tinjauan pustaka - repository.ipb.ac.id filetinjauan pustaka proses pembentukan gambut ... tanah...

14
6 TINJAUAN PUSTAKA Proses Pembentukan Gambut Lahan gambut merupakan daerah dengan akumulasi bahan organik yang sebagian lapuk, dengan kadar abu sama dengan atau kurang dari 35%, kedalaman gambut sama dengan atau lebih dari 50 cm, dan kandungan karbon organik (berdasarkan berat) minimal 12% (Ditjenbun, 2012). Lahan gambut banyak dijumpai di daerah rawa belakang (black swamp) atau daerah cekungan yang drainasenya buruk. Bahan organik penyusun gambut berasal dari sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum melapuk sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara. Timbunan sisa tanaman semakin lama semakin bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan transportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan proses pedogenik (Hardjowigeno, 1986). Pembentukan gambut di Indonesia diduga terjadi 6.800-4.200 tahun yang lalu (Andriesse, 1994). Pembentukan gambut membutuhkan waktu yang sangat panjang. Gambut tumbuh dengan kecepatan rata-rata antara 0-3 mm per tahun (Agus dan Subiska, 2008). Proses pembentukan gambut diawali dari danau dangkal yang ditumbuhi oleh tanaman air dan vegetasi lahan basah, kemudian tanaman yang mati dan melapuk secara bertahap membentuk lapisan yang kemudian menjadi lapisan transisi antara lapisan gambut dengan substratum (lapisan di bawahnya) berupa tanah mineral. Tanaman berikutnya tumbuh pada bagian yang lebih tengah dari danau dangkal dan secara perlahan membentuk lapisan gambut sehingga danau tersebut menjadi penuh. Akibat proses pembentukannya disebabkan oleh topografi daerah cekungan maka bagian gambut yang tumbuh mengisi danau dangkal tersebut disebut dengan gambut topogen.

Upload: phamlien

Post on 20-Mar-2019

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id fileTINJAUAN PUSTAKA Proses Pembentukan Gambut ... tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan transportasi, berbeda dengan ... tidak ada

6

TINJAUAN PUSTAKA

Proses Pembentukan Gambut

Lahan gambut merupakan daerah dengan akumulasi bahan organik yang

sebagian lapuk, dengan kadar abu sama dengan atau kurang dari 35%, kedalaman

gambut sama dengan atau lebih dari 50 cm, dan kandungan karbon organik

(berdasarkan berat) minimal 12% (Ditjenbun, 2012). Lahan gambut banyak

dijumpai di daerah rawa belakang (black swamp) atau daerah cekungan yang

drainasenya buruk. Bahan organik penyusun gambut berasal dari sisa-sisa

tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum melapuk

sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara. Timbunan sisa

tanaman semakin lama semakin bertambah karena proses dekomposisi terhambat

oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan

rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai.

Pembentukan gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan

tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan transportasi, berbeda dengan

proses pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan proses

pedogenik (Hardjowigeno, 1986). Pembentukan gambut di Indonesia diduga

terjadi 6.800-4.200 tahun yang lalu (Andriesse, 1994). Pembentukan gambut

membutuhkan waktu yang sangat panjang. Gambut tumbuh dengan kecepatan

rata-rata antara 0-3 mm per tahun (Agus dan Subiska, 2008).

Proses pembentukan gambut diawali dari danau dangkal yang ditumbuhi

oleh tanaman air dan vegetasi lahan basah, kemudian tanaman yang mati dan

melapuk secara bertahap membentuk lapisan yang kemudian menjadi lapisan

transisi antara lapisan gambut dengan substratum (lapisan di bawahnya) berupa

tanah mineral. Tanaman berikutnya tumbuh pada bagian yang lebih tengah dari

danau dangkal dan secara perlahan membentuk lapisan gambut sehingga danau

tersebut menjadi penuh. Akibat proses pembentukannya disebabkan oleh

topografi daerah cekungan maka bagian gambut yang tumbuh mengisi danau

dangkal tersebut disebut dengan gambut topogen.

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id fileTINJAUAN PUSTAKA Proses Pembentukan Gambut ... tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan transportasi, berbeda dengan ... tidak ada

7

Gambut topogen biasanya relatif subur (eutrofik) karena adanya pengaruh

tanah mineral, sehingga tanaman tertentu dapat tumbuh subur diatasnya. Hasil

pelapukan tanaman itu juga membentuk lapisan gambut baru yang semakin lama

membentuk kubah (dome) gambut yang permukaannya cembung. Gambut yang

tumbuh diatas gambut topogen dikenal dengan gambut ombrogen. Gambut ini

lebih rendah kesuburannya dibandingkan dengan gambut topogen karena hampir

tidak ada pengkayaan mineral (Gambar 1). Spesies tanaman hutan yang dapat

tumbuh dengan baik pada lapisan ini, seperti Koompassia malaccensis, Durio

carinatus, Jackia ornate, Tetramerista glabra, Shorea sp., Eugenia sp., E.

acuminatissima, E. clavamyrtus, E. claviflora, Dyera sp.., dan Licuala acutifida.

Gambar 1. Pembentukan gambut, gambut ombrogen diatas gambut

topogen (Agus dan Subiska, 2008 mengutip van de Meene,

1982)

Klasifikasi Gambut

Gambut diklasifikasikan berdasarkan berbagai karakteristik diantaranya

yaitu berdasarkan tingkat kematangan, kedalaman, kesuburan dan posisi

pembentukannya. Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut dibedakan

menjadi:

Gambut saprik (matang) yaitu gambut yang sudah melapuk lanjut dan

bahan asalnya tidak dikenali, berwarna cokelat tua sampai hiitam dan bila

diremas kandungan seratnya < 15%.

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id fileTINJAUAN PUSTAKA Proses Pembentukan Gambut ... tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan transportasi, berbeda dengan ... tidak ada

8

Gambut hemik (setengah matang) yaitu gambut setengah lapuk, sebagian

bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna cokelat dan bila diremas

bahan seratnya 15-75%.

Gambut fibrik (mentah) yaitu gambut yang belum melapuk, bahan asalnya

masih bisa dikenali, berwarna cokelat dan bila diremas > 75% seratnya

masih tersisa.

Bahan fibrik biasanya ditemukan di lapisan bawah dalam profil gambut.

Keadaan kering biasanya dimulai dari bagian atas gambut, sedangkan bagian

bawah masih dalam keadaan tergenang. Oleh sebab itu bahan fibrik biasanya

ditemukan pada lapisan bawah bahan hemik dan saprik. Gambut fibrik banyak

mengandung serat yang dipertahankan dalam bentuk asalnya dan dapat

diidentifikasi asal botaninya. Gambut yang berumur lebih tua banyak didominasi

oleh gambut saprik yaitu mengandung lebih banyak humus. Bahan humus

merupakan produk akhir proses humifikasi yang terjadi di dalam gambut dan

bersifat stabil.

Kedalaman gambut sangat bervariasi hingga lebih dari 10 meter (Hooijer

et al, 2006). Berdasarkan kedalamannya gambut dibedakan menjadi Gambut

dangkal (50-100 cm), Gambut sedang (100-200 cm), Gambut dalam (200-300

cm), dan Gambut sangat dalam (> 300 cm). Tingkat kesuburan gambut ditentukan

oleh kandungan bahan mineral dan basa-basa, bahan substratum/dasar gambut dan

ketebalan lapisan gambut. Berdasarkan tingkat kesuburannya, gambut dibedakan

menjadi:

Gambut eutrofik, merupakan gambut yang kaya akan bahan mineral dan

basa-basa serta unsur hara lainnya. Gambut yang relatif subur biasanya

adalah gambut yang tipis dan dipengaruhi oleh sedimen sungai atau laut.

Gambut mesotrofik, merupakan gambut yang agak subur karena memiliki

kandungan mineral dan basa-basa sedang.

Gambut oligotofik, merupakan gambut yang tidak subur karena miskin

mineral dan basa-basa. Bagian kubah gambut dan gambut tebal yang jauh

dari pengaruh lumpur sungai biasanya tergolong gambut oligotrofik.

Berdasarkan proses dan lokasi pembentukannya, gambut dibagi menjadi

gambut pantai, gambut pedalaman dan gambut transisi. Gambut pantai merupakan

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id fileTINJAUAN PUSTAKA Proses Pembentukan Gambut ... tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan transportasi, berbeda dengan ... tidak ada

9

gambut yang terbentuk dekat pantai dan mendapat pengayaan mineral dari air

laut. Gambut pedalaman merupakan gambut yang terbentuk di daerah yang tidak

dipengaruhi oleh pasang surut air laut tetapi hanya oleh air hujan. Gambut transisi

adalah gambut yang terbentuk diantara kedua wilayah tersebut yang secara tidak

langsung dipengaruhi air pasang laut.

Karakteristik Lahan Gambut

Karakteristik Fisik

Karakterisasi fisik yang penting dalam pemanfaatannya untuk pertanian

diantaranya yaitu kadar air, berat isi (bulk density, BD), daya menahan beban

(bearing capacity), subsiden (penurunan permukaan), dan mengering tidak balik

(irreversible drying).

Kadar air gambut erat kaitannya dengan berat isi (BD). Menurut Mutalib

et al. (1991) kadar air gambut berkisar antara 100-1.300% dari berat keringnya.

Kadar air yang tinggi pada gambut menyebabkan berat isi (BD) menjadi rendah,

gambut menjadi lembek dan daya menahan bebannya rendah (Nugroho et al,

1997; Widjaja-Adhi, 1997).

Berat isi (BD) pada lapisan gambut memiliki nilai yang bervariasi

tergantung pada tingkat dekomposisinya. Gambut lapisan atas memiliki BD antara

0.1 sampai 0.2 g cm-3

, sedangkan gambut fibrik yang umumnya berada di lapisan

bawah memiliki BD lebih rendah dari 0,1 g cm-3

. Akan tetapi menurut Tie and

Lim (1991) gambut pantai dan gambut di jalur aliran sungai bisa memiliki BD >

0.2 g cm-3

karena adanya pengaruh tanah mineral.

Lahan gambut yang didrainase akan mengalami penyusutan volume,

sehingga permukaan tanah akan menurun (subsiden). Selain itu menurut Agus dan

Subiska (2008) subsiden juga terjadi karena adanya proses dekomposisi dan erosi.

Laju subsiden dalam 2 tahun pertama setelah lahan gambut didrainase bisa

mencapai 50 cm. Laju subsiden pada tahun berikutnya berkisar antara 2-6 cm per

tahun tergantung dari kematangan gambut dan kedalaman saluran drainase.

Gambut memiliki sifat mengering tidak balik (irreversible drying).

Gambut yang telah mengering, dengan kadar air < 100% (berdasarkan berat),

tidak dapat menyerap air lagi kalau dibasahi. Gambut yang telah mengering

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id fileTINJAUAN PUSTAKA Proses Pembentukan Gambut ... tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan transportasi, berbeda dengan ... tidak ada

10

sifatnya sama dengan kayu kering yang mudah hanyut dibawa aliran air dan

mudah terbakar dalam keadaan kering (Widjaja-Adhi, 1988). Apabila gambut

terbakar akan sulit dipadamkan karena api/bara api masih menyala di bawah

permukaan.

Karakteristik Kimia

Komposisi utama bahan gambut adalah lignin, selulosa dan hemiselulosa

(Wershaw et al., 1996). Kandungan lignin yang tinggi pada gambut bersal dari

vegetasi kayu-kayuan. Lignin merupakan sumber utama asam organik aromatik,

terutama asam-asam fenolat. Asam-asam organik aromatik dicirikan jumlah gugus

fungsi fenolat-OH yang tinggi, sedangkan asam-asam organik alifatik dicirikan

oleh jumlah gugus fungsi COOH yang tinggi. Jumlah dan jenis asam-asam fenolat

ditentukan oleh bahan asal gambut.

Karakteristik kimia gambut sangat ditentukan oleh kandungan mineral,

ketebalan, jenis mineral pada substratum (di dasar gambut), dan tingkat

dekomposisi gambut. Gambut memiliki kandungan bahan organik yang sangat

tinggi namun kandungan unsur N, P, K, Ca, Mg, Zn, Cu, Mo dan Bo yang rendah

(Balitra, 1988 dalam Akbar dan Priyanto, 2008). Agus dan Subiska (2008)

menambahkan, kandungan mineral gambut di Indonesia umumnya kurang dari

5% dan sisanya merupakan bahan organik. Fraksi organik terdiri atas senyawa-

senyawa humat sekitar 10 hingga 20% dan sebagian besar lainnya adalah senyawa

lignin, selulosa, hemiselulosa, lignin, tannin, resin, suberin, protein dan senyawa

lainnya.

Tingkat kemasaman pada lahan gambut umumnya relatif tinggi dengan

kisaran pH 3-5. Namun demikian pH gambut cukup ditingkatkan sampai pH 5.

Hal ini dikarenakan gambut tidak memiliki potensi Al yang beracun. Selain itu

peningkatan pH sampai tidak lebih dari 5 dapat memperlambat laju dekomposisi

gambut.

Kandungan kation basa pada gambut oligotropik seperti Ca, Mg, K dan Na

umumnya sangat rendah terutama pada gambut tebal. Semakin tebal gambut,

basa-basa yang dikandungnya semakin rendah dan reaksi tanah menjadi semakin

masam (Drissen dan Suhardjo, 1976). Sifat lain dari gambut yaitu memiliki

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id fileTINJAUAN PUSTAKA Proses Pembentukan Gambut ... tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan transportasi, berbeda dengan ... tidak ada

11

kapasitas tukar kation (KTK) yang tergolong tinggi, sehingga kejenuhan basa

(KB) menjadi sangat rendah. Berdasarkan laporan Tim Institut Pertanian Bogor

(1974) tanah gambut pedalaman di Kalampangan, Kalimantan Tengah

mempunyai nilai KB kurang dari 10%, demikian juga gambut di pantai Timur

Riau (Suhardjo dan Widjaja-Adhi, 1976). Walaupun KTK gambut tinggi, namun

daya pegangnya rendah terhadap kation yang dapat dipertukarkan sehingga

apabila dilakukan pemupukan harus dilakukan beberapa kali (split application)

dengan dosis rendah agar hara tidak banyak tercuci.

Lahan gambut secara alamiah memiliki tingkat kesuburan rendah yang

salah satunya disebabkan kandungan beragam asam-asam organik yang sebagian

bersifat racun oleh tanaman. Asam-asam tersebut merupakan bagian aktif dari

tanah yang menentukan kemampuan gambut untuk menahan unsur hara. Pengaruh

buruk asam-asam organik yang sebagian bersifat racun bagi tanaman dapat

dilakukan dengan menambahkan bahan-bahan yang banyak engandung kation

polivalen seperti Fe, Al, Cu dan Zn. Kation-kation tersebut membentuk ikatan

koordinasi dengan ligan organik membentuk senyawa komplek yang disebut

dengan Khelat. Oleh karena itu untuk mengurangi sifat racun dari asam organik

dan untuk menambah kesuburan tanah dapat digunakan amelioran yang

mengandung kation polivalen (Sabiham et al., 1997; Saragih, 1996).

Kandungan unsur mikro pada gambut sangat rendah dan diikat cukup kuat

(khelat) oleh bahan organik (Rachim, 1995) sehingga tidak tersedia bagi tanaman.

Kondisi reduksi yang kuat menyebabkan unsur mikro direduksi ke bentuk yang

tidak dapat diserap tanaman.

Kandungan lignin gambut di Indonesia (dan di daerah tropis lainnya) lebih

tinggi dibandingkan dengan gambut yang berada di daerah yang memiliki iklim

sedang. Hal ini dikarenakan gambut di Indonesia terbentuk dari pohon-pohonan

(Drissen dan Suhardjo, 1976). Dalam keadaan anaerob lignin yang mengalami

proses degradasi akan terurai menjadi senyawa humat dan asam-asam fenbolat

(Kononova, 1968). Asam-asam fenolat dan derivatifnya bersifat meracuni

tanaman (fitotoksik) dan menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat.

(Drissen, 1978; Rachim, 1995).

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id fileTINJAUAN PUSTAKA Proses Pembentukan Gambut ... tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan transportasi, berbeda dengan ... tidak ada

12

Potensi Lahan Gambut untuk Pertanian

Meningkatnya kebutuhan pangan dan bahan baku industri bagi penduduk

yang populasinya makin meningkat memaksa pemerintah untuk memperluas areal

budidaya pertanian. Lahan gambut yang saat ini menempati 9-11% dari luasan

daratan di Indonesia merupakan lahan marginal untuk pertanian (kesuburan

rendah, pH sangat masam dan drainase yang jelek) pun menjadi sasaran untuk

melakukan budidaya berbagai komoditas pertanian. Berdasarkan data Departemen

Pertanian RI (2012) luas areal tanaman padi di Provinsi Kalimantan Tengah

mengalami peningkatan pada tahun 2005-2009 yaitu 203,595 ha menjadi 214,480

ha, sementara itu luas areal perkebunan karet meningkat dai 256,596 Ha menjadi

264,947 Ha.

Berdasakan arahan Departemen Pertanian (BB Litbang SDLP, 2008),

lahan gambut yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman pangan seperti padi,

jagung, kedelai dan ubikayu disarankan pada gambut dangkal (< 100 cm). Pada

tanaman tahunan seperti karet dan kelapa sawit, lahan gambut dengan ketebalan

antara 1.4-2 m tergolong sesuai marjinal (kelas kesesuaian lahan S3), sedangkan

gambut yang tipis termasuk agak sesuai (kelas kesesuaian S2) dan gambut dengan

ketebalan 2-3 m tidak sesuai untuk tanaman tahunan kecuali ada

sisipan/pengkayaan lapisan tanah atau lumpur mineral (Djainudin et al., 2003).

Data BB Litbang SDLP (2008) menunjukkan bahwa saat ini luas lahan

gambut di Indonesia adalah 14,905,574 Ha. Jika diklasifikasikan menurut

kedalaman gambutnya, maka sebaran gambut di Indonesia yaitu 5.2 juta Ha D1

(gambut dangkal), 3.92 juta Ha D2 (gambut sedang), 2.8 juta Ha D3 (gambut

dalam) dan 3 juta Ha D4 (gambut sangat dalam).

Pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya pertanian tidak luput dari

permasalahan aspek lingkungan. Lahan gambut memiliki sifat yang sangat rapuh

(fragile) sehingga mudah terjadi degradasi apabila mengalami gangguan terhadap

ekosistemnya. Apabila lahan gambut terusik akan menyebabkan air tanah menjadi

sangat cepat turun dan gambut mengalami kekeringan serta mengkerut

(subsidence). Penurunan air pada gambut dapat mendorong laju dekomposisi

bahan organik lebih cepat sehingga emisi CO2 dan N2O semakin meningkat. Oleh

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id fileTINJAUAN PUSTAKA Proses Pembentukan Gambut ... tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan transportasi, berbeda dengan ... tidak ada

13

karena itu, pengembangan lahan gambut untuk perluasan areal pertanian harus

dengan pengelolaan yang tepat demi mencegah terjadinya degradasi.

Pemerintah pun saat ini telah mengatur penggunaan lahan gambut untuk

kegiatan pertanian diantaranya melalui Peraturan Menteri No. 14 Tahun 2009

tentang Pedoman Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Budidaya Kelapa Sawit.

Dalam Peraturan Menteri tersebut diatur bahwa pengusahaan budidaya kelapa

sawit dapat dilakukan di lahan gambut tetapi harus memenuhi persyaratan yang

dapat menjamin kelestarian fungsi lahan gambut. Persyaratan tersebut antara lain:

(a) diusahakan hanya pada lahan masyarakat dan kawasan budidaya, (b) ketebalan

lapisan gambut kurang dari 3 (tiga) meter, (c) substratum tanah mineral di bawah

gambut bukan pasir kuarsa dan bukan tanah sulfat masam; (d) tingkat kematangan

gambut saprik (matang) atau hemik (setengah matang); dan (e) tingkat kesuburan

gambut tergolong eutropik.

Emisi Karbon Dioksida pada Lahan Gambut

Lahan gambut memiliki peranan yang sangat besar sebagai pengendali

iklim global karena dapat menyimpan unsur C (karbon) dalam jumlah yang besar.

Lahan gambut menyimpan karbon yang jumlahnya jauh lebih tinggi dibandingkan

dengan tanah mineral. CO2 akan diikat oleh biomass tanaman selama proses

fotosintesis kemudian disimpan dalam tanah sebagai karbon organik melalui

perubahan residu tanaman menjadi bahan organik tanah setelah residu tersebut

dikembalikan ke tanah, sehingga tanah gambut dapat bertindak sebagai rosot

(sink) CO2 atmosfer (Rinnan et al., 2003). Menurut Joosten (2007) lahan gambut

menyimpan 550 Gigaton C atau setara dengan 30% karbon tanah, 75% dari

seluruh karbon atmosfer, setara dengan seluruh karbon yang dikandung biomassa

(massa total makhluk hidup) daratan dan setara dengan dua kali simpanan karbon

semua hutan di seluruh dunia.

Lahan gambut apabila dalam kondisi alami berkontribusi dalam menjaga

kestabilan lingkungan, tetapi sebaliknya dapat menjadi sumber berbagai masalah

lingkungan apabila kestabilan lahan gambut terganggu. Perubahan fungsi gambut

dari penambat karbon menjadi sumber emisi dapat melalui dua cara yaitu: (1)

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id fileTINJAUAN PUSTAKA Proses Pembentukan Gambut ... tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan transportasi, berbeda dengan ... tidak ada

14

pembakaran, dalam hal ini degradasi lahan gambut yang menghasilkan emisi gas

CO2 dan (2) drainase lahan gambut yang menyebabkan dekomposisi aerobik.

Menurut Kirk (2004), proses dekomposisi terdiri atas 2 tahap, yaitu (1)

pembentukan asam organik, asetik, propinat dan butirat, ditambah gugus alfatik

dan phenolic, (2) konversi asam-asam organik tersebut menjadi gas.

Pada kondisi aerob hasil dekomposisi berupa CO2, NO3-, SO4

2- dan residu

resisten. Hasil dekomposisi pada kondisi anaerob berupa CO2, H2, CH4, N2, NH4,

H2S, bagian terdekomposisi dan residu humik. Selama kebutuhan oksidator

anorganik tercukupi, CO2 merupakan hasil akhir utama dalam dekomposisi bahan

organik. Namun setelah oksidator anorganik habis terpakai, digantikan oleh

proses metanogen sehingga proporsi CH4 meningkat seperti digambarkan reaksi

sebagai berikut (Kirk, 2004):

SOM0 + a H2O SOM1 + B CH3COOH + C H2 + d CO2

CH3COOH CH4 + CO2

H2 + CO2 CH4 + H2O

Transformasi karbon dari gambut ditandai dengan terbentuknya asam-

asam organik, CH4 dan CO2 sebagai hasil akhir (Alexander, 1977; Hartley dan

Whitehead, 1984). Asam-asam organik seperti vanilat, vanillin, ferulat dan asam

lainnya merupakan sumber karbon yang akan dimanfaatkan oleh mikroorganisme

dan kemudian dilepas ke udara, sementara cincin karbonnya membentuk asam

protokatekuat yang pada proses degradasi selanjutnya cincin karbon ini akan

terbuka (Alexander, 1977). Asam protokatekuat jarang diidentifikasi dan

jumlahnya relatif sedikit (Hrtley dan Whitehead, 1984).

Emisi Metan pada Tanah Gambut

Metan merupakan salah satu komponen gas rumah kaca yang memiliki

kontribusi terbesar kedua setelah CO2 yaitu sekitar 17% (walaupun dikalikan

dengan global warming potentialnya setinggi 23 kali CO2). Menurut Shine et al.

(1995), metan mempunyai kemampuan menyerap sinar infra merah yang

dipancarkan oleh permukaan bumi sebesar 21 kali dibandingkan dengan CO2.

Pada tanah gambut emisi metan diakibatkan oleh metabolisme bakteri metanogen.

Menurut Alexander (1977), laju pembentukan CH4 secara akumulatif ditentukan

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id fileTINJAUAN PUSTAKA Proses Pembentukan Gambut ... tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan transportasi, berbeda dengan ... tidak ada

15

oleh keberadaan bahan dasar, populasi dan aktivitas mikrob penghasil CH4 dan

lingkungannya.

Gambut dapat memproduksi dan mengkonsumsi metana secara simultan

dibawah kondisi lingkungan tertentu. Menurut Sylvia et al. (1998), total emisi

CH4 diperkirakan sebesar 410 TG CH4-C th-1

. Emisi langsung dari lahan basah

sekitar 32% dari total emisi ke atmosfer. Di lahan basah, mikrob pengoksidasi

CH4 dapat mengkonsumsi lebih dari 90% CH4 di daerah anaerobic sebelum

mencapai atmosfer, sehingga oksidasi metana di lahan basah merupakan satu dari

faktor terbesar yang mempengaruhi siklus global metana. Metanogen dalam tanah

memproduksi metana melalui dua jalan utama, yaitu:

CO2+ H2 CH4 (reduksi CO2)

CH3COOH CH4 + CO2 (fermentasi asetat)

Pada kondisi anaerobik, dekomposisi bahan organik sangat lambat dan

karbon dilepaskan sebagai CH4. Gas CH4 terbentuk dari asam organik atau gas C

oleh bakteri metanogen, kemudian CH4 ditranslokasikan ke zona aerasi dari bahan

gambut yang memungkinkan untuk teroksidasi dan dilepaskan sebagai CO2.

Menurut Roulet dan Moore (1993), emisi CH4 menurun dengan meningkatnya

kedalaman muka air tanah. Tingginya emisi CH4 berasosiasi dengan jaringan

pembuluh vascular dan dalamnya perakaran tanaman yang meningkatkan efisiensi

pergerakan CH4 dari lapisan anaerobic ke atmosfer.

Emisi CH4 dari lahan gambut tergantung pada produksi dan konsumsi CH4

dan kemampuan transport gas ke permukaan oleh tanah dan tanaman. Metana

yang dihasilkan oleh aktivitas metanogen ini akan dilepaskan dari zona reduktif

ke atmosfer melalui tiga proses yaitu difusi, ebulisi, dan sistem jaringan tanaman

(Redeker et al., 2003; Rinnan et al., 2003). Ebulisi merupakan suatu proses

lepasnya bentuk gelembung gas dari pelarut yang volatile dari dalam larutan ke

permukaan tanah dan ke atmosfer. Bentuk gelembung gas terbentuk secara

spontan jika larutan menjadi jenuh dengan pelarut yang volatile. Pembentukan

gelembung gas CH4 dalam tanah melebihi CO2 walaupun kedua gas tersebut

dalam proporsi yang sama, karena CH4 20 kali lebih volatile daripada CO2 (Kirk,

2004).

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id fileTINJAUAN PUSTAKA Proses Pembentukan Gambut ... tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan transportasi, berbeda dengan ... tidak ada

16

Emisi Dinitrogen Oksida pada Lahan Gambut

Gas N2O mempunyai peranan yang penting dalam pemanasan global.

Proses pembentukan gas N2O melalui dua tahap yaitu, nitrifikasi dan denitrifikasi.

Proses nitrifikasi terjadi pada kondisi aerobic dan terdapat dalam dua langkah

(Haynes, 1986). Langkah pertama adalah oksidasi NH4- menjadi NO2

-, reaksinya

adalah sebagai berikut:

NH4- + ½ O2 NO2

- + 2 H

+ + H2O + energi

Bakteri yang berperan dalam reaksi ini adalah bakteri nitrosomonas.

Langkah berikutnya adalah oksidasi NO2- menjadi NO3

- dengan reaksi sebagai

berikut:

NO2- + ½ O2 NO3

- + energi

Bakteri yang berperan adalah nitrobacter. Hasil dari nitrifikasi berupa NO3

akan diubah menjadi N2O dalam proses denitrifikasi. Denitrifikasi merupakan

langkah terakhir dalam siklus N dan terjadi pada kondisi anaerobic. Transformasi

N melalui proses denitrifikasi sangat dipengaruhi oleh pH. Pada kondisi netral

N2O direduksi menjadi hasil akhir berupa N2 oleh enzim nitous oxide yang

tereduksi atau enzim nitrogenase (Hardy dan Knight, 1966; Stouthamer, 1988).

Pada kondisi masam maupun denitrifikasi oleh denitrifier yang tidak mempunyai

enzim N2O reduktase akan mengemisikan N2O.

Berdasarkan kontribusinya dalam pemanasan global, gas N2O merupakan

komponen gas rumah kaca yang berkontribusi cukup kecil di atmosfer yaitu

sekitar 7% (Arrouays et al., 2002). Namun di atmosfer masa hidup dari N2O

sangat panjang yaitu sekitar 150 tahun. Besarnya fluks N2O dari lahan gambut

terutama yang digunakan untuk budidaya pertanian dipengaruhi oleh teknik

budidayanya. Perlakuan penambahan bahan organik, pengelolaan air dan

pemberian pupuk nitrogen akan berinteraksi mempengaruhi besarnya emisi yang

dihasilkan.

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id fileTINJAUAN PUSTAKA Proses Pembentukan Gambut ... tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan transportasi, berbeda dengan ... tidak ada

17

Ameliorasi

Amelioran merupakan bahan yang dapat ditambahkan ke tanah sehingga

dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan kondisi fisik dan kimia.

Amelioran dapat berupa bahan organik maupun anorganik. Kriteria amelioran

yang baik bagi lahan gambut diantaranya memiliki kejenuhan basa (KB) yang

tinggi, mampu meningkatkan derajar pH secara nyata, memiliki kandungan unsur

hara yang lengkap, mampu memperbaiki struktur tanah, dan mampu mengusir

senyawa beracun terutama asam-asam organik.

Lahan gambut di Indonesia pada umumnya bereaksi masam, memiliki

tingkat kesuburan yang rendah, dan miskin unsur hara. Unsur hara mikro lahan

gambut umumnya terdapat dalam jumlah yang sangat rendah, sehingga

menyebabkan gejala defisiensi bagi tanaman. Menurut Andriesse (1988), gugus

karboksilat dan fenolat pada tapak pertukaran kation gambut dapat membentuk

ikatan kompleks dengan unsur mikro sehingga menjadi tidak tersedia bagi

tanaman. Pemberian bahan amelioran seperti pupuk organik, tanah mineral, zeolit,

dolomit, fosfat alam, pupuk kandang, kapur pertanian, abu sekam, purun tikus

(Eleocharis dulcis) dapat meningkatkan pH tanah dan basa-basa tanah (Subiska et

al., 1997; Mario, 2002; Salampak, 1999).

Setiap aspek kimia logam polivalen dalam tanah berhubungan dengan

pembentukan kompleks logam organik (Stevenson, 1982). Pembentukan senyawa

kompleks merupakan suatu reaksi antara ion logam dan ligan melalui pasangan

elektron. Melalui ikatan logam dan asam organik memungkinkan beberapa kation

dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan reaktivitas asam-asam fenolat, sehingga

tidak membahayakan tanaman.

Pemberian Fe3+

dengan dosis 5% dari jerapan maksimum mampu

menekan konsentrasi asam ferulat hingga 90% pada gambut Jambi (Saragih,

1996), sementara pada gambut Kalimantan Tengah konsentrasi asam kumarat

mampu ditekan sampai 30% dari konsentrasi awal (Salampak, 1999).

Pembentukan kompleks antara molekul organik dengan ion logam dengan

lebih dari satu ikatan akan meningkatkan kestabilan kompleks tersebut sehingga

proses degradasi yang melepaskan C-organik ke udara dapat ditekan. Pemberian

Fe3+

sampai dosis 5% dari erapan maksimum telah mampu menurunkan pelepasan

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id fileTINJAUAN PUSTAKA Proses Pembentukan Gambut ... tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan transportasi, berbeda dengan ... tidak ada

18

karbon sebesar 22.94% CO2 dan 23.01% CH4 pada gambut Jambi, 27.67% CO2

dan 32.97% CH4 pada gambut Kalimantan Tengah (Sulistyono, 2000).

Bahan-bahan yang kaya akan kation polivalen seperti tanah mineral dan

terak baja (electric furnace slag) dapat digunakan untuk meningkatkan kestabilan

bahan gambut dan mengatasi bahaya asam-asam organik. Pemberian amelioran

bahan tanah mineral dengan kandungan Fe2O3 sebesar 22.06% telah digunakan

Salampak (1999) untuk ameliorasi gambut Kalimantan Tengah. Ameliorasi

dengan bahan tanah mineral sampai 7.5% erapan maksimum Fe menekan

konsentrasi asam-asam fenolat. Selanjutnya dikatakan pemberian amelioran

meningkatkan hara dalam tanah dan kadar hara dalam tanaman serta

meningkatkan bobot kering tanaman dan bobot gabah isi.

Penambahan bahan organik sebagai amelioran ditengarai dapat

meningkatkan emisi N2O dari tanah (Arcara et al., 1999; Friedel et al., 1999;

Mogge et al., 1999; Pidello et al., 1996; Whalen, 2000). Bahan organik yang

mempunyai kandungan karbon tinggi serta mudah termineralisasi seperti pupuk

kandang diduga mampu meningkatkan biomas mikroba sehingga dapat

meningkatkan emisi N2O dari tanah pertanian. Karbon yang mudah

termineralisasi meliputi karbon larut dalam air maupun asam lemak mudah

menguap (volatile fatty acid / VFA) serta karbon antron reaktif (anthrone-reactive

carbon).

Analisis Usahatani

Pada dasarnya analisis usahatani adalah upaya untuk menilai manfaat

(Output) dan biaya (cost) yang tercakup dalam suatu proses usahatani sehingga

sumberdaya yang ada dapat dialokasikan secara efektif dan efisien. Menurut

Gitingger (2008), biaya merupakan segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan

sedangkan manfaat adalah segala sesuatu yang membantu tujuan. Kadariah et al.

(1990) menyebutkan bahwa tujuan analisis usahatani adalah untuk (1) mengetahui

tingkat keuntungan yang dicapai dalam suatu usahatani, (2) menghindari

pemborosan pemakaian sumberdaya, (3) melakukan penilaian terhadap peluang

investasi, dan (4) menentukan prioritas kegiatan usahatani. Soekartawi (2002)

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id fileTINJAUAN PUSTAKA Proses Pembentukan Gambut ... tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan transportasi, berbeda dengan ... tidak ada

19

menambahkan bahwa analisis usahatani dimaksudkan untuk mencari informasi

tentang keragaan suatu usahatani yang dilihat dari berbagai aspek.

Indikator yang dapat dipakai untuk menilai kelayakan usahatani

diantaranya dengan menggunakan B/C ratio. Rasio manfaat terhadap biaya (B/C

ratio) merupakan perbandingan antara pendapatan bersih dengan biaya total yang

dikeluarkan. Suatu usahatani dapat dikatakan menguntungkan apabila nilai B/C

ratio lebih besar dari satu.

Suatu usahatani dapat dikatakan efektif apabila petani atau produsen dapat

mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki dengan sebaik-baiknya; dan

dikatakan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan

keluaran (output) yang melebihi masukan (input). Indikator yang dapat dipakai

untuk suatu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk tiap rupiah yang

dikeluarkan yaitu revenue cost rasio (R/C rasio). Rasio penerimaan terhadap

biaya (R/C ratio) merupakan perbandingan antara penerimaan dengan biaya total

yang dikeluarkan. Suatu usaha tani dikatakan efisien dan menguntungkan apabila

nilai R/C rasionya lebih dari satu (R/C > 1), semakin tinggi nilai R/C rasio berarti

penerimaan yang diperoleh semakin besar. Apabila nilai R/C rasio lebih kecil dari

satu (R/C < 1) maka suatu usahatani dikatakan tidak menguntungkan dan tidak

efisien jika dilakukan, sedangkan apabila R/C = 1 artinya usahatani tersebut tidak

memberikan manfaat sama sekali.