tinjauan pustaka urbanisasi dan pertumbuhan kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat...

36
TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota Urbanisasi secara harfiah berarti pengkotaan, yaitu proses menjadi kota (Pontoh dan Kustiawan, 2008). Urbanisasi dipahami secara umum sebagai proses menjadi kawasan perkotaan, migrasi masuk kota, perubahan pekerjaan dari bertani berubah menjadi non-petani, dan juga menyangkut perubahan pola perilaku manusia (Daldjoeni, 1987 diacu dalam Pontoh dan Kustiawan, 2008). Pengkotaan juga dapat diterapkan pada suatu negara, sehingga dapat meningkatkan proporsi penduduk yang bertempat tinggal di perkotaan. Faktor-faktor pendorong terjadinya urbanisasi dapat ditinjau dalam beberapa perspektif, yaitu kemajuan di bidang pertanian, industrialisasi, potensi pasar, peningkatan kegiatan pelayanan, kemajuan transportasi, tarikan sosial dan kultural, kemajuan pendidikan dan pertumbuhan penduduk alami (Hammond, 1979 diacu dalam Rustiadi et al., 2009). Alasan penduduk melakukan migrasi dipengaruhi oleh faktor ekonomi yang berkaitan dengan alasan pekerjaan ataupun alasan non ekonomi yang berkaiatan dengan sosial, budaya, pendidikan, politik dan keamanan. Ditinjau dari aspek demografis, urbanisasi yang diartikan sebagai mengalirnya penduduk dari desa ke kota yang disebabkan oleh adanya perbedaan signifikan tingkat kehidupan antara desa dan kota. Dalam konteks ini, para pakar mengidentifikasikan faktor pendorong ( push factors) dan faktor penarik (pull factors) yang berkaitan dengan bangkitan urbanisasi (Khairuddin, 1992 diacu dalam Pontoh dan Kustiawan, 2008). Faktor pendorong ialah semakin terbatasnya lapangan kerja di pedesaan, kemiskinan di pedesaan akibat bertambahnya jumlah penduduk, transportasi desa- kota yang semakin lancar, tingginya upah buruh di kota dari pada di desa, meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat yang kadang kala dianggap sebagai beban oleh masyarakat desa. Sementara faktor penarik antara lain adalah kesempatan kerja yang lebih luas dan bervariasi di kota, tingkat upah yang lebih tinggi, lebih banyak kesempatan untuk maju (diferensiasi pekerjaan dan pendidikan dalam segala bidang), tersedianya barang-barang kebutuhan yang lebih lengkap, terdapatnya berbagai kesempatan untuk rekreasi

Upload: truongnhi

Post on 06-Mar-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

TINJAUAN PUSTAKA

Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota

Urbanisasi secara harfiah berarti pengkotaan, yaitu proses menjadi kota

(Pontoh dan Kustiawan, 2008). Urbanisasi dipahami secara umum sebagai proses

menjadi kawasan perkotaan, migrasi masuk kota, perubahan pekerjaan dari bertani

berubah menjadi non-petani, dan juga menyangkut perubahan pola perilaku

manusia (Daldjoeni, 1987 diacu dalam Pontoh dan Kustiawan, 2008). Pengkotaan

juga dapat diterapkan pada suatu negara, sehingga dapat meningkatkan proporsi

penduduk yang bertempat tinggal di perkotaan.

Faktor-faktor pendorong terjadinya urbanisasi dapat ditinjau dalam

beberapa perspektif, yaitu kemajuan di bidang pertanian, industrialisasi, potensi

pasar, peningkatan kegiatan pelayanan, kemajuan transportasi, tarikan sosial dan

kultural, kemajuan pendidikan dan pertumbuhan penduduk alami (Hammond,

1979 diacu dalam Rustiadi et al., 2009). Alasan penduduk melakukan migrasi

dipengaruhi oleh faktor ekonomi yang berkaitan dengan alasan pekerjaan ataupun

alasan non ekonomi yang berkaiatan dengan sosial, budaya, pendidikan, politik

dan keamanan.

Ditinjau dari aspek demografis, urbanisasi yang diartikan sebagai

mengalirnya penduduk dari desa ke kota yang disebabkan oleh adanya perbedaan

signifikan tingkat kehidupan antara desa dan kota. Dalam konteks ini, para pakar

mengidentifikasikan faktor pendorong (push factors) dan faktor penarik (pull

factors) yang berkaitan dengan bangkitan urbanisasi (Khairuddin, 1992 diacu

dalam Pontoh dan Kustiawan, 2008).

Faktor pendorong ialah semakin terbatasnya lapangan kerja di pedesaan,

kemiskinan di pedesaan akibat bertambahnya jumlah penduduk, transportasi desa-

kota yang semakin lancar, tingginya upah buruh di kota dari pada di desa,

meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat

yang kadang kala dianggap sebagai beban oleh masyarakat desa. Sementara faktor

penarik antara lain adalah kesempatan kerja yang lebih luas dan bervariasi di kota,

tingkat upah yang lebih tinggi, lebih banyak kesempatan untuk maju (diferensiasi

pekerjaan dan pendidikan dalam segala bidang), tersedianya barang-barang

kebutuhan yang lebih lengkap, terdapatnya berbagai kesempatan untuk rekreasi

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

11

dan pemanfaatan waktu luang, dan bagi orang-orang atau kelompok tertentu di

kota memberikan kesempatan untuk menghindari diri dari kontrol sosial yang

ketat.

Analisis hubungan keterkaitan antara urbanisasi dengan pembangunan

ekonomi menurut ahli ekonomi dan sosial dapat ditinjau dari dua aspek. Aspek

pertama berkaitan dengan peran urbanisasi terhadap pembangunan ekonomi dan

aspek kedua tentang pengaruh dari pembangunan ekonomi terhadap urbanisasi

(Sukirno, 1985 diacu dalam Pontoh dan Kustiawan, 2008). Kedua aspek analisis

tersebut menunjukkan bahwa diantara urbanisasi dan pembangunan ekonomi

terdapat hubungan sebab akibat yang timbal balik sifatnya, dimana pembangunan

ekonomi dapat mempercepat proses urbanisasi dan sebaliknya proses urbanisasi

dapat pula mempercepat proses pembangunan ekonomi.

Lebih lanjut menurut Sukirno (1985), faktor yang bersifat ekonomi

merupakan penyebab terpenting dari timbulnya urbanisasi dan perkembangan

kota. Pembangunan ekonomi akan diikuti oleh perombakan dalam corak kegiatan

ekonomi, dimana semakin maju suatu kegiatan ekonomi, maka semakin penting

peranan kegiatan industri dan perdagangan. Perkembangan tersebut selanjutnya

akan menghasilkan spesialisasi dalam perekonomian tersebut.

Urbanisasi timbul oleh adanya usaha untuk mempertinggi efisiensi

kegiatan tukar menukar, karena usaha tersebut akan mengembangkan pusat-pusat

perdagangan yang nantinya dapat berfungsi sebagai tempat pengumpulan barang

produksi suatu wilayah yang akan dipersiapkan untuk didistribusikan ke wilayah

lainnya. Untuk menjamin kelancaran usaha pengumpulan dan pendistribusian

barang oleh pusat-pusat perdagangan tersebut, maka secara tidak langsung akan

berkembang pula kegiatan-kegiatan yang merupakan suplemen/tambahan dari

kegiatan perdagangan seperti kegiatan pengangkutan, komunikasi, dan badan-

badan keuangan. Perkembangan dari berbagai kegiatan tersebut mendorong orang

untuk berpindah ke kota-kota yang berfungsi sebagai pusat perdagangan dalam

suatu wilayah tertentu.

Kaitan urbanisasi dengan perkembangan ekonomi menyangkut pula

sumber-sumber pembangunan atau pengembangan ekonomi. Pembangunan

bersumber dari beberapa faktor, diantaranya yang terpenting adalah pembentukan

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

12

modal, perkembangan penduduk dan teknologi. Sejarah pembangunan di negara

maju menunjukkan bahwa perkembangan teknologi memegang peran penting

dalam pembangunan ekonomi dan faktor tersebut dianggap lebih penting dari

pada faktor lainnya. Implikasi dari keadaan ini bahwa kemajuan dalam teknologi

sangat berpengaruh terhadap penyebaran kegiatan ekonomi diantara kawasan

pedesaan dan perkotaan, yakni kemajuan teknologi menyebabkan kegiatan

ekonomi lebih dominan dilakukan di perkotaan.

Sementara untuk kasus di negara-negara berkembang, kecepatan

urbanisasi jauh lebih besar dibandingkan dengan faktor kemajuan teknologi

maupun pembentukan modal. Secara spasial, proses urbanisasi ini tidak

berlangsung secara merata di semua ukuran kota, tapi hanya terkonsentrasi di

kota-kota besar atau kota-kota utama saja sehingga menimbulkan fenomena

primate city (kota yang tidak proporsional dalam sistem hierarki perkotaan).

Pertumbuhan penduduk perkotaan yang kian pesat berdampak pada

kebutuhan sarana dan prasarana/infrastruktur perkotaan (urban infrastructure).

Penduduk kota dipandang dalam konteks permintaan (demand), sedangkan

penyediaan infrastruktur kota merupakan penawaran (suplly) (Adisasmita dan

Sakti, 2010). Dalam pembangunan perkotaan yang berkesinambungan, maka sisi

permintaan dan sisi penawaran harus diupayakan mencapai titik keseimbangan,

sehingga tidak menimbulkan ketimpangan yang berujung pada terjadinya

kelangkaan ataupun kesulitan dalam pelayanan terhadap masyarakat.

Kegagalan dalam meningkatkan pelayanan infrastruktur perkotaan menjadi

penyebab utama dari masalah kota-kota di negara berkembang. Dalam laporan

The UN Centre for Human Settlements (1986 diacu dalam Sadyohutomo, 2008),

dinyatakan bahwa sekitar 30% dari populasi perkotaan di negara berkembang

tidak memiliki akses terhadap penyediaan air bersih, dan populasi sekitar 40%-

50% hidup di perumahan kumuh dan perkampungan.

Semakin lengkap ketersediaan infrastruktur perkotaan, akan semakin kuat

daya tarik penduduk untuk melakukan urbanisasi. Urbanisasi sangat dipengaruhi

oleh semakin banyaknya pelayanan infrastruktur. Ketersediaan infrastruktur

perkotaan memberikan kemudahan bagi masyarakat kota dalam menunjang

kegiatannya. Kemudahan diartikan sebagai suatu keadaan dimana dapat diperoleh

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

13

dengan mudah atau dalam jumlah yang cukup pelayanannya yang diperlukan

untuk memenuhi kebutuhan atau untuk melaksanakan kegiatannya.

Suatu kota yang memiliki ketersediaan infrastruktur yang lengkap, berarti

memiliki tingkat kemudahan yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kota

tersebut memberikan peluang bagi kegiatan usaha untuk mendapatkan keuntungan

dan penghematan eksternal (external economies) secara berkesinambungan. Oleh

karena itu terdapat kecenderungan manusia (terutama pengusaha dan pemilik

modal) untuk berpindah tempat tinggal guna menempatkan kegiatan usahanya

(membawa modal, ketrampilan dan pengalamannya) ke suatu tempat (kota) yang

memiliki tingkat kemudahan tinggi, sehingga memberikan keuntungan yang

tinggi dan keberhasilan bagi usahanya. Dengan demikian tingkat kemudahan

merupakan faktor penentu lokasi kegiatan (usaha).

Dalam hal migrasi penduduk ke kota (urbanisasi), manusia cenderung

meninggalkan tempat bermukim asal dan berpindah ke tempat permukimannya

yang baru karena di tempat baru tersebut memberikan peluang lapangan kerja,

peningkatan pendapatan, pengembangan bakat, dan menikmati kehidupan yang

lebih baik. Semua peluang tersebut merupakan daya tarik perpindahan penduduk

dari desa ke kota, atau dari kota-kota kecil ke kota-kota yang lebih besar. Kota

sebagai wadah konsentrasi permukiman penduduk dan berbagai kegiatan

produktif (ekonomi dan sosial) merupakan kutub daya tarik (pole of attraction)

(Adisasmita, 1988 diacu dalam Adisasmita dan Sakti, 2010).

Perkembangan Kota Tepian Air (Waterfront City)

Pembangunan kota tepian air (waterfront city) berkembang sebagai tren

pembangunan kawasan perkotaan yang populer saat ini. Secara umum, waterfront

city dapat didefinisikan sebagai suatu daerah/area yang berbatasan dengan

perairan (pantai, sungai dan danau), dimana terdapat satu atau beberapa kegiatan

pada kawasan tersebut (Laras, 2011). Kota tepian air adalah tempat dimana

komponen-komponen alam seperti badan air dan formasi tanah serta

ekosistemnya saling bersinggungan satu sama lain dengan ketidakstabilan

(fluidity) yang besar (Bunce dan Desfor, 2007). Bentuk-bentuk komponen alam

hasil dari artifisial manusia ternyata tidak meninggalkan kota tepian air sebagai

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

14

tempat alam yang masih asli, tetapi telah dipengaruhi oleh transformasi dari waktu

ke waktu.

Lebih lanjut Bunce dan Desfor (2007) menambahkan bahwa sejarah

perkembangan kota tepian air telah menunjukkan seluk-beluk hubungan antara

masyarakat dan alam, tetapi yang lebih penting bahwa komponen pembentuk

alam tersebut terus-menerus dikembangkan melalui proses sosial. Alam

diejawantahkan sebagai komponen integral dari hubungan kekuasaan dan

produksi ekonomi di kota tepian air.

Pendekatan pembangunan waterfront memiliki jangkaun luas, mulai dari

konservasi, revitalisasi, atau penataan ulang hingga reklamasi kawasan laut.

Waterfront berdasarkan tipe proyeknya dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu

konservasi, pembangunan kembali (redevelopment), dan pengembangan

(development) (Soesanti dan Sastrawan, 2006 diacu dalam Nurfaida, 2009).

Konservasi adalah penataan waterfront kuno atau lama yang masih ada sampai

saat ini dan menjaganya agar tetap dinikmati masyarakat. Redevelopment

merupakan upaya menghidupkan kembali fungsi-fungsi waterfront lama yang

sampai saat ini masih digunakan untuk kepentingan masyarakat dengan mengubah

atau membangun kembali fasilitas-fasilitas yang ada. Development adalah usaha

menciptakan waterfront yang memenuhi kebutuhan kota saat ini dan masa depan

dengan cara mereklamasi pantai.

Awalnya konsep pengembangan waterfront merupakan inovasi Amerika

Serikat. Konsep tersebut sebagai bentuk redesign kawasan Baltimore dalam

mengatasi kebangkrutan yang dialami kota-kota besar akibat resesi ekonomi pada

tahun 1970an. Strategi pengembangan kawasan perkotaan tersebut secara tidak

langsung dijadikan sebagai solusi untuk memperbaiki pengkumuhan kota-kota

besar yang mengkhawatirkan di Amerika Utara.

Rehabilitasi waterfront dapat menyumbangkan kemajuan perbaikan

lingkungan di dunia yang sedang berkembang (Vollmer, 2009 diacu dalam Laras,

2011). Contoh kasus Toronto merupakan wilayah tepian danau yang tercemar

berat, dengan penggunaan konsep kota tepian air (waterfront city), yang dalam

waktu singkat (1980-2000) telah mampu meningkatkan tahapan pengelolaan dari

semula pendekatan ekosistem dengan semboyannya lingkungan sehat, pemulihan

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

15

ekonomi, keberlanjutan, dan menjaga kesejahteraan masyarakat, dapat

ditingkatkan menjadi pendekatan global yang sangat penting dengan semboyan

peningkatan efektifitas dan kreatifitas.

Era kota pantai (waterfront city) telah melewati dua tahap, yaitu tahap

pertama (1960-1990) dengan program revitalisasi pantai dirancang untuk

mengejar tujuan-tujuan penting bagi pengambilan keputusan lokal dalam

menjamin pertumbuhan ekonomi dan tahap kedua sebagai bagian dari konsep

pembangunan berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi mengedepankan pekerjaan

dan produk bruto per kapita (PDB), sedangkan konsep pembangunan

berkelanjutan yang diadopsi oleh komunitas internasional (UNCED), ditunjukkan

sebagai tujuan akhir penilaian revitalisasi pantai yang terintegrasi dengan program

pembangunan. Relevansi dari revitalisasi pantai untuk pengelolaan kawasan

pesisir telah menjadi isu utama karena manajemen terpadu yang telah diklaim

oleh Agenda 21 sebagai alat untuk mengejar pembangunan berkelanjutan wilayah

pesisir dan pulau-pulau (Vallega, 2001). Merujuk pada pendekatan pembangunan

berkelanjutan, banyak kota-kota pantai telah menemukan karakteristik dalam

menghadapi pilihan dasar, antara merencanakan dan mengelola pantai

berdasarkan kriteria konvensional, atau merancang rencana pembangunan dimana

tepi pantai adalah komponen inti dari pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu.

Perkembangan kota pantai (waterfront city) di Indonesia dipengaruhi oleh

kejayaan kerajaan-kerajaan nusantara di masa silam dengan kegiatan utama adalah

perdagangan, jasa dan pusat pemerintahan. Karakteristik tersebut menjadikan

wilayah pesisir sebagai elemen utama yang berperan penting dalam

perkembangan kota. Oleh sebab itu, kota-kota pantai di Indonesia memiliki unsur

historikal dan budaya yang kuat dalam pengembangan kawasan pesisir.

Karakteristik pantai dan pengaruhnya dalam perkembangan kawasan kota

pantai di Indonesia menurut Hantoro (2001 diacu dalam Mulyandari, 2011),

antara lain :

a. Wilayah pesisir memiliki bentang alam yang dibentuk oleh gejala endogen

geologi, dimana tiga gejala utama tektonik merupakan pengontrol awal bentang

alam yang meliputi tumbukan lempeng, gerak gesek antar lempeng, gunung api

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

16

dengan komponen gerak tegaknya. Jenis batuan menentukan kestabilan pantai

dan kemampuan bertahan dari terjangan laut dan cuaca.

b. Di perairan yang stabil tanpa gejala geologi endogen, di bagian yang

mengalami pengaruh kuat perubahan paras muka laut, di pesisir dan di pantai,

pembentukan bentang alam lebih dipengaruhi oleh gejala cuaca (erosi) dan laut

(erosi dan sedimentasi).

c. Pantai yang menghadap perairan terbuka dengan agitasi kuat memiliki kota

pantai yang berkembang di rataan pasir pantai, berawal dari permukiman dan

pelabuhan sebagai bandar niaga di muara sungai. Pemilihan muara di bentang

manapun sebagai awal permukiman sangat umum dijumpai di Indonesia, di

daratan alluvial, di kaki gunung pulau volkanik, di pesisir perairan paparan

tepian kontinen atau di pantai dataran limpahan banjir.

d. Kota pantai tumbuh dan berkembang sesuai status dan fungsinya dari waktu ke

waktu melalui beberapa periode masa penjajahan dan kemudian masa setelah

kemerdekaan. Perkembangan luas kota yang berstatus kota pusat pemerintahan

terlihat cenderung lebih pesat.

e. Perluasan permukiman mulai terasa sejak 30 tahun terakhir. Demikian halnya

dengan sarana pelabuhan dan transportasi lain.

f. Sejumlah besar kota pantai berkembang pesat oleh peningkatan usaha ekonomi

perniagaan, pertanian/perkebunan, dan industri, sementara mariekultur dan

industri hilirnya hanya berkembang di beberapa kota pantai atau hanya sebagai

suplemen kecil usaha ekonomi. Usaha ekonomi kelautan di segala bidang perlu

untuk ditingkatkan misalnya industri rekayasa, budidaya dan tangkap,

pengolahan, dan wisata.

g. Pertumbuhan kota-kota pantai akhir abad 20-an cenderung mengabaikan daya

dukung lingkungan di sekelilingnya serta ancaman bencana yang berpotensi

merusak. Keterbatasan ruang yang layak dikembangkan menyebabkan

perluasan merambah lingkungan pantai yang seharusnya dipertahankan sebagai

penyangga (buffer).

h. Cuaca, kondisi laut dan tektonik merupakan gejala-gejala yang mengontrol

bentang alam dari awal pembentukan hingga bentuk saat ini, sehingga

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

17

fenomena tersebut harus diperhitungkan sebagai potensi alam dalam upaya

mempertahankan kelestarian lingkungan kota pantai.

i. Jenis ancaman bencana pada kota-kota pantai beragam, bergantung pada

fenomena alam misalnya ancaman abrasi pantai, gelombang tsunami maupun

intrusi air laut.

Pertumbuhan Kota dalam Konsep Pengembangan Wilayah

Kota merupakan wadah berkelompok penduduk yang disertai dengan

keragaman aktivitas ekonomi maupun sosial. Munculnya kota dalam peradaban

manusia sudah sejak berabad-abad silam, yang awalnya sebagai tempat

persinggahan pedagang, berkembang menjadi kelompok permukiman, kemudian

terbentuk kota kecil, kota menengah hingga kota besar. Dimensi pertumbuhan

kota merupakan keterkaitan yang bersifat multi disiplin. Masing-masing disiplin

ilmu tersebut melingkupi bidang demografi, keteknikan, tata ruang, ekonomi,

sosiologi dan sebagainya, memiliki cakupan objek bahasan, cara pandang, metode

analisis tersendiri. Namun dalam rumusan teori pertumbuhan kota (urban growth

theory), ternyata banyak menampilkan teori-teori pengembangan wilayah yang

muncul dalam tahun 1930-an hingga tahun 1970-an (Adisasmita dan Sakti, 2010).

Dalam pandangan Rondinelli (1985 diacu dalam Suhono, 2008), terdapat

tiga konsep dalam pengembangan wilayah yaitu: (1) kutub pertumbuhan (growth

pole); (2) integrasi fungsi (functional integration); dan (3) pendekatan

desentralisasi wilayah (decentralized territorial approaches). Pembangunan

setidaknya memuat tiga komponen dasar, yaitu kecukupan (sustainance) dalam

pemenuhan kebutuhan pokok, meningkatkan rasa harga diri (self-esteem), serta

kebebasan (freedom) untuk memilih, yang dijadikan sebagai konsep dasar dan

pedoman praktis dalam menterjemahkan pembangunan yang hakiki (Todaro, 2000

diacu dalam Rustiadi et al., 2009).

Dalam pembangunan, kota merupakan pusat pembangunan, dimana

terdapat berbagai kegiatan pembangunan yang didukung oleh tersedianya sarana

dan prasarana pembangunan. Kegiatan pembangunan di wilayah perkotaan selain

meliputi berbagai kegiatan sektoral, dapat juga melingkupi kegiatan fisik,

ekonomi dan sosial yang dilaksanakan secara intensif. Di kota-kota besar terdapat

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

18

industri-industri dan perusahan-perusahan besar akan mendistribusikan hasil-hasil

pembangunan ke wilayah sekitarnya. Menurut Perroux (1949 diacu dalam

Tarigan, 2006) dalam teori kutub pertumbuhan (growth pole), bahwa

pertumbuhan itu tidak terjadi pada setiap wilayah, namun hanya terjadi pada

wilayah tertentu yang memiliki industri pendorong.

Pusat pertumbuhan (growth pole) dapat diartikan dengan dua cara, yaitu

secara fungsional dan secara geografis (Tarigan, 2006). Secara fungsional, pusat

pertumbuhan merupakan suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang

industri karena adanya keterkaitan unsur-unsur sifat yang dinamis, sehingga

mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun ke luar (daerah

belakangnya). Secara geografis, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang

banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole

of attraction), yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi

di tempat tersebut dan adanya pemanfaatan fasilitas kota meskipun tidak ada

interaksi antara usaha-usaha tersebut. Selanjutnya Tarigan (2006) mengemukakan

bahwa pusat pertumbuhan harus memiliki 4 (empat) ciri, yaitu adanya hubungan

intern antara berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi, adanya

unsur pengganda (multiplier effect), adanya konsentrasi geografis, dan bersifat

mendorong pertumbuhan ke daerah belakangnya (hinterland).

Konsepsi pengembangan wilayah di Indonesia telah mengalami

perkembangan dan koreksi untuk setiap periodenya (Djakapermana dan

Djumantri, 2002 diacu dalam Djakapermana, 2010). Mulai dari pengembangan

wilayah dengan pengembangan sektoral dan parsial pada era tahun 1960-an, kutub

pertumbuhan (growth pole) yang lebih mengutamakan pembangunan

infrastruktur, regionalisasi dengan batas wilayah fungsional (fuctional regional)

yaitu membagi wilayah Indonesia dengan satuan-satuan ekonomi, sampai dengan

konsep pengembangan wilayah pada era tahun 2000-an dengan pendekatan

lingkungan, khususnya dengan lahirnya Undang-undang No. 24 tahun 1992

tentang Penataan Ruang yang telah mengalami penyempurnaan dan diganti oleh

Undang-undang No. 26 tahun 2007.

Memasuki abad ke 21 ini, konsepsi pengembangan wilayah di Indonesia

harus mengikuti kaidah penataan ruang. Undang-undang No. 26 tahun 2007

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

19

disusun atas dasar keinginan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam dan

buatan untuk mensejahterakan rakyat, dengan pertimbangan prinsip keberlanjutan,

menjaga keserasian dan mencegah adanya kesenjangan baik antar pusat dan

daerah, antar desa dan kota maupun antar wilayah/kawasan, menciptakan ruang

yang nyaman, aman, produktif dan berkelanjutan, serta berbasis mitigasi bencana

untuk meningkatkan keselamatan, kenyamanan kehidupan dan penghidupan. Hal

tersebut dapat direpresentasikan dengan pengaturan sistem pusat pertumbuhan

(kota) dan sistem pengembangan wilayah secara merata dan berhierarkis.

Berdasarkan landasan undang-undang tersebut, menurut Djakapermana

(2010), konsepsi pengembangan wilayah di Indonesia adalah by legal dan

empirikal harus mengikuti kaidah pendekatan yang bersifat gabungan (mixed-

concept). Mixed-concept melingkupi adanya struktur ruang yang terdiri dari pusat-

pusat permukiman sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan pelayanan sosial

secara hierarki (growth pole) sebagai pusat yang akan memberikan penjalaran

perkembangan dan jaringan infrastruktur wilayah. Jaringan infrastruktur dapat

berupa media/alat untuk menjalarkannya yaitu jaringan transportasi, listrik,

telepon, energi dan jaringan sumberdaya air, serta pola ruang yang terdiri dari

pengaturan kawasan yang berfungsi lindung serta kawasan budidaya untuk

kegiatan yang dapat meningkatkan produktivitas bagi tumbuh dan berkembangnya

ekonomi wilayah dan kegiatan sosial.

Infrastruktur dan Hierarki Wilayah Perkotaan

Definisi infrastruktur sangat beragam dikalangan para ahli. Namun

beberapa bahan acuan dapat digunakan untuk menterjemahkan pemahaman

mengenai infrastruktur itu sendiri. Menurut Webster's New World Dictionary

infrastruktur adalah “substructure or underlying foundation on which the

continuance and growth of a community or state depends” (Soma, 2011b). Dalam

kaitannya dengan ekonomi, menurut Macmillan Dictionary of Modern Economics

(Pamungkas, 2009), infrastruktur merupakan elemen struktural ekonomi yang

memfasilitasi arus barang antara pembeli dan penjual. The Routledge Dictionary

of Economics (1995 diacu dalam Radiansyah, 2012), memberikan pengertian

yang lebih luas bahwa infrastruktur merupakan pelayanan utama dari suatu negara

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

20

yang membantu kegiatan ekonomi dan kegiatan sosial masyarakat dalam rangka

penyediaan transportasi serta fasilitas pendukung lainnya.

World Bank (1994 diacu dalam Laras, 2011) membagi infrastruktur atas 3

(tiga) golongan yaitu :

1. Infastruktur ekonomi, merupakan pembangunan fisik yang menunjang aktivitas

ekonomi, meliputi public utilities (telekomunikasi, air bersih, sanitasi, gas),

public work (jalan, bendungan, irigasi, drainase) dan sektor transportasi (jalan,

rel kereta api, pelabuhan, lapangan terbang).

2. Infrastruktur sosial, merupakan infrastruktur yang mengarah kepada

pembangunan manusia dan lingkungannya seperti pendidikan, kesehatan,

perumahan, dan rekreasi.

3. Infrastruktur administrasi, merupakan infrastruktur dalam bentuk penegakan

hukum, kontrol administrasi dan koordinasi.

Selain itu, Jacob et al. (1999 diacu dalam Pamungkas, 2009), membagi

infrastruktur kedalam kategori infrastruktur dasar dan infrastruktur pelengkap,

sebagai berikut :

1. Infrastruktur dasar (basic infrastructure) meliputi sektor-sektor yang

mempunyai karakteristik publik dan kepentingan yang mendasar untuk sektor

perekonomian lainnya, tidak dapat diperjualbelikan (non-tradeable) dan tidak

dapat dipisahkan baik secara teknis maupun spasial. Contohnya jalan, kereta

api, kanal, pelabuhan laut, drainase, bendungan dan sebagainya.

2. Infrastruktur pelengkap (complementary infrastructure) berupa sarana dan

prasarana penunjang dalam aktivitas ekonomi maupun sosial, diantaranya

seperti gas, listrik, telepon dan pengadaan air minum.

Fungsi dan hierarki kota merupakan tata jenjang yang menunjukkan

hubungan keterkaitan antar komponen pembentuk struktur pemanfaatan ruang.

Penentuan fungsi kota pada prinsipnya didasarkan pada komponen pembentuk

yang dominan mempengaruhi aktivitas sosial ekonomi perkotaan, sedangkan

hierarki kota adalah hubungan antar kegiatan yang berpengaruh terhadap pola

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

21

pemanfaatan ruang, dalam skala wilayah yang dikenal dengan sistem kota atau

orde kota berdasarkan skala pelayanannya.

Perkotaan berperan besar dalam persebaran dan pergerakan penduduk. Hal

ini terjadi karena di bagian wilayah tersebut terdapat berbagai kegiatan ekonomi

sekunder dan tersier serta fungsi pelayanan yang menimbulkan daya tarik bagi

penduduk. Disisi lain pengelompokan kegiatan, fasilitas dan penduduk serta

berpusatnya berbagai kegiatan yang menyangkut publik merupakan faktor-faktor

yang menarik bagi kegiatan ekonomi/bisnis. Perkotaan memiliki nilai strategis,

tidak hanya sebagai pemusatan penduduk tetapi juga sebagai pusat berbagai

fungsi sosial-ekonomi-politik dan administrasi, serta berpotensi sebagai instrumen

untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan pada tingkat nasional maupun

regional.

Perkembangan wilayah perkotaan dapat diukur dari tingkat ketersediaan

infrastruktur/fasilitas pelayanan yang ada. Perhitungan jumlah dan jenis sarana

dan prasarana pelayanan (infrastruktur) yang ada pada suatu wilayah, dapat

digunakan untuk mengukur hierarki perkembangan wilayah (Rustiadi et al.,

2009). Teori tempat sentral (central place theory) mengemukakan bahwa dalam

penentuan hierarki kota-kota dalam suatu wilayah dapat dilakukan dengan cara

meninjau jumlah pelayanan yang dapat diemban oleh sebuah kota (Christaller,

1933 diacu dalam Sinulingga, 1999).

Suatu ciri umum dari daerah-daerah nodal menurut Christaller (1933 diacu

dalam Sinulingga, 1999) adalah bahwa penduduk kota tidaklah tersebar secara

merata diantara pusat-pusat yang sama besarnya, tetapi tersebar diantara pusat-

pusat yang besarnya berbeda-beda dan secara keseluruhan membentuk suatu

hierarki perkotaan (urban hierarchy). Penyebab dari perkembangan seperti ini

adalah kurang efisiennya mensuplai barang-barang dan jasa-jasa tertentu di pusat-

pusat kecil sedangkan barang-barang dan jasa-jasa lainnya lebih efisien jika

disuplai di pusat-pusat yang lebih besar.

Menurut teori ini, fungsi-fungsi pokok suatu pusat kota adalah bertindak

sebagai pusat pelayanan bagi daerah belakangnya, mensuplai barang-barang dan

jasa-jasa sentral seperti jasa-jasa eceran, perdagangan, perbankan, fasilitas-

fasilitas pendidikan, hiburan dan kebudayaan, serta pelayanan pemerintah kota.

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

22

Pusat-pusat yang lebih tinggi ordenya/hierarkinya melayani pusat-pusat yang

lebih rendah hierarkinya, dan antara pusat-pusat yang hierarkinya sama tidak

saling melayani.

Infrastruktur Fisik

Infrastruktur Jaringan Jalan

Tata ruang kota dapat berkembang menjadi dinamis, karena adanya

jaringan jalan. Hal ini serupa dengan pandangan Sinulingga (1999), bahwa

jaringan jalan merupakan faktor terpenting yang membentuk struktur tata ruang

kota. Semua elemen pembentukan tata ruang kota secara langsung berkaitan

dengan jaringan jalan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 tahun

1985 tentang jalan, menegaskan bahwa pengadaan jalan diselenggarakan dengan

mengutamakan pembangunan jaringan jalan yang terkoneksi ke pusat-pusat

produksi serta jalan-jalan yang menghubungkan ke wilayah pemasarannya.

Jaringan jalan dibangun secara hierarki dimulai dari jenjang terendah yang

bersifat lokal/lingkungan hingga ke jenjang wilayah berhubungan satu dengan

lainnya (Rachmawati, 2011).

Sebagai komponen yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi wilayah,

sistem jaringan jalan berperan memperlancar kegiatan aliran barang, orang dan

jasa, sehingga secara langsung akan menurunkan biaya produksi (Djakapermana,

2010). Pada gilirannya wilayah akan berkembang secara ekonomis. Breheny

(1995 diacu dalam Djakapermana, 2010), mengemukakan bahwa transportasi

khususnya jaringan jalan sangat berkontribusi terhadap pertumbuhan kegiatan

ekonomi wilayah. Kegiatan pembangunan transportasi akan mendorong dan

mempromosikan kegiatan ekonomi yang kompetitif.

Ditinjau dari fungsi kota terhadap wilayah pengembangannya, maka

sistem jaringan jalan dapat dibagi menjadi dua, yaitu sistem primer dan sistem

sekunder. Sistem Primer merupakan jaringan jalan yang berkaitan dengan

hubungan antar kota. Di dalam kota, sistem primer ini akan terkoneksi dengan

fungsi-fungsi kota yang bersifat regional, seperti kawasan industri, perdagangan

maupun pelabuhan. Sistem Sekunder, yaitu jaringan jalan yang berkaitan dengan

pergerakan lalu lintas yang bersifat hanya di dalam kota. Sistem jaringan jalan

sekunder disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang kota yang

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

23

menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi

sekunder ke satu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya

sampai ke perumahan.

Hierarki jaringan jalan sistem primer dan sistem sekunder dapat

diklasifikasi berdasarkan fungsi menjadi jalan arteri, jalan kolektor dan jalan

lokal.

Jalan Arteri

Berdasarkan Undang-undang No. 13 tahun 1980, jalan arteri berada pada

setiap kota yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan agak jauh,

kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien. Jalan

arteri di perkotaan dapat dibagi ke dalam fungsi primer dan fungsi sekunder.

Dimensi jalan arteri dengan jalur lambat disajikan pada Gambar 2.

Jalan arteri primer menghubungkan kota orde pertama dengan kota orde

pertama lainnya yang berdampingan atau kota orde pertama dengan kota orde

kedua (PP No.26 tahun 1985). Jalan arteri primer hanya terdapat pada kota orde

pertama dan kota orde kedua dari suatu Satuan Wilayah Pengembangan (SWP).

Di dalam kota, jalan arteri primer akan melalui fungsi-fungsi kota yang bersifat

primer seperti pergudangan, perindustrian, ekspor ataupun pelabuhan. Beberapa

persyaratan dari jalan arteri primer adalah sebagai berikut :

a. Jalan arteri primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60

km/jam dengan lebar badan jalan tidak kurang dari 8 meter.

b. Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu

lintas rata-rata.

c. Pada jalan arteri primer, lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu

lintas ulang-alik, lalu lintas lokal dan kegiatan lokal.

d. Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi secara efisien dan didesain

sedemikian rupa sehingga ketentuan sebagaimana dimaksud dalam (a) dan (b)

masih tetap terpenuhi.

e. Persimpangan jalan arteri primer, dengan pengaturan tertentu harus dapat

memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam (a) dan (b).

f. Jalan arteri primer tidak terputus walaupun memasuki kota.

Page 15: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

24

Dalam sistem sekunder maka jaringan arteri sekunder adalah jalan yang

menghubungkan pusat kota dengan pusat bagian wilayah kota, pusat bagian

wilayah kota dengan bagian wilayah kota lainnya serta menghubungkan pusat

kota dengan kawasan primer atau kawasan yang berfungsi melayani regional.

Sesuai dengan PP No. 26 tahun 1985 persyaratan untuk jalan arteri sekunder

adalah :

a. Jalan arteri sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30

km/jam dan lebar badan jalan tidak kurang dari 8 meter.

b. Jalan arteri sekunder mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar dari

volume lalu lintas rata-rata.

c. Pada jalana arteri sekunder, lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu

lintas lambat.

d. Persimpangan pada jalan arteri sekunder, dengan pengaturan tertentu harus

dapat memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam (a) dan (b).

Gambar 2. Dimensi Jalan Arteri dengan Jalur Lambat

Sumber : Sinulingga (1999)

Jalan Kolektor

Jalan kolektor merupakan jalan yang melayani angkutan pengumpulan

atau pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jalan sedang, kecepatan rata-rata

sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi (UU No.13 tahun 1980). Jaringan jalan

ini menghubungkan jalan arteri dengan jalan lokal. Jadi volume lalu lintas dari

jalan lokal dikumpulkan oleh jalan kolektor dan dibawa ke jalan arteri dan

selanjutnya dibawa ke tempat tujuan. Penampang jalan kolektor di kawasan

permukiman disajikan pada Gambar 3.

Page 16: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

25

Untuk sistem primer, jalan kolektor primer menghubungkan kota orde

kedua dengan kota orde kedua lainnya dan menghubungkan kota orde kedua dan

kota orde ketiga. Adapun persyaratan jalan kolektor primer adalah :

a. Jalan kolektor primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40

km/jam dan lebar badan jalan tidak kurang dari 7 meter.

b. Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar dari

volume lalu lintas rata-rata.

c. Jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan sehingga ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam (a) dan (b) masih tetap terpenuhi.

d. Jalan kolektor primer tidak terputus walaupun memasuki kota.

Pada jaringan jalan sistem sekunder, jalan kolektor sekunder

menghubungkan pusat bagian wilayah kota dengan pusat sub bagian wilayah kota.

Persyaratan dari jalan kolektor sekunder ialah didesain berdasarkan kecepatan

rencana paling rendah 20 km/jam dengan lebar badan jalan tidak kurang dari 7

meter.

Gambar 3. Penampang Jalan Kolektor Kawasan Permukiman

Sumber : Sinulingga (1999)

Jalan Lokal

Dalam sistem primer hierarki jaringan jalan, jalan lokal primer merupakan

jalan yang menghubungkan pusat kota dari orde pertama, orde kedua, dengan

persil-persil pada kawasan yang berfungsi regional. Jalan lokal primer dirancang

berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 km/jam dengan lebar badan jalan

paling kurang 6 meter.

Berbeda dengan sistem sekunder, jalan lokal sekunder menghubungkan

pusat kota dengan perumahan, pusat bagian wilayah kota dengan perumahan, dan

Page 17: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

26

pusat sub bagian wilayah kota dengan perumahan yang terdekat pada masing-

masing pusat tersebut. Jalan lokal sekunder dirancang berdasarkan kegiatan

rencana paling rendah 10 km/jam dan lebar jalan tidak kurang dari 5 meter.

Infrastruktur Air Bersih

Air bersih merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi penduduk kota,

sehingga ketersediaannya menentukan derajat kesehatan dan kesejahteraan hidup

masyarakat. Pada kenyataannya, keterbatasan penyediaan air bersih erat kaitannya

dengan penyebab kemiskinan, karena kemiskinan juga disebabkan oleh masalah

kesehatan. Oleh karena itu, penyediaan jaringan air bersih terutama pada

permukiman miskin padat penduduk sangat penting untuk ikut memecahkan

masalah kemiskinan. Realita di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat miskin

yang tidak terjangkau PDAM harus membeli air bersih secara eceran yang

harganya jauh lebih mahal dibanding masyarakat yang memperoleh akses air

bersih dari PDAM.

Untuk dapat dijadikan sebagai air minum, maka air harus memenuhi

persyaratan fisik diantaranya ialah tidak memeberi rasa, tidak berwarna, tidak

berbau, suhu di antara 20°-25° C. Selain itu ada juga persyaratan khusus yaitu

kondisi biologi dan kimia, dimana air hanya mengandung kadar besi dan asam

arang dalam jumlah tertentu, mengadung soda flour untuk kesehatan gigi,

mengandung yodium untuk mencegah gondok, serta tidak boleh mengandung

bakteri patogen (penyebab penyakit) (Sinulingga, 1999). Syarat-syarat tersebut

diatas haruslah dipenuhi dan apabila air yang tersedia belum dapat memenuhi

persyaratan yang ada, maka harus diupayakan melalui suatu proses pengolahan

sehingga kualitas air tersebut dapat layak untuk dikonsumsi. Gambar 4

menunjukkan proses pengolahan air.

Gambar 4. Bagan Aliran Proses Pengolahan Air

Sumber : Sinulingga (1999)

Page 18: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

27

Sumber utama air bersih bagi penduduk pedesaan dan perkotaan berbeda.

Bagi penduduk pedesaan, air sumber atau air tanah dangkal hanya diperoleh

dengan membuat sumur cukup sehat untuk langsung digunakan untuk memasak

dan mencuci. Sementara untuk penduduk perkotaan yang padat, air tanah dangkal

sudah diragukan kebersihannya karena kemungkinan tercemar septictank dan

limbah rumah tangga. Apabila air tanah dangkal sudah tercemar, maka dilakukan

upaya pemanfaatan air tanah dalam (aquifer). Air tanah dalam kualitasnya lebih

baik dari air tanah dangkal apabila belum terjangkau pencemaran dari lapisan

tanah atasnya. Pemompaan air tanah dalam perlu diatur karena berdampak

terhadap kestabilan lapisan tanah yang berisi air tersebut. Jika aquifer diambil

secara berlebihan dapat berdampak pada penurunan lapisan permukaan tanah atau

intrusi air laut ke dalam aquifer tersebut.

Air bersih dibutuhkan bagi makhluk hidup sangat bervariasi tergantung

pada berat dan besar tubuh, besarnya penguapan, dan cuaca (Soma, 2011a).

Menurut Al-Layla (1978 diacu dalam Soma, 2011a), penggunaan air di berbagai

kota dan negara sangat bervariasi bergantung pada faktor jumlah penduduk,

keadaan cuaca, kebiasaan dan cara hidup, fasilitas perpipaan (plumbing) yang

dimiliki oleh pelanggan, sistem air limbah (sewerage) komunal yang tersedia,

jumlah industri yang membutuhkan pasokan, serta besarnya pajak yang dikenakan

untuk setiap pengambilan air.

Standar kebutuhan air untuk kota-kota di Indonesia menurut Departemen

Pekerjaan Umum dibedakan berdasarkan kategori kota dan besarnya jumlah

penduduk (Soma, 2011a). Hal tersebut disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan Air untuk Kategori Kota

No Kategori Kota Jumlah Penduduk

(jiwa) Kebutuhan air (lt/orang/hari)

1.

2.

3. 4.

5.

Metropolitan

Kota besar

Kota sedang Kota kecil

Semi urban

> 1.000.000

0,5 – 1 juta

0,1 – 0,5 juta 20.000 – 100.000

3.000 – 20.000

150 – 200

120 – 150

100 – 120 90 – 100

60 – 90

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (2007)

Kebutuhan air bersih di perkotaan perlu ditangani secara massal dalam

bentuk penyediaan fasilitas jaringan pipa air minum. Pengelola fasilitas ini

umumnya dilakukan oleh Perusahan Daerah Air Minum (PDAM). Pengelola

Page 19: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

28

penyediaan air bersih melakukan kegiatan pengambilan bahan baku air,

pengolahan air, hingga penyaluran air bersih ke pelanggan. Dari ketiga kegiatan

pokok tersebut, sebagian besar PDAM di Indonesia masih menghadapi masalah

teknis, manajemen dan institusional.

Sumber air baku PDAM sebagian besar mengandalkan air sungai, danau

dan mata air. Pengambilan air baku menghadapi masalah teknis ketersediaan air

yang terbatas pada musim kemarau. Dalam penggunaan air sungai menghadapi

masalah kualitas air yang sudah tercemar berbagai polutan dari buangan limbah

rumah tangga maupun industri. Untuk menjaga kualitas dan kuantitas air baku

yang berasal dari daerah lain (lintas kabupaten/kota) menghadapi masalah

institusional. Tersedianya air baku umumnya tidak saja ditentukan oleh

ketersediaannya di dalam wilayah administrasi sendiri, melainkan juga terkait

dengan sistem tata air wilayah, seperti DAS atau aliran air tanah dalam (aliran

aquifer). Disini terdapat masalah institusional horizontal maupun vertikal.

Pengolahan air baku menghadapi kendala teknis kualitas air baku yang

rendah dengan teknis penjernihan yang masih konvensional. Hal ini diperberat

dengan mahalnya input produksi, serta kemampuan modal dan manajemen

keuangan yang lemah. Akibatnya, air jernih yang dihasilkan tidak layak untuk

langsung diminum. Perusahan juga kurang mampu memelihara sarana produksi

dan perpipaan yang telah disediakan dengan dana proyek (APBD/APBN)

sehingga kualitas pelayanan semakin menurun. Demikian pula dalam penyaluran

air bersih menghadapi kebocoran (teknis dan keuangan). Dalam penentuan tarif

layak tidak diawali dengan efisiensi manajemen intern. Disamping itu, penentuan

tarif tidak bersifat independen karena perlu persetujuan DPRD yang kadang-

kadang mengandung unsur politis. Oleh karena itu, sebagian besar PDAM masih

merugi sehingga perlu subsidi dari pemerintah daerah masing-masing

(Sadyohutomo, 2008).

Menurut Anwar (1992 diacu dalam Kusuma, 2006), permasalahan

sumberdaya air sering diperhadapkan pada sumberdaya yang bersifat terbuka

(open acces) pada beberapa wilayah. Keadaan demikian akan menimbulkan gejala

eksternalitas yang meluas, dimana ada pihak yang menanggung manfaat atau

biaya dari proses penggunaan sumberdaya oleh pemiliknya. Oleh karena itu,

Page 20: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

29

eksternalitas dapat menimbulkan perbedaan manfaat dan biaya yang dinilai oleh

pihak swasta (private) dengan manfaat atau biaya yang dinilai oleh masyarakat

(social).

Air merupakan sumberdaya alam pokok dan penting dalam pembangunan

wilayah. Hal ini mengingat bahwa sumberdaya air berkaitan dengan kondisi sosial

ekonomi dan sumberdaya lingkungan. Perkembangan jumlah penduduk yang

tidak diimbangi dengan pembangunan infrastruktur wilayah secara ekonomi dapat

mempengaruhi peningkatan kebutuhan air sehingga berdampak krisis dalam

pembangunan wilayah.

Infrastruktur Jaringan Listrik

Sistem jaringan listrik memiliki berbagai fasilitas yang berfungsi sebagai

sarana sistem, kapasitas sistem dan tingkat pelayanan sistem. Untuk itu,

interkoneksi antara berbagai sarana sistem tersebut mampu memberikan jaminan

tingkat layanan sistem (Rachmawati, 2011). Infrastruktur jaringan listrik terdiri

dari 3 (tiga) komponen utama, meliputi pembangkit, penyaluran (transmisi), dan

disitribusi (gardu) (Gambar 5).

Gambar 5. Komponen Utama dalam Penyaluran Listrik

Sumber : Anonim (2012)

Pembangkit listrik adalah bagian dari alat industri yang dipakai untuk

memproduksi dan membangkitkan tenaga listrik dari berbagai sumber tenaga.

Pembangkit listrik umumnya dapat berupa Pembangkit Listrik Tenaga Air

(PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pembangkit Listrik Tenaga

Page 21: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

30

Diesel (PLTD), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik

Tenaga Nuklir (PLTN). Pembangkit merupakan sumber daya listrik dimana

hampir semua kota memilikinya.

Saluran listrik dari sumber pembangkit tenaga listrik sampai transformator

terakhir, sering disebut juga sebagai saluran transmisi. Sementara saluran

distribusi atau saluran primer merupakan saluran listrik dari transformator terakhir

sampai pada konsumen terakhir. Ada 2 (dua) macam saluran transmisi/distribusi

PLN yaitu saluran udara (overhead lines) dan saluran kabel bawah tanah

(underground cable). Kedua cara penyaluran tersebut masing-masing mempunyai

keuntungan dan kerugian. Dari segi estetika, saluran bawah tanah lebih disukai

dan juga tidak mudah terganggu oleh cuaca buruk misalnya hujan, petir, angin,

dan sebagainya, namun saluran bawah tanah jauh lebih mahal dibanding saluran

udara, tetapi saluran bawah tanah tidak cocok untuk daerah rawan banjir karena

bila terjadi gangguan akan sangat berbahaya.

Sistem tenaga listrik yang paling terakhir untuk disalurkan pada pelanggan

adalah sistem distribusi (Prihastomo, 2008 diacu dalam Rachmawati, 2011).

Sistem distribusi terdiri atas jaringan yang diisi dari sebuah Gardu Induk (GI).

Jaringan distribusi GI beroperasi secara tepisah, karena pada umumnya tidak

dihubungkan secara listrik dengan jaringan distribusi lain. Sistem distribusi

terbagi menjadi Jaringan Tegangan Menengah (JTM) dan Jaringan Tegangan

Rendah (JTR). JTM dan JTR beroperasi secara radial. Untuk sistem jaringan baru,

jaringan distribusi langsung diisi oleh pusat listrik, karena bebannya relatif

rendah sehingga tidak diperlukan sistem transmisi (penyaluran).

Sebelum krisis ekonomi melanda Indonesia, sistem kelistrikan tumbuh

dengan baik, karena pembangunan infrastruktur tersebut telah mampu

mengimbangi kebutuhan tenaga listrik yang mencapai pertumbuhan rata-rata 13%

per tahun. Dalam kurun waktu 1969-1993, kapasitas pembangkit tenaga listrik

nasional meningkat signifikan dari 542 MW menjadi 13.569 MW. Investasi dalam

pembangunan fasilitas ketenagaan dengan kapasitas sebesar 7.996 MW, jaringan

transmisi sepanjang 6.350 km, gardu induk dengan kapasitas 16.816 MVA, serta

berbagai jaringan tegangan listrik lainnya (Kadin, 2006 diacu dalam Pamungkas,

2009).

Page 22: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

31

Meskipun mengalami perkembangan, namun listrik di Indonesia dirasakan

masih jauh dari mencukupi. Akses terhadap listrik masih sulit, diperkirakan

sekitar 90 juta penduduk, 90% diantaranya adalah masyarakat miskin tidak

mendapat akses listrik. Selain itu, biaya sambungan di daerah pedesaan 33% lebih

mahal dari pada di perkotaan. Kondisi demikian mengakibatkan tingkat

pemasangan listrik di Indonesia masuk dalam kategori rendah se-Asia

(Pamungkas, 2009).

Saat ini Indonesia mengalami kekurangan pasokan listrik. Sejak tahun

1997 hingga 2004, kelistrikan relatif tidak ada penambahan kapasitas baik pada

sistem Jamali (Jawa-Madura-Bali) maupun sistem di luar Jamali. Disatu sisi

permintaan terhadap listrik terus meningkat, sedangkan investasi pada bidang ini

baik melingkupi padat modal maupun teknologi tinggi, memerlukan persiapan dan

konstruksi yang lama. Untuk itu penambahan kapasitas listrik nasional menjadi

terhambat terutama pasca krisis ekonomi di tahun 1997.

Dalam hubungannya dengan peningkatan output, beberapa penelitian

menjelaskan bahwa pembangunan infrastruktur listrik memberikan kontribusi

dalam perekonomian suatu bangsa. Hasil penelitian Lee dan Anas (2005 diacu

dalam Bulohlabna, 2008), menyimpulkan bahwa kekurangan kapasitas listrik

menjadi hambatan terbesar pada perkembangan perusahaan yang berujung pada

kondisi perekonomian wilayah setempat.

Infrastruktur Sistem Drainase

Drainase dapat didefinisikan sebagai “prasarana yang berfungsi

mengalirkan air permukaan ke badan air dan atau ke bangunan resapan buatan,

sementara drainase permukiman adalah drainase di wilayah permukiman yang

berfungsi mengendalikan kelebihan air permukaan, sehingga tidak mengganggu

masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi kegiatan kehidupan manusia”

(Soma, 2011b).

Fungsi saluran drainase perkotaan meliputi :

a. Mengeringkan bagian wilayah kota yang permukaan lahannya rendah dari

genangan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif berupa kerusakan

infrastruktur kota dan harta benda milik masyarakat.

Page 23: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

32

b. Mengalirkan kelebihan air permukaan ke badan air terdekat secepatnya agar

tidak membanjiri/menggenangi kota.

c. Mengendalikan sebagian air permukaan akibat hujan yang dapat dimanfaatkan

untuk persediaan air dan kehidupan akuatik.

d. Meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian air tanah.

Saluran drainase merupakan prasarana yang melekat dengan lingkungan

permukiman, yang gunanya untuk menjaga agar lingkungan tidak tergenang oleh

air hujan. Sistem drainase kota sering juga disebut sistem tulang daun, yaitu terdiri

dari saluran utama (sungai atau kanal) sebagai saluran induk pembawa air hujan

ke laut, saluran pengumpul (kolektor) dan saluran lokal.

Saluran utama terdiri dari sungai-sungai yang melewati kota, dan apabila

tidak ada sungai atau jumlahnya tidak mencukupi, maka harus dibuat kanal buatan

(yang biasanya hampir menyamai sungai) untuk membawa air hujan ke laut.

Saluran utama berfungsi melayani hampir seluruh bagian wilayah kota sehingga

kekurangan pada saluran ini akan berdampak sangat luas dari bagian wilayah kota

tersebut (Sinulingga, 1999).

Selanjutnya saluran pengumpul (colector drain) membawa air menuju

sungai (saluran utama), biasanya terdiri dari anak sungai atau saluran buatan

terbuka maupun tertutup. Saluran pengumpul tersebut melayani lingkungan

permukiman dan diameter salurannya tergantung pada jumlah kapasitas daya

tampung debit air hujan. Berdasarkan luasan kota, maka saluran pengumpul

dibagi menjadi dua macam, yaitu saluran pengumpul besar (saluran primer) yang

langsung menuju sungai dan saluran pengumpul kecil (saluran sekunder) yang

mengalirkan airnya menuju saluran pengumpul besar.

Saluran yang melayani lingkungan permukiman pada tiap-tiap persil ialah

saluran lokal yang dapat berbentuk terbuka ataupun tertutup. Untuk kawasan

perdagangan, disarankan untuk membuat saluran yang bersifat tertutup agar tidak

mengganggu pergerakan manusia yang cukup sibuk. Untuk merencanakan

dimensi masing-masing sistem saluran, diperlukan debit rencana banjir yang akan

terjadi, yang ditentukan oleh besarnya curah hujan, karakteristik daerah aliran

Page 24: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

33

(topografi) dan koefisien aliran permukaan. Gambar 6 menunjukkan sistem

drainase di kawasan perkotaan.

Gambar 6. Sistem Drainase Perkotaan

Sumber : Soma (2011b)

Pada masa Orde Baru, yang ditandai dengan berlakunya Rencana

Pembangunan Lima Tahun I-II (Repelita I-II) pada tahun 1696–1979, maka

dibentuk Direktorat Teknik Penyehatan di Departemen PU. Penanganan drainase

pada masa tersebut, banyak difokuskan kepada bantuan teknis ke Pemerintah

Daerah antara lain penyiapan Outline Plan dan detail desain drainase. Bentuk

bantuan fisik difokuskan ke arah rehabilitasi saluran yang sifatnya darurat.

Selanjutnya pada Repelita III-IV mulai dilakukan penanganan drainase

yang cukup komprehensif melalui program-program P3KT (Program

Pembangunan Prasarana Kota Terpadu), sehingga dihasilkan keterpaduan

program dengan sektor-sektor lain terutama jalan kota, air limbah dan

persampahan. Namun ketika terjadi krisis moneter pada masa Repelita VI (1994–

1998) yang menekan keuangan pemerintah, kondisi fisik sarana dan prasarana

drainase sangat memprihatinkan terutama berkurangnya perhatian terhadap

pemeliharaan rutin berkala.

Seiring dengan makin langkanya air baku yang dibutuhkan untuk air

minum, paradigma baru penanganan drainase adalah mengendalikan kelebihan air

permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk persediaan air baku dan kehidupan

Page 25: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

34

akuatik dengan meresapkan air permukaan tersebut ke dalam tanah (konservasi

air). Pergesaran paradigma baru tersebut diberlakukan sejak Repelita V tahun

1989, dimana perencanaan drainase sebagai prasarana perkotaan didasarkan pada

konsep pembangunan berwawasan lingkungan (berkelanjutan). Pemanfaatan air

hujan dimaksudkan agar air lebih banyak meresap kedalam tanah (maximazing

percolation) dan tidak banyak terbuang sebagai aliran permukaan (minimazing

run-off), melalui bangunan resapan, kolam tandon, serta penataan lansekap dan

sengkedan (Soma, 2011b).

Penanganan drainase saat ini menunjukkan kinerja yang masih rendah

dibandingkan dengan sub program PLP (Penyehatan Lingkungan Permukiman)

lainnya misalnya persampahan dan air limbah. Selama Pelita VI, kinerja

penanganan drainase hanya mercapai 43.016 ha atau 49% luas genangan dari

sasaran sebanyak 89.485 ha. Saat ini, hanya 43% dari rumah tangga yang

mempunyai akses ke saluran drainase, sisanya 57% tidak mempunyai saluran

drainase, atau sistem drainase yang ada dalam keadaan tergenang atau alirannya

lambat dengan kapasitas aliran yang kurang memadai. Masalah sampah dan

kurangnya pemeliharaan saluran juga memperparah keadaan yang ada serta

mempercepat kerusakan saluran (Anonim, 2007).

Evaluasi ekonomi yang dilakukan Asian Development Bank (ADB) di

Indonesia tahun 1999, memperkirakan bahwa biaya sosial yang harus ditanggung

dari kondisi kesehatan lingkungan yang buruk di Indonesia melebihi 2,4% dari

GDP per tahun (Anonim, 2007). Kesehatan lingkungan yang buruk menyebabkan

biaya ekonomi yang lebih tinggi melalui perawatan kesehatan atau kehilangan

produktivitas kerja. Dampak sosial lainnya yang muncul adalah tingginya angka

kematian bayi dan pengaruh kehidupan keluarga karena hambatan kegiatan

pendidikan.

Persampahan

Menurut Tchobanoglous (1977 diacu dalam Soma, 2010), sampah

didefinisikan sebagai semua jenis bahan buangan baik yang berasal dari manusia

ataupun binatang yang biasanya berbentuk padat karena dianggap tidak berharga,

tidak bernilai dan tidak diinginkan lagi. Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM)

Page 26: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

35

Universitas Indonesia (1989 diacu dalam Nalarsih, 2007) mengemukakan bahwa

pada prinsipnya yang digunakan mengenai batasan pengertian sampah adalah :

1. Adanya sesuatu bahan atau benda padat.

2. Adanya hubungan langsung atau tidak langsung dengan kegiatan manusia.

3. Bahan atau benda yang sudah tidak disenangi.

4. Bahan atau benda yang dibuang dengan menggunakan cara-cara umum.

Menurut Ditjen Cipta Karya (1991), sampah diklasifikasi menjadi 12 jenis,

seperti yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi Sampah menurut Ditjen Cipta Karya

No Sampah Contohnya

1.

2.

3.

4.

5. 6.

7.

8.

9. 10.

11.

12.

Basah (garbage)

Kering (rubbish)

Debu

Berbahaya

Bulky Waste Jalanan

Binatang Mati

Bangunan

Industri Khusus

Kandang/rumah potong

hewan Lumpur

Sisa makanan dan sayuran

a. Sampah mudah terbakar; kayu, plastik, kain.

b. Sampah tidak mudah terbakar; logam, kaca,

keramik Debu (asbes, kapur, semen) dan abu

a. Patogen; dari rumah sakit atau klinik

b. Beracun; sisa pestisida c. Radioaktif; nuklir

d. Mudah meledak; petasan dll.

Mobil rusak, kulkas rusak, pohon tumbang. Daun, kertas pembungkus dll.

Bangkai kucing, ayam, dll.

Potongan kayu, genteng, bata, sisa adukan.

Berasal dari kegiatan industri. Surat rahasia negara, rahasia patent dari pabrik.

Sisa tulang, kulit, daging, kotoran hewan

Lumpur selokan, septictank dll.

Sumber : PU-Ditjen Cipta Karya (1991)

Pengelolaan sampah di Indonesia menuai kendala dan tantangan semenjak

zaman orde baru hingga saat ini. Sejak diluncurkan Rencana Pembangunan Lima

Tahun Pertama (Repelita I) di tahun 1969, sistem sanitasi mulai diperhatikan

seperti persampahan dan air limbah. Puncak keberhasilan pembangunan subsektor

persampahan berdasarkan The World Bank Report (1992 diacu dalam Soma,

2010) terjadi menjelang tahun 1990, yakni dengan peningkatan cakupan rata-rata

pelayanan persampahan di perkotaan yang meningkat mencapai lebih dari 50%

dibanding pada Repelita I yakni hanya 15%.

Page 27: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

36

Pencapaian layanan persampahan yang digalakkan oleh pemerintah pusat

maupun daerah diperhadapkan pada berbagai tantangan berat, khususnya ketika

Repelita terhenti yang ditandai dengan jatuhnya pemerintahan Orde Baru pada

tahun 1997. Data BPS (2000) dan Studi National Action Plan Bidang

Persampahan oleh Departemen PU (2004), menunjukkan bahwa tingkat pelayanan

persampahan kota menurun cukup tajam hingga mencapai angka 41% pada tahun

1997 (Soma, 2010). Sistem pengelolaannya menjadi permasalahan di kota besar,

berdasarkan data BPS tahun 2000, sebanyak 384 kota di Indonesia menimbulkan

sampah sebesar 80.235,87 ton/hari, sampah yang diangkut ke TPA sebesar 4,2%,

dibakar sebesar 37,6%, dibuang ke sungai 4,9% dan tidak tertangani sebesar

53,3% (Rachmawati, 2011).

Penurunan cakupan pelayanan persampahan pasca Orde Baru tersebut

didasarkan atas adanya kendala (Zulkifli, 2005 diacu dalam Soma, 2010) sebagai

berikut :

1. Tingginya pertumbuhan penduduk perkotaan yang tidak sebanding dengan

kuantitas dan kualitas pelayanan persampahan.

2. Minimnya dukungan keuangan negara yang diperkirakan hanya mampu

membiayai kurang dari 20% kebutuhan infrastruktur perkotaan (Departemen

Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002)

3. Ketidaksesuaian penempatan sumberdaya manusia dalam melaksanakan

tugasnya berdasarkan kompetensi yang dimiliki.

4. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang standar kebersihan dan kesehatan

serta kurangnya pengetahuan masyarakat akan mahalnya pembiayaan

penanganan persampahan.

5. Pengelolaan sampah perkotaan di Indonesia belum direncanakan dengan

konsep optimasi pengaturan ruang pelayanan secara spasial.

Tingkat pelayanan pengelolaan sampah meliputi kuantitas dan kualitas

pelayanan. Tingkat pelayanan terdiri dari 3 (tiga) aspek yaitu strategi pelayanan,

frekuensi pelayanan dan kriteria penentuan kualitas pengelolaan pelayanan.

Page 28: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

37

1. Strategi pelayanan

Strategi pelayanan adalah mendahulukan pencapaian keseimbangan pelayanan

dilihat dari segi kepentingan sanitasi dan ekonomi, serta kuantitas pelayanan

maupun kualitas pelayanan.

2. Frekuensi pelayanan

Berdasarkan hasil penentuan skala prioritas daerah pelayanan di atas maka

frekuensi pelayanan dibagi dalan beberapa kondisi sebagai berikut :

a. Wilayah dengan pelayanan intensif yaitu wilayah pusat kota, jalan protokol,

taman/hutan kota, kawasan pemukiman tidak teratur dan perdagangan

termasuk pasar.

b. Wilayah dengan pelayanan menengah yaitu wilayah pemukiman teratur,

komplek pendidikan, perkantoran, komplek kesehatan dan industri.

c. Wilayah dengan pelayanan rendah yaitu wilayah pinggir kota.

3. Kriteria penentuan kualitas pengelolaan pelayanan.

Kriteria untuk menentukan pengelolaan pelayanan adalah sebagai berikut :

a. Penggunaan jenis peralatan

b. Sampah yang terisolasi dari lingkungan

c. Frekuensi pelayanan

d. Frekuensi penyapuan jalan

e. Estetika

f. Tipe kota

g. Variasi daerah pelayanan

h. Pendapatan dari retribusi sampah

i. Timbulan sampah musiman

Menurut Rahmadi (1995 diacu dalam Yudiyanto, 2007), teknik

operasional pengelolaan sampah dipengaruhi oleh karakteristik wilayah

pelayanan, besarnya timbulan sampah, keserasian pola operasi antara subsistem

penanganan sampah serta kondisi sosial ekonomi masyarakat. Teknik operasional

pengelolaan sampah perkotaan berdasarkan acuan SNI-19-2454-2002, terdiri dari

kegiatan pewadahan hingga pembuangan akhir sampah harus bersifat terpadu

Page 29: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

38

dengan melakukan pemilahan sejak dari sumbernya. Pada Gambar 7 disajikan

skema teknik operasional pengelolaan persampahan perkotaan.

Gambar 7. Teknik Operasional Sampah Perkotaan

Infrastruktur Sosial dan Ekonomi

Infrastruktur sosial dan ekonomi yang dimaksud ialah prasarana dalam

menunjang aktivitas sosial ekonomi masyarakat. Prasarana sosial dapat meliputi

prasarana kesehatan, pendidikan, peribadatan, maupun kebudayaan dan rekreasi.

Sementara untuk infrastruktur ekonomi dapat melingkupi prasarana niaga dan

perdagangan. Standar kebutuhan pelayanan infrastruktur sosial ekonomi dapat

diacu berdasarkan SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan

Perumahan di Perkotaan.

Prasarana Kesehatan

Prasarana kesehatan berfungsi memberikan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat, memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat

peningkatan derajat kesehatan masyarakat sekaligus untuk mengendalikan

pertumbuhan penduduk. Penyediaan prasarana kesehatan didasarkan pada jumlah

penduduk yang akan dilayani.

Jenis prasarana kesehatan yang dibutuhkan berdasarkan SNI 03-1733-

2004 adalah sebagai berikut :

Timbulan

Sampah

Pemilahan, Pewadahan dan

Pengolahan di Sumber

Pengumpulan

Pemindahan Pemilahan dan

Pengolahan

Pengangkutan

Pembuangan Akhir

Page 30: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

39

a. Posyandu yang berfungsi memberikan pelayanan kesehatan untuk anak-anak

usia balita;

b. Balai pengobatan warga yang berfungsi memberikan pelayanan kepada

penduduk dalam bidang kesehatan dengan titik berat terletak pada

penyembuhan (curative) tanpa perawatan, dan berobat pada waktu-waktu

tertentu juga untuk vaksinasi;

c. Balai kesejahteraan ibu dan anak (BKIA/Klinik Bersalin), yang berfungsi

melayani ibu baik sebelum, pada saat dan sesudah melahirkan serta melayani

anak usia sampai dengan 6 tahun;

d. Puskesmas dan balai pengobatan, yang berfungsi melayani kesehatan tingkat

pertama yang memberikan pelayanan kepada penduduk dalam penyembuhan

penyakit, selain melaksanakan program pemeliharaan kesehatan dan

pencegahan penyakit di wilayah kerjanya;

e. Puskesmas pembantu dan balai pengobatan, yang berfungsi sebagai unit

pelayanan kesehatan sederhana yang memberikan pelayanan kesehatan terbatas

dan membantu pelaksanaan kegiatan puskesmas dalam lingkup wilayah yang

lebih kecil;

f. Tempat praktek dokter, merupakan salah satu prasarana yang memberikan

pelayanan kesehatan secara individual dan lebih dititikberatkan pada usaha

penyembuhan tanpa perawatan; dan

g. Apotek, berfungsi untuk melayani penduduk dalam pengadaan obat-obatan,

baik untuk penyembuhan maupun pencegahan.

Pelayanan kesehatan melalui rumah sakit dan puskesmas serta pelayanan

kesehatan lainnya diharapkan dapat meningkatkan mutu kesehatan yang

menjangkau seluruh masyarakat untuk mewujudkan pembangunan kesehatan

yang merata. Pengembangan prasarana kesehatan, baik secara kuantitas maupun

kualitas, akan mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang

merupakan faktor input pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan

(Wahyuni, 2009).

Page 31: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

40

Prasarana Pendidikan

Dasar penyediaan prasarana pendidikan adalah untuk melayani setiap unit

administrasi pemerintahan baik yang informal (RT, RW) maupun yang formal

(Kelurahan, Kecamatan), dengan mempertimbangkan usia anak sekolah yang

akan dilayani. Selain itu dasar penyediaan prasarana pendidikan ini juga

mempertimbangkan pendekatan desain keruangan unit-unit atau kelompok

lingkungan yang ada. Hal ini tentunya dapat terkait dengan bentuk grup

bangunan/blok yang nantinya terbentuk sesuai konteks lingkungannya.

Penempatan penyediaan fasilitas ini akan mempertimbangkan jangkauan radius

area layanan terkait dengan kebutuhan dasar prasarana yang harus dipenuhi untuk

melayani pada area tertentu.

Perencanaan prasarana pendidikan harus didasarkan pada tujuan

pendidikan yang akan dicapai, dimana prasarana pendidikan dan pembelajaran ini

akan menyediakan ruang belajar harus memungkinkan siswa untuk dapat

mengembangkan pengetahuan, keterampilan, serta sikap secara optimal. Oleh

karena itu dalam merencanakan prasarana pendidikan harus memperhatikan:

a. Berapa jumlah anak yang memerlukan fasilitas ini pada area perencanaan;

b. Optimasi daya tampung dengan satu shift;

c. Efisiensi dan efektifitas kemungkinan pemakaian ruang belajar secara terpadu;

d. Pemakaian sarana dan prasarana pendukung;

e. Keserasian dan keselarasan dengan konteks setempat terutama dengan berbagai

jenis sarana lingkungan lainnya.

Prasarana Niaga dan Perdagangan

Prasarana niaga dan perdagangan tidak selalu berdiri sendiri dan terpisah

dengan bangunan prasarana yang lain. Dasar penyediaan selain berdasarkan

jumlah penduduk yang akan dilayaninya, juga mempertimbangkan pendekatan

desain keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada. Hal ini terkait

dengan bentukan grup bangunan/blok yang nantinya terbentuk sesuai konteks

lingkungannya. Sementara untuk penempatan penyediaan fasilitas ini akan

mempertimbangkan jangkauan radius area layanan terkait dengan kebutuhan dasar

prasarana tersebut yang harus dipenuhi untuk melayani pada area tertentu.

Page 32: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

41

Menurut skala pelayanan, penggolongan jenis prasarana niaga dan

perdagangan adalah:

a. Toko/warung (skala pelayanan unit RT ≈ 250 penduduk), yang menjual

barang-barang kebutuhan sehari-hari;

b. Pertokoan (skala pelayanan 6.000 penduduk), yang menjual barang-barang

kebutuhan sehari-hari yang lebih lengkap dan pelayanan jasa seperti wartel,

fotocopy, dan sebagainya;

c. Pusat pertokoan atau pasar lingkungan (skala pelayanan unit kelurahan ≈

30.000 penduduk), yang menjual keperluan sehari-hari termasuk sayur, daging,

ikan, buah-buahan, beras, tepung, bahan-bahan pakaian, barang-barang

kelontong, alat-alat pendidikan, alat-alat rumah tangga, serta pelayanan jasa

seperti warnet, wartel dan sebagainya;

d. Pusat perbelanjaan dan niaga (skala pelayanan unit kecamatan ≈ 120.000

penduduk), yang selain menjual kebutuhan sehari-hari, pakaian, barang

kelontong, elektronik, juga untuk pelayanan jasa perbengkelan, reparasi, unit-

unit produksi yang tidak menimbulkan polusi, tempat hiburan serta kegiatan

niaga lainnya seperti kantor-kantor, bank, industri kecil dan lain-lain.

Infrastruktur Hijau

Kota ramah lingkungan (eco-city) merupakan dasar pemikiran yang

mengacu pada prinsip-prinsip pengembangan kota yang seimbang dan

berkelanjutan. Misi utama eco-city untuk membangun kota-kota yang ekologis

dan seimbang dengan alam. Konsep tersebut menuntut adanya penataan ruang dan

perencanaan pembangunan infrastruktur yang mendukung keseimbangan dengan

alam dalam prinsip pembangunan berkelanjutan (Roseland, 1997). Dalam Ecocity

World Summit 2008 yang berlangsung di San Francisco, konsep kota ramah

lingkungan (eco-city) dirumuskan sebagai solusi atas pemanasan global,

urbanisasi dan semakin langkanya sumberdaya yang akan terjadi di masa

mendatang.

Konsep kota ramah lingkungan di negara-negara maju telah dikenal

dengan penataan infrastruktur berbasis lingkungan yang sehat atau disebut juga

dengan istilah infrastruktur hijau (green infrastructure). Konsep pembangunan

Page 33: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

42

infrastruktur hijau mulai menjadi tren di negara-negara maju pada abad 21 ini,

dimana perencanaan konservasi menjadi salah satu tujuan utama pembangunan.

Di Indonesia, konsep tersebut saat ini diimplementasikan dengan mengelola

kawasan terbuka hijau (Herwirawan, 2009).

Ruang Terbuka Hijau (RTH) berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun

2007, adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya

lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah

maupun sengaja ditanam. Jadi RTH dapat didefinisikan sebagai ruang-ruang

terbuka (open space) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman,

dan vegetasi guna mendukung manfaat langsung atau tidak langsung yang

dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut, diantaranya faktor kenyamanan,

keamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan.

Tujuan pembangunan RTH sebagai infrastruktur hijau di wilayah

perkotaan adalah meningkatkan kualitas lingkungan hidup perkotaan dan

menciptakan kota yang sehat, layak huni dan berkelanjutan. Sementara untuk

fungsi RTH meliputi konservasi tanah dan air, ameliorasi iklim, pengendali

pencemaran, konservasi habitat satwa dan plasma nutfah, sarana kesehatan dan

olahraga, sarana rekreasi dan wisata, sarana pendidikan dan penyuluhan, area

evakuasi bencana, pengendali tata ruang kota dan estetika kota (Joga dan Ismaun,

2011).

Kondisi RTH di kota-kota Indonesia belum dapat mencapai standar

minimum dalam penyediaannya yaitu sebesar 30% dari total luas wilayah kota.

RTH rata-rata di hampir kawasan perkotaan, baik dalam kategori kota

megapolitan ataupun kota kecil hanya 12,69%. Kota Jakarta sebagai kota

megapolitan dan pusat ibukota negara, hanya mampu menyediakan RTH 9,8%

(2011) yang masih jauh dari angka idealnya. Sementara di kota-kota besar lainnya

misalnya Yogyakarta hanya memiliki RTH 17,17%, Semarang 16,64%, Medan

15,89%, Makassar 11,23%, Bandung 10,58%, dan kota Surabaya yang memiliki

luasan RTH paling sedikit yaitu 9% (KemenPU, 2011 diacu dalam Joga, 2011).

Namun sebenarnya konsep green infrastructure memiliki arti yang lebih

luas dibandingkan dengan ruang terbuka hijau. Secara keseluruhan, infrastruktur

hijau adalah sistem jaringan holistik ekologis, yang terdiri dari satu set vegetasi

Page 34: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

43

alami, danau dan daerah lain dengan nilai ekologis yang dikenal atau potensial

(yaitu hub) dan kemudian dihubungkan oleh koridor atau link (Chang et al.,

2012). Sebuah jaringan keseluruhan infrastruktur hijau dapat digunakan untuk

menginformasikan keputusan konservasi yang berhubungan dengan penggunaan

lahan, jika dua bagian utama dari hub dan link yang secara proaktif diidentifikasi,

direncanakan dan dikelola sebelum pengembangan terutama di kota, dimana

pertumbuhan kota telah mengubah bahkan mengurangi kualitas dan kuantitas

ruang hijau secara luas.

Menurut Benedict dan McMahon (2002) infrastruktur hijau merupakan

hubungan interkoneksi dari ruang terbuka yang melindungi fungsi dan nila-nilai

ekosistem alam dan memberikan keuntungan bagi makhluk hidup. Jadi

infrastruktur hijau merupakan kerangka dasar ekologi yang dibutuhkan untuk

keberlanjutan sistem lingkungan, sosial dan ekonomi, atau dapat dikatakan

sebagai sistem kehidupan alami yang berkelanjutan.

Green infrastructure terdiri dari tiga sistem utama yaitu hubs, link dan site.

Hubs merupakan jangkar dari jaringan infrastruktur hijau dan menyediakan

komponen ekosistem alam. Hubs terdiri dari berbagai bentuk dan ukuran seperti

daerah perlindungan, hutan lindung, taman nasional, dan sebagainya. Links disisi

lain merupakan komponen yang menghubungkan antar hubs tersebut. Links dapat

berupa jalan air (flood plain), sungai, kawasan sabuk hijau (green belt) maupun

jaringan jalan. Green infrastructure juga dibekali dengan sites yang lebih kecil

dari hubs dan dapat terhubung ataupun tidak dengan hubs namun menjadi bagian

penting dalam jaringan infrastruktur hijau. Site pada kenyataannya dapat berupa

taman ataupun ruang terbuka hijau baik yang berada di komunitas permukiman

maupun kawasan rekreasi atau tempat wisata alam. Jaringan infrastruktur hijau

disajikan pada Gambar 8.

Page 35: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

44

Gambar 8. Jaringan Infrastruktur Hijau

Sumber : Anonim (2010)

Kota-kota di Indonesia kini tengah mengalami degradasi lingkungan

menuju bunuh diri ekologis, akibat pembangunan kota yang lebih menekankan

dimensi ekonomi dari pada dimensi ekologis. Lingkungan alami dikonversi

menjadi lingkungan binaan tanpa mempertimbangkan aspek ekologis.

Pembangunan struktur fisik kota tumbuh lebih cepat dibadingkan dengan

pengembangan struktur alami kota yang kian mengalami kemunduran. Struktur

alami sebagai tulang punggung RTH harus dilihat sebagai aset, potensi dan

investasi kota jangka panjang yang memiliki nilai ekologis, sosial, ekonomi,

edukatif, evakuasi dan estetis. Bencana ekologis yang marak terjadi dewasa ini

seperti banjir, longsor, krisis air tanah, peningkatan suhu di wilayah perkotaan,

pemanasan bumi, serta perubahan iklim, pada umumnya disebabkan oleh dampak

pembangunan kota yang kurang mempertimbangkan aspek ekologis (Joga dan

Ismaun, 2011).

Kecenderungan perencanaan wilayah dengan menggunakan pendekatan

green infrastructure menurut Manuwoto (2011), didasarkan pada beberapa hal,

diantaranya adalah masalah fragmentasi lansekap dan pertumbuhan wilayah

kumuh, masalah sumberdaya air, perlindungan terhadap spesies langka, kesehatan

masyarakat, meningkatnya nilai jual hunian dan permukiman di kawasan sekitar

kawasan hijau, revitalisasi kawasan perkotaan yang menekankan kawasan alami

di dalam kota, smart growth policies, serta upaya pembangunan yang didasarkan

Page 36: TINJAUAN PUSTAKA Urbanisasi dan Pertumbuhan Kota · meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat desa, dan tata cara serta adat istiadat ... pertama berkaitan dengan peran urbanisasi

45

pada sustainability baik sosial, ekonomi maupun lingkungan. Perkembangan

infrastruktur hijau dapat menjadi solusi dari kompleksitas pembangunan ekonomi

yang semakin maju yang menuntut adanya pertumbuhan ekonomi yang

berkelanjutan (Suhono, 2008).

Prinsip green infrastructure menurut Benedict dan McMahon (2002 diacu

dalam Manuwoto, 2011) yang dijadikan sebagai tolok ukur untuk

menggabungkan pendekatan infrastruktur hijau menjadi penggunaan lahan,

rencana pembangunan ekonomi dan kebijakan adalah sebagai berikut:

1. Infrastruktur hijau harus berfungsi sebagai kerangka kerja untuk konservasi

dan pembangunan.

2. Desain dan rencana infrastruktur hijau sebelum pembangunan.

3. Linkage menjadi kunci antara wilayah ekologis maupun antara berbagai

lembaga

4. Infrastruktur hijau berfungsi di seluruh wilayah hukum dan pada skala yang

berbeda.

5. Infrastruktur hijau didasarkan pada ilmu yang tepat dan teori perencanaan

penggunaan lahan dan prakteknya.

6. Infrastruktur hijau adalah investasi publik yang sangat penting.

7. Infrastruktur hijau melibatkan mitra kunci serta melibatkan pemangku

kepentingan (stakeholders) yang beragam.

Undang-Undang No. 26 tahun 2007 telah diamanatkan tentang proporsi

luas RTH minimal 30% dari luas wilayah kota yang terdiri atas RTH Publik 20%

(dikelola oleh pemerintah daerah) dan RTH privat 10% (dimiliki masyarakat dan

swasta). Luas RTH minimal 30% bertujuan untuk menyeimbangkan ekosistem

kota, baik sistem hidrologi, klimatologi untuk menjamin udara bersih, maupun

sistem ekologis lainnya, termasuk menjaga keanekaragaman hayati dan

meningkatkan estetika kota. Undang-undang tersebut telah mengakomodasi

pembangunan kota yang tetap mempertimbangkan fungsi kelestarian lingkungan

(ekologis) atau pembangunan kota berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.