tinjauan pustaka psikologi kerja lingkungan fisik

27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Psikologi Kerja Psikologi kerja adalah beban yang dialami atau diterima oleh seseorang ketika ia sedang melakukan suatu pekerjaan. Kajian tentang beban kerja yang berhubungan dengan pengukuran beban kerja atau fisiologi kerja pada industri pertanian terus dikembangkan dan diaplikasikan, diantaranya pada penggunaan traktor tipe ride-on (Syuaib et al., 2003), penggunaan power tiller (Tiwari dan Gite, 2006) dan pemanenan padi (Singh, 2012). Beban kerja yang dialami seorang pekerja dapat berupa beban fisik, beban mental serta psikologis yang timbul dari lingkungan kerja. Beban kerja dirancang sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan baik fisik maupun mental pekerja. Pada dasarnya, beban kerja menjelaskan interaksi antara seorang operator yang melaksanakan tugas dan tugas itu sendiri. Dengan kata lain, istilah beban kerja menggambarkan perbedaan antara kapasitas-kapasitas dari sistem pemrosesan informasi manusia yang diharapkan memuaskan performansi harapan dan kapasitas itu tersedia untuk performansi aktual. (Asrar Fuad, 2014)

Upload: winda-dwiana

Post on 16-Nov-2015

16 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Penjelasan tentang lingkungan fisik, psikologi kerja dan fisiologi kerja

TRANSCRIPT

II-17

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Psikologi KerjaPsikologi kerja adalah beban yang dialami atau diterima oleh seseorang ketika ia sedang melakukan suatu pekerjaan. Kajian tentang beban kerja yang berhubungan dengan pengukuran beban kerja atau fisiologi kerja pada industri pertanian terus dikembangkan dan diaplikasikan, diantaranya pada penggunaan traktor tipe ride-on (Syuaib et al., 2003), penggunaan power tiller (Tiwari dan Gite, 2006) dan pemanenan padi (Singh, 2012).Beban kerja yang dialami seorang pekerja dapat berupa beban fisik, beban mental serta psikologis yang timbul dari lingkungan kerja. Beban kerja dirancang sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan baik fisik maupun mental pekerja. Pada dasarnya, beban kerja menjelaskan interaksi antara seorang operator yang melaksanakan tugas dan tugas itu sendiri. Dengan kata lain, istilah beban kerja menggambarkan perbedaan antara kapasitas-kapasitas dari sistem pemrosesan informasi manusia yang diharapkan memuaskan performansi harapan dan kapasitas itu tersedia untuk performansi aktual. (Asrar Fuad, 2014)Menurut Astrand & Rodahl (1977) bahwa penilaian beban kerja fisik dapat dilakukan dengan dua metode secara objektif, yaitu metode penilaian langsung dan metode tidak langsung. Metode pengukuran langsung yaitu dengan mengukur energi yang dikeluarkan melalui asupan oksigen selama bekerja. Meskipun metode dengan menggunakan asupan oksigen lebih akurat, namun hanya dapat mengukur untuk waktu kerja yang singkat dan diperlukan peralatan yang cukup mahal. Sedangkan metode pengukuran tidak langsung adalah dengan menghitung denyut nadi selama kerja. Kemudian Konz (1996) mengemukakan bahwa denyut jantung adalah suatu alat estimasi laju metabolisme yang baik, kecuali dalam keadaan emosi. Katagori berat, ringan nya beban kerja didasarkan pada metabolisme, respirasi, suhu tubuh dan denyut jantung.Semakin besar beban kerja yang diterima oleh operator maka akan semakin banyak kesalahan atau kelalaian operator dalam melakukan pekerjaannya. Astuty, dkk (2012) bahwa dampak beban kerja mental berlebihan meyebabkan kelelahan, yang dapat menimbulkan kelalaian. seseorang akan melupakan tugas utamanya dalam bekerja pada kondisi yang monoton karena pupil mata melebar akibat beban mental yang dirasakan juga cukup tinggi (Salvucci, dkk, 2010).Tingkat beban kerja yang dialami pekerja yang cukup tinggi, berakibat pada kerja yang melambat yang pada akhirnya berakibat kepada hasil produksi per shift kerja yang rendah atau gagalnya pencapaian target produktivitas (Grandjean, 2000). Penentukan beban kerja ada beberapa cara (Adiputra, 1992), antara lain berupa: a) mengukur energi yang dikeluarkan tubuh (energy expenditure), b) mengukur denyut jantung sewaktu bekerja (working heart rate), c) mengukur suhu tubuh (body temperature)Selye (dalam Rice, 1992), menyatakan bahwa stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa gejala pada fisiologis, psikologis, dan perilaku. Terry B dan John N menyatakan gejala stres kerja dapat dibagi dalam 3 aspek yaitu gejala psikologis seperti : hipersensitif emosi dan hiperaktif, merasa frustasi, marah, dan kebencian, cemas, tegang, kebingungan dan sensitive, merasa tertindas, berkurangnya efektifitas berkomunikasi, menarik diri dan depresi, merasa terisolasi dan terasing, kebosanan dan ketidakpuasan kerja, kelelahan mental dan penurunan fungsi intelektual, kehilangan konsentrasi, kehilangan spontanitas dan kreatifitas, menurunnya self-esteem. Sedang gejala fisiologis seperti: meningkatnya detak jantung dan tekanan darah, meningkatnya sekresi adrenalin dan nonadrenalin, gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung), mudah terluka, mudah lelah secara fisik, kematian, gangguan kardiovaskuler, gangguan pernafasan, lebih sering berkeringat, gangguan pada kulit, kepala pusing, migrain, kanker, ketegangan otot, problem tidur (sulit tidur, terlalu banyak tidur). Serta gejala perilaku seperti : Menunda atau menghindari pekerjaan atau tugas, meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk, perilaku sabotase, meningkatnya frekuensi absensi, perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan atau kekurangan), kehilangan nafsu makan dan penurunan drastis berat badan, meningkatnya kecenderungan perilaku beresiko tinggi seperti berjudi, kecenderungan bunuh diri, meningkatnya agresifitas, kriminalitas dan mencuri, penurunan kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman, serta penurunan prestasi dan produktivitas.Banyak hal yang dapat menyebabkan pegawai mengalami stres kerja, seperti yang dikatakan oleh (Rice, 1992), ada beberapa hal yang dapat menyebabkan stres kerja, salah satunya adalah kondisi kerja, seperti people decisions, kondisi fisik yang berbahaya, pembagian waktu kerja, kemajuan teknologi (technostres), beban kerja yang kurang (work underload) dan beban kerja yang berlebihan (work overload). Seringkali beban kerja yang berlebihan (work overload) diakibatkan oleh pegawai sendiri yang selalu menunda dan tidak dapat mengatur jadwal dalam menyelesaikan tugasnya, namun terkadang pegawai menunda mengerjakan tugasnya diakibatkan karena pekerjaan yang terlalu mudah ataupun sedikit. Pada umumnya pegawai yang memiliki beban kerja yang tinggi cenderung menimbulkan stres kerja, hal ini juga dipengaruhi oleh masa bekerja dan faktor internal pegawai (Buchari, 2007).Berat ringannya beban kerja yang diterima oleh seorang tenaga kerja dapat digunakan untuk penentuan berapa lama seorang tenaga kerja dapat melakukan aktivitas pekerjaannya sesuai dengan kemampuan atau kapasitas kerja yang bersangkutan. Semakin berat beban kerja maka semakin pendek waktu kerja seseorang untuk bekerja tampa kelelahan dan gangguan fisiologis yang berarti atau sebaliknya.Salah satu kebutuhan utama dalam pergerakan otot adalah kebutuhan akan oksigen yang dibawa oleh darah ke otot untuk pembekaran zat dalam menghasilkan energi. Sehingga jumlah oksigen yang dipergunakan oleh tubuh untuk bekerja merupakan salah satu indikator pembebanan selama bekerja. Dengan demikian setiap aktivitas pekerjaan memerlukan energi yang dihasilkan dari proses pembakaran. Semakin berat pekerjaan yang dilakukan maka akan semakin besar pula energi yang dikeluarkan. Berdasarkan hal tersebut maka besarnya jumlah kebutuhan kalori dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan berat ringannya beban kerja.Berkaitan hal tersebut menurut Kepmennaker (1999), menetapkan kategori beban kerja menurut kebutuhan kalori sebagai berikut :

Beban kerja ringan : 100 200 kilo kalori / jam

Beban kerja sedang : > 200 350 kilo kalori / jam

Beban kerja berat : > 350 500 kilo kalori / jam2.1.1 Beban Kerja Oleh Karena Faktor EksternalFaktor eksternal beban kerja adalah beban kerja yang berasal dari luar tubuh pekerja. Yang termasuk beban kerja eksternal adalah tugas (task) itu sendiri, organisasi dan lingkungan kerja, ketiga aspek ini sering disebut sebagai stressor.

1. Tugas-tugas yang dilakukan baik yang bersifat fisik, seperti stasiun kerja, sikap kerja, beban yang diangkat-angkut, peralatan , sarana informasi dll. Sedangkan tugas-tugas yang bersifat mental , seperti tingkat kesulitan pekerjaan, tanggung jawab terhadap pekerjaan dan lain-lain.2. Organisasi kerja yang dapat mempengaruhi beban kerja, seperti lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, kerja malam, model struktur organisasi, sistem pelimpahan tugas dan wewenang dan lain-lain.3. Lingkungan kerja yang dapat memberikan beban tambahan kepada pekerja adalah ; * lingkungan kerja fisik, seperti intensitas penerangan, kebisingan, temperatur ruangan, getaran , dll. * lingkungan kerja kimiawi, seperti debu, gas-gas pencemar udara, uap logam, dll. * lingkungan kerja biologis, seperti bakteri, virus, jamur, parasit dll. * lingkungan kerja psikologis, seperti pemilihan dan penempatan tenaga kerja, hubungan antara pekerja dengan pekerja, atasan dan bawahan, dll.

2.1.2 Beban Kerja Oleh Karena Faktor InternalFaktor internal beban kerja adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri sebagai akibat adanya reaksi dari beban kerja eksternal. Reaksi tubuh tersebut dikenal sebagai strain . Berat ringannya strain dapat dinilai baik secara objektif maupun subjektif. Penilaian secara objektif , yaitu melalui perubahan reaksi fisiologis. Sedangkan penilaian subjektif dapat dilakukan secara subjektif berkaitan erat dengan harapan, keinginan, kepuasan dll. Secara lebih ringkas faktor internal meliputi ; faktor somatis ( jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, kondisi kesehatan, status gizi ) , faktor psikis ( motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan, kepuasan dll. ).Secara garis besar, kegiatan manusia dapat digolongkan dalam dua komponen utama yaitu kerja fisik (menggunakan otot sebagai kegiatan sentral) dan kerja mental (menggunakan otak sebagai pencetus utama). Beban kerja yaitu sejumlah kegiatan, waktu, dan energi yang harus dikeluarkan seseorang baik fisik ataupun mental dengan memberikan kapasitas mereka untuk memenuhi tuntutan tugas yang diberikan.Pemisahan ini tidak dapat dilakukan secara sempurna, karena terdapat hubungan yang erat antara satu dengan lainnya. Apabila dilihat dari energi yang dikeluarkan, kerja mental murni relatif lebih sedikit mengeluarkan energi dibandingkan kerja fisik. Kerja fisik akan mengakibatkan perubahan pada fungsi alat-alat tubuh, yang dapat dideteksi melalui perubahan :

1. Konsumsi oksigen2. Denyut jantung3. Pengeluaran Energi4. Udara dalam paru-paru5. Temperatur tubuh6. Konsentrasi asam laktat dalam darah7. Komposisi kimia dalam darah dan air seni8. Tingkat penguapan, dan faktor lainnya

2.1.3 Pengukuran Beban Mental

Secara Teoritis: Pendekatan ergonomi-biomekanik. Pendekatan ini mencakup pengukuran proses persepsi, neuromotorik, dan biomekanik serta level kelelahan/kejenuhan pekerja. Pendekatan psikologis: Pengukuran pendekatan psikologis menggunakan atribut-atribut seperti motivasi, antisipasi, keterampilan, dan batas marginal kelelahan. Secara Teknis: Pengukuran beban kerja mental secara objektif (Objective Workload Measurement). Pengukuran beban kerja mental secara subjektif (Subjective Workload Measurement).

1. Pengukuran Beban Kerja Mental Secara Objektif

Yaitu suatu pengukuran beban kerja di mana sumber data yang diolah adalah data-data kuantitatif. Yang termasuk ke dalam pengukuran beban kerja mental ini diantaranya:

a) Pengukuran denyut jantung: Pengukuran ini digunakan untuk mengukur beban kerja dinamis seseorang sebagai manifestasi gerakan otot. Metode ini biasanya dikombinasikan dengan perekaman gambar video, untuk kegiatan motion study.b) Pengukuran cairan dalam tubuh: Pengukuran ini digunakan untuk mengetahui kadar asam laktat dan beberapa indikasi lainnya yang bisa menunjukkan kondisi dari beban kerja seseorang yang melakukan suatu aktivitas.c) Pengukuran waktu kedipan mata: Durasi kedipan mata dapat menunjukkan tingkat beban kerja yang dialami oleh seseorang. Orang yang mengalami kerja berat dan lelah biasanya durasi kedipan matanya akan lama, sedangkan untuk orang yang bekerja ringan (tidak terbebani mental maupun psikisnya), durasi kedipan matanya relatif cepat.d) Pola gerakan bola mata: Umumnya gerakan bola mata yang berirama akan menimbulkan beban kerja yang optimal dibandingkan dengan gerakan bola mata yang tidak beraturan.

Pengukuran dengan metode lainnya: Alat ukur Flicker: Alat ini dapat menunjukkan perbedaan performansi mata manusia, melalui perbedaan nilai flicker dari tiap individu. Perbedaan nilai flicker ini umumnya sangat dipengaruhi oleh berat/ringannya pekerjaan, khususnya yang berhubungan dengan kerja mata.Ukuran performansi kerja operator. Ukuran-ukuran ini antara lain adalah:

- Jumlah kesalahan (error)

- Perubahan laju hasil kerja (work rate).2. Pengukuran Beban Kerja Secara Subyektif

Yaitu pengukuran beban kerja di mana sumber data yang diolah adalah data yang bersifat kualitatif. Pengukuran ini merupakan salah satu pendekatan psikologi dengan cara membuat skala psikometri untuk mengukur beban kerja mental. Cara membuat skala tersebut dapat dilakukan baik secara langsung (terjadi secara spontan) maupun tidak langsung (berasal dari respon eksperimen). Metode pengukuran yang digunakan adalah dengan memilih faktor-faktor beban kerja mental yang berpengaruh dan memberikan rating subjektif. Tahapan Pengukuran Beban Kerja Mental Secara Subyektif :

a Menentukan faktor-faktor beban kerja mental pekerjaan yang diamati.b Menentukan range dan nilai interval.c Memilih bagian faktor beban kerja yang signifikan untuk tugas-tugas-tugas yang spesifik.d Menentukan kesalahan subjektif yang diperhitungkan berpengaruh dalam memperkirakan dan mempelajari beban kerja.Tujuan Pengukuran Beban Kerja Mental Secara Subjektif

a. Menentukan skala terbaik berdasarkan perhitungan eksperimental dalam percobaan.b. Menentukan perbedaan skala untuk jenis pekerjaan yang berbeda.c. Mengidentifikasi faktor beban kerja mental yang secara signifikan berhubungan berdasarkan penelitian empiris dan subjektif dengan menggunakan rating beban kerja sampel populasi tertentu.Adapun metode pengukuran beban kerja mental secara subjektif, yaitu:a) NASA-TLXDikembangkan oleh NASA Ames Research Center. NASA-Task Load Index adalah prosedur rating mutidimensional, yang membagi beban kerja (workload) atas dasar rata-rata pembebanan 6 subskala yaitu:

1. Mental demands2. Physical demands3. Temporal demands4. Own performance5. Effort6. Frustation

b. Harper Qoorper Rating (HQR)

Yaitu suatu alat pengukuran beban kerja dalam hal ini untuk analisis handling quality dari perangkat terbang di dalam cockpit yang terdiri dari 10 angka rating dengan masing-masing keterangannya yang berurutan mulai dari kondisi yang terburuk hingga kondisi yang paling baik, serta kemungkinan-kemungkinan langkah antisipasinya. Rating ini dipakai oleh pilot evaluator untuk menilai kualitas kerja dari perangkat yang diuji di dalam kokpit pesawat terbang.

1. Task Difficulty Scale2. Dikembangkan dan dipakai oleh AIRBUS Co. Perancis untuk menguji beban kerja statik di dalam rangka program sertifikasi pesawat-pesawat yang baru dikembangkannya.3. Prinsip kerjanya hampir sama dengan prinsip kerja HQR tetapi lebih menekankan kepada bagaimana cara menilai tingkat kesulitan dari pengoperasian instrumen-instrumen kontrol di dalam kokpit.

c. Subjective Workload Assessment Technique (SWAT)

Dikembangkan oleh Harry G. Armstrong, Aerospace Medical Research Laboratory Wright-Patterson Air Force Base, Ohio, USA untuk menjawab pertanyaan bagaimana cara mengukur beban kerja dalam lingkungan yang sebenarnya (real world environment). Dua tahapan pekerjaan di dalam penggunaan model SWAT :

1. Scale DevelopmentSubjek (orang) diminta untuk melakukan pengurutan kartu sebanyak 27 kartu kombinasi dari urutan beban kerja terendah sampai beban kerja tertinggi menurut persepsi masing-masing subjek.2. Event ScoringDi sini subjek (orang) ditanyakan SWAT rating-nya dari masing-masing task, kemudian SWAT rating tersebut dihitung dengan menggunakan SWAT program di dalam komputer untuk mengetahui workload score dari masing-masing kombinasinya. Menurut SWAT model, performansi kerja manusia terdiri dari 3 dimensi ukuran beban kerja yaitu:

a Time Load (T), terdiri dari tiga kategori rating yaitu : time load rendah, time load menengah, dan time load tinggi.b Mental Effort Load, yang terdiri dari tiga kategori rating yaitu: mental effort rendah, mental effort menengah, dan mental effort tinggi.c Psychological Stress Load, yang terdiri dari tiga kategori rating yaitu : psychological stress rendah, psychological stress menengah, dan psychological stress tinggi.

Pengukuran beban kerja dengan metode SWAT dapat digunakan pada:

1) Dunia penerbangan. Sektor industri, seperti pada pabrik-pabrik tekstil, pabrik-pabrik (perakitan) kendaraan bermotor, dan pabrik-apbrik (perusahaan) yang memerlukan tingkat kecermatan yang tinggi

2) Sektor perhubungan, seperti untuk meneliti tingkat beban kerja bagi para pengemudi bus jarak jauh atau para masinis kereta api.

Cara Pelaksanaan Pengukuran Metode SWAT

Memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan pengukuran kepada subjek (orang) yang akan diteliti. Memberikan kartu SWAT sebanyak 27 kartu yang harus diurutkan oleh subjek menurut urutan kartu yang menyatakan kombinasi workload yang terendah hingga tertinggi menurut persepsi ataupun intuisi dari tiap subjek.Melakukan pencatatan urutan kartu yang dibuat oleh subjek, kemudian didownload di omputer-program SWAT sehingga didapatkan nilai dari SWAT score untuk tiap subjek. Berdasarkan nilai-nilai SWAT tersebut, komputer mengkonversikan performansi kerja dari subjek tersebut dengan nilai kombinasi dari beban kerjanya (workload), yang terdiri dari :

Time Load (T) : rendah, menengah, dan tinggi. Mental Effort Load (E) : rendah, menengah, dan tinggi. Psychological Stress Load (S) : rendah, menengah, dan tinggi.

Bila nilai konversi dari SWAT scale terhadap SWAT rating berada < 40, maka performansi kerja subjek tersebut berada pada level optimal. Bila SWAT rating-nya berada antara 40-100, maka beban kerjanya (workload) tinggi, artinya subjek pada saat itu tidak bisa diberikan jenis pekerjaan tambahan lain.

Meng-assess pekerjaan kepada subjek, kemudian ditanyakan apakah pekerjaan yang sedang dilakukan pada saat tersebut beban kerjanya (kombinasi dari Time Load, Mental Effort, dan Stress Load) dikategorikan sebagai pekerjaan dengan beban kerja rendah, menengah, atau tinggi menurut yang bersangkutan.Ulangi kembali langkah 4 untuk melihat apakah pekerjaan tersebut termasuk ke dalam kategori beban kerja rendah atau beban kerja tinggi, sehingga dapat diantisipasi langkah selanjutnya.

2.2 Fisiologi KerjaMenurut Syuaib (2003) fisiologi kerja adalah satu bagian disiplin ilmu ergonomika yang mengkaji tentang kondisi fisiologi yang disebabkan tekanan eksternal saat melakukan suatu aktivitas kerja. Kajian fisiologi kerja sangat terkait dengan beberapa indikator metabolik, yaitu: (1) cardiovascular (denyut jantung); (2) respiratory (pernafasan); (3) body temperature (suhu tubuh); dan (4) muscular act (aktivitas otot).Pembagian shift kerja akan mempengaruhi kondisi fisiologis tubuh manusia di mana pada siang hari siap untuk beraktivitas dan pada malam untuk beristirahat. Esquirol et al. (2011) melakukan analisis terhadap beberapa hasil penelitian 10 tahun terakhir tentang shift kerja dan faktor-faktor resiko cardiovaskular, menyimpulkan bahwa shift kerja memiliki dampak pada faktor-faktor resiko cardiovaskular seperti gangguan ritme sirkadian, gangguan tidur, perubahan perilaku (gangguan diet, konsumsi alkohol, merokok) dan tekanan pekerjaan. Pengaruh shift kerja pada sebuah industri perlu mendapatkan perhatian serius oleh pihak manajemen maupun pekerja itu sendiri (Tamagawa et al., 2007; Mitchell et al., 2008).Kerja fisik (manual operation) adalah kerja otot, kerja kasar yang akan mengakibatkan terjadinya perubahan faal pada alat-alat tubuh manusia (fisiologis) yang dapat dilihat dari beberapa indikator antara lain berupa : a) Konsumsi oksigen, b) Laju detak jantung, c) peredaran udara atau ventilasi paru-paru, d) konsentrasi asam laktat dalam darah, e) komposisi kimia dalam darah dan jumlah air seni, f) tingkat penguapan melalui keringat. Penilaian beban kerja fisik dapat dilakukan dengan dua metode yakni (Astrand dkk, 1977 dalam Tarwaka 2010); metode pengukuran langsung atau obyektif, yaitu mengukur energi yang dikeluarkan (energy expenditure) melalui asupan oksigen selama bekerja dan metode pengukuran tidak langsung yakni dengan menghitung denyut nadi selama bekerja.Konsumsi oksigen secara langsung berkaitan dengan pengeluaran energi tetapi pengukurannya cukup sulit dalam situasi kerja nyata. Pengukuran konsumsi energi lebih sering dihitung melalui pengukuran denyut jantung karena lebih mudah dilakukan. Menurut Bridger (2003) denyut jantung meningkat sesuai fungsi dari beban kerja dan konsumsi oksigen. Pengukuran kapasitas umum (general capacity) tubuh untuk menyesuaikan diri terhadap pekerjaan berat dan pulihnya tubuh kembali dari tugas tersebut dilakukan dengan metode tes langkah dari Brouha atau harvard step test (Brouha, 1943).Kerja dalam ilmu ergonomika diartikan sebagai suatu aktivitas fisik untuk menghasilkan sesuatu. Manusia menggunakan otot hampir untuk seluruh jenis pekerjaan. Otot manusia memerlukan energi untuk melakukan kerja fisik. Menurut Astrand dan Rodahl (1977), konsumsi oksigen akan meningkat secara linier sesuai dengan beban kerja yang dialami. Hal ini menunjukkan bahwa semakin berat beban kerja yang dialami maka akan semakin meningkat penyerapan oksigen. Energi yang diperlukan otot untuk melakukan kerja berasal dari proses oksidasi glukosa yang terjadi di dalam tubuh.Pengukuran energi fisik manusia yang dikonsumsikan untuk kerja berguna untuk mengetahui kapasitas aerobik tubuh (Pennathur et al., 2005), mengetahui ketahanan dan daya tahan otot (Demura dan Nakada, 2010) dan hasil pengukurannya dimanfaatkan untuk pemilihan teknik penanganan secara manual (Singh, 2011).Work Energi Cost (WEC) adalah nilai energi atau usaha yang harus dikeluarkan melalui proses metabolisme oleh seseorang untuk merespon suatu beban kerja yang diterima. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui nilai WEC adalah dengan mengetahui tingkat perubahan (peningkatan) denyut jantung, karena korelasi antara peningkatan laju denyut jantung terhadap peningkatan beban kerja adalah linear (Syuaib, 2003).Metode step test adalah salah satu metode yang lazim digunakan untuk menghasilkan atau mengetahui korelasi antara Increase Ratio of Heart Rate (IRHR) terhadap perubahan WEC untuk masing-masing subyek operator (Herodian, 1995 dan Syuaib et al., 2007). Kalibrasi step test dilakukan sebelum pengukuran denyut jantung saat bekerja terhadap masing-masing subyek operator. Metode kalibrasi step test dilakukan dengan cara melangkah naik turun bangku step test setinggi 30 cm dengan irama kecepatan langkah diatur dengan alat digital metronome. Ritme kecepatan langkah yang diukur yaitu 60, 80, 100 dan 120 beats per minute (bpm). Setiap tingkatan ritme dilakukan dengan durasi 5 menit yang kemudian diselingi istirahat selama 5 menit. Rata-rata hasil pengukuran denyut jantung dan tenaga yang digunakan saat melakukan step test dipetakan dalam bentuk grafik untuk mencari persamaan hubungan antara denyut jantung dan tenaga. (Atta Bary, 2013)2.3 Lingkungan Kerja FisikLingkungan kerja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ketahanan fisik seseorang (Rodhl, 1989). Kebisingan dapat menyebabkan gangguan pendengaran, cahaya yang menyilaukan dapat menyebabkan gangguan penglihatan maupun mengganggu dalam melihat suatu objek. Temperatur yang terlalu tinggi ataupun terlalu rendah dapat mempercepat tarjadinya kelelahan.Septiana (2013) mengungkapkan bahwa lingkungan kerja yang baik akan dapat memberikan kenyamanan dan meningkatkan performansi dan produktivitas pekerja. Efisiensi kerja seorang operator ditentukan pada ketepatan dan kecermatan saat melihat dalam bekerja, sehingga dapat meningkatkan efektifitas kerja, serta keamanan kerja yang lebih besar. Tingkat penerangan yang baik merupakan salah satu faktor untuk memberikan kondisi penglihatan yang baik.Performansi kerja dipengaruhi lingkungan fisik tempat kerja. Faktor-faktor kondisi lingkungan kerja seperti faktor kebisingan, pencahayaan, suhu, temperatur dan lainnya. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik apabila dalam kondisi tertentu manusia dapat melaksanakan kegiatannya dengan optimal. Ketidaksesuaian lingkungan kerja dengan manusia yang bekerja pada lingkungan tersebut dapat terlihat dampaknya dalam jangka waktu tertentu (Sutalaksana, 1979).Faktor lingkungan kerja (kondisi ambient) yang melewati ambang batas kenyamanan bagi manusia dapat mengakibatkan dampak negatif bagi operator untuk jangka waktu yang lama. Kondisi ambient yang dapat mempengaruhi kondisi fisiologis tubuh manusia adalah kebisingan (ambient noise), suhu (room temperature) dan kelembaban (relative humidity). Pengukuran kondisi ambient lingkungan kerja dilakukan saat operator melakukan pekerjaan di stasiun kerjanya.2.3.1 Kebisingan (ambient noise)

Pengukuran kebisingan dilakukan dengan cara mengukur tingkat kebisingan pada stasiun-stasiun pengolahan. Tingkat kebisingan diukur dengan menggunakan Sound Level Meter dengan tinggi alat pada saat pengukuran 160 cm dari lantai atau setara dengan rata-rata tinggi telinga orang Indonesia.Kebisingan dapat menyebabkan stres, peningkatan sistem kerja jantung dan peredaran darah. Ini juga dapat menyebabkan efek psikologi dan gangguan komunikasi serta penurunan efisiensi tenaga kerja. Melalui mekanis hormonal yaitu diproduksinya hormon adrenalin, dapat meningkatkan frekuensi detak jantung dan tekanan darah, kondisi ini termasuk gangguan cardiovaskular (Umemura et al., 1992).Kebisingan merupakan terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki termasuk bunyi yang tidak beraturan dan bunyi yang dikeluarkan oleh transportasi dan industri, sehingga dalam jangka waktu yang panjang akan dapat mengganggu dan membahayakan konsentrasi kerja, merusak pendengaran (kesehatan) dan mengurangi efektivitas kerja (Wilson, 1989). Kebisingan dapat menimbulkan pengaruh negatif pada tenaga kerja berupa gangguan-gangguan diantaranya gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi, gangguan keseimbangan dan efek pada pendengaran. Pengendalian kebisingan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu pengendalian secara teknis (engineering control), pengendalian administratif (administrative control) dan pemakaian alat pelindung diri (Sanders dan McCormick, 1993).2.3.2 Suhu Pengukuran suhu dilakukan pada stasiun pengolahan CPO menggunakan alat thermohygro-meter. Pengukuran dilakukan dibeberapa titik pada masing-masing stasiun sehingga kondisi suhu di dalam masing-masing stasiun pengolahan dapat diketahui.Pengaruh suhu dan kelembaban lingkungan kerja sangat berkaitan dengan efektivitas pekerjaan. Bekerja pada lingkungan yang terlalu panas dan lembab dapat menurunkan kemampuan fisik tubuh serta dapat menyebabkan keletihan yang datang terlalu dini. Tingkat kelembaban udara yang terdapat pada lingkungan kerja akan mempengaruhi tingkat penyerapan atau pelepasan panas tubuh seseorang melalui proses evaporasi pada permukaan kulit. Pada kondisi suhu udara dan dinding yang tinggi, tingkat hilangnya panas (heat loss) tubuh melalui cara konveksi dan radiasi adalah sangat rendah. Pada kondisi ini heat loss terjadi melalui proses evaporasi. Jika kelembaban udara tinggi, evaporasi tidak dapat berlangsung sehingga dapat mengakibatkan naiknya suhu tubuh. Ketika tubuh manusia berada pada kondisi lingkungan dengan suhu udara tinggi maka tubuh akan berusaha memindahkan panas ke kulit yang mendorong peningkatan jumlah darah untuk dibawa ke otot, kondisi ini akan meningkatkan respon sistem cardiovaskular. Hal ini terlihat dari aktivitas jantung yang memompa darah lebih cepat sehingga terjadi peningkatan denyut jantung. Peningkatan rata-rata ini bervariasi, pada orang dengan kondisi fisik baik terjadi peningkatan denyut jantung yang kecil. Peningkatan rata-rata denyut jantung berkisar antara 180 sampai 200 kali/menit yang merupakan nilai maksimal untuk usia dewasa (Chen et al., 2003).2.3.3 Kelembaban Nisbi (relative humidity)Pengukuran kelembaban dilakukan pada stasiun pengolahan minyak sawit. Alat ukur yang digunakan thermohygrometer. Pengukuran dilakukan pada beberapa titik di stasiun pengolahan sehingga kelembaban relatif pada masing-masing stasiun pengolahan dapat diketahui. (Atta Bary, 2013)Suhu udara dan kelembaban lingkungan kerja sangat berpengaruh pada efektivitas pekerjaan. Menurut Eastman (1986) kenyamanan tubuh dapat ditentukan dari proses perpindahan panas dari tubuh ke lingkungan atau sebaliknya. Panas yang ditimbulkan oleh tubuh melalui proses metabolisme tubuh dan kerja otot akan ditransfer ke lingkungan melalui proses konveksi, radiasi dan evaporasi. Proses konduksi dapat dilakukan melalui kontak antara tubuh dengan permukaan benda panas atau dingin. Ketidaknyamanan (discomfort) dapat ditimbulkan oleh respon fisiologis tubuh terhadap suhu dan kelembaban udara yang berada di luar comfort zone. Derajat ketidaknyamanan tersebut antara lain dapat diketahui dengan mengukur skin surface temperature (suhu permukaan kulit), sweating rate (laju pengeluaran keringat) dan cardiovascular (denyut jantung). Tingkat ketidaknyamanan yang disebabkan panas akan naik jika salah satu atau beberapa diantara parameter tadi mengalami kenaikan sehingga mengakibatkan heat discomfort atau heat stress. Faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan termal seseorang berdasarkan SNI 03-6572-2001 adalah suhu udara kering, kelembaban udara relatif, pergerakan udara (kecepatan udara), radiasi permukaan yang panas, pakaian yang dipakai dan aktivitas orang. (Atta Bary, 2013)2.3.4 PencahayaanFaktor pencahayaan merupakan salah satu faktor lingkungan kerja yang termasuk kelompok faktor resiko, jika intensitas pencahayaan tidak memadai maka dapat menyebabkan produktivitas tenaga kerja menurun. Pencahayaan juga berpengaruh terhadap kesehatan mata dan secara tidak langsung mempengaruhi tingkat konsentrasi terhadap pekerjaan. Kondisi pencahayaan tempat kerja yang redup umumnya menyebabkan tenaga kerja berupaya untuk dapat melihat pekerjaan dengan sebaik-baiknya dengan cara melihat secara terus menerus, sehingga dapat terjadi ketegangan mata (eye strain), terjadi ketegangan otot dan saraf sehingga menimbulkan kelelahan mata, otot saraf dan kelelahan mental, sakit kepala, konsentrasi dan kecepatan berpikir menurun, demikian juga kemampuan intelektualnya juga mengalami penurunan (Tarwaka, 2004).Dengan tingkat pencahayaan dibawah standar yang telah ditentukan, operator sering kali tidak dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan tugasnya. Operator mudah merasakan pusing disekitar bagian mata akibat dari akomodasi mata yang maksimal sehingga operator tidak fokus terhadap pekerjaannya. Pada tingkat iluminasi yang rendah, titik jauh akan bergerak lebih dekat dan letak titik dekat akan berpindah, serta ketepatan (Precision) dan kecepatan akomodasi akan menurun. (Nurmianto, 2004).Tingkat pencahayaan yang di bawah standar akan mempengaruhi tingkat performansi kerja dan gangguan kesehatan pada mata. Walaupun tidak menyebabkan kerusakan mata secara permanen tetapi akan menambah beban kerja, mempercepat kelelahan, sering istirahat, kehilangan jam kerja dan mengurangi kepuasan kerja, penurunan mutu produksi, meningkatkan frekuensi kesalahan, mengganggu konsentrasi dan menurunkan produktivitas kerja dari masing-masing operator. (Ilyas, S. 2003).

Kondisi pencahayaan memiliki pengaruh terhada beban kerja mental yang dirasakan oleh operator (Canazei, 2013). Sutalaksana (2006) menyebutkan bahwa fungsi utama pencahayaan di tempat kerja adalah untuk menerangi objek pekerjaan agar terlihat secara jelas, mudah dikerjakan dengan cepat, dan produktivitas dapat meningkat. Pencahayaan yang kurang dari NAB dapat mengakibatkan kelelahan mata, akan tetapi pencahayaan yang terlalu kuat juga akan mengakibatkan kesilauan. Sehingga jika mata melihat objek dengan kondisi pencahayaan yang kurang maka mata akan berakomodasi maksimal agar benda tersebut dapat terlihat, pada kondisi mata berakomodasi maksimal ini yang dapat menyebabkan otot-otot pada mata akan tegang dan mudah terjadi kelelahan pada mata.