahaan
asuransi, perusahaan hanya berfungsi sebagai lembaga pengelola.
Implementasi dari akad takaful dan tabarru’ dalam asuransi syariah
direalisasikan menjadi dua bentuk setoran premi yaitu:51
produk yang
mengandung unsur tabungan dan produk yang tidak mengandung unsur
tabungan. Dengan adanya rekening tabarru’ menjadi penting untuk menjawab
tentang ketidakjelasan asuransi dari sisi pembayaran klaim.52
Lain halnya dengan implementasi bisnis dalam perusahaan asuransi
syariah yang bertujuan menjadikan para tertanggung/peserta merasa aman dan
tentram terhadap kehidupan yang dijalaninya, begitupula dengan harta benda
yang dimilikinya.53
51
Kuat Ismannto, Asuransi Syariah Tinjauan Asas-asas Hukum Islam, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009, h. 69 52
Kuat Ismannto, Asuransi Syariah Tinjauan Asas-asas Hukum Islam, 2009, h. 69 53
Desmadi saharuddin, Pembayaran Ganti Rugi pada Asuransi Syariah, Jakarta:
Prenadamedia Group, 2015, h. 43
39
Adapun jenis-jenis, bentuk dan sifat dari asuransi itu sendiri, yang
tercantum dalam pasal 3 UU No. 2 tahun 1992 yang menjelaskan tentang jenis-
jenis bidang usaha perasuransian di Indonesia, yaitu:54
a) Asuransi Kerugian, yaitu perjanjian asuransi yang memberikan jasa untuk
penanggulangan kerugian dengan tanggungjawab hukum kepada pihak
ketiga yang akibat peristiwa tidak pasti;
b) Asuransi Jiwa, yaitu perjanjian asuransi yang memberikan jaminan atau
pertanggungan yang berkaitan dengan hidup dan meninggalnya seseorang.
c) Re-asuransi, yaitu perjanjian asuransi yang memberikan pertanggungan
atas risiko yang dialami oleh suatu perusahaan asuransi di perusahaan
asuransi jiwa.
Bentuk-bentuk asuransi yang dimaksud dalam pasal ini adalah: (a)
asuransi timbal-balik, (b) asuransi ganti kerugian, (c) asuransi sejumlah uang,
(d) asuransi premi, (e) asuransi saling menanggung , dan (f) asuransi wajib.
Dan sifat-sifat asuransi adalah: sifat persetujuan, sifat timbal-balik, sifat
konselsuil, sifat perkumpulan, sifat untung-untungan, dan sifat berat sebelah.
Adapun aplikasi ta’awun yang berlaku dalam sistem perusahaan asuransi
syariah, adalah ketika seorang peserta menentukan seberapa banyak jumlah
ganti rugi yang akan diberikan maksimal sejumlah nilai pertanggungan
maksimal yang terdapat dalam polis, bukan berdasarkan nilai kerugian yang
dialami oleh tertanggung/peserta.55
Adapun sistem tabarru’ yang telah diterapkan oleh lembaga-lembaga
asuransi modern, terbagi menjadi beberapa metode yaitu:56
a. Sistem a’qilah adalah sistem yang biasa digunakan dalam kasus
pembunuhan untuk pembayaran diah, atau yang dipraktikkan oleh para
kaum Anshar ketika melindungi kaum Muhajirin.
b. Sistem kafalah al-gharimin adalah suatu bantuan yang didapat dari hasil
harta zakat yang kemudian di manfaatkan untuk membayar hutang.
54
Kuat Ismannto, Asuransi Syariah Tinjauan Asas-asas Hukum Islam, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009, h. 35 55
Desmadi saharuddin, Pembayaran Ganti Rugi pada Asuransi Syariah, 2015, h. 51 56
Desmadi saharuddin, Pembayaran Ganti Rugi pada Asuransi Syariah, 2015, h. 44-45
40
c. Sistem kafalah al-fuqara’ wa al-masakin adalah suatu bantuan yang
diberikan untuk meringankan beban orang lain yang tidak mampu.
d. Sistem kafalah abna’ al-sabil adalah suatu bentuk bantuan untuk
meringankan beban orang lain yang sedang dalam kesulitan akaibat situasi
tertentu.
e. Sistem nafaqat bain al-aqarib adalah suatu kewajiban untuk memberikan
bantuan oleh sanak keluarga yang memiliki kesanggupan untuk membantu
saudara-saudaranya yang tidak mampu.
f. Sistem takaful al-ijtima’I adalah suatu bantuan yang dilakukan oleh para
kafilah Al-Sha’riyun; untuk menanggulangi masalah ekonomi yang
dihadapi para janda dan orang-orang yang tidak mampu.
Sebelum membahas terkait perlindungan konsumen terdapat hal yang
perlu kita perhatikan yaitu kontrak, yang merupakan awal dari timbulnya
perjanjian antara konsumen dengan produsen. Bagaimana kontrak tersebut
dibuat serta apakah para pihak ikut serta dalam pembuatan kontrak.
Karena jika terdapat unsur yang tidak terpenuhi dalam pembuatan
kontrak, dapat menyebabkan timbulnya sengketa.Sebuah kontrak yang dibuat
tidak dapat terlepas dari unsur keadilan, karena kedua belah pihak yang
melakukan perjanjian pasti menginginkan pertukaran kepentingan yang adil
sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.57
Ada istilah berbeda, yaitu antara hukum konsumen dan hukum
perlindungan konsumen. M.J. Leder menyatakan: In a sense there is no such
creature as consumer law.58
secara umum hukum konsumen dengan hukum
perlindungan konsumen seperti yang dinyatakan oleh Lowe yakni: …rules of
law which recognize the bargaining weakness of the individual consumer and
which ensure that weakness is not unfairly exploited.59
57
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas proporsionalitas dalam Kontrak
Komersial, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014, h.47 58
Ah. Azharuddin Lathif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis: Pendekatan Hukum
Positif dan Hukum Islam, Ciputat: UIN Jakarta Press,2013, h. 1 59
Ah. Azharuddin Lathif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis: Pendekatan Hukum
Positif dan Hukum Islam, Ciputat: UIN Jakarta Press,2013, h. 1
41
Adanya istilah-istilah seperti ini dikarenakan posisi konsumen sangat
membutuhkan perlindungan. Hukum konsumen dengan hukum perlindungan
konsumen keduanya sangat berkaitan dan sulit dipisahkan karena keduanya
berhubungan dengan konsumen. Adapun hukum konsumen diartikan sebagai
keseluruhan asas-asas dan kaidah hukum yang mengatur hubungan dan
masalah antara berbagai pihak antara satu pihak dengan pihak lain.
Lima asas yang terkandung dalam hukum perlindungan konsumen yaitu:60
1. Asas manfaat
2. Asas keadilan
3. Asas keseimbangan
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen
5. Asas kepastian hukum
Asas-asas dalam perlindungan konsumen sangatlah berpengaruh dalam
kehidupan para konsumen khususnya dalam hal kesejahteraan dan
perlindungan hukum di dalamnya. Ketika salah satu asas tidak dilaksanakan
dikhawatirkan dapat menyebabkan ketidak puasan dari pihak konsumen yang
akhirnya menimbulkan persengketaan antara si pelaku usaha dengan
konsumen.
Salah satu asas yang sangat berpengaruh dalam suatu akad adalah asas
keadilan. Dalam hal ini para pengarang modern, melakukan pembagian
terkait asas keadilan. Adapun pembagian tersebut yaitu:61
a. Keadilan distributif (distributive justice), yang mempunyai pengertian
yang sama pada pola tradisional, dimana benefits and burdens yang harus
dibagi secara adil.
b. Keadilan retributive (retributive justice), berkaitan dengan terjadinya
kesalahan, dimana hukum atau denda dibebankan kepada orang yang
bersalah namun tetap harus bersifat adil.
60
Ah. Azharuddin Lathif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis: Pendekatan Hukum
Positif dan Hukum Islam, 2013, h. 6 61
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas proporsionalitas dalam Kontrak
Komersial, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014, h.50
42
c. Keadilan konpensatoris (compensatory justice), menyangkut juga
kesalahan yang dilakukan, namun jika dilihat dari aspek lain, dimana
seseorang memiliki kewajiban moral untuk memberikan ganti rugi kepada
pihak yang dirugikan.
Setelah membahas tentang asas terkait dalam sebuah kontrak, selanjutnya
saya akan membahas tentang prinsip dalam perlindungan konsumen yang
sama pentingnya dengan asas-asas yang tercantum pada paragraph
sebelumnya.
Terdapat lima prinsip dalam perlindungan konsumen yaitu: prinsip
tanggungjawab berdasarkan kesalahan atau liability based on fault. Prinsip
praduga selalu bertanggungjawab atau presumption of liability, prinsip
praduga selalu tidak bertanggungjawab atau presumption of nonliability,
prinsip tanggungjawab mutlak atau strict liability, dan prinsip pembatasan
tanggungjawab atau limitation of liability.62
Setiap prinsip memiliki kepentingan dalam melindungi konsumen dari
kecurangan yang dapat menyebabkan kerugian. Dalam prinsip yang pertama
tentang prinsip tanggungjawab berdasarkan kesalahan yang memang sudah
menjadi dasar dalam pribadi setiap orang dimana ketika seseorang melakukan
kesalahan maka diperlukan rasa tanggungjawab untuk memperbaiki
kesalahan yang dilakukan.
Begitupun untuk prinsip-prinsip yang lainnya memiliki kepentingan dan
point-point yang berkaitan dengan perlindungan konsumen itu sendiri. Sama
halnya dalam suatu tindak pidana yang berkaitan dengan praduga yang selalu
bertanggungjawab. Dalam hal ini jelas bahwa dalam kasus perdata tergugat
dianggap bertanggungjawab sampai tergugat dapat membuktikan bahwa
dirinya tidak bersalah.
62
Ah. Azharuddin Lathif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis: Pendekatan Hukum
Positif dan Hukum Islam, Ciputat: UIN Jakarta Press,2013, h. 7
43
Disinilah prinsip praduga untuk selalu bertanggungjawab di realisasikan
untuk menemukan kebenaran. Sehingga tergugat berusaha untuk menemukan
bukti bahwa dirinya tidak bersalah. Terdapat pula prinsip tanggungjawab
mutlak yang dijelaskan dalam hukum perlindungan konsumen, yang
didalamnya memiliki tujuan khusus untuk menjebak para pelaku usaha yang
berbuat curang sehingga merugikan para konsumen.
Prinsip tanggungjawab biasa dikenal dengan sebutan “product liability”,
dalam asas ini menjelaskan bahwa produsen wajib bertanggungjawab atas
kerugian yang dialami oleh konsumen jika kerugian tersebut disebabkan oleh
produk yang dipasarkan oleh produsen tersebut. sehingga sudah menjadi
kewajiban mutlak bagi si produsen.
Gugatan dalam hal “product liability” biasa dilakukan berdasarkan tiga
hal:63
Pertama, melanggar jaminan (breach of warranty) contohnya: ketika
suatu produk menjanjikan khasiat yang luar biasa namun pada kenyataannya
tidak seperti yang di janjikan. Kedua, ada unsur kelalaian (negligence),
contohnya ketika seorang produsen lalai dalam memenuhi standar produk
yang dibutuhkan. Dan Ketiga, menerapkan tanggung jawab mutlak (strict
liability).
Adapun asas-asas tersebut yaitu: asas kebebasan, asas persamaan atau
kesetaraan, asas keadilan, asas kerelaan, asas kejujuran dan kebenaran, dan
asas tertulis.64
Asas-asas ini lah yang menjadi pondasi dalam suatu akad yang
harus ditanamkan didalam diri masing-masing pihak yang sedang melakukan
perjanjian. Dasar hukum dari perlindungan konsumen di Indonesia, yaitu:65
a. Pasal 27 (2) UUD 1945 “Tiap warganegaranya berhak atas
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
63
Ah. Azharuddin Lathif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis: Pendekatan Hukum
Positif dan Hukum Islam, Ciputat: UIN Jakarta Press,2013, h. 9 64
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, Jakarta: Kencana Prenadamedia, 2013, h. 91 65
Ah. Azharuddin Lathif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis: Pendekatan Hukum
Positif dan Hukum Islam, Ciputat: UIN Jakarta Press,2013, h. 4
44
b. TAP MPR 1978 terdapat istilah “menguntungkan konsumen”, TAP
MPR 1988 terdapat istilah “menjamin kepentingan konsumen”, TAP
MPR 1993 menggunakan istilah “melindungi kepentingan konsumen”.
c. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terdapat dalam Pasal 1365
sampai dengan pasal 1380.
Salah satu sumber hukum perlindungan konsumen yang menjadi rujukan
adalah Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang telah berlaku sejak
tanggal 20 April 2000. Dan ditambahkan dengan Pasal 64 (Ketentuan
Peralihan) dimana dengan adanya undang-undang ini untuk menguatkan
kepetingan konsumen yang memang harus dibela.
Secara konseptual, menurut Ricardo perlindungan konsumen meliputi
ketentuan hukum yang mengatur antara pelaku usaha dengan konsumen dalam
hubungan hukum yang mereka sepakati.66
Dan seharusnya dijelaskan secara
jelas bagaimana sistematika penerapan perlindungan konsumen atau nasabah
dalam undang-undang perlindungan konsumen, sehingga tidak terjadi
kesalahpahaman dalam penerapannya.
Dalam Hukum Perlindungan Konsumen pada Undang-Undang Dasar
1945, dalam pembukaan alinea-4 yang berbunyi:67
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia ”
Pada Pasal 18 UU No. 8 Tahun 1999a yang mengatur tentang pembatasan
dalam menggunakan klausula baku dalam suatu perjanjian atau dokumen yang
dibuat oleh produsen atau pelaku usaha.68
Adanya ketentuan ini agar antara
konsumen dan produsen memiliki kedudukan yang setara dalam membuat
66
http://hukumonline.com diakses pada tanggal 05 Juni 2018 pada pukul 20.00 WIB 67
Ah. Azharuddin Lathif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis: Pendekatan Hukum
Positif dan Hukum Islam, 2013, h. 5 68
Ah. Azharuddin Lathif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis: Pendekatan Hukum
Positif dan Hukum Islam, Ciputat: UIN Jakarta Press,2013, h. 13
45
suatu perjanjian. Seorang pelaku usaha yang membuat dokumen atau perjanjian
dilarang mencantumkan klausula baku apabila:69
1. Mengatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
2. Mengatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
barang yang dibeli konsumen;
3. Mengatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
uang yang dibayarkan atas barang dan atau jasa yang dibeli konsumen;
4. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha, baik
secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan
sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara
angsuran;
5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
6. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau
mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
7. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan
baru,
8. tambahan, lanjutan, dan atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak
oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang
dibelinya;
Ketika suatu perusahaan pertanggungan ketika melaksanakan proteksi atau
jaminan ganti rugi yang berlandaskan beberapa asas yang dijadikan patokan.
Adapun asas-asas tersebut yaitu:70
Indentitas, kepentingan yang dapat di
asuransikan, kejujuran yang sempurna, dan penyebab terjadi risiko. Dengan
adanya asas-asas ini untuk menentukan kebijakan dalam klaim. Dalam
pembahasan ini terdapat beberapa hal yang menyebabkan sebuah kontrak
menjadi batal yaitu: (1) Konsignasi, (2) Musnahnya barang terutang, (3)
69
Ah. Azharuddin Lathif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis: Pendekatan Hukum
Positif dan Hukum Islam, 2013, h. 13 70
Desmadi saharuddin, Pembayaran Ganti Rugi pada Asuransi Syariah, Jakarta:
Prenadamedia Group, 2015, h. 18
46
Daluwarsa, (4) Jangka waktunya berakhir, (5) Kesepakatan kedua belah pihak
untuk mengakhiri perjanjian, (6) Pemutusan kontrak secara sepihak, dan (7)
Adanya putusan pengadilan.71
Ketujuh hal ini merupakan sebagian dari hal-hal yang dapat membatalkan
suatu akad, namun hanya mewakili dari berbagai faktor yang ada. Dan yang
perlu diingat dalam menjalankan suatu akad adalah asas-asas dalam berakad
itu sendiri yang nilainya sama penting dengan prinsip-prinsip dalam hukum
perlindungan konsumen.
71
Salim H.S, Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Sinar
Grafika, 2006, h. 165
47
BAB IV
ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PERKARA
A. Duduk Perkara
Dalam Putusan 967/Pdt.G/2012/PA. Mdn dalam perkara GUGATAN
PEMBIAYAAN MUSYARAKAH yang diajukan oleh HJ. SARIPAH
DALIMUNTHE yang diwakili oleh kuasa hukumnya yaitu H.ABD.HADI,
S.H dan M. MUDA HD. HARAHAP, S.H melawan beberapa pihak yang
digugat yaitu: 1. AMINUDIN SINAGA selaku pribadi sekaligus Pimpinan
Cabang PT. Bank Sumut Syariah, 2. Direktur Utama Bank Sumut, 3.
Pimpinan PT. Asuransi Bangun Askrida Syariah, dan 4. Direktur Jendral
Piutang dan Lelang Kantor wilayah 1 Medan. Serta turut menggugat: 1.
YUSLIANA DALIMUNTHE, 2. FATMA DINI ANGGITA HARAHAP,
DAN 3. ELZA MARYNA HARAHAP.
Perkara ini terjadi pada tanggal 14 Juni 2012 suatu Pengadilan Agama
menghadapi kasus yang berhubungan dengan Pembiayaan Musyarakah dalam
gugatan Nomor 967/Pdt.G/2012/PA Mdn yang didalamnya mengemukakan
tentang Posita dan Petitum serta dengan berbagai alasan terkait pembebasan
hutang dan penundaan lelang berdasarkan dalil-dalil yang ada. Penggugat
merupakan ibu kandung sekaligus ahli waris dari Alm. Ongku Sutan Harahap
dengan nomor ahli waris 474.3/846.KLH/2011. Sejak tahun 2007 adalah
nasabah tetap dari Tergugat II yang dilakukan melalui PT. Bank Sumut
Syariah Cabang Padangsidempuan (Tergugat I) dan selama menjadi nasabah
Alm. merupakan nasabah yang baik dan tidak bermasalah karena selalu
melaksanakan angsuran tepat waktu dan merupakan nasabah yang jujur. Dan
pada tanggal 26 April 2011 Alm. menggunakan akad musyarakah untuk
penambahan modal kerja, dengan jumlah senilai Rp. 700.000.000,00 (tujuh
ratus juta rupiah) dalam jangka waktu yang disepakati yaitu 12 bulan dengan
mengagunkan sertifikat Hak Milik No.457/Pasar Gunung tua tanggal 19.12-
2008 dan sertifikat hak milik No. 395/Pasar Gunung tua tanggal 07-06-2007
atas nama Alm. Namun pada saat pelaksanaan pembayaran berlangsung dari
48
tergugat I dan tergugat II dimana Alm. meninggal dunia karena sakit di
Gunung tua pada hari rabu tanggal 13 Juli 2011 dan berakibat tertundanya
pembayaran pembiayaan musyarakah Alm. terhadap tergugat I dan tergugat
II.
Sehingga menyebabkan para ahli waris diberi peringatan hingga
peringatan ke III yang dikirimkan pada tanggal 22 Mei 2012, selanjutnya
pihak penggugat atau ahliwaris tidak terima atas pemberian surat tersebut
yang berisi tentang tunggakan pembayaran sebesar Rp. 752.000.000,00 (
tujuh ratus lima puluh dua juta rupiah) dan karena ahli waris dianggap tidak
menunjukkan I’tikad baik dan keseriusan dalam menyelesaikan tunggakan
yang ada walaupun sudah diperingati berkali-kali sehingga pihak tergugat I
dan tergugat II memberikan waktu kembali paling lambat hingga tanggal 25
Juni 2012 dan jika tidak dapat menyelesaikan tunggakan maka anggunan
untuk diserahkan kepada Tergugat I dan Tergugat II yang akan dilelang
kepada tergugat IV.
Namun, dalam salah satu klasula akad antara Alm. dengan tergugat I dan
tergugat II dalam Pasal 2 menyebutkan tentang kedudukan para pihak dalam
ayat 1 yang isi pokoknya adalah “…dari pendapatan keuntungan usaha itu
kelak akan dibagi oleh kedua belah pihak berdasarkan prinsip bagi hasil
(syirkah)”. Dari klausula ini dapat disimpulkan bahwa jika terjadi kerugian
maka akan ditanggung oleh kedua belah pihak pula, sesuai dengan syariat
Islam, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan karena harus
menanggung secara utuh beban yang ada. Sudah jelas bahwa Alm. dan
Tergugat I dan II sama-sama akan menanggung kerugian jika memang terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan karena hasil keuntungan yang diperolehpun
nantinya akan diberikan kepada Tergugat I dan II.
Dalam hal ini Alm. telah melaksanakan kewajibannya berupa
pembayaran asuransi jiwa kepada tergugat I dan II dimana merupakan salah
satu syarat dalam pengajuan pembiayaan yang diajukan oleh Alm. kepada
tergugat I dan II. Para penggugat dan turut tergugat I, II, dan III dibebas
bebankan pembayaran angsuran karena segala resiko dibebankan kepada
49
tergugat III. Namun pada kenyataannya setelah Alm. meninggal tergugat I
dan II mengabaikan keharusan dalam pembebanan hutang dari pembayaran
hutang pembiayaan musyarakah. Kemudian berturut-turut mengirimkan surat
peringatan terkait dengan pembayaran terkait tunggakan Alm. surat
peringatan pertama pada tanggal 03 februari surat peringatan kedua pada
tanggal 27 maret 2012 dan surat peringatan yang terakhir pada tanggal 22 mei
2012. Pada surat peringatan berisi tentang total tunggakan sebesar Rp.
752.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh dua juta rupiah).
Dan diharapkan dengan adanya surat peringatan yang disampaikan oleh
tergugat 1 s/d turut tergugat III dimana hal ini merugikan penggugat yang
merupaka salah seorang ahli waris karena penggugat yang berkepentingan
untuk mengajukan gugatan karena dianggap berkompetensi di pengadilan
disesuaikan dengan Pasal 18 tentang akad pembiayaan musyarakah
No.120/KCSY02-APP/MSY/2011, yang menyebutkan “Bila terjadi sengketa
perselisihan maka para pihak bersepakat untuk menyelesaikan melalui
pengadilan agama di medan”. Dalam surat pernyataan disebutkan bahwa
kedudukan turut tergugat I, II, III pernah membuat suatu pernyataan yang
berisikan akan bertanggung jawab atas pembiayaan musyarakah kepada
tergugat I dan II pada tanggal 26 April 2011 yang berisi:”….apabila
dikemudian hari pada saat asuransi jiwa saya belum terbit polisnya, terjadi
sesuatu pada diri saya dan mengancam jiwa saya, ahli waris saya tidak akan
menuntut pihak bank dan seluruh pembiayaan saya tetap akan menjadi
tanggung jawab ahli waris saya hingga selesai….”.
Dengan adanya pernyataan ini yang bertentangan dengan klausula yang
diuraikan pada akad pembiayaan musyarakah karena pada kenyataannya
klausula pada akhir pembiayaan musyarakah adalah perjanjian pokok.
Dimana turut tergugat I sempat berkali-kali memberikan surat keberatan
kepada tergugat I pada tanggal 20 Oktober 2011, 05 November 2011, dan 24
November 2011 dimana surat tersebut berisikan tentang permintaan turut
tergugat I tentang pembebasan atas beban sisa kredit atau hutang atas
pembiayaan musyarakah yang dimana Alm masih menjadi tanggungan bagi
50
tergugat I sehingga ahli waris tidak merasa dibebankan. Dengan ini
penggugat ingin mendapatkan perlindungan atas sertifikat hak milik yang
dijadikan jaminan oleh Alm. Penyebab adanya tunggakan bukan dikarenakan
kesengajaan melainkan karena terjadinya musibah yang menyebabkan Alm.
meninggal dunia.
Terdapat beberapa ketentuan dan persyaratan umum terkait pinjaman dan
kredit yang berlaku pada Pasal 11 yaitu: “bank berhak menghentikan dan
atau menagih seluruh hutang dengan segera seketika dan sekaligus lunas
tanpa permintaan untuk di akhiri dan di berikan peringatan apabila yang
berhutang/debitur meninggal dunia”.Dengan berbagai gugatan yang ada
diharapkan pengadilan agama dapat membatalkan atau menunda pelaksanaan
permohonan lelang hingga keputusan dari pengadilan keluar.
Berdasarkan dari pemaparan terkait duduk perkara yang disebutkan
diatas sehingga Penggugat memohon kepada Majelis Hakim PA Medan untuk
memutuskan perkara tersebut dengan perintah sebagai berikut: 1.
Mengabulkan gugatan penggugat secara keseluruhan. 2. Menyatakan
penggugat serta Turut Tergugat I,II dan III selaku ahli waris dari Alm.Ongku
Sutan Harahap dibebaskan dari beban hutang Pembiayaan Musyarakah dari
Tergugat I dan II sebesar RP.752.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh dua juta
rupiah). 3. Menyatakan surat pernyataan yang dibuat oleh Almarhum Ongku
Sutan Haraphap dengan diketahui oleh istrinya (turut Tergugat I/Yuslina)
Dalimunthe beranggal 28 April 2011 batal demi hukum dan atau tidak
mempunyai kekuatan hukum menyatakan sertifikat hak milik No. 457 Pasar
Gunung Tua tanggal 19 Desember 2008 an. Ongko Sutan Harahap dan
sertifikat hak milik no. 395 Pasar Gunung Tua tanggal 7 Juni 2007 an. Ongku
Sutan Harahap, harus dikembalikan kepada yang mustahak/penggugat;4.
Menetapkan dan memerintahkan Tergugat I dan II serta IV agar membatalkan
pelelangan. 5. Serta menunda pelaksanaan lelang eksekusi atas tanah dan
bangunan yang bersertifikat Hak Milik No.457/Pasar Gunung Tua dan
Sertifikat Hak Milik No.395/Pasar Gunung Tua. 6. Menghukum Tergugat I
s/d Tergugat IV untuk tunduk dan patuh kepada isi putusan, serta kelalaian
51
atas pelaksanaan ini dihukum untuk membayar uang paksa sebesar Rp.
500.000,00 setiap hari sampai putusan ini dijalankan dengan baik oleh
Tergugat I s/d Tergugat IV. Dan diharapkan putusan ini nantinya dapat
dengan serta merta walaupun terdapat upaya hukum banding, kasasi dari para
tergugat.
Berdasarkan surat gugatan dan duduk perkara yang telah diterangkan di
atas maka selanjutnya terdapat penolakan atau keberatan dari para Tergugat.
Adapun yang menjadi Eksepsi/Keberatan dari Tergugat Yaitu:
Gugatan Penggugat adalah obscuur libel (gugatan kabur), yaitu antara
posita dan petitum tidak saling mendukung bahkan ada yang kontradiktif,
sehingga dianggap tidak jelas makna dari gugatan penggugat tentang ahli
waris, pembiayaan asuransi dan lelang. Dan terdapat kerancuan antara posita
yang satu dengan posita lainnya, sehingga jika dilihat dari persyaratan formil
suatu gugatan, maka gugatan tersebut belum memenuhi persyaratan.
Disamping itu Tergugat I maupun II membantah dengan tegas terkait
dalil-dalil posita maupun petitum gugatan Penggugat, sehingga baik Tergugat
I maupun II tidak ada yang mengakuinya. Serta, segala sesuatu yang
diuraikan dalam eksepsi diharapkan dapat menjadi pertimbangan hakim
dalam memutuskan hasil atas perkara ini. Sehingga Tergugat I dan II
membantah gugatan Penggugat dengan argumentasi-argumentasi hukum,
yaitu: Tergugat I dengan Alm. Ongku Sutan Harahap telah membuat dan
mengadakan Akad Pembiayaan Musyarakah atas persetujuan istrinya
Yusliana Dalimunthe (Turut Tergugat I) telah menyetujui dan menandatangi
Akad Pembiayaan Musyarakah pada tanggal 26 April 2011 dengan modal
dari PT. Bank Sumut Syariah Cabang Padang sebesar Rp. 700.000.000,00
(tujuh ratus juta rupiah). Dan sesuai dengan ketentuan suatu pengajuan
pembiayaan wajib dilindungi oleh asuransi, dimana ketika pembiayaan yang
diajukan sampai dengan Rp.500.000.000,00, maka tidak diwajibkan untuk
melakukan pemeriksaan kesehatan. Sedangkan jika pembiayaan lebih dari
Rp.500.000.000,00 maka diwajibkan untuk melakukan pemeriksaan
kesehatan. Dan pada tanggal 26 April 2011 Tergugat I sudah memberikan
52
surat No.706/KCSy02-APP/L/2011 tentang Pemeriksaan Kesehatan untuk
Pengajuan Asuransi, dan disamping itu dibuat pula sebuah surat pernyataan
yang diketahui oleh istri almarhum yang berisi: “Apabila dikemudian hari
pada saat asuransi jiwa saya belum terbit polis asuransinya, terjadi sesuatu
pada diri saya dan mengancam jiwa saya, ahli waris saya tidak akan
menuntut pihak bank dan seluruh pembiayaan saya tetap akan menjadi
tanggung jawab ahli waris saya hingga selesai”. Namun, dikarenakan
sampai meninggalnya Almarhum tidak pernah melakukan pemeriksaan, maka
pihak Asuransi tidak menerbitkan polis asuransinya. Dengan meninggalnya
Sdr. Ongku Sutan Harahap, maka fasilitas pembiayaan sebesar Rp.
700.000.000,00 menjadi tanggung jawab ahli waris. Serta, Tergugat I
membantah secara tegas dalil posita point 8 yang menyebutkan bahwa:
“…dari pendapatan keuntungan usaha itu kelak akan dibagi oleh kedua
belah pihak berdasarkan prinsip bagi hasil (syirkah)”. Dari klausula ini
dapat disimpulkan bahwa jika terjadi kerugian maka akan ditanggung oleh
kedua belah pihak pula, sesuai dengan syariat Islam, sehingga tidak ada pihak
yang merasa dirugikan karena harus menanggung secara utuh beban yang
ada. Dari posita ini Tergugat I beranggapan bahwa Penggugat belum mengerti
tentang prinsip syariah, dimana ketika Tergugat I memberikan modal usaha
yang diketahui oleh isterinya, berarti Tergugat I tidak ikut campur terkait
usahha tersebut. berdasarkan alasan atau dalil-dalin diatas diharapkan dapat
menjadi pertimbangan, dan berbagai Petitum Penggugat dianggap tidak
berdasarkan hukum, oleh karena itu harus ditolak.
Disisi lain dalam kasus ini Tergugat III juga mengajukan eksepsi yaitu
bahwa, Penggugat tidak berhak dan tidak berwenang untuk mengajukan
gugatan (Discualificatoire Exceptie). Dikarenakan, PT. Asuransi Bangun
Askrida Syariah tidak pernah menerbitkan polis asuransi berates
namakanAlm. Ongku Sutan Harahap. Sehingga Tergugat III merasa tidak ada
hubungan sama sekali dalam kasus ini.
53
Melihat dari objek gugatan Penggugat yang menyangkut tentang:
1. Akad Pembiayaan Musyarakah No.120/KCSY02-APP/MSY/2011 tanggal
26 April 2011.
2. Dan tentang Surat Pernyataan yang dibuat dan ditandatangai oleh Alm.
Ongku Sutan Harahap dan istrinya.
Dari alasan-alasan ini, sudah jelas bahwa Tergugat III sama sekali tidak
ada hubungannya. Karena Tergugat bukan termasuk pihak yang ikut
menandatangani surat-surat ini. Surat Pernyataan ini pun dianggap sudah
memenuhi syarat-syarat sah perjanjian pada umumnya, sehingga dapat
mengikat secara hukum para pihak yang melakukan perjanjian dan
bertandatang pada surat ini.
Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam Buku II tentang Hukum Kewarisan
Bab I Ketentuan Umum Pasal 171 huruf e yang menyatakan bahwa:
“Harta Warisan adalah harta bawaa ditambah bagian dari harta bersama
setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai
meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (Tajhiz), pembayaran hutang dan
pemberian kerabat.”
Maka harta warisan yang berupa:
SHM No. 457/Pasar Gunung Tua a/n Ongku Sutan Harahap
SHM No. 395/Pasar Gunung Tua a/n Ongku Sutan Harahap, yang
dijadikan agunan oleh Alm. Ongku Sutan Harahap kepada Tergugat I dan
II dengan persetujuan Turut Tergugat I, II dan III harus digunakan sebagai
pelunas hutang terlebih dahulu. Sehingga para ahli waris tidak berhak
untuk membatalkan pelelangan atas harta warisan tersebut.
Gugatan Penggugat dianggap Salah Pihak (Error in Personal), dimana
berdasarkan peraturan Mahkamah Agung RI No. 02 Tahun 2008 tentang
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Buku Bab I Ketentuan Umum Pasal 1
ayat 2 yang menyatakan bahwa: “Subyek hukum adalah orang perseorangan,
atau badan usaha yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum yang
memiliki kecakapan hukum untuk mendukung hak dan kewajiban.” Dalam
54
perkara aquo PT. Asuransi Askrida Syariah (Tergugat III) adalah subyek
hukum berupa badan usaha yang berbadan hukum perseroan terbatas. Oleh
karena itu, apabila ada gugatan terhadap badan hukum maka gugatan ditujukan
kepada badan hukum bukan kepada perseorangan yang menjabat pada saat itu.
Karena gugatan Penggugat ditujukan kepada perseorangan/pribadi maka jelas
gugatan Penggugat adalah salah pihak (Error In Personal).
Dalam salah satu syarat formil gugatan adalah harus menyebutkan subyek
hukum Tergugat secara jelas mengenai identitas, alamat dan status subyek
hukum apakah selaku perseorangan atau selaku badan hukum. namun,
Penggugat tidak menyebutkan secara jelas subyek hukumnya. Serta didalam
UU Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 (UUPT) sama sekali tidak ada
ketentuan yang mengatur dan/atau menyebutkan tentang istilah pimpinan.
Selain itu didalam PT. Asuransi Bangun Askrida tidak ada yang dinamakan
Pimpinan PT. Asuransi Bangun Askrida Syariah. Sehingga gugatan Penggugat
dianggap kabur dan tidak jelas (obscure liben).
Dalam hal ini pihak Tergugat IV juga mengajukan eksepsi dengan dasar
bahwa, gugatan Penggugat dianggap prematur sebab Tergugat IV belum
melakukan tindakan hukum karena segala sesuatu yang menjadi agunan yang
menjadi obyek hak tanggungan dalam perkara aquo karena memang tidak
terdapat pengajuan lelang dari Tergugat I dan II dan lagi Kantor Pelayanan
Kekayaan Negara dan Lelang Medan tidak melayani agunan atau obyek hak
tanggungan dalam perkara aquo. Gugatan dianggap Compete karena dalam
perkara aquo terletak di Kab.Padang Lawas dimana wilayah tersebut bukan
termasuk wilayah kerja KPKL medan, melainkan wilayah kerja KPKNL lain.
Dalam hal ini Tergugat IV belum melakukan tindakan hukum, jadi sudah
sepatutnya Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini dapat mengeluarkan
Tergugat IV sebagaiihak dalam perkara aquo. Faktanya pihak PT. Sumut
Syariah Cabang Padang belum mengajukan permohonan pelelangan kepada
Kantor Lelang dimanapun untuk melakukan pelelangan terhadap barang
agunan pada perkara aquo. Eksepsi Tergugat IV adalah eksepsi prossesoil di
55
luar kompetensi pengadilan dan atas dasar Pasal 149 ayat (2) dan Pasal 159
Rbg. Eksepsi diluar kompetensi tidak dapat diputuskan sendiri tetapi harus
diputuskan bersama-sama dengan pokok perkara, jika eksepsi tersebut
dikabulkan maka hasilnya adalah putusan akhir yang perintahnya adalah
menyatakan bahwa Pengadilan Agama Medan tidak berwenang mengadili
perkara aquo, dan bukan mengeluarkan Penggugat IV dari pihak perkara
serta petitum eksepsi Tergugat IV dan menerima gugatan dari Penggugat.
Selanjutnya atas Eksepsi para Tergugat diatas, Penggugat mengajukan
Replik dengan dasar bahwa gugatan penggugat samar dan kabur (Obscuur
Libel), dalam hal ini gugatan Penggugat sudah sesuai dengan ketentuan
hukum Acara Perdata baik Posita maupun Petitum gugatan, semuanya sudah
memenuhi syarat baik secara formil maupun materil. Serta format gugatan
Penggugat sudah jelas terkait Ekonomi Syariah yang berupa pembebasan
hutang dan penundaan lelang yang diajukan oleh ahli waris Alm. Ongku
Sutan Harahap.
B. Pertimbangan Hukum
Berdasarkan uraian dalil-dalil gugatan penggugat beserta eksepsi jawaban
para tergugat maka selanjutnya Hakim memberikan pertimbangan hukum,
sebelum menjatuhkan putusan. Adapun pertimbangan hakim dalam putusan
Nomor 967/Pdt.G/2012/PA.Mdn adalah sebagai berikut:
1. Bahwa penggugat memalui kuasanya mendalihkan agar Pengadilan
membatalkan atau menunda pelaksanaan permohonan Lelang Eksekusi
oleh Tergugat I dan II serta Tergugat IV sampai adanya putusan yang
berkekuatan hukum tetap atas gugaatan.
2. Bahwa gugatan penggugat dalam provisi dipandang belum ada suatu
keperluan yang sangat mendesak, dan lagi pula tergugat IV dalam
jawabannya menegaskan bahwa gugatan penggugat prematur dan gugatan
compete yang selanjutnya Tergugat IV menyatakan agar dikeluarkan
sebagai pihak Tergugat dalam perkara ini.
56
3. Bahwa berkenaan dengan eksepsi aquo majelis hakim berpendapat oleh
karena dari pihak Tergugat IV belum ada tindakan hukum dan pula telah
dikeluarkan sebagai pihak Tergugat. Dengan putusan sela Pengadilan
Agama Medan Kelas-1A Nomor 967/Pdt.G/2012/PA Mdn, tanggal 22
Januari 2012 M bertepatan dengan tanggal 10 Rabi’ul Awal 1434 H
dengan demikian Tergugat IV tidak termasuk sebagai pihak dalam perkara
ini dan hal yang berkaitan dengan gugatan provisi Penggugat tersebut
dinyatakan harus dikesampingkan.
Berdasarkan pertimbangan Hukum tersebut, maka selanjutnya Majelis
Hakim dalam putusan Nomor 124/Pdt.G/2013/PTA.Mdn memberikan amar
sebagai berikut:
1. Bahwa akad Musyarakah No. 120/KCSY02-APP/MSY/2011 tanggal 26
April 2011 Pasal 18 yang didalam terdapat klausula bahwa jika terjadi
sengketa dan tidak dapat diselesaikan secara damai, maka para pihak
sepakat menyelsaikan melalui pengadilan dalam lingkungan agama di
Medan.
2. Bahwa Pengadilan Agama Medan secara relative berwenang untuk
memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan perkara aquo.
3. Bahwa permohonan provisi yang didalilkan Penggugat agar Tergugat IV
membatalkan dan menunda pelaksanaan lelang, telah dipertimbangkan
oleh Mejelis Hakim Tingkat Pertama dan Hakim Tingkat Banding
sependapat bahwa provisi tersebut ditolak.
4. Bahwa eksepsi para Tergugat telah dipertimbangkan oleh Hakim Tingkat
Pertama, namun Hakim Tingkat Banding mempertimbangkan kembali
eksepsi yang ada.
Berdasarkan pertimbangan Hukum tersebut, maka selanjutnya Majelis
Hakim dalam putusan Nomor 715K/Ag/2014 memberikan amar sebagai
berikut:
1. Bahwa secara formal gugatan Pemohon Kasasi/Penggugat obscuur libel
karena antara posita gugatan dengan petitum gugatan tidak saling
mendukung.
57
2. Bahwa disisi lain seharusnya yang digugat dalam perkara aquo adalah
PT. Bank Sumut Syariah Cabang Padangsidempuan, bukan Aminudin
Sinaga atas nama pribadi, dan pimpinan cabang PT. Bank Sumut Syariah
Cabang Padangsidempuan.
3. Bahwa alasan kasasi Pemohon Kasasi/Penggugat hanya mengenai
penilaian hasil pembuktian yang bersifat perhargaan tentang suatu
kenyataan. Sehingga hal ini tidak dapat dipertimbangkan kembali dalam
tingkat kasasi, karena dalam tingkat kasasi hanya membahas tentang
tidak dilaksanakannya atau ada kesalahan dalam penerapan atau
pelanggaran hukum yang berlaku.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas, dan pada kenyataannya
putusan Pengadilan Tinggi Agama Medan dalam perkara ini tidak
bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan
Kasasi yang diajukan Penggugat Hj. Saripah Dalimunthe ditolak. Sehingga
biaya perkara dalam tingkat kasasi ditanggung oleh Penggugat.
Atas Pertimbangan Hakim pada Mahkamah Agung tersebut selanjutnya
pihak Penggugat mengajukan Banding kepada Pengadilan Tinggi Medan
dengan Nomor 124/Pdt.G/2013/PTA.Mdn dengan amar putusan sebagai
berikut:
Menerima permohonan banding Pembanding
Membatalkan putusan Pengadilan Agama Medan Nomor
967/Pdt.G/2012/PA.Mdn tanggal 18 Juni 2013 M, bertepatan tanggal 9
Sya’ban 1434 H
Menolak provisi Penggugat
Mengabulkan eksepsi Para Tergugat I, II, III dan IV
Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima
Menghukum Penggugat/Terbanding agar membayar biaya perkara
tingkat pertama sebesar Rp. 3.841.000,00 (tiga juta delapan ratus empat
puluh satu ribu rupiah) dan pada tingkat banding sebesar Rp. 150.000,00
(seratus lima puluh ribu rupiah).
58
Atas Putusan Banding tersebut, Penggugat mengajukan kasasi ke
Mahkamah Agung dengan Nomor Perkara 715K/Ag/2014. Adapun yang
menjadi amar Putusan Hakim pada tingkat kasasi tersebut adalah sebagai
berikut:
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Hj. Saripah
Dalimunthe
Menghukum Pemohon Kasasi/Penggugat untuk membayar biaya perkara
dalam tingkat kasasi sejumlah Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
C. Analisis Terhadap Putusan Perkara No. 715K/Ag/2014
Dalam Putusan Perkara No. 715K/Ag/2014 yang membahas tentang kasus
tuntutan atas hak peserta asuransi kepada sebuah perusahaan asuransi yang
kemudian menarik beberapa pihak yaitu bank, dan perusahaan pelelangan
yang dalam kasus ini perusahaan pelelangan tidak sepenuhnya termasuk
dalam pihak yang bersangkutan .
Terdapat beberapa alasan yang disampaikan oleh Mahkamah Agung
terkait pertimbangan Pengadilan Tinggi Agama mengapa menolak atau tidak
mengabulkan permohonan penggugat, yaitu:
Bahwa secara formal gugatan Pemohon Kasasi/Penggugat obscuur libel
karena antara posita dan petitum gugatan dianggap tidak saling
mendukung, namun menurut penulis setelah membaca putusan dan
mempelajari kembali posita dan petitum yang ada keduanya berkaitan dan
tidak ada yang kesalahpahaman.
Bahwa di sisi lain seharusnya yang digugat dalam perkara a quo adalah
PT. Bank Sumut Syariah Cabang Padang Sidempuan, bukan Aminudin
Sinaga yang merupakan pimpinan PT. Bank Sumut Syariah Cabang
Padang Sidempuan. Jika di lihat dari teori hukum perjanjian yang
menjelaskan terkait pihak-pihak yang berhak untuk dituntut dalam suatu
perjanjian adalah
Bahwa selain itu alasan kasasi Pemohon Kasasi/Penggugat dianggap hanya
menilai dari hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu
59
kenyataan, sehingga tidak bisa menjadi pertimbangan dalam pemeriksaan
tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan
dengan tidak dilaksanakannya atau terdapat kesalahan dalam penerapan
hukum. Namun menurut penulis memang terdapat kesalahan didalam
putusan sebelumnya, dimana seharusnya pengadilan mengabulkan gugatan
penggugat.
Dalam perkara ini penulis beranggapan bahwa somasi yang diberikan
Tergugat atas dasar tidak adanya I’tikad baik dari keluarga Penggugat untuk
menyelesaikan pembiayaan yang telah disepakati merupakan hal yang kurang
tepat karena dalam hal ini keluarga Alm. Ongku yang merupakan Penggugat
mengalami musibah dimana Alm. Ongku meninggal dunia dikarenakan sakit.
Pada hakikatnya ini merupakan keadaan memaksa atau force majeur, sesuai
Pasal 1245 KUHPerdata yang menyatakan bahwa: “ ….dalam keadaan
memaksa atau hal-hal yang secara kebetulan satu pihak tidak dapat memenuhi
kewajibannya, maka keharusannya untuk mengganti segala biaya, kerugian
dan bunga tidak perlu dilakukan”.1
Namun pada prakteknya banyak pihak yang salah mengartikan prinsip
wanprestasi dengan force majeure karena masih banyak pihak yang
beranggapan bahwa ketika seseorang tidak dapat memenuhi kewajibannya
dalam sebuah kontrak perjanjian maka hal ini merupakan wanprestasi, tanpa
memperhatikan penyebab terjadinya wanprestasi.
Force majeure merupakan salah satu klausula yang lazim terdapat didalam
suatu perjanjian, karena kedudukan force majeure berada dalam perjanjian
pokok, tidak terpisah sebagai perjanjian tambahan. Terdapat beberapa macam
force majeure (keadaan memaksa) yaitu: keadaan memaksa yang absolut dan
keadaan memaksa yang relative. Keadaan memaksa yang absolut adalah
keadaan dimana ketika salah satu pihak tidak dapat memenuhi kewajibannya
sama sekali dikarenakan adanya gempa bumi, banjir bandang dan gunung
meletus. Sedangkan keadaan memaksa relative merupakan keadaan dimana
1 www//http.yusrandpartner.wordpress.com, diakses pada tanggal 6 Juni 2018 pukul
22.00 WIB dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
60
salah satu pihak tidak memenuhi pestasinya, dimana dalam pelaksanaan
prestasinya kemungkinan tertimpa bahaya kerugian yang sangat besar.
Setelah penulis mempelajari putusan yang ada sesuatu yang wajar ketika
penggugat merasa keberatan atas somasi yang diberikan kepada keluarga
Alm. Ongku yang merupakan debitur sekaligus pihak yang melakukan
perjanjian, karena keadaan keluarga penggugat pada saat itu sedang berada
dalam keadaan yang tidak stabil khususnya dalam hal perekonomian.
Keadaan ini sama halnya seperti keadaan memaksa dimana pihak keluarga
Alm. Ongku pun tidak menginginkan terjadinya musibah ini, sehingga
menyebabkan pihak Alm. Ongku tidak dapat melanjutkan angsurannya atau
menunaikan kewajibannya kepada pihak Tergugat (Bank).
Jika disesuaikan dengan pedoman dalam melakukan akad musyarakah
dimana ketika salah satu pihak yang melakukan perjanjian meninggal dunia
maka dapat dibatalkan sesuai dengan perjanjian antara dua pihak, namun
dilihat dari urgensi perjanjian yang dilakukan.
Dalam hal ini perusahaan asuransi pun tidak dapat mengcover atau
menyelesaikan pembiayaan yang diajukan dengan alasan bahwa Alm. Ongku
tidak pernah mendaftarkan dirinya kepada perusahaan asuransi ini. Namun
dengan beberapa saksi yang menyatakan bahwa pada hakikatnya Alm. Ongku
sempat melakukan angsuran atau membayarkan premi beberapa kali kepada
perusahaan asuransi Askrida Syariah. Melihat adanya ketidak sinambungan
antara pernyataan Tergugat dengan para saksi yang merupakan orang terdekat
Alm. Ongku dan sempat mengantarkan Alm dalam membayarkan premi
kepada perusahaan tersebut maka penulis beranggapan bahwa putusan ini
memang harus di teliti kembali dengan berbagai alasan yang ada.
61
BAB V
Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada Putusan
Nomor.715K/Ag/2014 penulis menyimpulkan bahwa:
1. Dalam perkara ini penulis beranggapan bahwa somasi yang diberikan
Tergugat atas dasar tidak adanya I’tikad baik dari keluarga Penggugat
untuk menyelesaikan pembiayaan yang telah disepakati merupakan hal
yang kurang tepat karena dalam hal ini keluarga Alm. Ongku yang
merupakan Penggugat mengalami musibah dimana Alm. Ongku
meninggal dunia dikarenakan sakit. Pada hakikatnya ini merupakan
keadaan memaksa atau force majeur, sesuai Pasal 1245 KUHPerdata
yang menyatakan bahwa: “ ….dalam keadaan memaksa atau hal-hal yang
secara kebetulan satu pihak tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka
keharusannya untuk mengganti segala biaya, kerugian dan bunga tidak
perlu dilakukan”.1 Namun pada prakteknya banyak pihak yang salah
mengartikan prinsip wanprestasi dengan force majeure karena masih
banyak pihak yang beranggapan bahwa ketika seseorang tidak dapat
memenuhi kewajibannya dalam sebuah kontrak perjanjian maka hal ini
merupakan wanprestasi, tanpa memperhatikan penyebab terjadinya
wanprestasi. Force majeure merupakan salah satu klausula yang lazim
terdapat didalam suatu perjanjian, karena kedudukan force majeure
berada dalam perjanjian pokok, tidak terpisah sebagai perjanjian
tambahan. Terdapat beberapa macam force majeure (keadaan memaksa)
yaitu: keadaan memaksa yang absolut dan keadaan memaksa yang
relative. Keadaan memaksa yang absolut adalah keadaan dimana ketika
salah satu pihak tidak dapat memenuhi kewajibannya sama sekali
dikarenakan adanya gempa bumi, banjir bandang dan gunung meletus.
Sedangkan keadaan memaksa relative merupakan keadaan dimana salah
1 www//http.yusrandpartner.wordpress.com dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
62
satu pihak tidak memenuhi pestasinya, dimana dalam pelaksanaan
prestasinya kemungkinan tertimpa bahaya kerugian yang sangat besar.
2. Setelah penulis mempelajari putusan yang ada sesuatu yang wajar ketika
penggugat merasa keberatan atas somasi yang diberikan kepada keluarga
Alm. Ongku yang merupakan debitur sekaligus pihak yang melakukan
perjanjian, karena keadaan keluarga penggugat pada saat itu sedang
berada dalam keadaan yang tidak stabil khususnya dalam hal
perekonomian. Keadaan ini sama halnya seperti keadaan memaksa
dimana pihak keluarga Alm. Ongku pun tidak menginginkan terjadinya
musibah ini, sehingga menyebabkan pihak Alm. Ongku tidak dapat
melanjutkan angsurannya atau menunaikan kewajibannya kepada pihak
Tergugat (Bank). Jika disesuaikan dengan pedoman dalam melakukan
akad musyarakah dimana ketika salah satu pihak yang melakukan
perjanjian meninggal dunia maka dapat dibatalkan sesuai dengan
perjanjian antara dua pihak, namun dilihat dari urgensi perjanjian yang
dilakukan.
3. Terdapat persyaratan susulan yang diberikan oleh Bank termasuk
penutupan resiko asuransi sehingga perusahaan asuransi pun tidak dapat
mengcover atau menyelesaikan pembiayaan yang diajukan dengan alasan
bahwa Alm. Ongku.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis, maka penulis
memberikan saran sebagai berikut:
Bagi pihak keluarga Alm. Ongku (Penggugat) agar lebih teliti dan berhati-
hati dalam melakukan akad dengan pihak lain baik bank maupun lembaga-
lembaga lain. Sebagai nasabah harus lebih jeli dalam menentukan akad yang
akan digunakan dalam perjanjian pembiayaandan lebih mempertimbangkan
resiko yang mungkin akan terjadi. Hal ini untuk menghindari adanya kerugian
fatal yang akan diderita pihak nasabah ketika terjadi kasus wanprestasi.
Dalam membaca syarat-syarat akad harus jelas bentuk dan jenis akadnya.
63
Agar tidak terjadi kesalah fahaman antara pihak yang melakukan perjanjian
dalam mengimplementasikan akad.
Bagi para hakim yang menangani perkara sengketa ekonomi syariah ini
agar lebih fleksibel dan tidak hanya berpedoman pada hukum yang ada.
Namun, harus memiliki wawasan yang luas terkait hukum ekonomi syariah.
Sehingga ketika mempertimbangkan sebuah gugatan dalam kasus ekonomi
tidak terkesan monoton dan hanya terpaku dalam satu pilihan.
Bagi para pembaca hendaknya dapat memicu keinginan untuk
mempelajari, mengetahui, memahami dan mengambil intisari dari hasil
penelitian ini, terutama dapat menambah pengetahuan pembaca dan
memperluas pemikiran pembaca dalam memandang suatu perkara.
64
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ansori Abdul Ghofur, Asuransi syariah di Indonesia, Regulasi dan
operasionalisinya di dalam Kerangka positif di Indonesia (Yogyakarta: UII Press,
2007).
Ahmadi Fahmi Muhamad & Aripin Jaenal, Metode Penelitian Hukum,
Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2010
Ali Zainudin, Hukum Asuransi Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008
Dewi Gemala, Aspek-Aspek Perbankan & Perasuransian Syariah di
Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007
Diterjemahkan dari Vogel Frank E. & Hayes Samuel L., III, Islamic Law
Finance: Religion, Risk, and Return (Hukum Keuangan Islam: KOnsep, Teori dan
Praktik)
HS. Salim, Nurbaini Erlies Septiana, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian
Tesis dan Diseratasi, Jakarta: Rajawali Pers, 2013
Junaidi Ganie. A. Hukum Asuransi Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2011
Manan Abdul, Hukum Ekonomi Syariah Dalam Perspektif Kewenangan
Peradilan Agama, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014
Sanstrawidjaja Man Suparman dan Endang, Hukum Asuransi Perlindungan
Tertanggung, Asuransi Deposito, Usaha Perasuransian. Bandung: PT. ALUMNI,
2010
Sula Syakir Muhammad Ir, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan
Sistem Operasional, Jakarta: GEMA INSANI, 2004, h. 30
Waluyo Bambang, Penelitian Hukum dalam Praktek, cet. VI, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2008)
65
Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah: Dalam Perspektif Kewenangan
Peradilan Agama, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014, h.238
Website
https://kenapaasuransi.wordpress.com/prosedur-pengajuan-klaim/ Handini
Suwarno, 2015 diakses pada tanggal 20 April 2018 pukul 16.22 WIB
https://AAJI.com pukul diakses pada tanggal 30 April 2018 pukul 23.20 WIB
https://book.google.co.id/asuransi-syariah:life and general diakses pada tanggal 01
Mei 2018 pada pukul 17.00 WIB
http://Mysharing.co/berita-beritaekonomisyariah-memahami-filosofi-asuransi-
syariah diakses pada tanggal 01 Mei 2018 pada pukul 20.00 WIB
http://hukumonline.com diakses pada tanggal 5 Juni 2018 pada pukul 20.00 WIB
www//http.yusrandpartner.wordpress.com, diakses pada tanggal 6 Juni 2018
pukul 22.00 WIB dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
www//http.yusrandpartner.wordpress.com, diakses pada tanggal 6 Juni 2018
pukul 22.00 WIB dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
http://upi.edu>Direktori>FPEB>PerbedaanAntaraBankSyariahdanBankKonvensio
nal.com diakses pada tanggal 7 November 2018, pukul 17.00 WIB
Undang-Undang
Undang-Undang Perlidungan Konsumen tentang Perlindungan Konsumen Nomor
8 Tahun 1999
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian Pasal 39
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 69/ POJK.05/2016 tentang
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah.
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman
Umum Asuransi Syariah.
66
Al-Qur’an dan Hadist
Al-Quraisy (106) ayat 4
Al-Ma’idah (5) ayat 2
An-Nisa’ (4): 29
Al-Anfaal (8): 27
Al-Baqarah (2) ayat 261
Hadist Riwayat Muslim Dari Abu Hurairah R.A
Hadist Riwayat Buchari R.A