tinjauan sedimentasi muara bab iii

45
Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang BAB III TINJAUAN SEDIMENTASI ALUR SUNGAI DAN PANTAI 3.1. Tinjauan Umum Sedimen adalah pecahan batuan, mineral atau material organik yang ditransportasikan dari berbagai sumber dan jarak, lalu didepositkan oleh udara, angin, es, atau air. Secara umum sedimen dibedakan menjadi dua, yaitu hasil rombakan atau hancuran batuan asal dan material yang bukan merupakan hasil rombakan atau hancuran batuan dasar. (Selley, 1988). Klasifikasi sedimen umumnya didasarkan pada pemilahan ukuran butir pada pembacaan kurva gradasi ukuran butir, yang didasarkan pada kurva frekuensi prosentase berat kumulatif dan berat tertahan. Robinson (1994), Shepard (1954) menyatakan ukuran butir sedimen diklasifikasikan hanya menjadi tiga nama yaitu sand, silt dan clay. Penentuan ukuran butir standar untuk penamaan mengacu pada beberapa versi antara lain skala American Society of C .V. Rajawali Mandiri Perkasa 27

Upload: siddhi-saputro

Post on 29-Nov-2015

227 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

BAB III

TINJAUAN SEDIMENTASI ALUR SUNGAI DAN PANTAI

3.1. Tinjauan Umum

Sedimen adalah pecahan batuan, mineral atau material organik yang

ditransportasikan dari berbagai sumber dan jarak, lalu didepositkan oleh udara, angin,

es, atau air. Secara umum sedimen dibedakan menjadi dua, yaitu hasil rombakan atau

hancuran batuan asal dan material yang bukan merupakan hasil rombakan atau

hancuran batuan dasar. (Selley, 1988).

Klasifikasi sedimen umumnya didasarkan pada pemilahan ukuran butir pada

pembacaan kurva gradasi ukuran butir, yang didasarkan pada kurva frekuensi

prosentase berat kumulatif dan berat tertahan. Robinson (1994), Shepard (1954)

menyatakan ukuran butir sedimen diklasifikasikan hanya menjadi tiga nama yaitu

sand, silt dan clay. Penentuan ukuran butir standar untuk penamaan mengacu pada

beberapa versi antara lain skala American Society of Testing Material (ASTM)

seperti dikemukakan oleh Bowles (1984).

Secara umum definisi sedimentasi merupakan kesatuan proses dari kondisi

dan keberadaan material batuan di bumi yang tersubstitusi kedalam fase liquid

(Selley, 1988). Lebih lanjut Selley (1988) menyatakan kesatuan proses dan kondisi

meliputi sumber sedimen atau material, media pengangkut, sedimen atau material

yang terangkut, energi pentranspor, arus yang terjadi (turbulen, laminar dan fraksi),

lama waktu yang diperlukan material untuk mengendap serta kecepatan sedimentasi

itu sendiri. Menurut Sumarto (1989) sedimentasi didefinisikan sebagai pengangkutan,

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa 27

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

melayang (suspensi), atau mengendap dari material fragmental oleh air, yang

merupakan akibat adanya erosi yang mengakibatkan pengendapan sedimen di dasar

perairan sehingga dasar perairan mengalami kenaikan.

Menurut Krumbein dan Sloss (1963), sedimentasi merupakan proses

pembentukan sedimen (endapan) atau batuan sedimen yang diakibatkan oleh

pengendapan atau akumulasi dari material pembentukan asalnya pada lingkungan

pengendapan (delta, danau, pantai, laut dangkal sampai laut dalam). Proses-proses

yang menyangkut didalam sedimentasi adalah pelapukan, pengangkutan,

pengendapan, pemampatan batuan serta proses keseluruhan yang meliputi transpor

sedimen, deposit sedimen oleh air, angin, gletser dan gravitasi (Selley, 1988)

Tabel 7. Skala ASTM

Klasifikasi butir Ukuran butir (mm)

Bongkahsangat kasarBongkah kasarBongkah halusBerangkal kasarBrangkalKerakalKerikil kasarKerikilPasir sangat kasarPasir KasarPasirPasir halusPasir sangat halusLanauLanau halusLanau sangat halusLempungLempung sangat halus

> 256128 – 25664 – 128

32-6416-328-164-82-41-2

1/2-1/4 1/4 - 1/8

1/8 – 1/161/16 – 1/321/32 – 1/641/64 – 1/1281/128 – 1/2561/256 - 1/512

< 1/512

Sumber : Seward Thompson and Hails (1973) dalam Dyer (1990)

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa 28

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

3.2. Sedimentasi Alur Sungai

Sumber material sedimen yang terendapkan pada alur sungai, pada dasarnya

berasal dari hasil erosi daerah yang berada di hulu sungai, terutama yang termasuk

dalam areal daerah aliran sungai. Material hasil erosi tersebut akan tertransport oleh

adanya aliran air permukaan terutama diwaktu hujan. Banyak sedikitnya material

terangkut sangat tergantung oleh adanya ada tidaknya atau banyak sedikitnya jumlah

tetumbuhan yang menutupi lahan daerah aliran air, selain itu juga kemiringan

topografi/kelerengan lahan dan daya tahan lapisan batuan yang tersingkap di

permukaan terhadap daya pelapukan, serta morfologi sungai yang mengalir. Daerah

yang vegetasinya kurang, dengan kemiringan lereng yang cukup tajam (> 15), serta

batuan yang berupa batuan sedimen yang kurang kompak, serta sungai yang

berkelok-kelok (meandering), maka supply sedimen ke dalam alur sungai akan

menjadi besar dibanding dengan kondisi sebaliknya.

Seiring dengan perkembangan daerah yang semakin maju, hampir di wilayah

seluruh Indonesia, yaitu terlihat adanya pengurangan lahan daerah hijau atau telah

terjadi perubahan peruntukan lahan, yang secara umum telah mengubah daerah hijau

menjadi daerah pemukiman atau industri. Oleh karena itu secara umum, jumlah

material sedimen yang memasuki wilayah alur sungai akan semakin besar, yang

akhirnya juga akan mengisi daerah perairan pantai, sehingga masalah pendangkalan

sungai, muara akan semakin sering dan banyak dijumpai diseluruh wilayah Indonesia

yang mempunyai kelerengan pantai yang relatif landai (misalnya disepanjang pantura

Jawa).

Pendangkalan yang terjadi dalam alur-alur sungai, di sebabkan oleh karena

kekuatan aliran untuk mengangkut material sedimen sudah tidak mampu lagi,

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa 29

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

sehingga akan mengendap pada daerah-daerah yang mempunyai kecepatan arus

paling rendah di sepanjang alur sungai. Dengan demikian distribusi endapan sedimen

akan dipengaruhi oleh kedalaman air pada penampang sungai, yang pada umumnya di

daerah dangkal kecepatan arus akan lebih lemah dibandinmg dengan kecepatan air di

daerah yang lebih dalam, hal ini disebabkan oleh adanya friksi dari dasar perairan.

Misalnya pada alur sungai yang berkelok, sedimen akan berkumpul dibagian yang

disebut dengan point bar atau pada sungai yang relatif lurus sedimen akan

terendapakan pada bagian tepi kiri kanan dan sering membentuk semacam tanggul

alami (levee).

Di Indonesia yang mempunyai dua musim yaitu musim kemarau dan musim

hujan, pada saat mesim hujan sedimentasi terjadi secara besar-besaran pada alur

sungai, sedangkan sewaktu kemarau supply material berkuarang seiring dengan

berkurangnya debit sungai secara drastis, hal ini menyebabkan onggokan sedimen

sulit untuk terkikis selama waktu tersebut, namun diharapkan pada musim penghujan

berikutnya akan dapat tertransport atau terglontor oleh aliran sungai terutama pada

waktu sungai banjir yang mempunyai kecepatan dan energi yang besar, namun

kenyataannya endapan sedimen tidak akan tersapu oleh aliran banjir semuanya,

bahkan dibeberapa tempat justru aliran airnya akan cenderung untuk merubah arah

dengan mengerosi atau merusak tepi-tepi sungai. Oleh karena itu, sangat jarang alur

sungai dapat disebut dengan alur yang stabil, dalam arti bahwa jumlah endapan

sedimen yang terbentuk di suatu lokasi akan mengalami transportasi/tererosi lagi

dengan jumlah yang sama. Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk mencapai

kestabilan alur sungai yang diharapkan yang sesuai dengan kedalaman untuk alur

pelayaran, mau tidak mau harus dilakukan dengan pengerukan.

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa 30

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

3.3. Sedimentasi Muara Sungai dan Pantai

3.3.1. Muara Sungai

Muara sungai adalah bagian paling akhir dari sungai itu sendiri yang langsung

berhubungan dengan laut sebagai tempat keluar dan masuknya air, baik yang berasal

dari aliran sungai itu sendiri dan dari laut. Menurut Triatmodjo (1999) muara sungai

adalah bagian hilir sungai yang langsung berhubungan dengan laut, yang berfungsi

sebagai pengeluaran debit sungai (khususnya pada waktu terjadi luapan air di

daratan /banjir) ke laut.

Muara sungai, termasuk di dalamnya adalah daerah bagian yang dipengaruhi

oleh pasang surut yang disebut daerah muara dan mulut sungai sebagai daerah paling

hilir dari sungai itu sendiri. Proses yang terjadi di daerah muara sungai mempunyai

karakteristik alam yang sangat kompleks. Kompleksitas proses yang terjadi di daerah

muara sungai ini antara lain adanya suplai air tawar secara permanen dari sungai,

proses pasang surut air laut, gelombang, arus dari laut serta proses biologi dan kimia

lainnya (Selley, 1988). Holmes (1956) menyatakan bahwa secara garis besar proses

utama yang terjadi di muara adalah kombinasi dari pertemuan air tawar dari aliran

sungai dan proses masuknya air laut oleh pasang surut laut. Proses lainnya yang

merupakan salah satu proses utama adalah adanya sedimentasi karena pengendapan

sedimen yang mempengaruhi perubahan morfologi di daerah muara sungai.

3.3.2 Sifat - Sifat Fisik Muara dan Aliran Sungai

A. Sedimen dasar

Sebagian besar muara sungai di dominasi oleh sedimen dasar berukuran

butir pasir kasar sampai lempung, sedimen dasar tersebut berasal dari sedimen

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa 31

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

yang tertranspor baik yang berasal dari daratan atau aktifitas mekanik air laut

seperti pengadukan karena gelombang ataupun pasang surut. Partikel yang

mengendap di daerah muara tertranspor oleh aliran air tawar yang berasal dari

daratan oleh sungai. Partikel yang mengendap ini biasanya kaya bahan organik

sehingga partikel yang mengendap bersifat organik

Pengangkutan partikel pasir di daerah pantai dekat muara penting artinya

bagi kondisi di beberapa daerah seperti terbentuknya sand dunes yang terbentuk

di belakang pantai penghalang. Terbentuknya morfologi spit dan sandbar

tergantung dari kekuatan parameter sungai, oseanografi dan jumlah cadangan

pasir di sekitar pantai tersebut (Selley, 1988).

B. Bentang Lingkungan

Dominasi yang terjadi akibat jumlah sedimen berukuran butir pasir kasar

sampai lempung yang terdeposisi di muara menjadikan daerah ini memiliki

bentang lingkungan berupa rawa-rawa atau daerah paya. Biasanya daerah paya

memiliki vegetasi yang khas seperti tumbuhan bakau dan alang-alang yang

merupakan vegetasi khas daerah pantai rawa. Rawa yang terbentuk di daerah

muara memiliki arti penting sebagai daerah tempat parkir air sementara untuk

luapan air laut karena proses pasang surut, dan berfungsi menampung air tawar

pada saat terjadi banjir di daratan, sebelum air tawar seluruhnya masuk kelaut

(Dyer, 1990). Lebih lanjut Dyer (1990) menyatakan bahwa bentang alam di

daerah muara sungai merupakan daerah lingkungan pengendapan sedimen.

C. Kekeruhan

Partikel yang masuk didalam muara dalam jumlah besar biasanya

megakibatkan kondisi perairan di daerah muara memiliki kekeruhan yang tinggi.

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa 32

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

Stidaknya pada saat-saat tertentu terjadi kekeruhan tertinggi karena adanya luapan

air tawar karena banjir di daratan, sehingga air tawar yang dialirkan oleh sungai

berada pada kondisi volume maksimum.

Tingkat kekeruhan tertinggi terjadi di daerah mulut sungai karena pada

daerah ini terjadi pertemuan lapisan air tawar dengan air laut, yang menimbulkan

front. Selanjutnya front yang terbentuk meningkatkan konsentrasi elektrolit

karena terjadi proses interaksi antara front air tawar dan air laut sehingga sedimen

tersuspensi akan mengendap di mulut sungai. Peningkatan pengendapan sedimen

suspensi akan meningkat pada saat terjadi pasang air laut (Tait, 1981)

D. Aksi Aliran Sungai

Aksi aliran sungai merupakan hasil yang diberikan oleh aliran sungai

sepanjang daerah alirannya. Aksi sungai dapat dibedakan menjadi beberapa yaitu

(Holmes, 1956) :

1. Corrosion, yaitu aksi sungai karena kontak massa air sungai yang

mengandung bahan-bahan kimia.

2. Hidraulic, yaitu aliran sungai yang mengakibatkan pergerakan material

karena penggerusan deposit dari partikel yang mempunyai resistensi lemah.

3. Corrasion, yaitu aliran sungai yang menggerakkan material secara

keseluruhan yang telah tergerus.

4. Attrition, yaitu aliran sungai menghasilkan pergerakan material sepanjang

aliran sungai, termasuk hasil dari ketiga aksi diatas, aksi ini biasanya dapat

menyebabkan perubahan pola alur sungai karena biasanya terjadi pada saat

terjadi limpasan air yang sangat besar.

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa 33

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

3.3.3 Tipe Morfologi Muara Sungai

Morfologi muara sungai secara umum dapat dibedakan menjadi tiga jenis

tergantung dari faktor dominan yang mempengaruhinya. Faktor yang bekerja di

lingkungan muara sungai adalah debit sungai, pasang surut dan gelombang.

Walaupun ketiga faktor ini bekerja secara simultan, namun salah satu faktor tetap ada

yang dominan sehingga faktor tersebut yang memberikan pengaruh paling besar

terhadap morfologi sungai.( Triatmodjo, 1999 ).

A. Muara Sungai yang Didominasi Debit Sungai

Muara dengan morfologi ini memiliki debit sungai yang cukup besar

sepanjang tahun, sedangkan aksi gelombang yang terjadi relatif kecil. Biasanya

muara jenis ini memiliki panjang aliran yang cukup panjang, sehingga sedimen

yang terbawa sampai di muara sungai adalah sedimen suspensi dengan ukuran

diameter butiran yang sangat kecil (Triatmodjo, 1999) dalam jumlah besar.

Karena ukuran sedimen di muara sangat kecil, sehingga pada waktu terjadi air

surut sedimen tersebut terdorong ke muara dan menyebar di laut. Selama periode

titik balik surut, sedimen akan mengandap dan saat berikutnya ketika air laut

mengalami pasang, akan terjadi pergerakan massa air menuju ke bagian hulu

muara sehinga sedimen suspensi yang berasal dari laut bertemu dengan sedimen

suspensi yang berasal dari hulu. Selama periode dari titik balik ke air pasang

maupun air surut kecepatan aliran bertambah sampai mencapai maksimum dan

kemudian berkurang lagi. Pada alur sungai saat air surut, kecepatan aliran

bertambah sehingga sebagian sedimen suspensi yang telah mulai mengandap akan

tererosi kembali, tetapi didepan mulut muara dimana pola aliran telah menyebar,

kecepatan aliran berkurang sehingga tidak mampu mengerosi semua sedimen

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa 34

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

yang telah diendapkan. Dengan demikian dalam satu siklus pasang surut jumlah

sedimen yang mengendap lebih banyak daripada yang tererosi (Dyer, 1990).

B. Muara Sungai yang Didominasi Pasang Surut

Muara sungai yang didominasi pasang surut biasanya memiliki bar di

depan muara sunga.. Volume air laut yang masuk ke sungai akan bertambah

seiring dengan peningkatan ketinggian pasang surut, dan pada periode tertentu

bergantung pada tipe pasang surut. Air laut yang masuk akan terakumulasi

dengan air yang berasal dari hulu sungai, pada saat surut akan terjadi peningkatan

kecepatan aliran sampai menyebar ketika bertemu dengan air laut, sehingga cukup

potensial mengerosi sedimen yang terakumulasi di mulut muara

Gambar 5 : Pola sedimentasi muara yang didominasi debit sungai (Triatmodjo, 1999)

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa 35

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

Gambar 6 :Pola sedimentasi muara sungai didominasi pasang surut (Triatmodjo, 1999)

C. Muara Sungai yang Didominasi Gelombang Laut

Gelombang yang terjadi di sepanjang pantai sekitar muara sungai dapat

menimbulkan transpor sedimen dari berbagai arah. Biasanya transpor yang terjadi

dengan arah tegak lurus atau sejajar pantai. Transpor sedimen sepanjang pantai

merupakan transpor sedimen yang paling dominan terjadi (Triatmodjo, 1999).

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa 36

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

Gambar 7. Pola Sedimentasi di Muara sungai yang didominasi gelombang

(Triatmodjo, 1999)

Muara jenis ini biasanya mempunyai perbandingan debit yang relatif

kecil dibanding dengan aksi gelombang. Apabila aksi gelombang datang tegak

lurus terhadap muara sungai, maka akan terjadi akumulasi sedimen yang

biasanya di jumpai dalam bentuk sand bar tepat di depan mulut muara.

Sedangkan jika arah aksi gelombang membentuk sudut tertentu maka akan

terjadi penutupan muara yang mengakibatkan terjadinya penutupan muara

dengan arah penutupan sesuai arah gerakan pasir sepanjang pantai (Dyer, 1990).

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa 37

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

3.3.4. Mekanisme Sedimentasi di Muara Sungai

Dalam proses pembentukan sedimen diperlukan suatu media pentranspor dan

sekaligus pengendap material tersebut. Pada perairan dangkal media tersebut adalah

elemen-elemen oseanografi yang saling berinteraksi dan elemen run off dari daratan

yang ditunjang oleh kegiatan manusia (Hariyadi, dkk, 1999.

Suatu alur sungai, semakin menuju ke hilir mempunyai kemiringan yang

semakin kecil. Di dekat pantai, kemiringannya menjadi sangat kecil, demikian pula

kecepatan alirannya, sehingga terjadi pengendapan bahan-bahan padat. Memasuki

wilayah pantai, pengalirannya mendapat hambatan dari air pasang yang berasal dari

laut, bahkan air pasang itu masuk ke dalam sungai sehingga air di dalam sungai naik,

sehingga semakin manambah pengendapan bahan-bahan padat dan terjadi

pendangkalan. Pendangkalan yang terbesar terutama terjadi di muara sungai. Selain

pengendapan dari sungai, juga terjadi pengendapan bahan-bahan padat yang terbawa

oleh air pasang dari laut dan oleh gelombang laut. Air juga meningkatkan

pengendapan karena bekerja sebagai koagulator bagi bahan-bahan sedimen yang

sangat halus yang dibawa air sungai.

Proses pengendapan sedimen yang berasal dari run off daratan terutama aliran

sungai, menurut Asdak (1995) , dibagi menjadi 3 macam, yaitu :

1. Sedimen dasar,(bed load),yaitu material yang bergerak menggeser atau

menggelinding di dasar sungai.

2. Sedimen loncat (saltation load), yaitu material yang terlontar atau bergerak

melompat pada dasar sungai.

3. Sediman melayang (suspended load), yaitu material yang terbawa arus dengan

cara melayang-layang dalam air.

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa 38

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

3.3.5 Transpor Sedimen

A. Transpor Sedimen Sepanjang Pantai

Transpor sedimen didefinisikan sebagai gerakan sedimen di daerah pantai

yang disebabkan oleh arus dan gelombang yang dibangkitkannya. Berdasar arah

geraknya transpor sedimen sepanjang pantai diklasifikasikan menjadi transpor

sedimen menuju pantai (onnshore-offshore transpor) dan meninggalkan pantai

(onshore-offshore transpor) (Dyer, 1990). Transpor menuju dan meninggalkan

pantai biasanya mempunyai arah tegak lurus atau mendekati tegak lurus terhadap

garis pantai, sedangkan transpor sepanjang pantai mempunyai arah sejajar garis

pantai. Transpor sedimen di daerah ini ditinjau pada daerah diantara gelombang

pecah dan garis pantai. Di daerah gelombang pecah sebagian besar transpor

sedimen terjadi sebagai suspensi dan diluar daerah gelombang pecah sebagai bed

load.

Komar (1976) dalam B Johns (1983) menyatakan bahwa gelombang

pecah yang menghasilkan efek arus sepanjang pantai, menghasilkan transpor

sedimen sepanjang pantai dengan debit atau volume total yang disebut sebagai

litoral drift, yang terjadi di daerah antara gelombang pecah dan garis pantai.

Perhitungan transpor sedimen sepanjang pantai dihitung bedasar rumus empiris

yang berpedoman pada prototipe pantai berpasir. Hubungan empiris antara

transpor sedimen dan komponen fluks energi gelombang sepanjang pantai,

disajikan dalam persamaan yang salah satunya adalah dari persamaan CERC

(1973) dalam Komar (1976) memberikan dalam bentuk :

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa 39

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

Qs dalam satuan m3/hari rumus yang dipergunankanmenjadi

Keterangan :

Qs = besar transpor sedimen sepanjang pantai (m3/tahun)

Pi = komponen fluks energi gelombang saat pecah (Nm/dm)

= rapat massa air laut (kg/m3)

Hb = cepat rambat gelombang pecah (m/s)

= sudut datang gelombang pecah

k ; n = konstanta

B. Transport Sedimen dari Sungai

Sedimen yang berada di dalam sungai baik terlarut berada didasar

merupakan hasil dari rombakan atau pelapukan batuan induk yang dipengaruhi

oleh iklim. Sebagian dari batuan induk tersebut mengalami pergerakan oleh air

permukaan yang mengalir ke sungai-sungai.

Sungai sebagai salah satu media pentranspor sedimen mempunyai

karakteristik dalam membawa sedimen tersebut. Volume sedimen yang terbawa

aliran sungai oleh Soewarno (1991) bergantung pada kecepatan alir sungai, debit

aliran perubahan musim serta aktifitas manusia di daerah aliran sungai. Transpor

sedimen oleh aliran sungai dapat bergerak, bergeser, atau berlompatan di

sepanjang dsar sungai dan bergerak melayang pada media pentranspor itu sendiri

tergantung dari komposisi sedimen (ukuran, berat jenis dan sumber jarak sumber

sedimen). Lebih lanjut Selley (1988), Soewarno (1991) secara umum

mengklasifikasikan transpor sedimen dalam dua kategori yaitu ;

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa 40

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

1. Menurut asal transpor sedimen, yang dibedakan menjadi :

a. Muatan material dasar (bed material load) adalah transpor sediemen dasar

yang bergerak sebagai material muatan dasar yang bergantung pada kondisi

hidrolis dan karakteristik dasar sungai, selanjutnya material sedimen dasar ini

dibedakan aatas sedimen dasar dan sedimen melayang.

b. Muatan bilas (wash load) adalah partikel dalam ukuran sangat halus berupa

lempung (sit) dan debu (dust), yang terbawa oleh aliran sungai.

2. Menurut mekanisme pengangkutan dibedakan menjadi :

a. Muatan sedimen layang (suspended load), yaitu sedimen yang berada pada

kondisi melayang di dalam aliran air sungai dan tidak terinteraksi dengan

dasar sungai karena terdorong ke atas oleh turbulensi aliran dan karakteristik

butiran.

b. Muatan sedimen dasar, yaitu partikel-partikel kasar yang bergerak sepanjang

dasar sungai dengan pergerakan bergeser, mengelinding atau meloncat, tetapi

selalu berada pada dasar sungai.

Pola sedimentasi di daerah muara secara umum sangat dipengaruhi atau

diakibatkan oleh arus gelombang dan pasang surut. Selain itu distribusi sedimentasi

di muara juga dipengaruhi oleh jenis atau bentuk muara sungai, oleh karena itu dalam

menganlisa atau mempredeksi proses sedimentasi suatu muara harus mengetahui

lebih dahulu, termasuk kategori atau klas apa muara sungai yang akan di analisa.

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa 41

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

Pitchard, Dyer (1972) mengemukakan beberapa karakteristik sedimentasi berdasarkan

tipe muara sungai yaitu :

1. Muara sungai baji garam, yaitu muara sungai yang batas pertemuan air laut

dan sungai adalah berbentuk baji dengan posisi air membaji dibawah lapisan

air sungai. Hal tersebut menunjukkan bahwa arus sungai/air tawar lebih

nkuat dibanding dengan air laut, sehingga supply sedimen dari sungai sangat

besar serta akan terangkut sampai ke mulut muara dan sekitarnya. Dalam arti

bahwa energi sungai lebih besar dari energi dari laut, sehingga pantai yang

mempunyai tipe muara tersebut, akan membentuk suatu pantai maju

(konstruktif) sehingga pada suatu saat tertentu dapat menyebabkan

terbentuknya suatu delta.

2. Muara sungai yang bercampur sebagian, yaitu muara yang dominan

dipengaruhi oleh arus pasang surut dari pada arus aliran sungai, sehingga

sebagian daerah terjadi turbulensi arus yang akan mengaduk sedimen yang

telah terbentuk terdahulu, yang kemudian akan dapat terangkut kembali

masuk melalui mulut muara dan terendapkan di suatu tempat dimana

kecepatan arus pasang sudah mulai melemah.

3. Muara sungai homogen secara vertikal, tipe ini terbentuk oleh campuran air

tawar dan laut yang homogen, gerakan horisontal relatif kecil, yang

disebabkan oleh kisaran atau tenggang air pasang surut yang cukup

besar/tinggi, sehingga volume air asin yang masuk muara akan sampai

dipermukaan air dan mendorong volume air tawar ke arah hulu muara,

sedimentasi terjadi pada saat air surut sedimen akan terangkut kembali ke arah

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa 42

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

laut dan sebagian terendapkan di daerah-daerah yang cekung/dalam pada alur

sungai.

Sedimentasi yang terjadi di muara sungai dan wilayah pantai disekitarnya,

secara alamiah akan menyebabkan suatu perubahan bentuk kondisi muara sungai itu

sendiri, yang akan berakibat terhadap perubahan garis pantai disekitar muara.

Perubahan tersebut dapat terjadi karena adanya beberapa factor yang

mempengaruhinya, antara lain : debit sungai, sedimen asal darat/sungai, gelombang,

pasang surut, sedimen pantai dan arus laut.

3.3.6 Stabilitas Muara

Debit dan sedimen sungai pada waktu musim kemarau sangat kecil, sehingga

sangat kecil pengaruhnya terhadap perubahan bentuk mulut muara. Sebaliknya di

waktu musim hujan debit dan sedimen sungai sangat besar, yang menurut para ahli

jumlahnya dapat mencapai lebih dari 60 % dari total sedimen yang terendapkan di

sekitar muara sungai, hal tersebutlah yang menyebabkan adanya perubahan bentuk

morfologi mulut muara.

Pengaruh pasang surut atau fluktuasi muka air laut, yang disebut dengan

tunggang air, yang terjadi akibat gaya tarik menarik antara bumi dengan benda langit,

matahari dan bulan. Periode pasang surut berkisar selama 12 jam sampai dengan 25

jam. Pada saat purnama akan terjadi arus pasang surut yang paling besar. Arah arus

pasang surut dapat menyusur pantai dan atau masuk ke alur sungai, yang dapat

menyebabkan banjir rob di beberapa tempat di Indonesia. Distribusi kecepatan arus

akan terlihat cepat jika berada pada alur sungai (karena factor lebar sungai) dan akan

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa 43

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

turun drastic pada saat masuk ke wilayah perairan pantai. Oleh karena itu, arus

pasang surut merupakana parameter yang penting dalam proses pengangkutan

sedimen yang telah terendapkan di mulut muara ke arah hulu atau ke dalam alur

sungai (intrusi air laut permukaan) dan biasanya menyebabkan terjadinya

pendangkalan pada kolam-kolam labuh kapal. Akibat pendangkalan tersebut muara

sungai mengalami perubahan morfologi yang dinamis tergantung dari dari faktor

dominan yang berpengaruh. Sehubungan dengan masalah yang terjadi di muara

sungai, untuk mempermudah perhitungan dalam menganalisa kekuatan

penggelontaran sedimen yang berada dalam alur sungai, maka perlu mengetahui suatu

parameter yang disebut dengan prisma pasang surut (Tidal prism). Prisma pasang

surut suatu muara di definisikan sebagai jumlah volume air laut yang masuk atau ke

luar dari sungai melalui mulut sungai (jumlah volume inlet/outlet) antara titik balik

air surut (low water slack) dan titik balik air pasang (high water slack) berikutnya dan

sebaliknya. Jika tidak ada debit dari hulu sungai, maka volume air yang masuk ke

sungai pada saat pasang dan yang keluar pada saat air surut adalah sama.

Dari berbagai jenis atau tipe muara dengan pola yang dipengaruhi pasang

surut, gelombang dan debit sungai, pada muara sungai sendiri juga dikenakan

parameter yang berkaitan dengan pasang surut yaitu prisma pasang surut. Pada saat

air pasang, air laut masuk melalui mulut sungai sampai penjalarannya ke bagian hulu

sungai mencapai titik minimum. Pada saat surut, air laut akan keluar bersama-sama

air tawar, namun mengingat adanya perbedaan densitas air tawar dan air laut, air laut

yang masuk pada saat pasang akan berada pada lapisan dibawah air tawar (Ilahude,

2000). Akibat adanya perbedaan densitas ini maka akan terjadi kecepatan aliran yang

berbeda pada stratifikasi vertikal. Jika tidak ada aliran dari hulu, maka jumlah massa

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa 44

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

air laut yang masuk sama dengan yang keluar. Triatmodjo (1999) memberikan

hubungan ini kedalam fungsi kestabilan (S) muara sungai ditinjau dari perbandingan

debit pasang surut dengan sedimen netto sepanjang pantai dalam rentang tahunan.

Rumus empiris diberikan sebagai berikut (Triatmodjo, 1999).

Qmax TP = ------------

CkKeterangan :

S = nilai stabiitas muara (non dimensional)

P = prisma pasang surut (m3/s)

Qt = debit pasang dan surut (m3/s)

Tp ; Ts = priode pasang ; periode surut (s)

Mtotal = sedimen netto sepanjang pantai (m3/tahun)

T = Tp + Ts

Q maks = debit maksimum

Ck = faktor koreksi 0.811 – 0.999

Dalam perhitungan prisma pasang surut, yang perlu diperhatikan adalah titik

balik (slack) terlambat bergeser terhadap muka air tinggi dan rendah. Hal ini

disebabkan karena adanya tampungan air di sungai dan geseka dengan dinding

sungai. Pada saat titik balik tersebut kecepatan aliran sama dengan nol. Selama

periode air pasang dan mulai dari titik balik air surut, kecepatan aliran meningkat dan

air laut masuk ke sungai. Setelah mencapai maksimum disekitar tengah-tengah antara

dua titik balik yang berurutan, kecepatan aliran berkurang sampai menjadi nol pada

titik balik air pasang. Pada waktu air surut, air yang tertampung di sungai mengalir

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa 45

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

kembali kelaut. Dengan mengukur tampang lintangdan kecepatan aliran di mulut

sungai dapat dihitung debit aliran yang merupakan fungsi waktu.

Proses diatas merupakan salah satu fenomena yang berkaitan dengan erosi

ataupun akumulasi sedimen di sekitar muara sungai. Erosi atau akumulasi di sekitar

muara sungai dan pantai sekitarnya dalam hubungannya dengan prisma pasang surut

merupakan fungsi dari stabilitas muara sungai. Holmes (1956) menyatakan bahwa

kestabilan muara sungai dapat berubah-ubah bergantung dari kondisi aliran sungai,

gelombang, arus, debit pasang surut serta laju transpor sedimen baik dari sungai

maupun dari pantai sekitarnya. Lebih lanjut Dyer (1990) menambahkan bahwa

peningkatan jumlah sedimen disekitar muara sungai merupakan salah satu faktor

penentu stabilitas muara. Faktor penting penentu pembentukan atau pendangkalan

muara sungai adalah prisma pasang surut ( P) dan transport sedimen sepanjang pantai

total (M tot), yang dinyatakan dalam ratio P/Mtot (Triatmodjo, 1999, periksa dalam

tabel 8.

Tabel 8 : Klasifikasi kestabilan muara berdasar parameter P/Mtotal (Triatmodjo, 1999)

S = P/MTotal Stabilitas

S > 150Kondisi baik, bar kecil , penggelontoran baik, muara stabil

100 < S < 150Pembentukan offshore mulai aktif dan tampak, muara dalam kondisi stabil

50 < S < 100Bar dapat lebih besar, alur ke laut tetap lancar, stabilitas muara sedang

20 < S < 50Mulut sungai dapat tertutup saat kemarau, terbuka saat penghujan, stabilitas muara kecil

S < 20 Muara sungai tidak stabil, sering tertutup

3.3.7. Mekanisme Transport Sedimentasi Muara dan Pantai.

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa 46

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

Transport sedimen muara dan pantai adalah gerakan sedimen di daerah muara

dan pantai yang disebabkan oleh gerakan arus yang dibangkitkan oleh gerakan

gelombang dan pasang surut. Transport sedimen yang terjadi baik dalam kolom air

pada alur sungai maupun pada perairan pantai, material sedimen bergerak terangkut

oleh media air melalui dua macam yaitu angkutan dasar sedimen (bed load) dan

angkutan melayang (suspended load). Bed load transport yaitu gerakan angkutan

material sedimen pada dasar perairan yang bergerak secara merayap (traction) atau

meloncat (saltation).

Gelombang yang menjalar menuju pantai membawa massa air dan momentum

dalam arah penjalaran gelombang. Transport massa dan momentum tersebut

menimbulkan arus di daerah dekat pantai. Gelombang bergerak ke arah pantai akan

melintasi wilayah pembagian pantai yaitu daerah off shore zone, surf zone dan swash

zone dengan perilaku yang berbeda-beda. Pada daerah off shore zone yaitu daerah

lepas pantai yang terbentang dari lokasi gelombang pecah ke luar ke arah laut, yang

menimbulkan gerakan orbit partikel air yang tidak tertutup, sehingga menimbulkan

massa transport air yang disetai dengan mengangkut sedimen dasar dengan 2 (dua)

arah menuju ke pantai (on shore transport) dan meninggalkan pantai (off shore

transport). Pada daerah surf zone, yaitu daerah antara gelombang pecah dan garis

pantai, akibat pecahnya gelombang mengakibatkan adanya arus turbulensi yang

sangat besar dengan pengadukan material dasar sedimen, kemudian massa air akan

bergerak melintasi surf zone menuju pantai. Pada daerah swash zone, gelombang

yang telah menhantam pantai menmyebabkan air bergerak ke atas (uprush) dan

kemudian turun kembali pada permukaan air di pantai, yang disertai dengan

mengerosi dan mengangkut sedimen. Diantara ketiga daerah lintasan gelombang

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa 47

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

tersebut, yang paling penting dalam analisa proses perubahan garis pantai adalah

daerah suf zone dan swash zone.

Arus yang terjadi pada daeah pantai akibat gelombang , arahnya sangat

dipengaruhi oleh sudut dating dari penjalaran gelombang. Jika garis puncak

gelombang sejajar pantai ( = 0), maka arus yang dominan terjadi adalah arus

bergerak kembali ke arah laut, yang disebut dengan rip current yang berupa sirkulasi

sel, sedangkan jika garis puncak gelombang membentuk sudut < 5 , maka rip

current yang terbentuk arahnya akan relatif miring terhadap garis pantai.

Selanjutnya jika arah gelombang datang bersudut > 5 , maka akan terjadi arus

sejajar pantai atau longshore current, kecepatan arus yang paling maksimum terletak

pada bagian tengah dari surf zone. Arus yang umum terjadi diwilayah pantai adalah

kombinasi dari dua arus tersebut, seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini..

Rip current

Gelombang pecahGelombang pecah

Longshore current

Pantai

Gambar 8: Pola Arus di sekitar pantai akibat pengaruh arah sudut gelombang datang.

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa 48

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

Metode untuk menghitung arus sepanjang pantai dapat diperoleh berdasarkan

atas data gelombang dengan menggunakan rumus Longuet-Higgins sebagai berikut :

V = 1.17 (g Hb) sin b cos b

Keterangan :

V = kecepatan arus sejajar pantai

g = percepatan grafitasi

Hb = tinggi gelombang pecah

b = sudut datang gelombang

Kecepatan arus pada garis pantai adalah nol (0) yang bertambah besar dengan

perubahan jarak dari pantai dan mencapai kecepatan maksimum di sekitar titik tengah

antara glombang pecah dengan garis pantai atau tengah-tengah daerah surf zone.

Arus sejajar pantai dapat mengangkut sedimen yang telah teraduk dan terangkut oleh

gelombang akan menuju ke arah muara sungai. Sedangkan di daerah muara

dipengaruhi oleh adanya bentuk muara serta kondisi pasang surut dan banjir sungai.

Pada kondisi pasang rata-rata tertinggi kecepatan arus di muara berasal dari arah

datngnya gelombang serta dipengaruhi oleh bentuk muara dan bathymetri, pada saat

pasang terendah rata-rata dan banjir sungai, arah arus didominasi oleh aliran air

sungai, yang semakin mengecil ke arah lepas pantai.

Transport sedimen yang terjadi pada daerah tersebut dapat diklasifikasikan

menjadi transport menuju dan meninggalkan pantai (onshore-offshore transport)

arahnya relatif tegak lurus pantai dan transport sepanjang pantai (longshore

transport) dengan arah sejajar garis pantai. Gerakan partikel sedimen pada transport

menuju dan meninggalkan pantai terjadi di daerah swash zone, yang diakibatkan oleh

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa 49

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

adanya massa air yang membalik (ossilation current) turun ke permukaaan atau garis

pantai setelah mencapai pantai (uprush). Sedangkan gerakan partikel akibat arus

sejajar pantai dapat terjadi 2 jenis, yaitu gerakan partikel yang seperti mata

gergaji/zig-zag dan gerakan yang sejajar dengan garis pantai, keduanya terjadi pada

daerah surf zone. Di daerah gelombang pecah sebagian besar transport sedimen

terjadi dalam suspensi, sedangkan diluar gelombang pecah partikel sedimen bergerak

dalam bentuk bedload.

Transport sedimen menuju dan meninggalkan pantai

Transport sedimen sejajar pantai

Gambar 9 : Pola aliran sedimen transport yang berlangsung di wilayah pantai

Transport sedimen sepanjang pantai banyak menyebabkan permasalahan

seperti pendangkalan pada alur sungai, pelabuhan, abrasi pantai dan sebagainya.

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa 50

Bar

Arah penjalaran gelombang

Arus sepanjang pantai/transport

Arah transport

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

Oleh karena itu peramalan pendugaan transport sedimen sepanjang pantai adalah

sangat penting. Sehubungan dengan hal tersebut, maka beberapa ahli telah banyak

melakukan studi atau penelitian, namun sampai dengan saat kini, di dalam

perhitungan besarnya jumlah sedimen transport di kawasan pantai, masih belum

diketemukan rumus pendekatan yang dapat dipergunakan secara global (umum).

Kondisi suatu daerah pantai antara yang satu dengan yang lain, hampir dijumpai tidak

mempunyai karakteristik yang sama, oleh karena itu dalam perhitungan sedimen

transport di daerah pelabuhan Batang di gunakan beberapa rumus empiris yang

kemudian dibandingkan satu sama lain.

3.3.8. Imbangan Sedimen Pantai

Imbangan sedimen atau sering disebut dengan sedimen balance antara

sedimen yang masuk dan keluar dari suatu pantai. Analisa untuk menghitung jumla

imbangan tersebut di dasarkan atas azas kontinuitas atau kekekalan masa sedimen.

Hasil yang diperoleh dari anlaisa tersebut akan dapat memperkirakan daerah pantai

yang mengalami abrasidan akresi/sedimentasi. Pendekatan dilakukan dengan

mengevaluasi jenis sedimen yang masuk dan keluar yang kemudian dibandingkan

sehingga akan diketahui daerah mana yang mundur dan maju dari garis pantai

semula. Imbangan sedimen tersebut adalah merupakan pengurangan jumlah antara

sedimen yang masuk dengan yang keluar, jika nilanya 0 (nol) maka pantai stabil, jika

positif, pantai mengalami akresi dan sebaliknya nilai negatif maka pantai terjadi

abrasi.

Sedimen yang masuk di daerah pantai meliputi suplai sedimen sungai, erosi

tebing pantai, transport sedimen sepanjang pantai dan yang tegak lurus pantai yang

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa 51

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

masuk ke daerah ruas pantai (onshore transport), serta daerah penimbunan sedimen

(beach nourishment). Sedangkan sedimen keluar adalah sedimen sepanjang pantai

dan tegak lurus pantai yang keluar dari ruas pantai (offshore transport) , pengerukan

dan penambangan pasir pantai.

Gambar 10 : Imbangan sedimen pantai akibat adanya transport sedimen

Perhitungan imbangan sedimen yang sesuai atau akurat dengan kondisi di

lapangan pada kenyataannya sangat sulit, hal tersebut di sebabkan oleh sangat

dinamikanya proses-proses erosi daerah hulu yang berubah pengguanaan lahannya

secara cepat, demikian juga dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat

dengan aktifitas-aktifitas yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi

kestabilan garis pantai. Oleh karena itu pengamatan laju erosi atau abrasi dan

sedimentasi harus dilakukan secara rutin, kontinue dan terjadwal dengan baik,

sehingga akan diperoleh data yang baik dan predeksi yang lebih mendekati kondisi

lapangan. Selanjutnya, hasil analisa imbangan akan dapat digunakan memperkirakan

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa 52

Transport pantai

Transport masuk

Transport keluarPenggalian

Transport sepanjang pantai

Transport sepanjang pantai

Abrasi garis pantai

Transport angin

Transport sungai

Imbangan Sedimen Pantai

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

pengaruh pembuatan bangunan pantai baik berupa revetment, groin, pier, jetty dan

sebagainya.

3.3.9. Dampak Pembangunan Jetty terhadap pantai di sekitarnya

Di daerah muara sungai pada umumnya dan daerah pantai utara Jawa pada

khususnya, selalu terjadi pendangkalan muara, sehingga muara tersebut dalam jangka

waktu tertentu akan mengalami penyumbatan, jika tidak dilakukan pemeliharan atau

pengelolaan yang baik. Untuk mengatasi hal tersebut, pada umumnya dilakukan

dengan pembuatan bangunan Jetty sehingga diharapkan muara dapat kembali

difungsikan sebagaimana mestinya. Namun permasalahan baru yang timbul akibat

dari pembangunan tersebut dapat menyebabkan terganggunya kondisi lingkungan

pantai disekitar lokasi bangunan.

Pembuatan Jetty yang menjorok atau memanjang kelaut dapat menyebabkan

terhalangnya transport sedimen sepanjang pantai. Gelombang yang datang

membentuk sudut dengan garis pantai menyebabkan transport sedimen sepanjang

pantai, namun karena adanya bangunan tersebut, maka transport sedimen akan

terbentur oleh jetty dan akhirnya sebagian material sedimen akan mengendap

dibagian hulu (lebih dekat dengan arah penjalaran transport sedimen), sebaliknya di

daerah hilir jetty akan terjadi proses abrasi, karena kurangnya suplai sedimen dari

transport sedimen sepanjang pantai dari sebelah hulu. Proses perubahan tersebut,

menurut Rosenbaum (1975) terjadi selama 2 fase, yaitu :

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa 53

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

Gambar 11 : Perubahan garis pantai dan pola sedimen akibat pembangunan jetty

Fase 1 (T1) : Fase awal, longshore transport terbawa oleh arus sepanjang pantai ,

sebagian material akan terendapkan pada hulu jetty, sehingga garis pantai di

hulu maju ke laut dan disebut dengan updrift, sebagian sedimen terangkut ke

lepas pantai. Sedangkan di bagian hilir terjadi abrasi/erosi, sehingga garis

pantainya mundur dan disebut dengan downdrift.

Fase 2 (T2) : Kondisi pantai dengan akumulasi sedimen tersebut secara alamiah akan

berusaha untuk menstabilkan yang akhirnya akan terbentuk pendangkalan

kedalaman perairan. Akibatnya, pada waktu mendatang transport sedimen

sebagian akan terendapkan di sekitar mulut muara sungai. Sedangkan di

daerah hilir akan terjadi erosi yang bergerak semakin menjauh dari bangunan

jetty dengan jarak 3 kali sampai 5 kali jarak bangunan dari tepi pantai ke

ujung jetty. Sehingga Rosenbaum (1975), berpendapat bahwa .untuk

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa 54

T0 T1

T1

T2

T2

T0

Dampak Jetty terhadap pantai sekitarnya

Sedimentasi setelah T2

Transport sedimen

Sedimentasi

Abrasi/Erosi

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

melindungi abrasi tersebut, perlu dibuat suatu bangunan revetment, groin,

breakwater sejajar pantai. Oleh karena morfologi dasar laut mengalami

perubahan, maka akan terbentuk refraksi dan difraksi gelombang yang

menyebabkan perubahan pola arus menjadi membalik atau berputar, yang

dapat mengendapkan kembali material erosi ke daerah disekitarnya.

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa 55