tinjauan pustaka sejarah dan kebijakan penyuluhan … · sejarah dan kebijakan penyuluhan pertanian...

26
TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan Pertanian Istilah penyuluhan pertama kali dipublikasikan oleh James Stuart (1867-1868) dari Trinity College (Cambrigde) pada saat memberikan ceramah kepada perkumpulan wanita dan pekerja pria di Inggris Utara. Pada Tahun 1873 Secara resmi sistem penyuluhan diterapkan di Cambridge, kemudian diikuti Universitas London (1876) dan Universitas Oxfor (1878) dan menjelang tahun 1880 gerakan penyuluhan mulai melebarkan sayapnya ke luar kampus (van den Ban & Hawkins, 1999). Di Indonesia kegiatan penyuluhan pertanian mulai dikembangkan sejak tahun 1905 bersamaan dengan dibukanya Departemen Pertanian (Department van Landbouw) oleh pemerintah Hindia Belanda, institusi yang bentuk tersebut antara lain memiliki tugas melakukan kegiatan penyuluhan pertanian, sedang pelaksanaannya dilakukan oleh pejabat Pangreh Praja (PP). Pada tahun 1910 dibentuk Dinas Penyuluhan Pertanian (Landbouw Voorlichting Dienst), tetapi baru benar-benar berperan sebagai lembaga penyuluhan pertanian yang mandiri sejak diubah menjadi Dinas Pertanian Propinsi terlepas dari PP pada tahun 1918 (Mardikanto, 1993). Di masa kemerdekaan, kegiatan penyuluhan telah dimulai dengan dibentuknya Balai Pendidikan Masyarakat Desa (BPMD) kemudian dilanjutkan dengan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) dengan metode Latihan dan Kunjungan (Mardikanto, 2009). Penyuluh sebagai ujung tombak pembangunan pertanian di era Bimas telah memberikan kontribusi yang nyata dalam meningkatkan produksi pertanian khususnya produksi padi, sehingga pada tahun 1984 pemerintah Republik Indonesia memperoleh penghargaan dari FAO sebagai Negara yang berhasil mencapai swasembada beras (Suprapto, 2009). Memasuki dasawarsa 1990-an semakin dirasakan menurunnya peran penyuluhan pertanian di Indonesia yang dikelola pemerintah (Departemen Pertanian). Hal ini terjadi karena selain terjadi perubahan struktur organisasi penyuluhan, juga semakin banyak pihak-pihak yang melakukan penyuluhan pertanian (perguruan tinggi, swasta, LSM dll) serta semakin beragamnya sumber-sumber informasi/inovasi yang mudah diakses oleh petani. Pada tahun 1995 terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan pertanian melalui SKB Mendagri-Mentan tentang pembentukan Balai Informasi

Upload: phamdang

Post on 17-Mar-2019

243 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan … · Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan Pertanian ... Pada tahun 1995 terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan ... baik

TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan Pertanian

Istilah penyuluhan pertama kali dipublikasikan oleh James Stuart (1867-1868)

dari Trinity College (Cambrigde) pada saat memberikan ceramah kepada

perkumpulan wanita dan pekerja pria di Inggris Utara. Pada Tahun 1873 Secara resmi

sistem penyuluhan diterapkan di Cambridge, kemudian diikuti Universitas London

(1876) dan Universitas Oxfor (1878) dan menjelang tahun 1880 gerakan penyuluhan

mulai melebarkan sayapnya ke luar kampus (van den Ban & Hawkins, 1999).

Di Indonesia kegiatan penyuluhan pertanian mulai dikembangkan sejak tahun

1905 bersamaan dengan dibukanya Departemen Pertanian (Department van

Landbouw) oleh pemerintah Hindia Belanda, institusi yang bentuk tersebut antara lain

memiliki tugas melakukan kegiatan penyuluhan pertanian, sedang pelaksanaannya

dilakukan oleh pejabat Pangreh Praja (PP). Pada tahun 1910 dibentuk Dinas

Penyuluhan Pertanian (Landbouw Voorlichting Dienst), tetapi baru benar-benar

berperan sebagai lembaga penyuluhan pertanian yang mandiri sejak diubah menjadi

Dinas Pertanian Propinsi terlepas dari PP pada tahun 1918 (Mardikanto, 1993).

Di masa kemerdekaan, kegiatan penyuluhan telah dimulai dengan

dibentuknya Balai Pendidikan Masyarakat Desa (BPMD) kemudian dilanjutkan

dengan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) dengan metode Latihan dan Kunjungan

(Mardikanto, 2009). Penyuluh sebagai ujung tombak pembangunan pertanian di era

Bimas telah memberikan kontribusi yang nyata dalam meningkatkan produksi

pertanian khususnya produksi padi, sehingga pada tahun 1984 pemerintah Republik

Indonesia memperoleh penghargaan dari FAO sebagai Negara yang berhasil

mencapai swasembada beras (Suprapto, 2009).

Memasuki dasawarsa 1990-an semakin dirasakan menurunnya peran

penyuluhan pertanian di Indonesia yang dikelola pemerintah (Departemen

Pertanian). Hal ini terjadi karena selain terjadi perubahan struktur organisasi

penyuluhan, juga semakin banyak pihak-pihak yang melakukan penyuluhan pertanian

(perguruan tinggi, swasta, LSM dll) serta semakin beragamnya sumber-sumber

informasi/inovasi yang mudah diakses oleh petani.

Pada tahun 1995 terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan

pertanian melalui SKB Mendagri-Mentan tentang pembentukan Balai Informasi

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan … · Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan Pertanian ... Pada tahun 1995 terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan ... baik

8

Penyuluhan Pertanian (BIPP) di setiap Kabupaten. Namun demikian, kinerja

kelembagaan ini pun banyak menuai kritik karena dianggap kurang berkoordinasi

dengan dinas-dinas teknis terkait Mardikanto (2009). Kondisi seperti ini semakin

diperburuk dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah, dimana peran penyuluh pertanian dalam mendukung program

pembangunan pertanian mengalami penurunan yang sangat drastis (Suprapto, 2009).

Mencermati kondisi seperti ini, pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang

Revitalisasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) yang

dicanangkan pada Tanggal 15 Juni 2005 di Purwakarta oleh Presiden Republik

Indonesia, hingga pada tahun 2006 berhasil disahkannya Undang-undang Nomor 16

Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan sebagai

landasan kebijakan, program, kelembagaan, ketenagaan, penyelenggaraan,

pembiayaan, dan pengawasan penyuluhan pertanian (Warya, 2008).

Padmowihardjo (2001) berpendapat bahwa penyuluhan pertanian sebagai

metode pendidikan orang dewasa (andragogi) terdapat falsafah untuk membuat saling

“asah-asih-asuh” dalam suatu interaksi warga belajar, penyuluh sebagai fasilitator dan

motivator yang mampu mendorong petani untuk mandiri dan berswadaya. Penyuluh

dan sasaran mengembangkan hubungan saling timbal balik dan membantu dalam

kegiatan penyuluhan. Penyuluhan Pertanian adalah suatu usaha pendidikan non

formal untuk keluarga-keluarga yang bergerak di bidang pertanian, yang cara, bahan

dan sarananya disesuaikan dengan keadaan, kebutuhan dan kepentingan, baik dari

sasaran, waktu maupun keadaan sehingga kemampuan mereka untuk beradaptasi

terhadap perubahan yang dapat meningkatkan kesejahteraannya dapat dipercepat

(Sumardjo, 1999).

Dalam konteks komunikasi dan inovasi, penyuluhan menurut Leeuwis (2004)

adalah serangkaian intervensi komunikatif yang ditanamkan, yang diartikan antara

lain untuk membangun dan/atau mendorong inovasi yang seharusnya membantu

menyelesaikan situasi problematis (biasanya multi-aktor). Sumardjo (1999)

mengatakan bahwa penyuluhan merupakan suatu intervensi komunikasi yang

diselenggarakan oleh suatu lembaga untuk menimbulkan (induce) perubahan kualitas

perilaku secara sukarela (voluntare change) bagi kesejahteraan masyarakat.

Menurut Margono Slamet (Sumardjo, 1999) bahwa, seorang penyuluh harus

menghayati dan berpegang pada falsafah dasar penyuluhan yaitu : (1) penyuluhan

adalah proses pendidikan, (2) penyuluhan adalah proses demokrasi, dan (3)

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan … · Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan Pertanian ... Pada tahun 1995 terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan ... baik

9

penyuluhan adalah proses kontinyu. Dalam hal ini terkandung makna filosofi yaitu

membantu orang agar orang tersebut mampu menolong dirinya sendiri melalui

pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraannya (help people to help

themselves through education means to improve their level of living). Oleh Karena

itu penyuluhan pertanian sebagai upaya membantu masyarakat agar mereka dapat

membantu dirinya dan meningkatkan harkatnya sebagai manusia (Warya, 2008).

Nasution (2004) menyatakan, penyuluhan pertanian adalah usaha membantu

petani agar senantiasa meningkatkan efisiensi usaha tani. Dalam pengertian

“membantu” masyarakat agar dapat membantu dirinya tersebut terkandung pokok-

pokok pikiran sebagai berikut; (1) penyuluhan pertanian harus mengacu pada

kebutuhan sasaran yang akan dibantu, dan bukannya sasaran harus menuruti

keinginan penyuluh pertanian, (2) penyuluhan pertanian mengarah kepada terciptanya

kemandirian, bukan membuat sasaran semakin menggantungkan diri kepada penyuluh

pertanian, (3) penyuluhan pertanian harus mengacu kepada perbaikan kualitas hidup

dan kesejahteraan sasaran, dan bukan lebih mengutamakan target-target fisik yang

sering kali tidak banyak manfaatnya bagi perbaikan kualitas hidup sasarannya.

Penyuluhan sebagai proses pendidikan, demokrasi dan kontinyu menurut

Sumardjo (1999) memiliki makna bahwa, (1) penyuluh harus dapat membawa

perubahan manusia dalam aspek-aspek perilaku, baik kognitif, afektif maupun

psikomotoriknya, (2) penyuluh harus mampu mengembangkan suasana bebas, untuk

mengembangkan kemampuan masyarakat dalam hal berfikir, berdiskusi,

menyelesaikan masalahnya, merencanakan dan bertindak bersama-sama dibawah

bimbingan orang-orang diantara mereka, sehingga berlaku penyelesaian dari mereka,

oleh mereka dan untuk mereka, dan (3) penyuluhan harus dimulai dari keadaan petani

kearah tujuan yang mereka kehendaki, berdasarkan kebutuhan-kebutuhan dan

kepentingan yang senantiasa berkembang, yang dirasakan oleh sasaran penyuluhan.

Sumardjo (1999), bahwa kebijakan sistem penyuluhan yang dominan dengan

kepentingan pusat, ternyata berdampak kurang efektif dalam pemberdayaan

masyarakat. Sebaliknya, fakta menunjukkan bahwa sistem penyuluhan yang

partisipatif dan adanya konvergensi kepentingan masyarakat dan pemerintah ternyata

berdampak memberdayakan. Banyak praktek-praktek penyuluhan yang menyimpang

dari filosofi penyuluhan (secara non partisipatif). Akibatnya penyuluhan tidak

berfungsi memberdayakan bahkan sebaliknya cenderung memperdaya masyarakat.

Praktek penyuluhan yang menyimpang tersebut disebabkan karena penyuluhan

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan … · Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan Pertanian ... Pada tahun 1995 terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan ... baik

10

dilaksanakan oleh orang-orang yang sebenarnya kurang memiliki kompetensi

profesional penyuluh (Sumardjo, 2010).

Margono Slamet (Mardikanto, 1993), bahwa pentingnya kebijakan

desentralisasi penyuluhan pertanian adalah untuk menggantikan sistem penyuluhan

yang bersifat regulatif sentralistis ke arah sistem penyuluhan yang fasilitatif

partisipatif. Selanjutnya menurut Margono Slamet (2001), bahwa penyelenggaraan

penyuluhan pertanian perlu lebih profesional, yang antara lain memerlukan reorientasi

: (1) dari pendekatan instansi ke pengembangan kualitas kinerja individu penyuluh;

(2) dari pendekatan top down ke bottom up; (3) dari hierarkhi kerja vertikal ke

horizontal; (4) dari pendekatan instruktif ke partisipatif dan dialogis; dan (5) dari

sistem kerja linier ke sistem kerja jaringan.

Penyuluh Pertanian

Berdasarkan Undang undang Nomor 16 Tahun 2006, penyuluh pertanian,

penyuluh perikanan, atau penyuluh kehutanan, baik penyuluh PNS, swasta maupun

swadaya yang selanjutnya disebut penyuluh adalah perorangan warga Negara

Indonesia yang melakukan kegiatan penyuluhan. Sedangkan Penyuluh pertanian

sebagaimana disebutkan dalam Surat Keputusan Bersama Mendagri-Mentan Nomor :

54 Tahun 1996 dan Nomor : 301/Kpts/LP.120/4/96 Tentang Pedoman

Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian, bahwa Penyuluh Pertanian adalah Pegawai

Negeri Sipil yang diberi tugas melakukan kegiatan penyuluhan pertanian secara

penuh oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi lingkup pertanian.

Berkaitan dengan penyuluhan sebagai pendidikan non-formal di bidang

pertanian, penyuluh pertanian tidak lain sebagai aparatur pertanian yang berfungsi

sebagai pendidik non formal pada masyarakat petani-nelayan/pedesaan. Menurut

Abbas (1999) bahwa penyuluh pertanian dapat menampilkan dirinya sebagai

penasehat, komunikator dan motivator dalam rangka proses alih ilmu dan teknologi,

pembinaan ketrampilan serta pembentukan sikap yang sesuai dengan nilai-nilai dasar

dan kebutuhan dinamik yang membangun.

Peranan dari penyuluh pertanian sebagai fasilitator, motivator dan sebagai

pendukung gerak usaha petani merupakan titik sentral dalam memberikan penyuluhan

kepada petani – nelayan akan pentingnya berusaha tani dengan memperhatikan

kelestarian dari sumber daya alam. Kesalahan dalam memberikan penyuluhan kepada

petani – nelayan akan menimbulkan dampak negatif dan merusak lingkungan.

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan … · Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan Pertanian ... Pada tahun 1995 terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan ... baik

11

Penyuluh sebagai motivator berperan mendorong petani mandiri melakukan

perubahan dengan menggunakan ide baru untuk memperbaiki taraf hidupnya.

Penyuluh adalah seorang professional garis depan yang berinisiatif melakukan

perubahan, membantu masyarakat sasaran melaksanakan aktivitas usahataninya,

memperkenalkan dan menyebarkan ide-ide baru, mendorong partisipasi dan

mendukung kepentingan masyarakat sasaran Martinez (Mardikanto, 2009).

Proses penyelenggaraan penyuluhan pertanian dapat berjalan dengan baik dan

benar apabila didukung dengan tenaga penyuluh yang profesional, kelembagaan

penyuluh yang handal, materi penyuluhan yang terus-menerus mengalir, sistem

penyelenggaraan penyuluhan yang benar serta metode penyuluhan yang tepat dan

manajemen penyuluhan yang polivalen (Warya, 2008).

Menurut Rogers dan Shoemaker (1971) bahwa, penyuluh berperan dalam

berbagai hal yakni: (1) mengembangkan kebutuhan untuk berubah, (2) membina

hubungan untuk perubahan, (3) mengidentifikasi dan menganalisa masalah, (4)

menumbuhkan rencana perubahan pada sasaran, (5) merencanakan rencana

perubahan, dan (6) menstabilkan perubahan sehingga sasaran mampu

mengembangkan dirinya.

Karakteristik Internal Penyuluh

Sumardjo (1999) membagi faktor internal seperti : tingkat kekosmopolitan,

pengalaman bekerja sebagai penyuluh, motivasi, persepsi, kesehatan dan karakteristik

sosial ekonomi. Samson (Rakhmat, 2001) mengemukakan bahwa karakteristik

individu merupakan sifat yang dimiliki seseorang yang berhubungan dengan aspek

kehidupan dan lingkungannya.

Padmowiharjo (2000) menyebutkan beberapa faktor kararakteristik individu

yang mempengaruhi proses belajar yaitu : umur, jenis kelamin, kesehatan, sikap

mental, kematangan mental, kematangan fisik, dan bakat. Spencer dan Spencer (1993)

mengatakan bahwa karakteristik individu yang dapat membentuk kompetensi dan

menciptakan kinerja yang baik adalah: (1) motif individu, (2) ciri-ciri fisik, (3) konsep

diri, (4) pengetahuan, dan (5) kemampuan teknis.

Rogers dan Shoemaker (1971) menegaskan bahwa sifat-sifat penting

(karakteristik personal) agen pembaharu yang berperan dalam adopsi inovasi adalah :

(1) kredibilitas, yang merujuk pada kompetensi, tingkat kepercayaan, dan

kedinamisan agen pembaharu yang dirasakan oleh masyarakat sasaran, (2) kedekatan

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan … · Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan Pertanian ... Pada tahun 1995 terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan ... baik

12

hubungan dan rasa memiliki antara agen pembaharu masyarakat sasaran, (3) sifat-sifat

pribadi yang dimiliki seperti kecerdasan, rasa empati, komitmen, tingkat perhatian

pada petani, kemampuan komunikasi, keyakinan dan orientasinya pada pembangunan.

Klausmeier dan Goodwin (Huda, 2010) menyatakan bahwa umur merupakan

salah satu faktor utama yang mempengaruhi efisiensi belajar, karena akan

berpengaruh terhadap minatnya pada macam pekerjaan tertentu sehingga umur

seseorang juga akan berpengaruh terhadap motivasinya untuk belajar. de Cecco

(Mardikanto, 1993) mengatakan bahwa umur akan berpengaruh kepada tingkat

kematangan seseorang (baik kematangan fisik maupun emosional) yang sangat

menentukan kesiapannya untuk belajar. Selaras dengan hal tersebut, Vacca dan

Walker (Mardikanto, 2009) mengemukakan bahwa sesuai dengan bertambahnya

umur, seseorang akan menumpuk pengalaman-pengalamannya yang merupakan

semberdaya yang sangat berguna bagi kesiapannya untuk belajar lebih lanjut.

Masa kerja berkaitan erat dengan pengalaman kerja. Pengalaman adalah segala

sesuatu yang muncul dalam riwayat hidup seseorang. Pengalaman seseorang

menentukan perkembangan keterampilan, kemampuan, dan kompetensi. Pengalaman

seseorang bertambah seiring dengan bertambahnya usia. Pengalaman seseorang dapat

diukur secara kuantitatif berdasarkan jumlah tahun seseorang bekerja dalam bidang

yang dijalani (Bandura, 1986).

Menurut Padmowihardjo (1994) pengalaman adalah suatu kepemilikian

pengetahuan yang dialami seseorang dalam kurun waktu yang tidak ditentukan.

Pengaturan pengalaman yang dimiliki seseorang sebagai hasil belajar selama

hidupnya dapat digambarkan dalam otak manusia. Seseorang akan berusaha

menghubungkan hal yang dipelajari dengan pengalaman yang dimiliki dalam proses

belajar. Pengalaman kerja merupakan penentu yang lebih besar terhadap perilaku

seseorang. Gagne (1967) mengatakan bahwa, pengalaman adalah akumulasi dari

proses belajar yang dialami seseorang, kemudian menjadi pertimbangan-

pertimbangan baginya dalam menerima ide-ide baru.

Pengalaman kerja menyediakan tidak hanya pengetahuan tetapi juga kegiatan

praktek langsung dalam bidangnya. Padmowihardjo (1994) menambahkan bahwa

pengalaman baik yang menyenangkan maupun yang mengecewakan, akan

berpengaruh pada proses belajar seseorang. Seseorang yang pernah mengalami

keberhasilan dalam proses belajar, maka dia akan memiliki perasaan optimis akan

keberhasilan dimasa mendatang. Sebaliknya seseorang yang pernah mengalami

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan … · Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan Pertanian ... Pada tahun 1995 terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan ... baik

13

pengalaman yang mengecewakan, maka dia telah memiliki perasaan pesimis untuk

dapat berhasil.

Secara sederhana mengatakan bahwa, hakekat pendidikan adalah untuk

meningkatkan kemampuan manusia agar dapat mempertahankan bahkan memperbaiki

mutu keberadaannya agar menjadi semakin baik. Gilley dan Eggland (1989)

menjelaskan bahwa, konsep behavioristik dari kinerja manusia dan konsep pendidikan

menjadi dasar bagi pengembangan sumberdaya manusia. Orientasi ini menekankan

pada pentingnya pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan produktivitas dan

efisiensi organisasi.

Margono Slamet, 1992 (Bahua, 2010), bahwa semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang, semakin tinggi pula pengetahuan, sikap dan ketrampilan,

efisien bekerja dan semakin banyak tahu cara-cara dan teknik bekerja yang lebih baik

dan lebih menguntungkan. Sejalan dengan pendapat tersebut, Bahua (2010)

menyatakan bahwa pendidikan formal yang diikuti penyuluh dapat mempengaruhi

kinerja penyuluh, karena dengan pendidikan formal seorang penyuluh dapat

meningkatkan kinerjanya sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

Pelatihan menurut American Society for Tranning and Development

sebagaimana dikutip oleh Mugniesyah (2005) menyatakan bahwa pelatihan dan

pengembangan merupakan aspek integral dalam area sumberdaya manusia. Hickerson

dan Middleton (1975) mendefenisikan pelatihan adalah suatu proses belajar,

tujuannya untuk mengubah kompetensi kerja seseorang sehingga berprestasi lebih

baik dalam melaksanakan pekerjaannya. Menurut Padmowihardjo (2004), pendidikan

dan latihan (diklat) adalah proses belajar yang dirancang untuk mengubah kompetensi

kerja seseorang sehingga dia dapat berprestasi lebih baik dalam jabatannya.

Pelatihan dilaksanakan sebagai usaha untuk memperlancar proses belajar

seseorang, sehingga bertambah kompetensinya melalui peningkatan pengetahuan,

ketrampilan dan sikapnya dalam bidang tertentu guna menunjang pelaksanaan

tugasnya (Bahua, 2010). Selanjutnya Padmowihardjo (2004) menyatakan bahwa ada

tiga kondisi yang memungkinkan seseorang memerlukan pelatihan yakni; (1) bila

seseorang tidak dapat mengerjakan pekerjaan atau tugas sehari-hari, baik seluruhnya

maupun sebagian, (2) bila seseorang mendapat tambahan tugas baru yang sebagian

atau sama sekali asing baginya, dan (3) bila seseorang ditempatkan dalam jabatan

yang baru yang memerlukan pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang baru.

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan … · Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan Pertanian ... Pada tahun 1995 terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan ... baik

14

Motivasi adalah dorongan atau kekuatan yang menyebabkan seseorang

berperilaku tertentu, yang ada kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan, keinginan,

ataupun minat. Padmowihardjo (1994) motivasi merupakan usaha yang dilakukan

manusia untuk menimbulkan dorongan berbuat atau melakukan tindakan. Bandura

(1986) menjelaskan bahwa motivasi belajar merupakan gabungan antara pendekatan

behavioral yang menekankan pada outcomes dari perilaku (motivasi ekstrinsik)

dengan pendekatan kognitif yang melihat dampak belajar pada keyakinan seseorang

(motivasi intrinsik).

Motivasi internal, yaitu komitmen tinggi dan tanggungjawab terhadap

pekerjaan, adalah merupakan faktor pendorong utama bagi penyuluh untuk tetap

memiliki komitmen dalam mencari informasi untuk menyelesaikan berbagai masalah

peternak (Hubeis, 2008). Motivasi kognitif dalam mencari informasi merupakan unsur

penting yang memotivasi penyuluh untuk selalu memperbaiki kinerjanya (Suryantini,

2003),

Menurut Woolfolk, 1993 ( Huda, 2010 ) seseorang akan terus bekerja sampai

tujuannya tercapai. Jika sumber motivasi tersebut tidak ada, maka motivasi untuk

bekerja mencapai tujuan tersebut tidak akan ada. Dengan demikian, motivasi terkait

dengan kebutuhan atau harapan untuk mencapai tujuan tertentu. Secara umum,

motivasi diartikan sebagai hal-hal yang mendasari kenapa seorang penyuluh pertanian

mau melakukan atau berprofesi sebagai seorang penyuluh pertanian.

Setiap individu cenderung melakukan sesuatu karena dilatarbelakangi oleh

tingkat motivasinya. Tingkat motivasi sangat dipengaruhi oleh motif yang

berlandaskan pada sejauhmana kebutuhannya dapat terpenuhi. Jadi seorang penyuluh

pertanian yang mempunyai motivasi yang tinggi akan berdampak pada kinerja yang

tinggi pula dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan oleh lembaga atau

organisasinya. Kenaikan pangkat sering terhambat dan pola karir yang tidak jelas

dapat mengurangi motivasi dan kinerja para penyuluh pertanian untuk bekerja lebih

baik dan seringkali menyebabkan frustasi (Margono Slamet, 2010).

Persepsi adalah proses yang berkaitan dengan petunjuk inderawi dan

pengalaman masa lampau yang relevan untuk memberi gambaran terstruktur dan

bermakna pada suatu situasi tertentu. Sangadji (2010) mengatakan bahwa setiap orang

memiliki perbedaan dalam hal kebutuhan, motif dan minat sehingga persepsi tentang

sesuatupun berbeda menurut kebutuhan, motif, minat dan latar belakang masing-

masing. Oleh karena itu, diperlukan pengertian dan pemahaman yang jelas tentang

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan … · Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan Pertanian ... Pada tahun 1995 terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan ... baik

15

persepsi seseorang terhadap obyek yang dipersepsikannya. Hasil penelitian Hubeis

(2008) mengemukakan bahwa, antara pekerjaan dan produktivitas kerja penyuluh

bernilai positif. Artinya semakin tinggi sikap positif dan komitmen penyuluh terhadap

pekerjaan maka produktivitas kerjanya pun akan semakin tinggi.

Leeuwis (2004) mengemukakan bahwa persepsi dan pengetahuan sangat

terkait dengan konsep informasi. Persepsi memberitahu seseorang tentang pernyataan

tertentu, yang merupakan informasi. Berkaitan dengan persepsi sorang penyuluh

terhadap tugasnya, bahwa penyuluh yang memiliki pengetahuan dan pemahaman

tentang tugas serta manfaat yang diperoleh dari tugas tersebut, maka mereka akan

melaksanakan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya.

Peran media massa seperti surat kabar, majalah, radio, televisi dan internet

sangat penting dalam meyampaikan informasi kepada masyarakat. Media tersebut

selain untuk sumber informasi, juga untuk menyampaikan gagasan, pendapat dan

perasaan kepada orang lain (van den Ban dan Hawkins, 1999). Dengan media

pertukaran interpersonal lebih langsung untuk sinkronisasi diantara pihak-pihak yang

berkomunikasi dapat terjadi, yakni media dimana pengirim dan penerima dapat

dengan mudah berubah peran (Leeuwis, 2004).

Dalam pelaksanaan pembangunan pedesaan sangat diperlukan berbagai

sumberdaya, termasuk media massa. Media masa diperlukan karena dapat

menimbulkan suasana yang kondusif bagi pembangunan dan dapat memotivasi

masyarakat serta menggerakan warga masyarakat desa untuk berpartisipasi dalam

pembangunan (Amri Jahi, 2008). Padmowihardjo (1994) hubungan interpersonal

merupakan kebutuhan setiap individu, karena pada dasarnya manusia memiliki

naluriah untuk berkelompok dengan manusia lainnya. Melalui interaksi dengan

individu lain seseorang akan dapat berkembang untuk menunjukan eksistensi dirinya.

Margono Slamet (2010) mengatakan bahwa, dalam kegiatan penyuluhan,

seorang penyuluh harus mengadakan hubungan dengan orang lain sehingga tercipta

komunikasi yang baik, dimana komunikasi yang baik adalah komunikasi yang dapat

menimbulkan hubungan timbal balik (feedback). Menurutnya beberapa kemampuan

yang harus dimiliki seseorang dalam membangun hubungan dengan orang lain yakni;

(1) kemampuan berinteraksi, (2) kapasitas untuk percaya pada orang lain, (3)

bersahabat, (4) demokratis atau menghargai pendapat orang lain, (5) modern/terbuka

untuk hal-hal yang baru, (6) tidak berprasangka, (7) bertoleransi.

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan … · Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan Pertanian ... Pada tahun 1995 terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan ... baik

16

Pengertian kelompok menurut Johnson & Johnson (Margono Slamet dan

Sumardjo, 2010) bahwa sebuah kelompok adalah dua individu atau lebih yang

berinteraksi tatap muka (face to face interaction), yang masing-masing menyadari

keanggotaannya dalam kelompok, masing-masing menyadari keberadaan orang lain

yang juga anggota kelompok, dan masing-masing menyadari saling ketergantungan

secara positif dalam mencapai tujuan bersama.

Kelompok tani, menurut Departemen Pertanian (1980) sebagaimana dikutip

oleh Mardikanto (1993) diartikan sebagai kumpulan orang-orang tani atau petani,

yang terdiri atas petani dewasa (pria/wanita) maupun petani taruna (pemuda/i), yang

terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan

kebutuhan bersama serta berada di lingkungan pengaruh dan pimpinan seorang

Kontak tani.

Menurut Margono Slamet (2001) bahwa salah salah satu kelemahan

penyelenggaraan penyuluhan yang muncul pada periode 1986-1991 jumlah kelompok

binaan penyuluh yang semula sekitar 16 kelompok dengan luas wilayah kerja

penyuluh meliputi tiga sampai empat Desa. Karena jangkauan geografis dan

sosiologisnya makin luas, maka jumlah kelompok menjadi menurun sekitar 5 - 8

kelompok saja yang dapat "dibina" secara relatif intensif oleh penyuluh pertanian

lapangan (PPL). Artinya tingkat kinerja penyuluh pertanian dikatakan baik apabila

penyuluh tersebut mampu membina lima sampai delapan kelompok tani dalam satu

wilayah kerja.

Berdasarkan pada berbagai pendapat dan teori tentang karakteristik internal

tersebut, maka dapat disintesakan/ disimpulkan bahwa karakteristik internal penyuluh

merupakan sifat-sifat yang dimiliki seorang penyuluh pertanian yang berhubungan

dengan aspek kehidupan dan lingkungannya, dengan faktor-faktor karakteristik

meliputi; umur, masa kerja, pendidikan formal, pelatihan, Motivasi, persepsi terhadap

tugas, pemanfaatan media, hubungan interpersonal, dan jumlah kelompok yang

dibina.

Karakteristik Eksternal Penyuluh

Sumardjo (1999) mengatakan selain faktor internal, faktor eksternal juga

mempengaruhi kesiapan penyuluh dalam mendukung pertanian yang berkelanjutan.

Menurutnya, faktor eksternal tersebut meliputi; dukungan kelembagaan penyuluhan,

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan … · Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan Pertanian ... Pada tahun 1995 terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan ... baik

17

sistem nilai, sarana informasi/inovasi terjangkau, potensi lahan dan dukungan

lembaga pelayanan.

Banyak pengamat dan penyuluh pertanian berpendapat, bahwa pada periode

1991-1996 terjadi stagnasi atau kemunduran penyelenggaraan penyuluhan pertannian,

bahkan sebagian mengatakan sebagai kehancuran penyuluhan pertanian (Margono

Slamet, 2001). Menurutnya bahwa administrasi kepegawaian pada masa ini dikelola

secara terpisah oleh masing-masing subsektor, yang menyebabkan perbedaan

perlakuan sesama penyuluh dalam karirnya.

Sistem manajemen organisasi yang mendukung karyawan seperti adanya

administrasi yang baik dan rapi, tunjangan finansial yang mendukung, sistem reward

yang jelas, promosi jabatan, sistem penggajian yang adil, serta sistem pendidikan dan

pelatihan yang terus berkesinambungan akan menimbulkan profesionalisme yang

tinggi bagi seorang karyawan dalam mengoptimalkan kinerjanya (Wibowo, 2007).

Miles, 1975 (http://h0404055.wordpress.com), menegaskan bahwa dari aspek

organisasi, permasalahan menajemen yang dihadapi penyuluh adalah adanya

perubahan kebijakan mengenai penyelenggaraan penyuluhan, sistem pembinaan dan

profesionalisme penyuluh melalui butir tugas pokok dengan angka kreditnya,

restrukturisasi kelembagaan, fasilitas kerja maupun dana operasional.

Salah satu faktor penting yang mempengaruhi tingkat kinerja seorang

penyuluh adalah sejauh mana kegiatan penyuluhan yang dijalankannya ditunjang

dengan ketersediaan sarana/prasarana yang memadai. Margono Slamet, (2001)

berpendapat bahwa melemahnya kemampuan penyuluh selain disebabkan oleh faktor

pengkotakan dalam kelembagaan penyuluhan, juga disebabkan oleh kurangnya

fasilitas penyuluh untuk menjangkau petani. Sedangkan Mardikanto (2009)

mengemukakan bahwa upaya-upaya perubahan usaha tani yang disampaikan oleh

penyuluh kepada petani sangat bergantung pada ketersediaan sarana produksi dan

peralatan (baru) dalam bentuk jumlah, mutu dan waktu yang tepat. Jika sarana ini

tersedia, maka keberhasilan penyuluh akan tercapai.

van den Ban dan Hawkins (1999) berpendapat bahwa ketidaktersedianya

sarana penunjang untuk kegiatan penyuluhan menimbulkan masalah bagi seorang

penyuluh yang kehilangan kepercayaan dari petani karena dianggap tidak mampu

menyediakan sarana yang mereka butuhkan. Persoalan keterbatasan fasilitas kerja

menurut Sherren, 2005 (Hubeis, 2008) merupakan salah satu faktor yang

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan … · Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan Pertanian ... Pada tahun 1995 terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan ... baik

18

mempengaruhi etos kerja seorang pekerja. Penyuluh sebagai pekerja lapangan

memang seharusnya memerlukan bantuan fasilitas kerja yang memadai.

Untuk meningkatkan kinerja penyuluh pertanian di lapangan (Suprapto, 2009)

perlu dukungan dan partisipasi aktif dari pemerintah daerah dan pemangku

kepentingan lainnya khususnya dalam pembiayaan, sarana dan prasarana. Dengan

ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai, maka keberadaan dan peran aktif

penyuluh akan semakin terlihat di lapangan.

Penyuluh pertanian akan siap melaksanakan apa yang diperintahkan pimpinan,

namun mereka juga mengharapkan pemimpin dapat membantu mempromosikannya.

van den Ban dan Hawkins (1999), mengemukakan bahwa penting memberikan

penghargaan kepada penyuluh yang berhasil melakukan tugasnya dengan baik, karena

seorang penyuluh yang melihat rekannya memperoleh promosi karena berhasil

melaksanakan tugas akan cenderung untuk melakukan hal yang sama.

Sistem manajemen organisasi yang mendukung karyawan seperti adanya

administrasi yang baik dan rapi, tunjangan finansial yang mendukung, sistem reward

yang jelas, promosi jabatan, sistem penggajian yang adil, serta sistem pendidikan dan

pelatihan yang terus berkesinambungan akan menimbulkan profesionalisme yang

tinggi bagi seorang karyawan dalam mengoptimalkan kinerjanya (Wibowo, 2007).

Lingkungan kerja yang aman, tertib dan terkendali memberi ketenteraman

bagi penyuluh pada saat bertugas, siang hari atau malam hari. Penyuluh pertanian

umumnya tidak mengenal waktu kerja, dan siap membantu kelompok binaan kapan

saja diperlukan, karena hal tersebut sangat berkaitan dengan minat mereka. Artinya

semakin tinggi minat penyuluh dalam bertugas dan diikuti dengan lingkungan kerja

yang aman dan tentram, maka produktivitas kerjanya juga semakin tinggi (Hubeis,

2008).

Unsur lingkungan yang mempengaruhi kinerja penyuluh adalah bagaimana

suasana kerja yang mempengaruhi diri seorang penyuluh pertanian dalam melakukan

pekerjaannya. Lingkungan organisasi (organisasi penyuluhan pertanian) dan wilayah

tempat penyuluh pertanian bekerja adalah dua aspek yang mempengaruhi kinerja

seorang penyuluh pertanian (Wibowo, 2007).

Lingkungan kerja yang memiliki gaya kepemimpinan yang partisipatif dan

demokratis juga sangat mempengaruhi kinerja staf/karyawan. van den Ban dan

Hawkins (1999) mengemukakan bahwa tingkat kinerja seorang penyuluh akan sangat

bergantung pada karakteristik pimpinan suatu organisasi penyuluhan. Gaya

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan … · Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan Pertanian ... Pada tahun 1995 terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan ... baik

19

kepemimpinan yang partisipatif akan mampu mendorong kinerja staf/penyuluh demi

tercapainya sasaran organisasi. Gaya kepemimpinan menurut Margono Slamet

(2010), adalah kepemimpinan yang tidak statis, tetapi fleksibel yang mengalir seperti

air yang mengikuti situasi permukaan. Gaya kepemimpinan yang diharapkan

penyuluh selama 30 tahun terakhir mempunyai kecenderungan yang kuat

berkembangnya gaya kepemimpinan yang lebih demokratis (van den Ban dan

Hawkins, 1999).

Wilayah kerja penyuluhan pertanian, pada umumnya tidak cukup memiliki

pelayanan sosial yang memadai. Karena itu, seringkali sulit untuk mengangkat

penyuluh-penyuluh yang andal yang mau ditugaskan di wilayah yang sulit untuk

jangka waktu yang lama. Konsekuensinya adalah, kita akan berhadapan dengan

sejumlah besar penyuluh dengan kualifikasi rendah, atau menggunakan sedikit

penyuluh yang andal (Mardikanto, 1993).

Tjitropranoto (2005) menjelaskan, bahwa kegiatan penyuluhan pertanian perlu

memperhitungkan perbedaan lingkungan sumberdaya alam dan iklim pada lokasi

petani tersebut berada. Kondisi lokasi tugas yang berbeda berpengaruh pada

efektivitas dan efisiensi kegiatan penyuluhan. Penyuluh yang bertugas di wilayah

dataran rendah dan sedang akan lebih mudah dan cepat melakukan pembinaan pada

petani, dibandingkan dengan yang bertugas di wilayah dataran tinggi. Dengan

demikian keterjangkauan daerah tempat bekerja akan berpengaruh pada kinerja

penyuluh pertanian.

Partisipasi sebagaimana dikemukakan oleh Bank Dunia (Leeuwis, 2004)

adalah suatu proses dimana pemangku kepentingan mempengaruhi dan berbagai

kontrol terhadap inisiatif pembangunan dan keputusan serta sumberdaya yang

mempengaruhi. Pengertian ini mengandung makna mempengaruhi dan berbagi

tentang inisiatif, keputusan dan sumberdaya. Margono Slamet, 1992; 2003 (Sumardjo,

2010) mengemukakan bahwa partisipasi rakyat dalam pembangunan bukanlah berarti

pengerahan tenaga rakyat secara sukarela, tetapi justru yang lebih penting adalah

tergeraknya kesadaran rakyat untuk mau memanfaatkan kesempatan-kesempatan

memperbaiki kualitas kehidupan diri, keluarga dan masyarakatnya.

Kinerja seorang penyuluh dikatakan baik apabila keberadaan dan kegiatan

atau program yang disampaikannya selalu mendapat dukungan dan partisipasi aktif

seluruh masyarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat Sumardjo (2010), bahwa apabila

rakyat telah mau bertindak kearah perbaikan kehidupan diri, keluarga dan

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan … · Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan Pertanian ... Pada tahun 1995 terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan ... baik

20

masyarakatnya barulah dapat dikatakan bahwa rakyat telah berpartisipasi dalam

pembangunan.

Karena kegiatan penyuluhan relatif masih dilakukan dan dibiayai oleh

pemerintah, maka kegiatan pembinaan dan pengawasan penyuluhan pertanian

sepenuhnya menjadi beban dan tanggung jawab pemerintah. Menurut Margono

Slamet (2010), kegiatan supervisi dan monitoring bukan berorientasi pada pemberian

sanksi/penghukuman, tetapi lebih pada kombinasi antara pengawasan dan pembinaan.

Menurut van den Ban dan Hawkins (1999) evaluasi merupakan alat

manajemen yang berorientasi pada tindakan dan proses. Hasil evaluasi sangat

dibutuhkan dalam memperbaiki kegiatan sekarang dan yang akan datang seperti

dalam perencanaan, program, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan program

untuk merancang kebijakan penyuluhan selanjutnya.

Hasil penelitian Jamal (http://blog-husni.blogspot.com/2010/07/), bahwa

tingkat kinerja penyuluh pertanian terendah di Provinsi Jambi adalah pada aspek

evaluasi dan pelaporan. Menurutnya bahwa lemahnya kegiatan perencanaan serta

evaluasi dan pelaporan penyuluhan tidak disebabkan oleh faktor penyuluh semata

tetapi juga berkaitan erat dengan lemahnya pembinaan dan supervisi terhadap kedua

kegiatan tersebut oleh atasan sebagai pejabat pembina.

Berdasarkan pada berbagai pendapat dan teori tentang karakteristik eksternal

tersebut, maka dapat disintesakan/ disimpulkan bahwa karakteristik eksternal

penyuluh merupakan faktor-faktor di luar diri seorang penyuluh yang dinilai

mempengaruhi produktivitas kerja, yang meliputi; dukungan administrasi, ketepatan

kebijakan organisasi, ketersediaan sarana dan prasarana, dukungan sistem

penghargaan, kondisi lingkungan kerja, keterjangkauan daerah tempat bekerja, tingkat

partisipasi aktif masyarakat, dan dukungan supervisi dan monitoring.

Kompetensi Penyuluh Pertanian

Spencer dan Spencer (1993) mendefenisikan kompetensi sebagai segala

bentuk motif, sikap, keterampilan, pengetahuan, perilaku atau karakteristik pribadi

lain yang penting untuk melaksanakan pekerjaan atau membedakan antara kinerja

rata-rata dengan kinerja superior. Selanjutnya Spencer dan Spencer menjelaskan

bahwa ada lima tipe kompetensi yaitu pengetahuan, keterampilan, konsep diri, sikap,

dan motif.

Page 15: TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan … · Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan Pertanian ... Pada tahun 1995 terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan ... baik

21

Kompetensi pengetahuan dan keterampilan tergolong lebih mudah

dikembangkan dibandingkan dengan konsep diri, sikap, dan motif yang tergolong

lebih tersembunyi dan merupakan pusat bagi personal seseorang. Mengacu pada

pendapat tersebut, Mulyasa (2002) menyebutkan bahwa kompetensi merupakan

perpaduan dari pengetahuan, sikap dan nilai, serta keterampilan yang direfleksikan

dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.

Menurut Spencer dan Spencer (1993) bahwa kompetensi merupakan

karakteristik mendasar seseorang, yang menentukan terhadap hasil kerja yang terbaik

dan efektif sesuai dengan kriteria yang ditentukan dalam suatu pekerjaan atau situasi

tertentu. Kompetensi menentukan perilaku dan kinerja (hasil kerja) seseorang dalam

situasi dan peran yang beragam. Dengan demikian, tingkat kompetensi seseorang

dapat digunakan untuk memprediksi bahwa seseorang akan mampu menyelesaikan

pekerjaannya dengan baik atau tidak.

Dalam bidang pendidikan, Mulyasa (2002) menyebutkan bahwa kompetensi

yang harus dikuasai oleh pelajar perlu dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai,

sebagai wujud hasil belajar pelajar yang mengacu pada pengalaman langsung. Dengan

demikian, dalam pembelajaran yang dirancang berdasarkan kompetensi, penilaian

tidak dilakukan berdasarkan pertimbangan yang bersifat subjektif.

Di bidang penyuluhan, kompetensi digunakan sebagai dasar perubahan

keorganisasian dan peningkatan kinerja. Sumardjo (2006) menyebutkan bahwa,

kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan yang dimiliki oleh seseorang

untuk melakukan suatu pekerjaan, yang didasari oleh pengetahuan, keterampilan, dan

sikap mental sesuai dengan unjuk kerja (kinerja) yang ditetapkan.

Puspadi (2002) menyimpulkan konsep kompetensi menurut Boyatzis (1982),

bahwa kompetensi kerja adalah segala sesuatu pada individu yang menyebabkan

kinerja yang prima. Sedangkan Gilley dan Eggland (1989) mengatakan kompetensi

sebagai kemampuan yang dimiliki seseorang, sehingga yang bersangkutan dapat

menyelesaikan perannya. Oleh karena penyuluhan adalah pembelajaran orang

dewasa, maka dalam konteks penyuluhan, dimensi kompetensi penyuluh dalam

penelitian ini mengacu kompetensi tugas/profesi penyuluh pertanian.

Berkaitan dengan pengembangan kapital manusia dalam konteks penyuluhan

menurut Sumardjo (2010), bahwa human kapital penyuluh setidaknya meliputi

kompetensi-kompetensi (1) personal, (2) sosial, (3) andragogik, dan (4) komunikasi

inovatif. Kompetensi personal adalah kesesuaian sifat bawaan dan kepribadian

Page 16: TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan … · Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan Pertanian ... Pada tahun 1995 terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan ... baik

22

penyuluh yang tercermin dalam kemampuan membawakan diri, kepemimpinan,

kesantunan, motif berprestasi, kepedulian, disiplin, terpercaya, tanggung jawab, dan

ciri kepribadian penyuluh lainnya. Kompetensi sosial menyangkut kemampuan

berinteraksi/berhubungan sosial, melayani, bermitra, bekerjasama dan bersinergi,

mengembangkan kesetiakawanan, kohesif dan mampu saling percaya mempercayai.

Kompetensi andragogik menyangkut kemampuan metodik dan teknik

pembelajaran/mengembangkan pengalaman belajar untuk mempengaruhi dan

merubah pengetahuan/wawasan, ketrampilan/tindakkan dan sikap (minat) sasaran

penyuluhan, mmembangkitkan kebutuhan belajar/berubah, menyadari tanggung

jawab dan kebutuhan sasaran penyuluhan. Sedangkan kompetensi komunikasi

inovasi menyangkut reaktualisasi diri, penguasaan teknologi informasi, kemampuan

berempati, kemampuan komunikasi partisipatif/konvergensi, menggali dan

mengembangkan pembaharuan, serta kewiraswastaan (enterpreneurship).

Kementrian Pertanian merinci kompetensi kerja penyuluh pertanian menjadi

tiga bagian yaitu; kompetensi umum, kompetensi inti dan kompetensi khusus. (1)

kompetensi umum adalah kompetensi yang berlaku untuk semua level penyuluh

pertanian, terdiri atas materi mengaktualisasikan nilai-nilai kehidupan,

mengorganisasikan pekerjaan, melakukan komunikasi dialogis, membangun jejaring

kerja dan mengorganisasikan masyarakat, (2) kompetensi inti, mencakup kompetensi

bagi Penyuluh level fasilitataor, supervisor dan advisor. Kompetensi yang diperlukan

bagi level fasilitator antara lain merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan

mengembangkan penyuluhan pertanian. Kompetensi inti yang diperlukan bagi

penyuluh pertanian advisor antara lain menyiapkan, melaksanakan, mengembangkan

dan mengevaluasi penyuluhan pertanian. Sedangkan bagi penyuluh pertanian advisor

kompetensi inti yang diperlukan adalah menyiapkan, melaksanakan, mengevaluasi

dan melaporkan penyuluhan pertanian serta mengembangkan penyuluhan pertanian,

(3) kompetensi khusus, mencakup kompetensi pilihan pada sub sistem agribisnis yang

dipilih. Pada penyuluh fasilitator harus memilih satu sub sistem agribisnis dan satu

unit kompetensi pada sub sistem agribisnis yang telah dipilih tersebut. Penyuluh

supervisor harus memilih 2 subsistem agribisnis dan 1 unit kompetensi pada

subsistem agribisnis tersebut. Sedangkan pada penyuluh advisor harus memilih 3

komoditas agribisnis dan satu unit kompetensi untuk setiap jenis agribisnis yang

dipilih tersebut.

Page 17: TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan … · Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan Pertanian ... Pada tahun 1995 terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan ... baik

23

Unsur-unsur yang penting dalam kompetensi merencanakan penyuluhan

meliputi kemampuan mengidentifikasi potensi wilayah dan agroekosistem,

kemampuan identifikasi kebutuhan petani, dan kemampuan menyusun rencana kerja

penyuluhan. Bagi seorang penyuluh pertanian, identifikasi potensi wilayah dan

agroekosistem tentang sebuah tempat dimana penyuluhan diadakan adalah sangat

penting dan mendasar karena berdasarkan data tentang potensi wilayah dan

agroekosistem itulah, penyuluh pertanian kemudian dapat menyusun materi

penyuluhannya dan metode yang akan digunakannya.

Potensi wilayah merupakan semua sumberdaya yang tersedia, yang dapat

digunakan untuk mengatasi masalah yang ada dalam upaya mencapai tujuan. Potensi

wilayah bisa berupa fisik seperti lahan dan sumber air, dan berupa non fisik seperti

minat dan pengetahuan petani. Dari data tentang potensi wilayah dan agroekosistem,

penyuluh akan menemukan berbagai hal tentang keadaan sumberdaya alam,

sumberdaya manusia, sarana dan prasarana yang tersedia atau tidak tersedia,

karakteristik budaya dan norma setempat, keadaan topografi tanah dan

penggunaannya, keadaan iklim dan curah hujan, dan sebagainya (Departemen

Pertanian, 2002)

Data tentang potensi wilayah dan agroekosistem ini bisa dikumpulkan oleh

seorang penyuluh pertanian baik berupa data primer yakni hasil pengamatan,

wawancara kepada pihak-pihak yang berkompeten, maupun hasil pengumpulan data

sekunder dari berbagai sumber seperti monografi desa, dokumendokumen tertulis dari

Kabupaten/kecamatan/Desa, Badan Pusat Statistik dan lainlain. Data potensi wilayah

dan agroekosistem yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis sebagai

masukan.

Mardikanto (2009), mengemukakan bahwa dalam pelaksanaan penyuluhan,

seorang penyuluh mutlak harus mengenal potensi wilayah kerja, karena dengan

mengenal dan memahami potensi wilayah akan dapat membantu penyuluh dalam

memahami : (1) keadaan masyarakat yang menjadi sasaran penyuluhan, (2) keadaan

lingkungan fisik dan sosial masyarakat sasaran, (3) masalah-masalah yang pernah,

sedang, dan akan dihadapi dalam melaksanakan penyuluhan, (4) kendala-kendala

yang akan dihadapi dalam melaksanakan penyuluhan, dan (5) faktor-faktor

pendukung dan pelancar kegiatan penyuluhan yang akan dilaksanakannya.

Dalam kaitannya dengan pemahaman potensi wilayah, Margono Slamet

(1978) mengemukakan bahwa penyuluh perlu lebih memusatkan kepada kebutuhan

Page 18: TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan … · Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan Pertanian ... Pada tahun 1995 terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan ... baik

24

pertanian dan petani setempat, ekosistem daerah kerja, ciri-ciri lahan dan iklim di

daerah setempat harus dikuasai serta informasi-informasi yang disediakan harus

sesuai dengan wilayah setempat. Dalam merencanakan kegiatan penyuluhan, seorang

penyuluh harus memperhatikan atau mengetahui kebutuhan petani agar program

penyuluhan yang diberikan sesuai. Untuk itu, penyuluh perlu melakukan identifikasi

terlebih dahulu tentang hal-hal apa saja yang dibutuhkan petani. Informasi yang

diperoleh kemudian dianalisis sehingga penyuluh dapat mengetahui dengan pasti

kebutuhan petani baik felt need maupun real need.

Selanjutnya, Margono Slamet (1978) menekankan bahwa kebutuhan atau

kepentingan petani harus selalu menjadi titik pusat perhatian penyuluhan pertanian.

Penyuluh harus lebih mendekatkan diri dengan petani. Penyuluh harus benar-benar

mampu mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan petani serta menuangkan dalam

program-program penyuluhan untuk dipecahkan melalui kerjasama sejati dengan

petani. Rencana kerja penyuluh pertanian adalah jadwal kegiatan yang disusun oleh

para penyuluh pertanian berdasarkan program penyuluhan pertanian setempat yang

mencantumkan hal-hal yang perlu disiapkan dalam berinteraksi dengan petani-

nelayan. Program/rencana kerja penyuluhan pertanian yang baik adalah

program/rencana kerja yang dibuat berdasarkan fakta, data, potensi wilayah yang

akurat dan benar.

Margono Slamet dan Asngari (Huda, 2010), bahwa sebelum menetapkan

rencana kerja penyuluhan, penyuluh sebaiknya mengkaji semua potensi dan

sumberdaya dengan menggunakan analisis SWOT. Ketajaman dalam membuat

analisis rencana kerja penyuluhan akan sangat bermanfaat dalam memecahkan

masalah yang dihadapi oleh klien. Salah satu tugas penyuluh dalam melaksanakan

kegiatan penyuluhan adalah pengembangan swadaya dan swakarsa petani-nelayan.

Dalam pengembangan swadaya dan swakarya petani-nelayan, seorang penyuluh

pertanian dituntut untuk mampu : (1) menumbuhkan organisasi petani nelayan berupa

pengembangan dan pembinaan kelompok tani-nelayan dan mengembangkan dan

membina kelompok asosiasi; (2) meningkatkan kemampuan kelompok tani nelayan

dari kelompok pemula menjadi kelompok lanjut, dari lanjut menjadi madya dan dari

madya ke kelompok utama; (3) melakukan penilaian perlombaan pertanian; (4)

memandu kegiatan swadaya pertanian berupa karyawisata/widyawisata, kursus tani,

sekolah lapang, dan demonstrasi (baik demonstrasi plot, demonstrasi farm maupun

demonstrasi area).

Page 19: TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan … · Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan Pertanian ... Pada tahun 1995 terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan ... baik

25

Pembentukan, pembinaan dan pengembangan kelompok tani-nelayan sangat

penting guna mempersatukan para petani dalam satu wadah kerjasama yang bisa

memberikan keuntungan bagi penyelesaian masalah yang dihadapi. Penyuluh

pertanian sebagai “guru” dan sahabat petani menanamkan motivasi bagaimana

mengembangkan wadah kelompok sebagai media kerjasama dan wahana terciptanya

solidaritas di antara petani.

Seorang penyuluh pertanian harus memiliki kemampuan dalam melakukan

evaluasi kegiatan penyuluhan dan melaporkannya secara sistematis kepada pihak

yang berwewenang atau atasannya. Evaluasi adalah membuat penilaian menyeluruh

dengan membandingkan antara kinerja yang dipersyaratkan dari suatu program

berdasarkan standar dan tujuan yang diinginkan dengan kenyataan pencapaian ketika

program itu dilaksanakan. Hasil evaluasi akan melahirkan suatu penilaian apakah

tujuan program tercapai, apakah ada masalah dalam menjalankan program dan

bagaimana rekomendasi pemecahan masalah dan lain-lain (Boyle, 1981).

Hal yang sama berlaku pada evaluasi kegiatan penyuluhan. Dalam evaluasi

penyuluhan, terdapat prinsip-prinsip yang menjadi landasan dilaksanakannya evaluasi

tersebut. Menurut Margono Slamet (2010), bahwa prinsip-prinsip evaluasi dalam

penyuluhan antara lain : (a) evaluasi harus berdasarkan fakta; (b) evaluasi penyuluhan

adalah bagian integral dari proses pendidikan atau keseluruhan program penyuluhan;

(c) evaluasi hanya dapat dilakukan dalam hubungannya dengan tujuan-tujuan dari

program penyuluhan yang bersangkutan; (d) evaluasi menggunakan alat pengukuran

yang berbeda; (e) evaluasi penyuluhan dilakukan baik terhadap metode penyuluhan

yang digunakan maupun terhadap hasil kegiatan penyuluhan; (f) evaluasi perlu untuk

mengukur baik hasil kualitatif maupun hasil kuantitatif yang dicapai dari suatu

kegiatan penyuluhan; (g) evaluasi mencakup enam hal pokok yang perlu

dipertimbangkan dengan teliti, yakni : tujuan program penyuluhan, metode/kegiatan

yang digunakan, pengumpulan, analisa, dan interpretasi data, membandingkan hasil

yang dicapai dengan yang diharapkan, pengambilan keputusan, dan penggunaan hasil

evaluasi untuk menyusun program penyuluhan selanjutnya; dan (h) evaluasi harus

dijiwai oleh prinsip mencari kebenaran.

Menurut Hubeis (2007) penyuluhan adalah proses pembelajaran (pendidikan

nonformal) yang ditujukan untuk petani dan keluarganya dalam pencapaian tujuan

pembangunan. Sedangkan Clar et al, 1984 (Nasution, 2004) mengemukakan bahwa

penyuluhan merupakan jenis pendidikan pemecahan masalah (problem solving) yang

Page 20: TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan … · Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan Pertanian ... Pada tahun 1995 terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan ... baik

26

berorientasi pada tindakan yang mengajarkan sesuatu, mendemonstrasikan dan

memotivasi, tapi tidak melakukan pengaturan (regulating) dan juga melaksanakan

program yang nonedukatif.

Penyuluhan adalah pendidikan luar sekolah (nonformal) yang diberikan

kepada petani dan keluarganya dengan maksud agar mereka mampu, sanggup dan

berswadaya memperbaiki atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat

disekelilingnya (Soekartawi, 2005). Dalam pembelajaran orang dewasa, kegiatan

penyuluhan yang diberikan lebih mengacu pada pemecahan masalah yang dihadapi

dalam kehidupan petani dan keluarganya. Seorang penyuluh harus memahami dengan

baik tujuan dari kegiatan penyuluhan tersebut. Untuk itu, penyuluh harus memiliki

kemampuan yang baik tentang pembelajaran orang dewasa (andragogik).

Sumardjo (1999) mengatakan bahwa Kompetensi andragogik menyangkut

kemampuan metodik dan teknik pembelajaran/mengembangkan pengalaman belajar

untuk mempengaruhi dan merubah pengetahuan/wawasan, ketrampilan/tindakan dan

sikap (minat) sasaran penyuluhan, membangkitkan kebutuhan belajar, menyadari

tanggung jawab dan kebutuhan sasaran penyuluhan.

Konsep atau tujuan dari penyuluhan adalah meningkatkan pengetahuan, sikap

mental, dan keterampilan petani dan keluarganya agar mereka tahu, mau, dan mampu

mengubah perilakunya ke arah yang lebih baik. Dengan kata lain, penyuluhan

bertujuan untuk membantu petani dan keluarganya agar mereka mampu menolong

dirinya sendiri. Untuk itu, penyuluhan merupakan proses pendidikan yang

berkelanjutan. Dalam pendidikan orang dewasa, ada beberapa prinsip yang perlu

diperhatikan agar kegiatan penyuluhan dapat berjalan dengan baik yaitu : partisipasi,

kemitraan, dan pemberdayaan (Amri Jahi et al, 2006).

Dalam kaitannya dengan kegiatan pembelajaran, seorang penyuluh harus

mampu menerapkan empat prinsip belajar orang dewasa yakni (1) kesiapan

(readiness), dimana warga belajar secara fisik dan mental siap menerima pelajaran,

(2) hubungan (Assosiation) yakni suatu prinsip belajar yg menghubungkan

pengalaman belajar dengan pelajaran, sehingga penyuluh harus menyadari latar

belakang warga belajar, (3) Akibat (Effect) yakni prinsip belajar yang memperhatikan

kepuasan dan kekecewaan warga belajar dalam belajar, dan (4) latihan (Practice)

yakni penggunaan alat indera (Hubeis et al, 2009).

Kegiatan penyuluhan adalah kegiatan berkomunikasi. Sebagai komunikator

yang profesional, penyuluh pertanian pertama tama harus mengetahui, menguasai dan

Page 21: TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan … · Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan Pertanian ... Pada tahun 1995 terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan ... baik

27

mendalami informasi (pesan) yang akan disampaikan kepada masyarakat sasaran. Ia

harus memiliki pengetahuan yang luas tentang informasi pembangunan, ilmu,

teknologi yang akan disampaikan kepada masyarakat sasaran. Kompetensi ini harus

dilengkapi dengan kemampuan tentang cara, metode, dan teknik menyampaikannya

sehingga mencapai hasil yang maksimal. Seorang penyuluh seharusnya menguasai

konsep komunikasi dan cara-cara berkomunikasi.

Komunikasi dalam penyuluhan adalah suatu alat untuk menimbulkan

perubahan di dalam penyuluhan (Sumardjo, 1999). Secara umum komunikasi

diartikan sebagai suatu proses penyampaian pesan dari sumber ke penerima (Berlo,

1958). Dalam prakteknya komunikasi tidak hanya sebatas pada pesan yang telah

disampaikan atau diterima oleh penerima pesan, akan tetapi diharapkan penerima

dapat memberikan tanggapannya kepada kepada sumber atau pengirim pesan untuk

kemudian untuk kemudian proses komunikasi terus berlangsung (Mardikanto, 2009).

Sumardjo (1999) mengutip pernyataan (Margono Slamet, 1992; Roling, 1983;

dan Asngari, 1996), bahwa penyuluhan dengan pendekatan komunikasi konvergen

(interactive) dirancang sedemikian rupa, bersifat dialogis dan humanis (menghargai

harkat martabat atau hak asasi manusia) sasaran, sehingga kondusif bagi

berkembangnya kemampuan (pengetahuan, sikap dan ketrampilan) mereka sejalan

dengan perubahan lingkungan sosial dan fisik kehidupannya.

Komunikasi dinilai efektif bila informasi yang disampaikan dan yang

dimaksudkan oleh komunikator berkaitan erat dengan makna informasi yang

ditangkap dan dipahami oleh komunikan (Tubbs and Moss, 1996). Ada empat unsur

dasar efektif tidaknya suatu komunikasi menurut Berlo (Hubeis et al, 2007) yakni;

sumber pesan, saluran pembawa pesan, isi pesan (inovasi) dan penerima pesan.

Sumardjo (1999) mengatakan bahwa kompetensi komunikasi inovasi

menyangkut reaktualisasi diri, penguasaan teknologi informasi, kemampuan

berempati, kemampuan komunikasi partisipatif/konvergensi, menggali dan

mengembangkan pembaharuan, serta kewiraswastaan (enterpreneurship).

Dengan demikian kompetensi berkomunikasi adalah kemampuan seorang

penyuluh pertanian dalam memahami serta menerapkan proses komunikasi menjadi

bagian penting dari metode penyuluhan pertanian (Soekartawi, 2005). Komunikator

yang kompeten akan mampu memberikan informasi secara efektif sehingga

menimbulkan pemahaman, kesenangan serta mempengaruhi sikap dan tindakan dari

penerima informasi (Tubbs and Moss, 1996).

Page 22: TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan … · Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan Pertanian ... Pada tahun 1995 terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan ... baik

28

Sumardjo (2010), bahwa kompetensi bekerjasama merupakan salah satu ciri

dari kompetensi sosial yakni kemampuan seorang penyuluh pertanian untuk menjalin

hubungan/bekerjasama dan bersinergi dengan sasaran penyuluhan. Lebih jelas

menurutnya, seseorang yang mandiri dicirikan memiliki kemampuan internal untuk

bekerjasama atau berinteraksi dengan pihak lain secara interdependent, sinergis dan

berkelanjutan dalam koridor nilai-nilai sosial yang dijunjung bersama secara

bermartabat. Oleh karena itu seorang penyuluh seharusnya menguasai konsep

bekerjasama dan teknik-teknik bekerjasama.

Berdasarkan pada berbagai pendapat dan teori tentang kompetensi penyuluh

tersebut, maka disintesakan/ disimpulkan bahwa kompetensi penyuluh adalah

kemampuan-kemampuan fungsional yang dimiliki seorang penyuluh yang dapat

menciptakan kinerja yang baik. Dalam penelitian ini kompetensi fungsional dimaksud

meliputi; perencanaan program penyuluhan, pelaksanaan program penyuluhan,

evaluasi dan pelaporan program penyuluhan, penerapan metode belajar orang dewasa,

komunikasi, dan kemampuan kerjasama.

Kinerja Penyuluh Pertanian

Disahkannya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem

Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di sisi lain memberikan kepastian

hukum tentang peran penyuluhan di berbagai bidang (pertanian, perikanan dan

kehutanan), tetapi di sisi lain juga menyisakan permasalahan mendasar seperti

penyiapan sumberdaya manusia penyuluh. Sumberdaya Manusia yang handal akan

mampu meningkatkan kinerja pelayanan kepada masyarakat.

Sumberdaya manusia merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi

ekonomi, yaitu menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas dan memiliki

keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam menghadapi persaingan global yang

selama ini terabaikan. Dalam kaitan itu ada dua hal yang penting yang menyangkut

kondisi sumberdaya manusia pertanian di daerah yang perlu mendapatkan perhatian

yaitu sumberdaya petugas dan sumberdaya petani. Kedua sumberdaya tersebut

merupakan pelaku dan pelaksana yang mensukseskan program pembangunan

pertanian.

Penyuluh adalah salah satu unsur penting yang diakui peranannya dalam

memajukan pertanian di Indonesia. Penyuluh yang siap dan memiliki kemampuan

dengan sendirinya berpengaruh pada kinerjanya (Marius et al, 2006). Kinerja adalah

Page 23: TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan … · Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan Pertanian ... Pada tahun 1995 terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan ... baik

29

prestasi yang dicapai karyawan dalam melaksanakan suatu pekerjaan dalam suatu

organisasi. Agar dapat memberikan umpan balik bagi karyawan maupun organisasi,

maka perlu dilakukan penilaian atas prestasi tersebut (Handoko, 2001).

Kinerja seorang penyuluh dapat dilihat dari dua sudut pandang; pertama

bahwa kinerja merupakan fungsi dari karakteristik individu, karakteristik tersebut

merupakan variabel penting yang mempengaruhi perilaku seseorang termasuk

penyuluh pertanian; Kedua bahwa kinerja penyuluh pertanian merupakan pengaruh-

pengaruh dari situasional diantaranya terjadi perbedaan pengelolaan dan

penyelenggaraan penyuluhan pertanian disetiap kabupaten yang menyangkut

beragamnya aspek kelembagaan, ketenagaan, program penyelenggaraan dan

pembiayaan (Amri Jahi et al, 2006)

Menurut Gomes (2001) bahwa kinerja seseorang dapat diukur dari : (a)

Quantity of work, yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang

ditentukan, (b) Quality of work, yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-

syarat kesesuaian dan kesiapannya, (c) Job knowledge, yaitu luasnya pengetahuan

mengenai pekerjaan dan ketrampilannya, (d) Creativeness, yaitu keaslian gagasan-

gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-

persoalan yang timbul, (e) Cooperation, yaitu kesediaan untuk bekerjasama dengan

orang lain (sesama anggota organisasi), (f) Dependability, yaitu kesadaran dan dapat

dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja, (g) Initiative, yaitu semangat

untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggungjawabnya,

dan (h) Personal qualities, yaitu menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-

tamahan, dan integritas pribadi.

Kinerja adalah hasil dari suatu perkerjaan yang dapat dilihat atau yang dapat

dirasakan. Kinerja bisa diukur melalui standar kompetensi kerja dan indikator

keberhasilan yang dicapai seseorang dalam suatu jabatan/pekerjaan tersebut

(Padmowihardjo, 2010). Kinerja seseorang ditentukan oleh kemampuan ketiga aspek

perilaku yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Selama antara kinerja yang dimiliki

petugas dengan kinerja yang dituntut oleh jabatannya terdapat kesenjangan, petugas

tersebut tidak dapat berprestasi dengan baik dalam menyelesaikan tugas pokoknya.

Kesenjangan kinerja adalah perbedaan kinerja yang dimiliki petugas saat ini dengan

yang diharapkan oleh organisasi atau tuntutan pekerjaan (Hickerson dan Middleton,

1975).

Page 24: TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan … · Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan Pertanian ... Pada tahun 1995 terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan ... baik

30

Pekerjaan (jobs) tidak lain sebagai rangkaian dari sejumlah tugas spesifik yang

dikerjakan petugas, dimana rincian tugas pekerjaan satu dan lainnya sangat luas dan

bervariasi. Agar seseorang dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik diperlukan

adanya pengetahuan, sikap mental dan ketrampilan yang berkaitan dengan pekerjaan

tersebut. Dengan demikian kinerja (performance) petugas menunjuk kepada tingkat

seseorang mampu melaksanakan tugas-tugasnya berkaitan dengan perkerjaannya.

Seseorang dikatakan memiliki kinerja yang bagus bila berkaitan dan memenuhi

standar tertentu (Hickerson dan Middleton, 1975).

Arnold dan Feldman (1986) mengemukakan sebuah model yang menyebutkan

bahwa kinerja dalam suatu organisasi merupakan fungsi dari motivasi, kemampuan,

persepsi, ciri-ciri personality, sistem organiasasi (struktur organisasi, kepemimpinan,

sistem imbalan) dan sumberdaya (fasilitas fisik). Dari model tersebut faktor motivasi

dan kemampuan merupakan faktor penting dalam menentukan kinerja kerja individu

dalam organisasi.

Sedangkan dari aspek individu menurut Hickerson dan Middleton (1975) secara

spesifik menjelaskan bahwa ada tiga kondisi yang menyebabkan timbulnya

kesenjangan (diskrepansi) kinerja petugas, yakni; (1) tidak mengetahui bagaimana

mengerjakan keseluruhan atau sebagian dari job’s (pekerjaannya), (2) mempunyai

tugas baru (new tasks) dalam mengerjakan pekerjaannya yang membutuhkan

pengetahuan, ketrampilan dan sikap baru serta (3) memperoleh pekerjaan yang sama

sekali baru sehingga diperlukan pengetahuan, ketrampilan dan sikap baru.

Ketiga aspek perilaku yang dikembangkan dalam rangka memperbaiki kinerja

kerja petugas dapat dilakukan melalui pelatihan, baik pelatihan kognitif, afektif

maupun psikomotor. Bila kesenjangan yang berkaitan dengan pekerjaan petugas

dalam rangka jabatannya didalam suatu organisasi telah diidentifikasi akan diketahui

permasalahan nyata dari kinerja yang selanjutnya dilakukan upaya peningkatan

kemampuan berbagai aspek tersebut dalam menunjang pekerjaan petugas (Hickerson

dan Middleton, 1975).

Menurut Berlo dkk, (1958) ada empat kualifikasi yang harus dimiliki setiap

penyuluh pertanian untuk meningkatkan kinerjanya, yaitu: (1) kemampuan untuk

berkomunikasi yaitu kemampuan dan keterampilan penyuluh untuk berempati dan

berinteraksi dengan masyarakat sasarannya, (2) sikap penyuluh antara lain sikap

menghayati dan bangga terhadap profesinya, sikap bahwa inovasi yang disampaikan

benar-benar merupakan kebutuhan nyata sasarannya, dan sikap menyukai dan

Page 25: TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan … · Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan Pertanian ... Pada tahun 1995 terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan ... baik

31

mencintai sasarannya dalam artian selalu siap memberi bantuan dan melaksanakan

kegiatan-kegiatan demi adanya perubahan-perubahan pada sasaran, (3) kemampuan

pengetahuan penyuluh, yang terdiri dari isi, fungsi, manfaat serta nilai-nilai yang

terkandung dalam inovasi yang disampaikan, latar belakang keadaan sasaran dan (4)

karakteristik sosial budaya penyuluh.

Departemen Pertanian (2009), merinci standar kinerja seorang penyuluh dapat

diukur berdasarkan 9 (sembilan) indikator keberhasilan yakni; (1) tersusunnya

programa penyuluhan pertanian, (2) Tersusunnya recana kerja tahunan penyuluh

pertanian, (3) Tersusunnya data peta wilayah untuk pengembangan teknologi spesifik

lokasi, (4) Terdesiminasinya informasi teknologi pertanian secara merata, (5) Tumbuh

kembangnya keberdayaan dan kemandirian pelaku utama dan pelaku usaha, (6)

Terwujudnya kemitraan pelaku utama dan pelaku usaha yang menguntungkan, (7)

Terwujudnya akses pelaku utama dan pelaku usaha ke lembaga keuangan, informasi,

dan sarana produksi, (8) Meningkatnya produktivitas agribisnis komoditas unggulan

di wilayahnya, dan (9) Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan pelaku utama.

Berdasarkan pada berbagai pendapat dan teori tentang kinerja penyuluh tersebut,

maka disintesakan/ disimpulkan bahwa kinerja penyuluh hasil kerja yang dicapai

seorang penyuluh sesuai dengan tugas pokok dan fungsi penyuluh. Dalam penenlitian

ini tingkat kinerja penyuluh yang diukur meliputi; tingkat kinerja dalam perencanaan

penyuluhan, pelaksanaan penyuluhan, pengevaluasian penyuluhan, inisiatif,

kreativitas, kerjasama (mitra kerja), dan kinerja dalam membangun komunikasi.

Strategi Penyuluhan Pertanian

Desain strategi penyelenggaraan penyuluhan pertanian adalah langkah-

langkah atau tindakan tertentu yang dilaksanakan demi tercapainya suatu tujuan atau

sasaran yang dikehendaki (Mardikanto, 2009). Penetapan strategi penyuluhan

pertanian yang dijalankan selama ini terlihat adanya kelemahan, karena penetapan

strategi hanya memusatkan pada kegiatannya untuk menyuluh pelaku utama yaitu

petani dan keluarganya. Padahal, keberhasilan penyuluhan seringkali ditentukan oleh

kualitas penyuluh, dukungan banyak pihak dan persepsi pimpinan wilayah selaku

penguasa tunggal sebagai administrator pemerintahan dan pembangunan.

Roling (Sumardjo, 1999) mendefenisikan penyuluhan sebagai suatu intervensi

komunikasi oleh suatu lembaga untuk menimbulkan perubahan perilaku. Sebagai

suatu bentuk intervensi (intervention), maka penyuluhan merupakan suatu upaya

Page 26: TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan … · Sejarah dan Kebijakan Penyuluhan Pertanian ... Pada tahun 1995 terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan ... baik

32

sistematis melalui penerapan strategi dengan mengkondisikan sumberdaya bagi

berlangsungnya proses sosial, perubahan orientasi sehingga mengarahkan proses pada

dorongan terjadinya perubahan yang dikehendaki bersama. Berdasarkan konsep

intervensi sebagai penerapan strategi, maka penyuluhan adalah sesuatu yang

dipikirkan, direncanakan, diprogramkan, dirancang secara sistematis, dan diarahkan

pada suatu tujuan dan aktivitas yang disengaja (Sumardjo, 1999).

Pemilihan strategi penyuluhan pertanian yang efektif perlu dirancang sesuai

dengan kebutuhan, khususnya yang berkaitan dengan tingkat adopsi yang sudah

ditunjukan oleh masyarakat. Berkaitan dengan strategi penyuluhan van den Ban dan

Hawkins (1999), menawarkan adanya tiga strategi yang dapat dipilih yakni; rekayasa

sosial, pemasaran sosial dan partisipasi sosial. Namun demikian pemilihan strategi

yang tepat (Mardikanto, 2009) sangat tergantung pada motivasi penyuluh serta

kondisi kelompok sasaran.